24
ASASI EDISI JULI- AGUSTUS 2011 www.elsam.or.id Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi

Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

  • Upload
    vuminh

  • View
    217

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ASASI EDISI JULI- AGUSTUS 2011 www.elsam.or.id

Aceh-Papua:Pelanggaran HAM

di tengah Investasi

Aceh-Papua:Pelanggaran HAM

di tengah Investasi

Page 2: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

laporan utama 5 - 12

editorial 04

Mega Proyek MIFEE: Suku Malind Animdan Pelanggaran HAMMIFEE ataumerupakan program pengembangan pangan dan energi yangdikelola secara terpadu di wilayah Merauke, Provinsi Papua.Dinamika kebijakan ini tampak berhubungan eratdengan kepentingan Pemerintah untuk meningkatkan pendapatanekonomi nasional dari meningkatnya permintaan dan hargakomoditi pangan dunia.

Merauke Integrated Food and Energi Estate

food estate

Kolom

setiap pengalaman kekerasan meninggalkan sengkarut dalamkehidupan korban yang tak mudah untuk hilang atau bahkanmenjadi bagian utuh dari hidup yang terus ditanggungnya,

Menidak pada Kekerasan

Sabtu, 16 April 2011, menjadi sejarah kelam bagiwarga Desa Setrojenar, Bulus Pesantren, Kebumen.Beberapa kompi pasukan TNI Angkatan Darat (AD),tanpa didahului dengan negosiasi, langsungmenyerang mereka. Tentara mencokok, menembaki,menendang, menyeret, dan menangkapi wargasecara sepihak. Aksi brutal itu terjadi di sepanjangjalan menuju Markas Dinas Penelitian danPengembangan (Dislitbang) TNIAD.

Mari Bersama Mengalami PapuaPerbaikan keadaan di Papua hanya mungkin terjadi jika lebihbanyak orang non-Papua memperbincangkan dan sekaligusmempertanyakan kerja-kerja aparatur pemerintah di Papua. Tanpaketerlibatan orang non-Papua semakin meneguhkan pandangandari Papua bahwa orang non-Papua di Indonesia ini terusmelupakan mereka dan membiarkan mereka terkurung dalammasalah sendirian.

daerah 13-15

profil elsam 24

Sabtu Kelabu di Urut Sewu

Dalam RANHAM tahun 2011-2014, Ratifikasi OPCAT direncanakandilakukan pada 2013. Artinya, Indonesia memiliki dua tahun untukmempersiapkan diri, baik secara hukum, infrastruktur, sertasumberdaya, agar ketika waktu ratifikasi, seluruh infrastruktur telahsiap. Karena Indonesia terikat pada kewajiban mencegah terjadinyapenyiksaan dan perlakuan buruk yang dimuat di Konvensi MenentangPenyiksaan, pembentukan mekanisme pencegahan penyiksaantidak boleh ditunda-tunda dengan sengaja.

nasional 16-17

Menuju Ratifikasi OPCAT

(muridan-papua.blogspot.com)

resensi 22-23

Telah terjadi pergeseran perjuangan di Papua.Awalnya perjuangan hak asasi manusia, selanjutnyamenjadi perjuangan politik. Demikian setidaknyamenurut Amiruddin Al Rahab (2008), pemerhati Papuayang juga aktivis hak asasi manusia.

monitoring sidang 18-20

Sidang Deden, Sidang Korban

Memahami Papua dengan PerspektifPolitik Hak Asasi Manusia

REDD di Ulu Masen:Di Mana Masyarakat ditempatkan?Penetapan Ulu Masen untuk kawasan REDD, tidak menjamin samasekali bagi wilayah lain di luar kawasan yang ditetapkan sebagaikawasan REDD yang disepakati. Konsesi untuk pertambangan danperkebunan tetap diberikan. Demikian juga legalisasi pembukaankawasan hutan untuk pembangunan infrastruktur dan perumahan.Lantas, dimana posisi REDD sebagai skema global untukmereduksi pemanasan global? sementara berbagai aktivitas yangmeningkatkan pemanasan global terus dilakukan dan dilegalisasi?

Kamis, 28 Juli 2011, menjadi hari antiklimaks persidangan KasusCikeusik. Pada hari itu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN)Serang memvonis sangat rendah 12 orang pelaku penyeranganterhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, yangmenyebabkan tiga orangAhmadiyah meninggal dunia.

Ade Rostina Sitompul, salah satu sahabat ELSAMmeninggalkan kita pada Jumat, 8 Juli 2011. Ibu Adeadalah aktivis yang mempunyai visi ke depan danselalu bekerja dalam tahapan yang runtut.

biografi 21Memoar untuk Ibu Ade, Guru dan Sahabat

daftar isi

Page 3: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

03

Redaksional

Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi:Indriaswati Dyah Saptaningrum

Redaktur Pelaksana:Widiyanto

Dewan Redaksi:Widiyanto, Indriaswati Dyah Saptaningrum,Otto Adi Yulianto, Zainal Abidin, WahyuWagiman

Redaktur:Indriaswati DS, Otto Adi Yulianto, TrianaDyah, Wahyu Wagiman,Wahyudi Djafar,AndiMuttaqien, Ester Rini Pratsnawati, Paijo

Sekretaris Redaksi:Triana Dyah

Sirkulasi/Distribusi:Khumaedy

Desain & Tata Letak:alang-alang

Penerbit:Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat(ELSAM)

Penerbitan didukung oleh:

Alamat Redaksi:Jl. Siaga II No. 31, Pejaten Barat, PasarMinggu, Jakarta 12510,Telepon: (021) 7972662, 79192564Faximile: (021) 79192519

E-mail:[email protected], [email protected]

Website:www.elsam.or.id.

Redaksi senang menerima tulisan, saran,kritik dan komentar dari pembaca. BuletinASASI bisa diperoleh secara rutin. Kirimkannama dan alamat lengkap ke redaksi. Kamijuga menerima pengganti biaya cetak dandistribusi berapapun nilainya. Transfer kerekening

ELSAM Bank Mandiri Cabang PasarMinggu No. 127.00.0412864-9

w w w . e l s a m . o r . i d

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Preseden Buruk Hakim Cikeusik

Patut disesalkan ringannya vonis pelaku penyerangan JamaahAhmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten yang menewaskantiga anggota Jamaah secara mengenaskan.

Hakim gagal menjadi penyambung lidah keadilan tapi terpakupada tuntutan jaksa. Kita melihat keadilan makin jauh di negeriini, tersandera kekuasaan yang bar-bar.

Widya-Depok

Tulisan, saran, kritik, dan komentar dari teman-teman dapatdikirimkan via email di bawah ini:

[email protected]

surat pembaca

Segenap Pimpinan dan Pengurus

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)

mengucapkan

Segenap Pimpinan dan Pengurus

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam)

mengucapkan

Page 4: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

04

editorial

Menidak pada Kekerasan

ELSAM mengawali tahun kerja ini dengansebuah catatan penting mengenai rekamankekerasan yang terjadi selama tahun 2010.Setidaknya terjadi 99 peristiwa yang

berhasil direkam yang melibatkan tindakankekerasan yang dilakukan oleh polisi, 40 tindakankekerasan terhadap kelompok minoritas. Catatan itujuga merujuk sebanyak 30 kasus penyiksaan yangterjadi dalam proses penyidikan, 32 kasuspenganiayaan, dan 16 kasus kekerasan yangmelibatkan polisi yang dilaporkan ke KOMNAS HAM.Seperti sebuah gunung es, jumlah tersebut hanyalahpucuknya. Jumlah kasus pelanggaran hak asasimanusia sesungguhnya sangat mungkin jauhmelebihi angka yang berhasil dicatat dan terlaporkan.

Sampai saat ini, narasi yang sama masihterus bermunculan dalam berbagai variasinya, baikvariasi pelaku maupun korban. Sehingga meskisetiap pengalaman kekerasan meninggalkansengkarut dalam kehidupan korban yang tak mudahuntuk hilang atau bahkan menjadi bagian utuh darihidup yang terus ditanggungnya, di hadapan publik,narasi yang rutin tergambar dalam deretan angka-angka itu seolah kehilangan sengatnya. Terhentisebagai deretan statistik yang berubah dari waktu kewaktu.

Meskipun demikian, dibalik angka ini,tersembunyi pekerjaan rumah yang tak kunjung bisadirampungkan oleh Pemerintah yang mengklaimdirinya sebagai produk reformasi dan demokrasikarena dipilih secara langsung oleh rakyat. Apabiladicermati, narasi kekerasan inilah yang menjadibenang merah dari satu lokalitas di Setrojenar kelokalitas lain di Papua. Secara jarak dan komunikasijelas antara Setrojenar di pesisir selatan Kebumen,Jawa Tengah, dengan Papua, tak terhubung.Dipisahkan dengan jarak fisik ribuan kilometer.

Narasi yang sama pula yang meng-hubungkan pengalaman kekinian ini dengan memoriseorang Ade Rostina Sitompul atau biasa dipanggilIbu Ade, yang pergi dengan lembaran ingatan akanratusan bahkan mungkin ribuan narasi serupa yangmulai dicatat semenjak tragedi kemanusian paruh1965an, yang sampai saat ini tak juga memperolehpengakuan dari negara.

Apakah deretan statistik kekerasan itu akannaik atau turun di masa mendatang? Tak ada yangtahu secara pasti. Kita berharap angkanya menurun.Hanya saja melihat kondisi elit-elit yang berkuasa,

yang lebih gemar melakukan transaksi politik,optimisme tampaknya dipaksa tunduk denganpesimisme. Yang pasti adalah pola dan peristiwa yangsama akan terus terjadi, narasi yang sama dalambungkus yang berbeda akan terus berulang, sampaikita berhasil berkata tidak dan menarik garis tegasdari praktek yang sama di masa yang lalu. Sebabhanya dengan menarik garis pembatas yang tegas,satu budaya baru yang tidak membiarkan kekerasantersebut akan dapat dikembangkan.

Sayang masyarakat berhadapan dengansatu pemerintahan yang bebal untuk bisa menangkapsuara para korban dan masyarakat yang angkapersisnya tak pernah tertulis. Namun meski tak punyaangka realitas keberadaan mereka tidaklah dapatdisangkal dalam pengalaman keseharian.

Dengan demikian, tak ada cara lain memutusrantai keberlangsungan ini selain menagihPemerintah untuk berhenti menghindar dari tanggungjawab, mengambil langkah penting untukmenghadapi catatan narasi kekerasan itu danmemulihkan apa yang menjadi hak dari para korban.

Akan selalu ada perbedaan mengenai carapaling tepat untuk menghadapinya, apakah melaluimata tertutup dewi keadilan, ataupun melaluipendekatan keadilan lainnya. Dan tak ada cara lainuntuk menagih tanggung jawab pemerintah kecualimasyarakat dan para korban kembali merapatkanbarisan untuk bersuara dalam tiap kesempatan danruang yang ada untuk merebut kembali haknya.

Indriaswati D. Saptaningrum

Direktur Eksekutif

ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Page 5: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

laporan utama

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

05ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

rencana Pemerintah membentuk badan baru yang

khusus menangani Papua dengan pendekatan

sosial-politik dan sosial-ekonomi.

Demokratisasi yang ditandai

dengan desentralisasi dan

liberalisasi politik ternyata

makin kencang mendorong

kancah politik saat ini

bergerak ke puak-puak

etnis. Dalam situasi seperti

itu, menjadi pemerhati atau

menjad i ter l ibat da lam

advokasi tentang persoalan di

sa tu daerah , akan se la lu mengunda

ng pertanyaan yang tak terduga, “Anda orang

mana?” Saya mendapat pertanyaan seperti ini

berpuluh kali di Papua. Pertanyaan seperti itu

biasanya saya jawab dengan senyum, sambil

mengucapkan “saya orang Indonesia.”

Sebagai orang Indonesia (WNRI) saya

memberanikan diri untuk bergelut dengan masalah-

masalah sosial-politik dan HAM di Papua. Saya

memberanikan diri karena saya sesungguhnya

takut, sebab sahabat-sahabat di Papua selalu

melihat saya agen NKRI. Sementara para pejabat

Indonesia selalu menyatakan saya bersimpati pada

gerakan Papua.

Sesunguhnya saya hanya menjalankan

kewajiban sebagai WNRI yang dididik Pancasila

dan Konstitusi Indonesia. Melihat kondisi Papua

membuat kita tidak sampai hati. Ratusan warga

negara ini di sana belum mendapatkan hak-haknya

sebagai WNRI di Papua. Artinya sampai saat ini

masih ratusan ribu orang rakyat RI ini di Papua yang

belum mengalami hidup layak, sebagaimana

seharusnya seorang warga Negara.

Padahal Papua telah diberikan Otonomi

Khusus oleh Pemerintah sejak tahun 2001 melalui

UU No. 21 tahun 2001. Pemerintah Jakarta pun

Puak Etnis dan Masalah Papua

Pada 5-7 Juli 2011 telah berlangsung sebuah

konferensi penting menyangkut masa depan

penyelesaian masalah Papua masa

mendatang. Acara bertajuk “Konferensi Papua

Tanah Damai” itu diadakan di Jayapura, dengan

dihadiri sejumlah utusan pemerintah pusat, petinggi

militer, pemerhati, tokoh, dan faksi-faksi politik di

Papua. Konferensi berhasil menyusun sejumlah

indikator bidang politik, hukum, hak asasi manusia,

keamanan, ekonomi, dan lingkungan hidup dari

konsensus yang disebut “Papua Tanah Damai”.

Masih di acara tersebut, peserta Konferensi

dari pelbagai faksi politik di Papua telah

menyepakati “Deklarasi Perdamaian”. Mereka

menyatakan bahwa dialog merupakan sarana

terbaik untuk mencari solusi yang tepat untuk

penyelesaian konflik rakyat Papua dengan

Pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,

dan Keamanan (Menko Polhukam), dalam

sambutan pembukaan Konferensi, mengatakan

bahwa, “kekerasan tidak bisa menyelesaikan

masalah. Sebagai negara demokrasi, cara-cara

kekerasan tidak boleh lagi digunakan.” Hal senada

juga disampaikan Kepala Staf Daerah Militer

(Kasdam) Cenderawasih. Kasdam menegaskan

bahwa Papua bukan daerah dalam status darurat

militer, melainkan ‘tertib sipil’.

Bila menyimak pandangan dua pejabat

tersebut, tampak ada semangat baru untuk

menyelesaikan masalah Papua yang telah

berlangsung selama empat dekade terakhir ini.

Penggunaan cara-cara lama, dengan pendekatan

kekerasan dan militer, sudah tidak zamannya lagi

dipakai. Apalagi arahan Presiden SBY dalam

pertemuan refleksi pada kepada pejabat negara di

Bogor, pada 19April 2011, menyatakan, “kebebasan

dan hak asasi manusia sangat dijamin. Kebebasan

berserikat dan berkumpul, termasuk ruang bagi

protes dan ekspresi politik masyarakat.”

Penyelesaian masalah Papua makin

mendapatkan momentumnya sekarang dengan

Mari Bersama Mengalami PapuaOleh Amiruddin al Rahab

(Direktur Eksekutif The Research Institute for Democracy and Peace/The Ridep)

Page 6: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

laporan utama

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

06 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Tidak ada yang baru di Papua jika kita bicara

perbaikan kehidupan rakyat (bukan perbaikan hidup

pejabat), yang oleh UU Otsus disebut sebagai

“orang asli Papua”. Maka dari itu pantas kita

bertanya saat ini, bagaimana mungkin di Indonesia,

negara demokrasi yang dipuji oleh banyak kalangan

internasional dan diagung-agungkan pula di Jakarta

bisa ada situasi seperti di Papua sekarang ini.

Bisa dikatakan, reformasi politik 13 tahun

lalu yang ditujukan untuk memperbaiki keadaan di

seluruh Indonesia, ternyata tidak berbekas di

Papua. Keadaan di Papua masih sama dengan 13

tahun yang lalu itu, dimana atas nama

pemberantasan gerakan separatisme, orang-orang

bisa terbunuh, masuk penjara dan lain sebagainya.

Artinya, selama 13 tahun ini, Pemerintah tidak bisa

menemukan pintu masuk bagi upaya penyelesaian

masalah di Papua ini. Ini tantangan kita bersama,

juga tokoh-tokoh Papua. Harus ada desakan

kepada Pemerintah dan tokoh-tokoh Papua untuk

mengambil langkah-langkah baru agar sama-sama

bisa keluar dari “kubangan separatisme” yang telah

menjebak terlalu lama.

Otonomi Khusus a la UU No.21 tahun 2001

tidak memadai lagi untuk mengatasi masalah di

Papua. Harus dicarikan formula barunya. Ada dua

alasan untuk itu. UU Otsus itu sendiri telah

tercabik-cabik oleh sekian banyak peraturan

turuanannya, mulai dari Instruksi Presiden (Inpres),

Peraturan Pemerintah (PP), Perppu maupun UU

serta Putusan MK. , legitimasi politik UU

Otsus terus minus, sehingga diperlukan kebijakan

yang legitimasinya lebih full. Khususnya legitimasi

dari kelompok-kelompok yang selama ini

berkonfrontasi dengan Pemerintah. UU Otsus yang

minus itu telah pula ditegaskan oleh dua gubernur di

Papua serta oleh wakil ketua DPRP.

Jalan keluar yang bisa ditempuh adalah

menggelar dialog dengan tokoh-tokoh yang

mewakili Papua. Dialog ini tentu ditujukan untuk

mencari pintu masuk bagi upaya menyelesaikan

masa lah secara tun tas dan seka l i gus

memperbaharui komitmen kedua belah pihak.

Dalam dialog itu, tentu perwakilan dari mereka-

mereka yang selama ini berkonfrontasi harus

menjadi aktor utama yang diajak duduk di meja.

Saya menegaskan dialog itu, merupakan jalan

untuk mencari kesepakatan-kesepakatan baru yang

Pertama

Kedua

1

mengguyur trilyunan rupiah setiap tahun bagi

Papua. Mana mungkin, setelah 10 tahun keadaan

tidak membaik? Bagaimana mungkin itu semua

terjadi?

Kondisi kelam ini terjadi karena Pemerintah

dan kelompok-kelompok politik di Papua sama-

sama terjebak dalam “kubangan separatisme”.

Artinya, segala tindakan di Papua akan selalu diukur

oleh Jakarta dengan “menguntungkan atau

merugikan kelompok separatis”. Sementara

kelompok-kelompok politik di Papua akan selalu

mencurigai apapun inisiatif Pemerintah sebagai

upaya “penipuan apa lagi yang dilakukan oleh

Pemerintah”.

Karena berada terus-menerus dalam

“kubangan” itu, kedua belah pihak tidak pernah bisa

membangun saling percaya. Ketiadaan saling

percaya itu ada sejak dulu sampai di era Otonomi

Khusus ini. Jadi Pemerintah takut menjalankan

Otonomi Khusus secara konsisten karena takut

dibajak oleh “kelompok separatis”. Sementara

orang di Papua selalu melihat Otonomi hanya siasat

Jakarta saja. Akibatnya, tidak ada yang produktif

yang lahir sebagai perbuatan. Satu-satunya buah

dari Otsus sekarang ini adalah “Uang Otsus” yang

pada gilirannya uang ini menjadi sumber

“perkelahian” di Papua.

KONFERENSI DAMAI PAPUA. Gubernur Papua Barnabas Suebu (kiri) didampingiKapolda Papua, Irjend Bekto Suprapto (tengah) dan Danrem 172/PWY, Kol Inf. DanielAmbat (kanan) saat menyampaikan paparan dalam Konferensi Damai Papua di AulaUncen,Abepura, Jayapura, Papua, Selasa (5/7). Dalam konferensi tersebut diharapkansemua pihak pemangku kepentingan dapat menyelesaikan berbagai konflik yang terjadidi tanah Papua untuk menuju tanah damai.dokumen: FOTOANTARA/Anang Budiono/Koz/Spt/11.

Page 7: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

07ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Perbaikan keadaan di Papua hanya

mungkin terjadi jika lebih banyak orang non-Papua

m e m p e r b i n c a n g k a n d a n s e k a l i g u s

mempertanyakan kerja-kerja aparatur pemerintah

di Papua. Tanpa keterlibatan orang non-Papua yang

lebih intensif, khususnya kalangan intelektual,

akdemisi, politisi dan pemuda serta mahasiswa di

luar Papua, maka akan sulit mendorong Pemerintah

untuk mengambil langkah maju di Papua. Tanpa

keter l ibatan orang non-Papua semakin

meneguhkan pandangan dari Papua bahwa orang

non-Papua di Indonesia ini terus melupakan mereka

dan membiarkan mereka terkurung dalam masalah

sendirian.

Solidaritas dari kita semua yang non-Papua

kepada saudara-saudara di Papua sekarang ini

menjadi sangat diperlukan. Hanya dengan itu

keadaan di Papua bisa diperbarui dan diperbaiki.

Dan dialog Pemerintah dengan tokoh-tokoh dari

Papua bisa diwujudkan. Seturut dengan itu orang-

orang di Papua juga harus bisa membuka diri untuk

menerima dan menghargai pandangan dari mereka

yang non-Papua.

berguna dalam jangka panjang. Untuk itu diperlukan

langkah-langkah baru yang mampu menembus

segala halangan yang selama ini ada.

Tentu usulan tersebut akan memunculkan

pertanyaan (klasik): siapa dari Papua yang bisa

mewakili demikian banyak suku di Papua? Tentu

saja Pemerintah tidak berdialog dengan suku-suku,

melainkan dengan pemimpin komunitas politik

Papua. Oleh karena itu, biarkan tokoh-tokoh di

Papua memilih pemimpin mereka. Yang penting

adalah Pemerintah menyatakan siap untuk berdilog

dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang

dari Pemerintah untuk memulai memasuki gerbang

dialog itu.

Dialog sebagai jalan keluar tentu dengan

maksud agar Papua bisa menggapai masa depan

yang lebih baik. Artinya, kehebatan Papua lah yang

akan dihasilkan dalam dialog itu, bukan kehebohan

baru sebagaimana selama ini terjadi. Dalam 13

tahun ini dapat dikatakan, dalam menangani

masalah Papua, yang terjadi hanya “Heboh”.

Setelah itu diam. Pemerintah seakan seperti orang

bagun tidur yang kaget ketika terjadi sesuatu di

Papua. Padahal masalah Papua itu bukan terjadi

hari ini, melainkan sejak 40 tahun yang lalu. Ingat,

Papua menjadi bagian dari Indonesia terlambat 24

tahun (1945 ke 1969). Ini yang perlu kita sama-sama

kita sadari sebagai modal membangun Papua ke

depan.

2

1.

2.

Lihat , 12 Februari 2010.

Lihat buku saya dengan judul, terbitan Komunitas

Bambu.

Kompas

Heboh Papua; PerangRahasia, Trauma dan Separatisme

Keterangan

“Mari Kitong Bikin Papua Jadi Tanah Damai”emmanuel-pandega.blogspot.com

Page 8: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

laporan utama

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

08 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

lain: UU No. 39 tahun 2009 tentang KawasanEkonomi Khusus; UU No. 41 tahun 2009 tentangP e r l i n d u n g a n L a h a n P e r t a n i a n P a n g a nBerkelanjutan; Peraturan Pemerintah (PP) No. 26tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang WilayahNasional (RTRWN), yang menetapkan Meraukesebagai kawasan andalan untuk pertanian danperkebunan; PP No. 18 tahun 2010 tentang UsahaBudidaya Tanaman, yang menjustifikasi perusahaanswasta untuk menguasai lahan di wilayah Papuadapat diberikan dua kali lebih luas atau sama dengan20.000 hektar (Pasal 18); PP No 10 tahun 2010tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan FungsiKawasan Hutan; PP No. 11 tahun 2010 tentangPenertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;Inpres No. 10 tahun 2011 tentang PenundaaanPemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata KelolaHutan Alam Primer dan Lahan Gambut; RUUPengadaan Tanah untuk Pembangunan.

Di lapangan Merauke, operator perusahaanaktif melakukan pendekatan dan negosiasi kepadamarga pemilik lahan dan lembaga adat setempatuntuk meminta restu penggunaan tanah dan hutanadat, melakukan akuisisi lahan dengan cara ‘tipu-tipu’. Pemerintah juga aktif mempromosikan MIFEEdan mengajak investor berinvestasi. Misalnya sepertiyang dilakukan oleh Menteri Pertanian Suswono padaAsean Summit ke-18 tahun 2011 di Jakarta. Dalamkesempatan itu, Menteri Suswono mengundanginvestor negara Asean untuk berinvestasimengembangkan kawasan di Papua.

Hingga saat ini, pemerintah daerah setempatsudah mengeluarkan ijin lokasi maupun suratrekomendasi kepada 46 perusahaan atas lahanseluas lebih dari 1.864.395 hektar. Kemungkinanjumlahnya akan semakin bertambah seiring dengankemudahan yang ditawarkan pemerintah.

Penduduk Merauke berdasarkan pendataanpenduduk asli Papua tahun 2010 berjumlah sebanyak195.712 jiwa. Sebagian besar diantaranyamerupakan penduduk non Papua. Sebesar 61,95%berasal dari luar Pulau Papua, seperti Jawa, Nusa

food estate

MIFEE Datang dari Langit

Mega Proyek MIFEE:

Suku Malind Anim dan Pelanggaran HAM

Oleh Y.L. Franky( )Direktur PUSAKA

MIFEE atau

merupakan programpengembangan pangan dan energi yangdikelola secara terpadu di wilayah

Merauke, Provinsi Papua. Gagasan MIFEE dimulaidari proyek (MIRE)yang digagas Bupati Merauke, John Gluba Gebze(JGG), pada tahun 2007. Selanjutnya, PresidenSusilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkanInstruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2008 tentangFokus Program Ekonomi tahun 2008 – 2009, yangmeminta Menteri Pertanian mengeluarkan kebijakanpengembangan di wilayah paling ujungtimur Indonesia itu.

Dinamika kebijakan ini tampakberhubungan erat dengan kepentingan Pemerintahuntuk meningkatkan pendapatan ekonomi nasionaldari meningkatnya permintaan dan harga komoditipangan dunia. Jadi semata-mata untuk meresponkrisis pangan dunia, apalagi dalihnya untukmemantapkan ketahanan pangan nasional.

Gagasan pengembanganberbasiskan pada ketersediaan lahan tanaman skalaluas (minimal 25 hektar) yang pengelolaannyamenggunakan sistem industri agribisnis yangberbasis manajemen dan organisasi modern denganteknologi dan ilmu pengetahuan modern, sertamelibatkan swasta dan modal besar. KementerianPertanian mencanangkan luas areal MIFEE seluas2,5 juta hektar, namun perkembangannya Tim BadanKoordinasi Pemanfaatan Ruang Nasional (BKPRN)merekomendasikan sebesar 1.282.833 ha atausekitar 30 persen dari luas wilayah KabupatenMerauke saat ini.

Keterlibatan pihak perusahaan swasta dalamdan luar negeri sangat kental mendominasi proyekMIFEE, hingga mempengaruhi kebijakan Pemerintahyang telah mengeluarkan aturan dan kemudahanfasilitas moneter, , dan janji menyediakantanah luas. Sedangkan urusan modal, teknologi, daninput produksi lainnya diserahkan kepadaperusahaan yang mempunyai relasi bisnis denganperusahaan multinasional dan lembaga-lembagakeuangan international, serta menguasai pasarpangan dan energi dunia.

Kebijakan peraturan yang mendukungMIFEE dan keterlibatan perusahaan swasta, antara

Merauke Integrated Food andEnergi Estate

Merauke Integrated Rice Estate

food estate

food estate

food estate

tax holiday

Page 9: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

berkembang merupakan bentuk neokolonialismeyang sangat berbahaya. Laporan FAO (Subandriyo,2010), percepatan akuisisi lahan tersebut akanmenempatkan negara miskin pada posisi rentanmenghadapi ancaman krisis pangan. Selain petaniakan terusir dari lahannya, dampak kerusakanekologi karena pola bakal sangatmerugikan. Pola produksi industri modern yangdikelola investor ( )akan berhadap-hadapan dan memaksa terjadinyaperubahan dalam hubungan dan corak produksipertanian Orang Malind Anim yang masih tradisional( ) denganmengandalkan rumah tangga petani dan secaralangsung terlibat mengusahakan lahan sendiri untukmenghasilkan makanan sendiri. Pada gilirannyaperusahaan dapat mengendalikan dan mengelolasemua urusan produksi hingga pemasaran tanamanpangan dan energi untuk kepentingan ekspor.

Dalam grand design MIFEE (Juni 2010) danPeta Rencana Investasi BKPMD menunjukkan ada20 perusahaan mengusahakan tanaman tebudengan luas lahan 762.116 ha, ada enam perusahaanhutan tanaman dengan luas lahan 626.819 ha, ada 10perusahaan kelapa sawit dengan lahan seluas389.887 ha dan ada lima perusahaan yangmenghasilkan tanaman pangan padi, ubi kayu,jagung, kacang dan sebagainya dengan luas lahan79.500 ha. Angka ini menunjukkan akuisisi lahanskala luas yang hanya dikuasai segelintir pemilikmodal. Jelas sekali proyek ini hanya menguntungkaninvestor dan dipastikan akan menyingkirkan danmemaksa perubahan corak produksi pangan lokal.Komoditi yang dihasilkan keseluruhannya untukkepentingan ekspor, seperti kayu serpih, bubukkertas, minyak sawit dan tebu.

Jika demikian, Orang Malind Anim yangkehidupan dan mata pencahariannya tergantungpada hutan, padang savana, rawa, kali dansebagainya, akan tersingkir dan terbatas mengakseslahan untuk kegiatan produksi, mereka tidak dapatsecara bebas mencari ikan, berburu hewan, tokoksagu dan sebagainya. Mereka juga tidak dapatbekerja dalam perusahaan dengan alasanketerbatasan ketrampilan dan atau hanya diterimasebagai buruh kasar kontrakan. Inilah yang dialamioleh warga Kampung Boepe, Zenergi dan Kaliki disekitar areal proyek anak perusahaan Medco, PT.Selaras Inti Semesta dan warga Nakias di lokasiperusahaan sawit PT. Dongin Prabhawa. Merekakehilangan hak atas mata pencaharian, hak ataskehidupan yang memadai, hak atas lingkungan yangsehat dan aman, hak atas pangan karena kehilangankemampuan untuk memenuhi dan menghasilkankebutuhan pangan sendiri, serta tindakandiskriminasi dalam memperoleh hak atas pekerjaan.

intensive farming

corporate-based food production

peasant and family based food production

Tenggara, dan Maluku. Sisanya Orang Papua Asli(OPA), sebesar 38,05 persen, yang sering disebutsuku MalindAnim.

Sejak awal, mega proyek MIFEE sudahmelakukan pelanggaran terhadap hak-hak OPA yangberdiam tersebar di 160 kampung dan 20 distrik.Semestinya, OPA memiliki hak-hak dan kekhususanotoritas yang otonom dan bebas untuk memberikanpersetujuan terhadap setiap proyek pembangunanyang berlangsung di tanah Malind Anim dan akanmempengaruhi kehidupan OPA. Hak dan prinsip

(FPIC) untukmenentukan kebi jakan dan pelaksanaanpembangunan tertuang dalam Deklarasi PBB tentangHak Penduduk Asli dan terkandung dalam ketentuanmenimbang UU No. 21 tahun 2001 tentang OtonomiKhusus Papua. Tetapi dalam prakteknya, Pemerintahmengabaikan ketentuan dan hak-hak tersebut.Demikian pula perusahaan yang cenderungberoperasi tanpa ada persetujuan masyarakat ataumelakukan musyawarah dengan cara terpaksa atautidak bebas, setelah perusahaan menggusur lahandan hutan.

Bupati baru Merauke, Romanus Mbaraka,dalam Diskusi Meja Bundar MIFEE di Jakarta, padaJuni 2011, mengatakan bahwa “konsep dan kebijakanMIFEE seperti datang dari langit yang tidak diketahuimasyarakat Merauke.” Pemerintah pusat merancangdan mengeluarkan kebijakan tanpa sepengetahuandan persetujuan masyarakat. Kebanyakan kasus dilapangan, Orang Malind Anim ataupun organisasiinformal kelembagaan adat mereka tidak pernahmendapatkan informasi yang lengkap terhadapmanfaat dan dampak proyek yang beroperasi di tanahadat OPA. Masyarakat bingung. Mereka tidak pernahmembuat kesepakatan dan bahkan menolak kehadiranproyek. Namun perusahaan yang datang dari jauh danmemandang dari tempat yang tinggi, tidak pedulidengan pandangan, norma dan hak-hak masyarakatdansemaunyamelakukanpenggusuran lahan.

Marga Aluend dari Kampung Sanggase,Okaba, salah satu pemilik lahan di lokasi industri PT.Medco Papua Industri Lestari, bersaksi jika merekatidak pernah memperoleh informasi dari anakperusahaan Medco Grup tersebut tentang kegiatanindustri kayu chip dan bubur kertas. Marga tersebutjuga mengatakan tidak pernah ada kesepakatansewa atas lahan seluas 2.800 ha. Marga Dinaulik diNakias, tidak menduga perusahaan sawit PT. DonginPrabhawa menggusur hutan dan tempat keramatmereka, padahal belum ada perundingan. Dalam halini, Pemerintah maupun perusahaan telah melanggarhak-hak masyarakat atas pembangunan, hak atastanah, hak atas informasi dan hak atas kebebasan.

Fenomena akuisisi lahan ( ) yangmassif oleh perusahaan swasta yang terjadi di negara

Free

Prior Informed and Consent

land grab

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

09ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Page 10: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

10

laporan utama

ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Kehadiran proyek MIFEE akan diikutipeningkatan arus migrasi penduduk yang berasal dariluar Papua dan daerah sekitar Merauke yangberlangsung secara programatik dan inisatif sendiriuntuk menjadi karyawan dan buruh tani perusahaan.Dibayangkan ada lebih dari 4.000.000 jiwa yang akandatang ke Tanah Malind Anim dengan berbagai ragamlatar belakang sosial dan budaya. Kebudayaandominan dari luar dan disokong oleh instrumen budayaekonomi modern akan menyingkirkan Orang MalindAnim, sehingga dikhawatirkan terjadinya penyingkiransecara paksa terhadap kehidupan sosial budaya danekonomi Orang Malind Anim. Pengalaman proyektransmigran dari Jawa di Merauke pada masa lampaudapat dirasakan dan dilihat dampaknya hari ini. OrangMalind Anim masih terpuruk dalam kemiskinan danketertinggalan, sebaliknya penduduk yang baru datangdapat dengan cepat mengembangkan kehidupansosial budaya dan ekonominya.

Saat ini, di lapangan banyak terjadi konflikdan perselisihan antar marga terkait dengan klaimdan pemberian kompensasi hak atas tanaman yangtumbuh dan sewa tanah. Banyak masyarakat MalindAnim di kampung-kampung resah dan melakukanprotes secara damai menolak kehadiran proyekMIFEE. Masyarakat takut untuk bersuara danmelakukan aksi-aksi lebih keras karena seringmendengar, menyaksikan dan mengalami langsungtindakan kekerasan aparat dan tudingan separatis.Hak berpendapat dan berkumpul secara bebas untukmembicarakan MIFEE dan soal-soal kerakyatanmasih tidak bebas, dibatasi dan dapat dipelintirmenjadi isu anti pembangunan, disintegrasi danmengancam keamanan negara. Hal ini sudah terlihatdalam kasus penahanan dan pemeriksaan aktivisSolidaritas Rakyat Papua Tolak MIFEE (SORPATOM)di Merauke yang melakukan aksi protesnya padaOktober 2010 dan kasus kekerasan yang dialami olehwarga Kampung Zenegi dan Sanggase.

Pendekatan keamanan dengan cara-cara kekerasan,intimidasi dan teror, tidak akan mampu membungkamsuara rakyat. Justru sebaliknya, pendekatankeamanan ini akan menimbulkan kebencian rakyatdan bertentangan dengan konstitusi dan hak moral.Sumber masalahnya yang harus dibereskan, yakniparadigma mega proyek MIFEE yang harus diubahdari pro modal menjadi paradigma pembangunanmanusia yang berpihak pada kesejahteraan,keselamatan dan keamanan rakyat, pro pada rakyatmiskin ( ) dan pro pada lingkungan (

), tidak semata-mata mengejar

Pembangunan Orang MalindAnim

pro poor pro

environment

per tumbuhan ekonomi ( ) danmenggemukkan akumulasi modal korporasi.

Dalam konteks hak ekonomi, sosial, danbudaya (Ekosob), maka pemerintah memiliki tugasdan kewajiban untuk memajukan dan pemenuhan hakatas pangan secara komperehensif, selain itu,Pemerintah wajib menghormati, melindungi danmemenuhi hak-hak Orang Papua Asli untukmewujudkan kehidupan yang adil, sejahtera danbermartabat. Kewajiban dimaksudkan adalahkewajiban pemerintah di semua tingkatan untuk tidakmenghilangkan satu-satunya sarana penghidupanpangan yang tersedia kepada seseorang, kewajibanmenghindari perampasan hak dan melindungi orang-orang dan pola produksi pangan setempat,melindungi jenis tanaman pangan setempat dariperampasan oleh orang lain, tekanan kebijakan danpraktik international yang mengancam merampassarana penghidupan masyarakat.

Kewajiban Pemerintah untuk melindungi danmenghormati hak-hak masyarakat atas tanah danwilayah hidup Orang Malind Anim, mengembangkandan menyediakan sistem keamanan danperlindungan dalam praktik pengalihan penguasaan,pemilikan dan pemanfaatan hak atas tanah.Pemerintah wajib membangun dan memberdayakanOrang Malind Anim dengan menyediakan sarana danprasarana pengembangan ketrampilan danpengetahuan pangan dan usaha ekonomi lainnyayang memadai dengan berbasiskan padaketersediaan sumberdaya dan modal sosial yangdimiliki masyarakat setempat. Memfasilitasimasyarakat dan kelembagaan sosial ekonomimereka untuk mengakses modal pada lembagakeuangan dan meningkatkan kapasitas pengelolaandana yang akuntabel.

Tidak kalah pentingnya, adalah perlunyaPemerintah dan aparatus keamanan negara sertawarga mengerti, memajukan, menghormati danmelindungi hak-hak dasar Orang Papua Asli, hak atastanah, hak atas kebebasan berpendapat danberkumpul, hak untuk mencari, menerima danmenyampaikan informasi, hak untuk menentukan danmemutuskan kebijakan dan pembangunan yang akanberlangsung di atas tanah dan wilayah hidup mereka.

Pembangunan di tanah Malind Anim tanpadidahului dengan perubahan paradigma dankebijakan yang mengakui, menghormati danmelindungi hak-hak masyarakat, niscaya tidak akanlanggeng dan sebaliknya menimbulkan konflik terusmenerus.

pro growth

Page 11: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

hubungannya. Hutan yang berisi pepohonan telahdibuktikan secara ilmiah mampu menyerapkarbondioksida (CO2). Karena kemampuannyatersebut, maka hutan harus dijaga eksistensinya.Untuk menjaga keberadaan hutan, dibutuhkan biaya.Untuk itu, negara-negara maju atau industri sebagaipenghasil Gas Rumah Kaca diharuskan membayarsebagai kompensasi bagi negara-negara pemilikhutan. Karena telah membayar, tentu ada jaminan jikabiaya yang telah dikeluarkannya digunakan sesuaidengan peruntukannya.

Artinya, kondisi ini tidak lebih baik dari sebuahtransaksi beli kopi di Warung Kopi “Solong”, yangcukup terkenal di Ulee Kareng, Banda Aceh. Pembeliyang memesan kopi dan membayar, harusmendapatkan apa yang dipesannya. Jika tidak,pembeli dapat melakukan tindakan sebagai bentukmempertahankan haknya. REDD tidak lebih darisebuah transaksi ekonomi (dagang) yang berujungpada untung dan rugi. Sayangnya, pola dagangsangatlah tidak sehat karena telah terang benderangsiapa yang akan mendapatkan keuntungan yang akanmengalami kerugian dan bangkrut.

Yang menjadi persoalan, karena transaksitersebut dipahami sebagai dagang semata, makamenjadi tidak berdampak apa-apa bagi pelestarianhutan secara menyeluruh. Penetapan Ulu Masenuntuk kawasan REDD, tidak menjamin sama sekalibagi wilayah lain di luar kawasan yang ditetapkansebagai kawasan REDD yang disepakati, dankenyataannya memang demikian. Konsesi untukpertambangan dan perkebunan tetap diberikan.Demikian juga legalisasi pembukaan kawasan hutanuntuk pembangunan infrastruktur dan perumahan.

Lantas, dimana posisi REDD sebagai skemaglobal untuk mereduksi pemanasan global?sementara berbagai aktivitas yang meningkatkanpemanasan global terus dilakukan dan dilegalisasi?

Aceh merupakan daerah yang menempatkan adatsebagai sebuah sistem yang terstruktur dan bernilaihistoris. Secara konstitusi, dikuatkan melalui Pasal 98UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Acehmengatur lembaga adat sebagai bagian daripenjabaran perjanjian damai Helsinki. Untukpengimplementasiannya diatur dalam Qanun No. 9tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan LembagaAdat Aceh dan Qanun No. 10 tahun 2008 tentangLembagaAdat.

Tradisi pengelolaan hutan yang arif bijaksanatelah dipraktikkan secara turun temurun melaluilembaga adat (hutan) yang dipimpin oleh

Proses Sepihak Pelaksanaan Percontohan

uteun

Pak Hasnita, tidak bisa menjelaskan keberadaanUlu Masen yang kami maksud. Beliau adalahsalah satu tokoh masyarakat yang tinggal di

Kemukiman Sarah Raya, Aceh Jaya yang beradadalam kawasan Ulu Masen yang sangat terkenal,khususnya bagi pihak yang giat mencermati isuperubahan iklim. Konon, Wilayah Ulu Masenditetapkan sebagai salah satu wilayah uji cobapenerapan

(REDD), sebuah skemamitigasi untuk mereduksi emisi dari deforestasi dandegradasi hutan.

Istilah “Ulu Masen” mulai diperkenalkan olehFlora Fauna International (FFI), sebuah organisasinonpemerintah yang berbasis di Inggris, pada tahun2007 atas keputusan komunitas yang diwakili oleh

atau kepala masyarakat adat KabupatenAceh Jaya pada tahun 2003. Penamaan Ulu Masendiambil dari istilah “Pucok Masen” yang terletak diKecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya. NamaUlu Masen dianggap mampu mewakili satu kawasanekosistem hutan di bagian utara Provinsi Aceh ini.Sedangkan nama “masen” berasal dari nama sungaiyang hulunya berada dalam kawasan hutan tersebut.

Kawasan Ulu Masen luasnya 750.000 hektarberada di lima wilayah administratif Aceh: KabupatenAceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, Pidie Jaya dan AcehBesar. Terdiri dari 21 kecamatan dan 52 Mukim denganpopulasi sebesar 982. 010 orang.

Pemerintah Aceh melakukan kemitraandengan Carbon Conservation International Pty Ltd danorganisasi lingkungan internasional Flora dan FaunaInternational (FFI) telah menetapkan Ulu Masensebagai kawasan uji coba REDD. Diperkirakan bahwalebih dari 3,3 juta ton kredit karbon akan dihasilkansetiap tahun dari proyek di wilayah sekitar 750.000hektar tersebut dengan mengurangi 85% darideforestasi dasar yang ada, 9.500 hektar per tahun.Kemampuan menyerap karbon tersebut diperkirakandapat menghasilkan dana kompensasi skema REDDsebesar US$ 16,5 juta per tahun atau US$ 432 jutaselama 30 tahun mendatang.

Di Indonesia, Pemerintah sudah menyatakandirinya sebagai pendorong perlawanan terhadappemanasan global dengan menerapkan programpercontohan REDD. Saat ini, berkat bantuan beberapanegara seperti Norwegia, Jerman, Australia danproyek privat percontohan REDD sudah mulai berjalandi beberapa wilayah yang salah satunya adalahKalimantan Tengah dan segera menyusul delapanpropinsi lainnya.

REDD, dengan atau tanpa “plus”, sekalipundilahirkan melalui proses panjang penuh dinamika,pada dasarnya sangat simpel melihat pola

Reducing Emissions from Deforestationand Forest Degradation

Imum Mukim

2

3

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

11

laporan utama

ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

REDD di Ulu Masen:Di Mana Masyarakat ditempatkan?

Oleh Ina Nisrina Has(Koordinator Program BINGKAI Indonesia)

“Ulu Masen? Itu nama majalah, saya tidak paham artinya, tapi ada Gunung di Sampoinietnamanya Pucok Masen.”

1

Page 12: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

12 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

laporan utamaPanglima Uteun

imum mukim PanglimaUteun

the United NationsFramework Conference on Climate Change

CarbonConservation

mukim

(Panglima Hutan). Panglima Uteunmerupakan unsur Pemerintahan Mukim yangbertanggungjawab kepada .

mempunyai peran strategis dalam upayapengelolaan lingkungan, khususnya dalam halpemanfaatan hutan dan hasilnya. Khazanah adatbudaya ini masih melekat sebagai sebuah kearifanlokal yang masih ada dan harus dipertahankan,terutama pada kemukiman yang wilayahnyaberdekatan dengan kawasan hutan.

Menurut Budi Arianto dari Jaringan KerjaMasyarakat Adat (JKMA) Aceh, dalam pengurusanhutan dilarang memotong pohon tualang, kemuning,keutapang, glumpang, beringin dan lain-lain kayubesar dalam rimba yang dirasa menjadi tempatbersarang lebah. Ini merupakan pantangan umum,yang apabila dilanggar dapat merugikan orangbanyak, karena siapa saja boleh mengambil hasil-hasilmadu yang bersarang di pohon-pohon besar itu.Dilarang memotong kayu-kayu meudang ara, bungamerbau, dan lain-lain kayu yang besar-besar yangdapat dibuat perahu atau tongkang, kecuali atas seizindari Kedjroen atau Raja.

PemerintahAceh telah menyatakan komitmenuntuk menyelamatkan hutan kepada masyarakatinternasional dalam konferensi

(UNFCCC), pada 7 Desember 2007.Kontrak kesepakatan kerjasama penjualan

dan pemasaran yang ditandatangani pada tanggal 9Juli 2008 antara Pemerintah Aceh dan

memberikan wewenang untukmemasarkan dan menjual kredit karbon Ulu Masenatas nama PemerintahAceh.

Terdapat sejumlah ketentuan yang bertujuanuntuk menjamin perlindungan bagi masyarakatsetempat, di antaranya ketentuan untuk memastikanpengembangan mekanisme pembagian pendapatanyang adil dengan orang-orang yang berdampak,mengakui peran lembaga adat sesuai dengan UU No11/2006 tentang pemerintahanAceh.

Kita tentu sepakat bahwa masyarakattempatan atau—yang ditempati sebagai areakonsesi—harus menjadi prioritas utama dalam setiapinisiatif pengelolaan hutan. Meningkatkan kesadaran,pengetahuan dan kapasitas masyarakat menjadipenting dilakukan. Karena masyarakatlah yang akanmerasakan dampak langsung dari penerapan REDDpada kawasan Ulu Masen.

Dalam perundingan kerangka kerja PBB untukperubahan iklim (UNFCCC), pembicaraan terkaitpenghormatan atas hak masyarakat adat dalam REDDmasih terus berlanjut, bahkan hingga menghasilkandeklarasi atas hak masyarakat adat. Namun hinggatiga proses persiapan uji coba berlangsung, informasitentang apa dan bagaimana REDD belum dipahamisecara gamblang oleh masyarakat tempatan.

Lebih ironis masyarakat yang tinggal dikawasan Ulu Masen, seperti Sarah Raya, Sampoiniet,Krueng Sabee dan Aceh Besar, umumnya tidakmengetahui bahwa wilayah yang mereka tempatimasuk dalam kawasan yang ditetapkan sebagaiwilayah uji coba REDD.

Proses konsultasi publik yang hanyamelibatkan sejumlah tentu saja tidak cukupmewakili suara masyarakat yang hidup danbergantung pada kawasan hutan Ulu Masen. Apalagi

4

5

jika konsultasi tersebut hanya dilkukan sebagai“formalitas” untuk memenuhi prasyarat.

Ironisnya dokumen desain proyek REDD UluMasen justru semakin menyulitkan posisi masyarakatadat. Disebutkan; “…

renegotiate

”Pemerintah, tentu saja punya kuasa lebih dari

sekedar mengeluarkan wilayah mukim dari proyekREDD Ulu Masen, mengingat adanya kebijakan publikuntuk melakukan pencabutan hak atas tanah demikepentingan umum dengan telah dikeluarkannyaPeraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentangPengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunanuntuk Kepentingan Umum.

Selain itu, belum diposisikannya secarastrategis UU Pemerintahan Aceh dalam pengelolaanhutan di Aceh akan menjadi pekerjaan rumahtersendiri. Tumpang tindih antar kebijakan terjadiseiring dengan proses penerapan REDD padaKawasan Ulu Masen.

Demikian juga dengan posisi kelembagaandan Masyarakat Adat dalam hak pengelolaankawasan. Permenhut No. 30 tahun 2009 tentang TataCara Implementasi REDD justru semakin menyulitkanposisi Pemerintah Aceh dan masyarakat adat. Pasal 3– 6 Permenhut yang memberikan ruang kepadapemilik HPH dan HGU akan mengalihkan pemanfaatdana kompensasi kepada pemilik izin. Sebaliknya,pada Pasal 7 cukup menyulitkan lembaga adat untukmendapatkan hak kelola. Selain ketentuan ini masihmembutuhkan peraturan lain yang belum jelas kapanditerbitkannya.

Setelah semua prosesrespon/jawaban dilakukan dan tercapai kesepakatanmaka akan dilakukan persetujuan tertulis dari ImuemMukim sebagai perwakilan masyarakat. Jika tidaktercapai kesepakatan, maka akan dilakukan negosiasi( ) agar tercapai persetujuan tertulis, jikaupaya negosiasi tidak tercapai, maka wilayah mukimtersebut akan dikeluarkan dari wilayah project REDDUlu Masen.

6

REFERENSI

1 Tandan Sawit Edisi III/Mei 20092 Majalah Ulu Masen, FFI, tahun 20083 Permenhut P.36/Menhut-II/20094 Down to Earth No.74, Agustus 20075 Jane Dunlop, REDD, Tenure and Local

Communities,IDLO, November 20096 Ina Nisrina, Catatan Kritis Implementasi REDD di

Ulu Masen, 2009

Keterangan

1. Wawancara dengan Pak Hasnita, Salah satu tokoh Masyarakat

di Kemukiman Sarah Raya, Aceh Jaya, 2010

2. Jane Dunlop, , IDLO,

November 2009, hal. 27

3. WALHI Aceh, , 2009.

4. Aceh green 2008

5. Riset dan dokumentasi oleh BINGKAI Indonesia bersama

WALHI tahun 2010

6. Design Consent REDD Ulu Masen, Task Force REDD Aceh,

Dewa Gumay

RED: Tenure and local communities

REDD: Antara harapan dan kenyataan

Draft by

Page 13: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

13ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

daerah

Tengah hari ketika sebagian besar warga sedangmelepas penat dari terik matahari yangmembakar, setelah sepagian bergumul dengan

tanaman pertanian, tiba-tiba mereka dikejutkan dengansuara rentetan tembakan membabibuta. Hari itu,Sabtu, 16April 2011, menjadi sejarah kelam bagi wargaDesa Setrojenar, Bulus Pesantren, Kebumen.Beberapa kompi pasukan TNI Angkatan Darat (AD),tanpa didahului dengan negosiasi, langsungmenyerang mereka. Tentara mencokok, menembaki,menendang, menyeret, dan menangkapi warga secarasepihak.Aksi brutal itu terjadi di sepanjang jalan menujuMarkas Dinas Penelitian dan Pengembangan(Dislitbang) TNI AD. Warga yang sedang mengolahsawahpun tak luputdari serangan itu.

Penyerangan yang dilakukan oleh pasukanloreng hijau ini seolah menjadi klimaks dari seluruhrangkaian protes yang dilakukan warga Setro Jenaratas kehadiran tentara di wilayah ini. Di desa yangberdekatan dengan pesisir pantai selatan Jawa ini,puluhan tentara kerap melakukan serangkaian ujicoba persenjataan.

Konflik warga melawan tentara ini sudahterjadi bertahun-tahun dan kian meruncing setelahtewasnya lima bocah dari desa Setrojenar pada 22Maret 1997, akibat ledakan mortir peninggalanpasukan TNI AD usai berlatih. Kekesalan warga terusbertambah dengan tindakan sepihak dari pihak TNIAD yang melakukan atas lahan-lahan milikwarga.

Warga seringkali kesal dengan pihak TNI AD, yangtidak memberikan ganti rugi semestinya, terhadaptanaman pertanian mereka yang rusak akibat uji cobapersenjataan. Lokasi latihan menembak DislitbangTNI AD sangat dekat dengan areal pertanian warga.Ini yang memicu kemarahan warga, selain tentu saja,karena kematian lima bocah akibat mortar beberapatahun silam itu.

Kebijakan pemerintah, baik tingkat pusatmaupun daerah, juga dianggap turut sertamempengaruhi memanasnya perseteruan antarawarga dengan TNI AD. Setidaknya ada tiga kebijakanpemerintah yang terkait, atau bisa disebut menjadiakar bagi meletupnya peristiwa pada 16 April 2011.Kebijakan Pemerintah yang dianggap menjadi latarbelakang konflik, adalah:

, proyek pembangunan Jalan LintasSelatan (JLS), yang menjadi kebijakan pemerintahpusat. Proyek pembangunan ini mengharuskan

claiming

Pertama

Mengurai Pemicu Konflik

pemerintah untuk melakukan pembebasan lahan-lahan pertanian milik warga, yang akan diubahperuntukannya sebagai jalur lintas tersebut.

Menyikapi kebijakan pembangunan JLS,para petani di wilayah ini kemudian membentuksebuah paguyuban untuk memperjuangkan hak-hakmereka, khususnya terkait dengan ganti rugi atastanah-tanah pertanian mereka. Paguyuban initerbentuk pada 6 September 2005, dengan namaForum Paguyuban Petani Kebumen Selatan(FPPKS). Forum ini menjadi payung besar bagibanyak organisasi petani yang berbasis desa-desa diUrut Sewu.Permasalahan menjadi kian bertambah ketika TNIsecara sembunyi-sembunyi mulai ‘bermain’ untukmendapatkan uang ganti rugi, dengan alasanpembebasan tanah yang diklaim sebagai kawasanmiliter. Panglima Kodam IV mengajukan permohonanganti rugi ‘tanah TNI’ yang terkena tras jalan.

Pihak TNI, dalam sebuah kesempatansosialisasi, mengklaim bahwa luas lahan yang masukkawasan latihan militer mencapai 317,48 ha. Padahalluasan ini tidak sesuai dengan Surat Bupati KebumenNo. 590/6774, yang mengatakan bahwa luaskawasan latihan TNI 500 meter ke utara daribatas/tepi air laut, dan memiliki panjang dari sungaiWawar di timur Kebumen (perbatasan Kebumen-Purworejo) dan ke barat sampai sungai Lukulo.

, kebijakan yang dianggap sebagaipemicu konflik adalah rancangan peraturan daerahmengenai rencana tata ruang dan wilayah yangdirumuskan oleh pihak Pemerintah KabupatenKebumen, untuk tahun 2007-2027. Raperda inimenjadi polemik, akibat tindakan pihak TNI AD, yangmencoba menyisipkan agenda klaim mereka ataskawasan Urut Sewu sebagai kawasan latihan militer.TNI AD meminta kepada Pemda untuk memperluaskawasan militer (pertahanan keamanan), menjadi1000 meter dari bibir pantai. Akibat ulah dari TNI danPemkab Kebumen, yang dianggap mengklaim secarasepihak, kontan mengundang reaksi masyarakat.

, ketika belum ada titik temu terkaitdengan dua persoalan sebelumnya, tiba-tiba munculrencana pembukaan lokasi penambangan pasir besidi kawasan ini. Awal tahun 2011 PemerintahKebumen mengeluarkan Surat Keputusan Bupati No.660.I/28/2010 tentang persetujuan kelayakanlingkungan rencana penambangan pasir besi oleh PT.Mitra Niagatama Cemerlang (MNC) Jakarta. Melaluisurat tersebut, perusahaan dilegalisasi untukmengeksploitasi pasir besi di kawasan Urut Sewu.Keluarnya surat ijin penambangan ini kian membuat

Kedua

Ketiga

Sabtu Kelabu di Urut SewuOleh Wahyudi Djafar

(Staf Pelaksana Program Divisi Pemantauan Kebijakan ELSAM)

Page 14: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

14 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

warga kuatir, atas nasib tanah-tanah pertanianmereka yang akan segera diakusisi pihak lain.

Bermula dari aksi besar, yang dilakukan warga pada23 Maret 2011, pemerintah setempat dan aparatkeamanan menanggapi dengan menggelar apelgabungan di Mapolres Kebumen, pada 31 Maret2011. Apel gabungan ini diikuti oleh 275 personel TNIdan 425 personel Polri. Apel dihadiri KapolresKebumen, Dandim 0709/Kebumen, Bupati Kebumen,Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Negeri Kebumen,dan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen. Apel iniditujukan secara khusus untuk mengamankankawasan Urut Sewu, wilayah sepanjang pesisirselatan Kebumen yang merupakan rangkaianPegunungan Sewu.

Situasi menjadi kian bertambah panas, ketikapihak TNI AD memaksakan untuk tetap melakukan ujicoba persenjataan, pada 11 April 2011. Padahaldalam pertemuan beberapa tahun sebelumnya,tepatnya 14 Mei 2009, yang berlangsung di PendopoKebumen, Komandan Komando Daerah Militer(Kodim) 0709/Kebumen menyatakan secara lisandihadapan warga (FPPKS), Bupati Kebumen, KepalaBadan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Kebumen,maupun DPRD setempat, bahwa tentara tidak akanmelakukan aktivitas latihan dan uji coba persenjataanhingga status tanah di wilayah tersebut jelas. Padaakhir Maret 2011, Bupati Kebumen juga menegaskanhal yang sama.

Mengetahui rencana latihan tentara tersebut,pada 10 April 2011 warga desa Setrojenar dibantuwarga dari kawasan sekitar, kemudian memblokirakses jalan menuju Markas Dislitbang TNI AD danmenuju kawasan uji coba persenjataan. Pemblokirandilanjutkan dengan aksi dan doa bersama di depanMarkas Dislitbang TNI AD, pada 11 April 2011.Menyikapi situasi ini, Bupati, Komandan Kodim,Komandan Korem Pamungkas, dan pihak Kepolisiankemudian mengajak warga bernegosiasi. Akhirnyadiperoleh kesepakatan bahwa warga akan membukablokade yang merintangi akses menuju markas,sedang pihak TNI AD akan menarik seluruh pasukandari Markas Dislitbang TNIAD.

Pada hari berikutnya ternyata kembali terjadipergerakan pasukan menuju markas Dislitbang.Beberapa informasi menyebutkan pasukan tersebutbe rasa l da r i Ba ta l yon In fan te r i (Yon i f )403/Wirasadapratista, Kentungan, Yogyakarta, danBatalyon Arteleri Medan (Armed) Magelang. Setelahterjadi pergerakan pasukan ke markas, pada 15 April2011, pihak TNI lantas memberitahukan kepadakepala desa setempat bahwa akan ada uji cobapersenjataan dan latihan tempur keesokan harinya.

Tepat pada Sabtu, 16 Apri l 2011,sebagaimana telah direncanakan sebelumnya,

Militer ‘Maha Kuasa’

1

warga melakukan ziarah kubur di makam lima oranganak yang menjadi korban ledakan mortir. Ziarahdiikuti kurang lebih 30an orang, termasuk limaperempuan, ibu-ibu dari bocah yang meninggal, danbeberapa anak-anak. Tersiar informasi bahwa padasaat bersamaan, TNI AD sedang melakukan latihantempur di kawasan Ambal, sebelah timur BulusPesantren. Di tengah prosesi ziarah, wargamenerima kabar bahwa pihak TNI AD telah membukablokade yang dibuat warga untuk menutup aksesjalan menuju pantai, lokasi yang kerap digunakanuntuk latihan tempur TNIAD.

Mendengar informasi ini, segera setelah usaiziarah, warga kemudian membangun kembaliblokade-blokade yang telah dibuka paksa oleh pihakTNI AD. Kekesalan warga pun memuncak. Dilandasiemosi tersebut warga lantas melakukan perusakanterhadap sejumlah fasilitas latihan tempur berupatempat penyimpanan sisa peluru dan menara pantau,yang menurut penuturan warga berdiri di atas tanahwarga yang dibuktikan dengan sertifikat hak milik.

Mendekati pukul 14.00 WIB, Sabtu 16 April2011 itu, sedikitnya 30 pasukan TNI AD, datang dariarah utara menuju ke selatan arah pantai tempatkonsentrasi warga. Sepasukan tentara tersebutdalam posisi berbaris dan siap menembak. Kuranglebih 30 orang pasukan TNI AD juga menyusul keluardari markas Dislitbang, dengan posisi siap tembakpula. Pukul 14.09 WIB terdengar letusan tembakanpertama dari arah pasukan tersebut. Usai terdengartembakan, pasukan TNI tersebut kemudianmenyerang warga yang tengah duduk-duduk dirumah dan warung di tepi jalan menuju Dislitbang.Pasukan TNI memuntahkan tembakan membabibuta,melakukan pemukulan dengan pentungan kayu,popor senapan, dan melayangkan tendangan sepatulars ke arah warga. Mereka juga meneriakkan kata-kata kasar terhadap warga, seperti ‘ ’, ‘

’, ‘ ’. Selain itu tentara juga berteriak‘ ’. Anehnya, pada saatpenyerangan ini, beberapa orang anggota polisiberpakaian sipil yang berada di tempat kejadian, tidakmelakukan tindakan apapun untuk mencegahkebringasan tentara.

Pasukan TNI AD kemudian bergerak terus keselatan, menuju kerumunan warga. Pasukan tentarakelompok pertama kemudian bergabung denganpasukan yang sudah siap di depan markas Dislitbang.Setelah pasukan tersebut bergerak ke selatan, dariarah utara datang kelompok pasukan TNI lainnyasebanyak tiga peleton, yang membawa senapan danpentungan kayu. Mendengar tembakan dari utara,warga bergerak ke arah utara. Melihat pasukan TNIdatang dari utara, dengan senapan yang diarahkanke warga, serta mengeluarkan tembakan, wargamemilih menunggu di tempat. Seperti di utara, tentarajuga melakukan perlakuan sama terhadapkerumunan warga yang ada di selatan. Mereka

anjing! matikau! matikan!PKI-PKI, matikan!

daerah

Page 15: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

menembak, memukul dengan popor senapan,pentungan, tinjuan, dan tendangan sepatu lars.Lontaran kata-kata kasar dan intimidasi juga terusditeriakkan oleh pasukan TNI ini.

Pihak TNI menganggap kekerasan terhadapwarga Setrojenar pada pertengahan April lalu, sudahsesuai prosedur. Langkah tersebut dilakukan tentaraakibat tindakan warga yang anarkis, yangmengancam keselamatan jiwa anggota TNI dan aset-aset TNI. Namun fakta-fakta yang saya dapatkan dilapangan justru menunjukkan sebaliknya. Wargayang tengah mengerjakan sawah dan ladangnya puntak luput dari serangan. Surip Supangat, Kepala DesaSetrojenar, yang tengah menanam padi, ditembakdua kali di pantatnya. Warga lain lain yang barupulang dari mencari rumput pun tak lepas daripukulan popor senapan dan injakan sepatu lars.

Dalam penyerangan yang membabibuta ini, pasukanTNI AD menangkapi enam orang warga.Penangkapan dilakukan dengan cara-cara kasar,tidak manusiawi, dan merendahkan harkat martabatmereka sebagai manusia. Setelah menerimaperlakuan kejam, berupa tembakan, tendangan,pukulan, dan intimidasi verbal, enam orang warga iniselanjutnya diikat dengan tali tambang, dandilemparkan ke truk. Mereka kemudian digelandangtentara menuju Markas Polres Kebumen.

Sebagian besar warga yang ditangkap dalamkondisi yang mengenaskan. Mereka dibawa keRSUD Kebumen untuk mendapatkan perawatan.Para korban ini dibawa ke rumah sakit masih dalamkeadaan tangan terikat. Polisi mengaku tidak beranimembuka ikatan tersebut.

Aksi tentara kembali terjadi. MenjelangMagrib, pasukan loreng itu melakukan penyisiran kerumah-rumah warga. Pasukan TNI AD menangkapempat orang warga lagi dengan tuduhan telahmelakukan tindak pidana perusakan. Cara tentara inisebenarnya tidak dibenarkan secara hukummengingat penangkapan merupakan wewenangpihak kepolisian. Warga tersebut bukan gerombolanseparatis yang mengancam kedaulatan negara.Namun di Urut Sewu kesewenang-wenangan tentaraitu terjadi.

Akibat penyerangan tentara pada Sabtukelabu itu, sedikitnya 14 orang warga sipil mengalamiluka-luka, baik luka tembak maupun luka-luka yangdiakibatkan oleh pukulan benda tumpul. Selain itupasukan TNI AD juga merusak setidaknya 12 sepedamotor milik warga dan merampas beberapa telepongenggam dan kamera foto milik warga.

Dalam proses berikutnya meskipun sejumlahwarga menjadi korban tindakan kekerasan yangdilakukan oleh pihak TNI AD, namun tidak ada satupun pasukan TNI AD yang diproses secara hukum.Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pomdam IV

Langgengnya Impunitas

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

15ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Diponegoro malah menyebutkan tidak adapelanggaran apa pun yang dilakukan oleh pasukanTNIAD dalam kasus Kebumen.

Sementara itu, enam orang warga justrutengah menjalani prsoses hukum di PengadilanNegeri Kebumen dengan tuduhan melakukanperusakan terhadap barang atau orang. Dari pihakwarga sebenarnya telah melaporkan tindakan yangdilakukan oleh pihak TNI kepada Polres Kebumendan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo, atas peristiwakekerasan tanggal 16 April 2011. Menanggapilaporan tersebut, pihak Polres Kebumen kemudianmengalihkan laporan ke Sub Denpom IV/2-2Purworejo. Namun, Komandan Sub Denpom IV/2-2Purworejo mengatakan institusinya tidak memilikikewenangan untuk menjelaskan mengenai proseshukum terhadap sejumlah anggota TNI dimaksud.Dia pun mengalihkan pengaduan warga keDanpomdam IV/Diponegoro.

Ketiadaan proses hukum terhadap anggotaTNI AD yang melakukan tindakan kekerasanterhadap warga memperlihatkan adanya diskriminasidalam proses hukum. Ada pengingkaran terhadapamanat Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yangmengamanatkan adanya persamaan di muka hukum,serta hak atas kepastian dan keadilan hukum bagisetiap warganegara. Tertutupnya pihak TNImenanggapi kasus ini dan tiadanya proses hukumyang tegas terhadap para anggota TNI yangmelakukan tindak kekerasan, menunjukan belumadanya transparansi dan akuntabilitas di pihak TNI.Hal ini juga menunjukan masih terpeliharanyaimpunitas TNI dari tindakan hukum apa pun.

Kesimpang-siuran peraturan perundang-undangan juga menjadi alasan bagi TNI untukmenghindari proses hukum. Karenanya ke depan,penting untuk melakukan reformasi menyeluruhterkait dengan pelanggaran pidana yang dilakukanoleh anggota TNI, khususnya reformasi UU PeradilanMiliter.

1. Kesepakatan ini hanya dibuat secara lisan, tanpa ada buktihitam di atas putih. Hanya ada notulensi dan rekamanpertemuan berikut kesaksian warga yang terlibat dalampertemuan tersebut.

Keterangan

Page 16: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

16 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Torture

vacuum

High Level Meeting

nat ional prevent ivemechanism

(OPCAT). Indonesia sendiri berkomitmenmeratifikasi OPCAT di periode Rencana AksiNasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2011-2014, setelah gagal memenuhi janjinya untukmeratifikasi pada periode 2004-2009.

Persiapan menuju ratifikasi telah dilakukanlewat serangkaian pertemuan dan pelatihan sejaktahun 2007 hingga 2009. Setelah sempatselama setahun, pada 23 Juni 2011 kemarin,ELSAM dan United Nations Resident Office dengand u k u n g a n K e d u t a a n B e s a r S w i s smenyelenggarakan bertajuk“Pent ingnya Pemantauan Tempat- tempatPenahanan dan Mekanisme Pencegahan Nasionalsesuai dengan OPCAT” di Hotel Borobudur, Jakarta.Workshop ini dihadiri 18 institusi pemerintahan dannegara yang memiliki kewenangan penahanan danmandat pemantauan, tiga kantor PBB di Jakarta,sebuah kantor PBB regional Asia Tenggara, KomisiEropa, serta dua organisasi nonpemerintah yangmenginisiasi advokasi ratifikasi OPCAT danpemantauan tempat-tempat penahanan.

Acara ini diharapkan menjadi forum untukberbagi informasi tentang OPCAT di antara parapemangku kepentingan di tingkat pemerintahan;meninjau bersama-sama sejauhmana implikasir a t i f i k a s i O P C A T a t a s I n d o n e s i a ;mempertimbangkan implementasi OPCAT diIndonesia setelah ratifikasi, terutama terkait denganpembentukan model

(NPM) yang dianggap terbaik untukIndonesia; membangun konsolidasi praktis di antaralembaga negara yang memiliki kewenanganpenahanan; melaksanakan konsensus nasionaltahun 2009 mengenai pembentukan mekanismepemantauan eksternal independen.

Pada umumnya, hampir seluruh pesertayang hadir menyepakati pentingnya mekanismepemantauan independen dari eksternal lembagauntuk mencegah penyimpangan-penyimpangan ditempat-tempat penahanan, meskipun sempatterjadi perbedaan pendapat mengenai definisitempat penahanan. Beberapa institusi di luar sistemperadilan pidana tidak sepakat bahwa institusinya,seperti rumah sakit jiwa atau tempat penampunganTKI dan anak-anak jalanan, dikategorikan sebagaitempat penahanan. Padahal, seluruh tempat untukmerampas kemerdekaan seseorang dapatdikategorikan sebagai tempat penahanan.

6M

araknya praktik penyiksaan dan perlakuansewenang-wenang yang terjadi di tempat-tempat penahanan di Indonesia sudah

menjadi perhatian luas, bahkan ke tingkatinternasional. Hasil survei LBH Jakarta tahun 2008menunjukkan 83,77% responden mengalamikekerasan di dalam tempat penahanan ketikaproses penyidikan . KontraS mencatat ada 28 kasuspenyiksaan yang terjadi di antara Juli 2010-Juni2011.

Kasus kekerasan selama proses investigasisangat masif terjadi pada kasus-kasus terkaitnarkotika dan psikotropika. Kekerasan dilakukanoleh aparat biasanya untuk menggali informasimengenai sindikat pengedar yang diduga terlibat.Misalnya saja kekerasan yang menimpa CL/YFL,perempuan berkewarganegaraan Malaysia yangterlibat kasus penyelundupan heroin dalam jumlahbesar. Dia mengalami kekerasan ketika prosespenyidikan di BNN sehingga mengalami gangguanTHT.

Selain kasus-kasus yang muncul dipermukaan, diduga keras banyak kasus-kasus lainyang tidak terdata. Pola relasi kekuasaan yangtimpang mengakibatkan korban tidak beranimelapor. Praktik kekerasan dan penyimpangan-penyimpangan lainnya di dalam tempat-tempatpenahanan yang seakan tertutup dari dunia luar,dipercaya dapat dicegah dengan melakukankunjungan-kunjungan rutin ke tempat-tempatpenahanan. PBB telah membentuk suatu instrumenyang memuat mekanisme pencegahan yangdisebut

1

2

3

4

5

Optional Protocol to the Convention Against

nasional

Menuju Ratifikasi OPCAT

Oleh Dina Savaluna(Koordinator Studi dan Pemantauan Center for Detention Studies)

donzpaz.blogspot.com

Page 17: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

1. LBH Jakarta, ,(Jakarta: LBH Jakarta, 2008),p.19

2.3. Center for Detention Studies (1), Laporan Harian: RUTAN

Pondok Bambu, 16 Juli 2010, CDS. Doc.RMD/C/VII/09/Journal/2010, hal.3; Center for DetentionStudies (2), Laporan Harian: RUTAN Salemba, 21 Juni 2010,CDS Doc. RMD/C/VI/04/Journal/2010.

4. Center for Detention Studies (3), Laporan Harian: RUTANPindok Bambu, 14 Mei 2010, CDS Doc.RMD/C/V/01/Journal/2010.

5. “What is the OPCAT”, Association for the Prevention ofTorture, tersedia di

6. Presiden Indonesia (1), Peraturan Presiden Nomor 23 tahun2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusiatahun 2011-2014, Lampiran 1 nomor 3.

Mengungkap Kejahatan dengan Kejahatan

http://www.kontras.org/data/Lap%20Torture%202011.pdf

http://apt.ch/index.php?option=com_k2&view=item&layout=item&id=672&Itemid=251&lang=es

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

17ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Kondisi tahanan yang menggantungkannasibnya kepada pihak penahan membuat tahananrentan terhadap tindakan sewenang-wenang. Olehkarena itu dibutuhkan adanya mekanismepemantauan independen sebagai bentuk

. Sebagai instrumen internasional, OPCATmemberikan standar-standar, kerangka sertakoridor mekanisme pemantauan yang dipercayadapat mencegah penyiksaan dan tindakansewenang-wenang di tempat-tempat penahanan.Indonesia sendiri telah memulai kerja-kerjapersiapan rat i f ikasi sejak 2007 denganmengadakan berbagai pertemuan, pelatihan,termasuk dengan mengundang

, Manfred Nowak dipenghujung 2007.

Meskipun dirasakan perlu bagi Indonesiauntuk memiliki mekanisme pencegahan penyiksaanseperti yang diatur di dalam OPCAT, ratifikasi suatuinstrumen internasional harus dipersiapkan secaramatang, agar tidak menjadi macan kertas. Apalagi,instrumen OPCAT memiliki implikasi anggaranuntuk melakukan pemantauan ke seluruh Indonesiasecara rutin. Sementara, untuk lembagapemasyarakatan dan rumah tahanan saja, saat ini diIndonesia terdapat lebih dari 400 UPT di seluruhIndonesia. Belum lagi kondisi geografis Indonesiasebagai negara kepulauan, merupakan salah satutantangan bagi lembaga apapun yang akanmelaksanakan fungsi pencegahan nasional untukmelakukan pemantauan.

Dalam RANHAM tahun 2011-2014,Ratifikasi OPCAT direncanakan dilakukan pada2013. Artinya, Indonesia memiliki dua tahun untukmempersiapkan diri, baik secara hukum,infrastruktur, serta sumberdaya, agar ketika wakturatifikasi, seluruh infrastruktur telah siap. KarenaIndonesia terikat pada kewajiban mencegahterjadinya penyiksaan dan perlakuan buruk yangdimuat di Konvensi Menentang Penyiksaan,pembentukan mekanisme pencegahan penyiksaantidak boleh ditunda-tunda dengan sengaja.

check andbalance

UN SpecialRapporteur on Torture

dok: diolah dari edahkaben.blogdetik.com

Beratnya implikasi ratifikasi OPCATseharusnya bukan dilihat sebagai faktorpenghalang apalagi penunda untuk meratifikasiOPCAT, melainkan untuk memacu seluruh pihakagar segera memprioritaskan persiapan diinstansinya masing-masing.

KETERANGAN:

Page 18: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

18 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Kamis, 28 Juli 2011, menjadi hari antiklimakspersidangan Kasus Cikeusik. Pada hari itumajelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Serang

memvonis sangat rendah 12 orang pelakupenyerangan terhadap wargaAhmadiyah di Cikeusik,Pandeglang, yang menyebabkan tiga orangAhmadiyah meninggal dunia. Dalam putusannya,majelis hakim menyatakan bahwa para pelakubersalah melakukan penghasutan sebagaimana diaturPasal 160 KUHP; turut serta penyerangan/perkelahianyang mengakibatkan kematian sebagaimana diaturPasal 358 ayat (2) KUHP, dan karena membawasenjata tajam sebagaimana diatur Pasal 2 ayat (1) UUDaruratNo.12 tahun1951.

Sepuluh pelaku di antaranya divonis enambulan penjara. Dua pelaku lainnya divonis lebihringan. Idris bin Mahdani diganjar lima bulan 15 haripenjara dan Dani bin Misra yang baru berusia 17tahun, dihukum tiga bulan penjara. Bila dipotongmasa penahanan maka para terpidana tersebutdiperkirakan akan menghirup udara bebas padapertengahanAgustus 2011 ini.Vonis ringan ini sudah dapat diprediksi tatkala jaksapenuntut umum menuntut mereka dengan tuntutanhukuman yang sangat rendah: antara 5 hingga 7bulan penjara semata. Padahal untuk Pasal 160KUHP ancaman maksimalnya adalah 6 (enam) tahunpenjara, untuk Pasal 358 ayat (2) KUHP ancaman

maksimal adalah 4 tahun penjara, dan untuk Pasal 2ayat (1) UU Darurat No. 12 tahun 1951 ancamanmaksimal adalah 10 (sepuluh) tahun penjara. Alhasilbanyak pihak menyesalkan rendahnya hukumanyang dijatuhkan terhadap para pelaku penyerangandan kekerasan terhadapAhmadiyah ini.

Penyerangan warga Ahmadiyah ini tidakdapat dianggap sebagai peristiwa kriminal biasa yangdi dalamnya kebetulan ada unsur penghasutan,pengrusakan, penganiayaan, atau pengeroyokan.Tragedi Cikeusik merupakan kejahatan serius(ser ious cr imes) menyangkut kebebasanberkeyakinan. Penyerangan terhadap Ahmadiyahsama halnya dengan pelanggaran atas hak asasimanusia yang paling fundamental.

Walaupun timbul korban tewas dariAhmadiyah, salahseorang dari kelompok ini justru dijadikan terdakwa.Dia adalah Deden Dermawan Sudjana, lelaki 48tahun, yang bertugas sebagai Penasehat KeamananJemaat Ahmadiyah Indonesia. Deden sempatterekam dalam sebuah video amatir tentangpenyerbuan massa terhadap Ahmadiyah di Cikeusik,awal Februari silam. Dalam video itu, Deden tampakberbincang dengan polisi sebelum terjadipenyerbuan.

Dalam peristiwa naas tersebut, Dedenmengalami luka serius. Pergelangan tangan kanannyahampir putus, kepala atas luka sobek dengan tujuhjahitan. Kaki kirinya terluka akibat sabetan benda tajam.Lengan atas kiri bagian dalam juga mengalami lukasobekakibatperistiwa Cikeusik itu.

Dijadikannya Deden sebagai tersangka patutdiduga atas desakan ormas dan partai politik yangmeno lak kehad i ran Ahmad iyah . Merekamenganggap penangkapan sejumlah pelakupenyerangan tanpa penangkapan terhadap daripihak Ahmadiyah merupakan tindakan yang tidak adiloleh Kepolisian. Bila dari kubu penyerang dianggapsebagai pelaku, maka Deden dari Ahmadiyahdidakwa jaksa penuntut sebagai penyebar provokasiatau penghasut.

Deden sendiri ditetapkan sebagai tersangkapada 3 Maret 2011. Adalah Kepala BagianPenerangan Umum Mabes Polri, Boy Rafli Amar,yang mengumumkan penetapan Deden sebagaitersangka.

Dalam dakwaan, jaksa mengutip ucapanDeden yang dianggap menghasut jamaahAhmadiyah lainnya. “Kalau Polisi dan tentara sudahtidak mampu menghadapi massa biar kami saja yang

Korban Yang Menjadi Terdakwa

monitoring sidang

Oleh Andi Muttaqien(Staf Pelaksana Program Divisi Advokasi Hukum ELSAM)

Sidang Deden, Sidang Korban

Siaran Pers: Ketika Korban dipidana Respon atas Vonis KorbanPenyerangan Massa di Cikeusik, Banten (dok: elsam)

Page 19: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

19

menghadapi kelompok massa tersebut dan akanbertahan sampai titik darah penghabisan,” kataDeden seperti dikutip dalam dakwaan yangdisangkakan kepadanya.

Ucapan Deden tersebut dianggap memicureaksi dari Jemaat Ahmadiyah lainnya yangmenyanggupi kalimat Deden tersebut denganmengatakan, “Kami siap Pak!!, Siap...siap, tiap harikita ...”. Maka terjadilah bentrokan yang sebenarnyatidak seimbang tersebut. Jamaah Ahmadiyah puntersudut setelah massa merangsek menyerbu kerumah Suparman, tokoh Ahmadiyah setempat.Rumah rusak parah, sebuah mobil Toyota Innova danbeberapa kendaraan roda dua milik jamaah ikutdibakar massa.

Dalam surat dakwaan No. Reg. Perkara:PDM-24/SRG/05/2011, Kejaksaan Negeri Serang,tertanggal 30 Mei 2011, Deden juga didakwamelawan petugas Kepolisian saat memintanya pergidari kediaman Suparman. Selain itu, Deden jugadianggap bertanggung jawab atas pemukulanterhadap Idris bin Mahdani, seorang anggotagerombolan penyerang yang berada paling depansaat mendatangi rumah Suparman.Atas perbuatannya tersebut, Deden didakwa denganPasal 160 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahunpenjara; Pasal 212 KUHP dengan ancamanmaksimal 1 tahun empat bulan penjara; dan Pasal351 ayat (1) KUHP dengan ancaman maksimal 2tahun delapan bulan penjara.

Persidangan terhadap Deden Sudjanadimulai pada Rabu, 8 Juni 2011 dengan pengamananketat dari Kepolisian yang dibantu aparat TNI. Dedendikawal Brimob Polda Banten berpakaian lengkapdan senjata laras panjang, serta diantar dengan mobilkendaraan taktis (rantis) milik Brimob Polda Banten.Menurut keterangan Kepala Bidang (Kabid) HumasPolda Banten, AKBP Gunawan Setiadi, polisimengerahkan 700 personel dari pelbagai kesatuanguna mengamankan sidang perdana Deden.

Dalam persidangan Deden, Jaksa PenuntutUmum telah menghadirkan Saksi sebanyak 11 orang.Termasuk Hasanudin, Kanit Reskrim PolsekCikeusik, orang yang terlibat dialog dengan Dedensebagaimana terlihat dalam video yang menyebar didunia maya. Sedangkan dari Penasehat HukumDeden dari Tim Advokasi Masyarakat Sipil untukPerlindungan Warga Negara, telah menghadirkan 2orang saksi dan 3 ahli, yaitu Bambang Widodo Umar(pengamat kepolisian), Ade Armando (ahlikomunikasi), dan Nathanael Sumampouw (ahlipsikologi).

Ahli: Objek Evakuasi Adalah Penyerang, BukanKorban

Bambang Widodo Umar dalam penjelasannya dipersidangan menyatakan dalam konteks kasusCikeusik, secara normatif Kepolisian telahmengeluarkan Peraturan Kepolri (Perkap) sebagai

pedoman untuk keamanan ketertiban masyarakat(kamtibmas), yaitu Perkap No. 16 tahun 2006 tentangPedoman Pengendalian Massa. Sedang untukmenghadapi demo yang dikuatirkan menimbulkananarkisme, telah ada Perkap yang mengaturimplementasi tugas Polisi agar sesuai dengan HAM,yaitu Perkap No. 8 tahun 2009, serta ada ProtapK a p o l r i N o . P r o t a p / 1 / X / 2 0 1 0 t e n t a n gPenanggulanganAnarki.

M e n u r u t p e n g a m a t a n B a m b a n g ,pengendalian saat peristiwa Cikeusik, laporan khusus(lapsus) dari Intelejen tidak terbaca oleh pimpinan,dan mekanismenya mungkin juga lengah. Inisiatifpimpinan juga untuk menilai tingkat kerawanan dimasyarakat.

Kemudian terkait evakuasi, sebagaimanayang dilakukan oleh Iptu. Hasanudin (Kanit ReskrimP o l s e k C i k e u s i k ) t e r h a d a p D e d e n d a nrombongannya, Bambang menyatakan bahwa dalamkeppolisian tidak dikenal evakuasi. Jika terpaksaharus evakuasi, maka harus ditentukan syaratnya danharus dipersiapkan terlebih dahulu. Dalam ProtapPenanggulangan Anarki objek yang dievakuasiadalah penyerang bukan korban. Jika terduga korbanmenolak dievakuasi, maka polisi tetap mempunyaitugas untuk melindungi.Sementara itu, ahli komunikasi dari UniversitasIndonesia, Ade Armando, mengatakan bahwa dialogantara Penasehat Keamanan Nasional Ahmadiyah,Deden, dengan Kanit Reskrim Polsek Cikeusik IptuHasanudin adalah hanyalah negosiasi biasa, bukanperintah hukum.

Percakapan antara Deden dan Hasanudinmerupakan percakapan formal biasa yang terlihatantara seorang warga negara yang meminta

ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

Deden Sujana (tengah) pimpinan rombongan Jemaah Ahmadiyah dari Jakartayang bentrok di Cikeusik, Pandeglang, 6 Februari lalu sedang memberiketerangan dalam sidang di Pengadilan Negeri Serang dengan terdakwa Kiai MMunir (kiri), Selasa (31/5)dok: antarabanten.com

Page 20: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

20 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

monitoring sidang

perlindungan aparat penegak hukum. Walaupundiselingi dengan senyum dan kalimat ironi di akhirpercakapan, tapi percakapan itu serius. Hasan sadarbetul posisinya sebagai penegak hukum, kata yangdia gunakan adalah “saya menyarankan”,komunikasinya tidak mengatakan “anda harus keluardari rumah ini”.

Dalam percakapan tersebut pun Hasanmenyatakan walaupun kami aparat penegak hukum,kami tidak sanggup menghadapi kelompok yang tidaksesuai dengan hukum di Indonesia. Sejalan denganpendapat Bambang sebelumnya, logika yangdigunakan Deden saat menyampaikan pendapatnyadianalogikan, “kalau ada harimau yang akanmengancam Pak Suparman, maka seharusnyaaparat penegak hukum membunuh harimaunyabukan mengusir pak Suparman.”

Ade juga menilai tidak ada satu pun kalimathasutan yang dilontarkan Deden dalam percakapantersebut, adapun kalimat yang kasar dan seolahmeminta bentrokan harus dilihat secara keseluruhandari dialog yang panjang, tidak bisa hanya diambil perkalimat saja. Kalimat seperti, “Kalau Polisi dan tentarasudah tidak mampu menghadapi massa biar kamisaja yang menghadapi kelompok massa tersebut danakan bertahan sampai titik darah penghabisan,”merupakan kalimat sinis terhadap polisi yang justrutidak bisa menjamin keselamatan dirinya, selain itudari awal percakapan Deden justru menekankanadanya dialog, bukan dengan gontok-gontokan.Kalimat tersebut justru akan menjadi hasutan jika adaseorang yang mencatutnya tanpa melihatpercakapan sebelumnya dan menyebarkan kepadaorang lain, dan inilah justru yang terjadi dalamperistiwa Cikeusik.

Sementara itu, saksi ahli psikologi hanyamenyimpulkan kondiris psikologis Deden sebelumdan sesudah kejadian, yang pada intinyamengatakan bahwa Deden mengalami depresikarena sebagai salah satu korban kekerasan diCikeusik.

Setelah menjalani sebelas kali persidangan, padaSelasa, 2 Agustus 2011, akhirnya jaksa penuntutumum yang dipimpin oleh Supriyadi, SH., MH.,menganggap Deden te rbuk t i me lakukanpenghasutan sebagaimana diatur dan diancam Pasal160 KUHPidana dan penganiayaan sebagaimanadiatur dan diancam Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.Atas hal tersebut Deden dituntut pidana penjaraselama 9 (sembilan) bulan dipotong masa tahanan.Tuntutan terhadap Deden ini lebih tinggi 2 bulan jikadibandingkan tuntutan tertinggi yang diterima 12terdakwa penyerangan. Selain itu terdapat beberapahal yang memberatkan Deden. PenasehatKeamanan Nasional Ahamadiyah ini dianggap telahmeresahkan masyarakat dan mengganggu

Sebagai Korban dan Tetap Diganjar 6 BulanPenjara

ketertiban umum. Kehadirannya di Cikeusik disebutjaksa telah memicu kerusuhan sehingga terjadibentrok. Deden pun dianggap tidak mengindahkansaran atau himbauan aparat keamanan.Selanjutnya Tim Penasehat Hukum Dedenmenyampaikan nota pembelaannya (pledoi) padaSelasa, 9 Agustus 2011 dan akhirnya pada Senin, 15Agustus 2011, Pengadilan Negeri Serang telahmemutus hukuman 6 bulan penjara terhadap DedenSudjana, karena terbukti melawan petugas danmelakukan penganiayaan, sebagaimana diatur dandiancam Pasal 212 KUHP dan Pasal 351 ayat (1)KUHP.

Putusan Deden sangat ironis dan nyata-nyata mencederai rasa keadilan, karena sebenarnyaHakim dalam pertimbangan Putusannya justrumengakui bahwa Deden Sudjana merupakan korban,namun tetap saja Pidana dijatuhkan terhadapnya.Hakim juga ternyata gagal melihat peristiwa secarautuh, termasuk mengabaikan isi percakapan antaraDeden dengan Hasanudin.

Proses mengkriminalkan korban ini padaakhirnya semakin meneguhkan hilangnya pilarpenegakan hukum dan Hak Asasi Manusia yangseharusnya diemban institusi Pengadilan. Hal ini jugamembuktikan bahwa kriminalisasi terhadap korbanakan semakin mudah dilakukan dan akhirnyamembuktikan bahwasanya Pengadilan justru menjadibagian dari masalah, dimana korban yangseharusnya dipenuhi hak-haknya justru dipasung dandikriminalkan dengan argumentasi dan dasarpembuktian yang lemah. Terlebih, hal ini juga menjadilegitimasi bagi para kelompok radikal untuk tetapmelancarkan aksi anarkis terhadap kelompokminoritas sebagai akibat dari penghukuman yangtidak memberikan efek jera.

Page 21: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

21ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

biografi

Ibu Ade Rostina Sitompul, biasa kamimemanggilnya Madam Ade, memulai aktivitaskemanusiaan pada usianya menjelang 38 tahun.Salah satu kerja kemanusiaan beliau yang kami

kenang adalah saat beliau bersama Bang AsmaraNababan, Bang Hakim (Abdul Hakim GarudaNusantara) dan beberapa tokoh agama, mendirikan

. Organisasi inididirikan untuk merespon situasi darurat akibatperistiwa Santa Cruz, 12 November 1991.

Ketika ELSAM berdiri pada Agustus 1993,tersebut

berkantor di salah satu ruangan dikantor ELSAM. Lembaga kamimemang mempunyai perhatianterhadap wilayah di Indosesiay a n g r a w a n t e r h a d a ppelanggaran HAM, termasukTimor Leste, yang ketika masih dibawah kekuasaan Indonesiabernama Timor-Timur.

ELSAM bersama dengansecara intensif

m e n g a d a k a n k e r j a - k e r j apembelaan di pengadilan danpelatihan HAM. Ibu Ade denganaktif juga menghimpun para

seperti almarhun Munir,B u d i S a n t o s o d a r i L B HYogyakarta, Johnson Panjaitan,untuk kepentingan pembelaan dipengadilan.

Mengadakan pelatihanHAM di Timor-Timur pada zamanpemerintahan Orde Baru sangat sulit dan beresiko.Untuk mensiasatinya, sejumlah aktivis dari Timor-Timur didatangkan ke Jakarta untuk mengikutipelatihan. Cara ini dilakukan setiap tahun karenaELSAM mempunyai program pelatihan danmonitoring HAM secara reguler.

Pernah suatu ketika pada 1980-an ketikaNusa Tenggara Timur (NTT) dilanda gempa bumihebat, Ibu Ade terlibat dalam misi kemanusiaanbersama para pastor. Hubungan baik dengan pastordi wilayah NTT ini yang dimanfaatkan oleh beliauuntuk pemajuan dan perlindungan HAM di TimorLeste.

Ibu Ade belakangan mula i in tensmenghubungi kembali para pastor di NTT ini. Salahseorang pastor yang beliau hubungi adalah Pater LeoKleden, pimpinan Sekolah Tinggi Ilmu FilsafatLedalero, Sika, NTT. Selanjutnya Ibu Ade dan kami

Joint Committee for East Timor

Jo in t Commit tee

Joint Committee

lawyer

secara intensif mengadakan pelatihan HAM bagi paracalon pastor dan teman-teman aktivis dari wilayahTimur selain membangun jaringan untuk mendukungadvokasi pemajuan HAM di Timor Leste.

Bukan hanya semata-mata demi lancarnyaprogram pelatihan dan monitoring HAM di TimorLeste, tapi lebih karena Ibu Ade juga mempersiapkanwilayah ini sebagai wilayah yang aman bagi aktivisyang bekerja untuk pemajuan HAM.Dalam bekerja, IbuAde mempunyai visi ke depan dantahapan yang runtut. Beliau mulai mendidik anak-

anak muda Timor Leste baik yangada di Jakarta maupun yangberada di Timor Leste, danmembangun jaringan anak-anakmuda yang berada di luar negeri.B e l i a u d e n g a n t e l a t e nmendukung dan memperhatikanpendidikan anak-anak muda ini.Tak hanya itu, Ibu Ade jugamemberi bantuan ekonomiberupa pelatihan usaha ekonomidan bantuan modal untuk korbanpelanggaran HAM di Timor Leste.

U s i a d a n k e s e h a t a ntampaknya tak pernah menjadipenghalang bagi Ibu Ade untuktetap aktif. Bahkan dalams a k i t n y a , B e l i a u m a s i hmemikirkan dan mendiskusikanpendidikan untuk anak-anakmiskin.

Sampai akhirnya padaJum’at, 8 Juli 2011, pukul 23.32

WIB. Dengan dikelilingi para sahabat, Ibu Ade pergimeninggalkan kita semua. Beliau wafat. Hampir limadekade IbuAde bekerja untuk kemanusiaan. Dedikasidan karyanya menyentuh hati banyak pihak dariberbagai kalangan lintas generasi, lintas agama, danlintas negara.

Percayalah bahwakami akan melanjutkan benih cinta kemanusiaanyang Ibu telah semai dalam setiap tapak perjuanganyang Ibu telah lalui.

Selamat jalan Ibu Ade…

Oleh E. Rini Pratsnawati(Staf ELSAM)

Memoar untuk Ibu Ade, Guru dan Sahabat

dok: Nobodycorp. Internationale Unlimited

Page 22: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

ANALISIS DOKUMENTASI HAK ASASI MANUSIA

22 ASASI EDISI JULI-AGUSTUS 2011

resensi

Telah terjadi pergeseran perjuangan di Papua.Awalnya perjuangan hak asasi manusia,selanjutnya menjadi perjuangan politik.

Demikian setidaknya menurut Amiruddin Al Rahab(2008), pemerhati Papua yang juga aktivis hak asasimanusia. Al Rahab menduga penyebab pergeserantersebut, selain terlalu lamanya Pemerintah Jakartaabai terhadap tuntutan keadilan dari orang Papua,juga karena kian berjaraknya Papua dengan daerahlain di Indonesia. Penyebabnya, solidaritas warga daridaerah-daerah lain terhadap penderitaan yangdialami orang Papua terlalu rendah.

Bila dirunut, masalah Papua tidak dapatd i lepaskan dar i te r jad inya kon f l i k yangberkepanjangan. Konflik yang terjadi tidak sekadarmenyangkut perbedaan pandangan mengenaikeabsahan integrasi Papua dengan Indonesia pada1969 atau bagaimana sebaiknya mengelola Papua,namun juga berlangsung melalui kontak senjataantara pemerintah pusat dengan tokoh-tokoh Papuadalam Organisasi Papua Merdeka (OPM), sejak lebihdari 40 tahun lalu hingga hari ini.

Sebagaimana layaknya sengketa, konflik diPapua telah menimbulkan kesalingtidakpercayaan,kecanggungan, dan saling curiga antara Jakartadengan tokoh-tokoh dan orang Papua. Kondisitersebut membuat kedua pihak selama ini seakanbertemu namun sejatinya tidak berjumpa karenasaling mengasingkan. Solusi yang sudah diajukanpemerintah pusat, misalnya UU mengenai otonomikhusus bagi Papua, menjadi tidak efektif dan tidakmemberikan kontribusi yang signifikan bagi perbaikansituasi-kondisi hak asasi manusia di Papua.

Melalui buku Heboh Papua: Perang Rahasia,Trauma, dan Separatisme ini, Al Rahab hendakmengenalkan persoalan Papua, mengabarkanrealitas hak asasi manusia dan potret penderitaanyang berlangsung di wilayah tersebut, sembarimerumuskan masalah dan pilihan solusinya, terutamakepada publik Indonesia yang berada di luar Papua(hal xiii). Dalam buku ini, Al Rahab menggunakanperspektif politik hak asasi manusia —pendekatanyang khas dia digunakan— dalam melihat masalahPapua.

Mantan aktivis ELSAM ini merumuskanmasalah hak asasi manusia dan sosial-politik diPapua sebagai berikut: Pertama, massifnyakemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik(BPS) tahun 2006, 80% warga Papua tergolongsebagai orang miskin (hal 72). Realitas kemiskinan initidak dapat dipisahkan dengan berlangsungnyamarjinalisasi, ketidakadilan, dan eksploitasi sumber

daya oleh korporasi besar seperti PT. Freeport.Kedua, orang Papua trauma atas tindak kekerasanyang dilakukan oleh aparat militer dan polisi, terlebihsaat dilakukannya operasi militer.

Dengan ungkapan lain, Papua mengalamiburuknya situasi dan kondisi hak sipil-politik maupunhak ekonomi, sosial, budaya secara tidakterpisahkan. Setiap ekspresi perlawanan orangPapua atas situasi ini, dengan sigap segera dihadangdengan tuduhan antipemerintah dan separatis. Bilaada orang Papua sekadar berani mengibarkanbendera Bintang Kejora, maka ganjaran 15-20 tahunpenjara sudah siap menantinya (hal xi). Sudahbanyak tokoh perlawanan Papua yang dijerat denganaturan ini.

Situasi-kondisi ini selanjutnya menjadi faktorpemungkin bagi terjadinya pendalaman danperluasan gerakan memperjuangkan kemerdekaanPapua, yang kini menunjukkan adanya peningkatankapasitas perjuangan bersenjata (hal 6). Denganadanya kecenderungan ini, maka Pemerintah Jakartadidesak untuk segera mengambil jalan baru dalammenyelesaikan masalah Papua. Situasi konflik danrealitas penderitaan rakyat Papua tentu perlu diakhiri,sehingga Papua dapat menjadi tanah damai, di manapenghormatan kepada hak asasi manusiaberlangsung, kebebasan dasar warga diakui, dankontrol rakyat terhadap sumber daya alam dankekayaan lainnya yang dimiliki, juga dimungkinkan.

Guna menyelesaikan konflik Papua, sepertiyang disarankan Neles Tebay dalam buku ini, perluadanya dialog dan saling percaya antar pihak yangbersengketa. Sebagai langkah awal bisa dimulaidengan usaha mengutus para wakil masing-masingpihak untuk melakukan dialog pembuka. Pertemuansecara informal perlu diprakarsai oleh pemerintahpusat, terutama untuk menyimak pelbagaipandangan kelompok dan organisasi di Papua,mendahului dialog yang sederajat dan saling percayaantar pihak untuk menegosiasikan jalan keluarbersama (hal 15-16).

Bagi Al Rahab, untuk menghadirkan Papuasebagai tanah damai, selain dialog sederajat dansaling percaya, perlu juga ditumbuhkan pengakuante rhadap eks i s t ens i “ kepapuaan da lamkeindonesiaan” bagi pemerintah pusat dan eksistensi“keindonesiaan dalam kepapuaan” yang dihidupi olehwarga Papua. Indonesia dan keindonesiaan di dalamPapua menjadi suatu yang hidup dan terusmembentuk dan dibentuk oleh relasi-relasi sosial-politiknya dengan Papua. Begitu pula sebaliknya,Papua dan kepapuaan menjadi energi yang mampu

Memahami Papuadengan Perspektif Politik Hak Asasi Manusia

Oleh Otto Adi Yulianto(Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Organisasi ELSAM)

Page 23: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

menghidupkan Indonesia dan keindonesiaan (halxiii).

Sehubungan dengan konteks pemenuhanhak asasi manusia di Papua, setiap pelanggaran hakasasi manusia yang terjadi, kini tidak lagi sekadarmenunjukkan bahwa telah terjadi pelanggaranterhadap hukum pidana saja, namun jugamempertontonkan ekspresi nasionalisme yangsempit. Maka pemenuhan dan penyelesaian hakasasi manusia di Papua tidak semata-mata ditujukanuntuk penegakan hukum, namun sekaligus sebagaikoreksi terhadap nasionalisme yang sempit tersebut(hal 70).

Apa yang menarik dari buku ini? Sepertidinyatakan oleh Al Rahab di Pengantar, buku inimerupakan rekaman reaksi penulis terhadapperkembangan keadaan sosial-politik dan hak asasimanusia di Papua dan relasinya dengan Indonesia(hal xiii). Pandangan-pandangan Al Rahab dalambuku ini mendorong perlunya kesalingjumpaan yangtidak mengasingkan bagi para pihak, demi mencaripenyelesaian bersama melalui dialog yang sederajatantar para pihak dan saling percaya. Buku inimenawarkan cara pandang nircuriga terhadap situasihak asasi manusia dan sosial-politik Papua (hal xiii).

Perspektif hak asasi manusia yang menjadibasis bagi Al Rahab dalam memahami persoalanPapua membuat pandangannya tentang Papua tidakhitam-putih atau masuk di salah satu posisi ekstrem:“merdeka adalah harga mati” atau “NKRI (NegaraKesatuan Republik Indonesia) adalah harga mati”.Perspektif hak asasi manusia ini yang menjadisumber kekuatan utama, selain pemahaman penulisyang mendalam tentang persoalan yang terjadi diPapua. Al Rahab mempunyai empati mendalamterhadap Papua, meski dalam buku ini dia mampumengulasnya secara berjarak.

Namun buku ini tidak lepas dari sejumlahkekurangan. Buku ini tidak dilengkapi denganketerangan catatan belakang untuk tulisan ketigayang berjudul “Operasi-Operasi Militer di TanahPapua: Pagar Makan Tanaman?” Banyak jugadijumpai salah ketik yang dapat mengganggupembaca. Misalnya, nama organisasi ELSHAMPapua ditulis ELSAM Papua (hal xv). Kesalahannama ini bisa menimbulkan misinterpretasi, seolahELSHAM Papua punya hubungan formal-strukturaldengan ELSAM Jakarta. Salah ketik lainnya adalahkata “telantar” ditulis “terlatar” (hal xx), “kekuatan”ditulis “kekuatan kekuatan” (hal 5), “kancah” ditulis“rancah” (hal 39).

Ada juga ketidakkonsistenan penulisannama Dr Benny Giay (seperti yang ditulis dalamindeks), yang di beberapa kesempatan ditulis DrBenny Giyai (hal 40, 71, 77), atau Muridan S. Widjojoditulis Mundan S. Widjojo (hal 23), dan George J.Aditjondro ditulis Geroge J.Aditjondro (hal 194).

Buku ini akan lebih baik bila peta yang disertakan dihalaman 2 dibuat lebih besar dan jelas lagi mengingatdalam buku ini cukup banyak disebut nama sejumlahdaerah namun daerah tersebut tidak ada petunjuknyadi peta tersebut. Peta yang jelas akan membantupembaca, terutama yang belum mengenal Papuasecara baik, saat bertemu dengan nama-namatempat yang disebutkan di dalam tulisan, misalnyaArso, Wamena, Sorong, Manokwari, dan Fakfak.

Terlepas dari kekurangan teknis tersebut,buku ini tetap menarik dan perlu dibaca khususnyabagi intelektual publik, pembela hak asasi manusia,dan setiap orang yang berharap maupun bermaksudikut mendorong bagi berlangsungnya perbaikansituasi-kondisi hak asasi manusia dan terciptanyaPapua sebagai tanah damai.*****

Judul : Heboh Papua: Perang Rahasia, Traumadan Separatisme

Penulis : Amiruddin Al RahabPenerbit : Komunitas BambuCetakan : I, Januari 2010Tebal : xxvi + 230 hlmUkuran : 14 x 21 cm

Page 24: Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi · PDF filelaporan utama 5-12 editorial 04 ... Keadaan di Papua masih sama dengan 13 tahun yang lalu itu, dimana atas nama ... menggelar

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Institute for Policy Research and Advocacy), disingkatELSAM, adalah organisasi advokasi kebijakan, berbentuk Perkumpulan, yang berdiri sejak Agustus1993 di Jakarta. Tujuannya turut berpartisipasi dalam usaha menumbuhkembangkan, memajukan danmelindungi hak-hak sipil dan politik serta hak-hak asasi manusia pada umumnya – sebagaimana

diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PerserikatanBangsa-Bangsa. Sejak awal, semangat perjuangan ELSAM adalah membangun tatanan politik demokratis diIndonesia melalui pemberdayaan masyarakat sipil lewat advokasi dan promosi hak asasi manusia (HAM).

Terciptanya masyarakat dan negara Indonesia yang demokratis, berkeadilan, dan menghormati hak asasimanusia.

Sebagai sebuah organisasi non pemerintah (Ornop) yang memperjuangkan hak asasi manusia, baik hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya secara tak terpisahkan.

1. Studi kebijakan dan hukum yang berdampak pada hak asasi manusia;2. Advokasi hak asasi manusia dalam berbagai bentuknya;3. Pendidikan dan pelatihan hak asasi manusia; dan4. Penerbitan dan penyebaran informasi hak asasi manusia

1. Meniadakan kekerasan atas HAM, termasuk kekerasan atas HAM yang terjadi di masa lalu dengan aktivitasdan kegiatan yang berkelanjutan bersama lembaga-lembaga seperjuangan lainnya.

2. Penguatan Perlindungan HAM dariAncaman Fundamentalisme Pasar, FundamentalismeAgama, danKomunalisme dalam Berbagai Bentuknya.

3. Pembangunan Organisasi ELSAM melalui Pengembangan Kelembagaan, Penguatan Kapasitas danAkuntabilitas Lembaga.

Ketua : Sandra Moniaga, SH.Wakil Ketua : Ifdhal Kasim, SH.Sekretaris : RoichatulAswidah, Msc.Bendahara I : Ir. Suraiya Kamaruzzaman, LLMBendahara II :Abdul Haris Semendawai SH, LLM

Abdul Hakim G. Nusantara, SH, LLM; Asmara Nababan; I Gusti Agung Putri Astrid Kartika, MA; Ir. AgustinusRumansara, M.Sc.; Hadimulyo; Lies Marcoes, MA; Johni Simanjuntak, SH; Kamala Chandrakirana, MA; MariaHartiningsih; E. Rini Pratsnawati; Ir. Yosep Adi Prasetyo; Francisia Saveria Sika Ery Seda, PhD; Raharja WaluyaJati; Sentot Setyasiswanto S.Sos; Tugiran S.Pd; Herlambang Perdana SH, MA

Direktur Eksekutif : Indriaswati Dyah Saptaningrum, S.H. LLM;Deputi Direktur Pembelaan HAM untuk Keadilan , dan Plt Kepala DivisiAdvokasi Hukum: Wahyu Wagiman, SH.Deputi Direktur Pengembangan sumber daya HAM ( PSDHAM), dan Plt Kepala Divisi Monitoring Kebijakan danPengembangan Jaringan: ZainalAbidin, SH.Kepala Biro Penelitian dan Pengembangan Kelembagaan: OttoAdi Yulianto, SE;

Ahmad Muzani; Andi Muttaqien SH; Betty Yolanda, SH, L.LM; Elisabet Maria Sagala, SE; Elly F. Pangemanan;Ester Rini Pratsnawati; Ikhana Indah Barnasaputri, SH; Khumaedy; Kosim; Maria Ririhena, SE; Paijo; RinaErayanti; Triana Dyah, SS; Siti Mariatul Qibtiyah; Sukadi; Wahyudi Djafar; Yohanna Kuncup Yanuar Prastiwi

VISI

MISI

KEGIATAN UTAMA:

PROGRAM KERJA:

STRUKTUR ORGANISASI:

Badan Pengurus:

Anggota Perkumpulan:

Badan Pelaksana:

Staf:

AlamatJl. Siaga II No.31, Pejaten Barat, Pasar Minggu Jakarta Selatan, INDONESIA- 12510Tel: +62 21 7972662, 79192564, Fax: +62 21 79192519E-mail : [email protected], Web page: www.elsam.or.id

PROFIL ELSAM