Upload
oscar-brooks
View
61
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ddd
Citation preview
Akurasi dan Hasil Skrining Mamografi Pada Wanita dengan Riwayat
Pribadi Kanker Payudara Stadium Awal
Konteks Wanita dengan riwayat pribadi kanker payudara (PHBC/personal
history of breast cancer) berisiko menderita kanker payudara lainnya dan
direkomendasikan untuk menjalani skrining mamografi. Beberapa data berkualitas
tinggi tersedia untuk pemeriksaan skrining pada wanita PHBC.
Tujuan Untuk memeriksa akurasi dan hasil skrining mamografi pada
wanita PHBC yang relatif terhadap skrining pada wanita yang serupa tanpa
PHBC.
Desain dan Setting Kohort terhadap wanita PHBC, yang dicocokkan
mamogramnya dengan wanita PHBC, dilakukan skrining di fasilitas-fasilitas
(1996-2007) yang berafiliasi dengan Breast Cancer Surveillance Consortium).
Partisipan Terdapat 58.870 skrining mamogram pada 19.078 wanita
dengan riwayat kanker payudara stadium awal (in-situ atau invasif stadium I-II)
dan 58.870 skrining mamogram yang dicocokkan (densitas payudara, kelompok
usia, serta tahun dan registrasi mamografi) pada 55.315 wanita non-PHBC.
Parameter Hasil Utama Akurasi mamografi didasarkan pada penilaian
akhir, angka deteksi kanker, tingkat kanker interval, dan stadium saat diagnosis.
Hasil Dalam jangka waktu 1 tahun setelah skrining, 655 kanker
diobservasi pada wanita PHBC (499 invasif, 156 in-situ) dan 342 kanker (285
invasif, 57 in-situ) pada wanita non-PHBC. Akurasi dan hasil skrining relatif pada
wanita PHBC terhadap non-PHBC adalah angka kanker yang sebesar 10,5 per
1000 skrining (interval kepercayaan 95%, 9,7-11,3) berbanding 5,8 per 1000
skrining (interval kepercayaan 95%, 5,2-6,4), angka deteksi kanker sebesar 6,8 per
1000 skrining (interval kepercayaan 95%, 6,2-7,5) berbanding 4,4 per 1000
skrining (interval kepercayaan 95%, 3,9-5,0), tingkat kanker interval yang sebesar
3,6 per 1000 skrining (interval kepercayaan 95%, 3,2-4,1) berbanding 1,4 per
1000 skrining (interval kepercayaan 95%, 1,1-1,7), sensitivitas 65,4% (interval
kepercayaan 95%, 61,5%-69,0%) berbanding 76,5% (interval kepercayaan 95%,
71,7%-80,7%), spesifisitas 98,3% (interval kepercayaan 95%, 98,2%-98,4%)
1
berbanding 99,0% (interval kepercayaan 95%, 98,9%-99,1%), mamogram
memberikan hasil yang abnormal pada 2,3% (interval kepercayaan 95%, 2,2%-
2,5%) berbanding 1,4% (interval kepercayaan 95%, 1,3%-1,5%) (semua
perbanding dengan P<0,001). Sensitivitas skrining pada wanita PHBC lebih tinggi
untuk deteksi kanker in-situ (78,7%; interval kepercayaan 95%, 71,4%-84,5%)
daripada kanker invasif (61,1%; interval kepercayaan 95%, 56,6%-65,4%),
P<0,001; lebih rendah daripada 5 tahun sebelumnya (60,2%; interval kepercayaan
95%, 54,7%-65,5%) daripada 5 tahun sebelum kanker pertama (70,8%; interval
kepercayaan 95%, 65,4%-75,6%). P=0,006; dan hampir sama untuk deteksi
kanker ipsilateral (66,3%; intercal kepercayaan 95%, 60,3%-71,8%) dan kanker
kontralateral (66,1%; interval kepercayaan 95%, 60,9%-70,9%), P=0,96. Skrining
yang terdeteksi dan kanker interval pada wanita dengan dan tanpa PHBC dominan
terjadi pada stadium awal.
Kesimpulan Skrining mamografi pada wanita PHBC mendeteksi kanker
payudara kedua stadium awal namun memiliki sensitivitas dan yang lebih rendah
dan tingkat kanker interval yang lebih tinggi, walaupun evaluasi yang lebih sering
dan taraf kanker dasar yang lebih tinggi, relatif terhadap wanita non-PHBC.
Prevalensi yang tinggi pasien kanker payudara yang dapat bertahan hidup
disebabkan oleh penambahan harapan hidup secara umum dan untuk memperbaiki
ketahanan hidup pada wanita dengan riwayat pribadi kanker payudara
(PHBC/personal history breast cancer), yang dapat dihubungkan dengan
perbaikan dalam terapi lokal dan sistemik serta deteksi dini. Wanita dengan
PHBC berisiko menderita kanker payudara kedua, yang bisa ipsilateral (rekurensi
in-breast atau kanker ipsilateral baru) atau kontralateral; risiko kanker payudara
kedua baru-baru ini diperkirakan sebesar 5,4 hingga 6,6 per 1000 tahun-
wanita.konsensusnya adalah bahwa wanita PHBC mendapatkan manfaat dari
deteksi dini kanker payudara kedua, walaupun bukti manfaat skrining pada
wanita-wanita tersebut diperoleh dari studi-studi non-randomisasi dan ekstrapolasi
manfaat dari populasi dengan randomisasi uji-uji skrining mamografi. Skrining
atau surveilans mamografi (merujuk di sini sebagai skrining) biasanya
2
direkomendasikan oleh pedoman dan rekomendasi konsensus untuk follow-up
pada wanita PHBC.
Beberapa tinjauan telah menyimpulkan bahwa bukti berkualitas rendah
mengenai akurasi skrining mamografi pada wanita PHBC telah tersedia; sebagian
besar studi didasarkan pada seri-seri terpilih, dan terbatas pada wanita yang
mengalami kanker payudara kedua atau operasi payudara lebih lanjut, atau
menggunakan metode-metode yang tidak memungkinkan untuk memperkirakan
spesifisitas. Studi-studi skrining pada wanita PHBC umumnya hanya melaporkan
sebagian kanker kedua yang dideteksi oleh mamografi, dengan kisaran 10%
hingga 80%. Pengukuran standar dari pemeriksaan skrining pada wanita PHBC,
seperti angka deteksi kanker atau tingkat kanker interval untuk kanker-kanker
ipsilateral dan kontralateral, tidak tersedia dari program skrining. Lebih lagi,
terdapat kepentingan tertentu dalam penggunaan pencitraan tambahan seperti
magnetic resonance imaging yang berbiaya tinggi untuk men-skrining wanita
PHBC, walaupun data tentang skrining mamografi pada wanita tersebut, yang
dapat dipertanggungjawabkan, masih kurang.
Karena itu, perkiraan yang valid dari akurasi skrining mamografi masih
diperlukan untuk memandi praktek dan kebijakan klinis dalam situasi ini dan
untuk menginformasikan pada klinisi dan wanita PHBC mengenai hasil skrining
yang diharapkan. Studi ini menilai akurasi dan hasil skrining mamografi serta
faktor-faktor yang berkaitan dengan hasil skrining pada wanita PHBC yang
berpartisipasi dalam skrining mamografi di fasilitas-fasilitas kesehatan yang
berafiliasi dengan Breast Cancer Surveillance Consortium (BCSC). Konteks-
konteks mengenai hasil mamografi skrining dari praktek yang sama pada wanita
dengan risiko populasi yang hampir sama, diperoleh dari kelompok pembanding
yang tidak memiliki laporan riwayat kanker payudara dan dengan mamogram
yang dicocokkan dengan wanita PHBC dalam hal densitas payudara, kelompok
usia, serta registrasi dan tahun mamografi.
3
Metode
Setting
Partisipan adalah wanita yang menerima mamogram dari fasilitas-fasilitas
kesehatan dalam 5 dari 7 register mamografi National Cancer Institute-funded
BCSC, yang mengumpulkan informasi demografik dan mamografi dari wanita-
wanita yang menjalani mamografi di fasilitas-fasilitas kesehatan berbasis-
komunitas. Tiap register menyampaikan data mengenai wanita yang di-skrining
kepada negara bagiannya atau ke register kanker Surveillance, Epidemiology, and
End Results untuk menegakkan diagnosis kanker payudaranya. Lima register
mengumpulkan data hasil registrasi dan patologi kanker untuk gambaran lengkap
kanker kedua dan menjadi sumber bagi studi ini: Carolina Mammography
Registry (Carolina Utara), Group Health Breast Cancer Screening Project
(Negara Bagian Washington), New Hampshire Mammography Network, New
Mexico Mammography Project, dan Vermont Breast Cancer Surveillance System.
Informasi tentang BCSC tersedia di http://breastscreening.cancer.gov/.
Tiap register dan BCSC Statistical Coordinating Center menerima
persetujuan dari dewan peninjau institusional untuk proses-proses perijinan aktif
atau pasif atau pernyataan pembebasan ijin untuk mendaftarkan wanita partisipan,
mengirimkan data, dan melakukan studi analitik. Semua prosedur merupakan
komplians Health Insurance Portability and Accountability Act, dan semua
register dan Statistical Coordinating Center menerima sertifikat federasi untuk
penjagaan rahasia dan proteksi lainnya atas identitas wanita, dokter, dan fasilitas
dalam penelitian ini.
Pemeriksaan Skrining
Mamogram skrining mulai tahun 1996 hingga 2007 pada wanita PHBC
diidentifikasi. Wanita (44.509) dengan kanker payudara stadium awal inisial,
termasuk diagnosis karsinoma duktus in-situ atau karsinoma invasif stadium I
sampai II menurut American Joint Committee on Cancer, memenuhi kriteria
untuk inklusi. Register kanker dan database patologi digunakan untuk
memastikan apakah seorang wanita memiliki diagnosis kanker payudara, tanggal
4
diagnosis, serta karakteristik kanker. Wanita yang dieksklusi adalah pasien yang
telah menjalani mastektomi bilateral untuk menangani kanker pertamanya.
Mamogram yang dilakukan paling tidak 6 bulan setelah diagnosis kanker
payudara pertama didefinisikasn sebagai skrining jika tindakan tersebut
diindikasikan sebagai skrining rutin oleh dokter radiologi atau ahli teknologinya,
tidak dalam jangka waktu 9 bulan setelah pemeriksaan pencitraan payudara
sebelumnya, bukan mamogram unilateral pada wanita dengan operasi breast-
conserving, dan juga bukan pada wanita yang melaporkan sendiri adanya benjolan
atau discaj dari puting. Mamogram skrining dengan paling tidak follow-up 1 tahun
untuk penegakkan diagnosis kanker payudara diikutkan. Wanita yang memenuhi
kriteria inklusi dan menjalani paling tidak 1 mamogram skrining dengan
pemeriksaan akhir Breast Imaging Reporting and Data System (BI-RADS)
dengan nilai 0 hingga 5 memenuhi kriteria (eFigure, tersedia di
http://www.jama.com).
Kelompok Pembanding
Pemeriksaan skrining pada wanita non-PHBC dicocokkan 1:1 terhadap
skrining pada wanita PHBC, didasarkan pada Breast Imaging Reporting and Data
System dalam hal densitas payudara, kelompok usia 10-tahun, serta registrasi dan
tahun mamografi. Mamografi skrining didefinisikasn dengan definisi BCSC
dengan kriteria yang serupa dengan kriteria pada wanita PHBC (mamogram
bilateral diindikasikan untuk skrining pada wanita yang tidak melaporkan adanya
gejala, dan tidak memiliki mamogram dalam 9 bulan sebelumnya, dan paling
tidak 1 tahun follow-up).
Karakteristik Demografik
Data mengenai kelompok usia, ras/etnisitas yang dilaporkan sendiri,
riwayat kanker payudara dalam keluarga, status menopause, waktu sejak
mamogram terakhir, dan riwayat operasi plastik payudara (implan, reduksi, atau
rekonstruksi), dikumpulkan pada saat skrining.
5
Karakteristik Kanker dan Follow-up
Waktu sejak kanker pertama merupakan perbedaan antara tanggal
mamogram skrining dengan tanggal diagnosis kanker payudara pertama. Untuk
kanker pertama, jenis (karsinoma duktus in-situ, stadium I invasif atau stadium II
invasif), terapi radiasi, terapi sistemik ajuvan, dan operasi (operasi breast-
conserving, mastektomi) dikomputansi dari seluruh catatan register kanker dan
database patologi yang berjangka waktu 6 bulan dari diagnosis inisial. Untuk
informasi operasi yang hilang, riwayat mastektomi dan lumpectomy yang
dilaporkan-sendiri (dikumpulkan pada saat mamogram dalam waktu 18 bulan
setelah diagnosis dan sebelum diagnosis kanker kedua) digunakan untuk
menghubungkan operasi primer.
Pada seluruh partisipan skrining, mamogram dianggap berhubungan
dengan hasil kanker payudara jika karsinoma duktus in-situ atau karsinoma
invasif ditemukan dalam jangka waktu 1 tahun setelah skrining.
Analisis Statistik dan Pengukuran Akurasi
Karena beberapa fasilitas mamografi menambahkan pandangan
pembesaran kompresi-titik terhadap pandangan skrining rutin sebagai bagian
standar skrining wanita PHBC, pengukuran akurasi didasarkan pada penilaian
akhir di akhir evaluasi pencitraan, menggunakan skala BI-RADS. Jika penilaian
pemeriksaan inisial bernilai skor BI-RADS 0 tanpa rekomendasi biopsi atau 1, 2,
atau 3 dengan rekomendasi follow-up segera, kami mencari penilaian akhir dalam
pemeriksaan pencitraan hingga 90 hari setelah skrining dan sebelum biopsi
payudara. Hasil penilaian akhir yang positif termasuk penilaian BI-RADS dengan
skor 4 atau 5, atau 0 atau 3 dengan rekomendasi untuk biopsi, aspirasi jarum-
halus, atau konsultasi operatif. Hasil penilaian akhir yang negatif antara lain
adalah penilaian BI-RADS dengan skor 1 atau 2; penilaian ber-skor 3 tanpa
rekomendasi untuk biopsi, aspirasi jarum-halus, atau konsultasi operatif; atau
penilaian bernilai 0 dengan rekomendasi follow-up berinterval normal atau
pendek. Penilaian akhir dianggap hilang jika penilaian BI-RADS terakhir adalah 0
6
dengan rekomendasi untuk dilakukan pencitraan tambahan, evaluasi tak-
terspesifikasi, atau rekomendasi yang hilang (eFigure).
Pengukuran akurasi didasarkan pada definisi BCSC standar. Hasil
mamogram positif dihubungkan dengan diagnosis kanker payudara selama follow-
up (dalam jangka waktu 1 tahun setelah skrining) didefinisikan sebagai positif
sejati (atau positif palsu jika tidak berkaitan dengan diagnoss kanker). Hasil
mamogram negatif tidak berhubungan dengan kanker payudara selama follow-up
adalah negatif sejati (atau negatif palsu jika dihubungkan dengan kanker selama
follow-up). Angka kanker (jumlah kanker yang ditemukan selama follow-up
diantara 1000 mamogram skrining), angka deteksi kanker (jumlah hasil positif
sejati diantara 1000 mamogram), tingkat kanker interval (jumlah hasil negatif
palsu diantara 1000 mamogram), tingkat interpretasi abnormal (proporsi
mamogram yang ditemukan positif), dan nilai prediktif positif dari rekomendasi
biopsi (proporsi hasil positif yang berhubungan dengan diagnosis kanker selama
follow-up) didasarkan pada definisi BCSC standar. Analisis akurasi
mengeksklusikan rekurensi mastectomy-side (yang tidak dapat terdeteksi dengan
mamografi) pada wanita PHBC.
Distribusi frekuensi dari skrining dan karakteristik kanker dikomputansi
secara terpisah untuk mamogram skrining pada wanita dengan atau tanpa PHBC
dan dibandingkan dengan uji-uji χ2. Pengukuran akurasi dan hasil serta interval
kepercayaan 95% dikomputansi dalam kohort-kohort dan dibandingkan dengan
statistik skor yang diperoleh dari analisis persamaan pengira yang digeneralisasi.
Pada skrining PHBC, tingkat akurasi dan kanker diperiksa dalam hal densitas
payudara, waktu sejak diagnosis kanker pertama, jenis kanker payudara pertama,
jenis kanker payudara pertama, interval skrining, dan variabel terapi yang
berhubungan dengan kanker pertama. Regresi logistik post-hoc diujikan dalam hal
perbedaan dalam sensitivitas terapi sistemik untuk kanker pertama (tidak ada,
kemoterapi, terapi endokrin, atau keduanya), dengan menyesuaikan usia tepatnya,
densitas usia, stadium dan terapi kanker pertama, serta register mamografi.
Persamaan pengira yang digeneralisasi digunakan untuk menghitung semia
interval kepercayaan dan untuk mencocokkan model regresi yang terhitung untuk
7
korelasi pada wanita dengan mamogram skrining multipe, P<0,05 (2-sisi)
dianggap bermakna secara statistik. Analisis dilakukan dengan SAS versi 9.1 (SAS
Institute, Cary, Carolina Utara).
Hasil
Terdapat 58.870 mamogram skrining pada 19.078 wanita dengan PHBC
dan 58.870 pemeriksaan skrining yang dicocokkan pada 55.315 wanita tanpa
PHBC (Tabel 1). Proporsi mamogram skrining yang lebih tinggi dari wanita
PHBC relatif terhadap skrining non-PHBC yang dicocokkan, dihubungkan
dengan adanya riwayat keluarga kanker payudara (23,2% berbanding 17,6%),
status post-menopause (91,6% berbanding 87,5%), riwayat operasi plastik
payudara (6,9% berbanding 0,8%), dan penerimaan mamografi antara jangka
waktu 9 hingga 14 bulan sejak skrining sebelumnya (82,7% berbanding 43,1%);
semuanya dengan P<0,001. Wanita dengan PHBC memiliki 655 kanker kedua
(499 invasif, 156 karsinoma in-situ) dan wanita tanpa PHBC memiliki 342 kanker
(285 invasif, 57 karsinoma duktus in-situ) dalam jangka 1 tahun sejak mamografi
skrining. Karsinoma duktus in-situ terjadi pada proporsi kanker kedua yang lebih
tinggi pada kelompok PHBC daripada pada kelompok non-PHBC (23,8%
berbanding 16,7%; P=0,009).
8
9
Tabel 2 melaporkan pengukuran akurasi dan hasil untuk semua
pemeriksaan skrining. Taraf kanker 11,1 per 1000 skrining pada wanita PHBC,
atau 10,5 per 1000, dengan mengeksklusikan 40 rekurensi mastectomy-side yang
tidak dapat terdeteksi lewat mamografi, relatif terhadap 5,7 per 1000 skrining
pada wanita non-PHBC. Taraf kanker, angka deteksi kanker, dan tingkat kanker
interval adalah 1,3 hingga 2,6 kali lipat lebih tinggi untuk skrining PHBC
dibandingkan dengan skrining yang dicocokkan. Skrining PHBC lebih sering
dikaitkan dengan pencitraan tambahan (citraan mamografi tambahan atau
ultrasonografi) daripada skrining yang dicocokkan (18,1% berbanding 8,3%;
P<0,001), yang berkaitan erat dengan lebih banyaknya pencitraan tambahan di
hari yang sama pada skrining PHBC relatif terhadap skrining yang telah
dicocokkan (12,4% berbanding 1,3%; P<0,001) daripada meminta untuk
dilakukan pencitraan tambahan (7,1% berbanding 7,8%; P<0,001). Wanita-wanita
PHBC memiliki kemungkinan lebih besar untuk direkomendasikan menjalani
aspirasi jarum-halus, biopsi, atau konsultasi operatif setelah pemeriksaan (2,2%
berbanding 1,4%; P<0,001). USG dilakukan sebagai bagian dari evaluasi (hari
yang sama, sebelumnya, atau pada saat pemeriksaan akhir) terhadap hasil
mamogram skrining positif (1874 hasil skrining positif), lebih jarang pada
skrining PHBC-positif daripada skrining yang telah dicocokkan (32,3%
berbanding 38,8%; P=0,004).
10
Sensitivitas skrining pada PHBC lebih rendah (65,4%; interval
kepercayaan 95%, 61,5%-69,0%) dibandingkan dengan pada skrining non-PHBC
(76,5%; interval kepercayaan 95%, 71,7%-80,7%), P<0,001. Sensitivitas skrining
yang relatif lebih rendah ini sebagian besar disebabkan oleh sensitivitas yang lebih
rendah untuk deteksi kanker invasif pada PHBC (61,1%; interval kepercayaan
95%, 56,6%-65,4%) relatif terhadap hasil pada kelompok yang dicocokkan
(75,7%; interval kepercayaan 95%, 70,4%-80,3%), P<0,001. Pada skrining
PHBC, angka deteksi kanker lebih tinggi pada wanita yang kanker pertamanya
merupakan karsinoma duktus in-situ dan kanker invasif kedua. Sensitivitasnya
hampir sama untuk deteksi kanker ipsilateral (66,3%; interval kepercayaan 95%,
60,3%-71,8%) dan kontralateral (66,1^; interval kepercayaan 95%, 60,9%-
70,9%), P=0,96; dan sensitivitasnya lebih tinggi untuk deteksi karsinoma duktus
in-situ (78,7%; interval kepercayaan 95%, 71,4%-84,5%) daripada untuk kanker
invasif (61,1%; interval kepercayaan 95%, 56,6%-65,4%), P<0,001.
Akurasi, taraf kanker, angka deteksi kanker, dan tingkat kanker interval
pada wanita PHBC dilaporkan berdasarkan usia, densitas payudara, interval
skrining, waktu sejak diagnosis kanker pertama, jenis kanker pertama, terapi
11
untuk kanker payudara pertama, dan riwayat operasi plastik payudara (Tabel 3)
(data yang digunakan dalam kalkulasi ditunjukkan dalam eTable 1). Tabel 4
menunjukkan sensitivitas skrining untuk variabel-variabel tersebut lewat
lateralitas kanker kedua. Pengukuran akurasi, taraf kanker, dan tingkat kanker
interval dihubungkan dengan usia, walaupun sensitivitas yang lebih rendah pada
wanita berusia kurang dari 50 tahun lebih jelas untuk deteksi kanker kontralateral.
Sensitivitas dan spesifisitas menurun, namun angka interpretasi abnormal, taraf
kanker, angka deteksi kanker, dan tingkat kanker interval meningkat seiring
dengan peningkatan kategori densitas BI-RADS. Sensitivitasnya adalah 69,6%
(interval kepercayaan 95%, 63,3%-75,3%) pada payudara yang tidak terlalu padat
(BI-RADS kategori 1-2) dan lebih tinggi daripada sensitivitas sebesar 60,2%
(interval kepercayaan 95%, 54,0%-66,2%) pada payudara yang lebih padat (BI-
RADS kategori 3-4), P=0,03.
Spesifisitas dan nilai prediktif positif meningkat, sensitivitas dan angka
deteksi kanker bervariasi, dan angka interpretasi abnormal menurun seiring
dengan bertambahnya waktu sejak diagnosis kanker pertama (Tabel 3).
Sensitivitas pada 5 tahun awal sejak kanker pertama (60,2%; interval kepercayaan
95%, 54,7%-65,5%) lebih rendah dari sensitivitas setelah 5 tahun (70,8%; interval
kepercayaan 95%, 65,4%-75,6%), P-0,006. Angka deteksi kanker juga berbeda
diantara 5 tahun pertama (5,8/1000 skrining; interval kepercayaan 95%, 5,0-6,7)
dan setelah 5 tahun pertama tersebut (8,1/1000 skrining; interval kepercayaan
95%, 7,1-9,3) sejak diagnosis kanker pertama, P<0,001, biasanya karena
peningkatan angka deteksi kanker untuk kanker invasif diantara 5 tahun pertama
(3,7/1000 skrining; interval kepercayaan 95%, 3,1-4,4) dengan setelah 5 tahun
pertama tersebut (6,2/1000 skrining; interval kepercayaan 95%, 5,3-7,2), P<0,001.
Spesifisitas dan angka interpretasi abnormal berhubungan dengan waktu
sejak mamogram terdahulu (Tabel 3); namun, sebagian besar skrining PHBC
dilakukan antara 9 hingga 14 bulan setelah mamografi sebelumnya. Sensitivitas,
angka interpretasi abnormal, nilai prediktif positif, taraf kanker, dan angka deteksi
kanker lebih tinggi pada wanita dengan karsinoma duktus in-situ sebelumnya,
relatif terhadap pasien dengan kanker invasif sebelumnya (Tabel 3), walaupun
12
perbedaan sensitivitiasnya lebih jelas untuk deteksi kanker-kanker ipsilateral
(kedua) (Tabel 4).
Spesifisitasnya lebih tinggi dan angka interpretasi abnormalnya lebih
rendah pada wanita-wanita yang menjalani mastektomi, relatif terhadap wanita
yang menjalani operasi breast-conserving untuk terapi kanker pertamanya. Terapi
radiasi dihubungkan dengan penurunan spesifisitas yang sangat kecil namun
signifikan dan peningkatan angka interpretasi abnormal. Taraf kanker, angka
deteksi kanker, dan tingkat kanker interval bervariasi diantara wanita-wanita yang
menjalani operasi breast-conserving dengan atau tanpa radiasi atau mastektomi
(Tabel 3): deteksi kanker dan tingkat kanker interval tertinggi ditemukan pada
wanita-wanita yang ditangani dengan operasi breast-conserving tanpa radiasi
untuk terapi kanker pertamanya. Sensitivitas, angka interpretasi abnormal, dan
nilai prediktif positif lebih tinggi pada wanita-wanita yang tidak menerima terapi
13
sistemik apapun, sebagaimana juga dengan variabel-variabel taraf kanker dasar
dan angka deteksi kanker (Tabel 3). Setelah melakukan penyesuaian untuk usia,
densitas, stadium dan terapi kanker pertama, dan register mamogram, wanita
dengan kemoterapi secara signifikan memiliki kemungkinan yang lebih kecil
untuk dapat mendeteksi kanker lewat mamografi (odds ratio [OR]=0,45; interval
kepercayaan 95%, 0,22-0,94) daripada wanita yang tidak menerima terapi
sistemik. Wanita-wanita dengan terapi endokrin saja (OR-0,63); interval
kepercayaan 95%, 0,35-1,15) atau dikombinasikan dengan kemoterapi (OR-0,69;
interval kepercayaan 95%, 0,29-1,67) juga memiliki sensitivitas yang lebih rendah
daripada wanita yang tidak menerima terapi, namun hasil ini tidak signifikan.
Sensitivitas dan nilai prediktif positif lebih rendah pada skrining dengan
adanya riwayat operasi plastik payudara yang dilaporkan-sendiri, relatif terhadap
yang tidak memiliki riwayat operasi plastik payudara (sensitivitas yang lebih
rendah lebih nyata jika reduksi dieksklusikan), namun secara keseluruhan hasil ini
tidak signifikan (Tabel 3). Sensitivitas yang lebih rendah pada skrining dengan
operasi plastik payudara yang dilaporkan sendiri terbukti utamanya pada kanker
kontralateral (Tabel 4); namun, jumlah dalam kelompok ini kecil.
Stadium dan status nodus untuk kanker yang tumbuh dalam jangka waktu
1 tahun sejak skrining tertera dalam eTable 2, dengan distribusi stadium yang
secara umum sama untuk kanker interval pada kedua kohort, walaupun kanker
interval invasif lebih mungkin berada pada stadium I daripada stadium II pada
wanita PHBC, dibandingkan dengan wanita non-PHBC. Kanker-kanker yang
terdeteksi lewat skrining memiliki profil yang menguntungkan pada wanita PHBC
dan skrining yang telah dicocokkan, dengan mayoritas merupakan kanker
stadium-awal.
Komentar
Wanita-wanita yang bertahan hidup melawan kanker payudara mewakili
sebuah kelompok yang terus bertumbuh dan memiliki risiko mengalami kanker
pada payudara yang dipertahankan maupun pada payudara kontralateralnya.
Sejauh pengetahuan kami, kami melaporkan studi komprehensif pertama
14
mengenai pengukuran akurasi terhadap skrining mamografi pada wanita PHBC
yang mengikutkan hasil-hasil skrining pada payudara ipsilateral dan kontralateral,
memberikan bukti untuk menginformasikan para praktisi dan memandu
rekomendasi akan skrining mamografi pada wanita PHBC. Temuan kuncinya
adalah bahwa skrining mamografi pada wanita PHBC mendeteksi kanker pada
stadium yang awal namun memiliki akurasi yang lebih rendah daripada skrining
pada wanita tanpa PHBC, walaupun terdapat lebih banyak evaluasi tambahan dan
taraf kanker yang mendasari yang lebih tinggi pada wanita PHBC. Studi kami
juga menunjukkan bahwa mamografi skrining pada wanita PHBC memiliki
tingkat kanker interval yang relatif lebih tinggi, walaupun sebagian besar kanker
interval pada wanita tersebut memiliki profil stadium tumor yang menguntungkan.
Karena akurasi skrining mamografi populasi berbeda pada tiap program
skrining dan juga negara tempat ia dilaksanakan, kekuatan utama dari studi kami
adalah integrasi dari skrining yang telah dicocokkan pada wanita tanpa PHBC,
yang memberikan konteks tentang akurasi skrining pada register-register
mamografi yang mengkontribusikan data ke dalam studi ini serta memungkinkan
dilakukan penilaian tentang kemampuan generalisasi terhadap temuan-temuan
kami. Ia juga memungkinkan didapatkannya pemahaman tentang hasil skrining
mamografi dan perbedaannya pada wanita PHBC secara relatif terhadap wanita
non-PHBC, seperti yang ditekankan pada Tabel 2. Namun, pengukuran akurasi
skrining sebaiknya diinterpretasikan dengan kesadaran bahwa perhitungan
tersebut didasarkan pada penilaian akhir (pada saat selesainya evaluasi
pencitraan). Desain kami, yang dengan pencocokkan mamogram skrining untuk
karakteristik antara lain seperti densitas payudara dan kelompok usia ini,
memungkinkan kami untuk membandingkan akurasi skrining secara valid diantara
kedua kelompok penelitian. Walaupun jumlah wanita yang berbeda dibutuhkan
untuk mencapai pencocokkan level-mamogram yang perlu dilakukan, perkiraan
kami untuk taraf kanker, angka deteksi kanker, dan tingkat kanker interval
dilaporkan per 1000 pemeriksaan skrining, dengan follow-up yang ditentukan
dalam jangka waktu 12 bulan untuk semua skrining, memungkinkan dilakukannya
perbandingan angka-angka diantara kedua kelompok tersebut yang tidak berbias.
15
Lebih jauh lagi, mayoritas wanita pada kedua kelompok melaporkan telah
menjalani mamografi, sebelum menjalani pemeriksaan mamografi yang diikutkan
ke dalam analisis kami (Tabel 1); meskipun demikian, perkiraan kami tetap
mewakili hasil skrining insidental (diulang) secara umum dan memungkinkan
untuk mengklasterkan wanita secara analitik dengan skrining multipel. Secara
umum, skrining tidak dilakukan sebaik pada wanita PHBC, relatif terhadap yang
dilakukan pada wanita tanpa PHBC; sensitivitas dan spesifisitasnya lebih rendah
bagi wanita PHBC, dan pemeriksaan skrining kira-kira dua kali lebih mungkin
untuk direkomendasikan untuk menjalani pencitraan tambahan atau biopsi. Nilai
prediktif positif skrining hampir sama pada kedua kelompok, sebagian karena
insidensi kanker yang lebih tinggi pada wanita PHBC. Taraf kanker, angka
deteksi kanker, dan tingkat kanker interval, serta proporsi kanker yang merupakan
kanker interval secara signifikan lebih tinggi pada wanita-wanita PHBC, sehingga
menekankan risiko kanker payudara yang mendasarinya yang lebih tinggi,
sebagaimana juga dengan sensitivitas skrining yang lebih rendah pada wanita-
wanita tersebut. Walaupun sensitivitasnya lebih rendah, distribusi stadium pada
kanker yang terdeteksi lewat skrining menunjukkan bahwa mamografi efektif
dalam mendeteksi kanker payudara kedua berstadium awal pada wanita PHBC
karena mayoritasnya merupakan karsinoma duktus in-situ atau kanker stadium I.
Temuan kami ini mendukung diberikannya rekomendasi untuk skrining
mamografi per tahun pada wanita PHBC, namun juga mengemukakan masalah-
masalah yang perlu dievaluasi lebih lanjut.
Kami melaporkan tingkat kanker interval yang secara relatif lebih tinggi
pada wanita PHBC, walaupun mayoritas skrining dilakukan dalam waktu antara 9
hingga 14 bulan setelah mamogram sebelumnya. Kami tidak dapat
membandingkan tingkat kanker interval kami dengan nilai yang didapat dari studi
lainnya karena, sejauh pengetahuan kami, penelitian ini adalah laporan pertama
yang membahas tentang tingkat kanker interval untuk skrining wanita PHBC yang
memfaktorkan penegakkan hasil pada payudara ipsilateral maupun kontralateral
dan tingkat kanker interval relatif untuk skrining yang telah dicocokkan pada
wania tanpa PHBC. Satu studi lainnya dengan skrining berbasis-populasi terhadap
16
wanita dengan PHBC, didasarkan pada 114 wanita dengan kanker kontralateral,
melaporkan sensitivitas sebesar 59,6% secara keseluruhan dan 70,8% untuk
subgrup dengan mamografi per tahun. spesifisitas skrining adalah sebesar 98,3%
dan proporsi kanker payudara kontralateral yang merupakan kanker interval
adalah sebesar 34,2% (serupa dengan data pada Tabel 2); namun, tingkat kanker
interval tidak dilaporkan. Buist et al baru-baru ini melaporkan bahwa sekitar
sepertiga kanker payudara kedua pada wanita BCSC tidak terdeteksi lewat
skrining. Perbandingan dalam penelitian kami dengan studi lainnya tentang wanita
PHBC tidak tepat untuk dilakukan karena studi lainnya pada umumnya
melaporkan proporsi kanker kedua yang terdeteksi lewat mamografi pada seri-seri
terpilih dari wanita PHBC dan tidak memberikan data yang valid tentang semua
pengukuran akurasi skrining.
Kami menggunakan penilaian akhir untuk menghitung akurasi skrining
dan bukan interpretasi awal yang hanya didasarkan pada mamogram skrining
karena sejumlah besar wanita dengan PHBC menjalani pencitraan tambahan pada
hari yang sama dengan hari skrining dilakukan. Kami tidak mampu membedakan
tingkatan sampai dimana evaluasi dari abnormalitas yang terdeteksi lewat skrining
atau pencitraan tambahan ini dilakukan sebagai standar pelayanan untuk wanita
PHBC pada beberapa fasilitas kesehatan. Sebuah perkiraan yang mutlak dari
“taraf recall” skrining yang termasuk pemanggilan kembali untuk menjalani
pencitraan tambahan, karena itu tidak dapat diperkirakan. Ukuran penilaian
“abnormal” kami didasarkan pada rekomendasi untuk biopsi atau konsultasi
operatif, sedangkan studi-studi tentang akurasi skrining payudara populasi
seringkali mempertimbangkan rekomendasi untuk dilakukan pencitraan tambahan
sebagai hasil positif. Jadi, angka interpretasi abnormal, sensitivitas, dan
spesifisitasnya biasanya dilaporkan pada evaluasi skrining populasi, dan studi-
studi yang memfokuskan diri pada wanita-wanita PHBC tidak melaporkan taraf
recall skrining. Stidu kami memberikan perkiraan relatif yang valid dari
pengukuran akurasi, termasuk angka interpretasi abnormal yang secara signifikan
lebih tinggi serta sensitivitas dan spesifisitas yang lebih rendah pada wanita
PHBC relatif terhadap wanita non-PHBC. Kami juga menemukan bahwa
17
pencitraan tambahan pada skrining inisial lebih dari dua kali lebih sering diantara
wanita-wanita PHBC, walaupun hal ini umumnya disebabkan oleh pencitraan
tambahan pada wanita PHBC yang dilakukan pada hari yang sama.
Pemeriksaan skrining pada wanita PHBC mengungkap risiko kanker
payudara yang dua kali lipat lebih tinggi selama follow-up, relatif terhadap
skrining pada wanita tanpa PHBC, dicocokkan dalam hal usia, densitas payudara,
register mamografi, dan tahun mamografi. Taraf kanker yang mendasari lebih
rendah pada wanita PHBC yang menjalani mastektomi daripada wanita yang
menjalani operasi brest-conserving untuk terapi kanker pertama dan serupa untuk
variabel taraf kanker pada kohort non-PHBC yang telah dicocokkan (Tabel 2 dan
3), yang konsisten dengan model risiko terbaru yang memperkirakan bahwa risiko
seumur-hidup kanker payudara pada wanita PHBC merupakan sebuah fungsi dari
jumlah payudara yang berisiko menderita kanker lainnya. Sebagian hal ini juga
dapat terhitung menyebabkan spesifisitas yang lebih tinggi dan taraf kanker yang
lebih rendah yang ditemukan pada wanita PHBC dengan mastektomi dalam data
kami. Studi kami menunjukkan bahwa wanita-wanita PHBC memiliki risiko yang
heterogen untuk menderita kanker payudara lainnya; jadi, pertimbangan akan
pendekatan skrining yang lebih sesuai sangat diperlukan pada beberapa wanita
PHBC, sesuai dengan perkiraan kami untuk taraf kanker yang mendasari dan
sensitivitas skrining. Taraf kanker tertinggi yang ditemukan dalam kohort PHBC
kami (>12 kanker/1000 skrining, atau lebih dari dua kali taraf kanker pada wanita
non-PHBC) ditemukan pada wanita berusia kurang dari 50 tahun, wanita dengan
payudara yang sangat padat, wanita dengan karsinoma duktus in-situ sebelumnya,
wanita yang menjalani operasi breast-conserving tanpa radiasi atau tidak
menerima terapi sistemik apapun, dan wanita dengan interval inter-skrining yang
lebih dari 2 tahun.
Kami terkejut saat menemukan sensitivitas mamografi yang lebih tinggi
(terbukti untuk kanker ipsilateral dan kontralateral) pada wanita yang tidak
menerima terapi sistemik, dimana taraf kanker yang mendasarinya juga lebih
tinggi jika dibandingkan dengan wanita yang menerima kemoterapi atau terapi
endokrin. Penelitian terhadap asosiasi ini, setelah melakukan penyesuaian untuk
18
variabel-variabel yang relevan, menunjukkan penurunan sensitivitas secara
signifikan hanya pada wanita yang menerima kemoterapi. Karena penerimaan
terapi sistemik didasarkan pada informasi register kanker, data tersebut
kemungkinan tidak lengkap. Penelitian lebih lanjut yang mempelajari apakah
temuan ini disebabkan oleh pengganggu potensial oleh faktor-faktor biologis yang
berkaitan dengan terapi kanker pertama (contohnya, status reseptor hormon) bisa
bernilai. Secara serupa, beberapa temuan kami sebaiknya diinterpretasikan dengan
pertimbangan terhadap penyulit yang mungkin oleh faktor-faktor yang
berhubungan dengan kanker pertama dan terapinya. Sebagai contoh, semakin
tinggi taraf kanker, angka deteksi kanker, dan sensitivitas skrining pada wanita
PHBC yang kanker pertamanya berjenis karsinoma duktus in-situ, bisa menjadi
penggambaran dari efek penggunaan terapi sistemik (biasanya tidak digunakan
untuk karsinoma duktus in-situ dan seringkali digunakan untuk kanker invasif),
yang menurunkan risiko kanker payudara lainnya, dan bukan kerentanan biologis
diferensial pada wanita dengan riwayat pribadi karsinoma duktus in-situ relatif
terhadap kanker invasif. Tingkat kanker interval yang kami laporkan untuk wanita
PHBC dapat menarik perhatian tentang apakah manfaat potensial dari skrining
telah secara utuh disadari pada wanita-wanita tersebut. Walaupun terdapat
kepentingan dalam skrining tambahan bagi wanita PHBC, namun tidak terdapat
bukti bahwa hal ini memperbaiki titik akhir klinis dan tidak terdapat konsensus
yang menyangkut wanita manakah (selain daripada wanita yang telah terbukti ada
mutasi gen kanker) yang seharusnya menjalani pencitraan tambahan. Lebih jauh
lagi, walaupun terdapat tingkat kanker interval yang relatif tinggi pada wanita
PHBC, kanker-kanker interval pada umumnya berada pada stadium awal,
walaupun proporsi kanker-kanker stadium IIB dan III sedikit lebih tinggi daripada
proporsi kanker-kanker interval non-PHBC. Jadi, walaupun skrining mamografi
kurang sensitif pada wanita PHBC, studi kami memberikan bukti bahwa baik
kanker-kanker yang terdeteksi lewat skrining maupun kanker-kanker interval,
keduanya secara umum setara keberadaannya dalam stadium awal pada wanita
PHBC dan wanita tanpa PHBC. Data tersebut tidak mendukung ataupun menolak
peran dari skrining tambahan pada wanita PHBC namun menegaskan bahwa
19
skrining tambahan sebaiknya dilakukan pada wanita yang berusia di bawah 50
tahun, wanita dengan payudara yang lebih padat, atau wanita yang menerima
kemoterapi untuk terapi kanker pertamanya karena skrining pada wanita-wanita
tersebut memiliki sensitivitas terendah diantara wanita-wanita PHBC. Data itu
juga menimbulkan pertimbangan untuk mengeksplorasi pendekatan alternatif,
seperti biomarker, untuk skrining di masa depan pada wanita PHBC. Evaluasi
terhadap skrining tambahan (atau alternatif) dapat dipertimbangkan pada subgrup
PHBC dimana tingkat kanker intervalnya sangat tinggi (sebagai contoh, tingkat
kanker interval ≥6 kanker/1000 skrining), termasuk wanita-wanita yang berusia di
bawah 50 tahun, wanita-wanita dengan payudara yang sangat padat, wanita-
wanita yang menerima terapi konservasi payudara tanpa radioterapi untuk kanker
pertamanya.
Temuan kami tentang kanker interval pada wanita PHBC menimbulkan
beberapa kemungkinan. Yang pertama, wanita-wanita PHBC kemungkinan
memiliki faktor host yang berbeda yang menjadikan mereka tidak hanya memiliki
risiko terjadinya kanker payudara kedua, namun juga kanker payudara yang
kemungkinan kecil terdeteksi lewat skrining, kemungkinan karena pertumbuhan
yang lebih cepat atau karakteristik biologi tumor lainnya. Yang kedua, mereka
dapat menggambarkan kesadaran atas payudara yang lebih tinggi pada wanita-
wanita PHBC, yang kemungkinan akan mencari pertolongan segera setelah
kemunculan gejala pada payudaranya. Yang ketiga, dengan mengasumsikan
bahwa banyak kanker interval pada wanita-wanita PHBC memiliki diagnosis yang
simtomatik yang masuk akal, namun beberapa kanker interval bisa disebabkan
oleh skrining tambahan (magnetic resonance imaging atau USG) dilakukan
diantara masing-masing skrining mamografi. Kami tidak memiliki data untuk
meneliti skrining tambahan sebagai penjelasan yang mungkin bagi kanker interval
stadium awal pada wanita-wanita PHBC, namun pedoman untuk skrining
magnetic resonance imaging pada wanita-wanita berisiko tinggi tersedia pada
akhir studi kami.
Studi ini memberikan bukti bahwa mamografi skrining mendeteksi kanker
payudara stadium awal pada wanita PHBC, namun memiliki akurasi yang lebih
20
rendah, relatif terhadap skrining wanita tanpa PHBC. Walaupun tingkat kanker
intervalnya relatif tinggi, kanker interval pada wanita-wanita PHBC memiliki
distribusi stadium yang secara umum menguntungkan. Penelitian kami juga
menunjukkan bahwa hasil skrining dan taraf kanker payudara pada wanita-wanita
PHBC berhubungan dengan bermacam faktor, termasuk terapi yang diterima
untuk kanker pertamanya, jadi wanita-wanita tersebut memiliki risiko yang
mendasari yang heterogen untuk kanker payudara keduanya, dan strategi skrining
yang lebih sesuai daripada yang direkomendasikan saat ini kemungkinan
dibutuhkan.
21