28
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 3.6 Analisa Debit Limpasan Permukaan Analisa ini bertujuan untuk mengetahui debit air pada kawasan kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, pada saat hujan. Untuk dapat melakukan analisa ini maka diperlukan data dari debit limpasan permukaan. Data debit limpasan permukaan diperoleh dari kedalaman curah hujan yang terjadi berdasarkan PUH ( Periode Ulang Hujan ). Untuk memperoleh data kedalaman curah hujan yang terjadi berdasarkan PUH maka perlu dilakukan analisa. Untuk mempermudah analisa maka perlu dilakukan langkah – langkah sebagai berikut : a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah hujan d. Analisa pemilihan metode intensitas curah hujan 3.6.1 Mencari Curah Hujan Maksimum Harian Seperti yang telah dijelaskan pada bab III penentuan curah hujan efektif dimulai dari mencari hujan maksimum harian yang diperoleh dari tabel curah hujan harian stasiun Cengkareng pada sehingga diperoleh data seperti tabel 4.1 dibawah ini.

ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

  • Upload
    vominh

  • View
    223

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

3.6 Analisa Debit Limpasan Permukaan

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui debit air pada kawasan kampus Kijang,

Universitas Bina Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, pada saat hujan. Untuk dapat

melakukan analisa ini maka diperlukan data dari debit limpasan permukaan. Data debit

limpasan permukaan diperoleh dari kedalaman curah hujan yang terjadi berdasarkan

PUH ( Periode Ulang Hujan ).

Untuk memperoleh data kedalaman curah hujan yang terjadi berdasarkan PUH

maka perlu dilakukan analisa. Untuk mempermudah analisa maka perlu dilakukan

langkah – langkah sebagai berikut :

a. Analisa curah hujan

b. Analisa frekuensi curah hujan

c. Analisa intensitas curah hujan

d. Analisa pemilihan metode intensitas curah hujan

3.6.1 Mencari Curah Hujan Maksimum Harian

Seperti yang telah dijelaskan pada bab III penentuan curah hujan efektif dimulai

dari mencari hujan maksimum harian yang diperoleh dari tabel curah hujan harian

stasiun Cengkareng pada sehingga diperoleh data seperti tabel 4.1 dibawah ini.

Page 2: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

Tahun Curah hujan max perhari

(mm) Tanggal Bulan Hujan

1990 27 Januari 83,00 1991 28 Febuari 98,00 1992 23 Januari 116,00 1993 7 Febuari 136,00 1994 1 Maret 85,00 1995 12 Desember 80,00 1996 9 Febuari 107,00 1997 14 Januari 103,00 1998 27 Febuari 108,00 1999 27 Desember 97,00 2000 26 April 94,50 2001 22 Januari 84,30 2002 20 Maret 73,00

Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jakarta Pusat ( Tahun 2009 )

Melalui data tersebut dapat dilakukan beberapa langkah analisa sebagai berikut

yaitu :

a. Analisa frekuensi curah hujan

b. Analisa intensitas curah hujan.

Analisa – analisa tersebut nantinya akan digunakan untuk menghitung debit limpasan

permukaan.

3.6.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Seperti yang telah dijelaskan pada bab 2, bahwa analisa frekuensi curah hujan

menggunakan 4 distribusi yang sering digunakan yaitu distribusi Normal, distribusi log

normal, distribusi Gumbel dan distribusi log Pearson III.

Pada penelitian ini perhitungannya menggunakan metode Log Pearson Type III,

karena pada dasarnya setiap distribusi memiliki persyaratan yang harus dipenuhi seperti

yang tertera pada tabel 2.5 pada bab 2. Adapun parameter yang mencermikan

Tabel 4.1. Data Curah Hujan Maksimum Harian

Page 3: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

persyaratan tersebut tersebut antara lain adalah koefisien Skewness atau kemencengan

dan koefisien kurtosis. Berdasarkan hasil pada perhitungan besaran statistik data curah

hujan tidak ditemukan adanya perbedaan parameter diantara ke tiga metode tersebut

sehingga berdasarkan persyaratan maka harus digunakan metode log Pearson Type III

berikut ini.

yT =  +Kjsy 

Hasil analisa frekuensi curah hujan nantinya akan digunakan untuk menghitung

intensitas curah hujan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Hasil analisa frekuensi

ini merupakan PUH ( Periode Ulang Hujan ) harian maksimum dalam 2, 5 dan 10 tahun.

Melalui persamaan diatas diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 4.2. Tabel Parameter Metode Log Pearson III Tahun  x  yi = ln x  (yi‐ )2  (yi‐ )3 1990 83,00 4,4188  0,0211 -0,0031 1991 98,00 4,5849  0,0004 0,0000 1992 116,00 4,7535  0,0359 0,0068 1993 136,00 4,9126 0,1215 0,0424 1994 85,00 4,4426  0,0147 -0,0018 1995 80,00 4,3820  0,0331 -0,0060 1996 107,00 4,6728  0,0118 0,0013 1997 103,00 4,6347  0,0050 0,0004 1998 108,00 4,6821  0,0139 0,0016 1999 97,00 4,5747  0,0001 0,0000 2000 94,50 4,5486  0,0002 0,0000 2001 84,30 4,4343  0,0168 -0,0022 2002 73,00 4,2904 0,0748 -0,0205 Jumlah  1264,80 59,3325 0,3496 0,0189 Rata ‐ rata  97,2923 4,564  s      0,1707 Cs        0,3749

Untuk  menghitung  PUH  (  Periode  Ulang  Hujan  )  menggunakan  distribusi  Log  Pearson  III 

dibutuhkan tahapan – tahapan perhitungan seperti yang telah dijelaskan pada bab 2.  

Untuk  lebih  jelas dapat dilihat pada contoh perhitungan PUH ( Periode Ulang Hujan ) 2 tahun 

berikut ini : 

Page 4: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

Untuk mengetahui PUH 2 tahun maka dibutuhkan standar deviasi ( s ) dan koefisien Skewness ( 

Cs ) yang digambarkan dalam persamaan 2.18 dan 2.20 dibawah ini dengan nilai yi = ln xi. 

∑   

0,3496 0,1707  

0,0189

0,17070,3749

Untuk koefisien Skewness ( Cs ) = 0,3749 ≈ 0,4, dari tabel 2.4 pada  lampiran 2 didapat 

harga k = ‐ 0,066. Dari setiap nilai yang didapat dihitung dengan persamaan 2.41 berikut ini. 

yT = 4,564+ (‐ 0,066) 0,1707 

yT = 4,5527 hitung anti ln = arc ln 4,5528 = 94,8957 mm/hari

dengan cara yang sama hitung untuk periode ulang 5 serta 10 tahun dan didapat seperti

pada tabel 4.3. berikut ini.

Tabel 4.3. Perhitungan Periode Ulang Hujan Harian Maksimum PUH

( Tahun ) K K.s ln yT yT

( mm/hari )2 -0,066 -0,0112 4,55 94,95 0,816 0,1393 4,70 110,3110 1,317 0,2248 4,79 120,16

3.6.3 Analisa Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan I menyatakan besarnya curah

hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan perjam. Untuk

mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2 metoda sebagai

berikut :

a. Metoda Van Breen 

Page 5: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

b. Metoda Hasper Der Weduwen 

Hasil analisa dari kedua metode diatas tidak digunakan semua melainkan akan dipilih salah satu 

dengan uji kecocokan yang dipakai dalam standar desain debit banjir di Indonesia yaitu metode 

Talbot, Sherman, dan Ishiguro, sehingga intensitas curah hujan yang dihasilkan dapat mewakili 

daerah penelitian. Metode – metode tersebut merupakan metode – metode yang paling umum 

digunakan  di  Indonesia.  Hasil  dari  intensitas  curah  hujan  nantinya  akan  digunakan  untuk 

menghitung debit limpasan permukaan. 

 

Metode Van Breen

Untuk mengetahui intensitas curah hujan menggunakan metode ini maka

digunakan persamaan 2.43 berikut ini.

,,

Hasil perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Van Breen dapat

dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Intensitas curah hujan metode Van Breen

Durasi ( menit )

Intensitas curah hujan ( mm/hari) PUH 2 PUH 5 PUH 10

94,9 110,31 120,16 5 150,72 154,15 155,97

10 131,6 136,71 139,47

Page 6: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

20 118,88 120,44 121,25 30 97,51 98,09 98,4 60 59,09 59,33 59,46 80 32,70 32,81 32,87 120 13,63 13,67 13,69

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada contoh perhitungan intensitas curah hujan menurut

metode Van Breen dengan durasi 5 menit dan periode ulang 2 tahun berikut ini.

, , ,, ,

150,72 /

Metoda Hasper Der Weduwen

Untuk mengetahui  intensitas  curah hujan menggunakan metode  ini maka digunakan 

persamaan 2.46 dan 2.45 berikut ini sebelum memperoleh intensitas curah hujan. 

,

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas curah hujan

dengan persamaan 2.47 berikut ini.

Hasil perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan Metode Hasper Der

Weduwen dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

PUH ( Tahun )

Durasi ( Menit )

Durasi t(jam)

yt ( mm/hari )

Rt ( mm )

R ( mm )

I ( mm/jam )

2 5 0,08 94,9 76,01 28,36 354,45 10 0,17 83,98 24,65 144,97

Tabel 4.5. Intensitas curah hujan metode Hasper Der

Page 7: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

20 0,33 89,52 19,79 59,97 30 0,67 93,45 17,26 25,76 60 1 94,9 12,7 12,7 80 1,33 95,67 11,15 8,39

120 2 96,48 9,24 4,62

5

5 0,08

110,31

82,19 30,66 383,28 10 0,17 93,56 27,46 161,52 20 0,33 101,88 22,52 68,25 30 0,67 108,01 19,95 29,78 60 1 110,31 14,76 14,76 80 1,33 111,55 13,01 9,78

120 2 112,87 10,81 5,41

10

5 0,08

120,16

85,71 31,97 399,68 10 0,17 99,28 29,14 171,38 20 0,33 109,52 24,21 73,37 30 0,67 117,22 21,65 32,32 60 1 120,16 16,08 16,08 80 1,33 121,75 14,2 10,67

120 2 123,44 11,83 5,91 Ket : yt = curah hujan harian maksimum

Rt, R = curah hujan menurut hasper - der weduwen I = intensitas hujan

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada contoh perhitungan intensitas curah hujan menurut

metode Hasper Der Weduwen dengan durasi 5 menit dan periode ulang 2 tahun berikut

ini.

94,8957 ,, ,

76,01 mm/jam

, ,, 28,36 mm/jam

, ,

354,45 mm/jam

3.6.4 Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Langkah terakhir untuk menghitung intensitas curah hujan adalah memilih

metode perhitungan intensitas curah hujan yang akan digunakan. Pemilihan ini

dimaksudkan untuk menentukan persamaan Intensitas curah hujan yang paling

mendekati atau dapat mewakili intensitas curah hujan untuk daerah penelitian dapat

Page 8: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

dilakukan dengan uji kecocokan melalui metode yang Talbot, Sherman dan Ishiguro.

Cara perhitungannya adalah sebagai berikut :

a. Menentukan minimal 7 jenis lamanya curah hujan t (menit), (misal 5, 10, 20, 40, 60, 80, 120

)

b. Menggunakan harga-harga t tersebut untuk menentukan besarnya intensitas curah hujan

untuk periode ulang tahun tertentu (disesuaikan dengan perhitungan debit puncak rencana)

c. Menggunakan harga t yang sama untuk menentukan tetapan-tetapan dengan cara kuadrat

terkecil. Perhitungan tetapan-tetapan untuk setiap rumus intensitas curah hujan adalah

sebagai berikut :

• Tabolt

.

..

• Sherman

√ √.

√ √.

• Ishiguro

.

.

Page 9: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

Nilai data yang dihasilkan oleh (persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro)

dibandingkan dengan nilai Intensitas (persamaan Van Breen dan Hasper Der Weduwen).

Hasil perhitungan uji kecocokan pada perhitungan menunjukkan bahwa dengan

menggunakan metode Hasper Der Weduwen menggunakan persamaan pola Talbot

mempunyai selisih terkecil.

Hasil perhitungan uji kecocokan intensitas curah hujan metode Hasper Der

Weduwen dengan rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro dapat dilihat pada tabel 4.6

sampai dengan tabel 4.8. berikut ini.

variabel t

Jumlah 5 10 20 30 60 80 120

I 354,45 144,97 59,97 25,76 12,7 8,39 4,62 610,85 It 1772,23 1449,72 1199,4 772,86 761,82 670,95 554,58 7181,55 I2 125631,56 21016,79 3596,38 663,69 161,22 70,34 21,36 151161,32 I2t 628157,81 210167,85 71927,57 19910,56 9672,88 5627,09 2563 948026,76 log t 0,7 1 1,30 1,48 1,78 1,9 2,08 10,24 log i 2,55 2,161 1,78 1,41 1,1 0,92 0,67 10,59 logt logi 1,78 2,161 2,31 2,08 1,96 1,76 1,38 13,44 (logt)2 0,49 1,000 1,69 2,18 3,16 3,62 4,32 16,47 t0,5 2,24 3,16 4,47 5,48 7,75 8,94 10,95 42,99 I x t0,5 792,56 458,44 268,19 141,11 98,35 75,01 50,63 1884,29 I2xt0,5 280920,72 66460,91 16083,49 3635,15 1248,76 629,13 233,97 369212,13

Dari data pada tabel 4.6 diatas kemudian dijadikan parameter pada persamaan masing –

masing metode sehingga diperoleh variabel pada persamaan Talbot, Sherman dan

Ishiguro seperti yang tertera pada tabel 4.7 dibawah ini.

Variabel Talbot Ishiguro Sherman Anti log ishiguro a 948,75 3,5131 86,5674 3259,4292 b -2,4377 -2,0927 n 0,8846

Setelah diketahui variabel persamaan untuk masing – masing persamaan maka dilakukan

uji kecocokan terhadap metode intensitas curah hujan dengan menghitung selisih

Tabel 4.6. Data variabel persamaan Talbot, Sherman dan Ishiguro

Tabel 4.7. Variabel persamaan Talbot, Sherman dan Ishiguro

Page 10: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

terkecil pada masing – masing metode seperti pada tabel 4.8 dibawah ini dengan

intensitas curah hujan berdasarkan metode Hasper Der Weduwen ( IHasper ) yang

diperoleh dari tabel 4.5 diatas.

t ( 1 )

IHasper (mm jam)

( 2 )

Italbot (mm jam)

( 3 )

Selisih (mm jam)

( 3 ) – ( 2 )

IIshiguro (mm jam)

( 4 )

Selisih (mm jam) ( 4 ) – ( 2 )

ISherman (mm jam)

( 5 )

Selisih (mm/jam) ( 5 ) – ( 2 )

5 354,45 370,27 15,82 784,98 430,54 50,77 -303,68 10 144,97 125,46 19,51 425,19 280,21 30,79 -114,19 20 59,97 54,02 5,95 230,30 170,33 20,46 -39,51 30 25,76 34,42 -8,66 160,89 135,13 16,39 -9,38 60 12,7 16,48 -3,79 87,14 74,45 11,38 -1,32 80 8,39 12,23 -3,85 67,57 59,18 9,81 1,42

120 4,62 8,07 -3,45 47,20 42,58 7,97 3,35 Jumlah 21,54 1192,44 -463,3 Rata - rata 3,08 170,35 -66,19

Setelah diketahui metode yang akan digunakan pada pada uji kecocokan intensitas curah

hujan maka dilakukan perhitungan selanjutnya.

Tabel 4.9. Persamaan intensitas curah hujan menurut Hasper Der Weduwen

dengan pola Talbot

PUH ( tahun )

t ( Durasi )

Talbot Hasper Der Weduwen

Selisih

a b ITalbot IHasper α(It – IH) 2 5 948,75 -2,4377 370,27 354,45 15,82 5 5 1101,36 -2,2274 397,23 383,28 -13,95 10 5 1199,02 -2,0906 412,12 399,68 -12,44

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh perhitungan berikut ini.

, , , ,, , ,

948,75

Page 11: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

, , ,, , ,

2,4377

,,

370,2659

Selisih = ITalbot - IHasper = 15,82 mm/jam

Melalui persamaan diatas dapat diketahui intensitas curah hujan untuk daerah

perencanaan, seperti pada tabel 4.10.

Durasi

( Menit )

Intensitas Curah Hujan (mm/mnt)

PUH 2 thn PUH 5 thn PUH 10 thn5 370,2659 397,2277 412,1204 10 125,4571 141,6975 151,5946 20 54,0218 61,9695 66,9493 30 34,4220 39,6564 42,9612 60 16,4821 19,0637 20,7051 80 12,2321 14,1613 15,3900 120 8,0702 9,3516 10,1690 1440 0,66 0,76 0,83

Setelah analisa intensitas curah hujan dilakukan kemudian digambar kurfa IDF.

Berikut ini gambar kurfa IDF ( Kurva Frekuensi Intensitas ) yang menggambarkan

persamaan – persamaan intensitas curah hujan wilayah perencanaan yang dapat

digunakan untuk perhitungan limpasan run off dengan rumus rasional, kurva intensitas

wilayah Kemanggisan, Jakarta Barat.

Tabel 4.10. Intensitas curah hujan menurut Hasper Der Weduwen dengan pola Talbot

Page 12: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

Gambar 4.1. Kurva IDF Daerah Perencanaan

3.7 Analisa Infiltrasi

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi air daerah penelitian, untuk

itu dibutuhkan data hasil pengukuran laju infiltrasi dilapangan dengan mengunakan ring

infiltrometer. Seperti yang telah dijelaskan pada bab 3 bahwa analisa infiltrasi

menggunakan metode Horton. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada sub bab

berikutnya.

3.7.1 Data Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi

Pengukuran  laju  infiltrasi  dilakukan  pada  tanggal  2  Desember  sampai  dengan  4 

Desember 2009 dengan kondisi tanah belum jenuh. Pada kegiatan pengukuran laju infiltrasi ini 

mengalami  kesulitan  karena  lapisan  tanah  lunak  hanya  sedalam  antara  0  –  50  cm  dibawah 

lapisan  tanah  tersebut  sedalam  1  –  3 meter  adalah  timbunan  puing  –  puing  atau  bebatuan 

keras. 

Seperti yang  telah dijelaskan pada bab 3  cara pengukuran  laju  infiltrasi menggunkan 

ring  infiltrometer dan cara pengukuran  laju  infiltrasi pada biopori. Dibawah  ini adalah gambar 

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

0 50 100 150

Intensitas curah

 Hujan

 (mm/jam

)

Durasi ( Menit )

PUH 2 Tahun

PUH 5 Tahun

PUH 10 Tahun

Page 13: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

proses  penetrasi  ring  infiltrometer,  gambar  biopori  dan  detail  dimensi  biopori  ditiap  –  tiap 

kawasan penelitian berbeda tergantung kedalaman tanah lunaknya. 

  ( a ) ( b )

Tanah

( c ) ( d )

Gambar 4.2. ( a ) Proses Penetrasi Ring Infiltrometer, ( b ) Ring Infiltrometer Setelah Terpenetrasi, ( c ) Biopori, ( d ) Detail Dimensi Biopori

Besarnya  laju  Infiltrasi  dapat  diperoleh  dari  pengukuran  dilapangan  dengan 

menggunakan alat infiltrometer, adapun data hasil pengukuran laju infiltrasi selama interval t = 

5 menit dari 7 titik penelitian dengan biopori dan tanpa biopori di kampus Kijang, Universitas 

Bina Nusantara yang dilakukan seperti bab sebelumnya, dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut 

ini. 

Page 14: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

75

Tabel 4.11. Hasil Pengukuran infiltrasi pada titik A sampai G Dengan Biopori dan Tanpa Biopori 

A B C D E F G A B C D E F G A B C D E F G A5 150 75 80 200 220 200 220 30 90 140 20 60 40 100 30 15 16 40 44 40 44 65 130 60 70 140 150 140 180 20 50 90 20 55 30 80 26 12 14 28 30 28 36 45 100 50 60 120 120 110 150 10 40 20 15 45 20 70 20 10 12 24 24 22 30 25 100 40 60 110 80 100 150 10 35 20 10 45 20 70 20 8 12 22 16 20 30 25 100 40 60 110 80 80 150 10 35 20 10 45 20 70 20 8 12 22 16 16 30 25 100 40 60 110 80 80 150 10 35 20 10 45 20 70 20 8 12 22 16 16 30 25 100 40 60 110 80 80 150 10 35 20 10 45 20 70 20 8 12 22 16 16 30 2

Durasi (menit) Biopori Tanpa Biopori Biopori

Penurunan ( mm ) flap ( mm/men

 

Tabel 4.12. Hasil Pengukuran  infiltrasi pada  titik A  sampai C dirumah Warga  Sebagai Pembanding 

A B C A B C A B C A B C5 70 100 130 35 30 75 14 20 26 7 6 155 50 90 80 25 20 65 10 18 16 5 4 135 40 80 70 20 15 55 8 16 14 4 3 115 40 80 70 20 15 55 8 16 14 4 3 115 40 80 70 20 15 55 8 16 14 4 3 115 40 80 70 20 15 55 8 16 14 4 3 115 40 80 70 20 15 55 8 16 14 4 3 11

Durasi (menit) Biopori Tanpa Biopori Biopori Tanpa Biopori

Penurunan ( mm ) flap ( mm/menit )

Page 15: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

76

Setelah diperoleh data – data  tersebut kemudian dianalisa  laju  infiltrasi air  terhadap 

fungsi waktu dengan menggunakan metode Horton seperti pada sub bab berikut ini. 

3.7.2 Analisis Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Metode Horton

Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, data yang diperoleh melalui hasil 

pengukuran  laju  infiltrasi dengan menggunakan  ring  infiltrometer yang dilakukan pada 7  titik 

dengan  biopori  dan  tanpa  biopori  yang  tersebar  dengan  pertimbangan  dimana  titik‐titik 

tersebut  dapat mewakili  laju  infiltrasi  pada  kampus  Kijang, Universitas  Bina Nusantara  akan 

dianalisis menggunakan metode Horton. 

Dalam Perhitungan laju infiltrasi menggunakan metode Horton, rumusan yang dipakai yaitu : 

f(t) = fc + (fo – fc)e-kt

Untuk menghitung laju infiltrasi maka perlu diketahui nilai k terlebih dahulu dimana

nilai k dapat dihitung dari persamaan 2.5.

adapun persamaan tersebut dapat diasumsikan sebagai persamaan garis dengan

kemiringan m sebagai berikut.

y = mx + c

dengan :

y = t

m =

x =

c = –

Page 16: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

77

. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh perhitungan laju infiltrasi pada titik A

tanpa menggunakan biopori sesuai tabel 4.11 :

Dari tabel diatas dengan berdasarkan rumus Horton maka dapat ditrasposisikan seperti

perhitungan – perhitungan sebagai berikut :

f(t) - fc = (fo – fc)

f(5) - fc = (6 – 2) = 4

f(10) - fc = (4 – 2) = 2

kemudian persamaan tersebut di log kan menjadi :

log (f(t) - fc) = log (fo – fc)

log (f(5) - fc) = log (4) = 0,602

log (f(10) - fc) = log (2) = 0,301

Tabel 4.13. Perhitungan Laju Infiltrasi pada Titik A Penurunan f0 fc f0 – fc ft

( cm ) (mm/mnt) (mm/mnt) (mm/mnt) (mm/mnt)

5 30 6 2 4 0.602 -16.6 0.1387 410 20 4 2 2 0.301 0.1387 315 10 2 2 0 - 0.1387 220 10 2 2 0 - 0.1387 225 10 2 2 0 - 0.1387 2

kt log (f0 – fc) m

Setelah diketahui maka buat grafik log (fo – fc ) terhadap waktu seperti gambar dibawah

ini.

Page 17: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

78

Gambar 4.3. Grafik Log (fo-fc) Terhadap Waktu Metode Horton

Dari data pada tabel diatas dapat dihitung kemiringan garis lurus m dengan cara menghitung

selisih titik koordinat awal dan koordinat akhir pada grafik log (fo – fc ) terhadap waktu metode

Horton. Setelah diketahui selisih sumbu y dan sumbu x kemudian selisih sumbu y dibagi selisih

sumbu x didapat nilai m. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada perhitungan berikut ini :

Koordinat a = ( x1, y1 ) = ( 5, 0,602 )

Koordinat b = ( x2, y2 ) = ( 10, 0,301 )

Hitung sisi miring m dengan persamaan berikut ini

, ,16,6

Setelah diketahui nilai m maka dapat dihitung nilai k sebagai berikut

2,71816,6

k = 0,1386

Dari nilai k diatas maka rumus laju infiltrasi terhadap waktu dapat dihitung dengan

memasukkan nilai k, yaitu :

0

2

4

6

8

10

12

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700

Durasi ( t )

Log (fo‐fc) 

titik A

Page 18: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

79

f(5) = 2 + (6 – 2)e-0,1386x5 = 4 mm/mnt

Dari hasil perhitungan tabel 4.13 dapat dibuat sebuah grafik perbandingan antara f(t)

Horton dengan f(t) Lapangan terhadap waktu (t)

Gambar 4.4. f(t) Horton Pada Titik A

Dengan cara yang sama hitung laju infiltrasi biopori pada titik A maka diperoleh laju

infiltrasi sebagai berikut :

f(5) = 20 + (30 – 20)e-0,102x5 = 25,9997 mm/mnt

Untuk hasil perhitungan laju infiltrasi pada titik selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.14

dibawah ini

0.0000

0.5000

1.0000

1.5000

2.0000

2.5000

3.0000

3.5000

4.0000

4.5000

0 5 10 15 20 25 30

f (t) (mm/m

nt)

A

Page 19: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

80

Tabel 4.14. Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi cara Infiltrometer

Titik Tanpa Biopori Dengan BioporiLaju Infiltrasi

rata – rata ( mm/mnt )

Laju infiltrasi rata – rata

( mm/mnt ) A 2.60 21.92B 7.67 9.11C 6.83 12.60D 2.52 23.44E 9.67 20.20F 4.60 19.21G 14.53 31.71

Dalam perhitungan analisis jumlah lubang resapan biopori digunakan tiap-tiap

laju infiltrasi berdasarkan titik lokasi pengujian sedangkan untuk grafik dan tabel

perhitungan laju infiltrasi selanjutnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Setelah diketahui laju infiltrasi maka dengan persamaan 2.7 hitung jumlah air

yang terinfiltrasi kedalam tanah selama satu hari. Hasil dari jumlah air yang terinfiltrasi

kedalam tanah selama 1 hari dapat dilihat pada tabel 4.15 dibawah ini.

Tabel 4.15. Rata – Rata Hasil Perhitungan Jumlah Air yang Terinfiltrasi

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh perhitungan jumlah air yang terinfiltrasi

selama satu hari tanpa menggunakan biopori pada titik A berikut ini.

1

2 60 24,

4 1 2,718 , 2.909 /mnt /10 2,91E

06 m /mnt

Titik Jumlah air yang terinfiltrasi (m3/mnt)Tanpa Biopori Biopori

1 Hari 1 Hari A 2.91E-06 2.89E-05B 1.01E-05 1.16E-05C 5.90E-06 1.73E-05D 2.91E-06 3.18E-05E 1.30E-05 2.32E-05F 5.79E-06 2.32E-05G 2.02E-05 4.33E-05

Page 20: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

81

3.8 Analisa Debit Limpasan Terhadap Kapasitas Infiltrasi

Untuk mengetahui apakah kapasitas infiltrasi tanah tanpa menggunakan biopori

pada kawasan kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara mampu menampung debit

limpasan air hujan. Jika debit curah hujan lebih besar dari pada debit infiltrasi maka

dibutuhkan lubang resapan biopori untuk menanggulangi kelebihan debit tersebut. Luas

kawasan dan koefisien limpasan seperti yang terdapat pada tabel 4.16, melalui data

tersebut dapat dihitung debit limpasan.

Tabel 4.16. Data Luas Daerah Tangkapan dan Koefisien Limpasan Kawasan Luas Daerah

Tangkapan (m2)( A)*

Koefisien Limpasan( C )

A 290,78 0,9 B 578,25 0,9 C 580,75 0,9 D 236,39 0,9 E 269,9 0,9 F 307,22 0,9 G 174,84 0,9

* sumber : building management Binus University

Data tabel diatas diperoleh dari perhitungan luas daerah berwarna sesuai dengan

kawasan penelitian pada gambar 4.4 dibawah ini.

Page 21: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

82

Gedung A

Gedung B

Kantin PT. BIS

Toilet

Mussolah

Gedung C

Hall

Denah Lokasi Penelitian

F

G

E

C

D

A

B

A

CB

D E

ED

E

G

G

F

FF

B

Gambar 4.5. Denah Pembagian Kawasan Limpasan

Koefisien yang digunakan adalah nilai maksimum mengingat bahwa penelitian ini

nantinya akan dijadikan acuan menghitung kapasitas infiltrasi di daerah sekitar

Kembangan yang padat penduduknya dan memiliki lahan terbuka yang sedikit.

Untuk menghitung debit limpasan digunakan persamaan 2.16 berikut ini

Q = 0,278 CIA

Dengan intensitas curah hujan ( I ) diperoleh dari perhitungan intensitas curah hujan

metode Metode Hasper Der Weduwen dengan pola Talbot, maka nilai Q dapat dilihat

pada tabel 4.17. pada PUH 2, 5 dan 10 tahun serta lama hujan 1 hari

Page 22: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

83

Tabel 4.17. Perhitungan Debit Limpasan dengan PUH 2, 5 dan 10 tahun dengan durasi 1 hari

Kawasan Qlimpasan (m3/hari)

Periode Ulang Hujan ( PUH ) (tahun)

2 5 10 A 0.048 0.05573 0.0607 B 0.0955 0.11083 0.1206 C 0.0959 0.11131 0.1212 D 0.039 0.04531 0.0493 E 0.0446 0.05173 0.0563 F 0.0507 0.05888 0.0641 G 0.0289 0.03351 0.0365

Untuk mengetahui lebih jelas dapat dilihat pada contoh perhitungan debit limpasan area

A dengan PUH 2 tahun dan durasi 1 hari dapat dilihat dibawah ini.

Q = 0,278 CIA

Q = 0,278 (0,9) (0,00066) (290,78) = 0, 048 m3/hari

Hasil dari debit limpasan yang di dapat dibandingkan dengan kapasitas infiltrasi

yang tanpa menggunakan biopori pada saat 1 hari. Melalui perbandingan tersebut dapat

dipastikan bahwa jumlah air yang terinfiltrasi sangat sedikit sekali oleh karena itu

dibutuhkan solusi untuk memperbesar laju infiltrasi pada tanah, yaitu dengan

menggunakan simulasi LRB ( Lubang Resapan Biopori ). Untuk mengimbangi debit air

pada permukaan maka diperlukan adanya analisa jumlah biopori yang perlu disediakan

hingga tidak terjadi genangan pada permukaan tanah.

3.9 Analisa Jumlah Lubang Resapan Biopori

Hasil dari data debit limpasan bersama dengan kapasitas infiltrasi pada lubang

biopori digunakan untuk menghitung jumlah LRB ( Lubang Resapan Biopori ) seperti

pada persamaan 2.57. berikut ini.

Page 23: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

84

Jumlah LRB = Qlimpasan /F(t)

Dengan menggunakan Qlimpasan periode ulang hujan 2 tahunan dan durasi 1 hari maka

dihitung berapa jumlah lubang biopori yang dibutuhkan untuk mencegah adanya

genangan. Sedangkan untuk menghitung jarak antar lubang resapan biopori digunakan

luas kawasan terbuka dan hasil dari jumlah LRB, dengan luas kawasan terbuka

diasumsikan sama dengan luas bangunannya.

Pada tabel4.18 ini adalah jumlah LRB dan jarak LRB pada setiap kawasan.

Tabel 4.18. Perhitungan Jumlah LRB dan Jarak LRB

Kawasan Qlimpasan (m3/hari)

Jumlah air yang terinfiltrasi (m3/hari) Jumlah LRB Luas kawasan

( m2 ) Jarak antar LRB

( m ) 1 hari 1 hari A 0.048 2.89E-05 1.661 290,78 0.0875 B 0.0955 1.16E-05 8.233 578,25 0.0351 C 0.0959 1.73E-05 5.543 580,75 0.0524 D 0.039 3.18E-05 1.226 236,39 0.0964 E 0.0446 2.32E-05 1.922 269,9 0.0702 F 0.0507 2.32E-05 2.185 307,22 0.0703 G 0.0289 4.33E-05 6.67 174,84 0.1310

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada contoh perhitungan jumlah LRB dan jarak LRB

dengan Qlimpasan dengan periode 2 tahun dan durasi 1 hari pada kawasan A berikut ini.

0.048

,1.661 lubang

A LRB

, 0,0875 m

Karena jarak yang terlalu kecil dan tidak memenuhi persyaratan jarak antar lubang,

maka penggunaan lubang resapan biopori tidak dapat diterapkan pada daerah penelitian.

Page 24: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

85

3.10 Pembahasan Analisa

Penelitian tugas akhir dilakukan di kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara,

Kemanggisan, Jakarta Barat. Penelitian ini pada dasarnya dilakukan untuk infiltrasi air

kedalam tanah pada kawasan tersebut. Dari penelitian telah didapatkan beberapa data

yaitu data primer berupa hasil pengujian laju infiltrasi dengan metode ring infiltrometer

dan data sekunder berupa data curah hujan.

3.10.1 Kondisi Daerah Studi

Kondisi daerah penelitian ini merupakan area kampus yang memiliki beberapa

bangunan seperti kantin, toilet, musolah, kantor, lapangan dan gedung untuk studi.

Sedangkan untuk kondisi tanahnya merupakan tanah timbunan dengan tanah lunak

sebagai lapisan atas dengan kedalaman 0 sampai 0,5 m dan timbunan puing dengan

kedalaman 3 sampai 4 meter dari permukaan tanah awal. Semua kondisi tersebut akan

sangat mempengaruhi laju infiltrasi. Tanah pada daerah penelitian memiliki nilai k yaitu

6,878 mm/mnt yang didapat pada hasil laboratorium. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

struktur tanah pada daerah penelitian merupakan tanah lanau. Sedangkan curah hujan

pada kondisi penelitian memiliki intensitas curah hujan berdasarkan periode ulang hujan

2, 5 dan 10 tahunan masing – masing sebesar 0,66, 0,76 dan 0,83 mm/hari.

3.10.2 Debit Limpasan

Debit air hujan diolah dari data curah hujan maksimum hasian daerah studi yang

di ukur oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan stasiun

Cengkareng. Untuk perhitungan dipergunakan curah hujan harian maksimum pada 13

tahun terakhir yaitu pada tahun 1990 – 2002, seperti yang tertera pada Tabel 4.1

Page 25: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

86

halaman 55. Pada perhitungan debit curah hujan pada penelitian ini dihitung mulai dari

analisis frekuensi curah hujan dengan menggunakan metode Log Pearson Type III,

dengan periode ulang harian 2, 5, dan 10 tahun sampai pada perhitungan intensitas curah

hujan dengan menggunakan beberapa metode seperti Intensitas curah hujan Metode Van

Breen dan Hasper Weduwen. Hasil perhitungan Analisis Frekuensi Curah Hujan dapat

dilihat pada Tabel 4.3 Halaman 57 dan digunakan untuk menghitungan Intensitas curah

hujan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 halaman 64. Hasil tersebut digunakan

untuk menghitungan debit limpasan pada daerah penelitian. Debit limpasan dihitung

dengan metode rasional seperti yang telah dijelaskan diatas. Hasil perhitungan debit

limpasan sangat dipengaruhi oleh luas kawasan kedap air dan intensitas curah hujan

yang terjadi. Dari data curah hujan dan luas kawasan dapat dihitung debit limpasan

dengan periode ulang 2, 5 dan 10 tahun. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 4. 17.

Dari data tabel tersebut didapat debit limpasan permukaan pada lokasi penelitian dengan

debit limpasan terbesar pada kawasan C sebesar 0,0959 m3/hari dan debit limpasan

terkecil terjadi pada kawasan G sebesar 0,0289. Nilai dari debit limpasan tersebut

sebanding dengan luas area dan besarnya intensitas curah hujan yang terjadi, semakin

besar luas area kedap air yang melimpas kearah yang sama, maka semakin besar pula

debit limpasan yang terjadi, begitu juga dengan intensitas curah hujan dan sebaliknya.

3.10.3 Infiltrasi

Penelitian laju infiltrasi pada kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara,

Kemanggisan, Jakarta Barat dilakukan pada 7 titik pengujian dengan perkiraan bahwa

titik-titik tersebut dapat mewakili kondisi tanah yang ada pada kampus Kijang. Jumlah

Page 26: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

87

titik pengujian mempengaruhi besar laju infiltrasi pada daerah studi. Semakin banyak

titik pengujian maka semakin terwakili pula kondisi tanah daerah tersebut.

Penelitian laju infiltrasi dilapangan dilakukan dengan ring infiltrometer. Pada

tahap ini memiliki kesulitan dalam pengadaan alat dan melakukan penetrasi alat karena

kondisi tanah yang keras. Hasil pengukuran pada masing-masing titik yang telah di

analisis, dapat dilihat pada tabel 4.11 halaman 67.

Dari tabel diatas terlihat hasil analisis laju infiltrasi pada masing-masing lokasi

beragam. Hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain :

a. Adanya bangunan,

b. Kondisi penutup permukaan ( pepohonan dan rumput ),

c. Kondisi tanah (tekstur tanah), dan lain-lain.

Dalam perhitungan laju infiltrasi selain dilakukan langsung ke lapangan juga

dilakukan di laboraturium, hasilnya hampir sama dengan hasil di laboratorium, yaitu

6,878 mm/menit sedangkan laju infiltrasi dilapangan memiliki nilai yaitu 6,918

mm/menit. Sedangkan untuk hasil perhitungan lainnya dapat dilihat di lampiran. Tetapi

dalam perhitungan selanjutnya laju infiltrasi yang dipakai adalah hasil laju infiltrasi di

lapangan dikarenakan dengan pertimbangan dapat menghasilkan nilai – nilai sesuai

dengan kondisi atau keadaan lokasi penelitian.

Melalui analisa diatas diperoleh data kapasitas infiltrasi baik menggunakan

biopori maupun tanpa biopori. Dari data kapasitas infiltrasi dapat diketahui laju infiltrasi

tanah menggunakan biopori dan tanpa menggunakan biopori yang kemudian diketahui

jumlah air yang terinfiltrasi dalam durasi 1 hari. Data tersebut dapat dilihat pada tabel

4.15.

Page 27: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

88

Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa dengan jumlah air yang terinfiltrasi

pada setiap kawasan tanpa menggunakan biopori pada tabel 4.15 tidak sebanding dengan

debit limpasan pada tabel 4.17, hal ini dapat menimbulkan genangan atau banjir. Karena

tidak mampu menanggulangi maka perbandingan diganti dengan jumlah air yang

terinfiltrasi dengan menggunakan simulasi biopori.

Untuk satu biopori diketahui jumlah air yang terinfiltrasi kedalam tanah seperti

pada tabel 4.15 diatas, melalui data tersebut hitung jumlah banyaknya biopori yang

sebanding dengan debit limpasan pada tabel 4.17 dengan periode ulang hujan 10 tahun

dan durasi 1 hari. setelah diketahui banyaknya lubang biopori maka hitung jarak antara

lubang biopori agar penyebaran lubang biopori merata. Banyaknya lubang biopori dan

jarak antara lubang biopori dapat dilihat pada tabel 4.18 diatas, dari tabel tersebut

diketahui bahwa jarak antara lubang biopori terlalu dekat dan tidak sesuai dengan syarat

jarak biopori. Karena syarat jarak antara biopori tidak terpenuhi maka penggunaan

biopori tidak sesuai dengan kondisi kawasan kampus Kijang, Universitas Bina

Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, maka disarankan untuk menggunakan simulasi

lain seperti sumur resapan ataupun beton berpori.

Jumlah air yang terinfiltrasi pada lubang resapan biopori tergolong rendah karena

rata – rata infiltrasi pada biopori 19,74 mm/mnt sedangkan laju infiltrasi rata – rata tanpa

menggunakan biopori sebesar 6,918 mm/menit, dengan luas daerah tangkapan air lebih

besar dibanding dengan luas daerah tangkapan air tanpa penggunaan biopori. Seperti

yang telah dijelaskan diatas bahwa timbunan puing yang padat juga menjadi salah satu

penyebab rendahnya laju infiltrasi. Kecuali pada kawasan A dan D yang memiliki laju

infiltrasi sepuluh kali lebih besar dibanding dengan laju infiltrasi tanpa penggunaan

biopori hal ini disebakan karena kemungkinan besar timbunan puing dibawahnya tidak

Page 28: ANALISA DAN PEMBAHASAN - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-1-00601-sp bab 4.pdf · a. Analisa curah hujan b. Analisa frekuensi curah hujan c. Analisa intensitas curah

89

padat atau berongga sehingga laju infiltarasi pada lokasi tersebut tinggi berbeda dengan

laju infiltrasi pada kawasan penelitian lainnya.

Berdasarkan jumlah dan jarak biopori pada tabel 4.18. dapat disimpulkan bahwa

penggunaan biopori pada kampus Kijang, Universitas Bina Nusantara tidak sesuai hal

ini disebabkan karena jarak antar biopori tidak memenuhi persyaratan dengan jarak

minimal 50 cm dan tanah sekitar daerah penelitian merupakan tanah lanau. Oleh karena

itu penggunaan biopori di daerah sekitar kampus Kijang tidak disarankan.