Upload
imanharrio
View
98
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hukum pidana pembunuhan
Citation preview
Tugas UTS — Analisis Kasus Pidana “Pembunuhan” –
3 Votes
Kasus20/03/2010 00:46 | Buser File
Liputan6.com, Batam: Sebuah kotak kayu berisi jasad manusia ditemukan di kawasan Batam
Center, Kelurahan Baloi Permai, Batam Kota, Kepulauan Riau, 3 Maret silam. Penemuan ini dilaporkan
warga ke kantor kepolisian terdekat. Saat kotak yang panjangnya 1,5 meter dibuka, jasad laki-laki itu
berada dalam posisi telungkup dan tak bisa dikenali. Tim forensik Kepolsian Kota Besar Barelang dan
aparat Kepolisian Sektor Batam Kota menduga korban tewas akibat tindak kekerasan.
Menurut Kepala Forensik Poltabes dokter Novita, di bagian kepala korban ada beberapa bagian tulang
hilang. Selain itu,di dada juga terdapat irisan yang bentuknya persegi. “Di dalamnya kita tak temukan
sisa jaringan organ dalam,” kata Novita. “Di betis juga terdapat irisan.” Sehari kemudian, identitas
jenazah itu dikenali bernama Fahmi Iswandi (30).
Kasus ini terungkap setelah aparat Polsekta Batam Kota melakukan evakuasi. Saat itu, kepala Polsekta
Batam Kota, AKP Suka Irawanto, mencurigai seseorang yang berada di antara kerumunan warga yaitu
Harun.
Setelah ditangkap Harun mengakui telah membunuh teman sejak kecilnya,Fahmi, karena Fahmi
mengaku punya ilmu kebal. Nah untuk membuktikan kekebalan Fahmi, Harun melakukan uji coba
dengan memukul kepala Fahmi dengan martil. Pembunuhan dilakukan jam dua belas malam. Waktu
itu Harun membangunkan Fahmi yang sedang tidur dan mengajak Fahmi katanya untuk mengintip
orang yang sedang pacaran di semak-semak belakang tempat tinggal mereka, kawasan perumahan
liar depan SLTP 12, kawasan Legenda Malaka, Kota Batam. “Dia bangun dan ikut saya. Saat itu dia
cuma pake celana pendek, nggak pake baju”, ujar Harun.
Harun mengajak Fahmi ke semak-semak. Fahmi beberapa kali bertanya tentang posisi orang yang
sedang pacaran. Harun pura-pura mundur. Dengan posisi itu, Harun yang sebelumnya sudah
mempersiapkan martil, leluasa memukuli kepala Fahmi. “Dia langsung jatuh, sempat teriak sekali,
darahnya kena muka saya. Terus saya pergi cuci muka dulu”, ungkap Harun. Setelah cuci muka, Harun
kembali dan memukuli kepala Fahmi sebanyak tiga kali
Harun mengaku menghabisi nyawa korban, Oktober 2009 silam. Setelah membunuh, tersangka
kemudian mengambil organ tubuh bagian dalam Fahmi untuk dimakan. Selama beberapa bulan
hingga ditemukan 3 Maret 2010, pelaku menyimpan mayat korban.
Organ tubuh tersebut dimakannya setiap malam Jumat yang menurut Harun berguna untuk
meningkatkan ilmu kebal serta kesaktian. “Saya pukul pakai martil sekali, lalu saya sembunyi di
sumur, saya tunggu setengah jam dia diam saja, terus saya belah perutnya, dan saya ambil hati dan
jantung untuk saya makan” kata Harun.
Kepolisian Daerah Kepulauan Riau kemudian menghadirkan tenaga psikiater untuk memeriksa
kejiwaan Harun. Pada awalnya, polisi meragukan kejiwaan tersangka. Dari hasil pemeriksaan, Harun
memakan organ tubuh Fahmi dalam kondisi sehat alias normal. Atas perbuatannya itu, Harun dijerat
pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun.
Sementara jenazah Fahmi dimakamkan di kampung halamannya di Desa Pagerbarang, Tegal, Jawa
Tengah, 10 Maret lalu. Korban yang menyandang gelar sarjana muda kesehatan ini dikenal sebagai
pribadi yang baik serta supel kepada tetangga. Keluarga mengaku ikhlas dan berharap tersangka
mendapat hukuman yang setimpal.(BOG)
Sumber : Liputan6.com dengan penambahan dari indonesiaheadline.com dan klip21.com
Analisis Kasus1. Unsur – unsur
Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana tersebut adalah :
1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai
pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia. Menurut
doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya
Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan pengecualian
yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu :
1. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1) KUHP),
melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah (pasal 51 ayat (2) KUHP)
2. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa dalam arti
sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2) KUHP), dan perintah jabatan tidak
sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)
Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Harun, sebab dia merupakan pelaku
tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Fahmi, dan Harun tidak memenuhi
pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III KUHP tersebut
1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat tertentu
yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif)
Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk memukulkan martil ke kepala Harun
agar Harun mati sebab didorong oleh motif ingin mengetahui kebenaran pengakuan Harun yang
menyatakan dirinya memiliki ilmu kebal dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340
KUHP tentang pembunuhan berencana
1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan dengan
tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis terlebih dahulu lalu baru
diikuti dengan tindakannya.
Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun
dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku mempersiapkan alat yaitu martil terlebih dahulu yang
menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan kronologis
kejadian sejak korban dibangunkan dari tidur hingga korban dikelabui untuk mengikuti pelaku ke
semak-semak untuk kemudian dibunuh, merupakan kronologis yang terjadi akibat sebelumnya telah
dipikirkan terlebih dahulu
1. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP
“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-
undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”
Berdasarkan pasal tersebut, Tidak ada suatu tindak pidana yang dapat dipidana tanpa ada peraturan
tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut mengandung asas-asas
hukum pidana, yaitu :
1. Asas legalitas
Bahwa harus ada peraturan tertulis yang mengatur tindakan tersebut
1. Asas larangan berlaku surut
maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa terikat pada undang-undang
yang tidak diancam pidana walaupun kelak ditentukan sebagai tindak pidana sebab tidak ada undang
undang yang berlaku surut atau mundur waktunya.
1. Asas larangan analogi
Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak terdapat perumusannya
dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan pasal yang mirip dengan kejahatan itu
Berdasarkan kasus pembunuhan diatas, maka tersangka dapat dikenakan hukuman sebab telah ada
peraturan tertulis yang mengatur larangan pembunuhan sebelum tindak pidana dilakukan, yaitu pasal
340 KUHP tentang pembunuhan berencana
Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “
1. Berdasarkan tempus dan locus delicti
1. Tempus adalah waktu terjadinya tindak pidana. Tujuan ditentukannya tempus adalah agar
pada saat terjadinya tindak pidana dapat ditentukan:
Sudah ada atau belum peraturan yang mengaturnya (Pasal. 1 ayat (1) KUHP)
Apabila ada perubahan peraturan, UU mana yang berlaku (Pasal 1 ayat (2) KUHP)
Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Pasal 44 KUHP)
Sudah berumur 16 tahun atau belum (Pasal 45 KUHP)
Batas waktu pengajuan delik aduan (Pasal 74 KUHP)
Batas waktu menarik kembali aduan (Pasal 75 KUHP)
Daluarsa (Pasal 79 KUHP)
Cara menentukan tempus adalah :
1. Teori perbuatan materiil
Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan.
Berdasarkan kasus, maka yang ditentukan adalah waktu tindakan pembunuhan dilakukan, yaitu
Oktober 2009
1. Teori bekerjanya alat
Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus,
pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak
ditemukan waktu berdasarkan bekerjanya alat.
1. Teori munculnya akibat
Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang
muncul adalah matinya korban yaitu pada tanggal Oktober 2009
1. Teori gabungan
Merupakan gabungan tanggal dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada waktu yang
sama, yaitu Oktober 2009
1. Locus adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk menentukan :
Apakah hukum pidana Indonesia berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8 KUHP)
Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, terbagi atas :
~ Kompetensi absolut
Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili perkara tersebut. Dalam kasus adalah
pengadilan Umum
~ Kompetensi relatif
Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili perkara tersebut. Untuk lebih lengkapnya
penentuan pengadilan ini ditentukan dengan menggunakan teori locus.
Cara menentukan locus adalah :
1. Teori perbuatan materiil
Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil) dilakukan.
Berdasarkan kasus, maka yang lokasi terjadinya pembunuhan adalah di Kota Batam
1. Teori bekerjanya alat
Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus,
pembunuhan dilakukan dengan menggunakan martil, yaitu alat yang tidak bekerja, sehingga tidak
ditemukan lokasi berdasarkan bekerjanya alat.
1. Teori munculnya akibat
Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat yang
muncul adalah matinya korban yaitu di Kota Batam
1. Teori gabungan
Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada tempat yang
sama, yaitu di Kota Batam
1. Berdasarkan prinsip KUHP
1. Prinsip Teritorialitas berdasarkan Pasal 2 KUHP dan diperluas dengan Pasal 3 KUHP
Pasal 2 KUHP : “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia”
Menentukan wilayah dengan hubungannya dengan berlakunya aturan pidana dalam perundang-
undangan Indonesia terkait dengan batas-batas atau yuridiksi wilayah tindak pidana terjadi
Yang termasuk didalamnya adalah :
Wilayah Indonesia sebagai wilayah berlakunya hukum pidana Indonesia
Wilayah Indonesia sebagai pelaku tindak pidana terjadi
Wilayah Indonesia sebagai tempat tindak pidana terjadi
Kemudian mengenai perluasannya yaitu Pasal 3 KUHP
Pasal 3 KUHP: “Aturan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar
Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia
Dalam pasal ini yang dimaksud dengan wilayah Indonesia adalah :
Daratan (dari Sabang sampai Merauke)
Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia
Udara
Kapal laut berbendera Indonesia (Tidak harus milik Indonesia) yang termasuk didalamnya
adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia dimanapun
Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP
Berdasarkan Kasus, tindak pidana yang terjadi adalah di Kota Batam yang merupakan daratan
Indonesia sehingga memiliki syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga hukum pidana
Indonesia dapat diberlakukan
1. Prinsip Nasionalitas Aktif berdasarkan Pasal 5-7 KUHP
Berdasarkan asas bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur sendiri warga
negaranya. Ciri utamanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa mempersoalkan dimana orang
tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah Indonesia.
Pasal 5 ayat (1) Mengatur kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat presiden dan wakil
presiden dan tidak dipersoalkan apakah di negara berrsangkutan (luar negri itu) termasuk tindak
pidana atau tidak
Pasal 5 ayat (2) mengharuskan bahwa di negara tersebut (luar negri) harus merupakan tindak pidana
Pasal 6 mengatur bahwa tindak pidana mati tidak dapat dijatuhkan bila di Negara dimana tindakan
tersebut dilakukan tidak dipidana mati
Pasal 7 mengenai perluasan asas personalitas
Berdasarkan kasus, karena kasus yang terjadi adalah pembunuhan dan bukan termasuk dalam
kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, makasa prinsip ini tidak digunakan.
1. Prinsip Nasionalitas Pasif berdasarkan Pasal 4 KUHP
Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum negaranya atau
kepentingan nasionalnya. Dalam prinsip ini, yang diatur adalah kepentingan hukum suatu negara
dilanggar oleh seseorang yang berada di luar negaranya. Ciri utamanya adalah setiap orang di luar
Indonesia melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 4 KUHP tersebut
Berdasarkan kasus, karena pelaku berada dalam wilayah Indonesia sehingga prinsip nasionalitas pasif
tidak digunakan.
1. Prinsip Universalitas
Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia, seperti UU antiterorisme
Berdasarkan kasus, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan biasa yang sudah diatur dalam
pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan prinsip universalitas
1. Jenis-jenis delik
1. Delik Kejahatan
Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP
Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam buku II KUHP
tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik kejahatan
1. Delik Materil
Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan mempersoalkan
akibatnya.
Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah sudah
dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu hilangnya nyawa
seseorang.
1. Delik Komisionis
Adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam pidana
Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal 340 KUHP
tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini merupakan perbuatan
yang dilarang dilakukan
1. Delik dolus (sengaja)
Adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh
pemenuhan nafsu (motif).
Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya dengan
sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan korban tewas.
1. Delik Biasa
Adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena tertangkap
tangan
Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat dicabut
kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat menyelesaikan delik tersebut,
serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan / berdamai.
1. Delik dikualivisir
Adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana.
Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam delik yang
memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh adalah memakan
organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa pembunuhan dengan tujuan
memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam pemberatan pidana delik pembunuhan,
dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di
Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di
dalam KUHP).
1. Delik Selesai
Adalah delik tersebut sudah selesai ketika delik itu terjadi
Kasus pembunuhan tersebut, dilaksanakan seketika yaitu memukul dengan martil dan langsung
selesai, tidak berlangsung terus menerus
1. Delik Communa
Adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan
Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat dilakukan oleh
siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas seseorang tersebut
berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya) atau bukan
1. Delik Mandiri
Adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja
Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.
1. Delik tunggal
Adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari delik
berangkai)
Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang
1. Ajaran Kausalitas
Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis delik tertentu saja, yaitu :
1. Delik Materil
2. Delik Omisi tidak murni
3. Delik yang diperberat/dikualivisir
Kasus pembunuhan ini merupakan delik dikualivisir, sehingga dapat dirumuskan kausanya. Menurut
teori Von Buri (teori sama nilai atau ekuivalensi), semua faktor yang perlu atau turut serta
menyebabkan suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang menjadi
syarat mutlak terjadinya akibat, harus diberi nilai sama.
Berdasarkan teori tersebut, kausa yang menimbulkan akibat adalah :
1. Pengakuan korban bahwa ia memiliki ilmu kebal yang menyebabkan pelaku ingin mengujinya.
2. Korban mengikuti pelaku ke semak-semak belakang rumah
3. Dipukul menggunakan martil oleh pelaku
Teori Von Buri memerlukan suatu restriksi (pembatasan). Dari semua faktor yang bernilai sama,
diambil satu yang dianggap paling bernilai. Faktor paling bernilai itu diterima sebagai kausa. Teori
yang bermaksud menghapuskan kekurangan Von Buri dapat dibagi dalam dua golongan :
1. Teori yang mengindividualisasikan
Dari semua faktor yang oleh Von Buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang dianggap paling
berpengaruh atas terjadinya akibat atau terjadinya delik. Teori yang terkenal dalam golongan ini
adalah teori Birkmeyer. Berdasarkan teori Birkmeyer, kausa dalam kasus adalah dipukul menggunakan
martil oleh pelaku sebab faktor inilah yang paling besar pengaruhnya untuk mengakibatkan kematian.
1. Teori yang merata-samakan
Dari semua faktor yang oleh Von buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang menurut pengalaman,
boleh dianggap umumnya menjadi kausa. Teori yang menganut golongan ini adalah :
1. Teori Von Kries (subjective pragnose)
Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah faktor yang adequate (sesuai, seimbang) dengan
terjadinya akibat yang bersangkutan dan sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat delik bahwa
akan mengakibatkan delik.
Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah dipukul menggunakan martil oleh pelaku sebab pelaku
mengetahui bahwa pemukulan dengan martil dapat mengakibatkan matinya korban.
1. Teori Rumelin (objectivenachtraglicher pragnose)
Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah ditinjau dari sudut objektif (yaitu faktor yang setelah
terselesainya delik umum diterima), harus ada untuk terjadinya akibat perbuatan tersebut. Jadi yang
menjadi faktor adalah faktor yang kemudian, yang setelah terjadinya delik (akibat) yang
bersangkutan, setelah terselesainya delik, umum yang diterima sebagai faktor yang menyebabkan
terjadinya delik tersebut.
Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah pelaku ingin memiliki kekebalan dengan memakan organ
tubuh bagian dalam korban setiap malam jumat.
1. Melawan hukum
Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum, tidak sesuai dengan
hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif. Menurut KUHP, melawan hukum dikenal
dengan istilah secara tanpa hak, secara bertentangan dengan kewajibannya, serta bertentangan
dengan kewajiban orang lain menurut undang-undang, secara bertentangan dengan kewajiban umum.
Jika suatu perbuatan sudah memenuhi unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan
hukum
Aliran melawan hukum (onrechtmatigheid) adalah :
1. Aliran Formil
Melawan hukum itu sebagai konstitutif elemen tiap peristiwa pidana. Sehingga apabila suatu kelakuan
memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik kata melawan
hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan) dalam undang-undang,
maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana. Disebut melawan hukum positif tertulis
Berdasarkan kasus, yang dipergunakan adalah Pasal 340 KUHP :
“ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam,
karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “
Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang terdapat dalam pasal (dibuktikan dalam bagian
I), maka dinyatakan sah sebagai tindak pidana. Dalam pasal 340 KUHP tidak terdapat unsur melawan
hukum sehingga tidak perlu dibuktikan secara terperinci, namun dengan terpenuhinya semua unsur
dalam pasal, maka dapat perbuatan tersebut dikatakan “melawan hukum”
1. Aliran Materil
Melawan hukum sebagai suatu anisir yang tidak hanya melawan hukum tertulis, tetapi juga sebagai
suatu anisir yang melawan hukum yang tidak tertulis, yaitu yang melawan asas-asas hukum umum
Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku juga tidak dapat diterima oleh umum (hukum
tidak tertulis), sehingga terpenuhilah unsur melawan hukum.
1. Kesalahan dan pertanggungjawaban pidana
Terdapat adagium yang terkenal mengenai kesalahan yaitu “Geen straf zonder schuld” (tiada suatu
hukuman tanpa kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan). Kesalahan dalam arti luas
adalah dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian
1. Kesengajaan/Dolus
Adalah kehendak untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu (motif).
Untuk mewujudkan tindakannya, ada tiga tahapan yaitu adanya motif, adanya kehendak, dan adanya
tindakan.
Kesengajaan terbagi atas :
1. Kesengajaan dengan dasar mengetahui, termasuk delik formil
2. Kesengajaan dengan dasar menghendaki, termasuk delik materil
Kasus pembunuhan tersebut masuk kedalam kesengajaan dengan dasar menghendaki, sebab
menghendaki akibat yang terjadi dari tindakan membunuh tersebut, yaitu matinya korban.
Gradasi kesengajaan yaitu :
1. Kesengajaan dengan maksud, adalah terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu adalah
perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku
2. Kesengajaan dengan kesadaran tujuan yang pasti mengenai tujuan/keharusan/akibat
perbuatan
3. Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan (kesengajaan bersyarat)
Kasus pembunuhan tersebut termasuk dalam kesengajaan dengan maksud, karena terjadinya
tindakan yaitu pemukulan dengan martil, atau akibat tertentu yaitu kematian yang direncanakan oleh
pelaku guna dimakan organ tubuh bagian dalamnya untuk kekebalan, adalah perwujudan dari maksud
atau tujuan dan pengetahuan pelaku.
Pembagian dolus dihubungkan dengan sasaran, yaitu :
1. Dolus Determinatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk melakukan suatu tindakan yang
menimbulkan suatu akibat
2. Dolus Indeterminatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat pada
sembarang sasaran (tidak ditentukan)
3. Dolus Alternativus, kehendak berupa pilihan
4. Dolus Deneralus, sasaran jamak
5. Dolus Inderectus, akibat timbul sebenarnya bukan kehendak dan tujuan pelaku
6. Dolus Premiditatus, kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu
Kasus pembunuhan tersebut masuk pada Dolus determinatus sebab pelaku dengan kehendaknya dan
keinsyafannya melakukan pemukulan martil agar korban tewas.
1. Kealpaan/Culpa
Adalah kesalahan sebagai akibat kurang hati-hati atau tidak sengaja. Dalam kasus pembunuhan
tersebut telah dibuktikan bahwa kesalahan timbul akibat kesengajaan atau dolus, sehingga bukan
merupakan kealpaan atau culpa
1. Pogging
Adalah perluasan tindak pidana karena membahayakan suatu kepentingan meskipun tindakan
tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau dirumuskan
Dasar pogging dapat dipidana adalah Pasal 53 KUHP, dimana salah satu ayatnya berbunyi
Ayat (1) : Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya
pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri.
Maka dapat disimpulkan syarat-syarat poging sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah :
1. Niat
2. Permulaan pelaksanaan tindakan
3. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku
Untuk niat, terdapat dua teori mengenai niat yaitu :
1. Teori Percobaan Subjektif
Seseorang yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya dalam
tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian kepentingan hukum
sesuai dengan pasal yang dipidana.
1. Teori Percobaan Objektif
Bertolak pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu kepentingan hukum
yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda berpendapat bahwa KUHP menganut
teori objektif.
Berdasarkan kasus, tidak terjadi poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh unsur yang ada.
Seandainya pada saat pelaku hendak memukulkan martil ke kepala korban, ada warga sekitar yang
melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak selesainya delik bukan karena
kehendak pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP.