Upload
hartono-malon
View
535
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Alur Pada Cerpen “Ada Apa Dengan Tradisi?” karya Elbuyz
I. Latar belakang
Secara umum pengertian alur dalam cerpen atau dalam karya fiksi pada
umumnya adalah rangakaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita
(Aminuddin, 2011: 83). Istilah alur dalam konteks ini sama dengan istilah plot. Bagi
seorang pengarang alur bisa dikatakan sebagai kerangka yang menjadikannya landasan
untuk mengembangkan keseluruhan isi ceritanya, sedangkan dilihat dari sisi pembaca
pemahaman suatu alur merupakan modal utama untuk memahami keseluruhan isi cerita
secara kronologis dan jelas.
Pemahaman alur sangat penting karena dengan memahami alur suatu cerita
berarti memudahkan kita untuk memahami unsur-unsur lain yang ada dalam karya
sastra tersebut. Hal tersebut disebabkan karena tahapan alur dibentuk dari satuan-satuan
peristiwa yang membentuk rangkaian peristiwa atau sekuen, setiap peristiwa tentunya
dijalankan oleh unsur lain yang disebut tokoh atau karakter yang mempunyai
perwatakan tertentu dan setiap tokoh yang menjalankan peristiwa juga pastinya
memerlukan setting atau latar tertentu pula baik itu setting of place (latar tempat)
maupun setting of time (Latar waktu). Jadi bisa dikatakan seorang pembaca yang
memahami benar alur suatu cerita maka dia juga akan memahami tokoh, perwatakan,
dan latarnya.
Melalui tulisan ini penulis mencoba mengambil salah satu cerpen karangan
Elbuys berjudul Ada Apa Dengan Tradisi?. Penulis akan mencoba menganalisis alur
dari cerpen tersebut dengan cara menelaah melalui teori sekuen. Seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa sekuen adalah rangkaian peristiwa. Sekuen dibedakan atas
kernels /peristiwa fungsional/fungsi cardinal (tindakan yang membuka tindakan yang
lainnya) dan satellites/peristiwa kaitan/ fungsi katalisator (tindakan yang tidak
membuka tindakan yang lainnya). Sebuah sekuen ditntukan dengan kriteria:
a. Menghimpun suatu tempat atau (kurun) waktu yang jelas (merefleksikan
kejadian pada suatu tempat dan waktu yang jelas, atau
b. Gabungan dari tempat dan atau waktu yang tercakup dalam satu tahapan
(misalnya satu periode kehidupan seorang tokoh), atau
c. Berupa serangkaian bukti-bukti yang mendukung satu gagasan.
Masing masing sekuen bisa menjadi elemen dari sekuen yang lebih besar sehingga
seluruh teks membentuk suatu sekuen maksimal. Kemudian hubungan antara satu
sekuen dengan sekuen lainnya dapat berupa hunbungan sebab – akibat atau hubungan
urutan kejadian.
Analisis Alur Pada Cerpen “Ada Apa Dengan Tradisi?”
1. Acara ngerujaki putri Kiyai Mansyur (acara selamatan tujuh bulanan seorang
bayi dalam kandungan).
A. Semua berkumpul di rumah Kiyai Mansyur dalam rangka acara ngrujaki
a. Mendendangkan syair Hujan Rejeki, “Bitawur. Selamet dawa umur.
Umure pirang taun. Nyai-nyai dawa umur”. Syair sederhana yang
bernuansa pengharapan rejeki, bernuansa doa dan tradisi.
b. Putri kiyai Mansyur telah usai dimandikan dengan air bunga dari tujuh
sumur pilhan dengan dicampuri Bungan tujuh rupa.
c. Tuan rumah menyebar uang logam sehingga orang-orang berebutan
dengan meriah sambil diiringi lantunan syair salawat dari ibu-ibu yang
berada di dalam rumah.
B. Hari menjelang siang ketika azan Jumat mulai berkumandang
2. Suasana ketika Kiai Mansyur dan anak lelakinya yang masih kecil di masjid
untuk shalat jumat.
A. Kiai Mansur duduk di dekat kolam masjid atas permintaan Ihsan anaknya
walaupun awalnya dia menolak
B. Azan kedua berkumandang dan sang khatib memulai khutbah jumat.
C. Shalat Jumat berjamaah di mulai
a. Para anak kecil, gadis, dan Ibu mengelilingi kolam bersiap untuk
pengambilan air , dan mandi
b. Sang Imam membaca ayat suci sampai ayat terakhir, serentak para
jama’ah mengucapkan”Aamiiiiiin.”
c. Semua orang yang berkumpul di keliling kolam serentak ikut mandi
dengan suara yang cukup gaduh, tradisi mandi ini mereka sebut dengan
“mandi Jumat”.
d. Setelah mandi tidak lupa mereka juga mengambil bekas air wudu untuk
pencarian berkah dengan kegunaan yang bermacam-macam.
D. Selesai shalat Kiai Mansur menegur anaknnya yang tertawa –tawa ketika
melihat teman SDnya juga ikut“Mandi Jumat”ketika waktu shalat.
E. Kiai Mansur mulai tidak setuju lagi dengan kegiatan mandi jumat karena
dianggap mengganggu kekhusukan shalat.
3. Kiai Mansur mengutarakan ketidaksetujuannya lagi dengan tradisi mandi jumat
kepada istrinya.
A. Kiai Mansur menceritakan kebiasaannya waktu kecil.
a. Kiai Mansur kecil paling suka bila mendapatkan air dari kolam masjid
yang suka dibawakan oleh kakaknya.
b. Kepercayaan orang tua bahwa bila minum air itu akan menjadi orang
yang pinter dan padang atine.
B. Istri Kiai Mansur mencoba mencegah keinginan suaminya untuk
menghilangkan tradisi mandi jumat.
a. Istri Kiai Mansur mengingatkan bagaimana suaminnya dulu pernah
menangis gara-gara tidak seorangpun yang mengambilkan air jumat itu.
b. Kiai Mansur tetap tidak bergeming dengan pendiriannya karena
menurutnya itu bukan masalah kenangan dahulu akan tetapi perlu adanya
perbaikan tentang tradisi.
c. Kiai Mansur bersikeras untuk membicarakan lagi masalah tradisi mandi
jumat dengan tokoh masyarakat yang lainnya.
4. Kiai Mansyur sudah berada di masjid lagi untuk melaksanakan shalat dan
membahas masalah tradisi mandi jumat.
A. Azan ashar berkumandang
B. Terdengar tembang pujian ketuhanan untuk menunggu para jamaah datang
C. Kiai Umar melakukan shalat sunat dengan khusyu
D. Shalat Ashar berjamaah
E. Selasai shalat ashar Kiai Mansyur mulai berbicara secara santai dengan Kiai
Umar.
a. Kiai Mansyur mulai mengutarakan usulnya untuk menghilangkan atau
memperbaiki tradisi mandi jumat.
b. Kiai Umar mengisaratkan ketidaksetujuannya atas usul Kiai Mansyur
tersebut dengan alasan akan mengakibatkan kebencian terhadap masjid
bahkan pada agama.
c. Kiai Umar menceritakan bahwa tradisi mandi jumat memang dahulunya
tidak ada. Dulunya hanya sekedar pengambilan air tepat di Hari Jumat
karena bekas air wudu bekas orang saleh dianggap banyak manfaatnya
kemudian kini berkembang bukan hanya pengambilan air wudu tapi juga
melakukan mandi, tepat di saat “amin” dari para jamaah diucapkan.
d. Kiai Mansyur membenarkan cerita Kiai Umar tetapi dia masih
berpendapat bahwa tradisi tersebut mengganggu orang shalat. Dia
memberikan bukti ketika anaknya tertawa-tawa dan melalaikan shalatnya
ketika melihat tradisi tersebut.
e. Karena pembicaraan mereka terlihat menemui jalan buntu akhirnya Kiai
Umar mengusulkan untuk memanggil tokoh-tokoh lain.
F. Kiai Umar menyuruh penjaga masjid untuk memanggil Pak Nasir, Pak
Haris, dan Pak Lukman*.
* Dalam cerpen aslinya tertulis “Pak Syifa” kemudian penulis ganti dengan “Pak Lukman” karena pada alur selanjutnya tokoh Pak Syifa tidak ada yang kemudian muncul adalah Pak Lukman maka penulis beranggapan ada kesalahan yang tidak disengaja pengarang atas penulisan tokoh tersebut.
G. Satu persatu yang dipanggilpun datang sehingga mereka jadi berlima duduk
bersama untuk membahas masalah tradisi mandi jumat.
a. Kiai Haris yang merupakan ahli kebatinan mendukung opini bahwa
tradisi mandi jumat mengganggu kegiatan shalat.
b. Kiai Lukman menyatakan ketidaksetujuannya atas pembahasan mandi
jumat karena dianggap tidak penting.
c. Kiai Nasir yang ahli ilmu falak lebih demokrat, dia mengusulkan jalan
tengah agar tradisi mandi jumat tetap ada dan shalat tidak terganggu
maka perlu ada perubahan waktu saja dalam tradisi mandi jumat agar
tidak bersamaan dengan waktu shalat, walaupun akhirnya dia juga ragu-
ragu atas pendapatnya sendiri tersebut.
5. Pendapat Kiai Umar yang seakan menjadi kesimpulan atau kesepakatan
mengenai tradisi Mandi Jumat.
A. Tradisi mandi jumat dan tradisi lain merupakan pengetahuan bagi generasi
penerus.
B. Biarlah generasi penerus diperkenalkan pada suatu tradisi bangsa sehingga
nantinya sanggup membentuk suatu tradisi yang membumi, sakral, dan
menjadi suatu kekayaan bangsa.
C. Tradisi lama sebagai sejarah untuk dasar melangkah. Sehingga tradisi lama
yang bercirikan kebangsaan sanggup masuk pada tradisi baru yang tercipta
dari akal budi pemuda penerus bangsa.
II. Bagan Alur cerpen
1
2
5
4
1A 1B
2A 2B 2C
2D
2E
3A3B
4A 4B 4C 4C
3
3B
III. Analisis Cerpen
Indonesia adalah Negara yang sangat beranekaragam kekayaannya.
Kekayaan tersebut bisa berupa kekayaan yang berupa material dan non-material. Salah
satu kekayaan non-material yaitu kekayaan yang berupa kebudayaan dan nilai-nilai
kearifan local. Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki ciri khas kebudayaannya
masing-masing yang tercermin dari adat istiadat dan keseharian masyarakat pemilik
kebudayaan tersebut; sebagian lagi terekam dalam bentuk tulisan-tulisan yang berupa
naskah-naskah. Salah satu kekayaan tradisi kebudayaan yang ada di Indonesia adalah
tradisi “mandi jumat” yang ada di wilayah Cirebon. Tradisi tersebut dituangkan oleh
Elbuyz dalam sebuah cerpen berjudul “Ada Apa Dengan Tradisi?”. Kalau dianalisa dari
sudut pandang sosiologi sastra sangatlah menarik karena isi dari cerpen “Ada Apa
Dengan Tradisi?” karya Elbuyz tersebut mencerminkan realitas sosial yang terjadi di
dalam masyarakat Indonesia khususnya di daerah Cirebon di mana terjadi pertentangan
antara tradisi yang sudah berjalan turun temurun dengan keadaan masyarakat yang terus
berkembang.
Pertentangan tersebut bisa dijelaskan latar belakangnya yaitu ketika
Islam masuk ke Indonesia, terjadi sebuah akulturasi ajaran islam dengan budaya local
khususnya di Cirebon. Agama Islam adalah agama samawi yang diyakini berasal dari
Allah Swt, sedangkan budaya Cirebon merupakan hasil dari kreatifitas, adat, dan
kebiasaan masyarakat local dalam menjalani hidup. Jadi ketika terjadi akulturasi antara
ajaran Islam dan budaya Cirebon maka akan lahirlah sebuah ritual keagamaan dalam
bingkai budaya local. Ajaran Islam di masyarakat Cirebon telah bermetamorfosa ke
dalam pelbagai macam bentuk ritual keagamaan akibat dari kreasi dan reaksi
penyebaran agama islam dan keteguhan masyarakat Cirebon dalam memegang teguh
kearifan local tersebut. Berbagai bentuk ritual keagamaan tersebut dipandang dengan
dua cara. Yang pertama dipandang sebagai hal yang positif selama ritual keagamaan
tersebut masih selaras dengan ajaran islam dan tidak keluar dari bingkai aqidah Islam.
Yang kedua dipandang sebagai hal negative karena dianggap sesuatu yang baru dan
merusak kemurnian ajaran Islam yang semestinya.
Terkait dengan polemic di atas, penulis tidak akan membela salah satu
pihak karena penulis di sini berdiri di ranah akademis yang mencoba memposisikan diri
sebagai pengamat dan penelaah. Berkaitan dengan cerpen “Ada Apa dengan Tradisi?”
maka penulis mencoba menelaah cerpen tersebut dalam konteks wacana yang terping
girkan menurut konsep Foucault. Menurut Foucault melalui Eriyanto, dalam masyarakat
biasanya terdapat berbagai macam wacana yang berbeda satu sama lain, namun
kekuasaan memilih dan mendukung wacana tertentu sehingga wacana tersebut menjadi
dominan, sedangkan wacana lainnya akan “terpinggirkan” (marginalized) atau
“terpendam” (submerged) (2011: 77).
Kalau dihubungkan dengan konsep Foucault di atas maka cerpen “Ada
Apa dengan tradisi” karya Elbuyz ada sebuah wacana yang ingin dimunculkan di sana
yaitu sebuah tradisi daerah. Melalui cerpen tersebut seolah-olah pengarang ingin
mengangkat dan mengenalkan kembali kepada pembaca bahwa tradisi daerah masih
ada dan perlu diperhatikan lagi. Dari awal alur pengarang mulai mengenalkan tradisi
ngrujaki yaitu acara selamatan tujuh bulanan seorang bayi dalam kandungan dengan
segala prosesi dan perlengkapan yang harus disediakan. Kemudian alur berikutnya
didominasi oleh cerita mengenai ketidak setujuan Kiyai Mansur dengan tradisi jumat
yang dibicarakan dengan empat tokoh masyarakat lainnya yang pada akhirnya
keputusannya bahwa tradisi mandi jumat dan tradisi lainnya jangan sampai
dihilangkan begitu saja karena tradisi tersebut merupakan sebuah warisan yang perlu
diperkenalkan juga ke generasi berikutnya untuk Tradisi mandi jumat dan tradisi lain
merupakan pengetahuan bagi generasi penerus sehingga nantinya sanggup membentuk
suatu tradisi yang membumi, sakral, dan menjadi suatu kekayaan bangsa. Selain itu
tradisi lama juga merupakan sejarah untuk dasar melangkah. Sehingga tradisi lama
yang bercirikan kebangsaan sanggup masuk pada tradisi baru yang tercipta dari akal
budi pemuda penerus bangsa.
Dalam cerpen tersebut juga disinggung mengenai pemerintah. Dalam
cerpen disebutkan bahwa ada atau tidak adanya tradisi mandi jumat tidak dilihat oleh
pemerintah. Menurut penulis itu merupakan kritik dari pengarang cerpen terhadap
keberadaan pemerintah yang selama ini cenderung kurang memperhatikan keberadaan
tradisi-tradisi daerah di Indonesia dalam hal ini diwakili oleh tradisi mandi jumat.
Pengarang ingin membuat sebuah wacana tandingan mengenai tradisi daerah yang
cenderung terpinggirkan oleh hingar bingarnya budaya asing yang terus mendera
bangsa kita, bahkan pemerintah sendiri nampaknya juga cenderung tidak
memperhatikan akan tradisi bangsanya sendiri, tetapi anehnya jika tradisi budaya kita
dicuri oleh bangsa lain pemerintah seperti kebakaran jenggot. Melalui cerpen tersebut
pengarang ingin memunculkan wacana betapa kayanya bangsa kita akan tradisi-tradisi
yang sarat akan makna dan pelajaran yang mengandung nilai budaya yang luhur yang
perlu diperhatikan untuk menjadi pelajaran berharga bagi generasi muda bukan budaya
asing yang cenderung mengarah ke hedonism dan materialsme semata.
Daftar Pustaka
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Eriyanto. 2011. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media.Yogyakarta: LKiS
Printing Cemerlang