Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH
(PAD) DI KABUPATEN NAGAN RAYA
SKRIPSI
OLEH :
DEDE INDRA
NIM. 07C20101009
Program Studi Ekonomi dan Pembangunan
Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2015
iii
ABSTRAK
Dede Indra. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kontribusi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.
Dibawah Bimbingan Alisman dan Herman Syahputra.
Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak)
untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas
kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor, semua kendaraan beroda
beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan gerakkan oleh
peralatan teknik. Rumusan masalah itu adalah 1). Seberapa besar kontribusi Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Nagan Raya.. 2). Apa saja hambatan dan kesulitan di lapangan dalam proses
pengutipan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kabupaten Nagan Raya. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah
data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang telah diolah, baik dalam
bentuk angka ataupun dalam bentuk uraian. Dalam penelitian ini data sekunder yang
diambil literature yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, majalah,
artikel, waktu/periode petunjuk teknis dan lain–lain yang memiliki relevansi dengan
masalah yang diteliti. Hasil penelitian meunjukkan Kontribusi Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) terhadap Pendapatan Asli Daerah terendah pada tahun 2012 sebesar
1.69 % termasuk dalam kategori sangat kurang atau rendah. Dengan demikian
sumbangan atau manfaat yang diberikan oleh penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Tahun 2008-2012 masih rendah. Akan
tetapi Pendapatan Asli Daerah tidak hanya dipengaruhi oleh penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) saja, karena masih terdapat penerimaan pendapatan
lainnya yang dapat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kata kunci : Analisis, Kontribusi, Kendaraan Bermotor, Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik
sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (1). Pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional menggariskan bahwa tujuan pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur merata
baik materil dan spirituil berdasarkan UUD 1945, dalam wadah negara kesatuan
Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, dan dinamis dalam lingkungan
pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut negara memerlukan sumber dana yang
cukup besar, sumber dana tersebut memegang peranan penting guna mendukung
kelangsungan pemerintahan dan masyarakat itu sendiri. Sumber dana tersebut dapat
diperoleh melalui peran serta masyarakat secara bersama dalam berbagai bentuk,
salah satu diantaranya adalah pajak. Sebagai negara hukum segala sesuatu tentang
pajak telah ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 23 A yang berbunyi : “ Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang”.
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan), yang terhutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
Besarnya peran yang diberikan oleh pajak sebagai sumber dana dalam
pembangunan nasional, maka tentunya perlu lebih digali lagi potensi pajak yang ada
dalam masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi perekonomian serta
perkembangan bangsa ini. Salah satu sumber potensi pajak yang patut digali sesuai
dengan situasi dan kondisi perekonomian serta perkembangan pembangunan bangsa
sekarang ini adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Pajak Kendaraan Bermotor
mempunyai peran penting dalam memberikan kontribusi pada perolehan Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Peningkatan PAD diupayakan melalui pemberdayaan segenap
potensi yang dimiliki daerah.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah proporsi anggaran belanja yang
memperhatikan juga peningkatan pelayanan pada sektor publik. Melihat
perkembangan yang terjadi terhadap potensi pendapatan melalui pajak terutama di
Kabupaten Nagan Raya, dari perbandingan perolehan daerah melalui pajak, Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) memiliki persentase sekitar 70 % dari seluruh pajak
yang ada. Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ini didukung oleh adanya
upaya pajak, efektivitas dan efisiensi yang dilakukan oleh Dinas Pengelolahan
Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Nagan Raya dalam
hal ini yang tercakup dalam wilayah kerja Kabupaten Nagan Raya.
Data yang diperoleh dari Dinas Pengelolahan Pendapatan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Nagan Raya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Aceh No.3 Tahun 2001 Tentang Pajak
Daerah, salah satu diantaranya adalah tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Dari hasil sementara, pencapaian pendapatan daerah serta realisasi anggaran
belanja selama lima tahun (2008-2012) pada Dinas Pengelolahan Pendapatan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Nagan Raya, tiap tahunnya
mengalami peningkatan yang signifikan melalui upaya efektivitas dan efisiensi Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB). Pendapatan yang diperoleh pada Dinas Pengelolahan
Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Nagan Raya melalui
kontribusi terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan
gambaran adanya peningkatan kesejahteraan pada masyarakat. Dalarn pelaksanaan
upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penggalian pajak dengan
memberdayakan potensi pajak, dalam hal ini Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), agar
lebih diarahkan pada kegiatan perencanaan dan penyusunan kegiatan. Hal ini
dilakukan dalam rangka pengoptimalisasian dan penyesuain antara pendapatan yang
diterima dengan pengeluaran daerah. Penerimaan pendapatan yang diperoleh Dinas
Pengelolahan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Nagan
Raya, memberikan prospek yang bisa diharapkan dalam meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terutama perolehan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Pajak daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Tabel 1
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Nagan raya
Tahun 2008-2012
Tahu
n
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Realisasi
penerimaan
Persen
tase
(%)
2008 40,423,494,271
1. Hasil Pajak Daerah 4,187,599,822 104.19
2. Hasil Retribusi Daerah 6,286,372,001 91.23
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
1,606,020,789 77.40
4. Lain-Lain Pendapatan Aset daerah 28,343,501,658 189.44
2009 27,874,493,673
1. Hasil Pajak Daerah 4,276,502,262 94.23
2. Hasil Retribusi Daerah 5,990,145,924 75.91
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
1,658,387,037 71.02
4. Lain-Lain Pendapatan Aset daerah
11,584,981,880 128,09
2010 24,272,574,383
1. Hasil Pajak Daerah 4,870,897,008 105.77
2. Hasil Retribusi Daerah 5,977,950,136 72.77
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
2,993,230,076 100.00
4. Lain-Lain Pendapatan Aset daerah
5,040,878,010 66.42
2011 21,042,866,954
1. Hasil Pajak Daerah 5,860,183,148 51.00
2. Hasil Retribusi Daerah 5,364,089,688 71.82
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
2,216,828,812 70.87
4. Lain-Lain Pendapatan Aset daerah
2,186,838,368 49.36
2012 24,727,256,869
1. Hasil Pajak Daerah 6,087,693,450 87.54
2. Hasil Retribusi Daerah 7,243,203,111 38,06
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
2,522,369,293 100.00
4. Lain-Lain Pendapatan Aset daerah
1,988,340,235 88.15
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Nagan Raya
Pajak daerah berdasarkan Undang-Undang Nomur 28 Tahun 2009 adalah
kontribusi wajib kepada daearah yang tertang boleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Retribusi daerah atau retribusi berdasarkan Undang-Undang
Nomur 28 Tahun 2009 adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah
untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Disisi lain masyarakat sebagai pihak
yang diberi perlindungan memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam menjalankan
fungsinya yang bias ditujukan melalui keikut sertaanya dalam pembiayaan Negara.
Perkembangan dari tahun ke tahun memberikan indikasi pada perspektif
pandapatan Kabupaten Nagan Raya yang cukup potensial dan prospektif. Melihat
kondisi ini penting sekali dilakukan terus-menerus upaya pajak, pemantapan
efektivitas pajak serta pemanfaatan pajak secara efisien dengan harapan dapat
memperoleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup tinggi . Dengan penerimaan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam
rangka pembangunan khususnya di daerah sebagai upaya peningkatan pelayanan
pada masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi
dengan judul : “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kontribusi Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kabupaten Nagan Raya”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.
2. Apa saja hambatan dan kesulitan di lapangan dalam proses pengutipan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) di Kabupaten Nagan Raya.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui Seberapa besar kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Nagan Raya.
2. Mengetahui Apa saja hambatan dan kesulitan di lapangan dalam proses
pengutipan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kabupaten Nagan Raya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis berguna bagi pengembangan ilmu ekonomi yang berkaitan
dengan pemahaman tentang pajak khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah untuk
berperan aktif dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber
dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan sebagai bahan rujukan bagi peneliti atau
pihak-pihak yang ingin mengkaji tentang pajak khususnya Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB).
1.5 Sistematika Penelitian
I Pendahuluan
Dalam bab ini penulisan skripsi akan menjelaskan permasalahan sehingga
menjadi pilihan dalam penyusunan tugas akhir, selanjutnya merumuskan masalah
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan Sistematika Penulisan.
II Tinjauan Pustaka
Menguraikan tentang Landasan teoritis sebagai instrument untuk
menganalisis permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini.
III Metode Penelitian
Menjelaskan Populasi Dan Sampel, Data Penelitian, Model Analisis Data,
Definisi Operasional Variabel, dan Pengujian Hipotesis.
IV Hasil Penelitian dan pembahasan
Menjelaskan tentang Statistik Deskriptif Variabel Penelitian, Hasil Pengujian
Asumsi Klasik, Hasil Pengujian Hipotesis, dan Pembahasan Hasil Penelitian.
V Simpulan dan Saran
Dalam Bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dan saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pajak
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-
menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut
perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk
mewujudkan kemandirian suatu bangsa/ negara dalam pembiayaan pembangunan
dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam berupa pajak.
Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur, material, dan spiritual berdasarkan pancasila, di dalam
wadah negara kesatuan republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu,
dalam suasana perikehidupan bangsa yang damai, tentram, tertib, dan dinamis, serta
dalam lingkungan pergaulan hidup dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan
damai. Sementara, yang menjadi hakikat pembangunan nasional Indonesia ialah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia.
Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan
masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan
kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan, yaitu
dengan cara menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak.
2.1.1 Pengertian Pajak dan Prinsip-Prinsip Perpajakan
Pajak adalah iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat
(wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan
tanpa balas jasa yang dapat ditunjuk secara langsung. Pajak digunakan untuk
pembiayaan pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama.
Menurut Adriani (2003, h.147) Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat
dipaksakan, yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan
derngan tidak mendapat imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara langsung.
Menurut Rachmat Sumitro (2005, h.46) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah berdasarkan
Undang-Undang) dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum.
Menurut Smeets (2004, h.61) Pajak adalah Prestasi pemerintah yang terutang
melalui norma-norma sumum, dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontra prestasi
yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai
pengeluaran pengeluaran pemerintah.
Unsur- unsur pokok dalam defenisi pajak adalah:
a. Iuran / pungutan
b. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
c. Pajak dapat dipaksakan
d. Tidak menerima kontra prestasi
e. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
Dari pengertian-pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
yang melekat pada pengertian pajak, yaitu:
a. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang serta pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
individual pemerintah
c. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai.
e. Pajak nasib rakyat banyak. Oleh karena itu menurut pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang dasar 1945 Segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan Undang-undang.
Menurut Rachmat (2005, h.341) Undang-Undang pajak adalah produk hukum
dan oleh karena itu harus tunduk pada norma-norma hukum, baik mengenai
pembuatnya, pelaksanaanya, maupun mengenai materinya.
Ada dua prinsip yang lazim digunakan dalam prinsip perpajakan di Indonesia
khususnya yaitu:
a. Prinsip keuntungan, yaitu menyatakan bahwa individu harus dibebani pajak
dengan proporsi untuk keuntungan yang mereka dapatkan dari program-
program pemerintah. Sama seperti orang membayar uang secara pribadi
dalam proporsi untuk konsumsi mereka atau roti pribadi, pajak seseorang
harus berkaitan dengan pemakaian mereka atau barang-barang kolektif.
b. Prinsip kemampuan untuk membayar, yang menyatakan bahwa jumlah pajak
yang harus dibayar oleh seseorang harus berkaitan dengan pendapatan atau
kesehatan, semakin tinggi pula pajaknya. Biasanya sistem pajak yang diatur
dengan prinsip kemampuan membayar juga bersifat redistributive yang
berarti bahwa mereka mendapatkan dana dari orang-orang dengan pendapatan
yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi kelompok-
kelompok yang lebih miskin (Samuel Nordhaus 2003, h,392)
2.1.2 Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan Negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan.
Pajak yang dipungut oleh pemerintah mempunyai fungsi sebagai :
a. Fungsi Budgetaire (Anggaran)
Pajak merupakan suatu alat (sumber) untuk memasukan uang ke kas negara
sebanyak-banyaknya yang nantinya akan dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran rutin negara.
Contoh Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negara.
b. Fungsi Regulerend (Mengatur)
Pajak adalah suatu alat untusk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya
mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya yang
sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pajak sebagai
alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi dalam menyelenggarakan politiknya dalam segala bidang.
Bahkan pada negara modern fungsi mengatur justru menjadi tujuan politik dari pajak
Contoh Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif (Adriani, h,187)
2.1.3 Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 23 A Undang-undang
Dasar yang berbunyi Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Berdasarkan ketentuan tersebut
maka pemungutan terhadap segala jenis pajak harus didasarkan pada Undang-
Undang. Yang berhak memungut pajak adalah pemerintah sebagai Fiskus (pemungut
pajak). Pajak merupakan peralihan kekayaan dari masyarakat ke pemerintah untuk
membiayai pengeluaran negara dengan tidak mendapatkan kontrak prestasi yang
langsung tetapi bukan berarti pemerintah yang menentukan tarif secara sembarangan
karena menurut Undang-Undang Dasar 1945. Pembuatan Undang-undang Dasar
1945, Pembuatan Undang-Undang dilakukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) secara bersama-sama. Sedangkan Pengaturan pajak berdasarkan
Undang-Undang berarti mengenai masalah tarif besarnya Pajak sudah merupakan
kesepakatan antara presiden ( pemerintah) dan DPR.
Salah satu, aspek yang penting dalam hukum perpajakan adalah wewenang
fiskus (petugas pemungut pajak) dalam memungut pajaknya dari masyarakat. yang
diutamakan dalam pemungutan pajak adalah unsur keadilan sebab apabila keadaan
tidak tercapai dalam pemungutan pajak, maka dapat menimbulkan pengaruh yang
sangat negatif dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat juga disebut sebagai asas-
asas pajak atau asas dalam pengenaan pajak. Menurut Santoso (2002, h, 671) Dalam
pemungutan pajak haruslah diperhatikan azas-azasnya, yaitu;
a. Falsafah Hukum
Meninjau Pemungutan Pajak dari sudut falsafahnya, sehingga pajak itu
menjadi adil
b. Yuridis
Pemungutan pajak harus berdasarkan peraturan atau Undang-Undang yang
berdasarkan kepastian hukum.
c. Ekonomis
Pemungutan pajak jangan sampai menunggu kehidupan ekonomis dari Wajib
Pajak. Jadi jangan sampai akibat adanya pemungutan pajak terhadap seseorang maka
orang tersebut melarat, yang dikenakan pajak adalah pendapatan bukan modal.
d. Finansial
Finansial adalah Pemungutan pajak disesuaikan dengan fungsinya, yaitu
fungsi untuk obligasi kas negara.
2.2 Tinjauan Pajak Berbagai Aspek
Masalah perpajakan tidaklah sederhana hanya dengan menyerahkan sebagian
penghasilan kepada negara, tetapi harus ditinjau dari berbagai aspek :
a. Aspek Ekonomi
Dari sudut pandang ekonomi pajak merupakan penerimaan Negara yang
digunakan untuk mengarahjkan kehidupan masyarakat menuju sejahtera. Dalam
kehidupan ekonomi, sebagian besar kegiatan ekonomi dilakukan melalui mekanisme
pasar bebas, mekanisme ini tidak akan berjalan lancar apabila tidak didukung oleh
pemerintah dalam menunjang sarana dan prasarana, untuk itu pemerintah
memerlukan pajak dari masyarakat. Pelayanan yang diberikan pemerintah
merupakan suatu kepentingan umum untuk kepuasan bersama, sehingga pajak yang
mengalir dari masyarakat nantinya akan kembali ke masyarakat pula. Hal ini erat
kaitannya dengan kebijakan ekonomi yang mengarah pada dukungan pemenuhan
kenaikan pendapatan masyarakat melalui distribusi pendapatan.
Hubungan antara aspek ekonomi dengan pajak adalah dengan adanya pajak
maka pemerintah dapat membangun prasarana ekonomi yang nantinya erat kaitannya
dengan pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, negara tidak
dapat meningkatkan kesejahteraan warganya. Demikian pula, tanpa adanya
kesadaran membayar pajak oleh warga maka pemerintah tidak mampu untuk
meningkatkan prasarana ekonomi.
b. Aspek Hukum
Dasar yang digunakan pemerintah dalam memngatur masalah keuangan
negara adalah Pasal 23A Amandemen UUD 1945 termasuk didalamnya pajak dan
pungutan lainnya yang bersifat memaksa untuk keperluan negara yang diatur dalam
Undang-Undang.
c. Aspek Keuangan
Pajak dipandang penting sebagai penerimaan negara, sehingga kondisi
keuangan negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan berupa minyak dan gas
akan tetapi menjadikan pajak sebagai salah satu dari penerimaan utama negara. Alat
ukur yang digunakan sebagai indikator efektif dan produktifnya pemungutan pajak
yaitu dalam fungsinya pengumpulan penerimaan negara berupa pajak. Kecendrungan
umum dengan semakin maju suatu sistem pajak suatu negara, akan semakin tinggi
tax ratio. Tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak dan jumlah Produk
Domestik Bruto (PDB).
d. Aspek Sosiologi
Pajak pada aspek sosiologis ditinjau dari segi masyarakat yaitu menyangkut
akibat-dampak terhadap masyarakat atas pungutan hasil yang diserahkan kepada
negara. Jelaslah bahwa pajak sebagai sumber penerimaan negara yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan ekonomi, sehingga nantinya
akan memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara merata.
Dari beberapa pengertian pajak, tersimpul ciri-ciri yang melekat pada
pengertian pajak yaitu :
a. Pajak dipungut berdasarkan dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya.
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah).
d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah, yang bila dari
pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai
public investment.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur
(Waluyo 2007, h.8)
2.3 Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat dan pungutannya
2.3.1 Menurut Golongan
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang dikenakan secara periodik atau berulang-
ulang yang mempunyai daftar dan pembayarannya tidak dapat dilimpahkan
pada orang lain. Contohnya pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang dikenakan secara insidental yaitu pada
saat terpenuhinya keadaan, perbuatan dan peristiwa yang ditentukan dalam
Undang-Undang pajak, tidak mempunyai daftar dan jumlahnya dapat
dilimpahkan pada orang lain. Contoh Bea materai, Bea Lelang, Pajak
Pertambangan Nilai, Bea Balik Nama, dan sebagainya.
2.3.2 Menurut sifat
a. Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkat atau berdasarkan pada
subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh
:Pajak penghasilan
b. Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkat pada obyeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh Pajak Pertambangan Nilai
2.3.3 Menurut Lembaga pemungutan
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut Oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh pajak penghasilan, Pajak
Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.
b. Pajak daerah, Yaitu Pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, yang terdiri dari Pajak
Propinsi, contoh Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor dan Pajak Kabupaten/kota, contoh Pajak Hotel dan Restoran
(pengganti pajak Pembangunan), Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
Penerangan Jalan dan Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Pengertian Pajak menurut Feldmann dalam buku De Over heidsmiddelen Van
Indonesia (terjemahan) Pajak adalah presentasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum) tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.
Pengertian pajak menurut Soeparman dari disertasinya yang berjudul Pajak
Bardasarkan Azas Gotong Royong, menyatakan Pajak adalah iuran wajib berupa
uang atau barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma hukum,
guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum. Dari definisi diatas tidak tampak isilah “dipaksakan” karena
bertitik tolak pada istilah “iuran wajib”. Sisi lainnya yang berhubungan
kontraprestasi menekan pada mewujudkan kontraprestasi itu diperlukan pajak.
Pengertian pajak menurut Smeets dalam buku De Economische betekenis
belastingen (terjemahan) Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya.tanpa adanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.
2.4 Jenis-Jenis Pajak
2.4.1. Menurut Administratif Yuridis
Penggolongan pajak dari sisi administratif yuridis menghasilkan apa yang
sering dikenal sebagai pajak langsung dan pajak tidak langsung. Suatu jenis pajak
dikatakan sebagai pajak langsung apabila dipungut secara periodik. Jadi berulang-
ulang, tidak hanya satu kali pungut, dengan menggunakan penetapan sebagai dasar
dan kohir. Misalnya, Pajak Penghasilan (PPh). Adapun pajak tidak langsung
dipungut secara insidental (tidak berulang-ulang). Jadi pajak tidak langsung hanya
dipungut sesekali ketika terpenuhi seperti yang dikehendaki oleh ketentuan Undang-
Undang. Misalnya Bea Materai atau Pajak Pertambahan Nilai
2.4.2 Berdasarkan Titik Tolak Pungutannya
Pembedaan pajak dengan menggunakan dasar titik tolak pungutan akan
menghasilkan dua jenis pajak, yakni pajak subjektif dan pajak objektif.
a. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya berpangkal pada diri
orang/badan yang dikenai pajak (wajib pajak).
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pengenaannya berpangkal pada objek yang
dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya
(adriani,2003, h.86)
2.4.3 Berdasarkan Sifatnya
Pembagian pajak berdasarkan sifatnya akan memunculkan apa yang disebut
pajak bersifat pribadi dan pajak kebendaan:
a. Pajak yang bersifat pribadi atau juga yang bisa disebut sebagai bersifat
perorangan, adalah pajak yang dalam penetapannya memperhatikan keadaan
diri serta keluarga wajib pajak.
b. Pajak yang bersifat kebendaan adalah pajak yang dipungut tanpa
memperhatikan diri dan keadaan si wajib pajak. Pajak yang bersifat
kebendaan ini umumnya merupakan pajak tidak langsung (adriani, 2003,h.90)
2.4.4 Berdasarkan Kewenangan Pemungutannya
Dengan mendasarkan pada kewenangan pemungutannya, pajak dapat
digolongkan menjadi dua, yakni pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (pajak
pusat) dan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (pajak daerah).
a. Pajak Pusat, yakni pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada
pemerintah pusat. Tergolong jenis pajak ini antara lain Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPn.BM), Bea Materai dan Cukai.
b. Pajak daerah, yakni pajak yang kewenangan pemungutannya berada pada
pemerintah daerah, baik pada pemerintah propinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota. (Adriani, 2003,h,120)
2.5 Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Menurut pengaturan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, pada bab II tentang pajak dan jenis pajak, pasal 2
adalah sebagai berikut:
2.5.1 Jenis Pajak Provinsi
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, jenis pajak
terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor;
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan atau penguasaan
kendaraan bermotor, semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan
di semua jenis jalan darat dan gerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau
peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu
menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat
besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara
permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian kedua pihak atau perbuatan
sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak atas penmgunaan bahan
bakar kendaraan bermotor. Bahn bakar kendaran bermotor adalah semua jenis bahan
bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaran bermotor.
d. Pajak Air Permukaan
Pajak Air permukaan adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air
permukaan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah,
tidak termasuk air laut, baik yang berada dilaut maupun didarat.
e. Pajak Rokok.
Pajak pokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh
pemerintah.
2.5.2 jenis pajak Kabupaten Kota
a. Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan dihotel. Hotel adalah
fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
b. Pajak Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan minuman dengan dipungut bayaran,
yang juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
boga/catering.
c. Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan semua
jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan keramaian yang dinikmati dengan
dipungut bayaran.
d. Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah
benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk
tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau utuk
menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat
dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, atau dinikmati oleh umum.
e. Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalh pajak atas kegiatan
pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam atau
permukaan bumi untuk dimamfaatkan.
g. Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah Pajak atas penyelenggaran tempat parkir diluar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor.
h. Pajak Air Tanah
Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan pemamfatan air tanah. Air
tanah adalah air yang tedapat kualitas dalam lapisan tanh atau batuan di bawah
permukaan tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak ats kegiatan pengambilan dan
pengusahaan sarang burung walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan adalah pajak perolehan
hak atas tanah dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimamfaatkan oleh orang
pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan Pertambangan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak
atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan
atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan
bangunan oleh orang pribadi atau Badan (Sapto 2010, h. 19).
2.6 Tinjaun Umum Tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
a. Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah PERDA Nomor 4
Tahun 2003 yaitu :
1. Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan
oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi
untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga
gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan
alat-alat besar yang bergerak;
2. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang
dipergunakan untuk pelayanan angkutan umum penumpang maupun barang
yang dipungut bayaran dengan menggunakan Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor plat dasar kuning serta huruf dan angka hitam;
3. Kendaraan Bermotor alat-alat berat atau alat-alat besar adalah alat-alat yang
dapat bergerak / berpindah tempat dan tidak melekat secara permanen;
4. Kepemilikan adalah hubungan hukum antara orang pribadi atau badan dengan
kendaraan bermotor yang namanya tercantum di dalam bukti kepemilikan
atau dokumen yang sah termasuk Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor
(BPKB);
5. Penguasaan adalah penggunaan dan atau penguasaan fisik kendaraan
bermotor oleh orang pribadi atau badan dengan bukti penguasaan yang sah
menurut ketentuan perundangan yang berlaku.
b. Objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
1. Objek BPHTB adalah sesuai PERDA Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) Yang menjadi objek PKB (PERDA Nomor 4
Tahun 2003) adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
2. Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah Sesuai PERDA Nomor 4
Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Dan Dikecualikan
sebagai objek pajak PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor oleh (a) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (b) Kedutaan,
konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan lembaga-lembaga
internasional dengan azas timbal balik (c) Pabrikan atau importir yang
semata-mata disediakan untuk dipamerkan atau tidak untuk dijual.
3. Subjek Pajak yaitu sesuai PERDA Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) Yang menjadi subjek PKB (PERDA Nomor 4
Tahun 2003) adalah Orang pribadi atau Badan yang memiliki dan/atau
menguasai kendaraan bermotor.
c. Tarif, Dasar Pengenaan dan Cara Perhitungan PKB.
1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah Sesuai PERDA Nomor 4
Tahun 2003 adalah sebagai berikut :
a. 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum.
b. 1 % (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum.
c. 0,5 % (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat
dan alat-alat besar
2. Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah sesuai PERDA
Nomor 4 Tahun 2003) yaitu
a. DPP PKB adalah perkalian antara Nilai Jual Kendaraan Bermotor dengan
Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan
pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor
b. Nilai jual kendaraan bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran
umum.
Apabila harga pasaran umum diketahui, maka Nilai Jual Kendaraan Bermotor
ditentukan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:
a. Isi silinder dan atau satuan daya kendaraan bermotor
b. Penggunaan kendaraan bermotor, yang dihitung berdasarkan faktor
tekanan gandar, jenis bahan bakar, jenis, penggunaan, tahun pembuatan,
ciri-ciri kendaraan bermotor
c. Jenis kendaraan bermotor
d. Merek kendaraan bermotor
e. Tahun pembuatan kendaraan bermotor
f. Berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang
diizinkan
g. Dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor tertentu.
3. Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Dalam perhitungan PKB yang harus diperhatikan adalah Objek PKB, dasar
pengenaan, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) dan Tarif
PKB.
Jumlah PKB terutang = Tarif x DPP
Masa dan Saat PKB Terutang (PERDA Nomor 4 Tahun 2003) yaitu:
1. Pajak kendaraan bermotor dikenakan untuk masa pajak 12 (dua belas) bulan
berturut-turut sejak saat pendaftaran kendaraan bermotor dimulai.
2. PKB dibayar sekaligus dimuka.
2.7 Pendapatan Asli Derah (PAD)
2.7.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah disebutkan bahwa sumber
pendapatan terdiri dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak
(Saragih, h. 123)
http://www.pajakonline.com/engine/learning/maos.php?opt=peraturan&nomor=PERDA_4_2003
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Pendapatan Daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana
perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan
asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.
Perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah adalah sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan
bertanggung jawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran
penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. (UU.No 32 Tahun 2004).
Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun
2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang
bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.
Menurut Nurcholis (2007,h,182), pendapatan asli daerah adalah pendapatan
yang diperoleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba
perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.
Menurut Santoso (2002,h,23) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
salah satu komponen sumber pendapatan daerah sebagaimana yang telah diatur
dalam pasal 79 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah, berdasarkan pasal 79 UU 22/1999 disimpulkan bahwa sesuatu yang diperoleh
pemerintah daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan (otoritas)
yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi daerah.
Sumber pendapatan daerah terdiri dari:
a. Hasil Pajak Daerah diperoleh dari Hasil Retribusi Daerah yaitu Hasil
Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
b. Dana Perimbangan
c. Pinjaman Daerah
d. Lain-lan pendapatan daerah yang sah
Dalam pasal 79 mengisyaratkan bahwa dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi
pemerintahan daerah, kepala daerah Kabupaten/Kota. Dengan kata lain, diharapkan
kepada kepala daerah Kabupaten/Kota didalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan daerah tidak terus menerus selalu menggantungkan dana
(anggaran) dari pusat melalui pembangian dana perimbangan. Dalam administrasi
keuangan daerah PAD adalah pendapatan daerah yang diurus dan diusahakan sendiri
oleh daerah yang dimaksud sebagai sumber PAD guna pembangunan. Berdasarkan
ketentuan maka PAD dapat disimpulkan sebagai:
a. PAD merupakan sumber pendapatans daerah dengan mengelola dan
memanfaatkan potensial daerahnya.
b. Di dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan potensi daerah, PAD
dapat berupa pemungutan pajak, retribusi dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah.
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah
lainnya yang dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah (Ahmad Yani 2002, h.39)
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terbaru berdasarkan Nomor
13 Tahun 2006 terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil retribusi daerah, Hasil
perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang
dipisahkan, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan
retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan Undang-Undang
tentang pajak daerah dan retribusi daearh. Jenis hasil pengelolaan kekayaaan daerah
yang dipisahkan dan dirinci oleh menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian
laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah, bagian laba penyertaan
modal pada perusahaan milik pemerintah atau BUMN, dan bagian laba atas
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
Jenis-jenis Pendapatan Asli daerah yang sah disediakan untuk
menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah,
retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan dirinci
menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti
kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, atau pun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah, penerimaan
keuntungan dari selisih tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda
atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan
denda retribusi. Pendapatan hasil eksekusi atau jaminan, pendapatan dari
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran atau cicilan
penjualan (Gregory, 2009, h.12)
Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai
pengeluaran rutin. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah sebagai
pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memamfaatkan potensi-
potensi sumber keuangan daerahnya sehingga dapat mendukung pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daearh (Rusyadi 2005, h.52)
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut
Devas bahwa kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II
mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan
bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan
dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat
bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
a. Otonomi Daerah
Daerah hukum pelaksanaan otonomi daerah Indonesia adalah pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai berikut pembagian daerah Indonesia atas daerah
besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-
Undang dengan memandang dan mengingat dasar pemusyawaratan dalam sistem
pemerintahan negara dan hak-hak urus daerah yang bersifat istimewa. Dalam
penjelasan pasal tersebut dirumuskan Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah
propinsi dan propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah
itu bersifat otonom atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut
aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang. Secara etimologis kata
otonomi berasal dari bahasa Latin, “Autos” yang berarti “sendiri” dan “Nomos”
aturan. Amran Muslimin mengatakan otonomi itu termasuk salah satu sari azas-azas
pemerintahan negara, dimana pemerintah suatu negara dalam pelaksanaan
kepentingan umum untuk mencapai tujuan.
Otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan
kemerdekaan. Kemerdekaan terbatas atau kemandirian itu adalah wujud pemberian
kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan. Kewenangan otonomi luas adalah
keleluasaan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup
kewenangan semua bidang luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan moneter dan
fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Selain itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan
bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, penggerakan da evaluasi.
Otonomi nyata merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintahan dibidang tertentu yang hidup dan berkembang didaerah. Sedang
otonomi yang bertanggung jawab maksudnya ialah: berupa perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekwensi pemberian hak dan kewenangan kepada
daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi, adalah berupa peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi
keadilan dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
Jadi otonomi untuk daerah propinsi diberikan secara terbatas meliputi
kewenangan lintas kabupaaten dan kota, dan kewenangan dibidang pemerintahan
lainnya.
Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas dan
bertanggungjawab
3. Pelaksanaan otonomi yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten
dan daerah kota, sedang otonomi daerah propinsi merupakan otonomi yang
terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar
daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonomi da karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi
wilayah administratif.
6. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibangun oleh pemerintah
atau pihak lain, seperti badan otoritass, kawasan industri, kawasan
perumahan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan
baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan daerah
otonomi.
7. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
8. Pelaksanaan asas desentralisasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan
kewenangan sebagai wilayah administrasi.
Administrasi untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. Pelaksanaan asas tugas pembantuan
dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari
pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan
prasarana, serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
pertanggungjawaban kepada yang menugaskan.
Agar pelaksanaan tugas otonomi dapat berjalan dengan baik perlu
memperhatikan sumber pendapatan daerah, teknologi, struktur organisasi pemerintah
daerah, dukungan hukum, perilaku masyarakat, faktor kemimpinan.
Disamping itu hal-hal yang mempengaruhi pengembangan otonomi daerah
menurut Yosef (2004, h.75) sebagai berikut :
a. Faktor manusia pelaksana yang baik
b. Faktor keuangan daerah yang cukup dan baik
c. Faktor peralatan yang cukup dan baik.
b. Pelaksanaan Otonomi Daerah
Sebagaimana diketahui, selama ini khususnya daerah kabupaten banyak
bergantung pada pemerintah pusat, karena terbatasnya jumlah dana yang berkaitan
dengan sumber dana yang telah diatur oleh pemerintah pusat. Dengan
ketergantungan pemerintah daerah dalam hal dana bagi penyelenggaraan urusan,
akan sulit untuk mencapai tujuan otonomi daerah terutama bagi daerah yang kurang
berkembang.
Menurut Pamudji (2006, h.138) Pemerintahan daerah dapat melaksanakan
fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan
pelayanan dan pembangunan. Keuangan inilah merupakan salah satu dasar kriteria
untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah
tangganya sendiri.
Salah satu faktor penting dalam pelaksanaan otonomi daerah menyangkut
atau keuangan daerah. Dengan kemampuan ekonomi maksudnya adalah adanya
kemampuan daerah secara ekonomis artinya dapat menjadikan daerah berdiri sendiri
tanpa ketergantungan dengan pusat. Dengan demikian jelas sumber-sumber
penerimaan daerah meliputi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah adalah
pendapatan asli daerah yang meliputi hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, pengelolaan kekayaan daerah serta lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah.
2.7.2 Sumber Pendapatan Asli Daerah
Adapun sumber-sumber pendapatan asli menurut Undang-Undang RI No.32
Tahun 2004 pasal 157 tentang pemerintah daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang terdiri dari:
a. Hasil Pajak Daerah
Hasil Pajak yaitu Pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan oleh
daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik. Pajak
daerah sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah daerah yang hasilnya digunakan
untu pengeluaran umum yang balas jasanya tidak langsung diberikan sedang
pelaksanannya bisa dapat dipaksakan.
b. Hasil Retribusi Daerah
Hasil Retribusi daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi
pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau
karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik pemerintah daerah
bersangkutan. Retribusi daerah mempunyai sifat-sifat yaitu pelaksanaannya bersifat
ekonomis, ada imbalan langsung walau harus memenuhi persyaratan-persyaratan
formil dan materiil, tetapi ada alternatif untuk mau tidak membayar, merupakan
pungutan yang sifatnya budgetetairnya tidak menonjol, dalam hal-hal tertentu
retribusi daerah adalah pengembalian biaya yang telah dikeluarkan oleh pemerintah
daerah untuk memenuhi permintaan anggota masyarakat.
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari keuntungan
bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk
anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan daerah yang
dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan
dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah,
memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan memperkembangkan
perekonomian daerah.
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah
Pendapatan daerah yang sah ialah pendapatan-pendapatan yang tidak
termasuk dalam jenis-jenis Pajak Daerah, Retribusi Daerah, pendapatan dinas-dinas.
Lain-lain usaha daerah yang sah mempunyai sifat yang pembuka bagi pemerintah
daerah untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan baik berupa materi dalam
kegitan tersebut bertujuan untuk menunjang, melapangkan, atau memantapkan suatu
kebijakan daerah disuatu bidang tertentu.
e. Dana perimbangan
Dana perimbangan diperoleh melalui bagian pendapatan daerah dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan baik dari pedesaan, perkotaan, pertambangan
sumber daya alam dan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Dana
perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi
khusus. Lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan daerah dari sumber
lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
2.8 Hipotesa Penelitian
Kontribusi berasal dari bahasa inggris yaitu contribute, contribution,
maknanya adalah keikutsertaan, keterlibatan, melibatkan diri maupun sumbangan.
Berarti dalam hal ini kontribusi dapat berupa materi atau tindakan. Hal yang bersifat
materi misalnya seorang individu memberikan pinjaman terhadap pihak lain demi
kebaikan bersama. Dalam penelitian ini, konteks kontribusi merupakan seberapa
besar sumbangan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dalam pos
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nagan Raya. Diharapkan dengan semakin
tinggi kontribusi penerimaan PKB maka akan semakin besar pula Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Nagan Raya.Sumbangan yang di berikan pajak Kendaraan Bermotor
berhubungan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Yang menjadi hambatan atau permasalahan dalam pemungutan pajak adalah
kurangnya kesadaran masyarakat wajib pajak untuk membayar pajak sehingga data
yang didapat tidak seseuai dengan wajib pajak yang terdapat di Nagan Raya.
Masyarakat juga cenderung menggunakan Plat Kendaraan Bermotor Daerah Luar,
sehingga Pajak yang seharusnya dibayarkan di Nagan Raya, harus di bayarkan ke
Daerah lain. Serta masyarakat tidak mau ikut serta dalam mutasi Plat Kendaraan
Bermotor.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian adalah Kontribusi Pajak terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) khususnya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Mengingat luasnya
Aspek penelitian penulis membatasi penelitian ini selama 4 tahun (2008-2012).
3.2 Data Penelitian
3.2.1 Jenis dan Sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder.
Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang
telah diolah, baik dalam bentuk angka ataupun dalam bentuk uraian. Dalam
penelitian ini data sekunder yang diambil literature yang relevan dengan judul
penelitian seperti buku-buku, majalah, artikel, waktu/periode petunjuk teknis dan
lain–lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder
yang diambil dari SAMSAT Nagan Raya tentang data laporan penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) periode tahun 2008-2012.
3.2.2 Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data-data
sekunder, dilakukan melalui tinjauan dan kajian literatur, peraturan-
peraturan, dokumen serta berbagai materi rujukan lain yang relevan dengan
penelitian.
2. Observasi langsung
Pengumpulan data dengan observasi langsung dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung ke obyek penelitian yang mana telah
direncanakan secara sistematik dan berkaitan dengan tujuan penelitian serta
mengadakan interaksi sosial dengan pihak- pihak yang dianggap dapat
memberikan dukungan dan informasi yang dibutuhkan selama
berlangsungnya aktifitas penelitian.
3.3 Metode Analisis Data
Motode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Model Analisis
deskriptif, maka untuk menganalisis data yang telah terkumpul, data diolah dengan
menghitung data-data yang berbentuk kuantitatif (angka-angka) dan dinyatakan
dengan data kualitatif untuk menginterprestasikan hasil data perhitungan tersebut
serta menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kualitatif
untuk memecahkan masalah yang diteliti yang akhirnya akan menarik kesimpulan
dari pengolahan data tersebut. Adapun langkah-langkah pengolahan datanya adalah
sebagai berikut:
3.3.1 Analisis Efektifitas
Menurut Ruslan (2006, h,189) Besarnya efektifitas dapat dihitung dengan
langkah sebagai berikut:
1. Membuat tabel penerimaan PKB tahun 2008-2012, dan realisasi penerimaan
pendapatan daerah Kabupaten Nagan Raya tahun 2008-2012
2. Menyusun tabel analisis efektivitas PKB yaitu perbandingan antara
penerimaan dan potensi PKB pada tahun 2008-2012, Rumus yang digunakan
dalam menghitung tingkat efektivitas PKB adalah:
Efektivitas PKB = %100Re
xPKBPotensi
PKBPenerimaanalisasi
Tabel 2
Interpretasi Nilai Efektifitas
Persentase Kriteria
>100% Sangat Efektif
90-100% Efektif
80-90% Cukup Efektif
60-80% Kurang Efektif
Gx = %100)1(
)1(x
tx
txXt
Keterangan:
Gx = laju pertumbuhan penerimaan PKB Nagan Raya pertahun
Xt = Realisasi penerimaan PKB Nagan Raya tertentu
X(t-1) = Realisasi penerimaan pendapatan daerah Nagan Raya pada
tahun sebelumnya.
3.3.2 Analisis Kontribusi
Menyusun tabel analisis kontribusi realisasi PKB terhadap Pendapatan Asli
Daerah. Demi mengetahui bagaimana dan seberapa besar kontribusi PKB maka
untuk mengklasifikasikan kriteria kontribusi PKB terhadap Pendapatan Daerah
Menurut Halim (2004) digunakan rumus sebagai berikut :
Kontribusi PKB = %100Re
..Rex
erimaanPADalisasiPen
PKBPenerimaanalisasi
Tabel 3
Kriteria Kontribusi
Persentase Kriteria
0,00-10% Sangat Kurang
10,10%-20% Kurang
20,10%-30% Sedang
30,10%-40% Cukup Baik
40,10%-50% Baik
Diatas 50% Sangat Baik
Berdasarkan teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian yang
Berdasarkan Model Analisis data dan instrumen penelitian yang digunakan, maka
teknik analisis dalam penelitian ini adalah dengan cara menganalisis data secara
kuantitatif dan akan disajikan secara deskriptif evaluatif. Teknik ini di pergunakan
untuk menggambarkan masalah yang ada berdasarkan jawaban yang sesuai dengan
kenyataan di lapangan, selanjutnya dianalisa kemudian ditarik suatu kesimpulan dan
saran. Jadi penulis berupaya untuk meneliti dan menemukan fakta atau informasi
seluas mungkin untuk mendapatkan gambaran dari permasalahan yang selanjutnya
akan dianalisa guna mencari solusi dan alternative terhadap Analisis pajak khususnya
Pajak Kendaraan bermotor (PKB) sebagai sumber Pendapatan Daerah di Kabupaten
Nagan Raya Provinsi Aceh.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Agar tidak menimbulkan pengertian ganda tentang variabel- variabel utama
pada penelitian ini, maka akan dijelaskan definisi masing-masing variabel sebagai
berikut
Pajak Kendaraan Bermotor (Variabel X) adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang mengakibatkan diperolehnya atau
dimilikinya Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) oleh orang perseorangan pribadi atau
badan.
Pajak Asli Derah (Variabel Y) adalah pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
ditetapkan melalui peraturan daerah dan dikenakan pada semua objek pajak seperti
orang atau badan, bergerak atau tidak bergerak di Kabupaten Nagan Raya pada kurun
waktu 2008-2012.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Analisis Statistik Deskriptif adalah variabel terikat, variabel bebas dan
variabel kontrol, penelitian ini digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) di Kabupaten Nagan Raya sehingga akan memberikan gambaran yang jelas
mengenai kebijakan yang harus diambil dalam rangka meningkatkan pembangunan
ekonomi daerah.
Dalam Undang undang No. 28 Tahun 2007 (UU KUP yang baru), Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,
dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Wajib pajak merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
perkembangan daerah secara keseluruhan maupun dalam ruang lingkup pedesaan
karena wajib pajak merupakan obyek pajak yang merupakan pengerak pembangunan
bangsa dan Negara. Oleh sebab itu berbagai hali diupayakan oleh pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan dalam bidang perpajakan.
4.1.1 Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Pendapatan Daerah yang sah Pendapatan Asli Daerah Nagan Raya dalam
kurun waktu 2008-2012 terus mengalami kenaikan setiap tahun. Kenaikan tersebut
dapat diraih karena adanya upaya antara lain dilakukannya intensifikasi,
ekstensifikasi, peningkatan mutu layanan, mendekatkan tempat pelayanan kepada
wajib pajak melalui SAMSAT Keliling dan semakin membaiknya perekonomian
masyarakat. Pendapatan Asli Daerah Nagan Raya terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun secara absolut. Pajak daerah merupakan pemberi kontribusi terbesar
dibandingkan dengan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dari total
Pendapatan Daerah selama Tahun anggaran 2008 sampai dengan Tahun 2012
Kontribusi yang terbesar adalah berasal dari Kontribusi Pendapatan Asli Daerah
sebesar 100%. Maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan sebagian besar masih didukung dana dari
Pendapatan Daerah dan Pemerintah Pusat. Dari beberapa sumber pajak daerah, sejak
kurun waktu tahun 2008-2012, Pajak Kendaraan Bermotor merupakan sebagai
sumber pendapatan daerah terbesar dibandingkan dengan jenis penerimaan daerah
dari Pajak Daerah yang lain. Jika diperhatikan secara menyeluruh selama kurun
waktu tahun 2008 hingga 2012, Pajak Kendaraan Bermotor yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah Nagan Raya yang bersumber
dari pajak daerah.
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) berdasarkan PERDA Nomor 4 Tahun
2003. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan jenis Pajak Daerah yang
pungutannya menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten atau kota, dalam Peraturan
Daerah yang menjadi obyek pajak adalah pengguna hak tanah dan bangunan.
Tabel 4
Penerimaan PKB tahun 2008-2012, dan realisasi penerimaan pendapatan
daerah Kabupaten Nagan Raya tahun 2008-2012.
Tahun Realisasi Penerimaan PKB Nagan Raya
(Rp)
2008 3,005,795,794
2009 2,798,207,997
2010 3,128,512,140
2011 1,326,388,246
2012 418,335,193
Sumber: SAMSAT Nagan Raya
4.1.2 Pajak Daerah
Pajak daerah di kabupaten Nagan Raya merupakan pajak yang dipungut
oleh pemerintah pada wajib pajak. Penarikan pajak dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Nagan Raya di berbagai subsektor dalam meningkatkan Pajak
daerah yang pembayarannya disatukan ke dalam rekening dan disetorkan ke
DPKAD.
Potensi penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) memegang peranan yang
sangat penting, khususnya dalam merencanakan dan menghitung pendapatan daerah
secara tepat. Hal demikian dapat dijadikan sarana untuk mengetahui kemampuan
pembiayaan yang diharapkan dapat dipenuhi dari potensi pendapatan daerah
setempat, sebelum melakukan berbagai macam pembiayaan dari sumber lain,
termasuk dari pos pinjaman daerah. Lebih jauh diungkapkan bahwa pembiayaan
pembangunan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi
daerah yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat. Dengan dikuranginya
ketergantungan kepada pemerintah pusat maka Pendapatan Asli Daerah (PAD)
menjadi sumber keuangan terbesar.
Potensi Pajak daerah di kabupaten Nagan Raya sangat potensial untuk
digali. Dari sisi penerimaan pajak daerah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang
memiliki penerimaan terbesar dari penerimaan pos-pos Pajak Daerah Kabupaten
Nagan Raya. Dengan semakin meningkatnya penerimaan pajak daerah berbagai
subsektor diharapkan semakin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Efektifitas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Setelah menjabarkan hal-hal yang melatar belakangi penelitian, teori-teori
yang telah mengukuhkan penelitian, maupun metode penelitian yang digunakan,
maka pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil dari penelitian.
Tingkat Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Kabupaten Nagan Raya
dihitung dengan membandingkan antara realisasi penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dengan target Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Tabel 5
Analisis efektivitas PKB Tahun 2008-2012,
Tahun
Target Potensi
PKB
((Rp)
Realisasi
PKB
(Rp)
Efektivitas
PKB
(%)
Keterangan
2008 2,470,137,193 3,005,795,794 121,68 Sangat Efektif
2009 3,489,792,531 2,798,207,997 80.18 Cukup Efektif
2010 3,438,456,444 3,128,512,140 90.98 Efektif
2011 4,229,983,444 1,326,388,246 31,35 Tidak Efektif
2012 500,000,000 418,335,193 83.66 Cukup Efektif
Sumber: SAMSAT Nagan Raya
Berdasarkan tabel penerimaan efektivitas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
diatas, dapat diketahui tingkat efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) dari Tahun 2008 - 2012 untuk selanjutnya dapat dikategorikan pada tingkat
tertentu, yaitu tidak efektif, kurang efektif, cukup efektif, efektif, atau bahkan sangat
efektif. Tingkat efektivitas mulai tahun 2008 yaitu sebesar 121,68 % hal ini
menunjukkan bahwa secara umum tingkat efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) dari tahun 2008 termasuk pada kategori sangat Efektif. Dan pada
tahun 2009 diperoleh efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
sebesar 80.18 %, termasuk dalam kategori cukup efektif. Pada tahun 2010 diperoleh
efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 90.98 % termasuk
dalam kategori efektif. diperoleh efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) sebesar 31,35% yang termasuk dalam kategori Tidak efektif. Dan pada Tahun
2012 diperoleh efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar
83.66 % termasuk dalam katagori Cukup efektif.
4.2.2 Laju Pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Dengan menggunakan analisis Laju pertumbuhan kita dapat mengetahui
seberapa besar pertumbuhan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) selama
tahun pengamatan, berikut ini adalah tabel Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) selama
kurun waktu 4 tahun dari Tahun 2008-2012 dapat kita lihat sebagai berikut:
Tabel 6
Laju Pertumbuhan Pendapatan Daerah Kabupaten Nagan Raya
Tahun 2008-2012,
Tahun Realisasi PKB
(Rp)
Persentase Laju Pertumbuhan
(%)
2008 3,005,795,794 -
2009 2,798,207,997 -6,90
2010 3,128,512,140 11,80
2011 1,326,388,246 -57,60
2012 418,335,193 -68,45
Sumber: SAMSAT Nagan Raya
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) mengalami fluktuasi pada setiap tahunnya. Pada Tahun
2009 dan 2010 laju pertumbuhan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
mengalami peningkatan yang cukup besar dibandingkan tahun sebelumnya. Laju
pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mengalami penurunan menjadi -
57,60 % pada Tahun 2011 dan -68,45 % pada Tahun 2012.
4.2.3 Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dalam peningkatan Pendapatan
Asli Daerah di Kabupaten Nagan Raya dihitung dengan membandingkan jumlah
Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dengan jumlah penerimaan Pajak
Daerah. Besarnya Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap Pajak
Daerah dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Nagan Raya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 7
Analisis Kontribusi Realisasi PKB Terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Tahun 2008-2012
Tahun Realisasi PKB
(Rp)
Pendapatan
Asli Daerah
(Rp)
Kontribusi
(%)
Keterangan
2008 3,005,795,794 40,423,494,271 7.43 Sangat kurang
2009 2,798,207,997 27,874,493,673 10.03 kurang
2010 3,128,512,140 24,272,574,383 12.88 kurang
2011 1,326,388,246 21,042,866,954 6.30 Sangat kurang
2012 418,335,193 24,727,256,869 1.69 Sangat kurang
Sumber: SAMSAT Nagan Raya
Berdasarkan data diatas, realisasi penerimaan dari Pemerintah Pusat sebagai
pembanding terhadap pendapatan daerah karena pada Tahun 2008-2010 pemungutan
pajak masih dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian diberikan kepemerintah
daerah sebagai dana perimbangan pajak bagi hasil dari Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) yang diterima oleh Pemerintah Daerah. Kontribusi penerimaan PKB terhadap
PAD Tahun 2008 7.43 % dapat dikategorikan sebagai sangat kurang , Pada Tahun
2009, dan 2010 kontribusi penerimaan PKB meningkat menjadi 10.03%, dan 12.88
% yang dapat dikategorikan kurang. semenjak diberikan kepemerintah daerah
sebagai dana perimbangan pajak bagi hasil dari PKB yang diterima oleh Pemerintah
Daerah semakin terjadi Penurunan kontribusi pada Tahun 2011 menjadi 6.30% dapat
dikatagorikan sebagai sangat kurang. Dan terjadi lagi penurunan pada Tahun 2012
menjadi 1.69%, dapat dikatagorikan sebagai sangat kurang.
4.3 Pembahasan
Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan, Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-
daerah kabupaten dan kota. Tiap daerah-daerah tersebut mempunyai hak dan
kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan penyelenggaraan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk
menyelenggarakan pemerintahan tersebut, daerah berhak mengenakan pungutan
biaya kepada masyarakat berupa pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945
yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan,
ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain
yang bersifat memaksa diatur dengan undang-undang. Undang-undang No. 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang
berlaku, memberikan dampak yang sangat luas terhadap perkembangan
pemerintahan di daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi
yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Adanya pemberian otonomi daerah
memberikan implikasi timbulnya kewenangan dan kewajiban bagi daerah untuk
melaksanakan berbagai kegiatan pemerintahan lebih mandiri. Pengalihan, pembagian
dan pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia, kewenangan pemungutan
jenis-jenis pajak daerah didasarkan atas prinsip keadilan berdasarkan kewenangan
yang diberikan kepada daerah.
Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pendapatan dalam membiayai
pembangunan perlu dikelola dengan baik. Dalam hal ini dibutuhkan berbagai
kebijakan yang lebih komprehensif, efektif dan efisien dalam mengelolanya.
Kebijakan ekonomi yang dilancarkan Kabupaten Nagan Raya dimaksudkan untuk
memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan perkapita sampai pada
pemerataan hasil pembangunan untuk mencapai tingkat kemakmuran yang
diharapkan.
Berdasarkan APBD, Pendapatan Asli Daerah bersumber dari: Hasil pajak
daerah, Hasil retribusi daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah, serta Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pajak Daerah yang
potensial terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor (BBN-KB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB), Pajak
Kendaraan di Atas Air (PKA), Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air (BBN-KB),
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah, serta Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Permukaan. Pajak Kendaraan Bermotor merupakan sumber
Pendapatan Asli Daerah terbesar Nagan Raya.
Penerimaan efektivitas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) diatas, dapat
diketahui tingkat efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dari
Tahun 2008 - 2012 untuk selanjutnya dapat dikategorikan pada tingkat tertentu, yaitu
tidak efektif, kurang efektif, cukup efektif, efektif, atau bahkan sangat efektif.
Tingkat efektivitas mulai tahun 2008 yaitu sebesar 121,68 % hal ini menunjukkan
bahwa secara umum tingkat efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) dari tahun 2008 termasuk pada kategori sangat Efektif. Dan pada tahun 2009
diperoleh efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 80,18%,
termasuk dalam kategori cukup efektif. Pada tahun 2010 diperoleh efektivitas
penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 90,98 % termasuk dalam
kategori efektif diperoleh efektivitas penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
sebesar 31,35% yang termasuk dalam kategori Tidak efektif. Dan pada Tahun 2012
diperoleh efektivitas penerimaan PKB sebesar 83.66 % termasuk dalam katagori
Cukup efektif.
Laju pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mengalami fluktuasi
pada setiap tahunnya. Pada Tahun 2009 dan 2010 laju pertumbuhan penerimaan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) mengalami peningkatan yang cukup besar
dibandingkan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan Pajak Kendaraan Bermotor
(PKB) mengalami penurunan menjadi -57,60 % pada Tahun 2011 dan -68,45 % pada
Tahun 2012.
Realisasi penerimaan dari Pemerintah Pusat sebagai pembanding terhadap
pendapatan daerah karena pada Tahun 2008-2010 pemungutan pajak masih
dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian diberikan kepemerintah daerah sebagai
dana perimbangan pajak bagi hasil dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang
diterima oleh Pemerintah Daerah. Kontribusi penerimaan PKB terhadap PAD Tahun
2008 7.43 % dapat dikategorikan sebagai sangat kurang , Pada Tahun 2009, dan
2010 kontribusi penerimaan PKB meningkat menjadi 10.03%, dan 12.88 % yang
dapat dikategorikan kurang. semenjak diberikan kepemerintah daerah sebagai dana
perimbangan pajak bagi hasil dari PKB yang diterima oleh Pemerintah Daerah
semakin terjadi Penurunan kontribusi pada Tahun 2011 menjadi 6.30% dapat
dikatagorikan sebagai sangat kurang. Dan terjadi lagi penurunan pada Tahun 2012
menjadi 1.69%, dapat dikatagorikan sebagai sangat kurang.
Pajak Kendaraan Bermotor terus meningkat dari tahun ke tahun secara
absolute, hal ini menggambarkan adanya perkembangan yang cukup baik dalam
pengeloaan pajak daerah, yang diharapkan penerimaan daerah dari Pajak kendaraan
bermotor dapat dijadikan sumber pembiayaan yang manjadi harapan dalam
pembangunan daerah di Nagan Raya.
Jumlah kendaraan roda II dan roda IV terus mengalami peningkatan tahun ke
tahun karena adanya peningkatan taraf hidup masyarakat dimana kendaraan bermotor
baik roda II maupun roda VI tidak lagi dianggap kebutuhan mewah melainkan
merupakan kebutuhan primer dalam rangka menunjang kegiatan sehari-hari,
sehingga hal ini mengindikasikan bahwa sumber penerimaan daerah yaang berasal
dari pajak kendaraan bermotor (PKB) menjadi sumber penerimaan daerah sangat
penting dan perlu harus dikelola dengan baik guna menunjang penerimaan asli
daerah (PAD) Nagan Raya.
Peningkatan realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari kontribusi
PKB yaitu dengan adanya penerapan Surat Pemberitahuan Pajak Kendaraan
Bermotor (Super PKB) karena semakin banyak wajib pajak yang rutin membayar
pajaknya maka otomatis penerimaan daerah makin meningkat. Sementara itu
peningkatan kinerja pelayanan kepada wajib pajak melalui SAMSAT keliling juga
sangat penting karena akan lebih memudahkan bagi wajib pajak untuk membayar
pajaknya dan lebih efisien dan efektif. Dan juga peningkatan jual beli kendaraan
bermotor roda II maupun roda VI akan lebih meningkat jika kulitas sarana dan
prasarana jalan yang menghubungkan provinsi, kabupaten/kota se Sulawesi Tengah
maka akan lebih banyak masyarakat yang akan membeli kendaraan bermotor
sehingga kontribusi dari masing-masing pajak tersebut akan lebih meningkat.
V. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai
tingkat efektivitas pemungutan dan kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
terhadap Pendapatan Asli Daerah dapat disimpulkan bahwa:
a. Tingkat efektivitas pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang
dilakukan pada Tahun 2008-2012 didapatkan nilai tertinggi pada tahun 2008
dengan kriteria sangat efektif. Efektivitas terendah terjadi pada Tahun 2011
dengan kriteria tidak efektif.
b. Laju pertumbuhan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terendah
terjadi pada Tahun 2012 sebesar -68,45% dan laju pertumbuhan penerimaan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tertinggi terjadi pada Tahun 2010 sebesar
11,80 %
c. Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap Pendapatan Asli
Daerah terendah pada tahun 2012 sebesar 1.69 % termasuk dalam kategori
sangat kurang atau rendah. Dengan demikian sumbangan atau manfaat yang
diberikan oleh penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap
Pendapatan Asli Daerah pada Tahun 2008-2012 masih rendah. Akan tetapi
Pendapatan Asli Daerah tidak hanya dipengaruhi oleh penerimaan Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) saja, karena masih terdapat penerimaan
pendapatan lainnya yang dapat mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan penulis
maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Perolehan pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) secara nominal
memang sangat kurang, dengan demikian perlu diadakan upaya untuk
melakukan peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
dengan mengadakan program sosialisai kepada masyarakat serta peningkatan
kesadaran masyarakat atas kewajiban wajib pajak yang diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terhadap
perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Nagan Raya.
b. Pemerintah daerah Nagan Raya hendaknya meningkatkan kinerjanya, dengan
cara memberikan pelayanan yang ramah kepada masyarakat atau wajib pajak
agar wajib pajak nyaman dalam melakukan transaksi pembayaran pajak Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) yang dapat meningkatkan perolehan pendapatan
daerah.
c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih
spesifik tentang data-data yang akan diperoleh dan lingkup yang lebih luas
seperti lingkup Kabupaten Nagan Raya
DAFTAR PUSTAKA
Andriani, Perpajakan, Renika Cipta, Jakarta, 2003.
Arikunto, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta. Jakarta, 2004.
Abdul, 2004, Otonomi Daerah, Jilid 1 Edisi Ketiga, Jakarta.
Halim,2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka Cipta. Jakarta.
Nurcholis,2007, Perpajakan, PT Global Media Edukasi, Yogyakarta.
Mardiasmo, Perpajakan, Yogyakarta, 2003.
Muljono Djoko, PPH dan PPN untuk berbagai kegiatan usaha, Edisi 1. ANDI
offset, Yogyakarta
Pamudji,2006,. Pengantar Hukum Pajak. Bumi Aksara,Jakarta.
Guritno. Kontribusi Pajak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Rachmat., Sumitro Pajak Kendaraan Bermotor, Eresco, Bandung,2005.
Rusyadi,2005,Peranan pajak Daerah Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah, Universitas Islam Indonesia.
Ruslan,2006, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Edisi I, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta,
Suandy, Pengantar Hukum Pajak. Rineka Cipta,Jakarta,2008.
Smeets, Pengantar Perpajakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Santoso, Hukum Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta 2002.
Waluyo, Pembangunan Nasional, PT grafika Indo, Bandung, 2001
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 :
Efektivitas PKB = %100Re
xPKBPotensi
PKBPenerimaanalisasi
Efektivitas 2008 = %100193,137,470,2
794,795,005,3x = 121,68%
Efektivitas 2009 = %100531,792,489,3
997,207,797,2x = 80.18 %
Efektivitas 2010 = %100444,456,438,3
140,512,128,3x = 90,98 %
Efektivitas 2011 = %100444,983,229,4
246,388,326,1x = 31,35 %
Efektivitas 2012 = %100000,000,500
193,335,418x = 83.66 %
LAMPIRAN 2 :
Gx = %100)1(
)1(x
tx
txXt
Keterangan:
Gx = Laju pertumbuhan penerimaan PKB Nagan Raya pertahun
Xt = Realisasi penerimaan Nagan Raya tertentu
X(t-1) = Realisasi penerimaan Pajak PKB pada tahun sebelumnya
Formula diatas untuk menghitung laju pertumbuhan PKB pertahun, berikut
ini laju pertumbuhan PKB tahun terakhir penelitian yakni tahun 2008-2012
Gx Tahun 2009 = %100794,795,005,3
794,795,005,3977,207,798,2x
= -6,90 %
Gx Tahun 2010 = %100977,207,798,2
977,207,798,2140,512,128,3x
= 11,80 %
Gx Tahun 2011 = %100140,512,128,3
140,512,128,3246,388,326,1x
= -57,60 %
Gx Tahun 2012 = %100246,388,326,1
246,388,326,1193,335,418x
=