Upload
truongxuyen
View
283
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN DAMPAK
EKONOMI USAHA JATI UNGGUL NUSANTARA
(Studi Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi
Perumahan Wanabakti Nusantara
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
MIRZA MAULANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Kelayakan Finansial dan
Dampak Ekonomi Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Unit Usaha Bagi
Hasil - Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Mirza Maulana
H44080069
RINGKASAN
MIRZA MAULANA. Analisis Kelayakan Finansial dan Dampak Ekonomi
Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi
Perumahan Wanabakti Nusantara Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh
METI EKAYANI dan ASTI ISTIQOMAH
Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan
sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan
kawasan hutan. Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari peran sektor
kehutanan. Pengusahaan sektor kehutanan salah satunya dilakukan dengan
pengembangan industri hasil hutan berbahan dasar kayu. Pengembangan industri
penanaman kayu hutan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kayu yang relatif
besar, sedangkan ketersediaan kayu khususnya kayu jati semakin langka.
Permintaan kayu jati di pasar global mencapai 230 juta m3/tahun
sedangkan perusahaaan mebel dan kerajinan Indonesia membutuhkan kontinuitas
pasokan bahan baku kayu jati rata-rata sebesar 2.5 juta m3/tahun. Namun saat
sekarang baru bisa dipenuhi sebesar 700 ribu m3/tahun (Tobing, 2011). Upaya
pemenuhan permintaan kayu jati salah satunya dilakukan rekayasa genetika untuk
memperpendek usia tanam jati yang semula 40-50 tahun menjadi 5-15 tahun.
Tanaman ini diberi nama Jati Unggul Nusantara (JUN). Salah satu pelaku usaha
budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha yang terpadu dan ramah
lingkungan dengan skema bagi hasil adalah UBH-KPWN (Usaha Bagi Hasil -
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial usaha Jati
Unggul Nusantara UBH-KPWN, menganalisis dampak ekonomi dan lingkungan
terhadap masyarakat sekitar, serta mengidentifikasi persepsi para pihak terhadap
kegiatan unit usaha jati Unggul Nusantara. Penelitian dilaksanakan di lokasi
penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti
Nusantara (UBH-KPWN) di wilayah Kabupaten Bogor (Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data yang diperoleh berupa kuantitatif dan kualitatif.
Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan analisis kelayakan
finansial dan analisis sensitivitas. Pendapatan masyarakat khususnya petani JUN
diolah dengan menggunakan analisis pendapatan. Pengolahan data yang dilakukan
secara kualitatif dijelaskan secara deskriptif. Persepsi para pihak terhadap dampak
ekonomi dan dampak lingkungan dari kegiatan JUN dilakukan dengan
menggunakan Skala Likert.
Kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor perlu dilakukan evaluasi program
dengan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui apakah layak untuk
dilanjutkan dan sebagai model untuk program sejenis bagi perusahaan lain.
Berdasarkan hasil analisis finansial dengan indikator NPV, IRR, Net B/C, dan
PBP usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Hal ini dapat
dilihat NPV sebesar Rp 4 175 535 379, IRR sebesar 57 persen, net B/C sama
dengan tiga, dan Payback Period (PBP) sebesar 8 tahun 9 bulan. Berdasarkan
analisis sensitivitas, dengan adanya peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen
usaha JUN UBH-KPWN Bogor masih layak dilanjutkan.
iv
Manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan masyarakat
(petani JUN) di Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan usaha JUN adalah
Rp 163 041 600/tahun dan di Desa Ciarteun Ilir sebesar Rp 104 764 300/tahun.
Adapun manfaat ekonomi total berupa pendapatan bagi Desa Cogreg (petani JUN,
pemilik lahan, dan aparat desa) adalah sebesar Rp 1 715 133 000 dan untuk Desa
Ciaruteun Ilir sebesar Rp 5 466 171 500. Sebesar 90 persen petani JUN dan para
pihak yang terkait usaha JUN UBH-KPWN Bogor menyatakan bahwa usaha JUN
memberikan dampak positif baik ekonomi maupun lingkungan. Sebesar 50 persen
responden petani JUN merasakan perubahan sumber air dan kualitas lingkungan
sehingga masyarakat sekitar dapat memperoleh air lebih mudah dan perubahan
udara yang dirasakan semakin lebih bersih dan sejuk.
Usaha JUN oleh UBH-KPWN telah dilaksanakan dengan baik, namun ada
beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian UBH-KPWN Bogor agar dapat
lebih mengembangkan usahanya. UBH-KPWN Bogor harus dapat menjaga
kepercayaan dan meyakinkan para pihak yang terlibat agar mau melanjutkan
usaha JUN di periode selanjutnya karena para pihak merupakan aset perusahaan
yang menyukseskan usaha JUN. Usaha kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor harus
tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutannya karena proyek tersebut sangat
menguntungkan bagi semua pihak dan dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN DAMPAK
EKONOMI USAHA JATI UNGGUL NUSANTARA
(Studi Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi
Perumahan Wanabakti Nusantara
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
MIRZA MAULANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Finansial dan Dampak Ekonomi
Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Unit Usaha
Bagi Hasil - Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Nama : Mirza Maulana
NIM : H44080069
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Asti Istiqomah, SP, M.Si
NIP. 19690917 200604 2011
Diketahui
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas atas bantuan berbagai pihak baik
moril dan materil. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis, bapak (Nur Muhammad Heriyanto) dan ibu (Eni Priyani)
serta kakak (Hardy Nur Hasan) atas segala dukungan, semangat dan senantiasa
memberikan doa serta kasih sayang yang tak terhingga.
2. Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Asti Istiqomah, SP, M.Si selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan
pelajaran berharga selama penyusunan skripsi ini.
3. Novindra, SP, M.Si dan Hastuti, SP, MP, M.Si yang berkenan sebagai dosen
penguji.
4. Dosen-dosen Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas ilmu,
kesabaran, bimbingan, dan pertolongan yang diberikan.
5. Dr. Nurmala K. Panjaitan, MS, DEA sebagai dosen Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat yang telah memberikan ilmu dan arahannya dalam penyelesaian skripsi.
6. Pihak-pihak dari UBH-KPWN Bogor atas penerimaan, waktu, kesempatan,
informasi, dan seluruh bantuan yang diberikan untuk kelancaran proses penelitian.
Bapak Edi Wahyudi, Bapak Irvan Ade Purnama, Bapak Alvin Andro Meda, dan
Bapak Yusep Saputra selaku pembimbing di lapangan.
7. Kartika, S.KPM. Terima kasih atas segala dukungan yang senantiasa selalu diberikan
kepada penulis.
8. Teman-teman “The Boentotsz” (Ai, Dewi, Nanda, dan Stevan). Terima kasih untuk
semangat, keceriaan, dan kebersamaannya.
9. Subhiaksa Lesmana dan Muchtar Latief yang telah membantu penulis dalam
melewati proses penyelesaian skripsi.
viii
10. Teman-teman sebimbingan Dyah, Elok, Erwan, Evy, Nova, Nurul, dan Shinta yang
selalu memberikan dukungan.
11. Staf pelayanan akademik (Mbak Aam) yang telah membantu penulis dalam urusan
administrasi serta seluruh staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi, semoga
Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan kalian.
Bogor, Januari 2013
Penulis
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Kelayakan Finansial dan Dampak Ekonomi Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi
Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara
Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”.
Skripsi ini dilatarbelakangi oleh permintaan terhadap jati yang tinggi
sementara penawaran kayu jati rendah. Upaya untuk mengatasi permasalahan
pemenuhan permintaan kayu jati dilakukan pengembangan teknologi guna
memperpendek umur tanam. Salah satu usaha yang bergerak di bidang ini adalah
UBH-KPWN yang berhasil menciptakan Jati Unggul Nusantara (JUN).
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT sehingga penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengucapkan terima
kasih atas kritik, saran, dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan
skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
memerlukan dan dapat memberikan kontribusi dalam kajian pengembangan
masyarakat sekitar kegiatan JUN.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8
2.1 Tanaman Jati Unggul Nusantara ....................................................... 8
2.2 Evaluasi Proyek ................................................................................ 9
2.2.1 Analisis Kelayakan Finansial .................................................. 10
2.2.2 Analisis Sensitivitas ................................................................. 12
2.3 Sistem Bagi Hasil ............................................................................. 13
2.4 Manfaat Ekonomi ............................................................................. 13
2.5 Manfaat Lingkungan ......................................................................... 15
2.6 Persepsi ............................................................................................. 16
2.7 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 17
2.7.1 Penelitian Analisis Kelayakan Finansial ................................. 18
2.7.2 Penelitian Manfaat Ekonomi................................................... 19
2.7.3 Penelitian Dampak Lingkungan .............................................. 19
2.7.4 Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat ......... 20
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 21
IV. METODE PENELITIAN ........................................................................ 25
4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ...................................... 25
4.2 Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 25
4.3 Metode dan Analisis Data ................................................................ 26
4.3.1 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial .................................... 27
4.3.2 Analisis Pendapatan ................................................................ 30
4.3.3 Skala Likert ............................................................................. 31
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................................... 33
5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN ............................................. 33
5.2 Pola Bagi Hasil UBH-KPWN ........................................................... 34
5.3 Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN ........................................... 38
5.4 Keadaan Umum Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir .................... 41
5.4.1 Kependudukan Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir ...................... 42
5.5 Karakteristik Responden Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir..................................................................................... 43
5.5.1 Usia .......................................................................................... 44
xi
5.5.2 Jenis Kelamin .......................................................................... 44
5.5.3 Tingkat Pendidikan .................................................................. 45
5.5.4 Jenis Pekerjaan ........................................................................ 46
5.5.5 Jumlah Tanggungan Keluarga ................................................. 47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 49
6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN)
UBH-KPWN Kabupaten Bogor ....................................................... 49
6.1.1 Analisis Inflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor .................... 49
6.1.2 Analisis Outflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor ................. 51
6.1.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha JUN UBH-KPWN
Bogor ................................................................................................ 60
6.1.4 Analisis Sensitivitas Usaha JUN UBH-KPWN Bogor ............ 61
6.2 Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Kegiatan JUN ................... 62
6.2.1 Perbandingan Pendapatan Petani JUN Sebelum dan Sesudah
Adanya Kegiatan JUN ...................................................................... 62
6.2.2 Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir .................... 67
6.2.3 Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan
JUN terhadap Pendapatan Rumah Tangga ....................................... 68
6.2.4 Manfaat Ekologis Keberadaan JUN Bagi Masyarakat Sekitar 70
6.3 Dampak Ekonomi dan Lingkungan Menurut Para Pihak terhadap
Kegiatan JUN ................................................................................... 74
6.3.1 Dampak Ekonomi .................................................................... 74
6.3.2 Dampak Lingkungan ............................................................... 77
VII. SIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 81
7.1 Simpulan ........................................................................................... 81
7.2 Saran ................................................................................................. 82
VIII. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 83
LAMPIRAN ................................................................................................... 86
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 101
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produk Domestik Bruto Indonesia untuk Sektor Kehutanan atas
Dasar Harga Berlaku Tahun 2001-2010 ........................................ 2
2. Volume Ekspor Produk Hasil Kayu Olahan Indonesia Tahun
2010 ................................................................................................. 3
3. Penelitian Analisis Kelayakan Finansial ......................................... 18
4. Penelitian Manfaat Ekonomi ........................................................... 19
5. Penelitian Dampak Lingkungan ...................................................... 20
6. Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat ................. 20
7. Matriks Metode Analisis Data ........................................................ 26
8. Tingkat Persepsi .............................................................................. 32
9. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN
UBH-KPWN ................................................................................... 35
10. Bagian Hasil dan Beban Resiko Para Pihak yang Terlibat dalam
Usaha JUN UBH-KPWN ................................................................ 38
11. Penyebaran Perkembangan Tanaman JUN UBH-KPWN Bogor .... 40
12. Mata Pencaharian Penduduk Desa Cogreg Tahun 2010 ................. 42
13. Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2010 ....... 43
14. Usia Responden Petani JUN Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun
Ilir .................................................................................................... 44
15. Pendidikan Petani JUN Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir ....... 45
16. Jenis Pekerjaan Petani JUN di Luar JUN Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir ................................................................................... 46
17. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani JUN Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir ................................................................................... 48
18. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi .............................................. 50
19. Estimasi Penerimaan Penjualan Tanaman JUN .............................. 51
20. Biaya Investasi Perlengkapan Kantor ............................................. 52
21. Biaya Investasi Peralatan Mesin ..................................................... 53
22. Biaya Manajemen Kantor ............................................................... 54
23. Biaya Pembuatan Tanaman ............................................................. 56
24. Biaya Pemeliharaan Tanaman Selama Satu Siklus (5 Tahun) ........ 57
25. Biaya Penebangan Tanaman ........................................................... 57
xiii
26. Bagi Hasil kepada Petani Penggarap, Pemilik Lahan, Investor,
Perangkat Desa, dan UBH-KPWN Bogor ...................................... 58
27. Hasil Analisis Kelayakan Finansial ................................................ 60
28. Hasil Analisis Sensitivitas ............................................................... 62
29. Perbandingan Pendapatan Petani JUN Tanpa dan dengan Adanya
Kegiatan JUN Tahun 2012 .............................................................. 63
30. Klasifikasi Tanaman JUN ............................................................... 64
31. Klasifikasi Bonus Petani JUN ......................................................... 65
32. Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir............................ 67
33. Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN
terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012 ............................................................... 69
34. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Sumber Air di Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir ................................................................... 71
35. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Kualitas Udara di Desa
Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir....................................................... 72
36. Pengklasifikasian Kandungan Karbondioksida Berdasarkan
Diameter Pohon Jati (cm)................................................................ 73
37. Penyerapan Karbondioksida pada Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir ................................................................................... 74
38. Dampak Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN............................................. 75
39. Dampak Positif Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala
Likert ............................................................................................... 76
40. Dampak Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan
Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN.................................... 78
41. Dampak Positif Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala
Likert ............................................................................................... 79
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................... 24
2. Bagan Struktur Kelembagaan UBH-KPWN ................................... 34
3. Bagan Kontribusi dan Bagian Hasil Pihak-Pihak yang Terlibat
dalam Usaha JUN ............................................................................ 36
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Biaya Reinvestasi Tahun 2009-2017 .............................................. 87
2. Perhitungan Bagi Hasil JUN UBH-KPWN Bogor.......................... 88
3. Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor ..................................... 89
4. Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor dengan Peningkatan
Harga Pupuk sebesar 32% ............................................................... 92
5. Rincian Perhitungan Upah Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir Selama 5 Tahun ........................................................ 95
6. Tumpang Sari Desa Cogreg ............................................................ 97
7. Tumpang Sari Desa Ciaruteun Ilir .................................................. 98
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan
sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan
kawasan hutan. Berdasarkan data statistik Kementerian Kehutanan tahun 2011
luas kawasan hutan mencapai 130 609 014.98 ha. Hutan mempunyai peranan
yang sangat penting bagi kehidupan, yaitu berupa manfaat langsung yang
dirasakan dan manfaat yang tidak langsung. Manfaat hutan tersebut dapat
dirasakan apabila hutan terjamin eksistensinya, sehingga dapat berfungsi secara
optimal. Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan adanya hutan yaitu hasil
hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Manfaat tidak langsung dari hutan yaitu
sebagai pengatur tata air, menciptakan kualitas udara yang bersih, dan sebagai
penyerap emisi karbondioksida (CO2) sehingga dapat meredam pemanasan global
(Asdak, 1995).
Hutan memiliki banyak fungsi salah satunya fungsi ekonomi. Fungsi hutan
jika ditinjau dari sisi ekonomi, hutan dapat berpengaruh dalam penciptaan
lapangan kerja bagi masyarakat. Selain itu hutan berfungsi sebagai penggerak
sektor ekonomi lainnya dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian
(Awang, 2002). Peran hutan dalam perekonomian dapat dilihat dari peningkatan
Produk Domestik Bruto (PDB) sektor kehutanan. Produk Domestik Bruto (PDB)
sektor kehutanan pada tahun 2001-2010 mengalami peningkatan. Peningkatan
tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan perubahan sebesar Rp 7 503.9 milyar
atau 33.26 persen dari PDB tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 1.
2
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Indonesia untuk Sektor Kehutanan atas
Dasar Harga Berlaku Tahun 2001-2010
No Tahun PDB Sektor Kehutanan (Milyar Rupiah)
1 2001 16 962.1
2 2002 17 602.4
3 2003 18 414.6
4 2004 20 290.0
5 2005 22 561.8
6 2006 30 065.7
7 2007 35 734.1
8 2008 40 668.4
9 2009 44 952.1
10 2010 48 085.5
Sumber: Kementerian Kehutanan (2011)
Kontribusi sektor kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto berupa hasil
hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Adapun hasil hutan kayu meliputi kayu
bulat, kayu gergajian, kayu lapis, dan kayu olahan. Hasil hutan non kayu meliputi
rotan, getah, sirlak, terpentin, minyak kayu putih, damar, sagu, dan kopal.
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak terlepas pula dari peran sektor
kehutanan dalam menghasilkan devisa. Pengusahaan sektor kehutanan salah
satunya dilakukan dengan pengembangan industri hasil hutan berbahan dasar
kayu. Pengembangan industri hasil hutan berupa kayu ini didorong oleh upaya
pencapaian tujuan pembangunan ekonomi, diantaranya adalah penciptaan
lapangan kerja, peningkatan nilai tambah serta peningkatan penerimaan devisa
melalui ekspor. Ekspor produksi hasil hutan berupa kayu olahan mencakup kayu
gergajian, kayu lapis, wood charcoal, pulp, veneer sheets, particle board, dan
fibreboard. Volume ekspor dan pemasukan devisa dari ekspor produk hasil kayu
olahan Indonesia pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Volume Ekspor Produk Hasil Kayu Olahan Indonesia Tahun 2010
No Produk Kayu
yang Diekspor
Volume
(Kg)
Nilai
US ($)
1 Kayu gergajian 32 201 599 30 893 501
2 Kayu lapis 1 839 689 959 1 638 695 231
3 Bubur kertas/Pulp 2 572 338 903 1 465 940 915
4 Lembaran finir 9 833 994 26 285 962
5 Papan partikel 9 349 469 2 842 147
6 Papan serat 151 593 453 43 719 087
Sumber: Kementerian Kehutanan (2011)
Pengembangan industri kayu olahan terus dilakukan mengingat
kontribusinya yang cukup besar dalam perekonomian negara, namun
perkembangannya mengalami hambatan karena ketersediaan kayu yang semakin
langka khususnya kayu jati. Menurut Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan
Indonesia (ASMINDO), permintaan kayu jati di pasar global mencapai 230 juta
m3/tahun, sementara perusahaaan mebel dan kerajinan Indonesia membutuhkan
kontinuitas pasokan bahan baku kayu jati rata-rata sebesar 2.5 juta m3/tahun.
Namun saat ini baru bisa dipenuhi sebesar 700 ribu m3/tahun (Tobing, 2011).
Kendala lain yang dihadapi dalam pemenuhan bahan baku kayu jati adalah umur
tanam yang relatif lama karena semakin lama tanaman jati ditanam, maka
kualitasnya semakin baik.
Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan pemenuhan permintaan
kayu jati, dilakukan pengembangan teknologi berupa rekayasa genetika untuk
memperpendek usia tanam jati yang semula 40-50 tahun menjadi 5-15 tahun.
Masa panen yang lebih cepat ini diharapkan tidak hanya dapat memenuhi
kebutuhan kayu jati saja, tetapi juga dapat menarik pemilik modal untuk
berinvestasi pada sektor kehutanan. Tanaman ini diberi nama Jati Unggul
Nusantara (JUN).
4
Jati Unggul Nusantara adalah hasil kloning dari Jati Plus Perhutani (JPP)
yang telah diseleksi selama 70 tahun oleh Perum Perhutani dan dilaksanakan
dengan pola penanaman secara intensif. Jati Unggul Nusantara dibiakkan secara
vegetatif dengan stek pucuk dari pohon/klon unggul Perum Perhutani yang
bersertifikat. JUN menggunakan metode bioteknologi mutakhir dengan pola
usahatani yang ramah lingkungan dalam memanfaatkan pupuk organik.
1.2 Perumusan Masalah
Kegiatan penanaman Jati Unggul Nusantara dalam rangka menunjang
pengembangan budidaya jati unggul, maka diperlukan sistem usaha yang
dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan. Sistem usaha ini diharapkan dapat
memenuhi permintaan jati yang berkesinambungan sehingga memberikan dampak
ekonomi dan dampak lingkungan bagi masyarakat sekitar. Salah satu pelaku
usaha budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha yang terpadu dan ramah
lingkungan adalah UBH-KPWN (Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara).
UBH-KPWN merupakan salah satu unit usaha yang dimiliki oleh Koperasi
Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN). Unit Usaha Bagi Hasil ini dibentuk
oleh dan berada di bawah KPWN untuk melaksanakan usaha yang bergerak di
bidang budidaya jati unggul dengan pola bagi hasil. UBH-KPWN dalam
melakukan usaha kegiatan penanaman JUN tersebar di Pulau Jawa salah satunya
di daerah Kabupaten Bogor.
UBH-KPWN Bogor mengelola Jati Unggul Nusantara menggunakan tanah
milik negara yang bekerja sama dengan masyarakat sekitar khususnya para petani.
Masyarakat ikut berperan serta dalam membangun hutan rakyat, seperti
penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Hal ini berpengaruh terhadap
5
masyarakat sekitar karena akan menciptakan lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan masyarakat. Pembangunan kegiatan usaha JUN merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di sekitar hutan
tersebut. Keberadaan kegiatan JUN diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
tambahan kepada petani JUN karena kebutuhan hidup yang terjadi secara terus-
menerus. Oleh karena itu, masyarakat mengikuti kegiatan JUN untuk
mendapatkan upah.
Kegiatan penanaman JUN di Kabupaten Bogor secara umum
menggunakan lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Lahan tersebut
dioptimalkan oleh UBH-KPWN Bogor dengan cara menanam kayu jati. Tanaman
jati dapat berfungsi sebagai pengatur tata air dan menjaga kualitas udara bersih.
Kegiatan penanaman JUN diharapkan dalam jangka panjang mampu menjaga
kondisi iklim mikro yaitu penyerapan emisi karbondioksida (CO2) yang
menyebabkan pemanasan global. Hutan (jati) mampu menyerap karbondioksida di
udara dalam jumlah besar dan waktu yang relatif pendek dan meningkatkan
kondisi lahan ke arah yang lebih produktif (Anwar, 2011). Kegiatan usaha JUN
diharapkan berdampak langsung dan positif terhadap masyarakat sekitar
khususnya dalam perlindungan ketersediaan air dan kualitas udara.
Para pihak mempunyai persepsi yang berbeda-beda mengenai dampak
yang dirasakan dengan adanya kegiatan JUN. Kartono (1987) menyebutkan
bahwa persepsi seseorang terhadap hutan mempengaruhi hubungan manusia
dengan lingkungan hutan. Seseorang yang menolak lingkungan hutan karena
mempunyai pandangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang dia inginkan,
sehingga dapat memberikan tindakan terhadap hutan sesuai dengan apa yang
6
dikehendaki. Sebaliknya bagi seseorang yang mempunyai sikap menerima
lingkungan hutan maka mereka dapat memanfaatkan hutan sekaligus menjaga dan
menyelamatkan hutan dari kerusakan, sehingga hutan memberikan manfaat yang
terus-menerus.
Usaha UBH-KPWN Bogor diharapkan dapat direplikasi di daerah lain
untuk memenuhi pasokan kayu jati domestik bahkan untuk kebutuhan eksport
yang masih tinggi. Oleh karena itu, perlu diketahui analisis kelayakan finansial
dari usaha JUN UBH-KPWN Bogor layak tidaknya usaha tersebut untuk
dilanjutkan. Selain itu, guna memberikan gambaran/contoh kepada proyek lain
yang ingin mendirikan suatu usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN
Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar?
3. Bagaimana persepsi para pihak terhadap kegiatan unit usaha Jati Unggul
Nusantara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan yang telah dirumuskan, maka
tujuan dari penelitian yang ingin dicapai adalah:
1. Menganalisis kelayakan finansial usaha Jati Unggul Nusantara UBH-KPWN
Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar.
3. Mengidentifikasi persepsi para pihak terhadap kegiatan unit usaha Jati Unggul
Nusantara.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pihak pengusaha
atau pemilik modal (investor) sebagai masukan pengambilan keputusan dalam
memilih investasi usaha. Penelitian ini pun diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai dampak ekonomi dan lingkungan keberadaan Jati Unggul
Nusantara (JUN) terhadap masyarakat sekitar. Selain itu, penelitian ini diharapkan
memberikan informasi mengenai persepsi para pihak terhadap kegiatan JUN.
Bagi civitas akademik, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai
informasi dalam pelaksanaan penelitian-penelitian selanjutnya serta menjadi
bahan rujukan. Bagi penulis diharapkan penelitian ini dapat mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang dipelajari selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan suatu bentuk evaluasi kelayakan
finansial terhadap kegiatan penanaman Jati Unggul Nusantara (JUN) di Desa
Cogreg, Kecamatan Parung dan Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang
dalam satu siklus yaitu jangka waktu lima tahun. Kajian aspek finansial dilakukan
berdasarkan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Dampak ekonomi
ditekankan kepada manfaat ekonomi yang diperoleh Desa Cogreg & Desa
Ciaruteun Ilir dan petani JUN yang mengikuti pengelolaan JUN pada tanaman
umur empat dan lima tahun. Dampak lingkungan pada penelitian ini menghitung
nilai potensi karbondioksida (CO2), sedangkan untuk ketersediaan sumber air dan
kualitas udara bersih dilihat menurut persepsi petani JUN karena adanya
keterbatasan waktu, alat, dan dana. Persepsi ditekankan kepada petani JUN,
pemilik lahan, dan perangkat desa dengan adanya JUN.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jati Unggul Nusantara
Kayu jati sangat terkenal untuk berbagai penggunaan karena kekuatan dan
keawetannya, namun karena pertumbuhannya sangat lambat menyebabkan
keseimbangan antara penyediaan kayu jati dengan kebutuhan industri tidak
seimbang. Upaya pemenuhan kebutuhan kayu jati yang telah dilakukan untuk
mengatasi kontinuitas pasokan kayu jati, yaitu:
1. Melakukan penelitian untuk menghasilkan klon unggul tanaman pohon jati
yang lebih cepat.
2. Membudidayakan klon unggulan tersebut untuk dapat dipanen dalam masa
daur pendek.
Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Perum Perhutani sejak
tahun 1990 telah melakukan penelitian untuk menghasilkan benih jati unggul asli
Indonesia. Pengembangan benih unggul berasal dari pohon plus tanaman jati
Perum Perhutani di Pulau Jawa. Hasil pengembangan ini disebut klon Jati Plus
Perhutani (JPP). Benih pohon Jati Plus Perhutani (JPP) yang dikembangkan
Perum Perhutani, kemudian dilanjutkan pengembangannya oleh pihak PT
Setyamitra Bhakti Persada bekerjasama dengan Koperasi Perumahan Wanabakti
Nusantara di bawah pengawasan Kementerian Kehutanan.
Bibit JUN dihasilkan dari proses pengembangan genetik dari bibit-bibit
jati terbaik seluruh Indonesia (PT. Setyamitra Bhaktipersada, 2008).
Pengembangan dilakukan dengan melakukan penelitian kualitas bibit jati yang
berasal dari stek pucuk. Penelitian dilakukan dengan menginduksi (menstimulasi
dengan hormon tumbuh) sistem perakaran calon tanaman. Penelitian tersebut
9
menghasilkan bibit tanaman jati dengan akar tunggang majemuk pada usia dini.
Sesuai hasil penelitian tersebut menunjukkan sifat klon jati baru, yang kemudian
disebut klon Jati Unggul Nusantara (JUN).
Tanaman JUN diperhitungkan dapat dipanen pada umur antara 5-15 tahun.
Sesuai sifatnya, tanaman JUN memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan
kondisi pertumbuhan relatif seragam pada saat usia tahun kedua. Pada umur
tanaman antara 3-5 tahun, diameter tanaman dapat mencapai rata-rata 23 cm dan
tinggi pohon 10 m. JUN memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah
memiliki perakaran tunjang majemuk, cepat besar, kokoh, sehingga tidak mudah
roboh, dan memiliki daya serap yang tinggi terhadap nutrisi. Keunggulan lainnya
adalah JUN dapat di panen pada tahun ke lima dengan memiliki kualitas kelas
awet III-V, kelas kuat III, dan persentase teras 26-27 persen (UBH-KPWN, 2012).
Pola pengelolaan intensif tanaman JUN lebih tahan terhadap serangan
hama dan penyakit. Produktivitas potensi rata-rata JUN pada tahun kelima
diperhitungkan dapat mencapai 0,235 m3/pohon. Penanaman JUN akan lebih baik
ditanam pada daerah ketinggian antara 50-600 m dpl. Iklim yang baik bagi
pertumbuhan tanaman JUN pada kisaran curah hujan antara 1500-2000 mm/tahun,
dan sebaiknya ditanam pada area yang memiliki sistem drainase yang baik (UBH-
KPWN, 2012).
2.2 Evaluasi Proyek
Evaluasi proyek merupakan pengkajian suatu proyek yang sudah berjalan ,
apakah proyek dapat dilanjutkan (go project) atau dihentikan (no go project),
dengan berdasarkan berbagai aspek kajian (Husnan dan Suwarsono, 1994). Dalam
mengevaluasi suatu proyek yang efektif harus mempertimbangkan aspek yang
10
saling berkaitan dan secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan
yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu dan mempertimbangkan
seluruh aspek tersebut (Gittinger, 1986).
Dilihat dari kapan evaluasi dilakukan pada proyek, dapat dibedakan 4 jenis
evaluasi proyek:
1. Evaluasi terhadap usulan proyek yang akan didirikan (pre project evaluation).
2. Evaluasi terhadap proyek yang sedang dibangun (on construction project
evaluation).
3. Evaluasi terhadap proyek yang telah dioperasionalisasikan (on going project
evaluation).
4. Evaluasi terhadap proyek yang telah berakhir (post project evalution study).
2.2.1 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial merupakan analisis yang melihat suatu proyek
dari sudut pandang lembaga/badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam
proyek dengan menggunakan metode cash flow analysis. Metode tersebut untuk
menganalisis komponen penerimaan atau benefit (inflow) dan menganalisis
komponen biaya atau pengeluaran (outflow). Selisih keduanya disebut manfaat
bersih yang seharusnya dapat diterima para pihak. Analisis kelayakan finansial
bertujuan untuk mengevaluasi pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat
diketahui layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud untuk dilanjutkan.
Sesuai metode tersebut, analisis kelayakan finansial pada kegiatan pengelolaan
JUN UBH-KPWN menggunakan instrumen analisis, yaitu:
11
a. Perhitungan Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima selama
umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. Ukuran ini bertujuan untuk
menghasilkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana
usaha ini memberikan NPV biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang
lebih sama setiap tahun. Jika NPV menghasilkan nilai positif maka investasi
tersebut dapat dilanjutkan, sedangkan jika NPV tersebut bernilai negatif maka
sebaiknya investasi tersebut dihentikan (Kasmir dan Jakfar, 2003).
b. Perhitungan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) adalah besarnya manfaat tambahan pada
setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C merupakan perbandingan
antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif dengan net
benefit yang negatif. Proyek layak dilanjutkan bila Net B/C lebih besar dari satu
(Gray et al., 1986).
c. Perhitungan Internal Rate of Return (IRR)
Investasi dikatakan layak dilanjutkan jika IRR lebih besar dari tingkat
diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek
tersebut tidak layak dilanjutkan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga
maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan.
Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang
berlaku (Ibrahim, 2003).
d. Payback Period (PBP)
Payback Period adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah
investasi yang ditanamkan, dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan
12
arus nilai netto produksi tambahan mencapai jumlah keseluruhan investasi yang
ditanamkan (Gittinger, 1986).
Husnan dan Suwarsono (1994), mengungkapkan bahwa analisis payback
period mengukur seberapa cepat investasi kembali, sehingga satuan hasilnya
bukan persentase, tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dan sebagainya). Jika
payback period ini lebih pendek dari umur proyek, maka proyek dikatakan layak
dan baik untuk dilanjutkan, sedangkan jika umur proyek lebih lama maka proyek
tidak layak dilanjutkan.
Dasar perhitungan yang digunakan adalah aliran kas bukan laba.
Perhitungan tingkat pengembalian dilakukan dengan metode payback period,
dimana nilai manfaat bersih yang terdapat pada cash flow didiskontokan dan
diakumulatifkan dari tahun ke tahun (Gittinger, 1986).
2.2.2 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk melihat
kepekaan /pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu
kesalahan dalam dasar perhitungan biaya manfaat (Kadariah, 2001). Analisis
sensitivitas adalah suatu analisis yang menguji secara sistematis apa yang terjadi
pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda
dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Menurut Gittinger (1986),
proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama, yaitu:
1. Perubahan harga jual produk.
2. Keterlambatan pelaksanaan proyek.
3. Kenaikan biaya.
4. Perubahan volume produksi.
13
2.3 Sistem Bagi Hasil
Pola bagi hasil antara pemilik modal (investor) dan pengusaha
(entrepreneur) dalam kegiatan ekonomi banyak diterapkan untuk mengatasi
keterbatasan modal individu dalam memenuhi pembiayaan usaha. Sebagian besar
masyarakat meyakini pola bagi hasil merupakan merupakan model kerjasama
usaha yang dianggap lebih memenuhi nilai agama dengan model pembagian
resiko kegagalan usaha atau pembagian keuntungan yang lebih adil dan terbuka
(Jusmaliani, 2006). Terdapat dua jenis perhitungan bagi hasil, yaitu: profit/loss
sharing dan revenue sharing. Pada profit/loss sharing jumlah pendapatan bagi
hasil yang diterima tergantung keuntungan usaha, sedangkan pada revenue
sharing penentuan bagi hasil tergantung pendapatan kotor usaha (harga jual
dikalikan dengan jumlah barang yang dijual). Pada umumnya di Indonesia
menerapkan sistem revenue sharing (Jusmaliani, 2006).
Pengelolaan usaha pola bagi hasil yang dilaksanakan UBH-KPWN,
mencakup pengelolaan dana investor yang digunakan untuk biaya operasional
kegiatan penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan tanaman dan biaya
pemanenan tegakan pohon jati. Saat pemanenan pada tahun kelima yang telah
disepakati, manajemen UBH-KPWN akan membayarkan kembali dana hasil
penjualan pohon jati kepada para pihak sesuai proporsi bagi hasil yang telah
disepakati.
2.4 Manfaat Ekonomi
Gittinger (1986) mendefinisikan manfaat adalah segala sesuatu yang
membantu suatu tujuan. Untuk menilai manfaat yang tidak berwujud, metode
yang digunakan adalah menentukan atas harga dasar yang paling murah dari
14
kombinasi biaya berwujud yang akan timbul dimana keduanya sama penting
dengan manfaat yang tidak berwujud. Mengukur manfaat suatu proyek lebih sulit
daripada mengukur biayanya. Menurut Gray et al (1986), masalah-masalah yang
dihadapi dalam pengukuran manfaat ini dikelompokkan menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Mengukur jumlah manfaat
Hasil produksi dari sebuah proyek adalah adanya penambahan jumlah
barang dalam masyarakat setelah adanya proyek tersebut. Dengan kata lain, hasil
produksi suatu proyek adalah perbedaan jumlah persediaan barang yang terdapat
dalam masyarakat dengan adanya proyek dan seandainya tidak ada proyek.
2. Penentuan harga hasil produksi
Hasil suatu proyek terdiri dari berbagai barang yang berbeda. Berbagai
jenis produk suatu proyek dapat berbeda dengan barang yang berada dalam
masyarakat baik dari segi mutu dan kualitasnya yang menyebabkan harganya
menjadi berbeda. Suatu harga barang yang sama dapat berbeda pada tempat dan
waktu yang berbeda. Suatu proyek yang menciptakan produk dalam jumlah yang
besar dapat mempengaruhi tingkat harga. Oleh karena itu, kesalahan dalam
perhitungan manfaat suatu proyek dapat terjadi karena terjadinya kesalahan dalam
memberikan nilai kepada harga dari produk proyek tersebut.
3. Adanya eksternalitas
Eksternalitas adalah hasil-hasil tidak langsung dan akibat-akibat
sampingan dari suatu proyek. Eksternalitas dapat bersifat positif maupun negatif.
Keduanya sukar dihitung dan dimasukkan ke dalam biaya dan manfaat proyek,
15
tetapi perlu dipertimbangkan dalam penentuan pilihan proyek tersebut. Kesulitan
dalam mengukur hasil proyek terjadi, antara lain:
1. Hasil tidak langsung atau akibat sampingan proyek itu justru berada di luar
proyek itu sendiri, seperti hasil tidak langsung dari peningkatan pangan dapat
terjadi kepada peningkatan perbaikan pendidikan.
2. Akibat sampingan dari suatu proyek dapat merupakan biaya masyarakat secara
keseluruhan, seperti intensifikasi pertanian dalam suatu wilayah yang
menggunakan pestisida dapat menambah produksi padi, tetapi hal tersebut turut
berpengaruh kepada terjadinya penuruan produksi ikan pada wilayah tersebut.
3. Hasil yang tidak langsung menyebabkan sukar diukur dan dinilai dengan uang
(intangible), seperti terjadi penurunan keamanan setelah pelaksanaan proyek.
2.5 Manfaat Lingkungan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan
dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa
lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam
dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Jasa
lingkungan dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan secara langsung, seperti rekreasi, sedangkan secara tidak langsung,
seperti perlindungan tata air, kualitas udara bersih, dan penyerapan
karbondioksida (CO2).
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup
keadaan sumber daya alam, seperti tanah, air, energi, surya, mineral, serta flora
dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia, sepeti keputusan bagaimana
16
menggunakan lingkungan tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan
biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa, seperti tanah, udara,
air, iklim, kelembaban, cahaya, dan bunyi. Komponen biotik adalah segala
sesuatu yang bernyawa, seperti tumbuhan, hewan, manusia, dan mikroorganisme
(Lingkungan, 2012)1.
Aspek lingkungan dalam kegiatan usaha penanaman JUN adalah
eksternalitas positif terhadap kualitas lingkungan. Kegiatan JUN bermanfaat bagi
kelestarian lingkungan dengan cara pengelolaan yang ramah lingkungan dan
mempertahankan eksistensinya sehingga fungsi hidrogis dan penyerapan karbon
akan berfungsi secara optimal.
2.6 Persepsi
Kartono (1987) mengatakan persepsi sebagai proses dimana seseorang
menjadi sadar segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera yang dimiliki,
pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui intersepsi data indera. Persepsi
tentang kesejahteraan hidup manusia terbangun melalui pengalaman dan berbagai
macam proses dalam usaha manusia menjalin hubungan dengan lingkungan
mereka. Terbangunnya persepsi tersebut mendorong manusia dalam usaha
mendekati atau mencapai suatu kondisi kehidupan sesuai dengan gambaran hidup
sejahtera yang ada dalam konsep manusia.
Persepsi sebagai proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungan yang diperoleh melalui penglihatan,
pendengaran, penghayatan, perasaan, maupun penciuman. Persepsi merupakan
penafsiran unik terhadap suatu situasi, bukan merupakan suatu pencaharian yang
1 Dikutip dari http://id.Wikipedia.org/wiki/lingkungan yang diakses pada tanggal 22 Februari
2012.
17
sebenarnya dari situasi tersebut. Definisi ini secara implisit menyebutkan bahwa
informasi dan situasi dapat berfungsi sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu
persepsi, walaupun informasi tentang lingkungan itu juga bisa berupa situasi
tertentu (tidak harus berupa rangkaian kalimat atau isyarat lain) (Sutisna, 2001).
Persepsi sangat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap lingkungan.
Seseorang yang mempunyai persepsi yang benar terhadap lingkungannya,
kemungkinan orang tersebut akan berperilaku positif terhadap upaya-upaya
pelestarian lingkungan dan sebaliknya (Harihanto, 2001).
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan
penelitian dan membandingkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan
hasil-hasil yang telah dilakukan oleh orang lain yang menunjang atau
memperkuat. Banyak penelitian yang menggunakan metode analisis kelayakan
finansial terhadap suatu proyek, akan tetapi proyek kegiatan JUN UBH-KPWN
Kabupaten Bogor memiliki perbedaan dari segi lokasi penelitian.
Penelitian ini tidak hanya menganalisis dari segi finansial saja, akan tetapi
mengidentifikasi dampak ekonomi dan lingkungan terhadap masyarakat sekitar.
Hal ini menjadi perbedaan dengan penelitian lain karena penelitian yang lain
hanya melihat proyek tersebut memberikan keuntungan yang besar tanpa
memperhatikan keadaan masyarakat dan lingkungan sekitar. Beberapa penelitian
yang dijadikan referensi yaitu penelitian tentang analisis kelayakan finansial,
penelitian manfaat ekonomi, penelitian terhadap dampak lingkungan, dan
penelitian persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat.
18
2.7.1 Penelitian Analisis Kelayakan Finansial
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk analisis kelayakan finansial
dilakukan oleh Abdurrohman (2005) dan Puspitasari (2009). Hasil dari penelitian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penelitian Analisis Kelayakan Finansial
No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian
1
Abdurrohman
(2005)
Analisis Kelayakan
Finansial Produksi Bibit
Jati dengan Metode Kultur
Jaringan pada PT. Dafa
Teknoagro Mandiri,
Bogor.
Berdasarkan kriteria kelayakan
finansial yang diamati, usaha ini
dapat dikatakan layak, NPV =
Rp 301 751 403 IRR = 23.8967
persen, Net B/C = 1,695 dan
waktu pengembalian pada periode
lima tahun empat bulan.
Switching value dikatakan layak
ketika biaya produksi variabel
naik sebesar 59.80293 persen dan
harga output turun sebesar
20.1824 persen.
2 Ratna
Puspitasari
(2009)
Analisis Kelayakan Usaha
Jati Unggul Nusantara
dengan Pola Bagi Hasil
(Studi Kasus pada Unit
Usaha Bagi Hasil Koperasi
Perumahan Wanabakti
Nusantara).
JUN ini layak untuk
dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat
dari NPV = Rp 42 714 598 081,
IRR sebesar 48 persen dimana
lebih besar dari discount rate
sebesar sembilan persen. Nilai
Net B/C lebih besar dari satu,
yaitu enam. Payback Period
(PBP) yang diperoleh adalah
sebesar 5.555 tahun atau sama
dengan lima tahun enam bulan 20
hari dimana masih lebih kecil dari
umur proyek, serta nilai break
even point (BEP) usaha JUN ini
adalah sebanyak 30 510 pohon.
Berdasarkan analisis switching
value, Batas penurunan jumlah
produksi tanaman sebesar
12.739980852730 persen,
sedangkan batas peningkatan
biaya operasional adalah sebesar
65.5400500494 persen.
19
2.7.2 Penelitian Manfaat Ekonomi
Penelitian yang melihat manfaat ekonomi dilakukan oleh Dewi (2011) dan
Putro (2011). Hasil penelitian tersebut dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Penelitian Manfaat Ekonomi
No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Devita Ayu Dewi
(2011)
Persepsi Petani Terhadap
Pola Pengelolaan Hutan
Rakyat dan Kontribusi
Hutan Rakyat terhadap
Pendapatan Rumah Tangga
(Kasus di Kecamatan
Cimalaka dan Conggeang
Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat).
Manfaat ekonomi saat ini
hutan rakyat masih
memberikan manfaat yang
kecil tiga persen (Rp 893
333/tahun) untuk hutan
rakyat monokultur dan satu
persen (Rp 187 200/tahun)
untuk hutan rakyat
campuran karena belum ada
pemanenan dari hasil kayu.
2 Imam Dwi Putro
(2011)
Analisis Manfaat Ekonomi
Sistem Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat
(PHBM) (Studi Kasus
Lembaga Masyarakat Desa
Hutan (LMDH) Puncak
Lestari, Desa Tugu Utara,
Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor).
Kegiatan PHBM yang
berjalan di Desa Tugu
Utara memberikan
kontribusi rata-rata
pendapatan sebesar 39
persen terhadap pendapatan
rumah tangga petani, Nilai
dari penyerapan tenaga
kerja pada kegiatan PHBM
di Desa Tugu Utara adalah
Rp 173 360 000/tahun dan
nilai kontribusi LMDH
dalam meningkatkan
keamanan kawasan hutan
adalah Rp 60 708 700
setiap tahunnya. Net benefit
yang muncul dari kegiatan
PHBM di Desa Tugu Utara
berjumlah Rp 404 547 825
per tahunnya.
2.7.3 Penelitian Dampak Lingkungan
Penelitian yang melihat dampak lingkungan pada hutan rakyat telah
dilakukan oleh Supangat (2005) dan Ghofir (2012). Hasil penelitian tersebut dapat
dilihat pada Tabel 5.
20
Tabel 5. Penelitian Dampak Lingkungan
No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Agung B.
Supangat
(2005)
Peran Hutan
Tanaman Jati
sebagai Pengatur
Tata Air: Studi
Kasus di SubDAS
Kawasan Hutan
Jati di KPH Cepu.
Berdasarkan hasil penelitian tata air
(hidrologi) selama tujuh tahun, dapat
disimpulkan secara umum sub DAS kawasan
hutan jati lebih baik dibandingkan sub DAS
non kawasan hutan dalam mengendalikan
hujan untuk aliran permukaan maupun aliran
dasar seperti ditunjukkan oleh nilai rata-rata
koefisien limpasan yang lebih kecil dengan
fluktuasi yang stabil. Cadangan air tanah
yang dikeluarkan pada musim kering sebagai
aliran dasar lebih stabil pada sub DAS
kawasan hutan.
2 Abdul
Ghofir
(2012)
Penduga Stok
Karbon
(Paraserianthes
falcataria) Di
Desa Bandarjo,
Kabupaten
Semarang.
Stok karbon yang dihasilkan tegakan saat ini
sebesar 16.207 tonC atau 7.704 tonC/ha yang
diduga dengan persamaan terbaik
berdasarkan analisis, yakni C = 1445.4 D2,82
.
Potensi karbon hutan rakyat berdasarkan
perhitungan riap diameter tahunan jika umur
daur sepuluh tahun sebesar 214.732 ton.
2.7.4 Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat
Penelitian persepsi masyarakat terhadap hutan rakyat telah dilakukan oleh
Sultika (2010) dan Dewi (2011). Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Hutan Rakyat
No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Lalis
Yuliana
Sultika
(2010)
Analisis Pendapatan dan
Persepsi Masyarakat
terhadap Hutan Rakyat di
Desa Sidamulih Kecamatan
Pamarican dan Desa Bojong
Kecamatan Langkaplancar,
Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat.
Persepsi petani terhadap hutan
rakyat berdasarkan Skala Likert
adalah tinggi dengan nilai sebesar
2,72. Faktor-faktor internal yang
mempengaruhi persepsi adalah
kerjaan pokok. Sedangkan faktor
eksternal adalah lingkungan,
sosial budaya.
2 Devita Ayu
Dewi (2011)
Persepsi Petani terhadap Pola
Pengelolaan Hutan Rakyat
dan Kontribusi Hutan Rakyat
terhadap Pendapatan Rumah
Tangga (Kasus di Kecamatan
Cimalaka dan Conggeang
Kabupaten Sumedang,
Provinsi Jawa Barat).
Pada hutan rakyat monokultur
persepsi petani hutan rakyat
dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu: tingkat pendidikan dan
pekerjaan sampingan, sedangkan
pada hutan rakyat campuran
persepsi petani hutan rakyat
dipengaruhi oleh faktor eksternal,
yaitu luas kepemilikan lahan dan
frekuensi bertemu petani.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Tanaman jati pada mulanya merupakan tanaman hutan yang tidak sengaja
ditanam dan tumbuh liar di dalam hutan bersama jenis tanaman lain. Tanaman jati
tumbuh sebagai tanaman campuran, serta tumbuh di daerah yang mempunyai
perbedaan musim basah dan kering yang jelas. Menurut Sumarna (2008) tanaman
jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India. Tanaman ini mempunyai nama
ilmiah Tectona grandis Linn. f. Nama tectona berasal dari bahasa Portugis
(tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Tanaman jati
merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke sembilan dikenal
sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi.
Kayu jati merupakan jenis kayu mewah yang memiliki profil garis lingkar
tumbuh yang indah, bernilai artistik tinggi, awet, tahan terhadap hama dan
penyakit, serta mudah pengerjaannya (Pratiwi, 2010). Oleh karena itu, permintaan
terhadap jati tetap tinggi seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sehingga
memberi tekanan pada hutan. Di sisi lain, jati memiliki kelemahan yaitu umur
tanam yang relatif lama, sehingga laju permintaan jati tidak sama dengan laju
penawarannya.
Beberapa upaya yang dilakukan agar dapat memenuhi kekurangan
pasokan tersebut salah satunya melalui pengembangan penggunaan teknik
budidaya bibit unggul hasil rekayasa genetika tanaman jati. Salah satu bibit
unggul yang sudah mulai dipasarkan adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Salah
satu lembaga yang melakukan usaha budidaya jati unggul secara terpadu adalah
Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara KPWN (UBH-KPWN) Kabupaten
Bogor.
22
Usaha ini telah berdiri selama lima tahun, namun rencana usaha jangka
menengah telah dipersiapkan. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan usaha adalah kontinuitas. Usaha ini memerlukan evaluasi proyek
yang sedang berjalan terhadap kelayakan finansial. Kelayakan finansial UBH-
KPWN Kabupaten Bogor dianalisis dengan indikator NPV, Net B/C, IRR, dan
Payback Period. Apabila usaha tersebut layak, maka usaha tersebut dapat terus
dilanjutkan dan dikembangkan, namun apabila tidak layak usaha tersebut
membutuhkan pengefisienan biaya. Setelah itu, analisis sensitivitas dilakukan
untuk melihat kepekaan apakah UBH-KPWN Kabupaten Bogor masih layak
dilanjutkan jika terjadi perubahan-perubahan.
Jati dengan daur lebih singkat tersebut diharapkan mampu mencukupi
permintaan kayu di pasaran dan mampu meningkatkan pendapatan ekonomi
masyarakat. JUN merupakan salah satu sarana dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, memberikan peluang kesempatan kerja sehingga dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar JUN.
Besar kecilnya pengaruh kegiatan usaha JUN terhadap pendapatan masyarakat
sekitar dianalisis menggunakan analisis pendapatan.
Kegiatan usaha JUN juga memberikan manfaat ekonomi (pengelolaan
JUN, pengelolaan tumpang sari, dan bagi hasil atas penjualan kayu setelah lima
tahun) bagi desa yang bersangkutan. Selain itu, pendapatan dari kegiatan JUN
memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga. Besar kecilnya
manfaat ekonomi dan kontribusi pendapatan terhadap rumah tangga dari kegiatan
JUN dipaparkan secara deskriptif.
23
Keberadaan JUN berpengaruh langsung terhadap kualitas lingkungan
karena sesuai dengan fungsi hutan sebagai perlindungan ketersediaan air,
menyediakan kualitas udara bersih, dan dapat menyerap (rosot) karbondioksida
(CO2) dari udara. Dampak lingkungan dari kegiatan JUN kepada masyarakat
sekitar dipaparkan secara deskriptif.
Keberadaan kegiatan JUN menimbulkan dampak ekonomi dan lingkungan
di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir. Dampak ekonomi dan lingkungan yang
dirasakan para pihak (petani JUN, pemilik lahan, dan aparat desa) memiliki
persepsi yang berbeda-beda. Persepsi sangat mempengaruhi perilaku para pihak
terhadap sesuatu hal yang mereka pikirkan dan rasakan manfaatnya. Para pihak
yang menyetujui adanya kegiatan JUN, memungkinan berperilaku positif serta
mendukung kegiatan JUN. Para pihak yang tidak menyetujui adanya kegiatan
JUN, kemungkinan berperilaku negatif terhadap kegiatan JUN. Tingkat persepsi
masyarakat dapat diukur dengan pemberian nilai (skor) menggunakan
Skala Likert.
Seluruh hasil dari analisis akan menghasilkan informasi/rekomendasi
terhadap kemajuan UBH-KPWN Kabupaten Bogor dan dampak langsung yang
dirasakan oleh masyarakat sekitar kawasan kegiatan usaha Jati Unggul Nusantara.
Untuk memperjelas alur dari penelitian yang dilakukan, dapat dilihat pada
diagram alir dalam Gambar 1.
24
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Kayu
Jati
Permintaan
Kayu Jati
Tinggi
Penawaran Kayu
Jati Rendah
Persepsi Dampak
Ekonomi
Peluang untuk Memenuhi Permintaan
Kelayakan Finansial
UBH-KPWN
Kabupaten Bogor
Pendapatan
Petani JUN
(Sebelum dan
Sesudah)
Dampak
Lingkungan
Analisis Kelayakan
JUN Secara Finansial *NPV
*Net B/C
*IRR *PBP
Analisis Sensitivitas
Pengelolaan JUN
dan Tumpang Sari,
Bagi Hasil
Kontribusi Pendapatan
JUN terhadap Rumah
Tangga
Penyerapan
Karbondioksida
(CO2)
Ketersediaan
Air dan
Kualitas Udara
Bersih
Analisis Pendapatan
dan Deskriptif Deskriptif Skala Likert
Keberlanjutan Kegiatan Usahatani Jati Unggul Nusantara
Kegiatan Usaha JUN
Dampak Ekonomi dan
Lingkungan Menurut
Para Phiak
24
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lokasi penanaman JUN Unit Usaha Bagi Hasil-
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN) Kabupaten Bogor
(Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir), Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun
Ilir memiliki umur tanaman jati empat tahun dan lima tahun sehingga dampak
positif yang diberikan kegiatan JUN sudah mulai dirasakan oleh masyarakat.
Kegiatan penelitian mencakup penyusunan proposal, pengumpulan data,
pengolahan dan analisis data, serta penulisan laporan.
Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan referensi, data primer, dan
data sekunder hingga kegiatan pengumpulan data lapangan adalah kurang lebih
dua bulan. Pelaksanaan kegiatan pengambilan data dimulai dari bulan Maret-Mei
tahun 2012.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang berupa cross section
dan data sekunder yang berupa time series. Data primer diperoleh melalui
wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan usaha Jati Unggul Nusantara,
dalam hal ini direksi UBH-KPWN yang terkait dengan penelitian. Data primer
pun diperoleh melalui kuesioner kepada para petani dimana Desa Cogreg ada 23
petani JUN dan Desa Ciaruteun Ilir ada 78 petani JUN yang dilakukan secara
sensus. Kuesioner juga ditanyakan kepada aparat desa dan pemilik lahan terhadap
dampak ekonomi dan lingkungan serta persepsi para pihak dengan adanya
kegiatan usaha Jati Unggul Nusantara (JUN). Data sekunder diperoleh dari
26
instansi-instansi terkait, yaitu: UBH-KPWN, Kementerian Kehutanan, Badan
Pusat Statistik, situs-situs internet, serta literatur-literatur atau kepustakaan yang
relevan dengan penelitian ini seperti laporan penelitian sebelumnya dan buku
mengenai kelayakan finansial, persepsi, serta manfaat ekonomi dan lingkungan.
4.3 Metode dan Analisis Data
Data yang diperoleh dapat berupa jawaban secara kualitatif dan kuantitatif,
sehingga analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis
data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Menganalisis kelayakan
secara finansial usaha
Jati Unggul Nusantara
UBH-KPWN Kabupaten
Bogor.
Data sekunder dari pihak
UBH-KPWN Bogor.
Analisis Kelayakan Finansial
berdasarkan kriteria NPV, Net
B/C, IRR, Payback Period, dan
Analisis Sensitivitas.
2 Menganalisis dampak
ekonomi dan lingkungan
terhadap masyarakat
sekitar.
Data primer berupa
wawancara dengan
menggunakan kuesioner
terhadap petani JUN.
Analisis Pendapatan dan
Deskriptif
3 Persepsi para pihak
terhadap kegiatan JUN
Data primer berupa
wawancara dengan
menggunakan kuesioner
terhadap petani JUN,
aparat desa, dan pemilik
lahan.
Skala Likert
Pengolahan data secara kuantitatif dengan menggunakan perhitungan
kriteria-kriteria investasi, yaitu: Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio
(Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP). Analisis
sensitivitas digunakan untuk melihat kepekaan UBH-KPWN Bogor dalam
mengantisipasi apabila kenaikan harga pupuk sebesar 32 persen terjadi kembali.
Selain itu, pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk
menganalisis pendapatan masyarakat khususnya petani JUN dengan
menggunakan analisis pendapatan. Pengolahan data yang dilakukan secara
27
kualitatif dijelaskan secara deskriptif mengenai dampak ekonomi dan dampak
lingkungan. Dampak ekonomi dan dampak lingkungan menurut para pihak
terhadap dari kegiatan JUN dilakukan dengan Skala Likert. Pengolahan dan
analisis data dilakukan menggunakan komputer.
4.3.1 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial digunakan untuk melihat dampak dari adanya
usaha kegiatan JUN dari sisi pelaku usaha yaitu UBH-KPWN Bogor. Analisis
kelayakan finansial juga dilakukan untuk mengevaluasi kegiatan penanaman JUN.
Data arus penerimaan dan pengeluaran yang disajikan dalam bentuk cashflow.
Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan bantuan komputer.
a. Net Present Value (NPV)
NPV adalah selisih antara total net present value dengan total net present
(Gray et al., 2007). NPV dari proyek JUN diperoleh dari selisih antara total net
present value dari manfaat proyek JUN dengan total net present dari biaya proyek
JUN. Secara matematis, NPV proyek JUN dapat dihitung dengan menggunakan
rumus berikut:
∑
Keterangan:
NPV = Net Present Value dari proyek JUN
Bt = Manfaat proyek JUN pada tahun ke t
Ct = Biaya proyek JUN pada tahun ke t
i = 12%
t = 1,2,3,...,5
n = 5 tahun
28
Kriteria penilaian:
Proyek JUN layak dilanjutkan jika NPV ≥ 0. Jika NPV < 0, maka proyek
JUN ditolak artinya ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan untuk
sumber-sumber yang diperlukan proyek JUN.
b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa, sehingga
pembilangnya terdiri atas present value (PV) total dari benefit bersih proyek JUN
dalam tahun dimana benefit bersih tersebut bersifat positif. Penyebutnya terdiri
atas present value (PV) total dari biaya (cost) bersih proyek JUN dalam tahun
dimana benefit bersih (Bt-Ct) bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar dari
benefit kotor (Gray et al., 2007). Secara matematis, Net B/C dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
Net ⁄ = ∑
∑
Keterangan:
∑
= untuk Bt – Ct > 0, (PV positif)
∑
= untuk Bt – Ct < 0, (PV negatif)
i = 12%
t = 5 tahun
Kriteria penilaian:
Proyek JUN layak dilanjutkan apabila Net B/C ≥ 1, apabila Net B/C < 1 proyek
JUN akan ditolak.
29
c. Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah nilai discount rate (i) yang membuat NPV dari suatu proyek
sama dengan nol atau dapat membuat B/C sama dengan satu (Gray et al., 2007).
IRR yang diperoleh dari proyek JUN dengan cara mendiskonto seluruh net cash
flow JUN, sehingga akan menghasilkan jumlah present value yang sama dengan
investasi proyek JUN. Secara matematis, IRR dari proyek JUN dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut:
IRR = i1+
(i2-i1)
Keterangan:
i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif dari kegiatan JUN
i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif dari kegiatan JUN
NPV1 = NPV positif dari kegiatan JUN
NPV2 = NPV negatif dari kegiatan JUN
i2-i1 = selisih i
Proyek JUN layak untuk dilanjutkan jika IRR ≥ discount rate. Jika IRR =
discount rate, maka NPV proyek JUN tersebut = 0. Jika IRR < discount rate,
maka NPV < 0 dan proyek JUN ditolak.
d. Payback Period (PBP)
Payback Period (PBP) merupakan teknik menentukan jangka waktu
(masa) pengembalian modal dari suatu investasi kegiatan usaha. Payback period
merupakan rasio antara cash investment dengan cash inflow yang hasilnya
merupakan satuan waktu (Gray et al., 2007). Selanjutnya nilai rasio ini akan
dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima dari kegiatan
JUN. Layak tidaknya proyek JUN dilakukan dengan membandingkan periode
30
waktu maksimum yang ditetapkan dengan hasil perhitungan proyek JUN. Jika
hasil perhitungan menunjukkan waktu yang lebih pendek atau sama dengan waktu
maksimum yang ditetapkan, investasi terhadap JUN dinyatakan layak untuk
dilanjutkan. Jika hasil perhitungan menunjukkan waktu yang lebih lama dari umur
proyek, investasi JUN sebaiknya ditolak.
e. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil proyek jika
terjadi suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan manfaat
atau biaya. Analisis sensitivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kenaikan harga pupuk sebesar 32 persen. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata
kenaikan harga pupuk pada kegiatan JUN yang telah berlangsung selama lima
tahun.
4.3.2 Analisis Pendapatan
Data penerimaan dan biaya yang dikeluarkan digunakan untuk mengetahui
besar pendapatan yang diterima oleh petani JUN.
Pendapatan Petani JUN
a) Pendapatan dari pengelolaan JUN selama lima tahun.
P = ∑Pi - ∑Ci
Keterangan:
P = Pendapatan dari pengelolaan JUN selama lima tahun (Rp)
Pi = Jumlah penerimaan dari suatu jenis kegiatan ke-i dari usaha pengelolaan
JUN selama lima tahun (Rp)
Ci = Jumlah pengeluaran suatu jenis kegiatan ke-i pada usaha pengelolaan JUN
selama lima tahun (Rp)
31
b) Pendapatan Rumah Tangga Petani JUN.
Prt = Pa + Pb + Pc +...+ Pn
Keterangan:
Prt = Pendapatan rumah tangga petani JUN (Rp/tahun)
Pa-Pn = Pendapatan dari masing-masing bidang usaha (Rp/tahun)
c) Persentase Pendapatan dari Pengelolaan JUN terhadap Pendapatan Total.
Pi % = (Pi/Prt) x 100%
Keterangan:
Pi % = Persentase pendapatan dari usaha pengelolaan JUN (%)
4.3.3 Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2009).
Skala Likert dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani JUN
dengan adanya kegiatan penanaman JUN. Instrumen penelitian yang
menggunakan Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk multiple choice atau
checklist. Tanggapan petani JUN dari Skala Likert, yaitu: Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 4, 3, 2,
dan 1. Penentuan batas bawah dan batas atas tergantung dari jumlah pernyataan
yang ditanyakan kepada petani JUN. Dalam penelitian ini dampak ekonomi
terdapat enam pernyataan, sedangkan untuk dampak lingkungan ada lima
pernyataan. Batas bawah dan batas atas untuk dampak ekonomi yaitu 6-24,
sedangkan untuk dampak lingkungan 5-20.
Editing perlu dilakukan pada data untuk mengecek kelengkapan pengisian
kuesioner, setelah itu dilakukan coding di buku kode untuk mempermudah
32
pengolahan data. Sistem scoring dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor
semakin tinggi kategorinya. Setelah dijumlahkan, selanjutnya dikategorikan
dengan menggunakan teknik scoring secara normatif berdasarkan interval kelas
sebagai berikut:
∑
Keterangan:
n : Batas selang tingkat persepsi petani JUN
Max : Nilai maksimum yang diperoleh dari jumlah skor petani JUN
Min : Nilai minimum yang diperoleh dari skor petani JUN
∑ : Jumlah pernyataan yang ditanyakan kepada petani JUN
Interval nilai tanggapan untuk setiap tingkat persepsi dapat dilihat pada
Tabel 8, yaitu:
Tabel 8. Tingkat Persepsi Petani JUN dengan Adanya Kegiatan JUN
No Interval Nilai Tanggapan
Tingkat Persepsi Dampak Ekonomi Dampak Lingkungan
1 21-24 17-20 Sangat Setuju
2 16-20 13-16 Setuju
3 11-15 9-12 Tidak Setuju
4 6-10 5-8 Sangat Tidak Setuju
V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Profil dan Kelembagaan UBH-KPWN
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi
yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus
memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan, KPWN
merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul dengan
pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan melalui
pola bagi hasil. Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung dengan
ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan kemampuan
pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat menguntungkan baik dari
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
KPWN membentuk Unit Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan
Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di
Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt. 5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN
dibentuk dengan Keputusan Pengurus (KPWN) No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006
Tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah diperbaharui dengan Keputusan
Pengurus KPWN No. 45/Kpts/KPWN/V/2007 Tanggal 10 Mei dan disahkan
dengan Akta 39 Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12 Tanggal 24 Mei 2007.
Adapun visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional
terbaik di bidang Usahatani Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Misi UBH-KPWN
adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan yang
memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan
mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan
34
dalam perbaikan lingkungan hidup. Adapun dalam mengembangkan usahanya,
UBH-KPWN membuat kantor cabang sebagai sarana berjalannya kegiatan pola
bagi hasil di berbagai daerah, salah satunya di Kabupaten Bogor yang berlokasi di
Komplek Perumahan Akasia No. 1, Sindang Barang.
Pada pengelolaan semua kegiatan JUN pihak UBH-KPWN memiliki
kelembagaan yang terstruktur agar dalam pelaksanaanya terlaksana dengan baik
dan sesuai dengan pekerjannya masing-masing. Berikut merupakan bagan
kelembagaan UBH-KPWN pada Gambar 2.
Sumber: UBH-KPWN (2012)
Gambar 2. Bagan Struktur Kelembagaan UBH-KPWN.
5.2 Pola Bagi Hasil UBH-KPWN
Pola bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang
dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap,
perangkat desa, dan UBH-KPWN.
DIREKTUR UTAMA
Direktur Umum
dan Pemasaran
Direktur Perencanaan dan
Tanaman, Keuangan
Divisi
Umum
Divisi
Pemasaran
Divisi
Keuangan
Pendamping
Supervisior
Divisi
Perencanaan
Divisi
Tanaman
Tata Usaha (TU)
KPWN
35
Tabel 9. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Usaha JUN
UBH-KPWN Pihak Hak Kewajiban
UBH-
KPWN
1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak 15 persen
dari total jumlah pohon yang
ditanam.
1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi
calon lokasi dan pemilik lahan serta petani
penggarap peserta budidaya JUN.
2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan
usaha budidaya JUN.
3. Melaksanakan pendampingan kepada
petani penggarap.
4. Menarik calon investor usaha JUN.
5. Mengelola dana dari investor untuk
kegiatan usaha budidaya JUN.
6. Memasarkan pohon jati siap panen.
7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai
dengan perjanjian.
8. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian
hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0.3
bagian dari jumlah yang mati/hilang.
Investor 1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak 40 persen
dari jumlah pohon yang
ditanam.
2. Tidak menanggung resiko
bila terdapat tanaman yang
mati/hilang yang disebabkan
karena kelalaian.
1. Berkontribusi dengan menanamkan modal,
dimana jumlah minimal investasi adalah
100 pohon.
Pemilik
Lahan
1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak sepuluh
persen dari jumlah pohon
yang ditanam.
2. Tidak menanggung resiko
bila terdapat tanaman yang
mati/hilang yang disebabkan
kelalaian.
1. Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN
dalam jangka waktu kerjasama lima tahun.
Petani
Penggarap
1. Memperoleh pendamping
saat melaksanakan budidaya
JUN.
2. Memperoleh bimbingan,
pelatihan, dan pembinaan.
3. Memperoleh upah dan
bagian hasil sebesar 25
persen dari jumlah pohon
yang ditanam.
1. Melaksanakan pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan
pengamanan tanaman JUN.
2. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian
hasil petani dikurangi sebanyak 0.5 bagian
dari jumlah yang mati atau hilang.
Perangkat
Desa
1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak sepuluh
persen dari jumlah pohon
yang ditanam.
1. Membuktikan keabsahan kepemilikan
lahan yang akan ditanami JUN.
2. Berperan dalam menggerakkan masyarakat
calon peserta JUN.
3. Mengawasi dan mengamankan tanaman
JUN dari gangguan, pencurian, dan
kebakaran.
4. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian
hasil pemerintah desa dikurangi sebanyak
0.2 bagian dari jumlah yang mati/hilang.
Sumber: UBH-KPWN (2012)
36
Berdasarkan Tabel 9, penetapan bagi hasil pihak-pihak yang terlibat
dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hak dan kewajiban ini merupakan hal-hal apa saja yang harus mereka lakukan
karena dalam usaha kegiatan JUN harus saling melengkapi dan tidak dapat
berjalan sendirian sehingga membutuhkan kelima pilar yang terkait. Skema
kontribusi dan bagian hasil masing-masing pihak yang terlibat dalam usaha JUN
dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: UBH-KPWN (2012)
Gambar 3. Bagan Kontribusi dan Bagian Hasil Pihak-Pihak
yang Terlibat dalam Usaha JUN.
Berdasarkan bagan tersebut dapat diuraikan bahwa:
1. Unit Usaha Bagi Hasil KPWN berperan melaksanakan pengelolaan usaha JUN
dengan memanfaatkan dana dari investor, lahan milik perorangan, lahan desa,
maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja petani penggarap yang terlibat
dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya tersebut, UBH-KPWN akan
Lembaga
Fasilitator
UBHKPWN
(Bagian Hasil 15%)
Pemilik Lahan
(Bagian Hasil 10%) Petani Penggarap
(Bagian Hasil 25%)
Pemerintah Desa
(Bagian Hasil
10%)
Investor
(Bagian
Hasil 40%)
Usaha Jati Unggul
Nusantara Pola
Bagi Hasil
Manajemen, tenaga
ahli, pendamping,
administrasi, upah,
bibit, pupuk, dll
Status lahan, penggerakkan,
pengawasan, dan pengamanan
Lahan
Tenaga
Dana
37
mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari jumlah pohon yang
ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau hilang maka bagian
hasil panen tersebut dikurangi 0.3 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
2. Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk digunakan
dalam pelaksanaan usaha. Dana tersebut digunakan untuk biaya pengadaan
bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya manajemen. Imbal
jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian hasil panen
sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam. Bila terjadi kehilangan
atau kematian pohon, investor tidak menanggung resiko.
3. Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN.
Hubungan pemilik lahan dan UBH-KPWN bukan sewa menyewa, melainkan
kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan
mendapat bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang
ditanam dan tidak menanggung resiko bila ada yang mati atau hilang.
4. Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan, penanaman,
pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan diperoleh
oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian hasil
panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada
yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5
bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
5. Perangkat desa berperan memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka
memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi dan
menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta usaha JUN, membantu
melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan. Imbal jasa atas
38
peranannya tersebut, pemerintah desa akan mendapat bagian hasil panen. untuk
pembangunan desa sebesar sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam,
tetapi apabila ada yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut
dikurangi sebanyak 0.2 bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
Bagian hasil panen masing-masing pihak dikaitkan dengan tingkat
kematian atau kehilangan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Bagian Hasil dan Beban Resiko Para Pihak yang Terlibat dalam
Usaha JUN UBH-KPWN
Para Pihak Beban Resiko
(Mati/Hilang)
Tanggung Jawab Para Pihak
Pada Tingkat Kematian (%)
0 10 20 30 40 50
Investor 0% 40 40 40 40 40 40
Pemilik lahan 0% 10 10 10 10 10 10
Petani
penggarap 0.5 x M% 25 20 15 10 5 0
Desa 0.2 x M% 10 8 6 4 2 0
UBH-KPWN 0.3 x M% 15 12 9 6 3 0
Total 100 90 80 70 60 50 Keterangan: M = Angka proses kematian. Kalau kematian sampai 50%, maka petani penggarap,
pihak desa, dan fasilitator tidak mendapatkan bagian.
Sumber: UBH-KPWN (2012)
Semakin besar kematian pada tanaman JUN maka bagi hasil yang
diperoleh petani penggarap, aparat desa, dan UBH KPWN akan berkurang,
sedangkan bagi investor dan pemilik lahan tidak berpengaruh karena mereka tidak
berhubungan langsung dengan tanaman. Apabila kematian mencapai 50 persen
maka ketiga pihak tidak akan mendapatkan bagi hasil karena pihak-pihak tersebut
menanggung resiko yang telah ditentukan, oleh karena itu harus adanya kerjasama
yang baik antar semua pihak untuk meminimalisir kematian tanaman JUN.
5.3 Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN
Pemiilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal agar di
kemudian hari tidak ada kendala yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan usaha.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi proyek yang
39
strategis, antara lain: ketersediaan bahan baku utama dan pembantu, ketersediaan
tenaga kerja langsung, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana
telekomunikasi, dan kedekatan dengan pasar yang dituju. Jika usaha bergerak di
bidang budidaya, kesesuaian kondisi lahan dan iklim juga menjadi pertimbangan
yang penting. Lokasi yang dinilai layak sebagai lahan tanam JUN harus memiliki
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Bukan lahan persawahan.
b. Tidak tergenang air atau banjir setelah hujan.
c. Tidak terkena naungan pohon atau bangunan.
d. Ketinggian lokasi maksimum 400 m dari permukaan laut.
e. Diprioritaskan di daerah dimana terdapat tanaman jati tumbuh dengan baik.
Persyaratan lokasi penanaman ini ditetapkan oleh UBH-KPWN
berdasarkan literatur penanaman tanaman jati unggul. Selain karakteristik lahan,
aksesibilitas lokasi tanaman menjadi pertimbangan pula, selain memudahkan
pengadaan input, akses lokasi yang mudah juga mendorong minat investor untuk
melihat lokasi tanam, memudahkan pemasaran hasil panen, dan pelaksanaan
pengawasan.
Salah satu penetapan lokasi yang dilakukan oleh UBH-KPWN adalah di
daerah Kabupaten Bogor karena secara karakteristik Kabupaten Bogor memiliki
persyaratan yang ditetapkan UBH-KPWN. Selain itu, Kabupaten Bogor masih
banyak memiliki lahan yang tidak digunakan secara maksimal untuk memperoleh
pendapatan bagi masyarakat sekitar.
UBH-KPWN telah menanam pohon JUN dalam umur yang berbeda-beda
mulai dari umur satu sampai lima tahun yang tersebar di berbagai lokasi di
40
Kabupaten Bogor. Penyebaran tanaman JUN di wilayah Kabupaten Bogor dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Penyebaran Perkembangan Tanaman JUN UBH-KPWN Bogor
Kecamatan Desa Jumlah Tanaman
Parung Cogrek 8 927
Ciampea Ciampea 10 688
Bojong Rangkas 5 580
Cibadak 31 090
Cijujung 370
Bojong Jengkol 600
Cinangka 2 040
Tegal Waru 2 390
Cicadas 800
Cibungbulang Ciaruteun Ilir 52 231
Leweung Kolot 26 035
Cisauk Suradita 2 302
Rancabungur Rancabungur 1 070
Cimulang 940
Bantarsari 1 750
Bantarjaya 1 020
Cendali 1 000
Kemang Bojong 800
Tegal 700
Jasinga Jasinga 4 180
Pamegarsari 2 000
Setu 950
Total 157 463 Sumber: UBH-KPWN (2012)
Desa Cogreg, Kecamatan Parung dan Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang merupakan lokasi yang ditanami oleh tanaman jati umur empat
sampai lima tahun. Desa Cogreg memiliki umur pohon empat dan lima tahun,
sedangkan Desa Ciaruteun Ilir berumur empat tahun. Pemilihan lokasi Desa
Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir karena berpengaruh terhadap pendapatan petani
JUN yang semakin besar. Hal ini disebabkan dalam pengelolaan kegiatan JUN
banyak menyerap tenaga kerja sebagai petani penggarap yang akan mendapatkan
upah dan pada akhirnya mendapatkan bagi hasil kayu jati selama lima tahun.
41
5.4 Keadaan Umum Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir
Letak Desa Cogreg secara administratif pemerintahan terletak di
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data potensi Desa
Cogreg mempunyai luas wilayah 511 856 ha, di atas permukaan laut 100 m dan
tinggi curah hujan 200 mm/thn, dan memiliki suhu udara kisaran 220-34
0 C. Desa
Cogreg terbagi dalam 5 Dusun, 8 Rukun Warga (RW) dan 39 Rumah Tangga
(RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke Ibukota
Kabupaten Bogor sejauh 30 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat sejauh 120
km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 45 km. Adapun batas-batas geografisnya
adalah sebagai berikut:
Utara : Desa Cibinong dan Desa Cibadung - Kecamatan Gn. Sindur
Barat : Desa Cihowe dan Desa Kuripan - Kecamatan Ciseeng
Timur : Desa Waru Jaya - Kecamatan Parung
Selatan : Desa Bojong Indah dan Desa Cihowe - Kecamatan Parung dan Ciseeng
Letak Desa Ciaruteun Ilir secara administratif pemerintahan terletak di
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data
potensi Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas wilayah 246 ha, di atas permukaan
laut 87 m dan tinggi curah hujan 186 mm/thn, dan memiliki suhu udara kisaran
300-32
0 C. Desa Ciaruteun Ilir terbagi 8 Rukun Warga (RW) dan 32 Rumah
Tangga (RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke
Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 27 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat
sejauh 140 km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 65 km. Adapun batas-batas
geografisnya adalah sebagai berikut:
42
Utara : Desa Cidokom - Kecamatan Rumpin
Barat : Desa Cijujung - Kecamatan Cibungbulang
Timur : Desa Ciampea - Kecamatan Ciampea
Selatan : Desa Leuwi Kolot - Kecamatan Cibungbulang
5.4.1 Kependudukan Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
Menurut Data Potensi Desa Cogreg tahun 2010, jumlah penduduk yang
tercatat yaitu sebanyak 10 461 jiwa yang terdiri dari 2 329 KK. Jumlah penduduk
laki-laki terdiri dari 5 312 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5 149
jiwa. Data Potensi Desa Ciaruteun Ilir tahun 2010, jumlah penduduk yang tercatat
yaitu sebanyak 10 259 jiwa yang terdiri dari 2 705 KK. Jumlah penduduk laki-laki
terdiri dari 5 232 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5 027 jiwa.
Tabel 12. Mata Pencaharian Penduduk Desa Cogreg Tahun 2010
No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani 616 19.97
2 Pedagang 462 14.98
3 PNS 154 4.99
4 TNI/Polri 113 3.66
5 Pensiunan/Purnawiraman 31 1.00
6 Swasta 985 31.93
7 Buruh pabrik 216 7.00
8 Pengrajin 5 0.16
9 Tukang bangunan 45 1.46
10 Penjahit 320 10.37
11 Tukang ojek 93 3.01
12 Bengkel 9 0.29
13 Supir angkutan 31 1.00
14 Dan lainnya 5 0.16
Total 3 085 100 Sumber: Potensi Desa Cogreg (2010)
Mata pencaharian masyarakat di Desa Cogreg bervariasi mulai dari petani
sampai dengan supir. Struktur mata pencaharian masyarakat berdasarkan jumlah
angkatan kerja Desa Cogreg dapat dilihat pada Tabel 12. Pada Desa Ciaruteun Ilir
sumber mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hampir sama
43
dengan Desa Cogreg. Struktur mata pencaharian masyarakat berdasarkan jumlah
angkatan kerja Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciaruteun Ilir Tahun 2010
No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani 206 14,58
2 Buruh tani 114 8,07
3 PNS 20 1,42
4 TNI/Polri 3 0,21
5 Pensiunan/Purnawiraman 15 1,06
6 Swasta 12 0,85
7 Pedagang 922 65,25
8 Pengrajin 5 0,35
9 Pembantu rumah tangga 30 2,12
10 Peternak 10 0,71
11 Montir 76 5,38
Total 1 413 100 Sumber: Potensi Desa Ciaruteun Ilir (2010)
Berdasarkan Tabel 12 dan Tabel 13, mata pencaharian penduduk Desa
Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir yang bekerja sebagai petani menduduki urutan
kedua dengan persentase sekitar 19.97 persen atau sebanyak 616 jiwa dari
angkatan kerja untuk Desa Cogreg, sedangkan pada Desa Ciaruteun Ilir sekitar
14.58 persen atau sebanyak 206 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa di kedua desa
tersebut masih menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian.
5.5 Karakteristik Responden Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir
Karakteristik responden di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
didapatkan berdasarkan survey terhadap 101 Petani JUN yang tersebar di wilayah
Kabupaten Bogor yang terdiri dari 23 petani JUN di Desa Cogreg dan 78 petani
JUN di Desa Ciaruteun Ilir. Karakteristik umum meliputi usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tanggungan keluarga.
44
5.5.1 Usia
Tingkat usia responden petani JUN cukup bervariasi pada Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir dengan distribusi usia pada rentan antara kurang sama
dengan dari 30 tahun dan lebih besar dari 60 tahun. Perbandingan distribusi usia
responden dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Usia Responden Petani JUN Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
A. Desa Cogreg
No Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)
1 ≤ 30 0 0
2 31-40 3 13.04
3 41-50 6 26.09
4 51-60 7 30.43
5 > 60 7 30.43
Total 23 100
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)
1 ≤ 30 9 11.54
2 31-40 15 19.23
3 41-50 22 28.21
4 51-60 21 26.92
5 > 60 11 14.10
Total 78 100
Sumber: Data primer 2012 (diolah)
Jumlah responden di Desa Cogreg yang tertinggi terdapat pada dua kelas
pada rentang usia 51-60 tahun dan > 60 tahun yaitu berjumlah 7 orang (30.43%),
sedangkan pada Desa Ciaruteun Ilir pada rentang usia 41-50 tahun yaitu
berjumlah 22 orang (28.21%). Hal ini menunjukkan petani JUN di kedua desa
bekerja pada usia produktifnya.
5.5.2 Jenis Kelamin
Seluruh responden yang diwawancarai berjenis kelamin laki-laki pada
Desa Cogreg. Dominasi responden laki-laki karena pada umumnya pengambil
keputusan keluarga pada daerah penelitian di Desa Cogreg diambil oleh laki-laki
45
dan dalam pengelolaan JUN dibutuhkan tenaga yang sangat besar sehingga
hampir tidak memungkinkan untuk dikerjakan oleh perempuan. Berbeda pada
Desa Ciaruteun Ilir yang terdapat tiga orang (3.85%) petani JUN berjenis kelamin
perempuan. Hal ini dilakukan untuk membantu suaminya dalam pengelolaan
JUN, dan memberikan kontribusi menambah penghasilan rumah tangganya.
Sebagian besar pengelolaan JUN di Desa Ciaruteun Ilir tetap dilakukan oleh laki-
laki yang berjumlah 75 orang (96.15%).
5.5.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden petani JUN pada Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir bervariasi mulai dari yang tidak pernah mengemban pendidikan
sampai tingkat sarjana. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Pendidikan Petani JUN Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
A. Desa Cogreg
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 1 4.35
2 SD 21 91.30
3 SMP 1 4.35
Total 23 100
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 SD 64 82.05
2 SMP 5 6.41
3 SMA 7 8.97
4 Sarjana 2 2.56
Total 78 100
Sumber: Data primer 2012 (diolah)
Sebagian besar responden petani JUN Desa Cogreg hanya menempuh
pendidikan sampai tingkat SD yakni sebanyak 21 orang (91.30%), sama halnya
dengan Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 64 orang (82.05%). Pada Desa Ciaruteun Ilir
ada beberapa orang mengemban pendidikan sampai SMA bahkan tingkat
perkuliahan yang menandakan di Desa Ciaruteun Ilir masih menganggap bahwa
46
pendidikan penting bagi mereka. Hal ini mempengaruhi dalam kualitas kerja yang
semakin baik dibandingkan dengan petani JUN di Desa Cogreg.
5.5.4 Jenis Pekerjaan
Responden petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir tidak
hanya mempunyai pekerjaan di JUN saja karena upah yang didapat dari JUN
untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tidak akan terpenuhi. Pekerjaan sebagai
petani JUN pada dasarnya dijadikan tabungan untuk masa depan karena hasil
panen dari penjualan jati akan memperoleh hasilnya setelah lima tahun.
Tabel 16. Jenis Pekerjaan Petani JUN di Luar JUN Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir
A. Desa Cogreg
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Peternak 6 26.09
2 Tukang bangunan 5 21.74
3 Petani 4 17.39
4 Buruh Tani 4 17.39
5 Pedagang 3 13.04
6 Penjahit 1 4.35
Total 23 100
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Petani & Buruh tani 16 20.51
2 Buruh tani 14 17.95
3 Petani 12 15.38
4 Pedagang 9 11.54
5 Buruh 5 6.41
6 Petani & Buruh 5 6.41
7 Petani & Pedagang 4 5.13
8 Pegawai 3 3.85
9 Wiraswasta 3 3.85
10 Tukang ojek 2 2.56
11 Wartawan 1 1.28
12 Supir 1 1.28
13 Peternak 1 1.28
14 Pensiunan 1 1.28
15 Dll 1 1.28
Total 78 100
Sumber: Data primer 2012 (diolah)
47
Berdasarkan Tabel 16, jenis pekerjaan petani JUN bervariasi antara Desa
Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir. Pada Desa Cogreg petani JUN yang bekerja pada
bidang pertanian menempati urutan ketiga dan keempat yaitu sebanyak empat
orang (19.39%) sebagai petani dan buruh tani. Hal ini disebabkan lahan yang
biasa petani JUN garap untuk bertani diubah menjadi lahan JUN, sedangkan para
petani JUN tidak mempunyai lahan garapan lain. Banyak petani JUN yang
mempunyai pekerjaan lain selain dari JUN yaitu beternak. Berbeda dengan Desa
Ciaruteun Ilir dimana pekerjaan petani JUN selain dari JUN tetap pada bidang
pertanian karena petani JUN mempunyai lahan garapan lain yang dapat
menghidupi kehidupan sehari-hari. Petani JUN di Desa Ciaruteun Ilir tidak terlalu
menggantungkan hidupnya pada program kegiatan JUN. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 16 dimana pekerjan petani dan buruh tani menempati urutan pertama pada
Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 16 orang (20.51%).
5.5.5 Jumlah Tanggungan Keluarga
Responden petani JUN Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir memiliki
jumlah tanggungan keluarga yang berbeda. Sebanyak tujuh orang (30.43%) di
Desa Cogreg mempunyai tiga tanggungan yang menempati urutan teratas,
sedangkan di Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 23 orang (29.49%) mempunyai satu
tanggungan. Petani JUN Desa Ciaruteun Ilir berpendidikan lebih tinggi
dibandingkan dengan petani JUN Desa Cogreg sehingga petani JUN di Desa
Ciaruteun lebih memilih mempunyai anak sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Selain itu, petani JUN Desa Ciaruteun Ilir sudah menerapkan
program KB yang dicanangkan oleh pemerintah. Perbandingan jumlah
48
tanggungan keluarga petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani JUN Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir
A. Desa Cogreg
No Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Ada Tanggungan 2 8.70
2 1 4 17.39
3 2 2 8.70
4 3 7 30.43
5 4 6 26.09
6 5 1 4.35
7 > 6 1 4.35
Total 23 100
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Ada Tanggungan 15 19.23
2 1 23 29.49
3 2 17 21.79
4 3 15 19.23
5 4 5 6.41
6 5 1 1.28
7 6 2 2.56
Total 78 100
Sumber: Data primer 2012 (diolah)
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Jati Unggul Nusantara (JUN)
UBH-KPWN Kabupaten Bogor
Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan
usaha JUN UBH-KPWN Bogor yang telah berjalan selama lima tahun. Analisis
kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian
investasi, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periode (PBP). Analisis kriteria
tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat dan biaya
yang dikeluarkan selama periode tertentu. Arus kas membutuhkan penentukan
asumsi-asumsi yang terkait dengan usaha UBH-KPWN Bogor serta melakukan
analisis terhadap inflow dan outflow.
6.1.1 Analisis Inflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor
Komponen inflow usaha JUN UBH-KPWN Bogor diterima dari
penerimaan penjualan jasa investasi dan penerimaan penjualan pohon JUN. Jasa
investasi merupakan penerimaan yang didapat dari investor dalam menanamkan
modalnya kepada UBH-KPWN Bogor untuk membiayai kegiatan JUN sedangkan
penerimaan penjualan diperoleh dengan mengalikan harga jual dengan total
penjualan kayu yang siap panen.
a. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi
Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan
harga jasa investasi per pohon dengan jumlah pohon yang laku ditawarkan kepada
investor. Jumlah tanaman awal merupakan tanaman yang ditanam oleh pihak
UBH-KPWN Bogor sejumlah 157 463 pohon yang tersebar di Kabupaten Bogor,
sedangkan tanaman yang terjual merupakan pohon yang laku dijual kepada
50
investor mulai dari tahun 2007-2012 dengan jumlah tanaman 132 708 pohon.
Tanaman sebanyak 24 755 pohon yang belum laku akan dipasarkan kepada
investor. Apabila sampai batas penebangan tanaman belum laku, maka pohon jati
akan dikembalikan kepada pihak UBH-KPWN. Investasi per pohon merupakan
ketetapan yang diberikan dari UBH-KPWN karena dana tersebut digunakan untuk
membiayai kegiatan JUN dari awal penanaman sampai pohon tersebut siap panen.
Biaya kebutuhan pemeliharaan tanaman JUN yang semakin mahal menyebabkan
investasi yang dikeluarkan investor akan mengalami kenaikan. Rincian
penerimaan penjualan jasa investasi dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Penerimaan Penjualan Jasa Investasi
Tahun
Jumlah
Tanaman Awal
(1)
Jumlah Tanaman
yang Terjual
(2)
Investasi per
Pohon (Rp)
(3)
Nilai Investasi
(Rp)
(4) = (2x3)
2007 7 120 7 074 60 000 424 440 000
2008 25 338 24 849 60 000 1 490 940 000
2009 40 155 34 048 65 000 2 213 120 000
2010 43 010 40 097 65 000 2 606 305 000
2011 27 780 15 580 70 000 810 600 000
2012 14 060 11 060 70 000 774 200 000
Total 157 463 132 708 8 319 605 000
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Jumlah tanaman awal dari tahun 2007-2012 mengalami peningkatan atau
penurunan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena luas lahan yang tersedia tidak
selalu sama pada setiap tahunnya tergantung dari pencarian lahan di lapangan.
Penerimaan dari penjualan jasa investasi diperoleh dengan mengalikan harga jasa
investasi per pohon dengan jumlah pohon yang ditawarkan. Total dana yang
diterima dari penjualan jasa investasi sebesar Rp 8 319 605 000. Dana investor ini
digunakan untuk membiayai 157 463 pohon selama umur tanam pohon.
Penerimaan penjualan jasa investasi sudah diterima pada tahun 2007 karena pada
umur enam bulan pohon jati sudah dipromosikan kepada investor.
51
b. Penerimaan Penjualan Pohon JUN Siap Panen
Pohon JUN baru dapat dipanen pada tahun 2012, yaitu saat umur JUN
lima tahun. Rincian estimasi penerimaan penjualan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Estimasi Penerimaan Penjualan Tanaman JUN
Tahun
Jumlah Pohon
yang Siap Panen
(1)
Harga Jumlah per
Pohon (Rp)
(2)
Jumlah
Penerimaan (Rp)
3 = (1x2)
2012 6 017 500 000 3 008 500 000
2013 23 197 500 000 11 598 500 000
2014 38 760 500 000 19 380 000 000
2015 42 856 550 000 23 570 800 000
2016 27 780 550 000 15 279 000 000
2017 14 060 550 000 7 733 000 000
Total 152 670 80 569 800 000
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Harga jual pohon JUN pada saat panen diproyeksikan Rp 500 000 per
pohon dari tahun 2012-2014, sedangkan mulai tahun 2015-2017 pada saat panen
diproyeksikan Rp 550 000. Hal ini merupakan asumsi dari harga kayu jati yang
selalu meningkat dari tahun ke tahun sehingga pihak UBH-KPWN Bogor
menjanjikan harga jual kayu jati pada tahun 2015 akan meningkat sebesar
Rp 50 000 dengan volume per pohon 0.2 m3. Pada saat ini jumlah pohon yang
siap panen berjumlah 152 760 pohon, dari tanaman awal sebanyak 157 463
pohon. Hal ini dikarenakan kematian yang berbeda-beda pada setiap tahunnya.
Total penerimaan dari penjualan 152 760 pohon JUN sebesar Rp 80 569 800 000.
6.1.2 Analisis Outflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor
Analisis outflow JUN UBH-KPWN Bogor merupakan biaya pengeluaran
yang harus dibayarkan untuk kebutuhan UBH-KPWN Bogor demi kelancaran
kegiatan Jati Unggul Nusantara (JUN). Arus pengeluaran dalam usaha JUN UBH-
KPWN dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: biaya investasi, biaya
operasional, dan bagi hasil kepada mitra usaha.
52
a. Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat awal proyek
yaitu pada tahun pertama. Pada kasus ini terdapat perbedaan dimana biaya
investasi tidak hanya dikeluarkan pada tahun pertama saja. Biaya investasi dapat
dikeluarkan kapan saja sesuai dengan keperluan UBH-KPWN Bogor. Biaya
investasi pada usaha JUN terdiri dari biaya investasi perlengkapan kantor dan
peralatan mesin. Biaya investasi perlengkapan kantor merupakan biaya yang
dikeluarkan pada barang yang digunakan di dalam membantu menyelesaikan
urusan kantor. Total biaya investasi perlengkapan kantor sebesar Rp 48 635 000.
Rincian biaya investasi perlengkapan kantor dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Biaya Investasi Perlengkapan Kantor
No Uraian Tahun Jumlah
(unit)
Harga per
satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Umur
Ekonomis
(tahun)
1 Dispenser 2007 1 250 000 250 000 5
2 Galon 2007 2 40 000 80 000 2
3 Komputer 1* 2007 1 4 890 000 4 890 000 2
4 Mesin fax 2007 1 1 300 000 1 300 000 10
5 Pemanas air 2007 1 50 000 50 000 5
6 Kursi kantor 2008 10 1 000 000 10 000 000 10
7 Lemari 2008 5 1 000 000 5 000 000 10
8 Meja 2008 13 1 000 000 13 000 000 10
9 Pesawat telepon 2008 2 250 000 500 000 10
10 Printer 1* 2008 1 400 000 400 000 2
11 Printer 2 2008 1 1 000 000 1 000 000 5
12 Stabiliser 2008 1 150 000 150 000 10
13 Komputer 2 2009 1 5 950 000 5 950 000 5
14 Modem 2009 1 875 000 875 000 10
15 Printer 3 2009 1 1 740 000 1 740 000 10
16 Kursi plastik 2011 5 300 000 1 500 000 10
17 Kipas angin 2012 2 450 000 900 000 10
18 LCD (monitor) 2012 1 1 050 000 1 050 000 10
Total Biaya Investasi Perlengkapan Kantor 48 635 000
Keterangan: (*) = Komputer 1 dan Printer 1 merupakan barang bekas sehingga memiliki umur
ekonomis yang cepat dan tidak ada reinvestasi.
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
53
Kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor tidak hanya mengeluarkan biaya
investasi perlengkapan kantor karena dalam pelaksanaannya JUN merupakan
kegiatan yang sebagian besar di lapangan. Perlengkapan mesin dibutuhkan guna
mempercepat dan membantu kegiatan JUN agar berjalan lancar sesuai dengan
waktu yang ditetapkan. Biaya investasi peralatan mesin merupakan biaya yang
dikeluarkan pada alat-alat yang digunakan di lapang sesuai dengan kebutuhan
JUN. Total biaya investasi yang diperlukan untuk peralatan mesin sebesar
Rp 49 600 000. Rincian biaya investasi peralatan mesin dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Biaya Investasi Peralatan Mesin
No Uraian Tahun Jumlah
(unit)
Harga per
satuan
(Rp)
Nilai
(Rp)
Umur
Ekonomis
(tahun)
1 Traktor
tangan 2007 1 17 500 000 17 500 000 10
2 Timbangan 2007 1 100 000 100 000 5
3 Timbangan
peer 2007 1 100 000 100 000 5
4 Drum* 2007 30 55 000 1 650 000 1
5 Sepeda
motor 2008 1 15 000 000 15 000 000 10
6 Alat uji
tanah
kering
2008 1 1 050 000 1 050 000 10
7 Pompa air 2009 2 2 500 000 5 000 000 10
8 Sprayer 2010 12 350 000 4 200 000 10
9 GPS 2011 1 5 000 000 5 000 000 10
Total Biaya Investasi Peralatan Mesin 49 600 000
Keterangan: (*) = Drum hanya digunakan pada awal tahun 2007 di Desa Cogreg sebagai
penampung air dan tidak ada reinvestasi.
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Barang investasi yang memiliki umur ekonomis kurang dari umur proyek,
maka dilakukan reinvestasi. Biaya reinvestasi merupakan biaya yang harus
dikeluarkan UBH-KPWN terhadap kegiatan JUN demi terciptanya kelancaran
proyek. Barang tersebut merupakan barang yang vital bagi perusahaan apabila
tidak ada barang tersebut akan mengganggu jalannya kegiatan JUN. Biaya
54
reinvestasi dari tahun 2009-2017 sebesar Rp 27 150 000. Biaya reinvestasi
dikeluarkan karena umur ekonomis suatu barang tidak sampai proyek selesai.
Barang-barang yang membutuhkan biaya reinvestasi antara lain, yaitu: dispenser,
galon, komputer 2, mesin fax, pemanas air, printer 2, timbangan, timbangan peer,
dan traktor tangan. Rincian biaya reinvestasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Biaya reinvestasi menghasilkan nilai sisa sebesar Rp 22 881 500.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama
pelaksanaan usaha. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
b.1 Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan usaha JUN UBH-KPWN
Bogor yaitu menyangkut biaya manajemen kantor. Rincian biaya manajemen
kantor dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Biaya Manajemen Kantor
No Uraian Tahun
2007 2008 – 2017
1 Gaji 122 640 000 122 640 000
2 Listrik 2 400 000 2 400 000
3 Telepon 4 200 000 4 200 000
4 ATK (Alat Tulis Kantor) 4 800 000 4 800 000
5 Rapat & Keperluan harian kantor 960 000 960 000
6 Pemeliharaan kendaraan roda dua - 3 600 000
7 Koran 900 000 900 000
8 Internet 1 800 000 1 800 000
9 Upah kebersihan kantor & jaga malam 4 200 000 4 200 000
10 Pemeliharaan SAPROTAN 900 000 900 000
11 Pengawasan dan Pengendalian 480 000 480 000
12 Pembinaan SDM 800 000 800 000
13 Upah pengamanan lahan 12 000 000 12 000 000
14 Sewa kantor 9 040 000 9 040 000
Total 165 120 000 168 720 000
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
55
Pada tahun 2007 biaya tetap yang dikeluarkan hanya sebesar
Rp 165 120 000 karena usaha belum berjalan baik. Pada tahun 2008-2017 usaha
dinilai berjalan optimal, sehingga total biaya yang dikeluarkan relatif konstan
yaitu sebesar Rp 168 720 000.
b.2 Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi. Biaya variabel pada usaha ini
meliputi biaya sosialisasi, biaya pengadaan input untuk pembuatan tanaman (bibit,
pupuk dasar, upah), pemeliharaan tanaman (pemupukan lanjutan, upah), dan
penebangan tanaman.
Biaya sosialisasi dilakukan sebelum adanya pengadaan kegiatan JUN di
suatu daerah kepada petani, pemilik lahan, dan perangkat desa. Biaya sosialisasi
dibutuhkan oleh pihak UBH-KPWN karena sebelum adanya kegiatan JUN semua
pihak yang terkait harus mengetahui aturan main yang ada dalam proyek sehingga
apa yang akan dilakukan oleh UBH-KPWN jelas dan tidak ada kesalahan pada
akhir pembagian bagi hasil yang akan diterima pada tiap-tiap pihak. Biaya
sosialisasi pada tahun 2006-2011 membutuhkan biaya sebesar Rp 19 012 500.
Tahun pembiayaan tanaman dimulai dari tahun 2006 yaitu pada pembelian
bibit dan pupuk, akan tetapi dalam penanamannya sendiri mulai tahun 2007. Hal
ini disebabkan pihak UBH-KPWN Bogor harus melakukan pemesanan bibit dan
pupuk terlebih dahulu sebelum diadakannya penanaman pohon JUN. Pembelian
bibit dan pupuk tidak bisa dilakukan secara mendadak karena harus dipersiapkan
secara matang. Rincian biaya pembuatan tanaman dapat dilihat pada Tabel 23.
56
Tabel 23. Biaya Pembuatan Tanaman
Tahun
Pembiayaan
Tanaman
Pembuatan
Tanaman
Bibit
(Rp)
(1)
Pupuk Dasar
(Rp)
(2)
Upah
(Rp)
(3)
2006 28 480 000 23 424 400
2007 2007/I 316 725 000 70 494 400 21 360 000
2008 2007/II + 2008/I 501 937 500 132 445 500 64 014 000
2009 2008/II + 2009/I 537 625 000 141 688 000 120 465 000
2010 2009/II + 2010/I 348 500 000 116 968 740 131 030 000
2011 2010/II + 2011/I 175 750 000 86 941 060 83 640 000
2012 2011/II + 2012/I 41 090 000
Jumlah 1 909 017 500 571 962 100 461 599 000
Total Biaya Pembuatan
Tanaman (1+2+3) Rp 2 942 578 600
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Pada pembuatan tanaman dilakukan dua periode dimana pihak UBH-
KPWN Bogor mengadakan penanaman pohon JUN pada awal tahun yaitu antara
bulan Januari-Februari yang diberi kode “I”, sedangkan periode kedua dilakukan
antara bulan November-Desember yang diberi kode “II”. Pihak UBH-KPWN
Bogor dalam satu siklus dengan jangka waktu lima tahun dapat melakukan
penanaman sebanyak sebelas kali yaitu dari 2007/I-2012/I. Total pembuatan
tanaman (bibit, pupuk dasar, dan upah) JUN sebesar Rp 2 942 578 600.
Tanaman JUN memerlukan pemeliharaan yang sangat intensif dimana
pihak UBH-KPWN Bogor harus mengadakan pemupukan secara berkala.
Pemupukan sangat penting demi keberlanjutan usaha kegiatan JUN dengan
melakukan pemupukan yang intensif maka pertumbuhan tanaman JUN akan baik.
Pemupukan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman karena tanah
menjadi gembur dan banyak zat hara yang dapat diserap oleh tanaman Jati Unggul
Nusantara (JUN). Biaya pemeliharaan tanaman dilakukan pada tahun 2007-2012.
Rincian biaya pemeliharaan tanaman dapat dilihat pada Tabel 24.
57
Tabel 24. Biaya Pemeliharaan Tanaman Selama Satu Siklus (5 Tahun)
No Pemeliharaan Pemupukan (Rp) Upah (Rp)
1 Tanaman 2007/I 219 749 948 151 573 800
2 Tanaman I (2007/II + 2008/I) 713 087 692 594 278 980
3 Tanaman II (2008/II + 2009/I) 1 014 073 692 972 772 900
4 Tanaman III (2009/II + 2010/I) 1 146 901 426 1 064 045 400
5 Tanaman IV (2010/II + 2011/I) 771 756 180 702 834 000
6 Tanaman V (2011/II + 2012/I) 367 753 360 357 124 000
Jumlah 4 233 322 298 3 842 629 080
Total Pemeliharaan Tanaman Rp 8 075 951 378
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Biaya pemeliharaan dikeluarkan mulai tahun 2007 karena setelah selesai
penanaman pohon JUN pemupukan akan terus dilakukan agar pohon jati
menghasilkan kayu yang kokoh. Selain itu, dalam pengerjaan pemeliharaan akan
dilakukan oleh petani JUN yang bersangkutan karena mereka mempunyai tugas
menjaga pohonnya masing-masing. Petani JUN akan diberikan upah oleh pihak
UBH-KPWN Bogor atas andilnya dalam memelihara pohon JUN agar tanaman
bebas dari gangguan seperti pencurian dan kematian pohon. Total pemeliharaan
(pemupukan, upah) dari tahun 2007-2012 sebesar Rp 8 075 951 378.
Proses penebangan dilakukan setelah lima tahun pohon ditanam. Proses
penebangan UBH-KPWN bekerja sama dengan pihak lain. Rincian biaya
penebangan tanaman dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Biaya Penebangan Tanaman
Tahun Penebangan Biaya Penebangan (Rp)
2012 Tanaman 2007/I 18 074 680
2013 Tanaman I (2007/II + 2008/I) 53 821 880
2014 Tanaman II (2008/II + 2009/I) 84 770 400
2015 Tanaman III (2009/II + 2010/I) 96 426 240
2016 Tanaman IV (2010/II + 2011/I) 66 771 200
2017 Tanaman V (2011/II + 2012/I) 32 982 400
Total Biaya Penebangan Tanaman 352 846 800 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Pengeluaran biaya variabel ini dihitung berdasarkan sistem trees
management (manajemen pohon), sehingga biaya atau pengeluaran ini dihitung
58
per pohon. Biaya penebangan tanaman dari tahun 2012-2017 membutuhkan biaya
sebesar Rp 352 846 800. Adapun biaya pembuatan sertifikat dibutuhkan oleh
investor untuk memperkuat kepemilikan atas tanaman JUN karena mereka telah
berinvestasi dalam proyek UBH KPWN Bogor. Total biaya yang dikeluarkan
untuk pembuatan sertifikat oleh UBH KPWN Bogor sebesar Rp 192 600 000.
Selain itu, UBH KPWN Bogor harus mengeluarkan pajak pendapatan setiap
tahunnya. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasakan
UU No. 23 Tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Dalam Negeri dan
Bentuk Usaha Tetap. UBH-KPWN Bogor harus mengeluarkan biaya untuk pajak
pendapatan sebesar Rp 2 692 000/tahun.
c. Bagi Hasil
Pihak-pihak yang terlibat dalam usaha budidaya JUN UBH-KPWN, antara
lain: investor, petani penggarap, pemilik lahan, pemerintah desa, dan UBH-
KPWN Bogor. Pihak-pihak ini akan mendapat imbal jasa berupa bagian hasil dari
penjualan tanaman JUN tersebut. Bagian hasil ini dapat diperoleh mulai tahun
2012. Rincian bagi hasil tanaman dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Bagi Hasil kepada Petani Penggarap, Pemilik Lahan, Investor,
Perangkat Desa, dan UBH-KPWN Bogor
Tahun
Jumlah Bagi Hasil (Rp 000)
Petani
Penggarap
Pemilik
Lahan Investor
Perangkat
Desa
UBH-
KPWN
Bogor
2012 614 250 356 000 1 424 000 245 700 368 550
2013 2 632 000 1 266 900 5 067 600 1 052 800 1 579 200
2014 4 670 625 2 007 750 8 031 000 1 868 250 2 802 375
2015 5 871 525 2 365 550 9 462 200 2 348 610 3 552 915
2016 3 819 750 1 527 900 6 111 600 1 527 900 2 291 850
2017 1 933 250 773 300 3 093 200 773 300 1 159 950
Total 19 541 400 8 297 400 33 189 600 7 816 560 11 724 840
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
59
Imbal jasa yang akan diterima petani penggarap, pemilik lahan, investor,
perangkat desa, dan UBH-KPWN Bogor adalah sebesar 25, 10, 40, 10, dan 15
persen dari jumlah pohon tanaman awal yang ditanam. Harga jual tanaman pada
tahun 2007-2009 yaitu sebesar Rp 500 000 per pohon dengan jumlah pohon
67 974, sedangkan harga jual tanaman pada tahun 2010-2012 yaitu sebesar
Rp 550 000 dengan jumlah pohon 84 696. Pihak petani penggarap, perangkat
desa, dan UBH-KPWN Bogor menanggung resiko sebesar 50, 20, dan 30 persen
jika ada kematian pada tanaman JUN. Investor dan pemilik lahan tidak dikenakan
beban resiko kematian karena mereka tidak secara langsung berhubungan dengan
tanaman JUN. Rincian perhitungan bagi hasil dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan Tabel 26, pembagian hasil yang paling besar diperoleh oleh
investor sebesar Rp 33 189 600 000. Hal ini wajar diperoleh oleh investor karena
investor memberikan kontribusi yang besar terhadap berjalannya kegiatan JUN.
Investor juga merupakan tulang punggung dari pihak UBH-KPWN Bogor.
Ketiadaan investor berpengaruh terhadap usaha kegiatan JUN sehingga usaha ini
tidak akan berjalan. Selain itu, investor tidak diberikan beban resiko walaupun
kegiatan JUN mengalami kerugian.
Perangkat desa merupakan pihak yang mendapatkan bagi hasil yang paling
kecil dari kelima pihak yaitu sebesar Rp 7 816 560 000. Pihak desa mendapatkan
persentase yang terkecil sebesar 10 persen karena beban pekerjaan yang diberikan
kepada pihak desa tidak terlalu berat yaitu hanya melakukan pengawasan dan
pengamanan terhadap tanaman JUN dari gangguan, pencurian, dan kebakaran.
Apabila ada kematian pada tanaman JUN pihak desa mendapatkan beban resiko
sebesar 20 persen sehingga akan mengurangi pendapatan dari bagi hasil tersebut.
60
6.1.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha JUN UBH-KPWN Bogor
Usaha JUN UBH-KPWN Bogor pada tahun 2006-2007 memperoleh PV
net benefit bernilai negatif karena pada tahun tersebut membutuhkan biaya
investasi yang besar. Pada tahun 2008 usaha mulai memperoleh keuntungan atau
PV net benefit bernilai positif, namun pada tahun 2011-2012 usaha mengalami
kerugian kembali. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut, UBH-KPWN Bogor
membutuhkan biaya yang lebih besar dimana semua biaya pemeliharaan
dikeluarkan untuk semua umur tanaman JUN. Sejak awal tahun 2013 sampai
akhir usaha, UBH-KPWN Bogor selalu memperoleh PV net benefit positif.
Kelayakan finansial usaha JUN ini dapat dilihat dari beberapa kriteria
penilaian investasi, yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), Net B/C, dan Payback Period (PBP). Hasil perhitungan kriteria penilaian
investasi pada usaha JUN UBH-KPWN Bogor dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Hasil Analisis Kelayakan Finansial
Kriteria Hasil
NPV 4 175 535 379
IRR 57%
Net B/C 3
Payback Period 8 tahun 9 bulan
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Berdasarkan analisis kelayakan finansial dapat dilihat bahwa usaha JUN
dengan pola bagi hasil yang diusahakan oleh UBH-KPWN Bogor menghasilkan
NPV yang lebih besar dari nol, yaitu Rp 4 175 535 379. Hal ini menunjukkan
usaha ini akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp 4 175 535 379.
Berdasarkan kriteria NPV usaha JUN UBH-KPWN Bogor ini layak untuk
dilanjutkan. Nilai IRR yang diperoleh yaitu sebesar 57 persen dimana IRR
tersebut lebih besar dari discount rate (suku bunga) yang ditetapkan yaitu 12
61
persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mampu memberikan tingkat
pengembalian modal sebesar 57 persen. Berdasarkan kriteria IRR usaha JUN
UBH-KPWN Bogor ini layak untuk dilanjutkan. Nilai Net B/C yang diperoleh
yaitu sebesar tiga. Hal ini berarti setiap Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan
tambahan manfaat sebesar Rp 3. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari
satu, sehingga usaha ini layak untuk dilanjutkan. Payback Period (PBP) yang
diperoleh adalah sebesar delapan tahun sembilan bulan. Nilai PBP ini masih
berada di bawah umur usaha, sehingga berdasarkan kriteria PBP usaha ini layak
untuk dilanjutkan. Rincian perhitungan investasi usaha JUN UBH-KPWN Bogor
dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.1.4 Analisis Sensitivitas Usaha JUN UBH-KPWN Bogor
Analisis sensitivitas pada UBH-KPWN Bogor dapat dilihat dari
peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen. Hal ini dilihat dari rata-rata kenaikan
pupuk pada kegiatan JUN yang telah berlangsung selama lima tahun. Analisis
sensitivitas terhadap kenaikan pupuk perlu dilakukan oleh UBH- KPWN Bogor
karena pupuk merupakan komponen penting di dalam berlangsungnya kegiatan
JUN. Keberadaan pupuk akan mempengaruhi tanaman JUN dalam hal
pertumbuhan terhadap diameter dan ketinggian pohon JUN.
Peningkatan harga pupuk 32 persen akan berdampak pada NPV, IRR, Net
B/C, dan Payback Period (PBP). NPV menjadi Rp 2 497 483 097 sehingga usaha
ini memberikan manfaat bersih sebesar Rp 2 497 483 097. Nilai IRR yang
diperoleh turun menjadi 28 persen dan nilai Net B/C yang diperoleh menjadi dua.
Payback Period (PBP) menjadi semakin lama yaitu 9 tahun 6 bulan. Perubahan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.
62
Tabel 28. Hasil Analisis Sensitivitas
Kriteria Hasil
NPV 2 497 483 097
IRR 28%
Net B/C 2
Payback Period 9 tahun 6 bulan
Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
Peningkatan harga pupuk sebesar 32 persen usaha UBH-KPWN Bogor
masih layak untuk dilanjutkan karena semua kriteria memenuhi syarat, akan tetapi
UBH-KPWN Bogor harus tetap mengantisipasi apabila ada kenaikan yang lebih
besar karena akan menyebabkan usaha mengalami kerugian. Rincian perhitungan
analisis sensitivitas dapat dilihat pada Lampiran 4.
6.2 Dampak Ekonomi dan Lingkungan dari Kegiatan JUN
6.2.1 Perbandingan Pendapatan Petani JUN Sebelum dan Sesudah Adanya
Kegiatan JUN
Awalnya lahan yang ditanami JUN pada tanaman umur empat dan lima
tahun di Desa Cogreg (lahan Universitas Nusa Bangsa) dan di Desa Ciaruteun Ilir
(lahan “Kopassus 23”) merupakan lahan produktif yang ditanami berbagai macam
palawija, sayur mayur, dan buah-buahan. Keberadaan JUN menyebabkan petani
penggarap mengubah kebiasaannya yang semula menanam berbagai macam
tanaman non kayu menjadi petani pohon jati. Pendapatan yang didapat dari
pengelolaan JUN berupa upah, bonus, hasil kayu setelah lima tahun (pasca
panen), dan tumpang sari (kecuali singkong) selama dua tahun.
Pendapatan petani JUN dari berbagai macam jenis tanaman sebelum
adanya kegiatan JUN di Desa Cogreg sebesar Rp 28 265 000/tahun, sedangkan
pada Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 602 550 000/tahun. Pendapatan petani JUN
di Desa Cogreg meningkat sebesar Rp 163 041 600/tahun dari pengelolaan lahan
UNB tersebut. Pada Desa Ciaruteun Ilir meningkat sebesar Rp 104 764 300/tahun
63
dari pengelolaan lahan “Kopassus 23”. Peningkatan pendapatan di Desa Cogreg
lebih besar dibandingkan Desa Ciaruteun Ilir karena sebelum adanya kegiatan
JUN lahan di Desa Cogreg tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk
menghasilkan pendapatan dalam bidang pertanian. Perbandingan pendapatan
petani JUN dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Perbandingan Pendapatan Petani JUN Tanpa dan dengan
Adanya Kegiatan JUN Tahun 2012
A. Pendapatan Tanpa JUN
Kriteria Desa Cogreg/tahun Desa Ciaruteun Ilir/tahun
1. Lahan UNB 28 265 000
2. Lahan Kopassus 23 602 550 000
Total Pendapatan Rp 28 265 000 Rp 602 550 000
B. Pendapatan dengan Adanya JUN
Kriteria Desa Cogreg/tahun Desa Ciaruteun Ilir/tahun
1. Upah Petani JUN 23 319 600 56 228 300
2. Bonus 950 000 3 235 000
3. Bagi Hasil 156 125 000 434 075 000
4. Tumpang sari 10 912 000 213 776 000
Total Pendapatan Rp 191 306 600 Rp 707 314 300 Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Adanya kegiatan JUN menyebabkan para petani yang pada awalnya
menanam tanaman non kayu beralih ke tanaman berkayu yaitu pohon jati.
Pendapatan bagi petani JUN setelah adanya kegiatan JUN, yaitu:
a. Upah Petani JUN
Petani di dalam pengelolaan JUN akan mendapatkan upah dari UBH-
KPWN Bogor setelah lima tahun. Upah diberikan karena petani JUN melakukan
beberapa kegiatan, yaitu: pembuatan lubang, pemupukan awal, penanaman,
penyiangan dan pemupukan, pemeliharaan, dan pengamanan. Dari tahun ke tahun
upah yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman JUN.
Desa Cogreg memiliki tanaman JUN yang berumur empat tahun dan lima
tahun. Petani JUN mendapatkan upah sebesar Rp 23 401 000 dari tanaman umur
64
empat tahun, sedangkan untuk tanaman yang berumur lima tahun petani JUN
mendapatkan upah sebesar Rp 93 197 000. Upah yang diperoleh Desa Cogreg
kepada petani dari semua umur tanaman jati sebesar Rp 116 598 000
(Rp 23 319 600/tahun). Desa Ciaruteun Ilir memiliki tanaman JUN yang berumur
empat tahun. Hasil yang akan diperoleh dari upah pengelolaan JUN sebesar
Rp 281 141 500 (Rp 56 228 300/tahun) . Rincian perhitungan upah Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir dilihat pada Lampiran 5.
b. Bonus Petani JUN
Pada pelaksanaan dan pengelolaan kegiatan JUN petani mendapatkan
bonus dari hasil yang mereka lakukan dengan cara merawat JUN agar tumbuh
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh UBH-KPWN. Setiap petani JUN
berpeluang mendapatkan bonus tersebut dengan catatan tanaman JUN miliknya
masuk ke dalam kriteria yang telah ada. Adanya bonus maka ada kesadaran dari
petani JUN untuk memelihara pohon jati dengan baik. Adapun kriteria yang
ditetapkan pihak UBH-KPWN terhadap bonus tersebut pada Tabel 30.
Tabel 30. Klasifikasi Tanaman JUN
Umur
(tahun)
Klasifikasi
Bawah
Standar Standar Baik Amat Baik
Kell
(cm)
T
(m)
Kell
(cm)
T
(m)
Kell
(cm)
T
(m)
Kell
(cm)
T
(m)
0,5 - < 2,5 - 2,5-3 - 3-3,5 - ≥ 3,5
1 < 15 < 4 15-18 4-5 18-21 5-6 ≥ 21 ≥ 6
2 < 27 < 6 27-30 6-7 30-33 7-8 ≥ 33 ≥ 8
3 < 39 < 8 39-42 8-9 42-45 9-10 ≥ 45 ≥ 10
4 < 50 < 9 50-53 9-10 53-56 10-11 ≥ 56 ≥ 11
5 < 61 < 10 61-64 10-11 64-67 11-12 ≥ 67 ≥ 12 Keterangan: T = Tinggi pohon rata-rata (m), Kell = Keliling rata-rata (cm) Sumber: UBH-KPWN (2012)
Petani JUN yang memiliki pohon jati dalam klasifikasi baik dan amat baik
akan dilombakan dimana para petani JUN akan mendapatkan bonus dari pihak
65
UBH-KPWN. Besarnya bonus tergantung dari jumlah tanaman yang dimiliki
setiap petani JUN. Semakin banyak pohon jati yang dimiliki petani JUN maka
akan semakin besar pula bonus yang diterima. Rincian klasifikasi bonus petani
JUN dapat dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Klasifikasi Bonus Petani JUN
Klasifikasi Jumlah Tanaman Bonus yang Diterima
Baik dan Amat Baik
< 100 Rp 175 000
100-200 Rp 225 000
200-300 Rp 275 000
> 300 Rp 300 000 Sumber: UBH-KPWN (2012)
Petani yang mempunyai jumlah pohon lebih dari 300 pohon yang memiliki
lima keliling terbesar pada klasifikasi amat baik akan mendapatkan bonus. Juara
pertama mendapatkan Rp 1 000 000, juara kedua Rp 750 000, juara ketiga
Rp 600 000, juara keempat Rp 500 000, dan juara kelima Rp 400 000.
Penyeleksian tanaman JUN dilakukan setiap tahun sekali sehingga petani JUN di
kedua desa berlomba-lomba agar memperoleh bonus tersebut. Desa Cogreg
memperoleh bonus rata-rata sebesar Rp 950 000/tahun yang berasal dari tanaman
jati umur empat tahun maupun lima tahun, sedangkan di Ciaruteun Ilir
memperoleh bonus rata-rata Rp 3 235 000/tahun yang berasal dari tanaman jati
umur empat tahun. Petani JUN yang mendapatkan bonus karena pohon yang
ditanam sudah memenuhi standar yang berlaku pada UBH-KPWN.
c. Hasil Kayu Pasca Panen
Petani penggarap mendapatkan bagian hasil sebesar 25 persen dari jumlah
tanaman JUN yang ditanam. Pohon tanaman awal yang ditanam di Desa Cogreg
(tanaman 4 tahun & 5 tahun) sebanyak 8 927 pohon, sedangkan di Desa Ciaruteun
Ilir (tanaman 4 tahun) sebanyak 21 229 pohon. Tanaman 2007 dan 2008 harga
66
jualnya sebesar Rp 500 000 per pohon, maka bagi hasil yang diterima petani
penggarap di Desa Cogreg sebesar Rp 1 115 875 000, sedangkan di Desa
Ciaruteun Ilir menerima pendapatan sebesar Rp 2 653 625 000.
Kematian yang diakibatkan kelalaian sumber daya manusia, maka petani
penggarap ikut menanggung resiko. Petani penggarap turut menanggung resiko
sebesar 50 persen dari kematian pohon JUN. Hal tersebut merupakan kewajiban
petani yang memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan budidaya kegiatan
JUN di lapangan. Total bagi hasil yang diterima petani penggarap di Desa Cogreg
setelah dikurangi beban resiko sebesar Rp 780 625 000 (Rp 156 125 000/tahun)
dari 7 586 pohon, sedangkan Desa Ciaruteun Ilir akan mendapatkan pendapatan
sebesar Rp 2 170 375 000 (Rp 434 075 000/tahun) dari 19 296 pohon.
d. Tumpang Sari
Petani JUN dibolehkan untuk melakukan tumpang sari oleh UBH-KPWN
Bogor selama dua tahun akan tetapi tidak boleh menanam singkong. Singkong
berpengaruh besar terhadap tanaman jati karena memakan unsur hara dan
makanan yang diperuntukkan untuk jati, sehingga jati tidak akan berkembang
dengan baik. Apabila petani JUN tetap menanam tanaman singkong maka
pendamping JUN dari UBH-KPWN Bogor akan mencabut paksa, sehingga tidak
ada ruang bagi petani untuk menanam singkong di daerah areal tanaman JUN.
Tanaman tumpang sari yang ditanam oleh petani di Cogreg berupa jagung,
kacang-kacangan, ubi, kentang, dan paria. Selama lima tahun petani JUN Desa
Cogreg menghasilkan pendapatan sebesar Rp 54 560 000 (Rp 10 912 000/tahun).
Rincian perhitungan pendapatan dari tumpang sari di Desa Cogreg dapat dilihat di
Lampiran 6. Tanaman tumpang sari yang berada di Desa Ciaruteun Ilir tidak jauh
67
berbeda dengan di Desa Cogreg, yaitu: jagung, ubi jalar, kentang, kacang-
kacangan, kucai, mentimun, kangkung, bayam, paria, cabai rawit, terong, dan
pepaya. Selama dua tahun petani JUN di Ciaruteun Ilir memperoleh pendapatan
sebesar Rp 1 068 880 000 (Rp 213 776 000). Rincian perhitungan pendapatan dari
tumpang sari Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat di Lampiran 7.
6.2.2 Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
Pasca penebangan tanaman JUN akan ada pembagian hasil yang sudah
ditentukan dan disepakati oleh kelima aktor, yaitu: investor, petani penggarap,
UBH-KPWN, pemilik lahan, dan perangkat desa. Pihak-pihak ini akan
mendapatkan imbal jasa berupa bagi hasil dari penjualan tanaman JUN tersebut
setelah lima tahun. Berdasarkan Tabel 32, pembagian hasil di Desa Cogreg dan
Desa Ciaruteun Ilir yang mendapatkan hasil paling besar diperoleh oleh investor
sebesar Rp 1 785 400 000 dan Rp 4 245 800 000. Perangkat desa merupakan
pihak yang mendapatkan bagi hasil yang paling kecil dari kelima pihak tersebut
sebesar Rp 312 250 000 dan Rp 868 150 000.
Tabel 32. Bagi Hasil Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
A. Desa Cogreg
No Penerima Bagi Hasil Pendapatan
1 Investor 1 785 400 000
2 Petani Penggarap 780 625 000
3 UBH-KPWN 468 375 000
4 Pemilik Lahan (UNB) 446 350 000
5 Perangkat Desa Cogreg 312 250 000
Total 3 793 000 000
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Penerima Bagi Hasil Pendapatan
1 Investor 4 245 800 000
2 Petani Penggarap 2 170 375 000
3 UBH-KPWN 1 302 225 000
4 Pemilik Lahan (Kopassus Batalyon 23) 1 061 450 000
5 Perangkat Desa Ciaruteun Ilir 868 150 000
Total 9 648 000 000 Sumber: UBH-KPWN 2012 (diolah)
68
Berdasarkan survey di lapangan pembagian hasil yang dirasakan oleh
semua pihak dirasakan cukup adil karena semua pihak yang terkait mendapatkan
bagian yang sesuai dengan pekerjaan dan andilnya dalam kelancaran proses
kegiatan JUN.
6.2.3 Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN
terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Sumber pendapatan petani JUN di Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir berasal
dari dua sumber, yaitu: dari JUN dan non JUN. Pendapatan JUN berasal dari
upah, bonus, tumpang sari, dan pasca panen pohon jati setelah lima tahun.
Pendapatan dari non JUN meliputi peternak, tukang bangunan, pedagang, petani,
buruh tani, buruh, wiraswasta, wartawan, tukang ojek, supir, pegawai, dan
pensiunan.
Berdasarkan Tabel 33, total pendapatan terbesar di Desa Cogreg diperoleh
dari hasil beternak sebesar Rp 128 454 000. Hal ini menunjukkan banyak petani
JUN yang bekerja sebagai peternak karena mereka tidak memiliki lahan lagi untuk
melakukan pekerjaan di bidang pertanian setelah lahan yang sebelumnya mereka
garap ditanami pohon JUN. Beternak yang dilakukan di Desa Cogreg ini adalah
ternak ayam (kampung dan broiler) dan kambing. Berbeda halnya dengan Desa
Ciaruteun Ilir, peternak merupakan total pendapatan terkecil yaitu sebesar
Rp 22 271 400. Hal ini menunjukkan beternak di Desa Ciaruteun Ilir kurang
diminati oleh petani JUN terlihat hanya satu orang yang bekerja sebagai peternak.
Total pendapatan terbesar di Desa Ciaruteun Ilir masih dalam bidang
pertanian yaitu sebesar Rp 1 084 865 100 karena sebagian besar petani JUN
menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian sebagai petani maupun buruh
tani. Sebagian besar lahan di Desa Ciaruteun Ilir sangat cocok untuk bertani,
69
didukung dengan lahan mereka yang masih luas dan memadai. Berbanding
terbalik dengan Desa Cogreg pekerjaan pada bidang pertanian yaitu petani dan
buruh tani menjadi total pendapatan terkecil hanya sebesar Rp 99 029 000.
Tabel 33. Sumber-Sumber Pendapatan dan Kontribusi Pendapatan JUN
terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir Tahun 2012
A. Desa Cogreg
No Pekerjaan
(n)
Pendapatan
di luar JUN
(Rp/tahun)
(1)
Pendapatan
dari JUN
(Rp/tahun)
(2)
Total
Pendapatan
3 = (1+2)
Kontribusi
JUN terhadap
Pendapatan
Rumah Tangga
(%)
4 = (2/3)
1 Peternak (7) 70 484 000 57 970 000 128 454 000 45.13%
2 Tukang
bangunan (5) 55 200 000 49 407 300 104 607 300 47.23%
3 Petani (4) 30 400 000 26 958 000 57 358 000 47.00%
4 Buruh tani (4) 21 600 000 20 071 000 41 671 000 48.17%
5 Pedagang (3) 41 400 000 36 900 300 78 300 300 47.13%
Total 219 084 000 191 306 600 410 390 600 46.62%
Rata-rata 9 525 391 8 317 678 17 843 070
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Pekerjaan
(n)
Pendapatan
di luar JUN
(Rp/tahun)
(1)
Pendapatan
dari JUN
(Rp/tahun)
(2)
Total
Pendapatan
3 = (1+2)
Kontribusi
JUN terhadap
Pendapatan
Rumah Tangga
(%)
4 = (2/3)
1 Petani (19) 389 400 000 162 357 800 551 757 800 29.43%
2 Buruh tani (29) 323 357 000 209 750 300 533 107 300 39.34%
3 Pedagang (10) 169 200 000 132 714 600 301 914 600 43.96%
4 Buruh (7) 91 740 000 75 500 200 167 240 200 45.14%
5 Wiraswasta (3) 81 600 000 27 214 300 108 814 300 25.01%
6 Pegawai (3) 62 400 000 25 678 000 88 078 000 29.15%
7 Wartawan (1) 36 000 000 11 567 000 47 567 000 24.32%
8 Ngojek (2) 25 200 000 22 142 000 47 342 000 46.77%
9 Supir (1) 18 000 000 9 071 400 27 071 400 33.51%
10 Pensiunan (2) 25 200 000 16 247 300 41 447 300 39.20%
11 Peternak (1) 7 200 000 15 071 400 22 271 400 67.67%
Total 1 229 297 000 707 314 300 1 936 611 300 36.52%
Rata-rata 15 760 218 9 068 132 24 828 350
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
70
Kontribusi pendapatan JUN terhadap pendapatan rumah tangga petani
JUN di Desa Cogreg yang terbesar adalah pada pekerjaan buruh tani sebesar
48.17 persen. Hal ini menunjukkan peran pendapatan dari JUN sangat membantu
memenuhi kebutuhan rumah tangga buruh tani di Desa Cogreg. Kontribusi
pendapatan JUN pada pekerjaan beternak di Desa Cogreg memberikan kontribusi
terkecil dibandingkan dengan bidang lainnya sebesar 45.13 persen. Berbeda
halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir, pekerjaan sebagai peternak memberikan
kontribusi terbesar yaitu 67.67 persen. Hal ini menunjukkan di Desa Cogreg
pekerjaan sebagai peternak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga petani JUN.
Pada Desa Ciaruteun Ilir masih banyak lahan yang dapat digunakan untuk
pertanian sehingga para petani JUN menghidupi kebutuhan rumah tangga mereka
dari kegiatan bertani.
Secara keseluruhan kontribusi rata-rata pendapatan JUN terhadap
pendapatan rumah tangga di Desa Cogreg (46.62%) memiliki pengaruh lebih
besar dibandingkan dengan Desa Ciaruteun Ilir (36.52%). Hal ini disebabkan
petani JUN di Desa Cogreg lebih bergantung dari pendapatan JUN dalam
memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain itu, pendapatan utama petani JUN
di Desa Cogreg tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sehingga
membutuhkan pendapatan tambahan yaitu salah satunya menjadi petani JUN.
6.2.4 Manfaat Ekologis Keberadaan JUN Bagi Masyarakat Sekitar
Keberadaan JUN di kedua desa ini memberikan pengaruh terhadap
masyarakat sekitar khususnya manfaat lingkungan. Sebelumnya lahan digunakan
oleh petani penggarap untuk menanam bermacam-macam tanaman non kayu.
Tanaman non kayu berbeda karakteristik dengan tanaman kayu dimana tanaman
71
kayu di dalam pengadaan/penyediaan sumber air lebih baik daripada tanaman non
kayu khususnya tanaman jati. Pada musim kemarau di kedua desa mengalami
kekeringan, akan tetapi setelah adanya JUN mengalami perubahan yang cukup
positif. Petani JUN tidak mengalami kendala apabila musim kemarau telah tiba.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Sumber Air di Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir
No Pilihan Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir
Jawaban % Jawaban %
1 Semakin membaik 17 73.91 45 57.69
2 Semakin memburuk 0 0 0 0
3 Sama saja 6 26.09 33 42.31
Total 23 100 78 100
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Sebagian besar petani JUN di Desa Cogreg (17 petani JUN atau 73.91%)
mengaku bahwa keberadaan JUN sangat berpengaruh terhadap sumber air. Petani
lebih mudah mendapatkan air pada sumur-sumur sekitar lahan JUN tersebut
walaupun pada musim kemarau. Hanya sebanyak enam orang petani (26.09%)
yang mengatakan sama saja. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir dimana
pengaruh JUN tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap perubahan sumber air.
Persentase yang mengatakan semakin membaik (57.69%) tidak terlalu jauh
dengan yang mengatakan sama saja (42.31%). Hal ini dikarenakan kurangnya
perhatian mereka dalam melihat perbedaan lingkungan yang terjadi pada keadaan
sekitar sebelum maupun sesudah adanya kegiatan JUN.
Semua petani JUN di Desa Cogreg maupun Desa Ciaruteun Ilir tidak ada
yang mengatakan keberadaan JUN merusak kualitas lingkungan sekitar.
Keberadaan JUN tidak hanya mempengaruhi perubahan sumber air pada kedua
72
desa tersebut akan tetapi mempengaruhi kualitas udara di lingkungan sekitar. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 35.
Tabel 35. Pengaruh Keberadaan JUN terhadap Kualitas Udara di Desa
Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
No Pilihan Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir
Jawaban % Jawaban %
1 Semakin membaik 20 86.96 78 100
2 Semakin memburuk 0 0 0 0
3 Sama saja 3 13.04 0 0
Total 23 100 78 100
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Sebagian besar petani JUN merasakan perubahan kualitas udara menjadi
semakin baik karena yang pada awalnya gersang setelah ada JUN udara semakin
bersih, sejuk, dan segar. Hanya tiga orang atau 13.04 persen yang mengatakan
tidak adanya perubahan sebelum maupun sesudah ada JUN pada Desa Cogreg.
Pada Desa Ciaruteun Ilir semua petani JUN mengatakan perubahan yang lebih
baik mencapai 100 persen. Secara umum perubahan lingkungan menjadi lebih
baik karena lingkungan semakin asri dan teduh bagi masyarakat sekitar. Menurut
petani JUN setelah adanya JUN, pemandangan menjadi lebih indah karena
awalnya lahan tersebut ditanami oleh berbagai macam tanaman. Setelah ada JUN
tanaman menjadi seragam yaitu lahan ditanami oleh pohon jati. Selain itu, di
lingkungan tanaman JUN dijadikan tempat peristirahatan para petani JUN setelah
selesai mengelola JUN.
Keberadaan JUN mempunyai manfaat lainnya kepada petani JUN yaitu
menambah pengetahuan bagi para petani tentang pengelolaan jati karena
sebelumnya petani di kedua desa tersebut belum pernah menanam pohon jati
setelah adanya JUN petani mengetahui cara-cara mengelola dan menanam jati
secara intensif. Pohon jati mempunyai fungsi intangable dalam penyerapan
73
karbondioksida yang nantinya apabila sudah terjadi perdagangan karbon maka
kedua desa akan mendapatkan penghasilan dari penjualan jasa karbon tersebut.
Jumlah karbondioksida yang dapat diserap oleh pohon jati tergantung dari
beberapa kriteria, salah satunya berdasarkan diameter pohon. Berikut merupakan
hasil dari penelitian Heriyanto (2007) yang mengklasifikasikan kandungan
karbondioksida berdasarkan diameter pohon jati pada Tabel 36.
Tabel 36. Pengklasifikasian Kandungan Karbondioksida Berdasarkan
Diameter Pohon Jati (cm)
Jenis
Kayu Kelas
Kelas Diameter
(cm)
Tinggi Total
(m)
Kandungan
Karbondioksida
(ton CO2/pohon)
Jati
(Tectona
grandis)
A 5-10 11.3 0.059
B 11-15 15.3 0.283
C 16-20 18.4 0.580
D 21-25 20.1 0.947
E 26-30 21.6 1.558
F > 30 22.1 1.791
Total 5. 218 Sumber: Heriyanto (2007)
Berdasarkan Tabel 36, tanaman JUN pada Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir masuk ke dalam kelas B. Hasil evaluasi perhitungan terhadap JUN
mempunyai diameter rata-rata 14.11-14.57 cm, sehingga tanaman JUN dapat
menyerap karbondioksida sebanyak 0.283 ton CO2/pohon. Tanaman JUN di Desa
Cogreg dapat menyerap karbondioksida sebesar 2 146.84 ton CO2 dari 1 569
tanaman umur empat tahun dan 6 017 umur tanaman lima tahun, sedangkan di
Desa Ciaruteun Ilir dapat menyerap karbondioksida sebesar 5 460.77 ton CO2 dari
19 296 tanaman umur empat tahun. Rincian perhitungan dapat dilihat pada
Tabel 37.
74
Tabel 37. Penyerapan Karbondioksida pada Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir
Lokasi Umur
Tanaman
Jumlah
Pohon
Diameter
Rata-rata
(cm)
Jumlah Penyerapan
Karbondioksida
(ton C)
Cogreg 4 tahun 1 569 14.57 444.03
5 tahun 6 017 14.79 1 702.81
Ciaruteun Ilir 4 tahun 19 296 14.11 5 460.77 Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Perdagangan karbon menurut Hamilton et al (2010) dalam Prasetyo
(2011) dihargai sebesar US$ 4,6/ton CO2 yang apabila dirupiahkan menjadi
sebesar Rp 42 711/ton CO2 dengan asumsi US$ 1 = Rp 9 285. Desa Cogreg akan
menghasilkan jasa sebesar Rp 91 693 700 dari 7 586 pohon JUN. Pada Desa
Ciaruteun Ilir akan menghasilkan jasa sebesar Rp 233 234 900 dari 19 296 pohon
JUN. Nilai tersebut akan diperoleh apabila perdagangan karbon telah
dilaksanakan secara baik. Akan tetapi pada saat ini belum ada perdagangan
karbon yang sudah dijalankan, sehingga sampai saat ini nilai penyerapan
karbondioksida masih merupakan nilai potensial.
Manfaat ekonomi yang diperoleh pada Desa Cogreg dengan keberadaan
kegiatan JUN sebesar Rp 1 715 133 000, sedangkan manfaat ekonomi yang
diperoleh oleh Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 5 466 171 500. Manfaat ekonomi
meliputi upah, bonus, tumpang sari (2 tahun), dan bagi hasil setelah lima tahun.
6.3 Dampak Ekonomi dan Lingkungan Menurut Para Pihak terhadap
Kegiatan JUN
6.3.1 Dampak Ekonomi
Keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir menimbulkan
dampak ekonomi dan lingkungan. Dampak ekonomi dan lingkungan yang
dirasakan para pihak memiliki persepsi yang berbeda-beda dengan adanya
kegiatan JUN. Para pihak meliputi petani JUN, pemilik lahan, dan aparat desa.
75
Adanya kegiatan JUN petani di Desa Cogreg maupun Desa Ciaruteun Ilir
memiliki penghasilan tambahan guna mencukupi kebutuhan rumah tangga petani.
Berdasarkan Tabel 38, semua petani JUN di Desa Cogreg merasakan keberadaan
JUN mempengaruhi kehidupan mereka terutama dalam segi pendapatan.
Pada awalnya di Desa Cogreg tidak semua lahan UNB mereka manfaatkan
untuk menghasilkan pendapatan. Pada saat JUN yang mengelola lahan tersebut
serta memperkerjakan petani, mereka dapat memperoleh pendapatan dari kegiatan
JUN. Para petani JUN dalam pengelolaannya tidak terlalu membutuhkan waktu
yang banyak. Pekerjaan sebagai petani JUN dijadikan pekerjaan sampingan yang
dapat menambah penghasilan rumah tangga dan yang paling penting di dalam
pengelolaannya tidak menggangu pekerjaan utama mereka.
Tabel 38. Dampak Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN A. Desa Cogreg
No Pernyataan
Penilaian
SS S TS STS
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 Meningkatkan pendapatan masyarakat 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0
2 Keberadaan JUN mempengaruhi
kehidupan masyarakat sekitar 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0
3 Pendapatan JUN membantu kebutuhan
hidup masyarakat 0 0 23 100 0 0 0 0
4 JUN merupakan aset jangka lima tahun 6 26.1 17 73.9 0 0 0 0
5 Menaikkan upah bagi petani JUN 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0
6 JUN mempunyai sistem bagi hasil yang
adil 1 4.4 22 95.6 0 0 0 0
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Pernyataan
Penilaian
SS S TS STS
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 Meningkatkan pendapatan masyarakat 0 0 44 56.4 34 43.6 0 0
2 Keberadaan JUN mempengaruhi
kehidupan masyarakat sekitar 0 0 75 96.2 3 3.8 0 0
3
Pendapatan JUN membantu kebutuhan
hidup masyarakat 20 25.6 58 74.4 0 0 0 0
4 JUN merupakan aset jangka lima tahun 44 56.4 34 43.6 0 0 0 0
5 Menaikkan upah bagi petani JUN 0 0 78 100 0 0 0 0
6 JUN mempunyai sistem bagi hasil yang
adil 0 0 78 100 0 0 0 0
Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
76
Pada Desa Ciaruteun Ilir dalam hal meningkatkan pendapatan masyarakat,
sebanyak 34 orang (43.6%) mengatakan tidak setuju karena petani JUN di Desa
Ciaruteun Ilir sudah mengelola lahan “Kopassus 23” secara intensif. Petani JUN
juga memperoleh pendapatan dari lahan tersebut. Pada saat adanya JUN, sebagian
petani memberikan respon negatif karena berpikir upah yang diberikan oleh JUN
tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga petani JUN. Selain itu, pendapatan dari
JUN juga tidak bisa dijadikan sebagai mata pencaharian sehari-hari. Petani JUN
harus tetap memiliki pekerjaan lain di luar JUN untuk memenuhi kebutuhan
karena bagi hasil yang diberikan oleh UBH-KPWN Bogor akan diperoleh setelah
lima tahun.
Dampak ekonomi yang positif menurut petani JUN di Desa Cogreg dan
Desa Ciaruteun Ilir dapat dianalisis dengan menggunakan Skala Likert. Interval
nilai tanggapan petani JUN yang menyatakan sangat setuju berada dalam interval
(21-24), setuju (16-20), tidak setuju (11-15), dan sangat tidak setuju (6-10).
Tabel 39. Dampak Positif Ekonomi Menurut Petani JUN di Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala
Likert
Tingkat Persepsi Skala Likert Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir
∑ % ∑ %
Sangat Setuju 1 4.45 1 1.3
Setuju 22 95.55 77 98.7
Tidak Setuju 0 0 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0
Total 23 100 78 100
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 39, secara keseluruhan menurut petani JUN di kedua
desa menyatakan setuju dengan adanya dampak positif ekonomi dari kegiatan
JUN. Sebanyak 22 orang (95.45%) di Desa Cogreg dan 77 orang (98.7%) di Desa
Ciaruteun Ilir mengatakan kegiatan JUN mempengaruhi kehidupan petani JUN
77
terutama dalam segi peningkatan pendapatan. Berdasarkan hasil wawancara di
lapangan dengan para pihak seperti aparat Desa Cogreg dan Ciaruteun Ilir,
pemilik lahan UNB dan pemilik lahan “Kopassus 23” memberikan respon yang
positif adanya kegiatan JUN dalam segi ekonomi. Para pihak yang bersangkutan
mendapatkan bagi hasil setelah lima tahun, sehingga ada rasa keadilan di dalam
kegiatan JUN tersebut. Menurut aparat Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir
dengan adanya kegiatan JUN maka akan ada penyerapan tenaga kerja. Bagi
masyarakat kedua desa tersebut akan berdampak pada bertambahnya penghasilan
mereka guna menghidupi rumah tangga para petani JUN.
Bagi pemilik lahan yang awalnya lahan hanya digunakan pada waktu-
waktu tertentu dan tidak ada pajak atau sewa lahan, namun setelah adanya JUN
lahan menjadi lebih produktif serta pembagian hasil semakin jelas dan
menguntungkan. Secara keseluruhan keberadaan JUN di Desa Cogreg dan
Ciaruteun Ilir terhadap dampak ekonomi dapat dikatakan baik bagi semua pihak
yang bersangkutan.
6.3.2 Dampak Lingkungan
Keberadaan JUN berdampak juga pada lingkungan, seperti penyediaan
sumber air, kualitas udara bersih, dan penyerapan karbondioksida (CO2). Banyak
pendapat yang dikemukakan oleh para pihak khususnya dalam perubahan
lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya kegiatan JUN. Petani
JUN merupakan orang yang paling merasakan adanya dampak keberadaan JUN
karena mereka tinggal berdekatan dengan lokasi sehingga persepsi petani
mengenai JUN pun muncul di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir.
78
Tabel 40. Dampak Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg dan
Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN A. Desa Cogreg
No Pernyataan
Penilaian
SS S TS STS
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 Membantu mempercepat
usaha rehabilitasi lahan kritis 0 0 20 86.9 3 13.1 0 0
2 Membantu penyerapan air 1 4.3 16 69.5 6 26.2 0 0
3 JUN penting bagi lingkungan 1 4.3 19 82.6 3 13.1 0 0
4 JUN meningkatkan pasokan
kebutuhan air tanah 0 0 17 73.8 6 26.2 0 0
5 JUN meningkatkan kualitas
udara bersih 0 0 20 86.9 3 13.1 0 0
B. Desa Ciaruteun Ilir
No Pernyataan
Penilaian
SS S TS STS
∑ % ∑ % ∑ % ∑ %
1 Membantu mempercepat
usaha rehabilitasi lahan kritis 0 0 78 100 0 0 0 0
2 Membantu penyerapan air 0 0 45 57.7 33 42.3 0 0
3 JUN penting bagi lingkungan 2 3.6 76 97.4 0 0 0 0
4 JUN meningkatkan pasokan
kebutuhan air bersih 0 0 50 64.1 28 35.9 0 0
5 JUN meningkatkan kualitas
udara bersih 3 3.8 75 96.2 0 0 0 0
Keterangan: SS: Sangat Setuju, S: Setuju, TS: Tidak Setuju, STS: Sangat Tidak Setuju
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 40, sebagian besar petani JUN di Desa Cogreg dan
Desa Ciaruteun Ilir (>50%) menyatakan setuju dengan adanya dampak
lingkungan yang semakin membaik dari kegiatan JUN. Pada Desa Cogreg
sebanyak enam orang (26.2%) dan Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 33 orang (42.3%)
mengatakan tidak setuju apabila kegiatan JUN itu mempermudah masyarakat
dalam penyediaan air bersih. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran para petani
JUN terhadap keadaan lingkungan sekitar sehingga ada dan tidak adanya JUN
tidak terlalu berpengaruh.
Sebanyak tiga orang (13.1%) di Desa Cogreg menyatakan tidak setuju
bahwa kegiatan JUN mempengaruhi kualitas udara semakin bersih. Hal ini
disebabkan rumah mereka yang jauh dari lokasi JUN sehingga pengaruhnya tidak
terlalu dirasakan secara langsung. Berbeda halnya dengan Desa Ciaruteun Ilir
79
dimana semua petani JUN (78 orang atau 100%) mengatakan setuju bahwa
kualitas udara semakin bersih dan sejuk. Skala Likert dapat menganalisis dampak
lingkungan yang positif menurut petani JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun
Ilir dengan adanya kegiatan JUN. Interval nilai tanggapan petani JUN yang
menyatakan sangat setuju berada dalam interval (17-20), setuju (13-16), tidak
setuju (9-12), dan sangat tidak setuju (5-8). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 41.
Tabel 41. Dampak Positif Lingkungan Menurut Petani JUN di Desa Cogreg
dan Desa Ciaruteun Ilir terhadap Kegiatan JUN dalam Skala
Likert
Tingkat Persepsi Skala Likert Desa Cogreg Desa Ciaruteun Ilir
∑ % ∑ %
Sangat Setuju 1 4.45 0 0
Setuju 21 91.10 78 100
Tidak Setuju 1 4.45 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0 0 0
Total 23 100 78 100
Sumber: Data Primer 2012 (diolah)
Sebanyak 21 orang (91.10%) di Desa Cogreg dan 78 orang (100%) di
Desa Ciaruteun Ilir menyatakan setuju dengan adanya dampak positif lingkungan
dari keberadaan kegiatan JUN. Kegiatan JUN memberikan perubahan pada
keadaan lingkungan mereka yaitu semakin membaiknya penyediaan air bersih dan
kualitas udara.
Para pihak yang lain mempunyai pandangan tersendiri terhadap
keberadaan JUN. Menurut pemilik lahan UNB dan pemilik lahan “Kopassus 23”
menyatakan lahan yang semula tidak terlalu dimanfaatkan oleh mereka setelah
adanya JUN lahan mereka semakin subur. Tanaman JUN diberi pupuk secara
intensif dengan kualitas baik sehingga tanah menjadi gembur. Pada awalnya lahan
tersebut ditanami oleh tanaman non kayu sehingga dalam penyerapan air tidak
terlalu baik, berbeda dengan tanaman kayu seperti jati. Air tidak langsung
80
mengalir akan tetapi diserap secara baik sehingga ketersediaan air terjamin.
Menurut aparat Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun Ilir, keberadaan JUN
dapat menghasilkan udara yang sejuk dan bersih. Sebelum adanya JUN, lahan
hanya ditanami tanaman non kayu bahkan banyak ilalang yang tumbuh. Tanaman
non kayu dan ilalang tidak terlalu baik dalam menghasilkan udara bersih karena
daya serap karbondioksida (CO2) kecil, berbeda dengan pohon jati. Menurut para
pihak secara keseluruhan, keberadaan JUN di Desa Cogreg dan Desa Ciaruteun
Ilir terhadap perubahan lingkungan dikatakan baik karena semua pihak merespon
dengan positif.
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil analisis kelayakan finansial dengan indikator NPV, IRR, Net B/C, dan
PBP menunjukkan bahwa usaha JUN ini layak untuk dilanjutkan. Hal ini
dapat dilihat dari analisis kelayakan finansial yang menunjukkan semua
kriteria memenuhi syarat. Berdasarkan analisis sensitivitas, peningkatan
pupuk sebesar 32 persen proyek UBH-KPWN Bogor masih layak untuk
dilanjutkan karena syarat terpenuhi, akan tetapi UBH-KPWN Bogor harus
tetap mengantisipasi apabila ada kenaikan yang lebih besar karena bisa saja
menyebabkan proyek mengalami kerugian.
2. Manfaat ekonomi yang berupa peningkatan pendapatan masyarakat (petani
JUN) di Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan JUN adalah Rp 163 041
600/tahun dan di Desa Ciarteun Ilir sebesar Rp 104 764 300/tahun. Adapun
manfaat ekonomi total berupa pendapatan bagi Desa Cogreg (petani JUN,
pemilik lahan, dan aparat desa) adalah sebesar Rp 1 715 133 000 dan untuk
Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 5 466 171 500. Khususnya bagi peternak di
Desa Ciaruteun Ilir pendapatan dari JUN merupakan pendapatan pokok yaitu
sebesar 67.67 persen dari total pendapatan.
3. Sebesar 90 persen petani JUN dan para pihak yang terkait usaha JUN UBH-
KPWN Bogor menyatakan bahwa usaha JUN memberikan dampak positif
baik ekonomi maupun lingkungan. Sebesar 50 persen responden petani JUN
merasakan perubahan sumber air dan kualitas lingkungan sehingga
82
masyarakat sekitar dapat memperoleh air lebih mudah dan perubahan udara
yang dirasakan semakin lebih bersih dan sejuk.
7.2 Saran
Usaha JUN oleh UBH-KPWN telah dilaksanakan dengan baik, namun ada
beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian UBH-KPWN Bogor agar dapat
lebih mengembangkan usahanya.
1. UBH-KPWN Bogor harus dapat menjaga kepercayaan dan meyakinkan para
pihak yang terlibat agar mau melanjutkan usaha JUN di periode selanjutnya
karena para pihak merupakan aset perusahaan yang menyukseskan usaha
JUN.
2. Pelaksanaan usaha budidaya sangat dipengaruhi oleh peningkatan harga
pupuk. Oleh karena itu, pihak UBH-KPWN Bogor perlu mengantisipasi
adanya kenaikan pupuk yang lebih besar dengan cara mencari alternatif lain
seperti penggunaan pupuk organik dan pemberdayaan petani JUN untuk
menggunakan pupuk secara optimal.
3. UBH-KPWN Bogor sebaiknya memperluas lahan areal kegiatan penanaman
JUN agar banyak melibatkan masyarakat sekitar untuk melaksanakan usaha
JUN sehingga meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
4. Usaha kegiatan JUN UBH-KPWN Bogor harus tetap menjaga konsistensi dan
keberlanjutannya karena proyek tersebut sangat menguntungkan bagi semua
pihak dan dapat memperbaiki kualitas lingkungan.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrohman D. 2005. Analisis Kelayakan Finansial Produksi Bibit Jati (Tectona
grandis L.f.) dengan Metode Kultur Jaringan pada PT. Dafa Teknoagro
Mandiri, Ciampea, Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Anwar C. 2011. Meningkatkan Pendaman Karbon Hutan untuk Mengurangi Emisi
Deforestasi dan Degradasi melalui Pelaksanaan Pengelolaan Hutan Lestari
(PHL) di Indonesia. ITTO (International Tropical Timber Organization).
Jakarta.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Awang SA. 2002. Hutan Rakyat, Sosial Ekonomi dan Pemasaran. BPFE-
Yogyakarta. Yogyakarta.
Dewi DA. 2011. Persepsi Petani terhadap Pola Pengelolaan Hutan Rakyat dan
Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Kasus di
Kecamatan Cimalaka dan Conggeang Kabupaten Sumedang, Provinsi
Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ghofir A. 2012. Penduga Stok Karbon (Paraserianthes falcataria) di Desa
Bandarjo, Kabupaten Semarang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta.
Gray et al. 1986. Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia. Jakarta.
________. 2007. Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai.
Disertasi. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Heriyanto NM. 2007. Konservasi Karbon pada Hutan Tusam, Hutan Mahoni,
dan Hutan Jati di Jawa Barat dan Banten. Pusat Penelitian dan
Pengembangan. Bogor.
Husnan S. dan Suwarsono. 1994. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN.
Yogyakarta.
Ibrahim Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Cetakan Kedua. Rineka Ciptaka.
Jakarta.
Jusmaliani. 2006. Bisnis Berbasis Syariah. Bumi Aksara. Jakarta.
84
Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Edisi 2001. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Kartono K. 1987. Kamus Psikolog. Pioner Jaya. Bandung.
Kasmir, Jaffar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua. Cetakan Keenam.
Kencana Prenada Media. Jakarta.
Kementerian Kehutanan. 2011. Data Strategis Tahun 2011. Kementerian
Kehutanan. Jakarta.
____________________. 2011. Statistik 2011 Direktorat Jenderal Bina Produksi
Kehutanan. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Lingkungan. 2010. http://id.Wikipedia.org/wiki/lingkungan. diakses pada tanggal
22 Februari 2012.
Prasetyo FA. 2011. Potential Economic Incentive for Sustainable Forest
Management on Reducing Emission from Deforestation and Degradation.
Ministry of Forestry. Jakarta.
Pratiwi A. 2010. Penetuan Daur Finansial Kelas Perusahaan Jati (Tectona grandis
L.F) dengan Menggunakan Analisis Kelayakan Finansial di KPH Cepu
Perum Perhutani Unit I Jawa. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
PT. Setyamitra Bhaktipersada. 2008. Info Perusahaan PT. Setyamitra
Bhaktipersada.http://setyamitra.indonetwork.co.id/profile/ptsetyamitrabha
ktipersada.htm. diakses pada tanggal 18 Februari 2012.
Puspitasari R. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Jati Unggul Nusantara dengan
Pola Bagi Hasil (Studi Kasus pada Unit Usaha Bagi Hasil Koperasi
Perumahan Wanabakti Nusantara. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Riduwan 2009. Pengantar Statistika Sosial. Alfabeta. Bandung.
Sultika L. 2010. Analisis Pendapatan dan Persepsi Masyarakat terhadap Hutan
Rakyat di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican dan Desa Bojong
Kecamatan Langkaplancar, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Skripsi.
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumarna Y. 2008. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta.
Supangat AB. 2005. Peran Hutan Tanaman Jati sebagai Pengatur Tata Air: Studi
Kasus di SubDAS Kawasan Hutan Jati di KPH Cepu. PT. Perhutani
(Persero). Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan. Cepu.
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. PT Remaja
Rosdakarya. Bandung.
85
Tim UBH-KPWN. 2012. Petunjuk Teknis Pembuatan dan Pemeliharaan
Tanaman Jati Unggul Nusantara. UBH-KPWN. Jakarta.
Tobing M. 2011. Membangun Supermarket Kayu.
http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/1308811818/71066/Santi-bercita-
cita-membangun-supermarket-kayu-3. diakses pada tanggal 18 Februari
2012.
LAMPIRAN
87
Lampiran 1. Biaya Reinvestasi Tahun 2009-2017
No Uraian Jumlah
(unit)
Tahun Jumlah
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
1 Dispenser 1 250.000 250.000 500.000
2 Galon 2 80.000 80.000 80.000 80.000 80.000 400.000
3 Komputer 2 1 5.950.000 5.950.000
4 Mesin fax 1 1.300.000 1.300.000
5 Pemanas air 1 50.000 50.000 100.000
6 Printer 2 1 1.000.000 1.000.000
7 Timbangan 1 100.000 100.000 200.000
8 Timbangan
peer 1 100.000 100.000 200.000
9 Traktor
tangan 1 17.500.000 17.500.000
Total 11 80.000 80.000 500.000 1.080.000 5.950.000 80.000 19.380.000 27.150.000
87
88
Lampiran 2. Perhitungan Bagi Hasil JUN UBH-KPWN Bogor
A. Petani Penggarap
Tahun Tanaman awal (1) Bagi hasil (2) Tanaman mati (3) Beban resiko (4) Total tanaman (5)=(1)(2)-(3)(4) Harga jual (6) Pendapatan (7)=(5)(6)
2012 7.120 25% 1.103 50% 1228,5 500.000 614.250.000
2013 25.338 25% 2.141 50% 5264 500.000 2.632.000.000
2014 40.155 25% 1.395 50% 9341,25 500.000 4.670.625.000
2015 43.010 25% 154 50% 10675,5 550.000 5.871.525.000
2016 27.780 25% - 50% 6945 550.000 3.819.750.000
2017 14.060 25% - 50% 3515 550.000 1.933.250.000
B. Pemilik Lahan
Tahun Tanaman awal (1) Bagi hasil (2) Tanaman mati (3) Beban resiko (4) Total tanaman (5)=(1)(2)-(3)(4) Harga jual (6) Pendapatan (7)=(5)(6)
2012 7.120 10% 1.103 0% 712 500.000 356.000.000
2013 25.338 10% 2.141 0% 2533,8 500.000 1.266.900.000
2014 40.155 10% 1.395 0% 4015,5 500.000 2.007.750.000
2015 43.010 10% 154 0% 4301 550.000 2.365.550.000
2016 27.780 10% - 0% 2778 550.000 1.527.900.000
2017 14.060 10% - 0% 1406 550.000 773.300.000
C. Investor
Tahun Tanaman awal (1) Bagi hasil (2) Tanaman mati (3) Beban resiko (4) Total tanaman (5)=(1)(2)-(3)(4) Harga jual (6) Pendapatan (7)=(5)(6)
2012 7.120 40% 1.103 0% 2848 500.000 1.424.000.000
2013 25.338 40% 2.141 0% 10135,2 500.000 5.067.600.000
2014 40.155 40% 1.395 0% 16062 500.000 8.031.000.000
2015 43.010 40% 154 0% 17204 550.000 9.462.200.000
2016 27.780 40% - 0% 11112 550.000 6.111.600.000
2017 14.060 40% - 0% 5624 550.000 3.093.200.000
D. Perangkat Desa
Tahun Tanaman awal (1) Bagi hasil (2) Tanaman mati (3) Beban resiko (4) Total tanaman (5)=(1)(2)-(3)(4) Harga jual (6) Pendapatan (7)=(5)(6)
2012 7.120 10% 1.103 20% 491,4 500.000 245.700.000
2013 25.338 10% 2.141 20% 2105,6 500.000 1.052.800.000
2014 40.155 10% 1.395 20% 3736,5 500.000 1.868.250.000
2015 43.010 10% 154 20% 4270,2 550.000 2.348.610.000
2016 27.780 10% - 20% 2778 550.000 1.527.900.000
2017 14.060 10% - 20% 1406 550.000 773.300.000
E. UBH-KPWN Bogor
Tahun Tanaman awal (1) Bagi hasil (2) Tanaman mati (3) Beban resiko (4) Total tanaman (5)=(1)(2)-(3)(4) Harga jual (6) Pendapatan (7)=(5)(6)
2012 7.120 15% 1.103 30% 737,1 500.000 368.550.000
2013 25.338 15% 2.141 30% 3158,4 500.000 1.579.200.000
2014 40.155 15% 1.395 30% 5604,75 500.000 2.802.375.000
2015 43.010 15% 154 30% 6405,3 550.000 3.522.915.000
2016 27.780 15% - 30% 4167 550.000 2.291.850.000
2017 14.060 15% - 30% 2109 550.000 1.159.950.000
88
89
Lampiran 3. Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor
Analisis Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Kabupaten Bogor
Tahun
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
INFLOW
a. Investor 424.440.000 1.490.940.000 2.213.120.000 2.606.305.000 810.600.000 774.200.000
b. Penjualan pohon JUN
3.008.500.000 11.598.500.000 19.380.000.000 23.570.800.000 15.279.000.000 7.733.000.000
c. Nilai sisa
22.881.500
TOTAL INFLOW (a+b+c) 424.440.000 1.490.940.000 2.213.120.000 2.606.305.000 810.600.000 3.782.700.000 11.598.500.000 19.380.000.000 23.570.800.000 15.279.000.000 7.755.881.500
OUTFLOW
I. Biaya Investasi
Alat uji tanah
kering
1.050.000
Dispenser 250.000
250.000
250.000
Drum (30) 1.650.000
Galon 80.000
80.000
80.000
80.000
80.000
80.000
GPS
5.000.000
Kipas angin (2)
900.000
Komputer 1 4.890.000
Komputer 2
5.950.000
5.950.000
Kursi kantor
(10)
5.000.000
Kursi plastik
(5)
1.500.000
LCD (monitor)
1.050.000
Lemari (5)
5.000.000
Meja (13)
13.000.000
Mesin fax 1.300.000
1.300.000
Modem
875.000
Pemanas air 50.000
50.000
50.000
Pesawat
telepon (2)
500.000
Pompa air (2)
5.000.000
Printer 1
400.000
Printer 2
1.000.000
Printer 3
1.740.000
Sepeda motor
15.000.000
Sprayer (12)
4.200.000
Stabiliser
150.000
Timbangan 100.000
100.000
100.000
Timbangan
peer
100.000
100.000
100.000
Traktor tangan 17.500.000
17.500.000
Total Biaya Investasi 25.920.000 46.100.000 13.645.000 4.200.000 6.580.000 2.450.000 1.080.000 5.950.000 80.000
19.380.000
89
90
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
II. Biaya Operasional
2.1 Biaya Tetap 165.120.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000
2.2 Biaya Variabel
A. Biaya
Sosialisasi 1.000.000 2.837.500 3.875.000 6.475.000 2.937.500 1.887.500
B. Pembuatan Tanaman
Bibit 28.480.000 316.725.000 501.937.500 537.625.000 348.500.000 175.750.000
Pupuk dasar 23.424.400 70.494.400 132.445.500 141.688.000 116.968.740 86.941.060
Upah 21.360.000 64.014.000 120.465.000 131.030.000 83.640.000 41.090.000
Total B 51.904.400 408.579.400 698.397.000 799.778.000 596.498.740 346.331.060 41.090.000
C. Pemeliharaan Tanaman
1. Tanaman 2007
Pemupukan 51.299.600 48.810.840 57.235.922 50.361.226 12.042.360
Upah 21.360.000 24.388.000 31.144.500 35.821.500 38.859.800
2. Tanaman I (2007/II+2008/I)
Pemupukan
182.561.400 204.475.188 151.980.064 130.803.040 43.268.000
Upah
88.683.000 101.328.000 121.050.000 134.757.180 148.460.800
3. Tanaman II (2008/II+2009/I)
Pemupukan
289.319.550 193.533.372 275.598.570 183.334.800 72.287.400
Upah
140.542.500 180.729.000 195.363.000 213.180.000 242.958.400
4. Tanaman III (2009/II+2010/I)
Pemupukan
309.887.050 199.136.300 313.308.160 244.643.476 79.926.440
Upah
150.535.000 189.244.000 214.280.000 235.708.000 274.278.400
5. Tanaman IV (2010/II+2011/I)
Pemupukan
200.154.900 133.830.150 227.379.300 158.582.130 51.809.700
Upah
108.342.000 125.010.000 138.900.000 152.790.000 177.792.000
6. Tanaman V (2011/II+2012/I)
Pemupukan
101.302.300 70.194.550 89.773.100 80.261.510 26.221.900
Upah
56.240.000 63.270.000 70.300.000 77.330.000 89.984.000
Total C 72.659.600 344.443.240 824.045.660 1.193.897.212 1.484.301.150 1.532.214.210 1.295.341.126 825.650.070 387.193.210 116.205.900
D. Penebangan Tanaman
Tanaman 2007
18.074.680
Tanaman I (2007/II +2008/I)
53.821.880
Tanaman II (2008/II +2009/I)
84.770.400
Tanaman III (2009/II +2010/I)
96.426.240
Tanaman IV (2010/II +2011/I)
66.771.200
Tanaman V (2011/II + 2012/I)
32.982.400
Total D
18.074.680 53.821.880 84.770.400 96.426.240 66.771.200 32.982.400
Total Biaya
Variabel
(A+B+C+D)
52.904.400 484.076.500 1.046.715.240 1.630.298.660 1.793.333.452 1.832.519.710 1.591.378.890 1.349.163.006 910.420.470 483.619.450 182.977.100 32.982.400
90
91
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Biaya Lainnya
Pembuatan
Sertifikat
8.400.000 32.600.000 46.800.000 58.000.000 31.800.000 15.000.000
Pajak 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000
Total Biaya
Operasional 52.904.400 660.288.500 1.250.727.240 1.848.510.660 2.022.745.452 2.035.731.710 1.777.790.890 1.520.575.006 1.081.832.470 655.031.450 354.389.100 204.394.400
III. Bagi Hasil Mitra Usaha
2.639.950.000 10.019.300.000 16.577.625.000 20.047.885.000 12.987.150.000 6.573.050.000
TOTAL
OUTFLOW
(I+II+III)
52.904.400 686.208.500 1.296.827.240 1.862.155.660 2.026.945.452 2.042.311.710 4.420.190.890 11.540.955.006 17.665.407.470 20.702.996.450 13.341.539.100 6.796.824.400
Net benefit (52.904.400) (261.768.500) 194.112.760 350.964.340 579.359.548 (1.231.711.710) (637.490.890) 57.544.994 1.714.592.530 2.867.803.550 1.937.460.900 959.057.100
DF (12%)
1 0,89286 0,79719 0,71178 0,63552 0,56743
PV/tahun (52.904.400) (262.818.500) 190.162.760 355.964.340 579.359.548 (1.232.111.710) (637.490.890) 51.379.459 1.366.862.667 2.041.245.921 1.231.291.428 544.194.755
NPV 4.175.535.379
IRR 57%
PV positif 6.359.410.879
PV negatif 2.183.875.500
Net B/C 3
PP (tahun) 8 tahun 9
bulan
91
92
Lampiran 4. Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Bogor dengan Peningkatan Harga Pupuk sebesar 32%
Analisis Cashflow Usaha JUN UBH-KPWN Kabupaten Bogor
Tahun
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
INFLOW
a. Investor
424.440.000 1.490.940.000 2.213.120.000 2.606.305.000 810.600.000 774.200.000
b. Penjualan pohon JUN
3.008.500.000 11.598.500.000 19.380.000.000 23.570.800.000 15.279.000.000 7.733.000.000
c. Nilai sisa
22.881.500
TOTAL INFLOW (a+b+c) 424.440.000 1.490.940.000 2.213.120.000 2.606.305.000 810.600.000 3.782.700.000 11.598.500.000 19.380.000.000 23.570.800.000 15.279.000.000 7.755.881.500
OUTFLOW
Biaya Investasi
Alat uji tanah
kering 1.050.000
Dispenser
250.000
250.000
250.000
Drum (30)
1.650.000
Galon (2)
80.000
80.000
80.000
80.000
80.000
80.000
GPS
5.000.000
Kipas angin (2)
900.000
Komputer 1
4.890.000
Komputer 2
5.950.000
5.950.000
Kursi kantor (10)
10.000.000
Kursi plastik (5)
1.500.000
LCD (monitor)
1.050.000
Lemari (5)
5.000.000
Meja (13)
13.000.000
Mesin fax
1.300.000
1.300.000
Modem
875.000
Pemanas air
50.000
50.000
50.000
Pesawat telepon
(2) 500.000
Pompa air (2)
5.000.000
Printer 1
400.000
Printer 2
1.000.000
1.000.000
Printer 3
1.740.000
Sepeda motor
15.000.000
Sprayer (12)
4.200.000
Stabiliser
150.000
Timbangan
100.000
100.000
100.000
Timbangan peer
100.000
100.000
100.000
Traktor tangan
17.500.000
17.500.000
Total Biaya Investasi 25.920.000 46.100.000 13.645.000 4.200.000 6.580.000 2.450.000 1.080.000 5.950.000 80.000
19.380.000
92
93
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
II. Biaya Operasional
2.1 Biaya
Tetap 165.120.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000 168.720.000
2.2 Biaya Variabel
A. Biaya
Sosialisasi 1.000.000 2.837.500 3.875.000 6.475.000 2.937.500 1.887.500
B.Pembuatan Tanaman
Bibit 28.480.000 316.725.000 501.937.500 537.625.000 348.500.000 175.750.000
Pupuk dasar 30.920.208 93.052.608 174.828.060 187.028.160 154.398.737 114.762.199
Upah
21.360.000 64.014.000 120.465.000 131.030.000 83.640.000 41.090.000
Total B 59.400.208 431.137.608 740.779.560 845.118.160 633.928.737 374.152.199 41.090.000
C.Pemeliharaan Tanaman
1. Tanaman
2007
Pemupukan
67.715.472 64.430.309 75.551.417 66.476.818 15.895.915
Upah
21.360.000 24.388.000 31.144.500 35.821.500 38.859.800
2. Tanaman I (2007/II +2008/I)
Pemupukan
240.981.048 269.907.248 200.613.684 172.660.013 57.113.760
Upah
88.683.000 101.328.000 121.050.000 134.757.180 148.460.800
3. Tanaman II (2008/II +2009/I)
Pemupukan
381.901.806 255.464.051 363.790.112 242.001.936 95.419.368
Upah
140.542.500 180.729.000 195.363.000 213.180.000 242.958.400
4. Tanaman III (2009/II
+2010/I)
Pemupukan
409.050.906 262.859.916 413.566.771 322.929.388 105.502.901
Upah
150.535.000 189.244.000 214.280.000 235.708.000 274.278.400
5. Tanaman IV (2010/II
+2011/I)
Pemupukan
264.204.468 176.655.798 300.140.676 209.328.412 68.388.804
Upah
108.342.000 125.010.000 138.900.000 152.790.000 177.792.000
6. Tanaman V (2011/II +
2012/I)
Pemupukan
133.719.036 92.656.806 118.500.492 105.945.193 346.129.080
Upah
56.240.000 63.270.000 70.300.000 77.330.000 89.984.000
Total C
89.075.472 418.482.357 1.000.375.471 1.419.740.960 1.745.976.404 1.780.228.101 1.491.982.638 930.700.204 429.455.997 436.113.080
D. Penebangan Tanaman
Tanaman 2007
18.074.680
Tanaman I (2007/II +2008/I)
53.821.880
Tanaman II (2008/II +2009/I)
84.770.400
Tanaman III (2009/II +2010/I)
96.426.240
Tanaman IV (2010/II +2011/I)
66.771.200
Tanaman V (2011/II + 2012/I)
32.982.400
Total D
18.074.680 53.821.880 84.770.400 96.426.240 66.771.200 32.982.400
Total Biaya
Variabel
(A+B+C+D)
60.400.208 523.050.580 1.163.136.917 1.851.968.631 2.056.607.197 2.122.016.104 1.839.392.781 1.545.804.518 1.015.470.604 525.882.237 502.884.280 32.982.400
93
94
Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Biaya Lainnya
Pembuatan
Sertifikat 8.400.000 32.600.000 46.800.000 58.000.000 31.800.000 15.000.000
Pajak
2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000 2.692.000
Total Biaya
Operasional 60.400.208 699.262.580 1.367.148..917 2.070.180.631 2.286.019.197 2.325.228.104 2.025.804.781 1.717.216.518 1.186.882.604 697.294.237 674.296.280 204.394.400
III. Bagi Hasil Mitra Usaha
2.639.950.000 10.019.300.000 16.577.625.000 20.047.885.000 12.987.150.000 6.573.050.000
TOTAL
OUTFLOW
(I+II+III)
60.400.208 725.182.580 1.413.248.917 2.083.825.631 2.290.219.197 2.331.808.104 4.668.204.781 11.737.596.518 17.770.457.604 20.745.259.237 13.661.446.280 6.796.824.400
Net benefit (60.400.208) (300.742.580) 77.691.083 129.294.369 316.085.803 (1.521.208.104) (885.504.781) (139.096.518) 1.609.542.396 2.825.540.763 1.617.553.720 959.057.100
DF (12%)
1 0,89286 0,79719 0,71178 0,63552 0,56743
PV/tahun (60.400.208) (301.792.580) 73.741.083 134.294.369 316.085.803 (1.521.608.104) (885.454.781) (124.193.320) 1.283.117.343 2.011.164.104 1.027.984.632 544.194.755
NPV 2.497.483.097
IRR 28%
PV positif 5.265.338.770
PV negatif 2.767.855.673
Net B/C 2
PP (tahun) 9 tahun 6
bulan
94
95
Lampiran 5. Rincian Perhitungan Upah Petani JUN Desa Cogreg dan Desa
Ciaruteun Ilir Selama 5 Tahun
a) Upah Pengelolaan JUN Desa Cogreg (umur 4 tahun) Per Pohon
Uraian Thn Kegiatan
Jumlah PL PA Pe PPL Pem PN
Upah (Rp)
I
500 500 500 500 500 500 3000
∑ tanaman 1807 1807 1807 1807 1807 1807 1807
Pendapatan 903500 903500 903500 903500 903500 903500 5421000
Upah (Rp)
II
- - - 1000 500 500 2000
∑ tanaman - - - 1757 1757 1757 1757
Pendapatan - - - 1757000 878500 878500 3514000
Upah (Rp)
III
- - - 1250 500 750 2500
∑ tanaman - - - 1707 1707 1707 1707
Pendapatan - - - 2133750 853500 1280250 4267500
Upah (Rp)
IV
- - - 1500 500 1000 3000
∑ tanaman - - - 1569 1569 1569 1569
Pendapatan - - - 2353500 784500 1569000 4707000
Upah (Rp)
V
- - - 750 750 2000 3500
∑ tanaman - - - 1569 1569 1569 1569
Pendapatan - - - 1176750 1176750 3138000 5491500
Total Tanaman ( umur 4 tahun) Rp 17.909.500
Total Tanaman ( umur 5 tahun) Rp 23.401.000
b) Upah Pengelolaan JUN Desa Cogreg (umur 5 tahun) Per Pohon
Uraian Thn Kegiatan
Jumlah PL PA Pe PPL Pem PN
Upah (Rp)
I
500 500 500 500 500 500 3000
∑ tanaman 7120 7120 7120 7120 7120 7120 7120
Pendapatan 3560000 3560000 3560000 3560000 3560000 3560000 21360000
Upah (Rp)
II
- - - 1000 500 500 2000
∑ tanaman - - - 6968 6968 6968 6968
Pendapatan - - - 6968000 3484000 3484000 13936000
Upah (Rp)
III
- - - 1250 500 750 2500
∑ tanaman - - - 6921 6921 6921 6921
Pendapatan - - - 8651250 3460500 5190750 17302500
Upah (Rp)
IV
- - - 1500 500 1000 3000
∑ tanaman - - - 6513 6513 6513 6513
Pendapatan - - - 9769500 3256500 6513000 19539000
Upah (Rp)
V
- - - 750 750 2000 3500
∑ tanaman - - - 6017 6017 6017 6017
Pendapatan - - - 4512750 4512750 12034000 21059500
Total Tanaman ( umur 5 tahun) Rp 93.197.000
96
c) Upah Pengelolaan JUN Desa Ciaruteun Ilir (umur 4 tahun) Per Pohon
Uraian Thn Kegiatan
Jumlah
PL PA Pe PPL Pem PN
Upah (Rp)
I
500 500 500 500 500 500 3000
∑ tanaman 21229 21229 21229 21229 21229 21229 21229
Pendapatan 10614500 10614500 10614500 10614500 10614500 10614500 63687000
Upah (Rp)
II
- - - 1000 500 500 2000
∑ tanaman - - - 20729 20729 20729 20729
Pendapatan - - - 20729000 10364500 10364500 41458000
Upah (Rp)
III
- - - 1250 500 750 2500
∑ tanaman - - - 20229 20229 20229 20229
Pendapatan - - - 25286250 10114500 15171750 50572500
Upah (Rp)
IV
- - - 1500 500 1000 3000
∑ tanaman - - - 19296 19296 19296 19296
Pendapatan - - - 28944000 9648000 19296000 57888000
Upah (Rp)
V
- - - 750 750 2000 3500
∑ tanaman - - - 19296 19296 19296 19296
Pendapatan - - - 14472000 14472000 38592000 67536000
Total Tanaman ( umur 4 tahun) Rp 213.605.500
Total Tanaman ( umur 5 tahun) Rp 281.141.500
Keterangan: PL: pembuatan lubang, PA: pemupukan awal, PPL: penyiangan & pemupukan lanjutan,
Pem: Pemeliharaan, PN: pengamanan
97
Lampiran 6. Tumpang Sari Desa Cogreg
TUMPANG SARI
No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan
(m2)
Hasil
(Kg)
(1)
Harga
(Rp/Kg)
(2)
Penerimaan
(Rp)
(3) = (1)(2)
Frekuensi
(4)
Penerimaan Total
(Rp)
(5) = (3)(4)
Pengeluaran
(Rp)
(6)
Pendapatan (Rp)
(7) = (5)-(6)
1 Ajo Jagung 500 300 1.000 300.000 2 600.000 250.000 350.000
Kacang Panjang 1.000 350 1.000 350.000 2 700.000 250.000 450.000
2 Atin Jagung 550 400 1.000 400.000 3 1.200.000 500.000 700.000
3 Atip Jagung 700 500 1.000 500.000 2 1.000.000 400.000 600.000
4 Dahyat Jagung 650 200 1.000 200.000 3 600.000 200.000 400.000
5 Dani Jagung 100 50 1.000 50.000 4 200.000 120.000 80.000
Kentang 500 100 1.500 150.000 4 600.000 - 600.000
6 Kasman Jagung 1.000 500 1.000 500.000 3 1.500.000 300.000 1.200.000
Kacang Cabut 500 250 1.000 250.000 3 750.000 300.000 450.000
7 Nakih Jagung 1.000 400 1.000 400.000 2 800.000 300.000 500.000
8 Nipau Jagung 1.000 500 1.000 500.000 3 1.500.000 600.000 900.000
9 Piun Ubi 2.200 500 500 250.000 2 500.000 100.000 400.000
10 Rais Jagung 2.500 1.000 1.000 1.000.000 3 3.000.000 750.000 2.250.000
11 Ricing Paria 2.000 1.000 1.000 1.000.000 3 3.000.000 600.000 2.400.000
12 Rinan Jagung 500 300 1.000 300.000 2 600.000 100.000 500.000
Paria 500 200 1.000 200.000 3 600.000 150.000 450.000
13 Sa'ang Jagung 1.000 500 1.000 500.000 3 1.500.000 600.000 900.000
Paria 2.000 1.000 1.000 1.000.000 3 3.000.000 600.000 2.400.000
14 Sahad Jagung 500 200 1.000 200.000 2 400.000 200.000 200.000
15 Saim Jagung 500 250 1.000 250.000 2 500.000 250.000 250.000
Kacang Panjang 500 250 1.000 250.000 2 500.000 250.000 250.000
16 Samad Jagung 500 300 1.000 300.000 2 600.000 250.000 350.000
Kacang Tanah 500 100 2.500 250.000 2 500.000 250.000 250.000
17 Santa Jagung 1.000 500 1.000 500.000 3 1.500.000 600.000 900.000
18 Saptaji Paria 2.000 1.000 1.000 1.000.000 3 3.000.000 1.000.000 2.000.000
19 Sya'fei Jagung 1.000 500 1.000 500.000 2 1.000.000 300.000 700.000
Kacang Cabut 500 250 1.000 250.000 2 500.000 250.000 250.000
20 Thabrani Paria 2.000 1.500 1.000 1.500.000 2 3.000.000 600.000 2.400.000
21 Udin Jagung 2.000 1.000 1.000 1.000.000 3 3.000.000 900.000 2.100.000
22 Yusuf Bachtiar Paria 2.000 1.000 1.000 1.000.000 3 3.000.000 900.000 2.100.000
Total 27.280.000
97
98
Lampiran 7. Tumpang Sari Desa Ciaruteun Ilir
TUMPANG SARI
No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan
(m2)
Hasil
(Kg)
(1)
Harga
(Rp/Kg)
(2)
Penerimaan
(Rp)
(3) = (1)(2)
Frekuensi
(4)
Penerimaan Total
(Rp)
(5) = (3)(4)
Pengeluaran
(Rp)
(6)
Pendapatan (Rp)
(7) = (5)-(6)
1 Abdul Latif Jagung 2.000 2.000 900 1.800.000 2 3.600.000 400.000 3.200.000
2 Acang Kucai 650 500 1.200 600.000 12 7.200.000 600.000 6.600.000
3 Acang Wangun Jaya
Jagung 400 300 2.000 600.000 3 1.800.000 600.000 1.200.000
Kacang Tanah 100 100 2.000 200.000 2 400.000 400.000 -
Kucai 500 500 1.200 600.000 12 7.200.000 1.800.000 5.400.000
4 Aceng Kucai 700 300 2.000 600.000 12 7.200.000 2.400.000 4.800.000
5 Agus Jagung 1.800 1.800 700 1.260.000 2 2.520.000 500.000 2.020.000
6 Ahmad Dahlan Jagung 10.000 10.000 900 9.000.000 2 18.000.000 2.000.000 16.000.000
7 Ahmad Rifa'i Jagung 7.000 7.000 900 6.300.000 2 12.600.000 1.400.000 11.200.000
8 Anam Kucai 900 700 1.200 840.000 12 10.080.000 2.400.000 7.680.000
9 Andi Jagung 400 300 2.000 600.000 3 1.800.000 800.000 1.000.000
Kacang Tanah 200 25 2.000 50.000 3 150.000 100.000 50.000
10 Andristian Pepaya 3.200 800 2.500 2.000.000 12 24.000.000 7.000.000 17.000.000
11 Anton Kucai 500 100 2.000 200.000 12 2.400.000 1.200.000 1.200.000
12 Anwar Jagung 3.500 3.500 900 3.150.000 2 6.300.000 1.000.000 5.300.000
13 Aop Kucai 1.000 800 1.200 960.000 12 11.520.000 2.400.000 9.120.000
14 Atmonadi Jagung 3.000 3.000 900 2.700.000 2 5.400.000 600.000 4.800.000
15 Budi Suyanto Pepaya 4.600 5.000 2.000 10.000.000 1 10.000.000 5.000.000 5.000.000
16 Daud Jagung 2.200 2.200 900 1.980.000 2 3.960.000 700.000 3.260.000
17 Edih Jagung 1.900 1.900 900 1.710.000 2 3.420.000 400.000 3.020.000
18 Edwar Siregar Jagung 300 300 2.000 600.000 2 1.200.000 300.000 900.000
19 Emus Jagung 800 800 900 720.000 2 1.440.000 250.000 1.190.000
20 Ence Jagung 1.500 1.500 900 1.350.000 2 2.700.000 300.000 2.400.000
21 Encu Sujai Kacang Tanah 3.000 200 2.500 500.000 1 500.000 250.000 250.000
22 Endi Jagung 350 350 900 315.000 2 630.000 100.000 530.000
23 Endil Jagung 900 900 900 810.000 2 1.620.000 150.000 1.470.000
24 Engki Jagung 1.500 1.500 900 1.350.000 2 2.700.000 300.000 2.400.000
25 Enjen Jagung 400 400 900 360.000 2 720.000 100.000 620.000
26 Erman Bayam 80 12 15.000 180.000 12 2.160.000 1.200.000 960.000
27 Gandi Kacang Panjang 500 300 1.000 300.000 2 600.000 100.000 500.000
28 Herman Bayam 650 70 15.000 1.050.000 12 12.600.000 6.000.000 6.600.000
29 Hidayat Jagung 700 700 900 630.000 2 1.260.000 200.000 1.060.000
30 Icah Kucai 500 100 2.000 200.000 12 2.400.000 1.200.000 1.200.000
31 Icung Bayam 3.000 300 10.000 3.000.000 12 36.000.000 24.000.000 12.000.000
Kangkung 3.000 300 10.000 3.000.000 12 36.000.000 24.000.000 12.000.000
98
99
No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan
(m2)
Hasil
(Kg)
(1)
Harga
(Rp/Kg)
(2)
Penerimaan
(Rp)
(3) = (1)(2)
Frekuensi
(4)
Penerimaan Total
(Rp)
(5) = (3)(4)
Pengeluaran
(Rp)
(6)
Pendapatan (Rp)
(7) = (5)-(6)
32 Idis Jagung 1.800 1.800 900 1.620.000 2 3.240.000 500.000 2.740.000
33 Inang Kucai 1.000 700 1.200 840.000 12 10.080.000 2.400.000 7.680.000
34 Iran Kentang 350 30 3.000 90.000 3 270.000 - 270.000
35 Isak Ibrahim Jagung 1.600 1.600 900 1.440.000 2 2.880.000 400.000 2.480.000
36 Ismad Jagung 1.500 1.500 900 1.350.000 2 2.700.000 300.000 2.400.000
37 Isnen Kucai 1.500 600 2.000 1.200.000 12 14.400.000 4.800.000 9.600.000
38 Jalal Jagung 9.000 9.000 900 8.100.000 2 16.200.000 1.800.000 14.400.000
39 Kasnan Jagung 15.000 15.000 900 13.500.000 2 27.000.000 3.000.000 24.000.000
40 Kirno Kucai 1.300 500 2.000 1.000.000 12 12.000.000 3.600.000 8.400.000
41 Mad Ali Kucai 1.600 600 2.000 1.200.000 12 14.400.000 4.800.000 9.600.000
42 Mad Isa Kacang Tanah 1.800 240 2.500 600.000 1 600.000 300.000 300.000
43 Madrosim Kacang Panjang 400 100 1.000 100.000 2 200.000 100.000 100.000
Jagung 1.000 1.000 900 900.000 3 2.700.000 600.000 2.100.000
44 Maih Jagung 1.000 700 1.100 770.000 3 2.310.000 600.000 1.710.000
Kucai 1.000 700 1.200 840.000 12 10.080.000 4.800.000 5.280.000
45 Mamad bin Yusuf Jagung 6.000 6.000 900 5.400.000 2 10.800.000 2.400.000 8.400.000
46 Maman Jagung 500 300 2.000 600.000 3 1.800.000 350.000 1.450.000
Kucai 300 200 2.000 400.000 12 4.800.000 1.200.000 3.600.000
47 Mulyadi Bayam 1.000 100 10.000 1.000.000 12 12.000.000 6.000.000 6.000.000
Kangkung 700 70 10.000 700.000 12 8.400.000 4.800.000 3.600.000
48 Mumuh Jagung 3.700 3.700 900 3.330.000 2 6.660.000 600.000 6.060.000
49 Nenih Jagung 1.600 1.600 900 1.440.000 2 2.880.000 400.000 2.480.000
50 Nurdin Bayam 1.000 100 10.000 1.000.000 12 12.000.000 6.000.000 6.000.000
51 Oma Jagung 5.000 5.000 900 4.500.000 2 9.000.000 3.000.000 6.000.000
52 Oman Pepaya 4.600 1.000 2.500 2.500.000 12 30.000.000 10.000.000 20.000.000
53 Pei Kucai 2.000 700 1.800 1.260.000 12 15.120.000 5.000.000 10.120.000
54 Pepen Cabai Rawit 600 60 10.000 600.000 3 1.800.000 600.000 1.200.000
55 Rumi Jagung 2.600 2.600 900 2.340.000 2 4.680.000 600.000 4.080.000
56 Sadeli Bayam 80 12 15.000 180.000 12 2.160.000 1.200.000 960.000
Kangkung 80 12 15.000 180.000 12 2.160.000 1.800.000 360.000
57 Sahroni Kacang Panjang 1.600 1.600 2.500 4.000.000 2 8.000.000 2.500.000 5.500.000
58 Saleh Kucai 1.000 100 2.000 200.000 12 2.400.000 1.200.000 1.200.000
59 Saleh bin Jahari Jagung 2.600 2.600 900 2.340.000 2 4.680.000 700.000 3.980.000
60 Salim
Kacang Panjang 9.000 7.000 2.000 14.000.000 1 14.000.000 5.000.000 9.000.000
Mentimun 9.000 20.000 1.500 30.000.000 1 30.000.000 18.000.000 12.000.000
Paria 9.000 20.000 3.000 60.000.000 1 60.000.000 12.000.000 48.000.000
99
100
No Nama Petani Jenis Tanaman Luas Lahan
(m2)
Hasil
(Kg)
(1)
Harga
(Rp/Kg)
(2)
Penerimaan
(Rp)
(3) = (1)(2)
Frekuensi
(4)
Penerimaan Total
(Rp)
(5) = (3)(4)
Pengeluaran
(Rp)
(6)
Pendapatan (Rp)
(7) = (5)-(6)
61 Samsuri Jagung 4.000 4.000 900 3.600.000 2 7.200.000 800.000 6.400.000
62 Sandi Jagung 6.000 6.000 900 5.400.000 2 10.800.000 1.200.000 9.600.000
63 Sanin Jagung 2.000 2.000 900 1.800.000 2 3.600.000 400.000 3.200.000
64 Sarbini Jagung 5.000 5.000 900 4.500.000 2 9.000.000 1.000.000 8.000.000
65 Sarkup Kucai 700 300 2.000 600.000 12 7.200.000 2.400.000 4.800.000
66 Sarno Suwandi Jagung 700 300 2.000 600.000 2 1.200.000 250.000 950.000
Kacang Tanah 700 100 2.000 200.000 2 400.000 250.000 150.000
67 Solihin
Kacang Panjang 7.000 5.000 2.000 10.000.000 1 10.000.000 4.000.000 6.000.000
Mentimun 7.000 15.000 1.500 22.500.000 1 22.500.000 14.000.000 8.500.000
Paria 7.000 15.000 3.000 45.000.000 1 45.000.000 9.000.000 36.000.000
68 Suhanda Jagung 1.200 1.200 900 1.080.000 2 2.160.000 350.000 1.810.000
69 Suhardi Sandung Bayam 250 25 10.000 250.000 12 3.000.000 840.000 2.160.000
Kangkung 200 20 10.000 200.000 12 2.400.000 600.000 1.800.000
70 Suhari Kucai 1.200 900 1.200 1.080.000 12 12.960.000 3.000.000 9.960.000
71 Sumarna Pepaya 1.100 200 2.500 500.000 12 6.000.000 3.000.000 3.000.000
Terong 1.000 200 2.000 400.000 12 4.800.000 1.200.000 3.600.000
72 Surijan Jagung 2.100 2.100 900 1.890.000 2 3.780.000 650.000 3.130.000
73 Suwardi Kucai 1.200 150 1.500 225.000 6 1.350.000 450.000 900.000
74 Tatang Bayam 1.000 100 10.000 1.000.000 12 12.000.000 6.000.000 6.000.000
75 Udin Jagung 3.000 3.000 900 2.700.000 2 5.400.000 600.000 4.800.000
76 Ukad Jagung 400 400 900 360.000 2 720.000 100.000 620.000
77 Utang Jagung 2.500 2.500 900 2.250.000 2 4.500.000 1.000.000 3.500.000
78 Winah Jagung 2.000 2.000 900 1.800.000 2 3.600.000 400.000 3.200.000
Total 534.440.000
100
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, 2 Januari 1990. Penulis adalah anak kedua
dari dua bersaudara, yang merupakan anak dari pasangan suami istri Nur
Muhammad Heriyanto dan Eni Priyani. Pada tingkat sekolah dasar penulis
bersekolah di SDN Polisi 5 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP
Negeri 4 Bogor dan SMA Negeri 5 Bogor.
Penulis memiliki hobi berolah raga dan mendengarkan musik. Pada saat
Sekolah Menengah Pertama penulis aktif dalam ekstrakulikuler Praja Muda
Karana (PRAMUKA), pada saat Sekolah Menengah Atas penulis mengikuti
ekstrakulikuler Ikatan Remaja Mesjid ITHRI.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di
Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2008. Penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan di Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Penulis mengambil minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan dari
Departemen Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekowisata Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis tercatat sebagai pengurus Forum
Mahasiswa Islam (FORMASI) periode 2010-2012 dan penulis pernah mengikuti
acara penerimaan mahasiswa baru Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun
2011, penulis dipercaya bertugas sebagai Komisi Disiplin (KOMDIS).