86
ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KARET SKALA KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur) SKRIPSI Oleh: FITRI ALWI AZIZAH NIM. 0911030091 JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

  • Upload
    others

  • View
    35

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

1

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KARET SKALA KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

(Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur)

SKRIPSI

Oleh: FITRI ALWI AZIZAH

NIM. 0911030091

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2014

Page 2: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

2

Page 3: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

i

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KARET SKALA KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

(Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur)

Oleh: FITRI ALWI AZIZAH

NIM. 0911030091 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Teknologi Pertanian

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2014

Page 4: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

ii

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Teknis dan

Finansial Pada Industri Pengolahan Karet Skala Kecil di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan (Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur)

Nama Mahasiswa : Fitri Alwi Azizah NIM : 0911030091 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Menyetujui

Pembimbing Pertama

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS NIP. 19590508 198303 1 004

Pembimbing Kedua

Mas’ud Effendi, STP. MP NIP. 19800823 200501 1 003

Tanggal Persetujuan:……….. Tanggal Persetujuan:……….

Page 5: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

iii

LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Teknis dan

Finansial Pada Industri Pengolahan Karet Skala Kecil di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan (Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur)

Nama Mahasiswa : Fitri Alwi Azizah NIM : 0911030091 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Dosen Penguji I

Dr. Ir. Nur Hidayat, MP

NIP.19610223 198701 1 001

Dosen Penguji II

Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS NIP. 19590508 198303 1 004

Dosen Penguji III

Mas’ud Effendi, STP. MP NIP. 19800823 200501 1 003

Ketua Jurusan,

Dr. Ir. Nur Hidayat, MP NIP.19610223 198701 1 001

Tanggal Lulus TA:…………………………

Page 6: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

iv

Alhamdulillahirrobbil ‘alamiin…. Terima kasih Ya Allah

Karya kecil ini spesial kupersembahkan teruntuk Ummi dan Bapak

Suamiku, Dek Alimah, Dek Bari’, dan Mas Huda

Page 7: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

v

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Fitri Alwi Azizah NIM : 0911030091 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Teknis dan

Finansial Pada Industri Pengolahan Karet Skala Kecil di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan (Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur)

Menyatakan bahwa, TA dengan judul diatas merupakan karya asli penulis tersebut diatas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedian dituntut sesuai hukum yang berlaku. Malang, September 2014 Pembuat Pernyataan Fitri Alwi Azizah NIM 0911030091

Page 8: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

vi

RINGKASAN. Fitri Alwi Azizah. 0911030091. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI PENGOLAHAN KARET SKALA KECIL DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Kelompok Tani Subur). SKRIPSI. Pembimbing I: Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS

II: Mas’ud Effendi, STP. MP

Indonesia adalah Negara penghasil dan pengekspor karet terbesar kedua di dunia. Karet Indonesia 98% diusahakan oleh petani yang tersebar 24 propinsi. Provinsi Sumatera Selatan adalah provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia 19% atau 1/5 dari karet Indonesia dihasilkan oleh provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Musi Rawas merupakan kabupaten penghasil karet terbesar di Sumatera Selatan. Karet yang dihasilkan 99.9% diusahakan oleh petani dalam bentuk lump. Rendahnya mutu karet di Kabupaten Musi Rawas disebabkan oleh perilaku petani karet yang salah. Lump yang dihasilkan diolah pada 3 pabrik besar di Kabupaten Musi Rawas (Pabrik Bumi Beliti Abadi, Kirana Windu dan Pabrik Nibung).

Penelitian dilaksanakan di Pabrik karet rakyat DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan pada Bulan Februari 2014 - April 2014, untuk mengetahui kelayakan industri pengolahan karet skala kecil di Kapupaten Musi Rawas. Aspek teknis yang dikaji meliputi; proses produksi, pemilihan teknologi, kapasitas produksi, tataletak. Aspek finansial yang dikaji meliputi; Break Event Point (BEP), Payback Periode (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI).

Industri pengolahan karet skala kecil yang ada di Kabupaten Musi Rawas ada dua yaitu Pabrik DMK dan Unit PengolahanKaret Rakyat KelompokTani Subur. Proses yang terjadi pada kedua pabrik ini adalah pengolahan lump tebal menjadi blanket. Blanket yang dihasilkan mempunyai spesifikasi KKK 65-75% dengan ketebalan 0,1-0,6cm. Proses pengolahan lump menjadi karet yaitu: penimbangan, pencacahan, press awal, press akhir, pengeringan dan pengemasan. Hasil analisis teknis pada industri pengolahan karet skala kecil pada Pabrik DMK secara proses kapasitas, dan layout dikatakan layak,

Page 9: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

vii

pemilihan teknologi tidak layak. Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur pada proses produksi, dikatakan layak, pemilihan teknologi, kapasitas dan layout dikatakan tidak layak perlu perbaikan.

Perhitungan secara finansial saat ini pada Pabrik DMK dikatakan layak, sedangkan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur dikatakan tidak layak. Usulan perbaikan dengan perbaikan aspek teknis dengan kapasitas 5 ton lump perhari didapatkan hasil yaitu modal investasi sebesar Rp 556.951.950,00, biaya operasional adalah sebesar Rp 949.710.000,00/bulan. Modal investasi didapatkan dari dana pribadi atau kelompok. Sedangkan biaya operasional didapat dari meminjam bank dengan angsuran selama 5 tahun atau Rp 299.837.817,74/tahun. Perhitungan yang dilakukan dalam jangka setahun kapasitas 5 ton perhari didapatkan total biaya produksi adalah Rp 11.226.376.951,15 terdiri dari biaya tetap Rp 101.536.951,15, biaya tidak tetap sebanyak Rp 11.124.840.000,00. Laba yang didapatkan sebanyak bersih sebanyak Rp 854.975.043,20. Analisis secara finansial pada usaha ini didapatkan hasil BEP adalah Rp 512.144.852,13, atau sebanyak 39.861,835 kg, PP didapatkan hasil sealam 2,51 tahun atau selama 30,16 bulan, NPV yang didapat adalah sebanyak Rp 7.998.656.153,57 nilai IRR didapat sebesar 18,6%, dan nilai IP/BCR adalah sebesar 1,24.

Kata Kunci: Karet, Industri pengolahan karet, Analisis Kelayakan.

Page 10: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

viii

SUMMARY. Firi Alwi Azizah. 0911030091. TECHNICAL AND FINANCIAL FEASIBILITY ANALYSIS OF THE SMALL SCALE INDUSTRIAL RUBBER PROCESSING AT MUSI RAWAS REGENCY OF SOUTH SUMATERA (Case Study in DMK Rubber Factory and Subur Farmers Group Rubber Processing Unit). THESIS. Supervisor I Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS

II Mas'ud Effendi, STP. MP

Indonesia is the largest rubber producer country and second rubber biggest exporter in the world. 98%Indonesian Rubber cultivated by farmers who scattered 24 in provinces. South Sumatra Province is the largest rubber producer in Indonesia, 19% or one fifth of Indonesia's rubber is produced by the South Sumatra Province. Musi Rawas is the largest rubber producing districts in South Sumatra. 99,9% rubber produced cultivated by farmers in the form of a lump. The low quality of rubber in Musi Rawas caused by incorrect behavior of rubber farmers. Lump produced processed in 3 large factories in Musi Rawas They are Bumi Beliti Abadi Factory, Kirana Windu Factory and Nibung Factory.

The study was conducted to determine the feasibility of small scale rubber processing industry in Musi Rawas District. The experiment was conducted in a rubber factory DMK and Rubber Processing Unit Subur Farmers Group, Musi Rawas South Sumatra at February untill April 2014. Technical aspects examined include; production process, the technology using, the production capacity plan and layout plan. Financial aspects examined include; Break Event Point (BEP), Payback Period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI).

Small scale rubber processing industries in the district of Musi Rawas there are factory DMK and Rubber Processing Unit Subur Farmers Group. Process that occurs in both the processing plant is a thick lump into blankets. Blanket has produced specification KKK 65-75% with 0,1-0,6 cm thickness. The processing of the rubber lump into: weighing, counting, press the start, press the end, drying and packaging. The results of technical analysis in the rubber processing industry in the

Page 11: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

ix

DMK plant capacity, and the layout is feasible, the selection of technology is not feasible. Rubber Processing Unit Subur Farmers Group production process, is feasible, the selection of technology, capacity of the currently selected, layout is said not feasible and necessary repairs. Calculation financially current on Factory DMK is feasible, whereas in Rubber Processing Unit Subur Farmers Group is said to be feasible. Proposed improvements to the improvement of the technical aspects with a capacity of 5 tons per day lump the results obtained by Rp 556.951.950,00 capital investment, operating costs amounted to Rp 949.710.000,00/month. Capital investment funds obtained from private or group. While the operating costs derived from borrowing banks in installments over 5 years or Rp 299.837.817,74/ year. The calculations were performed within a year capacity of 5 tons per day total cost of production is obtained Rp 11.226.376.951,15 consists of Rp 101.536.951,15 fixed costs, variable costs as much as Rp 11.124.840.000,00. Net profit gained as much as Rp 854.975.043,20. Analysis financially in this effort is the BEP results obtained Rp 512.144.852,13, or as much 39.861,83 kg, PP results obtained during the 2,51 year or 30,16 months, NPV obtained is Rp 7.998.656.153,57 obtained of IRR is 18,6%, and the value of the IP or BCR is 1,24. Keywords: Rubber, Rubber Processing Industry, Feasibility Analysis

Page 12: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

x

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanyalah bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, hingga penulis dapat menyelesaikan TA ini. TA yang berjudul “Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Pada Industri Pengolahan Karet Skala Kecil di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan (Studi Kasus pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur)”. Penyusunan TA ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ummi dan Bapak yang senantiasa mengiringi penulis

dengan do’a, cinta, kasih sayang, dan motivasi bagi penulis. Allah yang akan membalas semuanya dengan sebaik-baik balasan Ummi, Bapak.

2. Bapak Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS, dan Bapak Mas’ud Effendi STP. MP selaku dosen pembimbing juga motivator bagi penulis yang selalu memberikan bimbingan, arahan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ir. Nur Hidayat, MS selaku dosen Penguji yang memberikan masukan, koreksi, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

4. Bapak Ibu Dosen FTP UB atas ilmu yang bermanfaat semasa kuliah.

5. Suami Tercinta, Ahmad Ali Muhdi, SPi atas cinta, kasih sayangnnya serta banyak mengajari penulis bagaimana seharusnya hidup. Ukhibbuka fillah.

6. Mas huda, Dek Alimah, Dek Bari’ atas dukungan, pengertian dan kelonggaran bergantian prihatin selama ini.

7. Keluarga besar Bapak dan Ibu Sugeng Hartadi atas dukungan, bantuan dan arahan selama ini.

8. Saudariku Usroh Al Khawarizmi (Ummu Nadia, U’ Dwi Nur, U’ Alvi, U’ Selvi, U’ Umma), Rumah Muslimah Darul Islah (U’ Ferita, U’ Rindi, U’ Dian, U’ Siwi, U’ Siti, U’ Rahma, U’ Imas, U’ Lulu’, U’ Puput), De’ Ummi, Rumah Muslimah Al-Istiqomah, Usroh Guroba’, Usroh An-Nafi’ dan keluarga

Page 13: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xi

besar FOSI Malang yang telah menjadi keluarga ke-2 bagi penulis.

9. Sahabatku Nafi’ Nur Laily, Ulil Amriyatul Rofidah, dan keluarga besar NG.

10. Sahabatku Fadlilatul Annisa, Puji Lestari dan seluruh keluarga besar TIP09 atas kebersamaannya di ospek, kelas, kuliah, praktikum, tugas dll.

11. Keluarga besar FORKITA FTP UB dan UAKI UB atas kehangatan ukhuwah islamiyah.

12. Keluarga besar Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas (Pak Ramdani, Bu Kun, Pak Asyikin dan seluruh staff) atas bantuan dan dukungan selama penulis melakukan penelitian.

13. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusun dalam proses penyelesaian TA ini.

Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan masukan demi lebih baiknya TA ini.

Akhirnya harapan penyusun semoga TA ini dapat bermanfaat bagi pengusun maupun semua pihak yang membutuhkan.

Malang, September 2014

Penyusun

Page 14: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Fitri Alwi Azizah adalah seorang muslimah putri kedua pasangan Bapak Warno dan Ibu Patmi yang dilahirkan di Sragen pada tanggal 4 September 1991.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Assalam Yapis Merauke pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke sekolah dasar di SD Inpres TM VIII Merauke pada tahun

1996-2003. Menyelesaikan pendidikan tingkat menengah pertama di MTs. Muh. Blimbing Pontren Imam Syuhodo. Menyelesaikan pendidikan tingkat menengah atas di SMA Muh. Imam Syuhodo, Sukoharjo pada tahun 2009, dan melanjutkan pendidikan di Universitas Brawijaya Malang melalui jalur SNMPTN tahun itu juga.

Tahun 2014 penulis telah berhasil menyelesiakan pendidikan di Universitas Brawijaya Malang di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Selama massa pendidikannya, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan pernah menjadi pengurus harian di FORKITA (Forum Kajian Islam Teknologi Pertanian), UAKI (Unit Aktivitas Kerohanian Islam universitas Brawijaya) dan FOSI Malang (Forum Studi Islam Daerah Malang). Pada MTQ 2011 Universitas Brawijaya penulis meraih peringkat kedua untuk cabang lomba Kaligrafi Arab. Tahun 2011 dan 2013 penulis sempat menerima dana hibbah dari DIKTI untuk program PKMK dan PKMM.

Page 15: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xiii

Page 16: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………….. ii LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………… iii LEMBAR PERSEMBAHAN ……………………………………. iv PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ………………… v RINGKASAN ......................…………………………………....... vi SUMMARY ............................................................................. viii KATA PENGANTAR ............................................................... x RIWAYAT HIDUP ................................................................... xi DAFTAR ISI ……………………………………………………..... xiv DAFTAR TABEL …...…………………………………………….. xv DAFTAR GAMBAR ...…………………………………………..... xvi DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………….. xvii I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...………………………………………... 1 1.2 Rumusan Masalah ..…………………………………..... 4 1.3 Tujuan Penelitian ...……………………………………... 4 1.4 Manfaat Penelitian ..…………………………………...... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam ……………………………………………..... 5

2.1.1 Karet Indonesia …………………………………..... 7 2.1.2 Bokar (Bahan Olahan Karet) ……………………… 9 1. Lateks Kebun ………………………………………. 9 2. Lump ………………………………………………… 10 3. Slab ………………………………………………..... 10 4. Sheet Angin ………………………………………... 11 2.1.3 Blanket ……………………………………………… 11 2.2 Skala Usaha …………………………………………….. 12 2.3 Analisis Kelayakan ……………………………………… 12 2.3.1 Aspek Teknis ……………………………………..... 12 2.3.2 Aspek Finansial …………………………………...... 13 1. Break Event Point (BEP) …………………………. 14 2. Payback Periode (PP)…………………………….. 15 3. Net Present Value (NPV) ……………………….... 15 4. Internal Rate of Return (IRR) …………………….. 16 5. Profitability Index (PI) ……………………………… 16

Page 17: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xv

2.4 Penelitian Terdahulu ……………………………………. 17 2.5 Hipotesa …………………………………………………. 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ……………………………………… 19 3.2 Batasan Masalah ……………………………………….. 19 3.3 Prosedur Penelitian …………………………………….. 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Potensi Karet di Kabupaten Musi Rawas …………... 25

4.2 Industri Pengolahan Karet Skala Kecil di Kabupaten

Musi Rawas …………………………………………….. 27 4.2.1 Pabrik DMK ………………………………………... 27 4.3.2 Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur …. 28 4.3 Analisis Teknis …………………………………………. 29 4.3.1 Proses Produksi Lump Menjadi Blanket ……….. 30 1. Penimbangan ……………………………………….. 30 2. Pengecilan Ukuran atau Pencacahan ………….. 30 3. Pengepressan Awal ………………………………. 31 4. Pengepressan Akhir ……………………………….. 31 5. Pengeringan ………………………………………… 32 6. Pengemasan ……………………………………….. 32 a. Hasil Pengamatan ………………………………. 32 b. Usulan Perbaikan ……………………………….. 34 4.3.2 Pemilihan Teknologi ...……………………………. 34

1. Diesel 125 KVA ……………………………………. 34

2. Mesin Cacah ……………………………………….. 35

3. Mesin Press Awal ………………………………..... 35

4. Mesin Press Akhir ……………………………........ 35 a. Hasil Pengamatan ………………………………. 36 b. Usulan Perbaikan ……………………………….. 36 4.3.3 Kapasitas Produksi ……………………………….. 37 a. Hasil Pengamatan pada Pabrik DMK ………… 37 b. Usulan Perbaikan pada Pabrik DMK …………. 37

c. Hasil Pengamatan pada Unit Pengolahan

Kelompok Tani Subur …………………………… 39

d. Usulan Perbaikan pada Unit Pengolahan Karet

Kelompok Tani Subur ……………………………. 39 4.3.4 Tata Letak Fasilitas ……………………………….. 41 a. Hasil Pengamatan pada Pabrik DMK …………. 41 b. Hasil Pengamatan pada Unit Pengolahan 43

Page 18: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xvi

Karet Kelompok Tani Subur …………………… 4.4 Analisis Finansial ………………………………………. 46 4.4.1 Asumsi yang Digunakan …………………………. 46

4.4.2 Analisis Finansial pada Industri Skala Kecil di

Kabupaten Musi Rawas ………………………….. 48

4.4.3 Analisis Finansial Usulan Perbaikan pada

Industri Skala Kecil ……………………………….. 50

4.4.3.1 Biaya Investasi ……………………………...... 50

4.4.3.2 Sumber dan Struktur Pembiayaan ………..... 52

4.4.3.3 Aliran Kas ……………………………………... 52

4.4.3.4 Analisis Kelayakan Finansial ………………... 55 1. Break Event Point (BEP)…………………… 55 2. Payback Periode (PP) ……………………… 55 3. Net Present Value (NPV) …………………... 55 4. Internal Rate of Return (IRR) ………........... 56 5. Profitability Index (PI) ………………………. 56 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……………………………………………… 57 5.2 Saran …………………………………………………….. 57 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 59 LAMPIRAN ………………………………………………………… 65

Page 19: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xvii

DAFTAR GAMBAR

Text Halaman Gambar 2.1 Pohon Industri Karet Alam .……………. 6 Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ………….…………. 20 Gambar 4.1 Persentasi Tanaman Karet di

Kabupaten Musi Rawas ……………….. 25 Gambar 4.2 Persebaran Produksi Karet

Perkecamatan di Kab. Musi Rawas ….. 25 Gambar 4.3 Presentasi Penyerapan Lump pada

Pabrik Karet Remah di Kabupaten Musi Rawas …………………………………… 26

Gambar 4.4 Pabrik DMK ……………………………… 27 Gambar 4.5 Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani

Subur …………………………………….. 29 Gambar 4.6 Layout Pabrik DMK ……………………... 42 Gambar 4.7 Layout Unit Pengolahan Karet

Kelompok Tani Subur ………………….. 43 Gambar 4.8 Layout Denah Pabrik Pengolahan Karet

Skala 5 Ton ……………………………... 45

Page 20: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xviii

DAFTAR TABEL

Text Halaman Tabel 2.1 Komposisi Lateks Karet ……….……………... 6 Tabel 4.1 Produksi Karet di Kecamatan Muara Beliti … 38 Tabel 4.2 Kelompok Tani di Kecamatan Muara Beliti … 39 Tabel 4.3 Produksi Karet Kecamatan Sukakarya ……… 40 Tabel 4.4 Jarak Desa Sukarena ke Desa Lainnya …….. 41 Tabel 4.5 Luas Ruang Produksi …………………………. 44 Tabel 4.6 Luas Gudang Penyimpanan …………………. 44 Tabel 4.7 Perbandingan Pabrik DMK dan Unit

Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur …… 48 Tabel 4.8 Analisis Finansial Pabrik DMK dan Unit

Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur ….. 49 Tabel 4.9 Pembayaran Angsuran Pinjaman di Bank …. 52 Tabel 4.10 Proyeksi Pendapatan ……………………..... 53 Tabel 4.11 Tabel Biaya Produksi ……………………….. 53 Tabel 4.12 Proyeksi Laba Rugi ……………………….. 54

Page 21: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Text Halaman

Lampiran 1 Peta Kabupaten Musi Rawas tahun 2014 ………………………………………. 65

Lampiran 2 Lokasi Sentra Produksi Luas Panen, Areal Komoditi PerkebunanDinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas 2014 ………………………………………. 66

Lampiran 3 Daftar Kelompok Tani di Kabupaten Musi Rawas 2014 ……………………….. 67

Lampiran 4 Diagram Proses Pengolahan Lump Menjadi Blanket …………………..……… 68

Lampiran 5 Tabel Asumsi Susut Lump Menjadi Blanket pada Setiap Proses ……………. 69

Lampiran 6 Biaya Investasi …………………………... 70

Lampiran 7 Biaya Operasi ……………………………. 71

Lampiran 8 Biaya Penyusutan ……………………….. 72

Lampiran 9 Biaya Pemeliharaan ……………………. 73

Lampiran 10 Aliran Kas ……………………………….. 74

Lampiran 11 Perhitungan NPV ………………………. 75

Lampiran 12 Perhitungan IRR ……………………….. 76 Lampiran 13 Mesin yang Digunakan dalam

Pengolahan lump menjadi Blanket ……. 77

Page 22: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri
Page 23: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet alam merupakan getah alam yang dihasilkan dari tumbuhan Havea brasiliensis. Penggunaan karet alam dalam dunia industri dapat dibagi menjadi dua yaitu industri ban dan industri selain ban. Penggunaan pada industri ban mencapai 73% dari jumlah konsumsi karet alam dunia. Tren pada permintaan karet dunia terus mengalami kenaikan, hal ini dapat dilihat dari data yang bersumber dari IRSG dalam Barani (2012) pada tahun 2000 permintaan karet mencapai 7,34 juta ton, selanjutnya tahun 2005 permintaan mencapai 8,745 juta ton, pada tahun 2010 permintaan karet mencapai angka 10,664 juta ton. Sedangkan sampai saat ini seluruh permintaan tersebut belum dapat dipenuhi seluruhnya dari sumber yang sama pada tahun 2010 permintaan yang mencapai 10,664 juta ton ternyata baru dapat dipenuhi sebanyak 10,401 juta ton sehingga terjadi defisit sebanyak 0,263 juta ton. Keadaan seperti ini diprediksi akan terus terjadi hingga tahun-tahun yang akan datang.

Jumlah produksi karet alam Indonesia adalah 3 juta ton/tahun. Hal ini menjadikan Indonesia merupakan negara penghasil sekaligus pengekspor karet terbesar kedua setelah Thailand atau sebesar 26,8% karet di dunia dipasok oleh Indonesia. Sebanyak 90% produk karet alam Indonesia diekspor dalam bentuk crumb rubber dan 85% dari crumb rubber tersebut jenis SIR 20 yang dihasilkan dari beberapa pabrik pengolahan karet remah yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia (Mandiri, 2013). Menurut Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian (2012), komoditas karet pada tahun 2012 berhasil meraup devisa ekspor senilai US$ 7,8 milyar dengan penjualan sebanyak 2,44 juta ton. Budidaya perkebunan karet merupakan sumber pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani karet dan mampu menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja. Hal ini menjadikan karet mempunyai pengaruh besar terhadap perekonomian negara baik dari segi pemasukan devisa dan pertumbuhan ekonomi rakyat khususnya yang berprofesi sebagai petani karet maupun yang berhubungan

Page 24: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

2

dengan karet baik pada secara langsung maupun tidak langsung.

Karet alam merupakan salah satu dari lima produk unggulan ekspor strategis agroindustri Indonesia diikuti kelapa sawit, lada, kopi, teh, kakao. Tahun 2012 luas areal perkebunan karet adalah 3,5 juta ha yang tersebar pada 24 provinsi di Indonesia dengan rincian 19% di Provinsi Sumatera Selatan, 13% di Sumatera Utara, 12% di Jambi, 11,3% di Riau, dan 11,2% di Kalimantan Barat, dan sebanyak 33,5% perkebunan karet tersebar di 19 provinsi lainnya (Dirjenbun, 2011). Seluas 85% dari total luas kebun karet tersebut merupakan perkebunan rakyat, perkebunan negara seluas 7% dan sisanya 8% merupakan perkebunan swasta (Suryana, 2007). Sumatera Selatan menjadi provinsi penghasil karet terbesar di Indonesia. Tahun 2011 luas perkebunan karet di Sumatera Selatan mencapai 1,2 ha. Sebanyak 94% perkebuan di provinsi ini dikelola oleh rakyat (Disbun Sumsel, 2012) .

Kabupaten Musi Rawas merupakan kabupaten dengan luas perkebunan karet terluas di Provinsi Sumatera Selatan. Tahun 2011 Dinas Perkebunan Popinsi Sumatera Selatan menyebutkan 27% dari total 1.205.810 Ha kebun karet di provinsi tersebut terdapat di Kabupaten Musi Rawas. Total perkebunan di Kabupaten Musi Rawas tahu 2011 adalah 390.612 Ha, penggunaan untuk kebun karet adalah seluas 329.522 Ha. Data terbaru menambahkan pada tahun 2013 Dinas Perkebunan Kabupaten setempat mencatat total luas perkebunan karet adalah 334726,95 Ha dengan luas Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) adalah 68.240 Ha, luas Tanaman Menghasilkan (TM) adalah 213.046,45 Ha serta luas Tanaman Rusak (TR) adalah 51.995 Ha dan keseluruhan luas perkebunan tersebut, 99,99% adalah kebun yang diolah oleh rakyat.

Luasnya perkebunan karet yang dikelola oleh petani di Kabupaten Musi Rawas mengakibatkan jauhnya jarak rata-rata kebun dengan pabrik karet. Disamping itu, banyaknya petani karet yang menjual karetnya dalam bentuk lump pada tengkulak mengakibatkan rendahnya pendapatan petani karet serta rendahnya mutu produk olahan karet. Hal ini disebabkan penjualan dengan melibatkan tengkulak akan menjadikan

Page 25: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

3

panjangnya saluran pemasaran dan umumnya tengkulak mengabaikan mutu karet.

Untuk menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah telah membentuk lembaga atau organisasi petani tingkat pedesaan yang sudah cukup lama dikembangkan sejalan dengan pelaksanaan proyek-proyek pengembangan karet berbantuan. Akhirnya kelompok tani dan koperasi tani cukup banyak tumbuh dan berkembang di daerah sentra karet rakyat. Lembaga-lembaga tersebut diharapkan dapat memudahkan petani karet menjual karet dan memberikan pengawasan mutu bahan baku karet secara langsung. Cara lain yang dilakukan yang saat ini sedang dirintis adalah dengan berdirinya pabrik pengolahan karet rakyat skala kecil pada daerah sentra karet rakyat. Pabrik tersebut merupakan usaha bersama atau diusahakan oleh suatu kelompok tani dan berupa usaha individu. Berdasarkan informasi dan arahan dari disbun setempat, telah dirintis pendirian pabrik pengolahan karet rakyat skala kecil pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Tuah Negri dan Kecamatan Sukakarya melalui kerjasama pemerintah dengan kelompok tani. Pabrik pengolahan karet rakyat skala kecil di Kecamatan Tuah Negri sampai saat ini belum beroperasi, sedangkan pabrik pengolahan karet rakyat skala kecil di Kecamatan Sukakarya yang diwakili oleh Kelompok Tani Subur saat ini beroperasi tetapi belum maksimal. Satu pabrik pengolahan karet skala kecil lain yang ada di Kabupaten Musi Rawas adalah Pabrik DMK. Pabrik ini dirintis oleh Bapak Krisdanarto beroperasi sejak Januari 2012 dan telah memiliki ijin usaha. Menurut Bapak Krisdanarto pemilik pabrik menjelaskan bahwa saat ini dalam melangsungkan proses produksi Pabrik DMK masih coba-coba. Hal ini dilakukan karena akhir-akhir ini harga karet tidak stabil, sehingga perlu dilakukan pengkajian ulang pada masing-masing parik karet skala kecil tersebut untuk menentukan kelayakannya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri pengolahan karet skala kecil. Hal ini dikarenakan belum adanya kajian kelayakan teknis dan finansial pada industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas, padahal kedua aspek ini dinilai penting dan berpengaruh dalam menentukan kelayakan

Page 26: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

4

suatu usaha. Harapannya dengan penelitian ini dapat memberi kemanfaatan secara umum dan khususnya bagi industri pengolahan karet skala kecil yang bersangkutan dalam pengembangan pengolahan karet kedepannya dan dapat memberikan referensi penyelesaian dari beberapa permasalahan pada industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas. 1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah hasil analisis kelayakan secara teknis pada industri pengolahan karet rakyat skala kecil di Kabupaten Musi Rawas?.

2. Bagaimanakah hasil analisis kelayakan secara finansial pada industri pengolahan karet rakyat skala kecil di Kabupaten Musi Rawas?.

1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hasil analisis kelayakan secara teknis pada

industri pengolahan karet rakyat skala kecil di Kabupaten Musi Rawas.

2. Mengetahui hasil analisis kelayakan secara finansial pada industri pengolahan karet rakyat skala kecil di Kabupaten Musi Rawas.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa adalah memberikan pengetahuan tentang karet dan pengolahannya dari hulu ke hilir, mempraktekkan ilmu yang didapat pada dunia kuliah di lapangan.

2. Bagi masyarakat atau yang bersangkutan secara langsung adalah memberikan referensi langkah perbaikan yang dapat diambil khususnya pada unit pengolahan karet yang bersangkutan dan secara umum pada unit pengolahan karet yang lainnya.

3. Bagi pemerintahan adalah memberikan referensi pembanding dan penyelesaian masalah yang ada kaitannya dengan industri pengolahan karet.

Page 27: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam Tanaman karet dengan nama latin Havea brasiliensis

adalah tanaman yang berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia dan merupakan satu-satunya tanaman penghasil lateks yang dibudidayakan secara besar-besaran diantara tanaman penghasil getah lainnya yang telah ada sejak dahulu (Damanik, 2012). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Pohon karet pada beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring menuju arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis PS. 2008). Tanaman karet berasal dari daerah tropika Lembah Amazon Brazilia dengan curah hujan 2000-3000 mm/tahun dan hari hujan antara 120- 170 hari/tahun. Pengembangan karet berkonsentrasi pada daerah 100 LU dan 100 LS, dengan curah hujan 1500- 4000 mm/tahun dengan rata-rata bulan kering 0-4 bulan pertahun dan terletak pada elevasi dibawah 500 m diatas permukaan laut (Dwi, 2009).

Berdasarkan sumber bahan bakunya karet menurut Danamik (2010) dibagi menjadi 2 jenis yaitu: karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Karet yang saat ini digunakan di industri terdiri dari karet alam dan karet sintetis. Adapun kelebihan yang dimiliki karet alam adalah sebagai berikut:

a) Memiliki daya lenting dan daya elastisitas yang tinggi. b) Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya

mudah. c) Mempunyai daya aus yang tinggi. d) Tidak mudah panas (low heat build up) dan memiliki

daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groov cracking resistance).

Page 28: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

6

Menurut Tim Penulis PS (2008) walaupun penggunaan karet sintetis jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan karet alam dan karet alam memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun bisnisnya. Namun, menurut beberapa ahli karet alam tetap mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang membutuhkan komponen karet alam lebih besar dari komponen lainya, bahkan hampir semua bahan baku dan pesawat terbang dibuat dari karet alam. Jenis- jenis karet alam adalah antara lain:

1) Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar).

2) Karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes, pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remilis, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe, pure smoke blanket crepe, dan off crepe).

3) Lateks pekat. 4) Karet bongkah atau block rubber, 5) Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber. 6) Karet siap olah atau tyre rubber. 7) Karet reklim atau reclaimed rubber.

Page 29: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

7

Gambar 2.1. Pohon Industri Karet Alam. Sumber Barani (2012)

Menurut Barani (2012), secara garis besar pemanfaatan karet alam dapat dibedakan dalam dua kategori industri barang jadi yaitu: industri ban dan industri non ban. Namun, sebelum sampai ke Industri barang jadi, karet alam harus melalui industri antara untuk diolah menjadi lateks pekat, karet konvensional (ribbed smoked sheet), dan karet spesifikasi teknis (crumb rubber atau SIR). Hingga akhirnya dapat menjadi bahan baku bagi industri ban dan produk umum non-ban.

Berdasarkan pada pengelompokan yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian tentang industri karet dan barang karet (2009) menjadi tiga kelompok yaitu: (1) Kelompok Industri Hulu yang mencakup pada Bokar dan Kayu Karet, (2) Industri Antara (setengah jadi) yang mencakup crumb rubber, sheet atau RSS, lateks pekat, thin pole crepe dan brown crepe (3) Kelompok Industri Hilir yang mencakup seluruh barang yang siap digunakan dengan bahan baku berupa karet alam seperti ban, barang jadi karet untuk keperluan industri, kemiliteran, penggunaan umum, kesehatan dan laboratorium, alas kaki dan barang jadi lainnya.

Page 30: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

8

2.1.1 Karet Alam Indonesia Tanaman karet tersebar hampir di seluruh wilayah

Indonesia. Terdapat 3 jenis perkebunan karet yang ada di Indonesia, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dari ketiga jenis perkebunan tersebut, perkebunan rakyat mendominasi dari luas lahan yang mencapai 2,84 juta ha atau sekitar 85% dari lahan perkebunan karet (Parhusip, 2008). Perkebunan karet memiliki peran yang cukup penting dalam kehidupan perekonomian rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat 85% dari 3,3 juta ha perkebunan karet di Indonesia dikelola oleh rakyat (Damanik, 2012). Menurut Suwardin (2008), kebun karet rakyat umumnya dikelola secara tradisional dan menghasilkan karet bermutu rendah. Goenadi (2007) menambahkan pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/th.

Karet berperan sebagai sumber lapangan kerja bagi sekitar 1,4 juta kepala keluarga (KK), selain itu komoditas ini juga memberikan kontribusi yang signifikan sebagai salah satu sumber devisa non migas di Indonesia. Tahun 2005, pendapatan devisa dari komoditas karet mencapai US$ 2,6 miliar atau sekitar 5% dari pendapatan devisa non-migas (Suryana, 2007). Nilai ekspor tahun 2008, sebesar 6.023.295.600 US$ dengan volume ekspor 2.283.153,8 ton. Laju pertumbuhan produksi karet alam dunia diperkirakan sebesar 2,5% pertahun dan laju pertumbuhan perdagangan karet alam dunia mencapai 2,6% (BPS, 2009). Danamik (2012) melaporkan bahwa secara berurutan ekspor karet Indonesia meningkat dari 1.874.3.241 ton pada tahun 2004 menjadi 2.295.456 ton pada tahun 2008 dan menurun menjadi 1.991.262 pada tahun 2009 dengan nilai US $ 3.241.533. Kenaikan volume dan nilai ekspor tersebut memberikan peluang yang besar untuk pengembangan karet alam di Indonesia.

Luas areal pertanaman karet di Indonesia 3.445.317 ha, dengan produksi total sebesar 2.770.308 ton. Persebaran pelabuhan ekspor karet alam di Indonesia yang utama adalah Belawan (Sumatera Utara) dengan ekspor sebesar 40% dari total, Palembang (Sumatera Selatan) 25%, Padang (Sumatera

Page 31: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

9

Barat) 10%, Pontianak (Kalimantan Barat) 8%, Jambi 6%, dan Surabaya (Jawa Timur) 5% (BKPM, 2010). Sementara itu, negara-negara tujuan utama ekspor karet alam Indonesia adalah Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang, China, Singapura, dan Korea Selatan (Suryana, 2007).

Goenadi (2007) menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan areal tanaman karet terluas di dunia. Tahun 2005 luas perkebunan karet di Indonesia mencapai 3,2 juta ha, disusul Thailand (2,1 juta ha), Malaysia (1,3 juta ha), China (0,6 juta ha), India (0,6 juta ha), dan Vietnam (0,3 juta ha). Data statistik persebaran karet di Indonesia oleh Direktorat Jenderal Perkebunan (2011) menunjukkan pada tahun 2012 luas areal perkebunan karet akan meningkat mencapai 3,5 juta ha yang tersebar pada 24 provinsi di Indonesia dengan rincian 19% di Provinsi Sumatera Selatan, 13% di Sumatera Utara, 12% di Jambi, 11,3% di Riau, dan 11,2% di Kalimantan Barat sisanya sebanyak 33,5% perkebunan karet tersebar pada 19 provinsi lainnya.

Produksi dan produktivitas karet alam Indonesia sangat potensial untuk ditingkatkan ditinjau dari luas areal tanam maupun kultur teknis yang ada. Proporsi ekspor dibanding produksi masih di atas 86% hal ini menunjukkan bahwa produksi karet alam Indonesia dikonsumsi dalam negri tidak lebih dari 14%. Rendahnya konsumsi di dalam negri menunjukkan industri pengolahan karet menjadi barang jadi belum bergairah dan lebih banyak diolah negara lain. Hilangnya catatan produksi dan banyaknya tanaman tua menyebabkan produktivitas karet alam di Indonesia rendah. Diperlukan regulasi yang tidak menghambat perdagangan karet alam dan pembinaan bagi perkebunan rakyat, baik kultur teknis maupun teknik penyadapan guna peningkatan produksi dan perbaikan mutu (Manumono, 2008).

Penilaian mutu secara spesifikasi teknis didasarkan pada hasil analisis dan beberapa syarat uji yang ditetapkan untuk Standar Indonesia Rubber (SIR) yaitu Kadar Karet Kering (KKK), Plasticity Retention Index (PRI), kadar abu, kadar kotoran. Mutu bahan olahan karet sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia di pasaran internasional. Mutu

Page 32: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

10

bahan olahan karet yang baik, akan terjamin kesinambungan permintaan pasar dalam jangka waktu panjang (Ali, 2003).

2.1.2. Bokar (Bahan Olahan Karet)

Bahan Olahan Karet yang selanjutnya disebut Bokar dalam Pedoman Teknis Penerapan Mutu Bahan Olahan Karet yang disusun Kementerian Pertanian (2011) adalah lateks atau gumpalan yang dihasilkan oleh pekebun kemudian diolah lebih lanjut secara sederhana sehingga menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan untuk disimpan serta tidak tercampur dengan kontaminan. SNI Bokar tahun 2001 menjelaskan bahwa bahan olah karet dibagi menjadi empat macam menurut pengolahannya. Keempat macam bahan olah karet adalah lateks kebun, slab, lump, dan sheet dijelaskan sebagai berikut: 1) Lateks Kebun

Lateks kebun adalah cairan getah berwarna putih seperti susu dan mengikuti sifat-sifat koloid yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Pada kondisi baik lateks mengandung 37% KKK (Irfan, 2012). Namun pada umumnya Lateks dari pohon karet hevea brasiliensis mengandung 35% karet dan 2% protein yang menjadi koloid pelindung bagi butir butir karet (Ali, 2003). Komposisi lateks dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Lateks Karet

Komposisi Komposisi (%)

Hidrokarbon 59.63 Air 37.69 Protein 1.06 Lipid 0.23 Garam-garam mineral 0.40 Ammonia 0.68

Sumber: Ghosh (2002). Lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai

berikut (Sugito, 2007): a. Warna putih dan berbau karet segar. b. Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh. c. Tidak terdapat kotoran, tidak bercampur dengan bubur

lateks dan air.

Page 33: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

11

d. Lateks kebun mutu 1 mempunyai KKK 28% dan lateks kebun mutu 2 mempunyai KKK 20%.

2) Lump Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal

dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung lateks. Lump segar merupakan jenis karet yang banyak dijual oleh petani karet. Lump segar yang baik memiliki ketebalan 40 mm atau 60 mm, tidak memperlihatkan adanya kotoran dan tidak terkena sinar matahari langsung atau terendam air. Lump segar juga digolongkan kedalam dua golongan kualitas. Lump segar kualitas satu memunyai kadar karet kering 60% dan kualitas dua memunyai kadar karet kering 50% (Tim Penulis PS, 2008). Dalam Gunawan (2012) menambahkan ada dua jenis lump antara lain: lump mangkok dan lump bambu, yang membedakan keduanya adalah wadah yang digunakan untuk mewadahi lateks hingga menggumpal. 3) Slab

Menurut SNI Bokar tahun 2002 slab diartikan sebagai gumpalan yang berasal dari lateks kebun yang sengaja digumpalkan dengan asam semut atau bahan pengumpal lain, atau dari lump mangkuk segar yang direkatkan dengan atau tanpa lateks. Sedangkan Wiyanto (2005) menjelaskan lebih spesifik dengan slab tipis. Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut. Slab tipis memiliki ketebalan 30 mm atau 40 mm. Dalam proses pembuatan slab tipis, air atau serum harus dikeluarkan dengan cara digiling atau dipompa. Slab tipis dibedakan menjadi dua kualitas yaitu kualitas satu dengan kadar karet kering 70% dan kualitas dua dengan kadar karet kering 60%. Hal ini berbeda dengan penjelasan Gunawan (2012) tentang ketebalan slab tipis atau slab giling yang memiliki ukuran 60x40x6 cm. sedangkan untuk ukuran slab tebal yaitu 60x40x15 cm. 4) Sheet Angin

Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa lembaran karet yang sudah digiling tetapi belum jadi. Pembuatan sheet angin mengharuskan adanya penggilingan pada gumpalan karet untuk mengeluarkan air dan serumnya (Tim Penulis PS, 2008). Kriteria sheet yang baik

Page 34: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

12

menurut Setiawan dan Andoko (2005) antara lain tidak mengandung kotoran, kadar karet kering untuk mutu 1 sebesar 90% dan untuk mutu 2 sebesar 80%, tingkat ketebalan pertama 3 mm dan ketebalan kedua 5 mm. 2.1.3 Blanket

Selain empat jenis Bokar yang disebutkan dalam SNI Bokar Tahun 2001, Gunawan (2012) dalam bukunya menambahkan blanket sebagai bokar. Blanket adalah slab yang digiling menggunakan mesin mini creper. Penggilingan dilakukan sebanyak 4-6 kali atau lebih sembari dialiri air bersih selama proses penggilingan untuk menghilangkan kotoran. Blanket mempunyai ketebalan sekitar 0,6-1,0 cm dengan KKK sekitar 65-75%. Keuntungan Blanket antara lain: (1) Mutu seragam, bersih, dan KK tinggi; (2) Pengangkutan dan pengolahan ke pabrik lebih efisien; (3) Nilai PRI tinggi; (4) Dapat langsung dijual pada Industri barang jadi karet. Adapun kendala dari pembuatan Blanket antara lain: (1) Biaya investasi tinggi; (2) Lokasi pengolahan harus dekat dengan sumber air; (3) Proses pengerjakan harus dilakukan dengan kelompok; (4) Perlu pengetahuan dan ketrampilan pengelolaan mesin. 2.2 Skala Usaha

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM):

a) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan memiliki asset maksimal Rp 50.000.000,00 dengan omset maksimal Rp 300.000.000,00.

b) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan

Page 35: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

13

memiliki asset Rp 50.000.000,00 - Rp 500.000.000,00, omset > Rp 300.000.000,00- Rp 2.500.000.000,00.

c) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini dan memiliki asset sebesar > Rp 500.000.000,00- Rp 10.000.000.000,00 dengan omset > Rp 2.500.000.000,00 - Rp 50.000.000.000,00.

2.3 Analisis Kelayakan

Menurut Herjanto (2007), analisis kelayakan harus memberikan info yang cukup tentang kelayakan suatu proyek. Studi kelayakan akan memberikan kesempatan untuk menyusun proyek agar bisa cocok dengan lingkungan fisik dan sosialnya, serta dapat memastikan bahwa proyek tersebut akan memberikan hasil yang optimal. Umar (2007) menambahkan bahwa aspek-aspek dalam studi kelayakan berdasarkan komponennya antara lain meliputi: Komponen pasar (aspek yang dikaji adalah aspek pasar konsumen dan produsen), komponen internal perusahaan (aspek yang dikaji meliputi aspek pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen, aspek sumber daya manusia, aspek keuangan atau finansial), komponen lingkungan (aspek yang dikaji meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial, aspek lingkungan industri, aspek yuridis (legal), aspek lingkungan hidup).

2.3.1 Aspek Teknis

Aspek teknis dalam fungsi bisnis merupakan bagian yang penting karena hampir 50% lebih kegiatan bisnis tersita pada aspek teknis (Subagyo, 2008). Aspek teknis merupakan aspek yang berkenan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2007). Ibrahim (2009) mengatakan bahwa didalam aspek teknis faktor-faktor

Page 36: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

14

yang perlu diuraikan adalah yang menyangkut lokasi usaha atau proyek yang direncanakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, jenis dan jumlah investasi yang diperlukan disamping membuat rencana produksi selama umur ekonomis proyek. Dua kriteria prinsip yang termasuk dalam katagori teknis adalah: efektivitas dan ketercukupan (adequacy). Efektif berarti proyek dapat mencapai tujuan yang diharapkan, tetapi seringkali ketercapaian tujuan tidak selalu dapat dilacak hanya karena keberadaan proyek dan sering banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi (Djunaedi, 2000).

Suratman (2002) menyatakan bahwa pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk memberikan batasan garis besar parameter-parameter teknis terkait dengan perwujudan fisik proyek. Secara berurutan Umar (2004) memaparkan bagian-bagian yang dikaji dalan aspek teknik teknologi adalah sebagai berikut: pemilihan strategi produksi, pemilihan dan perencanaan produk, rencana kualitas, pemilihan teknologi, rencana kapasitas produksi, perencanaan letak pabrik, perencanaan tataletak, perencanaan jumlah produksi, pengawasan kualitas produk.

2.3.2 Aspek Finansial

Aspek Finansial membahas tentang kebutuhan modal dan investasi yang diperlukan dalam pendirian atau pengembangan usaha yang direncanakan (Herjanto, 2007). Tujuan analisis dalam aspek ekonomi dan keuangan menurut Subagyo (2008), untuk mengevaluasi keseluruhan pembahasan tiap-tiap aspek yang membutuhkan dana dan modal kerja ke dalam analisis investasi yang ditinjau dari payback periode (waktu pengembalian modal), rate of return (tingkat pengembalian), return of investment (tingkat pengenbalian investasi), return on investment (tingkat pengembalian investasi), dan net present value (nilai sekarang bersih). Tiga konsep yang sering dijumpai dalam kelayakan ekonomi, yaitu (Djunaedi, 2000): kriteria yang terlihat dan yang tidak terlihat, dapat atau tidak dapat diukur secara moneter, dan langsung atau tak langsung diukur dengan analisis biaya-keuntungan (cost benefit analysis).

Page 37: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

15

Apek finansial menurut Nugroho (2009), meliputi data yang berhubungan dengan biaya produksi Harga Pokok Produksi (HPP). Umar (2004) menambahkan metode yang umumnya digunakan dalam mengkaji kelayakan aspek finansial suatu proyek dan bisnis adalah sebagai berikut:

1. Break Event Point (BEP)

Break Event Point menurut Primyastanto (2011), merupakan keadaan dimana suatu usaha pada posisi tidak memperoleh keuntungaan dan tidak mengalami kerugian. Perencanaan keuntungan analisa BEP merupakan profit planning approach yang mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue). BEP dirumuskan sebagai berikut:

Dimana: FC = Fixed Cost (biaya Tetap) P = Price (harga jua) VC = Variabel Cost (biaya tidak tetap

2. Payback Periode (PP) Payback Periode (PP) merupakan perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutupi modal awal dari suatu proyek dengan menggunakan arus kas masuk yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Rumus umum untuk menghitung PP adalah sebagai berikut (Nugroho, 2009):

Keterangan: t = Tahun terakhir dimana komulatif net cash belum

mencapai initial investment b = Initial investment (modal awal)

Page 38: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

16

c = Kumulatif net cash inflow pada tahun ke t d = Kumulatif net cash inflow pada tahun t + 1

3. Net Present Value (NPV) NPV merupakan selisih antara nilai sekarang (present value benefit) dan nilai biaya sekarang (present value cost) selama umur proyek dengan tingkat bunga tertentu. NPV dirumuskan sebagai berikut (Mariyah, 2010):

Dimana: Bt = Manfaat proyek pada tahun t

Ct = Biaya proyek pada tahun t n = Umur ekonomis proyek i = Tingkat bunga t = Tahun

Dari perhitungan tersebut, apabila diperoleh: NPV > 0, maka proyek layak diteruskan NPV < 0, maka proyek tidak layak diteruskan NPV = 0, maka proyek akan mengembalikan tepat sebesar tingkat bunga yang sedang berlaku.

4. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai diskon i yang membuat NPV daripada proyek menjadi 0 Besarnya IRR diketahui dengan rumus (Kadariyah, 2001):

Dimana: IRR = Tingkat keuntungan internal NPV’= Nilai Rp pada tingkat bunga terendah dengan NPV

positif NPV”= Nilai Rp pada tingkat bunga tertinggi dengan NPV

negative i’ = Tingkat bunga terendah yang memberikan nilai NPV

positif

Page 39: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

17

i” = Tingkat bunga tertinggi yang memberikan nilai NPV negative

Dari perhitungan IRR apabila diperoleh: IRR > i, maka NPV > 0, maka proyek layak diteruskan. IRR < i, maka NPV < 0, maka proyek tidak layak diteruskan. IRR = i, maka NPV = 0, maka proyek akan cukup menutupi seluruh biaya dengan tingkat bunga yang sedang berlaku.

5. Profitability Index (PI) Profitability Index (PI) adalah hasil yang didapatkan dari perbandingan antara nilai sekarang dari rencana penerimana-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilakukan. Jadi secara sederhana Profitability Index (PI) dirumuskan sebagai berikut (Umar, 2004);

Kriteria penilaian: Jika PI > 1 maka usulan dikatakan menguntungkan. Sedangkan jika PI< 1 maka usulan proyek dikatakan tidak menguntungkan.

2.4 Penelitian terdahulu

Najayanti (2012) dalam penelitiannya yang dilakukan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur Sumatera Selatan, menjelaskan teknologi yang dibutuhkan guna meningkatkan mutu karet petani adalah teknologi yang berkaitan dengan teknik budidaya, panen, dan pengolahan karet menjadi bokar yang bermutu. Alternatif jenis bokar yang dapat diproduksi menurut Standar Nasional Indonesia (2002) adalah lumb, slab dan sheet. Selain itu pertimbangan pemilihan teknologi dari aspek ekonomi, difokuskan pada kebutuhan biaya dan keuntungan. Ditinjau dari aspek biaya, harga bahan pembeku asam semut dan deorub memang lebih mahal Rp 8.000,00-27.000,00/Kg karet, dibandingkan dengan harga TSP, tawas dan asam para. Jika harga karet Rp 11.000,00-15.000,00/Kg maka perbedaan tersebut hanya berkisar antara 0,05-0,02% dari harga jual karet. Selain itu, jika harga karet dapat dibedakan

Page 40: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

18

berdasarkan mutunya, petani karet akan memperoleh keuntungan tambahan berupa kenaikan harga sesuai mutunya.

Hasil penelitian Wiyanto (2009) adalah penyebab rendahnya kualitas karet perkebunan rakyat adalah penggunaan penggumpal selain asam semut yang menyebabkan tingginya kadar abu dan rendahnya plastisitas awal, terdapatnya kontaminan didalam koagulum, dan tidak adanya pemisahan jenis produksi sehingga tercampur antara karet kualitas rendah (yang berwarna hitam dan kering) dengan karet baru.

Penelitian terdahulu yang yang dilakukan Bachtiar (2001) pada kajian tekno-ekonomi pada agroindustri karet busa didapatkan hasil sebagai berikut; modal yang diperlukan adalah sebesar Rp. 511.550.695,00 dan modal kerja selama 2 bulan adalah sebesar Rp. 91.767.655,00 (dengan DER 70:30, tingkat suku bunga kredit investasi 19% dan tingkat suku bunga modal kerja 19,5%) usaha ini dikatakan layak dengan melihat nilai NPV Rp. 171.046.989,00, IRR sebesar 28%, Net B/C sebesar 1,33 dan payback periode 3,80 tahun, BEP sebesar Rp. 301.390.161,00. Hasil sensitivitas menunjukkan kelayakan usaha ini berada pada tingkat penurunan harga jual produk sebesar 4,1% dan kenaikan harga bahan baku sebesar 21,5%.

Ikhsan (2010) dalam penelitiannya menjelaskan usahatani perkebunan karet rakyat di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu Riau layak diusahakan dengan nilai Net B/C sebesar 5,322, NPV sebesar Rp 50.059.242.00 perhektar, IRR sebesar 46,592 % dan payback periode selama 7 tahun 1 bulan pada tingkat bunga 15%. 2.5. Hipotesa Diduga berdasarkan kajian aspek teknis dan aspek finansial industri pengolahant karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas dikatakan layak untuk dijalankan dan dikembangkan.

Page 41: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

19

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 Pebruari sampai

20 April 2014 di Pabrik Karet DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. 3.2. Batasan Masalah

1. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pabrik Karet DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Hal ini dikarenakan kedua tempat tersebut adalah industri pengolahan karet skala kecil yang saat ini beroperasi di Kabupaten Musi Rawas, sedangkan dipilihnya Kabupaten Musi Rawas karena Kabupaten tersebut merupakan kabupaten yang menghasilkan karet tertinggi di Sumatera Selatan. Sehingga dengan pertimbangan tersebut pembahasan dapat mewakili potret usaha pengolahan karet ditingkat hulu skala menengah secara umumnya.

2. Aspek teknis yang akan dibahas pada penelitian ini adalah kelayakan proses produksi, teknologi yang digunakan, kapasitas produksi terpasang, serta tata letak pabrik.

3. Aspek finansial yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi perhitungan modal, HPP, serta perhitungan kelayakan dengan menggunakan metode BEP, PP, NPV, IRR, PI.

3.3. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran umum tentang data yang diperoleh. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari obyek yang diamati sehingga data tersebut merupakan data mentah (belum diubah). Data primer digunakan untuk mengetahui secara riilnya kondisi yang ada di lokasi penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

Page 42: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

20

langsung dari kantor instansi dan referensi yang ada terkait dengan penelitian ini berupa data olahan. Data sekunder digunakan sebagai data tambahan melengkapi data primer, Penelitian dilakukan berdasarkan prosedur penelitian sebagai berikut; survei pendahuluan, perumusan masalah, studi literatur, pelakasanaan penelitian, pengumpulan data, analisis data, hasil serta menentukan kesimpulan. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar. 3.1.

Gambar 3.1 Prosedur penelitian

Survei pendahuluan

Perumusan masalah

Studi literatur

Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data (Wawancara dan observasi)

Hasil

Analisis data: Analisis Aspek Teknis - Proses produksi - Teknologi yang digunakan - Kapasitas produksi - Tataletak pabrik Analisis Aspek Finansial - Payback Periode (PP) - Break Event Point (BEP) - Net Present Value (NPV) - Internal Rate of Return (IRR) - Profitability Index (PI)

Kesimpulan

Page 43: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

21

1. Survei pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keadaan nyata yang terjadi dilapangan sehingga dapat diketahui hal-hal yang terjadi ditempat penelitian.

2. Perumusan masalah dilakukan setelah survei pendahuluan. Hasil dari survei pendahuluan yang berupa permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan selanjutnya dirumuskan dalam poin-poin pertanyaan untuk memudahkan jalannya penelitian.

3. Studi literatur dilakukan guna mendukung jalannya penelitian yang akan dilakukan. Literatur yang dimaksud disini dapat berupa buku-buku, penelitian dalam tema atau metode yang sama, jurnal-jurnal yang mendukung, berita-berita serta data yang bersumber dari situs-situs resmi yang mendukung.

4. Pelakasanaan penelitian dilaksanakan pada pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan pada tanggal 1 Februari 2014 sampai 20 April 2014. Penelitian dilakukan secara langsung dengan mengamati proses yang terjadi di unit pengolahan tersebut. Pengamatan secara tidak langsung yaitu dengan mencari infomasi yang terkait dengan penelitian melalui wawancara atau balai penelitian, dan narasumber yang ada.

5. Pengumpulan data dilakukan dengan studi lapang, pengamatan langsung (observasi), wawancara, dokumentasi, studi kepustakaan. Data primer yang dibutuhkan dalam studi kelayakan yang diteliti antara lain; - Aspek teknis meliputi; proses produksi, mesin dan

peralatan produksi yang digunakan, kapasitas produksi saat ini, layout pabrik.

- Aspek finansial meliputi; harga bahan baku, harga jual produk, harga bahan bakar, upah tenaga kerja, asset yang dimiliki.

6. Analisis Data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Aspek teknis - Proses produksi yang dilakukan selama produksi. - Pemilihan teknologi yang digunakan dalam menunjang

seluruh jalannya aktifitas di unit pengolahan tersebut.

Page 44: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

22

Meliputi mesin yang terpasang dalam unit pengolahan dan peralatan lain yang melengkapi seperti transportasi dan lainnya.

- Kelayakan kapasitas produksi yang saat ini dipilih dan perbaikan penentuan kapasitas agar lebih efesien dan dapat memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada.

- Kelayakan tataletak saat ini dan perbaikan yang tepat yang dapat digunakan sebagai perbaikan selanjutnya.

2. Aspek Finansial Pengolahan data dalam aspek ini adalah dengan

menggunakan rumus-rumus sesuai dengan keterangan yang dibutuhkan meliputi:

- Break Event Point (BEP)

Keterangan: FC = Fixed Cost (biaya Tetap) P = Price (harga jual) VC = Variabel Cost (biaya tidak tetap - Payback Periode (PP)

Keterangan: b = initial investment (modal awal) c = kumulatif net cash inflow pada tahun ke t d = kumulatif net cash inflow pada tahun t + 1 t = tahun terakhir dimana komulatif net cash belum

mencapai initial investment - Net Present Value (NPV) Keterangan: Bt = Manfaat proyek pada tahun t Ct = Biaya proyek pada tahun t n = Umur ekonomis proyek i = Tingkat bunga

Page 45: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

23

t = Tahun Dari perhitungan tersebut, apabila diperoleh: NPV > 0, maka proyek layak diteruskan NPV < 0, maka proyek tidak layak diteruskan NPV = 0, maka proyek akan mengembalikan tepat sebesar

tingkat bunga yang sedang berlaku. - Internal Rate of Return (IRR) Dimana: IRR = Tingkat keuntungan internal NPV’ = Nilai Rp pada tingkat bunga terendah dengan NPV

positif NPV” = Nilai Rp pada tingkat bunga tertinggi dengan NPV

negatif i’ = Tingkat bunga terendah yang memberikan nilai NPV

positif i” = Tingkat bunga tertinggi yang memberikan nilai NPV

negative Dari perhitungan IRR apabila diperoleh: IRR > i, maka NPV > 0, maka proyek layak diteruskan. IRR < i, maka NPV < 0, maka proyek tidak layak diteruskan. - Profitability Index (PI)

Kriteria penilaian: PI > 1, maka usulan dikatakan menguntungkan PI < 1, maka usulan proyek layak

7. Hasil dan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah klayak atau tidaknya Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur. Hasil yang menunjukkan tidak layak diberi usulan perbaikan, sedangkan yang layak juga diberi saran perbaikan berupa pilihan-pilihan yang dapat diambil dalam rangka pengembangan unit pengolahan karet skala kecil dimasa yang akan datang atau keputusan yang dapat diterapkan saat ini juga.

Page 46: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

24

Page 47: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

25

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Potensi Bahan Baku Karet di Kabupaten Musi Rawas

Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten penghasil karet terbesar di Provinsi Sumatera Selatan 27% dari total 1.205.810 ha perkebunan karet di provinsi ini terdapat di Kabupaten Musi Rawas (Disbun Sumsel, 2012). Sebanyak 88,9% sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas adalah perkebunan karet dengan produktifitas rata-rata adalah 1,24 sehingga diperkirakan total produksi karet sebanyak 264.177,6 ton/tahun. Lahan karet di kabupaten ini memiliki luas total 334.726,95 Ha dengan perincian Tanaman Menghasilkan (TM) seluas 213.046,45 ha, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seluas 68.240,5 ha dan Tanaman Rusak (TR) seluas 51.995 ha (Disbun, 2014). Persentase kebun karet dapat dilihat pada Gambar 4.1, persebaran produksi karet di kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar. 4.1 Persentasi Tanaman Karet di Kab. Musi Rawas

Gambar 4.2 Persebaran Produksi Karet Perkecamatan di Kab.

Musi Rawas

Page 48: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

26

Karet yang dihasilkan di Kabupaten Musi Rawas ini adalah karet yang diusahakan 99,99 % oleh rakyat. Hal ini menjadikan berkebun karet sebagai mata pencaharian utama rakyat atau sebanyak 60% dari 186.305 Keluarga yang berkebun memilih menggatungkan hidupnya pada kebun karet. Karet yang dihasilkan di Kabupaten Musi Rawas adalah karet dalam bentuk slab dan slab tebal lebih umum ditemukan. Hal ini disebabkan oleh luasnya kebun karet yang kelola oleh rakyat sehingga slab dinilai bentuk Bahan Olahan Karet (Bokar) yang efesien dalam mengangkutan dari kebun menuju gudang penyimpanan di rumahnya. Pemanenan dalam bentuk slab dapat memberikan peluang semakin buruknya mutu karet karena petani memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk yang menyebabkan mutu karet seperti pencampuran sampah, ranting, daun, batu dan tanah saat pencetakan, perendaman pada air, terkena sinar matahari secara langsung. Slab umunya dipanen dari pohon karet per 2 atau 3 hari.

Sebanyak 123.000 ton karet yang dihasilkan diolah pada tiga pabrik crumb rubber yang ada di kabupaten tersebut yaitu Pabrik Kirana Windu menyerap bahan baku karet sebanyak 45.000 ton/tahun, Pabrik Nibung 18.000 ton/tahun dan Pabrik Bumi Beliti Abadi sebanyak 60.000 ton/tahun. Ketiga pabrik diatas adalah pabrik crumb rubber dengan produk karet remah SIR 20 umumnyapasar dari ketiga pabrik ini adalah untuk memenuhi permintaan luar negri di pasar eskpor. Secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Presentasi Penyerapan Lump pada Pabrik Karet

Remah di Kabupaten Musi Rawas

ton

Page 49: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

27

4.2. Industri Pengolahan Karet Skala Kecil di Kabupaten Musi Rawas 4.2.1 Pabrik DMK

Pabrik Pengolahan Karet Rakyat Skala Kecil DMK merupakan pabrik pengolahan karet rakyat skala kecil yang saat ini masih berdiri di Kabupaten Musi Rawas. Pabrik yang beralamatkan di Desa Bumi Agung Kecamatan Muara Beliti ini dirintis oleh Bapak Krisdanarto dan mulai beroperasi secara resmi pada 7 Januari 2012. Pabrik ini berkapasitas 1 ton/hari blanket. Pasar dari pabrik ini adalah industri hilir yang ada di Pulau Jawa. Blanket adalah hasil akhirnya karet yang diolah kedalam pabrik ini adalah karet yang didapat dari petani sekitar pabrik. Jumlah tenaga kerja yang mengoperasikan jalannya aktivitas produksi berjumlah 9 orang ditambah 1 manajer yaitu beliau pemilik pabrik, Bapak Krisnanto. Pabrik yang berdiri diatas sebidang tanah dengan ukuran 25x100m tepat disisi jalan utama Kecamatan Muara Beliti menuju pusat Kota Beliti, Pusat pemerintahan Kabupaten Musi Rawas. Proses pengolahan karet dalam parik pengolahan karet skala kecil DMK masih dapat terbilang sederhana, hal ini dapat dilihat dari mesin dan metode yang digunakan tidak dibutuhkan keahlian khusus bagi pegawai dalam proses pengolahan, tetapi diperlukan kehati-hatian yang tinggi karena pegawai langsung berhadapan dengan mesin-mesin yang terus beroperasi dengan tidak menggunakan peralatan pelindung seperti sarung tangan atau lainnya. Mesin, bangunan dan hasil blanket di Pabrik DMK dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. (1) Mesin yang digunakan dalam mengolah lump menjadi blangket (2) Bangunan Pabrik DMK (3) Contoh produk

blangket yang siapa dipasarkan.

Page 50: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

28

4.2.1 Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur Desa Sukarena.

Kelompok Tani Subur di Desa Sukarena merupakan kelompok tani yang didirikan sejak tahun 1 Juni 1986 oleh Bapak Sugeng Hartadi. Saat ini, Kelompok Tani Subur saat ini beranggotakan 25 KK dengan luasan kebun karet 49 Ha. Kelompok tani ini langsung dibimbing oleh ketua kelompok yaitu Bapak Sugeng Hartadi. Selain sebagai ketua dan pembina, Bapak Sugeng merupakan pengurus APKARINDO Wilayah Sumatera Selatan.

Kelompok Tani Subur dikenal sebagai sebagai salah satu kelompok tani yang sukses dalam menjalankan gerakan Bokar Bersih sejak tahun 1998. Kelompok Tani Subur juga dinilai cukup produktif. Hal ini dapat dilihat dari anggota kelompok yang setiap hari menyetor hasil bokar bersihnya. Lump yang dihasilkan dalam bentuk lump tebal yang bersih selanjutnya disimpan di gudang kelompok. Penjualan bokar dilakukan secara terjadwal setiap minggu ke pabrik karet mitra yaitu PT. Kirana Windu dengan menggunakan truk sejak 2010. Penimbangan dilakukan bersama-sama. Hal ini dilakukan rutin sehari sebelum penjualan ke pabrik. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang tinggi pada kegiatan penimbangan. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan anggota kelompok dalam penimbangan dan pembagian tugas selama penimbangan. Pemasaran bermitra seperti yang diterapkan oleh kelompok tani ini sudah dilakukan sejak tahun 1998. Diawali dengan bermitra pada PT. Nibung pada tahun 1998-2003, selanjutnya pada tahun 2004-2010 bermitra dengan PT. Muara Kelingi. Pabrik pengolahan karet PT. Kirana Windu yang menjadi mitranya saat ini terletak di Kabupaten Rawas Utara yang berjarak 158km dari gudang penyimpanan bokar kelompok.

Bersamaan dengan usaha pemerintah tahun 2012 dalam meningkatkan mutu bokar karet rakyat dan pendapatan petani karet dengan pendirian pabrik karet rakyat pada beberapa titik di daerah sentra usaha karet, Kelompok Tani Subur diusulkan menjadi perintis berdirinya pabrik karet sakala kecil yang mengolah karet dari bentuk lump tebal menjadi blanket. Pendirian pabrik diharapkan mampu memutuskan saluran

Page 51: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

29

pemasaran karet yang panjang, menjadi contoh yang nyata peningkatan pendapatan pada anggota kelompok tersebut. Sehingga hal ini kedepannya dapat memberikan contoh yang nyata pada masyarakat ataupun kelompok tani lainnya. Hal ini terealisasi dengan berdirinya dan beroprasinya unit pengolahan karet rakyat pada kelompok tani tersebut pada tahun 2013. Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. (1) Bangunan pabrik (2) Saluran limbah (3) Mesin

press akhir Industri pengolahan karet rakyat skala kecil yang ada di

Kabupaten Musi Rawas saat ini terdapat adanya kekurangan dan kelebihan. Kedua pabrik ini memiliki beberapa hal yang sangat berbeda, baik dari segi pendapatan bahan baku, proses produksi, tata letak, kapasitas produksi, hingga proses penjualan. Analisis kelayakan teknis dan finansial dilakukakan untuk mengetahui kelayakan dari usaha tersebut dan didapatkan saran perbaikan-perbaikan guna memaksimalkan usaha pemerintah dalam meningkatkan mutu karet dan jumlah pendapatan petani karet di Kabupaten Musi Rawas. 4.3 Analisis Teknis

Pabrik DMK dan Unit Pengolahan karet Kelompok tani Subur adalah kedua usaha pengolahan karet skala kecil yang telah berjalan kurang lebih 2 tahun. Guna mendapatkan hasil yang maksimal maka dilakukanlah analisis dari aspek teknis hal ini dikarenakan hampir 50% lebih kegiatan bisnis tersita pada aspek ini (Subagyo, 2008). Analisis teknis yang dipilih adalah proses produksi, pemilihan teknologi, rencana kapasitas produksi, perencanaan tata letak karena disesuaikan dengan

Page 52: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

30

usaha yang telah berjalan dan guna mempermudah perbaikan yang dilakukan. 4.3.1 Proses Produksi Lump Menjadi Blanket Proses produksi lump menjadi blanket yang paling utama bertujuan menaikkan KKK (Kadar Karet Kering) dengan mengurangi kadar air. Lump di Kabupaten Musi Rawas umumnya mempunyai KKK 40-60%, sedangkan blanket KKK 65-75%. Diharapkan dengan melakukan pengolahan lump menjadi blanket dapat memberikan nilai tambah tersendiri. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan lump menjadi blanket adalah teknologi yang sederhana. Mesin yang diperlukan dalam pengolahan ini dapat dibeli dengan cara memesan sesuai kapasitas dan spesifikasi. Mesin dapat berupa beberapa alat yang mempunyai spesifikasi tugas masing-masing atau satu alat yang berfungsi melakukan seluruh proses.

Proses yang terjadi adalah penimbangan, pengecilan ukuran slab tebal (40x60x15cm) menjadi bagian bagian-bagian kecil, pengepressan awal, pengepressan akhir dan pengeringan. Seluruh bagian proses berupa memasukan bahan baku, memindahkan bahan baku dari proses satu keproses selanjutnya, pengecekan bahan semua dilakuakan oleh manusia. Masing– masing proses dijelaskan sebagai berikut:

a. Penimbangan Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat lump yang hendak diproses. Dalam proses pengolahan lump menjadi blanket penimbangan adalah yang proses penting karena untuk mengetahui berat awal dan berat akhir. Dalam proses ini diperlukan timbangan yang baik. Agar tidak ada kesalahan dalam pencatatan berat dari bahan baku yang masuk. Lump yang berukuran sama belum tentu memiliki berat yang sama, selain itu lump harian, mingguan dan bulanan juga tidak memiliki berat yang sama. Dengan mengetahui berat awal dan akhir akan dapat diperkirakan Kadar Karet Kering (KKK).

b. Pengecilan Ukuran atau Pencacahan Pada proses ini lump tebal yang semula berukuran (40x60x15cm) dipotong menjadi bagian-bagian kecil. Proses ini bertujuan untuk memperluas permukaan lump

Page 53: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

31

dan mempermudah pembersihan lump. Umumnya lump bersih tetap terdapat kotoran, apalagi pada lump yang kotor. Proses pengecilan ukuran pada beberapa pabrik karet skala kecil ada yang dilakukan secara manual artinya pemotongan menggunakan pisau tertentu dengan menggunakan tenaga manusia. Sedangkan cara lain menggunakan bantuan mesin, mesin yang digunakan adalah mesin cacah. Berdasarkan pada pembandingan dua pabrik skala kecil yang di amati di Kabupaten Musi Rawas. Mengingat tekstur dari karet yang molor, penggunaan mesin cacah pada proses pengecilan ukuran dinilai lebih menghemat penggunaan tenaga kerja dan waktu.

c. Pengepresan awal Setelah proses pengecilan ukuran, proses selanjutnya adalah proses pengepresan awal. Proses pengepresan awal dilakukan dengan menggunakan mesin pengepres lump. Lump yang sudah dicacah perlahan-lahan dimasukkan pada alat press awal sembari terus disirami air. Pada proses ini memakaian air mencapai 60-70% total air yang dibutuhkan. Awalnya lump yang dicacah akan tersambung lagi potongan-potangan kecil tersebut menjadi lembaran-lembaran yang memiliki ketebalan kurang lebih 2-3 cm. proses pengepresan awal dilakukan berulang-ulang hingga lump bersih.

d. Pengepresan akhir Setelah lump keluar dari proses pengepressan awal, lump berupa lembaran atau sheet basah yang masih tebal. Maka proses selanjutnya adalah proses pengepressan akhir. Proses ini dilakukan untuk mempertipis lembaran karet basah. Pada proses ini juga terus dilairi air. Air yang digunakan pada proses ini mencapai 10-20% pengaliran air dilakukan untuk menhilangkan kotoran yang belum hilang saat proses pengepresan pertama. Keluar dari proses ini sheet karet telah memiliki ketebalan 3 mm. sheet karet tersebut selanjutnya siap untuk diangin-anginkan.

Page 54: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

32

e. Proses pengeringan Sheet tipis karet yang telah bersih dikeringkan dengan cara gantung pada tempat penggantungan berupa “palangan” kayu atau bambu. Pengeringan pada bangunan unit pengolahan karet menggunakan tempat hampir 50% dari bangunan unit pengolahan karena pengeringan dilakukan lama (7-15 hari) selain itu sheet selama proses pengeringan juga tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Karena hal ini dapat merusak mutu dari karet tersebut.

f. Proses pengemasan Blanket yang sudah kering selanjutnya dikemas dalam plastik. Ada dua jenis mengemasan yang didapat di lapangan. Umumnya proses pengemasan masih dilakukan secara manual. Pengemasan model 1: Blanket yang kering digulung. Pengemasan model 2: Blanket disusun dengan ukuran tertentu dengan setiap lembaran dilapisi plastik. Mengemasan model 1 umumnya Blanket akan dijual lagi ke pabrik crum rubber. Sedangkan pengemasan model ke 2 umumnya dijual pada industri lanjutan dari olahan karet.

a. Hasil Pengamatan Hasil dari pengamatan proses pengolahan karet pada Pabrik

Karet DMK Proses diawali dengan pemotongan lump yang semula berukuran 60x40x15cm menjadi 10 bagian atau lebih kecil lagi. Selanjutnya lump yang sudah berukuran kecil di masukkan dalam mesin pengepress awal, sama halnya dengan mesin pencacah mesin pengepress awal juga terdapat selang yang tersabung pada pompa penyemprot. Pada mesin ini lump yang sudah dicacah dipress dan dibersihkan. Lump dimasukkan berulang-ulang dalam mesin pencacah ini, lama pengulangan tergantung tingkat kotor lump. Jika sudah dinilai cukup, selanjutnya lump yang bisa dikatakan telah menjadi blanket di masukkan dalam mesin pengepress akhir. Pada proses ini blanket ditentukan ketebalannya hingga 3 mm bersama itu pula terus dialiri air. Setelah proses selesai blanket di angin-anginkan pada ruangan penjemuran selam 7-14 hari. Blanket-blanket yang selesai diangin-anginkan selanjutnya dipotong dengan

Page 55: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

33

ukutan 60x100 cm dan dikemas secara manual pada plastik sebanyak 30 lembar dengan dilapisi plastik tiap lembarnya agar tidak lengket pada masing-masing lembar. Blanket selanjutnya disimpan dalam ruang penyimpanan.

Proses pengolahan karet pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur dapat terbilang sederhana, hal ini dapat dilihat dari mesin dan metode yang digunakan. Tidak dibutuhkan keahlian khusus bagi pegawai dalam proses pengolahan ini, tetapi diperlukan kehati-hatian yang tinggi karena pegawai langsung berhadapan dengan mesin-mesin yang terus beroperasi. Proses diawali dengan lump dimasukkan dalam mesin pencacah, sehingga lump berukuran kecil-kecil. Selain lump dicacah dalam ukuran kecil pada alat pencacah ini, lump juga dibersihkan dengan disiram air dari selang yang terhubung pada pompa penyemprot pada mesin tersebut. Selanjutnya lump yang sudah berukuran kecil dimasukkan dalam mesin pengepress awal, sama halnya dengan mesin pencacah mesin pengepress awal juga terdapat selang yang tersabung pada pompa penyemprot. Jika sudah dinilai cukup, selanjutnya lump yang bisa dikatakan telah menjadi blanket dimasukkan dalam mesin pengepress akhir. Pada prosess ini blanket ditentukan ketebalannya hingga 3 mm bersama itu pula terus dialiri air. Setelah proses selesai blanket di angin-anginkan pada ruangan pengeringan selama 7-14 hari. Blanket-blanket yang selesai diangin-anginkan selanjutnya dijual ke pabrik crumb rubber. Terdapat perbedaan proses pengolahan Parik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur yaitu: (1) pada proses pencacahan dimana pabrik karet DMK dengan cara yang manual menggunakan tenaga manusia, sedangkan unit pengolahan karet kelompok tani subur menggunakan mesin pencacah, (2) selanjutnya proses pengemasan Pabrik DMK menggunakan plastik dengan ditata bersusun sesuai ukuran yang ditentukan, sedangkan unit pengolahan karet kelompok tani subur hanya digulung. Hal ini didasarkan karena perbedaan penjualan pada Pabrik DMK blanket dijual pada industri lanjutan dari blanket, sedangkan untuk unit pengolahan karet kelompok tani subur penjualan langsung ke pabrik crumb rubber sehingga proses pengemasan tidak dibutuhkan. Baik pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur keduanya

Page 56: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

34

dalam proses dikatakan layak. Hal ini dikarenakan proses yang dilakukan telah sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja, mesin, dan bahan baku guna menghasilkan blanket kering dengan KKK 65-75% (Gunawan, 2012).

b. Usulan Perbaikan

Meskipun proses pada keduanya dikatakan layak perbaikan yang dapat dilakukan pada proses adalah pengadaan peralatan pendukung kegiatan produksi bagi karyawan berupa sepatu bot dan sarung tangan dengan tujuan utama yaitu melindungi keselamatan karyawan dari kecelakaan kecil dan besar serta menjaga kenyamanan karyawan dalam bekerja. Hal ini sesuai dengan pengamatan dan wawancara pada karyawan di pabrik DMK yang menjelaskan pengolahan bokar khususnya lump menjadi blanket banyak membutuhkan air bahkan selama proses berjalan airpun terus dialirkan pada bahan. Hal ini terkadang menjadikan tangan dan kaki karyawan kedinginan sehingga menghentikan aktivitas produksi. Diharapkan dengan pengadaan perangkat keselamatan bagi karyawan ini juga mampu meningkatkan produktifitas kerja karyawan tersebut, tentunya hal ini akan berdampak baik pula pada pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Ripkianto (2012), secara logika, penerapan K3 dapat mempengaruhi produktivitas karena apabila tenaga kerja merasa aman dan nyaman dalam bekerja, mereka dapat bekerja secara maksimal sehingga produktivitas akan meningkat.

4.3.2 Teknologi yang Digunakan

Teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan lump menjadi blanket adalah teknologi yang masih sederhana, seluruh proses dikendalikan secara manual. Mesin-mesin tersebut adalah sebagai berikut:

1. Diesel 125 KVA Diesel berfungsi sebagi pembangkit listrik dari seluruh proses yang terjadi. Dalam proses pengolahan lump menjadi blanket menggunakan beberapa alat yang perlu digerakkan menggunakan tenaga listrik begitu pula pompa air yang terus digunakan untuk menyuplai air

Page 57: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

35

selama proses. Bahan bakar yang digunakan oleh alat yang menggunakan space ruang seluas 1x1 m ini adalah sebanyak 30 liter.

2. Mesin Cacah Fungsi utama mesin cacah adalah untuk mengecilkan ukuran lump. Lump yang awalnya berukuran 60x40x20cm akan dicacah menjadi potongan-potongan kecil dalam mesin ini sehingga dengan pengecilan ukuran proses pembersihan lump juga dapat dilakukan dengan lebih mudah. Mesin cacah ini berukuran 1 x1,5m dengan kapasitas 5 ton lump perhari atau 8 jam kerja.

3. Mesin Press Awal Mesin press awal digunakan untuk membersihkan lump yang telah terpotong menjadi bagian kecil dan menyambungkan potongan-potongan kecil tersebut menjadi lembaran dengan ketebalan hingga 1 cm. Proses pengepressan pada lembaran lump hingga berukuran 1 cm dilakukan berkali-kali hingga lembaran lump dinyatakan bersih dan memiliki ketebalan 1 cm.

4. Mesin Press Akhir Mesin press akhir merupakan lanjutan dari mesin press awal. Proses yang terjadi dalam mesin ini secara umum sama. yang membedalan adalah lembaran lump yang dikeluarkan berukuran 0,3-0,6 cm. Lembaran lump dipress sedemikian adalah agar proses pengeringan mudah dan dapat menjadi blanket yang sesuai standar. Mesin ini berukuran 1x1,5 m.

Gunawan (2012), menggabungkan proses pencacahan, pengepresan awal dan pengepressan akhir menjadi satu yaitu menjadi proses penggilingan. Proses penggilingan dilakukan sebanyak 4-6 kali atau lebih sembari dialiri air bersih selama proses penggilingan untuk menghilangkan kotoran. Mesin yang digunakan pada proses ini bernama mesin mini creper. Pemilihan teknologi harus mencakup seluruh kegiatan operasi termasuk produktivitas dan kualitas produksi.

Page 58: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

36

a. Hasil Pengamatan Berdasarkan pengamatan yang dilakukakan pada

penggunaan teknologi pada industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas yaitu pabrik DMK dan Kelompok Tani Subur, teknologi yang dipilih tidak layak. Hal ini dikarenakan teknologi yang digunakan pada kedua pabrik ini menghambat kerja karyawan dalam proses. Hal ini dapat dilihat pada Pabrik DMK proses pencacahan masih menggunakan tenaga manusia padahal bahan baku yang diolah adalah karet yang mempunyai sifat lentur, sehingga pekerja cepat merasa lelah. Pada unit pengolahan karet Kelompok Tani Subur mesin sering macet karena daya yang dipasang kurang dapat memenuhi daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan mesin. Selaras dengan pernyataan Sucipto (2011), kesesuaian teknologi dengan bahan baku adalah syarat utama dalam penentuan teknologi yang digunakan. b. Usulan Perbaikan Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih teknologi agar teknologi yang digunakan sesuai dengan derajat mekanisasi yang diinginkna dan manfaat ekonomi yang diharapakan antara lain (Sucipto, 2011); kesesuaian teknologi dengan bahan baku, keberhasilan penerapan teknologi di tempat lain, kemampuan sumber daya manusia dalam pengoperasian, kemampuan mengantisipasi perkembangan teknologi lanjutan, besarnya biaya investasi dan pemeliharaan, peraturan pemerintah yang berlaku dengan kebijakan ketenagakerjaan. Perbaikan yang perlu dilakukan dalam pemilihan teknologi yang digunakan adalah pada Pabrik DMK perlu ditambahkan mesin pencacah, hal ini penting mengingat proses pencacahan di pabrik ini masih menggunakan tenaga manusia. Mengingat sifat bahan baku berupa lump yang sifatnya lentur sehingga proses kurang maksimal karena pegawai cepat merasa capek dan tidak nyaman. Sedangkan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur teknologi yang digunakan perlu diperbaiki dengan penambahan daya diesel guna memaksimalkan penggunaan kapasitas yang terpasang pada mesin karena selama ini dalam produksinya mesin sering macet yang disebabkan daya diesel yang

Page 59: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

37

digunakan untuk menggerakkan mesin tidak sesuai. Perbaikan pada teknologi yang digunakan pada industri pengolahan karet skala kecil sesuai dengan yang disebutkan oleh Handoko (2005), secara sederhana pemilihan teknologi dapat dilakukan dengan perhitungan return on investment. Hal ini didasarkan pada perhitungan secara finansial teknologi yang dipilih pada usulan perbaikan masih pada batas asset pada usaha skala kecil. 4.3.3 Kapasitas Produksi

Kapasitas produksi merupakan jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satu satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu. Hasil tambahan yang didapatkan dilapangan adalah dalam usaha ini pada Pabrik DMK menambahkan bahwa modal juga menentukan kapasitas produksi. Mereka beralasan biaya operasi terutama pada membelian bahan baku yang sangat tinggi menyebabkan mereka menentukan kapasitas produksi.

a. Hasil Pengamatan pada Pabrik DMK Kapasitas yang dipilih pada Pabrik DMK adalah 1 ton/hari lump atau hal ini berdasarkan pada kemampuan mesin yang digunakan yang mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja serta bahan baku yang didapat, sehingga berdasarkan penentuan kapasitas berdasarkan pada penjelasan Yamit (2003) bahwa penentuan kapasitas produksi didasarkan pada kemampuan kapasitas sumber daya yang dimiliki seperti kapasitas mesin, tenaga kerja, serta ketersediaan bahan baku Pabrik DMK dikatakan layak. b. Usulan Perbaikan pada Pabrik DMK Meskipun pada pemilihan kapasitas saat ini Pabrik DMK dikatakan layak, tetapi sampai saat ini Pabrik DMK masih kesulitan mendapatkan suplai bahan baku yang pasti dengan kualitas mutu yang seragam. Hal ini disebabkan Pabrik DMK dalam mendapatkan bokar menggunakan saluran pemasaran tradisional khususnya pada pedagang di pool kabupaten. Selain mutu yang tidak seragam dan cenderung tidak baik, harga yang didapatkan Pabrik DMK juga lebih tinggi. Sebelum mengusulkan

Page 60: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

38

perbaikan, terlebih daluhu dilakukan prakiraan perhitungan kebutuhan bahan baku pada Pabrik DMK setelah perbaikan sebagai berikut:

Kebutuhan setiap hari : 5 ton

Kebutuhan setiap bulan : 5 ton x 25 = 125 ton

Kebutuhan setiap Tahun : 28 ton x 12 = 2500 ton Perbaikan yang dapat dilakukan pada Pabrik DMK

dalam mendapatkan bahan baku adalah dengan pembelian pada petani karet yang ada di sekitar pabrik dibangun yaitu Kecamatan Muara Beliti. Produksi karet di Kecamatan Muara Beliti Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Produksi Karet di Kecamatan Muara Beliti Tahun 2013

No. Desa Produksi(Ton)

1. Kel. Muara Beliti 354,64

2. Suro 1602,64

3. Pedang 162,24

4. Muara Beliti Baru 557,44

5. Bumi Agung 105,04

6. Mana Resmi 125,84

7. Tanah Periuk 433,68

8. Ketuan Jaya 84,24

9. Air Satan 63,44

10. Durian Remuk 555,36

11. Satan Indah Jaya 89,44

12. Air Lesing 146,64

JUMLAH 4280,64

Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Musi rawas 2014 Kebutuhan Pabrik DMK sebanyak 336 ton/tahun dapat dipenuhi dengan pembelian langsung pada petani yang ada di Desa Bumi Agung untuk bahan baku sebanyak 105 ton, sisanya dapat dibeli pada terdekat dari Pabrik DMK. Cara lain yang dapat dipilih oleh Pabrik DMK dalam memenuhi kebutuhan bahan baku yaitu dengan menjalin kerjasama atau bermitra dengan beberapa kelompok tani yang ada di Kecamatan Muara Beliti khususnya di Desa Bumi Agung,

Page 61: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

39

dapat dilihat pada Tabel 4.2. Bermitra adalah salah satu cara yang tepat bagi Pabrik DMK guna mendapatkan bahan baku yang serangan juga konsisten dalam jangka waktu tertentu pada harga yang dapat disepakati antara kedua pihak. Tabel 4.2. Kelompok Tani di Kecamatan Muara Beliti.

No Desa/ Kecamatan Kel Tani Produk

1 Bumi Agung/ Muara Beliti Tri Tunggal Slab Tebal

2 Bumi Agung/ Muara Beliti Tri Karya Slab Tebal

3 Bumi Agung/ Muara Beliti Karya Mulya Slab Tebal

4 Batu Gane/ Muara Beliti Makmur Slab Tebal

5 Batu Gane/ Muara Beliti Gaya Baru Slab Tebal

6 Batu Gane/ Muara Beliti Gembira Ria Slab Tebal

7 Mannah Resmi/ Muara Beliti Sari Wangi Slab Tebal

8 Mannah Resmi/ Muara Beliti Rukun Maju Slab Tebal

Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Musi rawas 2014 c. Hasil Pengamatan pada Unit Pengolahan Kelompok Tani Subur Meskipun terbukanya pasar yang menjajikan dari industri pengolahan karet menurut Ketua Kelompok Tani Subur. Namun, saat ini unit pengolahan karet Kelompok Tani Subur memilih memasang kapasitas 2 ton/minggu lump basah, meskipun kapasitas maksimal mesin yang terpasang adalah 5 ton/hari. Hal ini dipilih dengan alasan mesin yang digunakan sering mengalami kerusakan karena daya sehingga perlu perbaikan mesin guna memaksimalkan kapasitas produksi. Sehingga dapat disimpulkan kapasitas yang saat ini dipilih oleh Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur tidak layak, sehingga perlu perbaikan pada penentuan kapasitas setelah perbaikan mesin. d. Usulan Perbaikan pada Unit Pengolahan Kelompok Tani Subur

Terkait dengan ketersediaan bahan baku pada kelompok tani subur. Saat ini Kelompok Tani Subur hanya menggunakan bahan baku yang berasal kelompok itu sendiri sebanyak 2

Page 62: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

40

ton/minggu. Sehingga jika Kelompok Tani Subur hendak menambah kapasitasnya atau memaksimalkan kapasitas mesin yang terpasang (5 ton perhari waktu kerja adalah 25 hari perbulan). Setelah dilakukan perhitungan Kebutuhan bahan baku sebagai berikut:

Kebutuhan setiap hari : 5 ton

Kebutuhan setiap bulan : 5 ton x 25 = 125 ton

Kebutuhan setiap Tahun : 125 ton x 12 = 2500 ton Ketersediaan bahan baku (Lump)

Ketersediaan setiap hari : 0,8 ton

Ketersediaan setiap bulan: 0,8 ton x 25 = 20 ton

Ketersediaan setiap tahun: 20 ton x 12 = 240 ton

Kekurangan bahan baku dalam satu tahun adalah sebanyak 2260 Kg.

Pemenuhan bahan baku tersebut dapat dilakukan dengan cara pembelian pada petani ataupun kelompok tani di desa-desa terdekat dengan Desa Sukarena yang menjadi letak unit pengolahan tersebut. Jika kita melihat dari data yang bersumber dari Dinas Perkebunan Musi Rawas Tahun 2014 data merupakan rekapan hasil karet selama periode 2013, Kecamatan Sukakarya mempunyai total produksi sebanyak 6084.47 ton. Data setiap hasil karet tiap desa yang ada di Kecamatan Sukakarya dapat dilihat pada Table 4.3.

Tabel 4.3 Produksi karet Kecamatan Sukakarya Tahun 2013

No. Desa Produksi (Ton)

1. Yudha Karya 927,01

2. Sugih Waras 238

3. Bangun Rejo 357

4. Suko Warno 339,15

5. Ciptodadi 3897.25

6. Rantau Alih 179.69

7. Sukarena 146.37

JUMLAH 6084.47

Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Musi rawas 2014 Selain ketersediaan bahan baku itu sendiri, jarak yang

ditempuh juga perlu diperhatikan. Perbandingan jarak dan rute

Page 63: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

41

yang menempuh setiapa desa dari Desa Sukarena dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Jarak Desa Sukarena Menuju Desa-Desa Lain dalam Kecamatan Sukakarya

No. Asal Tujuan Jarak

1 Sukarena Yudha Karya 11.7 Km

2 Sukarena Sugih Waras 13,8 Km

3 Sukarena Bangun Rejo 10,5 Km

4 Sukarena Sukowarno 12,5 Km

5 Sukarena Ciptodadi 9,8 Km

6 Sukarena Rantau Alih 18,5 Km

Sumber: Data Primer Diolah Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat disimpulkan Desa

Ciptodadi memiliki potensi bahan baku berupa lump yang cukup banyak. Sehingga untuk mendapatkan bahan baku yang lebih banyak lagi di luar dari hasil kebun kelompok tani tersebut bukanlah menjadi masalah atau kendala lagi pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur.

4.3.4 Tata Letak Fasilitas

Perencanaan luas pabrik dan tata letak harus memperhatikan beberapa faktor antara lain: biaya bangunan, sistem komunikasi dalam pabrik, keamanan, kebutuhan-kebutuhan ruangan, peralatan penanganan (Handoko, 2005). Layout dirancang berkenaan dengan produk, proses, sumber daya manusia dan lokasi sehingga efesiensi operasi dapat tercapai. Tujuan penentuan layout adalah optimalisasi pengaturan fasilitas-fasilitas operasi sehingga nilai yang diciptakan oleh system produksi menjadi optimal (Sucipto, 2011).

a. Hasil Pengamatan di Pabrik DMK

Pabrik DMK telah memiliki layout yang menjawab tujuan perencannan layout yaitu optimalisasi pengaturan fasilitas-fasilitas operasi sehingga nilai yang diciptakan oleh system produksi menjadi optimal (Sucipto, 2011). Pabrik terdiri atas satu ruangan kantor, satu ruang produksi, satu ruang

Page 64: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

42

pengeringan blanket, satu ruang penyimpanan blanket yang siap dipasarkan, satu kamar mandi dan WC, satu bak penampung air dan tiga bak penampung limbah yang saling tersambung satu sama lain dan halaman yang luas seluruhnya dalam sebidang tanah seluas 200m2 dengan penatanan yang sesuai dengan kebutuhan ruang dan layout sehingga dapat dikatakan layak. Gambar Layout pada pabrik DMK dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Layout Pabrik DMK

Keterangan:

1. Diesel (1x1,5m) 6. Tandon air

Page 65: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

43

2. Tandon air bersih (D=1m) 3. Kantor (2x2m) 4. Ruang Produksi (3x4m) 5. Ruang penjemuran (2x9m)

7. Instalasi limbah (1x1m) 8. Gudang (2x3m) 9. Kamar mandi dan Toilet (1,5x3m) 10. Tempat cuci (1x2m) 11. Halaman

b. Hasil Pengamatan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur

Hasil dari pengamatan adalah Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur layout dinilai masih tidak layak hal ini dikarenakan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur ketersediaan ruang yang dibutuhkan tidak seluruhnya ada, sehingga dalam meletakan alat-alat produksi masih berdesakan satu sama lain. Dalam hal ini Johan (2011), menambahkan gedung memiliki kapasitas jika terlalu sempit maka proses flow produksi akan terganggu. Luas bangunan yang dimiliki adalah bangunan gedung dengan luas 15x6m=90m2 yang berfungsi sebagai tempat kantor dan ruang istirahat, toilet kamar mandi, dan satu ruangan besar yang berfungsi sebagai produksi, pengeringan, juga penerimaan bahan baku sehingga terjadilah gangguan pada flow produksi. Sehingga layout Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur masih perlu perbaikan agar dapat memaksimalkan proses dan tenaga kerja. Gambar layout pada Unit Pengolahan karet Kelompok Tani Subur dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Layout unit pengolahan karet Kel. Tani Subur. c. Perbaikan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur

Page 66: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

44

Perhitungan luas areal pabrik pada pabrik pengolahan karet skala menengah meliputi luas ruang produksi, ruang kantor, gudang serta bangunan lain yang menunjang lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 Bangunan penunjang yang dibutuhkan seperti ruang penerimaan dan penimbangan adalah seluas 2mx3m, ruang penyimpanan peralatan 2mx2m, ruang pengeringan 4mx10m instalasi limbah seluas 4mx6m, tendon air dan pompa air 2mx4m. Adapun bak penyimpanan air dibuat besar berfungsi untuk menyimpan air oleh pompa penyedot dari air tanah dan akan diteruskan oleh pompa penyemprot pada tiap-tiap mesin dari bak penyimpanan air tesebut.

Tabel 4.5 Menentukan Luas Ruangan Produksi

Penentuan luas yang telah disebutkan berdasarkan

pengukuran di lapangan dengan kapasitas produksi adalah 5 ton bahan baku berupa lump. Ruang penyimpanan bahan baku dijadikan satu dengan ruang penerimaan karena lump yang dibutuhkan adalah lump yang disetor oleh petani karet tiap harinya dan dimasukkan bagian ruang penimbangan dan penerimaan. Bahan baku yang diterima diasumsikan adalah tepat 5 ton dalam sehari dan selalu habis pada saat itu juga. Perhitungan luas gedung dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Luas Gudang Penyimpanan

Luas kantor yang dibutuhkan dapat ditentukan

berdasarkan asumsi ruang yang diguanakan sebagai

Page 67: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

45

penyimpan alat-alat kantor sekaligus ruang kepala pabrik, seluas 2mx3m, rapat koordinasi sekaligus ruang guna penerimaan tamu seluas 3mx3m, total luas ruang kantor adalah 15 m2. Toilet dan ruang istirahat adalah seluas 4mx2m (Utomo, 2008). Jika dijumlahkan seluruh ruangan yang dibutuhkan mulai dari ruang produksi, ruang pengeringan, ruang gudang, ruang kantor adalah 155,19 m2. Total yang dibutuhkan adalah seluas 216 m2 dengan denah dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4 8. Layout denah pabrik pengolahan karet skala 5 ton

Perbaikan layout yang paling utama pada Unit Pengolahan Karet kelompok Tani Subur adalah pembagian ruang

Page 68: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

46

penerimaan bahan baku, ruang produksi, ruang pengeringan, dan gudang produk yang jelas. Berdasarkan perbandingan layout saat ini dan usulan perbaikan maka bangunan yang saat ini ada seluruhnya dapat digunakan sebagai ruang produksi, gudang penyimpanan hasil blangket, serta perbaikan pada instalasi limbah. Sedangkan pada ruang pengeringan kantor, ruang istirahat, ruang penerimaan, ruang peralatan, unit pengolahan ini perlu penambahan bangunan baru. Hal ini penting karena bertujuan untuk memisahkan setiap proses sehingga karyawan dapat fokus pada tugasnya masing-masing dan tidak saling mengganggu. Maka tujuan utama penataan layout yaitu pencpaian produktivitas melalui penataan ruang dapat tercapai. 4.4 Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas. Analisis secara finansial dilakukan dengan menggunakan lima metode kelayakan yaitu Payback Periode (PP), Break Event Point (BEP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI) pada kondisi saat ini dan usulan perbaikan yang direncanakan.

4.4.1 Asumsi yang digunakan

Asumsi-asumsi dasar yang digunakan untuk menganalisis finansial terhadap industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian dilakukan dan mengacu pada hasil-hasil perhitungan yang telah dilakukan pada aspek-aspek lain yang berkaitan. Asumsi-asumsi tersebut meliputi:

1. Analisis finansial dilakukan selama 10 tahun dengan pabrik pengolahan karet skala kecil merupakan pabrik yang telah beroperasi kapasitas 100%.

2. Produk adalah Blanket (KKK 73-74%). 3. Biaya yang dibutuhkan meliputi:

a. Harga bahan pokok berupa lump berdasarkan KKK (Kadar Karet Kering) dikalikan harga karet dalam KKK 100% yang berlaku di Palembang (Sumatera Selatan) umumnya lump KKK 40-42%.

Page 69: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

47

b. Harga bahan bakar solar Rp. 8.000,00 sedangkan pelumas Rp. 40.000,00.

4. Biaya utilitas dalam proses ini hanyalah biaya yang dikeluarkan untuk telekomunikasi sebanyak Rp. 150.000,00/hari, tidak memerlukan listrik, selama proses produksi mesin digerakkan dengan tenaga diesel. Sedangkan air, saat ini ketersediaan air masih melimpah ditempat yang menjadi tempat penelitian.

5. Penjualan produk dilakukan dengan pembayaran pada tahun itu juga.

6. Nilai jual produk berdasarkan KKK (seperti harga bahan baku).

7. Nilai tanah per-m2 adalah Rp. 200.000,00 (yang berlaku saat ini).

8. Nilai bangunan per-m2 adalah Rp. 510.500,00 (asumsi didapat dengan mengamaati biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan bangunan pabrik kecil yang ada dibagi luasan bangunan tersebut).

9. Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (Straight-line method) yang disesuaikan dengan umur ekonomis masing-masing.

10. Biaya pemeliharaan dan perbaikan modal tetap dengan kisaran 2-5% pertahun dari nilai investasi.

11. Biaya pemasaran diasumsikan 50% dari biaya overhead. 12. Tingkat suku bunga modal adalah 10 %. 13. Tingkat suku bunga Bank pertahun 11,5%, bunga yang

berlaku saat ini untuk petani. 14. Pajak penghasilan (PPh) dihitung berdasarkan SK

Menteri Keuangan RI No. 598/KMK.04/1994 pasal 21 tentang Pajak Pendapatan Badan Usaha dan Perseroan. Besar pajak yang harus dibayarkan sebagai berikut: - Apabila perusahaan perusahaan mengalami

kerugian maka tidak dikenakan pajak. - Pendapatan < Rp 25.000.000,00 maka pajak

sebesar 10%. - Pendapatan Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00

dikenakan pajak 10 % dari Rp 25.000.000,00 ditambah dengan 15% dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 25.000.000,00.

Page 70: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

48

- Pendapatan diatas Rp 50.000.000,00 dikenakan pajak 10% dari Rp 25.000.000,00 ditambah 15% dari Rp 25.000.000,00 dan ditambah lagi dengan 30% dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp 50.000.000,00.

4.4.2 Analisis Finansial pada Industri Skala Kecil di Kabupaten Musi Rawas

Perlu mengetahui kondisi yang sebenarnya dari pabrik DMK dan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur sebelum dilakukan analisis finansial pada industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas. Perbandingan finansial pada kedua pabrik dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Perbandingan Finansial Pabrik DMK dan Kelompok Tani Subur

Keterangan Pabrik DMK Kel. Tani Subur

Tanah Rp 50.000.000,00 Rp 17.500.000,00

Aset bangunan Rp 252.000.000,00 Rp 72.146.950,00

Mesin Rp 200.000.000,00 Rp450.000.000,00

Kapasitas 1 ton/hari 2 ton/minggu

Jumlah TK 9 Orang 6 Orang

Sistem upah karyawan 200/kg lump 100,000/produksi

Perhitungan pada kondisi nyata industri pengolahan karet

skala kecil menggunakan asumsi yang sama dan keterangan yang tertera pada Tabel 4.7 didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Perhitungan pada Kondisi Nyata di Pabrik DMK dan Kel Tani Subur

Keterangan Pabrik DMK Kel Tani Subur

Page 71: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

49

Investasi Rp 508.605.000,00 Rp 514.751.950,00

Penyusutan Rp 14.901.050,00 Rp 30.734.130,00

Pemeliharaan Rp 2.046.250,00 Rp 5.152.699,50

Biaya Tetap Rp 16.947.300,00 Rp 35.886.829,50

Biaya Tidak Tetap Rp 2.825.400.000,00 Rp 414.216.000,00

Total Biaya Produksi Rp 2.852.347.300,00 Rp 460.102.829,50

Jumlah Produksi (Kg) 216.000 34.560

HPP Rp 13.205,31 Rp 13.313,16

MarkUp 0,05 0,03

Harga Jual Rp 13.764,00 Rp 13.764,00

Laba (Rp/tahun) Rp 120.676.700,00 Rp 15.581.010,50

BEP (Kg) 24.796,895 20.177,199

BEP (Rp) Rp 341.304.460,22 Rp 277.718.964,29

Payback Periode (Th) 4,64 34,16

Net Profit Rp 95.198.085,00 - Rp 15.153.119,50

Net Present Value Rp 328.423.500,64 - Rp 23.751.711,47

IRR 16,881% -

Keterangan Layak Tidak Layak

Tabel 4.8 menjelaskan pada kita bahwa ada perbedaan

perhitungan finansial pada kedua pabrik pengolahan karet skala kecil. Faktor utama yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah adalah kapasitas produksi. Semakin besar kapasitas yang dipilih, maka semakin besar pula biaya yang dikeluarkan, tetapi selain biaya yang akan menjadi besar laba yang didapat juga kan semakin besar. Perbedaan investasi pada keduanya tidak berbeda jauh, meskipun ada perbedaan penggunaan biaya di investasi pada kedua pabrik tersebut. Pada Pabrik DMK penggunaan biaya investasi seimbang antara tanah bangunan dan mesin terbukti dengan total biaya investasi Rp 508.605.000,00 penggunaan dana pengadaan mesin adalah sebanyak Rp. 200.000.000,00 sisanya sebanyak Rp 308.605.000,00 digunakan untuk pengadaan tanah dan bangunan, sedangkan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur sebanyak Rp 450.000.000,00 dari total biaya

Page 72: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

50

investasi Rp 514.751.950,00 digunakan untuk pengadaan mesin.

Analisis secara finansial yang dilakukan pada Pabrik DMK menunjukkakn bahwa pabrik layak hal ini dapat dilihat dari nilai PP yang didapat 4,64 tahun atau masih dibawah dari n usaha 10 tahun, NPV yang didapatkan adalah Rp 328.423.500,64 bernilai positif, sedangkan bilai IRR adalah sebesar 16,88%.

Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur tidak layak hal ini dilihat dari hasil PP 34,16 tahun yang menunjukkan bahwa kembalinya modal pada usaha ini melewati batas waktu penentuan usaha, sedangkan hasil NPV menunjukkan hasil -Rp 23.751.711,47 dan nilai negativ menunjukkan usaha tidak layak, dan IRR tidak dapat diketahui.

4.4.3 Analisis Finansial Usulan Perbaikan pada Industri Pengolahan Karet Skala Kecil

Analisis finansial pada usulan perbaikan industri pengolahan karet skala kecil ini dilakukan guna membandingkan dengan kedua pabrik yang telah ada sebelumnya. Adanya beberapa perbaikan pada teknis seperti pada kapasitas produksi, luas tanah dan bangunan, mesin dan beberapa ketentuan seperti sistem penggajian maka akan ada penambahan atau pengurangan biaya jika dibandingkan dengan sebelumnya. Beberapa asumsi ditentukan sebagai berikut:

a. Kapasitas : 5 ton lump/hari b. Jam operasi : 7 jam c. Hari operasi : 25 hari/bulan d. Luas tanah : 216 m2 e. Luas bangunan : 155,19 m2 f. Upah/bulan : Rp. 2.500.000,00 (manajer), Rp.

1.500.000,00.

4.4.3.1 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan

untuk memulai hingga pabrik berjalan. Biaya yang termasuk biaya investasi adalah biaya membelian tanah, membangunan pabrik, mengadaan kelengkapan produksi dan administrasi, ditambah modal operasi. Untuk biaya operasi umumnya yang

Page 73: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

51

dibutuhkan adalah 3 bulan operasi, sedangkan disini penulis menghitung hanya satu bulan hal ini berdasarkan saran dari praktisi yang telah mengelola bisnis usaha karet hal ini karena biaya operasi yang tinggi disebakan oleh bahan baku. Sedangkan tidak perlu menumpuk biaya pembelian sebanyak 3 bulan, karena hal ini hanya akan menjadikan dana yang tidak sehat. Sedangkan penjualan dilakukan per 3 hari uang yang dibutuhkan sehingga dana bisa diputarkan secara baik. Biaya investasi terdiri dari modal investasi dan modal kerja. 1. Modal Investasi

Modal tetap yang diperlukan untuk pembanguan pabrik setelah dilakukan perhitungan didapatkan nilai sebanyak Rp 556.951.950,00 Biaya ini meliputi biaya pembelian tanah, biaya pendirian pabrik, kantor, instalasi limbah, ruang pengeringan, pembelian Hp (sebagai ganti dari pemasangan instalasi telpon), biaya pengadaan 1 set mesin produksi, peralatan dan perlengkapan kantor. Perhitungan modal tetap dapat dilihat pada Lampiran 5. Adanya perbedaan yang mencolok dari segi investasi pada Pabrik DMK dan Unit Pengolahan Kelompok Tani Subur maka akan ada perbedaan pula dari jumlah jika kedua pabrik tersebut akan melakukan perbaikan. Investasi tambahan pada Pabrik DMK adalah sebanyak Rp. 155.100.000,00 yang digunakan untuk pengadaan mesin pencacah, perangkat komputer, printer dan beberapa perlengkapan keselamatan karyawan. Sedangkan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur adalah Sebanyak Rp. 115.100.000,00 yang digunakan untuk pengadaan diesel 25 KVA, perangkat komputer, printer dan beberapa perlengkapan keselamatan karyawan dan pembangunan beberapa ruang yang perlu diadakan.

2. Modal Kerja Modal kerja digunakan untuk membiayai proses produksi selama pabrik baru dibangun hingga berjalan normal. Modal Kerja selama satu bulan adalah sebanyak Rp 949.710.000,00. Biaya ini sebanyak 97% adalah biaya yang ditanggung pabrik untuk membeli bahan baku selam perbulan. Sedangkan sisanya adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggaji karyawan, perawatan mesin,

Page 74: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

52

transportasi, dan lain sebagainya. Rincian modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 6.

4.4.3.2 Sumber dan Struktur Pembiayaan.

Dana yang dibutuhkan pada investasi tidak sepenuhnya merupakan dana milik pribadi atau kelompok. Berdasarkan pengamatan dan saran dari sumber penulis membagi secara garis besar modal tetap adalah modal pribadi, sedangkan modal kerja didapat dari meminjam bank dengan suku bunga pinjaman untuk petani adalah sebesar 11,5%, bunga yang berlaku pada peminjaman untuk petani. Pengembalian pinjaman di bank direncanakan selama 5 tahun produksi sedangkan umur ekonomis dari usaha ini adalah 10 tahun, dengan kata lain separuh dari jalannya usaha pinjaman pada bank dapat dilunasi. Pengembalian modal dalam setiap tahunnya adalah sebesar Rp 299.837.817,74 pengembalian ini adalah pinjaman pokok dan bunga. Secara sederhana dapat diamati pada Tabel 4.9.

Tabel. 4.9 Pembayaran Angsuran Pinjaman di Bank.

Th Angsuran peminjaman modal kerja

Bunga Angsuran Pokok Total pembayaran Sisa Hutang

0 - - - -

1 Rp 112.731.535,22 Rp 185.837.817,74 Rp. 299.837.817,74 Rp. 1.199.351.270,95

2 Rp 112.731.535,22 Rp 185.837.817,74 Rp. 299.837.817,74 Rp. 899.513.453,21

3 Rp 112.731.535,22 Rp 185.837.817,74 Rp. 299.837.817,74 Rp. 599.675.635,74

4 Rp 112.731.535,22 Rp 185.837.817,74 Rp. 299.837.817,74 Rp. 299.837.817,74

5 Rp 112.731.535,22 Rp 185.837.817,74 Rp. 299.837.817,74 Rp. 0,00

4.4.3.3 Aliran Kas 1. Prakiraan Pendapatan

Pendapatan industri pengolahan karet lump menjadi blanket berdasarkan asumsi-asumsi yang disebutkan diatas selama 10 tahun dan dalam satu tahun diasumsikan sama adalah sebesar Rp 13.875.840.000,00 jumlah ini didapat dari penjualan 1.080 ton blanket. Perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Proyeksi Pendapatan

No Uraian Nilai

Page 75: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

53

2. Total Biaya Produksi

Total biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Biaya ini meliputi biaya operasional, biaya penyusutan, biaya perawatan, biaya pemasaran dan biaya-biaya lainnya. Total biaya produksi setelah dihitung adalah Rp 11.473.574.072,80. Lebih rinci dapat dilihat pada Tabel. 4.11 sedangkan biaya penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 7, biaya pemeliharaan pada Lampiran 8.

Tabel 4.11 Total biaya produksi

No Komponen Biaya produksi Nilai (Rp)/ Tahun

1 Biaya Tetap a. Biaya penyusutan Rp 40.486.130,00 b. Biaya pemeliharaan Rp 5.198.199,50

Total Biaya tetap Rp 45.684.329,50

2 Biaya Overhead

a. Biaya lain-lain Rp 27.926.310,82 b. Biaya pemasaran Rp 27.926.310,82

Total Biaya Overhead Rp 55.852.621,65

3 Modal kerja a. Biaya operasi Rp 11.124.840.000,00

Total Biaya Variabel Rp 11.124.840.000,00

Total Biaya Produksi Rp 11.226.376.951,15

3. Proyeksi Laba Rugi Laporan laba rugi merupakan ringkasan penerimaan bersih yang didapat dari pendapatan dikurangi seluruh biaya

1 Biaya Produksi Rp 11.226.376.951,15

2 Biaya Tetap Rp 101.536.951,15

4 Biaya Tidak Tetap Rp 11.124.840.000,00

3 Jumlah Produksi (unit) 1.080.000

5 HPP Rp 10.394,79

6 MarkUp 0,24

7 Harga Jual Rp 12.848,00

8 Total Pendapatan Rp 13.875.840.000,00

Page 76: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

54

operasi. Proyeksi laba rugi berdasarkan asumsi yang tersebut diatas mempunyai nilai yang sama tiap tahunnya yaitu total pendapatan Rp 12.488.256.000,00 dikurangi total biaya produksi Rp 11.226.376.951,15 didapatkan hasil merupakan laba kotor dari usaha ini adalah Rp 1.261.879.048,85. Sedangkan laba bersih setelah dipotong dengan Pajak penghasilan sebanyak 30% adalah sebanyak Rp 854.975.043,20. Lebih jelas perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Proyeksi Laba Rugi

Uraian Tahun – 1

Jumlah Produksi (Kg) 1.080.000

Harga Jual Rp 12.848,00

Hasil Penjualan (Rp) Rp 13.875.840.000,00

PPN (10%) (Rp) Rp 1.387.584.000,00

Total Pendapatan Rp 12.488.256.000,00

HPP (Rp/Kg) Rp 10.394,79

Total Biaya produksi (Rp) Rp 11.226.376.951,15

Laba Kotor Rp 1.261.879.048,85

Depresiasi Rp 40.486.130,00

Laba Bersih Rp 1.221.392.918,85

>100 juta ( 30% ) Rp 366.417.875,66

Total PPH ( Rp ) Rp 366.417.875,66

Net Profit Rp 854.975.043,20

4. Proyeksi Aliran Kas (Cas Flow) Aliran kas adalah laporan seluruh penerimaan dan pengeluaran kas tahunan. Berdasarkan perhitungan total nilai kas bernilai positif pada tahun ke-1 sebanyak Rp 593.913.355,46 dan di akhir masa ekonomis usaha aliran kas menjadi Rp 7.437.302.643,28. Secara lengakp aliran kas dapat dilihat pada Lampiran 9.

4.4.3.4 Analisis Kelayakan Investasi

Page 77: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

55

Kriteria penilaian kelayakn yang digunakan adalah usaha ini BEP, PP, NPV, IRR. PI Yang menggambarkan apakah usaha dikatakan layak atau tidaknya. Berdasarkan perhitungan semua komponen kriteria menunjukkan hasil usaha layak untuk diteruskan yaitu:

1. Break Effent Point (BEP)

Break Effent Point adalah keadaan dimana usaha dikatakan tidak untung dan tidak rugi. analisis titik inpas pada masalah produksi digunakan untuk menentukan tingkat produksi yang bisa mengakibatkan perusahaan dititik impas (Pujawan, 2009). Berdasarkan perhitungan titik impas pada usaha ini adalah setelah penjualan sebanyak Rp 512.144.852,13, atau sebanyak 39.861,835 kg.

2. Payback Periode (PP) Payback Periode (PP) merupakan perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutupi modal awal dari suatu proyek Nilai PP yang didapatkan adalah 2,51 tahun atau selama 30,16 bulan.

3. Net Present value (NPV) Net Present value merupakan selisih antara nilai sekarang (present value benefit) dan nilai biaya sekarang (present value cost) selama umur proyek dengan tingkat bunga tertentu. Berdasarkan perhitungan didapat besar NPV adalah Rp 7.998.656.153,57. Dan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 10. Sedangkan kriteria penilaian kelayakan dengan ketentuan sebagai berikut (Johan, 2011):

- Jika NPV bernilai positif, maka proyek dikatakan layak. - Jika NPV bernilai negatif, maka proyek tidak layak

diteruskan. Nilai NPV didapat adalah positif sehingga usaha dikatakan layak.

4. IRR

Page 78: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

56

Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa yang akan datang atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal (Sayuti, 2008). Berdasarkan perhitungan nilai IRR diperoleh sebesar 18,6%, secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 11. Kriteria kelayakan IRR adalah sebagai berikut (Johan, 2013): - IRR lebih besar dari % i biaya modal (bunga kredit)

proyek dikatakan layak. - IRR lebih kecil dari nilai % i bunga modal proyek

dikatakan tidak layak.

Nilai IRR 18,6%, nilai i saat ini adalah 10% sehigga IRR > i maka dapat disimpulkan bahwa usaha ini dikatakan layak.

5. Profitability Index (PI)

Profitability Index (PI) yang didapat adalah 1,24 merupakan perdandingan penerimana-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang dengan nilai sekarang dari investasi yang telah dilakukan. Kriteria penilaian kelayakan (Umar, 2004): - Jika PI > 1, maka usulan dikatakan menguntungkan - PI < 1, maka usulan proyek dikatakan tidak

menguntungkan. Sehingga dapat dikatakan proyek ini Layak.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Page 79: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

57

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis secara teknis industri pada industri pengolahan karet skala kecil di Kabupaten Musi Rawas pada Pabrik DMK didapatkan hasil secara proses kapasitas, dan layout dikatakan layak, sedangkan secara pemilihan teknologi dikatakan tidak layak. Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur secara proses produksi, dikatakan layak, sedangkan secara pemilihan teknologi, kapasitas yang dipilih saat ini dan layout dikatakan tidak layak sehingga perlu perbaikan.

Analisis finansial yang dilakukan pada Pabrik DMK menunjukkan hasil bahwa pabrik ini layak, sedangkan pada Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur dikatakan tidak layak. 5.2 Saran

Pabrik DMK sebaiknya memperbaiki teknologi yang digunakan, sedangkan Unit Pengolahan Karet Kelompok Tani Subur memperbaiki layout dan menambah daya mesin agar dapat memaksimalkan kapasitas mesin sehingga industri pengolahan karet skala kecil ini menjadi layak. Pada penelitian yang akan datang perlu dilakukan kajian ulang titik sensitifitas pada kenaikan dan penurunan harga pembelian bahan baku dan penjualan blanket agar dapat menjadi pengetahuan bagi para praktisi industri pengolahan karet ditengah ketidakstabilan harga karet Indonesia.

Page 80: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

58

DAFTAR PUSTAKA

Page 81: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

59

Adril, A. R. 2013. Analisis Pola Pemasaran dan Stuktur Pasar

serta Transmisi Harga Bahan Olahan Karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Palembang.

Ali, F., Suwardin, D., Purbaya, M., Hartati, E. S., dan Rahutami, S. 2009. Koagulasi Lateks Dengan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia). Jurnal Teknik Kimia, No. 2, Vol. 16, April 2009 11.

Anoraga, P., Sudantoko, J. 2002. Koperasi, Kewirausahaan

dan Usaha Kecil. Rineka Cipta. Jakarta. Hal 331-332. Bachtiar, M. 2001. Analisis Tekno-Ekonomi Pengembangan

Agroindustri Karet Busa pada Perkebuana Rakyat. SKRIPSI. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Barani, A. M. 2012. Karet Alam Sebagai ATM Petani dan

Sumber Devisa Negara. Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan. Jakarta. Hal 11-12. ISBN: 978-602-18390-0-3.

BKPM. 2012. Potensi Komoditi Karet Kabupaten. Statistik

Pertanian 2012. Kementerian Pertanian. Dilihat 2 Desember 2013.(http://regionalinvestment.bkpm.go.id/ newsipid/id/commodityarea.php?ic=4&ia=16)

BPS. 2009. Ekspor Impor Karet. Badan Pusat Statistik.

Jakarta. BSN. 2002. SNI 06-2047-2002 Bahan Olahan Karet. Badan

Standar Nasional. Jakarta. Damanik, S. 2012. Pengembangan Karet (Havea brasiliensis)

Berkelanjutan di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Perspektif Vol. 11 No. 1 /Juni 2012. Hlm 91 – 102 ISSN: 1412-8004.

Page 82: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

60

Damanik, S. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Damayanti, D. 2013. Commodities Insight. Volume 1,

January 2013. Dilihat tanggal 7 Desember 2013. (http://bankmandiri.co.id/indonesia/eriviewpdf/nbfp1419639.pdf).

Dirjenbun. 2011a. Produksi, Luas Areal dan Produktivitas

Perkebunan di Indonesia. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Dirjenbun. 2011b. Luas Areal Karet Menurut Propinsi di

Seluruh Indonesia Buku Statistik Perkebunan Tahun 2009 – 2011. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Deprin. 2009. Roadmap Industri Pengolahan Karet dan Barang Karet. Direktorat Jenderal Industri Agro Dan

Kimia Departemen Perindustrian. Jakarta. Djunaedi, A. 2000. Kelayakan Finansial. Diterjemahkan dari

Buku Basic Methods of Policy Analysis & Planning. Patton. C.V. dan Sawicki, D.S. 1986. Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ. untuk bahan kuliah MPKD UGM, Tahun Ajaran 2000. Jogjakarta.

Faturrahman, I. M. 2012. Lateks Karet Alam. Dilihat 17

Desember 2013. (http://puslitkaret.co.id/id/component/ content/article/3-latest-article/20-lateks-karet-alam.html).

Goenadi, D. H. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan

Agribisnis Karet Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Gunawan, A. 2012. Saptabina Usahatani Karet Rakyat. Balai

Penelitian Sembawa Pusat Penelitian Karet. Palembang. ISBN: 979-529-002-9. Hal 110-110.

Page 83: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

61

Gunawan, T. I. 2012. Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Pendirian Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Skala Menengah (Studi di PT. Agritama Kabupaten Pesaman Barat Sumbar). SKRIPSI. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya . Malang.

Handoko, T. H. 2005. Manajemen Operasi Edisi Kedua.

BPFE-YOGYAKARTA. Yogyakarta. Hal 89-91. Herjanto, E. 2007. Manajemen Operasi Edisi Ketiga. Penerbit

PT. Grasindo. Jakarta. Hal 127-130. Husnan, S Dan Suwarsono. 2007. Studi Kelayakan Proyek

Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Hal 34-37. Ikhsan, Sadik., Abdussamad, dan Purnomo, Joko. 2010.

Analisis Kelayakan Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Jurnal Chlorophyl Vol. 6 No. 3 Oktober 2010 halaman 201-207.

Ibrahim, Y. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Rineks Cipta.

Jakarta. Hal 24-27. Johan, S. 2011. Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis.

Graha Ilmu.Yogyakarta. Hal 110-119. Johanis, W. 2013. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpena

Hasil Pirolisis Getah Karet Alam (Hevea brasiliensis). TESIS. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. LPFE-

UI. Jakarta. Hal 47-51 Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana

Prenada Group. Jakarta. Hal 79-80.

Page 84: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

62

Manumono, Danang. 2008. Profil Karet Alam Indonesia. Jurnal Buletin Ilmiah Instiper. Volume 15. No. 2 | Oktober 2008 ISSN: 0852-8772. Hal 15-26

Najiyati, S., Danarti, Murdiatun, Damanik, L., Slamet R.T.S., dan

Suwardin, D., 2012. Difusi Teknologi Pengolahan Karet Rakyat di Kawasan Transmigrasi Mendukung Koridor Ekonomi Sumatera. Jurnal Ketransmigrasian Vol. 29 No. 1 Juli 2012. 23-33.

Nurhayati, T., Adalina. Y. 2009. Analisis Teknis Dan Finansial

Produksi Arang dan Cuka Kayu dari Limbah Industri Penggergajian dan Pemanfaatannya. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25:2 (93-107).

Parhusip, A. B. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Economic

Review No. 213. September 2008. Jakarta. Diakses tanggal 27 Maret 2014. (http://perpustakaan.lpp.ac.id/index.php?p=show_detail&id=17209#).

Premamoy, G. 2002. Polimer Science and Technology.

Calcutta University. Kalkuta. Pujawan, N. I. 2009. Ekonomi Teknik Edisi Kedua. Penerbit

Guna Widya. Surabaya. Hal 201-208. Ripkianto, Hargono,

E., Kartika, D. 2012. Pengaruh Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pembesian Balok Gerder pada PT. Wika Beton Pasuruan. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (Atpw) Surabaya, 11 Juli 2012, Issn 2301-6752 Manajemen Proyek Konstruksi E-35.

Riyanto, H. 2002. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan.

BPFE. Yogyakarta.

Page 85: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

63

Sayuti, M. 2008. Analisis Kelayakan Pabrik. Graha Ilmu. Yogyakarta. Hal 43-66.

Setiawan, D.H., Andoko, A. 2005. Petunjuk Lengkap Budi

Daya Karet. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta. Hal 19-23.

Subagyo, A. 2008. Studi Kelayakan Proyek Teori dan

Aplikasi. PT. Elex Media. Jakarta. Sucipto, A. 2011. Studi Kelayakan Bisnis Analisis Integratif

dan Studi Kasus. UIN-MALIKI PRESS. Malang. Hal 87-112.

Sugito, J. 2007. Karet: Budidaya dan Pengolahan, Strategi

Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 21. Suheryanto, D. 2009. Pemanfaatan Kayu Karet untuk

Furniture. Prosiding ISBN: 978-979-96880-5-7. Makalah pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Suheryanto, D. 2010. Pengaruh Konsentrasi Cupri Sulfat

Terhadap Keawetan Kayu Karet. Balai Besar Kerajinan dan Batik. Badan penelitian dan Pengembangan Industri – Kementrian Perindustrian RI. Disampaikan dalam Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses 2010. Issn: 1411-4216. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.

Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Proyek

Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Depdiknas. Malang.

Suryana, A. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan

Agribisnis Karet Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Page 86: ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN FINANSIAL PADA INDUSTRI ...repository.ub.ac.id/149861/1/SKRIPSI_FITRI_ALWI_AZIZAH_0911030… · analisis kelayakan teknis dan finansial pada industri

64

Suwardin, D. 2008. Road Map Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Karet. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan dan Balai Penelitian Sembawa. Palembang.

Tim Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar

Swadaya. Bogor. Hal 161-168 Umar, H. 2004. Studi Kelayakn Bisnis Edisi 2. Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hal 168-171. Utomo, T. P. 2008. Rancang Bangun Proses Produksi Karet

Remah Berbasis Produksi Bersih. Disertasi. Pasca Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian Institut Teknologi Bogor. Bogor.

Wiyanto, 2009. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas

Karet Perkebunan Rakyat Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. SKRIPSI. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.