88
ANALIS PEMA SIS PEND ASARAN J TAMA D FAKULT INS DAPATAN JAMUR T ANSARI K JULIANTO H DEPATEM TAS EKON STITUT P N USAHA TIRAM PU KABUPA SKRIPSI O EFENDY H34066068 MEN AGR NOMI DA ERTANIA BOGOR 2010 ATANI D UTIH DI K ATEN BOG Y SITEPU RIBISNIS AN MANA AN BOGO DAN SAL KECAMA GOR AJEMEN OR URAN ATAN

Analisis Keuntungan Jamur

  • Upload
    ekasep

  • View
    507

  • Download
    12

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis Keuntungan Jamur

ANALISPEMA

SIS PENDASARAN J

TAMA

D

FAKULT

INS

DAPATANJAMUR TANSARI K

JULIANTO

H

DEPATEM

TAS EKON

STITUT P

N USAHATIRAM PUKABUPA

SKRIPSI

O EFENDY

H34066068

MEN AGR

NOMI DA

ERTANIA

BOGOR

2010

ATANI DUTIH DI K

ATEN BOG

Y SITEPU

RIBISNIS

AN MANA

AN BOGO

DAN SALKECAMAGOR

AJEMEN

OR

URAN ATAN

Page 2: Analisis Keuntungan Jamur

  iii

RINGKASAN

JULIANTO EFENDY SITEPU. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Dibawah bimbingan JUNIAR ATMAKUSUMA) Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan. Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi. Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah usahatani kecil, dimana teknik budidaya yang dilakukan dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih menggunakan teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf) dalam kegiatan budidayanya.

Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani (2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari.

Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan produknya. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian, mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian dan menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara

Page 3: Analisis Keuntungan Jamur

  iiii

25 – 27 0C dan kelembaban 82 – 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu pada suhu 15 – 30 0C dan kelembaban 80 – 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer. Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini. Produksi rata-rata jumur tiram putih yang dihasilkan responden adalah sebanyak 4.645 kg dengan penggunaan log rata-rata 0.41 log. Harga rata-rata jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang dijual adalah Rp. 8000 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh petani responden di daerah penelitian selama satu periode adalah sebesar Rp 37.162.286.

Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau tidak menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata 12.571 log Keuntungan (pendapatan) usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan dan biaya (R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57. sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.

Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat. Pemasaran jamur tiram putih yang tepat harus dapat memberikan keuntungan yang sesuai dengan apa yang diberikan oleh petani. Keuntungan yang maksimal diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan produknya.

Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari, terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer dan pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk pola saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier memasarkan langsung ke konsumen.

Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memnuhi dua syarat yaitu apabila mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi.

Dilihat dari nilai rasio dan keuntungan dan biaya pemasaran yang diperoleh petani, maka dapat disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di Kecamatan Tamansari sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga diperoleh lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola saluran I sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30.

Page 4: Analisis Keuntungan Jamur

  ivi

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN SALURAN PEMASARAN JAMUR TIRAM PUTIH DI KECAMATAN

TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

JULIANTO EFENDY SITEPU H34066068

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPATEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 5: Analisis Keuntungan Jamur

  vi

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram

Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

Nama : Julianto Efendy Sitepu

NRP : H34066068

Disetujui

Pembimbing

Ir. Juniar Atmakusuma, MS

NIP. 19530104 197903 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Petanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

Page 6: Analisis Keuntungan Jamur

  vii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan

Tamansari, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar

pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2010

Julianto Efendy S

H34066068

Page 7: Analisis Keuntungan Jamur

  viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 09 juli 1985. Penulis adalah

anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Alm Meslin Sitepu dan Rasmita Br

Tarigan.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Letjen Jamin Ginting

Berastagi pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada

tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Berastagi. Pendidikan lanjutan menengah atas di

SMU Negeri 1 Berastagi diselesaikan pada tahun 2003 dan pendidikan tingkat

universitas melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program

Teknologi Perlindungan Sumberdaya Hutan diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Departemen Agribisnis,

Fakultas Ekonomi dan manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006.

Page 8: Analisis Keuntungan Jamur

  viiii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga penuls dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis

Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan

Tamansari, Kabupaten Bogor”.

Penelitian ini bertujuan menganalisis pendapatan usahatani, mengetahui

bentuk saluran pemasaran dan menganalisis efisiensi pemasaran jamur tiram putih

di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.

Penulisan skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.

Oleh karena itu, sangat dibutuhkan saran dan kritik yang bersifat membantu

(konstruktif) kearah perbaikan dan penyempurnaan sehingga dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Bogor, April 2010

Penulis

Page 9: Analisis Keuntungan Jamur

  ixi

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari kontribusi semua pihak. Sebagai

bentuk rasa syukur dan terimakasih, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan

penghargaan kepada :

1. Ayah dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak

terbatas baik moril maupun materil. Untuk kakak tercinta Nelly Magdalena

atas segala doa dan dukungannya.

2. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing yang telah membantu,

mengarahkan, membimbing dan memberikan semangat untuk menyelesaikan

proses skripsi ini.

3. Ir. Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen evaluator pada saat seminar

proposal (kolokium) yang telah memberikan masukan, perencanaan serta

perbaikan dalam penelitian.

4. Dr. Ir. Harianto, MS atas kesediaannya sebagai dosen penguji utama.

5. Arif Karyadi, Sp atas kesediaannya sebagai dosen penguji komisi pendidikan.

6. Saudara Ahmad Bangun atas kesediannya sebagai pembahas pada saat

seminar yang telah memberi masukan.

7. Semua dosen ekstensi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,

terimakasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dari perkuliahan

hingga proses penelitian berlangsung.

8. Para petani jamur tiram putih di kecamatan Tamansari yang telah berbagi

informasi teknis budidaya dan pemasaran serta lembaga tataniaga (supplier,

pengecer).

9. Ibu Endjah Hodyah atas bimbingan dan dukungannya selama penelitian ini

dilaksanakan.

10. Hartaria Ginting yang selalu ada spesial dalam suka maupun duka, serta

motivasi yang telah diberikan.

11. Adik saya Amli Ramadana Harahap dukungan selama penyelesaian

penelitian.

12. Rekan-rekan di kostan Borobodur dan Pak Timo (Iqbal, Aulia, Jonh, Majus,

Muyan, Jefri, Irfan, Bang’Budi, Erik, Gunawan, Riko, Ali, Adith, Rizal) atas

dukungan dan semangat yang diberikan.

Page 10: Analisis Keuntungan Jamur

  xi

13. Monalisa Sembiring, Nita, Aci dan Ratih atas segala dukungannya dalam

penyelesaian skripsi ini.

14. Sekretariat Ekstensi AGB (Mba’Nur, Mba’ maya, Mba’ami, Mba’Dewi,

mba’lus, Mas Aji, Mas Agus) terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya

hingg akhir studi.

15. Dan semua pihak yang ikut berkontribusi pada proses penelitian yang cukup

banyak bila disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua doa, dukungan,

dab harapan positif bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian

Bogor, April 2010

Julianto efendy Sitepu

Page 11: Analisis Keuntungan Jamur

  xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ vi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................ 4 1.3 Tujuan Masalah ....................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ............................................................................. 7 2.2 Deskripsi Jamur Tiram ............................................................ 7 2.3 Teknik Budidaya Jamur Tiram ................................................ 8 2.3.1 Bibit Jamur Tiram Putih ................................................. 11 2.3.2 Budidaya Jamur Tiram Putih ......................................... 12 2.4 Konsep Usahatani ................................................................... 15 2.5 Pendapatan Usahatani ............................................................. 15 2.6 Analisis Pendapatan Usahatani ............................................... 16 2.7 Konsep Pemasaran .................................................................. 17 2.8 Struktur Pasar .......................................................................... 18 2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................................ 18 2.10 Marjin Pemasaran................................................................... 20 2.11 Efesiensi Pemasaran ............................................................... 22 2.12 Penelitian Terdahulu .............................................................. 24

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Usahatani ........................................................................ 28

3.2 Pendapatan Usahatani .............................................................. 28 3.3 Kelembagaan Pemasaran ........................................................ 28 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................ 29

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 31 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................ 31 4.3 Metode Pengambilan Responden ............................................ 31 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................... 32

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ....................................... 32 4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran ......................... 34 4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ............................... 34 4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga ............................................ 34

4.4.4.1 Analisis Farmer’s Share ..................................... 34 4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran ................................. 35 4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan (R/C Rasio) ......................................................... 36

Page 12: Analisis Keuntungan Jamur

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi ........................ 37 5.2 Keadaan Sosial Ekonomi ........................................................ 38 5.3 Karakteristik Petani Responden ............................................... 39

5.3.1 Usia Petani ...................................................................... 39 5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani .............................................. 39 5.3.3 Pengalaman Bertani ........................................................ 40

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih ...................................... 42

6.1.1 Persiapan Bibit ................................................................ 43 6.1.2 Persiapan Media Tanam .................................................. 43

6.1.2.1 Persiapan ............................................................. 43 6.1.2.2 Pengayakan ......................................................... 44 6.1.2.3 Perendaman ........................................................ 44 6.1.2.4 Pengukusan ......................................................... 44 6.1.2.5 Pencampuran ....................................................... 44 6.1.2.6 Pengomposan ...................................................... 44 6.1.2.7 Pewadahan........................................................... 45 6.1.2.8 Sterilisasi ............................................................ 45

6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit) .......................................... 45 6.1.4 Pemeliharaan .................................................................. 45

6.1.4.1 Inkubasi .............................................................. 45 6.1.4.2 Penumbuhan ....................................................... 46

6.1.5 Panen dan Pasca Panen .................................................. 46 6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih .............................. 46

6.2.1 Penerimaan Usahatani .................................................... 47 6.2.2 Biaya Usahatani ............................................................. 47

6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ............... 50 6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................. 51

6.4.1 Fungsi Pemasaran .......................................................... 53 6.4.2 Efisiensi Pemasaran ....................................................... 55

6.4.2.1 Margin Pemasaran ............................................... 55 6.4.2.2 Farmer’s Share ................................................... 57

6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran ......................................... 58

VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .............................................................................. 59 7.2 Saran ........................................................................................ 60

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 61

Page 13: Analisis Keuntungan Jamur

 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan .................................................................. 2

2. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Produksi Jamur Tiram Putih .......................................................................... 2

3. Perkembangan EksporJamur Segar dan Olahan Nasional Tahun 2003-2007 ........................................................................... 3

4. Jumlah, Produksi, dan Produktifitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor .............................................. 4

5. Kebutuhan Bahan-bahan dalam Budidaya Jamur Tiram Putih ...... 12

6. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................... 27

7. Analisis Pendapatan Usahatani ...................................................... 33

8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan Jumlah Desa, Luas Wilayah, dan Jumlah Penduduk...................... 38

9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari Tahun 2009 .................................................................................... 38

10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan Tamansari ................................................................ 39

11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tamansari ................................................................ 39

12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani di Kecamatan Tamansari ................................................................ 40

13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari 41

14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) ............. 42

15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan) ............. 47

16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari pada Musim Tanam 2009 ...................... 48

17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Jamur Tiram Putih per Tahun. ............................................................................. 50

18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram Putih diKecamatan Tamansari .................................. 51

Page 14: Analisis Keuntungan Jamur

 

19. Fungsi Pemasaran yang dilakukan Lembaga Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari ................................. 53

20. Besarnya Margin Pemasaran pada masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih ......................................................... 56

21. Besarnya Farmer’s Share, Biaya, dan Keuntungan Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih ......... 58

Page 15: Analisis Keuntungan Jamur

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kurva Margin Pemasaran dan Nila Margin ................................... 21

2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 30

3 SaluranPemasaran Jamur Tiram Putih ........................................... 52

Page 16: Analisis Keuntungan Jamur

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Gambar Kumbung Jamur Tiram Putih ........................................... 63

2 Gambar Log Jamur Tiram Putih .................................................... 64

3 Gambar Jamur Tiram Putih ............................................................ 65

4 Kuisioner Penelitian ...................................................................... 66

5 Peta Lokasi Kecamatan Tamansari ............................................... 67

Page 17: Analisis Keuntungan Jamur

 

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor penting untuk ditangani secara

sungguh-sungguh untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan

pendapatan masyarakat. Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi yang

cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian mencakup usahatani

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan

untuk mewujudkan swasembada ketahanan pangan.

Peningkatan kebutuhan produk hortikultura menuntut adanya suatu cara

yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi produksi holtikultura. Sistem

pertanian konvensional dengan penggunaan input-input anorganik dan bahan-

bahan kimia dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif, akibatnya

terjadi masalah baru pada komoditas hortikultura seperti pencemaran lingkungan

oleh penggunaan bahan kimia berlebih, ketergantungan terhadap bahan kimia,

serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu zat kimia berlebih yang

terkandung pada komoditas sayuran.

Penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk dan pestisida terbukti dapat

meningkatkan hasil produksi pangan dan hortikultura, tetapi dalam jangka

panjang akan memberikan dampak negatif seperti menurunkan tingkat kesuburan

tanah dan merusak kelestarian ekosistem.

Salah satu komoditas pangan holtikultura yang sedikit mengandung bahan

kimia adalah jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus [Jacq. Ex. Fr.] Kummer) yang

telah dibudidayakan secara meluas di Indonesia, khususnya di daerah dataran

tinggi karena jamur tiram putih tingkat pertumbuhannya lebih tinggi pada daerah

beriklim dingin dan kelembaban yang tinggi.

Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat

dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat.

Jamur tiram merupakan makanan yang aman untuk dikonsumsi karena

penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia relatif sedikit.

Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki

keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain karena dapat tumbuh pada

media berupa limbah lignoselulosa, penggunaannya dalam proses fermentasi tidak

Page 18: Analisis Keuntungan Jamur

 

membutuhkan input yang mahal dan merupakan sumber protein nabati yang tidak

mengandung kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi setiap orang.

Protein nabati yang terkandung pada jamur tiram putih relatif sama atau

lebih tinggi dibandingkan protein sayuran lainnya dan memiliki kandungan lemak

jenuh yang rendah dibandingkan protein hewani dengan jumlah kalori yang sama

(Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Gizi Jamur Tiram Putih dan Sayuran dalam 100 gram Bahan No Bahan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) 1 Jamur Kuping 7.7 0.8 87.62 Jamur Shitake 17.7 8.0 67.53 Jamur Tiram Putih 30.4 2.2 57.64 Jamur Merang 16.0 0.9 64.55 Bayam 3.5 0.5 6.56 Kacang Panjang 2.7 0.3 7.87 Kangkung 3.0 0.3 5.48 Sawi 2.3 0.3 4.09 Wortel 1.2 0.3 9.310 Tauge 9.0 2.6 6.4

Sumber : Suriawiria, 2006

Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan protein jamur tiram putih relatif

lebih tinggi dibandingkan dengan jamur kuping, jamur shitake, jamur merang,

bayam, kacang panjang, kangkung, sawi, wortel dan tauge. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa jamur tiram putih merupakan makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dalam tubuh.

Daerah sentra jamur tiram putih tersebar di seluruh wilayah Indonesia, jika

dilihat dari jumlah produksi maka ada empat provinsi di Indonesia yang

merupakan penghasil jamur tiram putih yang terbanyak, yaitu Provinsi Jawa

Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa timur. Data produksi dan

produktivitas, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih

Provinsi Produktivitas (ton/log)

Produksi (ton)

Jawa Barat 52,20 10.173,80Jawa Tengah 143,00 2.285,10D.I Yogyakarta 127,60 777,30Jawa timur 127,60 10.231,61

Sumber : Ditjen Bina Produksi Holtikultura, 2007

Page 19: Analisis Keuntungan Jamur

 

Berdasarkan Tabel 2, Jawa tengah merupakan daerah yang memiliki

produktifitas tertinggi dibandingkan Provinsi lain dalam produksi jamur tiram

putih yaitu sebesar 143 ton per log. Sedangkan provinsi dengan produktifitas

terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar 52,2 ton per log.

Berdasarkan data dari Redaksi Terubus (2002), bahwa peluang pasar

domestik jamur tiram putih masih potensial, hal ini ditandai dengan daya serap

pasar untuk wilayah Bandung, bogor dan Sukabumi sekitar tiga ton per hari dan

baru terpenuhi sekitar 600 sampai 1000 kg per hari.

Ditinjau dari populasi penduduk Indonesia yang demikian besar dan

tersebar di beberapa provinsi disertai dengan berkembangnya industri pengolahan,

pariwisata, terkait di dalamnya industri perhotelan, restoran dan rumah makan,

maka peluang pemasaran produk jamur tiram putih di dalam negeri dan ekspor

memberikan prospek yang cerah, hal ini dapat dilihat dari ekspor jamur segar dan

olahan seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Ekspor Jamur Segar dan Olahan Nasional Tahun 2003-2007

Tahun Jamur Segar (kg) Jamur Olahan (kg) 2003 2004 2005 2006 2007

24.742.74129.270.28725.750.80631.394.52034.671.106

22.672.21726.174.07022.009.23627.146.73029.728.709

Laju (persen per tahun) 30,71 27,00Sumber : Departemen Pertanian, 2007

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor jamur segar dan

olahan di Indonesia selama periode 2003-2007 cendrung mengalami penigkatan.

Untuk jamur segar dan jamur olahan volume ekspor tertinggi pada tahun 2003

sebesar 34.671.106 kg untuk jamur segar dan 29.728.709 kg untuk jamur olahan.

Laju pertumbuhan ekspor jamur segar maupun olahan relatif tinggi yaitu sebesar

30,71 persen per tahun untuk jamur segar dan 27,00 persen per tahun untuk jamur

olahan. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya peminat jamur tiram yang

menyebabkan pasar jamur menjadi sangat potensial.

Page 20: Analisis Keuntungan Jamur

 

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu penghasil jamur tiram di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten

Bogor. Usahatani jamur tiram putih yang ada di Kabupaten Bogor adalah

usahatani kecil, hal ini dapat dilihat dari teknik budidaya yang dilakukan dalam

kegiatan budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional dimana masih

menggunakan teknologi drum (tidak ada yang menggunakan teknologi autoklaf)

dalam kegiatan budidayanya.

Tabel 4. Jumlah, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2007

No Kecamatan Jumlah (Log)

Produksi (Kg)

Produktivitas (Kg/Log)

1 Pamijahan 61.700 8.638 0,182 Leuwi sadeng 20.000 3.000 0,153 Rancabungur 34.000 4.420 0,134 Taman Sari 191.500 38.300 0,205 Cijeruk 17.000 2.040 0,126 Cisarua 780.000 173.250 0,177. Sukaraja 10.000 1.200 0,12Rata-rata 0,15

Sumber : Dinas pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2007

Dari tabel 4 tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 rata-rata tingkat

produktivitas di Kecamatan Taman Sari adalah 0,20 kg/log dan merupakan

kecamatan yang paling produktif yang memberikan sumbangan produksi jamur

tiram di Kabupaten Bogor. Sedangkan kecamatan yang produktivitasnya paling

rendah adalah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Sukaraja dengan produktivitas

0,12 kg per log.

Hasil penelitian sebelumnya bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih

menguntungkan. Hal ini diketahui dari penelitian Ruillah (2006) dan Maharani

(2007). Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan paling produktif di

Kabupaten Bogor, tetapi berdasarkan survei di lapangan bahwa jumlah petani

jamur tiram putih di lokasi penelitian hanya berjumlah tujuh petani, padahal dari

hasil penelitian sebelumya diperoleh bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih

sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, oleh karena itu perlu

dianalisis kegiatan usahatani yang ada di Kecamatan Tamansari.

Produksi jamur tiram putih sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya untuk

memperoleh produk yang berkualitas baik. Dalam kegiatan budidaya jamur tiram

Page 21: Analisis Keuntungan Jamur

 

putih, pendapatan petani dapat dipengaruhi oleh besarnya skala usaha,

ketersediaan modal, harga jual produk, ketersediaan tenaga kerja keluarga dan

tingkat pengetahuan dan pengalaman petani. Namun kenyataan yang terjadi

dilapangan bahwa petani sangat kesulitan untuk memperoleh dana, sehingga akan

menghambat petani tersebut untuk memperbesar skala usahanya, adanya campur

tangan pemerintah maupun pihak swasta sangat diperlukan untuk mengatasi

masalah tersebut.

Karakteristik jamur tiram putih yang cepat rusak, menyebabkan petani

memerlukan pemasaran yang cepat, karena jika pemasarannya tidak cepat

menimbulkan biaya penyusutan berupa penurunan harga karena kondisi jamur

tiram putih tidak segar lagi. Jauhnya daerah pemasaran dari sentra produksi

memungkinkan timbulnya resiko yaitu: (1) apabila petani menjual langsung

produknya ke konsumen akhir akan memerlukan biaya transportasi yang tinggi,

(2) apabila petani menjual produksinya di daerahnya, maka petani akan menerima

harga jual yang terlalu rendah.

Saluran pemasaran yang efesien dipengaruhi oleh lembaga-lembaga

pemasaran yang terkait di dalamnya. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat

seperti pedagang pengumpul, supplier dan pedagang pengecer berperan dalam

penentuan saluran pemasaran jamur tiram putih. Lembaga pemasaran yang

berfungsi sebagai penghubung akan menentukan pola jalur distribusi atau saluran

pemasaran komoditi jamur tiram putih. Penanganan pascapanen yang belum

sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh petani di lokasi penelitian maupun

perantara dapat menyebabkan kualitas jamur tiram putih menurun.

Lembaga-lembaga pemasaran di lokasi penelitian dalam melakukan

fungsi-fungsi pemasaran jamur tiram putih memiliki peranan yang sangat besar

dalam penyampaian poduk ke konsumen akhir, sehingga lembaga pemasaran yang

terkait memperoleh imbalan keuntungan dan marjin yang cukup tinggi.

Page 22: Analisis Keuntungan Jamur

 

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dikaji dalam

penelitian ini adalah :

1. Berapa tingkat pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah

penelitian?

2. Bagaimana bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih dari produsen

sampai ke konsumen akhir di daerah penelitian?

3. Apakah sistem pemasaran, saluran pemasaran mulai dari produsen ke

konsumen akhir pada setiap lembaga sudah efesien?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan dari

penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian.

2. Mengetahui bentuk saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah

penelitian.

3. Menganalisis efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi petani dalam usahatani

jamur tiram putih yang efesien dan dapat memberikan keuntungan

maksimum.

2. Sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Page 23: Analisis Keuntungan Jamur

 

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Jamur

Jamur termasuk ke dalam kerajaan (kingdom) fungi, jamur merupakan

organisme eukariota karena inti selnya mempunyai inti sejati, dinding sel jamur

terdiri dari zat khitin, tubuh atau soma jamur terdiri dari hifa yang berasal dari

spora, jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik karena jamur tidak

mempunyai klorofil sehingga tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri

secara fotosintesis, oleh karena itu jamur mengambil zat-zat makanan dengan

menyerap hasil penguraian materi organik (Gunawan, 2001).

Menurut Tapa Darma (2002), jamur mengalami fase vegetataif dan

generatif dalam perkembangbiakannya. Menurut sub kelasnya jamur dibedakan

menjadi dua, yakni Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur dari subkelas

Basidiomycetes lebih mudah diamati karena ukuran tubuh buahnya cukup besar,

sedangkan Ascomycetes berukuran sngat kecil (mikroskopis).

2.2 Deskripsi Jamur Tiram Putih

Menurut Muchrodi (2001), disebut jamur tiram (Pleurotus ostreatus

[Jacq. Ex. Fr] Kummer) karena bentuk tudung membulat, lonjong, dan agak

melengkung seperti cangkang tiram. Ciri fisik jamur tiram yaitu tudungnya yang

menyerupai cangkang tiram dengan diameter 5-15 cm, permukaannya licin dan

agak berminyak ketika lembab, bagian tepinya agak bergelombang, letak tangkai

lateral agak disamping tudung dan daging buah berwarna putih

Pleurotus spp. Dapat tumbuh di kayu-kayu lunak dan dapat tumbuh pada

ketinggian 600 meter dpl, dengan suhu 15º-30ºCelcius, berkembang pada pH 5,5-

7 dan kelembaban 80 persen – 90 persen. Spesies ini tidak memerlukan intensitas

cahaya tinggi karena akan merusak miselia jamur dan tubuh buah jamur. Jamur ini

bermanfaat sebagai sumber protein nabati dan berkhasiat mencegah penyakit

hipertensi dan jantung (Dania, 1998)

Page 24: Analisis Keuntungan Jamur

 

Klasifikasi lengkap pleurotus spp. menurut Cahyana (1997) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Mycetea

Divisio : Amastigomycotae

Phylum : Basidiomycotae

Kelas : Hymenomycetes

Ordo : Agaricales

Family : Pleurotaceae

Genus : Pleurotus

Spesies : Pleurotus ostreatus

2.3 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih

Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih, beberapa tahap berikut perlu

diperhatikan, seperti :

2.3.1 Sarana Produksi Jamur Tiram Putih

Menurut Cahyana (1997), sarana produksi yang diperlukan sebaiknya

dipersiapkan dahulu sebelum melakukan kegiatan produksi. Sarana produksi itu

antara lain bangunan, peralatan dan bahan-bahan induk.

Bangunan Kumbung

Budidaya jamur secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang

diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan yang diperlukan terdiri dari ruang

persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman dan ruang

pembibitan.

a. Ruang Persiapan

Ruang persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam.

Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan,

pencampuran media tanam, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat

digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan

kapur apabila skala produksi usaha itu tidak terlalu besar, namun bila skala

produksi dalam jumlah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan dalam

ruang terpisah atau gudang.

Page 25: Analisis Keuntungan Jamur

 

b. Ruang Inokulasi

Ruang inokulasi adalah ruang untuk menanam bibit pada media tanam

jamur. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterikan untuk

menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang inokulasi

diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar dan sebaiknya

ventilasi udara dipasang filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik,

hal ini untuk meminimalisasi tingkat kontaminan. Pada perusahaan dalam skala

besar biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara (air

conditioning).

c. Ruang Inkubasi

Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan

miselium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang

inkubasi biasanya disebut dengan ruang spawning. Ruang ini dilengkapi dengan

rak-rak inkubasi untuk mendapatkan media tanam yang sudah diinokulasi.

d. Ruang Pemeliharaan

Ruang pemeliharaan atau sering disebut growing digunakan untuk

menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak tempat

baglog penumbuhan tubuh buah jamur dan alat penyemprot untuk menjaga

kelembaban dan kadar air dalam pemeliharaan tubuh buah jamur

e. Ruang Pembibitan

Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan dalam pembuatan

media bibit jamur. Ruang ini diperlukan bila skala produksi sudah besar, dalam

skala produsi kecil bibit dapat dibeli dari produsen bibit sehingga ruang

pembibitan tidak diperlukan lagi.

Peralatan

Budidaya jamur tiram secara sederhana dapat dilakukan dengan alat-alat

yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol, kayu, alat pensteril, lampu

spritus.

Untuk produksi dalam kapasitas besar diperlukan peralatan yang cukup

besar sepaerti ayakan, mixer, filler, boiler dan chamber sterilizer. Mixer

digunakan sebagai alat pencampur media tanam jamur ; filler digunakan sebagai

alat pengisi media kedalam kantong plastik dalam jumlah tertentu ; boiler

Page 26: Analisis Keuntungan Jamur

 

digunakan sebagai sumber pemanas (uap) ; chamber sterilizer digunakan sebagai

alat untuk sterilisasi dalam jumlah yang besar.

Bahan – Bahan

Bahan-bahan untuk budidaya jamur tiram yang perlu dipersiapkan terdiri

dari bahan baku dan bahan pelengkap.

a. Bahan baku

Jamur tiram putih merupakan tumbuhan sapprofit dimana tumbuh dan

berkembang pada kayu atau pohon dan mengambil sari makanan dari inangnya.

Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih media tanam utama yang digunakan

adalah serbuk kayu atau serbuk gergaji supaya media hidup jamur dalam kegiatan

budidaya sama dengan di alam. Serbuk kayu yang umum digunakan dalam

kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah dari pohon sengon (Parasientes

falcataria) karena kandungan getah yang terdapat pada pohon ini relatif lebih

rendah bila dibandingkan dengan jenis pohon yang lain, karena kandungan getah

pada pohon dapat menghambat pertumbuhan miselia jamur tiram putih.

Serbuk gergaji dapat diperoleh dari pabrik pengrajin kayu. Pemilihan

serbuk gergaji sebagai bahan baku media penanaman jamur perlu memperhatikan

tingkat kebersihan dan kadar getah pada kayu untuk mengurangi kontaminan

dalam pelaksanaan budidaya jamur tiram putih.

b. Bahan tambahan

Bahan-bahan lain yang digunakan dalam budidaya jamur tiram putih pada

media plastik terdiri dari beberapa macam yaitu bekatul (dedak padi), kapur

(CaCO3), gips (CaSO4) dan dapat pula ditambahkan mineral-mineral lain.

1. Bekatul

Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai

sumber karbohidrat, sumber carbon (C), dan nitrogen (N2). Bekatul yang

digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi dari hasil penggilingan di pabrik.

Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik dan tidak rusak

2. Kapur (CaCO3)

Kapur ditambahkan pada media tanam sebagai sumber kalsium (Ca) dan

untuk menstabilkan tingkat keasaman (pH) pada media tanam. Jenis kapur yang

digunakan adalah kalsium karbonat (CaCO3). Unsur kalsium dan karbon

Page 27: Analisis Keuntungan Jamur

 

digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur bagi

pertumbuhannya.

3. Gips (CaSO4)

Gips digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk

memperkokoh media tanam, dimana dengan kondisi kokoh maka media tanam

tidak akan cepat rusak.

4. Kantong Plastik

Penggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah pengaturan

kondisi dan penanganan media selama pertumbuhan. Kantong plastik yang

digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai suhu 100ºC, jenis

plastik biasanya dipilih dari jenis polipropilen (PP). Ukuran dan ketebalan plastik

terdiri dari berbagai macam ukuran. Dalam usaha budidaya jamur tiram biasanya

yang digunakan adalah ukuran 20 x 30 cm, 17 x 35 cm, 14 x 25cm dan ketebalan

0,3 – 0 7 mm.

2.3.2 Bibit Jamur Tiram Putih

Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor

yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit

jamur. Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik

tetapi bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur

yang diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama

sekali (Gunawan, 2001)

Bibit yang dipakai sebaiknya berasal dari turunan pertama (F1) karena

dengan menggunakan turunan F2, F3 dapat menyebabkan lemahnya pertumbuhan

miselium dan dapat mengurangi produktifitas. Ada beberapa indikasi bibit yang

baik adalah sebagai berikut :

a. Bibit berasal dari varietas unggul

b. Bibit tidak terlalu tua atau sudah terlalu lama disimpan

Bibit tidak terkontaminasi

Page 28: Analisis Keuntungan Jamur

 

2.3.3 Budidaya Jamur Tiram Putih

Menurut Cahyana (1997), langkah-langkah dalam melakukan budidaya

jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu adalah sebagai berikut :

1. Persiapan

Serbuk gergaji, bekatul, gips dan kapur disiapkan sesuai dengan komposisi

perbandingannya. Perbandingan komposisi kebutuhan bahan-bahan dapt dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 5. Kebutuhan Bahan-Bahan dalam Budidaya Jamur Tiram

Formulasi Serbuk gergaji

(kg)

Bekatul

(kg)

Kapur

(kg)

Gips

(kg)

TSP

(kg)

I 100 15 5 1 -

II 100 5 2.5 0.5 0.5

III 100 10 2.5 0.5 0.5

VI 100 10 5 1 0.5

Sumber : Cahyana (1997)

Pada Tabel 5 terdapat berbagai formulasi media untuk pertumbuhan jamur

tiram. Hal tersebut berdasarkan pengalaman masing-masing pengusaha yang

dilakukan di tempat yang berbeda yang lebih menguntungkan. Berdasarkan Tabel

4 dapat dipilih salah satu formulasi yang sesuai dengan kondisi tempat budidaya.

2. Pengayakan

Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat

keseragaman yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-

potongan yang cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media

tempat tanam yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak

merata. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji.

3. Perendaman

Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah

yang terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi

untuk melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman

dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.

Page 29: Analisis Keuntungan Jamur

 

4. Pengukusan

Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80º-

90ºC selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba

yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk

menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.

5. Pencampuran

Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi

yang dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan

secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan,

terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan penggumpalan

dan komposisi media yang diperoleh tidak merata.

6. Pengomposan

Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa

kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-

senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah

diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik.

Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian

menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Proses

pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50ºC. Kadar air

dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen dengan tingkat

keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk

gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.

7. Pewadahan (log Jamur)

Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut dimasukkan

kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatif tahan panas dalam proses

sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak

optimal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk

menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik

dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain. Media tanam yang

dimasukkan ke dalam plastik polipropilen tersebut yang dinamakan log jamur atau

media tempat tumbuh jamur tiram putih.

Page 30: Analisis Keuntungan Jamur

 

8. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan

mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat

pertumbuhan miselium jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80º-90ºC selama 6-

8 jam.

9. Inokulasi (pemberian bibit)

Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan

taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit

kedalam media tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan

dengan cara membuat lubang dibagian tengah media melalui cincin sedalam tiga

per empat dari tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit

yang telah dihancurkan.

10. Inkubasi

Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai

memenuhi seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

miselia jamur adalah 22º-28ºC. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan

tampak putih merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 hari

sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat

diketahui sejak dua minggu setelah inkubasi.

11. Penumbuhan

Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap

untuk dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik

media tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media

dibuka akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan

tumbuh optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan

tubuh buah adalah pada suhu 16º-22ºC dengan kelembaban 80-90 persen.

12. Pemanenan

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal,

yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari

setelah bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan

diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk

mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong

Page 31: Analisis Keuntungan Jamur

 

hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran

yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih

lama.

2.4 Konsep Usahatani

Definisi usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal

dan manajemen yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian.

Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan

orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal

ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu

mencari keuntungan (Hernanto, 1989).

Menurut Soekartawi (1986), usahatani adalah sistem organisasi produksi

dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur

tenaga kerja yang mampu bertumpu pada anggota keluarga tani. Terdapat unsur

modal yang beranekaragam jenisnya salah satunya adalah unsur pengelolaan atau

menajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Tipe

unsur mempunyai kedudukan yang sama penting dalam usaha tani dan tak dapat

dipisahkan satu sama lain.

2.5 Pendapatan Usahatani

Berhasil atau tidaknya usahatani dapat dilihat dari besarnya pendapatan

yang diperoleh petani dalam mengelola usahatani. Pendapatan dapat didefinisikan

sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan dan biaya yang dikeluarkan.

Pendapatan yang diharapkan adalah pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan

usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik

yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan ini mencakup semua produk

yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit

atau yang disimpan digudang (Soekartawi, 1986).

Pengeluaran atau biaya usahatani merupakan nilai penggunaan sarana

produksi dan lain-lain yang dibebankan pada produk yang bersangkutan. Selain

biaya tunai yang harus dikeluarkan, ada juga biaya yang diperhitungkan yaitu nilai

pemakaian barang dan jasa yang dihasilkan dan berasal dari usahatani itu sendiri.

Page 32: Analisis Keuntungan Jamur

 

Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya

pendapatan kerja petani kalau modal dan nilai kinerja diperhitungkan.

Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun

berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan

petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam

batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan

efisiensi produksi. Tetapi ada pula faktor-faktor yang tak dapat diubah seperti

iklim dan jenis lahan (Soeharjo dan Patong,1973).

Berkaitan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986),

mengemukakan beberafa defenisi yaitu :

a. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) : nilai uang yang diterima dari

penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup

pinjaman uang untuk keperluan usahatani.

b. Pengeluaran tunai (farm payment) : jumlah biaya yang dikeluarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani, dan tidak mencakup bunga

pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.

c. Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow): selisih antara penerimaan

tunai usahatani dengan pengeluaran tunai usaha tani.

d. Penerimaan total usahatani (total farm revenue): penerimaan dari semua

sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai

penjualan hasil dan nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga.

e. Pengeluaran total usahatani (total farm expensive): semua biaya-biaya

operasional dengan tanpa menghitung bunga dari modal usahatani dan nilai

kerja dari pengelolaan usahatani. Pengeluaran ini meliputi pengeluaran tunai,

penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris dan nilai tenaga kerja

yang tidak dibayar atau tenaga kerja keluarga.

f. Pendapatan total usahatani (total farm income): merupakan selisih antara

penerimaan total dengan pengeluaran total.

2.6 Analisis Pendapatan Usahatani.

Analisis pendapatan mempunyai tujuan dan kegunaan bagi petani maupun

bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan,

yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani dan

Page 33: Analisis Keuntungan Jamur

 

menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi

seorang petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah

kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak.

Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan selain diukur

dengan nilai mutlak juga dianalisa nilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisien

adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost

ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai

dalam kegiatan usahatani bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai

penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata lain analisis rasio penerimaan atas

biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif

kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat

diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak.

Selanjutnya Soeharjo dan Patong menjelaskan bahwa usahatani dikatakan

menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari 1 dan sebaliknya suatu

usahatani dikatakan belum menguntungkan apabila nilai R/C rasio kurang dari 1.

2.7 Konsep Pemasaran

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), pemasaran adalah serangkaian

proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang

atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Kohls dan Uhl (1985)

mendefenisikan pemasaran pertanian sebagai jembatan penghubung antara

produsen dan konsumen pertanian.

Konsep paling dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan

manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kehilangan.

Berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya

dengan mempertukarkan produknya dan nilai dengan produsen. Suatu produk

adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan

kebutuha atau keinginan konsumen.

Tujuan dari pemasaran itu sendiri adalah dapat memenuhi kebutuhan yang

sesuai dengan kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Menurut Kotler (2002),

pemasaran terjadi ketika orang memutuskan untuk memuaskan kebutuhan dan

keinginan lewat pertukaran. Pertukaran adalah tindakan memperoleh obyek yang

didambakan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai penggantinya.

Page 34: Analisis Keuntungan Jamur

 

Agar terjadi suatu pertukaran, beberapa kondisi harus dipenuhi, yaitu:

1. Paling sedikit harus ada dua pihak yang berpartisipasi dan masing-masing

pihak mempunyai sesuatu yang bernilai bagi pihak lain.

2. Setiap pihak juga harus ingin berdagang dengan pihak lain dan masing-masing

harus bebas untuk menerima atau menolak tawaran pihak lain.

3. Kedua belah pihak harus berkomunikasi dan menyerahkan barang.

2.8 Struktur Pasar

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar adalah suatu dimensi

yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh pengusaha maupun industri,

jumlah perusahaan dalam pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran,

seperti “size” dan “concentrasi”, deskripsi “product” dan “product

differentiation”, syarat-syarat “entry” dan sebagainya. Berdasarkan strukturnya,

pasar dapat digolongkan atas dasar yaitu persaingan sempurna, dan persaingan

tidak sempurna.

2.9 Lembaga dan Saluran Pemasaran

Aktivitas pemasaran komoditi pertanian memerlukan pelaku-pelaku

ekonomi yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung, dengan cara

melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi-komoditi yang dipasarkan juga

bervariasi, dengan kualitas dan harga yang beragam pula. Fungsi-fungsi

pemasaran yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran juga bervariasi.

Kompleksitas permasalahan pemasaran komoditi pertanian ini menuntut adanya

suatu pendekatan (approach), sehingga permasalahan yang diteliti menjadi jelas

dan menjadi lebih mudah untuk diselesaikan (Dahl dan Hammond,1992).

Pendekatan yang biasa dilakukan dalam pemasaran produk pertanian yaitu

pendekatan komoditi (commodity approach), pendekatan fungsi (functional

approach), pendekatan lembaga (institusional approach), pendekatan teori ilmu

ekonomi (economic theorical approach), dan pendekatan sistem (system

approach). Melalui pendekatan-pendekatan tersebut pemasaran pertanian dapat

diarahkan sedemikian rupa sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pemasaran

dapat tercapai.

Page 35: Analisis Keuntungan Jamur

 

Lembaga-lembaga pemasaran dalam menyampaikan komoditi pertanian

dari produsen berhubungan satu sama lain yang membentuk jaringan pemasaran.

Arus pemasaran yang terbentuk dalam proses ini beragam sekali, misalnya

produsen berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau petani, produsen

berhubungan terlebih dahulu dengan tengkulak atau pedagang pengumpul dan

membentuk pola-pola pemasaran yang khusus. Pola-pola pemasaran yang

terbentuk selama pergerakan arus komoditi pertanian dari petani produsen

kekonsumen akhir disebut sistem pemasaran. Menurut Sudiyono (2002), lembaga

pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran,

menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta

mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu. Lembaga pemasaran

timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang

sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas

lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta

memenuhi keinginan konsumen semaksimall mungkin. Konsumen memberikan

balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa marjin pemasaran. Lembaga

pemasaran ini dapat digolongkan menurut penguasaannya. Lembaga pemasaran

dikelompokkan kedalam:

1. Pedagang perantara (merchant middlement) yang terdiri dari pengecer

(retailers) dan grosir (wholessalers).

2. Agen perantara (agen middlement) terdiri dari brokers dan komisi.

3. Pengolah (processors) dan pengusaha pabrik (manufactures).

4. Organisasi fasilitas.

Menurut Limbong dan Sitorus (1987), lembaga pemasaran adalah yang

terlibat selama proses penyampaian barang dan jasa terdiri dari produsen,

pedagang pengumpul mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai

tingkat propinsi atau pedagang besar, pengecer dan lembaga penunjang seperti

perusahaan pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, biro periklanan dan

lembaga keuangan. Lembaga-lembaga yang tersebut dikelompokkan berdasarkan

atas (1) fungsi yang dilakukan, (2) penguasaan terhadap barang, (3) kedudukan

dalam struktur pasar, dan (4) menurut bentuk usahanya.

Page 36: Analisis Keuntungan Jamur

 

Lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukan dapat

dikelompokkan atas: (1) lembaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti

pedagang pengumpul, pengecer dan grosir, (2) Lembaga yang melakukan kegiatan

fisik tataniaga seperti lembaga pengolahan, pengangkutan, (3) lembaga yang

menyediakan fasilitas tataniaga seperti; lembaga kredit, lembaga keuangan,

lembaga yang melakukan kualitas barang.

Fungsi-fungsi yang dilakukan lembaga tataniaga bermanfaat dalam

meningkatkan kegunaan bentuk, waktu, dan tempat. Fungsi pertukaran berguna

untuk memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa. Kegiatan yang

dilakukan yaitu melakukan fungsi penjualan dan pembeliaan. Fungsi fisik

merupakan fungsi yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa. Fungsi

fisik meliputi aktivitas penanganan dan pemindahan, fungsi pengangkutan dan

pengolahan. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang ditujukan untuk

memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen.

Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan,

fungsi resiko dan fungsi informasi pasar.

Fungsi standarisasi dan grading mempermudah pemberian harga,

mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan

memperluas pasar. Fungsi pembiayaan melakukan kegiatan bentuk uang untuk

memperlancar proses tataniaga. Fungsi penanggungan resiko merupakan fungsi

yang dapat menerima kemungkinan kehilangan dalam proses tataniaga yang

disebabkan karena resiko fisik dan resiko pasar. Fungsi informasi pasar berguna

dalam mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses tataniaga

menjadi lebih sempurna. Sistem tataniaga akan lebih efisien apabila informasi

yang diterima produsen dan konsumen lebih baik.

2.10 Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran ditentukan oleh struktur pasar dimana kegiatan

pemasaran terjadi. Kita dapat menghitung perbedaan harga dtingkat produsen

(petani) dan ditingkat konsumen, dengan menggunakan konsep marjin pemasaran.

Marjin pemasaran dapat di definisikan sebagai perbedaan harga yang di bayar

konsumen (harga di pengecer) dengan harga yang diterima produsen (petani)

(Dahl dan Hammond,1992).

Page 37: Analisis Keuntungan Jamur

 

Purcell (1979), Mendefinisikan marjin pemasaran sebagai alat yang biasa

digunakan untuk mengukur keragaan atau performen sistem pasar yaitu mengukur

perbedaan harga ditingkat usahatani dengan harga ditingkat pengecer.

Berdasarkan gambar 2, kita dapat mengukur nilai marjin pemasaran. Besar kecil

marjin pemasaran sering digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran relatif.

Dahl dan Hammand (1992) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai

perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr).

Sedangkan nilai marjin pemasaran (value of marketing margin) merupakan

perkalian antara margin pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan atau

(Pr - Pf) Qrf dan mengandung pengertian “markeing cost” dan “marketing charges”

(Gambar 1).

Harga

Pr

Sr Sf

Pf

Nilai marjin = (Pr – Pf) Qf

Dr

Df

Qr,f Jumlah

Gambar 1. Kurva Marjin Pemasaran dan Nilai Marjin

Keterangan: Pr = Harga ditingkat pengecer

Pf = Harga ditingkat petani

Sr = Suplai ditingkat pengecer

Sf = Suplai ditinngkat petani

Dr = Demand ditingkat petani

Df = Demand ditingkat petani

Qr,f = Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer

Pr-Pf = Marjin tataniaga

Besaran marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat

dinyatakan dari jumlah dari marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang

terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat

Page 38: Analisis Keuntungan Jamur

 

mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam

melihat efisiensi kegiatan tataniaga adalah dengan membandingkan bagian yang

diterima petani atau farmer share terhadap harga yang dibayar konsumen akhir.

Farmer share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga

yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima tataniaga sering dinyatakan

dalam bentuk persentase (Limbong dan Sitorus, 1998).

2.11 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran (Dahl dan Hammand ,1992) dapat didefenisikan

sebagai peningkatan rasio “keluaran-masukan”, yang umumnya dicapai dengan

salah satu cara dari empat cara berikut :

• Keluaran tetap konstan sedangkan masukan mengecil

• Keluaran meningkat tetapi masukan meningkat

• Keluaran meningkat dalam kadar yang lebih tinggi daripada peningkatan

masukan

• Keluaran menurun dalam kadar yang lebih rendah daripada penurunan

masukan.

Efisiensi pemasaran menurut Purcell (1979) dibagi menjadi dua tipe yaitu

efisiensi produksi dan efisiensi harga. Efisiensi produksi adalah meliputi

hubungan antara input dan output dari kegunaan produksi dalam sistem

pemasaran secara keseluruhan. Efisiensi harga adalah kapasitas dari sistem untuk

mempengaruhi perubahan ketepatan alokasi ulang dari sumber daya untuk

memelihara secara konsisten anatara yang ingin diproduksi dan yang diminta oleh

konsumen. Ukuran efisien produksi dapat dicerminkan dengan menghitung biaya

pemasaran dan margin pemasaran, sedangkan efisiensi harga diukur dengan

korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu pasar ke pasar yang

lainnya dan adanya alternatif lain pemasaran bagi produsen dan konsumen untuk

menjual atau membeli produk.

Dahl dan Hammand (1992), menjelaskan bahwa efisiensi pemasaran

adalah penilaian prestasi kerja proses pemasaran yang diukur dari peningkatan

rasio keluaran – masukan dalam proses pemasaran. Pemasaran yang sempurna

merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai sistem pemasaran. Indikasi adanya

efisiensi pemasaran adalah kondisi pasar persaingan sempurna. Tujuan dari

Page 39: Analisis Keuntungan Jamur

 

analisis pemasaran untuk mengetahui apakah sistem pemasaran yang ada efisien

atau tidak. Terdapat dua konsep efisiensi pemasaran yaitu efisiensi operasional

dan dan efisiensi harga. Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh rasio

keluaran pemasaran terhadap masukan pemasaran. Dalam pemasaran efisiensi

operasional sebenarnya sama dengan pengurangan biaya. Misalnya penggunaan

mesin untuk menggantikan pekerja agar memperoleh hasil yang seragam dengan

mutu yang lebih baik terkait dengan peningkatan efisiensi. Ukuran efisiensi harga

mengasumsikan bahwa hubungan input dan output dalam bentuk fisisk adalah

konstan. Efisiensi ini berkaitan dengan keefektifan harga dalam mencerminkan

biaya output yang bergerak melalui sistem pemasaran. Efisiensi harga diukur

dengan koefisiensi korelasi harga sebagai adanya pergerakan produk dari satu

pasar kepasar yang lainnya. Indikator lain untuk mengukur efisiensi harga adalah

tingkat keterpaduan pasar. Semakin kuat tingkat keterpaduan pasar, sistem

pemasaran akan berjalan dengan lebih efisien, karena harga pasar acuan akan

diteruskan secara langsung ke pasar lokal.

Pemasaran disebut efisien apabila tercipta keadaan dimana pihak-pihak

yang akan terlibat baik produsen, lembaga-lembaga pemasaran maupun konsumen

memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan

Sitorus,1987). Sedangkan Mubyarto (1989), menjelaskan bahwa kegiatan

pemasaran atau tataniaga dikatan efisien apabila (1) mampu menyampaikan hasil-

hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, (2)

mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harag yang dibayar

konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan produksi dan

pemasaran barang tersebut.

Soekartawi (1986), menjelaskan bahwa pasar yang tidak efisien akan

terjadi apabila biaya pemasaran sama besar dengan nilai produk yang dipasarakan

jumlahnya tidak terlalu besar. Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi

jika : (1) biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat

lebih tinggi (2) persentase perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen

tidak terlalu tinggi (3) tersedia fasilitas fisik pemasaran, dan (4) adanya kompetisi

pasar yang sehat.

Page 40: Analisis Keuntungan Jamur

 

Salah satu cara untuk mempelajari apakah suatu tataniaga telah bekerja

dengan efisien dalam satu struktur pasar tertentu adalah dengan melakukan

analisis terhadap biaya dan margin tataniaga, dan analisis terhadap penyebaran

harga dari tingkat produsen sampai ketingkat eceran(konsumen). Untuk melihat

besarnya sumbangan pedagang perantara ebagai penghubung antara produesn dan

konsumen.

2.12 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan Rahmawati (1999), mengenai Analisis Saluran

Pemasaran Manggis di desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten

Tasikmalaya, Jawa Barat, bahwa pelaku pemasaran yang terlibat menyalurkan

komoditi manggis dari petani adalah Bandar kampong, pedagang pengumpul,

grosir dan pedagang pengecer, serta untuk pasar luar negeri terdapat peran

eksportir. Petani sistem panen sendiri menjual ke Bandar kampung sebanyak tiga

orang (10 persen) sedangkan yang menjual ke pedagang pengumpul sebanyak

delapan orang (26,67 persen). Harga beli Bandar kampung dari petani sebesar Rp

623,68 per kg sedangkan bandar kampung menjual ke pedagang pengumpul

dengan harga Rp 1000 per kg untuk manggis local dan Rp 2.416,67 untuk

manggis kualitas ekspor. Adanya manggis kualitas ekspor menyebabkan

keuntungan Bandar kampung meningkat mejadi Rp 1.192,68 per kg dengan rasio

keuntungan yang lebih besar dibandingkan saluran lainnya, yaitu sebesar 1,99.

Farmer’s share yang diterima petani tertinggi sebesar 44,37 persen terdapat pada

saluran pemasaran kelima (petani → pedagang pengumpul → pedagang

pengecer), dan yang terendah adalah sebesar 3,99 persen terdapat pada saluran

kedelapan (petani → pedagang pengumpul → eksportir).

Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006), mengenai Analisis Usahatani

Jamur Tiram Putih, kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten

Bandung, jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa elastisitas produksi

yang terbesar adalah bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Adapun variable dummy

adalah lahan dan luas kumbung yang tidak berpengaruh terhadap luas produksi,

tetapi lebih di tentukan oleh jumlah log jamur yang diproduksi oleh petani.

Apabila dilihat dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa

R/C atas biaya tunai petani skala III lebih besar dibandingkan dengan skala I dan

Page 41: Analisis Keuntungan Jamur

 

II yaitu sebesar 3,75. Hal ini berarti setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh

petani skala III akan memberikan penerimaan sebesar Rp 3,75 sehingga usahatani

jamur tiram putih yang lebih efisien pada skala II.

Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul, R. P (2007), mengenai analisis

usahatani dan tataniaga ikan hias maskoki oranda di Desa Parigi mekar,

Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa saluran tataniaga melibatkan petani, pedagang pengumpul,

supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jual anakan Ikan

Maskoki Oranda di tingkat petani pembenihan ke petani pembesaran berkisar

anara Rp 130 sampai dengan Rp 150 per ekor. Harga jual Ikan Maskoki Oranda di

tingkat petani pembesaran ke pedagang pengumpul berkisar antara Rp 800 sampai

Rp 950 per ekor. Harga yang berlaku di tingkat supplier ke pedagang pengecer

berkisar antara Rp 1.400 sampai Rp 1.500 per ekor, sedangkan di tingkat pengecer

ke konsumen akhir berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per ekor. Farmer’s

share yang diterima petani pada pola satu dan dua yaitu masing-masing sebesar

39,5 persen. Pada pola ketiga rata-rata harga jual petani adalah sebesar Rp 1.116,7

peer ekor, sedangkan rata-rata harga yang Dibayar oleh konsumen akhir adalah

sebesar Rp1.250,00 per ekor. Farmer’s share yang diterima petani pada pola

ketiga sebesar 89,3 persen merupakan saluran tataniaga yang paling

menguntungkan bagi petani, karena pada saluran ini tataniaga Ikan Hias Maskoki

yang paling pendek dan efisien (petani → pedagang pengecer → Konsumen).

Farmer’s share yang tinggi dapat dicapai jika petani mampu mengefisienkan

saluran tataniaga dan meningkatkan kualitas produknya.

Maharani (2007) melakukan penelitian yang berjudu Analisis Usahatani

dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan

Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Memperoleh hasil bahwa besarnya

R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya R/C rasio atas biaya total

adalah 2,20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit

jamur tiram putih dan mnyak tanah merupakan varisabel yang berpengaruh nyata

pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan

memperhatikan penggunaan ketiga variabel tersebut maka efisiensi usahatani

Page 42: Analisis Keuntungan Jamur

 

jamur tiram putih dapat dipertahankan. Berdasarkan analisis saluran tataniaganya

dapat disimpulkan secara keseluruhan saluran tataniaganya tidak ada yang efisien,

hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh petani hampir sama, bahkan lebih

kecil dari keuntungan lembaga tataniaga lainnya.

Penelitian yang dilakukan Andry (2008) mengenai Analisis Pendapatan

Usahatani dan Saluran Tataniaga papaya California di Kecamatan Caringin,

Kabupaten Bogor, jawa Barat, menunjukkan bahwa pendapatan usahatani papaya

california di kelompokkan berdasarkan skala usaha yaitu skala kecil, skala

meengah dan skala besar. Dari analisi R/C rasio yang dilakukan diketahui bahwa

petani responden skala menengah memiliki nilai R/C rasio yang lebih besar untuk

R/C rasio atas biaya tunai dan total biaya.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada studi kasus, tempat

serta lokasi dilakukannya penelitian. Pada penelitian ini dianalisis pendapatan

usahatani dan saluran pemasaran jamur tiram putih dilokasi penelitian. Dari

penelitian terdahulu yang mendekati dengan penelitian ini adalah penelitian

Andry, mengenai Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya

California di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perbedaan

penelitian ini adalah jumlah petani responden yang digunakan, dimana pada

penelitian ini jumlah petani ada tujuh orang dan semuanya dijadikan menjadi

responden (sensus). Sedangkan pada penelitian Andry, pemilihan reponden

dilakukan berdasarkan skala usaha yang dikelompokkan berdasarkan beberapa

kategori (jumlah kelas) yang dilakukan dengan sengaja (purposive). Perbedaan

lain terletak pada komoditas yang diteliti adalah jamur tiram putih yang

merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memerlukan pemasaran yang

cepat untuk menghindari penyusutan nilai produk.

Page 43: Analisis Keuntungan Jamur

 

Tabel 6. Kajian Penelitian terdahulu No Nama Penulis Tahun Judul Metode analisis

1. Rahmawati 1999

Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus : Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, jawa Barat)

Analisis sistem usahatani, R/C rasio, Farmer’s

share

2. Ruillah 2006

Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, jawa Barat)

Analsis Pendapatan, R/C rasio,

Fungsi Produksi

3. Sitompul, R. P 2007

Analisis Usahatani dan Tataniaga Ikan Maskoki Oranda (Studi Kasus : Desa Parigi Mekar, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Analisis R/C rasio, Farmer’s

share

4. Diah Maharani 2007

Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Desa Kertawangi, kecamatan Cisarua, kabupaten Bandung, Jawa barat)

Analisis Efisiensi,

Pendapatan, Fungsi Produksi

(Cobb-Douglass) dan

analisis Farmer’s share

5. Andry 2008

Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya California (Studi Kasus : Desa Lemahduhur Kecamatan Caringin, kabupaten Bogor, Jawa barat)

Analisis R/C rasio, Farme’s

share

Page 44: Analisis Keuntungan Jamur

 

III KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

3.1 Konsep Usahatani

Usahatani adalah seluruh organisasi dari alam, tenaga kerja, modal dan

manajemen yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.

Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan

orang, baik yang terkait secara genealogis, politis maupun teritorial. Dalam hal

ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk sederhana yaitu hanya untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sampai pada bentuk yang paling modern yaitu

mencari keuntungan

3.2 Pendapatan Usahatani

Pendapatan dapat didefinisikan sebagai sisa dari pengurangan nilai

penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan adalah

pendapatan yang bernilai positif. Penerimaan usahatani adalah nilai produk total

usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

Pendapatan usahatani yang diterima seseorang petani dalam satu tahun

berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Perbedaan pendapatan

petani ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya masih dapat diubah dalam

batas-batas kemampuan petani, misalnya luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan

efisiensi produksi.

Salah satu ukuran efisien adalah penerimaan untuk setiap rupiah yang

dikeluarkan R/C rasio (Revenue cost ratio). Dalam analisis R/C rasio akan diuji

seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani bersangkutan

dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Dengan kata

lain analisis rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk

mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani, artinya dari angka rasio

penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani

menguntungkan atau tidak.

3.3 Kelembagaan Pemasaran

Pemasaran dalam menyalurkan jamur tiram putih dari produsen ke

konsumen pada usahatani kecil masih merupakan masalah, hal ini dikarenakan

kurangnya informasi pasar yang berkaitan dengan pola permintaan konsumen baik

Page 45: Analisis Keuntungan Jamur

 

jenis, jumlah, mutu, harga pokok, musim dan waktu penyerahan. Selain itu

kurangnya kemampuan strategi dalam pemasaran. Kegiatan-kegiatan pemasaran

membutuhkan biaya-biaya yang disebut biaya pemasaran. Ada berbagai tingkat

lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran yang menyebabkan

terjadinya berbagai harga di tingkat perantara maupun di tingkat konsumen.

Perbedaan harga diantara kedua lembaga tataniaga tersebut disebut sebagai marjin

tataniaga yang sebenarnya adalah harga dari jasa-jasa yang diberikan oleh

lembaga-lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1992).

Penyaluran jamur tiram dari produsen ke konsumen dilakukan dengan dua

cara, yaitu: (1) dengan menjual langsung produknya ke pasar, (2) melalui

pedagang perantara. Sebagian besar petani jamur tiram putih memasarkan hasil

produksinya melalui lembaga perantara. Sistem tataniaga seperti ini membutuhkan

biaya pemasaran untuk sampai di lokasi pemasaran. Oleh karena itu, nilai suatu

produk dapat di tetapkan dengan menghitung jumlah total dari biaya produksi dan

biaya pemasaran untuk satu satuan produk yang dihasilakan.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam keberhasilan usahatani adalah

teknik budidaya. Teknik budidaya yang kurang tepat akan mempengaruhi

produksi yang dihasilkan oleh petani. Untuk memperbaiki mutu diperlukan

penanganan yang baik mulai dari prapanen, masa panen dan pascapanen.

Salah satu cara petani untuk memperoleh imbalan keuntungan dari

usahataninya adalah dengan memasarkan hasil produksi jamur tiram putih. Sistem

pemasaran yang efisien sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Agar

sistem pemasaran dapat berjalan seefisien mungkin maka petani harus memilih

saluran pemasaran yang tepat sehingga mampu menekan biaya pemasaran.

Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari analisis saluran pemasaran dan efisiensi

pemasaran yang meliputi analisis farmer’s share, analisis margin pemasaran dan

analisis keuntungan dan biaya.

Analisis pendapatan usahatani dapat digunakan untuk mengukur tingkat

keuntungan yang diterima petani atas biaya yang dikeluarkan, kemudian

digunakan analisis rasio R/C untuk mengetahui apakah usahatani jamur tiram

putih tersebut menguntungkan atau tidak.

Page 46: Analisis Keuntungan Jamur

 

Jika usahatani tersebut menguntungkan maka petani dapat mengambil

keputusan untuk melanjutkan usahatani tersebut, sedangkan apabila mengalami

kerugian maka perlu diakukan evaluasi terhadap kegiatan usahatani jamur tiram

putih. Selanjutnya, hasil dari analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran

jamur tiram putih dapat memberikan keterangan bagi petani untuk memilih

alternatif pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan kegiatan usahatani

jamur tiram putih.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha Budidaya Jamur Tiram Putih Di Kecamatan Tamansari

Analisis Efesiensi Pemasaran

Pengambilan Keputusan Kegiatan Budidaya Jamur

Tiram Putih

Analisis Saluran Pemasaran

Efisiensi Pemasaran : • Analisis Farmer’s share • Analisis Marjin Pemasaran • Analisis Keuntungan dan

Biaya

Analisis Rasio R/C

Evaluasi Usahatani

Analisis Sistem Pemasaran

Analisis Usahatani

Page 47: Analisis Keuntungan Jamur

 

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Tamansari merupakan daerah yang

potensial untuk budidaya jamur tiram putih karena suhu daerah ini berkisar antara

25 – 27 0C dan kelembaban 82 – 90 %, dimana suhu dan kelembaban daerah

tersebut sesuai dengan kisaran suhu untuk pertumbuhan jamur tiram putih yaitu

pada suhu 15 – 30 0C dan kelembaban 80 – 90 %. Penelitian ini juga dilakukan di

sejumlah Pasar yang berlokasi di Bogor seperti Pasar Bogor, Pasar Anyar sebagai

tempat transaksi pedagang pengumpul dan pedagang pengencer.

Pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan November sampai Bulan

Desember 2009. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari

pemimpin perusahaan, petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung

kepada petani jamur tiram putih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang

telah dipersiapkan sebelumnya. Pertanyaan yang diajukan kepada petani antara

lain karakteristik petani seperti nama, umur, pendidikan dan sebagainya. Hal ini

digunakan untuk melihat gambaran umum petani didaerah penelitian. Untuk

menganalisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani jamur tiram putih diajukan

pertanyaan-pertanyaan seperti kapasitas produksi, penggunaan tenaga kerja dan

biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Selain itu wawancara juga

dilakukan terhadap supplier dan pedagang pengecer.

Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait seperti

Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Tanaman Pangan, buku, internet dan

studi literatur yang terkait dengan penelitian.

4.3 Metode Pengambilan Responden

Pemilihan responden petani jamur tiram putih dilakukan dengan

menggunakan metode sensus dikarenakan jumlah petani responden dalam

penelitian ini hanya berjumlah tujuh orang, jadi semua petani jamur tiram putih di

Page 48: Analisis Keuntungan Jamur

 

lokasi penelitian dijadikan sebagai responden dan untuk pengambilan responden

lembaga pemasaran dengan metode Snowball sampling, dimana informasi

mengenai satu responden diperoleh berdasarkan rekomendasi dari responden

utama.

Penentuan responden pada saluran tataniaga dilakukan dengan penelusuran

saluran tataniaga mulai dari tingkat petani sampai ke tingkat konsumen akhir.

Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya

sehingga jalur tataniaga tersebut tidak terputus.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis

secara kualitatif dan kuantitatif. Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk

deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan kalkulator dan

komputer. Analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani, analisis

efesiensi saluran pemasaran, yaitu: analisis marjin pemasaran analisis farmer’s

Share dan analisis keuntungan dan biaya.

4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis usahatani yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah analisis

pendapatan dan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Perhitungan

pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya dan pendapatan atas

biaya total.

Secara umum, perhitungan pendapatan atas biaya tunai dapat dinyatakan

dalam persamaan matematika sebagai berikut :

Dimana: Y = Pendapatan tunai (Rp)

NP = Nilai produksi, yang merupakan hasil jumlah fisik produk

dengan harga (Rp)

Bt = Biaya tunai (Rp)

Sedangkan perhitungan untuk pendapatan atas biaya total adalah :

Y = NP - Bt

Y = NP – (Bt + BD)

Page 49: Analisis Keuntungan Jamur

 

Dimana: Y = Pendapatan total (Rp)

NP = Nilai produksi (Rp)

BT = Biaya tunai (Rp)

BD = Biaya diperhitungkan (Rp)

Analisis selanjutnya adalah analisis efisiensi usahatani dengan

menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Rasio penerimaan atas

biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap

rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani jamur tiram putih. Dalam hal

ini jika semakin tinggi nilai R/C, maka semakin menguntungkan usahatani

tersebut. Analisis R/C dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, et al. 1986).

Dimana : Q = Total Produksi (Kg)

P = Harga Jual Produk (Rp)

Bt = Biaya tunai (Rp)

BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)

Tabel 7. Analisis Pendapatan Usahatani

No Uraian Jumlah Harga (Rp)

Nilai (Rp)

1 Penerimaan Usahatani a. Tunai

b. Tidak Tunai

Total Penerimaan 2 Biaya Usahatani a. Tunai

b. Tidak Tunai

Total Biaya 3 Pendapatan atas Biaya Tunai 4 Pendapatan atas Biaya Total 5 R/C atas Biaya Tunai 6 R/C atas Biaya Total

Usahatani dikatakan efesien apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu,

semakin besar nilai R/C rasio maka menunjukkan semakin tinggi keuntungan

usahatani tersebut. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien dari metode

lainnya, apabila mampu menghasilkan output yang lebih tinggi nilainya untuk

R/C =TotalBiaya

imaanTotalPener = BDBT

PQ+.

Page 50: Analisis Keuntungan Jamur

 

biaya yang sama atau menghasilkan keuntungan yang sama dengan biaya yang

lebih kecil.

4.4.2 Analisis Fungsi dan Saluran Pemasaran

Analisis ini menggambarkan rantai distribusi yang terjadi antara titik

produksi hingga titik konsumsi dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga yang terkait dalam saluran pemasaran tersebut. Analisis akan

dilakukan secara deskriptif dan perbandingan.

4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Analisis struktur pasar jamur tiram putih dapat dilihat dengan

mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli yang terlibat, konsentrasi pasar,

keadaan produk, dan syarat masuk-keluar pasar. Analisis perilaku pasar dilakukan

dengan mengamati sistem penentuan harga, praktek pembelian dan penjualan,

pembayaran serta kerjasama yang terjadi antara lembaga tataniaga. Analisis

struktur dan perilaku pasar disajikan secara deskriptif.

4.4.4 Analisis Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto (1989) sistem pemasaran dikatan efisien apabila

memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani

produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya, dan mampu

mengadakan pembagian yang adil bagi seluruh harga yang dibayarkan oleh

konsumen terakhir dalam kegiatan produksi. Efisiensi pemasaran dapat diabagi

menjadi dua kategori, yaitu efieiensi operasional (teknologi) dan efisiensi

ekonomi (harga). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi

operasional pada proses pemasaran suatu produk yaitu analisis margin pemasaran,  

farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya.

4.4.4.1 Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani

dengan harga yang diterima konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase.

Farmer’s Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin

tinggi marjin pemasaran maka bagian yang akan diperoleh petani (Farmer’s

Share) semakin rendah.

Page 51: Analisis Keuntungan Jamur

 

      %

Keterangan :

Fs = Farmer’s Share (%)

Pf = Harga di tingkat petani (Rp)

Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp)

4.4.4.2 Analisis Marjin Pemasaran

Analisis marjin pemasaran digunakan untuk melihat tingkat efisiensi

pemasaran jamur tiram putih. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan

pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat

lembaga tataniaga. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan

penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari

lembaga tataniaga. Analisis marjin pemasaran dapat dipakai untuk melihat

keragaan pasar yang terjadi. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), perhitungan

marjin tataniaga secara matematis dapat dilihat sebagai berikut:

Sehingga:

Berdasarkan persamaan di atas, maka keuntungan tataniaga pada tingkat ke-i

adalah:

Maka besarnya marjin pemasaran adalah:

Keterangan:

Mi = Marjin tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)

Mi = Hji – Hbi

Mi = Ci + πi

Hji – Hbi = Ci + πi

mi = ∑Mi

πi = Hji – Hbi - Ci

Page 52: Analisis Keuntungan Jamur

 

Hji = Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)

Hbi = Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)

Ci = Biaya pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)

πi = Keuntungan tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/Kg)

i = 1,2,3,.....,n

mi = Total marjin pemasaran (Rp/Kg)

4.4.4.3 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C Ratio)

Rasio keuntungan dan biaya pemasaran merupakan besarnya keuntungan

yang diterima lembaga pemasaran sebagai imbalan atas biaya pemasaran yang

dikeluarkan. Rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga pemasaran dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

Keuntungan ke-i = Keuntungan lembaga tataniaga (Rp)

Biaya ke-i = Biaya lembaga tataniaga (Rp)

Rasio Keuntungan dan Biaya =iBiayake

ikeKeuntungan−

Page 53: Analisis Keuntungan Jamur

 

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi

Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, tercatat bahwa

Kabupaten Bogor terdiri dari 30 kecamatan, 425 Desa/Kelurahan, 3.136 Rukun

Warga, 11.359 Rukun Tetangga yang terdapat dalam registrasi. Dari Jumlah desa

tersebut mayoritas desa berada pada ketinggian sekitar < 500 m dpl, yaitu 232

Desa dan 144 Desa berada pada ketinggian antara 500-700 m dpl dan 49 Desa

berada > 700 m dpl.

Lokasi penelitian tepatnya berada di Kecamatan Tamansari, Kabupaten

Bogor, Provinsi Jawa Barat yang merupakan salah satu kawasan berbukit karena

terletak di kaki Gunung Salak, oleh sebab itu secara geografis permukaan tanah di

Kecamatan Tamansari dapat dikatakan berombak dengan ketinggian 700 m dpl.

Kondisi udara di kecamatan ini sejuk dengan suhu rata-rata 250 - 300 C.

Berdasarkan ciri-ciri topografi diatas, Kecamatan Tamansari termasuk sebagai

daerah dataran tinggi sehingga cukup baik untuk budidaya dan pengembangan

komoditas jamur tiram putih. Kecamatan tamansari terletak 40 km dari Ibukota

Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat dan 96 km dari

Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Adapun batas wilayah kecamatan tamansari sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Ciomas (Bogor Selatan)

2. Sebelah Selatan : Gunung Salak

3. Sebelah Timur : Kecamatan Cijeruk

4. Sebelah Barat : Kecamatan Tenjoloya (Dramaga)

Luas wilayah Kecamatan Tamansari adalah 26.309 km yang terdiri dari

1.364.711 Ha tanah darat dan 1.266.225 Ha tanah sawah. Secara administratif

Kecamatan Tamansari terbagi dalam delapan desa yaitu terlihat dalam Tabel

berikut:

Page 54: Analisis Keuntungan Jamur

 

Tabel 8. Pembagian Wilayah Kecamatan Tamansari Berdasarkan Jumlah Desa, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk

Nama Desa Luas Wilayah (Ha)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Sirnagalih 200,59 12.760Pasir Eurih 210,88 10.736Sukamantri 639,00 13.380Tamansari 181,20 11.183Sukaluyu 301,00 7.343Sukajaya 288,65 8.297Sukajadi 503,30 7.623Sukamanah 306,31 10.580Jumlah 2.630,93 81.902

Sumber : Profil Kecamatan Tamansari (2008)

5.2 Keadaan Sosial Ekonomi

Kecamatan Tamansari merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan

Ciomas pada tahun 2001 dengan jumlah desa sebayak 8 desa, meliputi 25 dusun,

88 RW dan 353 RT. Sedangkan klasifikasi desanya adalah desa swakarya.

Menurut data sensus Kabupaten Bogor (2006), jumlah penduduk Kecamatan

Tamansari sebanyak 81.902 jiwa, yang terdiri dari 42.553 orang laki-laki dan

39.349 orang perempuan.

Ditinjau dari segi matapencahariannya, mayoritas penduduk Kecamatan

Tamansari bekerja sebagai buruh sebanyak 11.380 orang atau sebanyak 41,83

persen. Sedangkan persentase terkeciln adalah sebagai TNI/POLRI sebanyak 0,46

persen.

Tabel 9. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tamansari Tahun 2009

Mata Pencaharian Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Karyawan Swasta 6.752 24,82PNS 1.076 3,95TNI/POLRI 124 0,46Wirausaha 2.073 7,62Petani/Peternak 5.803 21,33Buruh 11.380 41,83Jumlah 27.208 100,00

Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari (2008)

Page 55: Analisis Keuntungan Jamur

 

5.3 Karakteristik Petani Responden

Dari hasil wawancara di lapangan diperoleh karakteristik usia petani,

tingkat pendidikan petani, pengalaman bertani.

5.3.1 Usia Petani

Secara umum usahatani jamur tiram putih dilakukan oleh responden

dengan rata-rata usia 46,42 tahun dengan kisaran usia 31 tahun sampai 66 tahun.

Jumlah petani berusia 31-42 tahun sebesar 42,9 persen, berusia 43-54 tahun

sebesar 28,6 persen dan responden berusia 55-56 tahun sebesar 28,6 persen.

Tabel 10. Sebaran Petani Responden Menurut Usia di Kecamatan Tamansari Tahun 2009

Umur (Tahun)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

31-42 3 42,9 43-54 2 28,6 55-66 2 28,6

Jumlah 7 100

5.3.2 Tingkat Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan petani yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi

kemampuan seseorang dalam menyerap dan memahami informasi yang

disampaikan. Pada umumnya keseluruhan responden telah terlepas dari buta huruf

dan hitung, meskipun para petani tidak memiliki pendidikan formal yang tinggi.

Pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden adalah pendidikan formal

seperti SD sampai SMU, dan belum ada reponden yang mendapat gelar sarjana

maupun yang sederajat. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan formal yang dicapai umumnya masih relatif rendah

Tabel 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan Tamansari Tahun 2009

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Tamat SD 2 28,6 Tamat SLTP 2 28,6 Tamat SMU 3 42,9 Jumlah 7 100

Page 56: Analisis Keuntungan Jamur

 

5.3.3 Pengalaman Bertani

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan

budidaya jamur tiram putih adalah dengan mengikuti pelatihan yang diadakan

instansi tertentu. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa petani

responden belum pernah mengikuti pelatihan jamur tiram. Rata-rata pengetahuan

cara budidaya jamur tiram putih diperoleh dengan cara belajar dari petani yang

telah membuka usahatani jamur tiram putih atau sebelumnya petani responden

merupakan tenaga kerja budidaya jamur tiram putih.

Pengalaman usahatani juga mempunyai peranan yang sangat penting untuk

mencapai keberhasilan usaha. Pada umumnya semakin lama pengalaman yang

dimiliki oleh petani maka cenderung kemampuan budidaya dan mengelola

usahatani jamur tiram juga akan semakin baik.

Tabel 12. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani di Kecamatan Tamansari Tahun 2009

Pengalaman Bertani (Tahun)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Tamat SD 4 57,1 Tamat SLTP 1 14,3 Tamat SMU 2 28,6 Jumlah 7 100

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata petani mempunyai

pengalaman bertani cukup lama, dengan perbandingan 57,1 persen petani

memiliki pengalaman 0-4 tahun; 14,3 persen petani dengan pengalaman 5-9 tahun

dan 28,6 persen memiliki pengalaman 10-14 tahun.

Usaha budidaya jamur tiram putih pertama kali di Kecamatan Tamansari

adalah tahun 1995 yang dipelopori oleh Ibu Endjah Hodyah yang kemudian

seiring berjalannya waktu masyarakat mulai mengenal dan mengetahui cara

budidaya jamur tiram. Petani jamur yang ada di Kecamatan Tamansari sebelum

melakukan usaha budidaya sendiri sebelumnya merupakan tenaga kerja Ibu

Endjah Hodyah dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih. Menurut hasil

wawancara petani responden bahwa usahatani jamur tiram putih merupakan mata

pencaharian pokok mereka.

Dari hasil waancara, semua petani (kelompok tani) yang ada menggunakan

teknologi drum (tidak menggunakan teknologi autoklaf). Pengertian kelompok

Page 57: Analisis Keuntungan Jamur

 

tani yang dimaksud adalah hanya sebatas nama, bukan sebagai kelembagaan

petani untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani. Petani jamur tiram yang ada

di Kecamatan Tamansari yaitu Pak Narta dengan skala usaha 11000 log, Nilyun

skala usaha 5000 log, Ibu Cucu Komalasari skala usaha 21000 log, Mu’min Soleh

12000 log, Pak Dayat 14000 log, Pak Joko 15000 log dan Ibu Endjah Hodyah

10000 log (Tabel 13).

Tabel 13. Sebaran Responden Menurut Skala Usaha di Kecamatan Tamansari

No Skala Usaha (log)

Kerusakan (%)

Produktivitas (kg/log)

Produksi (kg)

1 5000 10 0,40 1.8002 10.000 7 0,45 4.1853 11.000 10 0,40 3.9604 12.000 10 0,40 4.3205 14.000 10 0,40 5.0406 15.000 10 0,40 5.4007 21.000 7 0,40 7.812

Rata-rata 12.571 9,14 0,41 4.645 Dari Tabel 12 diperoleh bahwa rata-rata log yang digunakan petani

reponden dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah 12.571 log. Dari

ketujuh petani responden diperoleh rata-rata tingkat kerusakan (kontaminan) pada

log jamur sebesar 9,14 persen dari total log jamur yang diproduksi. Rata-rata

produktivitas jamur tiram putih di lokasi penelitian sebesar 0,41 kg per log.

Page 58: Analisis Keuntungan Jamur

 

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih

Proses budidaya jamur tiram putih dimulai dari penyediaan input usahatani yang

terdiri dari bibit jamur tiram putih, media tanam seperti serbuk kayu, dedak,

kapur, gips, tepung kanji. Sarana pendukung dalam kegiatan usahatani jamur

tiram adalah minyak tanah, spritus, plastik, karet, kapas, alkohol, cincin paralon,

gula dan bahan bakar. Input tenaga kerja diperoleh dari dalam keluarga dan tenaga

kerja luar keluarga. Berikut ini adalah Tabel tentang rata-rata penggunaan input

produksi usahatani jamur tiram putih yang ada di Kecamatan Tamansari.

Tabel 14. Penggunaan Input Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 bulan)

Input Produksi Skala Usaha (log) 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000

Bibit Jamur (Botol) 250 500 550 600 700 750 1.050Media Tanam : Serbuk Gergaji (karung) 300 600 660 720 840 960 1.260Kapur (kg) 150 300 330 360 420 450 630Gips (kg) 75 150 165 180 210 225 315Dedak (kg) 750 1.500 1.650 1.800 2.100 2.250 3.150Tepung Kanji - - 1375 - - - -Sarana Pendukung Plastik (kg) 60 120 132 144 168 180 252Karet (kg) 3,5 7 7,7 8,4 9,8 10,5 14,7Cincin (buah) 5.000 10.000 11.000 12.000 14.000 15.000 21.000Spritus (botol) 7,5 15 16,5 18 21 22,5 31,5Alkohol (botol) 5 10 11 12 14 15 21Minyak Tanah (liter) 400 800 880 960 1.120 1.200 1.680Koran (kg) 5 10 11 12 14 15 21Kapas (kg) 20 - - - - -Gula (gula) 5 10 11 12 14 15 21Formalin (buah) - 2 - - - - 4 Berdasarkan Tabel 14 penggunaan input usahatani jamur tiram putih

berbeda-beda tergantung dari jumlah log dan formulasi media. Semakin besar

jumlah log yang digunakan untuk budidaya jamur tiram, maka penggunaan jumlah

inputnya akan lebih banyak lebih banyak. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan

bibit jamur, media tanam dan sarana pendukung yang berbeda-beda jumlahnya

pada setiap skala penggunaan log tanam jamur tiram putih.

Page 59: Analisis Keuntungan Jamur

 

Perbedaan dalam penggunaan input disebabkan juga oleh formulasi media

yang dipakai oleh masing-masing petani, contoh pada media tanam ada yang

menambahkan tamabahan tepung kanji pada pencampuran media tanamnya.

Pemakaian formulasi media ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki oleh masing- masing petani

Kegiatan Budidaya Jamur tiram putih yang dilakukan di daerah penelitian

meliputi persiapan bibit, persiapan media tanam, pembibitan, pemeliharaan, panen

dan pasca panen.

6.1.1 Persiapan Bibit

Budidaya jamur yang berhasil dengan baik dipengaruhi beberapa faktor yang

perlu mendapatkan perhatian secara seksama, diantaranya adalah bibit jamur.

Meskipun semua faktor dalam budidaya jamur telah dipenuhi dengan baik tetapi

bibit jamur yang digunakan berkualitas kurang baik maka produksi jamur yang

diharapkan akan kurang memuaskan atau tidak akan menghasilkan sama sekali

Bibit jamur tiram putih yang digunakan oleh para petani didaerah

penelitian berasal dari salah satu responden yang memang telah mampu

menyediakan bibit jamur tieram putih yaitu Ibu Endjah Hodyah.

6.1.2 Persiapan Media Tanam

Dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih, dilakukan persiapan media taman

jamur (log) seperti :

6.1.2.1 Persiapan

Dalam melakukan budidaya jamur tiram putih dengan menggunakan serbuk kayu

sebagai komposisi utama untuk media tumbuh. Serbuk kayu yang biasa digunakan

dalam kegiatan budidaya jamur tiram putih adalah berasal dari serbuk gergaji

kayu sengon (Parasientes falcataria). Selain serbuk kayu, bahan-bahan lain

seperti dedak, gips, kapur (CaCO3) juga digunakan dalam mempersiapakan media

tanam jamur tiram putih.

Page 60: Analisis Keuntungan Jamur

 

6.1.2.2 Pengayakan

Serbuk gergaji yang diperoleh dari pengrajin mempunyai tingkat keseragaman

yang kurang baik karena di dalamnya biasa terdapat potongan-potongan yang

cukup besar dan tajam yang dapat merusak plastik sebagai media tempat tanam

yang berpotensi menyebabkan pertumbuhan miselia jamur tidak merata. Untuk

mengatasi hal tersebut maka dilakukan pengayakan serbuk gergaji.

6.1.2.3 Perendaman

Perendaman serbuk gergaji perlu dilakukan untuk menghilangkan getah yang

terdapat pada serbuk gergaji. Disamping itu perendaman juga berfungsi untuk

melunakkan serbuk gergaji agar mudah diuraikan oleh jamur. Perendaman

dilakukan selama 6-12 jam, kemudian serbuk gergaji ditiriskan.

6.1.2.4 Pengukusan

Pengukusan serbuk kayu yang telah direndam dilakukan pada suhu 80º-90ºC

selama 4-6 jam. Proses pengukusan ini bertujuan untuk mengurangi mikroba yang

dapat mengganggu pertumbuhan jamur tiram putih yang ditanam dan untuk

menghilngkan getah yang terkandung pada serbuk gergaji.

6.1.2.5 Pencampuran

Bahan-bahan tambahan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi yang

dibutuhkan di campur dengan serbuk gergaji. Pencampuran harus dilakukan

secara merata. Didalam proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan,

terutama serbuk gergaji dan kapur, karena dapat mengakibatkan komposisi media

yang diperoleh tidak merata.

6.1.2.6 Pengomposan

Proses pengomposan dimaksudkan untuk menguraikan senyawa-senyawa

kompleks dalam bahan-bahan bantuan mikroba sehingga diperoleh senyawa-

senyawa yang lebih sederhana. Senyawa yang lebih sederhana akan lebih mudah

diserap oleh jamur sehingga memungkinkan pertumbuhan jamur akan lebih baik.

Pengomposan dilakukan dengan cara membunbun campuran media kemudian

menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama 1-2 hari. Prosed

pengomposan yang baik ditandai dengan peningkatan suhu sekitar 50ºC. Kadar air

dalam pengomposan harus diatur pada kondisi 50-65 persen debgab tingkat

Page 61: Analisis Keuntungan Jamur

 

keasaman (pH) 6-7. Adonan yang baik adalah bila adonan itu dikepal membentuk

gumpalan, tetapi mudah dihancurkan.

6.1.2.7 Pewadahan

Setelah dilakukan pengomposan maka media tanam tersebut diamsukkan

kedalam plastik polipropilen karena plastik ini relatih tahan panas dalam proses

sterilisasi. Media yang kurang padat akan menyebabkan hasil panen yang tidak

optomal karena media cepat busuk sehingga produktifitas akan rendah, untuk

menghindari hal tersebut dalam proses pewadahan adonan dalam plastik

dipadatkan dengan menggunakan botol atau alat yang lain.

6.1.2.8 Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menginaktifkan mikroba baik

bakteri, kapang maupun khamir yang dapat menghambat pertumbuhan miselium

jamur. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80º-90ºC selama 6-8 jam.

6.1.3 Inokulasi ( Pemberian Bibit)

Inokulasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengantaburan dan

tusukan. Inokulasi secara taburan adalah dengan menaburkan bibit kedalam media

tanam secara langsung. Sementara denagan tusukan dilakukan dengan cara

membuat lubang dibagian tengan media melalui cincin sedalam tga per empat dari

tinggi media tanam, selanjutnya dengan lubang tersebut diisi bibit yang telah

dihancurkan.

6.1.4 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dalam usaha budidaya jamur tiram putih

adalah :

6.1.4.1 Inkubasi

Inkubasi merupakan proses penumbuhan miselium jamur sampai memenuhi

seluruh media tanam. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia jamur

adalah 22º-28ºC. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media akan tampak putih

merata. Biasanya media akan tampak putih merata antara 40-60 jari sejak

dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan miselia jamur dapat diketahui

sejak dua minggu setelah inkubasi.

Page 62: Analisis Keuntungan Jamur

 

6.1.4.2 Penumbuhan

Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh miselia jamur sudah siap untuk

dilakukan penumbuhan tubuh buah jamur dengan cara membuka plastik media

tumbuh yang sudah penuh miselia. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka

akan tumbuh bakal buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut akan tumbuh

optimal selama 2-3 hari. Kondisi suhu optimal dalam proses pertumbuhan tubuh

buah adalah pada suhu 16º-22ºC dengan kelembaban 80-90 persen.

6.1.5 Panen dan Pasca Panen

Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat optimal, yaitu

cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanena dilakukan lima hari setelah

bakal buah tumbuh. Ukuran jamur yang sudah siap dipanen adalah dengan

diameter 5-10 cm. Pemanenan dilakukan sebaiknya pada pagi hari untuk

mempertahankan kesegarannya. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong

hingga menjadi bagian per bagian tung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran

yang menempel pada bagian akarnya saja supaya daya simpan jamur dapat lebih

lama.

6.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih

Menurut Hernanto (1989), analisis pendapatan pada umumnya digunakan untuk

mengevaluasi kegiatan usaha pertaniandalam satu tahun, dengan tujuan untuk

membantu perbaikan pengelolaan usatani. Analisis pendapatan usahatnai

bertujuan untuk mengtahui besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang

dilakukan.

Suatu usahatani dikatakan menguntungkan juka selisih antara penerimaan dengan

pengeluaran bernilai positif. Smeakin besar selisih antar penerimaan dengan

pengeluaran maka semakin menguntungkan suatu usahatani. Selisih tersebut akan

dinamakan pendapatan atas biaya tubuai jika peneriamaan totalnya dikurangkan

dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan total usahatani diperoleh dari selisih

antar peneriamaan hasil produksi dengan pengeluaran total usaha tani (total farm

expense). Pengeluaran total usahatani jamur tiram ini terdiri dari pengluaran tetap

dan pengluaran variabel (Soekarwati, 1986).

Page 63: Analisis Keuntungan Jamur

 

6.2.1 Penerimaan Usahatani

Penerimaan merupakan hasil kali dari jumlah produksi total dan harga jual

persatuan. Produksi rata-rata jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani

responden adalah sebesar 4.645 kg dengan jumlah penggunaan log rata-rata

12.571 log. Harga rata-rata jamur tiram putih yang dijual jamur tiram putih yang

dijual adalah Rp. 8.000 per kg, sehingga rata-rata penerimaan yang diperoleh oleh

petani responden di daerah penelitian selama satu periode (tiga bulan) adalah

sebesar Rp 37.162.286 (Tabel 15). Jika dilihat produktifitasnya (jumlah produksi

per log) diperoleh bahwa produktifitas rata-rata jamur tiram putih adalah sebesar

0,41 kg per log. Produk yang dihasilkan dari usahatani jamur tiram putih yang ada

di Kecamatan Tamansari adalah merupakan jmaur tiram putih segar.

Tabel 15. Penerimaan Petani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (tiga bulan)

No Skala Usaha (log)

Kerusakan(%)

Produktivitas(kg/log)

Produk yang Dihasilkan

(Kg)

Harga (Rp)

TR Tunai (Rp)

1 5000 10,00 0,40 1.800 8.000 14.400.0002 10.000 7,00 0,45 4.185 8.000 33.480.0003 11.000 10,00 0,40 3.960 8.000 31.680.0004 12.000 10,00 0,40 4.320 8.000 34.560.0005 14.000 10,00 0,40 5.040 8.000 40.320.0006 15.000 10,00 0,40 5.400 8.000 43.200.0007 21.000 7,00 0,40 7.812 8.000 62.496.000

Rata-rata 12.571 0,09 0,41 4.645 8.000 37.162.286

6.2.2 Biaya Usahatani

Biaya Usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan

(biaya tidak tunai). Biaya tunai adalah biaya yang langsung dikeluarkan petani

dalam bentuk Rupiah yang harus dimiliki petani dalam menjalankan kegiatan

usahataninya seperti biaya pembelian bibit, pembelian bahan baku dan pendukung

serta upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan (biaya tidak tunai) digunakan

untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal, dan menilai

kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku.

Biaya penyusutan peralatan, bangunan dan sewa lahan milik sendiri juga dapat

dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan.

Page 64: Analisis Keuntungan Jamur

 

Tabel 16. Analisis Biaya Rata-rata Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (3 Bulan)

Pengeluaran Usahatani Jumlah Harga Nilai (Rp)

% Terhadap

Total Biaya Biaya Tunai Bibit Jamur (Botol) 628,571 5.000 3.142.857 13,29Serbuk Gergaji (karung) 762,857 2.000 1.525.714 6,45Kapur (kg) 377,143 1.000 377.143 1,59Gips (kg) 188,572 6.000 1.131.429 4,78Dedak (kg) 1885,714 1.000 1.885.714 7,97Tepung Kanji 196,429 4.000 785.714 3,32Plastik (kg) 150,857 10.000 1.508.571 6,38Karet (kg) 8,800 13.000 114.400 0,48Cincin (buah) 12571,420 50 628.571 2,66Spritus (botol) 18,857 6.000 113.143 0,49Alkohol (botol) 12,571 16.000 201.143 0,85Minyak Tanah (liter) 1005,714 5.000 5.028.571 21,26Koran (kg) 12,572 2.000 25.143 0,11Kapas (kg) 2,857 15.000 42.857 0,18Gula (gula) 12,571 4.200 52.800 0,22Formalin (buah) 0,857 20.000 17.143 0,07TKLK (HOK) 240,000 15.000 3.600.000 15,22Total Biaya Tunai 20.180.914 85,31 Biaya yang Diperhitungkan Penyusutan Peralatan 62.324 0,26Penyusutan Bangunan 118.304 0,50TKDK (HOK) 219,643 15.000 3.294.643 13,93Total Biaya Diperhitungkan 3.475.270 14,69 Total Biaya 23.656.185 100,00Keterangan : TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa total biaya yang dikeluarkan oleh

petani responden dalam melakukan budidaya jamur tiram putih adalah sebesar Rp

23.656.185 dengan jumlah penggunaan log rata-rata sebesar 12.571 log.

Penggunaan biaya tunai lebih besar terhadap penggunaan biaya yang

diperhitungkan yaitu sebesar Rp 20.180.914 (85,31 persen) untuk biaya tunai dan

Rp 3.475.270 (14,69 persen) untuk biaya yang diperhitungkan. Persentase terbesar

terhadap total biaya adalah dalam pengguanaan minyak tanah yaitu sebesar Rp.

5.028.571 (21,26 persen) dengan jumlah penggunaan rata-rata sebesar 1.006 liter.

Page 65: Analisis Keuntungan Jamur

 

Hal tersebut disebabkan karena minyak tanah mengalami peningkatan harga yang

cukup tinggi sehingga pengeluaran biaya usahatani meningkat.

Biaya Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang termasuk

dalam biaya tunai sedangkan biaya kerja dalam keluarga (TKDK) termasuk dalam

biaya yang diperhitungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk TKLK terhadap biaya

biaya total (upah per HOK Rp 15.000) adalah sebesar Rp 3.600.000 (15,22

persen), dimana lebih besar dibandingkan biaya TKDK sebesar Rp 3.294.643

(13,93 persen) terhadap biaya total, hal ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja

luar keluarga lebih banyak yang dipekerjakan dalam kegiatan budidaya jamur

tiram putih dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja dalam keluarga.

Biaya yang diperhitungkan yang digunakan oleh petani responden sebesar

Rp 3.475.270 (14,69 persen) yang terdiri dari : biaya penyusutan peralatan,

penyusutan bangunan dan upah tenaga kerja dalam keluarga. Pada Tabel 16 dapat

dilihat bahwa persentase penyusutan bangunan terhadap total biaya adalah sebesar

0,50 persen dan biaya penyusutan alat terhadap total biaya adalah 0,26 persen.

Jenis peralatan yang diberikan oleh petani responden dalam melakukan

kegiatan usahatani jamur tiram putih dilokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel

17. Metode yang dapat digunakan dalam menghitung nialai penyusutan peralatan

adalah metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tidak dapat digunakan

lagi setelah melewati umur teknis.

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai penyusutan peralatan

pada usahatani jamur tiram putih sebesar Rp 62.324 per tiga bulan, yaitu sebesar

0,24 persen dari total biaya, dengan nilai penyusutan peralatan terbesar adalah

handsprayer dengan nilai Rp 55.000 per tahun (Rp 13.750 per tiga bulan).

Page 66: Analisis Keuntungan Jamur

 

Tabel 17. Rata-rata Nilai Penyusutan Peralatan Usahatani Jamur tiram putih per Satu Periode (3 Bulan)

No Uraian Umur

Produktif (Tahun)

Jumlah (Buah)

Harga Satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

Penyusutan per Tahun

(Rp) 1 Drum 8 3 75.000 300.000 9.3752 Semawar 4 3 80.000 320.000 20.0003 Pompa 8 1 26.000 26.000 3.2504 Cocolok 2 4 1.500 7.500 7505 kunci 10 4 1 5.000 5.000 1.2506 Sepuyer 2 7 2.500 25.000 1.2507 Kunci Sepuyer 2 1 12.500 12.500 6.2508 Selang Tembaga 4 3 1.500 7.500 3759 Dirigen 2 6 20.000 100.000 10.00010 Karung 1 129 720 144.000 72011 Mulsa 1 12 750 13.500 75012 Tali Rapia 1 3 12.000 36.000 12.00013 Bak Angkut 4 2 12.500 37.500 3.12514 Sikup 1 2 35.000 70.000 35.00015 Sapu Lidi 1 2 1.500 3.000 1.50016 Ember 1 2 5.000 10.000 5.00017 Gayung 1 2 2.500 5.000 2.50018 Terpal 1 7 20.000 200.000 20.00019 Pisau Cutter 1 1 3.000 3.000 3.00020 Corong besar 2 1 2.500 2.500 1.25021 Buyung 2 1 25.000 50.000 12.50022 Timbangan 8 1 200.000 200.000 25.00023 Tambang 1 4 2.000 10.000 2.00024 Pengki 1 1 2.500 5.000 2.50025 Saringan kawat 2 1 15.000 15.000 7.50026 Handsprayer 4 1 220.000 220.000 55.00027 Botol Bir 1 8 200 2.000 20028 Cocolok Kayu 1 3 1.000 2.000 1.00029 Golok 4 1 25.000 25.000 6.250Penyusutan per tiga Bulan 62.324

6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih

Dalam Penelitian ini dapat dilihat pendapatan rata-rata yang diterima oleh petani

jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari dan tingkat efisiensi usahataninya

dengan menghitung R/C rasio. (Tabel 18)

Pendapatan atas total biaya untuk penggunaan log rata-rata 12.571 log dengan

rata-rata produksi 4.645 kg adalah sebesar Rp 13.506.101 sedangkan pendapatan

Page 67: Analisis Keuntungan Jamur

 

atas biaya tunai adalah sebesar Rp 16.981.372 dari Rp 23.656.185 total biaya yang

digunakan.

Berdasarkan nilai penerimaaan dan biaya tersebut maka diperoleh nilai

imbangan dan biaya ( R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap

rupiah biaya total yang digunakan petani akan memperoleh penerimaan sebesar

Rp 1,57. Sedangkan untuk R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 1,84 artinya

untuk setiap rupiah biaya tunai yang digunakan petani akan memperoleh

penerimaan sebesar Rp 1,84.

Tabel 18. Rata-rata Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Selama Satu Periode (Tiga Bulan).

Uraian Nilai Persentase (%) Penerimaan Usahatani 37.162.286 100Biaya Usahatani : Tunai 20.180.914 85.31Diperhitungkan 3.475.270 14.69Total Biaya 23.656.185 100Pendapatan atas Biaya Tunai 16.981.372 Pendapatan atas Total Biaya 13.506.101 R/C Rasio atas Biaya Tunai 1.84 R/C Rasio atas Total Biaya 1.57

Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram

putih di Kecamatan Tamansati efisien karena kedua nilai R/C rasio lebih besar

dari satu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram putih

tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. .

Pengelolaan usaha yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan

petani. Disamping itu, diperlukan juga pemasaran hasil produksi yang tepat.

Pemasaran jamur tiram putih yang tepat dapat memberikan keuntungan yang

sesuai dengan apa yang diharapkan oleh petani. Keuntungan yang maksimal

diperoleh dengan memilih saluran pemasaran yang efisien. Dari analisis

pemasaran tersebut petani dapat membuat alternatif keputusan dalam memasarkan

produknya.

6.4 Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung

dan terlibat dalam proses mengupayakan produk atau jasa tersedia untuk

dikonsumsi. Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari

Page 68: Analisis Keuntungan Jamur

 

produsen kepada konsumen. Hal ini mengatasi kesenjangan waktu, tempat dan

kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang

membutuhkan atau menginginkannya (Kotler, 2003).

Saluran pemasaran dalam penelitian ini menggambarkan proses penyampaian

jamur tiram putih dari petani sampai ke konsumen akhir. Lembaga pemasaran

yang terlibat dalam memasarkan jamur tiram putih dari petani sampai ke

konsumen akhir di Kecamatan Tamansari adalah: petani, supplier, pedagang

pengecer dan konsumen akhir. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

dengan petani responden dilokasi penelitian, maka diketahui terdapat dua pola

saluran pemasaran jamur tiram putih (Gambar 3).

Gambar 3. Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari

Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat dua pola pemasaran yang yang ada

di lokasi penelitian yaitu pola pemasaran pertama melibatkan petani, supplier,

pedagang pengecer, konsumen akhir dan pola pemasaran kedua dari petani ke

supplier dan supplier langsung memasarkan ke konsumen akhir. Pola pemasaran

pertama lebih banyak dipakai oleh petani responden yaitu sebanyak lima orang

petani (71,43 persen) yaitu petani dengan kapasitas produksi 11.000 log, 12.000

log, 14.000 log, 15.000 log dan 21.000 log. Sedangkan petani yang memilih pola

saluran kedua berjumlah dua orang (28,57 persen) yaitu petani dengan kapasitas

produksi 5.000 log dan 10.000 log.

Rata-rata produksi jamur tiram putih yang dihasilkan petani responden adalah

sebesar 4.645 kg per satu periode musim tanam (tiga bulan). Pada saluran pertama

petani menjual jamur tiram putih ke supplier dengan harga Rp 8.000 per kg,

supplier memasarkan jamur tiram putih ke pedagang pengecer dengan harga Rp

10.500 per kg dan pedagang pengecer menjual jamur tiram putih kepada

konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg. Pada saluran kedua petani

menjual jamur tiram putih kepada supplier dengan harga Rp 8.000 per kg dan

supplier langsung memasarkan produk jamur tiram putih ke konsumen akhir

Petani  Supplier  Pedagang Pengecer  Konsumen akhir

Page 69: Analisis Keuntungan Jamur

 

dengan harga Rp 12.000 per kg. Pembayaran yang dilakukan oleh supplier kepada

petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran.

6.4.1 Fungsi Pemasaran

Fungsi-fungsi pemasaran adalah mengusahakan agar pembeli atau konsumen

memperoleh barang yang diinginkan sesuai pada tempat, waktu dan harga yang

tepat. Fungsi-fungsi pemasaran dalam pelaksanaan aktifitas yang dilakukan oleh

lembaga-lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran ini yang akan terlibat dalam

proses penyampaian barang dan jasa dari prosuden sampai ketangan konsumen.

Fungsi-fungsi pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi

fasilitas (Tabel 19).

Tabel 19. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Masing-masing Lembaga Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari.

Fungsi Tataniaga Lembaga Pemasaran Petani Supplier Pengecer

Fungsi Pertukaran • Pembelian • Penjualan

- √

√ √

√ √

Fungsi Fisik • Penyimpanan • Pengangkutan • Pengemasan

- - -

- √ √

- - √

Fungsi Fasilitas • Sortasi • Grading • Penanggungan Resiko • Pembiayaan • Informasi Pasar

- - √ √ √

√ - √ √ √

- - √ √ √

1. Petani

Fungsi pemasaran yang umumnya dilakukan petani responden dilokasi penelitan

adalah fungsi penjualan, pembiayaan dan informasi harga, dimana petani tersebut

merupakan produsen yang membudidayakan jamur tiram putih dan menjual hasil

panennya. Fungsi pembiayaan para petani tersebut membiayai sendiri seluruh

modal yang dikeluarkannya untuk kegiatan budidaya jamur tiram putih.

Harga yang diterima petani berdasarkan atas kesepakatan sebelumnya dengan

supplier. Petani tersebut juga akan menanggung resiko jika harga pasar jamur

tiram putih mengalami penurunan dan kegagalan dalam kegiatan budidaya. Petani

Page 70: Analisis Keuntungan Jamur

 

responden juga melakukan informasi harga yaitu dengan melakukan pengamatan

harga yang berlaku di pasar. Harga yang diterima petani dari hasil penjualan

jamur tiram putih adalah Rp 8.000 per kg.

2. Supplier

Kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah melakukan

pembelian jamur tiram putih secara langsung dari petani responden dengan harga

Rp 8000 per kg. Fungsi fisik pemasaran yang dilakukan oleh supplier adalah

pengemasan dan pengangkutan jamur tiram putih dari daerah budidaya untuk

didistribusikan kepasar (pedagang pengecer) dan konsumen akhir. Transaksi

pembelian dan penjualan petani dengan supplier dilakukan dilokasi

pembudidayaan petani. Supplier memasarkan jamur tiram putih dari petani

responden ke pedagang pengecer atau swalayan dengan menggunakan mobil box

L 300. Sebelum jamur tiram diangkut kedalam mobil terlebih dahulu dilakukan

sortasi yaitu dengan memisahkan (menyeleksi) jamur berdasarkan bentuk, ukuran,

dan bentuk potongan jamur. Selain itu supplier juga melakukan fungsi

penanggungan resiko, dimana jika terjadi kerusakan pada produk jamur tiram

putih sebelum produk tersebut dipasarkan. Fungsi pembiayaan, dimana supplier

melakukan pembiayaan atas kegiatan pengangkutan, pengemasan dan sortasi

jamur tiram putih. Selain itu supplier juga melakukan kegiatan informasi pasar

untuk memantau harga jamur tiram putih yang berlaku di pasar.

Fungsi penjualan yang dilakukan oleh supplier adalah menjual produk jamur

tiram putih kepada pedagang pengecer dan konsumen akhir. Harga jamur tiram

putih yang dijual ke pedagang pengecer dengan harga Rp 10.500 per kg

sedangkan untuk konsumen akhir dengan harga Rp 12.000 per kg.

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh

supplier adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik

(pengangkutan dan pengemasan) dan fungsi fasilitas (sortasi, pembiyaan,

informasi pasar serta penanggungan kerusakan pada produk).

3. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga

pemasaran yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir. Pengecer adalah

Page 71: Analisis Keuntungan Jamur

 

lembaga yang membeli jamur tiram putih dari supplier dan menjualnya kembali

ke konsumen akhir dalam bentuk segar.

Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengecer adalah fungsi pembelian,

dimana pedagang pengecer membeli produk jamur tiram putih dari supplier

dengan harga Rp 8.000 per kg. Sebelum memasarkan produk jamur tiram putih ke

konsumen akhir maka pedagang pengecer melakukan fungsi pengemasan terhadap

produk jamur tiram putih. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi

penanggungan resiko, dimana jika produk jamur tiram putih rusak atau tidak habis

terjual maka pedagang pengecer akan menanggung resiko kerugian. Didalam

memasarkan produknya ke konsumen akhir, pedagang pengecer akan dikenakan

biaya retribusi. Sebelum menjual produk jamur tiram putih, pedagang mengecer

terlebih dahulu melakukan kegiatan informasi harga jamur tiram putih di pasar

Fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah menjual

produknya ke konsumen akhir dengan harga Rp 13.500 per kg.

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa fungsi pemasaran yang dilakukan oleh

pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi

fisik (pengemasan) dan fungsi fasilitas (pembiyaan, informasi pasar serta

penanggungan kerusakan pada produk) di pasar.

6.4.2 Efisiensi Pemasaran

Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori menjadi dua kategori yaitu

efisiensi opersional (teknologi) dan efisiensi ekonomi (harga). Analisis yang dapat

digunakan untuk menentukan efisiensi operasioanal pada proses pemasaran suatu

produk yaitu analisis margin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan

biaya.

6.4.2.1 Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayarkan

konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga

dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran dari

tingkat produsen sampai konsumen akhir. Adanya perbedaan dari setiap lembaga

akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga

yang lain sampai ketingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang

terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai ke titik

Page 72: Analisis Keuntungan Jamur

 

konsumen maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik

produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar konsumen.

Tabel 20. Besarnya Marjin Pemasaran pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih.

Keterangan Pola Saluran Pemasaran 1 2

(Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%) Produsen Harga Jual 8.000,00 59,26 8.000,00 66,67Biaya Produksi 5.091,00 37,71 5.091,00 42,43Keuntungan 2.909,00 21,55 2.909,00 24,24 Supplier Harga Beli 8.000,00 59,26 8.000,00 66,67Biaya : Pengangkutan 232,00 1,72 232,00 1,93Sortasi 75,00 0,56 75,00 0,63Pengemasan 123,00 0,91 123,00 1,03Total Biaya 430,00 3,19 430,00 3,58Harga Jual 10.500,00 77,78 12.000,00 100,00Keuntungan 2.070,00 15,33 3.570,00 29,75Marjin 2.500,00 18,52 4.000,00 33.33 Pedagang Pengecer Harga Beli 10.500,00 77,78 Biaya : Retribusi 116,00 0,86 Pengemasan 123,00 0,91 Total Biaya 239,00 1,77 Harga Jual 13.500,00 100,00 Keuntungan 2.761,00 20,45 Marjin 3.000,00 22,22 konsumen Akhir Harga Beli 13.500,00 100 12.000,00 100,00Total Biaya pemasaran 669,00 4.956 430,00 3,58Total Keuntungan 4.831,00 35.79 3.570,00 29,75Total Marjin 5.500,00 40.74 4.000,00 33,33Rasio keuntungan/Biaya 7,22 8,30

Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa margin pemasaran pada pola saluran

satu yaitu sebesar Rp 5.500 per kg (40,74 persen), yang melibatkan produsen

jamur tiram, supplier, pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin terbesar

berada pada pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 3.000 per kg (22,22 persen).

Page 73: Analisis Keuntungan Jamur

 

Pada pola saluran ini, biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh supplier yaitu

sebesar Rp 430 per kg (3,19 persen) dari harga jual akhir. Biaya ini digunakan

untuk kegiatan pengangkutan, sortasi dan pengemasan jamur tiram putih,

sedangkan biaya pemasaran pada pedagang pengecer adalah sebesar Rp 239 per

kg (!,77 persen) dari harga jual akhir.

Pada pola saluran kedua diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen),

yaitu mulai dari petani, kemudian supplier dan langsung didistribusikan kepada

konsumen akhir. Biaya pemasaran yang dikeluarkan supplier sebesar Rp 430 per

kg (3,58 persen) dari harga jual akhir.biaya ini digunakan untuk kegiatan

pengangkutan, sortasi dan pengemasan.

Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya

keuntungan dan biaya yang dikeluarkan, dari Tabel tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa rasio keuntungan dan biaya petani pada saluran kedua lebih

tinggi daripada saluran pertama. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga pada

saluran kedua adalah sebesar 8,30 yang artinya bahwa setiap satu rupiah biaya

tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 8,30. Sedangkan rasio

keuntungan dan biaya pada saluran kedua sebesar 7,22 yang artinya setiap satu

rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memperoleh hasil sebesar 7,22.

6.4.2.2 Farmer’s Share

Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi pemasaran adalah

dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share terhadap

harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Semakin besar bagian yang diterima

petani maka alur pemasaran akan dianggap semakin efisien. Perbedaan bagian

yang diterima petani dapat dilihat dari masing-masing pola saluran pemasaran

yang terdapat di Kecamatan Tamansari (Tabel 21).

Tabel 21. Besarnya Farmer’s Share, Biaya dan Keuntungan Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih.

Keterangan Saluran 1 Saluran 2 Farmer's share (%) 59,26 66,67Keuntungan Petani (%) 21,55 24,24Biaya Tataniaga (%) 4,96 3,58Keuntungan Lembaga Tataniaga (%) 35,79 29,75Harga di Tingkat Konsumen Akhir (%) 100,00 100,00

Page 74: Analisis Keuntungan Jamur

 

Pada Tabel 21 terlihat besarnya bagian yang diterima oleh petani pada pola

saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga jual pedagang pengecer.

Sedangkan pada pola saluran dua petani memperoleh farmer’s share sebesar

66,67 persen dari harga jual pedagang pengecer ke konsumen akhir. Sehingga

dapat disimpulkan, bahwa pola saluran yang paling menguntungkan petani dari

segi pendapatan atau bagian yang diperoleh adalah pada pola saluran kedua.

6.4.3 Analisis Efisiensi Pemasaran

Sistem pemasaran dikatakan efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu apabila

mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan

biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil bagi

seluruh harga yang dibayarkan oleh konsumen terakhir dalam kegiatan produksi.

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa sistem saluran pemasaran

yang paling menguntungkan bagi petani dari segi pendapatan terdapat pada pola

saluran kedua karena petani tersebut memperoleh farmer’s share (bagian yang

diterima petani) sebesar 69,57 persen, sedangkan pola saluran satu petani hanya

memperoleh farmer’s share sebesar 59,26 persen. Begitu juga dengan rasio

keuntungan dan biaya yang diperoleh petani pada pola saluran pemasaran dua

(8,30) lebih besar dari rasio keuntungan dan biaya petani pada pola saluran satu

(7,22). Namun berdasarkan ukuran efisiensinya dapat disimpulkan bahwa kedua

pola saluran pemasaran tersebut sudah efisien dikarenakan nilai rasio keuntungan

dan biaya yang diperoleh petani pada kedua pola saluran tersebut lebih besar dari

satu.

Page 75: Analisis Keuntungan Jamur

 

VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan proses budidaya yang dilakukan petani responden, dalam

proses produksi yang dilakukan masih menggunakan teknologi drum atau

tidak menggunakan teknologi autoklaf, dengan penggunaan log rata-rata

12.571 log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan

dan biaya (R/C rasio) total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya

total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp

1,57. sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang

artinya untuk setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh

penerimaan sebesar Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

usahatani jamur tiram tersebut menguntungkan karena R/C rasio lebih dari

satu dan layak untuk dikembangkan.

2. Pada saluran pemasaran jamur tiram putih di Kecamatan Tamansari,

terdapat dua bentuk pola pemasaran. Pola pemasaran I, petani menjual ke

supplier, kemudian supplier menjual jamur tersebut ke pedagang pengecer

dan pedagang pengecer menjual lagi ke konsumen akhir. Sedangkan untuk

pola saluran II, petani menjual produknya kepada supplier dan supplier

memasarkan langsung ke konsumen akhir. Pembayaran yang dilakukan

oleh supplier kepada petani dengan cara tunai (cash) atau angsuran.

Berdasarkan analisis margin pemasaran pola saluran satu diperoleh margin

sebesar Rp 5500 per kg (40,74 persen) sedangkan pada pola saluran kedua

diperoleh margin sebesar Rp 4.000 per kg (33,33 persen). Berdasarkan

nilai rasio keuntungan dan biaya pemasaran yang diperoleh, maka dapat

disimpulkan bahwa pola pemasaran yang ada di Kecamatan Tamansari

sudah efisien karena nilai rasio keuntungan dan biaya tataniaga diperoleh

lebih besar dari satu. Nilai rasio keuntungan dan biaya pola saluran I

sebesar 7,22 dan pada pola saluran II sebesar 8,30. Sedangkan jika dilihat

farmer’s share, pola saluran satu adalah sebesar 59,26 persen dari harga

jual pedagang pengecer. Sedangkan pada pola saluran dua petani

memperoleh farmer’s share sebesar 66,67 persen dari harga jual pedagang

pengecer ke konsumen akhir. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa pola

Page 76: Analisis Keuntungan Jamur

 

saluran yang paling menguntungkan petani dari segi pendapatan atau

bagian yang dibayarkan oleh konsumen akhir adalah pada pola saluran

kedua.

7.2. Saran

1. Dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih yang menguntungkan,

disarankan untuk bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait seperti

koperasi dan kelompok tani, untuk pengembangan kegiatan usahatani dan

mempermudah petani dalam memasarkan jamur tiram putih.

2. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan penelitian di

kecamatan lain di Kabupaten Bogor untuk membandingkan sebaran petani

responden dan kapasitas produksi log jamur tiram putih.

Page 77: Analisis Keuntungan Jamur

 

DAFTAR PUSTAKA Andry. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Pepaya

California (Studi Kasus : Desa Lemahduhur, Kecamatan caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Cahyana, Y. A. 1997. Pembibitan dan Budidaya Jamur Tiram Putih. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Dahl, Dale C. and Hammond J.W,1992. Market and Proce Analysis. The Agriculture Industries. Mc. Graww-Hill Book Company, Inc.

Dania. 1998. Teknik Budidaya Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta.

Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007. Monografi Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bogor.

Direktorat Jendral Bina Produksi 2007. Statistik Produksi Holtikultura. Pusat Data dan Informasi. Jakarta.

Gunawan, A. W. 2001. Usaha Pembibitan Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta

Kohls, R.L and J.N.Uhl,1985. Marketing of Agriculture Product. Seventh Edition. Purdue University. Maccmillan Publishing Company. New York.

Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Prenhallindo. Jakarta

Limbong, W.H dan P. Sitorus, 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Maharani, Diah. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mosher. 1966. Menggerakkan dan Membangun pertanian. CV Sasaguna. Jakarta.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Muchrodi. 2001. Jamur Tiram Putih. Penebar Swadaya. Jakarta .

Purcell, Wayne. D. 1979. Agriculture Marketing System, Coordination. Cash and Future Prices. Reston Publishing Company.Inc. Reston

Rahmawati. 1999. Analisis Saluran Pemasaran Manggis (Studi Kasus : Desa Puspahiang, Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Redaksi Terubus. 2002. Pengalaman Pakar dan Praktisi Budidaya Jamur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 78: Analisis Keuntungan Jamur

 

Ruillah. 2006. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sitompul, R. P. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga ikan Hias Maskoki Oranda [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soeharjo dan Patong. 1973. ilmu Usahatani. Penebar Jaya. Jakarta

Soekartawi. 1986. Ilmu usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta.

Soekartawi. 1989. Teori Ekonomi Produksi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sudiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. CV Alfa Beta. Bandung

Suriawiria. 2006. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Cetakan Kelima. Yogyakarta.

Tapa Darma, I. G. K. 2002. Budidaya Jamur Pangan. Laboratorium Patologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Page 79: Analisis Keuntungan Jamur

 

Lampiran 1. Gambar Kumbung Jamur Tiram Putih 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 80: Analisis Keuntungan Jamur

 

Lampiran 2. Gambar Log Jamur Tiram Putih 

 

 

 

 

 

 

Page 81: Analisis Keuntungan Jamur

 

Lampiran 3. Gambar Jamur Tiram Putih 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 82: Analisis Keuntungan Jamur

 

Lampiran 4 Kuisioner Penelitian

KUISIONER USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH

Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor

Hari/Tanggal : Waktu : A. IDENTITAS DIRI No Pertanyaan Jawaban 1 Nama 2 Alamat 3 No.Telepon 4 Umur

5 Jenis kelamin ( ) Pria ( ) Wanita

6 Pendidikan ( ) Tidak Sekolah ( ) SMA/SMK ( ) SD ( ) Diploma ( ) SMP/MTS ( ) Sarjana

7 Jumlah tanggungan 8 Jenis usaha yang dilakukan 9 Lama menjalankan usaha 10 Alasan berusahatani jamur tiram

11 Keterlibatan anggota keluarga dalam usaha tani jamur tiram

12 Jarak lokasi budidaya dengan rumah

13 Perkiraan ketinggian lokasi budidaya

14 Usaha sampingan 15 Pendapatan usaha sampingan B. INVESTASI No Pertanyaan Jawaban 1 Modal awal

2 Sumber kepemilikan modal ( ) Pribadi ( ) Kerjasama ( ) Pinjaman ( ) Lainnya….

Kuisioner ini digunakan sebagai data primer dalam rangka penyusunan skripsi (penelitian) yang berjudul

“Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Jamur Tiram” Oleh Julianto Efendy Sitepu (H 34066068)

Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Page 83: Analisis Keuntungan Jamur

 

3 Sumber peminjaman ( ) Bank ( ) Pengumpul ( ) Koperasi ( ) Lainnya….. ( ) Kelompok tani

4 Bunga peminjaman/lainnya

5 Luas lahan yang digunakan untuk budidaya jamur tiram

……………m2

6 Status kepemilikan lahan yang digunakan untuk budidaya jamur tiram

( ) Pribadi ( ) Sewa ( ) Lainnya………

7 Besarnya biaya sewa

8 Jumlah kumbung produksi yang dimiliki

……………Kumbung

PROFIL KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)

Kumbung Tahun Pembuatan

Umur Produktif

Biaya Pembuatan

Luas (m2)

Kapasitas (log)

Biaya Perbaikan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

BANGUNAN YANG DIMILIKI KUMBUNG PRODUKSI (BUDIDAYA)

No Ruang Tahun Pembuatan

Umur Produktif

Biaya Pembuatan

Biaya Perbaikan

Luas (m2)

1 Persiapan 2 Sterilisasi 3 Inokulasi 4 Inkubasi 5 Produksi 6 Gudang 7 8 9

PERALATAN PENUNJANG PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH

Page 84: Analisis Keuntungan Jamur

 

No Uraian Umur

Produktif (Tahun)

Jumlah (Buah)

Harga Satuan (Rp)

Nilai (Rp)

1 Drum 2 Semawar 3 Pompa 4 Cocolok 5 kunci 10 6 Sepuyer 7 Kunci Sepuyer 8 Selang Tembaga 9 Dirigen

10 Karung 11 Mulsa 12 Tali Rapia 13 Bak Angkut 14 Sikup 15 Sapu Lidi 16 Ember 17 Gayung 18 Terpal 19 Pisau Cutter 20 Corong besar 21 Buyung 22 Timbangan 23 Tambang 24 Pengki 25 Saringan kawat 26 Handsprayer 27 Botol Bir 28 Cocolok Kayu 29 Golok

C. USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH 1. Berapa baglog jamur tiram yang dibudidayakan untuk satu kali musim panen?

………………..baglog 2. Berapa baglog jamur tiram yang terkontaminasi dari total baglog yang dibuat

untuk satu kali membuat adonan baglog jamur tiram ? ………………..baglog

3. Jumlah kerja dalam satu hari ………………… HOK 4. Komponen biaya yang dibutuhkan untuk membuat satu adonan baglog jamur tiram.

Page 85: Analisis Keuntungan Jamur

 

KOMPONEN PENGELURAN

No Uraian Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

BIAYA VARIABEL 1 Bibit 2 Serbuk gergaji 3 Bekatul 4 Gips 5 Kapur 6 Serbuk jagung 7 TSP 8 Urea 9 SP 36 10 Kapas 11 Minyak tanah 12 Kantong plastik 13 Alkohol 14 Karet 15 Pplastik wrap 16 Kertas stereofoam 17 Cincin bamboo 18 Spritus 19 Formalin 20 Stiker logo 21 Penurunan nilai inventaris 22 23 24 25 26 27 28 Biaya pengemasan 29 Biaya pengangkutan 30 Biaya retribusi 31 Biya pemasaran 32 33 Total Biaya Variabel BIAYA TETAP 34 Upah TK tetap (luar

keluarga)

35 Upah TK tetap (dalam keluarga)

36 Biaya transportasi

Page 86: Analisis Keuntungan Jamur

 

37 Lisrik 38 Air 39 Bahan bakar 40 41 42 43 TOTAL BIAYA TETAP KOMPONEN PENERIMAAN

No Uraian Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

1 Jamur tiram

2 Jamur tiram yang dikonsumsi rumah tangga

3 Media tanam

4 Kompos bekas media tanam

5 Peningkatan nilai inventaris

6 7 8 9 10

PEMASARAN a. Jamur Tiram segar

No Tujuan Pemasran Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

Frekuensi Pemasok

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Total

Page 87: Analisis Keuntungan Jamur

 

b. Media Tanam Jamur (LOG)

No Tujuan Pemasran Jumlah Harga Satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

Frekuensi Pemasok

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Total

Page 88: Analisis Keuntungan Jamur

L

Lampiran 55. Peta Lokasi Kecamataan Tamansarri