155
ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2019 SKRIPSI Oleh : IGA SARI SIREGAR 1801032045 PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN 2019

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA

SAKIT (MTBS) DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA

DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR

KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh :

IGA SARI SIREGAR

1801032045

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN

FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

MEDAN

2019

Page 2: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA

SAKIT (MTBS) DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI

PUSKESMAS PASAR GAMBIR

KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memeroleh gelar Sarjana

Terapan Kebidanan (S.Tr.Keb) pada Program Studi D4

Kebidanan Fakultas Farmasi dan Kesehatan

Institut Kesehatan Helvetia

Oleh :

IGA SARI SIREGAR

1801032045

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN

FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN

INSTITUT KESEHATAN HELVETIA

MEDAN

2019

Page 3: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

Judul Proposal : Analisis Penerapan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) dengan Kejadian ISPA

Balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019

Nama Mahasiswa : Iga Sari Siregar

Nomor Pokok Mahasiswa : 1801032045

Minat Studi : D4 Kebidanan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Medan, Agustus 2019

Pembimbing-I

Jitasari Tarigan Sibero, SST, S.Pd, M.Kes

Pembimbing-II

Mila Syari, SST, M.Keb

Ketua Program Studi D-IV Kebidanan

Fakultas Farmasi dan Kesehatan

Institut Kesehatan Helvetia Medan

(Elvi Era Liesmayani, S.Si.T, M.Keb)

Page 4: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

Telah diuji pada tanggal September 2019

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Jitasari Tarigan Sibero, SST, S.Pd, M.Kes

Anggota : 1. Mila Syari, SST, M.Keb

2. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M.SC, M.Kes

Page 5: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar

akademik Sarjana Terapan Kebidanan (S.Tr.Keb), di Institut Kesehatan

Helvetia.

2. Skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim

Penelaah/Tim Penguji.

3. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik pencabutan gelar yang telah diperoleh

karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di

perguruan tinggi ini.

Medan, September 2019

Yang membuat pernyataan

Iga Sari Siregar

1801032045

Page 6: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

i

Page 7: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

ii

ABSTRAK

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

(MTBS) DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI PUSKESMAS

PASAR GAMBIR KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2019

IGA SARI SIREGAR

1801032045

ISPA merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama pada

balita. Pada kelompok umur penduduk, period prevalence ISPA yang tinggi

terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Dari laporan MTBS di Puskesmas Pasar

Gambir mengalami peningkatan balita yang terkena ISPA pada bulan desember

2018 sebanyak 32,3%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan

MTBS dalam penanganan penyakit ISPA dengan menggunakan metode mixed-

methods di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

Jenis penelitian ini adalah penelitian mixed-methods dengan menggunakan

desain penelitian case control dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, kedua

penedekatan ini untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya

dapat dijawab dengan satu pendekatan saja. Penelitian ini dilakukan di wilayah

kerja Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi dengan jumlah sampel

kuantitatif sebanyak 30 orang dan sampel kualitatif sebanyak 6 informan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan MTBS terhadap kejadian

ISPA yaitu ibu balita dengan pengetahuan yang kurang, status imunisasi yang

tidak lengkap, status gizi yang kurang, dan keberadaan perokok dalam rumah.

Penyebab masalah ISPA pada balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berhubungan yaitu

pengetahuan ibu yang kurang, status imunisasi, status gizi dan keberadaan

perokok dalam rumah. Disarankan kepada ibu balita agar dapat menambah

pengetahuan tentang menjaga kebersihan diri, lingkungan rumah, jauhakan anak

dari asap rokok, dan rutin melakukan pemeriksaan kepetugas kesehatan jika

kondisi balita sedang sakit.

Kata Kunci: Analisis, Penerapan MTBS, Kejadian ISPA

Page 8: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat ALLAH SWT, karena atas

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul

“Aanalisis Kualitatif Kepatuhan Petugas Puskesmas terhadap Tatalaksana

Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

Tahun 2019”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk melengkapi tugas

dan memenuhi syarat dalam menyelesaikan Program Studi D4 Kebidanan di

Institut Kesehatan Helvetia Medan. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih

banyak kekurangan. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan

kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima kasih

kepada Bapak/Ibu:

1. Dr. dr.Hj. Razia Begum Suroyo, M.sc, M.kes, selaku Penasehat Yayasan

Helvetia di Medan sekaligus Penguji III yang telah banyak memberi masukan

dan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

2. Iman Muhammad, SE, S.Kom, MM, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Helvetia

di Medan.

3. Dr. H. Ismail Efendy, M.Si, selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia di

Medan.

4. H. Darwin Syamsul, S.Si, M.Si, Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan

Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia di Medan.

5. Elvi Era Liesmayani, S.Si.T, M.Keb, selaku Ketua Program Studi D4

Kebidanan Institut Kesehatan Helvetia di Medan.

6. Jitasari, Tarigan Sibero, SST, S.Pd, M.Kes selaku pembimbing I yang telah

banyak membantu memberi masukan, serta motivasi yang membangun dalam

proses pengerjaan penulisan skripsi ini.

7. Mila Syari, SST, M.Keb, selaku pembimbing II yang telah banyak memberi

masukan dan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

8. Kepala Puskesmas Pasar Gambir Tebing Tinggi yang telah memberikan izin

dalam melakukan Survei awal guna dalam penyusunan skripsi ini

9. Rekan-rekan mahasiswi program D4 Kebidanan Institut Kesehatan Helvetia

yang saling memberikan dukungan dalam menyelesaikan proposal ini.

Akhir kata penulis mengucapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca dan semua pihak serta bagi penulis khususnya, semoga Allah SWT

memberikan rahmat dan karunia-Nya dan melindungi kita semua.

Medan, September 2019

Peneliti

Iga Sari Siregar

1801032045

Page 9: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap : Iga Sari Siregar

Tmpt/ Tgl Lahir : P.Siantar, 18-02-1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kisaran

Status : Belum Menikah

Anak ke : 3 dari 5 Bersaudara

II. IDENTITAS ORANG TUA

Ayah : Hebdian Siregar

Pekerjaan Ayah : TNI-AD

Ibu : Ida Nursanti Haeahap

Pekerjaan Ibu : IRT

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

SD (Budi Utomo) Lulus tahun 2005

SMP VI Kisaran Lulus tahun 2008

SMA I Kisaran Lulus tahun 2010

D III KEBIDANAN (Akbid Takasima) Lulus tahun 2013

Page 10: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN

ABSTRACT .............................................................................................. i

ABSTRAK ................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. .. viii

DAFTAR TABEL .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................. ........... xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 7

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................. 8

1.3.1. Tujuan Umum. ..................................................... 8

1.3.2. Tujuan Khusus. ..................................................... 8

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................... 8

1.4.1. Manfaat Teoritis ................................................... 9

1.4.2. Manfaat Praktis .................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 10

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu ............................................. 10

2.2. Telaah Teori ..................................................................... 14

2.2.1. Pengertian Manajmen Terpadu Balita Sakit ......... 14

2.2.2. Sejarah MTBS. ..................................................... 16

2.2.3. Sasaran Manajemen Terpadu Balita Sakit. .......... 16

2.2.4. Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit ............. 17

2.2.5. Manfaat Manajemen Terpadu Balita Sakit ........... 17

2.2.6. Prosedur Penatalaksanaan Manajemen Terpadu

Balita Sakit ........................................................... 18

2.2.7. Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit ..... 19

2.2.8. Penerapan MTBS ................................................. 25

2.2.9. Komponen Manajemen Terpadu Balita Sakit. ..... 28

2.3. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan ............................ 28

2.3.1. Penyebab ISPA. .................................................... 29

2.3.2. Klasfikasi ISPA. ................................................... 29

2.3.3. Gejala dan Tanda ISPA. ....................................... 30

2.3.4. Patogenesis ISPA. ................................................ 31

2.3.5. Faktor Risiko ISPA. ............................................. 32

2.3.6. Pencegahan ISPA. ................................................ 34

2.3.7. Penatalaksanaan ISPA. ......................................... 34

Page 11: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

vi

2.4. Defenisi Imunisasi ............................................................ 37

2.4.1. Macam – Macam Imunisasi. ................................ 38

2.5. Beberapa Klasifikasi Penyakit yang ada dalam ISPA...... 44

2.6. Puskesmas ....................................................................... 54

2.6.1. Penegrtian Puskesmas. ........................................ 54

2.6.2. Visi dan Misi Puskesmas. ..................................... 54

2.7. Landasan Teori. ................................................................ 56

2.8. Kerangka Konsep Penelitian. ........................................... 57

2.9. Hipotesis . ......................................................................... 57

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................... 58

3.1. Desain Penelitian ............................................................. 58

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................... 59

3.2.1. Lokasi Penelitian .................................................. 59

3.2.2. Waktu Penelitian .................................................. 59

3.3. Populasi dan Sampel. ....................................................... 60

3.3.1. Populasi ............................................................... 60

3.3.2. Sampel ................................................................. 60

3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 61

3.4.1. Teknik Validasi Data. ........................................... 61

3.5. Variabel dan Defenisi Oprasional .................................... 63

3.5.1. Variabel Penelitian .............................................. 63

3.5.2. Variabel Operasional ........................................... 64

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas. .......................................... 65

3.7. Metode Pengolahan. ......................................................... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 71

4.1. Deskripsi Penelitian ......................................................... 71

4.1.1. Keadaan Geografis ............................................... 71

4.1.2. Wilayah Administratif Puskesmas Pasar Gambir

Kota Tebing Tinggi .............................................. 72

4.1.3. Kependudukan ...................................................... 73

4.1.4. Visi, Misi, Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi ....................... 74

4.2. Hasil Penelitian Kuantitatif .............................................. 74

4.2.1. Analisis Univariat ................................................. 77

4.2.2. Analisis Bivariat ................................................... 74

4.3. Hasil Penelitian Kualitatif ................................................ 80

4.4. Pembahasan ...................................................................... 87

4.4.1. Kejadian ISPA di puskesmas Pasar Gambir ........ 87

4.4.2. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian

ISPA Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota

tebing Tinggi Tahun 2019 .................................... 89

4.4.3. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian

ISPA Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota

tebing Tinggi Tahun 2019 .................................... 91

Page 12: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

vii

4.4.4. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA

Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota tebing

Tinggi Tahun 2019 ............................................... 93

4.4.5. Hubungan Keberadaan Perokok Dalam Rumah

dengan Kejadian ISPA Balita Di Puskesmas

Pasar Gambir Kota tebing Tinggi Tahun 2019 .... 95

4.4.6. Implikasi Hasil Penelitian .................................... 98

4.4.7. Keterbatasan Penelitian ........................................ 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 99

5.1. Kesimpulan. ..................................................................... 99

5.2. Saran ................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 101

LAMPIRAN ............................................................................................ 104

Page 13: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teori ................................................................... 56

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian. ............................................. 57

Page 14: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1. Menunjukan jadwal kunjungan ulang balita 0 bulan

sampai 5 tahun .................................................................... 23

Tabel 2.2. Kapan harus kembali kunjungan ulang pada balita 0 bulan

sampai 5 tahun .................................................................... 24

Tabel 2.3. Tatalaksana penderita batuk atau kesukaran bernapas

umur < 2 bulan. .................................................................. 35

Tabel 2.4. Tatalaksana anak batuk atau kesukaran bernapas umur 2

bulan – 5 tahun. .................................................................. 36

Tabel 3.1. Aspek pengukuran variabel indipeendent (X variabel) dan

dependen (Y variabel). ....................................................... 64

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas Pengetahuan Ibu. ................................. 66

Tabel 3.3. Hasil Uji Reabilitas Pengetahuan Ibu. ................................ 68

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Balita di Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. .......................... 75

Tabel 4.2. Distribusi frekuensi pengetahuan ibu di Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. .......................... 75

Tabel 4.3. Distribusi frekuensi status imunisasi di Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. .......................... 75

Tabel 4.4. Distribusi frekuensi status gizi di Puskesmas Pasar

Gambir. ............................................................................... 76

Tabel 4.5. Distribusi frekuensi keberadaan perokok dalam rumah di

Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun

2019. ................................................................................... 76

Tabel 4.6. Distribusi frekuensi kejadian ISPA di Puskesmas Pasar

Gambir. ............................................................................... 76

Tabel 4.7. Hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA balita

di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun

2019. ................................................................................... 77

Page 15: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

x

Tabel 4.8. Hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA balita

di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun

2019. ................................................................................... 78

Tabel 4.9. Hubungan status gizi dengan kejadian ISPA balita di

Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun

2019. ................................................................................... 79

Tabel 4.10. Hubungan keberadaan perokok dalam rumah dengan

kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019 . ............................................... 79

Page 16: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ........................................................ 104

Lampiran 2 : Master Data Penelitian .................................................... 116

Lampiran 3 : Hasil Output Penelitian ................................................... 118

Lampiran 4 : Surat Survei Awal ........................................................... 124

Lampiran 5 : Surat Balasan Survei Awal .............................................. 125

Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian ........................................................ 126

Lampiran 7 : Surat Balasan Izin Penelitian ........................................... 127

Lampiran 8 : Permohonan Pengajuan Judul Skripsi ............................. 128

Lampiran 9 : Lembar Revisi Proposal .................................................. 129

Lampiran 10 : Lembar Revisi Skripsi ..................................................... 130

Lampiran 11 : Lembar Bimbingan Proposal ........................................... 131

Lampiran 12 : Lembar Bimbingan Skripsi ............................................. 133

Lampiran 13 : Dokumentasi Penelitian ................................................... 135

Page 17: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem kesehatan nasional yang terpadu dapat menitikberatkan pada

kualitas pelayanan yang berupa sistem dengan komponennya saling berhubungan,

berkaitan dan saling mempengaruhi dalam mencapai suatu tujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Ukuran keberhasilan

penyelenggaraannya ditandai dengan kepuasan penerima pelayanan dicapai

apabila penerima pelayanan, memperoleh jasa pelayanan sesuai dengan yang

dibutuhkan dan diharapkan.(1)

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan

keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat

jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit

pneumonia, diare, campak, malaria, DHF, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya

promotif serta preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan

konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka kematian

bayi dan anak balita serta menekan morbiditas untuk penyakit tersebut. (2)

Infeksi saluran pernapasan merupakan radang akut saluran pernapasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun

riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok

penyakit sebagai penyebab langka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan

kelompok penyakit lain (3).

Page 18: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

2

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian/lebih dari saluran napas, mulai hidung sampai alveoli termasuk

sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA yang paling sering

menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana

pneumonia merupakan bagian atau tahap lanjut dari penyakit infeksi saluran

pernapasan akut (3).

Menurut (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering

menyebabkan kematian pada anak balita. Sehingga ISPA masih merupakan

penyakit yang mengakibatkan kematian yang cukup tinggi. Kematian tersebut

sebagian besar disebabkan oleh pneumonia. Laporan Kemenkes RI tahun 2011

kujungan penderita ISPA ke Puskesmas dan Rumah Sakit di Indonesia dapat

dikategorikan tinggi, yaiu sebanyak 40%-60% ke Puskesmas dan ke Rumah Sakit

sebanyak 15%-30% (4).

Berdasarkan laporan hasil riskesdas prevalensi ISPA di Indonesia yaitu

25% dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 yaitu 25,5% dimana prevalensi

ISPA pada bayi sebesar 35,92%, sementara prevalensi ISPA pada balita sebesar

42,53%. ISPA teringgi terjadi yaitu terjadi pada Nusa Tenggara Timur (41,7%),

Papua (31,1%), Aceh (30%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur

(28,3). ISPA cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan

tingkat pengeluaran rumah tangga yang rendah. Kementerian Kesehatan mencatat

pada tahun 2007 kasus ISPA baru berjumlah 7,2 juta kasus, lalu meningkat

sampai 18,7 juta atau sekita (5-6%) dari total penduduk di Indonesia. Jumlah ini

Page 19: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

3

belum termasuk pneumonia, yakni infeksi akut yang sudah sampai menyerang

paru-paru yang diperkirakan angkanya mencapai 1,8 juta orang (5).

ISPA merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama pada

balita. Pada kelompok umur penduduk, period prevalence ISPA yang tinggi

terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun, kemudian mulai meningkat pada umur 45-

54 tahun dan terus meninggi pada kelompok umur berikutnya. Periode prevalence

ISPA pada balita di Indonesia adalah 18,5 per mil. Balita ISPA yang berobat

hanya 1,6 per mil. Period prevalence tertinggi ISPA pada balita terdapat

padakelompok umur 12-23 bulan yaitu 21,7%. ISPA pada balita lebih banyak

dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah

27,4% (5).

Cakupan penemuan kasus ISPA pada balita di Sumatera Utara relatif

masih rendah. Tahun 2014 dari 157.625 kasus ISPA ditemukan dan ditangani

sebesar 26.545 kasus (16,84%), angka ini mengalami peningkatan bila

dibandigkan tahun 2013 yaitu 23.643 kasus (15,36%). Dari 33 kabupaten/kota,

terdapat 5 kabupaten/kota yang melaporkan 0 (nol) kasus yaitu kabupaten Nias,

Asahan, Mandailig Natal, Karo dan Kecamatan Tanjung Balai. Kabupaten dengan

jumlah penderita kasus ditemukan dan ditangani terbanyak adalah Kabupaten Deli

Serdang sebesar 70,8%, disusul dengan Kabupaten Serdang Bedagai sebesar

20,4% dan Kabupaten Labuhan Batu sebesar 17,9% (6).

Menurut Penelitian maryunani tahun 2010 klasifikasi ISPA yaitu

pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pada balita umur kurang 2

bulan yang mengalami pneumonia berat akan segera di rujuk ke rumah sakit,

Page 20: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

4

sedangkan yang mengalami bukan pneumonia dilakukan tindakan perawatan

dirumah. Pada balita umur 2 bulan sampai 5 tahun yang mengalami pneumonia

berat akan segera dirujuk ke rumah sakit, balita yang mengalami pneumonia akan

dilakukan tindakan di rumah sedangkan balita bukan pneumonia akan dirujuk bila

batuk leih dari 3 minggu. Salah satu program yang dilakukan untuk

menanggulangi penyakit ISPA yaitu dengan pendekatan manajemen terpadu balita

sakit (MTBS). MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi dalam

tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59 bulan secara

menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu

pendekatan/cara penatalaksanaan balita sakit. Badan kesehatan dunia (WHO)

telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok untuk diterapkan di

negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan,

dan kecacatan pada bayi dan balita (7).

Pendekatan MTBS pertama kali diluncurkan oleh WHO pada tahun 1994

yang merupakan hasil kerja sama WHO dengan UNICEF serta lembaga lainnya.

Pada tahun 1993, bank dunia melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang

cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi

pernapasan akut, diare, campak, malaria dan malnutrisi. Menurut data WHO, tiga dari

empat balita sakit sering kali memiliki beberapa keluhan lain dan sedikitnya

menderita 1 dari 5 penyakit tersering pada balita yang menjadi fokus MTBS (7).

Didunia penanggulangan ISPA sudah mulai efektif dimana balita yang

diobati dengan pendekatan MTBS meningkat 60% secara klinis dibandingkan

dengan pendekatan non-MTBS yaitu 12% (8).

Page 21: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

5

MTBS merupakan suatu pendekatan yang dilaksanakan untuk

menanggulangi penyakit ISPA yang diawali dengan penilaian dan klasifikasi anak

sakit, menetukan tindakan dan pengobatan, konseling bagi ibu serta perawatan di

rumah (tindak lanjut). Dalam pelaksanaan MTBS tenaga kesehatan dilakukan oleh

kader yang telah mendapat pelatihan sebagai pelaksana yaitu dokter, bidan dan

perawat. Pendanaan MTBS bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Bekerja

Negara serta Anggaran Pendapatan dan Bekerja Daerah. Sarana dan prasarana

dalam melaksankan MTBS dengan adanya obat dan bahan/alat dalam 6 bulan

terakhir untuk pemeriksaan dan pengobatan balita sakit (9).

Sejak tahun 1996 WHO dan UNICEF telah mengembangkan suatu

strategi/pendekatan yang dinamakan integrated management of chilhood ililenss

(IMCI) atau manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan

yang terintregrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan berfokus

kesehatan anak usia 0-5 tahun secara menyeluruh. Kegiatan MTBS merupakan

suatu upaya yang ditunjukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Pustu, dan

Poskesdes.(10)

Bank Dunia tahun 1993 melaporkan manajemen terpadu balita sakit

(MTBS) adalah intervensi yang cost effective untuk mengatsi masalah kematian

Balita yang disebabkan oleh infeksi pernapasan akut (ISPA), diare, campak,

malaria, kurang gizi, yang sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut.

MTBS yang diperkenalkan WHO dan UNICEF di Indonesia pada tahun 1997,

Page 22: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

6

diterpakan Depkes setelah melalui proses adaptasi bersama IDAI (Ikatan Dokter

Anak Indonesia).(11)

Proses manajemen kasus disajikan dalam satu bagan yang memperlihatkan

urutan langkah-langkah dan penjelasaan cara pelaksanaanya. Bagan tersebut

menjelaskan langkah-langkah menilai dan membuat klasfikasi anak sakit umur 2

bulan sampai 5 tahun, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, member

konseling pada ibu, manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan.(12)

Menurut penelitian Rekawati, S tahun 2011 pelaksanaan MTBS belum

berjalan secara efektif. Kondisi tersebut dialami sebagian besar puskesmas di

Indonesia, karena berbagai kendala antara lain terbatasnya jumlah tenaga yang

dilatih MTBS, perpindahan tenaga yang sudah dilatih, kurang lengkapnya sarana

dan prasarana pendukung. Dari seluruh propinsi di Indonesia, puskesmas yang

telah melaksanakan MTBS hingga akhir 2009 sebesar 51,59%. Kriteria

melaksanakan bila dalam menangani balita sakit minimal 60% dari jumlah

kunjungan balita sakit menggunakan modul MTBS.(13)

Menurut penelitian Wardani tahun 2016, menunjukkan bahwa penerapan

MTBS yang dilaksanakan di Puskesmas Halmahera dilihat dari 3 komponen yaitu

input, proses, output untuk ketersediaan SDM sudah memenuhi standar hanya saja

jumlah petugas MTBS masih kurang, proses penerapan sudah sesuai dengan

pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Sedangkan

untuk input angka cakupan penemuan kasusnya sudah tercapai.(14)

Menurut penelitian Husni dan Jumriani tahun 2012, sebagian besar

puskesmas di Kota Makasar yang menerapkan MTBS belum memenuhi standar

Page 23: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

7

MTBS. Hal ini dapat dilihat dari indikator SDM yang berkompeten, sarana yang

diperlukan untuk pelayanan terhadap balita sakit, dan dana khusus puskesmas di

Kota Makasar untuk menunjang pelaksanaan program yang belum diprioritaskan

oleh puskesmas. Aspek yang belum memenuhi kriteria menggunakan MTBS

minimal 60% dari jumlah kunjungan balita sakit di puskemas.(15)

Dari laporan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas

Pasar gambir mengalami peningkatan dari bulan Oktober 2018 balita yang

mengalami sakit sebanyak 24 orang, pada bulan November 2018 balita yang

mengalami sakit menurun sebanyak 21 orang dan pada bulan Desember 2018

balita yang mengalami sakit meningkat sebanyak 54 orang. Dengan berbagai

kriteria penyakit, adapun klasfikasi penyakit diantaranya : ISPA (32,3%), batuk

(28,28%), Demam (21,21%), gatal-gatal (4,04%), Broncitis (2%), Campak (1%),

diare (8%), dan Pneumonia (3%).(16)

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) terhadap Kejadia ISPA Balita di Puskesmas Pasar Gambir Tebing Tinggi

2019”.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA di Puskesmas

Pasar Gambir tahun 2019.

2. Bagaimana hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA di Puskesmas

Pasar Gambir tahun 2019.

Page 24: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

8

3. Bagaimana hubungan status gizi dengan kejadian ISPA di Puskesmas Pasar

Gambir tahun 2019.

4. Bagaimana hubungan keberadaan perokok dalam rumah dengan kejadian

ISPA di Puskesmas Pasar Gambir tahun 2019.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

dalam penanganan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi 2019.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor pengetahuan ibu dengan

kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor status imunisasi dengan

kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor status gizi dengan

kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan faktor keberadaan perokok

dalam rumah dengan kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing

Tinggi Tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat secara teoritis

maupun secara praktis.

Page 25: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

9

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang ilmu kesehatan yang terkait dengan manajemen terpadu

balita sakit (MTBS) terhadap kejadian ISPA.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan ibu tentang manajemen terpadu balita sakit

terhadap kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi.

2. Bagi Tempat Penelitian

Untuk menjadi tambahan informasi dalam mengatasi masalah manajemen

terpadu balita sakit terhadap kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan atau informasi bagi

penelitian selanjutnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya

pada program studi D-IV Kebidanan.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian

dengan topik yang sama dan metode penelitian yang berbeda.

Page 26: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fitri Hanifa (2014)

Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

mendalam dan observasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang, yang

terdiri dari 1 orang pegawai dinas kesehatan kota medan, kepala puskesmas

medan denai, kepala ruang poli anak, 1 orang pengelola MTBS di puskesmas

medan denai, dan 2 orang ibu balita. Analisa data dengan metode Miles dan

Huberman. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penatalaksanaan pneumonia

dengan MTBS belum berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan tidak adanya

pemberian konseling, masih kurang tenaga terlatih MTBS sehingga tidak ada tim

MTBS, kurangnya sarana, prasaranan dan peralatan untuk penatalaksaaan

pneumonia dengan MTBS, dan tidak adanya pendanaan untuk pelaksanaan

MTBS, selain itu pengawasaan dan pembinaan yang dilakukan Kepala Puskesmas

Medan Denai dan Dinas Kesehatan Kota Medan belum dilaksanakan dengan

maksimal.(17)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Diah Puspita sari (2013) dengan

judul Evaluasi Pelaksanaan MTBS pneumonia di Puskesmas Kabupaten

lumajang. Penelitian ini bersifat deskritif dengan pengamatan langsung untuk

mengetahui alur pelayanan dan kerpaduan pelayanan. Kepatuhan petugas dinilai

Page 27: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

11

dengan membandingkan tindakan yang di lakukan petugas dengan cek list

berdasarkan buku bagan MTBS. Wawancara serta mencari dokumen pendukung

untuk melihat dukungan manajemen dari dinas kabupaten lumajang terhadap

pelaksanaan MTBS. Hasil penelitian menjukan bahwa alue pelayanan di salah

satu Puskesmas belum sesuai dengan pola MTBS serta belum terintegrasinya

pelayanan yang diberikan pada balita sakit. Sedangkan kepatuhan terhadap

standar disalah satu puskesmas tercatat baik yaitu 85% sedangkan puskesmas lain

tercatat < 60% pelaksanaan MTBS kurang mendapat dukungan dari Dinas

Kesehatan baik kecukupan sarana dan prasarana maupun kegiatan supervise yang

masih harus ditingkatkan.(18)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yuniar Angelia P dan Jiarti

Kusbandiyah (2014) dengan judul Analisis Kinerja Bidan Puskesmas dalam

Pelayanan MTBS di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Malang. Jenis penelitian

adalah observasional kualitatif, informan utama adalah bidan puskesmas dari 4

puskesmas yang cakupan pelayanan MTBS tertinggi dan terendah masing-masing

2 orang. Informan triangulasi adalah 4 kepala puskesmas dan 8 ibu balita. Data

dikumpulkan dengan wawancara mendalam dan observasi terhadap pelayanan

MTBS. Pengolahan data menggunakan metode content analiysis. Hasil penelitian

menunjukan bahwa belum semua bidan dilatih MTBS. kinerja bidan puskesmas

dalam pelayanan MTBS belum dilaksanakan sesuai standar pelayanan MTBS baik

dari persiapan alat, pemberian pelayanan dan penerapan jadwal pelayanan MTBS,

ketersedian tenaga dan fasilitas belum memenuhi, serta pemanfaatan alat belum

semuanya dimanfaatkan. Kebutuhan supervise belum sesuai dengan kebutuhan

Page 28: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

12

bidan puskesmas yaitu terjadwal dan rutin berkaitan dengan kegiatan pelayanan

MTBS. (19)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Adining Tyas Ambika Wardani

(2016) dengan judul Analisis Penerapan MTBS terhadap Kejadian Pneumonia

Balita di Puskesmas Halmahera Kota semarang. Penelitian ini menggunakan

metode kualitataif dengan pendekatan studi kasus. Informan berjumlah 5 orang 1

orang merupakan informan utama dan 4 orang informan triangulasi orang terkait

dengan penerapan MTBS. teknik pengambilan data menggunkan teknik

wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menjukan bahwapenerapan MTBS

yang dilaksanakan di Puskesmas Halmahera ini dilihat dari 3 komponen yaitu

input, proses, dan output untuk ketersedian SDM sudah memenuhi standard hanya

saja jumlah petugas MTBS masih kurang, proses penerapan sudah sesuai dengan

pedoman MTBS yang telah diteteapkan oleh kementrian kesehatan. sedangkan

untuk input angka cakupan penemuan kasusnya sudah tercapai.(20)

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Edi Junaidi (2013) dengan judul

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan dengan Penerpan MTBS di

Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini menggunakan

pendekatan cross sectional dengan pengambilan data menggunakan kuesioner dan

observasi, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling sebanyak

31 responden, di uji dengan fisher pada tingkat kemaknaan a = 5% (0,05).

Pengolahan data menggunakan computer dengan program SPSS versi 18,0 dan

disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. Hasil penelitian ini terdapat 23 orang

(74,2%) berpengetahuan baik, tetapi 8 orang (25,8%) yang menerapkan MTBS.

Page 29: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

13

Sedangkan sikap diperoleh hasil 20 orang (64,5%) bersikap positif tetapi

menerapkan MTBS 8 orang (40%). Analisa hubungan pengetahuan dengan

penerapan MTBS diperoleh nilai p (0,028%) berarti ada hubungan yang

bermakna. (21)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sri Hastuti (2010) dengan

judul Pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi terhadap Penatalaksanaan

MTBS pada Petugas Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Boyolali. Jenis

penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross

sectional populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan yang

berada di 29 puskesmas wilayah kabupaten boyolali sejumlah 156 orang. Sampel

sejumlah 60 orang yang diambil dengan teknik multistage random sampling. Cara

pengumpulan data dengan observasi dan membagikan kuesioner kepada

responden dan hasil penelitian di analisis dengan menggunakan analisis analisis

regresi berganda. Hasil penelitian menjukukan nilai p atau signifikasi pada

variabel X1 adalah 0,004 (<α : 0,05) variabel X2 adalah 0,02 (<α : 0,05) variable

X3 adalah 0,023 (<α : 0,05) hal ini berarti terdapat pengaruh anatara variabel

pengetahuan, sikap, dan motivasi terhadap penatalaksaan MTBS. (22)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yulianti (2016) dengan judul

Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi Petugas Kesehatan tentang Mutu Pelayanan

Kesehatan dengan Penatalaksanaan MTBS di Puskesmas Satria Tebing Tinggi.

Penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan desain penelitian

melalui pendekatan cross sectional. Populasi berjumalah 48 responden dilakukan

dengan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data dengan membagikan

Page 30: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

14

kuesioner dan teknik analisa data univariat, bivariat dan multivariat. Hasil

penelitian uji multivariate menggunakan uji normalitas dilihat bahawa nilai R

sebesar 0,900 menunjukan bahwa korelasi anatara variabel dependen dengan

variabl indivenden. Hasil uji multivariate F sebesar 96,089 dengan signifikas

0,000. Probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,005 (P value < 0,005) maka secara

serempak ( uji F) terdapat pengaruh variabel pengetahuan dan motivasi pegawai

tentang mutu pelayanan kesehatan dengan penatalaksanaan MTBS di Puskesmas

Satria Tebing Tinggi.(23)

2.2. Telaah Teori

2.2.1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of

Chilhood Illnes (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi /terpadu dalam

tatalaksana balita sakit dengan focus kepada kesehatan anak usia 0-59 tahun

(balita) secara menyeluruh, MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan

tetapi suatu pendekatan atau cara penatalaksana balita sakit. Konsep pendekatan

MTBS yang pertama kali diperkenalkan oleh WHO merupakan suatu bentuk

strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditunjukan untuk menurunkan angka

kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di Negara-negara

berkembang. (24)

Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan unit rawat jalan kesehatan dasar

(Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes dll). Upaya ini

tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering

Page 31: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

15

menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan dengan lengkap

karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya

promotif (berupa konselisng), upaya kuratif (pengobatan), terhadap penyakit-

penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. (24)

Manajemen Terpadu Balita Sakit merupakan suatu pendekatan

keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat

jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit

pneumonia, diare, campak, malaria, DHF, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya

promotif serta preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan

konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka kematian

bayi dan anak balita serta menekan morbiditas untuk penyakit tersebut.

Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang penting dan menguntungkan

yaitu :

1. Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita

sakit (selain dokter,petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan

menangani pasien apabila sudah dilatih).

2. Memperbaiki system kesehatan (perwujudan terintergrasinya banyak program

kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS).

3. Memperbaiki praktik keluarga dan masyarakat dalam perawatan rumah dan

upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan

masnyarakat dalam pelayanan kesehatan).

Page 32: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

16

2.2.2. Sejarah MTBS

Startegi MTBS mulai diperkenalkan di Indonesia oleh WHO pada tahun

1996. Pada tahun 1997 depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul tersebut

digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatihan dari

SEARO. Sehat itu penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap

dan update modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program

kesehatan di depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI. Hingga akhir tahun

2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi, namun belum seluruh

puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab yaitu belum adanya tenaga

kesehatan di puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS, sudah ada tenaga

kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum adanya komitmen

dari pimpinan puskesmas. Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari dinas

kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan Nasional Program

Kesehatan Anak tahun 2010, jumlah puskesmas dikatakan sudah menerapkan

MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55% (Dirjen Bina Kesehatan Anak,

2012 ). Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS bila memenuhi kriteria

sudah melaksankan (melakukan pendekatan memakai MTBS) pada minimal 60%

dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut (25).

2.2.3. Sasaran Manajemen Terpadu Balita Sakit

Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua

kelompok sasaran yaitu :

1. Bayi muda umur 1 minggu – 2 bulan

Page 33: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

17

2. Anak umur 2 bulan – 5 tahun

2.2.4. Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit

Menurunkan secara signifikan angka kesakitan dan kematian global yang

terkait dengan penyebab utama penyakit pada balita, melalui peningkatan kualitas

pelayanan kesehatan dasar dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan

perkembangan kesehatan anak.(26)

2.2.5. Manfaat Manajemen Terpadu Balita Sakit

Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan

angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan dasar seperti di Puskesmas.

MTBS telah digunakan oleh lebih dari 100 negara dan terbukti dapat

a. Menurunkan angka kematian balita

b. Memperbaiki status gizi

c. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

d. Memperbaiki kinerja tenaga kesehatan

e. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah

Selain itu, kegiatan MTBS memiliki tiga komponen yang khas yang

menguntungkan, yaitu:

1. Meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam tata laksana kasus balita

sakit (selain dokter, tenaga kesehatan non dokter dapat pula memeriksa dan

menanganipasien apabila sudah dilatih)

2. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program

kesehatan dalam satu kali pemeriksaan MTBS)

Page 34: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

18

3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah

danupaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan

pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).(26)

2.2.6. Prosedur Penatalaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

Menjaga kualitas pelayanan dan meningkatkan keterampilan klinis dalam

MTBS yang terdiri dari, penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai

5 tahun, menentukan tidakan, pengobatan, konseling bagi ibu, tindak lanjut, serta

tatalaksana bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan. Selanjutnya menjaga tetap

terpeliharanya keterampilan petugas akan manajemen pengelolaan pada balita,

pelaksanaan dilapangan diterapkan formulir MTBS/MTBM yang berupa ceklist

pengamatan untuk membimbing petugas dalam melakukan pelayanan kepada bayi

dan balita.

Kompetensi yang diharapkan dari pelatihan MTBS adalah petugas

kesehatan bisa melaksanakan proses manajemen kasus penanganan balita sakit

dan bayi muda di fasilitas pelayanan dasar seperti Puskesmas, Puskesmas

pembantu, Pondok bersalin, maupun kunjungan rumah. Dengan berpedoman pada

buku bagan, petugas menangani balita sakit dan bayi muda diantaranya dengan

melakukan:

1. Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan

pemberian vitamin A.

2. Membuat klasifikasi penyakit.

3. Menentukan tindakan sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan apakah

anak perlu dirujuk.

Page 35: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

19

4. Memberikan pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama

antibiotika atau pemberian vitamin A.

5. Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti

pemberian oralit, vitamin A dan imunisasi.

6. Mengajari ibu cara memberikan obat tertentu di rumah, seperti antibiotika

oral.

7. Memberikan konseling pada ibu mengenai pemberian makan pada anak dan

kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

8. Melakukan penilaian ulang dan memberikan perawatan yang tepat pada saat

anak datang kembali sesuai jadwal pelayanan lanjut.

2.2.7. Tatalaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit

Dengan menggunakan buku bagan bagian penilaian dan klasifikasi anak

umur 2 bulan sampai 5 tahun, petugas mempraktikkan keterampilan sebagai

berikut:

A. Penilaian Dan Klasifikasi Penyakit

1. Menanyakan kepada ibu mengenai masalah yang dihadapi

2. Memeriksa tanda bahaya umum

a. Tidak bisa minum atau menyusui

b. Anak selalu memuntahkan semuanya

c. Anak menderita kejang

d. Tampak letargis atau tidak sadar

3. Menanyakan kepada ibu mengenai empat keluhan utama:

a. Batuk atau sukar bernafas

Page 36: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

20

b. Diare

c. Demam

d. Masalah telinga

Apabila ada keluhan utama tersebut diatas maka dilanjutkan dengan:

1. Melakukan penilaian lebih lanjut gejala lain yang berhubungan

dengan gejala utama

2. Membuat klasifikasi penyakit anak berdasarkan gejala yang

ditemukan

3. Memeriksa dan mengklasifikasi status gizi anak dan anemia

4. Memeriksa status imunisasi dan pemberian vitamin A pada anak dan

menentukan apakah anak membutuhkan imunisasi dan /atau vitamin

A pada saat kunjungan tersebut

5. Menilai masalah/keluhan lain yang dihadapi anak.

B. Menentukan Tindakan dan Memberi Pengobatan

Pengobatan pada anak sakit dapat dimulai di klinik dan diteruskan

dengan pengobatan lanjutan dirumah. Pada beberapa keadaan, anak yang sakit

berat perlu dirujuk ke Puskesmas rawat inap atau ke Rumah Sakit untuk

perawatan yang lebih lanjut. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pra rujukan

sebelum anak dirujuk. Pada bagian ini petugas mempunyai keterampilan untuk:

1. Menentukan perlunya dilakukan rujukan segera

2. Menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan

3. Merujuk anak, menjelaskan perlunya rujukan, menulis surat rujukan

Page 37: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

21

4. Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang tidak memerlukan

rujukan segera

5. Memilih obat yang sesuai dengan menentukan dosis dan jadwal pemberian

6. Memberi cairan tambahan untuk diare dan melanjutkan pemberian makanan

7. Memberi imunisasi setiap anak sakit sesuai kebutuhan

8. Memberi suplemen vitamin A

9. Menentukan waktu untuk kunjungan ulang.

C. Konseling Bagi Ibu

Petugas kesehatan dilatih menyediakan waktu untuk menasihati ibu

dengan cermat dan menyeluruh. Pada bagian ini adalah penting bagi petugas

untuk memahami bahwa praktik menasihati/konseling bagi ibu adalah diharapkan

ibu mampu menerapkan perawatan dirumah dengan baik. Pola perawatan dirumah

yang benar merupakan indicator keberhasilan petugas dalam memberikan

pemahaman/konseling mengenai masalah kesehatan anak ibu. Sebagai alat

komunikasi penggunaan kartu nasihat ibu (KNI)/Buku KIA (Kesehatan Ibu dan

Anak), akan membantu petugas untuk mempraktikkan konseling pada ibu.

Petugas akan mempraktikkan tugas konseling ini antara lain:

1. Menggunakan ketrampilan komunikasi yang baik

2. Mengajari ibu cara memberikan obat oral dirumah

3. Mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal dirumah

4. Mengajari ibu cara pemberian cairan dirumah

5. Melakukan penilaian pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan makanan anak

6. Menentukan masalah pemberian ASI dan makanan anak

Page 38: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

22

7. Konseling bagi ibu tentang masalah pemberian ASI dan makanan

8. Menasihati ibu tentang:

a. Kapan kembali untuk kunjungan ulang

b. Kapan kembali segera untuk perawatan leb ih lanjut

c. Kapan kembali untuk imunisasi dan pemberian vitamin A

d. Kesehatan sendiri

9. Menentukan prioritas nasehat

Pada tiap akhir kunjungan, petugas akan menjelaskan kapan harus

kunjungan ulang. Kadang seorang anak membutuhkan tindak lanjut untuk lebih

satu masalah. Pada kasus seperti ini, ibu diberitahu kapan waktu terpendek dan

pasti ibu harus kembali. dan jelaskan juga kemungkinan anak harus kembali lebih

awal jika masalah seperti demam menetap.(27)

Proses manajemen kasus MTBS meliputi unsur-unsur sebagai berikut :

1. Mengkaji anak dengan memeriksa tanda-tanda umum.

2. Mengklasifikasi penyakit anak dengan menggunakan system triase/kode

warna

3. Setelah mengelompokkan semua kondisi, mengidentifikasikan pengobatan

khusus untuk anak.

4. Menginformasikan petunjuk pemberian obat, tindak lanjut, dan tanda-tanda

yang menunjukkan anak harus segera kembali berobat.

5. Menilai makan,termasuk pemberian ASI, dan nasihat untuk memecahkan

masalah jika terdapat masalah makanan.

Page 39: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

23

6. Jika anak dibawa kembali ke fasilitas kesehatan, memberikan perawatan

tindak lanjut jika diperlukan.

Tabel 2.1. Menunjukkan jadwal kunjungan ulang anak 0 bulan sampai 5 tahun

Anak dengan Penyakit Kunjungan Ulang

Pnuemonia

Disentriiii

Campak dengan komplikasi pada mata atau mulut

Diare persisten

Infeksi telinga akut

Infeksi telinga kronis

Masalah pemberian makan

Gizi buruk tanpa komplikasi

Anemia

Gizi kurang

2 hari

3 hari

3 hari

3 hari

5 hari

5 hari

7 hari

7 hari

14 hari

30 hari

Batuk bukan pneumonia, jika tidak ada perbaikan

Diare DRS, jika tidak ada perbaikan

Diare tanpa dehidrasi, jika tidak ada perbaikan

Demam : malaria, jika tetap demam

Demam: mungkin bukan malaraia, jika tetap demam

Mungkin DBD, jika tetap demam

Demam : mungkin bukan DBD, jika tetap demam

2 hari

3 hari

3 hari

3 hari

3 hari

1 hari

2 hari

Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.

Ada beberapa kunjungan ulang yang berbeda untuk masalah gizi yaitu:

1. Anak yang mempunyai masalah pemberian makan, dan ibu balita telah

dianjurkan untuk melakukan perubahan dalam hal pemberian makan,

kunjungan ulang dalam waktu 5 hari adalah untuk melihat apakah ibu telah

melakukan perubahan itu.

2. Anak yang tampak pucat (anemia), kunjungan ulang dalam 2 minggu untuk

member makanan tambahan zat besi (yang penting anak dengan anemia akan

mendapat zat besi dengan total pemberian untuk 2 minggu dan mendapat

tindak lanjut setelah 2 minggu tersebut).

Page 40: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

24

3. Anak yang menderita BGM, kunjungan ulang dalam waktu 4 minggu/1 bulan

untuk menimbang anak, menilai ulang pemberian makan dan memberi

nasihat lebih lanjut sesuai Kartu Nasihat Ibu/KIA.

Jadwal kunjungan ulang ini terdapat dalam Kartu Nasihat Ibu, bersama

nasihat kapan harus kembali. Bagian terpenting dari kapan harus kembali ini,

petugas dilatih untuk selalu menecek pemahaman ibu sebelum meninggalkan

klinik. Dalam memberikan nasihat itu petugas dapat menggunakan istilah lokal

yang mudah dimengerti ibu. Kartu nasihat ibu menampilkan tanda-tanda tersebut

dalam bentuk kalimat maupun gambar petugas akan melingkari tanda-tanda yang

harus dingat ibu. Petugas harus selalu menyadari bahwa kata-kata dan nasihat

tersebut dimengerti oleh ibu. Jika ibu tidak mengerti, mungkin ibu tidak akan

kembali. Jika ibu tidak kembali pada saat anak menderita penyakit mungkin dapat

meninggal.

Tabel 2.2. Kapan harus kembali pada balita 0 bulan sampai 5 tahun

Kunjungan Ulang Tanda-tanda

Setiap anak sakit Tidak bisa minum atau menetek.

Bertambah parah.

Timbul demam

Anak dengan batuk : bukan

Pneumonia, juga kembali jika :

Napas cepat

Sukar bernapas

Jika anak diare, kembali jika : Berak bercampur darah

Malas minum

Jika anak : mungkin DBD atau

Demam, mungkin bukan DBD, juga

harus kembali jika :

Ada tanda – tanda perdarahan

Ujung ekstremitas dingin

Nyeri ulu hati atau gelisah

Adanya penurunan kesadaran

Muntah terus – menerus

Pada hari ke 3-5 saat suhu turun dan

anak tampak lemas.

Sumber : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2015.

Page 41: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

25

Dengan demikian, konseling yang baik diharapkan akan memberikan

pemahaman kepada ibu balita akan perawatan balita yang benar dirumah, yang

pada akhirnya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu akan perawatan

yang benar bagi balitanya.

2.2.8. Penerapan MTBS

Disamping keterampilan yang harus di jaga benar oleh petugas dan pola

perawatan dirumah yang benar oleh ibu balita bagi bayi dan balitanya, MTBS ini

juga perlu persiapan untuk penerapannya di Puskesmas. Penerapan kegiatan

MTBS di Puskesmas meliputi:

1. Diseminasi mengenai MTBS kepada seluruh petugas Puskesmas

2. Persiapan penilaian dan penyiapan logistik, obat-obatan dan alat yang

diperlukan dalam pemberian pelayanan

3. Persiapan/pengadaan formulir

4. Persiapan dan penilaian serta pengamatan terhadap alur pelayanan, sejak

penderita datang, mendapatkan pelayanan hingga konseling

5. Melaksanakan pengaturan dan penyesuaian dlam pemberian pelayanan

6. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dan penerapan

pencatatan dan pelaporan untuk pelayanan di Puskesmas, Puskesmas

Pembantu, dan pondok bersalin Desa

7. Penerapan MTBS di Puskesmas dilaksanakan secara bertahap disesuaikan

dengan keadaan rawat jalan di tiap Puskesmas

MTBS adalah suatu bentuk pengelolaan balita yang mengalami sakit

dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan serta kuali-tas pelayanan kesehatan

Page 42: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

26

anak. Pada pelaksanaannya manajeman terpadu ba-lita sakit ini meliputi upaya

kuratif, promotif, dan preventif.

Upaya kuratif dilakukan dengan pengobatan secara langsung bagi balita

yang sakit, seperti adanya penyakit pneumonia, diare, malaria, DBD, campak,

maupun masalah gizi. Sedangkan upaya promotif dan preventif dilakukan dengan

cara konseling gizi, pemberian vitamin A, ataupun imunisasi untuk mencegah

terjadinya penyakit. Penerapan pendekatan MTBS selain untuk menangani

masalah pneumonia, juga ditunjukan untuk mengelola penyakit lain terutama

penyakit yang merupakan penyebab kematian anak umur <5 tahun, yaitu: diare,

malaria, pneumonia, campak, dan gizi buruk. Bentuk pengelolaan balita sakit ini

dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan dasar, seperti: unit rawat jalan,

puskesmas, puskesmas pembantu (pustu), dan pondok bersalin desa (polindes),

dengan tujuan agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang

lebih baik. MTBS dalam pelaksanaannya ditentukan oleh sumber daya manusia

(petugas puskesmas/ pelaksana program), tatalaksana pelayanan, dan sarana

pendukung. Sampai saat ini pelaksanaan MTBS masih perlu dkembangkan secara

bertahap dan berkelanjutan agar jaminan pelayanan MTBS berkualitas dan

mencakup sasaran yang luas.

Sarana dan prasarana manajemen terpadu balita sakit yaitu sarana dalam

pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit meliputi formulir Manajemen

Terpadu Balita Sakit, Kartu Nasehat Ibu, formulir rujukan, buku register

kunjungan Manajemen Terpadu Balita Sakit, ruang pemeriksaan khusus balita,

Page 43: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

27

pokja oralit dan pokja gizi. Sedangkan prasarana dalam pelaksanaan Manajemen

Terpadu Balita Sakit meliputi peralatan medis dan obat-obatan.

Cakupan Manajemen Terpadu Balita Sakit. Dalam memulai penerapan

Manajemen Terpadu Balita Sakit, tidak ada patokan khusus besarnya presentase

kunjungan balita sakit yang ditangani dengan pendekatan Manajemen Terpadu

Balita Sakit. Tiap Puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya mengenai

seberapa besar balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan

kapan akan dicapai cakupan 100%. Sebagai acuan dalam pentahapan, penerapan

adalah sebagai berikut:

1. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit < 10 orang perhari

pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit dapat diberikan langsung kepada

seluruh balita.

2. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 – 25 orang perhari,

berikanlah pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit kepada 50 %

kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama

diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan Manajemen Terpadu

Balita Sakit.

3. Puskemas yang memiliki kunjungan balita sakit 21 – 50 orang perhari,

berikanlah pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit kepada 25 %

kunjungan balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama

diharapkan seluruh balita sakit mendapat pelayanan Manajemen Terpadu

Balita Sakit. (27)

Page 44: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

28

2.2.9. Komponen Manajemen Terpadu Balita Sakit

Menurut Prasetyawati tahun 2012 dalam rencana aksi MTBS 2009-2014

Kementeriaan Kesehatan RI menetapkan ada 3 komponen dalam penerapan

strategi MTBS, yaitu :

1. Komponen I

Improving case management skills of first level worker through training and

follow up yaitu meningkatkan keterampilan tenaga kesehatan dalam

tatalaksana kasus balita sakit menggunakan pedoman MTBS yang telah

diadaptasi.

2. Komponen II

Ensuring that health facility support reqired to provide effective IMCI care

are in place yaitu memperbaiki system kesehatan agar penangan penyakit

efektif.

3. Komponen III

Household and community component yaitu meningkatkan praktek/peran

keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya

pencarian pertolongan kasus balita sakit.(28)

2.3. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan

Infeksi saluran pernapasan adalah radang akut saluran pernapasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun

riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok

penyakit sebagai penyebab langka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan

kelompok penyakit lain.

Page 45: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

29

ISPA diperkenalkan pada tahun 1984 dengan istilah acute repiratory

infections yang merupakan suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran

pernapasan. Secara anatomis, ISPA dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA Atas dan

ISPA Bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokan yang

disebut epiglottis. ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu

bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk sinus,

rongga telinga tengah dan pleura.

2.3.1. Penyebab ISPA

ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun rikettsia, sedangkan

infeksi bakterial sering merupakan penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus,

terutama bila ada epidemi atau pandemi.

2.3.2. Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :

1. Pneumonia berat

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai sesak

napas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam pada anak usia 2

bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia <2 bulan, diagnosis pneumonia

berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak

60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada

bagian bawah ke arah dalam.

2. Pneumonia

Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala

ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua

Page 46: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

30

bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1 sampai

<5 tahun adalah 40 kali per menit.

3. Bukan pneumonia

Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan

gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan

dinding bagian bawah ke arah dalam.(29)

2.3.3. Gejala dan Tanda ISPA

1. Gejala ISPA

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas

atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu

tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak nafas, nyeri dada,

dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga

hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut,

kurang nafsu makan, dan sakit kepala. Tanda dan gejala lainnya yaitu batuk

nonproduktif, ingus, suara napas lemah retraksi intercosta, penggunaan otot

bantu napas, demam, ronchii, cyanosis, reukositosis, thorax photo

menunjukkan infiltrasi melebar, sakit kepala, kekakuan dan nyeri otot, sesak

napas dan menggigil.

2. Tanda ISPA

1) Anak umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, terjadinya pneumonia

berat ditandai dengan batuk, napas sesak atau penarikan dinding dada

sebelah bawah ke dalam, dan dahak berwarna kehijauan atau seperti karet.

Page 47: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

31

2) Anak dibawah umun 2 bulan terjadinya pneumonia berat ditandai dengan

frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, dan penarikan

kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam.

2.3.4. Patogenesis ISPA

Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar

sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu system pertahanan yang efektif dan

efisien. Ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas

yang ada di udara tergantung pada tiga unusr yaitu :

1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia

2. Makrofag alveoli

3. Antibodi setempat.

Ada beberapa hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan

gerak silia yaitu :

1. Asap rokok dan gas SO2, polutan utama dalam pencemaran udara

2. Sindroma imotil

3. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi.

Gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung

pada :

1. Karakteristik inokulum, meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi

jasad renik yang masuk

2. Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak

mukosilia, makrofag alveoli dan IgA

Page 48: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

32

3. Umur, ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran

klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa.

2.3.5. Faktor risiko ISPA

1. Faktor lingkungan

1) Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru

sehingga timbulnya ISPA.

2) Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyedian udara atau pengerahan udara ke atau

ruangan baik secara alami maupun secara mekanis

3) Kepadatan hunian rumah

Kepadatan hunian dalam rumah sesuai dengan persyaratan kesehatan

rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m2.

2. Faktor individu anak

1) Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan

tetap menurun terhadap usia.

2) Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan

mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan rendah mempunyai

resiko kematian yang lebih besar dibandingkan berat badan lahir normal.

Page 49: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

33

3) Status gizi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting

terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya

hubungan atara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang

bergizi buruk sering mendapat pneumonia.

4) Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan posyandu memberikan kapsul

200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai empat tahun.

Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan sebelum sakit maupun

yang tidak pernah mendapatkannya adalah sebagai resiko terjadinya suatu

penyakit sebesar 96,6% pada kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok

control

5) Status imunisasi

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang

dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, maka peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA.

Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA maka

diupayakan Imunisasi lengkap.

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang

dilakukan oleh ibu maupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit

terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga,

Page 50: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

34

satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Peran aktif keluarga

dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit

yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. Dalam penanganan ISPA

tingkat keluarga keseluruhannya dapa digolongkan menjadi 3 kategori yaitu :

1) Perawatan penunjang oleh ibu balita

2) Tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita

3) Pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan.

2.3.6. Pencegahan ISPA

Menurut Maryunani tahun 2010 secara umum dapat dikatakan bahwa cara

pencegahan ISPA adalah :

1) Hidup sehat

2) Cukup gizi

3) Menghindari polusi udara

4) Pemberian imunisasi lengkap

5) Perbaikan lingkungan pemukiman

6) Peningkatan pemerataan cupan kualitas pelayan kesehatan

2.3.7. Penatalaksanaan ISPA

Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan pengendalian

ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai

kondisi Indonesia.

Page 51: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

35

Tabel 2.3. Tatalaksana penderita batuk atau kesukaran bernapas umur < 2 bulan

Umur kurang 2 Bulan

Tanda

a. Tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam yang kuat (TDDK )

b. Adanya napas cepat 60 kali/menit atau

lebih

a. Tidak ada TDKDK

b. Tidak ada napas cepat, frekuensi

napas kurang dari 60 kali/menit

Klasifikasi Pneumonia berat Batuk bukan pneumonia

Tindakan

a. Rujuk segera ke rumah sakit

b. Beri 1 dosis antibiotic - Obati demam,

jika ada

c. Obati whezzing, jika ada - Anjurkan

ibunya untuk tetap memberikan ASI

a. Nasihati ibu untuk tindakan

perawatan di rumah / menjaga

bayi tetap hangat

b. Member ASI lebih sering

c. Membersihkan lubang hidung

jika mengganggu

d. Anjurkan ibu untuk kontrol

kembali jika pernapasan menjadi

cepat atau sukar, kesulitan

minum ASI dan sakitnya

bertambah parah

Sumber : Kemenkes RI, 2011

Setelah penderita ISPA balita ditemukan dilakukan tatalaksana sebagai

berikut :

1. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik : kontrimoksazol, amoksilin

selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol,

salbutamol.

2. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari

setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat

Page 52: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

36

Tabel 2.4. Tatalaksana anak batuk atau kesukaran bernapas umur 2 bulan - 5tahun

Umur 2 Bulan - < 5 Tahun

Tanda

Tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam

a. Tidak ada tarikan

dinding dada

bagian bawah ke

dalam

b. Ada napas cepat

: 2 bl

c. < 15 bl : > 50

x/menit 12 bl

b. < 5 th : > 40

x/menit

a. Tidak ada tarikan

dinding dada

bagian bawah

kedalam

b. Tidak ada napas

cepat

Klasifikasi Pneumonia berat Pneumonia Batuk bukan

pneumonia

Tindakan

a. Rujuk segera ke rumah sakit

b. Beri 1 dosis antibiotic

c. Obati demam, jika ada

b. Obati whezzing jika ada

a. Nasihati ibunya

untuk tindakana

perawatan di

rumah - Beri

antibiotic

selama 3 hari

b. Anjurkan ibu

untuk kontrol 2

hari atau lebih

cepat bila

keadaan anak

memburuk

c. Obati demam,

jika ada

d. Obati

whezzing, jika

ada

a. Bila batuk > 3

minggu, rujuk

b. Nasihati ibunya

untuk tindakan

perawatan di

rumah

c. Obati demam jika

ada

d. Obati whezzing,

jika ada

Periksa dalam 2 hari anak yang diberi antibiotic

Tanda Memburuk Tetap sama Membaik

a. Tak dapat minum

b. Ada TDDK

c. Ada tanda bahaya

a. Napasnya melambat

b. Panasnya turun

c. Nafsu makan

membaik

Tindakan

Rujuk segera ke rumah sakit

Ganti antibiotik atau

rujuk

Teruskan antibiotic

sampai 3 hari

Sumber : Kemenkes RI, 2011

Page 53: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

37

2.4. Definisi imunisasi

Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam

bidang ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut antigen).

Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman atau protein

racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk ke dalam tubuh manusia,

maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap racun kuman

yang disebut dengan antibodi.(30)

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu.(31)

Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan

tubuh dengan cara memasukkan vaksin, yakni virus atau bakteri yang dilemahkan,

dibunuh, atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.

Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang

dimasukkan ke dalam tubuh untuk merangsang pembentukan zat anti yang

dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak,

dan melalui mulut seperti vaksin polio.(31)

Manfaat imunisasi Imunisasi sangat penting untuk melindungi bayi

terhadap penyakit-penyakit menular, yang bahkan bisa membahayakan jiwa.

Imunisasi juga merupakan upaya untuk pemusanahan penyakit secara sistematis

dan bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk sehingga resiko untuk

mengalami penyakit yang bersangkutan lebih kecil. Tujuan diberikan imunisasi

adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat

Page 54: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

38

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan

akibat penyakit tertentu.(31)

2.4.1. Macam-macam imunisasi

Macam-macam imunisasi itu ada dua macam, diantaranya adalah :

1. Imunisasi aktif : Merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara

menyuntikan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan

membuat zat antibodi yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi

aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif, imunisasi aktif

adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau

dimatikan dengan tujuan untuk meragsang tubuh memproduksi antiibodi

sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif

merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu

proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik

yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel

memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat

dapat merespon. Dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan

dalam setiap vaksinnya antara lain:

1) Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau

mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan dapat berupa poli

sakarida, toksoid atau virus dilemahkan atau bakteri dimatikan.

2) Pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan.

3) Preservative, stabilizer, dan antibiotika yang berguna untuk menghindari

tubuhnya mikroba dan sekaligus untuk stabilisasi antigen.

Page 55: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

39

4) Adjuvant yang terdiri dari garam aluminium yang berfungsi untuk

meningkatkan imunisasi antigen.

2. Imunisasi pasif : Pada imunisasi pasif tubuh tidak membuat sendiri zat anti

akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikan bahan

atau serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut

mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan.

Imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi

dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus

Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang

terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai

jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kehamilan,

misalnya antibodi terhadap campak.

Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobin) yaitu suatu zat yang

dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma

manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga

sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.(31)

Imunisasi dasar pada bayi Imunisasi adalah sarana untuk mencegah

penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Imunisasi bisa

melindungi anak-anak dari penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntikan

atau melalui mulut. Keberhasilan pemberian imunisasi pada anak dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya terdapat tingginya kadar antibodi pada saat

dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian

imunisasi, dan status nutrisi terutama kecukupan protein karena protein diperlukan

Page 56: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

40

untuk menyintesis antibody. Berikut beberapa imunisasi dasar yang diwajibkan

oleh pemerintah :

1. Imunisasi BCG Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) dapat diberikan

sejak lahir. Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh

terhadap tuberculosis (TBC). Apabila BCG akan diberikan di atas usia 3

bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. BCG diberikan

apabila hasil uji tuberculin negative, imunisasi BCG merupakan imunisasi

yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab

terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun

sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC

yang berat seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier (pada seluruh lapang

paru) atau TBC tulang. Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah

terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regionalis, dan reaksi

panas. Efek samping lainnya adalah setelah 3-6 minggu akan terdapat

eritema, indurasi, dan kadang ulserasi. Kelenjar getah bening aksilaris

mungkin membesar dan terasa nyeri. Tanda-tanda lokal menghilang dalam 2-

6 bulan.(32)

2. Imunisasi Hepatitis B Vaksin hepatitis B diberikan untuk melindungi bayi

dengan memberi kekebalan terhadap penyakit hepatitis B. yaitu penyakit

infeksi lever yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker, dan kematian,

imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah

terjadinya penyakit hepatitis yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk

Page 57: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

41

cair. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali dan

penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun.

3. Imunisasi polio Imunisasi polio diberikan untuk mencegah penyakit

poliomyelitis. Polio adalah penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan.

Vaksin polio tidak menimbulkan efek samping, imunisasi polio merupakan

imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis

yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Hipersensitivitas berat

terhadap antibiotika merupakan kontraindikasi terhadap polio berupa

penisilin, streptomisin, neomisin, atau polimiksin.

4. Imunisasi DPT (difteri, pertusis, tetanus) Difteri adalah penyakit infeksi

tenggorokan berat yang dapat menyebar ke jantung dan system syaraf

sehingga menimbulkan kematian. Pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari)

adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella

pertusis yang menyebabkan batuk berat dan lama, dengan komplikasi yang

berbahaya bila tidak di tangani dengan baik. Sedangkan tetanus adalah

penyakit bakteri berbahaya yang dapat menyebabkan kejang otot dan sakit

yang luar biasa. Pemberian imunisasi DPT untuk melindungi tubuh terhadap

penyakit difteri, pertusis, dan tetanus yang berakibat fatal pada bayi dan anak.

Adapun efek samping vaksin DPT ini adalah demam tubuh dalam 24-48 jam

setelah vaksinasi, yang biasanya dapat diatasi dengan obat penurun panas.

Bila setelah imunisasi DPT terjadi demam 40°C, demam lebih dari tiga hari,

atau reaksi kejang, segera beritahukan dokter anda. Imunisasi DPT

merupakan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit difteri, pertussis,

Page 58: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

42

dan tetanus. Pemberian DPT dapat berefek samping ringan ataupun berat.

Efek ringan misalnya terjadi pembengkakan, nyeri pada tempat penyuntikan,

dan demam. Efek samping berat misalnya terjadi menangis hebat, kesakitan

kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan

syok. Upaya pencegahan penyakit difteri, pertussis, dan tetanus perlu

dilakukan sejak dini melalui imunisasi karena penyakit tersebut sangat cepat

serta dapat meningkatkan kematian bayi dan balita. Reaksi minor akibat

komponen pertusis dari imunisasi Hib/DPT umum terjadi seperti gelisah,

demam, dan menangis selama beberapa jam setelah penyuntikan dengan

lokasi penyuntikan terasa sakit.(32)

5. Imunisasi campak diberikan agar dapat melindungi anak terhadap penyakit

campak secara efektif. Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

campak, yang dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya seperti infeksi

paru, kejang, dan kerusakan otak. Ulangan imunisasi campak saat ini otomatis

dilakukan saat imunisasi MMR (measles= campak, mumps = gondongan,

rubella = campak jerman), imunisasi campak merupakan imunisasi yang

digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena

penyakit ini sangat menular. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan.

Imunisasi ini memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada tempat

suntikan dan panas. Hipersensitivitas berat terhadap antibiotika merupakan

kontraindikasi terhadap campak (neomisin atau kanamisin). Anafilaksis

sebelumnya terhadap telur merupakan kontraindikasi terhadap MMR.

Page 59: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

43

Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar

terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk

Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang

termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi

BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan

oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan

(mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis),Hepatitis A, cacar air

(chicken pox, varicella) dan rabies.

Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindung

dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik, kakak

dan teman-teman disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh

bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan

vaksin tersebut. Anak yang telah diimunisasi bilaterinfeksi oleh kuman tersebut

maka tidak akan menularkan ke adik, kakak, atau teman-teman di sekitarnya. Jadi,

imunisasi selain bermanfaat untuk diri sendiri juga bermanfaat untuk mencegah

penyebaran ke adik, kakak dan anak-anak lain disekitarnya. Sayangnya,

kebanyakan masyarakat belum sadar akan hal tersebut. Mereka tidak

mengimunisasikan bayinya karena berbagai sebab, sehingga masih ada

kemungkinan Balita yang dapat tertular Penyakit yang dapat Dicegah Dengan

Imunisasi (PD31).(33)

Rata-rata angka imunisasi di Indonesia hanya 72 persen. Artinya, angka di

beberapa daerah sangat rendah. Ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal

setiap hari termasuk yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat

Page 60: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

44

dicegah. Misalnya tuberculosis, campak, pertusis, dipteri dan tetanus. “Ini

merupakan tragedi yang mengejutkan dan tidak seharusnya terjadi. Masalah ini

mencerminkan masalah sistem dari tingkat kabupaten ke bawah. Sekaligus juga

mencerminkan perlunya pendanaan yang sesuai di tingkat nasional untuk untuk

mendukung dan mempertahankan pengawasan program imunisasi di Indonesia.

Wabah polio yang baru saja terjadi merupakan krisis kesehatan yang berdampak

global. Ini merupakan contoh yang baik mengapa beberapa program tidak boleh

dibiarkan gagal karena kurangnya dana dan kapasitas sumber daya manusia pada

pelaksanaannya,” kata Dr. Gianfranco Rotigliano, Kepala Perwakilan UNICEF di

Indonesia. Survei atas dugaan kasus polio yang dilakukan WHO menunjukkan

bahwa di beberapa daerah angka imunitas kurang dari 56 persen. Tiga tahun

sebelumnya angka imunitas mencapai 70 persen. Hal ini menunjukkan turunnya

layanan kesehatan di beberapa daerah miskin. (34)

2.5. Beberapa Klasfikasi Penyakit yang ada dalam MTBS

1. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit yang

sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan teru-tama pada anak, ISPA

di-bedakan menjadi 2, yaitu: ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah ISPA

bagian atas adalah infeksi saluran pernapasan akut di atas laring, yang

meliputi: rinitis, faringitis, tonsilitis, sinusitis, dan otitis medis. Sedangkan,

ISPA bagian bawah ada-lah infeksi saluran pernapasan akut dari laring ke

bawah, yang terdiri atas: epiglotitis, bronki-tis, bronkiolitis, dan pneumonia.

Dari beberapa penyakit ISPA tersebut, pneumonia merupakan penyakit

infeksi yang memerlukan perhatian khusus, sebab pneumo-nia termasuk

Page 61: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

45

dalam penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak balita khususnya di

Indonesia.Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang

mengenai jaringan paru (alveoli). Penyakit ini ditandai dengan adanya batuk

dan atau kesukaran bernapas yang disertai pula napas sesak atau tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Pneumonia yang terjadi sebagian besar

disebabkan oleh mikroorganisme (virus atau bakteri) dan sebagian kecil

disebabkan oleh faktor lain, seperti: kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, adat

istiadat, malnutrisi, dan imunisasi.

Rendahnya cakupan penemuan penderita pneumonia balita salah satunya

disebabkan oleh kepatuhan petugas dalam melaksanakan prosedur

pengobatan yang belum maksimal sehingga banyak kasus pneumonia balita

tidak terdeteksi atau tidak tertangani. Selain itu, belum maksimalnya

sosialisasi kepada masya-rakat tentang tanda-tanda pneumonia balita serta

bahayanya jika tidak segera ditangani juga berperan dalam rendahnya

cakupan pneumonia balita ditangani. Sebagai salah satu upaya untuk

menemukan balita penderita dan meningkatkan kualitas tatalaksana penderita

pneumonia, Departeman Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO dan

UNICEF untuk me-nerapkan pendekatan integrated management childhood

ilness (IMCI) atau Manajemen Terpa-du Balita Sakit (MTBS) di unit

pelayanan kese-hatan dasar. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan

millenium development goals di bidang kesehatan, yaitu: menurunkan 2/3

angka kematian balita pada rentan waktu antara tahun 1990-2015, dengan

Page 62: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

46

salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menurunkan 1/3 kematian

balita akibat ISPA.

2. TBC adalah suatu penyakit infeksi kronik atau akut yang menyerang organ

paru. TBC ditandai dengan demam, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada,

dan malaise. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar

bakteri Mycobacterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC

batuk. Pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC

dewasa. Selain itu faktor yang mempengaruhi seseorang menderita TB

diantaranya adalah gizi buruk dan HIV/AIDS, memburuknya kondisi sosial

ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,

meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan

adanya epidemi dari infeksi HIV. Di samping itu daya tahan tubuh yang

lemah, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang berperan penting

dalam terjadinya infeksi TBC.(35)

Patogenesis Tuberkulosis Paru merupakan portd’entrée lebih dari 98% kasus

infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik

renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya

kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.

Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup

menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil

kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan

bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus

berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut.

Page 63: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

47

Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer

GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe

menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran

limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya

inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)

yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah,

kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan

jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar

paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer,

kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang

meradang (limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB

hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa

inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses

infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga

timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam

waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa

inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu

jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum

tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.

Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan

telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas

Page 64: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

48

terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji

tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah

kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah

terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi

baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.

Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila

imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli

akan segera dimusnahkan.Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di

jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk

fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan

enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidaksesempurna focus primer

di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-

tahun dalam kelenjar ini.Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi.

Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar

limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,

bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga

meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau

paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar

karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi

parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan

ateletaksis.(35)

Page 65: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

49

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak

dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB

endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan

obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan

pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental

kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas

seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran

limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks

primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam

sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran

hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik.Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam

bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread).

Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi

sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan

mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah

organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan

paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi

tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum

terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam

koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh

imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini

umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk

Page 66: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

50

menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus

SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,

focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ

terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,

sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh

tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB

secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam

waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada

jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya

penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system

imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spreaddengan jumlah kuman yang besar.(36)

Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran

yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata

yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi

anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara

histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang

terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi

bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di dekatnya,

sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara

Page 67: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

51

klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapatdibedakan dengan acute

generalized hematogenic spread.

Hal ini dapat terjadi secara berulang. Pada anak, 5 tahun pertama setelah

infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi.

Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran

limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%

penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal

ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis

endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar

regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya

TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi

primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi

yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada

anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

3. Gastroenteritis/Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja,

berbentuk cairan atau setengah cairan (setengah padat), dengan demikian

kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya. Dalam keadaan biasa

kandungan air berjumlah sebanyak 100-200 ml per jam tinja.

Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare

adalah buang air dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek

sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya.

Klasifikasi Diare : Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2,

yaitu:

Page 68: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

52

1) Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung kurang

dari dua minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya mendadak,

disertai lemah dankadang-kadang demam atau muntah. Biasanya berhenti

atau berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Diare akut dapat

terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri, akibat makanan.

2) Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal

diare. Batasan waktu 15 hari tersebut semata-mata suatu kesepakatan,

karena banyaknya usul untuk menentukan batasan waktu diare kronis

Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare

spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang

disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifik

adalah diare yang disebabkan oleh makanan. Penyakit diare dapat

disebabkan oleh 3 jenis, yaitu:

1) Diare akibat virus Dapat melekat pada sel –sel mukosa yang

menyebabkan kerusakan, sehinggakapasitas resorbsi menurun, tetapi

sekresi air dan elektrolit bertambah. Diare ini terjadi beberapa hari

hingga virusnya bertambah dan dapat lenyap dengan sendirinya, dan

biasanya terjadi selama 6 hari.

2) Diare akibat enterotoksin Penyebabnya adalah bakteri yang

membentuk enterotoksin yang terpenting adalah E.colidan lebih jarang

Shigella, Salmonella, Vibrio parohaemolyticus, Campoylobacter

jejuni, dan Entamoyba histolytice. Sel –selnya melekat pada sel

mukosa dan merusaknya. Diare ini bersifat self limitingyang dapat

Page 69: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

53

sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan kurang lebih 5 hari, dan

setelah itu sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel yang baru.

3) Diare akibat bakteri/diare invansif Bakteri-bakteri tertentu

memperbanyak diri dan membentuk toksin yang mana dapat diresorbsi

ke dalam darah dan menimbulkan gejala-gejala hebat seperti demam

tinggi, nyeri kepala dan kejang-kejang, disamping mencret berdarah

dan lendir. Disebabkan oleh jenis Salmonella, Shigella, jenis

Colitertentu dan basil Campylobacter jejuni.

Patofisiologi Diare Mekanisme terjadinya diaredapat dibagi menjadi

kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif, dan gangguan motilitas. Diare osmotik

terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam

lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.(37)

Diare sekretorik bisa terjadi karena gangguan pengangkutan (transport)

elektrolit baik absorpsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini

dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau

pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksatif non osmotik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik

usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi

bakteri atau bersifat non infeksi. Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas

yang mengakibatkan waktu transit usus menjadi lebih cepat, sehingga

menyebakan diare.

Page 70: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

54

2.6. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

2.6.1. Pengertian Puskesmas

Dalam peraturan Menteri Kesehatan republik Indonesia No 75 Tahun 2014

tentang pusat kesehatan masyarakat bahwa pusat kesehatan masyarakat

merupakan salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang

memiliki peranan penting dalam system kesehatan nasional khususnya subsistem

upaya kesehatan. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan

preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional

dimana berperan sebagai pengembangan kesehatan masyarakat yang juga mebina

peran kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.(38)

2.6.2. Visi dan Misi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan

Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai

melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan

dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yag bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup

4 indikator utama, yakni :

1. Lingkungan sehat

Page 71: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

55

2. Perilaku sehat

3. Cakupan pelayanan kesehatan yag bermutu

4. Derajat kesehatan penduduk kecamatan

Misi Puskesmas adalah :

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembagunan sektor lain yang

diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan

yaitu pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negative terhadap

kesehatan, setidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat

yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang

kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju

kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan

masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta

meningkatkan efisiensi pengelolaan dan sehingga dapat dijangkau oleh

seluruh anggota masyarakat

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya Puskesmas akan selalu berupaya

memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

Page 72: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

56

penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat

yang berkunjung dan bertempat tinggal di wilayah kerjaya, tanpa diskriminasi

dan dengan menerapkan kemajuan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya

pemeliharaan dan peningkatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula

aspek lingkungan dari yang bersangkutan.(38)

2.7. Landasan Teori

Landasan Teori yang berjudul Analisis Penerapan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) Terhadap Kejadian ISPA Balita di Puskesmas Pasar Gambir

Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Sebagaimana dalam gambar kerangka teori

penelitian berikut ini :

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Sumber : Lawrence green

1. Pengetahuan ibu

2. Status imunisasi

3. Status gizi

4. Keberadaan perokok

dalam rumah

Faktor

predisposisi

1. Kepatuhan ibu

2. Alur pelaksanaan

MTBS

3. Sarana dan prasarana

Faktor

Pendukung

1. Petugas kesehatan Faktor Pendorong

Kejadian ISPA

Page 73: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

57

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep yang berjudul Analisis Penerapan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) Terhadap Kejadian ISPA Balita di Puskesmas Pasar Gambir

Kota Tebing Tinggi Tahun 2019. Sebagaimana dalam gambar kerangka konsep

penelitian berikut ini :

Variabel Indipendent Variable Dependent

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

2.9. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

dimana rumusan masalah penelitan telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pernyataan.

1. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA di Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

2. Ada hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA di Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

3. Ada hubungan status gizi terhadap kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir

Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

4. Ada hubungan keberadaan perokok dalam rumah terhadap kejadian ISPA di

Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019.

1. Pengatahuan Ibu

2. Status Imunisasi

3. Status Gizi

4. Keberadaan Perokok

Dalam Rumah

Kejadian ISPA

Page 74: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

58

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah case control

dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kedua pendekatan ini dilakukan

untuk menjawab pertanyaan penelitian yang tidak sepenuhnya dapat dijawab

dengan satu pendekatan saja. Green dalam Creswell (1994) menyebutkan lima

tujuan pendekatan gabungan antara kuantitatif dan kualitatif.

1) Triangulation in the classic sense of seeking convergence of result. Dalam hal

ini penggabungan kedua metode penelitian ini bertujuan untuk mencari titik

temu terhadap hasil penelitian kualitatif. Triangulasi disini juga diartikan

sebagai salah satu cara untuk melakukan konfirmasi ulang terhadap hasil

penelitian kualitatif.

2) Complementary, in the overlapping and different facets of phenomenon may

emerge. Penelitian dengan indikator alamiah yang kompleks seperti kehidupan

sosial dan budaya perlu menggabungkan kedua metode ini. Hal ini

dikarenakan seringkali ada data yang tumpang tindih atau berbeda yang terjadi

dalam masyarakat.

3) Developmentally, where in thefirst method is issued sequentially help inform

the second method. Hal ini dilakukan untuk memberi informasi lebih lanjut

terhadap data pertama yang telah diketahui, sehingga analisis data dapat

dilakukan secara menyeluruh.

Page 75: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

59

4) Initiation, where in contradictions and fresh perspectives emerge.Hasil

penelitian yang menggabungkan kualitatif dan kuantitatif dapat menghasilkan

suatu inovasi.

5) Expansion, where in the mixed methods and scope and breath to study.

Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan wawancara kepada responden

bertujuan untuk menganalisis Penerapan MTBS Terhadap Kejadian ISPA.

Pendekatan kualitatif dilakukan dengan indepth interview menggunakan

pedoman wawancara yang bertujuan menggali lebih dalam Penerapan MTBS

Terhadap Kejadian ISPA di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi.(39)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pasar Gambir yang

berlokasi di jalan Sisingamangaraja, Kel. Pasar Gambir,Kec. Tebing Tinggi Kota.

Adapun alasan dilakukan penelitian ini dikarenakan jumlah respondent memadai

untuk di jadikan sampel penelitian.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – September 2019 yang

dimulai dari proses pengajuan judul, survey awal, pengambilan data, analisis data

dan penyusunan akhir skripsi.

Page 76: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

60

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generelisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini

seluruh balita yang mengalami penyakit ISPA yang tercatat di Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi dari bulan Oktober tahun 2018 – Desember tahun

2019. Populasi berjumlah 30 orang.

3.3.2. Sampel

1. Sampel Untuk Pendekatan Kuantitatif

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Sampel penelitian ini diambil secara total population yaitu

sampel diambil dari keseluruhan jumlah populasi. Dengan kriteria balita yang

mengalami ISPA sebanyak 30 orang.

2. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah informan utama dan informan

pendukung. Informan utama antara lain: petugas puskesmas pasar gambir yaitu

petugas manajemen terpadu balita sakit (MTBS) sebanyak 3 orang, Kepala

Puskesmas 1 orang, dan informan pendukung yaitu ibu yang memiliki balita

sebanyak 2 orang. Sehingga didapatkan informan dalam penelitian ini sebanyak 6

orang.

Page 77: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

61

3.4. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data Kuantitatif Metode pengumpulan data dalam

penelitian dilakukan dengan pengisian lembar checklist.

2. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif

Tatacara atau teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan

teknik In-depth interview dan Observasi.

1. In-depth interview

Wawancara secara mendalam terhadap informan mengenai Penerapan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap Kejadian ISPA.

2. Observasi

Untuk melihat latar informan tentang Penerapan Manajemen Terpadu Balita

Sakit (MTBS) terhadap Kejadian ISPA.

3.4.1. Teknik Validasi Data

Data yang telah berhasil diperoleh pada lokasi penelitian, dikumpulkan

dan dicatat dalam penelitian, harus diusahakan bukan hanya kedalaman dan

kebenarannya tetapi juga bagi kemantapan dan ketepatannya. Triangulasi

merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas data

dalam desain penelitian kualitatif. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.(39)

Jenis-jenis metode triangulasi ada 4 macam triangulasi sebagai teknik

pemeriksaan untuk mencapai keabsahan, yaitu:

Page 78: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

62

1. Triangulasi Metode

Dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang

berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti

menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh

kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai

informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan

wawancara terstruktur.Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi

atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya.Selain itu, peneliti juga bisa

menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi

tersebut.Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh

hasil yang mendekati kebenaran.Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan

jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian

diragukan kebenarannya.Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya

berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak

perlu dilakukan.Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.

2. Triangulasi Antar-Peneliti

Dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam

pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah

pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi

perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah

memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan agar

tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.

Page 79: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

63

3. Triangulasi Sumber Data

Menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber

perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti

bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen

tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan

gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu akan menghasilkan bukti

atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan yang

berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan

melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.

4. Triangulasi Teori.

Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis

statement. Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif

teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau

kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan

kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan

teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui

tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika

membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih

jika perbandingannya menunjukkan hasil yang jauh berbeda.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan

variabel terikat (dependen). Adapun yang menjadi variabel bebas (independen)

Page 80: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

64

yaitu (tenaga kesehata, kepatuhan ibu, alur pelaksanaan MTBS, sarana dan

prasarana) yang ditandai dengan simbol x sedangkan variabel yang terikat

(dependen) yaitu Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap

Kejadian ISPA yaitu variabel yang berhubungan yang ditandai simbol y

3.5.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah penjelasan semua variabel dan istilah yang

akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

Tabel 3.1 Aspek pengukuran Variabel Independen (X variabel) dan Dependen (Y

variabel)

No Variabel

Independen

Jumlah

Pertanyaan

Alat

Ukur

Hasil

Pengukuran Kategori

Skala

Ukur

1. Pengetahuan

Ibu

15 Kuesioner

Dengan

penilaian

jika

Benar: 1

Salah: 0

a. Kurang, jika

responden

menjawab < 6

pertanyaan

dengan benar

b. Cukup, jika

responden

menjawab 6-

10 pertanyaan

dengan benar

c. Baik, jika

responden

menjawab >

10 pertanyaan

dengan benar

a. 1

b. 2

c. 3

Ordinal

2. Status

Imunisasi

1 Kuesioner

KMS

a. Tidak

Lengkap, jika

imunisasi

wajib tidak

diberikan

sepenuhnya

b. Lengkap, jika

imunisasi

wajib dberikan

semua.

a. 1

b. 2

Nominal

Page 81: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

65

3. Status Gizi 1 Kuesioner

KMS

a. Kurang, (-3

SD sampai

dengan < -2

SD)

b. Lebih, (>2 SD

sampai 3 SD)

c. Normal, (-2

SD sampai

dengan 2 SD)

a. 1

b. 2

c. 3

Nominal

4. Keberadaan

Perokok

Dalam

Rumah

1 Kuesioner a. Ada

b. Tidak Ada

a. 1

b. 2

Nominal

No Variabel

Dependen

Jumlah

Pertanyaan

Alat

Ukur

Hasil

Pengukuran

Kategori/ Skala

Ukur

1 Kejadian

ISPA

1 Kuesioner

Dengan

penilaian

jika

Ya :1

Tidak: 0

a. ISPA

b. Tidak ISPA

a. 1

b. 2

Nominal

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menentukan derajat ketepatan dari instrument penelitian berbentuk

kuesioner. Uji validitas dapat dilakukan menggunakan Uji Product Moment Test.

Pertanyaan –pertanyaan tersebut diberikan kepada responden sebagai sasaran uji

coba. Kemudian pertanyaan-pertanyaan (kuesioner) tersebut diberi skor atau nilai

jawaban masing-masing sesuai dengan sistem penilaian yang ditetapkan.

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu

mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji korelasi antara skor (nilai)

tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor tptal kuesioner tersebut. Bila semua

pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity). Apabila

kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item

Page 82: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

66

(pertanyaan) yang ada di dalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 dengan melihat

nilai Sig (2-tailed). Adapun kriteria validitas instrumen penelitian yaitu dikatakan

valid jika nilai Sig (2-tailed) < 0,05 atau nilai r hasil positif, serta r hasil > r tabel,

jika nilai Sig (2-tailed) > 0,05 atau nilai r hasil positif, serta r hasil < r tabel maka

butir instrumen dinyatakan tidak valid.

Tabel. 3.2. Hasil uji Validitas Pengetahuan Ibu

No Pertanyaan Sig. (2-tailed) Keterangan

1 Apakah anda tahu apa itu kepanjangan dari

ISPA?

0,000 Valid

2 Apa itu ISPA? 0,006 Valid

3 Menurut ibu, apakah anak ibu perlu

mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak,

jika perlu apakah ibu membawanya ke

pelayanan kesehatan?

0,002

Valid

4 Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh? 0,031 Valid

5 Apakah bentuk gejala dari ISPA? 0,000 Valid

6 Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

kejadian ISPA?

0,002 Valid

7 Bagaimana penyakit ISPA dapat

ditularkan?

0,006 Valid

8 Tindakan pencegahan penularan apa yang

akan anda lakukan jika anda menderita

ISPA?

0,012 Valid

9 Bagaimana cara mencegah terjadinya

ISPA?

0,014 Valid

10 Dibawah ini merupakan faktor resiko

terjadinya penularan penyakit ISPA,

kecuali

0,000 Valid

11 Menurut ibu, pemeriksaan penyakit ISPA

dilakukan kepada petugas yang seperti

apa?

0,034 Valid

12

Seseorang akan lebih rentan untuk

terserang penyakit ISPA jika dalam

kondisi berikut:

0,031 Valid

13

Gejala yang dapat ditumbulkan pada

penyakit ISPA akan bertambah buruk jika

anak tidak mendapatkan:

0,039 Valid

Page 83: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

67

No Pertanyaan Sig. (2-tailed) Keterangan

14 Influenza dan batuk pilek termasuk

kedalam penyakit?

0,012 Valid

15 Menurut anda apakah penyakit ISPA dapat

ditularkan oleh orang dewasa ke balita?

0,026 Valid

Hasil uji validitas kuesioner ini dinyatakan 15 soal variabel pengetahuan

valid dengan nilai Sig (2-tailed) < 0,05 atau nilai r hasil positif, serta r hasil > r

tabel.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan

alat ukur yang sama. Sekurang-kurangnya dua kali

Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur untuk gejala-gejala sosial (non

fisik) harus mempunyai reliabilitas yang tinggi. Uji coba tersebut kemudian diuji

dengan tes menggunakan rumus korelasi pearson (pearson correlation). Perlu

dicatat, bahwa perhitungan relibialitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan-

pertanyaan yang sudah memiliki validitas. Dengan demikian harus menghitung

validitas terlebih dahulu sebelum menghitung reliabilitas.

Nilai Cronbach’s Alpha (Reliabilitas) yang diperoleh kemudian

dibandingkan dengan r product moment pada tabel dengan ketentuan jika r Hitung

> r Tabel maka tes tersebut reliabel.

Page 84: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

68

Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Pengetahuan Ibu

Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha N of Items

0,913 15

Hasil reliabilitas pada tabel diatas menunjukan bahwa nilai Cronbach’s

Alpha 0,913 > r tabel 0,468. Sehingga dapat disimpulkan kuesioner tersebut

reliabel.

3.7. Metode Pengolahan

Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali dengan

memeriksa semua lembar checklist apakah jawaban sudah lengkap dan benar.

Menurut Iman, data yang terkumpul diolah dengan cara komputerisasi dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1) Collecting

Mengumpulkan data yang berasal dari lembar checklist

2) Checking

Dilakukan dengan memeriksa kelengkapan pengisian lembar checklist dengan

tujuan agar data diolah secara benar sehingga pengolahan data memberikan

hasil yang valid dan realiabel, dan terhindar dari bias.

3) Coding

Pada langkah ini penulis melakukan pemberian kode pada variabel-variabel

yang diteliti, nama responden dirubah menjadi nomor.

Page 85: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

69

4) Entering

Data entry yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang masih

dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program komputer yang digunakan

peneliti yaitu SPSS

5) Data Processing

Semua data yang telah diinput ke dalam aplikasi komputer akan diolah sesuai

dengan kebutuhan.Setelah dilakukan pengolahan data seperti yang telah

diuraikan di atas, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. Adapun

jenis-jenis dalam menganalisis data adalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1) Analisis Data Kuantitatif

(1) Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang menitikberatkan pada

penggambaran atau deskripsi data yang telah diperoleh.

Menggambarkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel

bebas dan variabel terikat, sehingga dapat gambaran variabel

penelitian.

(2) Analisis Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel

dependen dengan variabel independen.Uji yang digunakan pada

analisis bivariat ini adalah uji chi-square (x2) dengan menggunakan

derajat kepercayaan 95%.Uji chi-Square dapat digunakan untuk

melihat hubungan. Dalam uji ini kemaknaan hubungan dapat

diketahui, pada dasarnya uji chi-square digunakan untuk melihat antara

Page 86: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

70

frekuensi yang diamati (observed) dengan frekuensi yang diharapkan

(expected).(40)

2) Analisis Data Kualitatif

Analisis data dalam penelitian ini digunakan dua pendekatan kualitatif.

Menurut Miles dan Hubernas dalam Sugiyono, data kualitatif diperoleh

dari data reduction, data display dan conclusion drawing/verification.

Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus

menerus selama penelitian ini berlangsung.Setelah menganalisis data

kemudian dilanjutkan dengan keabsahan data kualitatif yaitu dengan cara

triangulasi. Triangulasi dalam penelitian ini adalah dengan

membandingkan informasi dari informan yang satu dengan informan yang

lain sehingga informasi yang diperoleh kebenarannya. Selanjutnya

melakukan keabsahan data.

Page 87: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

71

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Penelitian

4.1.1. Keadaan Geografis

Puskesmas Pasar Gambir terletak di Jalan Sisingamangaraja Kecamatan

Tebing Tinggi Nomor: 15 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan dan

Kelurahan, maka Kecamatan Tebing Tinggi berbatasan langsung dengan:

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Tanjung Marulak Hilir

2) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Rambung

3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Bagelen

4) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Bandarsono

Secara administrasi Wilayah kerja Puskesmas Pasar Pasar Gambir terdiri

dari 4 kelurahan yaitu:

1) Kelurahan Bandar Utama

2) Kelurahan Mandailing

3) Kelurahan Pasar Gambir

4) Kelurahan Pasar Baru

4.1.2. Wilayah Administratif Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

Wilayah kerja Puskesmas Pasar Gambir merupakan sebagian wilayah dari

Kecamatan Tebing Tinggi Kota dengan luas wilayah kerja 1,7 . Berdasarkan

BPS Kota Tebing Tinggi tahun 2016 jumlah penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Pasar Gambir sebanyak 13.637 jiwa, dengan tingkat kepadatan

penduduknya mencapai 8.112 jiwa per .

Page 88: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

72

4.1.3. Kependudukan

Keseluruhan jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih sedikit

daripada penduduk perempuan yaitu berjumlah 6.293 jiwa, dan perempuan

berjumlah 7.344 jiwa sehingga rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk wilayah

kerja Puskesmas Pasar Gambir adalah sebesar 85,69 % yang berarti ada 86 orang

laki-laki dengan 100 orang perempuan.

Oleh karena itu, dengan Luas wilayah kerja Puskesmas 1,7 maka

tingkat kepadatan penduduk mengalami peningkatan dengan jumlah rumah tangga

sebanyak 3.700 KK dengan rata-rata 3,69 jiwa/KK. Hal ini menunjukkan

penurunan jumlah penduduk bila dibandingkan dengan angka penduduk tahun

2016.(40)

Beban tanggungan diukur dengan membandingkan jumlah penduduk usia

non produktif 0–14 dan tambah penduduk usia 65 tahun keatas dengan jumlah

penduduk usia produktif 15–64 tahun. Sesuai sensus BPS Kota Tebing Tinggi

tahun 2016 Penduduk usia produktif (15–64 tahun) di wilayah Puskesmas Pasar

Gambir mencapai 9.811 jiwa (71,94%), sementara penduduk usia non produktif

(usia 0-14 tahun) mencapai 3.212 jiwa (23,56%) dan usia 64 tahun ke atas

sebanyak 614 jiwa (4,5%). Rasio beban tanggungan di wilayah kerja Puskesmas

Pasar Gambir tahun 2016 adalah 39% hal ini berarti setiap 100 orang berusia

produktif di wilayah kerja Puskesmas Pasar Gambir menanggung 39 orang yang

belum produktif dan yang dianggap tidak produktif lagi. Berdasarkan angka

tersebut maka penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pasar Gambir dapat

Page 89: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

73

dikategorikan dalam ketergantungan rendah jika dilihat dari kategori Angka

Ketergantungan sebagai berikut :

1) Angka Beban Tanggungan Tinggi ≥ 70

2) Angka Beban Tanggungan Sedang 51-69

3) Angka Beban Tanggungan Rendah ≤ 50

4.1.4. Visi, Misi, Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi

1. Visi Puskesmas

Meningkatnya Mutu Pelayanan Kesehatan terhadap Masyarakat dalam Rangka

Menuju Kota yang Sehat.

2. Misi Puskesmas

1) Menggerakkan pembangunan bewawasan kesehatan.

2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat.

3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelaporan kesehatan.

4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan per orang, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya.

3. Tugas Pokok Puskesmas

1) Melaksanakan kegiatan upaya Promosi kesehatan.

2) Melaksanakan kegiatan upaya kesehatan lingkungan.

3) Melaksanakan kegiatan upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga

berencana.

4) Melaksanakan kegiatan upaya perbaikan gizi masyarakat.

Page 90: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

74

5) Melaksanakan kegiatan upaya pencegahan dan pemberantasan Penyakit

menular.

6) Melaksanakan kegiatan upaya pengobatan.

7) Fungsi Puskesmas

1) Pusat penggerak pembangunan, berwawasan kesehatan.

2) Pusat pemberdayaan masyarakat.

3) Pusat pelayanan kesehatan.

4) Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama :

(1) Pelayanan Kesehatan perorangan.

(2) Pelayanan kesehatan masyarakat.(40)

4.2. Hasil Penelitian Kuantitatif

Dari hasil penelitian Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) Terhadap Kejadian ISPA Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019 terhadap 30 responden yang peneliti lakukan pada

bulan Juli 2019 didapatkan sebagai berikut :

4.2.1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan data yang dilakukan

pada tiap variabel dari hasil penelitian. Data disajikan dalam tabel distribusi

frekuensi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui distribusi frekuensi

pengetahuan ibu, status imunisasi, status gizi, dan keberadaan perokok dalam

rumah pada tabel dibawah ini:

Page 91: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

75

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Usia Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota

tebing Tinggi Tahun 2019

No Usia Balita Jumlah

f %

1 12-23 bulan 3 10

2 24-35 bulan 7 23,3

3 36-47 bulan 12 40

4 48-59 bulan 3 10

5 60-71 bulan 5 16,7

Total 30 100

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Di Puskesmas Pasar Gambir

Kota tebing Tinggi Tahun 2019

No Pengetahuan Ibu Jumlah

f %

1 Kurang 11 36,7

2 Cukup 7 23,3

3 Baik 12 40,0

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui dari 30 (100%) responden, didapatkan

lebih banyak responden yang mempunyai pengetahuan baik yaitu 12 responden

(40,0%), sisanya sebanyak 11 responden (36,7%) mempunyai pengetahuan

kurang, dan sebanyak 7 responden (23,3%) mempunyai pengetahuan cukup.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Status Imunisasi Di Puskesmas Pasar Gambir

Kota Tebing Tinggi Tahun 2019

No Status Imunisasi Jumlah

f %

1 Tidak Lengkap 13 43,3

2 Lengkap 17 56,7

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui dari 33 (100%) responden, menunjukkan

bahwasanya status imunisasi dengan kategori tidak lengkap yaitu sebanyak 13

(34,3%), dan status imunisasi dengan kategori lengkap yaitu sebanyak 17

(56,7%).

Page 92: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

76

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Status Gizi Di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019

No Status Gizi Jumlah

f %

1 Kurang 2 6,7

2 Lebih 2 6,7

3 Normal 26 86,7

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui dari 30 (100%) responden, didapatkan

lebih banyak responden yang mempunyai status gizi yang normal yaitu 26

responden (86,7%), sisanya sebanyak 2 responden (6,7%) mempunyai status gizi

yang kurang, dan sebanyak 2 responden (6,7%) mempunyai status gizi yang

lebih.

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Keberadan Perokok Dalam Rumah Di Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019

No Keberadan Perokok

Dalam Rumah

Jumlah

F %

1 Ada 17 56,7

2 Tidak Ada 13 43,3

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.5 diketahui dari 33 (100%) responden, menunjukkan

bahwasanya keberadaan perokok dalam rumah lebih banyak pada kategori ada

yaitu sebanyak 17 (56,7%), dan keberadaan perokok dalam rumah pada kategori

tidak ada yaitu sebanyak 13 (43,3%) responden.

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi Tahun 2019

No Kejadian ISPA Jumlah

f %

1 ISPA 18 60

2 Tidak ISPA 12 40

Total 30 100

Page 93: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

77

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui dari 33 (100%) responden, menunjukkan

bahwasanya kejadian ISPA lebih banyak pada kategori mengalami sakit ISPA

yaitu sebanyak 18 (60%), dan kejadian ISPA pada kategori tidak mengalami sakit

ISPA yaitu sebanyak 13 (43,3%) responden.

4.2.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk menjelaskan hubungan antar variabel

bebas dan variabel terikat menggunakan uji chi-square. Dikatakan ada hubungan

bermakna secara statistik jika diperoleh nilai p < 0,005. Berdasarkan hasil

penelitian Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Terhadap

Kejadian ISPA Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun

2019 dapat diketahui dapat dilihat dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.7. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA Balita Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi 2019

No Pengetahuan Ibu

Kejadian ISPA Jumlah

P.Value ISPA Tidak ISPA

f % f % f %

1 Kurang 10 33,4 1 3,3 11 36,7

2 Cukup 4 13,3 3 10 7 23,3 0,019

3 Baik 4 13,3 8 26,7 12 40

Total 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden dengan

pengetahuan ibu yang kurang yaitu sebanyak 11 (9,1%), didapatkan lebih banyak

yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak 10 (33,4%) dan sisinya

sebanyak 1 (3,3%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Untuk pengetahuan

ibu yang cukup yaitu sebanyak 7 (23,3%), didapatkan lebih banyak yang

mengalami sakit ISPA pada balita yaitu 4 (13,3%) dan sisanya sebanyak 3 (10%)

balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Dan Untuk pengetahuan ibu yang baik

Page 94: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

78

yaitu sebanyak 12 (40%), didapatkan lebih banyak yang tidak mengalami sakit

ISPA pada balita yaitu 8 (26,7%) dan sisanya sebanyak 4 (13,3%) balita yang

mengalami sakit ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,019< 0,05 yang berarti ada hubungan pengetahuan Ibu

dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

2019.

Tabel 4.8. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Balita Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi 2019

No Status Imunisasi

Kejadian ISPA Jumlah

P.Value ISPA Tidak ISPA

f % f % f %

1 Tidak Lengkap 11 36,7 2 6,7 13 43,6

2 Lengkap 7 23,3 10 33,3 17 56,6 0,042

Total 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden, status

imunisasi dengan ketegori tidak lengkap yaitu sebanyak 13 (43,3%), didapatkan

lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak 11 (36,7%)

dan sisinya sebanyak 2 (6,7%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Untuk

status imunisasi dengan ketegori lengkap yaitu sebanyak 7 (23,3%), didapatkan

lebih banyak balita yang tidak mengalami sakit ISPA yaitu 10 (33,3%) dan

sisanya sebanyak 7 (23,3%) balita yang mengalami sakit ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,042< 0,05 yang berarti ada hubungan status imunisasi

dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

2019.

Page 95: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

79

Tabel 4.9. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Balita Puskesmas Pasar

Gambir Kota Tebing Tinggi 2019

No Status Gizi

Kejadian ISPA Jumlah

P.Value ISPA Tidak ISPA

f % f % f %

1 Kurang 2 6,7 1 3,3 3 10

2 Lebih 2 6,7 0 0 2 6,7 0,459

3 Normal 14 46,6 11 36,7 25 83,3

Total 18 60 12 40 30 100

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden dengan

status gizi yang kurang yaitu sebanyak 3 (10%), didapatkan lebih banyak yang

mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak 2 (6,7%) dan sisinya sebanyak 1

(3,3%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Untuk status gizi yang lebih yaitu

sebanyak 2 (6,7%), didapatkan lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada

balita yaitu 2 (6,7%) dan sisanya sebanyak 0 (0%) balita yang tidak mengalami

sakit ISPA. Dan Untuk status gizi yang normal yaitu sebanyak 25 (83,3%),

didapatkan lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu 14 (46,6%)

dan sisanya sebanyak 11 (36,7%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,459< 0,05 yang berarti tidak ada hubungan status gizi

dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

2019.

Tabel 4.10. Hubungan Keberadaan Perokok Dalam Rumah dengan Kejadian

ISPA Balita Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi 2019

No

Keberadaan

Perokok Dialam

Rumah

Kejadian ISPA Jumlah

P.Value ISPA Tidak ISPA

f % f % f %

1 Ada 14 46,7 3 10 17 56,7

2 Tidak Ada 4 13,3 9 30 13 43,3 0,013

Total 18 60,0 12 40 30 100

Page 96: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

80

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden,

keberadaan perokok di rumah dengan ketegori ada yaitu sebanyak 17 (56,7%),

didapatkan lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak

14 (46,7%) dan sisinya sebanyak 3 (10%) balita yang tidak mengalami sakit

ISPA. Untuk keberadaan perokok di rumah dengan ketegori tidak ada yaitu

sebanyak 13 (43,3%), didapatkan lebih banyak balita yang tidak mengalami sakit

ISPA yaitu 9 (30%) dan sisanya sebanyak 4 (13,3%) balita yang mengalami sakit

ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,013< 0,05 yang berarti ada hubungan keberadaan

perokok di rumah dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi 2019.

4.3. Hasil Penelitian Kualitatif

1. Cuplikan Wawancara dengan Kepala Puskesmas

Kepala puskesmas menyatakan bahwa petugas MTBS di Puskemas Pasar

Gambir khususnya tentang ISPA hanya satu orang saja.

2. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

K : Tenaga kesehatan cukuplah dek tapi kalau untuk petugas MTBS yang

pegang program cuman 1 orang, MTBS ini kan banyak ada tentang ISPA,

giji balita dsb, masing – masing satu orang, dan untuk petugas ISPA Cuma

satu orang juga.

PM : Kalau untuk tenaga kesehatan cukup sihhh, tapi kalau untuk petugas

MTBS cuman saya, saya pun baru 1 tahun pegang program MTBS,

sebelumnya bukan saya.dan untuk program MTBS tentang ISPA gak ada

kadernya.

Page 97: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

81

Petugas MTBS menyatakan bahwa petugas ISPA hanya satu orang dan

tidak ada kadernya.

3. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

Petugas MTBS tentang gizi menyatakan bahwa petugas mtbs ispa hanya

satu orang saja.

4. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

Petugas MTBS bagian ISPA menyatakan banyaknya yang mengalami

sakit ISPA dari balita hingga lansia tetapi petugas ISPA hanya satu orang dan

tidak ada kader untuk program ISPA.

1. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

PM : Tenaga kesehatan cukup lah, saya pegang tentang program gizi,

program gizi ini banyak kali x dek buat laporan survey ke rumah-rumah

wargalah untuk ngecek gizi balita kurang dan buruk kalau untuk petugas

mtbs ispa Cuma satu orang.

PM : Tenaga kesehatan kalau menurutku kan dek.... kurang apalagi aku di

bagian ISPA banyak kali rata- rata sakit ISPA, dari bapak.. bapak sampai

anak balita.

PM : Biasanya sih dek ibu-ibu balita kalau masih sakit anaknya dibawa

lagi datang tapi kalau udah sehat ngilang gitu ajaa.

P : apakah ibu balita patuh dalam pelaksanaan mtbs ini?

PM : Kalau dibilang patuh sih beda-beda ada yang patuh ada juga yang

gak patuh beda orang beda-beda

P: apakah ibu balita sering melakukan kunjangan ulang :

PM : Kadang pas berobat belum sebulan sakitnya anaknya datang lagi

dengan sakit yang sama pas saya tanyakan obatnya yang sebelumnya

dihabiskan atau nggak, dibilanganya gak dihabiskan karena udah

mendingan.

Page 98: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

82

Petugas MTBS menyatakan bahwa kepatuhan ibu balita dalam membawa

anaknya yang sakit selama masih sakit masih tetap dibawa ke puskesmas namun

jika sudah sembuh tidak pernah datang lagi dan sebagian ibu balita banyak yang

tidak patuh dalam melakukan pengobatan seperti belum sembuh dalam tempo

sebulan sudah datang kembali kepuskesmas dan obat yang sudah diberikan tidak

dihabiskan dikarenakan anaknya sudah mendingan sehingga penyakitnya kambuh

kembali.

2. Cuplikan Wawancara dengan Ibu Balita

Ibu balita menyatakan bahwa obat yang diberikan dokter sewaktu periksa

ke Puskesmas obat tersebut tidak dihabiskan karena sudah mendingan dan karena

anaknya tidak suka minum obat sehingga pemberian obat tidak teratur. Hal ini

dapat memperlama penyakit karena tidak patuh dengan petunjuk dokter dalam

pemberian obat .

I : “Biasanya sih kalau batuk dihabiskan obat yang dikasih dari puskesmas,

yaaahhhh kalau udah sembuh nggak dihabiskan lah orang udah sembuhnya.

P: seharusnya kan bu obat itu harus diminum secara teratur dan sesuai

anjuran dokternya ?

I : Anakku kan paling nggak suka minum obat susah x kalau udah minum

obat, kadang nggak teratur minum obatnya

Page 99: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

83

3. Cuplikan Wawancara dengan Kepala Puskesmas

Kepala Puskesmas menyatakan bahwa alur pelaksanaan mtbs belum sesuai

alurnya karena begitu datang langsung keloket, di periksa dan di beri obat, hal ini

di karenakan sarana dan prasarananya masih kurang lengkap sehingga membuat

proses alur pelaksanaan tidak sesuai dengan tatalaksana mtbs kejadian ispa balita.

4. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

K : Kalau berdasarkan alur pelaksanaan kan dek biasanya ibu balita tuh

datang pertama kali daptar keloket, terus pemeriksaan, dibawa kepoli

setelah diperiksa diberi resep kemudian nebus resepnya dibelakang.

P : bagaimana sarana dan Prasarana MTBS di Puskesmas ini dr?

K : Sarana dan prasarana MTBS masih kurang dek...jauh kali kurangnya

harusnya kan ada ruangan khusus tapi ini gak ada, kalau untuk program

MTBS ini masih kurang.

P: kalau menurut dokter bagaimana MTBS dengan kejadian ISPA?

K : MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, kalau dikaitkan dengan

kejadian ISPA bearti tatalaksana balita sakit ISPA nya.”

P : bagaimana alur pelaksanaan mtbs ?

PM : Alurnya sih dek pertama datang keloket, terus ditimbang, diukur suhunya,

diperiksa sama dokter dikasih resepnya terus ditebus, tapi kalau balita kan beda

tuh sakitnya misalnya pas ditimbang itukan berat badanya gak sesuai tuh sama

umurnya kami anjurkan dia datengi si frida petugas bagian gizi untuk

dikonseling.

P : bagaimana sarana dan prasarana di Puskesmas ini?

PM : Masih kurang harus nya kan ada tempatnya itu yang terpisah tapi

inikan semua yang datang rata-rata diperiksa disitu, peralatan untuk

MTBS pun kurang lengkap kaya kartu KNI itu pun gak ada disini.

P : kalau menurut ibu ( petugas mtbs) apakah MTBS ISPA itu?

PM : MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, kalau dikaitkan dengan

kejadian ISPA bearti tatalaksana balita sakit ISPA nya.

P : bagaimana penerepan mtbs dengan kejadian ispa?

Page 100: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

84

Petugas MTBS menyatakan bahwa alur pelaksanaan mtbs tidak sesuai

alurnya di karenakan sarana dan prasarana yang kurang lengkap, terbatasnya

petugas mtbs ISPA sehingga pada saat banyak pasien tidak dilakukan penanganan

sesuai tatalaksana mtbs, dan pengetahuan yang kurang disebabkan pelatihan mtbs

sudah lama tidak dilakukan.

5. Cuplikan Wawancara dengan Ibu Balita

Ibu balita menyatakan bahwa alur pelaksanaan mtbs begitu datang

kepuskesmas daftar, timbang berat badan balita, kemudian di periksa dokter dan

ambil obat.dan ibu juga tidak tahu apa itu mtbs.

6. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

PM : Penerapannya kadang nggak sesuai alurnya, kalau ngikutin alurnya

panjang kali, lama waktunya, nanti malah jadi ngantri, harusnya ngikutin

sesuai bagan tatalaksana MTBS.

P : apakah ada pelatihan MTBS ?

PM : Udah lama kali nggak ada pelaitahan apalagi pelatihan MTBS

P : bagaimana alur Pelaksanaan MTBS sewaktu ibu datang ke Puskesmas?

I : Biasanya sihhhh pas datang itu daftar lah di depan terus duduk nunggu

kalau pas ngantri, tapi kalau gak ngantri sih langsung ditimbang terus

diperiksalah sama dokternya, dikasih resep ngambil obatnya dibelakang

P :apakah ibu tahu apa itu MTBS ?

I : “ Nggak tau.....

PM : Rata- rata imunisasinya sih lengkap dek apalagi kalau posyandu rata-

rata datang.

P : bagaimana status gizi balita di Puskesmas ini?

PM : banyak kali gizi kurang pada balita kami survei kerumah warga kalau

ada yang balitanya dengan ststus gizi kurang karana kan ada program

pemerintah jadi kami survei terus ada kasih bantuan seperti roti-roti, ada

yang dapat beras, karena rata-rata sih ekonominya kurang

Page 101: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

85

Petugas mtbs menyatakan bahwa ibu balita yang datang untuk melakukan

imunisasi baik di Puskesmas maupun Posyandu rata-rata semua ibu balita

membawa anaknya untuk melakukan imunisasi dan ada sebagian yang tidak

datang untuk imunisasi tetapi karena ada program status gizi maka petugas MTBS

gizi penyuluhan kerumah warga yang memiliki balita dengan kategori gizi kurang

dan gizi buruk. Pada saat melakukan penyuluhan petugas mtbs gizi juga

menanyakan tentang imunisasi balita jika belum imunisai petugas mtbs

menganjurkan untuk segera imunisasi.

7. Cuplikan Wawancara dengan Ibu Balita

Ibu balita menyatakan bahwa anaknya sudah melakukan imunisasi

lengkap, namun pernah tertunda imunisasi karena berat badan ankanya kurang

serta sering mengalami demam sehingga imunisasinya terlambat. Dan pola

makannya, ibu balita hanya memberikan makanan yang disukai anaknya saja

sehingga berat badan balita kurang karena asupan nutrisinya kurang.

I : imunisasinya lengkap tapi waktu itu pernah sakit terus beratnya kurang

sering panas pernah tertunda imunisasinya, tapi kalau sekarang udah

lengkap

P : bagaimana pola makannya bu ?

I : “ Kalau gizi sih kayanya sihhh cukup makannya banyak dek, anak ibu

kalau pagi-pagi pengennya dadar telor aja, pagi pagi ma...ma..maa..

goleng telol, tapi sayur kurang suka paling kentang aja yang dia mau yang

lain dilepehnya pun...

Page 102: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

86

8. Cuplikan Wawancara dengan Petugas MTBS

Petugas MTBS menyatakan bahwa pada saat melakukan penyuluhan

kerumah warga ayah dari balita merokok di dalam rumah sedangkan anaknya

posisinya dekat dengan ayahnya sehingga asap rokok dapat terhirup balita dan

bisa mengakibatkan ISPA pada balita.

9. Cuplikan Wawancara dengan Ibu Balita

Ibu balita menyatakan bahwa ayah balita merokok di dalam rumah setiap

saat bahkan dekat dengan anaknya pada saat menonton televisi, dan sudah

diberikan penjelasan agar tidak merokok di dalam rumah namun tetap saja

merokok hal ini dapat menyebabkan ispa balita karena asap rokok masuk ke

pernapasan balita.

PM : Kadang kan pas kk survei kerumah survei tentang gizi bapa-bapanya

itu rata-rata ngerokok dirumahnya, kadang kk bilang ihhhh kasian tuh

anaknya masih kecil ko ngerokok di dekat dia pula, terus kalau udah aku

bilang baru pindah bapanya, itu yang pas ketauan kk pas lagi

kerumahnya.”

I : Bapaknya si ade ngerokonya kuat kaliiiii pun, kadang anaknya lagi tidur

didepan tv bapaknya ngerokok situ, gak bisa dibilang kalau ibu bilang

nanti takut ribut pula, soalnya waktu itu pernah ibu bilang jauh-jauh

ngerokoknya kan ada anakmu situuuu ko ngerokok disitu pula jadi panjang

jawabann dianya makanya udah malas ibu bilangnya.

Page 103: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

87

4.4. Pembahasan

4.4.1. Kejadian ISPA di puskesmas Pasar Gambir

Infeksi saluran pernapasan adalah radang akut saluran pernapasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun

riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok

penyakit sebagai penyebab langka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan

kelompok penyakit lain.(3)

ISPA diperkenalkan pada tahun 1984 dengan istilah acute repiratory

infections yang merupakan suatu kelompok penyakit yang menyerang saluran

pernapasan. Secara anatomis, ISPA dibagi dalam dua bagian yaitu ISPA Atas dan

ISPA Bawah, dengan batas anatomis adalah suatu bagian dalam tenggorokan yang

disebut epiglottis. ISPA merupakan infeksi akut yang menyerang salah satu

bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk sinus,

rongga telinga tengah dan pleura.

Menurut (WHO) tahun 2013 beberapa faktor yang telah diketahui

memepengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah, malnutrisi, pemberian

ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defensiasi vitamin A, (BBLR), umur

muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di

tenggorokan, terpapar udara oleh asap rokok, gas beracun, dan lain-lain.

Menurut Depkes RI Tahun 2009 bahwa faktor penyebab kejadian ISPA

adalah, BBLR, status gizi buruk, Imunisasi tidak lengkap, kepadatan tempat

tinggal dan lingkungan fisik, dan lingkungan perumahan.

Page 104: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

88

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi ada 30 balita yang mengalami ISPA dalam waktu jangka 3 bulan

dari Oktober 2018-Desember 2018, hal ini diakrenakan berbagai faktor

diantaranya pola hidup yang kurang sehat, seperti kebersihan lingkungan rumah

yang kurang, jarang cuci tangan setiap melakukan aktivitas, para suami yang

merokok, pengetahuan yang kurang, pendidikan yang rendah, pengahasilan yang

rendah, serta kondisi rumah yang kurang memadai.

Petugas kesehatan Puskesmas Pasar Gambir menyatakan bahwa sangat

susah memberikan konseling kepada ibu balita disebabkan karena ruangan yang

sempit dan tidak adanya ruangan untuk balita bermain, sehingga pada saat

pemberian konseling kepada ibu balita kurang maksimal bahkan tidak terlaksana,

yang mana banyak balita yang menangis atau berlarian saat petugas kesehatan

memberikan konseling kepada ibu balita.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dewi tahun 2015, yang menyatakan

bahwa proses konseling kurang maksimal akibat ibu yang membawa anak selama

proses konseling sehingga ditemukan adanya anak yang sangat rewel dan

mempersulit ibu dalam berkonsentrasi mengikuti konseling. Setelah pemberian

konseling dilanjutkan dengan tindak lanjut. Setiap anak harus kembali ke petugas

kesehatan setelah dua hari untuk kunjungan ulang. Pada kunjungan ulang dilihat

keluhan balita, jika balita semakin parah petugas memberikan antibiotik kedua, jika

balita keluhan sama maka dosis yang diberikan akan ditambah, jika balita telah

mendapatkan antibiotik dan tidak punya antibiotik lain yang sesuai segera dirujuk,

Page 105: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

89

dan jika antibiotik yang sama dan tidak sembuh maka pastikan iibu mengerti

pentingnya menghabiskan obat tersebut walau keadaan sudah membaik (38).

4.4.2. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kejadian ISPA Balita Di

Puskesmas Pasar Gambir Kota tebing Tinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden dengan

pengetahuan ibu yang kurang yaitu sebanyak 11 (9,1%), didapatkan lebih banyak

yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak 10 (33,3%) dan sisinya

sebanyak 1 (3,3%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Untuk pengetahuan

ibu yang cukup yaitu sebanyak 7 (23,3%), didapatkan lebih banyak yang

mengalami sakit ISPA pada balita yaitu 4 (13,3%) dan sisanya sebanyak 3 (10%)

balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Dan Untuk pengetahuan ibu yang baik

yaitu sebanyak 12 (40%), didapatkan lebih banyak yang tidak mengalami sakit

ISPA pada balita yaitu 8 (26,7%) dan sisanya sebanyak 4 (13,3%) balita yang

mengalami sakit ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,019< 0,05 yang berarti ada hubungan pengetahuan Ibu

dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

2019.

Hasil wawancara dengan informan 1 (kepala puskesmas) tentang

pengetahuan MTBS dengan kejadian ISPA menyatakan “MTBS itu manajemen

terpadu balita sakit, kalau dikaitkan dengan kejadian ISPA bearti tatalaksana

balita sakit ISPA nya. Sedangkan informan 5 (ibu balita) dan informan 6 (ibu

balita) tidak mengetahuai apa itu ispa.

Page 106: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

90

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang

dilakukan oleh ibu maupun anggota keluarga lainnya. Keluarga merupakan unit

terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga,

satu dengan yang lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Peran aktif keluarga

dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA merupakan penyakit

yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau keluarga. (30)

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian/lebih dari saluran napas, mulai hidung sampai alveoli termasuk

sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA yang paling sering

menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana

pneumonia merupakan bagian atau tahap lanjut dari penyakit infeksi saluran

pernapasan akut. (3)

Hasil penelitian Ariyanto tahun 2017 menunjukan bahwa ibu balita yang

pengetahuan kurang tentang ISPA mempunyai resiko terhadap balitanya untuk

menderita ISPA 3,67 kali lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan ibu yang

baik tentang ISPA.(48)

Hasil Peneliti Terdahulu Yuyu Sri rahayu tahun 2011 hasil penelitian

menunjukan bahwa proposi balita menderita sakit ISPA 80,2%. Ada hubungan

yang bermakna antara pengetahuan ibu {OR= 9,726,(95 CI : 4,333(95% CI :

1,596-11,768)}.(49)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yuyu Sri Rahayu

Tahun 2011 bahwa dampak pengetahuan terhadap kejadian ISPA balita cukup

Page 107: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

91

besar, yang berarti jika pengetahuan ibu ditingkatkan maka kejadian ISPA pada

balita akan berkurang. Maka disimpulkan adanya hubungan pengetahuan ibu

dengan kejadian ISPA balita.

Menurut asumsi peneliti, tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti tingkat pendidikan, peran penyuluh kesehatan, akses informasi yang

tersedia dan keinginan untuk mencari informasi dari berbagai media. Kejadian

penyakit ISPA sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu terhadap kejadian ISPA.

4.4.3. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA Balita Di

Puskesmas Pasar Gambir Kota tebing Tinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden, status

imunisasi dengan ketegori tidak lengkap yaitu sebanyak 13 (43,3%), didapatkan

lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak 11 (36,7%)

dan sisinya sebanyak 2 (6,7%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Untuk

status imunisasi dengan ketegori lengkap yaitu sebanyak 7 (23,3%), didapatkan

lebih banyak balita yang tidak mengalami sakit ISPA yaitu 10 (33,3%) dan

sisanya sebanyak 7 (23,3%) balita yang mengalami sakit ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,042< 0,05 yang berarti ada hubungan status imunisasi

dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

2019.

Hasil wawancara dengan informan tentang status imunisasi, informan 1

(petugas MTBS) menyatakan ““Rata- rata imunisasinya sih lengkap dek apalagi

kalau posyandu rata-rata datang.” Sedangkan informan 5 ( ibu balita)

menyatakan “ imunisasinya lengkap tapi waktu itu pernah sakit terus beratnya

Page 108: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

92

kurang, sering panas , pernah tertunda imunisasinya, tapi kalau sekarang udah

lengkap.”

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang

dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, maka peningkatan cakupan

imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk

mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA maka diupayakan

Imunisasi lengkap. (30)

Infeksi saluran pernapasan merupakan radang akut saluran pernapasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun

riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA adalah suatu kelompok

penyakit sebagai penyebab langka absensi tertinggi bila dibandingkan dengan

kelompok penyakit lain. (3)

Hasil penelitian terdahulu Sukmawati 2009 mendapatkan kesimpulan

bahwa kejadian ISPA balita juga disebabkan oleh imunisasi tidak lengkap pada

kelompok ISPA adalah 7 responden (23,3%). Hasil tersebut menunjukan bahwa

balita dengan status imunisasi tidak lengkap rentan menderita ISPA.(50)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sukmawati tahun 2009

bahwa status imunisasi tidak lengkap terhadap kejadian ISPA balita cukup besar,

yang berarti jika imunisasi lengkap maka kejadian ISPA pada balita akan

berkurang. Maka disimpulkan adanya hubungan status imunisasi dengan kejadian

ISPA balita.

Menurut asumsi peneliti, Dengan memberikan imunisasi dasar lengkap

dapat memberikan perlindungan yang paling ampuh untuk mencegah beberapa

Page 109: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

93

penyakit berbahaya, karena Imunisasi dapat merangsang kekebalan tubuh balita

sehingga dapat terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya.

4.4.4. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Balita Di Puskesmas

Pasar Gambir Kota tebing Tinggi Tahun 2019

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden dengan

status gizi yang kurang yaitu sebanyak 3 (10%), didapatkan lebih banyak yang

mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak 2 (6,7%) dan sisinya sebanyak 1

(3,3%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA. Untuk status gizi yang lebih yaitu

sebanyak 2 (6,7%), didapatkan lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada

balita yaitu 2 (6,7%) dan sisanya sebanyak 0 (0%) balita yang tidak mengalami

sakit ISPA. Dan Untuk status gizi yang normal yaitu sebanyak 25 (83,3%),

didapatkan lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu 14 (46,7%)

dan sisanya sebanyak 11 (36,7%) balita yang tidak mengalami sakit ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,459< 0,05 yang berarti tidak ada hubungan status gizi

dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi

2019.

Hasil wawancara dengan informan tentang status gizi, informan 3 (petugas

MTBS gizi) menyatakan ““banyak kali gizi kurang pada balita kami survei

kerumah warga kalau ada yang balitanya dengan ststus gizi kurang karana kan

ada program pemerintah jadi kami survei terus ada kasih bantuan seperti roti-

roti, ada yang dapat beras, karena rata-rata sih ekonominya kurang.” Informan 4

( ibu balita ) menyatakan ““ Kalau gizi sih kayanya sihhh cukup makannya

banyak dek, anak ibu kalau pagi-pagi pengennya dadar telor aja, pagi pagi

Page 110: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

94

ma...ma..maa.. goleng telol, tapi sayur kurang suka paling kentang aja yang dia

mau yang lain dilepehnya pun...

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting

terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang adanya

hubungan atara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi

buruk sering mendapat pneumonia. (30)

Menurut (WHO), penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering

menyebabkan kematian pada anak balita. Sehingga ISPA masih merupakan

penyakit yang mengakibatkan kematian yang cukup tinggi. Kematian tersebut

sebagian besar disebabkan oleh pneumonia. Laporan Kemenkes RI tahun 2011

kujungan penderita ISPA ke Puskesmas dan Rumah Sakit di Indonesia dapat

dikategorikan tinggi, yaiu sebanyak 40%-60% ke Puskesmas dan ke Rumah Sakit

sebanyak 15%-30%. (4).

Hasil penelitian terdahulu Domili tahun 2013, pemenuhan gizi yang

merupakan suatu proses penggunaan makanan yang dapat menghasikan energi

adalah cara untuk memperthankan kehidupan, memaksimalkan pertumbuhan dan

fungsi normal dari organ-organ tubuh, sehingga memiliki pengaruh besar terhadap

perkembangan dan pertumbuhan. Hasil perhitungan statistik bahwa nilai p-value

0,013 sehingga p-value <0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA.(49)

Hasil penelitian ini p-value 0,459< 0,05 yang berarti tidak ada hubungan

status gizi dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing

Tinggi 2019.tidak sejalan dengan hasil penelitan Domili p-value <0,05 maka Ho

Page 111: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

95

di tolak dan Ha di terima sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

status gizi dengan kejadian ISPA. Namun status gizi merupakan proteksi rentan

terkena ISPA.

Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian

ISPA, karena status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan gizi yang

cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik,

perkembangan otak dan kecerdasan, produktivitas kerja serta daya tahan tubuh

terhadap infeksi secara optimal. Jadi ukuran berat badan yang kurang, lebih dan

baik belum tentu menjadi jaminan tubuh seseorang sehat.

4.4.5. Hubungan Keberadaan Perokok Dalam Rumah dengan Kejadian

ISPA Balita Di Puskesmas Pasar Gambir Kota tebing Tinggi Tahun

2019

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa dari 30 (100%) responden,

keberadaan perokok di rumah dengan ketegori ada yaitu sebanyak 17 (56,7%),

didapatkan lebih banyak yang mengalami sakit ISPA pada balita yaitu sebanyak

14 (46,7%) dan sisinya sebanyak 3 (10%) balita yang tidak mengalami sakit

ISPA. Untuk keberadaan perokok di rumah dengan ketegori tidak ada yaitu

sebanyak 13 (43,3%), didapatkan lebih banyak balita yang tidak mengalami sakit

ISPA yaitu 9 (30%) dan sisanya sebanyak 4 (13,3%) balita yang mengalami sakit

ISPA.

Berdasarkan hasil uji statistik chisquare dengan taraf signifikan sig α 0,05,

diperoleh hasil p-value 0,013< 0,05 yang berarti ada hubungan keberadaan

perokok di rumah dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas Pasar Gambir Kota

Tebing Tinggi 2019.

Page 112: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

96

Hasil wawancara dengan informan tentang keberadaan perokok dalam

rumah, informan 1 (petugas MTBS) menyatakan “Kadang kan pas kk survei

kerumah survei tentang gizi bapa-bapanya itu rata-rata ngerokok dirumahnya,

kadang kk bilang ihhhh kasian tuh anaknya masih kecil ko ngerokok di dekat dia

pula, terus kalau udah aku bilang baru pindah bapanya, itu yang pas ketauan kk

pas lagi kerumahnya.” Sedangkan informan 4 (ibu balita) menyatakan “Bapaknya

si ade ngerokonya kuat kaliiiii pun, kadang anaknya lagi tidur didepan tv

bapaknya ngerokok situ, gak bisa dibilang kalau ibu bilang nanti takut ribut pula,

soalnya waktu itu pernah ibu bilang jauh-jauh ngerokoknya kan ada anakmu

situuuu ko ngerokok disitu pula jadi panjang jawabann dianya makanya udah

malas ibu bilangnya.

Pencemaraan udara dalam rumah asap rokok dan asap hasil pembakaran

bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme

pertahanan paru sehingga timbulnya ISPA. (30)

Infeksi saluran pernafasan akut merupakan infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian/lebih dari saluran napas, mulai hidung sampai alveoli termasuk

sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA yang paling sering

menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita adalah pneumonia. Dimana

pneumonia merupakan bagian atau tahap lanjut dari penyakit infeksi saluran

pernapasan akut. (3)

Terdapat seseorang perokok dalam rumah akan memperbesar resiko

anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk

asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko

Page 113: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

97

untuk mendapatkan serangan ISPA khususnya balita. Anak-anak yang orang

tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit ISPA, pneumonia, dan penyakit

saluran pernapasan lainnya.

Hasil penelitian Ariyanto tahun 2017 menyatakan balita yang tinggal

dirumah dengan adanya perokok mempunyai kemungkinan mendapatkan

gangguan pernapasan sebanyak 1,986 kali dibanding dengan balita yang tinggal

serumah dengan tidak ada perokok dalam rumah.(48)

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yuyu Sri Rahayu tahun

2011 bahwa dampak keberadaan perkokok didalam rumah terhadap kejadian

ISPA balita cukup besar, yang berarti jika kebiasaan merokok di dalam rumah

dihindari maka kejadian ISPA pada balita akan berkurang. Maka disimpulkan

adanya hubungan keberadaan perokok dalam rumah dengan kejadian ISPA

balita.(50)

Menurut asumsi peneliti, asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah

yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat

tinggal yang serius serta akan menambah resiko kesakitan. Paparan yang terus

menerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat

timbulnya infeksi saluran pernafasan akut atau gangguan paru-paru pada saat

balita dan dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga atau

penghuni rumah semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA,

khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi.

Page 114: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

98

4.4.6. Implikasi Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini memberikan implikasi kemampuan ibu balita dalam

mengetahui tanda dan gejala ISPA dan diharapkan dapat mencegah terjadinya

ISPA dengan cara pola hidup sehat menjaga kebersihan lingkungan dalam rumah

maupun diluar rumah serta jangan merokok didekat anak-anak. Hal ini menjadi

acuan bagi petugas MTBS untuk melakukan penyuluhan terhadap masyarakat

terutama ibu balita dalam hal meningkatkan pengetahuan ibu dalam pendidikan

kesehatan secara teratur terkait bahaya ISPA pada balita.

4.4.7. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan dengan semaksimal mungkin, namun

demikian masih ditemui keterbatasan dalam penelitian ini.

1) Pada penelitan ini peneliti hanya menggunakan data sekunder dan hanya

meneliti beberapa faktor risiko, diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk

menambah faktor risiko lainya.

2) Terbatasnya data dipuskesmas seperti data balita ISPA masih digabungkan

dengan data ISPA dewasa maupun lansia sehingga peneliti harus memilah-

milah kembali balita yang mengalami ISPA saja, serta pada saat penelitian

rumah warga berdekatan sehingga pada saat penelitian suasananya agak

sedikit bising sehingga harus berulang-ulang dengan pertanyaan yang sama.

Page 115: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

99

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan untuk penelitian ini yaitu:

1. Ada hubungan faktor pengetahuan ibu balita dengan kejadian ISPA balita di

Puskesmas Pasar Gambir Tahun 2019 dengan p-value 0,019 < 0,05.

2. Ada hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019 dengan p-value 0,042 < 0,05.

3. Tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA balita di Puskesmas

Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019 denagn p-value 0,459 > 0,05.

Namun masih merupakan faktor risiko terhadap kejadian ISPA.

4. Ada hubungan keberadaan perokok dalam rumah dengan kejadian ISPA di

Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun 2019 dengan p-value

0,013 < 0,05.

5.2. Saran

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti terutama dalam

melakukan penelitian kejadian ISPA dan dapat dikembangkan bagi peneliti

selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang sama, namun dicari faktor

risiko yang belum pernah diteliti untuk mengembangkan hasil yang lebih baik

lagi

Page 116: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

100

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan sebagai bahan masukan serta menambah refrensi di perpustakaan

sebagai bahan bacaan di Institut Kesehatan Helvetia medan.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan disarankan lebih memahami faktor risiko kejadian

ISPA pada balita serta meningkatkan pelayanan pada balita ISPA dengan

memnatau lebih lanjut tentang balita ISPA.

4. Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat diharapkan terutama ibu-ibu balita untuk senantiasa menjaga

kebersihan lingkungan dalam rumah maupun diluar rumah serta menjaga

kebersihan diri dan jangan biasakan merokok di depan anak-anak. Serta rutin

melakukan pemeriksaan ke petugas kesehatan jika kondisi balita sedang sakit.

Page 117: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

101

DAFTAR PUSTAKA

1. Saleha, siti. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan serta Kebidanan.

Jakarta : Salemba Medika; 2012.

2. Direktorat Bina Kesehatan Anak. Manajemen Terpadu Balita Sakit. [Internet];

2011 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 25 Febuari 2019]. Tersedia di

http://www.kesehatananak.depkes.go.id/index.php.

3. Misnaldiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak

Balita. Jakarta : Pustaka Populer Obor.

4. Kemenkes RI 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.

Jakarta.

5. Kemenkes RI 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta

6. Dinkes Provinsi Sumut. 2015. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2014. Medan.

7. Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : Trans

Info Media

8. Salem A S. Abdel-Azeem M.. El-Mazarg. Ashraf M. Oshar M A B. 2016.

Integrated Management of Chilhood Illnes (IMCI) Aproach of Children with

High Grade Fever. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4825897/.

Diakses pada 28 mei 2019.

9. Permenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 70 Tahun

2013 tentang Penyelenggaraan Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis

Masyarakat. Jakarta.

10. Kemenkes RI, 2014. Pedoman Penyelenggaraan Manajemen Terpadu Balita

Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M). [Internet]; [Diakses oleh: Iga Sari

Siregar : tanggal 16 Febuari 2019].

11. Depkes Republik Indonesia. Penilaian dan Klasfikasi Anak Sakit Modul 2.

Depkes RI: Jakarta. [Internet]; 2010 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal

25 Febuari 2019].

12. Kemenkes RI, 2015. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit. [Internet];

[Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16 Febuari 2019].

13. Rekawati, S. Analisis Implementasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

di Puskesmas Surbaya. [Internet]; 2011 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar :

tanggal 25 Febuari 2019]. Tersedia di : http://eprints.undip.ac.id/32664/ pdf

14. Wardani, A. T. A. 2016. Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) Terhadap Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Halmahera Kota

Semarang. http://lib.unnes.ac.id/26221/1/6411412099_.pdf. Diakses pada 4

juni 2019.

15. Husni. DS., Jumriani A., 2012. Gambaran Pelaksanaan MTBS umur 2 Bulan –

5 Tahun di Puskesmas Makasar Tahun 2012.

16. Laporan Data MTBS Puskesmas Pasar Gambir Kota Tebing Tinggi Tahun

2018

17. Haniffa, Fitri. Analisis Penatalaksanaan Pneumonia pada Batita dengan

Mnajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Denai.

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara : Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat: [Skripsi]; 2014.

Page 118: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

102

18. Puspita, Diah, Sari. Evaluasi Pelaksanaan MTBS Pneumonia di Puskesmas di

Kabupaten Lumajang. [Internet]; 2013 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar :

tanggal 16 Febuari 2019].

19. Angelia, Yuniar, Kusbandiyah, Jiarti. Analisis Kinerja Bidan Puskesmas

dalam Pelayanan MTBS di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Malang. [Internet];

2014 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16 Febuari 2019].

20. Tyas, Adining, Wardani. Analisis Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) terhadap Kejadian Pneumonia Balita di Puskesmas Halmahera Kota

Semarang. . [Internet]; 2016 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16

Febuari 2019].

21. Junaidi, Edi. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Kesehatan Dengan

Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Kabupaten Majene Provinsi

Sulawesi Barat. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin : Program Studi

Ilmu Keperawatan; [Skripsi]; 2013.

22. Hastuti, Sri. Pengaruh Pengetahuan Sikap dan Motivasi terhadap

Penatalaksanaan Mnajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada Petugas

Kesehatan di Puskesmas Kaputaen Boyolali. [Internet]; 2010 [Diakses oleh:

Iga Sari Siregar : tanggal 16 Febuari 2019] Tersedia di jurnal.eprints.uns.ac.id

23. Yulianti. Pengaruh Pengetahuan dan Motivasi Petugas Kesehatan tentang

Mutu Pelayanan Kesehatan dengan Penatalaksanaan MTBS di Puskesmas

Satria Tebing Tinggi. Fakultas Farmasi dan Kesehatan Umum Institut

Kesehatan Helvetia : Program Studi Kebidanan (D4): [Skripsi]; 2016.

24. Wilyani, Elizabet, Siwi. Materi Ajar Lengkap Kebidanan Komunitas.

Yogyakarta: Pt Pustaka Baru Pers; 2014.

25. Depkes RI. 2008. Pengantar Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta.

26. Depkes Republik Indonesia. Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul 7

Pedoman Penerapan MTBS di Puskesmas. Depkes RI: Jakarta. [Internet];

2008 [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 25 Febuari 2019].

27. Kemenkes RI, 2013. [Internet]; [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16

Febuari 2019] Tersedia di Kesga.kemkes.go.id/ Manajemen Terpadu Balita

Sakit. Pdf

28. Prasetyawati, AE. 2012. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam Millenium

Development Goals (MDGs). Yogyakarta. Nuha Medika.

29. Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

30. Hadinegoro,S.R.Pedoman Imunisasi di Indonesia. Badan Penerbit Ikatan

Dokter Indonesia; 2011.

31. Proverawati, A, dkk. Imunisasi dan Vaksinisasi. Yogyakarta : Nuha Medika;

2010.

32. Marimbi, H. Tumbuh Kembang Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita.

Yogyakarta : Nuha Medika: 2010.

33. Yestriandriani.Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan dan

Sikap Orang Tua Tentang Imunisasi Dasar pada Bayi. 2011. [Internet];

[Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16 Mei 2019]

34. Unicef. 2013. [Internet]; [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16 Mei

2019].Tersedia di : www.unicef.org/indonesia/id/media_3175html.

Page 119: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

103

35. Departemen Kesehatan RI, 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Jakarta. [Internet]; [Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16

Mei 2019]

36. Mulyadi, D. Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian TBC

pada Balita Berstatus Gizi Buruk di Kota Bogor. [Internet]; 2013 [Diakses

oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16 Mei 2019].

37. Ayu, Ariani, Wijaya. Evaluasi Penggunaan Antibiotika untuk Penyakit Diare

pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kabupaten Karang Anyar. [Internet]; 2010

[Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 16 Mei 2019].

38. Permenkes RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

39. Notoadmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta; 2014.

40. Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta; 2010.

41. Notoadmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta; 2014.

42. Suroyo, RB. Disertasi Implementasi Konsep Pendidikan shalat dalam

Pelaksanaan Antenatal care dan Natal Care di Rumah Sakit Kota Medan

(Studi Kasus di Rumah Sakit Mitra Medika). 2016.

43. Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga; 2004.

44. Iman, M. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan

Menggunakan Metode Ilmiah. Bandung : Ciptapustaka Media Perintis; 2016.

45. Iman, M. Pemanpaatan SPSS dalam Penelitian Kesehatan dan umum.

Bandung : Ciptapustaka Media Perintis; 2016.

46. Meleong, L. Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya; 2012.

47. Sugiono, Metode penelitian kombinasi Mixed Methods Cetakan ke-9.

Bandung: Alfa Beta: 2017.

48. Wartono, Ariyanto. Analisis Kejadian Penyakit Pneumonia pada Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado.[Internet]; 2017 [Diakses

oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 1 September 2019].

49. Domili, M.F. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia

pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Global Mongolato. . [Internet]; 2013

[Diakses oleh: Iga Sari Siregar : tanggal 1 September 2019

50. Sri Rahayu, Yuyu. Kejadian ISPA pada Balita di Tinjau dari Pengetahuan Ibu,

Karakteristik Balita , Sumber Pencemar dalam Ruangdan Lingkungan Fisik

Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Cibeber Kabupaten Lebak

Propinsi Banten. Fakultas Kesehatan Masyarakat Depok.[skripsi]; 2011.

Page 120: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

104

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

ANALISIS PENERAPAN MTBS TERHADAP KEJADIAN

ISPA BALITA DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR

TEBING TINGGI TAHUN 2019

1. Identitas Responden

No. Responden :

Nama Responden :

Umur Responden :

Nama Balita :

Umur Balita :

2. Pengetahuan Ibu

1. Apakah anda tahu apa itu kepanjangan dari ISPA

a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut

b. Infeksi Saluran Perpanjangan Akut

c. Infeksi Saluran Perpanjangan Akar

2. Apa itu ISPA?

a. Suatu penyakit yang menyerang saluran pernafasan dapat disebabkan

oleh virus atau bakteri

b. Infeksi pada kulit yang menyebabkan gatal-gatal

c. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur

3. Menurut ibu, apakah anak ibu perlu mendapatkan imunisasi lengkap atau

tidak, jika perlu apakah ibu membawanya ke pelayanan kesehatan?

a. Dukun bayi

b. Kantor Desa

c. Puskesmas

4. Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh:

a. Asap rokok

b. Virus dan bakteri

c. Angin dan debu

5. Apakah bentuk gejala dari ISPA?

a. Batuk, pilek

b. Gatal-gatal, biduran

c. Diare, tidak nafsu makan

Page 121: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

105

6. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA?

a. Makanan yang tidak bersih

b. Lingkungan rumah yang tidak bersih

c. Keadaan air yang tidak bersih

7. Bagaimana penyakit ISPA dapat ditularkan?

a. Menggunakan pakaian yang bersamaan

b. Jajan sembarangan

c. Melalui percikan saat batuk/bersin

8. Tindakan pencegahan penularan apa yang akan anda lakukan jika anda

menderita ISPA?

a. Menutup mulut saat bersin dan batuk

b. Menutup mulut dengan masker

c. A dan B benar

9. Bagaimana cara mencegah terjadinya ISPA?

a. Mandi teratur 2x sehari dan mengganti pakaian

b. Menutup tempat penampungan air

c. Menutup mulut saat batuk dan bersin, menggunakan masker saat batuk

10. Dibawah ini merupakan faktor resiko terjadinya penularan penyakit ISPA,

kecuali

a. Lingkungan rumah yang tidak bersih dan padat

b. Banyaknya asap yang ada di udara

c. Makanan yang tidak bersih

11. Menurut ibu, pemeriksaan penyakit ISPA dilakukan kepada petugas yang

seperti apa?

a. Petugas kesehatan

b. Bidan

c. Dukun bayi

12. Seseorang akan lebih rentan untuk terserang penyakit ISPA jika dalam

kondisi berikut:

a. Sedih

b. Sakit

c. Lelah

13. Gejala yang dapat ditumbulkan pada penyakit ISPA akan bertambah buruk

jika anak tidak mendapatkan:

a. Imunisasi

b. Air hangat

c. Suplemen

Page 122: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

106

14. Influenza dan batuk pilek termasuk kedalam penyakit?

a. ISPA

b. DBD

c. Hipertensi

15. Menurut anda apakah penyakit ISPA dapat ditularkan oleh orang dewasa

ke balita?

a. Tidak tahu

b. Tidak bisa

c. Bisa

3. Status Imunisasi

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah ibu memberikan imunisasi

lengkap pada bayi?

4. Status Gizi

No Pertanyaan

1. Berapa berat badan anak ibu

sekarang ?

5. Keberdaan Perokok Dalam Rumah

No Pertanyaan Ada Tidak Ada

1. Apakah ada anggota keluarga yang

merokok di dalam rumah?

4. Kejadian ISPA

No Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah dalam dua minggu terakhir ini anak ibu

mengalami tanda-tanda klinis, seperti batuk atau pilek,

disertai demam atau tidak?

Page 123: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

107

KUNCI JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN IBU

No Pertanyaan A B C

1. Apakah anda tahu apa itu kepanjangan dari ISPA? 1 0 0

2. Apa itu ISPA? 1 0 0

3. Menurut ibu, apakah anak ibu perlu mendapatkan

imunisasi lengkap atau tidak, jika perlu apakah

ibu membawanya ke pelayanan kesehatan?

0 0 1

4. Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh apa? 0 1 0

5. Apakah bentuk gejala dari ISPA? 1 0 0

6. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi

kejadian ISPA?

0 1 0

7. Bagaimana penyakit ISPA dapat ditularkan? 0 0 1

8. Tindakan pencegahan penularan apa yang akan

anda lakukan jika anda menderita ISPA?

0 0 1

9. Bagaimana cara mencegah terjadinya ISPA? 1

10. Dibawah ini merupakan faktor resiko terjadinya

penularan penyakit ISPA, kecuali

0 0 1

11. Menurut ibu, pemeriksaan penyakit ISPA

dilakukan kepada petugas yang seperti apa?

1 0 0

12. Seseorang akan lebih rentan untuk terserang

penyakit ISPA jika dalam kondisi berikut:

0 1 0

13. Gejala yang dapat ditumbulkan pada penyakit

ISPA akan bertambah buruk jika anak tidak

mendapatkan:

1 0 0

14. Influenza dan batuk pilek termasuk kedalam

penyakit?

1 0 0

15. Menurut anda apakah penyakit ISPA dapat

ditularkan oleh orang dewasa ke balita?

0 0 1

Page 124: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

108

PEDOMAN WAWANCARA ANALISIS PENERAPAN MTBS DENGAN

KEJADIAN ISPA BALITA DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR

TEBING TINGGI TAHUN 2019

A. Wilayah Responden :

1. Kota :

2. Propinsi :

3. Kecamatan :

4. Kelurahan :

No. Identitas Informan

1. Nama :

2. Usia :

3. Pekerjaan

4. Pendidikan

5. Jumlah Anak

6. Penghasilan Keluarga /Bulan

B. Panduan Wawancara Informan Utama (Petugas MTBS)

No. Pertanyaan

1. Bagaimana petugas MTBS dipuskesmas ini cukup?

2. Bagaimana kepatuhan ibu balita dalam pelaksanaan MTBS?

3. Bagaimana alur pelaksaan MTBS di puskesmas ini?

4. Bagaimana sarana dan prasarana MTBS di Puskesmas ini?

5 Bagaimana pengetahuan ibu tentang MTBS dengan kejadian ISPA?

6 Bagaimana penerepan MTBS dengan kejadian ISPA?

7 Apakah ada pelatihan MTBS di puskesmas ini?

8 Apakah ibu tahu tentang status Imunisasi yang dilakukan ibu balita

lengkap/ tidak?

9 Bagaimana dengan status gizi balita tentang program MTBS ini?

10 Apakah ibu tahu bahaya merokok di dalam rumah?

C. Panduan Wawancara Informan Pendukung (Kepala Puskesmas)

No. Pertanyaan

1. Bagaimana petugas MTBS di puskesmas ini cukup?

2. Bagaimana alur pelaksaan MTBS di puskesmas ini?

3 Bagaimana sarana dan prasarana MTBS di Puskesmas ini?

4 Bagaimana pengetahuan ibu tentang MTBS dengan kejadian ISPA?

D. Panduan Wawancara Informan Pendukung (Ibu Balita)

No. Pertanyaan

1. Bagaimana petugas MTBS dipuskesmas ini cukup?

2. Bagaimana kepatuhan ibu balita dalam pelaksanaan MTBS?

Page 125: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

109

3 Bagaimana alur pelaksaan MTBS di puskesmas ini?

4 Bagaimana pengetahuan ibu tentang MTBS dengan kejadian ISPA?

5 Apakah ibu tahu tentang status Imunisasi yang dilakukan ibu balita

lengkap/ tidak?

6 Bagaimana dengan status gizi balita tentang program MTBS ini?

7 Apakah ibu tahu bahaya merokok di dalam rumah?

Page 126: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

110

Karakteristik Informan

A. Informan Utama

1) Nama Informan-2 : Tetty Elvidawaty

Pekerjaan : PNS (Petugas MTBS)

2) Nama Informan-3 : Santiara Sagala

Pekerjaan : PNS (Petugas MTBS ISPA)

3) Nama Informan-4 : Frida Asianna AMG

Pekerjaan :PNS (Petugas MTBS Gizi)

B. Informan Pendukung

1) Nama Informan-1 : dr Indri Wahyuni R

Pekerjaan : PNS (Kepala Puskesmas)

2) Nama Informan-1 : Luvi Wardani

Umur : 32 Tahun

Jumlah Anak : 3

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3) Nama Informan-2 : Rapizatul Adwizah

Umur : 23 Tahun

Jumlah Aanak : 2

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Page 127: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

111

Tabel 4.11 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Petugas MTBS

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

( Kepala Puskesmas)

“Tenaga kesehatan cukuplah dek tapi kalau untuk

petugas MTBS yang pegang program cuman 1

orang, MTBS ini kan banyak ada tentang ISPA, giji

balita dsb, masing – masing satu orang, dan untuk

petugas ISPA Cuma satu orang juga.”

2 Informan 2

( petugas MTBS)

“Kalau untuk tenaga kesehatan cukup sihhh, tapi

kalau untuk petugas MTBS cuman saya, saya pun

baru 1 tahun pegang program MTBS, sebelumnya

bukan saya.dan untuk program MTBS tentang ISPA

gak ada kadernya.”

3 Informan 3

( petugas MTBS)

“Tenaga kesehatan cukup lah, saya pegang

tentang program gizi, program gizi ini banyak kali

x dek buat laporan survey ke rumah-rumah

wargalah untuk ngecek gizi balita kurang dan

buruk kalau untuk petugas ispa Cuma satu orang.”

4 Informan 4

( Petugas MTBS)

“Tenaga kesehatan kalau menurutqu kan dek....

kurang apalagi aku di bagian ISPA banyak kali

rata- rata sakit ISPA, dari bapak.. bapak sampai

anak balita.”

5 Informan 5

( Ibu Balita)

“Tenaga kesehatan nya sihhhh cukup, pas

posyandu banyak x..... petugas puskesmasnya....”

6 Informan 6

(Ibu Balita)

“Tenaga kesehatan banyak tapi kalau ngambil obat

ngantri terus....”

Tabel 4.12 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Kepatuhan Ibu

Balita dalam Pelaksanaan MTBS

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 2

Petugas MTBS

“Biasanya sih dek ibu-ibu balita kalau masih sakit

anaknya dibawa lagi datang tapi kalau udah sehat

ngilang gitu ajaa.”

2 Informan 3

Petugas MTBS

“Kalau dibilang patuh sih beda-beda ada yang patuh

ada juga yang gak patuh beda orang beda-beda.”

3 Informan 4

Petugas MTBS

“Kadang pas berobat belum sebulan sakitnya

anaknya datang lagi dengan sakit yang sama pas saya

tanyakan obatnya yang sebelumnya dihabiskan atau

nggak, dibilanganya gak dihabiskan karena udah

mendingan.”

4 Informan 5

Ibu Balita

“Biasanya sih kalau batuk dihabiskan obat yang

dikasih dari puskesmas, yaaahhhh kalau udah sembuh

nggak dihabiskan lah orang udah sembuhnya.”

5 Informan 6

Ibu Balita

“Anakku kan paling nggak suka minum obat susah x

kalau udah minum obat, kadang nggak teratur minum

obatnya”.

Page 128: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

112

Tabel 4.13 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Alur Pelaksanaan

MTBS

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Kepala Puskesmas

“Kalau berdasarkan alur pelaksanaan kan dek

biasanya ibu balita tuh datang pertama kali daptar

keloket, terus pemeriksaan, dibawa kepoli setelah

diperiksa diberi resep kemudian nebus resepnya

dibelakang”.

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Alurnya tuh begitu datang ibu-ibu langsung

daptar keloket, nah kalau udah ada no antriannya

nanti kan dipanggil tuhhhh terus di timbang berat

badanya, di ukur suhu tubuhnya, terus diperiksalah

sama dokter nyaaa, yah kalu udah itu dikasih resep

ngambil obatlah itu aja sih dekkk...”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“Berdasarkan alurnya sih udah pas menurutku sih

datang, timbang berat badan, ukur suhu tubuh,

diperiksa sama dokter, dikasih resep, ngambil obat

dahhhhh”.

4 Informan 4

Petugas Mtbs

“Alurnya sih dek pertama datang keloket, terus

ditimbang, diukur suhunya, diperiksa sama dokter

dikasih resepnya terus ditebus, tapi kalau balita

kan beda tuh sakitnya misalnya pas ditimbang

itukan berat badanya gak sesuai tuh sama umurnya

kami anjurkan dia datengi si frida petugas bagian

gizi untuk dikonseling.”

5 Informan 5

Ibu Balita

“Biasanya sihhhh pas datang itu daftar lah di

depan terus duduk nunggu kalau pas ngantri, tapi

kalau gak ngantri sih langsung ditimbang terus

diperiksalah sama dokternya, dikasih resep

ngambil obatnya dibelakang.”

6 Informan 6

Ibu Balita

“Datang tuh langsung daftar, biasanya ditimbang

terus dibawa kedokternya dperiksa terus dikasih

kertas, dibawa kebelakang ngambil obat naaa..”

Tabel 4.14 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Sarana dan

Prasarana MTBS

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Kepala

Puskesmas

“Sarana dan prasarana MTBS masih kurang

dek...jauh kali kurangnya harusnya kan ada ruangan

khusus tapi ini gak ada, kalau untuk program MTBS

ini masih kurang”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Masih kurang harus naa kan ada tempatnya itu yang

terpisah tapi inikan semua yang datang rata-rata

diperiksa disitu, peralatan untuk MTBS pun kurang

lengkap kaya kartu KNI itu pun gak ada disini.”

Page 129: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

113

3 Informan 3

Petugas MTBS

“Masih kurang lengkap.”

4 Informan 4

Petugas MTBS

“Kurang harusnya ada tempat khusus, kalau masalah

lainya kendalanya tanya aja ke kapus.”

Tabel 4.15 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Pengetahuan

MTBS dengan Kejadian ISPA

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Kepala Puskesmas

“MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, kalau

dikaitkan dengan kejadian ISPA bearti tatalaksana

balita sakit ISPA nya.”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Manajemen terpadu balita sakit ISPA itu sihh

kayanya dek.....”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“Manajemen terpadu balita sakit itu kan banyak

programnya dek ada gizi buruk bukan ISPA aja.”

4 Informan 4

Petugas MTBS

“Manajemen terpadu balita sakit itu aja setahu aku,

aku kan pegang program ISPA nya.”

5 Informan 5

Ibu Balita

“Apa itu MTBS........ ibu lang ngerti dekkk.”

6 Informan 6

Ibu Balita

“Nggak tau.....”

Tabel 4.16 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Penerapan MTBS

dengan Kejadian ISPA

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Petugas MTBS

“Penerapannya kadang nggak sesuai alurnya, kalau

ngikutin alurnya panjang kali, lama waktunya, nanti

malah jadi ngantri, harusnya ngikutin sesuai bagan

tatalaksana MTBS.”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Penerapannya kadang sesuai tatalaksana kadang

nggak lebih banyak kurangnya sih de....”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“Itukan ada bukunya tuh tatalaksana MTBS

berdasarkan klasfikasi penyakitnya tapi jarang kami

lakukan sesuai buku panduannya karena waktunya

mepet pasien udah ngantri, petugasnya dikit, kan

kasian nanti ibu-ibu tuh ngantri anaknya kadang

nangis kalau nunggu lama.”

Page 130: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

114

Tabel 4.17 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Pelatihan MTBS

NO Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Petugas MTBS

“Udah lama kali nggak ada pelaitahan apalagi

pelatihan MTBS.”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Aku aja gak ikut pelatihan baru pegang program

MTBS ini masih setahuan sebelunya bukan aku.”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“Udah lama kali nggak ada dek, nggak tau juga

udah berapa lama nggak adanyaaa..”

Tabel 4.18 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang Status Imunisasi

NO Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Petugas MTBS

“Rata- rata imunisasinya sih lengkap dek apalagi

kalau posyandu rata-rata datang.”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“kalau imunisasi hampir semua datang ada

beberapa yang gak datang.”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“kayanya sih semua datang dek biasakan kan ganti-

ganti petugas yang lakukan imunisasi diposyandu.”

4 Informan 4

Ibu Balita

“ Kalau anak saya lengkap imunisasinya.”

5 Informan 5

Ibu Balita

“ imunisasinya lengkap tapi waktu itu pernah sakit

terus beratnya kurang sering panas pernah tertunda

imunisasinya, tapi kalau sekarang udah lengkap.”

Tabel 4.19 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang status gizi

NO Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Petugas MTBS

“Banyak kali yang gizi kurang berdasarkan laporanya,

kalau yang gizi buruk ada beberapa, lebih banyak gizi

kurang.”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Gizi kurang yang banyak data si efrida dia kan

tentang MTBS gizi orang itu selalu survai kerumah-

rumah yang ada balita gizi kurangnya.”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“banyak kali gizi kurang pada balita kami survei

kerumah warga kalau ada yang balitanya dengan

ststus gizi kurang karana kan ada program pemerintah

jadi kami survei terus ada kasih bantuan seperti roti-

roti, ada yang dapat beras, karena rata-rata sih

ekonominya kurang.”

4 Informan 4

Ibu Balita

“ Kalau gizi sih kayanya sihhh cukup makannya

banyak dek, anak ibu kalau pagi-pagi pengennya dadar

telor aja, pagi pagi ma...ma..maa.. goleng telol, tapi

sayur kurang suka paling kentang aja yang dia mau

yang lain dilepehnya pun...

Page 131: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

115

NO Informan Hasil Wawancara

5 Informan 5

Ibu Balita

“Anak ibu mah makannya lumayan banyak dek dia

paling suka ikan goreng dencis yang kecil-kecil

itu,kadang ibu buatkan sayur bayam suka kaliiiiii

diaaa itu

Tabel 4.20 Matriks Hasil Wawancara dengan Informan tentang keberadaan

perokok dalam rumah

No Informan Hasil Wawancara

1 Informan 1

Petugas MTBS

“Kadang kan pas kk survei kerumah survei tentang gizi

bapa-bapanya itu rata-rata ngerokok dirumahnya,

kadang kk bilang ihhhh kasian tuh anaknya masih kecil

ko ngerokok di dekat dia pula, terus kalau udah aku

bilang baru pindah bapanya, itu yang pas ketauan kk pas

lagi kerumahnya.”

2 Informan 2

Petugas MTBS

“Rata- rata merokok kadang datang kepuskesmas

ngerokok dia diluar sambil nunggu anaknya berobat,

istrinya didalam dianya diluar ngerokok.”

3 Informan 3

Petugas MTBS

“Pas kk posyandu pun emang kaya gitu banyak yang

ngerokok, tapi kami suruh jauh-jauh ngerokoknya.”

4 Informan 4

Ibu Balita

“Bapaknya si ade ngerokonya kuat kaliiiii pun, kadang

anaknya lagi tidur didepan tv bapaknya ngerokok situ,

gak bisa dibilang kalau ibu bilang nanti takut ribut pula,

soalnya waktu itu pernah ibu bilang jauh-jauh

ngerokoknya kan ada anakmu situuuu ko ngerokok disitu

pula jadi panjang jawabann dianya makanya udah malas

ibu bilangnya

5 Informan 5

Ibu Balita

“Ngerokok dirumah, disitu pun anaknya ngerokok dia la

terkataken.”

Page 132: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

116

Lampiran 2. Master Data Penelitian

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) TERHADAP KEJADIAN ISPA BALITA

DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR KOTA TEBING TINGGI TAHUN 2019

No.

Res

Usia

Balita

P

1

P

2

P

3

P

4

P

5

P

6

P

7

P

8

P

9

P1

0

P1

1

P1

2

P1

3

P1

4

P1

5

Total_

P

Kat_

P

Sta_Im

u

Sta_Gi

zi

Keb_Perok

ok

Kej_ISP

A

1 38 1 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 11 3 2 3 2 1

2 25 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 4 1 1 3 1 1

3 50 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 11 3 2 3 1 2

4 39 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 5 1 1 2 1 1

5 40 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 3 2 1 2 2

6 65 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 6 2 1 3 2 2

7 14 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 12 3 2 3 2 2

8 26 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 4 1 1 3 1 1

9 38 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 9 2 2 3 2 2

10 42 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 6 2 1 3 1 1

11 44 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 11 3 2 3 1 1

12 37 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 6 2 2 3 1 1

13 61 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 12 3 2 3 2 2

14 13 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 5 1 1 1 2 1

15 27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 3 2 3 1 2

16 51 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 4 1 1 3 1 2

17 37 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 0 4 1 1 1 1 1

18 26 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 0 11 3 2 3 1 1

19 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 2 1 1 2 1 1

20 43 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 0 6 2 1 3 2 1

Page 133: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

117

No.

Res

Usia

Balita

P

1

P

2

P

3

P

4

P

5

P

6

P

7

P

8

P

9

P1

0

P1

1

P1

2

P1

3

P1

4

P1

5

Total_

P

Kat_

P

Sta_Im

u

Sta_Gi

zi

Keb_Perok

ok

Kej_ISP

A

21 39 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 12 3 2 3 1 1

22 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 13 3 2 3 2 2

23 63 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 4 1 1 3 2 1

24 39 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 1 6 2 2 3 1 1

25 60 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 12 3 2 3 2 2

26 28 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 8 2 2 3 2 2

27 52 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 3 1 1 3 1 1

28 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1 3 1 1

29 36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14 3 2 3 2 2

30 62 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 1 2 3 1 1

Keterangan :

Pengetahuan Status Imunisasi Status Gizi Keberadaan Perokok

Dalam Rumah

Kejadian ISPA

1 = Kurang

2 = Cukup

3 = Baik

1 = Tidak Lengkap

2 = Lengkap

1 = Kurang

2 = Lebih

3 = Normal

1 = Ada

2 = Tidak Ada

1 = ISPA

2 = Tidak ISPA

Page 134: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

118

Lampiran 3. Hasil Output Penelitian

1. ANALISIS UNIVARIAT

Frequencies

Statistics

Kategori Usia

Balita Kategori

Pengetahuan Status

Imunisasi Status

Gizi

Keberadaan Perokok Di

Rumah Kejadian

ISPA

N Valid 30 30 30 30 30 30

Missing 0 0 0 0 0 0

Mean 3.00 2.03 1.57 2.73 1.43 1.40

Median 3.00 2.00 2.00 3.00 1.00 1.00

Mode 3 3 2 3 1 1

Frequency Table

Kategori Usia Balita

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12-23 bulan 3 10.0 10.0 10.0

24-35 bulan 7 23.3 23.3 33.3

36-47 bulan 12 40.0 40.0 73.3

48-59 bulan 3 10.0 10.0 83.3

60-71 bulan 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kategori Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 11 36.7 36.7 36.7

Cukup 7 23.3 23.3 60.0

Baik 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Status Gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kurang 3 10.0 10.0 10.0

Lebih 2 6.7 6.7 16.7

Normal 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Page 135: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

119

Status Imunisasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak Lengkap 13 43.3 43.3 43.3

Lengkap 17 56.7 56.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Keberadaan Perokok Di Rumah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 17 56.7 56.7 56.7

Tidak Ada 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kejadian ISPA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ISPA 18 60.0 60.0 60.0

Tidak ISPA 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Page 136: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

120

2. ANALISIS BIVARIAT

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Kategori Pengetahuan * Kejadian ISPA

30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Kategori Pengetahuan * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA

Total ISPA Tidak ISPA

Kategori Pengetahuan Kurang Count 10 1 11

% within Kategori Pengetahuan

90.9% 9.1% 100.0%

% within Kejadian ISPA 55.6% 8.3% 36.7%

% of Total 33.3% 3.3% 36.7%

Cukup Count 4 3 7

% within Kategori Pengetahuan

57.1% 42.9% 100.0%

% within Kejadian ISPA 22.2% 25.0% 23.3%

% of Total 13.3% 10.0% 23.3%

Baik Count 4 8 12

% within Kategori Pengetahuan

33.3% 66.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA 22.2% 66.7% 40.0%

% of Total 13.3% 26.7% 40.0%

Total Count 18 12 30

% within Kategori Pengetahuan

60.0% 40.0% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 60.0% 40.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 7.958a 2 .019

Likelihood Ratio 8.842 2 .012

Linear-by-Linear Association 7.639 1 .006

N of Valid Cases 30

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,80.

Page 137: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

121

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Imunisasi * Kejadian ISPA

30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Status Imunisasi * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA

Total ISPA Tidak ISPA

Status Imunisasi Tidak Lengkap Count 11 2 13

% within Status Imunisasi 84.6% 15.4% 100.0%

% within Kejadian ISPA 61.1% 16.7% 43.3%

% of Total 36.7% 6.7% 43.3%

Lengkap Count 7 10 17

% within Status Imunisasi 41.2% 58.8% 100.0%

% within Kejadian ISPA 38.9% 83.3% 56.7%

% of Total 23.3% 33.3% 56.7%

Total Count 18 12 30

% within Status Imunisasi 60.0% 40.0% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 60.0% 40.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.792a 1 .016

Continuity Correctionb 4.123 1 .042

Likelihood Ratio 6.183 1 .013

Fisher's Exact Test .026 .019

Linear-by-Linear Association

5.599 1 .018

N of Valid Cases 30

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,20.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 138: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

122

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Gizi * Kejadian ISPA 30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Status Gizi * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA

Total ISPA Tidak ISPA

Status Gizi Kurang Count 2 1 3

% within Status Gizi 66.7% 33.3% 100.0%

% within Kejadian ISPA 11.1% 8.3% 10.0%

% of Total 6.7% 3.3% 10.0%

Lebih Count 2 0 2

% within Status Gizi 100.0% .0% 100.0%

% within Kejadian ISPA 11.1% .0% 6.7%

% of Total 6.7% .0% 6.7%

Normal Count 14 11 25

% within Status Gizi 56.0% 44.0% 100.0%

% within Kejadian ISPA 77.8% 91.7% 83.3%

% of Total 46.7% 36.7% 83.3%

Total Count 18 12 30

% within Status Gizi 60.0% 40.0% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 60.0% 40.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.556a 2 .459

Likelihood Ratio 2.265 2 .322

Linear-by-Linear Association .489 1 .484

N of Valid Cases 30

a. 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,80.

Page 139: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

123

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Keberadaan Perokok Di Rumah * Kejadian ISPA

30 100.0% 0 .0% 30 100.0%

Keberadaan Perokok Di Rumah * Kejadian ISPA Crosstabulation

Kejadian ISPA

Total ISPA Tidak ISPA

Keberadaan Perokok Di Rumah

Ada Count 14 3 17

% within Keberadaan Perokok Di Rumah

82.4% 17.6% 100.0%

% within Kejadian ISPA 77.8% 25.0% 56.7%

% of Total 46.7% 10.0% 56.7%

Tidak Ada Count 4 9 13

% within Keberadaan Perokok Di Rumah

30.8% 69.2% 100.0%

% within Kejadian ISPA 22.2% 75.0% 43.3%

% of Total 13.3% 30.0% 43.3%

Total Count 18 12 30

% within Keberadaan Perokok Di Rumah

60.0% 40.0% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 60.0% 40.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.167a 1 .004

Continuity Correctionb 6.160 1 .013

Likelihood Ratio 8.488 1 .004

Fisher's Exact Test .008 .006

Linear-by-Linear Association

7.895 1 .005

N of Valid Cases 30

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,20.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 140: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

124

Lampiran 4. Surat Survei Awal

Page 141: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

125

Lampiran 5. Surat Balasan Survei Awal

Page 142: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

126

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

Page 143: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

127

Lampiran 7. Surat Balasan Izin Penelitian

Page 144: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

128

Lampiran 8. Permohonan Pengajuan Judul Skripsi

Page 145: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

129

Lampiran 9. Lembar Revisi Proposal

Page 146: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

130

Lampiran 10. Lembar Revisi Skripsi

Page 147: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

131

Lampiran 11. Lembar Bimbingan Proposal

Page 148: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

132

Page 149: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

133

Lampiran 12. Lembar Bimbingan Skripsi

Page 150: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

134

Page 151: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

135

Lampiran 13. Dokumentasi

DOKUMENTASI SETELAH WAWANCARA DENGAN

IBU BALITA RAPIZATUL (INFORMAN 6)

DIKEDIAMANNYA KELURAHAN BANDAR UTAMA

Page 152: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

136

DOKUMENTASI SETELAH WAWANCARA DENGAN

PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS PASAR

GAMBIR KOTA TEBING TINGGI

Page 153: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

137

DOKUMENTASI SETELAH WAWANCARA DENGAN

PETUGAS MTBS DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR

KOTA TEBING TINGGI

Page 154: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

138

DOKUMENTASI SETELAH SELESAI PENELITIAN

DENGAN KEPALA PUSKESMAS DAN PETUGAS

MTBS ISPA DI PUSKESMAS PASAR GAMBIR KOTA

TEBING TINGGI

Page 155: ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT …

139

DOKUMENTASI POSYANDU DIKELURAHAN

BANDAR UTAMA DIRUMAH KADER