Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
DALAM PENANGANAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP
SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI
TAHUN 2018
SKRIPSI
Oleh
KARTIKA NUNI
NIM. 141000552
PRORAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Universitas Sumatera Utara
PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
DALAM PENANGANAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP
SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI
TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
KARTIKA NUNI
NIM. 141000552
PRORAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal: 11 April 2019
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : Dr. Juanita, S.E., M.Kes.
Anggota : 1. dr. Rusmalawaty, M.Kes.
2. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
iv
Abstrak
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan yang
terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada
kesehatan anak usia 0-5 tahun secaran menyeluruh. Salah satu penyakit yang
ditangani dengan pendekatan MTBS yaitu Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA). Pada tahun 2016 diagnosa penderita ISPA di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori yaitu sebanyak 898 kasus dari 2.110 balita, dengan jumlah cakupan
MTBS mencapai 371 kasus (41,31%) dan pada tahun 2017 diagnosa penderita
ISPA di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yaitu sebanyak 1.390 kasus dari 2.124
balita, dengan jumlah cakupan MTBS mencapai 430 kasus (30,93%). Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas
dan lebih mendalam tentang pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit
ISPA di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori. Metode pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Informan dalam
penelitian ini berjumlah 9 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori, 2 Petugas kesehatan MTBS, 4 ibu balita penderita pneumonia dan 2
ibu balita penderita bukan pneumonia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pelaksanaann MTBS dalam penanganan ISPA belum berjalan dengan lancar. Hal
ini ditandai dengan alur pelaksanaan MTBS yang tidak sesuai dengan modul
MTBS, penilaian dan klasifikasi balita sakit tidak dilakukan secara keselurahan,
masih kurangnya sarana prasarana dan peralatan untuk pelaksanaan MTBS dan
masih kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih MTBS. Selain itu kepatuhan ibu
dalam pelaksanaan MTBS dalam perawatan balita dirumah belum terlaksana
dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan pihak Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori membina petugas kesehatan yang belum terlatih MTBS sehingga
mampu melaksanakan MTBS sesuai modul MTBS. Melengkapi sarana dan
prasaran sehingga pendekatan MTBS dapat berjalan dengan baik.
Kata kunci : Pelaksanaan, MTBS, ISPA, balita
Universitas Sumatera Utara
v
Abstract
Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) is an integrated approach to
childhealth that focuses on the well-being of the whole child. One of the illnesses
handled by IMCI is Acute Respiratory Infection (ARI). IN 2016 there are 898
cases of ARI from 2.110 children in Rawat Inap Sipori-Pori Public Health Center
with coverage of IMCI reach 371 cases (41,31%) and then 2017 there are 1.390
cases of ARI from 2.124 children in Rawat Inap Sipori-Pori Public Health Center,
with coverage of IMCI reach 430 cases (30,93%). This qualitative study aims to
find out in-depth implementation of IMCI in handling Acute Respiratory Infection
(ARI) in Rawat Inap Sipori-Pori Public Health Centre. Data collected by
observation, in-depth interviews and documentation. Informants in this study
amounted to 9 people which are the head of Rawat Inap Sipori-Pori Public
Health Center, 2 health workers of IMCI, 4 mothers of children who are
pneumonia and 2 mothers of children who are not pneumonia. The results of this
study shows theimplementation of IMCI in handling ARI is not executed properly.
The implementation of IMCI is not in accordance with the module of IMCI,
assessment and classification of IMCI is not implemented for the whole child,
there is still a lack of infrastructure andequipment for implementing IMCI and
there is still a lack of skilled health workers. In addition the compliance of mother
in the implementation of IMCI for ill children is not done properly. Based on the
results of the study, it is expected for Rawat Inap Sipori-Pori Public Health
Center to improve the skills of health workers by IMCI training for better case
management in health facilities inaccordance to IMCI modules and to provide
facilities to support the implementation of IMCI.
Keywords: Implementation, IMCI, ARI, children
Universitas Sumatera Utara
vi
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit dalam Penanganan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota
Tanjung Balai Tahun 2018”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta Kislam dan Niati.
Terima kasih atas doa, nasihat, kasih sayang dan perhatian serta segala dukungan
dalam bentuk apapun yang telah di berikan kepada penulis setiap saat. Selama
proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. selaku Ketua Departemen Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera.
4. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
Universitas Sumatera Utara
vii
5. Dr. Juanita, S.E., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
membimbing, meluangkan waktu, memberi saran, dukungan, nasihat serta
arahan kepada penulis hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.
6. dr. Rusmalawaty, M.Kes. selaku Dosen Penguji I skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada
penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.
7. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penguji II skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi
kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.
8. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
9. Kepada Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori dan semua petugas MTBS
yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.
Penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi
ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada
kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2019
Kartika Nuni
Universitas Sumatera Utara
viii
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Istilah xiii
Riwayat Hidup xiv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 8
Puskesmas 8
Fungsi puskesmas 8
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 9
Penyebab ISPA 9
Klasifikasi ISPA 9
Gejala dan tanda ISPA 10
Tatalaksana ISPA 11
Pencegahan ISPA 12
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 13
Sejarah MTBS 13
Tujuan MTBS 14
Manfaat MTBS 14
Sarana dan prasarana 14
Upaya dalam Pelaksanaan MTBS 17
Acuan Penerapan MTBS di Puskesmas 17
Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS 18
Penatalaksanaan balita ISPA dengan MTBS 19
Landasan Teori 22
Universitas Sumatera Utara
ix
Kerangka Berpikir 23
Metode Penelitian 24
Jenis Penelitian 24
Lokasi dan Waktu Penelitian 24
Lokasi penelitian 24
Waktu penelitian 24
Subjek Penelitian 24
Definisi Konsep 25
Metode Pengumpulan Data 26
Metode Analisis Data 27
Hasil Penelitian dan Pembahasan 29
Gambaran Umum Puskesmas Rawat Inap Sipori Pori 29
Sumber Daya Manusia Kesehatan 30
Sarana dan Prasarana 31
Karakteristik Informan 32
Masukan (Input) 32
Tenaga kesehatan MTBS 32
Sarana pelaksanaan MTBS 40
Proses (Procces) 45
Alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA 45
Kepatuhan ibu dalam pelaksanaaan MTBS 57
Keluaran (Output) 60
Pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA 61
Keterbatasan Penelitian 63
Kesimpulan dan Saran 64
Kesimpulan 64
Saran 65
Daftar Pustaka 67
Lampiran 70
Universitas Sumatera Utara
x
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Tatalaksana Penderita Batuk atau Kesukaran Bernapas
Umur < 2 bulan
11
2 Tatalaksana Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas
Umur 2 Bulan - < 5 Tahun
12
3 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori 30
4 Sarana dan Prasarana di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori
31
5
Karakteristik Informan Penelitian 32
6 Lembar Hasil Observasi Kelengkapan Sarana MTBS 44
Universitas Sumatera Utara
xi
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang
tenaga kesehatan
19
2 Kerangka berpikir 23
3 Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang
tenaga kesehatan dalam penanganan ISPA
46
4
Alur pelaksanaan MTBS dalam pelaksanaan ISPA yang
diterima ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
(Informan 7)
47
5 Alur pelaksanaan MTBS dalam pelaksanaan ISPA yang
diterima ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
(Informan 7) yang diberikan oleh tenaga kesehatan
48
Universitas Sumatera Utara
xii
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Pedoman Wawancara 70
2 Tabel Tilik 73
3 Matriks Pernyataan Informan 76
4 Dokumentasi 84
6 Surat Izin Penelitian 85
8 Surat Selesai Penelitian
87
Universitas Sumatera Utara
xiii
Dasftar Istilah
ASI Air Susu Ibu
DEPKES Departemen Kesehatan
DOEN Daftar Obat Esensial
IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia
IMCI Integrated Management Of Childhood Illnes
ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut
KIA Kesehatan Ibu dan Anak
KEMENKES Kementerian Kesehatan
KNI Kartu Nasihat Ibu
LPLPO Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
LP Lembaga Pemerintah
LS Lembaga Swasta
MP-ASI Makanan Pendamping–Air Susu Ibu
PERMENKES Peraturan Menteri Kesehatan
SEARO South-East Asia Region
SP3 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
TDDK Tarikan Dinding Dada Bagian ke Kedalam
WHO World Health Organization
Universitas Sumatera Utara
xiv
Riwayat Hidup
Penulis bernama Kartika Nuni berumur 23 tahun, lahir pada tanggal 30
November 1995 di Desa Kapias Batu VIII. Penulis beragama Islam, bertempat
tinggal di Desa Kapias Batu VIII Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan,
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda
Kislam dan Ibunda Niati.
Pendidikan formal penulis dimulai di sekolah dasar di SD Negeri 010009
Desa Kapias Batu VIII Tahun 2002-2008, kemudian berlanjut ke Sekolah
Menengah Pertama di SMP Negeri 8 Kota Tanjung Balai Tahun 2008-2011, dan
melanjutkan lagi ke sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Kota Tanjung Balai
Tahun 2011-2014, pada Tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S1 di
Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat yang selesai pada Tahun 2019.
Medan, April 2019
Kartika Nuni
Universitas Sumatera Utara
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Kesehatan adalah hal terpenting yang harus selalu dijaga oleh setiap orang.
Begitu juga kesehatan pada balita, balita merupakan aset negara yang akan
membangun negara kedepannya. Apabila kesehatan balita tidak baik maka
kedepannya akan banyak balita sakit dan tidak bisa produktif dalam membangun
suatu negara. Salah satu upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk
mengupayakan kesehatan pada balita yaitu dengan menerapkan pendekatan
MTBS sejak tahun 1997 yang bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan
dan kematian pada balita. Penerapan pendekatan MTBS dimulai dari tingkat
puskesmas yang merupakan sarana kesehatan yang paling sering dimanfaatkan
masyarakat untuk upaya kesehatan.
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wialayah kerja puskesmas
(Permenkes, 2014).
Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling
diandalkan bagi masyarakat umum di Indonesia, terutama dalam pertolongan
pertama balita yang sakit. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang sesuai
untuk Puskesmas dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan
pada bayi dan balita. Suatu pendekatan yang saat ini diterapkan pada sebagian
Universitas Sumatera Utara
2
besar di Puskesmas di Indonesia tersebut dikenal dengan istilah Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Maryunani, 2014).
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang
terintegrasi dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia
0-59 bulan secara menyeluruh. Alur penanganan ISPA dengan MTBS dimulai
dari pendaftaran pasien kebagian registrasi kemudian pasien diarahkan ke ruang
pemeriksaan, setelah diruang pemeriksaan dokter akan bertanya keluhan pasien,
kemudian dokter melakukan pemeriksaan sembari memberikan konseling. Setelah
selesai pasien diarahkan ke apotek untuk menebus obat dan apabila pasien yang
berobat dalam keadaan pneumonia berat akan langsung dirujuk. Supaya
pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA berhasil perlu didukung oleh tenaga
kesehatan yang telah memahami bagaimana penanganan pasien dengan MTBS,
sarana dan prasarana juga harus memadai serta kepatuhan ibu balita sendiri.
Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus
maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai
saluran nafas bawah, misalnya bronkitis bila menyerang kelompok umur tertentu
khususnya bayi, anak-anak dan orang tua akan memberikan gambaran klinik yang
berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2005).
World Health Organization (WHO) memperkirakan di negara berkembang
kejadian ISPA pada balita sebesar 151,8 juta kasus ISPA per tahun, dan sekitar
13,1 juta kasus (8,7%) adalah pneumonia berat. Terdapat 15 negara dengan
prediksi kasus ISPA paling tinggi yaitu sebesar 115,3 juta kasus (74%) dari 156
Universitas Sumatera Utara
3
juta kasus seluruh dunia. Lebih dari setengah terjadi pada 6 negara, yaitu India 43
juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladest, Indonesia dan Nigeria masing-
masing sebesar 6 juta kasus, hal ini mencakup 44% populasi anak balita di dunia
pertahun (WHO, 2012).
Indonesia pada tahun 2016 target penemuan kasus ISPA pada balita yaitu
sebesar 870.491 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani hanya sebesar
568.146 kasus (65,27%). Tahun 2017 target penemuan kasus ISPA meningkat
menjadi 965.559 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani menurun menjadi
447.431 kasus (46.34%) ( Kemenkes RI, 2017).
Provinsi Sumatera Utara tahun 2016, target penemuan kasus ISPA pada
balita yaitu sebesar 49.085 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani hanya
sebesar 7.997 kasus (16,29%). Tahun 2017 perkiraan penemuan kasus ISPA
menurun menjadi 41.908, sedangkan yang ditemui dan ditangani juga menurun
menjadi 5.398 kasus (12.88%) (Kemenkes RI, 2017).
Tahun 2016 perkiraan penemuan kasus ISPA di Kota Tanjung Balai
adalah sebesar 15.870 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani sebesar 5.299
kasus (33.40%). Tahun 2017 dari 17.185 perkiraan penemuan kasus balita ISPA
yang ditemukan dan ditangani sebesar 4.420 kasus (25.72%) (Dinkes, 2017).
Tahun 2016 diagnosa penyakit di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yang
tertinggi yaitu ISPA, dengan jumlah perkiraan penemuan kasus balita ISPA
sebesar 898 kasus, dan yang ditemukan dan ditangani 371 kasus (41.31%) dengan
jumlah balita pada wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yaitu 2.110
balita, dan pada tahun 2017 jumlah perkiraan balita ISPA meningkat menjadi
Universitas Sumatera Utara
4
1.390 kasus yang ditemukan dan ditangai 430 balita (30,93%) dengan jumlah
balita di wilayah kerja puskesmas 2.124 balita, sedangkan pada tahun 2018
jumlah perkiraan balita ISPA sebanyak 1.520 kasus yang ditangani sebanyak 620
balita (40,78%). Pada tahun 2017 Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menargetkan
balita ISPA yang akan ditangani dengan MTBS sebesar 80%, yang tercapai hanya
30.93% dan pada tahun 2018 ini Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menargetkan
pencapaian penanganan balita ISPA dengan MTBS sebesar 100% dan yang
tercapai hanya 40,78%. (Profil Kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori,
2017).
Menurut penelitian Wardani (2016) menunjukkan bahwa penerapan
MTBS yang dilaksanakan di Puskesmas Halmahera dilihat dari 3 komponen yaitu
input, proses, output untuk ketersediaan SDM sudah memenuhi standar hanya saja
jumlah petugas MTBS masih kurang, proses penerapan sudah sesuai dengan
pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan, sedangkan
untuk input angka cakupan penemuan kasusnya sudah tercapai.
Berdasarkan hasil penelitian Hanifa (2014), tentang penatalaksanaan
pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai terlihat belum berjalan
baik. Ditandai dengan tidak adanya pemberian konseling, masih kurangnya tenaga
terlatih MTBS sehingga tidak ada tim MTBS, kurangnya sarana, prasarana
dan peralatan untuk penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS, dan tidak adanya
pendanaan untuk melaksanakan MTBS. Selain itu pengawasan dan pembinaan
yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Medan Denai dan Dinas Kesehatan Kota
Medan belum dilaksanakan dengan maksimal.
Universitas Sumatera Utara
5
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori merupakan salah satu puskesmas
di Kota Tanjung Balai yang melaksanakan pendekatan MTBS. Hasil survei
peneliti, Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori berada diposisi ke 1 dari 8 puskesmas
yang ada di Kota Tanjung Balai yang memiliki angka perkiraan penemuan kasus
balita ISPA tertinggi. Berikut adalah urutan 3 puskesmas yang angka perkiraan
penemuan kasus balita ISPA tertinggi yaitu Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
sebesar 1.390 kasus, yang ditemukan dan ditangani dengan MTBS yaitu 430
kasus (30,93%), Puskesmas Datuk Bandar perkiraan penemuan kasus balita ISPA
yaitu sebesar 1.310 kasus yang ditemukan dan ditangani yaitu 425 (32,44%),
dan puskesmas semula jadi perkiraan kasus balita ISPA yaitu sebesar 1.225 kasus
yang ditemukan dan ditangani yaitu 400 (32,65%).
Berdasarkan wawancara singkat saat survei awal saya dengan petugas
pelaksanaan MTBS, dikatakan bahwa pelaksanaan MTBS dilaksanakan oleh 2
orang petugas kesehatan yang terdiri dari 1 orang dokter dan 1 orang bidan, pasien
balita sakit yang datang setiap hari nya sekitar 30-40 orang dan setengah nya atau
sekitar 25 per hari nya adalah pasien ISPA, sehingga pelaksanaan MTBS tidak
dilaksanakan berdasarkan bagan MTBS. Selain itu, sarana prasarana di puskesmas
kurang memadai seperti tidak adanya timer ISPA, alat penghisap lendir, regulator
oksigen, kartu KNI dan ruang khusus pelaksanaan MTBS, petugs tidak pernah
mendapat pelatihan serta petugas tidak memberikan konseling kepada semua ibu
balita yang berobat.
Penatalaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori dilakukan pada balita pneumonia berat, balita pneumonia
Universitas Sumatera Utara
6
dan balita bukan pneumonia. Berdasarkan wawancara singkat dengan petugas
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori balita yang menderita pneumonia dan bukan
pneumonia akan diperiksa serta diberi obat, dan konseling tentang pola asuh balita
sakit di rumah tidak diberikan kepada semua ibu balita dikarenaka pasien balita
sakit ISPA yang cukup banyak setiap harinya sekitar 25 pasien, sedangkan pada
pneumonia berat akan langsung dirujuk.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui
bagaimana Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam
penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Mengetahui bagaimana pelaksanaan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.
Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Untuk melihat alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.
Universitas Sumatera Utara
7
2. Untuk mengetahui bagaimana cara petugas dalam menerapkan MTBS saat
pemeriksaan balita sakit.
3. Untuk melihat kelengkapan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan MTBS
dalam penanganan ISPA di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.
4. Untuk mengetahui pola asuh dalam melakukan perawatan balita sakit
di rumah.
Manfaat Penelitian
Mengenai manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Tanjung
Balai mengenai pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam
penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
2. Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori tentang pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) saat
melakukan evaluasi serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan tentang bagaimana pelaksaan MTBS untuk menurunkan angka
kesakitan balita.
3. Sebagai bahan literatur bagi penelitian yang berhubunngan dengan
pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
4. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam Ilmu
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
8
Tnjauan Pustaka
Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat serta upaya kesehatan perseorangan pada tingkat
pertama dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif sehingga
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerja puskesmas (Permenkes, 2014).
Fungsi puskesmas. Adapun fungsi dari puskesmas adalah sebagai berkut:
1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayana yang diperlukan.
2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
3. Melaksanakan komunikasi, informasi edukasi dan pemberdayaan masyarakat
dibidang kesehatan.
4. Menyelenggarakan masyarakat untuk mengidentifikasikan dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain yang terlait.
5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas.
7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses mutu
dan cakupan pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
9
9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit (Permenkes, 2014).
Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA)
Infeksi saluran pernapasan akut adalah radang akut saluran pernapasan
atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun
riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran
nafas bawah, misalnya bronkitis bila menyerang kelompok umur tertentu
khususnya bayi, anak-anak dan orang tua akan memberikan gambaran klinik yang
berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2005).
Penyebab ISPA. ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun
riketsia, sedangkan infeksi bakterial sering merupakan penyulit ISPA yang
disebabkan oleh virus, terutama bila ada epidemi atau pandemi. Penyulit bakterial
umumnya disertai keradangan parenkim (Alsagaff, 2005).
Klasifikasi ISPA. Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :
Pneumonia berat. Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah
dalam pada anak usia 2 bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia <2 bulan,
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi
pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam.
Pneumonia. Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas.
Diagnosis gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak
Universitas Sumatera Utara
10
berusia dua bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1
sampai <5 tahun adalah 40 kali per menit.
Bukan pneumonia. Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang
tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan
adanya tarikan dinding bagian bawah ke arah dalam (Widoyono, 2008).
Gejala dan tanda ISPA. Gejala dan tanda ISPA diantara nya:
Gejala ISPA. Gejala penyakit ISPA biasanya didahului dengan infeksi
saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat yang dapat mencapai 40°c, sesak nafas, nyeri
dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga
hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang
nafsu makan, dan sakit kepala (Misnaldiarly, 2008).
Tanda ISPA. Menurut Widoyono (2008) tanda-tanda ISPA adalah sebagai
berikut:
1. Anak umur <2 bulan
a. Pneumonia berat
Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat atau adanya napas
cepat 60x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia
Tidak ada TDDK kuat dan tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari
60x per menit.
2. Anak umur 2 bulan sampai < 5 tahun
a. Pneumonia berat
Universitas Sumatera Utara
11
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam, ada napas cepat
2 bln - <12 bln : >50x/menit ,1 thn - < 5 thn : > 40x/menit.
c. Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (TDDK), tidak
ada napas cepat :2 bl - < 12 bl : < 50 x/menit,1 thn - < 5 thn : < 40x/menit.
Tatalaksana ISPA
Pola tatalaksana penderita ISPA yang dipakai dalam pelaksanaan
pengendalian penyakit ISPA yang diterbitkan WHO Tahun 1988 yang telah
mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia (Depkes, 2008).
Tabel 1
Tatalaksana Penderita Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur < 2 Bulan
Klasifikasi Tanda Tindakan
Pneumonia berat Tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam yang kuat
atau adanya napas cepat
60X/menit
1. Rujuk segera ke RS
2. Beri 1 dosis antibiotik
3. Obati demam, jika ada
4. Obati whezing, jika ada
Batuk bukan
Pneumonia
Tidak ada TDDK kuat dan
tidak ada napas cepat,
frekuensi napas kurang dari
60X/menit
1. Memberi ASI lebih
sering
2. Membersihkan lubang
hidung jika
mengganggu pemberian
ASI
3. Anjurkan Ibu untuk
kembali kontrol jika:
a. Pernapasan menjadi
cepat atau sukar
b. Kesulitan minum
ASI
c. Sakitnya bertambah
parah
Universitas Sumatera Utara
12
Tabel 2
Tatalaksana Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur 2 Bulan - < 5 Tahun
Klasifikasi Tanda Tindakan
Pneumonia berat Tarikan dinding dada
bagian bawah ke
dalam (TDDK)
1. Rujuk segera ke rumah sakit
2. Beri 1 dosis antibiotik
3. Obati demam, jika ada
4. Obati wheezing, jika ada
Pneumonia Tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah ke arah dalam
(DDK).
Ada napas cepat
2 bln - <12 bln :
>50x/menit
1 thn - < 5 thn : >
40x/menit
1. Nasihati ibunya untuk
tindakan perawatan di rumah
2. Beri antibiotik selama 3 hari
3. Anjurkan ibu untuk kontrol 2
hari atau lebih cepatbila
keadaan memburuk
4. Obati demam, jika ada
5. Obati wheezing, jika ada
Batuk bukan
pneumonia
Tidak ada tarikan
dinding dada bagian
bawah ke arah dalam
(TDDK).
Tidak ada napas cepat
:2bl-<12bl: < 50x/mnt
1. Bila batuk > 3minggu, rujuk
2. Nasihati ibu untuk tindakan
perawatan di rumah.
3. Obati demam, jika ada
4. Obati wheezing, jika ada
Pencegahan ISPA
Menurut Maryunani (2010) secara umum dapat dikatakan bahwa cara
pencegahan ISPA adalah :
a. Hidup sehat
b. Cukup gizi
c. Menghindari polusi udara
d. Pemberian imunisasi lengkap
e. Perbaikan lingkungan pemukiman
f. Peningkatan pemerataan cupan kualitas pelayan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
13
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illnes (IMCI) merupakan suatu manajemen yang menggunakan
pendekatan terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di
pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi,
status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang
diberikan (Wijaya, 2009). Manajemen terpadu balita sakit adalah suatu
pendekatan yang terintergrasi dalam tatalaksana balita sakit pada anak usia 0-59
bulan secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan
teteapi suatu pendekatan atau cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep
pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan WHO merupakan suatu
bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan
angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita dinegara-negara
berkembang (Mayunani, 2014).
Sejarah MTBS. Tahun 1996 WHO memperkenalkan startegi MTBS di
Indonesia. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul
tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatihan
dari SEARO. Penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan
update modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program
kesehatan di depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.
Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,
namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab yaitu
Universitas Sumatera Utara
14
belum adanya tenaga kesehatan di puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS,
sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum
adanya komitmen dari pimpinan puskesmas. Menurut data laporan rutin yang
dihimpun dari dinas kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan
nasional program kesehatan anak tahun 2010, jumlah puskesmas dikatakan sudah
menerapkan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55% (Maryunani, 2014).
Tujuan MTBS. MTBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar, yang pada gilirannya
diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi
dan balita, untuk mengurangi kematian, penyakit dan kecacatan, dan untuk
meningkatkan pertumbuhan peningkatan dan pengembangan antara anak-anak
di bawah usia lima tahun (Depkes, 2008).
Manfaat MTBS. Menurut Maryunani (2014) adapun manfaat penerapan
MTBS di negara-negara berkembang, yaitu:
1. Menurunkan angka kematian balita.
2. Memperbaiki status gizi.
3. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
4. Memperbaiki kinerja petugas kesehatan.
5. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan lebih murah.
Sarana dan prasarana. Menurut Maryunani (2014) adapun sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas adalah:
1. Ruang khusus MTBS
2. Formulir MTBS
Universitas Sumatera Utara
15
3. Kartu nasihat ibu
4. Alat untuk pemeriksaan yang terdiri dari:
a. Timer ISPA
b. Tensi meter dan manset anak
c. Infuse set dengan wing needles no 23 dan no 25
d. Semprit dan jarum suntik; 1 ml ; 2,5 ml ; 5 ml ; 10 ml
e. Timbangan bayi
f. Thermometer
g. Kasa/kapas
h. Pipa lambung ( nasogastirc tube-NGT)
i. Alat penumbuk obat
j. Alat pengisap lendir
5. Obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada dan
termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di
Puskesmas. Adapun obat-obat nya adalah:
a. Kotrimoksazol tablet dewasa, kontrimoksazol tablet anak atau sirup
kontrimoksazol
b. Sirup amoksilin atau tablet amoksilin
c. Kaplet ampisilin
d. Kapsul tetrasilin
e. Tablet asam nalidiksat
f. Tablet klorokuin
Universitas Sumatera Utara
16
g. Tablet primakuin
h. Tablet sulfaduksin pirimetamin
i. Tablet kina
j. Tablet nistatin
k. Tablet parasetamol atau sirup
l. Tablet pirantel pamoat,
m. Suntikan kloramfenikol
n. Suntikan gentamisin
o. Suntikan penisilin prokain
p. Suntikan ampisilin
q. Suntikan kinin
r. Suntikan fenobarbital
s. Diazepam suppositoria
t. Diazepam injeksi (3 mg dan 10 mg)
u. Gentian violet (sebelum digunakan harus diencerkan menjadi 0,25% atau
0,5% sesuai kebutuhan)
v. Vitamin A 200.000 IU atau vitamin A 100.000 IU
w. Aquabides untuk pelarut
x. Oralit 200 cc
y. Cairan infuse Na Cl 0,9 %, cairan infuse ringer laktat, cairan infuse
dextrose 5 %
z. Gliserin
Universitas Sumatera Utara
17
Upaya dalam Pelaksanaan MTBS
Untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan
kematian bayi dan balita di Indonesia, maka pada pelaksanaan MTBS dilakukan
upaya preventif, promotif dan kuratif sebagai berikut (Maryunani, 2014).
1. Upaya preventif (merupakan pencegahan penyakit), perbaikan gizi.
2. Upaya promotif (berupa konseling), seperti konseling gizi, konseling
pemberian ASI, konseling pemberian vitamin A.
3. Upaya kuratif (pengobatan), merupakan penanganan secara langsung pada
balita terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita
yang sakit, seperti ISPA, diare, malaria, campak, demam berdarah, masalah
telinga dan masalah gizi.
Acuan Penerapan MTBS di Puskesmas
Adapun sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS, adalah
sebagai berikut (Maryunani, 2014).
1. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan
MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita sakit.
2. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,
berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap
awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit
mendapat pelayanan MTBS.
3. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari,
berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap
Universitas Sumatera Utara
18
awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat
pelayanan MTBS.
Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS di Puskesmas
Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu
pelayanan menjadi lebih lama. Guna mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,
perlu dilakukan penyesusaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.
Penyesuaian alur pelayanan balita sakit disusun dengan memahami langkah-
langkah pelayanan yang diterima oleh balita sakit. Langkah-langkah tersebut
adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap
meliputi :
1. Pendaftaran
2. Pemeriksaan, konseling dan pemberian kode diagnosa dalam SP3
3. Pemberian tindakan (rujuk/pulang)
4. Pemberian obat
Puskesmas yang memiliki jumlah kunjungan balita sakit banyak perlu
melakukan penyesuaian alur pelayanan untuk menghindari keluhan pengunjung
karena lamanya waktu tunggu. Setiap langkah kegiatan dilakukan oleh satu orang
petugas kesehatan. Bila perlu, dilaksanakan oleh beberapa orang petugas
kesehatan yang memiliki kompetensi berbeda. Sebelum melakukan penyesuian
alur pelayanan, petugas kesehatan lain (yang belum dilatih MTBS) harus
mendapat informasi umum mengenai MTBS dan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya (Maryunani, 2014).
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 1. Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang tenaga
kesehatan
Penatalaksanaan balita ISPA dengan pendekatan MTBS. Adapun
penatalaksaan balita ISPA dengan pendekatan MTBS dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Seorang balita sakit datang keruangan pemeriksaan dan ditangani dengan
pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang dilatih MTBS.
2. Petugas memakai tool yang disebut algoritma MTBS untuk melakukan
penilaian atau pemeriksaan, yakni dengan cara:
Pendaftaran + memberi formulir
MTBS + family folder
Pemberian obat
Petugas 2, di ruang periksa melakukan
seluruh langkah sejak
- Pengukuran suhu badan
- Penimbangan berat badan
Petugas 3, di ruang periksa melakukan
seluruh langkah pemeriksaan hingga
konseling
Petugas 4,diluar ruang periksamelakukan
pemberian kode diagnosa SP3
Petugas lima, di apotek
Tindakan yang diperlukan
dapat dilakukan oleh petugas
yang berbeda
Rujuk Pulang
Datang Petugas 1, diloket: Mengisi formulir
MTBS (Identitas dan status kunjungan)
Pemerikasan (memeriksa dan
membuat klasifikasi, identifikasi
dan pengobatan
Konseling (cara pemberian obat
di rumah, kapan kembali,
pemberian makanan)
Pemberian kode diagnosa dalam
SP3
Tindakan yang diperlukan:
(pengobatan pra rujukan dan
imunisasi)
Universitas Sumatera Utara
20
1. Menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan
memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :
a. Apakah anak bisa minum/menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
c. Apakah anak menderita kejang ?
2. Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak
letargis/tidak sadar?
3. Setelah itu petugas kesehatan akan mengklasifikasi semua gejala berdasarkan
hasil tanya-jawab dan pemeriksaan,yaitu dengan menanyakan keluhan utama,
antara lain :
a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
b. Apakah anak demam?
c. Memeriksa status gizi
d. Memeriksa anemia
e. Memeriksa status imunisasi
f. Memeriksa pemberian vitamin A
g. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain
4. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, setelah itu menentukan jenis tindakan/pengobatan
yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi.
5. Kemudian petugas memberikan konseling kepada Ibu balita tentang:
a. Cara pemberian obat oral di rumah
b. Cara mengobati infeksi lokal di rumah
Universitas Sumatera Utara
21
c. Ajuran pemberian ASI dan makanan selama anak sakit maupun dalam
keadaan sehat
d. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan.
6. Tindak lanjut yaitu setiap anak harus kembali ke petugas kesehatan setelah 2
hari untuk kunjungan ulang dengan syarat :
a. Jika frekuensi panas atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik
pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelum petugas memberi antibiotik
kedua, tanya ibu apakah anak minum antibiotiknya selama 2 terakhir.
b. Jika anak minum antibiotik, atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau
terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Beri satu dosis
didepan petugas kesehatan dan cek apakah ibu tahu cara memberi obat
di rumah. Bantu ibu untuk mengatasi masalahnya seperti membujuk anak
untuk minum obat jika anak menolak.
c. Jika anak telah mendapatkan antibiotik dengan benar namun tidak
membaik, ganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia.
d. Jika anak telah mendapat antibiotik dan petugas tidak punya antibiotik lain
yang sesuai, rujuk anak ke rumah sakit.
7. Menentukan tindakan/pengobatan pra rujukan. Bila anak memerlukan rujukan
segera, harus cepat ditentukan tindakan yang paling dibutuhkan dan segera
berikan. Tindakan penting pra rujukan adalah sebagai berikut :
1. Beri dosis pertama antibody yang sesuai
2. Beri dosis pertama vitamin A
3. Cegah agar gula darah tidak turun
Universitas Sumatera Utara
22
4. Beri dosis pertama suntikan atibiotik
5. Beri dosis pertama parasetamol jika demam tinggi
6. Beri ASI dan lauratan oralit. Sebelum merujuk lakukan
tindakan/pengobatan pra rujuk. Tindakan/pengobatan pra rujukan
diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum
melakukan tindakan/pengobatan pra rujukan petugas meminta persetujuan
orang tua.
8. Rujukan hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke
rumah sakit adalah :
a. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan untuk
membawa anaknya ke rumah sakit.
b. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap
masalahnya.
c. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit dan memberi tahu ibu
untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit.
d. Memberi ibu insrtuksi dan peralatan yang diperlukan untuk merawat anak
selama perjalanan ke rumah sakit.
Landasan Teori
Prinsip keberhasilan dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018 dapat dilihat
melalui beberapa indikator, yaitu masukan (input), proses (process), dan keluaran
(output) Alsagaff, 2005).
Universitas Sumatera Utara
23
Kerangka berpikir
Kerangka berpikir penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka berpikir
Input
1. Tenaga
kesehatan
2. Sarana MTBS
Process
1. Alur MTBS:
Pendaftaran
Pemeriksaan
Konseling
Pemberian kode
diagnosa
Tindakan yang
diperlukan
(rujuk/pulang)
Pemberian obat
2. Kepatuhan Ibu
Output
Penanganan
semua balita
ISPA dengan
MTBS
Universitas Sumatera Utara
24
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk
membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
Pendekatan kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk menyelidiki,
menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari
pengaruh sosial yang tidak bisa dijelaskan, diukur, atau digambarkan melalui
pendekatan kuantitatif (Saryono, 2013).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori Kota Tanjung Balai, dengan pertimbangan :
1. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai menerapkan MTBS
dalam penanganan balita ISPA.
2. Semakin meningkatnya jumlah kasus ISPA dari tahun ke tahun di wilayah
kerja Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.
Waktu penelitian. Waktu penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari
Tahun 2018 yang diawali dengan survei pendahuluan sampai dengan selesai.
Subjek Penelitian
Adapun subjek dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala puskesmas Sipori-Pori = 1 orang
2. Penanggung jawab MTBS = 2 orang
3. Ibu balita yang datang ke puskesmas yang anaknya menderita ISPA= 6 orang.
Universitas Sumatera Utara
25
Penentuan informan dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive
sampling. Teknik purposive sampling yaitu bahwa dalam penentuan sampel
berdasarkan pertimbangan tertentu dimana informan ini adalah orang-orang yang
terlibat secara langsung terhadap permasalahan yang sedang diteliti (Saryono,
2013).
Definisi Konsep
Dalam penelitian pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA
pada balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Tahun 2018, yang dapat
dirumuskan dalam definisi konsep sebagai berikut :
Masukan (input). Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
MTBS dalam penanganan ISPA agar dapat berjalan dengan baik yang meliputi:
1. Tenaga MTBS adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan
dan telah menerapkan MTBS dalam pelaksanaan MTBS pada balita yang
menderita ISPA dan memberikan konseling bagi ibu balita.
2. Sarana adalah segala sesuatu yang digunakan dalam pencapaian pelaksanaan
manajemen terpadu balita sakit, yaitu: obat-obatan, alat pemeriksaan,
formulir MTBS, kartu nasihat ibu (KNI), dan ruangan khusus untuk MTBS.
Proses (process) merupakan langkah-langkah yang harus dijalankan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi:
1. Alur pelaksanaan MTBS dimulai dari:
a. Pendaftaran ( pasien melakukan pendaftaran dibagian loket).
b. Pemeriksaan (memeriksa tanda bahaya umum dan membuat klasifikasi,
identifikasi pengobatan).
Universitas Sumatera Utara
26
c. Konseling (petugas memberi konseling tentang pemberian obat
dirumah, pola asuh di rumah, dan kapan harus kembali).
d. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 (petugas memberikan kode pada
hasil pemeriksaan dalam SP3).
e. Pemberian tindakan (rujuk/pulang).
f. Pemberian obat (petugas memberikan resep obat yang sesuai dengan
kebutuhan pasien).
2. Kepatuhan ibu di rumah adalah perawatan ibu di rumah yaitu pemberian obat,
menghabiskan obat, pemberian makanan dan ASI dan upaya pencarian
pertolongan kasus balita sakit serta kunjungan ulang.
Keluaran (output). adalah semua balita sakit ISPA yang ditangani dengan
MTBS
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu :
Wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview)
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan proses
tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara
(Saryono, 2013).
Observasi. Observasi merupakan informasi yang diperoleh dari ruang
(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu,
dan perasaan untuk menjawab pertanyaan dan melakukan pengukuran terhadap
aspek tertentu dan melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
Universitas Sumatera Utara
27
(Saryono, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan observasi
bagaimana alur MTBS yang dilaksanakan di lokasi penelitian, bagaimana petugas
melaksanakan MTBS, bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk
pelaksanaan MTBS serta bagaimana pola asuh yang dilakukan ibu balita ISPA di
rumah.
Dokumentasi. Merupakan pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
sumber- sumber data, dokumen, laporan puskesmas, serta referensi buku-buku
penelitian yang berhubungan dengan monitoring pelaksanaan MTBS dalam
penanganan penyakit ISPA.
Metode Analisis Data
Menurut Miles (2014) analisis data yang dilakukan dalam penelitian
kualitatif adalah:
Mereduksi data. Mereduksi data dengan melakukan proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan trasformasi data
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dilakukan
selama pengumpulan data dan selanjutnya membuat ringkasan, mengkode,
menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo.
Penyajian data. Dalam penyajian data dilakukan pengumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data yanng digunakan dalam penelitian ini
berbentuk matriks.
Universitas Sumatera Utara
28
1. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Penarikan kesimpulan menurut Miles (2014) hanyalah sebagian dari satu
kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan dan verifikasi selama
penelitian berlangsung dengan cara tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan
atau dengan peninjauan kembali serta upaya dalam menempatkan salinan suatu
temuan dalam seperangkat data yang lain.
Universitas Sumatera Utara
29
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambaran Umum Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori merupakan salah satu puskesmas yang
ada di kota Tanjung Balai. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori terletak di wilayah
Kecamatan Teluk Nibung tepatnya di jalan besar Sipori-Pori, Kelurahan Kapias
Pulau Buaya ± 1 Km dari jalan utama, dikenal dengan Jalan Teluk Nibung kota
Tanjung Balai.
Luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori adalah 571 Ha,
yang terdiri dari 2 kelurahan dan 13 lingkungan dengan jumlah penduduk sebesar
18.682 jiwa yang terdiri dari 9332 (50.1%) jiwa penduduk wanita dan 9350
(40.9%) jiwa penduduk laki-laki. Wilayah Puskesmas Rawat Iniap Sipori-Pori
umumnya dataran rendah berada di 0-3 M di atas permukaan laut dengan batas
wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten
Asahan.
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Air Joman Kabupaten Asahan.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sei Kepayang Barat Kabupaten
Asahan.
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sei Tualang Raso Kota
Tanjung Balai.
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
maka diperoleh data tenaga kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota
Universitas Sumatera Utara
30
Tanjung Balai sebanyak 26 orang, dengan rincian yang dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Tabel 3
Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah
Dokter umum 2 orang
Dokter gigi 1 orang
Tenaga kesehatan masyarakat 3 orang
Tenaga kesehatan lingkunngan 1 orang
Tenaga gizi 1 orang
Perawat 7 orang
Bidan 8 orang
Farmasi 1 orang
Tenaga kesehatan penunjang 2 orang
Jumlah 26 orang
Berdasarkan tabel 3 tersebut diketahui bahwa sumber daya manusia
kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai yang paling
banyak ialah bidan yakni sebanyak 8 orang, perawat sebanyak 7 orang, tenaga
kesehatan masyarkat sebanyak 3 orang, dokter umum dan tenaga penunjang
kesehatan masing-masing sebanyak 2 orang, kemudian dokter gigi, tenaga
kesehatan lingkungan, tenaga gizi, dan farmasi yakni masing-masing sebanyak
1 orang, sehingga seluruh sumber daya manusia kesehatan di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai berjumlah 26 orang.
Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana gedung di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori Kota Tanjung Balai dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 4
Sarana dan Prasarana di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
Fasilitas Jumlah
Ruang Unit Gawat Darurat (UGD) 1
Ruang kepala puskesmas 1
Ruang kartu 1
Ruang poli umum 1
Ruang rawat inap 4
Ruang KIA/KB 1
Ruang bersalin 1
Ruang poli gigi 1
Ruang obat/apotek 1
Ruang laboratorium 1
Gudang 1
Kamar mandi 3
Berdasarkan tabel 4 tersebut diketahui bahwa sarana dan prasarana gedung
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori tahun 2017
terdiri dari: 1 ruang UGD, 1 ruang kepala puskesmas, 1 ruang kartu, 1 ruang poli
umum, 4 ruang rawat inap, 1 ruang KIA/ KB, 1 ruang bersalin, 1 ruang poli gigi,
1 ruang obat/ apotek, 1 ruang laboratorium, 1 gudang dan 3 kamar mandi.
Karakteristik Informan
Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan prinsip-
prinsip kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian dan kecukupan. Prinsip dimana
informan dalam peneltian ini dipilih berdasarkan pengetahuan dan berdasarkan
kesesuaian dengan permasalahan penelitian ini dimana informan tersebut
bertanggung jawab langsung memberikan pelayanan kesehatan. Prinsip kedua
yaitu kecukupan dimana informan yang dipilih mampu menggambarkan
dan memberikan informasi yang cukup mengenai permasalahan penelitian ini.
Adapun informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 5
Karakteristik Informan Penelitian
Nama Informan Jenis
Kelamin
Umur
(Tahun) Pendidikan Jabatan
Hemat Sinulingga,
S. Kep
L 45 S1.
Keperawatan
Kepala
puskesmas
dr. H. Acep
Mukhtar
L 51 S1
Kedokteran
Tenaga kesehatan
MTBS
Wilda Wati, Amd.
Keb.
P 36 DIII
Kebidanan
Tenaga kesehatan
MTBS
Halimah P 41 SMP Ibu dengan balita
menderita bukan
pneumonia
Linda P 39 SMA Ibu dengan balita
menderita bukan
pneumonia
Sumiati P 43 SD Ibu dengan balita
menderita bukan
pneumonia
Rahmayani P 29 SMA Ibu dengan balita
menderita bukan
pneumonia
Fitriana P 27 SMA Ibu dengan balita
menderita
pneumonia
Ningsih P 25 SMP Ibu dengan
balita menderita
pneumonia
Masukan (Input)
Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS dalam
penanganan ISPA agar dapat berjalan dengan baik yang meliputi:
Tenaga kesehatan MTBS. Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas
puskesmas berperan dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-
langkah dari MTBS tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu
memahami MTBS dan perannya untuk mempelancar penerapan MTBS. Petugas
Universitas Sumatera Utara
33
puskesmas tersebut antara lain: bidan, perawat, petugas imunisasi, petugas
pengelola SP2TP, maupun petugas loket (Depkes RI, 2006).
Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber
daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.
Sumber daya manusia merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi
perencanaan dan pelaku aktif dari segi aktifitas organisasi. Dukungan sumber
daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan MTBS yang
berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tentunya harus dipersiapkan
terlebih dahulu, petugas yang akan terlibat dalam program tersebut diberikan
pelatihan, adapun tujuan dari pelatihan adalah agar diperoleh petugas yang
professional dalam melakukan pelayanan berbasiskan pendekatan MTBS yang
berupa tindakan pencegahan dan pengelolaan penyakit balita secara efektif dan
terpadu.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia puskesmas
terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan (Permenkes RI, 2014).
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan
yang mencukupi dalam jumlah, kuantitas dan kualitasnya, serta terdistribusi
secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan awal pemicu dari tingkah
Universitas Sumatera Utara
34
laku termasuk tingkah laku dalam bekerja. Pengetahuan yang baik tentang
pekerjaan akan membuat seseorang menguasai bidangnya. Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas/tingkatan, secara garis besar dapat dibagi
dalam enam tingkatan pengetahuan, yaitu :
Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya) misalnya dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus pemecahan
masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari
kasus yang diberikan.
Analisis (analysis). Analisis merupakan suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk
Universitas Sumatera Utara
35
keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.
Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden, kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012).
Hasil wawancara mengenai pengetahuan informan mengenai MTBS
di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori sebagai berikut :
“MTBS itu manajemen terpadu bayi sakit, itu mengobati bayi yang sakit
supaya menjadi lebih sehat. Disini sudah cukup lama berjalan MTBS ini.
Saya juga baru beberapa tahun disini jadi saya kurang tahu juga
bagaimana MTBS sebelumnya. Kalau sekarang ya itu masi berjalan.
Disini ada dokter dan bidan petugasnya.” (Informan 1)
“MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, mtbs ini kan banyak ya, salah
satunya itu gizi buruk, banyak faktor yang menyebabkan balita gizi buruk,
misalnya penyakit kronis, asupan kalori. Salah satu mtbs itu kan ISPA
juga. Disini rata-rata pasien balita nya sakit ISPA dek, terus diare juga
lumayan. Jujur ya dek, saya juga belum sempat membaca modul MTBS
ini, dulu kan belajarnya waktu kuliah, sekarang udah agak lupa, karna
kan saya lebih ke medisnya aja”. (Informan 2)
“MTBS manajemen terpadu balita sakit, belum mengerti juga dek, yang
kakak tau itu buat nangani balita sakit, nanti itu ada pertanyaan-
pertanyaan buat ibu nya, tapi kakak kurang paham sebetulnya soalnya
kan belum ada pelatihan, ada Ini modul MTBS, tapi belum saya pelajari
juga banyak juga kerjaan kakak yang lain dek.”(Infroman 3)
“MTBS? Apa ya dek? Kakak gak tau.” (Informan 4)
Berdasarkan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa untuk
pengetahuan mengenai MTBS kurang dipahami oleh informan, terutama petugas
Universitas Sumatera Utara
36
kesehatan. Petugas kesehatan belum ada mengikuti pelatihan, sehingga petugas
kesehatan kurang mengerti dengan MTBS. Berdasarkan pernyataan diatas juga
dapat diketahui bahwa ibu balita tidak mengetahui mengenai MTBS, hal ini secara
langsung berdampak pada cara ibu melakukan perawatan anak sakit dirumah
dan upaya pencegahan anak sakit dan tertular penyakit.
Sejalan dengan penelitian Ainiyah (2017) tentang hubungan tingkat
pengetahuan ibu tentang ISPA denga sikap ibu tentang pencegahan penularan
ISPA pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Pandaan mengatakan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan
pencegahan penularan ISPA pada bayi usia 0-12 bulan, karena dengan
pengetahuan dan sikap yang baik akan berdampak pada perilaku sehat.
Tenaga kesehatan dalam pelaksanaan MTBS merupakan tenaga kesehatan
yang sudah dilatih, tenaga kesehatan dengan keterampilan dengan kemampuan
untuk menilai tanda bahaya umum, pemeriksaan batuk,demam, pemeriksaan berat
badan, pemeriksaan status imunisasi, menanyakan kepada pengantar terkait
pemberian ASI dan makanan tambahakan, memberikan terapi yang benar. Juga
parameter konseling yang meliputi penentuan waktu merujuk, pemberian terapi
antibiotik oral yang diresepkan secara benar, pemberian nasehat untuk memberi
cairan tambahan dan meneruskan memberi makan kepada balita.
Hasil wawancara dengan informan mengenai kecukupan petugas MTBS
adalah sebagai berikut ini:
“Untuk tenaga kesehatan sendiri itu cukuplah dek, satu pemegang
program dan satu dokter”. (Informan 1)
“Untuk tenaga kesehatan kurang ya dek, dari skillnya kurang karena gak
pernah dapat pelatihan mungkin ya, jumlahnya juga kurang. Kami itu
Universitas Sumatera Utara
37
diruangan cuma ber 2 sering kewalahan kami dek itulah kami sering
langsung periksa pasien saja. Ya paling tidak ditambah 1 orang lagi
cukupla dek. Tapi kalau ngambil petugas bagian lain juga gak bisa dek,
karena orang itu juga banyak kerjaannya. Pernah kami sampaikan ke
Kapus nya minta tambah petugas dibagian ruangan ini tapi sampai
sekarang belum ada, disini ya dek jumlah penduduk di Rawat Inap Sipori
Pori ini sangat banyak dek”. (Informan 2)
“Tenaga kesehatan kurang ya, saya banyak pegang program ya dek, gak
cuma satu, ada juga yang lain, apalagi buat laporan dek, aduh pening kali
saya buat laporan itu”. (Informan 3)
“Tenaga kesehatan cukup lah dek”. (Informan 6)
“Petugas nya sedikit ya, soal nya ngantri lama dek pasien
banyak”.(Informan 7)
Berdasarkan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa tenaga kesehatan
masih kurang. Petugas kesehatan terdiri dari satu orang penanggung jawab MTBS
dan satu orang dokter. Keterangan dari petugas mengatakan perlunya penambahan
petugas minimal 1 orang untuk membantu pelaksanaan MTBS, dan selama ini
petugas MTBS melakukan tugas rangkap yaitu tugas selain tugas pokoknya
sebagai tenaga pelayanan MTBS. Informasi dari ibu balita juga menyatakan
bahwa pasien sangat banyak sehingga harus menunggu lama untuk berobat.
Upaya kesehatan membutuhkan sumber daya manusia yang memadai karena
kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan akan memberikan dampak
kepada derajat kesehatan dan itu sangat tergantung pada tersedianya tenaga yang
terlatih.
Sejalan dengan penelitian Zainuri (2017) mengatakan bahwa tidak
terlaksananya MTBS di Puskesmas Sentani dikarenakan tidak seimbangnya antara
jumlah petugas kesehatan dengan jumlah balita sakit serta petugas kesehatan
melaksanakan tugas rangkap. Belum adanya pelatihan lagi dari dinkes adapun
petugas yang terlatih pindah tugas atau melanjutkan pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
38
Pernyataan tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan
peneliti kepada informan tentang pelatihan MTBS dari dinkes sebagai berikut :
“Kalau pelatihan dari dinkes selama saya menjadi kepala puskesmas
disini belum pernah, mungkin kedepannya nanti akan ada pelatihannya
untuk petugas ya dek, soalnya kan itu perlu supaya petugas tidak bingung
saat melaksanakan pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit ya”.
(Informan 1)
“pelatihan belum ada, kita itu terkadang dikasih program aja, tidak
dikasih pelatihan, jadi kita memang sejak kuliah harus berfikir holistic ya,
dulu ada petugas yang dilatih dek, tapi udah pindah tugas dan dia belum
sempat ngajarkan ke yang lain termasuk ke Saya dek”.(Informan 2)
“saya belum dilatih, dulu pernah ada pelatihan dari dinkes, tapi saya gak
bisa datang, jadi saya cari di internet modul MTBS, tapi saya juga belum
baca, belum sempat juga”. ( Informan 3)
Berdasarkan wawancara mendalam dengan informan tersebut dapat
diketahui bahwa petugas kesehatan belum ada pelatihan mengenai MTBS. Dinas
Kesehatan pernah melaksanakan pelatihan MTBS namun petugas kesehatan tidak
dapat hadir dalam pelatihan tersebut, sehingga petugas kesehatan kurang mengerti
dengan pelaksanaan MTBS. Adapun buku pedoman yang dimiliki oleh petugas
kesehatan juga belum dipelajari oleh petugas. Permasalahan lainnya yang terkait
adalah tidak bertahan lamanya tenaga kesehatan yang sudah dilatih di puskesmas,
hal ini dikarenakan tenaga kesehatan yang terlatih tersebut telah pindah tempat
lain. Persoalan perpindahan adalah tanggung jawab dinas kesehatan maupun
badan kepegawaian daerah, puskesmas tidak dapat berbuat banyak menghadapi
persoalan SDM seperti ini. Dengan berkurangnya tenaga yang terlatih
menyebabkan MTBS tidak berjalan, karena jelas MTBS harus dilaksanakan oleh
tenaga yang terampil, terlatih dan tidak semua tenaga kesehatan di latih MTBS
oleh dinas kesehatan kabupaten maupun provinsi. Pelatihan MTBS memberi
Universitas Sumatera Utara
39
dampak terhadap pengetahuan dan keterampilan petugas dalam penanganan bayi
atau balita sakit.
Wardani (2016) juga menyatakan bahwa kompetensi tentang pelatihan
MTBS terhadap petugas kesehatan menunjukkan bahwa petugas yang dilatih lebih
baik dalam hal penanganan dari pada petugas yang tidak mendapatkan pelatihan
MTBS. Petugas kesehatan yang belum pernah dilatih masih kurang mengerti
dengan pelaksanaan MTBS. Adapun buku bagan MTBS yang dimiliki oleh
petugas di dapatkan dari internet dan belum juga dipelajari atau dibaca oleh
petugas kesehatan. Sehinggga petugas kesehatan masih kurang paham dengan
pelaksanaan MTBS.
Pelatihan perlu dilakukan dengan sasaran tenaga kesehatan untuk
mempersiapkan petugas kesehatan yang professional dalam melakukan tindakan
pencegahan dan pengelolaan penyakit balita secara efektif dan terpadu. Adapun
tujuan dari mengikuti pelatihan MTBS ialah meningkatnya pengetahuan serta
keterampilan petugas, terutama dalam menilai dan mengklasifikasikan suatu
penyakit pada bayi dan balita. Menurut departemen kesehatan tujuan dari
pelatihan MTBS adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada
perawat, bidan, dokter, petugas gizi dan tenaga kesehatan lain yang menangani
balita sakit. Kegiatan ini merupakan proses manajemen kasus di fasilitas
pelayanan kesehatan dasar seperti klinik atau balai pengobatan dan puskesmas.
Untuk mengatasi permasalahan dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM)
untuk pelaksanaan MTBS perlu adanya suatu ketentuan atau syarat yang ketat dari
pemerintah daerah, badan kepegawaian, dan dinas kesehatan bagi tenaga atau
Universitas Sumatera Utara
40
petugas kesehatan yang akan diikut sertakan dalam pelatihan MTBS bahwa tenaga
kesehatan tersebut tidak sedang direncanakan pindah tugas dan atau melanjutkan
pendidikan, selain itu perlu adanya pengangkatan tenaga kesehatan baru untuk
menangani MTBS baik berupa tenaga kontrak maupun tenaga dari formasi Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) agar pelayanan MTBS tidak terbengkalai. Pimpinan
puskesmas perlu memperhatikan pengalokasian petugas kesehatan puskesmas
yang telah dilatih MTBS untuk khusus melakukan pelayanan MTBS agar tidak
terjadi tugas yang rangkap.
Sarana pelaksanaan MTBS. Sarana adalah segala sesuatu yang
digunakan dalam pencapaian pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit.
Pelayanan kesehatan sering terhambat karena kurang atau tidak tersedianya sarana
perlengkapan yang dibutuhkan, untuk itu dalam menunjang pelaksanaan MTBS
diperlukan dukungan sarana prasarana yang benar-benar memadai.
Hasil wawancara mengenai sarana dan kondisi sarana MTBS di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori kepada informan sebagai berikut :
“Sarana sudah cukup ya dan keadaannay bagus dapat digunakan, tapi
memang ada beberapa peralatan yang belum ada, kalau untuk memenuhi
sarana yang gak ada pake dana oprasional puskesmas juga gimana ya
dek, kan untuk MTBS ini tidak ada dana khusus jadi kami selalu minta
sarana apa saja yang tidak lengkap ke Dinkes setiap tahunnya. Biasanya
apa yang kami minta terpenuhi tapi ya tidak semua ya, dan kami juga kan
kalau minta sarana ke Dinkes bukan sarana buat MTBS saja, ada juga
sarana lain yang kami minta, ya mungkin nanti satu persatu akan diberi
oleh Dineks dek, yang penting kami sudah berusa.”. (Informan 1)
“Sarana tidak memadai ya, masih kurang ya, seharusnya ruangan nya
sendiri ya dek, peralatannya harus lengkap, keperluannya
juga.Seharusnya itu kan ada ruangan bermain anak dan balita yaa,
sehingga kita bisa edukasi ibunya, tapi disini saat kita mau ngasih edukasi
sama ibunya balitanya udah nangis-nangis, larian. Jadi kita gak bisa
edukasi orangtuanya gitu”. (Informan 2)
Universitas Sumatera Utara
41
“Sarana ya, itu ruangan masih gabung sama KIA/KB dek, banyak
peralatan yang tidak ada, contohnya itu Timer ISPA itu kita gak ada jadi
kami kalau melakukan pemeriksaan pake jam tangan jadinya lebih lama
dek, kadang sempatlah balita nya nangis, tapi selebihnya ada dek, obat
juga semua ada”. (Informan 3)
“Sarana baik, cukup ya dek, ruangan bagus”. (Informan 6)
“Saya kurang tau dek, tapi saya rasa udah bagus lah tapi ya gedungnya
sempit dek,orang banyak gedungnya kecil, tengok lah dek ada yang
berdiri, anak-anak lari-larian, sempit kali”. (Informan 9)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa semua
sarana yang dibutuhkan tersebut sebagian besar telah tersedia di puskesmas,
hanya ada beberapa peralatan saja yang tidak tersedia, seperti tidak adanya timer
ISPA, alat penghisap lendir, regulator oksigen, KNI dan belum adanya ruangan
khusus MTBS, ruangan yang digunakan sekarang masih bergabung dengan
ruangan KIA/KB, sehingga pelaksanaan MTBS dalam penanganan balita sakit
kurang maksimal. Salah satu permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan
MTBS bahwa yang menjadi masalah dari segi prasarana berupa ruangan khusus
untuk penatalaksanaan bayi/balita sakit yang belum memadai dikarenakan
sempitnya ruangan yang digunakan untuk pelaksanaan MTBS serta tidak
tersedianya fasilitas bermain anak, perlu diketahui bahwa pelaksanaan MTBS
dilakukan secara bertahap yaitu penilaian, klasisifikasi penyakit, pengobatan atau
tindakan, konseling bagi ibu serta tindak lanjut sehingga membutuhkan ruangan
yang cukup banyak sesuai dengan tahapan-tahapan dalam MTBS serta
membutuhkan ruang gerak yang cukup besar, terlebih lagi ruangan MTBS harus
dilengkapi dengan ruang tunggu anak yang dilengkapi dengan mainan anak,
gambar-gambar sehingga anak menjadi lebih tenang berada di ruang MTBS dan
anak tidak mudah rewel sewaktu ditangani, hal ini akan memudahkan petugas
Universitas Sumatera Utara
42
untuk melakukan penilaian dan tindakan dengan tepat dan cepat yang
mengakibatkan kurang maksimalnya petugas kesehatan dalam melaksanakan
tugasnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian (Pudjiastuti, 2015)
tentang analisis kepatuhan petugas puskesmas terhadap manajemen tatalaksana
MTBS yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ketersedian sarana dalam
tatalaksana MTBS di Puskesmas DKI Jakarta.
Sejalan dengan penelitian Wahyudi (2018) tentang Faktor yang
berhubungan dengan kinerja petugas kesehatan pelayanan manajemen terpadu
balita sakit di Puskesmas Kamonji Kota Palu yang menunjukkan bahwa perlunya
dilakukan pemenuhan fasilitas untuk pelayanan MTBS di Puskesmas Kamonji agar
petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal terhadap
pelayanan MTBS.
Dalam pelaksanaan MTBS tentunya diperlukan sarana. Sarana yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA yaitu
obat-obatan, peralatan dan ruangan khusus untuk MTBS. Peralatan yang
digunakan untuk pelaksanaan MTBS antara lain timer ISPA, tensi meter atau
manset anak, timbangan bayi, thermometer, formulir MTBS dan Kartu Nasihat
Ibu (KNI). Obat-obatan yang digunakan pelaksanaan MTBS dalam penanganan
ISPA adalah obat yang sudah lazim ada seperti kotrimoksazol, amoksilin,
parasetamol dan ampisilin. Peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan suatu
program dapat menunjang kelancaran suatu program.
Universitas Sumatera Utara
43
Sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
cukup tersedia, namun masih ada beberapa peralatan yang belum tersedia,
sehingga pelaksanaan ISPA dengan MTBS belum terlaksana dengan baik. Adapun
sarana dan prasaran yang sudah ada di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori untuk
pelaksanaan ISPA dengan MTBS yaitu timbangan bayi, thermometer, stateskop,
modul MTBS dan Formulir MTBS. Adapun sarana yang belum tersedia yaitu
ruangan khusus untuk MTBS, KNI, timer ISPA, alat pengsiap lendir dan regulator
oksigen.
Peralatan yang digunakan untuk menghitung napas masih menggunakan
jam tangan, sehingga mengakibatkan pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu
tunggu balita juga menjadi lama. Petugas kesehatan menggunakan jam tangan
dikarenakan alat timer ISPA tidak ada di ruangan KIA/KB untuk pelaksanaan
MTBS. Timer ISPA digunakan untuk mengukur pernapasan pada balita agar lebih
akurat. Alat pengisap lendir dan regulator oksigen juga tidak ada, sehingga pada
balita yang berdahak dan sesak napas ataupun kejang tidak bisa ditangani.
Tindakan yang dilakukan petugas kesehatan yaitu merujuk ke rumah sakit.
Pada pelaksanaan perawatan balita sakit, penggunaan modul MTBS
merupakan pedoman yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan
tindakan dan pengobatan bagi balita. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori modul
MTBS yang dijadikan pedoman dicari sendiri oleh petugas kesehatan lewat
internet, namun petugas belum sempat mempelajarinya dikarenakan kesibukan
lain.
Universitas Sumatera Utara
44
Kartu nasihat ibu diberikan oleh tenaga kesehatan pada saat konseling
yang berguna bagi ibu sebagai panduan dalam merawat balita sakit di rumah.
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori melakukan konseling kepada ibu balita secara
langsung atau lisan, ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai
perantara dalam pemberian konseling kepada ibu.
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum memiliki ruangan khusus untuk
pelaksanaan MTBS. Saat ini penanganan ISPA pada balita dengan MTBS
dilaksanakan di ruangan KIA/KB, dimana ruangan ini juga ada pelaksanaan
KIA/KB, prolanis dan IVA. Jadi di ruangan KIA/KB ada dua petugas kesehatan
dengan tanggung jawab mengelola program yang berbeda-beda. Ruangan
pelaksanaan MTBS juga kecil/sempit, namun pasien yang banyak membuat
pasien harus ngantri dan menunggu bahkan berdiri di dekat ruangan.
Sarana yang tidak ada atau belum terpenuhi di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori dikarenakan belum adanya pemenuhan dari Dinkes Kota Tanjung
Balai. Sebenarnya kepala puskesmas sudah meminta setiap tahunnya untuk
pemenuhan sarana yang belum ada di puskesmas termasuk sarana MTBS kepada
Dinkes, hanya saja belum terpenuhi. Pihak Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
juga mengatakan sudah banyak sarana lain untuk kegiatan lain yang sudah
dipenuhi pidak dinkes walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.
Tabel 6
Lembar Hasil Observasi kelengkapan Sarana MTBS
Sarana Yang diobservasi Ada Tidak Ada Keterangan
Alat Formulir MTBS ✓ Bagus
KNI ✓
(bersambung)
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 6
Lembar Hasil Observasi kelengkapan Sarana MTBS
Sarana Yang diobservasi Ada Tidak Ada Keterangan
Timer ISPA ✓
Tensi meter dan manset
anak
✓ Bagus
Infus set ✓ Bagus
Semprit dan jarum suntik ✓ Bagus
Timbangan ✓ Bagus
Termometer ✓ Bagus
Kasa/kaoas ✓ Bagus
Pipa lambung ✓
Regulator oksigen ✓
Penumbuk obat ✓ Bagus
Penghisap lendir ✓
Obat Kontrimoksazol tablet ✓ Bagus
Kontrimoksazol sirup ✓ Bagus
Amoksilin tablet ✓ Bagus
Tablet parasitamol ✓ Bagus
Tablet albendazol ✓ Bagus
Tablet besi ✓ Bagus
Sirup ampisilin ✓ Bagus
Vitamin A ✓ Bagus
Lembar hasil observasi kelengkapan sarana MTBS (Manajemen Terpadu
Berbasis Masyarakat) dengan bagian yang diobservasi adalah alat dan obat.
Proses (Procces)
Merupakan langkah-langkah yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, meliputi:
Alur pelaksanaan MTBS dalam Penanganan ISPA. Alur pelaksanaan
MTBS adalah semua tahapan yang harus dilakukan agar terlaksananya pendekatan
MTBS dalam penanganan ISPA dengan baik. Berikut adalah alur pelaksanaan
MTBS (Depkes, 2008).
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 3. Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang tenaga
kesehatan dalam penanganan ISPA
Hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
mengenai alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA adalah sebagai
berikut ini:
“Alur MTBS itu ya pasien datang terus kebagian registrasi buat daftar
kemudian menuju ke ruang pemeriksaan untuk diperiksa dokter setelah itu
ke apotek untuk ambil obat”. (Informan 1)
“Kalau alurnya itu dek, sebelum pasien ke ruangan ini mereka harus
daftar dulu ke ruang registrasi baru keruangan ini untuk saya obati, saya
tanya keluhan pasien pada ibu nya lalu saya periksa terus saya kasi tau
Pendaftaran
+
Memberi formulir MTBS +
Family folder
Pemberian Obat
Petugas 2, di ruang periksa melakukan
seluruh langkah sejak
- Pengukuran suhu badan
- Penimbangan berat badan
Petugas 3, di ruang periksa melakukan
seluruh langkah pemeriksaan hingga
konseling
Petugas 4,diluar ruang periksamelakukan
pemberian kode diagnosa SP3
Petugas 5, di apotek
Tindakan yang diperlukan
dapat dilakukan oleh petugas
yang berbeda
Rujuk Pulang
Datang Petugas 1, diloket: Mengisi formulir
MTBS (Identitas dan status kunjungan)
Pemerikasan ( Memeriksa dan
membuat klasifikasi, identifikasi
dan pengobatan
Konseling ( cara pemberian obat
di rumah, kapan
kembali,pemberian makanan )
Pemberian kode diagnosa dalam
SP3
Tindakan yang diperlukan:
( pengobatan pra rujukan dan
Imunisasi )
Universitas Sumatera Utara
47
anaknya sakit apa, saya kasi tahu minum obat sampai habis kalau sudah
selesai saya kasi resep obat”. (Informan 2)
“Biasanya pasien datang langsung kebagian pendaftaran terus
ke ruangan ini saya periksa suhu dan berat badan habis itu saya serahkan
ke dokternya dek, kalau dokter selesai meriksa pasien langsung ke apotek
buat ambil obat”. (Informan 3)
“Ibu tadi kan dek sampe ke puskesmas ini terus ibu kebagian pendaftaran,
ditanya nama anak Ibu, terus ada lagi yang ditanya tapi lupa la ibu dek,
habis itukan ibu disuruh keruangan dokternya, terus di dalam itu ada
bidannya juga dek, ibu bidan nya bertanya sakit apa anak ibu, ibu jawab
demam, batuk, pilek, susah makan, terus uda berapa hari sakitnya, anak
ibu sesak tidak nafasnya, banyak jugala tadi dek yang ditanyakan gak
ingat ibu lagi. Habis itu diperiksa dokter anak ibu, dokternya kasi tau ibu
buat ngasi makan anak ibu pake sayur, tidur siang, habiskan obat, habis
itu ibu dikasi resep ibu ambil obatnya di apotek pulang ibu langsung dek”.
(Informan 6)
“Tadi sampe kakak kebagian pendaftaran kakak dek, lalu ke ruang
dokternya kakak bilang sama dokternya anak kakak demam diperiksa
dokter nya dikasi resep udah siap”. (Informan 7)
Gambar 4. Alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA yang diterima Ibu
balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori (Informan 6)
Datang Pendaftaran
di loket
Pelaksanaan
MTBS di ruang
poli KIA/KB
Pemeriksaan Fisik
(oleh tenaga pengelola MTBS)
- Pengukuran berat badan
- Pengukuran suhu badan
balita
Pengisian formulir MTBS
(oleh tenaga pengelola MTBS)
- Memeriksa tanda bahaya
umum
- Menentukan klasifikasi
Tindakan pengobatan (oleh
dokter)
- Konseling
- Penulisan resep
Pengambilan
obat Pulang
Universitas Sumatera Utara
48
Gambar 5. Alur pelaksanaan MTBS dalam pelaksanaan ISPA yang diterima ibu
balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori (Informan 7)
Hasil alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori yang diterima oleh kedua ibu balita menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan proses pelaksanaan alur MTBS yang diterima oleh ibu balita.
Ada ibu balita yang mengisi formulir MTBS dan ada yang tidak mengisi formulir
MTBS.
Alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS diawali dengan pendaftaran
di ruang registrasi, tenaga kesehatan di loket mengisi formulir MTBS yaitu
identitas dan status kunjungan, kemudian pasien diarahkan ke ruang pemeriksaan
yang merupakan ruangan khusus MTBS. Petugas kesehatan mulai melakukan
pengukuran suhu tubuh dan penimbangan berat badan, melakukan penilaian dan
klasifikasi penyakit dan hasil diagnosa diberi kode dalam SP3, pemberian
konseling hingga menentukan tindakan dan pengobatan yang dibutuhkan (Depkes,
2008).
Datang Pendaftaran
di loket
Tindakan pengobatan (oleh
dokter)
- Konseling
- Penulisan resep
Pelaksanaan
MTBS di Ruang
poli KIA/KB
Pemeriksaan fisik (oleh tenaga
pengelola MTBS)
- Pengukuran berat badan
- Pengukuran suhu badan
balita
Pengambilan
obat Pulang
Universitas Sumatera Utara
49
Alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori yaitu dimulai dari balita datang ke meja registrasi untuk mendaftar, setelah
itu balita diarahkan ke ruang poli KIA/KB dimana pelaksanaan MTBS
dilaksanakan untuk dilakukan pengobatan. Dalam ruangan diukur berat badan
dan suhu badan serta dilakukan pemeriksaan lainnya guna identifikasi penyakit,
dalam ruangan yang sama balita diperiksa tanda bahaya umum serta ditanya
keluhan balita oleh petugas kesehatan, sehingga dapat menunjukkan penyakit
yang diderita oleh balita, namun tidak semua pertanyaan untuk identifikasi sakit
anak ditanyakan kepada ibu balita dan ada ibu balita yang hasil diagnosa tidak
diberi kode dikarena pasien lain yang ingin berobat juga banyak sehingga petugas
tidak sempat.
Setelah menentukan klasifikasi dan penilaian penyakit balita, dilanjutkan
dengan pemberian konseling kepada ibu balita. Konseling yang diberikan yaitu
cara pemberian obat dirumah dan cara pemberian makan dirumah oleh petugas
kesehatan. Kemudian petugas kesehatan memberikan resep obat hingga ibu balita
mengambil obat di apotek.
Pemeriksaan. Merupakan bagian dari proses alur MTBS, dimana
pemeriksaan dilakukan setelah pendaftaran pasien dibagian registrasi.
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan penilaian yang dilanjutkan dengan
pembuatan klasifikasi yang diikuti dengan tindakan. Menilai dan membuat
klasifikasi penyakit dilakukan dengan beberapa kegiatan antara lain dengan
memeriksa tanda bahaya umum. Tanda bahaya umum dapat terjadi pada penyakit
apapun dan tidak dapat membantu menentukan jenis penyakit secara spesifik.
Universitas Sumatera Utara
50
Dengan satu tanda bahaya umum saja, belum cukup untuk menunjukan bahwa
penyakit itu berat, sehingga sebelum melakukan penilaian setiap penyakit, penting
memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti tidak bisa minum, memuntahkan
semuanya, kejang, serta tidak sadar.
Hasil wawancara mengenai pemeriksaan pada balita sakit di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori kepada informan sebagai berikut:
“Saya itu dari segi medisnya aja ya, langsung kita tanya keluhannya apa,
nanti baru tentukan tindakannya, kalau dia batuk tidak mau makan kita
obati dengan antibiotik, kalau sesuai modul MTBS jujur ya saya belum
sempat baca dan pelajari ya, tapi kalau saya ya secara medis aja
langsung diobati aja”. (Informan 2)
“Biasanya dek kalau pasien sedikit saya menanyakan beberapa poin yang
ada di algoritma MTBS tapi tidak semua karena banyak pertanyaannya,
jadi cuma beberapa aja yang kakak tanyakan tapi kalau pasien rame
kakak cuma mengisi formulir. dan timbang berat badan sama ukur suhu
badan aja”. (Informan 3)
“Tadi itu ditanya anak ibu mau ASI, mau makan, pernah kejang, banyak
lagi la tadi dek yang ditanya, terus diperiksa dikasih resep” (Informan 6)
“Ditanya kenapa, diperiksa diberi resep”. (Informan 7)
Berdasarakan hasil wawancara dengan informan dapat diketahaui bahwa
pemeriksaan pada balita sakit belum dilakukan seluruhnya, petugas kesehatan
hanya menanyakan beberapa keluhan balita sakit dan tidak menanyakan semua
point yang ada di algoritma MTBS ditanyakan.
Adapun poin-poin pertanyaan yang ada didalam algoritma MTBS yang
digunakan untuk melakukan penilaian atau klasifikasi, yaitu:
1. Menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan
memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :
a. Apakah anak bisa minum/menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?
Universitas Sumatera Utara
51
c. Apakah anak menderita kejang ?
2. Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak
letargis/tidak sadar?
3. Setelah itu petugas kesehatan akan mengklasifikasi semua gejala berdasarkan
hasil tanya-jawab dan pemeriksaan,yaitu dengan menanyakan keluhan utama,
antara lain :
1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?
2. Apakah anak demam?
3. Memeriksa status gizi
4. Memeriksa anemia
5. Memeriksa status imunisasi
6. Memeriksa pemberian vitamin A
7. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain
Berdasarkan hasil penilaian tersebut, petugas akan mengklasifikasi
keluhan/penyakit anak, dan setelah itu menentukan jenis tindakan/pengobatan
yang sesuai dengan kebutuhan. Pelaksanaan pemeriksaan (klasifikasi dan
identifikasi) penyakit di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum dilaksanakan
dengan baik, dikarenakan petugas tidak menanyakan semua point yang ada
di algoritma MTBS guna menentukan diagnosa penyakit pasien.
Konseling. Salah satu upaya untuk mengetahui cara penanganan balita
sakit di puskesmas yaitu dengan memberikan konseling oleh tenaga kesehatan
kepada orang tua balita. Konseling merupakan pendekatan komunikasi
interpersonal yang sering digunakan dalam peningkatan pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
52
perubahan sikap serta perilaku dalam bidang kesehatan. Konseling dalam
manajemen terpadu balita sakit berarti mengajari atau menasehati ibu yang
bertujuan untuk membantu memecahkan masalah, pemenuhan kebutuhan maupun
perubahan tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada informan di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori mengenai pemberian konseling kepada ibu sebagai berikut :
“Jadi kan ginikan ya, saya kasih resepkan, tapi juga saya kasih tau cara
pemberian obatnya, kasih tau cara-caranya minum obat, kasih tau jam
berapa kasih obat. Tapi banyak juga ibu nya itu mungkin gak didengarkan
kali apa kata saya jadi belum ada seminggu uda berobat lagi dengan sakit
yang sama. Kalau kayak gitu saya kasih tau pentingnya mengahabiskan
obat biar sembuh total. Tapi terkadang dek, yang nama nya kami petugas
disini cuma ber 2 sering kami kewalahan karena pasien yang antri sudah
banyak ya terkadang saya lansung periksa ajala”. (Informan 2)
“Ada saya kasih konseling, ngasih tau makan yang banyak, minum
obatnya, tidur juga, kalau obat habis dan belum sembuh datang lagi. Tapi
ya dek, inikan ruangan sempit terus yang berobat setiap harinya banyak,
anak-anak nya pun kadang rewel ada yang gak mau diem asyik kesana-
kesini jadi susah kakak ngasih konseling. Kadang kalau anaknya uda
nangis aja kakak suruh aja langsung ambil obat”. (Informan 3)
“Ada dokter ngasih konseling tadi, nyuruh anak tidur, kasih makan,
jangan main-main dulu karna penyakitnya nular, pakai masker juga
katanya. Kalau kakak apa kata dokter nya kakak lakuin la dek, tapi inila
ya anak kakak ini agak susah makan, minum obat pun payah, sering tak
habis obatnya”. (Informan 6)
“Ngk ada dek, tadi udah dikasi resep langsung disuruh ngambil obat ke
apotek, mungkin karena uda ada yang mau berobat lagi makanya cepat-
cepat”.( Informan 7)
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa petugas
kesehatan memberikan konseling kepada ibu balita mengenai MTBS. Dimulai
dari cara pemberian obat dirumah dan cara pemberian makan di rumah. Tetapi ada
ibu balita yang tidak mendapat konseling baik itu tentang pemberian obat,
pemberian ASI ataupun makanan. Petugas kesehatan juga menganjurkan kepada
ibu balita untuk kembali lagi bagi penderita pneumonia ketika obat sudah habis.
Universitas Sumatera Utara
53
Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita
konseling yaitu: Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik, mengajari ibu
cara pemberian obat oral di rumah, mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal
di rumah, menganjurkan pemberian ASI dan makanan, menasehati ibu tentang
masalah pemberian makan pada anak, menasehati ibu kapan harus kembali
(Depkes, 2008).
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori sudah melaksanakan konseling kepada
ibu balita. Namun, tidak semua ibu balita mendapatkan koseling disebabkan oleh
masih banyak pasien yang menunggu untuk berobat juga. Beberapa hal yang
disampaikan kepada ibu balita yaitu cara pemberian obat di rumah, menasehati
ibu tentang masalah pemberian makan pada anak dan menasehati ibu kapan
kembali ke tenaga kesehatan. Petugas kesehatan juga mensehati ibu untuk
menghabiskan obat dan kembali ke puskesmas jika anak kembali sakit. Namun
banyak ibu balita yang tidak mengerti dengan yang sudah diberikan petugas
kesehatan dan ada beberapa ibu tidak melakukan apa yang dijelaskan oleh petugas
kesehatan, ada ibu yang tidak menghabiskan obat secara keseluruhan dan tidak
kembali ke puskesmas. Memberikan konseling secara terus menerus dapat
menambah pengetahuan ibu tentang pola asuh yang baik, sehingga ibu balita
mampu melakukan pola asuh yang sesuai dengan yang dianjurkan petugas
kesehatan.
Sejalan dengan penelitian Dewi (2015) yang menyatakan bahwa
pemberian konseling kepada ibu balita tentang manajemen terpadu balita sakit
Universitas Sumatera Utara
54
dapat meningkatkan perilaku ibu dalam merawat anak demam di wilayah kerja
Puskesmas Kasihan II Bantul.
Petugas kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menyatakan bahwa
sangat susah memberikan konseling kepada ibu balita disebabkan karena ruangan
yang sempit dan tidak adanya ruangan untuk balita bermain, sehingga pada saat
pemberian konseling kepada ibu balita kurang maksimal bahkan tidak terlaksana,
yang mana banyak balita yang menangis atau berlarian saat petugas kesehatan
memberikan konseling kepada ibu balita.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dewi (2015) yang menyatakan
bahwa proses konseling kurang maksimal akibat ibu yang membawa anak selama
proses konseling sehingga ditemukan adanya anak yang sangat rewel
dan mempersulit ibu dalam berkonsentrasi mengikuti konseling.
Untuk itu petugas kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
mengatakan perlunya penambahan petugas di ruang pemeriksaan agar proses
pelaksanaan pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit bisa cepat
dan perlunya ruangan khusus MTBS yang dilengkapi dengan ruang tunggu anak
yang dilengkapi dengan mainan anak, gambar-gambar sehingga anak menjadi
lebih tenang berada di ruang MTBS dan anak tidak mudah rewel sewaktu
ditangani, hal ini akan memudahkan petugas untuk melakukan penilaian
dan tindakan dengan tepat dan cepat yang mengakibatkan kurang maksimalnya
petugas kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.
Pengkodean hasil diagnosa. Merupakan proses pemberian kode pada
hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pemeriksaan (identifikasi dan klasifikasi
Universitas Sumatera Utara
55
penyakit). Dalam hal ini yang ingin diketahui peneliti apakah pengkodena hasil
diagnosa dilakukan oleh petugas di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori. Hasil
wawancara mengenai apakah dilaksanakannya pemberian kode diagnosa dalam
SP3 oleh petugas adalah sebagai berikut ini:
“Saya biasanya langsung periksa aja dek, kalau yang ngasih-ngasih kode
gitu bidannya”.(Informan 2)
“Kalau pasien banyak dek tidak sempat saya mengisinya itu, dokterpun
langsung meriksa pasien. Itukan dek gak pernah la kasih kode gitu, kakak
pun gak banyak nya kakak tanya ke ibu nya. Kalau semua ditanya terus
dikasi kode lagi tak siap-siapla dek. Sementara kerjaan kakak yang lain
masih banyak”.(Informan 3)
Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa tidak dilakukannya
pemberian kode pada hasil diagnosa. Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang
menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan sistem
pencatatan dan pelaporan puskesmas (SP3), adapun perubahan yang perlu
dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3
sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Guna pemberian kode diagnosis
dalam SP3 adalah mempermudah kerja petugas untuk menentukan serta
mengklasifikasi penyakit, menentukan tindakan/pengobatan dan tindakan
selanjutnya apabila pasien datang berobat kembali.
Sejalan dengan penelitian Radiyanti (2016) menyebutkan bahwa masih
adanya tenaga kesehatan yang belum paham akan manfaat dan tujuan pengisian
lembar MTBS, meskipun ada juga dari mereka yang sudah paham maksud dan
tujuan pengisian lembar MTBS.
Pemberian tindakan (rujuk/pulang). Merupakan tindakan yang akan
dilakukan oleh petugas kesehatan setelah melakukan pemeriksaan, konseling serta
Universitas Sumatera Utara
56
pengkodean pada hasil diagnosa. Petugas biasanya akan melakukan tindakan
sesuai hasil pemeriksaan, dimana pasien yang menderita bukan pneumonia dan
pneumonia akan disuruh pulang dengan catatan harus melakukan kunjungan ulang
setelah 2 hari pengobatan dan untuk pasien yang pneumonia berat akan segera
dirurjuk.
Hasil wawancara mengenai pelaksanaan MTBS dalam menentukan
tindakan dan memberi obat di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori kepada
informan sebagai berikut:
“Biasanya juga untuk pasien yang diperiksa yang diberi antibiotik itu
disuruh balek, tapi kadang ada juga yang gak balek, biasanya yang balek
yang gak sembuh dek, kita suruh balek kalau obatnya udah habis tapi
belum sembuh juga. Kalau gak sembuh itu biasanya kita ganti
antbiotiknya aja. Kalau untuk kasus pneumonia berat biasanya langsung
kami rujuk karena untuk penanganan disini masih ada peralatan yang
kurang paling kami lakukan pengobatan pra rujuk, tapi untuk beberapa
bulan ini gak ada pasien pneumonia berat dek, yang banyak itu
pneumonia dan bukan pneumonia”. (Informan 2)
“Kalau pasien pneumonia kakak suruh datang lagi kalau obat sudah habis
tapi belum sembuh dan untuk pasien yang pneumonia berat biasanya kami
rujuk dek”.(Informan 3)
“Tadi juga disuruh balek lagi kalau obatnya sudah abis. Udah biasa
kesini, udah cocok juga sama obat disini, tapi kalau udah sembuh gak
balek lagi” .(Informan 6)
“Tadi gak ada disuruh balek”. (Informan 7)
Berdasarkan pernyataan informan dapat diketahui bahwa petugas
memberikan tindakan sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita. Balita yang
menderita demam dan kejang yang menunjukkan pneumonia berat langsung
dirujuk kerumah sakit, dan balita yang menderita pneumonia ringan dan bukan
pneumonia langsung diberi antibiotik dan diminta untuk kembali lagi.
Pelaksanaan pemberian tindakan (rujuk/pulang) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-
Pori sudah berjalan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
57
Hal ini sesuai dengan penelitian Dasuki (2016) yang menyatakan bahwa
pelayanan MTBS yang standar memberikan peluang keberhasilan yang lebih
tinggi dalam kesembuhan pneumonia pada anak balita dibandingkan dengan
pelayan MTBS yang tidak standar.
Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS. Pelaksanaan MTBS sangat
diperlukan kepatuhan seorang ibu dalam pemberian obat dan makan yang baik
kepada balita untuk meningkatkan kesembuhan balita dan mengurangi risiko
terjadinya penyakit kembali. Kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku sesorang
untuk mengikuti saran medis ataupun kesehatan yang sesuai dengan ketentuan
yang diberikan. Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS dapat dilihat dari
pengetahuan ibu dalam pelaksanaan MTBS seperti pemberian obat sampai habis,
melakukan kunjungan ulang dan pola pemberian ASI dan makan kepada balita.
Hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
mengenai kepatuhan ibu balita dalam menghabiskan obat dan melakukan
kunjungan ulang sebagai berikut :
“Itu saya tanya, obat kemaren abis gak, biasanya dihabiskan tapi kadang
ada juga yang obatnya gak dihabiskan”. (Informan 3)
“Biasanya kalau demam batuknya udah sembuh, gak minum obat lagi
susah minum obat, anak ibu lasak, susah tdiur siang, makanpun tak mau
pake sayur tapi kalau jajan dek kuat kali dia minum es, bakso, makanya
batuk dia. Kalau anak kakak batuk-batuk lagi palingan kakak belikan obat
di warung dek. Karena jauh kakak kalau ke puskesmas lagi, terkadang
sembuh juga nya anak kakak minum obat warung. Jaranglah kakak bawak
anak kakak berobat ke puskesmas dek, suka nang sakit kali baru kakak
bawa kesini”. (Informan 6)
“Udah ada beberapa hari la kakak uda bawa anak kakak berobat kesini
dek, minum obat itu langsung sembuh, obat dihabiskan walau udah
sembuh. Sekarang gak mau makan dek terus masih batuk-batuk juga,
setiap kali dikasih makan itu selalu dimuntahkannya, payah makannya,
makanya kakak bawa lagi kesini, susah kakak dek kalau anak kakak sakit
karena rewel terus jadinya anak kakak”. (Informan 7)
Universitas Sumatera Utara
58
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui masih ada ibu balita
yang tidak menghabiskan obat yang diberi oleh petugas kesehatan, tidak
melakukan kunjungan ulang saat anak belum sembuh dikarenakan jarak yang jauh
dan memberi anaknya dengan obat warung. Ada ibu balita yang menghabiskan
obat yang diberi oleh dokter dan melakukan kunjungan ulang karena anak tidak
sembuh.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan tentang
pemberian ASI dan makanan di ruamah sebagai berikut:
“ Makanannya itu kita tanya, apa makananya, banyak yang bilang nasi
pakai lauk, tapi itu lauknya ikan-ikan keci itu lo dek, kita pernah liat juga
dilapangan ya, banyak balita ini yang makanya gak bagus, mungkin
karena faktor ekonomi, kita juga gak tau ya. Kalau dari pihak puskesmas
itu ada upaya membantu pemenuhan gizi pada balita. Biasanya kalau
posyandu itu ada ibu-ibu yang punya balita dikasi roti, setau saya itu.
Orang bagian posyandu yang lebih tau detailnya itu dek” (Informan 2)
“kalau ngasih makan itu tiga kali sehari, ya makan nasi karena dia gak
biasa makan sayur, jadi makan nasi aja pake mi, anak kakak suka makan
mi. ASI juga masih kakak kaih dek”. (Informan 6)
Berdasarkan pernyataan informan tersebut dapat diketahui bahwa ibu
balita masih kurang cukup memberikan makanan yang seimbang kepada balita.
Ibu balita hanya memberikan nasi saja kepada balita. Dalam pelaksanaan MTBS
sangat diperlukan kepatuhan seorang ibu dalam menghabiskan obat dan makan
serta pemberian ASI yang baik kepada balita untuk meningkatkan kesembuhan
balita dan mengurangi resiko terjadinya penyakit kembali.
Kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku sesorang untuk mengikuti saran
medis ataupun kesehatan yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan.
Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS dapat dilihat dari pengetahuan ibu
dalam pelaksanaan MTBS seperti pemberian obat dan makan kepada balita.
Universitas Sumatera Utara
59
Ibu balita yang berada di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
mengungkapkan bahwa pemberian obat kepada balita tepat waktu dan memberi
makan dengan baik. Namun masih ada ibu balita yang tidak menghabiskan obat
sesuai yang diberikan petugas kesehatan, alasan ibu balita tidak lagi memberikan
obat kepada balita yaitu balita sudah agak membaik sehingga merasa tidak perlu
minum obat lain.
Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
ibu adalah sebagai salah satu faktor yang mempermudah terhadap terjadinya
perubahan perilaku. Dalam pemberian obat kepada balita harus sesuai dengan
dosis dan anjuran dokter, sehingga balita benar-benar sembuh dan demam atau
pun batuk tidak kembali lagi untuk waktu yang dekat.
Selain pemberian obat kepada balita, ibu balita juga harus memperhatikan
makan balita. Dalam pemberian ASI di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori sudah
cukup, ibu balita memberikan ASI kepada balita dengan baik, namun ibu balita
tidak memberikan ASI eksklusif kepada balita. Menurut Kemenkes (2010) ASI
eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi tanpa tambahan makanan atau
minuman lain kecuali obat sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI kepada balita
yang sedang sakit dilakukan lebih sering dari pada biasanya sehingga mampu
mengurangi kehilangan berat badan balita dan membantu balita sembuh lebih
cepat.
Selain pemberian ASI Ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori juga
memberikan makan nasi kepada balita dengan lauk pauk, namun ada juga yang
Universitas Sumatera Utara
60
tidak memberikan makan balita nasi dengan lauk pauk, sayuran dan buah. Tidak
ada variasi makanan yang diberikan ibu balita kepda balita. Hal ini sesuai dengan
pendapat Proverati (2015) yang menyatakan bahwa sikap keluarga dan kondisi
lingkungan sangat berperan penting dalam pemberian makan anak pada usia dini,
misalnya dengan menciptakan suasana makan yang menyenangkan.
Keluaran (Output)
Merupakan hasil dari semua balita sakit ISPA yang telah ditangani dengan
MTBS. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori pada tahun 2017 menargetkan bahwa
balita ISPA yang akan ditangani dengan MTBS sebesar 80%. Akan tetapi pada
tahun 2017 Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum mencapai target 80% yang
tercapai yaitu 30.93% dan tahun 2018 target pencapaian 100% dan tercapai
40.78%. Informasi ini sejalan dengan hasil wawancara dengan informan
“Hasil untuk penanganan balita ISPA dengan pendekatan MTBS pada
tahun 2017 hanya 30,93% dari jumlah perkiraan kasus 1.390 dek. Belum
mencapai target ya mungkin dikarenakan beberapa hal yang adek
tanyakan tadi. Ya kedepannya kami tetap berusaha untuk memperbaiki
nya dek”. (Informan 2)
Hasil wawancara dapat dikatakan bahwa belum tercapainya target
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori dalam penanganan balita ISPA dengan MTBS
tahun 2017, hal ini dikarenakan kurangnya sarana yang memadai, kurangnya
pemahaman petugas tentang pelaksanaan MTBS dalam penanganan balita sakit
serta kurangnya kepatuhan ibu dalam menghabiskan obat, pemberian makan dan
ASI serta kunjungan ulang.
Pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA. Pelaksanaan MTBS
dalam penanganan ISPA dimulai dengan pendaftaran pasien ke bagian registrasi
Universitas Sumatera Utara
61
kemudian masuk keruangan pemeriksaan dan petugas melakukan penilaian dan
klasifikasi balita sakit dengan menanyakan kepada ibu mengenai masalah balita,
memeriksa tanda bahaya umum, penilaian dan klasifikasi sukar bernapas dan
batuk, memeriksa status gizi, memeriksa anemia, memeriksa status imunisasi anak
dan memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008). Penilaian dan klasifikasi
penyakit harus melaksanakan pemeriksaan tanda bahaya umum. Tanda bahaya
umum dapat terjadi pada penyakit apapun dan tidak dapat membantu menentukan
penyakit secara spesifik, sehingga sebelum melakukan penilaian setiap penyakit,
penting memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti memuntahkan
semuanya, kejang serta tidak sadar. Pelaksanaan penilaian dan klasifikasi balita
sakit di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum berjalan sepenuhnya karena
petugas tidak menanyakan semua pertanyaan yang ada di algoritma MTBS.
Pelaksanaan menentukan tindakan dan memberi pengobatan di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori yaitu menetukan tindakan dari keluhan yang disampaikan
oleh ibu balita dan memberi obat sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita.
Balita yang menderita demam dan kejang akan dirujuk ke rumah sakit, dan balita
yang menderita pneumonia ringan dan bukan pneumonia akan diberi antibiotik
atau obat pereda tenggorokan kemudian diminta untuk kembali lagi setelah 2 hari
pengobatan.
Pelaksananaan MTBS setelah menentukan tindakan dan memberi obat
yaitu memberi konseling kepada ibu balita. Akan tetapi pada pelaksanaannya
terkadang petugas tidak sempat memberikan konseling, yang disebabkan oleh
pasien yang menunggu ingin berobat masih banyak dan juga balita yang rewel.
Universitas Sumatera Utara
62
Dari hasil wawancara peneliti dengan informan (ibu balita) ada yang mengatkan
mendapat konseling dan ada juga yang tidak mendapatkan konseling. Ibu balita
yang tidak mendapatkan konseling akan kurang pengetahuannya dalam
melakukan perawatan balita sakit sehingga balita sering jatuh sakit lagi.
Setelah pemberian konseling dilanjutkan dengan tindak lanjut. Setiap anak
harus kembali ke petugas kesehatan setelah dua hari untuk kunjungan ulang.
Namun ada beberapa Ibu yang tidak kembali lagi ke puskesmas walaupun
anaknya belum sembuh dikarenakan jarak tempuh yang jauh dan Ibu balita juga
bekerja diluar rumah. Pada pasien yang melakukan kunjungan ulang akan dilihat
keluhan balita, jika balita semakin parah petugas memberikan antibiotik kedua.
Petugas kesehatan di Puskesmas Sipori-Pori ini yang menjalankan
pendekatan MTBS berjumlah 2 orang, dari pengakuan petugas mengatakan
perlunya penambahan petugas. Petugas juga belum pernah mendapatkan pelatihan
sehingga dalam pelaksanaan pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit
ISPA kurang maksimal, hal ini juga didukung oleh tidak lengkapnya sarana yang
digunakan untuk pelaksanaan MTBS seperti tidak adanya timer ISPA, regulator
oksigen, KNI, alat penghisap lendir.
Hasil penelitian di Puskesmas Sipori-Pori ini tentang kepatuhan ibu
dirumah menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman dan kepatuhan ibu dalam
melakukan perawatan balita sakit dirumah, seperti tidak menghabiskan obat dan
tidak membawa anakknya kembali ke puskesmas apabila keadaan belum
membaik.
Universitas Sumatera Utara
63
Hasil penelitian tentang tercapainya target di Puskesmas Rawat Inap
Sipori-Pori dalam penanganan balita ISPA dengan MTBS tahun 2017 adalah
belum tercapainya target yang telah ditetapkan, hal ini dikarenakan kurangnya
sarana yang memadai, kurangnya pemahaman petugas tentang pelaksanaan
MTBS dalam penanganan balita sakit serta kurangnya kepatuhan ibu dalam
menghabiskan obat, pemberian makan dan ASI serta kunjungan ulang.
Keterbatasan Penelelitian
1. Peneliti terbatas dalam kegiatan mewawancarai informan-informan
tersebut karena masing-masing informan memiliki kegiatan.
2. Peneliti terbatas dalam mengatur waktu antara informan dan peneliti
sengingga hambatan ini memengaruhi kelancaran penelitian.
Universitas Sumatera Utara
64
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun
2018 dapat disimpulkan:
1. Pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori belum terlaksana dengan baik. Petugas tidak memberikan
konseling kepada semua ibu balita, ibu balita diminta untuk kembali ke
puskesmas, tetapi tidak semua kembali lagi setelah sembuh dan ibu balita
menghentikan pemberian obat apabila balita sudah merasa sembuh.
2. Pelaksanaan alur MTBS belum sesuai dengan standar alur MTBS, dimana
masih ada Ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yang tidak
mendapat konseling ketika berobat, tidak mengisi formulir MTBS hal ini
disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan dan pasien jumlah pasien yang
setiap hari nya banyak yaitu sekitar 40-50 balita sakit dan sekitar 25 ialah
pasien balita ISPA.
3. Belum memadainya sarana dan prasarana di puskesmas, seperti tidak adanya
timer ISPA, alat penghisap lendir, regulator oksigen, KNI, dan ruangan
khusus untuk pelaksanaan MTBS.
4. Kurangnnya petugas MTBS dan petugas yang ada saat ini belum
mendapatkan pelatihan MTBS, petugas masih kurang mengerti untuk
Universitas Sumatera Utara
65
5. menerapkan pendektaan MTBS dalam penanganan ISPA pada saat
melakukan pemeriksaan pada pasien.
6. Kepatuhan ibu dirumah dalam pelaksanaan MTBS masih kurang baik, seperti
ibu balita tidak memberikan obat sampai habis yang diberi oleh petugas
karena keadaan balita sudah membaik, tidak memberikan makanan yang
seimbang diakarenakan faktor ekonomi, dan balita yang sulit untuk makan,
dan tidak kembalinya ke puskesmas apabila balita tidak sembuh dikarenakan
ibu balita sibuk bekerja dan jarak tempuh yang jauh.
7. Hasil penanganan semua balita sakit ISPA dengan MTBS tahun 2017 belum
mencapai target 80% dan hanya mencapai angka 30,93% dikarenakan
kurangnya sarana yang memadai, kurangnya pemahaman petugas tentang
pelaksanaan MTBS dalam penanganan balita sakit serta kurangnya kepatuhan
ibu dalam menghabiskan obat, pemberian makan dan ASI serta kunjungan
ulang.
Saran
Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pelaksanaan MTBS dalam
penanganan ISPA adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada Puskemas Rawat Inap Sipori-Pori melaksanakan
pendekatan MTBS dalam penanganan ISPA sesuai dengan alur MTBS.
2. Diharapakan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori melengkapi sarana
prasarana dan peralatan yang belum ada seperti: timer ISPA, regulator
oksigen, KNI, alat penghisap lendir, serta ruang khusus MTBS sehingga
pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA lebih baik lagi.
Universitas Sumatera Utara
66
3. Diharapakan petugas kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
melakukan belajar mandiri dengan membaca modul MTBS yanga ada di
internet guna menambah wawasan dan membantu petugas untuk melakukan
pendeketan MTBS pada balita sakit sebelum adanya pelatihan yang diberikan
dari dinkes.
4. Diharapkan kepada ibu balita untuk mengikuti penjelasan yang diberikan oleh
petugas kesehatan seperti menghabiskan obat dan melakukan kunjungan
ulang apabila balita belum sembuh.
5. Diharapkan pihak puskesmas menambah tenaga kesehatan khususnya
dibagian pemeriksaan MTBS dalam penanganan ISPA minimal 1 tenaga
kesehatan.
6. Diharapkan pihak puskesmas memenuhi semua sarana yang belum ada dan
petugas melakukan konseling kepada semua ibu balita yang berobat agar
tercapainya target balita ISPA yang ditangani dengan pendekatan MTBS
di tahun 2018.
Universitas Sumatera Utara
68
Daftar Pustaka
Ainiyah, N., & Handayani, D. (2017). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang
ISPA denga sikap ibu tentang pencegahan penularan ISPA pada bayi 0-12
bulan di Puskesmas Pandaan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(1), 60-66
Diakses dari http://journal.unusa.ac.id.
Alsagaff, H., & Mukfy, A. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Dasuki, N. D., & Wibowo, T. (2016). Evaluasi pelayanan manajemen terpadu
balita sakit terhadap kesembuhan pneumonia pada anak. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat, 26(4), 211-217. Diakses dari
http://jurnal.ugm.ac.id
Dewi, D. A. (2015). Pengaruh konseling tentang manajemen terpadu balita sakit
(MTBS) terhadap perilaku perawatan anak demam oleh ibu di wilayah
kerja Puskesmas Kasih II Bantul (Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Aisyiyah). Diakses dari dari http://repository.stika.edu/11097/
Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif (Edisi ke-1). Jakarta: Bumi
Aksara
Hanifa, F. (2014). Analisis Penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Deli Kota
Medan Tahun 2014 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari
http://repository.usu.edu/11097/
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Tanjung Balai. Diakses
dari http://www.kemenkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-keseh
atan-Tanjung-Balai
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Hasil Utama Riskesdas 2018. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/materi_rakopop_
2018/Hasil%202018.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pusat Data Dan Informasi
Kesehatan. Diakses dari http://depkes.go.id/pusatdatainformasi/2016
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Pusat Data Dan Informasi
Kesehatan. Diakses dari http://depkes.go.id/pusatdatainformasi/2017
Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media
Universitas Sumatera Utara
69
Maryunani, A. (2014). Pengenalan praktis MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit). Jakarta: In Media
Miles, B. M., & Huberman, A, M. (2014). Analisis data kualitatif buku sumber
tentang metode-metode baru. Jakarta: UI-Press
Misnaldiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak balita.
Jakarta: Pustaka Populer Obor
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan pengetahuan dan perilaku kesehatan.
Jakarta: PT Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. (2005). Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
Puskesmas Sipori-Pori. (2016). Profil Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Tahun
2016. Tanjung Balai
Puskesmas Sipori-pori. (2017). Profil Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Tahun
2017. Tanjung Balai
Proverati, A., & Kusumawati, E. (2015). Ilmu gizi unuk keperawatan dan gizi
kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Radiyanti, D. C. A. (2016). Hubungan motivasi dan sikap bidan dengan
kelengkapan pengisian lembar MTBS di Puskesmas Kabupaten
Karanganyar (Skripsi, Universitas Muhammaddiyah Surakarta). Diakses
dari http://repository.ums.ac.id/handle
Saryono, A. D. (2013). Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam bidang
kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Suryono. (2011). Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Wahyudi, A., Salham, M., & Kadri, A. (2018). Faktor yang berhubungan dengan
kinerja petugas kesehatan pelayanan manajemen terpadu balita sakit di
Puskesmas Kamonji Kota Palu. Jurnal Kolaboratif Sains, 1(1), 208-219.
Diakses dari http://jurnal.unismuhpalu.ac.id
Wardani, A. T. A. (2016) Analisis penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS) terhadap kejadian penumonia balita sakit di Puskesmas
Universitas Sumatera Utara
70
Halmahera Kota Semarang (Skripsi, Universitas Negeri Semarang).
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle
Widoyono. (2008). Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
Wijaya, A. M. (2010, 25 Juni). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Diakses 2 Juli 2018, dari https://www.infodokterku.com>index.php.
World Health Organization. (2012). World Pneumonia Day. Geneva, Swiss:
JLIFAD
Zairuni, A. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya
manajemen terpadu balita sakit di Puskesmas Sentani Kota Kabupaten
Jayapura. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 3 (3), 115-123. Diakses
dari http://jurnal.ugm.ac.id
Universitas Sumatera Utara
70
Lampiran 1. Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara
Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Dalam Penanganan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas
Rawat Inap Sipori pori Kota Tanjungbalai Tahun 2018
A. Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas Sipori-Pori
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Jabatan :
II. Data Khusus
1. Apa yang Bapak ketahui mengenai MTBS?
a. Bagaimana alur pelaksanaan MTBS?
b. Siapa yang melaksanakan MTBS?
c. Apa saja penyakit yang di tangani dengan MTBS?
2. Bagaimana peran Dinas Kesehatan dalam upaya pelaksanaan MTBS
di Puskesmas?
a. Apakah ada pertemuan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan mengenai
informasi MTBS?
b. Apakah ada frekuensi pelatihan mengenai MTBS?
3. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam pelaksanaan
MTBS?
4. Sepengetahuan Bapak/Ibu Bagaimana proses penatalaksanaan ISPA dengan
MTBS di Puskesmas?
Universitas Sumatera Utara
71
5. Terkait dengan beban kerja dan efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat
Bapak mengenai beban kerja petugas MTBS?
a. Apakah jumlah petugas MTBS sudah mencukupi?
b. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?
B. Pertanyaan untuk Informan di Puskesmas (Penanggung jawab
MTBS/petugas pelaksanaan MTBS)
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Jabatan :
II. Data Khusus
1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai MTBS?
2. Bagaimana penanganan yang Bapak/Ibu lakukan kepada balita yang sakit
ISPA? (dari awal datang sampai pulang)
3. Bagaimana alur pelaksanaan MTBS yang Bapak/Ibu ketahui?
4. Apa saja penyakit yang di tangani dengan MTBS?
5. Apakah ada pertemuan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan mengenai informasi
MTBS?
Apakah Bapak/ibu pernah mendapatkan pelatihan MTBS?
6. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam
pelaksanaan MTBS?
7. Terkait dengan beban kerja dan efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat
bapak/ibu mengenai beban kerja petugas MTBS?
Universitas Sumatera Utara
72
a. Apakah jumlah petugas MTBS yang dilatih sudah mencukupi?
b. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?
C. Pertanyaan untuk Ibu Balita yang Anaknya Menderita ISPA
I. Data Umum
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pendidikan :
5. Jabatan :
II. Data Khusus
1. Apakah Ibu selalu membawa anak ibu berobat ke Puskesmas ketika sakit?
2. Ketika Ibu membawa balita ke puskesmas, Apakah ada petugas yang
menjelaskan tentang MTBS?
3. Sepengetahuan Ibu bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan selama balita
ibu berobat disini?
4. Apakah petugas yang memeriksa anak ibu ada memberikan konseling kepada
Ibu tetang tindakan apa yang harus Ibu lakukan dirumah?
3. Ketika Ibu selesai berobat, apakah petugas menyarankan ibu kembali ke
puskesmas jika ada tanda-tanda bahaya pada balita?
5. Bagaimana cara Ibu melakukan perawatan di rumah?
a. Apakah ibu memberikan obat sampai habis?
b. Apakah ibu tetap memberi Asi dan makan?
c. Apakah Ibu membawa kembali anak berobat kita sakit?
Universitas Sumatera Utara
73
Lampira 2. Tabel Tilik
Lampiran Hasil Observasi Pelaksanaan MTBS Dalam Penanganan ISPA
di Puskesmas Sipori pori Tahun 2018
Indikator Yang Diobservasi Ya Tidak Keterangan
Alur
pelaksanaan
MTBS
Pendaftaran ✓ Semua pasien yang
berobat melakukan
pendaftaran dibagian
registrasi
Pemeriksaan
(klasifikasi dan
identifikasi penyakit)
Tidak semua ibu balita
yang berobat diberikan
pertanyaan yang ada di
algoritma MTBS, dan
tidak semua point
dipertanyakan.
Kebanyakan petugas
langsung melakukan
pemeriksaan kesehatan
Konseling ✓ Namun ada beberapa ibu
yang menyatakan tidak
mendapat konseling
ketika berobat
Kode diagnosa ✓
Tidak dilakukan karena
membutuhkan waktu
lama
Tindakan pengobatan ✓ Pasien diberikan
tindakan pengobatan
sesuai dengan keluhan
Rujukan ✓ Karena di puskesmas
belum bisa melakukan
tindakan untuk pasien
pneumonia berat
dikarenakan tidak
adanya alat seperti alat
penghisap lendir dan
regulator oksigen
Universitas Sumatera Utara
74
Petugas
MTBS
Pengetahuan ✓ Kurangnya pemahaman
petugas tentang
pelaksanaan MTBS
Pelatihan dari dinkes ✓ Sehingga petugas kurang
terampil dalam
menerapkan pendekatan
MTBS saat menangani
balita sakit
Pemeriksaan
(Identifikasi dan
klasifikasi penyakit)
✓ Jarang dilakukan,
biasanya langsung
melakukan pemeriksaan
kesehatan
Konseling ✓ Namun tidak diberikan
kepada semua ibu balita
yang berobat
dikarenakan keterbatasan
waktu
Tindakan pengobatan ✓ Sesuai keluahan pasien
Ibu balita Membawa anaknya ke
puskesmas ketika sakit
✓ Ibu balita memanfaatkan
puskesmas dalam
mencari pertolongan
kesehatan ketika balita
sakit
Menghabiskan obat ✓ Tidak semua ibu balita
memberikan obat kepada
balita sampai habis
beralasan keadaan balita
sudah membaik
Kunjungan ulang ✓ Akibat jarak yang jauh
dan Ibu juga bekerja, ada
Ibu yang tidak membawa
anaknya kembali
berobat.Tetapi memberi
obat warung kepada
balita
Memberi makan dan
ASI
✓ Tapi dengan lauk pauk
seadanya karena faktor
ekonomi
Alat Formulir MTBS ✓ Baik
KNI ✓ Sudah diberikan saat ibu
dalam masa hamil
Ruangan khusus MTBS ✓ Keterbatasan
ruangan,sehingga
bergabung dengan
Universitas Sumatera Utara
75
ruangan KIA/KB
Timer ISPA ✓ Ada tapi dibagian poli
umum, dan penuturan
dari kapus sarana dan
prasarana yang belum
ada akan dianggarkan
pada tahun depan
Tensimeter dan manset
anak
✓ Bagus
Infus set ✓ Bagus
Semprit dan jarum
suntik
✓ Bagus
Timbangan ✓ Bagus
Termometer ✓ Bagus
Kasa/kapas ✓ Bagus
Pipa lambung ✓
Regulator oksigen ✓
Penumbuk obat ✓
Penghisap lendir ✓
Obat Kontrimoksazol tablet ✓ Bagus
Kontimoksazol sirup ✓ Bagus
Amoksilin Tablet ✓ Bagus
Amoksilin Sirup ✓ Bagus
Tablet Parasetamol ✓ Bagus
Tablet Albendazol ✓ Bagus
Tablet besi ✓ Bagus
Sirup Ampisilin ✓ Bagus
Vitamin A ✓ Bagus
Universitas Sumatera Utara
76
Lampiran 3. Matriks Pernyataan Informan
Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelaksanaan MTBS dalam
Penanganan ISPA di Puskesmas Sipori pori Tahun 2018
Matrik pernyataan informan tentang Alur MTBS di Puskesmas Rawat Inap Sipor-
Pori
Informan Pernyataan
Informan 1
Alur MTBS itu ya pasien datang terus kebagian registrasi
buat daftar kemudian menuju ke ruang pemeriksaan untuk
diperiksa dokter setelah itu ke apotek untuk ambil obat.
Informan 2 Kalau alurnya itu dek, sebelum pasien ke ruangan ini mereka
harus daftar dulu ke ruang registrasi baru keruangan ini untuk
saya obati, saya tanya keluhan pasien pada ibu nya lalu saya
periksa terus saya kasi tau anaknya sakit apa, saya kasi tahu
minum obat sampai habis kalau sudah selesai saya kasi resep
obat.
Informan 3 Biasanya pasien datang langsung kebagian pendaftaran terus
ke ruangan ini saya periksa suhu dan berat badan habis itu
saya serahkan ke dokternya dek, kalau dokter selesai meriksa
pasien langsung ke apotek buat ambil obat.
Informan 4 Kakak tadi ke bagain registrasi baru ke ruangan periksa
dikasih resep ambil obat
Informan 5 Pertama tadi kebagian registrasi, kakak daftar terus ke
ruangan dokter diperiksa. Kakak dikasih resep ambil obat di
apotek langsung pulang
Informan 6 Ibu tadi kan dek sampe ke puskesmas ini terus ibu kebagian
pendaftaran, ditanya nama anak Ibu, terus ada lagi yang
ditanya tapi lupa la ibu dek, habis itukan ibu disuruh
keruangan dokternya, terus di dalam itu ada bidannya juga
dek, ibu bidan nya bertanya sakit apa anak ibu, ibu jawab
demam, batuk, pilek, susah makan, terus uda berapa hari
sakitnya, anak ibu sesak tidak nafasnya, banyak jugala tadi
dek yang ditanyakan gak ingat ibu lagi. Habis itu diperiksa
dokter anak ibu, dokternya kasi tau ibu buat ngasi makan
anak ibu pake sayur, kalau tidak bisa beli ikan pake telur,
tidur siang, habiskan obat, habis itu ibu dikasi resep ibu ambil
obatnya di apotek pulang ibu langsung dek.
Informan 7
Tadi sampe kakak kebagian pendaftaran kakak dek, lalu ke
ruang dokternya kakak bilang sama dokternya anak kakak
demam diperiksa dokter nya dikasi resep udah siap.
Informan 8 Pertama kakak tadi daftar la dek, baru keruangan dokternya
Informan 9 Kakak kebagian registrasi lalu ke ruanganan anak buat
diperiksa
Universitas Sumatera Utara
77
Matrik pernyataan informan tentang pengetahuan MTBS di Puskesmas Rawat
Inap Sipori-Pori
Informan Pernyataan
Informan 1
MTBS itu manajemen terpadu bayi sakit, itu
mengobati bayi yang sakit supaya menjadi lebih
sehat. Disini sudah cukup lama berjalan MTBS ini.
Saya juga baru beberapa tahun disini jadi saya
kurang tahu juga bagaimana MTBS sebelumnya.
Kalau sekarang ya itu masi berjalan. Disini ada
dokter dan bidan petugasnya
Informan 2
MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, mtbs ini
kan banyak ya, salah satunya itu gizi buruk, banyak
faktor yang menyebabkan balita gizi buruk,
misalnya penyakit kronis, asupan kalori. Salah satu
mtbs itu kan ISPA juga. Jujur juga ya dek, saya
juga belum sempat membaca buku MTBS ini, dulu
kan belajarnya waktu kuliah, sekarang udah agak
lupa, karna kan saya lebih ke medisnya aja
Infroman 3
MTBS manajemen terpadu balita sakit, belum
mengerti juga dek, yang kakak tau itu buat nangani
balita sakit, nanti itu ada pertanyaan-pertanyaan
buat ibunya tapi kakak kurang paham juga
sebetulnya, soal nya kan belum ada pelatihan, ada
Ini buku MTBS, tapi belum saya pelajari juga
banyak kerjaan yang lain
Informan 4 MTBS? Apa ya dek? Kakak gak pernah dengar.
Informan 5 Ngk tau dek
Informan 6
Nggak taula dek apa itu, kakak pun belum pernah
dengar
Informan 7 Gak tau ibu, apa itu dek?
Informan 8 Gak tau dek, apa itu ya?
Informan 9 Gak tau dek, gak pernah dengar juga
Matriks Pernyataan Informan tentang Pemeriksaan balita sakit dengan
pendekatan MTBS dalam penilaian dan klasifikasi balita sakit
Informan Pernyataan
Informan 2
Kita itu dari segi medisnya aja ya, langsung kita
tanya keluhannya apa, nanti bila tentukan
tindakannya, kalau dia batuk tidak mau makan
kita obati dengan antibiotik, kalau sesaui modul
MTBS jujur ya saya belum baca modul MTBS,
belum sempat baca dan
pelajari ya, tapi kalau saya ya secara medis aja
langsung diobati aja
Informan 3 Itu saya serahkan ke dokter aja, saya cuma
Universitas Sumatera Utara
78
mengisi formulir dan ukur berat badan sama
suhu badan aja
Informan 4 Ditanya sakit apa, uda berapa lama
Informan 5 Dokternya nanyak sakit apa anak ibu, terus
diperiksanya si adek
Informan 6
Tadi itu ditanya keluhannya apa, terus diperiksa
dikasih resep
Informan 7 Ditanya keluhannya apa, diperiksa diberi resep
Informan 8
Tadi ditanya keluhannya ya, demam batuk, terus
diperiksa dan diberi obat
Informan 9 Tadi cuma di tanya keluhan, diperiksa dikasih
obat karena baru pertama kali kesini kan jadi
banyak yang diurus juga tadi ya,
Matriks Pernyataan Informan Mengenai Pemberian Konseling kepada Ibu di
Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
Informan Pernyataan
Informan 2
Jadi kan ginikan ya, saya kasih resepkan,
tapi juga saya kasih tau cara pemberian
obatnya, kasih tau cara-caranya minum obat,
kasih tau jam berapa kasih obat.
Informan 3
Ada saya kasih konseling, ngasih tau makan
yang banyak, minum obatnya, tidur juga,
kalau obat habis dan belum sembuh datang
lagi
Informan 4
Ada ngasih konseling,biasanya tentang
kesehatan, kebersihan, pola makan, gizinya,
jangan merokok diruangan
Informan 5 ngasih tau kasih ASI kepada balita, ngasih
tau makan yang banyak
Informan 6
Ada dokter ngasih konseling tadi, nyuruh
anak tidur, kasih makan, jangan main-main
dulu karna penyakitnya nular, pakai masker
juga katanya
Informan 7
Nggak ada dek, tadi udah dikasih resep
langsung disuruh ngambil obat ke apotek,
mungkin karena uda da yang mau berobat
lagi makanya cepat-cepat.
Informan 8 Ada dokter bilang tadi cara ngasih obat, cara
makan dirumah
Informan 9
Tadi dokter bilang minum obat, makan
bergizi, minum susu juga,terus disuruh
datang lagi kalau masih sakit
Universitas Sumatera Utara
79
Matriks Pernyatan Informan Mengenai Pemberian Kode Diagnosa Ke dalam SP3
Informan Pernyataan
Informan 2
Saya biasanya langsung periksa aja dek, kalau yang
ngasih-ngasih kode gitu bidannya
Informan 3
Kalau pasien banyak dek tidak sempat saya
mengisinya itu, dokterpun langsung meriksa pasien.
Itukan dek gak pernah la kasih kode gitu, kakak pun
gak banyak nya kakak tanya ke ibu nya. Kalau
semua ditanya terus dikasi kode lagi tak siap-siapla
dek. Sementara kerjaan kakak yang lain masih
banyak
Martiks Pernyataan Informan Mengenai Pelaksanaan Tindakan dan pemberian
obat di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
Informan Pernyataan
Informan 2
Biasanya juga untuk pasien yang diperiksa
yang diberi antibiotik itu disuruh balek, tapi
kadang ada juga yang gak balek, biasanya yang
balek yang gak sembuh dek, kita suruh balek
kalau obatnya udah habis ya. Kalau gak
sembuh itu biasanya kita ganti antbiotiknya
aja. Kalau untuk khusus pneumonia berat
biasanya langsung kami rujuk karena untuk
penanganan disini masih ada peralatan yang
kurang paling kami lakukan pengobatan pra
rujuk, tapi untuk beberapa bulan ini gak ada
pasien pneumonia berat dek, yang banyak itu
pneumonia dan bukan pneumonia
Informan 3
Kalau pasien pneumonia kakak suruh datang
lagi kalau obat sudah habis tapi belum sembuh
dan untuk pasien yang pneumonia berat
biasanya kami rujuk dek
Informan 4
Gak da disuruh balek dek,tadi juga buru-buru
dokternya. Anak kakak pun Cuma demam
biasanya
Informan 5
Lupa kakak dek, ada disuruh datang lagi atau
nggak
Informan 6
Tadi juga disuruh balek lagi kalau obatnya
sudah abis. Udah biasa kesini, udah cocok juga
sama obat disini, tapi kalau udah sembuh gak
balek lagi
Informan 7
Tadi gak disuruh balek, tapi biasanya kalau
sakit memang berobat kesini, semua orang Ibu
begitu dek
Informan 8 Gak disuruh balek dek, tapi biasanya kalau
Universitas Sumatera Utara
80
masih sakit beli obat diwarung dek,Jauh kalau
ke Puskesmas lagi.
Informan 9
Disuruh dokter balek juga kalau gk sembuh, ini
baru pertama kali kesini
Matriks Pernyataan Informan mengenai Kecukupan Petugas MTBS di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori
Informan Pernyataan
Informan 1
Untuk tenaga kesehatan sendiri itu cukuplah
dek, satu pemegang program dan satu dokter
Informan 2
Untuk tenaga kesehatan kurang ya dek, dari
skillnya kurang karena gak pernah dapat
pelatihan mungkin ya, kami itu diruangan ini
cuma ber 2 sering kewalahan kami dek itulah
kami sering langsung periksa pasien saja. Ya
paling tidak ditambah 1 orang lagi cukuplah.
Tapi kalau ngambil petugas bagian lain juga gak
bisa dek, karena orang itu juga banyak kerjaan.
Pernah kami sampaikan ke Kapus nya minta
tambahan petugas dibagian ruangan ini tapi
sekarang belum ada, disini ya dek jumlah
penduduk di Rawat Inap Sipori pori ini sangat
banyak dek
Informan 3
Tenaga kesehatan kurang ya, saya banyak
pegang program ya dek, gak cuma satu, ada juga
yang lain, apalagi buat laporan dek, aduh pening
kali saya buat laporan itu
Informan 4 Cukupla dek, tadi ada dokter sama bidannya
Informan 5 Kakak rasa uda cukupla
Informan 6 Tenaga kesehatan cukup lah dek”.
Informan 7
Petugas nya sedikit ya, soal nya ngantri lama
dek pasien banyak
Informan 8
Dokter nya cukup, tapi kalau pasien banyak ya
ngantri dek
Informan 9
Petugasnya bagus, cukup la, petugasnya juga
baik
Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan dari Dinkes tentang MTBS
kepada Petugas di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kapus)
Kalau pelatihan dari dinkes selama saya menjadi kepala
puskesmas disini belum pernah, mungkin kedepannya nanti
akan ada pelatihannya untuk petugas ya dek, soalnya kan itu
Universitas Sumatera Utara
81
perlu supaya petugas tidak bingung saat melaksanakan
pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit ya
Informan 2
(Petugas
MTBS)
pelatihan belum ada, kita itu terkadang dikasih program aja,
tidak dikasih pelatihan, jadi kita memang sejak kuliah harus
berfikir holistic ya, tapi terkadang petugas suka gak nyambung,
jadi kita susah, kita pun gk sempat ngasih tau juga, jadi kita
jadi ribet karena kita yang melakukan semuanya
Informan 3
(Petugas
MTBS)
saya belum dilatih, dulu pernah ada pelatihan dari dinkes, tapi
saya gak bisa datang, jadi saya cari di internet buku MTBS,
tapi saya juga belum baca, belum sempat juga
Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana MTBS di Puskesmas
Rawat Inap Sipori-Pori
Informan Pernyataan
Informan 1
(Kepala Puskesmas)
Sarana dan prasarana sudah cukup ya, tapi memang
ada beberapa peralatan yang belum ada, kalau tidak
terpenuhi itu akan kita perbaiki/penui pada tahun
2019 nanti.
Informan 2
(Petugas kesehatan
MTBS)
Sarana dan prasaran tidak memadai ya, masih kurang
ya, seharusnya ruangan nya sendiri ya dek,
peralatannya harus lengkap, keperluannya
juga.Seharusnya itu kan ada ruangan bermain anak
dan balita yaa, sehingga kita bisa edukasi ibunya, tapi
disini saat kita mau ngasih edukasi sama ibunya
balitanya udah nangis-nangis, larian. Jadi kita gk bisa
edukasi orangtuanya gitu
Infroman 3
(Petugas
kesehatanMTBS)
Sarana dan prasarana, itu ruangan masih gabung
sama KIA/KB dek, banyak peralatan yang tidak ada,
contohnya itu Timer ISPA itu kita gak ada, ada cuma
itu buat orang poli umum
Informan 5
(Ibu balita bukan
pneumonia)
Sarana dan prasarana baik, cukup ya dek, ruangan
bagus
Informan 6
(Ibu balita bukan
pneumonia)
Sarana dan prasarna bagus, cuma itu dek, sempit,
tengok lah ini rame kali kan dek, banyak pasiennya,
sempit
Informan 7
(Ibu balita pneumonia)
Baiklah dek, bagus
Informan 8
(Ibu balita pneumonia)
Saya kurang tau dek, tapi saya rasa udah bagus lah
tapi ya gedungnya sempit dek,orang banyak
gedungnya kecil, tengok lah dek ada yang berdiri,
anak-anak lari-lari, sempit kali
Universitas Sumatera Utara
82
Matriks Pernyataan Informan Mengenai Kelengkapan Alat dalam Pelaksanaan
MTBS
Informan Pernyataan
Informan 2
peralatan untuk MTBS ini masih belum memadai dek, kalau
ada pasien pneumonia berat itu harus dirujuk ya dek,
soalnyakan oksigennya belum ada, maksudnya nebul tidak
ada, oksigen tidak ada regulator, nebulizernya juga gak ada,
untuk kartu nasihat ibu itu kita juga gak ada,
Informan 3
dulu itu belum ada formulir MTBS dek, sekarang udah ada ya,
tapi saya belum ngerti lah sama formulirnya ini, belum pelajari
juga, jadi kadang ada ngisi formulir MTBS kadang enggak dek,
KNI juga belum ada ya, timer ISPA sama alat penghisap lendir
juga gak ada
Informan 6
ada dek, tadi ada ngisi formulir gitu, ditanya-tanya makan
gimana, ada demam, ada batuk, ya itu lah tadi
Informan7 tadi gak ada ngisi formulir MTBS ya, gak tau juga itu apa
Informan 8 tadi habis daftar kakak ada bawa kertas gitu dek, baru kakak
didalam ruang periksa banyak ditanya. Kakak juga gk ngerti
kali dek
Informan 9 gak tau kakak dek, anak kakak rewel terus jadi kakak gak taula
Matriks Pernyataan Informan Mengenai pola asuh Ibu balita dalam Pelaksanaan
MTBS
Informan Pernyataan
Informan 2
Untuk memberi edukasi biasanya ibunya respon, tapi kadang-
kadang ada juga ibunya ada gangguan mungkin karena masalah
rumah tangga, suami nikah lagi, ekonomi, sehingga anaknya
yang berimbas, anak nya yang ditelantarkan jadi gak terlalu
didengarkan ibu
Informan 3
Itu saya tanya, obat kemaren abis gak, biasanya dihabiskan tapi
kadang ada juga yang obatnya gak dihabiskan, itu nanti
seminggu abis berobat balek lagi kesini
Informan 4 Kalau anak kakak sakit selalu kakak bawak ke puskesmas,
makanannya kakak kasih yang dia suka aja, karena kalau
sayuran gak mau dia, biasnyanya kalau anak kakak uda sembuh
obatnya gak pala kakak kasih lagi
Informan 5 Ini karena uda berapa hari sakit gak sembuh-sembuh kakak
bawa ke puskesmas. Biasnya kakak kasih obat yang beli
diwarung sehat. Obatnya jarang habis, anak kakak susah kali
minum obat makan pun susah kadang sampe suntuk kakak
kasih makan dia. Kakak biarkan ajala dia makan jajan dari pada
tak ada yanng dimakan nya
Informan 6 Biasanya kalau demam batuknya udah sembuh, gak minum
obat lagi, gak balek lagi kesini
Informan 7 Ini udah sering kesini dek, udah tiga kali. Minum obat itu
Universitas Sumatera Utara
83
langsung sembuh, obat dihabiskan walau udah sembuh.
Sekarang gak mau makan dek, setiap kali dikasih makan itu
selalu dimuntahkannya, payah makannya
Informan 8
Udah makan nasi, minum obat sesuai yang disuruh dokter. Tapi
kalau pun masih batuk-batuk beli obat diwarung dek, jauh ke
Puskesmas lagi anak kakak juga gak ASI
Informan 9
Ini baru pertama kali kesini, baru ini demam batuk
nya yang parah. Makanannya makan yang bergizi,
minum susu juga, nanti obatnya juga dihabiskan
Matriks Pernyataan Informan Mengenai Kepatuhan Ibu Balita dalam Pemberian
Makanan di Rumah
Infroman Pernyataan
Informan 3 untuk makanannya itu kita tanya, apa makananya, banyak yang
bilang nasi pakai lauk, tapi itu lauknya ikan-ikan keci itu lo dek,
kita pernah liat juga dilapangan ya, banyak balita ini yang
makanya gak bagus, mungkin karena faktor ekonomi, kita juga
gak tau ya
Infroman 4 Susah makan dia ini dek, sampe capek la kakak bujuk dia buat
makan. Apalgi kalau uda sakit tambah payah makannya
Informan 5 Makannya agak dipaksa-paksa baru dia mau makan dek
Informan 6 kalau ngasih makan itu tiga kali sehari, ya makan nasi karena dia
gak biasa makan sayur, jadi makan nasi aja
Informan 7
sekarang gak mau makan, setiap dikasih makan itu
dimuntahkanya, biasanya makan nasi lauk, sekarang cuma
makan roti-roti itu aja
Informan 8 Udah makan nasi, tapi banyak jajan juga, banyak beli es,
makanya sering demam
Informan 9 makannya milih-milih dek, susahla makan, sepala dia mau
makan kakak kasi ikan tapi sayuran kadang-kadang mau juga
tapi baru ini dia sakit lumayan parah batuk-batuk
Matriks Pernyataan Informan Mengenai pencapaian target penanganan balita
ISPA dengan MTBS
Informan Pernyataan
Informan 1 Itu ya dek, kami gagal mencapai target dek, yang kami target
kan itu 80% tapi yang kami capai 30,93% saja
Informan 2 Hasil untuk penanganan balita ISPA dengan pendekatan MTBS
pada tahun 2017 hanya 30,93% dari jumlah perkiraan kasus
1.390 dek. Belum mencapai target ya mungkin dikarenakan
beberapa hal yang adek tanyakan tadi. Ya kedepannya kami
tetap berusaha untuk memperbaiki nya dek
Informan 3 Tidak mencapai target
Universitas Sumatera Utara
84
Lampiran 4. Dokumentasi
Gambar 1. Puskesmas rawat inap Sipori-Pori
Gambar 2. Wawancara dengan Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori
Universitas Sumatera Utara
85
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Universitas Sumatera Utara
86
Universitas Sumatera Utara
87
Lampiran 8. Surat Selasai Penelitian
Universitas Sumatera Utara