103
PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM PENANGANAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI TAHUN 2018 SKRIPSI Oleh KARTIKA NUNI NIM. 141000552 PRORAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020 Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

DALAM PENANGANAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP

SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI

TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh

KARTIKA NUNI

NIM. 141000552

PRORAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

DALAM PENANGANAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT DI PUSKESMAS RAWAT INAP

SIPORI-PORI KOTA TANJUNG BALAI

TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masayarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

KARTIKA NUNI

NIM. 141000552

PRORAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

i

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

ii

Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal: 11 April 2019

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Juanita, S.E., M.Kes.

Anggota : 1. dr. Rusmalawaty, M.Kes.

2. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

iii

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

iv

Abstrak

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan yang

terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada

kesehatan anak usia 0-5 tahun secaran menyeluruh. Salah satu penyakit yang

ditangani dengan pendekatan MTBS yaitu Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA). Pada tahun 2016 diagnosa penderita ISPA di Puskesmas Rawat Inap

Sipori-Pori yaitu sebanyak 898 kasus dari 2.110 balita, dengan jumlah cakupan

MTBS mencapai 371 kasus (41,31%) dan pada tahun 2017 diagnosa penderita

ISPA di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yaitu sebanyak 1.390 kasus dari 2.124

balita, dengan jumlah cakupan MTBS mencapai 430 kasus (30,93%). Penelitian

ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui secara jelas

dan lebih mendalam tentang pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit

ISPA di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori. Metode pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Informan dalam

penelitian ini berjumlah 9 orang yang terdiri dari Kepala Puskesmas Rawat Inap

Sipori-Pori, 2 Petugas kesehatan MTBS, 4 ibu balita penderita pneumonia dan 2

ibu balita penderita bukan pneumonia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

pelaksanaann MTBS dalam penanganan ISPA belum berjalan dengan lancar. Hal

ini ditandai dengan alur pelaksanaan MTBS yang tidak sesuai dengan modul

MTBS, penilaian dan klasifikasi balita sakit tidak dilakukan secara keselurahan,

masih kurangnya sarana prasarana dan peralatan untuk pelaksanaan MTBS dan

masih kurangnya tenaga kesehatan yang terlatih MTBS. Selain itu kepatuhan ibu

dalam pelaksanaan MTBS dalam perawatan balita dirumah belum terlaksana

dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian diharapkan pihak Puskesmas Rawat

Inap Sipori-Pori membina petugas kesehatan yang belum terlatih MTBS sehingga

mampu melaksanakan MTBS sesuai modul MTBS. Melengkapi sarana dan

prasaran sehingga pendekatan MTBS dapat berjalan dengan baik.

Kata kunci : Pelaksanaan, MTBS, ISPA, balita

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

v

Abstract

Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) is an integrated approach to

childhealth that focuses on the well-being of the whole child. One of the illnesses

handled by IMCI is Acute Respiratory Infection (ARI). IN 2016 there are 898

cases of ARI from 2.110 children in Rawat Inap Sipori-Pori Public Health Center

with coverage of IMCI reach 371 cases (41,31%) and then 2017 there are 1.390

cases of ARI from 2.124 children in Rawat Inap Sipori-Pori Public Health Center,

with coverage of IMCI reach 430 cases (30,93%). This qualitative study aims to

find out in-depth implementation of IMCI in handling Acute Respiratory Infection

(ARI) in Rawat Inap Sipori-Pori Public Health Centre. Data collected by

observation, in-depth interviews and documentation. Informants in this study

amounted to 9 people which are the head of Rawat Inap Sipori-Pori Public

Health Center, 2 health workers of IMCI, 4 mothers of children who are

pneumonia and 2 mothers of children who are not pneumonia. The results of this

study shows theimplementation of IMCI in handling ARI is not executed properly.

The implementation of IMCI is not in accordance with the module of IMCI,

assessment and classification of IMCI is not implemented for the whole child,

there is still a lack of infrastructure andequipment for implementing IMCI and

there is still a lack of skilled health workers. In addition the compliance of mother

in the implementation of IMCI for ill children is not done properly. Based on the

results of the study, it is expected for Rawat Inap Sipori-Pori Public Health

Center to improve the skills of health workers by IMCI training for better case

management in health facilities inaccordance to IMCI modules and to provide

facilities to support the implementation of IMCI.

Keywords: Implementation, IMCI, ARI, children

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

vi

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit dalam Penanganan Penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota

Tanjung Balai Tahun 2018”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan

untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta Kislam dan Niati.

Terima kasih atas doa, nasihat, kasih sayang dan perhatian serta segala dukungan

dalam bentuk apapun yang telah di berikan kepada penulis setiap saat. Selama

proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes. selaku Ketua Departemen Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera.

4. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

vii

5. Dr. Juanita, S.E., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

membimbing, meluangkan waktu, memberi saran, dukungan, nasihat serta

arahan kepada penulis hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. dr. Rusmalawaty, M.Kes. selaku Dosen Penguji I skripsi yang telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi kepada

penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

7. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen Penguji II skripsi yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, arahan, serta motivasi

kepada penulis dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.

8. Seluruh dosen dan staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

9. Kepada Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori dan semua petugas MTBS

yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

Penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi

ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada

kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, April 2019

Kartika Nuni

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

viii

Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i

Halaman Penetapan Tim Penguji ii

Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii

Abstrak iv

Abstract v

Kata Pengantar vi

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

Daftar Istilah xiii

Riwayat Hidup xiv

Pendahuluan 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Tujuan umum 6

Tujuan khusus 6

Manfaat Penelitian 7

Tinjauan Pustaka 8

Puskesmas 8

Fungsi puskesmas 8

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 9

Penyebab ISPA 9

Klasifikasi ISPA 9

Gejala dan tanda ISPA 10

Tatalaksana ISPA 11

Pencegahan ISPA 12

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 13

Sejarah MTBS 13

Tujuan MTBS 14

Manfaat MTBS 14

Sarana dan prasarana 14

Upaya dalam Pelaksanaan MTBS 17

Acuan Penerapan MTBS di Puskesmas 17

Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS 18

Penatalaksanaan balita ISPA dengan MTBS 19

Landasan Teori 22

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

ix

Kerangka Berpikir 23

Metode Penelitian 24

Jenis Penelitian 24

Lokasi dan Waktu Penelitian 24

Lokasi penelitian 24

Waktu penelitian 24

Subjek Penelitian 24

Definisi Konsep 25

Metode Pengumpulan Data 26

Metode Analisis Data 27

Hasil Penelitian dan Pembahasan 29

Gambaran Umum Puskesmas Rawat Inap Sipori Pori 29

Sumber Daya Manusia Kesehatan 30

Sarana dan Prasarana 31

Karakteristik Informan 32

Masukan (Input) 32

Tenaga kesehatan MTBS 32

Sarana pelaksanaan MTBS 40

Proses (Procces) 45

Alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA 45

Kepatuhan ibu dalam pelaksanaaan MTBS 57

Keluaran (Output) 60

Pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA 61

Keterbatasan Penelitian 63

Kesimpulan dan Saran 64

Kesimpulan 64

Saran 65

Daftar Pustaka 67

Lampiran 70

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

x

Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Tatalaksana Penderita Batuk atau Kesukaran Bernapas

Umur < 2 bulan

11

2 Tatalaksana Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas

Umur 2 Bulan - < 5 Tahun

12

3 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori 30

4 Sarana dan Prasarana di Puskesmas Rawat Inap Sipori-

Pori

31

5

Karakteristik Informan Penelitian 32

6 Lembar Hasil Observasi Kelengkapan Sarana MTBS 44

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

xi

Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang

tenaga kesehatan

19

2 Kerangka berpikir 23

3 Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang

tenaga kesehatan dalam penanganan ISPA

46

4

Alur pelaksanaan MTBS dalam pelaksanaan ISPA yang

diterima ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

(Informan 7)

47

5 Alur pelaksanaan MTBS dalam pelaksanaan ISPA yang

diterima ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

(Informan 7) yang diberikan oleh tenaga kesehatan

48

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

xii

Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Pedoman Wawancara 70

2 Tabel Tilik 73

3 Matriks Pernyataan Informan 76

4 Dokumentasi 84

6 Surat Izin Penelitian 85

8 Surat Selesai Penelitian

87

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

xiii

Dasftar Istilah

ASI Air Susu Ibu

DEPKES Departemen Kesehatan

DOEN Daftar Obat Esensial

IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia

IMCI Integrated Management Of Childhood Illnes

ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

KEMENKES Kementerian Kesehatan

KNI Kartu Nasihat Ibu

LPLPO Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat

LP Lembaga Pemerintah

LS Lembaga Swasta

MP-ASI Makanan Pendamping–Air Susu Ibu

PERMENKES Peraturan Menteri Kesehatan

SEARO South-East Asia Region

SP3 Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas

TDDK Tarikan Dinding Dada Bagian ke Kedalam

WHO World Health Organization

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

xiv

Riwayat Hidup

Penulis bernama Kartika Nuni berumur 23 tahun, lahir pada tanggal 30

November 1995 di Desa Kapias Batu VIII. Penulis beragama Islam, bertempat

tinggal di Desa Kapias Batu VIII Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan,

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda

Kislam dan Ibunda Niati.

Pendidikan formal penulis dimulai di sekolah dasar di SD Negeri 010009

Desa Kapias Batu VIII Tahun 2002-2008, kemudian berlanjut ke Sekolah

Menengah Pertama di SMP Negeri 8 Kota Tanjung Balai Tahun 2008-2011, dan

melanjutkan lagi ke sekolah menengah atas di SMA Negeri 5 Kota Tanjung Balai

Tahun 2011-2014, pada Tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan S1 di

Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat yang selesai pada Tahun 2019.

Medan, April 2019

Kartika Nuni

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

1

Pendahuluan

Latar Belakang

Kesehatan adalah hal terpenting yang harus selalu dijaga oleh setiap orang.

Begitu juga kesehatan pada balita, balita merupakan aset negara yang akan

membangun negara kedepannya. Apabila kesehatan balita tidak baik maka

kedepannya akan banyak balita sakit dan tidak bisa produktif dalam membangun

suatu negara. Salah satu upaya pemerintah yang telah dilakukan untuk

mengupayakan kesehatan pada balita yaitu dengan menerapkan pendekatan

MTBS sejak tahun 1997 yang bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan

dan kematian pada balita. Penerapan pendekatan MTBS dimulai dari tingkat

puskesmas yang merupakan sarana kesehatan yang paling sering dimanfaatkan

masyarakat untuk upaya kesehatan.

Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut puskesmas

merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan

lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wialayah kerja puskesmas

(Permenkes, 2014).

Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas kesehatan yang paling

diandalkan bagi masyarakat umum di Indonesia, terutama dalam pertolongan

pertama balita yang sakit. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan yang sesuai

untuk Puskesmas dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan kecacatan

pada bayi dan balita. Suatu pendekatan yang saat ini diterapkan pada sebagian

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

2

besar di Puskesmas di Indonesia tersebut dikenal dengan istilah Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Maryunani, 2014).

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan yang

terintegrasi dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia

0-59 bulan secara menyeluruh. Alur penanganan ISPA dengan MTBS dimulai

dari pendaftaran pasien kebagian registrasi kemudian pasien diarahkan ke ruang

pemeriksaan, setelah diruang pemeriksaan dokter akan bertanya keluhan pasien,

kemudian dokter melakukan pemeriksaan sembari memberikan konseling. Setelah

selesai pasien diarahkan ke apotek untuk menebus obat dan apabila pasien yang

berobat dalam keadaan pneumonia berat akan langsung dirujuk. Supaya

pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA berhasil perlu didukung oleh tenaga

kesehatan yang telah memahami bagaimana penanganan pasien dengan MTBS,

sarana dan prasarana juga harus memadai serta kepatuhan ibu balita sendiri.

Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas

maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus

maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai

saluran nafas bawah, misalnya bronkitis bila menyerang kelompok umur tertentu

khususnya bayi, anak-anak dan orang tua akan memberikan gambaran klinik yang

berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2005).

World Health Organization (WHO) memperkirakan di negara berkembang

kejadian ISPA pada balita sebesar 151,8 juta kasus ISPA per tahun, dan sekitar

13,1 juta kasus (8,7%) adalah pneumonia berat. Terdapat 15 negara dengan

prediksi kasus ISPA paling tinggi yaitu sebesar 115,3 juta kasus (74%) dari 156

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

3

juta kasus seluruh dunia. Lebih dari setengah terjadi pada 6 negara, yaitu India 43

juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladest, Indonesia dan Nigeria masing-

masing sebesar 6 juta kasus, hal ini mencakup 44% populasi anak balita di dunia

pertahun (WHO, 2012).

Indonesia pada tahun 2016 target penemuan kasus ISPA pada balita yaitu

sebesar 870.491 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani hanya sebesar

568.146 kasus (65,27%). Tahun 2017 target penemuan kasus ISPA meningkat

menjadi 965.559 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani menurun menjadi

447.431 kasus (46.34%) ( Kemenkes RI, 2017).

Provinsi Sumatera Utara tahun 2016, target penemuan kasus ISPA pada

balita yaitu sebesar 49.085 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani hanya

sebesar 7.997 kasus (16,29%). Tahun 2017 perkiraan penemuan kasus ISPA

menurun menjadi 41.908, sedangkan yang ditemui dan ditangani juga menurun

menjadi 5.398 kasus (12.88%) (Kemenkes RI, 2017).

Tahun 2016 perkiraan penemuan kasus ISPA di Kota Tanjung Balai

adalah sebesar 15.870 kasus, sedangkan yang ditemui dan ditangani sebesar 5.299

kasus (33.40%). Tahun 2017 dari 17.185 perkiraan penemuan kasus balita ISPA

yang ditemukan dan ditangani sebesar 4.420 kasus (25.72%) (Dinkes, 2017).

Tahun 2016 diagnosa penyakit di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yang

tertinggi yaitu ISPA, dengan jumlah perkiraan penemuan kasus balita ISPA

sebesar 898 kasus, dan yang ditemukan dan ditangani 371 kasus (41.31%) dengan

jumlah balita pada wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yaitu 2.110

balita, dan pada tahun 2017 jumlah perkiraan balita ISPA meningkat menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

4

1.390 kasus yang ditemukan dan ditangai 430 balita (30,93%) dengan jumlah

balita di wilayah kerja puskesmas 2.124 balita, sedangkan pada tahun 2018

jumlah perkiraan balita ISPA sebanyak 1.520 kasus yang ditangani sebanyak 620

balita (40,78%). Pada tahun 2017 Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menargetkan

balita ISPA yang akan ditangani dengan MTBS sebesar 80%, yang tercapai hanya

30.93% dan pada tahun 2018 ini Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menargetkan

pencapaian penanganan balita ISPA dengan MTBS sebesar 100% dan yang

tercapai hanya 40,78%. (Profil Kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori,

2017).

Menurut penelitian Wardani (2016) menunjukkan bahwa penerapan

MTBS yang dilaksanakan di Puskesmas Halmahera dilihat dari 3 komponen yaitu

input, proses, output untuk ketersediaan SDM sudah memenuhi standar hanya saja

jumlah petugas MTBS masih kurang, proses penerapan sudah sesuai dengan

pedoman MTBS yang telah ditetapkan oleh kementrian kesehatan, sedangkan

untuk input angka cakupan penemuan kasusnya sudah tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian Hanifa (2014), tentang penatalaksanaan

pneumonia dengan MTBS di Puskesmas Medan Denai terlihat belum berjalan

baik. Ditandai dengan tidak adanya pemberian konseling, masih kurangnya tenaga

terlatih MTBS sehingga tidak ada tim MTBS, kurangnya sarana, prasarana

dan peralatan untuk penatalaksanaan pneumonia dengan MTBS, dan tidak adanya

pendanaan untuk melaksanakan MTBS. Selain itu pengawasan dan pembinaan

yang dilakukan oleh Kepala Puskesmas Medan Denai dan Dinas Kesehatan Kota

Medan belum dilaksanakan dengan maksimal.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

5

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori merupakan salah satu puskesmas

di Kota Tanjung Balai yang melaksanakan pendekatan MTBS. Hasil survei

peneliti, Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori berada diposisi ke 1 dari 8 puskesmas

yang ada di Kota Tanjung Balai yang memiliki angka perkiraan penemuan kasus

balita ISPA tertinggi. Berikut adalah urutan 3 puskesmas yang angka perkiraan

penemuan kasus balita ISPA tertinggi yaitu Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

sebesar 1.390 kasus, yang ditemukan dan ditangani dengan MTBS yaitu 430

kasus (30,93%), Puskesmas Datuk Bandar perkiraan penemuan kasus balita ISPA

yaitu sebesar 1.310 kasus yang ditemukan dan ditangani yaitu 425 (32,44%),

dan puskesmas semula jadi perkiraan kasus balita ISPA yaitu sebesar 1.225 kasus

yang ditemukan dan ditangani yaitu 400 (32,65%).

Berdasarkan wawancara singkat saat survei awal saya dengan petugas

pelaksanaan MTBS, dikatakan bahwa pelaksanaan MTBS dilaksanakan oleh 2

orang petugas kesehatan yang terdiri dari 1 orang dokter dan 1 orang bidan, pasien

balita sakit yang datang setiap hari nya sekitar 30-40 orang dan setengah nya atau

sekitar 25 per hari nya adalah pasien ISPA, sehingga pelaksanaan MTBS tidak

dilaksanakan berdasarkan bagan MTBS. Selain itu, sarana prasarana di puskesmas

kurang memadai seperti tidak adanya timer ISPA, alat penghisap lendir, regulator

oksigen, kartu KNI dan ruang khusus pelaksanaan MTBS, petugs tidak pernah

mendapat pelatihan serta petugas tidak memberikan konseling kepada semua ibu

balita yang berobat.

Penatalaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA di Puskesmas Rawat

Inap Sipori-Pori dilakukan pada balita pneumonia berat, balita pneumonia

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

6

dan balita bukan pneumonia. Berdasarkan wawancara singkat dengan petugas

di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori balita yang menderita pneumonia dan bukan

pneumonia akan diperiksa serta diberi obat, dan konseling tentang pola asuh balita

sakit di rumah tidak diberikan kepada semua ibu balita dikarenaka pasien balita

sakit ISPA yang cukup banyak setiap harinya sekitar 25 pasien, sedangkan pada

pneumonia berat akan langsung dirujuk.

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

bagaimana Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam

penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, masalah yang akan dibahas dalam

penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Mengetahui bagaimana pelaksanaan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut

(ISPA) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018.

Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Untuk melihat alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA

di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

7

2. Untuk mengetahui bagaimana cara petugas dalam menerapkan MTBS saat

pemeriksaan balita sakit.

3. Untuk melihat kelengkapan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan MTBS

dalam penanganan ISPA di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.

4. Untuk mengetahui pola asuh dalam melakukan perawatan balita sakit

di rumah.

Manfaat Penelitian

Mengenai manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Tanjung

Balai mengenai pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam

penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

2. Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi Puskesmas Rawat Inap

Sipori-Pori tentang pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) saat

melakukan evaluasi serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan

keputusan tentang bagaimana pelaksaan MTBS untuk menurunkan angka

kesakitan balita.

3. Sebagai bahan literatur bagi penelitian yang berhubunngan dengan

pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan

penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).

4. Sebagai tambahan informasi yang akan memperkaya kajian dalam Ilmu

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

8

Tnjauan Pustaka

Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat serta upaya kesehatan perseorangan pada tingkat

pertama dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif sehingga

tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah

kerja puskesmas (Permenkes, 2014).

Fungsi puskesmas. Adapun fungsi dari puskesmas adalah sebagai berkut:

1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan

masyarakat dan analisis kebutuhan pelayana yang diperlukan.

2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.

3. Melaksanakan komunikasi, informasi edukasi dan pemberdayaan masyarakat

dibidang kesehatan.

4. Menyelenggarakan masyarakat untuk mengidentifikasikan dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap perkembangan masyarakat yang bekerjasama

dengan sektor lain yang terlait.

5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat.

6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas.

7. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.

8. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses mutu

dan cakupan pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

9

9. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat termasuk

dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan

penyakit (Permenkes, 2014).

Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernapasan akut adalah radang akut saluran pernapasan

atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, maupun

riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA yang mengenai saluran

nafas bawah, misalnya bronkitis bila menyerang kelompok umur tertentu

khususnya bayi, anak-anak dan orang tua akan memberikan gambaran klinik yang

berat dan jelek dan sering kali berakhir dengan kematian (Alsagaff, 2005).

Penyebab ISPA. ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri maupun

riketsia, sedangkan infeksi bakterial sering merupakan penyulit ISPA yang

disebabkan oleh virus, terutama bila ada epidemi atau pandemi. Penyulit bakterial

umumnya disertai keradangan parenkim (Alsagaff, 2005).

Klasifikasi ISPA. Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :

Pneumonia berat. Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah kearah

dalam pada anak usia 2 bulan sampai <5 tahun. Untuk anak berusia <2 bulan,

diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi

pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat

pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam.

Pneumonia. Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas.

Diagnosis gejala ini berdasarkan umur. Batas frekuensi napas cepat pada anak

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

10

berusia dua bulan sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit dan untuk anak usia 1

sampai <5 tahun adalah 40 kali per menit.

Bukan pneumonia. Mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang

tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan

adanya tarikan dinding bagian bawah ke arah dalam (Widoyono, 2008).

Gejala dan tanda ISPA. Gejala dan tanda ISPA diantara nya:

Gejala ISPA. Gejala penyakit ISPA biasanya didahului dengan infeksi

saluran nafas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam,

menggigil, suhu tubuh meningkat yang dapat mencapai 40°c, sesak nafas, nyeri

dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga

hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang

nafsu makan, dan sakit kepala (Misnaldiarly, 2008).

Tanda ISPA. Menurut Widoyono (2008) tanda-tanda ISPA adalah sebagai

berikut:

1. Anak umur <2 bulan

a. Pneumonia berat

Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat atau adanya napas

cepat 60x/menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia

Tidak ada TDDK kuat dan tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari

60x per menit.

2. Anak umur 2 bulan sampai < 5 tahun

a. Pneumonia berat

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

11

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

b. Pneumonia

Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam, ada napas cepat

2 bln - <12 bln : >50x/menit ,1 thn - < 5 thn : > 40x/menit.

c. Bukan pneumonia

Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (TDDK), tidak

ada napas cepat :2 bl - < 12 bl : < 50 x/menit,1 thn - < 5 thn : < 40x/menit.

Tatalaksana ISPA

Pola tatalaksana penderita ISPA yang dipakai dalam pelaksanaan

pengendalian penyakit ISPA yang diterbitkan WHO Tahun 1988 yang telah

mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia (Depkes, 2008).

Tabel 1

Tatalaksana Penderita Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur < 2 Bulan

Klasifikasi Tanda Tindakan

Pneumonia berat Tarikan dinding dada bagian

bawah kedalam yang kuat

atau adanya napas cepat

60X/menit

1. Rujuk segera ke RS

2. Beri 1 dosis antibiotik

3. Obati demam, jika ada

4. Obati whezing, jika ada

Batuk bukan

Pneumonia

Tidak ada TDDK kuat dan

tidak ada napas cepat,

frekuensi napas kurang dari

60X/menit

1. Memberi ASI lebih

sering

2. Membersihkan lubang

hidung jika

mengganggu pemberian

ASI

3. Anjurkan Ibu untuk

kembali kontrol jika:

a. Pernapasan menjadi

cepat atau sukar

b. Kesulitan minum

ASI

c. Sakitnya bertambah

parah

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

12

Tabel 2

Tatalaksana Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur 2 Bulan - < 5 Tahun

Klasifikasi Tanda Tindakan

Pneumonia berat Tarikan dinding dada

bagian bawah ke

dalam (TDDK)

1. Rujuk segera ke rumah sakit

2. Beri 1 dosis antibiotik

3. Obati demam, jika ada

4. Obati wheezing, jika ada

Pneumonia Tidak ada tarikan

dinding dada bagian

bawah ke arah dalam

(DDK).

Ada napas cepat

2 bln - <12 bln :

>50x/menit

1 thn - < 5 thn : >

40x/menit

1. Nasihati ibunya untuk

tindakan perawatan di rumah

2. Beri antibiotik selama 3 hari

3. Anjurkan ibu untuk kontrol 2

hari atau lebih cepatbila

keadaan memburuk

4. Obati demam, jika ada

5. Obati wheezing, jika ada

Batuk bukan

pneumonia

Tidak ada tarikan

dinding dada bagian

bawah ke arah dalam

(TDDK).

Tidak ada napas cepat

:2bl-<12bl: < 50x/mnt

1. Bila batuk > 3minggu, rujuk

2. Nasihati ibu untuk tindakan

perawatan di rumah.

3. Obati demam, jika ada

4. Obati wheezing, jika ada

Pencegahan ISPA

Menurut Maryunani (2010) secara umum dapat dikatakan bahwa cara

pencegahan ISPA adalah :

a. Hidup sehat

b. Cukup gizi

c. Menghindari polusi udara

d. Pemberian imunisasi lengkap

e. Perbaikan lingkungan pemukiman

f. Peningkatan pemerataan cupan kualitas pelayan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

13

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of

Childhood Illnes (IMCI) merupakan suatu manajemen yang menggunakan

pendekatan terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di

pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi,

status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang

diberikan (Wijaya, 2009). Manajemen terpadu balita sakit adalah suatu

pendekatan yang terintergrasi dalam tatalaksana balita sakit pada anak usia 0-59

bulan secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan

teteapi suatu pendekatan atau cara penatalaksanaan balita sakit. Konsep

pendekatan MTBS yang pertama kali diperkenalkan WHO merupakan suatu

bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan

angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita dinegara-negara

berkembang (Mayunani, 2014).

Sejarah MTBS. Tahun 1996 WHO memperkenalkan startegi MTBS di

Indonesia. Pada tahun 1997 Depkes RI bekerja sama dengan WHO dan Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan adaptasi modul MTBS WHO. Modul

tersebut digunakan dalam pelatihan pada bulan November 1997 dengan pelatihan

dari SEARO. Penerapan MTBS di Indonesia berkembang secara bertahap dan

update modul MTBS dilakukan secara berkala sesuai perkembangan program

kesehatan di depkes dan ilmu kesehatan anak melalui IDAI.

Hingga akhir tahun 2009, penerapan MTBS telah mencakup 33 provinsi,

namun belum seluruh puskesmas mampu menerapkan karena berbagai sebab yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

14

belum adanya tenaga kesehatan di puskesmasnya yang sudah terlatih MTBS,

sudah ada tenaga kesehatan terlatih tetapi sarana dan prasarana belum siap, belum

adanya komitmen dari pimpinan puskesmas. Menurut data laporan rutin yang

dihimpun dari dinas kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan

nasional program kesehatan anak tahun 2010, jumlah puskesmas dikatakan sudah

menerapkan MTBS hingga akhir tahun 2009 sebesar 51,55% (Maryunani, 2014).

Tujuan MTBS. MTBS bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan di unit rawat jalan fasilitas kesehatan dasar, yang pada gilirannya

diharapkan mempercepat penurunan angka kematian dan kesakitan bayi

dan balita, untuk mengurangi kematian, penyakit dan kecacatan, dan untuk

meningkatkan pertumbuhan peningkatan dan pengembangan antara anak-anak

di bawah usia lima tahun (Depkes, 2008).

Manfaat MTBS. Menurut Maryunani (2014) adapun manfaat penerapan

MTBS di negara-negara berkembang, yaitu:

1. Menurunkan angka kematian balita.

2. Memperbaiki status gizi.

3. Meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

4. Memperbaiki kinerja petugas kesehatan.

5. Memperbaiki kualitas pelayanan dengan lebih murah.

Sarana dan prasarana. Menurut Maryunani (2014) adapun sarana dan

prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS di Puskesmas adalah:

1. Ruang khusus MTBS

2. Formulir MTBS

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

15

3. Kartu nasihat ibu

4. Alat untuk pemeriksaan yang terdiri dari:

a. Timer ISPA

b. Tensi meter dan manset anak

c. Infuse set dengan wing needles no 23 dan no 25

d. Semprit dan jarum suntik; 1 ml ; 2,5 ml ; 5 ml ; 10 ml

e. Timbangan bayi

f. Thermometer

g. Kasa/kapas

h. Pipa lambung ( nasogastirc tube-NGT)

i. Alat penumbuk obat

j. Alat pengisap lendir

5. Obat yang digunakan dalam MTBS adalah obat yang sudah lazim ada dan

termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan

Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di

Puskesmas. Adapun obat-obat nya adalah:

a. Kotrimoksazol tablet dewasa, kontrimoksazol tablet anak atau sirup

kontrimoksazol

b. Sirup amoksilin atau tablet amoksilin

c. Kaplet ampisilin

d. Kapsul tetrasilin

e. Tablet asam nalidiksat

f. Tablet klorokuin

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

16

g. Tablet primakuin

h. Tablet sulfaduksin pirimetamin

i. Tablet kina

j. Tablet nistatin

k. Tablet parasetamol atau sirup

l. Tablet pirantel pamoat,

m. Suntikan kloramfenikol

n. Suntikan gentamisin

o. Suntikan penisilin prokain

p. Suntikan ampisilin

q. Suntikan kinin

r. Suntikan fenobarbital

s. Diazepam suppositoria

t. Diazepam injeksi (3 mg dan 10 mg)

u. Gentian violet (sebelum digunakan harus diencerkan menjadi 0,25% atau

0,5% sesuai kebutuhan)

v. Vitamin A 200.000 IU atau vitamin A 100.000 IU

w. Aquabides untuk pelarut

x. Oralit 200 cc

y. Cairan infuse Na Cl 0,9 %, cairan infuse ringer laktat, cairan infuse

dextrose 5 %

z. Gliserin

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

17

Upaya dalam Pelaksanaan MTBS

Untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan

kematian bayi dan balita di Indonesia, maka pada pelaksanaan MTBS dilakukan

upaya preventif, promotif dan kuratif sebagai berikut (Maryunani, 2014).

1. Upaya preventif (merupakan pencegahan penyakit), perbaikan gizi.

2. Upaya promotif (berupa konseling), seperti konseling gizi, konseling

pemberian ASI, konseling pemberian vitamin A.

3. Upaya kuratif (pengobatan), merupakan penanganan secara langsung pada

balita terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita

yang sakit, seperti ISPA, diare, malaria, campak, demam berdarah, masalah

telinga dan masalah gizi.

Acuan Penerapan MTBS di Puskesmas

Adapun sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS, adalah

sebagai berikut (Maryunani, 2014).

1. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 10 orang per hari pelayanan

MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh balita sakit.

2. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 11-20 orang per hari,

berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan balita sakit pada tahap

awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh balita sakit

mendapat pelayanan MTBS.

3. Puskesmas yang memiliki kunjungan balita sakit 21-50 orang per hari,

berikanlah pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan balita sakit pada tahap

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

18

awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh balita sakit mendapat

pelayanan MTBS.

Penyesuaian Alur Pelayanan MTBS di Puskesmas

Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas adalah waktu

pelayanan menjadi lebih lama. Guna mengurangi waktu tunggu bagi balita sakit,

perlu dilakukan penyesusaian alur pelayanan untuk memperlancar pelayanan.

Penyesuaian alur pelayanan balita sakit disusun dengan memahami langkah-

langkah pelayanan yang diterima oleh balita sakit. Langkah-langkah tersebut

adalah sejak penderita datang hingga mendapatkan pelayanan yang lengkap

meliputi :

1. Pendaftaran

2. Pemeriksaan, konseling dan pemberian kode diagnosa dalam SP3

3. Pemberian tindakan (rujuk/pulang)

4. Pemberian obat

Puskesmas yang memiliki jumlah kunjungan balita sakit banyak perlu

melakukan penyesuaian alur pelayanan untuk menghindari keluhan pengunjung

karena lamanya waktu tunggu. Setiap langkah kegiatan dilakukan oleh satu orang

petugas kesehatan. Bila perlu, dilaksanakan oleh beberapa orang petugas

kesehatan yang memiliki kompetensi berbeda. Sebelum melakukan penyesuian

alur pelayanan, petugas kesehatan lain (yang belum dilatih MTBS) harus

mendapat informasi umum mengenai MTBS dan tugas yang menjadi tanggung

jawabnya (Maryunani, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

19

Gambar 1. Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang tenaga

kesehatan

Penatalaksanaan balita ISPA dengan pendekatan MTBS. Adapun

penatalaksaan balita ISPA dengan pendekatan MTBS dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Seorang balita sakit datang keruangan pemeriksaan dan ditangani dengan

pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang dilatih MTBS.

2. Petugas memakai tool yang disebut algoritma MTBS untuk melakukan

penilaian atau pemeriksaan, yakni dengan cara:

Pendaftaran + memberi formulir

MTBS + family folder

Pemberian obat

Petugas 2, di ruang periksa melakukan

seluruh langkah sejak

- Pengukuran suhu badan

- Penimbangan berat badan

Petugas 3, di ruang periksa melakukan

seluruh langkah pemeriksaan hingga

konseling

Petugas 4,diluar ruang periksamelakukan

pemberian kode diagnosa SP3

Petugas lima, di apotek

Tindakan yang diperlukan

dapat dilakukan oleh petugas

yang berbeda

Rujuk Pulang

Datang Petugas 1, diloket: Mengisi formulir

MTBS (Identitas dan status kunjungan)

Pemerikasan (memeriksa dan

membuat klasifikasi, identifikasi

dan pengobatan

Konseling (cara pemberian obat

di rumah, kapan kembali,

pemberian makanan)

Pemberian kode diagnosa dalam

SP3

Tindakan yang diperlukan:

(pengobatan pra rujukan dan

imunisasi)

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

20

1. Menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan

memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :

a. Apakah anak bisa minum/menyusu?

b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

c. Apakah anak menderita kejang ?

2. Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak

letargis/tidak sadar?

3. Setelah itu petugas kesehatan akan mengklasifikasi semua gejala berdasarkan

hasil tanya-jawab dan pemeriksaan,yaitu dengan menanyakan keluhan utama,

antara lain :

a. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

b. Apakah anak demam?

c. Memeriksa status gizi

d. Memeriksa anemia

e. Memeriksa status imunisasi

f. Memeriksa pemberian vitamin A

g. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

4. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, petugas akan mengklasifikasi

keluhan/penyakit anak, setelah itu menentukan jenis tindakan/pengobatan

yang telah ditetapkan dalam penilaian/klasifikasi.

5. Kemudian petugas memberikan konseling kepada Ibu balita tentang:

a. Cara pemberian obat oral di rumah

b. Cara mengobati infeksi lokal di rumah

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

21

c. Ajuran pemberian ASI dan makanan selama anak sakit maupun dalam

keadaan sehat

d. Menasehati ibu kapan harus kembali kepada petugas kesehatan.

6. Tindak lanjut yaitu setiap anak harus kembali ke petugas kesehatan setelah 2

hari untuk kunjungan ulang dengan syarat :

a. Jika frekuensi panas atau nafsu makan tidak membaik, beri antibiotik

pilihan kedua untuk pneumonia. Sebelum petugas memberi antibiotik

kedua, tanya ibu apakah anak minum antibiotiknya selama 2 terakhir.

b. Jika anak minum antibiotik, atau dosis yang diberikan terlalu rendah atau

terlalu jarang, obati lagi dengan antibiotik yang sama. Beri satu dosis

didepan petugas kesehatan dan cek apakah ibu tahu cara memberi obat

di rumah. Bantu ibu untuk mengatasi masalahnya seperti membujuk anak

untuk minum obat jika anak menolak.

c. Jika anak telah mendapatkan antibiotik dengan benar namun tidak

membaik, ganti dengan antibiotik pilihan kedua untuk pneumonia.

d. Jika anak telah mendapat antibiotik dan petugas tidak punya antibiotik lain

yang sesuai, rujuk anak ke rumah sakit.

7. Menentukan tindakan/pengobatan pra rujukan. Bila anak memerlukan rujukan

segera, harus cepat ditentukan tindakan yang paling dibutuhkan dan segera

berikan. Tindakan penting pra rujukan adalah sebagai berikut :

1. Beri dosis pertama antibody yang sesuai

2. Beri dosis pertama vitamin A

3. Cegah agar gula darah tidak turun

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

22

4. Beri dosis pertama suntikan atibiotik

5. Beri dosis pertama parasetamol jika demam tinggi

6. Beri ASI dan lauratan oralit. Sebelum merujuk lakukan

tindakan/pengobatan pra rujuk. Tindakan/pengobatan pra rujukan

diperlukan untuk menyelamatkan kelangsungan hidup anak. Sebelum

melakukan tindakan/pengobatan pra rujukan petugas meminta persetujuan

orang tua.

8. Rujukan hal yang dilakukan tenaga kesehatan sebelum merujuk anak ke

rumah sakit adalah :

a. Menjelaskan tentang pentingnya rujukan dan meminta persetujuan untuk

membawa anaknya ke rumah sakit.

b. Menghilangkan kekhawatiran ibu dan membantu untuk mengatasi setiap

masalahnya.

c. Menulis surat rujukan untuk dibawa ke rumah sakit dan memberi tahu ibu

untuk memberikannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit.

d. Memberi ibu insrtuksi dan peralatan yang diperlukan untuk merawat anak

selama perjalanan ke rumah sakit.

Landasan Teori

Prinsip keberhasilan dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun 2018 dapat dilihat

melalui beberapa indikator, yaitu masukan (input), proses (process), dan keluaran

(output) Alsagaff, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

23

Kerangka berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka berpikir

Input

1. Tenaga

kesehatan

2. Sarana MTBS

Process

1. Alur MTBS:

Pendaftaran

Pemeriksaan

Konseling

Pemberian kode

diagnosa

Tindakan yang

diperlukan

(rujuk/pulang)

Pemberian obat

2. Kepatuhan Ibu

Output

Penanganan

semua balita

ISPA dengan

MTBS

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

24

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.

Pendekatan kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk menyelidiki,

menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari

pengaruh sosial yang tidak bisa dijelaskan, diukur, atau digambarkan melalui

pendekatan kuantitatif (Saryono, 2013).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-

Pori Kota Tanjung Balai, dengan pertimbangan :

1. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai menerapkan MTBS

dalam penanganan balita ISPA.

2. Semakin meningkatnya jumlah kasus ISPA dari tahun ke tahun di wilayah

kerja Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori.

Waktu penelitian. Waktu penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari

Tahun 2018 yang diawali dengan survei pendahuluan sampai dengan selesai.

Subjek Penelitian

Adapun subjek dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala puskesmas Sipori-Pori = 1 orang

2. Penanggung jawab MTBS = 2 orang

3. Ibu balita yang datang ke puskesmas yang anaknya menderita ISPA= 6 orang.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

25

Penentuan informan dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive

sampling. Teknik purposive sampling yaitu bahwa dalam penentuan sampel

berdasarkan pertimbangan tertentu dimana informan ini adalah orang-orang yang

terlibat secara langsung terhadap permasalahan yang sedang diteliti (Saryono,

2013).

Definisi Konsep

Dalam penelitian pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA

pada balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Tahun 2018, yang dapat

dirumuskan dalam definisi konsep sebagai berikut :

Masukan (input). Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

MTBS dalam penanganan ISPA agar dapat berjalan dengan baik yang meliputi:

1. Tenaga MTBS adalah tenaga kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan

dan telah menerapkan MTBS dalam pelaksanaan MTBS pada balita yang

menderita ISPA dan memberikan konseling bagi ibu balita.

2. Sarana adalah segala sesuatu yang digunakan dalam pencapaian pelaksanaan

manajemen terpadu balita sakit, yaitu: obat-obatan, alat pemeriksaan,

formulir MTBS, kartu nasihat ibu (KNI), dan ruangan khusus untuk MTBS.

Proses (process) merupakan langkah-langkah yang harus dijalankan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan, meliputi:

1. Alur pelaksanaan MTBS dimulai dari:

a. Pendaftaran ( pasien melakukan pendaftaran dibagian loket).

b. Pemeriksaan (memeriksa tanda bahaya umum dan membuat klasifikasi,

identifikasi pengobatan).

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

26

c. Konseling (petugas memberi konseling tentang pemberian obat

dirumah, pola asuh di rumah, dan kapan harus kembali).

d. Pemberian kode diagnosa dalam SP3 (petugas memberikan kode pada

hasil pemeriksaan dalam SP3).

e. Pemberian tindakan (rujuk/pulang).

f. Pemberian obat (petugas memberikan resep obat yang sesuai dengan

kebutuhan pasien).

2. Kepatuhan ibu di rumah adalah perawatan ibu di rumah yaitu pemberian obat,

menghabiskan obat, pemberian makanan dan ASI dan upaya pencarian

pertolongan kasus balita sakit serta kunjungan ulang.

Keluaran (output). adalah semua balita sakit ISPA yang ditangani dengan

MTBS

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu :

Wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview)

adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan proses

tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara

(Saryono, 2013).

Observasi. Observasi merupakan informasi yang diperoleh dari ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu,

dan perasaan untuk menjawab pertanyaan dan melakukan pengukuran terhadap

aspek tertentu dan melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

27

(Saryono, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan observasi

bagaimana alur MTBS yang dilaksanakan di lokasi penelitian, bagaimana petugas

melaksanakan MTBS, bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana untuk

pelaksanaan MTBS serta bagaimana pola asuh yang dilakukan ibu balita ISPA di

rumah.

Dokumentasi. Merupakan pengumpulan data dengan cara mengumpulkan

sumber- sumber data, dokumen, laporan puskesmas, serta referensi buku-buku

penelitian yang berhubungan dengan monitoring pelaksanaan MTBS dalam

penanganan penyakit ISPA.

Metode Analisis Data

Menurut Miles (2014) analisis data yang dilakukan dalam penelitian

kualitatif adalah:

Mereduksi data. Mereduksi data dengan melakukan proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan trasformasi data

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data dilakukan

selama pengumpulan data dan selanjutnya membuat ringkasan, mengkode,

menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo.

Penyajian data. Dalam penyajian data dilakukan pengumpulan informasi

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data yanng digunakan dalam penelitian ini

berbentuk matriks.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

28

1. Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Penarikan kesimpulan menurut Miles (2014) hanyalah sebagian dari satu

kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan dan verifikasi selama

penelitian berlangsung dengan cara tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan

atau dengan peninjauan kembali serta upaya dalam menempatkan salinan suatu

temuan dalam seperangkat data yang lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

29

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Gambaran Umum Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori merupakan salah satu puskesmas yang

ada di kota Tanjung Balai. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori terletak di wilayah

Kecamatan Teluk Nibung tepatnya di jalan besar Sipori-Pori, Kelurahan Kapias

Pulau Buaya ± 1 Km dari jalan utama, dikenal dengan Jalan Teluk Nibung kota

Tanjung Balai.

Luas wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori adalah 571 Ha,

yang terdiri dari 2 kelurahan dan 13 lingkungan dengan jumlah penduduk sebesar

18.682 jiwa yang terdiri dari 9332 (50.1%) jiwa penduduk wanita dan 9350

(40.9%) jiwa penduduk laki-laki. Wilayah Puskesmas Rawat Iniap Sipori-Pori

umumnya dataran rendah berada di 0-3 M di atas permukaan laut dengan batas

wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten

Asahan.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Air Joman Kabupaten Asahan.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sei Kepayang Barat Kabupaten

Asahan.

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sei Tualang Raso Kota

Tanjung Balai.

Sumber Daya Manusia Kesehatan

Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

maka diperoleh data tenaga kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

30

Tanjung Balai sebanyak 26 orang, dengan rincian yang dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut:

Tabel 3

Tenaga Kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah

Dokter umum 2 orang

Dokter gigi 1 orang

Tenaga kesehatan masyarakat 3 orang

Tenaga kesehatan lingkunngan 1 orang

Tenaga gizi 1 orang

Perawat 7 orang

Bidan 8 orang

Farmasi 1 orang

Tenaga kesehatan penunjang 2 orang

Jumlah 26 orang

Berdasarkan tabel 3 tersebut diketahui bahwa sumber daya manusia

kesehatan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai yang paling

banyak ialah bidan yakni sebanyak 8 orang, perawat sebanyak 7 orang, tenaga

kesehatan masyarkat sebanyak 3 orang, dokter umum dan tenaga penunjang

kesehatan masing-masing sebanyak 2 orang, kemudian dokter gigi, tenaga

kesehatan lingkungan, tenaga gizi, dan farmasi yakni masing-masing sebanyak

1 orang, sehingga seluruh sumber daya manusia kesehatan di Puskesmas Rawat

Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai berjumlah 26 orang.

Sarana dan Prasarana

Adapun sarana dan prasarana gedung di Puskesmas Rawat Inap Sipori-

Pori Kota Tanjung Balai dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

31

Tabel 4

Sarana dan Prasarana di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

Fasilitas Jumlah

Ruang Unit Gawat Darurat (UGD) 1

Ruang kepala puskesmas 1

Ruang kartu 1

Ruang poli umum 1

Ruang rawat inap 4

Ruang KIA/KB 1

Ruang bersalin 1

Ruang poli gigi 1

Ruang obat/apotek 1

Ruang laboratorium 1

Gudang 1

Kamar mandi 3

Berdasarkan tabel 4 tersebut diketahui bahwa sarana dan prasarana gedung

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori tahun 2017

terdiri dari: 1 ruang UGD, 1 ruang kepala puskesmas, 1 ruang kartu, 1 ruang poli

umum, 4 ruang rawat inap, 1 ruang KIA/ KB, 1 ruang bersalin, 1 ruang poli gigi,

1 ruang obat/ apotek, 1 ruang laboratorium, 1 gudang dan 3 kamar mandi.

Karakteristik Informan

Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan prinsip-

prinsip kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian dan kecukupan. Prinsip dimana

informan dalam peneltian ini dipilih berdasarkan pengetahuan dan berdasarkan

kesesuaian dengan permasalahan penelitian ini dimana informan tersebut

bertanggung jawab langsung memberikan pelayanan kesehatan. Prinsip kedua

yaitu kecukupan dimana informan yang dipilih mampu menggambarkan

dan memberikan informasi yang cukup mengenai permasalahan penelitian ini.

Adapun informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

32

Tabel 5

Karakteristik Informan Penelitian

Nama Informan Jenis

Kelamin

Umur

(Tahun) Pendidikan Jabatan

Hemat Sinulingga,

S. Kep

L 45 S1.

Keperawatan

Kepala

puskesmas

dr. H. Acep

Mukhtar

L 51 S1

Kedokteran

Tenaga kesehatan

MTBS

Wilda Wati, Amd.

Keb.

P 36 DIII

Kebidanan

Tenaga kesehatan

MTBS

Halimah P 41 SMP Ibu dengan balita

menderita bukan

pneumonia

Linda P 39 SMA Ibu dengan balita

menderita bukan

pneumonia

Sumiati P 43 SD Ibu dengan balita

menderita bukan

pneumonia

Rahmayani P 29 SMA Ibu dengan balita

menderita bukan

pneumonia

Fitriana P 27 SMA Ibu dengan balita

menderita

pneumonia

Ningsih P 25 SMP Ibu dengan

balita menderita

pneumonia

Masukan (Input)

Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS dalam

penanganan ISPA agar dapat berjalan dengan baik yang meliputi:

Tenaga kesehatan MTBS. Pada pelayanan MTBS di puskesmas, petugas

puskesmas berperan dalam menentukan kelancaran dan pelaksanaan langkah-

langkah dari MTBS tersebut. Oleh karena itu seluruh petugas puskesmas perlu

memahami MTBS dan perannya untuk mempelancar penerapan MTBS. Petugas

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

33

puskesmas tersebut antara lain: bidan, perawat, petugas imunisasi, petugas

pengelola SP2TP, maupun petugas loket (Depkes RI, 2006).

Salah satu faktor keberhasilan suatu program adalah tersedianya sumber

daya manusia yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas.

Sumber daya manusia merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi

perencanaan dan pelaku aktif dari segi aktifitas organisasi. Dukungan sumber

daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan MTBS yang

berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas tentunya harus dipersiapkan

terlebih dahulu, petugas yang akan terlibat dalam program tersebut diberikan

pelatihan, adapun tujuan dari pelatihan adalah agar diperoleh petugas yang

professional dalam melakukan pelayanan berbasiskan pendekatan MTBS yang

berupa tindakan pencegahan dan pengelolaan penyakit balita secara efektif dan

terpadu.

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Sumber daya manusia puskesmas

terdiri atas tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan (Permenkes RI, 2014).

Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan

yang mencukupi dalam jumlah, kuantitas dan kualitasnya, serta terdistribusi

secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan.

Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan awal pemicu dari tingkah

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

34

laku termasuk tingkah laku dalam bekerja. Pengetahuan yang baik tentang

pekerjaan akan membuat seseorang menguasai bidangnya. Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas/tingkatan, secara garis besar dapat dibagi

dalam enam tingkatan pengetahuan, yaitu :

Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang tahu apa yang dipelajari antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek

atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya dapat

menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

(sebenarnya) misalnya dapat menggunakan prinsip- prinsip siklus pemecahan

masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari

kasus yang diberikan.

Analisis (analysis). Analisis merupakan suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.

Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

35

keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.

Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden, kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2012).

Hasil wawancara mengenai pengetahuan informan mengenai MTBS

di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori sebagai berikut :

“MTBS itu manajemen terpadu bayi sakit, itu mengobati bayi yang sakit

supaya menjadi lebih sehat. Disini sudah cukup lama berjalan MTBS ini.

Saya juga baru beberapa tahun disini jadi saya kurang tahu juga

bagaimana MTBS sebelumnya. Kalau sekarang ya itu masi berjalan.

Disini ada dokter dan bidan petugasnya.” (Informan 1)

“MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, mtbs ini kan banyak ya, salah

satunya itu gizi buruk, banyak faktor yang menyebabkan balita gizi buruk,

misalnya penyakit kronis, asupan kalori. Salah satu mtbs itu kan ISPA

juga. Disini rata-rata pasien balita nya sakit ISPA dek, terus diare juga

lumayan. Jujur ya dek, saya juga belum sempat membaca modul MTBS

ini, dulu kan belajarnya waktu kuliah, sekarang udah agak lupa, karna

kan saya lebih ke medisnya aja”. (Informan 2)

“MTBS manajemen terpadu balita sakit, belum mengerti juga dek, yang

kakak tau itu buat nangani balita sakit, nanti itu ada pertanyaan-

pertanyaan buat ibu nya, tapi kakak kurang paham sebetulnya soalnya

kan belum ada pelatihan, ada Ini modul MTBS, tapi belum saya pelajari

juga banyak juga kerjaan kakak yang lain dek.”(Infroman 3)

“MTBS? Apa ya dek? Kakak gak tau.” (Informan 4)

Berdasarkan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa untuk

pengetahuan mengenai MTBS kurang dipahami oleh informan, terutama petugas

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

36

kesehatan. Petugas kesehatan belum ada mengikuti pelatihan, sehingga petugas

kesehatan kurang mengerti dengan MTBS. Berdasarkan pernyataan diatas juga

dapat diketahui bahwa ibu balita tidak mengetahui mengenai MTBS, hal ini secara

langsung berdampak pada cara ibu melakukan perawatan anak sakit dirumah

dan upaya pencegahan anak sakit dan tertular penyakit.

Sejalan dengan penelitian Ainiyah (2017) tentang hubungan tingkat

pengetahuan ibu tentang ISPA denga sikap ibu tentang pencegahan penularan

ISPA pada bayi 0-12 bulan di Puskesmas Pandaan mengatakan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA dengan

pencegahan penularan ISPA pada bayi usia 0-12 bulan, karena dengan

pengetahuan dan sikap yang baik akan berdampak pada perilaku sehat.

Tenaga kesehatan dalam pelaksanaan MTBS merupakan tenaga kesehatan

yang sudah dilatih, tenaga kesehatan dengan keterampilan dengan kemampuan

untuk menilai tanda bahaya umum, pemeriksaan batuk,demam, pemeriksaan berat

badan, pemeriksaan status imunisasi, menanyakan kepada pengantar terkait

pemberian ASI dan makanan tambahakan, memberikan terapi yang benar. Juga

parameter konseling yang meliputi penentuan waktu merujuk, pemberian terapi

antibiotik oral yang diresepkan secara benar, pemberian nasehat untuk memberi

cairan tambahan dan meneruskan memberi makan kepada balita.

Hasil wawancara dengan informan mengenai kecukupan petugas MTBS

adalah sebagai berikut ini:

“Untuk tenaga kesehatan sendiri itu cukuplah dek, satu pemegang

program dan satu dokter”. (Informan 1)

“Untuk tenaga kesehatan kurang ya dek, dari skillnya kurang karena gak

pernah dapat pelatihan mungkin ya, jumlahnya juga kurang. Kami itu

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

37

diruangan cuma ber 2 sering kewalahan kami dek itulah kami sering

langsung periksa pasien saja. Ya paling tidak ditambah 1 orang lagi

cukupla dek. Tapi kalau ngambil petugas bagian lain juga gak bisa dek,

karena orang itu juga banyak kerjaannya. Pernah kami sampaikan ke

Kapus nya minta tambah petugas dibagian ruangan ini tapi sampai

sekarang belum ada, disini ya dek jumlah penduduk di Rawat Inap Sipori

Pori ini sangat banyak dek”. (Informan 2)

“Tenaga kesehatan kurang ya, saya banyak pegang program ya dek, gak

cuma satu, ada juga yang lain, apalagi buat laporan dek, aduh pening kali

saya buat laporan itu”. (Informan 3)

“Tenaga kesehatan cukup lah dek”. (Informan 6)

“Petugas nya sedikit ya, soal nya ngantri lama dek pasien

banyak”.(Informan 7)

Berdasarkan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa tenaga kesehatan

masih kurang. Petugas kesehatan terdiri dari satu orang penanggung jawab MTBS

dan satu orang dokter. Keterangan dari petugas mengatakan perlunya penambahan

petugas minimal 1 orang untuk membantu pelaksanaan MTBS, dan selama ini

petugas MTBS melakukan tugas rangkap yaitu tugas selain tugas pokoknya

sebagai tenaga pelayanan MTBS. Informasi dari ibu balita juga menyatakan

bahwa pasien sangat banyak sehingga harus menunggu lama untuk berobat.

Upaya kesehatan membutuhkan sumber daya manusia yang memadai karena

kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan akan memberikan dampak

kepada derajat kesehatan dan itu sangat tergantung pada tersedianya tenaga yang

terlatih.

Sejalan dengan penelitian Zainuri (2017) mengatakan bahwa tidak

terlaksananya MTBS di Puskesmas Sentani dikarenakan tidak seimbangnya antara

jumlah petugas kesehatan dengan jumlah balita sakit serta petugas kesehatan

melaksanakan tugas rangkap. Belum adanya pelatihan lagi dari dinkes adapun

petugas yang terlatih pindah tugas atau melanjutkan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

38

Pernyataan tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan

peneliti kepada informan tentang pelatihan MTBS dari dinkes sebagai berikut :

“Kalau pelatihan dari dinkes selama saya menjadi kepala puskesmas

disini belum pernah, mungkin kedepannya nanti akan ada pelatihannya

untuk petugas ya dek, soalnya kan itu perlu supaya petugas tidak bingung

saat melaksanakan pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit ya”.

(Informan 1)

“pelatihan belum ada, kita itu terkadang dikasih program aja, tidak

dikasih pelatihan, jadi kita memang sejak kuliah harus berfikir holistic ya,

dulu ada petugas yang dilatih dek, tapi udah pindah tugas dan dia belum

sempat ngajarkan ke yang lain termasuk ke Saya dek”.(Informan 2)

“saya belum dilatih, dulu pernah ada pelatihan dari dinkes, tapi saya gak

bisa datang, jadi saya cari di internet modul MTBS, tapi saya juga belum

baca, belum sempat juga”. ( Informan 3)

Berdasarkan wawancara mendalam dengan informan tersebut dapat

diketahui bahwa petugas kesehatan belum ada pelatihan mengenai MTBS. Dinas

Kesehatan pernah melaksanakan pelatihan MTBS namun petugas kesehatan tidak

dapat hadir dalam pelatihan tersebut, sehingga petugas kesehatan kurang mengerti

dengan pelaksanaan MTBS. Adapun buku pedoman yang dimiliki oleh petugas

kesehatan juga belum dipelajari oleh petugas. Permasalahan lainnya yang terkait

adalah tidak bertahan lamanya tenaga kesehatan yang sudah dilatih di puskesmas,

hal ini dikarenakan tenaga kesehatan yang terlatih tersebut telah pindah tempat

lain. Persoalan perpindahan adalah tanggung jawab dinas kesehatan maupun

badan kepegawaian daerah, puskesmas tidak dapat berbuat banyak menghadapi

persoalan SDM seperti ini. Dengan berkurangnya tenaga yang terlatih

menyebabkan MTBS tidak berjalan, karena jelas MTBS harus dilaksanakan oleh

tenaga yang terampil, terlatih dan tidak semua tenaga kesehatan di latih MTBS

oleh dinas kesehatan kabupaten maupun provinsi. Pelatihan MTBS memberi

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

39

dampak terhadap pengetahuan dan keterampilan petugas dalam penanganan bayi

atau balita sakit.

Wardani (2016) juga menyatakan bahwa kompetensi tentang pelatihan

MTBS terhadap petugas kesehatan menunjukkan bahwa petugas yang dilatih lebih

baik dalam hal penanganan dari pada petugas yang tidak mendapatkan pelatihan

MTBS. Petugas kesehatan yang belum pernah dilatih masih kurang mengerti

dengan pelaksanaan MTBS. Adapun buku bagan MTBS yang dimiliki oleh

petugas di dapatkan dari internet dan belum juga dipelajari atau dibaca oleh

petugas kesehatan. Sehinggga petugas kesehatan masih kurang paham dengan

pelaksanaan MTBS.

Pelatihan perlu dilakukan dengan sasaran tenaga kesehatan untuk

mempersiapkan petugas kesehatan yang professional dalam melakukan tindakan

pencegahan dan pengelolaan penyakit balita secara efektif dan terpadu. Adapun

tujuan dari mengikuti pelatihan MTBS ialah meningkatnya pengetahuan serta

keterampilan petugas, terutama dalam menilai dan mengklasifikasikan suatu

penyakit pada bayi dan balita. Menurut departemen kesehatan tujuan dari

pelatihan MTBS adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada

perawat, bidan, dokter, petugas gizi dan tenaga kesehatan lain yang menangani

balita sakit. Kegiatan ini merupakan proses manajemen kasus di fasilitas

pelayanan kesehatan dasar seperti klinik atau balai pengobatan dan puskesmas.

Untuk mengatasi permasalahan dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM)

untuk pelaksanaan MTBS perlu adanya suatu ketentuan atau syarat yang ketat dari

pemerintah daerah, badan kepegawaian, dan dinas kesehatan bagi tenaga atau

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

40

petugas kesehatan yang akan diikut sertakan dalam pelatihan MTBS bahwa tenaga

kesehatan tersebut tidak sedang direncanakan pindah tugas dan atau melanjutkan

pendidikan, selain itu perlu adanya pengangkatan tenaga kesehatan baru untuk

menangani MTBS baik berupa tenaga kontrak maupun tenaga dari formasi Calon

Pegawai Negeri Sipil (CPNS) agar pelayanan MTBS tidak terbengkalai. Pimpinan

puskesmas perlu memperhatikan pengalokasian petugas kesehatan puskesmas

yang telah dilatih MTBS untuk khusus melakukan pelayanan MTBS agar tidak

terjadi tugas yang rangkap.

Sarana pelaksanaan MTBS. Sarana adalah segala sesuatu yang

digunakan dalam pencapaian pelaksanaan manajemen terpadu balita sakit.

Pelayanan kesehatan sering terhambat karena kurang atau tidak tersedianya sarana

perlengkapan yang dibutuhkan, untuk itu dalam menunjang pelaksanaan MTBS

diperlukan dukungan sarana prasarana yang benar-benar memadai.

Hasil wawancara mengenai sarana dan kondisi sarana MTBS di

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori kepada informan sebagai berikut :

“Sarana sudah cukup ya dan keadaannay bagus dapat digunakan, tapi

memang ada beberapa peralatan yang belum ada, kalau untuk memenuhi

sarana yang gak ada pake dana oprasional puskesmas juga gimana ya

dek, kan untuk MTBS ini tidak ada dana khusus jadi kami selalu minta

sarana apa saja yang tidak lengkap ke Dinkes setiap tahunnya. Biasanya

apa yang kami minta terpenuhi tapi ya tidak semua ya, dan kami juga kan

kalau minta sarana ke Dinkes bukan sarana buat MTBS saja, ada juga

sarana lain yang kami minta, ya mungkin nanti satu persatu akan diberi

oleh Dineks dek, yang penting kami sudah berusa.”. (Informan 1)

“Sarana tidak memadai ya, masih kurang ya, seharusnya ruangan nya

sendiri ya dek, peralatannya harus lengkap, keperluannya

juga.Seharusnya itu kan ada ruangan bermain anak dan balita yaa,

sehingga kita bisa edukasi ibunya, tapi disini saat kita mau ngasih edukasi

sama ibunya balitanya udah nangis-nangis, larian. Jadi kita gak bisa

edukasi orangtuanya gitu”. (Informan 2)

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

41

“Sarana ya, itu ruangan masih gabung sama KIA/KB dek, banyak

peralatan yang tidak ada, contohnya itu Timer ISPA itu kita gak ada jadi

kami kalau melakukan pemeriksaan pake jam tangan jadinya lebih lama

dek, kadang sempatlah balita nya nangis, tapi selebihnya ada dek, obat

juga semua ada”. (Informan 3)

“Sarana baik, cukup ya dek, ruangan bagus”. (Informan 6)

“Saya kurang tau dek, tapi saya rasa udah bagus lah tapi ya gedungnya

sempit dek,orang banyak gedungnya kecil, tengok lah dek ada yang

berdiri, anak-anak lari-larian, sempit kali”. (Informan 9)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa semua

sarana yang dibutuhkan tersebut sebagian besar telah tersedia di puskesmas,

hanya ada beberapa peralatan saja yang tidak tersedia, seperti tidak adanya timer

ISPA, alat penghisap lendir, regulator oksigen, KNI dan belum adanya ruangan

khusus MTBS, ruangan yang digunakan sekarang masih bergabung dengan

ruangan KIA/KB, sehingga pelaksanaan MTBS dalam penanganan balita sakit

kurang maksimal. Salah satu permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan

MTBS bahwa yang menjadi masalah dari segi prasarana berupa ruangan khusus

untuk penatalaksanaan bayi/balita sakit yang belum memadai dikarenakan

sempitnya ruangan yang digunakan untuk pelaksanaan MTBS serta tidak

tersedianya fasilitas bermain anak, perlu diketahui bahwa pelaksanaan MTBS

dilakukan secara bertahap yaitu penilaian, klasisifikasi penyakit, pengobatan atau

tindakan, konseling bagi ibu serta tindak lanjut sehingga membutuhkan ruangan

yang cukup banyak sesuai dengan tahapan-tahapan dalam MTBS serta

membutuhkan ruang gerak yang cukup besar, terlebih lagi ruangan MTBS harus

dilengkapi dengan ruang tunggu anak yang dilengkapi dengan mainan anak,

gambar-gambar sehingga anak menjadi lebih tenang berada di ruang MTBS dan

anak tidak mudah rewel sewaktu ditangani, hal ini akan memudahkan petugas

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

42

untuk melakukan penilaian dan tindakan dengan tepat dan cepat yang

mengakibatkan kurang maksimalnya petugas kesehatan dalam melaksanakan

tugasnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian (Pudjiastuti, 2015)

tentang analisis kepatuhan petugas puskesmas terhadap manajemen tatalaksana

MTBS yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ketersedian sarana dalam

tatalaksana MTBS di Puskesmas DKI Jakarta.

Sejalan dengan penelitian Wahyudi (2018) tentang Faktor yang

berhubungan dengan kinerja petugas kesehatan pelayanan manajemen terpadu

balita sakit di Puskesmas Kamonji Kota Palu yang menunjukkan bahwa perlunya

dilakukan pemenuhan fasilitas untuk pelayanan MTBS di Puskesmas Kamonji agar

petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan yang lebih maksimal terhadap

pelayanan MTBS.

Dalam pelaksanaan MTBS tentunya diperlukan sarana. Sarana yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA yaitu

obat-obatan, peralatan dan ruangan khusus untuk MTBS. Peralatan yang

digunakan untuk pelaksanaan MTBS antara lain timer ISPA, tensi meter atau

manset anak, timbangan bayi, thermometer, formulir MTBS dan Kartu Nasihat

Ibu (KNI). Obat-obatan yang digunakan pelaksanaan MTBS dalam penanganan

ISPA adalah obat yang sudah lazim ada seperti kotrimoksazol, amoksilin,

parasetamol dan ampisilin. Peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan suatu

program dapat menunjang kelancaran suatu program.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

43

Sarana dan prasarana yang ada di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

cukup tersedia, namun masih ada beberapa peralatan yang belum tersedia,

sehingga pelaksanaan ISPA dengan MTBS belum terlaksana dengan baik. Adapun

sarana dan prasaran yang sudah ada di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori untuk

pelaksanaan ISPA dengan MTBS yaitu timbangan bayi, thermometer, stateskop,

modul MTBS dan Formulir MTBS. Adapun sarana yang belum tersedia yaitu

ruangan khusus untuk MTBS, KNI, timer ISPA, alat pengsiap lendir dan regulator

oksigen.

Peralatan yang digunakan untuk menghitung napas masih menggunakan

jam tangan, sehingga mengakibatkan pemeriksaan menjadi lebih lama dan waktu

tunggu balita juga menjadi lama. Petugas kesehatan menggunakan jam tangan

dikarenakan alat timer ISPA tidak ada di ruangan KIA/KB untuk pelaksanaan

MTBS. Timer ISPA digunakan untuk mengukur pernapasan pada balita agar lebih

akurat. Alat pengisap lendir dan regulator oksigen juga tidak ada, sehingga pada

balita yang berdahak dan sesak napas ataupun kejang tidak bisa ditangani.

Tindakan yang dilakukan petugas kesehatan yaitu merujuk ke rumah sakit.

Pada pelaksanaan perawatan balita sakit, penggunaan modul MTBS

merupakan pedoman yang digunakan oleh tenaga kesehatan untuk memberikan

tindakan dan pengobatan bagi balita. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori modul

MTBS yang dijadikan pedoman dicari sendiri oleh petugas kesehatan lewat

internet, namun petugas belum sempat mempelajarinya dikarenakan kesibukan

lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

44

Kartu nasihat ibu diberikan oleh tenaga kesehatan pada saat konseling

yang berguna bagi ibu sebagai panduan dalam merawat balita sakit di rumah.

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori melakukan konseling kepada ibu balita secara

langsung atau lisan, ini disebabkan karena tidak tersedianya KNI sebagai

perantara dalam pemberian konseling kepada ibu.

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum memiliki ruangan khusus untuk

pelaksanaan MTBS. Saat ini penanganan ISPA pada balita dengan MTBS

dilaksanakan di ruangan KIA/KB, dimana ruangan ini juga ada pelaksanaan

KIA/KB, prolanis dan IVA. Jadi di ruangan KIA/KB ada dua petugas kesehatan

dengan tanggung jawab mengelola program yang berbeda-beda. Ruangan

pelaksanaan MTBS juga kecil/sempit, namun pasien yang banyak membuat

pasien harus ngantri dan menunggu bahkan berdiri di dekat ruangan.

Sarana yang tidak ada atau belum terpenuhi di Puskesmas Rawat Inap

Sipori-Pori dikarenakan belum adanya pemenuhan dari Dinkes Kota Tanjung

Balai. Sebenarnya kepala puskesmas sudah meminta setiap tahunnya untuk

pemenuhan sarana yang belum ada di puskesmas termasuk sarana MTBS kepada

Dinkes, hanya saja belum terpenuhi. Pihak Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

juga mengatakan sudah banyak sarana lain untuk kegiatan lain yang sudah

dipenuhi pidak dinkes walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama.

Tabel 6

Lembar Hasil Observasi kelengkapan Sarana MTBS

Sarana Yang diobservasi Ada Tidak Ada Keterangan

Alat Formulir MTBS ✓ Bagus

KNI ✓

(bersambung)

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

45

Tabel 6

Lembar Hasil Observasi kelengkapan Sarana MTBS

Sarana Yang diobservasi Ada Tidak Ada Keterangan

Timer ISPA ✓

Tensi meter dan manset

anak

✓ Bagus

Infus set ✓ Bagus

Semprit dan jarum suntik ✓ Bagus

Timbangan ✓ Bagus

Termometer ✓ Bagus

Kasa/kaoas ✓ Bagus

Pipa lambung ✓

Regulator oksigen ✓

Penumbuk obat ✓ Bagus

Penghisap lendir ✓

Obat Kontrimoksazol tablet ✓ Bagus

Kontrimoksazol sirup ✓ Bagus

Amoksilin tablet ✓ Bagus

Tablet parasitamol ✓ Bagus

Tablet albendazol ✓ Bagus

Tablet besi ✓ Bagus

Sirup ampisilin ✓ Bagus

Vitamin A ✓ Bagus

Lembar hasil observasi kelengkapan sarana MTBS (Manajemen Terpadu

Berbasis Masyarakat) dengan bagian yang diobservasi adalah alat dan obat.

Proses (Procces)

Merupakan langkah-langkah yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan, meliputi:

Alur pelaksanaan MTBS dalam Penanganan ISPA. Alur pelaksanaan

MTBS adalah semua tahapan yang harus dilakukan agar terlaksananya pendekatan

MTBS dalam penanganan ISPA dengan baik. Berikut adalah alur pelaksanaan

MTBS (Depkes, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

46

Gambar 3. Alur pelayanan MTBS yang diberikan oleh lima orang tenaga

kesehatan dalam penanganan ISPA

Hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

mengenai alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA adalah sebagai

berikut ini:

“Alur MTBS itu ya pasien datang terus kebagian registrasi buat daftar

kemudian menuju ke ruang pemeriksaan untuk diperiksa dokter setelah itu

ke apotek untuk ambil obat”. (Informan 1)

“Kalau alurnya itu dek, sebelum pasien ke ruangan ini mereka harus

daftar dulu ke ruang registrasi baru keruangan ini untuk saya obati, saya

tanya keluhan pasien pada ibu nya lalu saya periksa terus saya kasi tau

Pendaftaran

+

Memberi formulir MTBS +

Family folder

Pemberian Obat

Petugas 2, di ruang periksa melakukan

seluruh langkah sejak

- Pengukuran suhu badan

- Penimbangan berat badan

Petugas 3, di ruang periksa melakukan

seluruh langkah pemeriksaan hingga

konseling

Petugas 4,diluar ruang periksamelakukan

pemberian kode diagnosa SP3

Petugas 5, di apotek

Tindakan yang diperlukan

dapat dilakukan oleh petugas

yang berbeda

Rujuk Pulang

Datang Petugas 1, diloket: Mengisi formulir

MTBS (Identitas dan status kunjungan)

Pemerikasan ( Memeriksa dan

membuat klasifikasi, identifikasi

dan pengobatan

Konseling ( cara pemberian obat

di rumah, kapan

kembali,pemberian makanan )

Pemberian kode diagnosa dalam

SP3

Tindakan yang diperlukan:

( pengobatan pra rujukan dan

Imunisasi )

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

47

anaknya sakit apa, saya kasi tahu minum obat sampai habis kalau sudah

selesai saya kasi resep obat”. (Informan 2)

“Biasanya pasien datang langsung kebagian pendaftaran terus

ke ruangan ini saya periksa suhu dan berat badan habis itu saya serahkan

ke dokternya dek, kalau dokter selesai meriksa pasien langsung ke apotek

buat ambil obat”. (Informan 3)

“Ibu tadi kan dek sampe ke puskesmas ini terus ibu kebagian pendaftaran,

ditanya nama anak Ibu, terus ada lagi yang ditanya tapi lupa la ibu dek,

habis itukan ibu disuruh keruangan dokternya, terus di dalam itu ada

bidannya juga dek, ibu bidan nya bertanya sakit apa anak ibu, ibu jawab

demam, batuk, pilek, susah makan, terus uda berapa hari sakitnya, anak

ibu sesak tidak nafasnya, banyak jugala tadi dek yang ditanyakan gak

ingat ibu lagi. Habis itu diperiksa dokter anak ibu, dokternya kasi tau ibu

buat ngasi makan anak ibu pake sayur, tidur siang, habiskan obat, habis

itu ibu dikasi resep ibu ambil obatnya di apotek pulang ibu langsung dek”.

(Informan 6)

“Tadi sampe kakak kebagian pendaftaran kakak dek, lalu ke ruang

dokternya kakak bilang sama dokternya anak kakak demam diperiksa

dokter nya dikasi resep udah siap”. (Informan 7)

Gambar 4. Alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA yang diterima Ibu

balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori (Informan 6)

Datang Pendaftaran

di loket

Pelaksanaan

MTBS di ruang

poli KIA/KB

Pemeriksaan Fisik

(oleh tenaga pengelola MTBS)

- Pengukuran berat badan

- Pengukuran suhu badan

balita

Pengisian formulir MTBS

(oleh tenaga pengelola MTBS)

- Memeriksa tanda bahaya

umum

- Menentukan klasifikasi

Tindakan pengobatan (oleh

dokter)

- Konseling

- Penulisan resep

Pengambilan

obat Pulang

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

48

Gambar 5. Alur pelaksanaan MTBS dalam pelaksanaan ISPA yang diterima ibu

balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori (Informan 7)

Hasil alur pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA di Puskesmas

Rawat Inap Sipori-Pori yang diterima oleh kedua ibu balita menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan proses pelaksanaan alur MTBS yang diterima oleh ibu balita.

Ada ibu balita yang mengisi formulir MTBS dan ada yang tidak mengisi formulir

MTBS.

Alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS diawali dengan pendaftaran

di ruang registrasi, tenaga kesehatan di loket mengisi formulir MTBS yaitu

identitas dan status kunjungan, kemudian pasien diarahkan ke ruang pemeriksaan

yang merupakan ruangan khusus MTBS. Petugas kesehatan mulai melakukan

pengukuran suhu tubuh dan penimbangan berat badan, melakukan penilaian dan

klasifikasi penyakit dan hasil diagnosa diberi kode dalam SP3, pemberian

konseling hingga menentukan tindakan dan pengobatan yang dibutuhkan (Depkes,

2008).

Datang Pendaftaran

di loket

Tindakan pengobatan (oleh

dokter)

- Konseling

- Penulisan resep

Pelaksanaan

MTBS di Ruang

poli KIA/KB

Pemeriksaan fisik (oleh tenaga

pengelola MTBS)

- Pengukuran berat badan

- Pengukuran suhu badan

balita

Pengambilan

obat Pulang

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

49

Alur pelaksanaan ISPA dengan MTBS di Puskesmas Rawat Inap Sipori-

Pori yaitu dimulai dari balita datang ke meja registrasi untuk mendaftar, setelah

itu balita diarahkan ke ruang poli KIA/KB dimana pelaksanaan MTBS

dilaksanakan untuk dilakukan pengobatan. Dalam ruangan diukur berat badan

dan suhu badan serta dilakukan pemeriksaan lainnya guna identifikasi penyakit,

dalam ruangan yang sama balita diperiksa tanda bahaya umum serta ditanya

keluhan balita oleh petugas kesehatan, sehingga dapat menunjukkan penyakit

yang diderita oleh balita, namun tidak semua pertanyaan untuk identifikasi sakit

anak ditanyakan kepada ibu balita dan ada ibu balita yang hasil diagnosa tidak

diberi kode dikarena pasien lain yang ingin berobat juga banyak sehingga petugas

tidak sempat.

Setelah menentukan klasifikasi dan penilaian penyakit balita, dilanjutkan

dengan pemberian konseling kepada ibu balita. Konseling yang diberikan yaitu

cara pemberian obat dirumah dan cara pemberian makan dirumah oleh petugas

kesehatan. Kemudian petugas kesehatan memberikan resep obat hingga ibu balita

mengambil obat di apotek.

Pemeriksaan. Merupakan bagian dari proses alur MTBS, dimana

pemeriksaan dilakukan setelah pendaftaran pasien dibagian registrasi.

Pemeriksaan dimulai dengan melakukan penilaian yang dilanjutkan dengan

pembuatan klasifikasi yang diikuti dengan tindakan. Menilai dan membuat

klasifikasi penyakit dilakukan dengan beberapa kegiatan antara lain dengan

memeriksa tanda bahaya umum. Tanda bahaya umum dapat terjadi pada penyakit

apapun dan tidak dapat membantu menentukan jenis penyakit secara spesifik.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

50

Dengan satu tanda bahaya umum saja, belum cukup untuk menunjukan bahwa

penyakit itu berat, sehingga sebelum melakukan penilaian setiap penyakit, penting

memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti tidak bisa minum, memuntahkan

semuanya, kejang, serta tidak sadar.

Hasil wawancara mengenai pemeriksaan pada balita sakit di Puskesmas

Rawat Inap Sipori-Pori kepada informan sebagai berikut:

“Saya itu dari segi medisnya aja ya, langsung kita tanya keluhannya apa,

nanti baru tentukan tindakannya, kalau dia batuk tidak mau makan kita

obati dengan antibiotik, kalau sesuai modul MTBS jujur ya saya belum

sempat baca dan pelajari ya, tapi kalau saya ya secara medis aja

langsung diobati aja”. (Informan 2)

“Biasanya dek kalau pasien sedikit saya menanyakan beberapa poin yang

ada di algoritma MTBS tapi tidak semua karena banyak pertanyaannya,

jadi cuma beberapa aja yang kakak tanyakan tapi kalau pasien rame

kakak cuma mengisi formulir. dan timbang berat badan sama ukur suhu

badan aja”. (Informan 3)

“Tadi itu ditanya anak ibu mau ASI, mau makan, pernah kejang, banyak

lagi la tadi dek yang ditanya, terus diperiksa dikasih resep” (Informan 6)

“Ditanya kenapa, diperiksa diberi resep”. (Informan 7)

Berdasarakan hasil wawancara dengan informan dapat diketahaui bahwa

pemeriksaan pada balita sakit belum dilakukan seluruhnya, petugas kesehatan

hanya menanyakan beberapa keluhan balita sakit dan tidak menanyakan semua

point yang ada di algoritma MTBS ditanyakan.

Adapun poin-poin pertanyaan yang ada didalam algoritma MTBS yang

digunakan untuk melakukan penilaian atau klasifikasi, yaitu:

1. Menanyakan kepada orang tua/wali secara berurutan, dimulai dengan

memeriksa tanda-tanda bahaya umum seperti :

a. Apakah anak bisa minum/menyusu?

b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

51

c. Apakah anak menderita kejang ?

2. Kemudian petugas akan melihat/memeriksa apakah anak tampak

letargis/tidak sadar?

3. Setelah itu petugas kesehatan akan mengklasifikasi semua gejala berdasarkan

hasil tanya-jawab dan pemeriksaan,yaitu dengan menanyakan keluhan utama,

antara lain :

1. Apakah anak menderita batuk atau sukar bernafas?

2. Apakah anak demam?

3. Memeriksa status gizi

4. Memeriksa anemia

5. Memeriksa status imunisasi

6. Memeriksa pemberian vitamin A

7. Menilai masalah/keluhan-keluhan lain

Berdasarkan hasil penilaian tersebut, petugas akan mengklasifikasi

keluhan/penyakit anak, dan setelah itu menentukan jenis tindakan/pengobatan

yang sesuai dengan kebutuhan. Pelaksanaan pemeriksaan (klasifikasi dan

identifikasi) penyakit di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum dilaksanakan

dengan baik, dikarenakan petugas tidak menanyakan semua point yang ada

di algoritma MTBS guna menentukan diagnosa penyakit pasien.

Konseling. Salah satu upaya untuk mengetahui cara penanganan balita

sakit di puskesmas yaitu dengan memberikan konseling oleh tenaga kesehatan

kepada orang tua balita. Konseling merupakan pendekatan komunikasi

interpersonal yang sering digunakan dalam peningkatan pengetahuan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

52

perubahan sikap serta perilaku dalam bidang kesehatan. Konseling dalam

manajemen terpadu balita sakit berarti mengajari atau menasehati ibu yang

bertujuan untuk membantu memecahkan masalah, pemenuhan kebutuhan maupun

perubahan tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada informan di Puskesmas Rawat

Inap Sipori-Pori mengenai pemberian konseling kepada ibu sebagai berikut :

“Jadi kan ginikan ya, saya kasih resepkan, tapi juga saya kasih tau cara

pemberian obatnya, kasih tau cara-caranya minum obat, kasih tau jam

berapa kasih obat. Tapi banyak juga ibu nya itu mungkin gak didengarkan

kali apa kata saya jadi belum ada seminggu uda berobat lagi dengan sakit

yang sama. Kalau kayak gitu saya kasih tau pentingnya mengahabiskan

obat biar sembuh total. Tapi terkadang dek, yang nama nya kami petugas

disini cuma ber 2 sering kami kewalahan karena pasien yang antri sudah

banyak ya terkadang saya lansung periksa ajala”. (Informan 2)

“Ada saya kasih konseling, ngasih tau makan yang banyak, minum

obatnya, tidur juga, kalau obat habis dan belum sembuh datang lagi. Tapi

ya dek, inikan ruangan sempit terus yang berobat setiap harinya banyak,

anak-anak nya pun kadang rewel ada yang gak mau diem asyik kesana-

kesini jadi susah kakak ngasih konseling. Kadang kalau anaknya uda

nangis aja kakak suruh aja langsung ambil obat”. (Informan 3)

“Ada dokter ngasih konseling tadi, nyuruh anak tidur, kasih makan,

jangan main-main dulu karna penyakitnya nular, pakai masker juga

katanya. Kalau kakak apa kata dokter nya kakak lakuin la dek, tapi inila

ya anak kakak ini agak susah makan, minum obat pun payah, sering tak

habis obatnya”. (Informan 6)

“Ngk ada dek, tadi udah dikasi resep langsung disuruh ngambil obat ke

apotek, mungkin karena uda ada yang mau berobat lagi makanya cepat-

cepat”.( Informan 7)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa petugas

kesehatan memberikan konseling kepada ibu balita mengenai MTBS. Dimulai

dari cara pemberian obat dirumah dan cara pemberian makan di rumah. Tetapi ada

ibu balita yang tidak mendapat konseling baik itu tentang pemberian obat,

pemberian ASI ataupun makanan. Petugas kesehatan juga menganjurkan kepada

ibu balita untuk kembali lagi bagi penderita pneumonia ketika obat sudah habis.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

53

Adapun yang dilakukan tenaga kesehatan saat memberikan ibu balita

konseling yaitu: Menggunakan keterampilan komunikasi yang baik, mengajari ibu

cara pemberian obat oral di rumah, mengajari ibu cara mengobati infeksi lokal

di rumah, menganjurkan pemberian ASI dan makanan, menasehati ibu tentang

masalah pemberian makan pada anak, menasehati ibu kapan harus kembali

(Depkes, 2008).

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori sudah melaksanakan konseling kepada

ibu balita. Namun, tidak semua ibu balita mendapatkan koseling disebabkan oleh

masih banyak pasien yang menunggu untuk berobat juga. Beberapa hal yang

disampaikan kepada ibu balita yaitu cara pemberian obat di rumah, menasehati

ibu tentang masalah pemberian makan pada anak dan menasehati ibu kapan

kembali ke tenaga kesehatan. Petugas kesehatan juga mensehati ibu untuk

menghabiskan obat dan kembali ke puskesmas jika anak kembali sakit. Namun

banyak ibu balita yang tidak mengerti dengan yang sudah diberikan petugas

kesehatan dan ada beberapa ibu tidak melakukan apa yang dijelaskan oleh petugas

kesehatan, ada ibu yang tidak menghabiskan obat secara keseluruhan dan tidak

kembali ke puskesmas. Memberikan konseling secara terus menerus dapat

menambah pengetahuan ibu tentang pola asuh yang baik, sehingga ibu balita

mampu melakukan pola asuh yang sesuai dengan yang dianjurkan petugas

kesehatan.

Sejalan dengan penelitian Dewi (2015) yang menyatakan bahwa

pemberian konseling kepada ibu balita tentang manajemen terpadu balita sakit

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

54

dapat meningkatkan perilaku ibu dalam merawat anak demam di wilayah kerja

Puskesmas Kasihan II Bantul.

Petugas kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori menyatakan bahwa

sangat susah memberikan konseling kepada ibu balita disebabkan karena ruangan

yang sempit dan tidak adanya ruangan untuk balita bermain, sehingga pada saat

pemberian konseling kepada ibu balita kurang maksimal bahkan tidak terlaksana,

yang mana banyak balita yang menangis atau berlarian saat petugas kesehatan

memberikan konseling kepada ibu balita.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dewi (2015) yang menyatakan

bahwa proses konseling kurang maksimal akibat ibu yang membawa anak selama

proses konseling sehingga ditemukan adanya anak yang sangat rewel

dan mempersulit ibu dalam berkonsentrasi mengikuti konseling.

Untuk itu petugas kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

mengatakan perlunya penambahan petugas di ruang pemeriksaan agar proses

pelaksanaan pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit bisa cepat

dan perlunya ruangan khusus MTBS yang dilengkapi dengan ruang tunggu anak

yang dilengkapi dengan mainan anak, gambar-gambar sehingga anak menjadi

lebih tenang berada di ruang MTBS dan anak tidak mudah rewel sewaktu

ditangani, hal ini akan memudahkan petugas untuk melakukan penilaian

dan tindakan dengan tepat dan cepat yang mengakibatkan kurang maksimalnya

petugas kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.

Pengkodean hasil diagnosa. Merupakan proses pemberian kode pada

hasil yang diperoleh dari pelaksanaan pemeriksaan (identifikasi dan klasifikasi

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

55

penyakit). Dalam hal ini yang ingin diketahui peneliti apakah pengkodena hasil

diagnosa dilakukan oleh petugas di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori. Hasil

wawancara mengenai apakah dilaksanakannya pemberian kode diagnosa dalam

SP3 oleh petugas adalah sebagai berikut ini:

“Saya biasanya langsung periksa aja dek, kalau yang ngasih-ngasih kode

gitu bidannya”.(Informan 2)

“Kalau pasien banyak dek tidak sempat saya mengisinya itu, dokterpun

langsung meriksa pasien. Itukan dek gak pernah la kasih kode gitu, kakak

pun gak banyak nya kakak tanya ke ibu nya. Kalau semua ditanya terus

dikasi kode lagi tak siap-siapla dek. Sementara kerjaan kakak yang lain

masih banyak”.(Informan 3)

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa tidak dilakukannya

pemberian kode pada hasil diagnosa. Pencatatan dan pelaporan di puskesmas yang

menerapkan MTBS sama dengan puskesmas yang lain yaitu menggunakan sistem

pencatatan dan pelaporan puskesmas (SP3), adapun perubahan yang perlu

dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS ke dalam kode diagnosis dalam SP3

sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Guna pemberian kode diagnosis

dalam SP3 adalah mempermudah kerja petugas untuk menentukan serta

mengklasifikasi penyakit, menentukan tindakan/pengobatan dan tindakan

selanjutnya apabila pasien datang berobat kembali.

Sejalan dengan penelitian Radiyanti (2016) menyebutkan bahwa masih

adanya tenaga kesehatan yang belum paham akan manfaat dan tujuan pengisian

lembar MTBS, meskipun ada juga dari mereka yang sudah paham maksud dan

tujuan pengisian lembar MTBS.

Pemberian tindakan (rujuk/pulang). Merupakan tindakan yang akan

dilakukan oleh petugas kesehatan setelah melakukan pemeriksaan, konseling serta

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

56

pengkodean pada hasil diagnosa. Petugas biasanya akan melakukan tindakan

sesuai hasil pemeriksaan, dimana pasien yang menderita bukan pneumonia dan

pneumonia akan disuruh pulang dengan catatan harus melakukan kunjungan ulang

setelah 2 hari pengobatan dan untuk pasien yang pneumonia berat akan segera

dirurjuk.

Hasil wawancara mengenai pelaksanaan MTBS dalam menentukan

tindakan dan memberi obat di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori kepada

informan sebagai berikut:

“Biasanya juga untuk pasien yang diperiksa yang diberi antibiotik itu

disuruh balek, tapi kadang ada juga yang gak balek, biasanya yang balek

yang gak sembuh dek, kita suruh balek kalau obatnya udah habis tapi

belum sembuh juga. Kalau gak sembuh itu biasanya kita ganti

antbiotiknya aja. Kalau untuk kasus pneumonia berat biasanya langsung

kami rujuk karena untuk penanganan disini masih ada peralatan yang

kurang paling kami lakukan pengobatan pra rujuk, tapi untuk beberapa

bulan ini gak ada pasien pneumonia berat dek, yang banyak itu

pneumonia dan bukan pneumonia”. (Informan 2)

“Kalau pasien pneumonia kakak suruh datang lagi kalau obat sudah habis

tapi belum sembuh dan untuk pasien yang pneumonia berat biasanya kami

rujuk dek”.(Informan 3)

“Tadi juga disuruh balek lagi kalau obatnya sudah abis. Udah biasa

kesini, udah cocok juga sama obat disini, tapi kalau udah sembuh gak

balek lagi” .(Informan 6)

“Tadi gak ada disuruh balek”. (Informan 7)

Berdasarkan pernyataan informan dapat diketahui bahwa petugas

memberikan tindakan sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita. Balita yang

menderita demam dan kejang yang menunjukkan pneumonia berat langsung

dirujuk kerumah sakit, dan balita yang menderita pneumonia ringan dan bukan

pneumonia langsung diberi antibiotik dan diminta untuk kembali lagi.

Pelaksanaan pemberian tindakan (rujuk/pulang) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-

Pori sudah berjalan dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

57

Hal ini sesuai dengan penelitian Dasuki (2016) yang menyatakan bahwa

pelayanan MTBS yang standar memberikan peluang keberhasilan yang lebih

tinggi dalam kesembuhan pneumonia pada anak balita dibandingkan dengan

pelayan MTBS yang tidak standar.

Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS. Pelaksanaan MTBS sangat

diperlukan kepatuhan seorang ibu dalam pemberian obat dan makan yang baik

kepada balita untuk meningkatkan kesembuhan balita dan mengurangi risiko

terjadinya penyakit kembali. Kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku sesorang

untuk mengikuti saran medis ataupun kesehatan yang sesuai dengan ketentuan

yang diberikan. Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS dapat dilihat dari

pengetahuan ibu dalam pelaksanaan MTBS seperti pemberian obat sampai habis,

melakukan kunjungan ulang dan pola pemberian ASI dan makan kepada balita.

Hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

mengenai kepatuhan ibu balita dalam menghabiskan obat dan melakukan

kunjungan ulang sebagai berikut :

“Itu saya tanya, obat kemaren abis gak, biasanya dihabiskan tapi kadang

ada juga yang obatnya gak dihabiskan”. (Informan 3)

“Biasanya kalau demam batuknya udah sembuh, gak minum obat lagi

susah minum obat, anak ibu lasak, susah tdiur siang, makanpun tak mau

pake sayur tapi kalau jajan dek kuat kali dia minum es, bakso, makanya

batuk dia. Kalau anak kakak batuk-batuk lagi palingan kakak belikan obat

di warung dek. Karena jauh kakak kalau ke puskesmas lagi, terkadang

sembuh juga nya anak kakak minum obat warung. Jaranglah kakak bawak

anak kakak berobat ke puskesmas dek, suka nang sakit kali baru kakak

bawa kesini”. (Informan 6)

“Udah ada beberapa hari la kakak uda bawa anak kakak berobat kesini

dek, minum obat itu langsung sembuh, obat dihabiskan walau udah

sembuh. Sekarang gak mau makan dek terus masih batuk-batuk juga,

setiap kali dikasih makan itu selalu dimuntahkannya, payah makannya,

makanya kakak bawa lagi kesini, susah kakak dek kalau anak kakak sakit

karena rewel terus jadinya anak kakak”. (Informan 7)

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

58

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui masih ada ibu balita

yang tidak menghabiskan obat yang diberi oleh petugas kesehatan, tidak

melakukan kunjungan ulang saat anak belum sembuh dikarenakan jarak yang jauh

dan memberi anaknya dengan obat warung. Ada ibu balita yang menghabiskan

obat yang diberi oleh dokter dan melakukan kunjungan ulang karena anak tidak

sembuh.

Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada informan tentang

pemberian ASI dan makanan di ruamah sebagai berikut:

“ Makanannya itu kita tanya, apa makananya, banyak yang bilang nasi

pakai lauk, tapi itu lauknya ikan-ikan keci itu lo dek, kita pernah liat juga

dilapangan ya, banyak balita ini yang makanya gak bagus, mungkin

karena faktor ekonomi, kita juga gak tau ya. Kalau dari pihak puskesmas

itu ada upaya membantu pemenuhan gizi pada balita. Biasanya kalau

posyandu itu ada ibu-ibu yang punya balita dikasi roti, setau saya itu.

Orang bagian posyandu yang lebih tau detailnya itu dek” (Informan 2)

“kalau ngasih makan itu tiga kali sehari, ya makan nasi karena dia gak

biasa makan sayur, jadi makan nasi aja pake mi, anak kakak suka makan

mi. ASI juga masih kakak kaih dek”. (Informan 6)

Berdasarkan pernyataan informan tersebut dapat diketahui bahwa ibu

balita masih kurang cukup memberikan makanan yang seimbang kepada balita.

Ibu balita hanya memberikan nasi saja kepada balita. Dalam pelaksanaan MTBS

sangat diperlukan kepatuhan seorang ibu dalam menghabiskan obat dan makan

serta pemberian ASI yang baik kepada balita untuk meningkatkan kesembuhan

balita dan mengurangi resiko terjadinya penyakit kembali.

Kepatuhan mempunyai arti suatu perilaku sesorang untuk mengikuti saran

medis ataupun kesehatan yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan.

Kepatuhan ibu dalam pelaksanaan MTBS dapat dilihat dari pengetahuan ibu

dalam pelaksanaan MTBS seperti pemberian obat dan makan kepada balita.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

59

Ibu balita yang berada di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

mengungkapkan bahwa pemberian obat kepada balita tepat waktu dan memberi

makan dengan baik. Namun masih ada ibu balita yang tidak menghabiskan obat

sesuai yang diberikan petugas kesehatan, alasan ibu balita tidak lagi memberikan

obat kepada balita yaitu balita sudah agak membaik sehingga merasa tidak perlu

minum obat lain.

Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan

ibu adalah sebagai salah satu faktor yang mempermudah terhadap terjadinya

perubahan perilaku. Dalam pemberian obat kepada balita harus sesuai dengan

dosis dan anjuran dokter, sehingga balita benar-benar sembuh dan demam atau

pun batuk tidak kembali lagi untuk waktu yang dekat.

Selain pemberian obat kepada balita, ibu balita juga harus memperhatikan

makan balita. Dalam pemberian ASI di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori sudah

cukup, ibu balita memberikan ASI kepada balita dengan baik, namun ibu balita

tidak memberikan ASI eksklusif kepada balita. Menurut Kemenkes (2010) ASI

eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi tanpa tambahan makanan atau

minuman lain kecuali obat sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI kepada balita

yang sedang sakit dilakukan lebih sering dari pada biasanya sehingga mampu

mengurangi kehilangan berat badan balita dan membantu balita sembuh lebih

cepat.

Selain pemberian ASI Ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori juga

memberikan makan nasi kepada balita dengan lauk pauk, namun ada juga yang

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

60

tidak memberikan makan balita nasi dengan lauk pauk, sayuran dan buah. Tidak

ada variasi makanan yang diberikan ibu balita kepda balita. Hal ini sesuai dengan

pendapat Proverati (2015) yang menyatakan bahwa sikap keluarga dan kondisi

lingkungan sangat berperan penting dalam pemberian makan anak pada usia dini,

misalnya dengan menciptakan suasana makan yang menyenangkan.

Keluaran (Output)

Merupakan hasil dari semua balita sakit ISPA yang telah ditangani dengan

MTBS. Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori pada tahun 2017 menargetkan bahwa

balita ISPA yang akan ditangani dengan MTBS sebesar 80%. Akan tetapi pada

tahun 2017 Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum mencapai target 80% yang

tercapai yaitu 30.93% dan tahun 2018 target pencapaian 100% dan tercapai

40.78%. Informasi ini sejalan dengan hasil wawancara dengan informan

“Hasil untuk penanganan balita ISPA dengan pendekatan MTBS pada

tahun 2017 hanya 30,93% dari jumlah perkiraan kasus 1.390 dek. Belum

mencapai target ya mungkin dikarenakan beberapa hal yang adek

tanyakan tadi. Ya kedepannya kami tetap berusaha untuk memperbaiki

nya dek”. (Informan 2)

Hasil wawancara dapat dikatakan bahwa belum tercapainya target

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori dalam penanganan balita ISPA dengan MTBS

tahun 2017, hal ini dikarenakan kurangnya sarana yang memadai, kurangnya

pemahaman petugas tentang pelaksanaan MTBS dalam penanganan balita sakit

serta kurangnya kepatuhan ibu dalam menghabiskan obat, pemberian makan dan

ASI serta kunjungan ulang.

Pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA. Pelaksanaan MTBS

dalam penanganan ISPA dimulai dengan pendaftaran pasien ke bagian registrasi

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

61

kemudian masuk keruangan pemeriksaan dan petugas melakukan penilaian dan

klasifikasi balita sakit dengan menanyakan kepada ibu mengenai masalah balita,

memeriksa tanda bahaya umum, penilaian dan klasifikasi sukar bernapas dan

batuk, memeriksa status gizi, memeriksa anemia, memeriksa status imunisasi anak

dan memeriksa pemberian vitamin A (Depkes, 2008). Penilaian dan klasifikasi

penyakit harus melaksanakan pemeriksaan tanda bahaya umum. Tanda bahaya

umum dapat terjadi pada penyakit apapun dan tidak dapat membantu menentukan

penyakit secara spesifik, sehingga sebelum melakukan penilaian setiap penyakit,

penting memeriksa beberapa tanda bahaya umum seperti memuntahkan

semuanya, kejang serta tidak sadar. Pelaksanaan penilaian dan klasifikasi balita

sakit di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori belum berjalan sepenuhnya karena

petugas tidak menanyakan semua pertanyaan yang ada di algoritma MTBS.

Pelaksanaan menentukan tindakan dan memberi pengobatan di Puskesmas

Rawat Inap Sipori-Pori yaitu menetukan tindakan dari keluhan yang disampaikan

oleh ibu balita dan memberi obat sesuai dengan keluhan yang dialami oleh balita.

Balita yang menderita demam dan kejang akan dirujuk ke rumah sakit, dan balita

yang menderita pneumonia ringan dan bukan pneumonia akan diberi antibiotik

atau obat pereda tenggorokan kemudian diminta untuk kembali lagi setelah 2 hari

pengobatan.

Pelaksananaan MTBS setelah menentukan tindakan dan memberi obat

yaitu memberi konseling kepada ibu balita. Akan tetapi pada pelaksanaannya

terkadang petugas tidak sempat memberikan konseling, yang disebabkan oleh

pasien yang menunggu ingin berobat masih banyak dan juga balita yang rewel.

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

62

Dari hasil wawancara peneliti dengan informan (ibu balita) ada yang mengatkan

mendapat konseling dan ada juga yang tidak mendapatkan konseling. Ibu balita

yang tidak mendapatkan konseling akan kurang pengetahuannya dalam

melakukan perawatan balita sakit sehingga balita sering jatuh sakit lagi.

Setelah pemberian konseling dilanjutkan dengan tindak lanjut. Setiap anak

harus kembali ke petugas kesehatan setelah dua hari untuk kunjungan ulang.

Namun ada beberapa Ibu yang tidak kembali lagi ke puskesmas walaupun

anaknya belum sembuh dikarenakan jarak tempuh yang jauh dan Ibu balita juga

bekerja diluar rumah. Pada pasien yang melakukan kunjungan ulang akan dilihat

keluhan balita, jika balita semakin parah petugas memberikan antibiotik kedua.

Petugas kesehatan di Puskesmas Sipori-Pori ini yang menjalankan

pendekatan MTBS berjumlah 2 orang, dari pengakuan petugas mengatakan

perlunya penambahan petugas. Petugas juga belum pernah mendapatkan pelatihan

sehingga dalam pelaksanaan pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit

ISPA kurang maksimal, hal ini juga didukung oleh tidak lengkapnya sarana yang

digunakan untuk pelaksanaan MTBS seperti tidak adanya timer ISPA, regulator

oksigen, KNI, alat penghisap lendir.

Hasil penelitian di Puskesmas Sipori-Pori ini tentang kepatuhan ibu

dirumah menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman dan kepatuhan ibu dalam

melakukan perawatan balita sakit dirumah, seperti tidak menghabiskan obat dan

tidak membawa anakknya kembali ke puskesmas apabila keadaan belum

membaik.

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

63

Hasil penelitian tentang tercapainya target di Puskesmas Rawat Inap

Sipori-Pori dalam penanganan balita ISPA dengan MTBS tahun 2017 adalah

belum tercapainya target yang telah ditetapkan, hal ini dikarenakan kurangnya

sarana yang memadai, kurangnya pemahaman petugas tentang pelaksanaan

MTBS dalam penanganan balita sakit serta kurangnya kepatuhan ibu dalam

menghabiskan obat, pemberian makan dan ASI serta kunjungan ulang.

Keterbatasan Penelelitian

1. Peneliti terbatas dalam kegiatan mewawancarai informan-informan

tersebut karena masing-masing informan memiliki kegiatan.

2. Peneliti terbatas dalam mengatur waktu antara informan dan peneliti

sengingga hambatan ini memengaruhi kelancaran penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

64

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS) dalam penanganan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Kota Tanjung Balai Tahun

2018 dapat disimpulkan:

1. Pelaksanaan MTBS dalam penanganan penyakit ISPA di Puskesmas Rawat

Inap Sipori-Pori belum terlaksana dengan baik. Petugas tidak memberikan

konseling kepada semua ibu balita, ibu balita diminta untuk kembali ke

puskesmas, tetapi tidak semua kembali lagi setelah sembuh dan ibu balita

menghentikan pemberian obat apabila balita sudah merasa sembuh.

2. Pelaksanaan alur MTBS belum sesuai dengan standar alur MTBS, dimana

masih ada Ibu balita di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori yang tidak

mendapat konseling ketika berobat, tidak mengisi formulir MTBS hal ini

disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan dan pasien jumlah pasien yang

setiap hari nya banyak yaitu sekitar 40-50 balita sakit dan sekitar 25 ialah

pasien balita ISPA.

3. Belum memadainya sarana dan prasarana di puskesmas, seperti tidak adanya

timer ISPA, alat penghisap lendir, regulator oksigen, KNI, dan ruangan

khusus untuk pelaksanaan MTBS.

4. Kurangnnya petugas MTBS dan petugas yang ada saat ini belum

mendapatkan pelatihan MTBS, petugas masih kurang mengerti untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

65

5. menerapkan pendektaan MTBS dalam penanganan ISPA pada saat

melakukan pemeriksaan pada pasien.

6. Kepatuhan ibu dirumah dalam pelaksanaan MTBS masih kurang baik, seperti

ibu balita tidak memberikan obat sampai habis yang diberi oleh petugas

karena keadaan balita sudah membaik, tidak memberikan makanan yang

seimbang diakarenakan faktor ekonomi, dan balita yang sulit untuk makan,

dan tidak kembalinya ke puskesmas apabila balita tidak sembuh dikarenakan

ibu balita sibuk bekerja dan jarak tempuh yang jauh.

7. Hasil penanganan semua balita sakit ISPA dengan MTBS tahun 2017 belum

mencapai target 80% dan hanya mencapai angka 30,93% dikarenakan

kurangnya sarana yang memadai, kurangnya pemahaman petugas tentang

pelaksanaan MTBS dalam penanganan balita sakit serta kurangnya kepatuhan

ibu dalam menghabiskan obat, pemberian makan dan ASI serta kunjungan

ulang.

Saran

Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan pelaksanaan MTBS dalam

penanganan ISPA adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada Puskemas Rawat Inap Sipori-Pori melaksanakan

pendekatan MTBS dalam penanganan ISPA sesuai dengan alur MTBS.

2. Diharapakan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori melengkapi sarana

prasarana dan peralatan yang belum ada seperti: timer ISPA, regulator

oksigen, KNI, alat penghisap lendir, serta ruang khusus MTBS sehingga

pelaksanaan MTBS dalam penanganan ISPA lebih baik lagi.

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

66

3. Diharapakan petugas kesehatan Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

melakukan belajar mandiri dengan membaca modul MTBS yanga ada di

internet guna menambah wawasan dan membantu petugas untuk melakukan

pendeketan MTBS pada balita sakit sebelum adanya pelatihan yang diberikan

dari dinkes.

4. Diharapkan kepada ibu balita untuk mengikuti penjelasan yang diberikan oleh

petugas kesehatan seperti menghabiskan obat dan melakukan kunjungan

ulang apabila balita belum sembuh.

5. Diharapkan pihak puskesmas menambah tenaga kesehatan khususnya

dibagian pemeriksaan MTBS dalam penanganan ISPA minimal 1 tenaga

kesehatan.

6. Diharapkan pihak puskesmas memenuhi semua sarana yang belum ada dan

petugas melakukan konseling kepada semua ibu balita yang berobat agar

tercapainya target balita ISPA yang ditangani dengan pendekatan MTBS

di tahun 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

68

Daftar Pustaka

Ainiyah, N., & Handayani, D. (2017). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang

ISPA denga sikap ibu tentang pencegahan penularan ISPA pada bayi 0-12

bulan di Puskesmas Pandaan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 10(1), 60-66

Diakses dari http://journal.unusa.ac.id.

Alsagaff, H., & Mukfy, A. (2005). Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya:

Airlangga University Press

Dasuki, N. D., & Wibowo, T. (2016). Evaluasi pelayanan manajemen terpadu

balita sakit terhadap kesembuhan pneumonia pada anak. Jurnal Berita

Kedokteran Masyarakat, 26(4), 211-217. Diakses dari

http://jurnal.ugm.ac.id

Dewi, D. A. (2015). Pengaruh konseling tentang manajemen terpadu balita sakit

(MTBS) terhadap perilaku perawatan anak demam oleh ibu di wilayah

kerja Puskesmas Kasih II Bantul (Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Aisyiyah). Diakses dari dari http://repository.stika.edu/11097/

Gunawan, I. (2013). Metode penelitian kualitatif (Edisi ke-1). Jakarta: Bumi

Aksara

Hanifa, F. (2014). Analisis Penatalaksanaan pneumonia pada balita dengan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Medan Deli Kota

Medan Tahun 2014 (Skripsi, Universitas Sumatera Utara). Diakses dari

http://repository.usu.edu/11097/

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Tanjung Balai. Diakses

dari http://www.kemenkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-keseh

atan-Tanjung-Balai

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Hasil Utama Riskesdas 2018. Diakses dari

http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/materi_rakopop_

2018/Hasil%202018.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Pusat Data Dan Informasi

Kesehatan. Diakses dari http://depkes.go.id/pusatdatainformasi/2016

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Pusat Data Dan Informasi

Kesehatan. Diakses dari http://depkes.go.id/pusatdatainformasi/2017

Maryunani, A. (2010). Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta: Trans Info

Media

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

69

Maryunani, A. (2014). Pengenalan praktis MTBS (Manajemen Terpadu Balita

Sakit). Jakarta: In Media

Miles, B. M., & Huberman, A, M. (2014). Analisis data kualitatif buku sumber

tentang metode-metode baru. Jakarta: UI-Press

Misnaldiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak balita.

Jakarta: Pustaka Populer Obor

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan pengetahuan dan perilaku kesehatan.

Jakarta: PT Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2005). Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

Cipta

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan

Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis Masyarakat.

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.

Puskesmas Sipori-Pori. (2016). Profil Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Tahun

2016. Tanjung Balai

Puskesmas Sipori-pori. (2017). Profil Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori Tahun

2017. Tanjung Balai

Proverati, A., & Kusumawati, E. (2015). Ilmu gizi unuk keperawatan dan gizi

kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Radiyanti, D. C. A. (2016). Hubungan motivasi dan sikap bidan dengan

kelengkapan pengisian lembar MTBS di Puskesmas Kabupaten

Karanganyar (Skripsi, Universitas Muhammaddiyah Surakarta). Diakses

dari http://repository.ums.ac.id/handle

Saryono, A. D. (2013). Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif dalam bidang

kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika

Suryono. (2011). Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia

Wahyudi, A., Salham, M., & Kadri, A. (2018). Faktor yang berhubungan dengan

kinerja petugas kesehatan pelayanan manajemen terpadu balita sakit di

Puskesmas Kamonji Kota Palu. Jurnal Kolaboratif Sains, 1(1), 208-219.

Diakses dari http://jurnal.unismuhpalu.ac.id

Wardani, A. T. A. (2016) Analisis penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit

(MTBS) terhadap kejadian penumonia balita sakit di Puskesmas

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

70

Halmahera Kota Semarang (Skripsi, Universitas Negeri Semarang).

Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle

Widoyono. (2008). Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan

pemberantasannya. Jakarta: Erlangga

Wijaya, A. M. (2010, 25 Juni). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).

Diakses 2 Juli 2018, dari https://www.infodokterku.com>index.php.

World Health Organization. (2012). World Pneumonia Day. Geneva, Swiss:

JLIFAD

Zairuni, A. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya

manajemen terpadu balita sakit di Puskesmas Sentani Kota Kabupaten

Jayapura. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 3 (3), 115-123. Diakses

dari http://jurnal.ugm.ac.id

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

70

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Pedoman Wawancara

Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Dalam Penanganan

Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Puskesmas

Rawat Inap Sipori pori Kota Tanjungbalai Tahun 2018

A. Pertanyaan untuk Kepala Puskesmas Sipori-Pori

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan :

5. Jabatan :

II. Data Khusus

1. Apa yang Bapak ketahui mengenai MTBS?

a. Bagaimana alur pelaksanaan MTBS?

b. Siapa yang melaksanakan MTBS?

c. Apa saja penyakit yang di tangani dengan MTBS?

2. Bagaimana peran Dinas Kesehatan dalam upaya pelaksanaan MTBS

di Puskesmas?

a. Apakah ada pertemuan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan mengenai

informasi MTBS?

b. Apakah ada frekuensi pelatihan mengenai MTBS?

3. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam pelaksanaan

MTBS?

4. Sepengetahuan Bapak/Ibu Bagaimana proses penatalaksanaan ISPA dengan

MTBS di Puskesmas?

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

71

5. Terkait dengan beban kerja dan efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat

Bapak mengenai beban kerja petugas MTBS?

a. Apakah jumlah petugas MTBS sudah mencukupi?

b. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?

B. Pertanyaan untuk Informan di Puskesmas (Penanggung jawab

MTBS/petugas pelaksanaan MTBS)

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan :

5. Jabatan :

II. Data Khusus

1. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai MTBS?

2. Bagaimana penanganan yang Bapak/Ibu lakukan kepada balita yang sakit

ISPA? (dari awal datang sampai pulang)

3. Bagaimana alur pelaksanaan MTBS yang Bapak/Ibu ketahui?

4. Apa saja penyakit yang di tangani dengan MTBS?

5. Apakah ada pertemuan sosialisasi oleh Dinas Kesehatan mengenai informasi

MTBS?

Apakah Bapak/ibu pernah mendapatkan pelatihan MTBS?

6. Bagaimana dengan sarana, prasarana serta tenaga kesehatan dalam

pelaksanaan MTBS?

7. Terkait dengan beban kerja dan efisiensi kinerja, bagaimana menurut pendapat

bapak/ibu mengenai beban kerja petugas MTBS?

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

72

a. Apakah jumlah petugas MTBS yang dilatih sudah mencukupi?

b. Bagaimana kinerja petugas kesehatan selama ini?

C. Pertanyaan untuk Ibu Balita yang Anaknya Menderita ISPA

I. Data Umum

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan :

5. Jabatan :

II. Data Khusus

1. Apakah Ibu selalu membawa anak ibu berobat ke Puskesmas ketika sakit?

2. Ketika Ibu membawa balita ke puskesmas, Apakah ada petugas yang

menjelaskan tentang MTBS?

3. Sepengetahuan Ibu bagaimana alur pemeriksaan yang dilakukan selama balita

ibu berobat disini?

4. Apakah petugas yang memeriksa anak ibu ada memberikan konseling kepada

Ibu tetang tindakan apa yang harus Ibu lakukan dirumah?

3. Ketika Ibu selesai berobat, apakah petugas menyarankan ibu kembali ke

puskesmas jika ada tanda-tanda bahaya pada balita?

5. Bagaimana cara Ibu melakukan perawatan di rumah?

a. Apakah ibu memberikan obat sampai habis?

b. Apakah ibu tetap memberi Asi dan makan?

c. Apakah Ibu membawa kembali anak berobat kita sakit?

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

73

Lampira 2. Tabel Tilik

Lampiran Hasil Observasi Pelaksanaan MTBS Dalam Penanganan ISPA

di Puskesmas Sipori pori Tahun 2018

Indikator Yang Diobservasi Ya Tidak Keterangan

Alur

pelaksanaan

MTBS

Pendaftaran ✓ Semua pasien yang

berobat melakukan

pendaftaran dibagian

registrasi

Pemeriksaan

(klasifikasi dan

identifikasi penyakit)

Tidak semua ibu balita

yang berobat diberikan

pertanyaan yang ada di

algoritma MTBS, dan

tidak semua point

dipertanyakan.

Kebanyakan petugas

langsung melakukan

pemeriksaan kesehatan

Konseling ✓ Namun ada beberapa ibu

yang menyatakan tidak

mendapat konseling

ketika berobat

Kode diagnosa ✓

Tidak dilakukan karena

membutuhkan waktu

lama

Tindakan pengobatan ✓ Pasien diberikan

tindakan pengobatan

sesuai dengan keluhan

Rujukan ✓ Karena di puskesmas

belum bisa melakukan

tindakan untuk pasien

pneumonia berat

dikarenakan tidak

adanya alat seperti alat

penghisap lendir dan

regulator oksigen

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

74

Petugas

MTBS

Pengetahuan ✓ Kurangnya pemahaman

petugas tentang

pelaksanaan MTBS

Pelatihan dari dinkes ✓ Sehingga petugas kurang

terampil dalam

menerapkan pendekatan

MTBS saat menangani

balita sakit

Pemeriksaan

(Identifikasi dan

klasifikasi penyakit)

✓ Jarang dilakukan,

biasanya langsung

melakukan pemeriksaan

kesehatan

Konseling ✓ Namun tidak diberikan

kepada semua ibu balita

yang berobat

dikarenakan keterbatasan

waktu

Tindakan pengobatan ✓ Sesuai keluahan pasien

Ibu balita Membawa anaknya ke

puskesmas ketika sakit

✓ Ibu balita memanfaatkan

puskesmas dalam

mencari pertolongan

kesehatan ketika balita

sakit

Menghabiskan obat ✓ Tidak semua ibu balita

memberikan obat kepada

balita sampai habis

beralasan keadaan balita

sudah membaik

Kunjungan ulang ✓ Akibat jarak yang jauh

dan Ibu juga bekerja, ada

Ibu yang tidak membawa

anaknya kembali

berobat.Tetapi memberi

obat warung kepada

balita

Memberi makan dan

ASI

✓ Tapi dengan lauk pauk

seadanya karena faktor

ekonomi

Alat Formulir MTBS ✓ Baik

KNI ✓ Sudah diberikan saat ibu

dalam masa hamil

Ruangan khusus MTBS ✓ Keterbatasan

ruangan,sehingga

bergabung dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

75

ruangan KIA/KB

Timer ISPA ✓ Ada tapi dibagian poli

umum, dan penuturan

dari kapus sarana dan

prasarana yang belum

ada akan dianggarkan

pada tahun depan

Tensimeter dan manset

anak

✓ Bagus

Infus set ✓ Bagus

Semprit dan jarum

suntik

✓ Bagus

Timbangan ✓ Bagus

Termometer ✓ Bagus

Kasa/kapas ✓ Bagus

Pipa lambung ✓

Regulator oksigen ✓

Penumbuk obat ✓

Penghisap lendir ✓

Obat Kontrimoksazol tablet ✓ Bagus

Kontimoksazol sirup ✓ Bagus

Amoksilin Tablet ✓ Bagus

Amoksilin Sirup ✓ Bagus

Tablet Parasetamol ✓ Bagus

Tablet Albendazol ✓ Bagus

Tablet besi ✓ Bagus

Sirup Ampisilin ✓ Bagus

Vitamin A ✓ Bagus

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

76

Lampiran 3. Matriks Pernyataan Informan

Matriks Pernyataan Informan Tentang Pelaksanaan MTBS dalam

Penanganan ISPA di Puskesmas Sipori pori Tahun 2018

Matrik pernyataan informan tentang Alur MTBS di Puskesmas Rawat Inap Sipor-

Pori

Informan Pernyataan

Informan 1

Alur MTBS itu ya pasien datang terus kebagian registrasi

buat daftar kemudian menuju ke ruang pemeriksaan untuk

diperiksa dokter setelah itu ke apotek untuk ambil obat.

Informan 2 Kalau alurnya itu dek, sebelum pasien ke ruangan ini mereka

harus daftar dulu ke ruang registrasi baru keruangan ini untuk

saya obati, saya tanya keluhan pasien pada ibu nya lalu saya

periksa terus saya kasi tau anaknya sakit apa, saya kasi tahu

minum obat sampai habis kalau sudah selesai saya kasi resep

obat.

Informan 3 Biasanya pasien datang langsung kebagian pendaftaran terus

ke ruangan ini saya periksa suhu dan berat badan habis itu

saya serahkan ke dokternya dek, kalau dokter selesai meriksa

pasien langsung ke apotek buat ambil obat.

Informan 4 Kakak tadi ke bagain registrasi baru ke ruangan periksa

dikasih resep ambil obat

Informan 5 Pertama tadi kebagian registrasi, kakak daftar terus ke

ruangan dokter diperiksa. Kakak dikasih resep ambil obat di

apotek langsung pulang

Informan 6 Ibu tadi kan dek sampe ke puskesmas ini terus ibu kebagian

pendaftaran, ditanya nama anak Ibu, terus ada lagi yang

ditanya tapi lupa la ibu dek, habis itukan ibu disuruh

keruangan dokternya, terus di dalam itu ada bidannya juga

dek, ibu bidan nya bertanya sakit apa anak ibu, ibu jawab

demam, batuk, pilek, susah makan, terus uda berapa hari

sakitnya, anak ibu sesak tidak nafasnya, banyak jugala tadi

dek yang ditanyakan gak ingat ibu lagi. Habis itu diperiksa

dokter anak ibu, dokternya kasi tau ibu buat ngasi makan

anak ibu pake sayur, kalau tidak bisa beli ikan pake telur,

tidur siang, habiskan obat, habis itu ibu dikasi resep ibu ambil

obatnya di apotek pulang ibu langsung dek.

Informan 7

Tadi sampe kakak kebagian pendaftaran kakak dek, lalu ke

ruang dokternya kakak bilang sama dokternya anak kakak

demam diperiksa dokter nya dikasi resep udah siap.

Informan 8 Pertama kakak tadi daftar la dek, baru keruangan dokternya

Informan 9 Kakak kebagian registrasi lalu ke ruanganan anak buat

diperiksa

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

77

Matrik pernyataan informan tentang pengetahuan MTBS di Puskesmas Rawat

Inap Sipori-Pori

Informan Pernyataan

Informan 1

MTBS itu manajemen terpadu bayi sakit, itu

mengobati bayi yang sakit supaya menjadi lebih

sehat. Disini sudah cukup lama berjalan MTBS ini.

Saya juga baru beberapa tahun disini jadi saya

kurang tahu juga bagaimana MTBS sebelumnya.

Kalau sekarang ya itu masi berjalan. Disini ada

dokter dan bidan petugasnya

Informan 2

MTBS itu manajemen terpadu balita sakit, mtbs ini

kan banyak ya, salah satunya itu gizi buruk, banyak

faktor yang menyebabkan balita gizi buruk,

misalnya penyakit kronis, asupan kalori. Salah satu

mtbs itu kan ISPA juga. Jujur juga ya dek, saya

juga belum sempat membaca buku MTBS ini, dulu

kan belajarnya waktu kuliah, sekarang udah agak

lupa, karna kan saya lebih ke medisnya aja

Infroman 3

MTBS manajemen terpadu balita sakit, belum

mengerti juga dek, yang kakak tau itu buat nangani

balita sakit, nanti itu ada pertanyaan-pertanyaan

buat ibunya tapi kakak kurang paham juga

sebetulnya, soal nya kan belum ada pelatihan, ada

Ini buku MTBS, tapi belum saya pelajari juga

banyak kerjaan yang lain

Informan 4 MTBS? Apa ya dek? Kakak gak pernah dengar.

Informan 5 Ngk tau dek

Informan 6

Nggak taula dek apa itu, kakak pun belum pernah

dengar

Informan 7 Gak tau ibu, apa itu dek?

Informan 8 Gak tau dek, apa itu ya?

Informan 9 Gak tau dek, gak pernah dengar juga

Matriks Pernyataan Informan tentang Pemeriksaan balita sakit dengan

pendekatan MTBS dalam penilaian dan klasifikasi balita sakit

Informan Pernyataan

Informan 2

Kita itu dari segi medisnya aja ya, langsung kita

tanya keluhannya apa, nanti bila tentukan

tindakannya, kalau dia batuk tidak mau makan

kita obati dengan antibiotik, kalau sesaui modul

MTBS jujur ya saya belum baca modul MTBS,

belum sempat baca dan

pelajari ya, tapi kalau saya ya secara medis aja

langsung diobati aja

Informan 3 Itu saya serahkan ke dokter aja, saya cuma

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

78

mengisi formulir dan ukur berat badan sama

suhu badan aja

Informan 4 Ditanya sakit apa, uda berapa lama

Informan 5 Dokternya nanyak sakit apa anak ibu, terus

diperiksanya si adek

Informan 6

Tadi itu ditanya keluhannya apa, terus diperiksa

dikasih resep

Informan 7 Ditanya keluhannya apa, diperiksa diberi resep

Informan 8

Tadi ditanya keluhannya ya, demam batuk, terus

diperiksa dan diberi obat

Informan 9 Tadi cuma di tanya keluhan, diperiksa dikasih

obat karena baru pertama kali kesini kan jadi

banyak yang diurus juga tadi ya,

Matriks Pernyataan Informan Mengenai Pemberian Konseling kepada Ibu di

Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

Informan Pernyataan

Informan 2

Jadi kan ginikan ya, saya kasih resepkan,

tapi juga saya kasih tau cara pemberian

obatnya, kasih tau cara-caranya minum obat,

kasih tau jam berapa kasih obat.

Informan 3

Ada saya kasih konseling, ngasih tau makan

yang banyak, minum obatnya, tidur juga,

kalau obat habis dan belum sembuh datang

lagi

Informan 4

Ada ngasih konseling,biasanya tentang

kesehatan, kebersihan, pola makan, gizinya,

jangan merokok diruangan

Informan 5 ngasih tau kasih ASI kepada balita, ngasih

tau makan yang banyak

Informan 6

Ada dokter ngasih konseling tadi, nyuruh

anak tidur, kasih makan, jangan main-main

dulu karna penyakitnya nular, pakai masker

juga katanya

Informan 7

Nggak ada dek, tadi udah dikasih resep

langsung disuruh ngambil obat ke apotek,

mungkin karena uda da yang mau berobat

lagi makanya cepat-cepat.

Informan 8 Ada dokter bilang tadi cara ngasih obat, cara

makan dirumah

Informan 9

Tadi dokter bilang minum obat, makan

bergizi, minum susu juga,terus disuruh

datang lagi kalau masih sakit

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

79

Matriks Pernyatan Informan Mengenai Pemberian Kode Diagnosa Ke dalam SP3

Informan Pernyataan

Informan 2

Saya biasanya langsung periksa aja dek, kalau yang

ngasih-ngasih kode gitu bidannya

Informan 3

Kalau pasien banyak dek tidak sempat saya

mengisinya itu, dokterpun langsung meriksa pasien.

Itukan dek gak pernah la kasih kode gitu, kakak pun

gak banyak nya kakak tanya ke ibu nya. Kalau

semua ditanya terus dikasi kode lagi tak siap-siapla

dek. Sementara kerjaan kakak yang lain masih

banyak

Martiks Pernyataan Informan Mengenai Pelaksanaan Tindakan dan pemberian

obat di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

Informan Pernyataan

Informan 2

Biasanya juga untuk pasien yang diperiksa

yang diberi antibiotik itu disuruh balek, tapi

kadang ada juga yang gak balek, biasanya yang

balek yang gak sembuh dek, kita suruh balek

kalau obatnya udah habis ya. Kalau gak

sembuh itu biasanya kita ganti antbiotiknya

aja. Kalau untuk khusus pneumonia berat

biasanya langsung kami rujuk karena untuk

penanganan disini masih ada peralatan yang

kurang paling kami lakukan pengobatan pra

rujuk, tapi untuk beberapa bulan ini gak ada

pasien pneumonia berat dek, yang banyak itu

pneumonia dan bukan pneumonia

Informan 3

Kalau pasien pneumonia kakak suruh datang

lagi kalau obat sudah habis tapi belum sembuh

dan untuk pasien yang pneumonia berat

biasanya kami rujuk dek

Informan 4

Gak da disuruh balek dek,tadi juga buru-buru

dokternya. Anak kakak pun Cuma demam

biasanya

Informan 5

Lupa kakak dek, ada disuruh datang lagi atau

nggak

Informan 6

Tadi juga disuruh balek lagi kalau obatnya

sudah abis. Udah biasa kesini, udah cocok juga

sama obat disini, tapi kalau udah sembuh gak

balek lagi

Informan 7

Tadi gak disuruh balek, tapi biasanya kalau

sakit memang berobat kesini, semua orang Ibu

begitu dek

Informan 8 Gak disuruh balek dek, tapi biasanya kalau

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

80

masih sakit beli obat diwarung dek,Jauh kalau

ke Puskesmas lagi.

Informan 9

Disuruh dokter balek juga kalau gk sembuh, ini

baru pertama kali kesini

Matriks Pernyataan Informan mengenai Kecukupan Petugas MTBS di Puskesmas

Rawat Inap Sipori-Pori

Informan Pernyataan

Informan 1

Untuk tenaga kesehatan sendiri itu cukuplah

dek, satu pemegang program dan satu dokter

Informan 2

Untuk tenaga kesehatan kurang ya dek, dari

skillnya kurang karena gak pernah dapat

pelatihan mungkin ya, kami itu diruangan ini

cuma ber 2 sering kewalahan kami dek itulah

kami sering langsung periksa pasien saja. Ya

paling tidak ditambah 1 orang lagi cukuplah.

Tapi kalau ngambil petugas bagian lain juga gak

bisa dek, karena orang itu juga banyak kerjaan.

Pernah kami sampaikan ke Kapus nya minta

tambahan petugas dibagian ruangan ini tapi

sekarang belum ada, disini ya dek jumlah

penduduk di Rawat Inap Sipori pori ini sangat

banyak dek

Informan 3

Tenaga kesehatan kurang ya, saya banyak

pegang program ya dek, gak cuma satu, ada juga

yang lain, apalagi buat laporan dek, aduh pening

kali saya buat laporan itu

Informan 4 Cukupla dek, tadi ada dokter sama bidannya

Informan 5 Kakak rasa uda cukupla

Informan 6 Tenaga kesehatan cukup lah dek”.

Informan 7

Petugas nya sedikit ya, soal nya ngantri lama

dek pasien banyak

Informan 8

Dokter nya cukup, tapi kalau pasien banyak ya

ngantri dek

Informan 9

Petugasnya bagus, cukup la, petugasnya juga

baik

Matriks Pernyataan Informan tentang Pelatihan dari Dinkes tentang MTBS

kepada Petugas di Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

Informan Pernyataan

Informan 1

(Kapus)

Kalau pelatihan dari dinkes selama saya menjadi kepala

puskesmas disini belum pernah, mungkin kedepannya nanti

akan ada pelatihannya untuk petugas ya dek, soalnya kan itu

Universitas Sumatera Utara

Page 97: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

81

perlu supaya petugas tidak bingung saat melaksanakan

pendekatan MTBS dalam penanganan balita sakit ya

Informan 2

(Petugas

MTBS)

pelatihan belum ada, kita itu terkadang dikasih program aja,

tidak dikasih pelatihan, jadi kita memang sejak kuliah harus

berfikir holistic ya, tapi terkadang petugas suka gak nyambung,

jadi kita susah, kita pun gk sempat ngasih tau juga, jadi kita

jadi ribet karena kita yang melakukan semuanya

Informan 3

(Petugas

MTBS)

saya belum dilatih, dulu pernah ada pelatihan dari dinkes, tapi

saya gak bisa datang, jadi saya cari di internet buku MTBS,

tapi saya juga belum baca, belum sempat juga

Matriks Pernyataan Informan tentang Sarana dan Prasarana MTBS di Puskesmas

Rawat Inap Sipori-Pori

Informan Pernyataan

Informan 1

(Kepala Puskesmas)

Sarana dan prasarana sudah cukup ya, tapi memang

ada beberapa peralatan yang belum ada, kalau tidak

terpenuhi itu akan kita perbaiki/penui pada tahun

2019 nanti.

Informan 2

(Petugas kesehatan

MTBS)

Sarana dan prasaran tidak memadai ya, masih kurang

ya, seharusnya ruangan nya sendiri ya dek,

peralatannya harus lengkap, keperluannya

juga.Seharusnya itu kan ada ruangan bermain anak

dan balita yaa, sehingga kita bisa edukasi ibunya, tapi

disini saat kita mau ngasih edukasi sama ibunya

balitanya udah nangis-nangis, larian. Jadi kita gk bisa

edukasi orangtuanya gitu

Infroman 3

(Petugas

kesehatanMTBS)

Sarana dan prasarana, itu ruangan masih gabung

sama KIA/KB dek, banyak peralatan yang tidak ada,

contohnya itu Timer ISPA itu kita gak ada, ada cuma

itu buat orang poli umum

Informan 5

(Ibu balita bukan

pneumonia)

Sarana dan prasarana baik, cukup ya dek, ruangan

bagus

Informan 6

(Ibu balita bukan

pneumonia)

Sarana dan prasarna bagus, cuma itu dek, sempit,

tengok lah ini rame kali kan dek, banyak pasiennya,

sempit

Informan 7

(Ibu balita pneumonia)

Baiklah dek, bagus

Informan 8

(Ibu balita pneumonia)

Saya kurang tau dek, tapi saya rasa udah bagus lah

tapi ya gedungnya sempit dek,orang banyak

gedungnya kecil, tengok lah dek ada yang berdiri,

anak-anak lari-lari, sempit kali

Universitas Sumatera Utara

Page 98: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

82

Matriks Pernyataan Informan Mengenai Kelengkapan Alat dalam Pelaksanaan

MTBS

Informan Pernyataan

Informan 2

peralatan untuk MTBS ini masih belum memadai dek, kalau

ada pasien pneumonia berat itu harus dirujuk ya dek,

soalnyakan oksigennya belum ada, maksudnya nebul tidak

ada, oksigen tidak ada regulator, nebulizernya juga gak ada,

untuk kartu nasihat ibu itu kita juga gak ada,

Informan 3

dulu itu belum ada formulir MTBS dek, sekarang udah ada ya,

tapi saya belum ngerti lah sama formulirnya ini, belum pelajari

juga, jadi kadang ada ngisi formulir MTBS kadang enggak dek,

KNI juga belum ada ya, timer ISPA sama alat penghisap lendir

juga gak ada

Informan 6

ada dek, tadi ada ngisi formulir gitu, ditanya-tanya makan

gimana, ada demam, ada batuk, ya itu lah tadi

Informan7 tadi gak ada ngisi formulir MTBS ya, gak tau juga itu apa

Informan 8 tadi habis daftar kakak ada bawa kertas gitu dek, baru kakak

didalam ruang periksa banyak ditanya. Kakak juga gk ngerti

kali dek

Informan 9 gak tau kakak dek, anak kakak rewel terus jadi kakak gak taula

Matriks Pernyataan Informan Mengenai pola asuh Ibu balita dalam Pelaksanaan

MTBS

Informan Pernyataan

Informan 2

Untuk memberi edukasi biasanya ibunya respon, tapi kadang-

kadang ada juga ibunya ada gangguan mungkin karena masalah

rumah tangga, suami nikah lagi, ekonomi, sehingga anaknya

yang berimbas, anak nya yang ditelantarkan jadi gak terlalu

didengarkan ibu

Informan 3

Itu saya tanya, obat kemaren abis gak, biasanya dihabiskan tapi

kadang ada juga yang obatnya gak dihabiskan, itu nanti

seminggu abis berobat balek lagi kesini

Informan 4 Kalau anak kakak sakit selalu kakak bawak ke puskesmas,

makanannya kakak kasih yang dia suka aja, karena kalau

sayuran gak mau dia, biasnyanya kalau anak kakak uda sembuh

obatnya gak pala kakak kasih lagi

Informan 5 Ini karena uda berapa hari sakit gak sembuh-sembuh kakak

bawa ke puskesmas. Biasnya kakak kasih obat yang beli

diwarung sehat. Obatnya jarang habis, anak kakak susah kali

minum obat makan pun susah kadang sampe suntuk kakak

kasih makan dia. Kakak biarkan ajala dia makan jajan dari pada

tak ada yanng dimakan nya

Informan 6 Biasanya kalau demam batuknya udah sembuh, gak minum

obat lagi, gak balek lagi kesini

Informan 7 Ini udah sering kesini dek, udah tiga kali. Minum obat itu

Universitas Sumatera Utara

Page 99: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

83

langsung sembuh, obat dihabiskan walau udah sembuh.

Sekarang gak mau makan dek, setiap kali dikasih makan itu

selalu dimuntahkannya, payah makannya

Informan 8

Udah makan nasi, minum obat sesuai yang disuruh dokter. Tapi

kalau pun masih batuk-batuk beli obat diwarung dek, jauh ke

Puskesmas lagi anak kakak juga gak ASI

Informan 9

Ini baru pertama kali kesini, baru ini demam batuk

nya yang parah. Makanannya makan yang bergizi,

minum susu juga, nanti obatnya juga dihabiskan

Matriks Pernyataan Informan Mengenai Kepatuhan Ibu Balita dalam Pemberian

Makanan di Rumah

Infroman Pernyataan

Informan 3 untuk makanannya itu kita tanya, apa makananya, banyak yang

bilang nasi pakai lauk, tapi itu lauknya ikan-ikan keci itu lo dek,

kita pernah liat juga dilapangan ya, banyak balita ini yang

makanya gak bagus, mungkin karena faktor ekonomi, kita juga

gak tau ya

Infroman 4 Susah makan dia ini dek, sampe capek la kakak bujuk dia buat

makan. Apalgi kalau uda sakit tambah payah makannya

Informan 5 Makannya agak dipaksa-paksa baru dia mau makan dek

Informan 6 kalau ngasih makan itu tiga kali sehari, ya makan nasi karena dia

gak biasa makan sayur, jadi makan nasi aja

Informan 7

sekarang gak mau makan, setiap dikasih makan itu

dimuntahkanya, biasanya makan nasi lauk, sekarang cuma

makan roti-roti itu aja

Informan 8 Udah makan nasi, tapi banyak jajan juga, banyak beli es,

makanya sering demam

Informan 9 makannya milih-milih dek, susahla makan, sepala dia mau

makan kakak kasi ikan tapi sayuran kadang-kadang mau juga

tapi baru ini dia sakit lumayan parah batuk-batuk

Matriks Pernyataan Informan Mengenai pencapaian target penanganan balita

ISPA dengan MTBS

Informan Pernyataan

Informan 1 Itu ya dek, kami gagal mencapai target dek, yang kami target

kan itu 80% tapi yang kami capai 30,93% saja

Informan 2 Hasil untuk penanganan balita ISPA dengan pendekatan MTBS

pada tahun 2017 hanya 30,93% dari jumlah perkiraan kasus

1.390 dek. Belum mencapai target ya mungkin dikarenakan

beberapa hal yang adek tanyakan tadi. Ya kedepannya kami

tetap berusaha untuk memperbaiki nya dek

Informan 3 Tidak mencapai target

Universitas Sumatera Utara

Page 100: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

84

Lampiran 4. Dokumentasi

Gambar 1. Puskesmas rawat inap Sipori-Pori

Gambar 2. Wawancara dengan Kepala Puskesmas Rawat Inap Sipori-Pori

Universitas Sumatera Utara

Page 101: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

85

Lampiran 5. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 102: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

86

Universitas Sumatera Utara

Page 103: PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DALAM

87

Lampiran 8. Surat Selasai Penelitian

Universitas Sumatera Utara