Upload
lytuyen
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISIS PENGARUH GROWTH OF ASSET, PROFITABILITY, INSTITUTIONAL
OWNERSHIP, BUSINESS RISK DAN CORPORATE TAX RATE TERHADAP
STRUKTUR MODAL (Studi Komparatif Pada Non-Financial Multinational Company
dan Domestic Corporation Yang Listed di BEI Periode 2005-2009)
Disusun Oleh : Septi Dwi Perwitasari (C2A007112)
Dosen Pembimbing : Dra. Hj. Endang Tri Widyarti, MM
ABSTRACT
One of the important decision should faced by financial manager was financialdecision or capital structure. Therefore, companies must pay attention their capital structurewhich is balancing between the use of own capital and the use of debt. Considering of manyfactors can influence capital structure, then this study will examine the influence growth ofasset, profitability, institutional ownership, business risk and corporate tax rate to capitalstructure of multinational company and domestic corporation which listed in IndonesianStock Exchange in 2005-2009 period.
The method of the reseacrch is purposive sampling with the provisions of thecompanies include the financial statements during a period of study, have a positive netincome and a part of stock owned by institutional. Data analysis use linier regressionanalysis which is preceded by classic assumption of normally test, multicollinearity test,heteroscedasticity test and autocorrelation test. The hypotesis evaluation is done by use of Ftest and t test.
The t test in multinational company for growth of asset variable proved to bepositively and significant, whereas profitability (ROA) and institutional investor variableshave significant negative. Business risk and corporate tax rate variable have positively nosignificant. In domestic corporation growth of asset and corporate tax rate variables havesignificant positive and profitability (ROA) variable has significant negative. Whereasinstitutional ownership variable has negatively no significant and business risk influencepositively no significant to capital strucutre. The ammount of adjusted R square inmultinational company is 25,7 percentage and in domestic corporation is 43,1 percentage. Itmeans that dependent variable which is capital structure can be explained by fiveindependent variables, such as growth of asset, profitability (ROA), institutional ownership,business risk and corporate tax rate. While chow test showed the value of F count at 13,67which is higher than F tabel at 2,21 so that result show there is difference between thedetermonation of funding decision multinational company and domestic corporation
Keywords : Capital Structure, Growth of Asset, Profitability (ROA), InstitutionalOwnership, Business Risk and Corporate Tax Rate.
2
I. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia usaha yang semakin ketat saat ini, telah menciptakan suatu
persaingan yang semakin kompetitif antar perusahaan baik pada sektor industri maupun jasa.
Persaingan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan berkembang menjadi
perusahaan besar menjadi sebuah tantangan bagi perusahaan dalam kegiatan operasinya.
Dalam menghadapi persaingan tersebut, perusahaan dituntut untuk mempunyai keunggulan
bersaing baik dalam hal produk yang dihasilkan, sumber daya manusianya itu sendiri maupun
teknologi yang digunakan. Namun, untuk memiliki keunggulan itu semua, perusahaan
membutuhkan dana yang semakin besar pula. Untuk mengatasi ketersediaan dana yang ada,
perusahaan harus cermat dan teliti dalam mencari sumber dana yang digunakan untuk
membiayai investasi yang akan dilakukan oleh perusahaan. Kebutuhan akan dana tersebut
dapat dipenuhi dari berbagai sumber dan mempunyai jenis yang berbeda-beda.
Dalam menjalankan perusahaan, biasanya pemilik melimpahkan pada pihak lain,
yaitu manajer. Salah satu keputusan penting yang dihadapi manajer keuangan dalam
kaitannya dengan kelangsungan kegiatan operasi perusahaan adalah keputusan pendanaan.
Keputusan pendanaan yaitu suatu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi
hutang, saham preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan (Saidi, 2004).
Struktur modal diukur dengan DER (Debt to Equity Ratio) karena DER
mencerminkan besarnya proporsi antara total hutang dengan total modal sendiri. DER
menunjukkan tingkat risiko suatu perusahaan, dimana semakin tinggi rasio DER maka
semakin tinggi pula risiko suatu perusahaan, karena perusahaan lebih banyak menggunakan
unsur hutang daripada modal sendirinya dalam mendanai kegiatan operasinya. Menurut
Riyanto (2001) mengatakan bahwa struktur modal yang optimal yaitu perusahaan tidak boleh
memiliki jumlah hutang yang lebih besar daripada jumlah modal sendiri atau dengan kata lain
debt ratio tidak boleh lebih besar dari 50 persen sehingga hutang tidak lebih besar dari modal
sendiri.
Menurut Husnan (2001) multinational company adalah perusahaan yang sebagian
besar sahamnya (pemegang saham pengendali) dimiliki oleh investor asing. Sedangkan,
domestic corporation adalah perusahaan yang sebagian besar sahamnya (pemegang saham
pengendali) dimiliki oleh investor dalam negeri. Oleh sebab itu, dengan adanya perbedaan
status kepemilikan tersebut, akan terdapat perbedaan karakter dan budaya dari masing-
masing investor sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selain itu, afiliasi
3
bisnis yang kompleks dengan banyak negara dan perolehan tingkat pendapatan yang lebih
tinggi membuat struktur modal multinational company akan berbeda dengan domestic
corporation. Multinational company seharusnya lebih banyak menggunakan hutang dalam
pendanaannya dibandingkan domestic corporation (Madura, 1995).
Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan manajer dalam menentukan struktur
modal perusahaan. Menurut Weston dan Copeland (1997), struktur modal dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan penjualan, stabilitas arus kas, karakteristik industri, struktur aktiva,
sikap manajemen, dan sikap pemberi pinjaman. Dalam penelitian ini tidak akan dibahas
semua faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal perusahaan, hanya beberapa
faktor yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu growth of assets, profitability, institutional
ownership, business risk, dan corporate tax rate.
Menurut Weston dan Brigham (2001) mengatakan bahwa perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Floating
cost (biaya emisi) pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding pada emisi obligasi.
Oleh karena itu, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak
menggunakan hutang (obligasi) dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya.
Profitabilitas (profitability) merupakan variabel yang mempengaruhi struktur modal.
Dalam penelitian ini profitabilitas diwakili oleh ROA, yaitu membandingkan laba bersih
dengan total aktiva perusahaan. Menurut Weston dan Brigham (2001) mengatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat ROA yang tinggi, biasanya menggunakan hutang yang relatif
sedikit. Hal ini dikarenakan dengan ROA yang tinggi memungkinkan perusahaan untuk
membiayai kebutuhan pendanaannya dengan dana yang dihasilkan secara internal (laba
ditahan). Hubungan antara profitabilitas dengan struktur modal diprediksikan bernilai negatif
karena perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi cenderung menggunakan pembiayaan
dengan internal fund daripada dengan hutang.
Kebijakan struktur modal yang diputuskan oleh pihak manajemen sering
menimbulkan konflik terutama dengan para pemegang saham karena adanya perbedaan
kepentingan atau yang disebut agency cost. Untuk mengatasi agency cost tersebut dapat
dilakukan empat mekanisme antara lain : pertama, memberikan atau meningkatkan
kepemilikan manajemen di dalam perusahaan (insider shareholder). Kedua, meningkatkan
dividen payout ratio. Ketiga, meningkatkan pendanaan melalui hutang. Keempat, institutional
investor sebagai monitoring agent (Jensen, 1986 dalam Soesotio, 2008).
4
Moh’d et al (1998) menyatakan bahwa investor institusional merupakan pihak yang
dapat memonitor agen dengan kepemilikannya yang besar. Proporsi kepemilikan selanjutnya
akan mempengaruhi kebijakan pendanaan (tercermin dalam debt to equity ratio – DER).
Penelitian Moh’d et al (1998) memperoleh hasil bahwa institutional ownership memiliki
pengaruh yang negatif. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Wahidahwati (2002).
Risiko bisnis (business risk) juga berpengaruh terhadap struktur modal. Hal tersebut
dikarenakan risiko bisnis berkaitan dengan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya. Ketidakpastian tersebut membuat risiko bisnis yang ada
pada perusahaan berubah-ubah, sehingga struktur modal yang dihasilkan juga bervariasi.
Perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan hutang yang lebih kecil dibanding
perusahaan yang mempunyai risiko bisnis yang rendah. Hal tersebut disebabkan semakin
besar risiko bisnis, penggunaan hutang yang besar akan mempersulit perusahaan dalam
mengembalikan hutang mereka.
Corporate rate tax diukur sebagai jumlah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan per
tahun. Modigliani Miller mengatakan bahwa bila ada pajak maka perubahan struktur modal
menjadi relevan. Hal ini disebabkan karena bunga yang dibayarkan berfungsi sebagai tax
deductable yaitu beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan dan pengurangan
tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak tinggi.
II. TELAAH PUSTAKA
2.1 Struktur Modal
Struktur modal merupakan perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka
panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 2001). Maksud dari pernyataan tersebut yaitu
seberapa besar modal sendiri dan seberapa besar hutang jangka panjang yang akan digunakan
sehingga struktur modal dapat optimal. Perusahaan yang mempunyai struktur modal optimal
akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga bukan hanya
perusahaan yang memperoleh keuntungan tetapi para pemegang saham juga ikut memperoleh
keuntungan tersebut.
Struktur modal suatu perusahaan memiliki beberapa komponen yang terdiri dari
(Riyanto,2001) :
5
1. Hutang Jangka Panjang (Long Term Debt)
Hutang jangka panjang/ modal asing adalah hutang dengan jangka waktu relatif
panjang umumnya lebih dari 10 tahun dan biasanya digunakan untuk membelanjai
perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi perusahaan.
2. Saham Preferen
Saham preferen, yaitu saham yang pemegang sahamnya mempunyai beberapa
preferensi tertentu di atas pemegang saham biasa terutama dalam hal pembagian
dividen dan pembagian kekayaan.
3. Saham Biasa
Saham biasa, yaitu saham yang pemegang sahamnya akan mendapat dividen pada
akhir tahun apabila perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Sebaliknya jika
perusahaan rugi, maka tidak diperbolehkan membayar dividen.
4. Laba yang ditahan
Laba yang ditahan, yaitu keuntungan yang diperoleh perusahaan yang ditahan (tidak
dibayarkan sebagai dividen), apabila kegunaannya belum ditentukan oleh
perusahaan.
2.2 Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun
1976. Teori ini menjelaskan bahwa manajemen merupakan agen dan pemegang saham
sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas
kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Oleh sebab itu,
manajemen harus diberikan imbalan dan pengawasan yang memadai untuk dapat melakukan
fungsinya dengan baik. Kegiatan pengawasan tentu membutuhkan biaya yang disebut dengan
biaya agensi. Biaya agensi adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan
manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan
perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditur dan pemegang saham (Horne dan
Wachowicz, 1998).
2.3 The Trade Off Model
Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan merupakan hasil
trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul
sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam
struktur modal adalah menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai
akibat penggunaan hutang. Dimana sejauh manfaat dari penggunaan hutang lebih besar, maka
6
tambahan hutang masih diperbolehkan. Apabila pengorbanan atas penggunaan hutang sudah
lebih besar, tambahan hutang tidak diperbolehkan. Trade off theory telah mempertimbangkan
berbagai faktor, seperti corporate tax, biaya kebangkrutan dan personal tax dalam
menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih struktur modal tertentu (Husnan, 2000).
2.4 Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 sedangkan penamaan
pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Donaldson melakukan studi
mengenai bagaimana perusahaan menetapkan struktur modal mereka. Perusahaan
menetapkan urutan pendanaan berdasarkan preferensi mereka (Mutamimah, 2003). Urutan
pendanaan yang dilakukan perusahaan akan ditunjukan berikut ini :
1. Perusahaan lebih menyukai internal financing.
2. Perusahaan menyesuaikan target dividend payout ratio terhadap peluang investasi
mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis.
3. Kebijakan dividen yang “sticky” ditambah fluktuasi profitabilitas dan peluang
investasi yang tidak dapat diprediksi, berarti bahwa terkadang aliran kas internal
melebihi kebutuhan investasi namun terkadang kurang dari kebutuhan investasi.
4. Jika pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan
sekuritas yang paling aman yaitu dimulai dengan penerbitan hutang, convertible bond,
dan alternatif yang terakhir adalah saham.
Perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan dari modal internal, yaitu dana yang
berasal dari aliran kas, laba ditahan dan depresiasi. Pendanaan secara internal lebih disukai
karena pendanaan internal memungkinkan perusahaan untuk tidak perlu “membuka diri lagi”
dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa
memperoleh “sorotan dan publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru.
Pendanaan eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua
alasan, yaitu (Husnan, 2000):
1. Pertimbangan biaya emisi. Dimana biaya emisi obligasi lebih murah daripada biaya
emisi saham baru.
2. Penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama.
2.5 Pertumbuhan Asset (Growth of Asset)
Asset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan.
Peningkatan asset yang diikuti dengan peningkatan hasil operasi akan semakin menambah
7
kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan, maka menyebabkan proporsi hutang
semakin lebih besar daripada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas
dana yang ditanamkan dapat dijamin besarnya asset yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997).
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan
pada modal eksternal. Dikarenakan floating cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi
dibanding pada emisi obligasi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan
asset yang tinggi cenderung lebih banyak menggunakan hutang dibanding perusahaan yang
lambat pertumbuhannya (Kartini dan Arianto, 2008). Hal ini sesuai dengan teori struktur
modal yaitu pecking order theory.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartini dan Arianto (2008) menyatakan bahwa
pertumbuhan asset (growth of asset) berpengaruh positif terhadap struktur modal. Penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Saidi (2004) juga menyatakan bahwa growth of asset
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal. Dengan demikian
growth of assets mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal.
H1 : Growth of asset berpengaruh positif terhadap (DER) pada multinational company.
H6 : Growth of asset berpengaruh positif terhadap (DER) pada domestic corporation.
2.6 Profitabilitas (Profitability)
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode
tertentu. Keuntungan yang diraih dari investasi yang akan ditanamkan merupakan
pertimbangan utama bagi sebuah perusahaan dalam rangka pengembangan bisnisnya
(Riyanto, 2001). Profitabilitas diukur dengan menggunakan Return On Assets (ROA).
Pemilihan Return On Asset (ROA) dalam penelitian ini menurut Ang (1997) merupakan rasio
terpenting diantara rasio yang menunjukkan profitabilitas yang ada. ROA menunjukkan
kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan
keuntungan bagi investor.
Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan
hutang yang relatif kecil. Tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan
untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana yang dihasilkan secara
internal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang sangat
menguntungkan pada dasarnya tidak membutuhkan banyak pembiayaan dengan hutang, laba
ditahan perusahaan yang tinggi sudah mencukupi untuk pembiayaan perusahaan. Hal tersebut
sesuai dengan teori struktur modal yaitu pecking order theory.
8
Pecking order theory menjelaskan bahwa: (a) perusahaan menyukai internal financing
(pendanaan dari hasil operasi perusahaan berwujud laba ditahan) dan (b) apabila pendanaan
dari luar (external financing) diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang
paling aman terlebih dahulu, yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh
sekuritas yang berkarakter opsi (seperti obligasi konversi) dan baru akhirnya apabila masih
belum mencukupi, maka perusahaan menerbitkan saham baru (Saidi, 2004). Pecking order
theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam
dalam jumlah sedikit. Hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai target debt
ratio yang rendah, tetapi karena mereka memerlukan external financing yang sedikit (Husnan,
2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Sartono dan Sriharto (1999) menunjukkan bahwa
profitabiliy berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Hal serupa juga terjadi pada
penelitian yang dilakukan Sujianto (2001) menunjukkan hasil bahwa ROA mempunyai
pengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal.
H2 : Profitability berpengaruh negatif terhadap (DER) pada multinational company.
H7 : Profitability berpengaruh negatif terhadap (DER) pada domestic corporation.
2.7 Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Kepemilikan institusional mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk
mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Menurut Moh’d et al (1998)
adanya kepemilikan institusional oleh perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan
kepemilikan oleh institusi lain dalam bentuk perusahaan akan mendorong peningkatan
pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider. Semakin besar persentase saham
yang dimiliki oleh investor institusional akan menyebabkan usaha monitoring menjadi
semakin efektif, karena dapat mengendalikan perilaku opportunities manajer. Hal ini sesuai
dengan teori struktur modal yaitu agency theory.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Masdupi (2005) menyatakan bahwa institutional
ownership berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Dimana kehadiran
institusional investor dapat digunakan sebagai alat monitoring dalam rangka meminimumkan
biaya keagenan yang ditimbulkan atas pemakaian hutang (agency cost of debt). Hal serupa
juga terjadi dalam penelitian yang dilakukan oleh Moh’d et al (1998) yang menunjukkan
adanya hubungan negatif antara kepemilikan institusional terhadap struktur modal.
9
Berdasarkan uraian diatas maka institutional ownership mempunyai pengaruh negatif
terhadap struktur modal.
H3 : Institutional ownership berpengaruh negatif terhadap (DER) pada multinational
company.
H8 : Institutional ownership berpengaruh negatif terhadap (DER) pada domestic
corporation.
2.8 Risiko Bisnis (Business Risk)
Risiko bisnis merupakan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan
kegiatan bisnisnya. Menurut Brigham dan Houston (2001) risiko bisnis merupakan suatu
fungsi dari ketidakpastian yang inheren di dalam proyeksi pengembalian atas modal yang
diinvestasikan di dalam sebuah perusahaan. Secara konsep, perusahaan memiliki sejumlah
risiko yang inheren di dalam operasinya: risiko ini merupakan risiko bisnis. Perbedaan risiko
bisnis tidak hanya berasal dari satu industri ke industri yang lain saja, melainkan juga
diantara perusahaan-perusahaan di dalam suatu industri tertentu.
Perusahaan yang mempunyai stabilitas pendapatan yang tinggi akan mampu memenuhi
kewajibannya tanpa perlu menanggung suatu risiko kegagalan. Perusahaan yang mempunyai
pendapatan yang stabil akan mampu mempertahankan tingkat laba sehingga akan mampu
memenuhi kewajiban sebagai biaya tetap. Penelitian yang dilakukan oleh Masdupi (2005)
dan Mutamimah (2003) mengemukakan bahwa semakin tinggi risiko yang dihadapi suatu
perusahaan tersebut cenderung untuk mempunyai tingkat hutang yang sedikit. Sehingga
terjadi hubungan negatif antara risiko bisnis terhadap struktur modal. Hal ini sesuai dengan
teroi struktur modal yaitu trade-off theory. Dimana trade-off theory menjelaskan bahwa
semakin banyak hutang, akan menyebabkan semakin tinggi beban atau risiko yang
ditanggung perusahaan, seperti agency cost, biaya kebangkrutan dan keengganan kreditur
untuk memberi pinjaman dalam jumlah besar (Mutamimah, 2003).
H4 : Business risk berpengaruh negatif terhadap (DER) pada multinational company.
H9 : Business risk berpengaruh negatif terhadap (DER) pada domestic corporation.
2.9 Corporate Tax Rate
Menurut Weston dan Brigham (1994) bunga adalah beban yang dapat dikurangkan untuk
tujuan perpajakan (tax deductible) dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan
10
yang terkena tarif pajak tinggi. Oleh karena itu, semakin tinggi tarif pajak suatu perusahaan
maka semakin besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan atas penggunaan hutang.
Beberapa penelitian telah menghubungkan corporate tax rate terhadap sturktur modal.
Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Moh’d et al (1998) yang menemukan bahwa
corporate tax rate mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap struktur modal.
Hal ini berarti semakin besar bunga yang harus dibayar, semakin besar pula penghematan
pajak dan untuk perusahaan yang presentase hutangnya relatif kecil, pengaruh pajak juga
relatif kecil atau bahkan tidak ada (Margaretha, 2003). Hal ini sesuai dengan teori struktur
modal yaitu trade-off theory. Berdasarkan uraian diatas maka corporate tax rate berpengaruh
positif terhadap struktur modal.
H5 : Corporate tax rate berpengaruh positif terhadap (DER) pada multinational
company.
H10 : Corporate tax rate berpengaruh positif terhadap (DER) pada domestic
corporation.
2.10 Multinational Company dan Domestic Corporation
Menurut Husnan (2001) multinational company adalah perusahaan yang sebagian besar
sahamnya (pemegang saham pengendali) dimiliki oleh investor asing. Sedangkan, domestic
corporation adalah perusahaan yang sebagian besar sahamnya (pemegang saham pengendali)
dimiliki oleh investor dalam negeri. Oleh sebab itu, dengan adanya perbedaan status
kepemilikan tersebut,akan terdapat perbedaan karakter dan budaya dari masing-masing
investor sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selain itu, afiliasi bisnis
yang kompleks dengan banyak negara dan perolehan tingkat pendapatan yang tinggi
membuat struktur modal multinational company akan berbeda dengan domestic corporation.
Dimana perusahaan multinasional seharusnya lebih banyak menggunakan hutang dalam
pendanaannya dibandingkan perusahaan domestik.
Penelitian yang dilakukan Burgman (1996) menunjukkan bahwa perusahaan
multinasional memiliki target hutang dalam struktur modal yang lebih kecil dibandingkan
dengan perusahaan domestik. Hal ini dikarenakan adanya agency cost of debt yang lebih
tinggi menyebabkan perusahaan multinasional memiliki hutang yang lebih rendah. Hal
tersebut juga didukung oleh penelitian Vera et al (2005) dan Husnan (2001).
H11 : Terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh variabel growth of asset,
profitability, institutional ownership, business risk dan corporate tax rate dalam
11
menentukan kebijakan struktur modal antara multinational company dan
domestic corporation.
Kerangka Pemikiran Teoritis
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pemilihan Populasi, Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh non-financial Multinational Company
dan Domestic Corporation yang Listed di BEI periode 2005-2009. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu dimana syarat yang dibuat sebagai kriteria yang harus dipenuhi oleh
sampel. Beberapa kriteria pemilihan sampel tersebut adalah : a) perusahaan yang mempunyai
data laporan keuangan dan menghasilkan EAT selama periode penelitian (2005-2009); b)
perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh institusi selama periode penelitian (2005-
2009). Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tersebut, diperoleh sebanyak 49 perusahaan
yang memenuhi kriteria sebagai sampel. Dimana jumlah multinational company sejumlah 14
perusahaan dan domestic corporation sejumlah 35 perusahaan. data diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory (ICMD).
12
3.2 Model Analisis dan Teknik Pengujian Hipotesis
a. Struktur Modal
Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka
pendek yang bersifat permanen utang jangka panjang, saham preferen, dan saham
biasa. Struktur modal ini diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) menggunakan
rasio total hutang dengan modal sendiri. (Sartono, 2001).
DER =
b. Growth of Assets
Growth of Assets adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan. Growth of assets diukur berdasarkan perbandingan antara
total asset periode sekarang (assett) dikurangi periode sebelumnya (assett-1) terhadap
total asset periode sebelumnya (assett-1) (Kartini dan Arianto, 2008).
Growth of Asset =
c. Profitability
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Profitabilitas
dalam penelitian ini diproxy dengan Return on Asset (ROA) yaitu rasio laba setelah
pajak dengan total asset (Mutamimah, 2003)
d. Institutional ownership
Institutional ownership yaitu persentase saham perusahaan yang dimiliki oleh investor
institusional, seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan
oleh institusi lain atas keseluruhan saham yang beredar di luar. Institutional ownership
dirumuskan sebagai berikut (Masdupi, 2005) :
Institutional Ownership =
e. Business Risk (Risiko Bisnis)
Business risk merupakan ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya. Risiko bisnis dalam penelitian ini diberi lambang
13
BRISK. Risiko bisnis ini diukur dengan standar deviasi EBIT dibagi dengan total
asset (Bagnani et al, 1994).
BRISK =
f. Corporate Tax Rate
Corporate tax rate atau beban pajak diukur melalui perbandingan antara tax (pajak)
dengan laba bersih sebelum pajak (EBT). Konsep corporate tax rate juga digunakan
dalam penelitian Barclay dan Smith (1995), Laili Hidayati (2002) dan Joko Hadi
Parwoto (2007). Corporate tax rate dirumuskan sebagai berikut (Masdupi, 2005) :
CTR =
3.3 Perumusan Model
Metode analisis yang digunaka dalam peneltian ini adalah analisis regresi linear
berganda (multiple regression). Teknik pengolahan data menggunakan program aplikasi
Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 17. Model regresi yang digunakan
adalah :
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + ei
Dimana :
Y = Struktur modal yang diproksi dengan DER.
a = konstanta
b1, b2, b3, b4 b5= koefisien regresi
x1 = growth of asset
x2 = profitability
x3 = institutional ownership
x4 = business risk
x5 = corporate tax rate
14
ei = koefisien pengganggu
Disini penulis melakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji
multikolonearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Pengujian hipotesis dilakukan
dengan menggunakan uji F, uji T dan terakhir uji chow test untuk menunjukkan apakah
terdapat perbedaan dalam menentukan kebijakan pendanaan antara multinational company
dan domestic corporation.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Untuk menentukan suatu
variabel terdistribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui analisis grafik dengan
histogram maupun grafik probability plot.
Grafik histogram baik pada multinational company maupun domestic corporation
memberikan pola distibusi yang mendekati normal. Sedangkan, pada grafik normal
probability plot terlihat bahwa penyebaran titik-titik berada disepanjang dan disekitar
garis diagonal baik pada multinational company maupun domestic corporation.
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov pada multinational company maupun domestic
corporation menunjukkan bahwa besarnya nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p >
0,05) sehingga data residual terdistribusi normal.
b) Uji Multikolonearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Apabila terjadi gejala
multikolonieritas, maka dapat mengakibatkan nilai koefisien regresi menjadi kurang
dapat dipercaya dan kesulitan memisahkan pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat (Algifari, 2003). Suatu variabel menunjukkan gejala
multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance value atau VIF (Variance Inflation
Factor) (Ghozali, 2005).
Semua variabel independen pada multinational company dan domestic
corporation mempunyai nilai tolerance diatas 0,10 dan nilai VIF dibawah 10. Dengan
demikian, model regresi dalam penelitian ini terbukti bebas dari gejala
multikolonearitas.
15
c) Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain.
Model regresi yang baik adalah yang terjadi homokedastisitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dilakukan dengan
melihat grafik scatterplot. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di
atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas
(Ghozali, 2005).
Pada grafik scatterplot multinational company maupun domestic corporation
dapat disimpulkan bahwa tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar diatas
dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa data multinational
company dan domestic corporation terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
d) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Model regresi yang baik adalah model regresi yang bebas dari
autokorelasi (Ghozali, 2005).
Berdasarkan hasil analisis regresi pada model perusahaan multinasional periode
2005-2009, diperoleh nilai hitung Durbin-Watson sebesar 2,185. Besarnya D-W tabel:
dl (batas luar) = 1,464; du (batas dalam) = 1,768; 4-dl = 2,536; dan 4-du = 2,232.
Maka dari hasil perhitungan disimpulkan bahwa DW-test tidak ada autokorelasi
Berdasarkan hasil analisis regresi pada model perusahaan domestik periode 2005-
2009, diperoleh nilai hitung Durbin-Watson sebesar 1,725. Besarnya D-W tabel: dl
(batas luar) = 1,665; du (batas dalam) = 1,802; 4-dl = 2,335; dan 4-du = 2,198. Maka
dari hasil perhitungan disimpulkan bahwa DW-test terletak di daerah ragu-ragu.
Untuk memastikan ada atau tidaknya autokorelasi dapat diuji dengan uji run test. Nilai
probabilitas sebesar 0,150 yang menunjukkan tidak signifikan pada 0,05. Dari hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan domestik periode 2005-2009 tidak
mengalami problem autokorelasi.
16
4.2 Analisis Regresi Berganda
Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda antara growth of asset, profitability
(ROA), institutional ownership, business risk dan corporate tax rate terhadap struktur modal,
diperoleh nilai koefisien regresi pada multinational company dan domestic corporation
sebagai berikut:
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Multinational Company
Coefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.
CollinearityStatistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.953 .406 4.807 .000
Growth 1.210 .531 .247 2.280 .026 .920 1.087
ROA -1.914 .729 -.309 -2.628 .011 .778 1.285
INST -.016 .005 -.366 -3.215 .002 .833 1.200
BRISK 1.536 1.115 .163 1.378 .173 .772 1.295
CTR .113 .073 .173 1.544 .128 .859 1.165a. Dependent Variable: DER
DER = 1,953 + 1,210 Growth – 1,914 ROA – 0,016 INST + 1,536 BRISK + 0,113 CTR
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Domestic CorporationCoefficientsa
Model
UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.439 .233 6.176 .000
Growth 1.166 .260 .259 4.485 .000 .980 1.021
ROA -9.468 1.355 -.539 -6.990 .000 .550 1.819
INS -.002 .002 -.042 -.718 .474 .954 1.048
BRISK .336 3.070 .008 .109 .913 .667 1.499
CTR .850 .317 .176 2.678 .008 .753 1.328a. Dependent Variable: DER
DER = 1,439 + 1,166 Growth – 9,468 ROA – 0,002 INST + 0,336 BRISK + 0,850 CTR
4.3 Koefisen Determinasi
Kekuatan variabel independen terhadap variasi variabel dependen dapat diketahui dari
besarnya nilai koefisien determinasi (R2) yang berada antara nol dan satu. Hasil adjusted R-
17
Square dari regresi digunakan untuk mengetahui besarnya struktur modal yang dipengaruhi
oleh variabel-variabel independen. Seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen pada multinational company dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai adjusted R2 sebesar 0,257. Hal ini
berarti bahwa 25,7% variabel dependen yaitu struktur modal untuk multinational company
dapat dijelaskan oleh lima variabel independen, yaitu growth of asset, profitability,
institutional ownership, business risk dan corporate tax rate. Sedangkan, sisanya sebesar
74,3% dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainnya diluar model.
Koefisien determinasi yang ditunjukkan dari nilai adjusted R2 sebesar 0,431. Hal ini
berarti bahwa 43,1% variabel dependen yaitu struktur modal untuk domestic corporation
dapat dijelaskan oleh lima variabel independen, yaitu growth of asset, profitability,
institutional ownership, business risk dan corporate tax rate. Sedangkan, sisanya sebesar
56,9% dijelaskan oleh variabel atau sebab-sebab lainnya diluar model.
4.4 Uji F
Uji ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama-sama. Apabila probabilitas (signifikansi) lebih besar dari α
(0,05) maka variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel
independen, tetapi jika probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari α (0,05) maka variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Model persamaan pada multinational company memiliki nilai Fhitung sebesar 5,765 dan
dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena memiliki signifikansi lebih kecil dari 0,05
menunjukkan bahwa struktur modal dapat dijelaskan oleh growth of asset, profitability,
institutional ownership, business risk dan corporate tax rate. Dapat disimpulkan bahwa
variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama (simultan) berpengaruh
terhadap DER.
Model persamaan pada domestic corporation memiliki nilai Fhitung sebesar 27,379 dan
dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena memiliki signifikansi lebih kecil dari 0,05
menunjukkan bahwa struktur modal dapat dijelaskan oleh growth of asset, profitability,
institutional ownership, business risk dan corporate tax rate. Dapat disimpulkan bahwa
variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama (simultan) berpengaruh
terhadap DER.
18
4.5 Uji Hipotesis Secara Parsial (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara invidual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2005).
Hasil uji t pada multinational company dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai t hitung variabel growth of asset (Growth) sebesar 2,280 dengan signifikansi 0,026
< 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel growth of asset mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap DER.
2. Nilai t hitung variabel profitability (ROA) sebesar -2,628 dengan signifikansi 0,011 <
0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel profitability (ROA) mempunyai pengaruh
negatif dan signifikan terhadap DER.
3. Nilai t hitung variabel institutional ownership (INST) sebesar -3,215 dengan signifikansi
0,002 < 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel institutional ownership (INST)
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap DER.
4. Nilai t hitung variabel business risk (BRISK) sebesar 1,378 dengan signifikansi 0,173 >
0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel business risk (BRISK) mempunyai
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER.
5. Nilai t hitung variabel corporate tax rate (CTR) sebesar 1,544 dengan signifikansi 0,128
> 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel corporate tax rate (CTR) mempunyai
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER.
Sedangkan hasil uji t pada domestic corporation dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Nilai t hitung variabel growth of asset (growth) sebesar 4,485 dengan signifikansi 0,000
< 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel growth of asset mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap DER.
2. Nilai t hitung variabel profitability (ROA) sebesar -6,990 dengan signifikansi 0,000 <
0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel profitability (ROA) mempunyai pengaruh
negatif dan signifikan terhadap DER.
3. Nilai t hitung variabel institutional ownership (INST) sebesar -0,718 dengan signifikansi
0,474 > 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel institutional ownership (INST)
mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap DER.
4. Nilai t hitung variabel business risk (BRISK) sebesar 0,109 dengan signifikansi 0,913 >
0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel business risk (BRISK) mempunyai
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER.
19
5. Nilai t hitung variabel corporate tax rate (CTR) sebesar 2,678 dengan signifikansi 0,008
< 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa variabel corporate tax rate (CTR) mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap DER.
4.6 Uji Chow Test
Tujuan dari uji chow test ini dalah untuk melihat perbedaan pengaruh growth of asset,
profitability, institutional ownership, business risk dan corporate tax rate terhadap DER pada
multinational company dan domestic corporation. Uji chow test ini dapat dilakukan dengan
rumus :
F hit =
Nilai residual untuk multinational company (RSSur1) sebesar 25,435 dan nilai residual untuk
domestic corporation (RSSur2) yaitu 54,925. Sedangkan, nilai residual gabungan untuk
multinational company dan domestic corporation (RSSr) sebesar 103,674. Dengan jumlah n
sebanyak 245 dan jumlah parameter yang diestimasi restricted regresion (k) sebesar 5 maka
didapatkan perhitungan chow test sebagai berkut :
RSSur = RSSur1 + RSSur2
= 25,435 + 54,925
= 80,36
F hit =
=
=
= 13,67Dari tabel F dengan df = 5 dan 235 tingkat signifikansi 0,05 didapat nilai F tabel 2,21.
Oleh karena F hitung > F tabel dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kebijakan
pendanaan multinational company dengan domestic corporation.
4.7 Pembahasan
4.7.1 Growth of Asset
Growth of asset (growth) pada multinational company mempunyai koefisien regresi
sebesar 1,210 menunjukkan growth berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi
20
sebesar 0,026 < 0,05 menunjukkan growth berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat
disimpulkan Hipotesis 1 diterima. Sedangkan, pada tabel 4.20 terlihat bahwa nilai koefisien
regresi pada domestic corporation sebesar 1,166 yang juga menunjukkan growth berpengaruh
positif terhadap DER. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05 menunjukkan growth berpengaruh
signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 6 diterima karena growth
berpengaruh positif dan signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh signifikan maka
pertumbuhan asset merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam penentuan besarnya
hutang yang akan digunakan oleh perusahaan.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartini dan Arianto (2008),
Saidi (2004) dan Prabansari & Hadri (2005). Arah hubungan positif yang dimiliki oleh
multinational company maupun domestic corporation menjelaskan bahwa perusahaan dengan
pertumbuhan yang besar berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan. Perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan asset yang tinggi berarti perusahaan tersebut akan beroperasi
pada tingkat yang lebih tinggi pula sehingga memerlukan penambahan biaya. Penambahan
biaya ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan laba ditahan maupun dengan
penggunaan hutang. Pada perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi akan
menambah kepercayaan pihak luar sehingga proporsi hutang semakin lebih besar daripada
modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan ke
dalam perusahaan dijamin oleh besarnya asset yang dimiliki perusahaan. Hal ini juga sesuai
dengan pecking order theory, dimana perusahaan lebih menyukai penggunaan pendanaan
eksternal dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena pertimbangan biaya emisi
(biaya emisi obligasi lebih murah daripada biaya emisi saham baru) dan penerbitan saham
baru akan menurunkan harga saham lama.
4.7.2 Profitability (ROA)
ROA pada multinational company mempunyai koefisien regresi sebesar -1,914
menunjukkan ROA berpengaruh negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,011 <
0,05 menunjukkan ROA berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan
Hipotesis 2 diterima. Sedangkan, pada tabel 4.20 terlihat bahwa nilai koefisien regresi pada
domestic corporation sebesar -9,468 yang juga menunjukkan ROA berpengaruh negatif
terhadap DER. Nilai signifikansi 0,000 < 0,05 menunjukkan ROA berpengaruh signifikan
terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 7 diterima karena ROA berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh signifikan maka ROA merupakan
21
faktor yang sangat mempengaruhi dalam penentuan besarnya hutang yang akan digunakan
oleh perusahaan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Miawan & Ignatia
(2008), Sartono & Sriharto (1999) dan Setiawan (2006) yang menyatakan profitabilitas
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Arah hubungan yang
menunjukkan berpengaruh negatif berarti perusahaan yang profitabilitasnya tinggi akan lebih
banyak mempunyai dana internal daripada perusahaan yang profitabilitasnya rendah.
Peningkatan ROA pada multinational company dan domestic corporation akan menyebabkan
perusahaan dapat menambah pendanaan internalnya melalui peningkatan laba ditahan. Hal ini
sesuai dengan pecking order theory yang mengatakan bahwa pendanaan internal melalui laba
ditahan lebih disukai setelah itu baru pendanaan eksternal yaitu hutang dan terakhir penjualan
saham baru. Ketika sumber pendanaan melalui laba ditahan semakin besar maka perusahaan
akan menurunkan jumlah hutangnya.
4.7.3 Institutional Ownership
Institutional ownership pada multinational company mempunyai koefisien regresi
sebesar -0.016 menunjukkan institutional ownership berpengaruh negatif terhadap DER.
Nilai signifikansi sebesar 0,002 < 0,05 menunjukkan kepemilikan institusional berpengaruh
signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 3 diterima karena kepemilikan
institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh
signifikan maka kepemilikan institusional merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
dalam penentuan besarnya hutang yang akan digunakan oleh multinational company.
Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wahidahwati
(2002), Masdupi (2005) dan Paramu (2006) yang menyatakan bahwa intitutional ownership
memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap struktur modal. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa adanya kepemilikan oleh investor-investor institusional akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja perusahaan. Selain
itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa keberadaan para investor institusi pada
multinational company secara tidak langsung dapat memonitor perilaku manajer perusahaan
secara efektif, sehingga pihak manajemen akan bekerja untuk kepentingan pemegang saham.
Adanya pengawasan yang efektif oleh investor institusi menyebabkan penggunaan hutang
menurun karena peranan hutang sebagai salah satu alat monitoring sudah diambil alih oleh
kepemilikan institusi sehingga dapat mengurangi agency cost of debt. Hasil penelitian ini
22
juga mendukung agency theory yang menyatakan bahwa biaya keagenan (agency cost) dapat
dikurangi dengan adanya kepemilikan institusional.
Institutional ownership pada domestic corporation mempunyai koefisien regresi
sebesar -0.002 menunjukkan institutional ownership berpengaruh negatif terhadap DER.
Nilai signifikansi sebesar 0,474 > 0,05 menunjukkan kepemilikan institusi tidak berpengaruh
signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 8 ditolak. karena kepemilikan
institusional berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh
tidak signifikan maka kepemilikan institusional merupakan faktor yang tidak berpengaruh
dalam penentuan besarnya hutang yang akan digunakan oleh domestic corporation.
Hasil ini menunjukkan bahwa adanya kepemilikan oleh investor-investor institusi
tidak secara signifikan dapat memonitor perilaku manajer perusahaan secara efektif. Peranan
hutang sebagai salah satu alat monitoring tidak terbukti dapat diambil alih oleh kepemilikan
institusi, sehingga tidak mempengaruhi agency cost of debt. Hal ini dikarenakan proporsi
kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan domestik yang listed di BEI periode 2005-
2009 relatif kecil. Oleh karena itu, cara yang dapat dilakukan untuk memonitor perilaku
manajer yaitu dengan meningkatkan kepemilikan saham institusional pada perusahaan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2005) dan Rizal (2007).
4.7.4 Business Risk
Business risk pada multinational company mempunyai koefisien regresi sebesar 1,536
menunjukkan business risk berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar
0,173 > 0,05 menunjukkan business risk tidak berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi
dapat disimpulkan Hipotesis 4 ditolak karena business risk berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap DER. Sedangkan, pada tabel 4.20 terlihat bahwa nilai koefisien regresi
pada domestic corporation sebesar 0,336 yang juga menunjukkan business risk berpengaruh
positif terhadap DER. Nilai signifikansi 0,913 > 0,05 menunjukkan business risk tidak
berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 9 ditolak karena
business risk berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh
tidak signifikan maka business risk merupakan faktor yang tidak berpengaruh dalam
penentuan besarnya hutang yang akan digunakan oleh perusahaan.
Risiko bisnis yang dimiliki oleh multinational company maupun domestic corporation
memiliki arah hubungan positif terhadap struktur modal. Hasil ini kontradiktif dengan
penelitian Mutamimah (2003) dan Saidi (2004), namun sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Syukriy (2001), dan Anwar (2009). Semakin tinggi risiko bisnis suatu
23
perusahaan maka tingkat DER semakin besar atau perusahaan lebih menyukai menggunakan
pendanaan eksternal (hutang) dibandingkan dengan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Hal ini disebabkan karena perusahaan memiliki ekspektasi bahwa semakin tinggi risiko bisnis
perusahaan maka pendapatan yang akan diterima perusahaan nantinya semakin besar
sehingga dengan pendapatan yang besar tersebut perusahaan dapat membayar hutang-
hutangnya. Selain itu, dapat dikatakan bahwa manajer cenderung risk seeker atau pengambil
risiko. Mereka memandang, semakin besar tingkat risiko yang mereka ambil maka akan
menghasilkan tingkat pengembalian yang besar pula. Hasil yang menyatakan risiko bisnis
berpengaruh positif dapat dikatakan tidak mendukung salah satu implikasi trade-off theory
yang menyatakan bahwa perusahaan dengan risiko bisnis besar harus menggunakan hutang
yang lebih kecil dibanding perusahaan yang memiliki risiko bisnis rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko bisnis berpengaruh tidak signifikan
terhadap DER disebabkan karena tingkat risiko bisnis yang harus dihadapi perusahaan
merupakan suatu keadaan yang sulit untuk diukur atau ditentukan secara pasti. Sehingga
menyebabkan risiko bisnis dapat berubah-ubah, begitu juga dengan tingkat DER yang
dihasilkan juga bervariasi.
4.7.5 Corporate Tax Rate
Corporate tax rate pada multinational company mempunyai koefisien regresi sebesar
0,113 menunjukkan corporate tax rate berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi
sebesar 0,128 > 0,05 menunjukkan corporate tax rate tidak berpengaruh signifikan terhadap
DER. Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 5 ditolak karena corporate tax rate berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh tidak signifikan maka
corporate tax rate merupakan faktor yang tidak berpengaruh dalam penentuan besarnya
hutang yang akan digunakan oleh multinational company.
Hasil yang menyatakan corporate tax berpengaruh positif dapat dikatakan mendukung
salah satu implikasi trade-off theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang dikenai pajak
tinggi sebaiknya menggunakan banyak hutang. Karena penggunaan hutang yang tinggi akan
meningkatkan beban bunga atas hutang yang pada akhirnya akan memperkecil pajak yang
dibayarkan perusahaan atas pendapatan usahanya. Menurut Weston dan Brigham (1994)
bunga adalah beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan (tax deductible) dan
pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa corporate tax rate berpengaruh tidak signifikan
terhadap DER mengindikasikan bahwa pajak belum dipakai untuk menentukan kebijakan
24
hutang (menambah atau mengurangi pemakaian hutang) pada multinational company. Hal ini
terlihat pada nilai rata-rata pajak yang dimiliki oleh perusahaan multinasional yang sudah
relatif rendah, sehingga manfaat hutang sebagai pengurang pajak tidak terlalu dirasakan oleh
perusahaan. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Masdupi
(2005) dan Barclay & Smith (1995).
Corporate tax rate pada domestic corporation mempunyai koefisien regresi sebesar
0,850 menunjukkan corporate tax rate berpengaruh positif terhadap DER. Nilai signifikansi
sebesar 0,008 > 0,05 menunjukkan corporate tax rate berpengaruh signifikan terhadap DER.
Jadi dapat disimpulkan Hipotesis 5 diterima karena corporate tax rate berpengaruh positif
dan signifikan terhadap DER. Dengan berpengaruh signifikan maka corporate tax rate
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam penentuan besarnya hutang yang akan
digunakan oleh domestic corporation. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hornaifar et al (1994) dan Hidayati et al (2001).
4.7.6 Perbedaan Kebijakan Pendanaan antara Multinational Company dengan
Domestic Corporation
Dari tabel F dengan df = 5 dan 235 tingkat signifikansi 0,05 didapat nilai F tabel
2,21 dan F hitung 11,53. Oleh karena F hitung > F tabel dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan antara kebijakan pendanaan multinational company dengan domestic corporation
atau dengan kata lain Hipotesis 11 diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Husnan (2001) dan Vera et al (2005) yang menyatakan terdapat perbedaan
kebijakan pendanaan (struktur modal) antara multinational company dengan domestic
corporation. Hal tersebut dikarenakan antara multinational company dan domestic
corporation memiliki karakteristik yang berbeda yaitu aktivitas operasionalnya sehingga
mempunyai opportunity dan threat yang berbeda.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, setelah melalui tahap pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data dan yang terakhir interpretasi hasil analisis mengenai
pengaruh growth of asset, profitability, institutional ownership, business risk dan corporate
tax rate terhadap struktur modal dengan menggunakan data yang terdistribusi normal, tidak
25
terdapat multikolonieritas, tidak adanya heterokedastisitas dan bebas autokorelasi, maka
dihasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Hipotesis pertama menyatakan growth of asset (GROWTH) berpengaruh positif
terhadap DER. Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa growth mempunyai koefisien
regresi sebesar 1,210 menunjukkan growth berpengaruh positif terhadap DER. Nilai
signifikansi sebesar 0,026 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan growth berpengaruh
signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama diterima.
2. Hipotesis kedua menyatakan profitability (ROA) berpengaruh negatif terhadap DER.
Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa ROA mempunyai koefisien regresi sebesar -1,914
menunjukkan ROA berpengaruh negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar
0,011 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan ROA berpengaruh signifikan terhadap DER.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua diterima.
3. Hipotesis ketiga menyatakan institutional ownership (INST) berpengaruh negatif
terhadap DER. Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa kepemilikan institusi mempunyai
koefisien regresi sebesar -0,016 menunjukkan kepemilikan institusi berpengaruh
negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05
menunjukkan kepemilikan institusi berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketiga diterima.
4. Hipotesis keempat menyatakan business risk (BRISK) berpengaruh negatif terhadap
DER. Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa risiko bisnis mempunyai koefisien regresi
sebesar 1,536 menunjukkan risiko bisnis berpengaruh positif terhadap DER. Nilai
signifikansi sebesar 0,173 lebih besar dari 0,05 menunjukkan risiko bisnis tidak
berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis
keempat ditolak.
5. Hipotesis kelima menyatakan corporate tax rate (CTR) berpengaruh positif terhadap
DER. Dari tabel 4.19 dapat dilihat bahwa corporate tax rate mempunyai koefisien
regresi sebesar 0,113 menunjukkan corporate tax rate berpengaruh positif terhadap
DER. Nilai signifikansi sebesar 0,128 lebih besar dari 0,05 menunjukkan corporate
tax rate tidak berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa
hipotesis kelima ditolak.
6. Hipotesis keenam menyatakan growth of asset (GROWTH) berpengaruh positif
terhadap DER. Dari tabel 4.20 dapat dilihat bahwa growth mempunyai koefisien
regresi sebesar 1,166 menunjukkan growth berpengaruh positif terhadap DER. Nilai
26
signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan growth berpengaruh
signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam diterima.
7. Hipotesis ketujuh menyatakan profitability (ROA) berpengaruh negatif terhadap DER.
Dari tabel 4.20 dapat dilihat bahwa ROA mempunyai koefisien regresi sebesar -9,468
menunjukkan ROA berpengaruh negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar
0,000 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan ROA berpengaruh signifikan terhadap DER.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis ketujuh diterima.
8. Hipotesis kedelapan menyatakan institutional ownership (INST) berpengaruh negatif
terhadap DER. Dari tabel 4.20 dapat dilihat bahwa kepemilikan institusi mempunyai
koefisien regresi sebesar -0,002 menunjukkan kepemilikan institusi berpengaruh
negatif terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,474 lebih besar dari 0,05
menunjukkan kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi
dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedelapan ditolak.
9. Hipotesis kesembilan menyatakan business risk (BRISK) berpengaruh negatif
terhadap DER. Dari tabel 4.20 dapat dilihat bahwa risiko bisnis mempunyai koefisien
regresi sebesar 0,336 menunjukkan risiko bisnis berpengaruh positif terhadap DER.
Nilai signifikansi sebesar 0,913 lebih besar dari 0,05 menunjukkan risiko bisnis tidak
berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan bahwa hipotesis
kesembilan ditolak.
10. Hipotesis kesepuluh menyatakan corporate tax rate (CTR) berpengaruh positif
terhadap DER. Dari tabel 4.20 dapat dilihat bahwa corporate tax rate mempunyai
koefisien regresi sebesar 0,850 menunjukkan corporate tax rate berpengaruh positif
terhadap DER. Nilai signifikansi sebesar 0,008 lebih kecil dari 0,05 menunjukkan
corporate tax rate berpengaruh signifikan terhadap DER. Jadi dapat disimpulkan
bahwa hipotesis kesepuluh diterima.
11. Hipotesis kesebelas menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh variabel
growth of asset, profitability, institutional ownership, business risk dan corporate tax
rate dalam menentukan kebijakan struktur modal antara multinational company dan
domestic corporation. Dari hasil uji chow test menunjukkan F hitung > F tabel (11,53
> 2,21) yang menyimpulkan terdapat perbedaan antara kebijakan pendanaan
multinational company dengan domestic corporation. Sehingga hipotesis kesebelas
diterima.
27
5.2 Keterbatasan Penelitian
Setelah melakukan analisis data dan interpretasi hasil, penelitian ini memiliki
beberapa keterbatasan antara lain :
1. Penelitian ini hanya terbatas untuk sampel multinational company dan domestic
corporation sehingga kurang mewakili seluruh emiten yang terdaftar di BEI.
2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel growth of asset, profitability,
institutional ownership, business risk dan corporate tax rate mempengaruhi
struktur modal pada multinational company secara bersama-sama hanya terbatas
sebesar 25,7%. Sedangkan pada domestic corporation hanya sebesar 43,1%
sehingga perlu dicari variabel lain yang mempengaruhi struktur modal di luar
model ini.
3. Penelitian ini hanya meneliti variabel kepemilikan institusional saja, sehingga
kurang mencerminkan keseluruhan struktur kepemilikan yang dimiliki
perusahaan.
5.3 Saran
1. Bagi pihak manajemen perusahaan multinasional sebaiknya sebelum menetapkan
kebijakan struktur modal agar terlebih dahulu memperhatikan variabel institutional
ownership yang menggambarkan seberapa besar investor institusi dalam memonitor
perilaku manajer perusahaan, selanjutnya melihat variabel profitability (ROA)
dikarenakan menunjukkan semakin besar laba yang diperoleh maka perusahaan dapat
menambah pendanaan internalnya melalui peningkatan laba ditahan yang
mengakibatkan tingkat rasio DER semakin kecil, dan kemudian melihat variabel
growth of asset jika dilihat dari pertumbuhan asset yang semakin besar maka
menunjukkan rasio DER juga semakin besar. Dengan memperhatikan variabel-
variabel tersebut, perusahaan dapat memutuskan besarnya struktur modal yang sesuai
sehingga dihasilkan kebijakan struktur modal yang optimal bagi perusahaan.
2. Bagi pihak manajemen perusahaan domestik sebaiknya sebelum menetapkan
kebijakan struktur modal agar terlebih dahulu memperhatikan variabel profitability
(ROA) dikarenakan menunjukkan semakin besar laba yang diperoleh maka
perusahaan dapat menambah pendanaan internalnya melalui peningkatan laba ditahan
yang mengakibatkan tingkat rasio DER semakin kecil, kemudian melihat growth of
asset dimana semakin besar pertumbuhan asset perusahaan maka rasio DER yang
dimiliki perusahaan juga meningkat, dan melihat variabel corporate tax rate yang
28
menunjukkan tingginya pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan dapat
meningkatkan pemakaian hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Dengan
memperhatikan variabel-variabel tersebut, perusahaan dapat memutuskan besarnya
struktur modal yang sesuai sehingga dihasilkan kebijakan struktur modal yang
optimal bagi perusahaan.
3. Saran bagi penelitian mendatang
a. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menambah jumlah sampel dan tidak
terbatas pada multinational company dan domestic corporation saja yang
memungkinkan memberikan hasil yang lebih baik.
b. Meneliti variabel-variabel lain selain variabel yang digunakan dalam penelitian ini
yang mungkin berpengaruh terhadap struktur modal, seperti ditambah dengan variabel
biaya kebangkrutan (Vera et al, 2005), firm age (Hidayati et al, 2001) dan variabel
dividend payment (Wahidahwati, 2002) dimana pembayaran dividen sebagai bagian
dari monitoring perusahaan atas kekuasaan manajer.
29
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2003. Analisis Regresi: Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: BPFE.
Ang, Robert. 1997. Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Mediasoft Indonesia.
Anwar, Muhajir. 2009. “Penagruh antara Risiko Bisnis, Strategi Pertumbuhan, StrukturModal Terhadap Kinerja Perusahaan Makanan dan Minuman di BEJ,” dalam JurnalAplikasi Manajemen. Vol.7, No.2. Mei. hlm. 305-314.
Bagnani, S.E, Nikolaos T.M, Anthony S and Nickolaos G.T. 1994. “Managers, Owners andThe Pricing of Risk Debt An Empirical Analysis,” dalam The Journal of Finance. Vol.XLIX. Juni. hlm. 453-475.
Barclay, Michael J dan Clifford W. Smith. 1995. “The Priority Structure of CorporateLiabilities,” dalam The Journal of Finance. Vol. 1, No. 3. July. hlm. 890-917.
Brigham, Eugene F dan Joel F Houston. 2001. Manajemen Keuangan. (Ed.) 8. Jakarta.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:Badan Penerbit UNDIP.
Hartono. 2003. “Kebijakan Struktur Modal: Pengujian Trade Off Theory dan Pecking OrderTheory (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEJ)”, dalam Perspektif.Vol. 8, No. 2. Desember. hlm. 249-257.
Hornaifar, Ziets dan Bekanto. 1994. “Managerial Ownership, Debt Policy and The Impact ofInstitutional Holding: an Agency Perspective,’ dalam Fiancial Management. hlm. 38-50.
Husnan, Suad. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan JangkaPanjang). Buku 1. (Ed.) 4. Yogyakarta: BPFE.
Husnan, Suad. 2001. “Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: PerbandinganKinerja Perusahaan dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasionaldan Bukan Multinasional,” dalam Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen, Ekonomi. Vol. 1(1). hlm.1-12.
Kartini dan Tulus Arianto. 2008. “Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Pertumbuhan Aktivadan Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur,” dalamJurnal Keuangan dan Perbankan. Vol. 12, No. 1. Januari. hlm. 11-21.
Hidayati, Laili et al. 2001. “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Struktur KeuanganPerusahaan Manufaktur Yang Go Public di Indonesia,” dalam Jurnal Bisnis Strategi.Vol. 7, Th. V. Juli. hlm. 30-48.
Indonesian Capital market Diretory (ICMD). 2006-2010
30
Madura, Jeff. 1995. Manajemen Keuangan Internasional. (Ed.) 4. Jakarta: Erlangga.
Margareta, Farah. 2003. “Tinjauan Persepsi Manajemen Terhadap Struktur ModalPerusahaan Go Public,” dalam Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol. 3, No. 1. hlm.98-115.
Masdupi, Erni. 2005. “Analisis Dampak Struktur Kepemilikan Pada Kebijakan Hutang dalamMengontrol Konflik Keagenan,” dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 20,No. 1. hlm. 57-69.
Moh’d Mahmoud A, Larry G Perry and James N. Rimbey. 1998. “The Impact of OwnershipStructure on Corporate Debt Policy: A Time Series Cross- Sectional Analysis,” dalamThe Financial Review. Vol. 33. hlm. 85-98.
Mutaminah. 2003. “Analisis Struktur Modal pada Perusahaan-Perusahaan Non Financialyang Go Public di Pasar Modal Indonesia,” dalam Jurnal Bisnis Strategi. Vol. 11,Tahun VIII. Juli. hlm. 71-81.
Paramu, Hadi. 2006. “Determinan Struktur Modal: Studi Empiris pada Perusahaan Publik diIndonesia,” dalam Usahawan. Th XXXV. No. 11. November.
Prabansari, Yuke dan Kusuma, Hadri. 2005. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi StrukturModal Perusahaan Manufaktur Go Public di Bursa Efek Jakarta,” dalam Sinergi. EdisiKhusus on Finance. hlm. 1-15.
Rahayu, Dyah Sih. 2005. “Pengaruh Kepemilikan Saham Manajerial dan Institusional PadaStruktur Modal Perusahaan,” dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing. Vol. 1, No. 2. Mei.hlm. 162-180.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. (Ed.) 4. Yogyakarta:BPFE UGM.
Saidi. 2004. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada PerusahaanManufaktur Go Public di BEJ Tahun 1997-2002,” dalam Jurnal Bisnis dan Ekonomi.Vol.11, No.1. Maret. hlm. 44-58.
Sartono, R. Agus dan Ragil Sriharto. 1999. “Faktor-faktor Penentu Struktur ModalPerusahaan Manufaktur di Indonesia,” dalam Sinergi. Vol. 2. hlm. 175-188.
Sartono, R. Agus. 2001, Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi. (Ed.) 4. Yogyakarta:BPFE.
Setiawan, Rahmat. 2006. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal DalamPerspektif Pecking Order Theory Studi Pada Industri Makanan dan Minuman di BEJ,”dalam Majalah Ekonomi. Th XVI, No. 3. Desember. hlm. 318-334.
Soesotio, Yuli. 2008. “Kepemilikan Manajerial dan Institusional, Kebijakan Dividen, UkuranPerusahaan, Struktur Aktiva dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang,” dalamJurnal Keuangan dan Perbankan, Vol 12, No. 3, September. hlm. 384-398.
31
Sujianto, Agus Eko. 2001. “Analisis Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi StrukturKeuangan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta,” dalamJurnal Ekonomi dan Manajemen. Vol. 2, No. 2 Desember. hlm. 125-138.
Syukriy, Abdullah. 2001. “Hubungan Antara Kepemilikan Manajerial, Struktur Modal danKebijakan Dividen,” dalam Jurnal Manajemen & Bisnis. Vol.3, No.2, Mei. hlm. 159-176.
Van Horne, James C. dan John M. Wachowicz, JR. 1998. Prinsip-prinsip ManajemenKeuangan. S Jakarta: Salemba Empat.
Vera, Rudolf L. Tobing dan Akromul Ibad. 2005. “Perbedaan Struktur Pendanaan PerusahaanMultinasional dan Perusahaan Domestik di Indonesia,” dalam Manajemen Keuangan.Vol. 5, No. 1. hlm. 1-16.
Wahidahwati. 2002. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional padaKebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency,” dalam Jurnal RisetAkuntansi Indonesia. Vol. 5, No. 1, Januari. hlm. 1-10.
Weston dan Copeland. 1997. Manajemen Keuangan. (Terj) A. Jaka Wasana dan Kibrandoko.Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara.
Weston dan Eugene F. Brigham. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Jakrata:Erlangga.