Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 55
ANALISIS PENURUNAN TARIF PPH BADAN DALAM MENINGKATKAN PENERIMAAN PPH DI KPP MEDAN BARAT
Syafrida Hani
(Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) Harsha Raziqa Daoed
(Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)
ABSTRAK Kebijakan pemerintah menurunkan tax rate juga akan menghasilkan efek negatif. Dimana efek negatifnya berupa adanya potensial lost tax revenue dikarenakan apabila penurunan tarif ini tidak sesuai dengan kondisi masyarakat dan wajib pajak badan, akan mengurangi kepatuhan wajib pajak badan sehingga penerimaan pajak ikut berkurang dan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak badan yang sama dengan tarif yang lebih rendah maka penerimaan pajak akan lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana untuk menganalisis kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan dalam meningkatkan penerimaan PPh pasal 25/29 badan menggunakan indikator kepatuhan berupa jumlah wajib pajak badan terdaftar, jumlah SSP PPh pasal 25/29, jumlah SPT tahunan badan dan jumlah tunggakan wajib pajak badan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penurunan tarif PPh terutang badan belum dapat meningkatkan penerimaan PPh pasal 25/29 badan dikarenakan hanya dapat meningkatkan jumlah wajib pajak terdaftar dalam memperoleh NPWP, akan tetapi tidak diikuti dengan meningkatnya kepatuhan dan kesadaran wajib pajak badan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan yang lain sehingga mengakibatkan indikator lain mengalami penurunan dengan demikian jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan ikut mengalami penurunan. Kata Kunci: Penurunan tarif PPh terutang badan, penerimaan PPh pasal 25/29
badan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sehubungan dengan adanya UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 tentang pajak
penghasilan, tarif PPh terutang badan yang pada tahun 2009 mulai berlaku sebesar
28% dan mengalami penurunan tarif PPh terutang badan sebesar 25% pada tahun
2010 sampai sekarang. Setiap kebijakan yang diambil pemerintah dibidang pajak
pasti mengarah bagaimana meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak.
Seperti halnya dengan kebijakan penurunan tarif PPh badan, kebijakan ini
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 56
dimaksudkan agar masyarakat atau wajib pajak lebih patuh dan sadar dalam
memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya dikarenakan adanya penurunan tarif
PPh badan yang sebelumnya 28% menjadi 25% atau pengurangan sebesar 3%
sehingga penerimaan negara dari sektor pajak meningkat karena adanya kepatuhan
wajib pajak.
Penurunan tarif PPh terutang badan diharapkan mengurangi PPh terutang
sehingga laba bersih perusahaan setelah pajak semakin tinggi atau mengurangi beban
pajak perusahaan, agar badan usaha dapat meningkatkan produktivitasnya dan
melakukan ekspansi sehingga membantu perekonomian negara. Adanya penurunan
tarif PPh terutang bagi badan usaha yang dilakukan pemerintah sebesar 25%
dikarenakan tarif sebelumnya PPh badan pada tahun 2009 sebesar 28% pada tahun
2010 tarif tertinggi PPh terutang badan sebesar 25%. Kebijakan penurunan tarif ini
juga mengikuti tarif yang sesuai ataupun bersaing dengan negara-negara tetangga,
hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah investor baik dari luar negeri
maupun dari dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini
terlihat pada tabel I.2 tarif PPh badan di negara-negara tetangga.
Tabel 1 Tarif PPh Badan Negara Tetangga 2010-2011
Negara Asia Tarif PPh BadanYang Berlaku Indonesia Singapura Malaysia
Hong Kong Thailand
25% 17% 25% 15% 20%
Sumber : Pusdiklat bea dan cukai : paradigma tarif pajak dan basis pajak. Tarif PPh badan 25% mengikuti perkembangan tarif PPh badan di negara-
negara tetangga, hal ini terlihat penurunan tarif PPh badan disuatu negara akan
mempengaruhi negara sekitarnya untuk ikut menurunkan tarif pajaknya, dikarenakan
tarif PPh terutang badan ini akan meningkatkan daya saing untuk menarik investor
baik dari luar negeri maupun dalam negeri.
Kebijakan pemerintah menurunkan tax rate kali ini menghasilkan efek
negatif dan positif. Efek negatif yaitu berupa potensial loss atau penurunan tax
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 57
ravenue. Efek positif dari penurunan tax rate berupa manfaat untuk menciptakan
kepatuhan, menumbuhkan iklim usaha, memberikan kemudahan, menciptakan
keadilan dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta mendorong perusahaan atau
badan untuk go public dikarenakan adanya insentif pajak berupa insentif sebesar
50% dari tarif normal bagi sektor UMKM dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000 dan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit
40% saham dimiliki oleh sedikitnya 300 pemegang saham dan sebagainya. Insentif
tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa
sehingga akan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi
perusahaan. Darmin Nasution (2008) menyatakan bahwa penerapan undang-undang
PPh yang baru tetap mendongkrak tax revenue, sebab volume pajak lebih besar
sejalan kenaikan jumlah pembayar pajak.
Besarnya jumlah volume pajak adalah sebagai efek positif dari deregulasi
undang-undang PPh kali ini yang membawa iklim kondusif bagi dunia usaha,
reformasi perpajakan (tax reform) dengan menerapkan sistem administrasi
perpajakan yang modern, serta program intensifikasi dan ekstensifikasi. Amandemen
Undang-undang PPh ini mempunyai efek negatif bagi negara yaitu potensial lost
penerimaan pajak, akan tetapi penurunan penerimaan pajak tidak signifikan
dibandingkan jumlah penerimaan pajak baru. Darmin Nasution (2008), juga
mengatakan bahwa penurunan tax rate akan mampu menaikkan tax revenue melalui
peningkatan kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Sesuai temuan Tamas K. Papp
dan Elod Takats (2008) yang membuktikan bahwa penurunan tax rate akan
meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga tax revenue meningkat. Dengan
adanya penurunan tarif akan mengurangi kebocoran dalam pembayaran pajak, seperti
kolusi antara petugas pajak dengan wajib pajak, pelaporan keuangan palsu, tidak
terdeteksinya wajib pajak, dan lain-lain.
Pada umumnya wajib pajak merasa terbebani dengan pajak, karena Pajak
dianggap biaya yang mengurangi bagian penghasilan yang akan diterima Wajib
Pajak (tax payers). Semakin besar tax rate maka semakin tinggi biayanya atau
semakin rendah laba bersih bagi wajib pajak badan, oleh karena itu perusahaan
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 58
berusaha menghindari pajak Wajib pajak yang jujur akan membayar sesuai dengan
tax rate. Menurut Hadipurnomo (2003) mengatakan bahwa jika jumlah penghasilan
kena pajak (taxable income) adalah Y dan tingkat pajak (tax rate) adalah t, maka
kepastian wajib pajak menikmati penghasilannya (net income) adalah sebesar (1-t) Y.
Pada dasarnya penurunan tax rate akan membawa penurunan tax revenue.
Pertumbuhan penerimaan pajak Tahun 2009 diperkirakan akan lebih rendah
(menurun) jika dibandingkan dengan tahun 2008. Darmin Nasution (2008)
mengatakan penerimaan pajak pada Tahun 2009 diprediksikan hilang sekitar 40,8
triliun akibat perubahan undang-undang PPh dan undang-undang perpajakan lainnya.
Menurut Hadipurnomo (2003) mengatakan bahwa gejala penurunan tax
revenue dengan adanya peningkatan tax rate menunjukkan terjadinya penghindaran
pajak. Dan juga menurut Robert Carrol (2008) yang menyatakan bahwa tax rate yang
rendah mempengaruhi tax payer untuk melaporkan lebih besar penghasilan atau
pendapatan kena pajaknya. Sebagai konsekuensinya, basis pajak menjadi semakin
meluas dan bertambah besar sebagai response positif dari tax payer terhadap tax rate
yang rendah tersebut, yang pada akhirnya mampu mengembalikan (offset) penurunan
tax revenue yang diakibatkan oleh penurunan tax rate itu sendiri.
Kebijakan stimulus yang dilakukan pemerintah juga dimaksudkan untuk
meningkatkan penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan melalui kepatuhan
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Akan tetapi sehubungan dengan
adanya penurunan tarif PPh badan belum adanya respon wajib pajak khususnya
wajib pajak badan dalam melaksanakan kepatuhan perpajakannya sehingga
mengakibatkan potensial lost penerimaan pajak.
Dengan demikian dalam menganalisis penurunan tax rate PPh badan ini
terhadap penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan maka dalam penelitian ini
menggunakan indikator-indikator yang menurut peneliti sesuai untuk melihat
dampak yang terjadi sehubungan dengan kebijakan penurunan tarif PPh badan, yaitu
dapat dilihat dari jumlah kepatuhan wajib pajak badan. Menurut Nasucha (2004, hal
9) kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai kepatuhan wajib pajak
mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 59
(SPT), kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan
dalam pembayaran tunggakan, sehingga indikator dalam penelitian ini adalah jumlah
wajib pajak badan terdaftar, jumlah penerimaan pajak (SSP) PPh pasal 25/29, jumlah
penerimaan SPT tahunan PPh Badan, dan jumlah tunggakan pajak wajib pajak
badan. Berikut ini data yang diperoleh dari KPP Medan Barat.
Tabel 2 Data WP Badan, SSP, SPT, Tunggakan dan Penerimaan PPh Pasal 25/29
Variabel Indikator 2008 2009 2010 2011
Penurunan Tarif PPh terutang badan
Jumlah wajib pajak badan terdaftar 3.894 4.043 4.250 4.482
Jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29 11.163 11.309 9.229 7.871
Jumlah penerimaan SPT tahunan PPh Badan 1.019 1.033 888 998
Jumlah tunggakan pajak wajib pajak badan 512 73 228 149
Penerimaan Pajak
Penghasilan Pasal 25/29
Perubahan penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 (dalam ribuan rupiah) 30.078,96 51.214,01 59.463,19 42.612.45
Sumber: KPP Medan Barat
Dari data diatas terlihat bahwa dengan adanya kebijakan penurunan tarif PPh
badan belum adanya respon wajib pajak dalam melaksanakan kepatuhan
perpajakannya, seperti halnya pada tahun terjadinya penurunan tarif PPh badan
walaupun kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri mengalami kenaikan.
Akan tetapi sejalan dengan naiknya jumlah wajib pajak badan terdaftar tidak sejalan
dengan naiknya jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29 yang mengalami penurunan
dan juga jumlah SPT tahunan PPh badan mengalami penurunan serta di ikuti dengan
naiknya jumlah tunggakan pajak. Selain itu kebijakan penurunan tarif PPh terutang
badan yang dilakukan pemerintah untuk jangka panjang, sehingga jika kita lihat pada
jangka panjang atau tahun berikutnya penurunan tarif PPh badan belum
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya.
Penelitian tentang penurunan tarif sebelumnya dilakukan oleh Perdania
Kartika Sari (2009) mengenai pengaruh perubahan tarif pph badan menjadi tarif
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 60
tunggal terhadap investasi dan penerimaan negara, terdapat pengaruh investasi
tersebut terhadap penerimaan pajak, meskipun diprediksikan adanya potensial lost,
akan tetapi tidak menurunkan penerimaan negara dari sektor pajak secara agregat.
KPP Medan Barat adalah salah satu Kantor Pelayanan Pajak yang telah
melaksanakan sistem administrasi, pelayanan, maupun situasi kerja yang baik dan
memiliki wilayah kerja di Kecamatan Medan Barat, serta berada di wilayah yang
strategis dimana berdekatan dengan jalur keluar masuknya perdagangan luar kota.
Berdasarkan berbagai kondisi yang ada, tampaknya wilayah Medan Barat
mempunyai potensi yang cukup bagus untuk meningkatkan penerimaan pajak sesuai
dengan target penerimaan yang ingin dicapai, oleh karena itu keberadaan KPP di
Medan Barat sangatlah penting untuk dapat menyerap semua potensi penerimaan
pajak yang ada.
Rumusan Masalah
Apakah penurunan tarif PPh terutang badan dapat meningkatkan penerimaan pajak
penghasilan pasal 25/29 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat?”
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah penurunan tarif PPh terutang
badan dapat meningkatkan penerimaan pajak penghasilan Pasal 25/29 di KPP Medan
Barat. Manfaat yang harapkan adalah mendapat gambaran yang lebih jelas antara
teori dan praktek, sebagai referensi penelitian lebih lanjut dan memberikan masukan/
pertimbangan bagi pemerintah dalam penetapan kebijakan pada penurunan tarif
pajak penghasilan badan untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak negara.
TINJAUAN PUSTAKA
Pajak Penghasilan merupakan salah satu pajak langsung yang dapat dipungut
pemerintah pusat atau pajak negara. Sebagai pajak langsung maka beban pajak
tersebut menjadi tanggungan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam arti beban pajak
tersebut tidak boleh dilimpahkan pada pihak lain. Sebagai pajak langsung, Pajak
Penghasilan dipungut secara periodik terhadap kumpulan penghasilan yang diperoleh
atau diterima Wajib Pajak selama satu tahun pajak.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 61
Bagi wajib pajak badan, PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu,
setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain dan PPh
yang terutang/dibayar diluar negeri yang dapat dikreditkan; dibagi 12 (dua belas).
Sedangkan PPh pasal 29 merupakan PPh terutang yang dibayar dalam akhir tahun
pajak yang sudah dikreditkan dengan PPh yang telah dipotong/dipungut oleh pihak
lain.
Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar / disetorkan selambat –
lambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya atau bulan depan setelah
masa pajak berakhir. Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25 disampaikan selambat-
lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah masa pajak
berakhir”. Tarif pajak terbagi dalam 4 macam adalah:
a. Tarif Pajak Sebanding/proposional, adalah tarif berupa persentase yang tetap,
terhadap berapapun jumlah uang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
terutang proporsional terhadap besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.
b. Tarif Pajak Tetap, adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap
berapa pun jumlah yang dikenai pajak sehingga pajak yang terutang tetap.
Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai
nominal barapapun adalah Rp 1.000
c. Tarif Pajak Progresif, adalah persentase tarif yang digunakan semakin besar
bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
d. Tarif Pajak Degresif adalah persentase yang digunakan semakin kecil bila
jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Menurut Judisusseno (2002), mengatakan bahwa :
“tax rate bisa jadi didefinisikan sebagai persen tertentu yang mengurangi jumlah pendapatan tertentu Wajib Pajak. Atau tarif yang digunakan untuk
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 62
menghitung pajak terutang (tax liability). Tarif pajak sebagai dasar perhitungan dan pengenaan pajak”.
Menurut Musgrave dalam Miyasto (1992) mendefinisikan tarif pajak sebagai berikut:
“Tax rate adalah sistem distribusi beban pajak pada berbagai golongon pendapatan dalam masyarakat. Pada umumnya keadilan dalam sistem pajak selalu didasarkan pada tolok ukur kemampuan seseorang untuk membayar pajak, atau didasarkan pada tingkat pendapatan atau pengeluarannya. Tarif pajak yang ada harus dapat menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat penghasilan, maka semakin besar tarif pajak yang harus ditanggungnya”.
Penurunan tarif pajak (tax rate cuts) berperan meningkatkan kepatuhan wajib
pajak serta secara aktif membantu menumbuhkan iklim usaha, pemulihan krisis,
mendorong investasi dan economic sustainability, perubahan undang-undang Pajak
Penghasilan juga didasari oleh beberapa pertimbangan antara lain produktifitas
penerimaan negara (revenue enchancement), keadilan (equity) dan kemudahan
(simplicity). Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan tarif PPh yang
berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya
saing dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib
Pajak (WP). Di Indonesia perubahan tarif pajak dapat dilaihat pada tabel 3.
Tabel 3 Perbedaan Undang-Undang Tarif PPh Badan
UU No. 7/1983 PKP dan Tarif
UU No. 10/1994 PKP dan Tarif
UU No. 17/2000 PKP dan Tarif
UU No. 36/2008 PKP dan tarif
PKP s/d 10.000.000 = 15%
PKP s/d 25.000.000 = 10%
PKP s/d 50.000.000 = 10%
Tarif WP Badan & Bentuk Usaha Tetap adalah 28%
untuk tahun 2009. dan 25%% untuk tahun 2010. Dan bisa
turun 5% untuk WP berbentuk Perseroan Terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham
yang disetor, diperdagangkan di BEI dan atau lebih dari keseluruhan saham disetor
dan saham tersebut dimiliki paling sedikit 300 pihak.
PKP diatas 10.000.000 s/d
50.000.000 = 25%
PKP diatas 25.000.000 s/d
50.000.000 = 15%
PKP diatas 50.000.000 s/d
100.000.000 = 15% PKP diatas
50.000.000 = 35% PKP diatas
50.000.000 = 30% PKP diatas
100.000.000 = 30%
Sumber : UU Perpajakan Peraturan Menteri Keuangan Tahun 2008.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 63
Kepatuhan Wajib Pajak
Wajib pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya
sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan,
investigasi seksama, peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum
maupun administrasi (Gunadi, 2005, hal 4). Menurut Numantu (2003, hal 148)
“Kepatuhan wajib pajak adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakannya di Indonesia”. Senada dengan pernyataan Nasucha (2004, hal 9) dan
Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006, hal 111), kepatuhan wajib pajak adalah
“Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri (NPWP), kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan”.
Dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa kepatuhan dalam memenuhi
kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung self assessment
system, dimana wajib pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban
perpajakannya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan
melaporkan pajaknya tersebut.
Kerangka Pemikiran
Besar kecilnya tarif PPh terutang badan akan menentukan jumlah penerimaan
pajak penghasilan pasal 25/29. Kebijakan pemerintah mengambil stimulus penurunan
tarif PPh terutang badan sebesar 25% ini diharapkan meningkatkan penerimaan PPh
pasal 25/29 melalui mendorong kepatuhan wajib pajak badan dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya dikarenakan beban pajak yang rendah akan membuat
perusahaan atau badan dapat memperoleh laba bersih yang lebih besar dibandingkan
dengan tarif pajak yang tinggi sehingga perusahaan dapat melakukan ekspansi, dan
juga perusahaan tidak begitu memikirkan beban pajak dikarenakan beban pajak yang
ditanggung perusahaan menjadi lebih kecil. Dengan demikian akan menciptakan
wajib pajak badan yang sadar dan patuh pada perpajakan.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 64
Peningkatan penerimaan PPh pasal 25/29 ini juga didorong dari jumlah wajib
pajak badan terdaftar dikarenakan jumlah PPh terutang badan yang kecil akan
mendorong masyarakat dalam membuka usaha dan mendorong investor dalam
berinvestasi, baik investor dari dalam negeri maupun luar negeri yang nantinya akan
membuka lapangan kerja baru, sehingga hal ini akan menambah lagi jumlah wajib
pajak badan terdaftar dan jumlah penerimaan pajak penghasilan maupun pajak
lainnya, selain itu dengan meningkatnya jumlah wajib badan terdaftar berarti
meningkatnya pula lapangan kerja baru yang menyerapkan tenaga kerja di Indonesia,
hal ini akan membantu pemerintah dalam memberantas pengangguran, kemiskinan,
dan kejahatan.
Dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan akan meningkatkan
jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 melalui peningkatan jumlah kepatuhan dan
kesadaran wajib pajak badan berupa peningkatan jumlah wajib pajak badan terdaftar,
peningkatan penerimaan SSP dan SPT, dan berkurangnya tunggakan pajak.
Sebaliknya apabila penurunan tarif PPh terutang badan ini tidak dapat memberikan
respon kepada wajib pajak badan maka penerimaan PPh pasal 25/29 akan menurun.
Oleh karena itu efektivitas pencapaian target penerimaan pajak penghasilan pasal
25/29 di KPP Medan Barat juga diperlukan adanya respon wajib pajak terhadap tarif
pajak yang ditetapkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang
berupaya menghimpun data, mengelola dan menganalisis secara kualitatif dan
menafsirkan secara kualitatif pula (Bachtiar, 1997)”. Penelitian ini dilakukan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat. Digunakan jenis data primer yakni
data yang diperoleh dan dikumpulkan dengan cara melakukan penelitian langsung
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat, guna mendapatkan data yang
diperlukan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data
dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
deskriptif analitis.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 65
Tabel. 4 Definisi WP Badan Terdaftar, SSP, SPT dan Penerimaan PPh Pasal 25/29
Variabel Indikator Definisi operasional
Penurunan Tarif PPh terutang badan
Jumlah wajib pajak badan terdaftar
Jumlah wajib pajak badan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Jumlah penerimaan SSP PPh pasal
25/29
Jumlah penerimaan penyetoran pajak penghasilan yang telah dilakukan oleh wajib pajak badan dengan menggunakan formulir atau dengan cara lain ke kas negara melaui tempat pembayaran yang ditunjuk Menteri Keuangan.
Jumlah penerimaan SPT tahunan PPh
Badan
Jumlah penerimaan SPT atau pelaporan tahunan PPh badan atas perhitungan jumlah pajak sebenarnya terutang, untuk melaporkan tentang pembayaran atau pelunasan pajak sendiri atau pemotongan pihak lain dalam tahun pajak yang merupakan objek pajak atau bukan pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang diperoleh dari wajib pajak badan
Jumlah tunggakan pajak wajib pajak
badan
Jumlah tunggakan pajak wajib pajak badan yang timbul karena adanya utang pajak yang tidak dibayar atau adanya kewajiban perpajakan yang tidak dilunasi atau dibayarkan.
Penerimaan Pajak
Penghasilan Pasal 25/29
Perubahan penerimaan pajak penghasilan pasal
25/29
Tingkat perubahan penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 sehubungan dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan.
Sumber: Diolah oleh peneliti
Skala rasio persentase digunakan untuk mengukur indikator penurunan tarif
PPh terutang badan dalam meningkatkan penerimaan PPh pasal 25/29, dengan
menggunakan rumus:
= (t1 –to) x 100% to
Ket: = trend atau besar perubahan to = tahun dasar penelitian t1 = tahun penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Untuk melihat dampak kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan dalam
meningkatkan penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 dengan menggunakan
indikator kepatuhan wajib pajak badan berupa jumlah wajib pajak badan terdaftar,
jumlah penerimaan Surat Setoran Pajak (SSP) PPh pasal 25/29, jumlah penerimaan
SPT Tahunan PPh badan dan jumlah tunggakan pajak, Data yang diteliti dari tahun
2008 sampai 2011.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 66
Tabel 5 Data Wajib Pajak Badan yang Terdaftar dan Efektif
Indikator Jumlah WP
Badan Terdaftar
Tingkat Perubahan
Jumlah WP
Efektif
% WP Efektif terhadap Total
WP Non Efektif
% WP Non Efektif
2008 3.894 - 3.314 85,11% 580 14,89% 2009 4.043 3,83% 3.458 85,53% 585 14,47% 2010 4.250 5,12% 3.663 86,19% 587 13,81% 2011 4.482 5,46% 3.893 86,86% 589 13,14%
Sumber : KPP Medan Barat Sehubungan dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan pada tahun
terjadinya penurunan tarif tersebut yaitu pada tahun 2010 dengan membandingkan
dengan tahun 2009, dapat dilihat bahwa jumlah wajib pajak badan mengalami
kenaikan sebesar 207 wajib pajak badan terdaftar atau kenaikan sebesar 5,12% dari
tahun sebelumnya, sejalan dengan naiknya jumlah wajib pajak badan terdaftar,
jumlah wajib pajak efektif juga mengalami kenaikan sebesar 205 wajib pajak badan
efektif dari tahun sebelumnya, akan tetapi jumlah wajib pajak non efektif juga
mengalami kenaikan sebesar 2 wajib pajak non efektif dari tahun sebelumnya.
Jika dilihat jumlah wajib pajak terdaftar antara tahun 2009 dan tahun 2011
jumlah wajib pajak badan mengalami kenaikan diikuti dengan meningkatnya jumlah
wajib pajak badan efektif, akan tetapi jumlah wajib pajak badan non efektif juga
mengalami peningkatan. Untuk melihat jumlah perkembangan wajib pajak badan
terdaftar yang merupakan bagian dari jumlah wajib pajak badan terdaftar, berikut ini
data jumlah perkembangan wajib pajak badan terdaftar di KPP Medan Barat.
Tabel 6 Data Jumlah Perkembangan Wajib Pajak Badan Terdaftar
Indikator
Jumlah perkembangan wajib pajak badan
terdaftar
Tingkat Perubahan dari tahun ke tahun
% Perkembangan dari jumlah WP badan
Terdaftar 2008 192 - 1,67% 2009 149 (22,40%) 1,48% 2010 207 38,93% 2,02% 2011 232 12,08% 1,81%
Sumber : KPP Medan Barat
Dari data diatas diperoleh informasi bahwa dengan adanya kebijakan
penurunan tarif PPh terutang badan pada tahun terjadinya penurunan tarif tersebut
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 67
yaitu pada tahun 2010 dengan membandingkan dengan tahun 2009 terjadinya
peningkatan jumlah perkembangan wajib pajak badan terdaftar pada tahun 2010
sebesar 58 wajib pajak badan atau kenaikan sebesar 38,93% dari tahun sebelumnya,
dan persentase perkembangan terhadap jumlah wajib pajak badan terdaftar
mengalami peningkatan menjadi 4,87%. Dan jika kita lihat jumlah perkembangan
wajib pajak badan terdaftar antara tahun 2009 dan tahun 2011 untuk melihat jangka
panjangnya, jumlah wajib pajak badan mengalami kenaikan sebesar 439 wajib pajak.
Tabel 7 Data Jumlah Penerimaan SSP PPh Pasal 25/29
Tahun Jumlah SSP Tingkat Perubahan
dari tahun ke tahun Jumlah Penerimaan SSP
PPh Pasal 25/29 2008 11.163 - Rp 5.228.153.967 2009 11.309 1,31% Rp 29.464.304.648 2010 9.229 (18,39%) Rp 12.149.501.618 2011 7.871 (14,71%) Rp 16.922.454.052
Sumber : KPP Medan Barat Berdasarkan data jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29 dengan adanya
kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan pada tahun 2010 dengan
membandingkan pada tahun 2009 mengalami penurunan jumlah SSP sebesar 2.080
SSP atau mengalami penurunan sebesar (18,39%) dan untuk jumlah penerimaan SSP
PPh pasal 25/29 mengalami penurunan sebesar Rp 17.314.803.030 dari tahun
sebelumnya. Jika kita lihat jumlah SSP antara tahun 2009 dan tahun 2011 untuk
melihat jangka panjang kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan ini, jumlah
SSP mengalami penurunan sebesar 3.438 SSP, akan tetapi jumlah penerimaan SSP
tidak turun serendah pada tahun 2010 sebesar 12.541.850.596.
Tabel 8 Data Jumlah SPT Tahunan PPh Badan Dari Tahun 2008-2011
Tahun Jumlah SPT
Tingkat Perubahan dari tahun ke tahun
Jumlah Nihil
Jumlah KB
Jumlah Penerimaan KB
(Rp)
Jumlah LB
Jumlah Penerimaan LB
(Rp)
2008 1.019 - 493 507 24.850.812.388 19 3.278.506.052 2009 1.033 1,37% 515 511 21.749.706.895 7 309.178.400 2010 888 (14,04%) 457 418 47.313.689.438 13 4.887.035.831 2011 998 12,39% 544 437 25.690.005.614 17 2.936.997.687
Sumber : KPP Medan Barat
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 68
Jika kita lihat dari indikator jumlah SPT tahunan badan sehubungan dengan
adanya kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan pada tahun terjadinya
penurunan pada tahun 2010 pada tahun 2009 jumlah SPT tahunan badan mengalami
penurunan sebesar 145 SPT tahunan badan atau mengalami penurunan sebesar
(14,04%) dari tahun sebelumnya dan jika lihat jumlah SPT yang nihil mengalami
peningkatan sebesar 58 SPT nihil dari tahun sebelumnya, dan untuk jumlah SPT
kurang bayar (KB) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 93 SPT
kurang bayar, akan tetapi jumlah penerimaan SPT KB mengalami peningkatan
sebesar Rp 25.563.982.543 dari tahun 2009. Dan untuk SPT LB mengalami
peningkatan sebesar 6 SPT LB dengan jumlah penerimaan SPT LB meningkat
sebesar Rp 4.577.857.431 dari tahun 2009.
Untuk jumlah SPT tahunan badan antara tahun 2009 dan tahun 2011 untuk
melihat jangka panjang kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan ini, jumlah
SPT tahunan mengalami penurunan sebesar 35 SPT, akan tetapi jumlah penerimaan
SPT KB dan LB mengalami kenaikan walaupun tidak setinggi pada tahun 2010.
Tabel 9 Data Jumlah Tunggakan Wajib Pajak Badan
Tahun Wajib Pajak Badan yang Menunggak
Tingkat Perubahan dari tahun ke tahun
Jumlah Tunggakan Wajib Pajak Badan (Rp)
2008 512 - 2.388.214.639 2009 73 (85,74%) 456.766.822 2010 228 212,33% 956.991.982 2011 149 (34,65%) 2.213.245.315
Sumber : KPP Medan Barat Jumlah tunggakan wajib pajak badan sehubungan dengan adanya kebijakan
penurunan tarif PPh terutang badan, tahun 2009 ke tahun 2010, mengalami kenaikan
yang cukup drastis dimana kenaikannya sebesar 155 wajib pajak badan yang
menunggak atau kenaikan sebesar 212,33% dari tahun sebelumnya dan jumlah
tunggakan ikut mengalami kenaikan tahun 2009. Jika kita lihat jumlah tunggakan
antara tahun 2009 dan tahun 2011 untuk melihat jangka panjang kebijakan
penurunan tarif PPh terutang badan ini, jumlah tunggakan mengalami kenaikan
walaupun tidak setinggi pada tahun 2010 sebesar 76 wajib pajak yang menunggak,
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 69
akan tetapi jumlah tunggakan wajib pajak badan mengalami kenaikan yang tinggi
sebesar 1.756.478.493.
Dengan adanya kebijakan penurunan tarif jumlah penerimaan PPh pasal
25/29 badan pada tahun 2010 dengan membandingkan pada tahun 2009 mengalami
kenaikan sebesar Rp 8.249.179.513 atau kenaikan sebesar 16,11% dari tahun
sebelumnya. Dan jika kita lihat jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan antara
tahun 2009 dan tahun 2011 untuk melihat jangka panjang kebijakan penurunan tarif
PPh terutang badan ini, jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 mengalami penurunan
sebesar 8.601.551.877.
Tabel 10 Data Jumlah Penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan Dari Tahun 2008-2011
Tahun Jumlah Penerimaan PPh Pasal
25/29 Badan Tingkat Perubahan dari
tahun ke tahun 2008 Rp 30.078.966.355 - 2009 Rp 51.214.011.543 70,27% 2010 Rp 59.463.191.056 16,11% 2011 Rp 42.612.459.666 (28,34%)
Sumber : KPP Medan Barat Pembahasan
Dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan indikator jumlah SSP
PPh pasal 25/29 pada tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan (yang dapat
dilihat pada tabel IV.3), dimana penurunan pada tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar
2.080 SSP dimana jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29 juga ikut mengalami
penurunan sebesar Rp 17.314.803.030. Pada tahun ini mengalami penurunan jumlah
SSP yang paling tinggi diantara tahun-tahun lainnya, sehingga berdampak pada
jumlah penerimaan PPh pasal 25/29. Padahal pemerintah mengeluarkan kebijakan
penurunan tarif PPh terutang ini untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajaknya. Akan tetapi melihat kenyataannya dengan kebijakan penurunan
tarif PPh terutang ini belum memunculkan niat wajib pajak agar lebih patuh dan
sadar dalam membayar pajaknya.
Hal ini mungkin dikarenakan penurunan tarif PPh terutang badan sebesar
25% masih dianggap sebagian wajib pajak badan terlalu tinggi sehingga
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 70
mengakibatkan wajib pajak badan tidak mau membayar pajak. Masih banyaknya
anggapan wajib pajak badan bahwa tarif sebesar 25% ini masih terlalu tinggi,
disebabkan Indonesia masih Negara yang berkembang sehingga badan-badan usaha
di Indonesia khususnya badan usaha di Kecamatan Medan Barat masih badan usaha
yang berskala menengah ke bawah, dimana penjualan tahunan untuk usaha mikro
paling banyak Rp 300.000.000, untuk usaha kecil > Rp 300.000.000 s.d. Rp
2.500.000.000 dan usaha menengah > Rp 2.500.000.000 s.d. >Rp 50.000.000.000.
Oleh sebab itu wajib pajak badan enggan dalam membayar pajaknya dikarenakan
tarif sebesar 25% masih dianggap terlalu tinggi bagi sektor UMKM sehingga laba
bersihnya semakin mengecil.
Jika kita lihat jumlah SSP PPh pasal 25/29 antara tahun 2009 dan tahun 2011
untuk melihat jangka panjang penurunan tarif PPh terutang badan, jumlah SSP PPh
pasal 25/29 mengalami penurunan. Hal ini berarti dengan adanya penurunan tarif
PPh terutang badan pada jangka panjang jumlah SSP PPh pasal 25/29 mengalami
penurunan yang tinggi bila dibandingkan pada tahun terjadinya penurunan tarif yaitu
tahun 2009 ke tahun 2010 sebesar 3.438 SSP, akan tetapi jumlah penerimaan SSP
PPh pasal 25/29 lebih tinggi dari pada tahun 2010. Penurunan tarif ini untuk jangka
panjang kurang meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya, hal
ini mungkin dikarenakan penurunan tarif belum memenuhi asas keadilan
dikarenakan tarif sebesar 25% dikenakan pada setiap penghasilan tinggi maupun
rendah padahal setiap wajib pajak mempunyai ability to pay yang berbeda-beda.
Dan jika kita membandingkan pada tahun 2008, dimana masih menggunakan
progressive rate jumlah SSP PPh pasal 25/29 lebih tinggi dari tahun 2010 dan 2011,
akan tetapi untuk jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29 pada tahun 2008 memiliki
jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29 lebih kecil dari pada tahun-tahun
berikutnya, yang berarti wajib pajak lebih mau membayar pajaknya dengan
menggunakan progressive rate dibandingkan dengan tarif tunggal. Dapat kita lihat
contoh perbandingan perhitungan tarif menggunakan progressive rate dengan tarif
tunggal 28% dan 25%.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 71
Dari tabel 11 memperlihatkan bahwa pada saat penghasilan kena pajak Rp
200 juta maka menurut UU PPh No. 36 Tahun 2008 tarif efektif yang dikenakan
sebesar 28% dan pada tahun 2010 yang mengalami penurunan lagi yang dikenakan
tarif efektif sebesar 25%, sedangkan menurut UU PPh No. 17 Tahun 2000 dengan
tarif progresif menunjukkan penurunan tarif efektif lebih kecil sebesar 21%
dibandingkan dengan tarif tunggal 28% dan 25%, dimana tarif progresif lebih cocok
untuk penghasilan kena pajak yang kecil dibandingkan dengan tarif tunggal sebesar
28% dan 25%. Sedangkan tarif tunggal lebih sesuai untuk penghasilan kena pajak
yang besar seperti penghasilan kena pajak sebesar Rp 1 M keatas, dimana
penghasilan kena pajak sebesar Rp 1 M keatas dikategorikan untuk sektor usaha
kecil, menengah dan besar. Walaupun tarif tunggal sebesar 28% yang mengalami
penurunan sebesar 25%, akan tetapi tarif sebesar 25% belum sesuai untuk
penghasilan kena pajak yang kecil dikarenakan tarif sebesar 25% masih cukup tinggi
dibandingkan dengan tarif progresif.
Tabel 11 Perbandingan Perhitungan PPh badan dengan asumsi Penghasilan Kena Pajak
200 juta, 1 M dan 10 M PKP Perhitungan PPh
terutang badan menurut UU No.17
Tahun 2000
Perhitungan PPh terutang badan
menurut UU No. 36 Tahun 2008 sebesar
28%
Perhitungan PPh terutang badan
menurut UU No. 36 Tahun 2008 sebesar
25% Rp 200.000.000 10% x Rp 50 juta = Rp 5
juta 15% x Rp 50 juta = Rp 7,5 juta 30% x Rp 100 juta = Rp 30 juta PPh terutang = Rp 42.500.000 Average rate/effective rate = Rp 42.500.000/Rp 200.000.000 = 21%
28% x Rp 200.000.000 = Rp 56.000.000 Average rate/effective rate = Rp 56.000.000/Rp 200.000.000 = 28%
25% x Rp 200.000.000 = Rp 50.000.000 Average rate/effective rate = Rp 50.000.000/Rp 200.000.000 = 25%
Rp 1 M 10% x Rp 50 juta = Rp 5 juta 15% x Rp 50 juta = Rp 7,5 juta 30% x Rp 900 juta= Rp 570 juta
28% x Rp 1 M = Rp 280 juta Average rate/effective rate = Rp 280 juta/Rp 1
25% x Rp 1 M = Rp 250 juta Average rate/effective rate = Rp 250 juta/Rp 1
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 72
PKP Perhitungan PPh terutang badan
menurut UU No.17 Tahun 2000
Perhitungan PPh terutang badan
menurut UU No. 36 Tahun 2008 sebesar
28%
Perhitungan PPh terutang badan
menurut UU No. 36 Tahun 2008 sebesar
25% PPh terutang = Rp 582.500 juta Average rate/effective rate = Rp 582.500 juta/Rp 1 M = 28,25%
M = 28% M = 25%
Rp 10 M 10% x Rp 50 juta = Rp 5 juta 15% x Rp 50 juta = Rp 7,5 juta 30% x Rp 9,9 M = Rp 2,97 M PPh terutang = Rp 2,9825 M Average rate/effective rate = Rp 2,9825 M/Rp 10 M = 29,825%
28% x Rp 10 M = Rp 2,8 M Average rate/effective rate = Rp 2,8 M/Rp 10 M = 28%
25% x Rp 10 M = Rp 2,5 M Average rate/effective rate = Rp 2,5 M/Rp 10 M = 25%
Sumber: Diolah oleh peneliti
Jumlah SSP PPh pasal 25/29 mengalami penurunan sehubungan dengan
adanya penurunan tarif PPh terutang badan tidak sesuai dengan teori, dimana
menurut Robert Carrol (2008) menyatakan bahwa “tax rate yang rendah
mempengaruhi tax payer untuk melaporkan lebih besar penghasilan atau pendapatan
kena pajaknya”. Akan tetapi melihat kondisi yang ada dengan adanya penurunan tarif
PPh terutang badan belum memunculkan niat wajib pajak untuk membayar pajaknya
sesuai dengan penghasilannya.
Adanya penurunan tarif PPh terutang badan indikator jumlah SSP PPh pasal
25/29 pada tahun terjadinya penurunan tarif dan pada tahun berikutnya atau jangka
panjang mengalami penurunan akan tetapi jumlah penerimaan SSP PPh pasal 25/29
pada tahun berikutnya mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya walaupun
peningkatannya tidak setinggi pada tahun 2009, berarti kebijakan penurunan tarif
PPh terutang badan belum efektif untuk meningkatkan jumlah SSP PPh pasal 25/29.
Jumlah SPT tahunan badan antara tahun 2009 dan tahun 2011 untuk melihat
jangka panjang penurunan tarif PPh terutang badan, jumlah SPT tahunan badan
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 73
mengalami penurunan akan tetapi tidak serendah pada tahun 2010 sebesar 35 SPT.
Hal ini berarti dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan pada jangka
panjang jumlah SPT tahunan badan mengalami penurunan. Hal ini mungkin
dikarenakan penurunan tarif baru dirasakan dampaknya kepada masyarakat dimana
selisih sebesar 3% dari tarif PPh terutang badan dari tahun sebelumnya mempunyai
pengaruh dalam perkembangan usahanya dimana selisih biaya dari penurunan tarif
tersebut dapat dikonversikan ke biaya lain.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil wawancara peneliti terhadap wajib pajak
badan yang berada di wilayah kecamatan Medan Barat dan juga dengan para pejabat
pengawas pajak di KPP Medan Barat, dimana responden berpendapat bahwa dengan
adanya kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan dapat meningkatkan jumlah
kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT nya. Namun, melihat kenyataannya
jumlah SPT tahunan badan mengalami penurunan, hal ini dikarenakan penurunan
tarif PPh terutang badan hanya dianggap sebagai kebijakan pemerintah dalam
menetapkan tarif yang baru untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, akan tetapi
wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, berarti kebijakan
penurunan tarif PPh terutang badan ini kurang efektif untuk meningkatkan jumlah
SPT tahunan badan.
Dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan, indikator jumlah
tunggakan pada tahun terjadinya penurunan tarif mengalami mengalami kenaikan
yang berarti wajib pajak melihat penurunan tarif ini bukan sebagai peluang untuk
membayar tunggakan pajaknya, melainkan masih banyaknya wajib pajak yang
menunggak, seharusnya dengan adanya tarif yang lebih rendah dan adanya fasilitas
tarif wajib pajak lebih mau memenuhi kewajiban perpajakannya, akan tetapi melihat
kondisi yang ada, belum mengurangi jumlah tunggakan, melainkan mengakibatkan
naiknya jumlah wajib pajak badan yang menunggak.
Selain itu faktor lain meningkatnya wajib pajak badan yang menunggak
dikarenakan wajib pajak melihat kondisi politik di Indonesia ini, dimana adanya
aparat pajak yang melakukan korupsi terhadap uang pajak, dan lambannya
pemerintah mengatasi korupsi di Indonesia serta fasilitas umum yang masih kurang
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 74
memadai seperti masih banyak jalan rusak, sekolah yang kurang merata di daerah-
daerah, dan sebagainya. Sehingga wajib pajak banyak berpikiran untuk apa bayar
pajak kalau ujung-ujungnya dikorupsi juga, dan kurang fasilitas umum yang
diberikan pemerintah.
Masih banyak wajib pajak badan yang menunggak dalam membayar
pajaknya sehubungan dengan adanya penuruna tarif PPh terutang badan, hal ini
mengakibatkan perbedaan dengan teori, Hadipurnomo (2003) mengatakan bahwa
gejala penurunan tax revenue dengan adanya peningkatan tax rate menunjukkan
terjadinya penghindaran pajak. Melihat tanggapan responden terhadap penurunan
tarif PPh terutang badan dalam membayar tunggakan pajaknya, adanya penurunan
tarif PPh terutang badan berdampak pada berkurangnya tunggakan pajak. Hal ini
tidak sesuai pada tahun terjadinya penurunan tarif PPh terutang badan yaitu pada
tahun 2010, dimana jumlah tunggakan mengalami kenaikan. Akan tetapi, pendapat
responden sesuai untuk tahun 2011 dimana jumlah tunggakan wajib pajak badan
mengalami penurunan. Penurunan tarif PPh terutang badan jangka pendek dengan
kurang efektif untuk mengurangi jumlah tunggakan wajib pajak badan.
Dengan adanya penurunan tarif PPh terutang badan belum meningkatkan
kepatuhan wajib pajak (tax compliance) di Kecamatan Medan Barat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga mengakibatkan jumlah penerimaan
pajak mengalami penurunan. Berbeda dengan Darmin Nasution (2008), yang
mengatakan bahwa “penurunan tax rate akan mampu menaikkan tax revenue melalui
peningkatan kepatuhan wajib pajak (tax compliance)”. Penurunan jumlah
penerimaan pajak khususnya penerimaan PPh pasal 25/29 badan dikarenakan
kebijakan pemerintah menurunkan tarif PPh dari tarif tertinggi sebelumnya 30%,
pada tahun 2009 mengalami perubahan tarif menjadi tarif tunggal sebesar 28%, dan
mengalami penurunan lagi sebesar 25%. Dimana tarif sebesar 25% ini masih
dianggap wajib pajak badan di Kecamatan Medan Barat terlalu tinggi
Kurangnya niat wajib pajak melihat kebijakan penurunan tarif PPh terutang
badan ini untuk memenuhi kewajiban pajaknya mengakibatkan jumlah penerimaan
pajak khususnya penerimaan PPh pasal 25/29 mengalami penurunan, jika jumlah
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 75
kepatuhan wajib pajak badan yang sama, bila dibandingkan dengan tarif 28% dan
25% pastinya mengakibatkan perbedaan jumlah penerimaan pajak dimana tarif pajak
yang tinggi pastinya jumlah penerimaan pajak tinggi. Berbeda dengan penelitian
Tamas K. Papp dan Elod Takats (2008), dimana mereka membuktikan bahwa
“penurunan tax rate akan mampu menaikkan tax revenue melalui peningkatan
kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Penurunan tarif hanya meningkatkan
jumlah wajib pajak terdaftar untuk memperoleh NPWP akan tetapi tidak
melaksanakan kewajiban pajak lain seperti membayar pajak.
Kebijakan penurunan tarif yang dilakukan pemerintah belum tentu dapat
meningkatkan penerimaan pajak, begitu sebaliknya dengan tarif yang tinggi belum
tentu juga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini ditunjukkan pada gambar
dibawah ini:
Gambar 1 Kurva Laffer
100%
Tax Rate 0% Revenue Sumber : Arthur B Laffer, The Laffer Curve: Past,Present,Future
Dalam kurva laffer menunjukkan adanya hubungan antara tarif pajak dengan
pertumbuhan ekonomi. Tarif pajak yang rendah mengakibatkan penurunan
penerimaan pajak jika wajib pajak tidak melihat kebijakan penurunan ini sebagai
dasar kepatuhan perpajakan maka penurunan tarif akan mengakibatkan penurunan
penerimaan pajak. Begitu pula sebaliknya dimana tarif pajak yang tinggi bisa
mengakibatkan masyarakat untuk tidak bekerja (leisure) dikarenakan seberapa pun
hasilnya akan digunakan untuk membayar pajak.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 76
Penurunan tarif PPh terutang badan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29
badan pada tahun terjadinya penurunan tarif dapat dikatakan efektif untuk
meningkatkan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan dikarenakan mengalami
kenaikan dan untuk tahun berikutnya dapat dikatakan belum efektif dikarenakan
jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan mengalami penurunan, yang berarti
jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan dari tahun 2009 ke tahun 2011 mengalami
penurunan. Dengan demikian kebijakan penurunan tarif PPh terutang badan ini
belum efektif untuk meningkatkan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adanya penurunan tarif PPh terutang badan belum dapat meningkatkan
penerimaan pajak penghasilan pasal 25/29 di KPP Medan Barat, disebabkan karena:
1. Jumlah wajib pajak badan terdaftar pada tahun terjadinya penurunan tarif dan
pada tahun berikutnya atau jangka panjang mengalami kenaikan secara bertahap
dari tahun ke tahun, yang berarti jumlah wajib pajak badan terdaftar dari tahun
2009 ke tahun 2011 mengalami peningkatan.
2. Jumlah SSP PPh pasal 25/29 pada tahun terjadinya penurunan tarif dan pada
tahun berikutnya atau jangka panjang mengalami penurunan akan tetapi jumlah
penerimaan SSP PPh pasal 25/29 pada tahun berikutnya mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya walaupun peningkatannya tidak setinggi pada tahun 2009,
yang berarti jumlah SSP PPh pasal 25/29 dari tahun 2009 ke tahun 2011
mengalami penurunan.
3. Jumlah SPT tahunan badan pada tahun terjadinya penurunan tarif dan pada tahun
berikutnya atau jangka panjang mengalami penurunan, namun penurunannya
hanya sedikit, yang berarti jumlah SPT tahunan dari tahun 2009 ke tahun 2011
mengalami penurunan.
4. Jumlah tunggakan wajib pajak badan pada tahun terjadinya penurunan tarif dan
pada tahun berikutnya atau jangka panjang mengalami kenaikan, artinya jumlah
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 77
tunggakan wajib pajak badan dari tahun 2009 ke tahun 2011 mengalami
kenaikan.
5. Jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan pada tahun terjadinya penurunan tarif
dapat dikatakan efektif untuk meningkatkan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29
badan dikarenakan mengalami kenaikan dan untuk tahun berikutnya dapat
dikatakan kurang efektif dikarenakan jumlah penerimaan PPh pasal 25/29 badan
mengalami penurunan.
Saran
1. Sebaiknya kebijakan pemerintah dalam menurunkan tarif PPh terutang badan
perlu memperhatikan kekurangan dan dampak yang dihasilkan, dikarenakan
penurunan tarif ini jika tidak dimanfaatkan masyarakat dan wajib pajak sebagai
peluang untuk patuh dan sadar dalam memenuhi kewajibannya akan berakibat
pada penurunan jumlah penerimaan pajak khususnya penerimaan PPh pasal
25/29 badan.
2. Diharapkan kebijakan pemerintah dalam menetapkan tarif PPh terutang badan
juga harus sesuai dengan kondisi badan usaha di Indonesia dan harus dapat
menciptakan keadilan untuk semua pihak
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Adhito Hatanto (2012). “Ini Paparan Tentang Insentif Pajak Terbaru”. http://www.jaringnews.com. Diakses 8 Januari 2012.
Achmad Aris (2010). “Penerimaan Pajak 2010 Diprediksi Shortfall, Penurunan Tarif PPh Berpotensi Kurangi Penerimaan. Bisnis Indonesia, 29 Januari 2010, Jakarta.
Admin (2011). “Investor Taiwan Tergiur Insentif Pajak”. http://www.pajakonline.com. Diakses 8 Januari 2012.
Admin (2011). “Diskon Pajak 80 Persen Bagi UKM”. http://www.pajakonline.com. Diakses 8 Januari 2012.
Admin (2011). “Insentif Pajak Dorong Investasi Langsung”. http://www.pajakonline.com. Diakses 8 Januari 2012.
Aries Setiawan dan Sukirno (2011). “Ada Tax Holiday, Indonesia Menarik Investor”. http://www.vivanews.com. Diakses 15 Januari 2012.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 78
Carrol, Robert (2008). “The 2001 and 2003 Tax relief: The benefits of lower tax rate”: Tax Foundation, Fiscal Fact, August 2008, No. 141. Diakses dari http://www.taxfoundation.org/files/ff141.pdf pada tanggal 8 februari 2009.
Consuelo G. Sevilla et al. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Danny (2011). “Dampak Perubahan Tarif PPh badan Terhadap Penerimaan Pajak Indonesia”. http://www.dannydarussalam.com. Diakses 03 Desember 2011.
Dede Riani (2011). “Nikmati Diskon PPh Wajib Pajak Badan Hingga 50%”. http://www.pajak.go.id. Diakses 25 November 2011.
Djoko Muljono (2008). Panduan Brevet Pajak, Pajak Penghasilan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
............. (2009). Pengantar PPh dan PPh 21 Lengkap dengan UU No. 36 Tahun 2008. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Erna Sari Ulina Girsang (2011). “Pemerintah Terbitkan 8 Paket Kebijakan Pajak”. http://www.bisnis.com. Diakses 1 Januari 2012.
Hadipurnomo (2003). Penghindaran Pajak Optimal versus penetapan Pajak Optimal”. Desertasi S3, Institut Pertanian Bogor. Bandung.
Hanhan Haeruman (2011).”Sensus Pajak Nasional (SPN), Alasan dan Manfaatnya”. http://vibizmanagement.com. Diakses 22 januari 2012.
Irwan Wisanggeni (2011). “Menyoal Kebijakan tarif Pajak”, Majalah Indonesia Tax Review. Vol. 4 No. 6, Mei 2011.
Laffer, Arthur (2006). The Laffer Curve: Past, Present, Future”. Diunduh dari : http://www.heritage.org/Research/Taxes/bg1765.cfm. diakses 16 Juni 2008.
Mardiasmo (2003). Perpajakan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. ............. (2009). Perpajakan Edisi Revisi 2009. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Martin Bagya Kertiyasa (2011). “Penurunan Tarif PPh Badan Akan Dilakukan
Bertahap”. http://www.okezone.com. Diakses 14 Februari 2011. M. Iqbal Alamsjah (2010). Persandingan Susunan Dalam Satu Naskah Undang-
Undang Pajak Penghasilan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak. Meutia Rahmi (2009). “Insentif PPh 25 di Review Enam Bulan”. Harian Seputat
Indonesia, 16 Januari 2009, Jakarta. Ning Rahayu & Iman Santoso (2007). Bunga Rampai Perpajakan Indonesia. Jakarta:
Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. Nasution, Darmin (2008). “Hasil Akhir Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Tentang Pajak Penghasilan yang Telah Disetujui Pansus Perpajakan DPR”. Departemen Keuangan Republik Indonesia. 21 Juli 2008, Jakarta.
Nurul Qomariyah (2010). “RI Masuk Daftar 15 Negara Paling Diminati Investor Asing”. http://www.detikfinance.com. Diakses 08 April 2011.
Odigg (2010). “Usulan Penurunan PPh Badan Dinilai Tidak Tepat”. http://www.detikfinance.com. Diakses 27 November 2011.
Orin Basuki (2011). “Energi Terbarukan Akan Dapat Insentif Pajak”. http://www.kompas.com. Diakses 1 Januari 2012.
Prasetya Irawan (2006). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 13 No. 1/ Maret 2013
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 79
Ramdhani El Hida (2011). “8 Aturan Pajak Baru di 2011”. http://www.detikfinance.com. Diakses 15 Januari 2012.
Rimsky K. Judisseno (2005). Pajak & Strategi Bisnis Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
R. Mansury (1996). Panduan Konsep Utama Pajak Penghasilan Indonesia Jilid 3. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
R. Mansury (1999). Kebijakan Fiskal. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan (YP4).
R. Santoso Brotodihardjo (1995). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Eresco. Rohmat (2011). “Kadin Usulkan Tarif PPh Badan 25% Per 2008”.
http://www.ortax.org. Diakses 08 Agustus 2011. Sugiyono (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dari R &D. Bandung:
Alfabeta. Tamas K. Papp and Elod Takats (2008). Tax Rate Cuts and Tax Compliance- The
Laffer Curve Revisited”. http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2008/wp0807.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2011.