22
ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH BATIK DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Oleh : RAFI HARDIYANTO NIM. B300140142 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA ...eprints.ums.ac.id/71044/12/NASKAH PUBLIKASI.pdf1 ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH BATIK DI KECAMATAN LAWEYAN

  • Upload
    vandiep

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL

DAN MENENGAH BATIK DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA

SURAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1

pada Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Oleh :

RAFI HARDIYANTO

NIM. B300140142

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

2

i

3

ii

4

iii

1

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL

DAN MENENGAH BATIK DI KECAMATAN LAWEYAN KOTA

SURAKARTA

Abstrak

Dalam usaha percepatan pembangunan ekonomi industrialisasi merupakan salah

satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan

taraf hidup masyarakat. Tujuan utamanya adalah memberi lebih banyak

kesempatan kerja. Karena lebih banyak tenaga kerja yang diserap akan terjadi

peningkatan kesejahteraan populasi. Upaya untuk merekrut pekerja tidak bisa

terpisah dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadapnya, seperti pertumbuhan

penduduk dan pekerja, pembangunan ekonomi dan perekrutan pekerja dan tidak

menyangkal usaha lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas lebih tinggi

melalui program lainnya. Salah satu cara untuk memperbesar perekrutan tenaga

kerja adalah dengan mengembangkan industri terutama industri yang fokus pada

pekerjaan produksi. Mengembangkan industri produksi kerja akan meningkatkan

kapasitas produksi jadi bisa membuat job oppotunities. Tujuan utama penelitian

ini adalah menganalisis pengaruh tingkat upah, nilai produksi dan modal kerja

terhadap penyerapan tenaga kerja pada industri kecil dan menengah Batik di

Laweyan. Metode analisis ini adalah regresi linier berganda. Data itu yang

digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada data utama yang didapat dari

wawancara langsung dengan pengusaha batik di Laweyan termasuk dalam daftar

pertanyaan yang dipersiapkan.

Kata kunci : penyerapan tenaga kerja, modal kerja, nilai produksi tenaga kerja,

upah tenaga kerja.

Abstact

In an effort to accelerate economic development industrialization is one of the

strategies carried out by the government that aims to improve people's lives. The

main goal is to provide more employment opportunities. Because more workers

are absorbed there will be an increase in population welfare. Efforts to recruit

workers cannot be separated from several factors that influence it, such as

population growth and workers, economic development and recruitment of

workers and do not deny other businesses that can increase productivity higher

through other programs. One way to increase recruitment of workers is to develop

industries, especially industries that focus on production work. Developing a work

production industry will increase production capacity so that it can make job

oppotunities. The main objective of this study was to analyze the effect of wage

level, production value and working capital on labor absorption in Batik small and

medium industries in Laweyan. This method of analysis is multiple linear

regression. The data used in this study is based on the main data obtained from

direct interviews with batik entrepreneurs in Laweyan included in the list of

questions prepared.

Keywords: labor absorption, working capital, labor production value, labor wages.

2

1. PENDAHULUAN

Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) memiliki peran penting dalam perekonomian

Indonesia. Karena dengan UKM ini, pengangguran akibat angkatan kerja yang

tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Sektor UKM telah

dipromosikan dan dijadikan sebagai agenda utama pembangunan ekonomi

Indonesia.

Salah satu tujuan pembangunan adalah untuk menciptakan tingkat Gross

National Product yang setinggi-tingginya, namun hal ini tidak dapat terlepas dari

berbagai masalah ekonomi itu sendiri. Diantara masalah yang dimaksud yaitu

pemberantasan kemiskinan, ketimpangan pendapatan, penyediaan lapangan kerja

sebab hal ini menjadi pemicu timbulnya pertumbuhan suatu wilayah (Amalia,

2007:89). Dengan demikian, Indonesia yang menjadikan sasaran utamanya adalah

pengembangan dan pembangunan lapangan kerja dengan tujuan untuk

memeratakan pembangunan ekonomi kepada seluruh masyarakat. Selain hal

tersebut digunakan pula sebagai untuk mengurangi kemampuan suatu daerah dan

struktur perekonomian yang seimbang. Bagi Indonesia pengembangan ekonomi

sangatlah diperlukan sehingga proses pembukaan lapangan kerja sangatlah

diperlukan (Sukirno, 2005:445).

Pemberdayaan industri kecil dan menengah merupakan salah satu prioritas

pengembangan ekonomi kerakyatan, karena merupakan wujud kehidupan

sebagian rakyat Indonesia paska krisis dan mampu mempertahankan

kelangsungan usahanya di banding industri besar. Industri kecil dan menengah

juga merupakan sektor yang strategis bagi tiap daerah untuk mengurangi masalah

pengangguran (Sari dan Husaini, 2015).

Usaha kecil menengah adalah usaha yang dijalankan oleh 1 atau 2 orang

saja, atau usaha yang memiliki modal lebih kecil dari Rp. 50.000.000, disebut

usaha kecil dan usaha memiliki modal lebih kecil dari Rp. 200.000.000 disebut

usaha menengah. Tetapi ada pula yang menyebutkan usaha yang dijalankan 50-60

orang masih tergolong usaha kecil menengah. Wiraswasta dalam usaha bisnis

menengah dan kecil sangat menunjang perekonomian bangsa Indonesia

dikarenakan dengan adanya unit usaha kecil dan menengah selain menguranggi

3

jumlah angka penganguran UMKM juga berperan penting yang dapat dilihat dari

beberapa aspek, yaitu jumlah unit usaha yang terbentuk, penyerapan tenaga kerja,

perannya dalam peningkatan produk domestik bruto (PDB) dan sumbangannya

terhadap ekspor nasional.

Peranan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia sebagai

salah satu pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Kontribusi sektor UKM terhadap produk domestik nasional pada tahun 2016

bertumbuh sebesar 60,34 % dengan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor

ini adalah meningkat sebesar 97,22 % (CNN Indonesia, 2016). Hal ini

menjelaskan bahwa UKM tidak hanya berperan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi tetapi memiliki kontribusi yang besar dalam mengatasi masalah

pengangguran.

UMKM mampu memberikan sumbangsih terhadap PDB yang tercatat

mencapai 7,1 persen dan mampu menyerap 10,7 persen atau sekitar 12 juta total

dari tenaga kerja. Memang kontribusinya cukup besar meskipun hanya usaha

kecil. Untuk industri ekonomi kreatif ini sendiri juga tumbuh 5,76 persen pada

tahun sebelumnya. Hal itu bisa dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ini diatas

rata-rata. Untuk PDB nasional ini peran UMKM ini cukup penting karena mampu

memberi nilai tambah hingga Rp 641,8 triliun. Walaupun begitu, pemerintah juga

memiliki target tersendiri dari UMKM ini karena pemerintah merencanakan

kontribusi PDB Ekonomi kreatif ditahun 2019 bisa mencapai 7 – 7,5 persen.

Data Dinas Koperasi dan UMKM Pemprov Jateng mencatat pada 2012

jumlah UMKM binaan sebanyak 80.583 unit. Pada 2016 jumlahnya naik menjadi

115.751 unit. Sejalan dengan itu jumlah tenaga kerja pun meningkat pesat dari

345.622 orang menjadi 791.767 orang, sampai akhir tahun 2017

jumlah UMKM binaan mencapai 133.679 unit, dengan jumlah tenaga kerja telah

mencapai 918.455 orang. Dengan berbagai program pendampingan,

perkembangan UMKM pun menanjak naik. Dari sisi aset naik dari Rp 6,816

triliun menjadi Rp 22,891 triliun. Kenaikan signifikan juga dicatatkan dari sisi

omset yakni dari Rp 18,972 triliun menjadi Rp 43,570 triliun atau lebih dari 120

persen (jateng.tribunnews.com, 2018).

4

Namun meskipun UMKM memiliki peran penting dan memberikan

kontribusi yang cukup besar untuk Negara, UMKM ini juga masih memiliki

kelemahan saat beroperasi sehingga pemerintah perlu untuk memberikan

dukungan dan sokongan agar UMKM bisa berjalan dengan lancar. Beberapa

permasalahan yang bisa kita jumpai pada UMKM adalah seperti kesulitan

pemasaran, keterbatasan SDM, kesulitan bahan baku, keterbatasan inovasi dan

teknologi, hingga kesulitan akses ke sumber pembiayaan yang cukup terbatas.

Dengan mengetahui beberapa permasalahan tersebut, maka sudah semestinya

pemerintah untuk memperhatikan bisnis kecil ini karena jika berkembang maka

Negara juga akan mendapatkan keuntungan pemasukan.

Agar UMKM dapat bersaing dalam pasar nasional dengan unit usaha yang

dikelolah oleh Investor Asing. Dikarenakan banyak UMKM yang sudah bangkrut

dikarenakan kalah bersaing dengan pasar-pasar moderen dikarenakan kekurangan

modal dan tidak mampu melunasi bunga pinjaman yang tinggi. Berkaitan dengan

pertumbuhan UMKM tersebut, perlu dilihat hubungan antara pertumbuhan

UMKM dengan kemiskinan pada masyarakat, dan juga peran UKM mengurangi

kemiskinan sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi langkahlangkah

kebijakan yang dapat ditempuh dalam pengembangan UMKM dalam rangka

mengurangi kemiskinan. Namun jika pemerintah tidak campur tangan dalam

UMKM, maka dengan sendirinya UMKM akan semakin merosotkan petan uasaha

kecil disektor pertanian dan perdagangan.

Dengan semakin merosotnya peran usaha kecil disektor pertanian dan

perdagangan, maka dua penyumbang besar terhadap nilai tambah dari kelompok

usaha kecil ini dominasinya juga akan semakin mengecil dalam pembentukan

PDB. Sehingga jika kecenderungan ini dibiarkan maka posisi usaha kecil akan

kembali seperti sebelum krisis atau bahkan mengecil. Sementara itu usaha

menengah yang sejak krisis mengalami kemerosotan diberbagai sektor, maka

posisi usaha menengah semakin tidak menguntungkan. Padahal dalam proses

modernisasi dan demokratisasi peranan kelas menengah ini sangat penting

terutama untuk meningkatkan daya saing. Karena usaha menengah lebih mudah

5

melakukan modernisasi dan mengembangkan jaringan ke luar negeri dalam

rangka perluasan pasar

Batik merupakan warisan leluhur yang sudah mendunia.Unesco (United

Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau Organisasi

Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB) telah menetapkan Batik Indonesia

sebagai Warisan Kemanusiaan unrtuk Budaya Lisan dan Nonbendawi sejak 2

Oktober 2009. Terletak 5 KM dari Pusat Kota Solo, Kampung Laweyan

merupakan berkah bagi Pemerintah Kota Solo. Kampung yang ada sejak tahun

1546 M atau masa Kerajaan Pajang kini menjadi pusat perhatian turis asing

maupun domestik untuk melihat proses pembuatan batik dan tentunya membeli

oleh-oleh khas Batik Solo. Kampung ini mulanya adalah sebuah pasar yang

menyediakan bahan baku tenun (Lawe) sejak zaman Kerajaan Pajang. Bahan baku

kapas pada saat Kerajaan Pajang dipasok dari desa Pedan, Juwiring dan Gawok.

Kampung Batik Kemplong, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah.

Sebagian besar masyarakt Inodnesia memang mengenal Pekalongan sebagai

sentra penghasil Batik terbesar. Bahkan slogan Kota Pekalongan adalah Kota

Batik (Bersih, Aman, Tertib Indah Komunikatif). Kota Pekalongan yang terletak

di pesisir utara Pulau Jawa banyak dipengaruhi oleh kedatangan bangsa luar

seperti Cina dan orang Belanda yang memperkenalkan corak Batik Belanda di

Pekalongan.

Sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa terdiri

dari berbagai faktor seperti tenaga kerja, tanah dan modal termasuk mesin-mesin,

peralatan, bahan mentah, tenaga listrik, kemajuan teknologi dana lain-lain. Namun

diantara semua faktor tersebut, faktor sumber daya manusia memegang peranan

utama dalam meningkatkan produktivitas karena alat produksi dan teknologi pada

hakekatnya adalah hasil karya manusia. Oleh karena itu, disamping produktivitas

tanah dan modal yang biasanya ditonjolkan dan menjadi pusat perhatian adalah

produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa

faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, maupun yang

berhubungan dengan lingkungan dan kebijakan pemerintah.

6

Perkembangan sektor industri batik di Solo dan Laweyan diharapkan dapat

menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Penyerapan tenaga kerja pada industri

kecil secara internal dipengaruhi oleh tingkat upah, nilai produksi dan modal

kerja. Perubahan tingkat upah akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja

(Simanjuntak, 1985). Naiknya tingkat upah akan menaikkan biaya produksi

perusahaan yang kemudian akan meningkatkan pula harga per unit barang yang

diproduksi. Nilai produksi dapat mempengaruhi penyerapan tenaga keeja, apabila

permintaan hasil produksi perusahaan atau industri meningkat, produsen

cenderung untuk menambah kapasitas produksinya. Dengan menambah

penggunaan tenaga kerjanya. Modal kerja juga dapat mempengaruhi penyerapan

tenaga kerja. Hal ini karena penambahan modal akan meningkatkan bahan baku.

Bahan baku yang banyak membutuhkan tenaga kerja yang banyak pula sehingga

pertambahan bahan baku akan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

2. METODE

Jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di kampung

batik Laweyan Kota Surakarta. Obyeknya adalah pengusaha batik di Laweyan

terkait dengan pengaruh modal, nilai produksi, dan upah tenaga kerja terhadap

penyerapan tenaga kerja. Sumber Data adalah responden. Populasinya adalah

seluruh industri batik di Laweyan. Teknik pengambilan sampel dengan random

sampling. Metode Pengumpulan Data dengan Kuisioner Terbuka, Metode

Dokumentasi dan Wawancara. Variabel yang digunakan adalah variabel

Dependen (Y) yaitu Penyerapan Tenaga Kerja dan Variabel Independen yaitu

Modal (X1), Nilai Produksi (X2), Upah Tenaga Kerja (X3). Metode Analisa Data

dengan Uji Normalitas, Uji Linearitas, Uji Asumsi Klasik meliputi Uji

Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, dan Uji Autokorelasi, serta Uji

Statistik meliputi Uji Parsial (t-test), Uji Simultan (F-test), Koefisien

Determinasi (adjusted R2)

7

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 1. Data Penelitian

No Nama Industri Batik Modal (Rp) Nilai

Produksi (Rp)

Upah Tenaga

Kerja (Rp)

Jumlah

Tenaga

Kerja

(orang)

1 Batik Merak Ati 90.000.000 175.000.000 1.400.000 25

2 Batik Putra Laweyan 70.000.000 150.000.000 1.300.000 22

3 Batik Saud Effendy 85.000.000 170.000.000 1.400.000 25

4 Batik Gress Tenan 75.000.000 145.000.000 1.350.000 24

5 Batik Amelia 85.000.000 168.000.000 1.400.000 25

6 Batik Gunawan Design 74.000.000 145.000.000 1.300.000 22

7 Batik Cempaka 70.000.000 135.000.000 1.250.000 20

8 Batik Surya Pelangi 72.000.000 150.000.000 1.300.000 23

9 Batik Mahkota 84.000.000 171.000.000 1.400.000 25

10 Batik Sido Luhur 70.000.000 145.000.000 1.300.000 22

11 Batik Weledan 82.000.000 165.000.000 1.400.000 25

12 Batik Adina 69.000.000 135.000.000 1.250.000 20

13 Batik Laweyan HY 60.000.000 130.000.000 1.250.000 20

14 Batik Supriyarso 67.000.000 133.000.000 1.250.000 20

15 Batik Cahaya Putra 37.000.000 80.000.000 1.000.000 10

16 Batik Luar Biasa 55.000.000 115.000.000 1.100.000 10

17 Batik Cattleya 57.000.000 107.000.000 1.100.000 10

18 Batik Lor Ing Pasar 50.000.000 115.000.000 1.200.000 15

19 Batik Pulau Jawa 39.000.000 79.000.000 1.000.000 9

20 Batik Cipta Asri 58.000.000 115.000.000 1.200.000 15

21 Batik Laweyan Art 35.000.000 70.000.000 1.000.000 7

22 Batik Pandono 35.000.000 80.000.000 1.000.000 9

23 Batik Blangkon 50.000.000 110.000.000 1.200.000 15

24 Batik Edy Wijaya 37.000.000 75.000.000 1.000.000 7

25 Batik Aryu 38.000.000 79.000.000 1.000.000 9

26 Kevin Collection 55.000.000 110.000.000 1.200.000 15

27 Batik Kusuma 41.000.000 85.000.000 1.000.000 10

28 Batik Mirah Collection 38.000.000 75.000.000 1.000.000 7

29 Batik Enza 60.000.000 110.000.000 1.200.000 15

30 Batik Isti 42.000.000 86.000.000 1.000.000 10

Sumber: data primer diolah

8

Tabel 2. Hasil Analisis Regresi OLS

Variabel Notasi Koefisien Regresi t Hitung Sig

Konstanta A -25,7515

Modal X1 -0,0666 -0,738 0,467

Nilai produksi X2 0,0998 1,745 0,093

Upah tenaga kerja X3 28,5875 3,356 0,002

F hitung = 213,821

R2 = 0,961

Signifikan F = 0,000

Sumber: data sekunder yang diolah

Hasil Analisis regresi tersebut bila ditulis dalam model persamaan berikut:

Y = -25,7515– 0,0666.X+0,0998.X2* + 28,5875.X3**

Keterangan :

* = Signifikan pada = 0,10 (90%)

** = Signifikan pada = 0,01 (99%)

Dari hasil-hasil di atas terlihat bahwa pengaruh dari nilai produksi

dan upah tenaga kerja adalah positif terhadap penyerapan tenaga kerja,

sedangkan modal tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Ini

berarti apabila ada peningkatan nilai produksi dan upah tenaga kerja, maka

penyerapan tenaga kerja meningkat. Sebaliknya jika ada peningkatan

jumlah modal, maka penyerapan tenaga kerja tidak meningkat.

Pengambilan keputusan mengenai normalitas adalah apabila hasil

signifikan >0,05 maka data terdistribusi normal. Apabila hasil signifikan

<0,05 maka data tersebut tidak terdistribusi secara normal. Perhitungan uji

normalitas dilakukan dengan uji Jarque Bera statistik dengan rumus:

JB=𝑛

6{S2 +

(K−3)2

4}

Hasil perhitungan uji kenormalan Jarque Bera mendapatkan nilai

2 hitung sebesar 2,862 dengan p= 0,239. Sedangkan 2tabel (0,05;1) =

3,841. Karena 2hitung<

2tabel, yaitu 2,862<3,841 dengan p>0,05, maka data

residual regresi dalam penelitian ini memiliki distribusi (sebaran) yang

normal.

9

Tabel 3. Hasil Uji Linearitas Ramsey RESET Test Equation: OLS Specification: Y C X1 X2 X3 Omitted Variables: Powers of fitted values from 2 to 3

Value df Probability

F-statistic 9,4921 (2,21) 0,0012

Likelihood ratio 17,3869 0,0002

Analisis hasil Output, bahwa nilai Fhitung sebesar 9,492 kemudian

dibandingkan dengan Ftabeldengan df (2;21) pada = 1% diperoleh nilai

Ftabel sebesar 5,49. Berarti nilai Fhitung> Ftabel(9,492 > 5,49) dengan p<0,01,

maka model regresi ada masalah linearitas. Namun dapat diabaikan karena

penelitian ini bukan bertujuan membuat model baru.

Tabel 4. Uji Multikolinieritas

Variabel VIF Keterangan

Modal (X1) 38,228 Tidak ada masalah multikolinieritas

Nilai produksi (X2) 56,918 Tidak ada masalah multikolinieritas

Upah tenaga kerja (X3) 24,981 Tidak ada masalah multikolinieritas

Sumber: data diolah

Hasil perhitungan uji multikolinieritas menunjukkan bahwa kedua

variabel independen memiliki nilai VIF lebih dari 10 (VIF>10), artinya

ada korelasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 90%. Jadi dapat

disimpulkan bahwa ada gejala multikolinieritas dalam model regresi yang

digunakan. Dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya nilai prediksi

yang dihasilkan pada model yang terdapat multikolinearitastidak dapat

memprediksi variabel terikat secara presisi.

Tabel 5. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel thitung pvalue Kep Keterangan

Modal (X1) -0,234 0,817 p>0,05 Tidak ada heteroskedastisitas

Nilai produksi (X2) 1,373 0,187 p>0,05 Tidak ada heteroskedastisitas

Upah tenaga kerja (X3) -1,657 0,116 p>0,05 Tidak ada heteroskedastisitas

Sumber: data sekunder yang diolah

Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai koefisien (b) untuk

seluruh variabel tidak diterima, dengan kata lain menunjukkan adanya

homoskedastisitas. Dari tabel diatas dapat ketahui bahwa tidak terdapat

masalah heteroskedastisitas yang serius pada semua variabel.

10

Tabel 6. Hasil Uji Autokorelasi

Variabel D-W dL dU Kesimpulan

X1, X2, dan X3 terhadap Y 2,028 1,21 1,65 Tidak ada masalah

autokorelasi

Sumber: data sekunder yang diolah

Nilai dL diambil dari tabel Durbin-Watson pada =5% dengan df=3;30

4-dL = 4 – 1,21 = 2,79

4-dU = 4 – 1,65 = 2,35

Gambar 1. Statistik Uji Durbin Watson

Keterangan:

Ho : tidak ada autokorelasi positif

Ho* : tidak ada autokorelasi negatif

Pengujian tersebut memperoleh nilai D-W sebesar 2,02 berada di

daerah antara dU sampai dengan 4 - dU. Oleh karena itu dapat dinyatakan

bahwa uji autokorelasi dalam penelitian ini menunjukkan tidak adanya

autokorelasi dalam regresi.

Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung sebesar -

0,738 dengan nilai p=0,467, sedangkan nilai ttabelpada = 0,10 dengan df

0 dL du 2 4-dL 4 4-du

Menolak Ho

Autokorelasi

positif

Daerah

Keragu-raguan

Menerima Ho

atau Ho*

Daerah

Keragu-raguan

Menolak Ho*

Bukti

Autokorelasi

negatif

1,21 1,65 2,35 2,79

DW=

2,028

11

(30-3) adalah 1,703. Jika nilai -ttabel thitung ttabel maka Ho diterima.

Karena nilai thitung> ttabel (-0,738>-1,703)dengan nilai p>0,10, maka Ho

diterima, artinya modal tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga

kerja.

Gambar 2. Grafik Statistik Uji- t Modal

Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung sebesar

1,745,sedangkan nilai ttabelpada = 0,10 dengan df (30-3) adalah 1,703.

Karena nilai thitung> ttabel (1,745>1,703) dengan p<0,10, maka Ho ditolak,

berarti nilai produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja pada = 10%..

-

Gambar 3. Grafik Statistik Uji- t Nilai produksi

Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung sebesar

3,356,sedangkan nilai ttabelpada = 0,01dengan df (30-3) adalah2,771.

Karena nilai thitung> ttabel (3,356>2,771) dengan p<0,01, maka Ho ditolak,

berarti upah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja.

Daerah Terima Ho

Daerah Tolak Ho Daerah Tolak Ho

-1,703

1,980

1,703

-0,738

tt ≤ th≤ tt

Daerah Terima Ho

Daerah Tolak Ho Daerah Tolak Ho

-1,703

-1,980

1,703

1,745

tt ≤ th≤ tt

12

Gambar 4. Grafik Statistik Uji- t Upah tenaga kerja’

Gambar 5. Grafik Statistik Uji - F

Jelas nilai Fhitung> Ftabel (213,821>4,64) dengan p<0,01, maka Ho

ditolak (model eksis). Artinya secara bersama-sama variabel jumlah

modal, nilai produksi, dan upah tenaga kerjaberpengaruh secara signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerja.

Nilai R2 menyatakan proporsi total variabel dependen yang dapat

dijelaskan oleh variabel independen. Nilai R2 adalah 0,961. Koefisien

determinasi menunjukkan bahwa 96,1% variasi dari variabel dependen

(penyerapan tenaga kerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen

dalam model (modal, nilai produksi, dan upah tenaga kerja), sedangkan

3,9% sisanya dipengaruhi variabel bebas lain di luar model.

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh

signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah nilai produksi pada

= 10% dan upah tenaga kerja pada = 1%, sedangkan variabel yang tidak

berpengaruh adalah modalsampai pada = 10%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal tidak berpengaruh

terhadap penyerapan tenaga kerja. Tidak mendukung hasil penelitian

Daerah tolak Ho

Daerah terima Ho

4,64 213,821

Fh > Ft

Fh ≤ Ft

Daerah Terima Ho

Daerah Tolak Ho Daerah Tolak Ho

-1,703

-1,980

1,703

3,356

tt ≤ th≤ tt

13

sebelumnya yang dilakukan oleh Rini Anita Sari dan Muhammad Husaini

(2015)yang menyimpulkan bahwa modal berpengaruh signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja. Modal yang digunakan oleh industri batik tidak

untuk menambah jumlah tenaga kerja tetapi untuk menambahkan peralatan

modern yang canggih yang mampumenghasilkan produksi lebih besar

dibandingkan tenaga manusia.

Hal ini disebabkan saat ini proses produksi batik tidak mutlak

tergantungpada tenaga kerja. Adanya peralatan modern yang canggih,

segalaproses produksi dapat dilakukan oleh mesin, dan tenaga kerja

hanyamelakukan pengawasan terhadap mesin-mesin tersebut, sehingga

modal besaryang dikeluarkan oleh perusahaan digunakan untuk membeli

peralatan danbukan untuk menambahkan jumlah sumber daya manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Konsisten dengan

hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fauziah (2015) yang

menyimpulkan bahwa nilai produksi berpengaruh positif terhadap

penyerapan tenaga kerja.

Secara umum diketahui adanya hubungan positif antara nilai

produksi dengan penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi nilai produksi

maka penyerapan tenaga kerja semakin meningkat, sebaliknya jika nilai

produksi rendah maka penyerapan tenaga kerja juga semakin

menurun.Dari hasil perhitungan variabel nilai produksi mempunyai nilai

koefisien sebesar 0,0998 dengan arah parameter positif. Hal ini berarti

bahwa setiap kenaikan nilai produksi sebesar 1 juta rupiah, maka

penyerapan tenaga kerja akan bertambah sebanyak 0,0998 (1 orang)

dengan asumsi variabel yang lain konstan.

Merujuk pada pendapat Sumarsono (2003: 69), nilai produksi

merupakan tingkat produksi atau keseluhan jumlah barang yang dihasilkan

di industri. Naik turunnya permintaan pasar akan hasilproduksi dari

perusahaan yang bersangkutan, akan berpengaruh apabila permintaan hasil

produksi barang perusahaan meningkat, maka produsen cenderung untuk

14

menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan

menambah penggunaan tenaga kerjanya.

Penyerapan tenaga kerja oleh industri batik dipengaruhi oleh tinggi

rendahnya jumlah barang yang diproduksi oleh industri. Tinggi rendahnya

barang yang diproduksi tergantung kepada tinggi rendahnya permintaan

oleh konsumen. Simanjuntak (2010: 83) menyatakan semakin tinggi

jumlah barang yang diminta oleh konseumen semakin tinggi jumlah

barang yang diproduksisehingga semakin tinggi pula jumlah tenaga kerja

yang diminta olehperusahaan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena naik

turunnya permintaan akan hasil produksi industri batik akanberpengaruh

apabila permintaan hasil produksi batik meningkat, maka produsen

cenderunguntuk menambah kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut

produsen akan menambahpenggunaan tenaga kerjanya. Jadi dengan

meningkatnya permintaan batik dan juga banyaknyapesanan oleh

pelanggan, maka nilai produksi akan bertambah sehingga akan terjadi

peningkatanpenyerapan tenaga kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah tenaga kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Chuzainina Rachmatullail, dkk. (2016) yang menyimpulkan bahwa upah

tenaga kerja memiliki pengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga

kerja.

Secara umum diketahui adanya hubungan positif antara upah

dengan penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi upah maka penyerapan

tenaga kerja semakin meningkat, sebaliknya jika upah rendah maka

penyerapan tenaga kerja semakin menurun.Dari hasil perhitungan variabel

upah mempunyai nilai koefisien sebesar 28,5873 dengan arah parameter

positif. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan upah sebesar 1 juta rupiah,

maka penyerapan tenaga kerja akan bertambah sebanyak 28,5873 (29

orang) dengan asumsi variabel yang lain konstan.

15

Sejalan dengan pendapat Haryani (2009: 86) bahwa upah adalah

suatu penerimaan berupa imbalan dari pemberi kerjayang diberikan

kepada penerima kerja atas pekerjaan atau yang telah atau akandilakukan.

Permintaan tenaga kerja merupakan fungsi dari tingkat upah, permintaan

tenaga kerja mempunyai hubungan terbalikdengan tingkat upah.

Secara teoritik naiknya tingkat upah akan menaikkan

biayaproduksi perusahaan, selanjutnya akan meningkatkan pula harga per

unityang diproduksi. Selanjutnya, para konsumen akan memberikan

responyang cepat apabila terjadi kenaikan harga barang, yaitu dengan

mengurangikonsumsi atau bahkan tidak membeli sama sekali. Akibatnya

banyak hasilproduksi yang tidak terjual dan terpaksa produsen mengurangi

jumlah produksinya yang dilakukan dengan pengurangan penggunaan

tenaga kerja.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil uji

t dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja industri batik di Laweyan Surakartaadalahnilai

produksi pada = 10% dan upah pada = 1%, sedangkan variabel yang

tidak berpengaruh adalah modalsampai pada = 10%.

Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel modal, nilai produksi,

dan upah tenaga kerja secara simultan berpengaruh secara signifikan

terhadap penyerapan tenaga kerjaindustri batik di Laweyan

Surakartapada taraf signifikan 1%.

Uji R2 memperoleh nilai 0,961 yang berarti bahwa 96,1% variasi

dari penyerapan tenaga kerjadapat dijelaskan oleh variabel modal, nilai

produksi, dan upah tenaga kerja, sedangkan 3,9% sisanya dijelaskan oleh

variabel bebas lain di luar model yang digunakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal tidak berpengaruh

terhadap penyerapan tenaga kerja di industri batik Laweyan Surakarta.

Modal yang digunakan oleh industri batik tidak untuk menambah jumlah

16

tenaga kerja tetapi untuk menambahkan peralatan modern yang canggih

yang mampu menghasilkan produksi lebih besar dibandingkan tenaga

manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai produksi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Permintaan hasil

produksi yang meningkat, maka produsen cenderung untuk menambah

kapasitas produksinya, untuk maksud tersebut produsen akan menambah

jumlah tenaga kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah tenaga kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.

Semakin besar upah yang diberikan oleh perusahaan tersebut maka

semakin banyak tenaga kerja yang diterima untuk bekerja. Sebaliknya

semakin kecil upah yang diberikan, maka semakin kecil tenaga kerja

yang diterima untuk bekerja.

4.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah: Bagi instansi terkait

dalam hal ini Pemerintah Kota Surakarta diharapkan melakukan

pembinaan kepada industri batik di Laweyan untuk lebih meningkatkan

kemampuan berwirausaha para pelaku usaha sehingga industri batik

semakin maju, dapat mengembangkan usahanya sehinggadapat lebih

banyak menyerap tenaga kerja

Pemerintah atau pihak bank maupun lembaga keuangan lainnya

agarmempermudah akses modal bagi pelaku industri batik dengan syarat-

syarat yang tidak memberatkanagar para pelaku usaha

dapatmengembangkan usahanya.

Saran bagi industri batik diharapkan untuk senantiasa

meningkatkan kinerjanya dengan lebih mengoptimalkan permodalan

yang ada agar dapatefektif dana efisien dalam menjamin

keberlangsungan perusahaan, sehinggaakan semakin meningkatkan

penyerapan tenaga kerja.

17

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, P. & J. Sudantodo. (2002). Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha Kecil.

Jakarta : Rineka Cipta.

Arfida, (2003). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Penerbit: Ghalia Indonesia.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

(Edisi.Revisi), Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi, (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta. PT. Rineka Cipta.

DISPERINDAG Provinsi Jawa Tengah. (2018).

http://disperindag.jatengprov.go.id

Djarwanto, dan Subagyo, Pangestu, (2000), Statistik Induktif, Edisi 4, BPFE,

Yogyakarta.

Fauziah. (2015). Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil Dan

Menengah (IKM) Di Kota Palu Periode 2000-2013. e-Jurnal Katalogis,

Volume 3 Nomor 1, Januari 2015 hlm 138-146 ISSN: 2302-2019

Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Edisi Ketujuh. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gilarso, T. (2003). Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro (Yogyakarta: Kanisius,)

Gitosudarmo, Indriyo. (2009). Manajemen Operasi (Edisi Ketiga). Yogyakarta;

BPFE.

Huda, M Nur. (2018). Artikel Tribunjateng.com; Kemudahan Akses Pemodalan

Picu Pertumbuhan UMKM di Jateng.

http://jateng.tribunnews.com/2018/02/05/kemudahan-akses-pemodalan-

picu-pertumbuhan-umkm-di-jateng

Mutmainah, D.A. (2016, November 21). Kontibusi UMKM terhadap PDB tembus

lebih dari 60 persen. CNN Indonesia. Jakarta: Retrived November 29,

2016, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161121122525-92-

174080/kontribusi-umkm-terhadap-pdb-tembus-lebih-dari-60-persen

Sari, Rini Anita dan Muhammad Husaini. (2015). Analisis Penyerapan Tenaga

Kerja Pada Industri Tempe Di Kabupaten Tulang Bawang Periode 2009 –

2013. JEP-Vol. 4, N0 2, Juli 2015.

Simanjuntak, Payaman. (2001). Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.

Jakarta: LPFEUI.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi

(Mixed. Methods). Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. (2005). Mikro Ekonomi, Teori Pengantar, Edisi III. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

18

Sumarsono, Sonny.(2003). Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan.

Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990

Tahun (1990) tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan

Non Upah

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990

Tahun (1990) tentang. Pengelompokan upah.

Tambunan, Tulus. (2002), Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia: Beberapa Isu.

Penting. Jakarta: Salemba.