91
ANALISIS POTENSI DAN GIZI PEMANFAATAN BEKATUL DALAM PEMBUATAN COOKIES Oleh : A’immatul Fauziyah I14062863 DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

  • Upload
    vothien

  • View
    236

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

ANALISIS POTENSI DAN GIZI PEMANFAATAN BEKATUL DALAM PEMBUATAN COOKIES

Oleh :

A’immatul Fauziyah

I14062863

 

 

 

 

 

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

Page 2: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

ABSTRACT

A’IMMATUL FAUZIYAH. Analysis of Potency and Nutrition Content of Rice Bran Cookies. Under direction of YAYUK FARIDA BALIWATI and SRI ANNA MARLIYATI

Rice bran, by product of rice milling, has a good nutrition content and potential as source of carbohydrate. The utilization of rice bran for human consumption is still limited. So far, it is used merely as feed. The objectives of this research were (1) to investigate the potency of rice bran,i.e. its availability and as source of carbohydrate, (2) to find the best formula of cookies, (3) to analyze nutrition content, fibre content, and antioxydant capacity of the best formula of cookies, and (4) to analyze cost production of cookies making . In 2009, rice bran availability in Indonesia was 8.700.290 ton or equal to 1.271.368 ton carbohydrate. The formula of cookies that accepted organoleptically is the cookies made by mixed of wheat flour : rice bran were 65 : 35%. Water, ash, protein, fat, and carbohydrate content (wet basis) of the best formula of cookies that made by substitution of wheat flour with conventional and functional rice bran were 3.21 and 2.94, 3.02 and 2.92. 7.32 and 6.46, 28.88 and 28.24, 56.26 and 58.31, respectively, and not different statistically except for carbohydrate content. Fibre content of both cookies formula were not significantly different and each was 9.78 and 10.53 (wet basis). Antioxydant capacity of its were 70.87% and 69.03%. AEAC of both formula of cookies was not significantly different and each was 27.06 and 32.13 mg. The price of its were Rp 58,837/kg and Rp 54,851/kg.

Keywords : Rice bran, cookies, potency, fibre content, capacity of antioxydant

Page 3: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

RINGKASAN A’IMMATUL FAUZIYAH. Analisis Potensi dan Gizi Pemanfaatan Bekatul dalam Pembuatan Cookies. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI dan SRI ANNA MARLIYATI

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam pembuatan cookies. Tujuan khususnya adalah : 1) mengetahui ketersediaan bekatul sebagai pangan sumber energi, 2) menentukan formula pembuatan cookies yang disubstitusi tepung bekatul konvensional dan fungsional, 3) mengetahui kandungan kimia formula cookies terpilih, 4) melakukan analisis ekonomi pembuatan cookies bekatul.

Desain penelitian yang digunakan adalah experimental study. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) IPB, serta di Laboratorium Pilot Plan, SEAFAST CENTER, Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian pada bulan September - November 2010.

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan dan alat dalam pembuatan tepung bekatul, analisis kandungan gizi tepung bekatul dan uji organoleptik. Selain itu, juga dilakukan penelusuran data terkait ketersediaan bekatul dan analisis ekonomi pembuatan cookies bekatul.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap satu faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang diteliti yaitu pengaruh konsentrasi substitusi tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional terhadap sifat kimia cookies. Ketersediaan bekatul dan analisis ekonomi pembuatan cookies juga dilakukan untuk mengetahui harga jual cookies bekatul konvensional dan fungsional.

Data hasil analisis sifat kimia cookies bekatul pada dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA). Jika hasil sidik ragam berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan. Hasil pengujian organoleptik tepung bekatul dianalisis menggunakan sidik ragam. Data Hasil analisis kompisisi kimia dianalisis dengan menggunakan sidik ragan dan uji lanjut Duncan.

Produksi padi dan bekatul di Indonesia secara keseluruhan dari tahun 2006 sampai tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan. Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menghasilkan bekatul lebih dari 1 juta ton per tahun. Produksi bekatul menggambarkan ketersediaan bekatul yang besar. Ketersediaan bekatul yang besar tidak dapat dianggap sebagai bahan pangan, tetapi limbah dari hasil penggilingan padi karena masyarakat umumnya tidak mengonsumsi bekatul sebagai makanan. Peluang pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan masih besar karena pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan serta produk inovasinya masih sangat terbatas. Pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional dilakukan dengan metode krim (creaming method), yaitu semua bahan tidak dicampur secara bersamaan. Margarin, mentega dan gula dicampur terlebih dahulu kemudian bahan yang lain. Uji organoleptik cookies bekatul dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik) terhadap 30 panelis semi terlatih untuk warna, aroma, rasa dan tekstur dari cookies bekatul konvensional dan fungsional dengan lima tingkat substitusi tepung bekatul, yaitu 25% (F1), 30% (F2), 35% (F3), 40% (F4) dan 45% (F3), serta kontrol atau substitusi 0% (F0).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional pada cookies tidak berpengaruh nyata

Page 4: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

(α>0,05) terhadap mutu warna, aroma, rasa dan tekstur cookies. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi bekatul fungsional berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap warna, aroma dan rasa cookies tetapi tidak berpengaruh nyata untuk tekstur.

Hasil uji sidik ragam menunjukkan perbedaan tingkat substitusi bekatul konvensional terhadap cookies tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap tingkat kesukaan t warna dan tekstur tetapi berpengaruh nyata untuk tingkat kesukaan terhadap aroma, rasa dan keseluruhan. Formula cookies bekatul konvensional terpilih adalah cookies F3. Hasil sidik ragam menunjukkan perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul fungsional berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna, rasa dan keseluruhan cookies tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan pada aroma dan tekstur.

Kadar air, abu, protein, lemak, kerbohidrat, total serat pangan, AEAC, kapasitas antioksidan cookies bekatul konvensional terpilih adalah 3,21% bb, 3,12% bk, 7,56% bk, 29,84% bk, 56,26% bk, 10,10% bk dan 33,19% bb. Kadar air, abu, protein, lemak, kerbohidrat, total serat pangan, AEAC, kapasitas antioksidan cookies bekatul fungsional terpilih adalah 2,94% bb, 3,01% bk, 7666% bk, 29,09% bk, 58,31% bk, 10,85% bk dan 32,64% bb. Kandungan energi per 100 gram cookies bekatul konvensional dan fungsional terpilih masing masing adalah 519 Kal dan 518 Kal.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis tepung yang digunakan dalam pembuatan cookies tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap kadar air dan protein, tetapi berpengaruh nyata terhadap kadar abu, lemak, karbohidrat, serat pangan serta kapasitas antioksidan cookies. Cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional memenuhi kriteria sebagai pangan tinggi atau kaya serat. Analisis pembuatan biaya yang digunakan menggunakan skala industri kecil yang didasarkan atas jumlah pegawai yang berjumlah 15 orang. Harga cookies bekatul fungsional lebih mahal Rp. (58.837,00 /kg) dari pada cookies kontrol (Rp 47.519,02/kg) dan cookies bekatul konvensional (Rp 54.851,40/kg) karena harga bahan baku tepung bekatul fungsional yang lebih mahal dari pada tepung terigu dan tepung bekatul konvensional. Harga serat per gram cookies bekatul konvensional lebih mahal dari pada cookies bekatul fungsional dengan selisih Rp 0,77/gram.

Page 5: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

ANALISIS POTENSI DAN GIZI PEMANFAATAN BEKATUL DALAM PEMBUATAN COOKIES

Oleh : A’immatul Fauziyah

I14062863

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 6: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

Judul :Analisis Potensi dan Gizi Pemanfaatan Bekatul dalam Pembuatan

Cookies.

Nama : A’immatul Fauziyah

NIM : I14062863

Disetujui,

Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus:

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si NIP. 19600205 198903 2 002

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS NIP. 19630312 198703 2 001

Page 7: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak

Ahmad dan Ibu Siti Muyasaroh. Penulis dilahirkan di Rembang, sebuah

kabupaten di Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 21 Oktober 1988. Pendidikan

penulis dimulai dari SDN Pamotan 7 di Rembang pada tahun 1994 sampai tahun

2000, dilanjutkan di SLTPN 1 Pamotan Rembang sampai tahun 2003, pada

tahun 2003-2006 penulis melanjutkan di SMAN 1 Rembang.

Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur

USMI dan pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi

mahasiswa di Departemen Gizi Masyarakat, penulis aktif di organisasi seperti

staf divisi Klub Kulinari dan Organoleptik Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi

(HIMAGIZI) periode 2007/2008, anggota Klub Kulinari dalam Divisi Keprofesian

HIMAGIZI periode 2008/2009 dan sekretaris II Organisasi Mahasiswa Daerah

(OMDA), yaitu Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB). Selain itu,

penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan HIMAGIZI,

BEM FEMA dan Departemen Gizi Masyarakat baik tingkat perguruan tinggi

maupun nasional.

Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di desa Sukajadi,

kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor pada tahun 2009. Selain itu, penulis

pernah mengikuti Internship Dietetic (ID) di RS Karya Bhakti Bogor dengan topik

“Studi Kasus Bedah Batu Ginjal (Nefrolitiotomi), Diabetes Mellitus Komplikasi

Gagal Jantung Kongestif dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas komplikasi Diare. Penulis juga pernah mengajar kursus mata pelajaran Kimia kelas XI di SMA Dwi

Warna, Parung, Bogor pada tahun 2010. Penulis pernah menjadi asisten mata

kuliah, yaitu Ilmu Gizi Dasar periode 2009/2010 dan 2010/2011 (koordinator) dan

mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi. Beasiswa yang pernah penulis dapatkan

adalah beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) pada tahun 2007 sampai

2010.  

Page 8: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat

dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

Potensi dan Gizi Pemanfaatan Bekatul dalam Pembuatan Cookies”. Banyak

pihak yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skrispsi ini. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ayah, Ibu dan adik-adikku (Nuriyana A dan Nala KH) yang sudah mendoakan

dan menyemangati penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS dan Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku

dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan

waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritikan, semangat dan dorongan

untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji skrispi dan dosen pemandu

seminar.

4. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama kegiatan belajar mengajar.

5. Bapak Mashudi selaku teknisi yang dengan sabar membantu penulis dalam

melaksanakan penelitian.

6. Prof. Dr. Ir. Made Astawan, M. Si yang telah memperbolehkan menggunakan

ide penelitian tentang penggunaan tepung bekatul konvensional dan

fungsional dalam pembuatan cookies

7. Teman-teman “Koplag” (Eva, Tika, Irni, Yulaika, Risti, Dudung, Fitri, Reti,

Mbak Ganesh, Dhita, Desy) atas semangat, saran, dan bantuannya.

8. Teman-teman “Wisma Seroja” (Ari, Wulan, Aci, Icha, Mbak Yesi, Dana) atas

semangat, doa dan bantuannya.

9. Seluruh teman-teman GM angkatan 43, 41,42, 44 dan 45 yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk

kesempurnaan dalam penulisan. Penulis berharap penelitian ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

A’immatul Fauziyah

Page 9: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

v  

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................... 2 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 Bekatul (Rice Bran) ................................................................................ 3 Diversifikasi Pangan ............................................................................... 9 Cookies ................................................................................................... 10 Pangan Fungsional.................................................................................. 14 Antioksidan .............................................................................................. 15 Analisis Biaya Pembuatan ....................................................................... 16 METODE …. ……………………………………………………………………. 22 Desain, Waktu, dan Tempat ................................................................... 22 Bahan dan Alat ....................................................................................... 22 Tahapan ................................................................................................. 24 Rancangan Percobaan ........................................................................... 27 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 28 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 29 Ketersediaan Bekatul Sebagai Bahan Pangan Alternatif Sumber Karbohidrat .............................................................................................. 32 Pembuatan Cookies Bekatul ................................................................... 29 Karakteristik Organoleptik Cookies Bekatul ............................................ 33 Kandungan Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional …………………………………..… 43 Analisis Biaya Pembuatan Cookies ......................................................... 50 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 56 Kesimpulan .............................................................................................. 56 Saran ................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58 LAMPIRAN .................................................................................................. 62

Page 10: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

vi  

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi Kimia Bekatul menurut Berbagai Penelitian ........................... 4

2 Komposisi Asam Amino Bekatul, tepung Terigu dan Beras (g/16gN) ..... 6

3 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992 ............................ 10

4 Formula Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional ....................... 25

5 Produksi Padi dan Bekatul Nasional ................................................. ….. 29

6 Perkiraan Produksi Padi dan Bekatul Setiap Propinsi di Indonesia ........ 30

7 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional ..... 34

8 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional ......... 37

9 Hasil Uji Organoleptik Hedonik Cookies Bekatul Konvensional .............. 39

10 Hasil Uji Organoleptik Hedonik Cookies Bekatul Fungsional .................. 41

11 Kandungan Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan Cookies

per 100 gram ........................................................................................... 43

12 Kadar Komponen Serat Pangan Cookies ................................................ 47

13 Ringkasan Analisis Biaya Pembuatan Cookies ....................................... 51

14 Daftar Perbandingan Harga Cookies ...................................................... 53

Page 11: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

vii  

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Penampang Membujur Biji Gabah ........................................................... 3

2 Diagram Alir Tahapan Penelitian ............................................................. 24

3 Diagram Alir Pembuatan Cookies Bekatul .............................................. 26

Page 12: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

viii  

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsional ......... 62

2 Formulir Uji Organoleptik Cookies Bekatul ............................................. 63

3 Prosedur Analisis Sifat Kimia ................................................................... 65

4 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Data Uji Organoleptik ...................... 70

5 Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Data Proksimat ................................. 74

6 Hasil Analisis Biaya Pembuatan Cookies Bekatul ................................... 76

Page 13: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

1  

PENDAHULUAN

Latar Belakang Perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada

berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah aspek informasi.

Kemudahan dalam mengakses informasi tentang kesehatan berdampak pada

kesadaran tentang pentingnya kesehatan juga semakin meningkat. Salah satu

informasi yang sering beredar di masyarakat adalah informasi tentang pangan

yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan tersebut dapat berupa pangan kaya

serat, pangan kaya antioksidan, pangan rendah kolesterol serta pangan dengan

indeks glikemik yang rendah. Salah satu bahan pangan yang kaya serat adalah

bekatul.

Bekatul (rice bran) merupakan salah satu hasil samping dari proses

pengolahan padi menjadi beras. Pemanfaatan bekatul adalah bentuk re-use

(penggunaan kembali) hasil samping pengolahan padi. Pemanfaatan bekatul

dapat berupa penggunaan kembali sebagai pangan fungsional alternatif

disamping sebagai pakan ternak. Pemanfaatan sebagai pangan fungsional

alternatif merupakan salah satu bentuk upaya diversifikasi pangan. Bekatul

merupakan campuran lapisan pericarp dan aleuron yang terlepas selama proses

penggilingan padi. Menurut Damardjati (1988) proses penggilingan padi

menghasilkan bekatul sebesar 13,51%. Produksi gabah kering giling (GKG) pada

tahun 2009 sebesar 64,40 juta ton, maka dapat dihitung produksi bekatul tahun

2009 adalah sebesar 8,70 juta ton. Pemanfaatan bekatul terbatas sebagai pakan

ternak dengan nilai ekonomis yang rendah. Pemanfaatan bekatul masih belum

optimal jika dibandingkan dengan produksinya tersebut.

Bekatul mempunyai kandungan gizi karbohidrat, protein, lemak, vitamin

dan mineral (Luh 1991). Bekatul juga mengandung senyawa fitokimia khususnya

antioksidan sehingga bekatul berpotensi menjadi pangan sumber antioksidan.

Gamma-oryzanol berfungsi sebagai antioksidan tubuh. Senyawa lainnya, yaitu

senyawa fenolik tricin dan tokoferol dapat berfungsi sebagai penghambat kanker.

Kandungan gizi serta manfaat yang baik dari bekatul belum diiringi

dengan pemanfaatan yang optimal karena bekatul mudah rusak (tengik). Metode

untuk mengatasi kelemahan bekatul tersebut sebenarnya sudah tersedia

sehingga dapat diperoleh tepung bekatul dengan sifat yang tidak mudah tengik.

Pemanfaatan tepung bekatul ini dapat berupa substitusi bahan baku beberapa

produk pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, misalnya cookies. Jenis

Page 14: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

2  makanan berupa cookies sebagai makanan kesehatan dipilih karena praktis

(mudah dibawa), mempunyai daya simpan yang lama dan sering dikonsumsi

oleh masyarakat.

Penggunaan bekatul sebagai bahan substitusi dalam pembuatan cookies

merupakan salah satu upaya peningkatan nilai ekonomi bekatul yang merupakan

hasil samping hasil pertanian. Penggunaan bekatul dalam pembuatan cookies

akan meningkatkan kadar dietary fiber yang bermanfaat untuk kesehatan.

Penelitian ini difokuskan pada upaya pemanfaatan bekatul sebagai bahan

substitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies sehingga akan mengurangi

penggunaan tepung terigu dan meningkatkan kadar kandungan gizi cookies.

Ketergantungan terhadap terigu diharapkan dapat dikurangi. Bekatul yang

digunakan adalah bekatul fungsional dan bekatul konvensional.

Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi dan

gizi pemanfaatan bekatul dalam pembuatan cookies.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis potensi ketersediaan dan ekonomi bekatul sebagai bahan

pangan alternatif sumber karbohidrat

2. Menentukan formula pembuatan cookies yang disubstitusi tepung bekatul

konvensional dan fungsional

3. Menganalisis kandungan zat gizi, serat pangan dan kapasitas antioksidan

cookies

4. Menganalisis biaya pembuatan cookies

Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai pemanfaatan tepung bekatul konvensional dan fungsional sebagai

sumber serat dalam pembuatan cookies sebagai pangan fungsional. Selain itu,

hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk Departemen Pertanian

mengenai potensi pemanfaatan tepung bekatul, terutama untuk meningkatkan

nilai ekonomis bekatul yang merupakan hasil samping pengolahan padi dalam

rangka diversifikasi pangan. Penelitian ini juga dapat memberikan informasi

tentang pengembangan produk bagi industri pangan.

Page 15: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

3  

TINJAUAN PUSTAKA

Bekatul Karakteristik bekatul

Bekatul adalah lapisan luar dari beras yang terlepas saat proses

penggilingan padi. Menurut FAO dalam Houston (1972), bekatul adalah hasil

samping dari penggilingan padi yang sebenarnya merupakan selaput inti biji padi.

Bekatul terdiri atas lapisan pericarp, seed coat, nucellus, dan aleurone. Proses

penggilingan padi menjadi beras menghasilkan beras sebanyak 60-65%. Bekatul

yang diperoleh dari penggilingan padi adalah 8-12%. Menurut catatan Pusat

Penelitian dan Pengembangan pertanian Bogor dalam Nursalim dan Razali

(2007), kegiatan penyosohan beras dapat mengikis 7,5% dari bobot beras awal

berupa bekatul yang memiliki kadar selulosa dan hemiselulosa yang paling tinggi

dibandingkan dengan beras. Bekatul merupakan dedak yang paling halus

dengan komponen utamanya dalah endosperm. Penampang bujur biji gabah

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Penampang membujur biji gabah

Menurut David (2008), dedak dihasilkan pada proses penyosohan

pertama, sedangkan bekatul pada proses penyosohan kedua. Proses

penyosohan merupakan proses penghilangan dedak dan bekatul dari bagian

endosperma beras. Menurut Damardjati (1988) proses penggilingan padi

menghasilkan bekatul sebesar 13,51%. Tujuan penyosohan untuk menghasilkan

beras yang lebih putih dan bersih. Makin tinggi derajat sosoh, semakin putih dan

Page 16: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

4  bersih penampakan beras, tapi semakin miskin zat gizi. Pada penyosohan beras

dihasilkan dua jenis hasil samping, yaitu dedak dan bekatul.

Komposisi Kimia dan Kegunaan Bekatul Bekatul mengandung air, protein, lemak, abu, serat kasar dan selulosa.

Komposisi kimia bekatul beragam tergantung pada varietas, proses penggilingan,

kondisi lingkungan, penyebaran kandungan kimia dalam butir padi, ketebalan

lapisan luar, ukuran dan bentuk butiran padi, ketahanan butir terhadap kerusakan

dan metode analisa zat gizi yang digunakan. Jenis padi dan lokasi berpengaruh

signifikan terhadap komposisi zat gizi bekatul (Houston 1972). Kisaran

kandungan zat gizi makro dan mikro serta komponen kimia lainnya pada bekatul

disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia bekatul menurut beberapa penelitian Komponen Juliano & Bechtel (1985) Luh (1991)

Protein (%) 11.3-14.9 12.0-15.6 Lemak (%) 15.0-19.7 15.0-19.7 Serat kasar (%) 7.0-11.4 7.0-11.4 Karbohidrat (%) 34.1-52.3 34.1-52.3 Abu (%) 6.6-9.9 6.6-9.9 Kalsium (mg/g) - 0.3-1.2 Magnesium (mg/g) - 5.0-13.0 Fosfor (mg/g) - 11.0-25.0 Silika (mg/g) - 5.0-11.0 Seng (μg/g) - 43.0-258.0 Thiamin (μg/g) - 12.0-24.0 Riboflavin (μg/g) - 1.8-4.0 Tokoferol (μg/g) - 149-154

Karbohidrat yang terdapat pada bekatul berupa selulosa, hemiselulosa

dan pati. Kandungan pati yang terdapat pada bekatul diperoleh dari bagian

endosperma yang terbawa pada proses penyosohan (Hargrove 1994).

Damayanthi et al. (2007) menambahkan, kandungan pati tersebut akan

meningkat dengan semakin banyaknya tahap penyosohan yang dilakukan.

Selain zat gizi makro, bekatul juga mengandung zat gizi mikro seperti

vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam bekatul antara lain karoten

(4,2 μg/g), thiamin (10,1-27,9 μg/g), riboflavin (1,7-3,4 μg/g), niacin (236-590

μg/g), piridoksin (10,3-32,1 μg/g), asam pantotenat (27,7-71,3 μg/g), biotin (0,16-

0,60 μg/g), inositol (4,62-9,27 μg/g), kolin (1,28-1,70 μg/g), asam folat (0,5-1,46

μg/g), vitamin B12 (0,005 μg/g) dan tokoferol (149,2 μg/g) (Houston 1972).

Page 17: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

5  Bekatul adalah sumber vitamin B kompleks dan tokoferol, tetapi rendah vitamin A

dan vitamin C. Sebagian besar vitamin yang ada dalam padi terdapat pada

bagian aleuron dan lembaga. Hal ini menjadikan bekatul sebagai bahan yang

kaya akan kandungan vitamin. Vitamin B kompleks dan vitamin E (tokoferol)

banyak ditemukan di dalam bekatul (220-320 ppm), sedangkan vitamin A (0.9-1.6

ppm) dan vitamin C hanya sedikit jumlahnya (Barber dan Barber 1980).

Bekatul mengandung komponen antioksidan lebih dari 100 jenis, di

antaranya gamma oryzanol (2200-3000 ppm), tokoferol dan tokotrienol (220-320

ppm), fitosterol (2230-4400 ppm), karotenoid (0.9-1.6 ppm), vitamin B (tiamin, 22-

31 ppm) (Helal 2005). Tokoferol (vitamin E) berperan sebagai antioksidan

dengan mencegah kerusakan dinding sel sehingga mampu mencegah hemolisis

(kerapuhan) sel darah merah. Oryzanol merupakan fraksi tidak tersabunkan dari

minyak bekatul yang dapat membantu sirkulasi darah dan memicu sekresi

hormon (Kahlon et al. 1994).

Bakatul mempunyai sifat fungsional penurun kolesterol yang disebut efek

hipokolesterolemik. Mekanisme yang mendasari penurunan kolesterol adalah

kemampuan serat menyerap lipid pada jalur saluran pencernaan dan

peningkatan ekskresi asam empedu (Kahlon et al. 1994). Selain itu, bekatul

mampu menurunkan tekanan darah melalui penghambatan kerja enzim

angiotensin I-converting enzyme (ACE), suatu enzim yang bertanggung jawab

terhadap peningkatan tekanan darah (Ardiansyah 2004).

Bekatul juga mengandung zat anti-gizi dan enzim yang sangat merugikan.

Zat anti-gizi dapat menghambat metabolisme tubuh, sedangkan keberadaan

enzim menyebabkan ketengikan bekatul. Zat anti-gizi di dalam bekatul meliputi

fitin, tripsin inhibitor, dan hemaglutinin. Zat anti-gizi tersebut mempunyai aktivitas

yang rendah dan dapat diinaktifkan melalui pemanasan. Fitin yang terdapat pada

lapisan aleuron merupakan garam fitin-fosfor sebanyak 2.3-2.6%, sedangkan

fitinnya sebesar 1.8%. Tripsin inhibitor berupa protein albumin yang larut dalam

air, tetapi tidak menghambat kimotripsin, pepsin dan papain. Hemaglutinin adalah

zat yang mampu mengaglutinisasi sel-sel darah merah tipe A, B, AB, dan O

(Juliano 1985).

Kandungan lemak dalam bekatul cukup tinggi. Minyak bekatul

mengandung asam-asam lemak tidak jenuh mencapai 80% (Ciptadi dan

Nasution 1979). Kandungan lemak yang tinggi menyebabkan mudahnya

terjadinya ketengikan dalam beberapa jam setelah penggilingan. Ketengikan ini

Page 18: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

6  disebabkan karena hidrolisis oleh enzim lipase pada lapisan biji dan melintang

pada gabah serta ketengikan oksidatif. Enzim lipase dapat menghidrolisis lemak

menjadi asam lemak dan gliserol. Jika enzim lipase tidak diinaktifkan maka asam

lemak bebas akan meningkat satu persen setiap jam pada suhu kamar (Luh

1980). Enzim lipoksigenase mengoksidasi asam lemak bebas menjadi peroksida

kemudian menjadi keton dan aldehid. Ketengikan akan mempengaruhi

penerimaan bekatul sebagai bahan makanan.

Kandungan protein dalam bekatul dapat mencapai 15,4% (Houston

1972). Protein dedak padi mempunyai asam amino esensial yang lengkap

sehingga mempunyai nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi protein dedak ternyata tidak

berbeda jauh dengan nilai gizi protein pada kacang kedelai (Ciptadi dan Nasution

1979). Komposisi asam amino esensial bekatul lebih baik dibandingkan tepung

terigu. Komposisi asam amino esensial bekatul disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi Asam Amino Bekatul, Tepung Terigu dan Beras (g/16 g N)

No Asam amino Bekatul (Juliano 1985)

Tepung Terigu (Suarni & Patong

1999)

Beras (Juliano 1985)

1 Alanin 6,5-7,0 0,49 5,6 2 Arginin 8,6-9,1 0,73 9,3 3 Glisin 5,8-6,2 0,56 4,6 4 Isoleusin 2,9-4,5 0,43 4,1 5 Leusin 7,6-8,4 0,88 8,2 6 Lisin 5,3-6,0 0,38 3,9 7 Fenilalanin 4,9-5,3 0,61 5,1 8 Prolin 4,6-6,1 1,51 4,7 9 Serin 5,1-6,0 0,32 5,1

10 Threonin 4,2-4,6 0,36 9,2 11 Tirosin 3,5-3,8 0,39 5,2 12 Valin 5,4-6,6 0,55 5,8

Bekatul mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi mencapai 20,9%.

Kandungan serat pangan pada bekatul dapat mencapai empat kali lipat serat

kasarnya. Serat pangan sebagian besar terdiri atas karbohidrat antara lain

selulosa, hemiselulosa, pektin dan lignin. Serat ini tidak dapat dihidrolisa oleh

enzim pencernaan. Bahan yang mengandung banyak serat akan mempercepat

transit time sisa makanan di dalam usus sehingga menjadi lebih pendek. Selain

itu serat pangan juga dapat menurunkan kolesterol dalam darah.

Bahan pangan yang mempunyai serat yang tinggi juga cenderung

mempunyai indeks glikemik yang rendah. Indeks glikemik adalah tingkatan

Page 19: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

7  pangan menurut efeknya terhadap peningkatan kada gula darah. Pangan

dengan indeks glikemik yang tinggi cepat menaikkan kadar gula darah

(Rimbawan dan Siagian 2004). Serat dalam bentuk utuh bertindak sebagai

penghambat fisik pada pencernaan sehingga indeks glikemik cenderung rendah.

Serat dapat memperlambat laju makanan pada saluran pencernaan dan

menghambat pergerakan enzim sehingga proses pencernaan menjadi lambat.

Dengan demikian respon glukosa darah juga lambat.

Bekatul mempunyai beberapa manfaat bagi kesehatan. Penelitian pada

binatang dan manusia, bekatul dan fraksi bekatul menunjukkan potensi efek

penurunan level kolesterol. Beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas

menurunkan kadar koleseterol antara lain orizanol, hemiselulosa, fraksi serat,

protein dan komponen lemak tidak jenuh ganda dan tunggal (Saunder dalam

Malekian F et.al 2000).

Pemanfaatan Bekatul Penggunaan bekatul sangat bervariasi, mulai dari bahan bakar sampai

bahan makanan, termasuk pupuk, pharmaceutical, sabun dan makanan. Minyak

bekatul kasar dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan asam

olet dan asam stearat dan sabun (Salvador B dan Carmen BB 1980).

Pemanfaatan bekatul antara lain sebagai bahan bakar, makanan, pupuk, obat-

obatan, sabun dan pakan (Barber S dan Barber CB 1980). Selain itu, bekatul

juga dapat digunakan untuk minyak salad, bahan baku kosmetik dan suplemen

kesehatan (Nursalim dan Razali 2007).

Pangan Bekatul dapat digunakan sebagai bahan baku pangan. Bekatul dapat

dimanfaatkan sebagai bahan pencapur pada pembuatan biskuit dan kue.

Pemanfaatan bekatul yang diawetkan dengan ekstruder antara lain dimanfaatkan

sebagai sarapan sereal. Perbandingan antara tepung bekatul dengan tepung

beras adalah 90:10 sampai dengan 30:70 yang dicampur kemudian diekstruksi

pada kadar air 21%. Hasilnya adalah ekstrudat yang terbagi menjadi dua jenis,

yaitu irregular round untuk kadar bekatul sedang (10-30%) dan oblonglong

rectangular untuk kadar bekatul tinggi (50-70%). Peningkatan penambahan

bekatul sampai 30% akan menurunkan viskositas awal, indeks penyerapan air,

sebaliknya meningkatkan indeks air larut dan densitas kamba (Damardjati dan

Luh dalam damayanthi 2002).

Page 20: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

8  

Substitusi tepung bekatul padi varietas IR 64 sebesar 45% terhadap

tepung terigu atau tepung beras pada bolu kukus memiliki penerimaan yang baik

sedangkan substitusi pada risoles, nagasari dan cucur masing-masing sebesar

55% juga dapat diterima dengan baik (Damayanthi 2002). Substitusi sebesar

15% pada tepung terigu dilaporkan memberikan hasil yang optimal terhadap

penerimaan cookies dan roti manis metode dough sponge dan metode straight

dough. Substitusi ini meningkatkan kandungan serat makanan (hemiselulosa,

selulosa dan lignin) dan niasin pada produk (Muchtadi et al. Dalam Damayanthi

2002). Bekatul juga dapat dikonsumsi dalam bentuk minuman bekatul. Minuman

bekatul tersebut terdiri atas campuran bekatul 14 gram dan air sebanyak 220 ml

(Damayanthi 2002).

Penemuan lembaga Eykman Jakarta, dedak padi dapat diekstrak menjadi

sumber vitamin B. Penggunaan bekatul secara komersial di luar negri baru pada

pengekstrakan dedak untuk minyak goreng dan bahan pembuatan sabun

(Tangenjaya dalam Damayanthi 2002). Minyak murni yang diekstraksi dari

bekatul dapat digunakan untuk memasak. Bekatul juga dapat dikonsumsi secara

langsung sebagai minuman dan campuran sup (Nursalim dan Razali 2007).

Bekatul juga digunakan sebagai sumber vitamin B15 yang dapat dikonsumsi

dalam bentuk kapsul.

Pakan Bekatul dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak. Penggunaan

bekatul sebagai pakan dapat dikombinasikan dengan pakan lain. Bekatul

mempunyai berbagai kelemahan sebagai pakan. Kelemahan tersebut antara lain

kandungan serat yang tinggi, kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi,

proporsi Kalsium dan Fosfor berbeda dari yang disarankan sebagai pakan,

kandungan gizi yang bervariasi antar jenis bekatul dan tingkat kestabilan yang

rendah (Barber S dan Barber CB 1980).

Industri lainnya Bekatul dapat digunakan dalam berbagai industri yaitu, industri kosmetik,

sabun, pupuk, obat-obatan dan pembuatan kertas karbon. Minyak bekatul yang

tidak termurnikan dapat dimanfaatkan untuk produksi sabun dari asam lemak.

Minyak bekatul murni dapat digunakan sebagai pupuk pengganti insektisida.

Minyak bekatul murni juga dapat dimanfaatkan dalam industri tekstil dan kulit.

Produk sisa ekstraksi minyak bekatul yang berupa malam (wax) dapat digunakan

dalam pembuatan kertas karbon (Nursalim dan Razali 2007).

Page 21: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

9  

Diversifikasi Pangan Undang-undang No. 7 tahun 1996 yang diatur pelaksanaanya di dalam

peraturan pemerintah No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan

menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan yang terus

berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan

mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya,

kelembagaan dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan,

mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan

prasarana produksi pangan serta mempertahankan dan mengembangkan lahan

produktif.

Dalam kaitannya dengan diversifikasi pangan, dianjurkan untuk menggali

potensi tanaman lokal yang sudah biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat.

Selain itu, juga dianjurkan untuk menggali potensi diversifikasi pangan yang

dikonsumsi golongan miskin dengan tetap memperhatikan kandungan gizi

(Soekartawi 1993 dalam Antara 2001). Salah satu potensi yang dapat digali

adalah bekatul. Bekatul mempunyai nilai ekonomi yang rendah tetapi memiliki

kandungan gizi yang cukup tinggi dan komponen bioaktif oryzanol sehingga para

peneliti merekomendasikan untuk mengembangkan pangan dari bekatul yang

memiliki palatabilitas tinggi (Damardjati dalam Damayanthi 2002).

Penganekaragaman konsumsi pangan sampai saat ini belum mencapai

kondisi yang optimal, yang dicirikan oleh skor pola pangan harapan (PPH) yang

belum sesuai harapan (75,7 pada tahun 2009), dan belum optimalnya peran

pangan lokal dalam mendukung penganekaragaman konsumsi pangan.

Peraturan presiden No. 22 tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman

Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal menjadi acuan bagi pemerintah

dan pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan,

evaluasi dan pengendalian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan

berbasis sumber daya lokal. Padi termasuk sumber daya lokal dengan hasil

samping salah satunya adalah bekatul. Bekatul dapat dimanfaatkan sebagai

bahan pangan fungsional alternatif pengganti berbagai jenis tepung termasuk

tepung terigu.

Kebijakan, strategi dan rencana program aksi diversifikasi pangan

dilaksanakan dengan tujuan menyadarkan masyarakat agar dengan sukarela

dan atas dasar kemampuannya sendiri melaksanakan diversifikasi pangan dan

meningkatkan kemampuannya. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi

Page 22: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

10  ketergantungan terhadap beras dan impor pangan dengan meningkatkan

konsumsi pangan baik nabati maupun hewani dengan meningkatkan produksi

pangan lokal dan olahannya. Diversifikasi pangan dilakukan dengan

mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal

yang telah diteliti ke dalam industri. Dukungan dari sektor peraatan, mesin dan

kredit penting pada saat tarnsformasi dari skala laboratorium menjadi skala

industri agar proses produksi berjalan lebih efisien (Suryana 2005).

Menururt Andyana (2005) diversifikasi pangan memiliki dua dimensi

pokok, yaitu keragaman pola konsumsi pangan dimana terdapat

keanekaragaman bahan pangan yang dikonsumsi sehingga memenuhi

kebutuhan gizi yang bermutu dan simbang serta keanekaragaman sumber bahan

pangan untuk masing-masing jenis zat gizi, sumber protein dari hewan, ikan

maupun nabati dan bersifat spesifik lokal. Menurut Suharjo (1998) menyebutkan

bahwa diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang slaing

berkaitan, yaitu diversifikasi produksi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan

dan diversifikasi konsumsi pangan.

Diversifikasi produksi pangan adalah usaha penganekaragaman

usatatani, baik secara vertikal maupun horizontal. Diversifikasi secara horizontal

adalah imbangan pengembangan antar berbagai komoditi dan wilayah.

Diversifikasi secara vertikal adalah pengembangan produksi setelah panen

termasuk kegiatan pengolahan hasil dan hasil samping pertanan yang

merupakan inti industrialisasi pertanian (Antara 2001). Diversifikasi konsumsi

pangan (derivasi diversifikasi vertikal) mempunyai peranan penting dalam

mengurangi beban sumberdaya untuk memproduksi satu atau dua komoditas

pangan. Diversifikasi vertikal mempunyai keuntungan tersedianya

keanekaragaman berbagai jenis pangan yang dapat meningkatkan nilai bahan

pangan tersebut serta merubah selera konsumen. Menurut Effendi yang diacu

dalam Antara (2001), salah satu hal yang harus diperhatikan dalam diversifikasi

konsumsi pangan adalah penyempurnaan teknologi pangan dapat meghasilkan

pangan non beras yang dapat merubah status komoditas pangan dari pangan

yang sebelumnya tidak disukai (inferior) menjadi bagian dari pola makan sehari-

hari (superior) khususnya kalangan menengah ke atas.

Cookies Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

lemak tinggi, relatif renyah dan apabila dipatahkan penampang potongannya

Page 23: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

11  bertekstur padat (BSN 1992). Menurut Departemen Perindustrian (1990) Biskuit

didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang

adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan pengembang, dengan

atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain

yang diizinkan. Biskuit merupakan produk makanan kering yang mudah dibawa

karena volume beratnya kecil dan umur simpannya relatif lama (Whiteley 1971).

Biskuit dibuat dengan bahan dasar tepung (Vail et al 1978). Proses

pemanggangan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Kadang-kadang

pada bahan dasar diberi beberapa bahan tambahan untuk memperbaiki cita rasa

dan penampakan. Biskuit merupakan produk kering yang mempunyai daya

konvensional relatif tinggi, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama dan

mudah dibawa dalam perjalanan, karena volume dan beratnya yang relatif ringan

akibat adanya proses pengeringan (Whiteley 1971). Menurut Vail et al (1978)

mutu cookies tergantung pada komponen pembentuknya dan penanganan

bahan sebelum dan sesudah proses produksi. Penyimpangan mutu produk akhir

dapat terjadi akibat penggunaan bahan-bahan tidak dalam proporsi dan cara

pembuatan yang tepat. Syarat mutu cookies menurut SNI No. 01-2973-1992

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992

Komponen Syarat Mutu

Keadaan (bau, rasa, warna, dan tekstur)

Normal, tidak tengik

Air (% b/b) Maksimum 5,0 Lemak (% bb) Minimum 9,5 Protein (% bb) Minimum 9,0 Abu (%bb) Minimum 1,5 Karbohidrat (%bb) Minimum 1,5 Kalori (kal/100 g) Maksimum 70 Kadar cemaran logam berbahaya Minimum 400 Cemaran mikroba Negatif TPC (koloni/g) Maksimum 104

Coliform (APM/g) Maksimum 20E.coli (APM/g) <3 Kapang (koloni/g) Maksimum 102

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1992)

Bahan Baku Cookies

Thelen dalam Matz (1978) membagi mengelompokkan bahan pembuatan

cookies menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikan dan pelembut. Bahan

pengikat, yaitu bahan pembentuk adonan yang kompak antara lain tepung, air,

Page 24: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

12  susu, putih telur, dan air. Bahan yang termasuk dalam kategori bahan pelembut

yaitu gula, lemak, leavening agent, dan kuning telur. Bahan pelembut berfugsi

untuk melembutkan adonan.

Tepung Tepung berperan dalam membentuk struktur cookies (Matz 1978).

Tepung yang biasa digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung terigu

(Sunaryo 1985). Tepung terigu dengan kandungan protein 8-10% (tepung terigu

lunak) tepat digunakan untuk pembuatan cookies. Semakin tinggi kadar protein

tepung yang digunakan, maka semain banyak shortening dan gula yang

diperlukan untuk mendapatkan tekstur yang diterima. Karbohidrat pada tepung

berperan dalam meningkatkan cita rasa, mengikat air, dan membentuk tekstur

(Parker 2003).

Lemak

Fungsi lemak dalam pembuatan cookies adaah memperbaiki struktur fisik

seperti memperngaruhi volume pengembangan, tekstur dan kelembutan, dan

memberi flavor (Matz 1978). Lemak yang digunakan dalam pembuatan cookies

dapat berupa margarin (lemak nabati) dan mentega (lemak hewani). Lemak

nabati lebih banyak digunakan karena dapat memberikan tekstur yang lembut

dan halus. Lemak nabati juga memberikan penampakan yang baik.

Kuning Telur Kuning telur mengandung lesitin yang berperan sebagai emulsifier dalam

pembuatan cookies. Emulsifier adalah bahan aktif yang mempengaruhi

pembentukan dan stabilisasi emulsi. Lesitin dalam pembuatan cookies berperan

mempengaruhi konsistensi cookies. Lesitin juga membuat adonan menjadi tidak

lengket ketika dicampurkan. Lesitin mempercepat disperse lemak dan komponen

cairan didalam adonan cookies.Selain didalam kuning telur, lesitin juga terdapat

didalam kedelai. Produk yang menggunakan coklat memerlukan lesitin lebih

banyak (Matz 1978).

Gula Gula termasuk dalam kategori bahan pelembut karena membuat susunan

dan butiran cookies menjadi halus dan lembut. Selain itu gula juga memberikan

rasa manis. Fungsi gula yang lain adalah mengontrol penyebaran (Matz 1978).

Gula yang baik untuk pembuatan cookies adalah gula halus karena tidak

menyebabkan pelebaran cookies yang terlalu besar. Komposisi gula dalam

adonan harus tepat. Jika gula yang ditambahkan terlalu banyak maka adonan

Page 25: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

13  akan menjadi lengket, menempel pada cetakan dan membuat warna coklat.

Selain itu, cookies akan menjadi lebih keras dan terlalu manis.

Garam Garam berfungsi untuk membangkitkan cita rasa bahan yang lain didalam

adonan cookies. Sebagian besar formula biscuit termasuk cookies menggunakan

garam dengan persentase 1% atau kurang. Penggunaan garam juga disarankan

3% dari berat lemak (Matz 1978). Jumlah garam yang ditambahkan sebenarnya

tergantung jenis tepung yang dipakai dan kompleksitas bahan yang digunakan

dalam pembuatan cookies. Garam digunakan lebih banyak pada adonan yang

menggunakan tepung dengan kadar protein yang rendah karena diperlukan

untuk memperkuat protein dalam tepung.

Bahan Pengembang (Leavening Agent) Bahan pengebang yang umum dipakai dalam pembuatan cookies adalah

baking powder. Bahan pengembang menghasilkan gas karbondioksida yang

menyebakan adonan mengembang. Baking powder berasal dari campuran

Natrium bikarbonat dengan asam tartarat atau garam fosfat. Pembentukan gas

karbondioksida dipengaruhi oleh PH (Matz 1978). PH adonan biasanya adalah

berkisar antara 5 sampai 6 sehingga optimum untuk pembentukan gas

karbondioksida. Jika PH adonan basa maka pembentukan gas akan berkurang

sehingga biasanya juga ditambahkan asam bersama dengan pengembang.

Susu Susu digunakan untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan

air, sebagai bahan pengisi dan meningkatkan nilai gizi cokies. Penggunaan susu

yang disarankan adalah 5% dari tepung (Matz 1978). Komponen protein dalam

susu mengikat air dan membuat adonan lebih kaku dan lengket. Penggunaan

susu dalambentuk bubuk lebih menguntungkan daripada susu cair.

Proses Pembuatan Cookies Pembuatan cookies dikelompokkan menjadi dua berdasarkan metode

dasar pencampuran adonan, yaitu metode krim (creaming method) dan metode

all in. Pembuatan cookies dengan metode krim dilakukan dengan mencampurkan

lemak dan gula terlebih dahulu kemudian ditambahkan pewarna dan essens.

Setelah adonan tercampur kemudian ditambahkan susu dan yang terakhir adalah

bahan kimia untuk aerasi (Whiteley 1971). Pembuatan cookies dengan metode

all in berbeda dengan metode krim. Metode all in dilakukan dengan

mencampurkan semua bahan yang digunakan untuk membuat cookies dengan

Page 26: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

14  tepung terigu. Adonan dicampur sampai mengembang (Whiteley 1971). Setelah

adonan mengembang kemudian cookies dicetak dengan cetakan dan

dipanggang. Pemanggangan cookies dapat dilakukan pada suhu 2200C selama

12-15 menit (Sultan 1983).

Pangan Fungsional Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau

lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi

fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan

(BPOM 2005). Menurut Drummond (2007) dan DeBruyne (2008), pangan

fungsional adalah pangan yang memberikan keuntungan bagi kesehatan karena

kontribusi zat gizi yang dikandungnya. Makanan utuh, makanan fortifikasi, dan

makanan yang dimodifikasi termasuk ke dalam pangan fungsional.

Pangan fungsional (functional food) mempunyai kaitan yang erat dengan

meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan gaya hidup sehat.

Pangan fungsional atau Food for Specified Health Use (FOSHU), didefinisikan

sebagai makanan yang berdasarkan pengetahuan (bukti riset ilmiah) tentang

hubungan antara makanan atau komponen makanan dan kesehatan yang

diharapkan mempunyai manfaat kesehatan tertentu. Karena sebagai makanan,

maka pangan fungsional harus memiliki karakteristik sebagai makanan (sensori,

warna, tekstur, citarasa, dan mempunyai zat gizi) (Ardiansyah 2004).

Departemen Kesehatan Jepang mendefinisikan pangan fungsional

sebagai Foods for Spesified Health Use (FOSHU), yaitu pangan yang diharapkan

mempunyai pengaruh khusus terhadap kesehatan karena adanya suatu

komponen di dalam pangan serta jenis pangan yang zat alergen di dalamnya

telah dihilangkan (Arai et al 2001). Ichikawa (1994) dalam Diana (2010)

menyatakan suatu pangan dikatakan sebagai pangan fungsional jika dapat

memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Dapat digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan

2. Manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus berdasarkan data

ilmiah

3. Jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli

kesehatan dan gizi

4. Aman dalam diet yang seimbang

5. Memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai metode analisa yang jelas,

serta sifat kuantitatif dan kualitatif di dalam bahan pangan dapat ditentukan

Page 27: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

15  6. Tidak mengurangi nilai gizi pangan

7. Dikonsumsi dengan cara yang wajar

8. Tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul, ataupun serbuk

9. Berasal dari bahan-bahan alami

Antioksidan Antioksidan adalah komponen dengan berat molekul kecil yang dapat

menghambat atau menekan terjadinya proses oksidasi pada bahan yang mudah

teroksidasi. Pokorny et al. (2008) menyebutkan bahwa berdasarkan sumbernya,

antioksidan dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan

antioksidan alami. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari

sintesa menggunakan reaksi kimia. Antioksidan alami di dalam makanan dapat

berasal dari senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen

makanan yang terbentuk dari reaksi selama proses pengolahan atau berasal

antioksidan yang diisolasi dari sumber alami lain dan ditambahkan ke makanan

sebagai bahan tambahan pangan.

Fungsi antioksidan dalam makanan yang mengandung lemak adalah

meminimalkan ketengikan, menghambat pembentukan produk hasil oksidasi

yang beracun, dan menjaga mutu gizi makanan serta meningkatkan shelf life

makanan yang mengandung lemak (Jadhav et al. 1996). Pangan yang

mengandung lemak tidak jenuh rentan terhadap proses autooksidasi yang

diinisiasi oleh radikal bebas. Lama periode autooksidasi sensitif terhadap

keberadaan antioksidan dna komponen prooksidan.

Menurut Jadhav et al. (1996), proses autooksidasi lemak yang

disebabkan oleh radikal bebas terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi,

propagasi dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan senyawa

radikal yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu

atom hidrogen (reaksi 1). Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal

bebas. Pembentukan radikal R* (reaksi 1.1) biasanya diperantarai oleh

komponen logam, radiasi cahaya dan panas. Hidroperoksida lemak yang

jumlahnya kecil juga membentuk antioksidan (reaksi 1.2 dan 1.3). Reaksi yang

terjadi adalah sebagai berikut :

Inisiasi : RH R* + H* (1.1)

: ROOH RO* + HO* (1.2)

: 2ROOH RO* + ROO* + H2O (1.3)

Propagasi : R* + O2 ROO* (2.1)

Page 28: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

16   : ROO* + RH ROOH + R* (2.2)

Terminasi : ROO* + ROO* ROOR +O2 (3.1)

: R* + ROO* ROOR (3.2)

: R* + R* R R (3.3) Radikal bebas yang terbentuk pada reaksi inisiasi terbentuk menjadi

radikal bebas bentuk yang lain pada tahap propagasi. Radikal asam lemak akan

bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2.1). ROO* yang

terbentuk menginisiasi reaksi berantai dengan molekul lain sehingga terbentuk

hidroperoksida dan radikal bebas dari lemak. Reaksi yang terjadi berulang kali

dapat menyebabkan akumulasi radikal bebas dan akan terus berlangsung

sampai asam lemak tidak jenuh habis. Jika asam lemak jenuh habis, maka

radikal bebas akan saling berikatan sehingga membentuk senyawa non radikal

yang stabil dan reaksi rantai berakhir. Reaksi ini adalah reaksi terminasi dari

reaksi oksidasi berantai. Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan

mengalami terminasi dengan membentuk kompleks radikal bebas.

Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil kemudian terdegradasi lebih

lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida,

keton dan alkohol.

Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan kapasitas

antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH (2,2-dyphenyl-1-

picrylhydrazil) merupakan senyawa radikal bebas yag stabil dalam larutan

metanol yang berwarna ungu tua. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses

reduksi seyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan

intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan

penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer. Reaksi yang

terjadi adalah pembentukan α, α-diphenyl-β-picrylhydrazine, melalui kemampuan

antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah

direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang

semakin besar pula (Benabadji et al. 2004)

Analisis Biaya Pembuatan Bartono (2005) menyatakan bahwa setiap kegiatan usaha yang dilakukan

berusaha untuk meningkatkan aktivitasnya sehingga didapatkan revenue yang

diharapkan. Pendapatan atau revenue mengandung profit tertentu. Profit

diperoleh karena prosuk dijual dengan harga tertentu. Harga jual merupakan inti

dari kegiatan usaha sehingga harga jual perlu untuk ditentukan. Penentuan

Page 29: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

17  harga jual suatu produk pangan perlu memperhatikan total harga seluruh

komponen bahan yang dipakai untuk membuat produk pangan, biaya produksi

selama memproses bahan, kebijakan food cost yang ditentukan oleh manajemen

sebagai faktor pembagi dalam perhitungan cost dan harga pokok penjualan serta

harus meperhatikan nilai tertentu yang mungkin harus ditambahkan pada harga

pokok penjualan, misalnya pajak (government tax).

Biaya Produksi Biaya adalah pengorbanan yang rasional yang seharusnya dapat diduga

lebih dahulu dan tidak dapat dihindarkan yang dapat dihitung dengan nilai uang

dan yang berhubungan dengan produksi barang dan jasa (Sriyadi 1995). Biaya

produksi adalah seluruh faktor produksi yang dikorbankan selama produksi

berlangsung. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikorbankan untuk

menghasilkan produk sehingga produk tersebut sampai di pasar atau sampai di

konsumen. Dengan demikian, iaya penyimpanan, biaya iklan, pajak juga

termasuk dalam biaya produksi (Ahman 2004)

Nicholson (1990) menyatakan Biaya ekonomi adalah pembayaran yang

diperlukan untuk mempertahankan masukan itu dalam penggunaannya saat ini.

Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi.

Biaya produksi produk pangan timbul karena pemakaian energi seperti listrik,

gas, steam, tenaga, da lainnya (Bartono 2005). Biaya produksi ini adalah total

biaya (total cost) yang dikeluarkan untuk memproduksi produk pangan. Biaya

total adalah hasil penjumlahan antara biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel

(variable cost).

Menurut Sriyadi (1995), biaya dapat dibedakan menjadi biaya langsung

(direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Biaya langsung adalah biaya

yang langsung dapat dihitung atau dapat langsung dibebankan pada produk

(barang atau jasa). Sedangkan biaya tak langsung adalah biaya yang

pembebanannya pada produk harus lebih dahulu melalui perhitungan sehingga

ada beberapa cara pembebanan biaya tak langsung. Dalam hubungannya

dengan produk, biaya langsung ini disebut dengan biaya produksi langsung,

sedangkan biaya tak langsung disebut dengan biaya produksi tidak langsung

atau biaya overhead pabrik.

Menurut Haryanto (2002), biaya produksi dalam suatu perusahaan dapat

dikategorikan menjadi:

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Page 30: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

18  

Biaya tetap merupakan biaya yang dalam kurun waktu tertentu jumlahnya

tetap. Biaya ini tidak tergantung jumlah output yang dihasilkan. Contoh biaya

tetap adalah biaya gaji pegawai tetap, manajer, sewa tanah, penyusutan mesin,

bunga pinjaman bank. Biaya tetap ini dibedakan menjadi dua macam yaitu :

a. Biaya tetap total (total fixed cost), merupakan jumlah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan dalam jumlah tetap dalam jangka waktu tertentu.

b. Biaya tetap rata-rata (average fixed cost), merupakan biaya tetap yang

dibebankan pada setiap satuan output yang dihasilkan.

2. Biaya Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel adalah biaya pengeluaran yang jumlahnya tidak tetap atau

berubah sesuai dengan jumlah output yang dihasilkan. Dalam hal ini, semakin

banyak jumlah produk yang dihasilkan, semakin besar pula biaya variabelnya.

Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku, bahan pembantu, bahan bakar,

dan upah tenaga kerja langsung. Biaya variabel ini dibedakan menjadi dua

macam, yaitu :

a. Biaya variabel total (total variabel cost), merupakan seluruh biaya yang harus

dikeluarkan selama masa produksi output dalam jumlah tertentu.

b. Biaya variabel rata-rata (average variabel cost), merupakan biaya variabel

yang dikeluarkan untuk setiap unit output.

3. Biaya Total (Total Cost)

Biaya total merupakan jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

memproduksi semua output, baik barang maupun jasa. Biaya ini dapat dihitung

dengan menjumlahkan biaya tetap total dengan biaya variabel total.

4. Biaya Rata-rata (Average Cost)

Biaya rata-rata merupakan biaya total yang dikeluarkan untuk setiap unit output.

5. Biaya Marginal (Marginal Cost)

Biaya marginal merupakan kenaikan dari biaya total yang diakibatkan oleh

diproduksinya tambahan satu unit output.

Klasifikasi Industri Menurut Daud (2009) Industri adalah semua kegiatan manusia dalam

bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Istilah industri sering

disebut sebagai manufaktur (manufacturing). Istilah industri juga diidentikkan

dengan kegiatan yang mengolah barang mentah atau barang baku menjadi

barang setengah jadi atau barang jadi. Pada umumnya semakin maju

Page 31: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

19  perkembangan industri di dalam suatu negara, maka semakin banyak macam

dan jumlah industrinya serta sifat kegiatan dan usahanya semakin kompleks.

Pengklasifikasian industri dapat didasarkan pada criteria tertentu, yaitu

bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang

digunakan. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga

menentukan keanekaragaman industri. Semakin besar dan kompleks kebutuhan

masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beraneka ragam jenis

industrinya. Klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing adalah

sebagai berikut.

Klasifikasi Industri Berdasarkan Bahan Baku Industri membutuhkan bahan baku sesuai produk yang akan dihasilkan.

Berdasarkan bahan baku yang digunakan, industri dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kategori, yaitu:

1. Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung dari

alam. Contoh industri ini adalah industri hasil pertanian, industri hasil

perikanan dan industri hasil kehutanan.

2. Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil dari

industri lain. Contoh industri nonekstraktif adalah industri kain dan industri

pemintalan.

3. Industri fasilitatif atau industri tersier, yaitu industri yang kegiatannya adalah

menjual jasa layanan untuk kepentingan pihak lain. Contoh industri tersier

adalah industri perbankan, industri perdagangan, industri angkutan dan

pariwisata.

Klasifikasi Industri Berdasarkan Tenaga Kerja Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat

dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu:

1. Industri Rumah Tangga. Industri rumah tangga adalah industri yang

menggunakan tenaga kerja kurang dari empat orang. Industri ini juga

mempunyai modal yang terbatas. Tenaga kerja biasanya berasal dai

keluarga pemilik atau pengelola industri. Contoh industri rumah tangga

antara lain industri temped an tahu, industri makanan ringan dan industri

kerajinan.

2. Industri kecil. Industri kecil memiliki tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang.

Ciri lainnya adalah industri kecil memiliki modal yang relatif kecil. Tenaga

kerja yang digunakan biasanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih

Page 32: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

20  

mempunyai hubungan saudara dengan pemilik industri. Contoh industri ini

adalah industri genteng, industri batubara dan industri pengolahan rotan.

3. Industri sedang. Industri sedang memiliki tenaga kerja sekitar 20 sampai 99

orang. Industri sedang menggunakan modal yang cukup besar. Tenaga kerja

yang digunakan memilki keterampilan tertentu dan pimpinan perusahaan

memiliki kemampuan manajerial tertentu, contohnya adalah industri

konveksi, industri border dan industri keramik.

4. Industri besar. Industri besra meiliki jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang.

Industri besar memiliki modal yang besar yang dihimpun secara kolektif

dalam bentuk pemilikan saham. Tenaga kerja harus memiliki keahlian

khusus dan pemimpin perusahaan dipilih melalui uji kemampuan dan

kelayakan, contohnya industri tekstil, industri mobil dan industri pesawat

terbang.

Klasifikasi Industri Berdasarkan Proses Produksi Berdasarkan proses produksi, industri dapat dikategorikan menjadi dua jenis,

yaitu:

1. Industri hulu. Industri hulu adalah industri yang hanya mengolah bahan

mentah menjadi barang setengah jadi. Industri hulu menyediakan bahan

baku untuk industri lain, misalnya industri kau lapis, industri pemintalan dan

industri baja.

2. Industri hilir. Industri hilir mengolah barang setengah jadi menjadi barang

atau bahan yang dapat langsung dipakai atau dimanfaatkan oleh onsumen,

misalnya industri pesawat terbang, industri otomotif dan industri konveksi.

Klasifikasi Industri Berdasarkan Modal yang Digunakan Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dikategorikan menjadi

tiga kategori, yaitu:

1. Industri dengan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Industri ini

memperoleh modal dari pengusaha atau pemerintah nasional (dalam

negeri), misalnya industri kerajinan, industri pariwisata dan industri makanan.

2. Industri dengan penanaman modal asing (PMA). Industri ini memperoleh

modal dari penanaman modal asing, misalnya industri komunkasi, industri

perminyakan dan industri pertambangan.

3. Industri dengan modal patungan (Joint Venture). Industri ini memperoleh

modal dari kerja sama antara PMDN dan PMA, misalnya adalah industri

otomotif dan industri tarnsportasi.

Page 33: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

21  Klasifikasi Industri Berdasarkan Subjek Pengelola

Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dikategorikan menjadi dua

kategori, yaitu:

1. Industri Rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat,

misalnya industri kerajinan dan industri makanan tradisional.

2. Industri Negara, yaitu idustri yang dikelola dan merupakan milik negara atau

dikenal dengan istilah badan usaha milik negara (BUMN), misalnya industri

baja, industri pertambangan dan industri transportasi.

Page 34: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

22  

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September

sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan

Analisis Makanan serta Laboratorium Penilaian Organoleptik, Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelusuran

data ketersediaan bekatul, data harga bahan pembuatan cookies bekatul, data

harga cookies dan data harga alat pembuatan cookies dilakukan di perpustakaan

IPB, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung bekatul konvensional

adalah bekatul. Bahan yang diperlukan untuk pembuatan tepung bekatul

fungsional adalah tepung bekatul konvensional, aquadest dan asam askorbat.

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan cookies adalah tepung terigu,

margarin, mentega, tepung bekatul konvensional, tepung bekatul fungsional,

leavening agent, susu skim, bubuk coklat, kayu manis, gula halus, kuning telur

dan bubuk vanili. Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik adalah cookies

dengan campuran bekatul sesuai dengan formula yang ditetapkan.

Uji proksimat yang dilakukan adalah uji kadar abu, kadar air, kadar

protein, kadar karbohidrat by difference dan kadar lemak. Bahan yang digunakan

untuk uji kadar air dan uji kadar abu adalah sampel yang akan diteliti. Bahan

yang digunakan untuk uji kadar protein sampel yang akan diteliti adalah

campuran selenium (selenium mix), larutan H2SO4, larutan indikator PP 1%,

larutan indikator BCG.MM (5:1), larutan NaOH 30%, larutan H3BO3 2%, larutan

HCl 0,01 N, dan air suling. Bahan yang digunakan untuk uji kadar lemak adalah

sampel yang akan diteliti, larutan heksana, air suling, larutan HCl 25% dan kertas

pH. Bahan yang diperlukan untuk uji kapasitas antioksidan adalah sampel yang

akan dianalisis, larutan DPPH dan methanol 95%. Bahan yang diperlukan untuk

uji kadar serat pangan adalah sampel bebas lemak, kapas bebas lemak, enzim

pepsin, enzim pankreatin, larutan heksana, air suling, ethanol 96% dan aseton.

Page 35: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

23  Alat

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung bekatul konvensional

adalah autoklaf, oven, discmill dan ayakan 60 mesh. Peralatan yang diperlukan

untuk pembuatan tepung bekatul fungsional adalah autoklaf, oven, discmill,

ayakan 60 mesh dan tray oven. Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan

cookies adalah mixer, oven, cetakan, sendok dan loyang. Peralatan yang

digunakan untuk uji kadar air antara lain botol cawan aluminium, desikator, oven

dan neraca analitik yang terkalibrasi dengan ketelitian 0,001 gram.

Peralatan yang digunakan untuk uji kadar abu antara lain cawan

porselen, tanur, pemanas listrik, neraca analitik yang terkalibrasi dengan

ketelitian 0,001 gram, desikator, sudip, dan pipet tetes. Peralatan yang

digunakan untuk uji kadar protein adalah neraca analitik yang terkalibrasi dengan

ketelitian 0,001 gram, labu destruksi, tabung destilasi, pipet Mohr 10 mL, alat

destruksi, erlenmeyer 250 mL, Kjeltec, buret shelbach 50 mL, labu semprot,

sudip, pipet tetes, gelas ukur 100 mL, batu didih, labu ukur 250 mL, corong, dan

pipet volumetrik 25 mL.

Peralatan yang digunakan untuk analisis lemak antara lain neraca analitik

yang terkalibrasi dengan ketelitian 0,001 gram, desikator, pinggan lemak,

soxhlet, timbel ekstraksi, oven, kapas bebas lemak, kertas saring, corong,

erlenmeyer 250 mL, gelas ukur 50 mL, batu didih, pemanas listrik, kaca arloji

besar, pengaduk, labu semprot dan sudip. Peralatan yang digunakan untuk uji

kapasitas antioksidan adalah spektrofotometer, pipet mikro, rotavorator, dan

sentrifuge. Peralatan yang dibutuhkan untuk menganalisis kadar serat pangan

adalah pompa vakum dan penyaringnya, sudip, water bath, soxhlet, alu, mortar,

neraca analitik yang terkalibrasi dengan ketelitian 0,001 gram dan labu lemak.

Page 36: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

24  

Tahapan Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan penelitian

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir tahapan penelitian

1. Analisis Ketersediaan Bekatul Sebagai Sumber Karbohidrat Analisis ketersediaan bekatul dilakukan dengan cara penelusuran data

produksi padi dan kemudian dikonversi menjadi data produksi bekatul. Data yang

dibutuhkan adalah data produksi padi dan data penggunaan bekatul. Data

penggunaan bekatul tidak tersedia sehingga ketersediaan bekatul diasumsikan

dari produksi gabah kering giling (GKG) dengan faktor konversi 13,51%

Formulasi cookies tepung bekatul konvensional

Formulasi cookies tepung bekatul fungsional

Formula cookies kontrol

Formula cookies Bekatul I

Formula cookies Bekatul

II

Formula cookies Bekatul

III

Formula cookies Bekatul

IV

Formula cookies

Bekatul V

Uji organoleptik

Formula terpilih

Analisis zat gizi, serat pangan dan kapasitas

antioksidan

Analisis Biaya pembuatan

cookies

Pembuatan Tepung Bekatul konvensional dan fungsional

Analisis ketersediaan bekatul

Page 37: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

25  (Damardjati 1988). Produksi energi dari bekatul dihitung dengan mengkonversi

energi yang dihasilkan dari karbohidrat, lemak dan protein bekatul. Metode

pembuatan tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional disajikan

pada Lampiran 1.

2. Penentuan Formula Cookies Bekatul Penentuan formula cookies bekatul dilakukan setelah semua bahan baku

yang diperlukan untuk membuat cookies bekatul tersedia lengkap. Penetapan

formula cookies bekatul dari bekatul konvensional dan bekatul fungsinal

dilakukan secara trial and error, yaitu mencari perbandingan komposisi tepung

terigu dan tepung bekatul yang tepat, sehingga diperoleh perbandingan yang

paling disukai oleh panelis (konsumen). Penambahan tepung bekatul ke dalam

formula cookies juga disesuaikan dengan kebutuhan serat pada orang dewasa,

yaitu 20-30 gram per hari (Almatsier 2004). Formula cookies dengan lima tingkat

substitusi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Formula Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional

Bahan

Jumlah (gram)

Kontrol (F0)

Substitusi 25% (F1)

Substitusi 30% (F2)

Substitusi 35% (F3)

Substitusi 40% (F4)

Substitusi 45% (F5)

Tepung bekatul 0 25 30 35 40 45 Tepung terigu 100 75 70 65 60 55 Gula halus 60 60 60 60 60 60 Margarin 50 50 50 50 50 50 Mentega 25 25 25 25 25 25 Kuning telur 20 20 20 20 20 20

Susu skim 13 13 13 13 13 13 vanili 1 1 1 1 1 1 Soda kue 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 Bubuk coklat 5 5 5 5 5 5

Bubuk kayu manis

2 2 2 2 2 2

Jumlah (g) 276,5 276,5 276,5 276,5 276,5 276,5 Batas atas dan bawah ditetapkan berdasarkan trial and error . Kandungan

serat yang tinggi pada tepung bekatul dapat mempengaruhi tekstur cookies.

Berdasarkan hasil trial and eror yang dilakukan, diperoleh tingkat substitusi

maksimum yang dapat digunakan dalam pembuatan cookies bekatul, yaitu

sebesar 45%. Substitusi tepung bekatul yang melebihi 45% dari tepung terigu

Page 38: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

26  memberikan aftertaste pahit yang berlebihan. Cookies yang dihasilkan juga

menjadi lebih keras dan sukar dibentuk. Oleh karena itu, digunakan lima tingkat

substitusi cookies bekatul yaitu 25%, 30%, 35%, 40% dan 45%.

Proses pembuatan cookies bekatul terdiri dari beberapa tahap, yaitu

penimbangan bahan, pencampuran bahan (mixing), pencetakan adonan,

pemanggangan dengan oven, pendinginan (cooling) dan pengemasan (packing).

Pencampuran bahan dilakukan dengan mixer. Pemanggangan dilakukan pada

suhu 1600C selama 15 menit. Adapun skema proses pembuatan cookies bekatul

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir pembuatan cookies bekatul (Modifikasi Saputra 2008)

3. Uji Organoleptik Cookies Bekatul Formula Cookies bekatul yang telah dibuat kemudian diuji organoleptik. Uji

organoleptik yang dilakukan adalah uji mutu hedonik dan uji kesukaan (hedonik)

kepada 30 orang panelis yang agak terlatih (semi terlatih). Uji mutu hedonik tidak

dapat menggunakan panelis konsumen karena bukan merupakan uji preferensi.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap produk cookies

margarin, mentega, gula halus, kuning telur

tepung bekatul, tepung terigu

dicampur dengan mixer

soda kue, susu skim, bubuk coklat, bubuk

kayu manis

dicampur dengan mixer

dipanggang 1600C, 15 menit

dicetak

didinginkan

cookies bekatul

Page 39: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

27  bekatul yang dihasilkan. Uji mutu hedonik dan uji hedonik dilakukan terhadap

warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan pada cookies bekatul. Kedua uji ini

dilakukan menggunakan skala garis 1-9. Formulir uji organoleptik yang

digunakan dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji hedonik digunakan untuk

menentukan formula (produk) terpilih berdasarkan nilai rata-rata dan persentase

penerimaan dari masing masing komponen rasa, warna, aroma, dan tekstur.

Hasil formula terpilih akan digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, yaitu

analisis zat gizi dan analisis ekonomi cookies formula terpilih.

4. Analisis Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan Cookies Bekatul

Formula cookies bekatul yang terpilih dari substitusi tepung bekatul

konvensional dan tepung bekatul fungsional dianalisis secara kimia. Sifat kimia

yang dianalisis meliputi kadar air dengan metode oven, kadar abu dengan

metode pengabuan kering, kadar lemak dengan metode soxhlet, serat pangan

dengan metode enzimatis, kadar protein metode mikrokjedahl dan analisis

aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Prosedur analisis disajikan pada

Lampiran 3.

5. Analisis Biaya Pembuatan Cookies

Analisis biaya pembuatan cookies dilakukan untuk menentukan harga jual

cookies formula terpilih. Analisis ini dilakukan untuk skala industri kecil. Analisis

biaya pembuatan membutuhkan data harga bahan baku pembuatan cookies,

harga kemasan, upah tenaga kerja dan harga alat untuk pembuatan cookies

beserta kapasitas alat tersebut.

Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan yaitu substitusi

tepung bekatul, baik tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional.

Terdapat dua jenis cookies, yaitu cookies tepung bekatul konvensional dan

cookies bekatul fungsional yang dianalisis secara terpisah. Peubah respon yang

diamati adalah warna, aroma, tekstur dan rasa dari cookies bekatul. Secara

sistematis, bentuk umum dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut:

Yij = μ + τi + εij

Yij :peubah respon akibat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j

μ :nilai rata-rata umum

Page 40: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

28  τi :pengaruh tingkat substitusi tepung terigu dengan masing-masing tepung

bekatul konvensional atau fungsional pada taraf ke-i

εij :galat unit percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i :banyak taraf tingkat substitusi tepung bekatul terhadap tepung terigu

(i=0%, 25%, 30%, 35%, 40%, 45%)

j :banyak ulangan (j=1, 2..)

Pengolahan dan Analisis Data

Kandungan energi cookies ditentukan dengan cara menjumlahkan [(kadar

karbohidrat (g) x 4 + (kadar protein (g) x 4) + (kadar lemak (g) x 9)]. Hasil uji

organoleptik dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai rata-rata dan tingkat

kesukaan panelis terhadap formula cookies. Analisis pengaruh masing-masing

jenis formula terhadap mutu hedonik dan tingkat kesukaan panelis terhadap

cookies bekatul konvensional dan fungsional dilakukan dengan uji Analysis of

Variance (ANOVA). Apabila hasil analisis ANOVA menunjukkan adanya

pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple

Comparison. Masing masing cookies dengan substitusi jenis tepung bekatul yang

berbeda dianalisis statistik secara terpisah. Analisis biaya pembuatan dilakukan

untuk menentukan harga cookies bekatul konvensional dan fungsional.

Page 41: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

29  

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketersediaan Bekatul Sebagai Bahan Pangan Alternatif Sumber Karbohidrat

Produksi padi di Indonesia secara keseluruhan dari tahun 2006 sampai

tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti produksi bekatul

juga mengalami peningkatan. Produksi padi pada tahun 2004 mencapai

54.088.468 ton atau menghasilkan bekatul sebesar 7.307.352 ton. Produksi ini

terus mengalami penigkatan di tahun berikutnya. Hasil produksi padi dan bekatul

dari tahun 2006-2009 serta angka pertumbuhannya disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Produksi Padi dan Bekatul Nasional

Tahun Produksi Padi (ton)

Produksi Bekatul (ton)

Laju Pertumbuhan Produksi Bekatul

(%) 2005 54.151.097 7.315.813 0,11 2006 54.454.937 7.356.862 0,56 2007 57.157.435 7.721.970 4,96 2008 60.325.925 8.150.032 5,54 2009 64.398.890 8.700.290 6,75

Sumber: Departemen Pertanian (2010)

Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi bekatul cenderung mengalami

peningkatan. Peningkatan yang cukup signifikan dimulai pada tahun 2007

dibandingkan pada tahun 2006 dan tahun 2005. Angka pertumbuhan produksi

bekatul pada tahun 2007 adalah sebesar 4,96%. Angka tersebut meningkat pada

tahun 2008 (5,54%) dan meningkat lagi pada tahun 2009 (6,75%). Potensi

pemanfaatan bekatul masih sangat besar karena produksi bekatul cukup tinggi di

Indonesia. Angka produksi bekatul juga cenderung meningkat setiap tahun

sehingga peluang pemanfaatan bekatul juga sangat besar. Pemanfaatan bekatul

sebagai bahan pangan masih sangat terbatas padahal bekatul bermanfaat bagi

kesehatan karena mengandung komponen fitokimia tokoferol (vitamin E) yang

penting untuk menjaga kesehatan manusia serta bersifat antioksidan sehingga

dapat melindungi dari kerusakan oksidatif.

Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menghasilkan bekatul

lebih dari 1 juta ton per tahun. Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur juga

merupakan sentra produksi padi di pulau Jawa dengan jumlah produksi padi

mencapai lebih dari 10 juta ton per tahun. Daerah diluar pulau jawa, khususnya

Sulawesi selatan, Sumatera selatan dan Sumatera utara juga mempunyai

produksi padi dan bekatul yang cukup besar. Produksi bekatul yang besar

Page 42: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

30  menggambarkan ketersediaan bekatul yang besar. Ketersediaan bekatul yang

besar tidak dapat dianggap sebagai bahan pangan, tetapi hasil samping dari

penggilingan padi. Masyarakat umumnya tidak mengonsumsi bekatul sebagai

makanan tetapi menggunakannya sebagai bahan pakan ternak. Perkiraan

produksi bekatul di berbagai propinsi di Indonesia disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Perkiraan Produksi Padi dan Bekatul Setiap Propinsi di Indonesia Tahun 2010

No Nama Propinsi Produksi Padi (ton)

Produksi Bekatul (ton)

Energi* (juta Kal)

1 Nanggroe Aceh Darussalam 1.627.545,00 219.881,00 368.042,00

2 Sumatera Utara 3.586.861,00 484.585,00 811.109,003 Sumatera Barat 2.192.288,00 296.178,00 495.749,004 Riau 545.541,00 73.703,00 123.366,005 Jambi 658.271,00 88.932,00 148.856,006 Sumatera Selatan 3.249.334,00 438.985,00 734.783,007 Bengkulu 512.212,00 69.200,00 115.829,008 Lampung 2.701.699,00 365.000,00 610.945,009 Bangka Belitung 25.534,00 3.450,00 5.775,00

10 Kepulauan Riau 1.009,00 136,00 228,0011 DKI Jakarta 11.760,00 159,00 266,0012 Jawa Barat 11.650.160,00 1.573.937,00 2.634.491,0013 Jawa Tengah 10.079.212,00 1.361.702,00 2.279.248,0014 DI Yogyakarta 830.545,00 112.207,00 187.815,0015 Jawa Timur 11.375.779,00 1.536.868,00 2.572.444,0016 Banten 2.048.152,00 276.705,00 463.155,0017 Bali 846.896,00 114.416,00 191.512,0018 Nusa Tenggara Barat 1.779.187,00 240.368,00 402.333,0019 Nusa Tenggara Timur 540.771,00 73.058,00 122.286,0020 Kalimantan Barat 1.358.292,00 183.505,00 307.155,0021 Kalimantan Tengah 644.781,00 87.110,00 145.807,0022 Kalimantan Selatan 1.944.888,00 262.754,00 439.804,0023 Kalimantan Timur 580.654,00 78.446,00 131.305,0024 Sulawesi Utara 589.238,00 79.606,00 133.246,0025 Sulawesi Tengah 986.126,00 133.226,00 222.997,0026 Sulawesi Selatan 4.273.767,00 577.386,00 966.442,0027 Sulawesi Tenggara 455.200,00 615,00 1.029,0028 Gorontalo 255.215,00 34.480,00 57.713,0029 Sulawesi Barat 364.670,00 4.927,00 8.247,0030 Maluku 78.761,00 10.641,00 17.811,0031 Papua 102.861,00 13.897,00 23.261,0032 Maluku Utara 47.593,00 6.430,00 10.763,0033 Papua Barat 35.868,00 4.846,00 8.111,00

Total 65.980.670,00 8.807.339,00 14.741.923,00Sumber: Departemen Pertanian (2010) Keterangan: *)Dihitung dari kandungan karbohidrat, protein dan lemak bekatul

Produksi bekatul untuk propinsi di pulau Kalimantan dan Papua lebih kecil

daripada di pulau Jawa. Propinsi Kalimantan Selatan menghasilkan bekatul

Page 43: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

31  paling besar daripada propinsi lainnya di pulau Kalimantan. Pemanfaatan bekatul

masih terbatas pada penggunaannya sebagai bahan pakan untuk hewan ternak.

Bekatul sebagai bahan pakan ternak, harganya masih relatif murah, yaitu Rp.

1500,00 per kg. Data penggunaan bekatul belum tersedia karena bekatul

merupakan produk sisa atau hasil samping dalam produksi beras. Secara umum

penggunaan bekatul adalah sebagai bahan pakan ternak. Salah satu

penggunaan bekatul sebagai bahan pangan yang diketahui adalah penggunaan

bekatul sebagai bahan pangan fungsional berupa tepung bekatul yang

bermanfaat untuk kesehatan dengan pusat produksi di Bandung, Jawa Barat.

Produksi bekatul yang besar juga menggambarkan potensi bekatul yang

besar juga untuk dimanfaatkan selain sebagai pakan. Peluang pemanfaatan

bekatul sebagai bahan pangan masih besar karena pemanfaatan bekatul

sebagai bahan pangan serta produk inovasinya masih sangat terbatas. Hal ini

disebabkan asumsi masyarakat yang masih menganggap bekatul sebagai bahan

pakan ternak. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat bekatul bagi kesehatan

masih terbatas. Dengan demikian pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan

juga sebaiknya diiringi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang

manfaat bekatul bagi kesehatan melalui berbagai media sehingga lebih efektif.

Data penggunaan bekatul sebagai bahan pangan fungsional juga masih sangat

terbatas.

Bekatul apabila dimanfaatkan sebagai bahan pangan juga dapat

memberikan sumbangan energi yang cukup besar. Sumbangan energi dari

bekatul untuk seluruh propinsi di Indonesia dapat mencapai 14.741.923,00 juta

Kal. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.556.363 (BPS

2010). Sumbangan energi dari bekatul per kapita untuk tahun 2010 adalah

62.056,00 Kal/kapita/tahun. Kandungan energi beras giling dan tepung terigu

masing-masing adalah 360 Kal/100gram dan 365 Kal/100gram (DKBM 2004).

Sumbangan energi dari bekatul per tahun dapat menggantikan 40.950,00 ton

beras per tahun atau 40.405,27 ton tepung terigu per tahun. Angka tersebut

menggambarkan potensi bekatul yang cukup besar sebagai bahan pangan

sumber karbohidrat pengganti beras atau tepung terigu.

Substitusi tepung terigu dari cookies sebesar 35% terhadap tepung terigu

atau 12,66% terhadap seluruh total adonan dapat menyumbang energi per hari

32,04 Kal/hari untuk tepung bekatul konvensional atau 30,42 Kal/hari untuk

tepung bekatul fungsional. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa seluruh

Page 44: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

32  kontribusi makanan selingan diperoleh dari cookies bekatul konvensional atau

cookies bekatul fungsional. Sumbangan energi tepung bekatul baik tepung

bekatul konvensional maupun tepung bekatul fungsional yang diperoleh dari

cookies per hari jika diaplikasikan ke dalam konsep pola pangan harapan (PPH),

maka dapat menyumbang energi sebesar 3,20% untuk tepung bekatul

konvensional atau 3,04% untuk tepung bekatul fungsional terhadap skor PPH

ideal. Hal ini didasarkan pada asumsi, skor PPH untuk golongan serealia

idealnya adalah 50 atau setara dengan energi 1000Kal/hari.

Pembuatan Cookies Bekatul Pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional dilakukan

dengan metode krim (creaming method). Pada metode krim, semua bahan tidak

dicampur secara bersamaan. Margarin, mentega dan gula dicampur terlebih

dahulu kemudian bahan yang lain. Adonan yang dibentuk dengan metode krim

lebih lembut daripada menggunakan metode all-in. Metode all-in mempunyai

keunggulan lebih mudah dan cepat dilakukan daripada metode krim.

Pemanggangan cookies dilakukan pada suhu 1600C selama 15 menit dengan

indikator cookies sudah harum dan keras.

Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional digunakan

sebagai bahan substitusi tepung terigu. Tepung bekatul yang digunakan untuk

mensubstitusi tepung terigu adalah tepung bekatul konvensional dan tepung

bekatul fungsional 60 mesh. Ukuran ini lebih besar daripada ukuran tepung

terigu, yaitu 100 mesh sehingga tepung bekatul tidak dapat tercampur dengan

rata karena ukuran partikel yang berbeda. Tingkat subtstitusi yang digunakan

dalam pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional ada 5 taraf, yaitu

25%(F1), 30%(F2), 35%(F3), 40%(F4) dan 45%(F5). Penentuan tingkat

substitusi ini dilakukan dengan trial and error. Substitusi tepung terigu yang

melebihi 45% menyebabkan rasa cookies menjadi sangat pahit dan teksturnya

pecah dan keras.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies bekatul adalah tepung

terigu, tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional, gula halus,

margarin, mentega, kuning telur, susu skim, vanili, soda kue, bubuk coklat dan

bubuk kayu manis. Pada pembuatan cookies tidak dilakukan penambahan air.

Vanili (0,4%), bubuk coklat (1,8%) dan bubuk kayu manis (0,7%) ditambahkan

dengan tujuan untuk mengurangi aftertaste pahit dari tepung bekatul yang

digunakan.

Page 45: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

33   Tahapan pertama pembuatan cookies bekatul adalah pencampuran

bahan penyusunnya. Lemak (margarin dan mentega) dan gula dicampur lebih

dahulu dengan menggunakan mixer kemudian ditambahkan susu skim, soda

kue, coklat bubuk, vanili. Setelah tercampur rata maka dapat ditambahkan

tepung terigu dan tepung bekatul yang sebelumnya dicampur lebih dahulu.

Adonan siap untuk dicetak kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan

dengan ketebalan yang seragam (0,50 cm). Ketebalan yang berbeda membuat

cookies menjadi tidak seragam sehingga tidak matang secara bersamaan atau

merata. Pada saat pencetakan, semakin tinggi tingkat substitusi tepung bekatul,

maka adonan akan semakin keras dan sukar dicetak. Hal ini disebabkan karena

kandungan serat yang tinggi pada tepung bekatul sehingga membuat adonan

menjadi lebih mudah pecah.

Tahap selanjutnya adalah tahap pemanggangan dengan menggunakan

oven. Suhu yang digunakan adalah 1600C selama 15 menit. Setelah matang,

cookies diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, cookies

dikemas agar tidak terjadi reaksi dengan oksigen luar. Selain waktu juga

digunakan parameter lain untuk menentukan kematangan cookies, yaitu

kekerasan cookies dan aroma. Penambahan cookies bekatul berpengaruh

terhadap waktu pemanggangan. Cookies yang disubstitusi tepung bekatul

konvensional memiliki waktu pemanggangan yang lebih lama dibandingkan

cookies kontrol dan cookies bekatul fungsional. Hal ini disebabkan karena kadar

air cookies bekatul konvensional jauh lebih tinggi (9,97%) dibandingkan tepung

bekatul fungsional (2,34%) dan tepung terigu (1,9%).

Karakteristik Organoleptik Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional Uji organoleptik cookies bekatul dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji

kesukaan (hedonik) panelis terhadap mutu warna, mutu aroma, mutu rasa dan

mutu tekstur cookies bekatul konvensional dan fungsional dengan lima tingkat

substitusi tepung bekatul, yaitu 25% (F1), 30% (F2), 35% (F3), 40% (F4) dan

45% (F5), serta kontrol atau substitusi 0% (F0). Panelis berjumlah 30 orang,

yang semuanya berprofesi sebagai mahasiswa. Panelis mahasiswa ini termasuk

dalam panelis semi atau agak terlatih. Hal ini didasarkan pada seringnya panelis

menjadi panelis uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan menggunakan skala

garis, 1 sampai 9. Makna dari masing-masing skala tersebut diasjikan pada

Lampiran 2. Uji hedonik juga dilakukan untuk menentukan formula terpilih

terutama dengan menggunakan tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan.

Page 46: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

34  Jenis cookies yang akan dipilih adalah cookies bekatul konvensional dan

fungsional dengan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional dan fungsional

paling besar yang tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol secara statistik.

Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung

bekatul konvensional maupung tepung bekatul fungsional terhadap mutu warna,

aroma, rasa dan tekstur cookies.

Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional Pada uji mutu hedonik parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa

dan tekstur cookies. Pada parameter warna digunakan skala 1=amat sangat

coklat hingga 9=amat sangat kuning, untuk aroma digunakan skala 1=amat

sangat apek (berbau bekatul) hingga 9=amat sangat harum, parameter rasa

menggunakan skala 1=amat sangat pahit (terasa bekatul) 9=amat sangat terasa

manis dan untuk parameter tekstur menggunakan skala 1=amat sangat keras

hingga 9=amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik cookies

bekatul konvensional untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan rasa asin

serta tekstur pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Formula Uji Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional Warna Aroma Rasa Tekstur

F0 3,93a 6,29a 6,11a 6,69a

F1 3,57a 5,74a 5,56a 6,37a

F2 3,86a 5,00a 5,44a 6,44a

F3 3,09a 5,26a 5,45a 6,15a

F4 3,75a 5,09a 4,56a 4,87a

F5 2,46a 4,72a 4,91a 5,02a

Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Warna. Warna adalah variabel yang mempengaruhi penampilan suatu

produk. Warna adalah kesan pertama yang muncul dalam penilaian produk

pangan. Warna pada cookies bekatul ditentukan oleh komposisi bahannya.

Cookies bekatul berwarna coklat karena warna bubuk coklat yang digunakan

dalam pembuatan cookies.

Hasil uji mutu hedonik terhadap mutu warna cookies bekatul konvensional

berkisar antara 2,46-3,93. Nilai ini berkisar amat coklat sampai agak coklat. Nilai

yang semakin rendah menunjukkan mutu warna cookies yang semakin coklat.

Cookies kontrol (F0) memiliki warna coklat mendekati agak coklat. Cookies yang

Page 47: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

35  disubstitusi tepung bekatul konvensional 20% (F1), 25% (F2), 30% (F3) berwarna

coklat sampai agak coklat. Cookies dengan substitusi tepung bekatul

konvensional 35% (F4) memiliki warna sangat coklat. Warna coklat pada cookies

kontrol (F0) dan cookies dengan substitusi tepung bekatul konvensional

disebabkan oleh penambahan bubuk coklat. Warna sangat coklat pada cookies

bekatul konvensional dengan substitusi 35% (F4) disebabkan karena

penambahan tepung bekatul konvensional yang paling besar komposisinya

dibandingkan dengan formula yang lain. Tepung bekatul konvensional

menyebabkan warna coklat semakin tua.

Aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan rangsangan kimia yang

tercium olah syaraf-syaraf olfaktori dalam rongga hidung. Bekatul mempunyai

aroma yang khas, yaitu apek. Aroma produk pangan ditimbulkan dari bahan

pembuatannya. Cookies bekatul memiliki aroma yang khas, yaitu aroma kayu

manis (harum) dan aroma dari lemak margarin dan mentega. Kayu manis juga

ditambahkan untuk menutupi aroma apek pada bekatul.

Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa

nilai rata-rata mutu aroma cookies bekatul konvensional adalah 4,72-6,29 atau

berada pada kisaran agak berbau apek sampai harum. Peningkatan substitusi

tepung bekatul konvensional menyebabkan aroma apek bekatul semakin

tercium. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat

substitusi tepung bekatul konvensional adalah tidak berpengaruh nyata (α>0,05)

terhadap mutu aroma cookies bekatul konvensional. Nilai rata-rata mutu aroma

tertinggi (6,29) yaitu pada kisaran agak harum dimiliki oleh cookies kontrol (F0).

Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F0 mempunyai aroma

paling harum dibandingkan formula lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah

dimiliki oleh formula cookies bekatul konvensional F5 yang mempunyai tingkat

substitusi tepung bekatul konvensional yang paling tinggi. Hal ini

mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F5 mempunyai aroma bekatul

paling kuat dibandingkan dengan formula lainnya.

Rasa. Rasa adalah faktor penting yang menyebabkan makanan diterima

atau ditolak dalam penilaian. Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul

fungsional yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu mempengaruhi

rasa cookies. Tepung bekatul konvensioal dan fungsional mempunyai aftertaste

pahit.

Page 48: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

36  

Hasil penilaian mutu organoleptik terhadap parameter rasa cookies

bekatul konvensional berada pada kisaran 4,91-6,11, yaitu pada kisaran agak

pahit sampai agak manis. Nilai rata-rata mutu rasa terendah (4,91) dimiliki

cookies F5 dan nilai rata-rata mutu rasa tertinggi dimiliki oleh cookies bekatul

konvensional formula F0. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa

tingkat substitusi tepung bekatul konvensional tidak berpengaruh nyata (α>0,05)

terhadap mutu rasa.

Tekstur. Tekstur adalah variabel yang berpengaruh terhadap penerimaan

produk pangan. Tekstur makanan yang dapat dinilai dapat berupa kekerasan,

kerenyahan dan keelastisan. Penilaian terhadap mutu tekstur cookies yang

dilakukan adalah kekerasan cookies. Substitusi tepung bekatul konvensional

maupun tepung bekatul fungsional memberikan pengaruh terhadap tekstur

cookies karena tepung bekatul konvensional dan fungsional mempunyai serat

yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu.

Hasil penilaian organoleptik mutu tekstur cookies berkisar antara 4,87-

6,69 atau berada pada kisaran agak keras sampai agak renyah. Nilai mutu

tekstur rata-rata terendah dimiliki oleh cookies bekatul konvensional F4, yaitu

4.87 atau berada dikisaran agak keras mendekati biasa (keras tidak renyah pun

tidak). Nilai mutu rata-rata tertinggi dimiliki oleh cookies bekatul konvensional F0

(6,69) atau berada pada kisaran agak renyah mendekati renyah. Hasil sidik

ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung

bekatul konvensional tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap mutu tekstur

cookies. Nilai rata-rata mutu tekstur cookies menunjukkan bahwa semakin tinggi

tingkat substitusi tepung bekatul konvensional maka mutu tekstur cenderung

semakin rendah (semakin keras). Hal ini disebabkan karena kandungan serat

yang tinggi pada tepung bekatul konvensional, yaitu 26.5% (Nurhayati 2009).

Serat terdiri atas komponen serat pangan larut dan serat pangan tidak larut.

Kandungan serat pangan berupa hemiselulosa mempunyai struktur yang kokoh

sehingga membuat tekstur cookies menjadi lebih keras.

Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional Pada uji mutu hedonik cookies bekatul fungsional parameter yang diuji

meliputi mutu warna, aroma, rasa dan tekstur cookies. Pada parameter warna

digunakan skala 1=amat sangat coklat hingga 9=amat sangat kuning, untuk

aroma digunakan skala 1=amat sangat apek (berbau bekatul) hingga 9=amat

sangat harum, parameter rasa menggunakan skala 1=amat sangat pahit (terasa

Page 49: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

37  bekatul) 9=amat sangat terasa manis dan untuk parameter tekstur menggunakan

skala 1=amat sangat keras hingga 9=amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji

mutu hedonik cookies bekatul konvensional untuk parameter warna, aroma, rasa

manis dan rasa asin serta tekstur pada setiap formula disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional

Formula Uji Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional Warna Aroma Rasa Tekstur

F0 4,76b 5,64b 5,65bc 4,97a

F1 4,21b 4,72ab 5,07abc 5,18a

F2 4,23b 5,12b 5,51bc 4,74a

F3 4,27b 6,02ab 5,76c 5,11a

F4 3,41a 5,70ab 4,84ab 5,05a

F5 2,93a 5,15a 4,30a 5,31a

Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Warna. Uji mutu hedonik terhadap parameter warna cookies bekatul

fungsional berkisar antara 2,93-4,76. Nilai ini berkisar sangat coklat sampai agak

coklat. Nilai yang semakin rendah menunjukkan mutu warna cookies yang

semakin coklat. Cookies F0 memiliki warna agak coklat. Cookies yang

disubstitusi tepung bekatul fungsional 45% berwarna sangat coklat mendekati

coklat. Warna cookies bekatul fungsional F5 memiliki warna coklat paling tua.

Cookies dengan substitusi bekatul fungsional 20% (F1), 25% (F2) dan 30% (F3)

memiliki warna agak coklat.

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat

substitusi bekatul fungsional berpengaruh sangat nyata (α<0,01) terhadap mutu

warna cookies bekatul fungsional. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4)

menunjukkan bahwa mutu warna formula cookies bekatul fungsional F0, F1, F2,

F3 adalah tidak berbeda nyata, sedangkan mutu warna cookies F0 adalah

berbeda nyata dengan cookies bekatul fungsional F4 dn F5. Demikian pula

warna cookies F1, F2 dan F3 adalah berbeda nyata dengan warna cookies F4

dan F5. Mutu warna cookies F4 dan F5 adalah tidak berbeda nyata.

Aroma. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma cookies bekatul

fungsional menunjukkan bahwa nilai rata-rata mutu aroma cookies adalah 4,72-

6,02 atau berada pada kisaran agak berbau apek sampai agak harum.

Peningkatan substitusi tepung bekatul fungsional menyebabkan aroma cookies

semakin apek. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan

Page 50: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

38  tingkat substitusi tepung bekatul fungsional berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap

mutu aroma cookies. Nilai rata-rata mutu aroma tertinggi (6,02) yaitu pada

kisaran agak harum dimiliki oleh cookies kontrol (F0). Hal ini mengindikasikan

bahwa menurut panelis, cookies F0 mempunyai aroma paling harum

dibandingkan formula lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah dimiliki oleh

cookies F5 yang mempunyai tingkat substitusi tepung bekatul konvensional yang

paling tinggi yang mengindikasikan bahwa aroma cookies paling apek

dibandingkan formula lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis,

cookies F5 mempunyai aroma bekatul yang paling kuat dibandingkan dengan

formula lainnya. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa mutu

aroma cookies bekatul fungsional formula F0, F1, F2, F3, dan F4 adalah tidak

berbeda nyata, sedangkan mutu aroma cookies bekatul fungsional F5 adalah

berbeda nyata dengan cookies formula F0 (kontrol).

Rasa. Hasil uji mutu hedonik terhadap mutu rasa cookies bekatul

fungsional berada pada kisaran 4,30-5,84, yaitu pada kisaran agak pahit sampai

biasa (pahit tidak manis pun tidak). Nilai mutu rata-rata terendah dimiliki oleh

cookies F5 (4,30) yaitu pada kisaran agak pahit. Nilai mutu rasa tertinggi dimiliki

oleh cookies F3. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat

substitusi tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap

mutu rasa cookies. Cookies bekatul fungsional formula F0, F1, F2, F3 dan F4

adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4). Cookies

bekatul fungsional F5 adalah berbeda nyata dengan cookies bekatul fungsional

F3 dan F0.

Tekstur. Hasil penilaian organoleptik mutu tekstur cookies bekatul

fungsional berkisar antara 4,74-5,31 atau berada pada kisaran agak keras

sampai biasa. Nilai mutu rata-rata terendah dimiliki oleh cookies F2, yaitu 4,74

atau berada dikisaran agak keras. Nilai mutu rata-rata tertinggi dimiliki oleh

cookies F5 (5,31) atau berada pada kisaran biasa (keras tidak renyah pun tidak).

Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi

tepung bekatul fungsional tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap mutu

tekstur cookies.

Hedonik (kesukaan) Cookies Bekatul Konvensional Pada uji hedonik cookies bekatul konvensional, parameter yang diuji

adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan (overall) cookies. Skala

yang digunakan berkisar antara 1 sampai 9, yaitu berkisar antara amat sangat

Page 51: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

39  tidak suka sampai amat sangat suka. Hasil uji hedonik cookies bekatul

konvensional disajikan secara rinci pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Uji Organoleptik Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Formula Uji Hedonik Cookies Bekatul Konvensional Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan

F0 6,07a 6,44a 6,35a 6,27a 6,54a

F1 6,07a 5,95ab 6,13a 6,60a 6,51a

F2 5,94a 5,78ab 5,95a 6,35a 6,23a

F3 5,37a 6,06ab 5,55a 6,24a 5,85a

F4 5,35a 5,20b 4,32a 3,81a 4,40b

F5 5,22a 5,31b 4,55a 5,08a 5,04b

Keterangan :Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Warna. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata

tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna cookies bekatul

konvensional berkisar antara 5,22-6,07 atau berada pada kisaran biasa sampai

agak suka. Cookies bekatul konvensional F0 dan F1 memiliki nilai kesukaan

terhadap warna tertinggi (6,07) atau pada kisaran agak suka. Cookies bekatul

konvensional F5 memiliki nilai kesukaan terendah (5,22) yaitu pada kisaran

biasa. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perbedaan tingkat

substitusi bekatul konvensional terhadap cookies adalah tidak berpengaruh nyata

(α>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter warna pada cookies

bekatul konvensional.

Aroma. Penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma

cookies bekatul konvensional memiliki nilai rata-rata 5,31-6,44 atau berada pada

kisaran biasa sampai agak suka. Cookies bekatul konvensional F0 mempunyai

tingkat kesukaan tertinggi (6,44) sedangkan cookies bekatul konvensional F5

mempunyai tingkat kesukaan aroma terendah (5,31). Hasil sidik ragam

(Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul konvensional

adalah berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma pada

cookies bekatul konvensional. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 4) menunjukkan

bahwa cookies bekatul konvensional F0, F1, F2, F3, F4 adalah tidak berbeda

nyata sedangkan cookies bekatul konvensional F5 adalah berbeda nyata

dengan cookies bekatul konvensional F0.

Rasa. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies

bekatul konvensional adalah 4,32-6,35 aau agak tidak suka sampai dengan agak

Page 52: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

40  suka. Cookies bekatul konvensional F4 memiliki nilai kesukaan terendah yaitu

4,32 atau agak tidak suka sedangkan cookies F0 memiliki nilai kesukaan tertinggi

yaitu 6,35 atau agak suka. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa

perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional adalah tidak

berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap tingkat kesukaan terhadap rasa cookies

bekatul konvensional

Tekstur. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies

bekatul konvensional adalah 3,81-6,60 atau berkisar tidak suka sampai dengan

agak suka. Nilai kesukaan terhadap tekstur terendah dimiliki oleh cookies bekatul

konvensional F4 (3,81) atau tidak suka. Nilai kesukaan tertinggi dimiliki oleh

cookies F1 (6,60) atau agak suka. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 4)

menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional tidak berpengaruh

nyata (α>0,05) terhadap tingkat kesukan panelis terhadap tekstur cookies bekatul

konvensional. Keseluruhan. Variabel keseluruhan adalah penilaian panelis yang yang

berupa kombinasi variabel penerimaan panelis terhadap parameter warna,

aroma, rasa dan tekstur. Nilai kesukaan terhadap keseluruhan adalah acuan

yang digunakan untuk menentukan formula terpilih. Nilai rata-rata tingkat

kesukaan panelis terhadap keseluruhan cookies bekatul konvensional berada

pada kisaran 4,04-6,54 atau pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka.

Cookies bekatul konvensional F0 memiliki nilai kesukaan tertinggi (6,54) secara

keseluruhan sedangkan cookies F4 memiliki nilai kesukaan terendah (4,40).

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul

konvensional adalah berpengaruh nyata (α<0,05) terhadap tingkat kesukan

panelis secara keseluruhan cookies bekatul konvensional. Hasil uji lanjut

Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap cookies

bekatul konvensional F0, F1, F2 dan F3 adalah tidak berbeda nyata tetapi

keempat formula tersebut adalah berbeda nyata dengancookies formula F4 dan

F5. Cookies bekatul konvensional F5 dan F4 adalah tidak berbeda nyata.

Hedonik (kesukaan) Cookies Bekatul Fungsional Parameter yang diuji hedonik adalah tingkat kesukaan terhadap warna,

aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan cookies bekatul fungsional. Skala yang

digunakan juga berkisar antara 1 sampai 9. Keterangan skala tersebut disajikan

pada Lampiran 2. Parameter 1 sampai 9 berkisar antara amat sangat suka

sampai amat sangat tidak suka. Hasil uji hedonik digunakan untuk melihat

Page 53: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

41  penerimaan panelis terhadap cookies dan digunakan untuk menentukan formula

cookies terpilih. Hasil uji hedonik cookies bekatul fungsional disajikan pada Tabel

10.

Tabel 10 Hasil Uji Organoleptik Hedonik Cookies Bekatul Fungsional

Formula Uji Hedonik Cookies Bekatul Fungsional Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan

F0 6,13a 5,75a 5,71ab 4,12a 4,93a

F1 5,48ab 5,40a 5,16abc 4,30a 4,83ab

F2 5,70ab 5,35a 4,83bc 4,12a 4,47ab

F3 5,79ab 6,08a 5,79a 4,86a 5,75ab

F4 5,66ab 5,54a 5,02abc 4,53a 5,15ab

F5 5,10b 4,92a 4,75c 4,10a 4,71b

Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0.05)

Warna. Hasil uji hedonik terhadap mutu warna cookies bekatul fungsional

berkisar antara 5,10-6,13. Cookies F0 mempunyai nilai rata-rata kesukaan

tertinggi (6,13) atau pada skala agak suka sedangkan F5 memiliki nilai rata-rata

kesukaan terendah (5,10) atau biasa. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6)

menunjukkan perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul fungsional

berpengaruh sangat nyata (α<0,01) terhadap tingkat kesukaan warna cookies.

Uji lanjut Duncan (Lampiran 6) menunjukkan F0, F1, F2, F3 adalah tidak berbeda

nyata, sedangkan F4 dan F5 adalah berbeda nyata dengan F0 (α<0,05).

Aroma. Hasil penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap

aroma cookies bekatul fungsional memiliki nilai rata-rata 4,92-6,08 atau berada

pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka. Nilai rata-rata tertinggi (6,08)

atau agak suka dimiliki cookies F3. Cookies bekatul fungsional F5 memiliki

tingkat kesukaan rata-rata terendah (4,92) atau berada pada kisaran agak tidak

suka. Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat substitusi

tepung bekatul fungsional adalah tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap

tingkat kesukaan mutu aroma cookies bekatul fungsional.

Rasa. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies

bekatul fungsional adalah 4,75-5,79. Nilai kesukaan terendah dimiliki oleh

cookies F5 (4,75) atau agak tidak suka. Nilai kesukaan tertinggi (5,79) dimiliki

cookies F3 atau biasa. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa

tingkat substitusi tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata (α<0,05)

terhadap tingkat kesukaan panelis. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa

Page 54: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

42  tingkat kesukaan terhadap cookies bekatul fungsional F0, F1, F2 dan F3 adalah

tidak berbeda nyata. Tingkat kesuaan cookies bekatul fungsional F4 adalah tidak

berbeda nyata dengan cookies bekatul fungsional F0 tetapi berbeda nyata

dengan tingkat kesukaan cookies bekatul fungsional F3. Tingkat kesukaan

cookies bekatul fungsional F5 adalah berbeda nyata dengan cookies bekatul

fungsional F3 dan F0.

Tekstur. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies

bekatul fungsional adalah 4,10-4,86 atau pada kisaran tidak suka. Nilai

kesukaan tertinggi dimiliki cookies F3 sedangkan nilai kesukaan terendah dimiliki

oleh cookies F5. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan tingkat

substitusi tepung bekatul fungsional tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap

tingkat kesukan panelis pada tekstur cookies bekatul fungsional. Cookies bekatul

fungsional cenderung memiliki tekstur yang lebih keras daripada cookies bekatul

konvensional. Hal ini disebabkan oleh kandungan air tepung bekatul fungsional

yang rendah tetapi memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga membuat

teksturnya menjadi lebih keras. Meskipun bekatul mempunyai kandungan protein

yang tinggi, tetapi tidak membuat tekstur cookies lebih mengembang dan lunak

karena jenis proteinnya bukan gluten seperti pada tepung terigu. Protein yang

berpengaruh terhadap pengembangan adonan cookies adalah gluten.

Keseluruhan. Variabel keseluruhan adalah penilaian panelis yang

berupa kombinasi variabel penerimaan panelis terhadap parameter warna,

aroma, rasa dan tekstur. Nilai kesukaan terhadap keseluruhan adalah acuan

yang digunakan untuk menentukan formula terpilih. Formula terpilih ditentukan

berdasarkan hasil sidik ragam yang tidak berbeda nyata dengan cookies F0

tetapi memiliki tingkat substitusi tepung bekatul fungsional yang teringgi.

Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan cookies

bekatul fungsional berada pada kisaran 4,47-5,75 atau pada kisaran agak tidak

suka sampai agak suka. Cookies bekatul fungsional F3 memiliki nilai kesukaan

tertinggi (5,75) secara keseluruhan sedangkan cookies bekatul fungsional F2

memiliki nilai kesukaan terendah (4,47). Hasil sidik ragam (Lampiran 4)

menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional berpengaruh nyata

(α<0,05) terhadap tingkat kesukan panelis secara keseluruhan. Hasil uji lanjut

Duncan (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat kesukaan cookies bekatul

fungsional F0, F1, F2, F4 dan F5 adalah tidak berbeda nyata. Cookies bekatul

Page 55: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

43  fungsional F3 dan F4 berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4) adalah tidak

berbeda nyata.

Kandungan Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional

Kandungan gizi, serat pangan dan kapasitas antioksidan cookies kontrol

dan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional formula terpilih

disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Kandungan Gizi, Serat Pangan dan kapasitas Antioksidan Cookies F0 dan Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional Terpilih

Komponen Cookies F0 Cookies Bekatul Konvensional

Cookies Bekatul Fungsional SNI*

%bb %bk %bb %bk %bb %bk Air 2,36a - 3,21a - 2,94a - Maks 5 Abu 1,75 1,79a 3,02 3,12b 2,92 3,01b Maks 1,5 Protein 6,99 7,16a 7,32 7,56a 6,46 6,66a Min 9 Lemak 26,14 26,78a 28,88 29,84a 28,24 29,09a Min 9,5 Karbohidrat - 61,91b - 56,26a - 58,31a Maks 70 Total Serat Pangan 3,30 3,38a 9,78 10,10b 10,53 10,85b -

AEAC 27,06 27,71a 32,13 33,19b 31,68 32,64b - Kapasitas antioksidan 60,58 - 70,87 - 69,03 - -

Energi (kkal) - 518,50 - 527,30 - 517,80 Min 400

Keterangan : * SNI 01-2973-1992 (biskuit) bb = basis basah; bk = basis kering

Nilai rata-rata sebaris yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (uji Duncan p=0,05)

Nilai gizi suatu produk rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum,

selama dan sesudah proses pengolahan. Selama proses pengolahan terjadi

kerusakan zat gizi dalam pangan. Kadar zat gizi yang dianalisis adalah kadar air,

kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Selain itu, juga dianalisis kadar serat

pangan dan kapasitas antioksidan. Kadar karbohidrat ditentukan dengan

mengurangkan nilai 100% dengan kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar

lemak dan kadar serat pangan. Kandungan zat gizi tersebut dibandingkan

dengan SNI untuk biskuit yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional.

Analisis proksimat juga digunakan untuk menentukan kandungan energi cookies.

Kadar air Kadar air yang terdapat dalam produk pangan akan mempengaruhi

penampakan, tekstur dan cita rasa. Kadar air cookies bekatul konvensional dan

cookies bekatul fungsional masing-masing adalah 3,21% bb dan 2,94% bb. Hasil

Page 56: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

44  uji sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa substitusi tepung terigu dengan

tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional dalam pembuatan

cookies tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap kadar air cookies. Kadar air

kedua jenis cookies ini masih memenuhi SNI, yaitu maksimum 5%. Kadar air

pada cookies bekatul konvensioal dan fungsional cenderung lebih tinggi daripada

kadar air cookies kontrol (2,36% bb). Hal ini disebabkan karena kadar air tepung

bekatul konvensional dan fungsional yang digunakan untuk substitusi tepung

terigu lebih tinggi daripada tepung terigu itu sendiri (Nurhayati 2010).

Kadar air menentukan kerenyahan cookies sehingga akan mempengaruhi

penerimaan konsumen. Kandungan air yang tinggi akan membuat cookies

menjadi tidak renyah. Kadar air yang berkisar antara 3-7% akan mencapai

kestabilan optimum sehingga pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang

merusak bahan dapat dikurangi (Winarno 1997). Kadar air umumnya berbanding

lurus dengan aw, yaitu semakin kecil kadar air, maka semakin kecil aw sehingga

semakin awet bahan pangan tersebut. Nilai aw yang rendah akan menghambat

pertumbuhan mikroba pada bahan pangan sehingga bahan pangan menjadi

lebih awet (Winarno 1997). Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat

dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan

untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang

dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi (Syarief & Khalid 1992)..

Kadar Abu Abu merupakan bahan anorganik (mineral) dalam suatu bahan pangan.

Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kadar abu cookies F0 adalah 1,79%

bk. Kadar abu cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional lebih

tinggi daripada cookies bekatul kontrol, yaitu masing-masing 3,12% bk dan

3,01% bk karena mineral pada tepung bekatul lebih tinggi dibandingkan dengan

tepung terigu. Berdasarkan hasil uji sidik ragam (Lampiran 5), penambahan

tepung bekatul memberi pengaruh sangat signifikan (α<0,01) terhadap kadar abu

cookies yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan

bahwa cookies kontrol berbeda nyata (α<0,05) dengan cookies bekatul

konvensional dan cookies bekatul fungsional terpilih, sedangkan kadar abu

cookies bekatul konvensional tidak berbeda nyata (α>0,05) dengan cookies

bekatul fungsional.

Kadar abu cookies kontrol dengan Kadar abu cookies bekatul fungsional

sedikit lebih rendah daripada cookies bekatul konvensional. Hal ini sesuai

Page 57: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

45  dengan penelitian Nurhayati (2010) yang menunjukkan bahwa kandungan abu

pada tepung bekatul konvensional lebih tinggi daripada tepung bekatul

fungsional. Kadar abu cookies bekatul konvensional dan fungsional lebih tinggi

daripada batas SNI maksimum, yaitu 1,5% bb karena kadar abu tepung bekatul

konvensional dan fungsional lebih tinggi daripada tepung terigu.

Kadar Protein Kadar protein cookies bekatul konvensional (7,56% bk) dan cookies

bekatul fungsional (6,66% bk), berdasarkan uji lanjut duncan adalah tidak

berbeda nyata (α>0,05). Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 5), Substitusi

tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional terhadap tepung

terigu adalah tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein cookies. Hasil

penelitian Nurhayati (2010) menunjukkan bahwa kadar protein tepung bekatul

konvensional adalah juga tidak berbeda nyata dengan tepung bekatul fungsional.

Kadar protein cookies kontrol, cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul

fungsional lebih rendah dari standar yang ditetapkan BSN (Badan Standarisasi

Nasional), yaitu minimum 9%. Nurhayati (2010) mengungkapkan bahwa kadar

protein tepung bekatul konvensional adalah 13,50% bk sedangkan tepung

bekatul fungsional adalah 12,72% bk. Kedua tepung ini mempunyai kadar

protein yang lebih tinggi daripada tepung terigu yang digunakan dalam

pembuatan cookies , yaitu tepung terigu jenis soft flour dengan kadar protein

10%.

Adanya bahan lain selain tepung terigu dan tepung bekatul konvensional

dan fungsional yang digunakan dalam pembuatan cookies dengan proporsi

63,83% berpengaruh terhadap penurunan kadar protein. Hal tersebut

disebabkan karena adanya reaksi Maillard, yaitu reaksi antara karbohidrat

khususnya gula pereduksi dengan amina primer (Winarno 2008). Hal ini

diperkuat oleh hasil penelitian Rosenberg dan Rohdenburg (1951) yang

menunjukkan bahwa pemanggangan dengan oven berpengaruh terhadap

berkurangnya kadar asam amino lisin pada produk akhir. Asam amino lisin

jumlahnya terbatas pada prosuk serealia. Penambahan susu skim (susu tanpa

lemak) ke dalam adonan cookies dapat menyebabkan asam amino lisin semakin

berkurang karena meningkatnya reaksi Maillard sebagai akibat dari tingginya

konsentrasi gula pereduksi laktosa. Dengan demikian kadar protein dapat

berkurang akibat pemanggangan dengan oven.

Kadar Lemak

Page 58: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

46  

Kadar lemak cookies kontrol (26,78% bk) cenderung lebih rendah

daripada cookies bekatul konvensional (29,84% bk) dan cookies bekatul

fungsional (29,09% bk). Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 5), substitusi tepung

bekatul tidak berpengaruh nyata (α>0,05) terhadap kadar lemak cookies. Kadar

lemak cookies bekatul konvensional adalah tidak berbeda nyata (α>0,05)

dengan cookies bekatul fungsional. Kadar lemak cookies bekatul konvensional

cenderung lebih tinggi daripada cookies bekatul fungsional. Hal ini sesuai dengan

penelitian Nurhayati (2010) yang mengungkapkan bahwa kadar lemak tepung

bekatul konvensional adalah lebih tinggi (20,25% bk) sedangkan tepung bekatul

fungsional lebih rendah, yaitu 17,35% bk. Kadar lemak cookies bekatul

fungsional dan bekatul konvensional memenuhi standar SNI, yaitu minimum

9,50%.

Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat dihitung secara by difference, yaitu dengan

memperhitungkan jumlah karbohidrat dari pengurangan komponen total (100%)

terhadap kadar air, lemak, protein dan abu. Kadar karbohidrat pada cookies

bekatul kontrol (61,91% bk) lebih tinggi daripada cookies bekatul konvensional

(56,26% bk) dan cookies bekatul fungsional (58,31% bk). Kadar karbohidrat

cookies kontrol berbeda nyata dengan kadar karbhidrat cookies bekatul

konvensional dan fungsional.

Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa substitusi tepung

bekatul konvensional dan fungsional terhadap tepung terigu berpengaruh nyata

(α<0,05) terhadap kadar karbohidrat cookies. Kadar karbohidrat cookies F0

adalah tidak berbeda nyata dengan cookies bekatul konvensional terpilih. Kadar

karbohidrat cookies bekatul konvensional terpilih adalah berbeda nyata dengan

cookies bekatul fungsional terpilih. Hal ini disebabkan oleh kadar air tepung

bekatul konvensional (9,97%) lebih besar daripada tepung bekatul fungsional

(2,34%).

Kadar karbohidrat cookies kontrol, cookies bekatul konvensional dan

fungsional memenuhi standar SNI untuk cookies, yaitu maksimum 70%. Kadar

karbohidrat cookies bekatul fungsional terpilih lebih tinggi daripada cookies

bekatul konvensional terpilih. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nurhayati

(2010) yang menyebutkan bahwa kadar karbohidrat tepung bekatul konvensional

(44,85% bk) lebih rendah daripada tepung bekatul fungsional (58,07% bk).

Page 59: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

47  Menurut Ramesh (1999), kandungan karbohidrat cenderung stabil dibandingkan

dengan komponen lain ketika dilakukan pemanasan.

Kadar Serat Pangan Kadar serat pangan total dihitung berdasarkan kandungan serat larut air

dan serat tak larut air pada pangan. Kadar total serat pangan cookies kontrol

(6,65%bk) lebih rendah daripada serat pangan pada cookies bekatul

konvensional (10,10% bk) dan cookies bekatul fungsional (10,85% bk). Hal ini

disebabkan karena kandungan serat pada tepung bekatul konvensional (29,15%

bk) dan tepung bekatul fungsional (33,87% bk) yang lebih tinggi dibandingkan

dengan tepung terigu. Kandungan serat pangan pada cookies bekatul

konvensional lebih rendah daripada cookies bakatul fungsional.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi tepung bekatul

konvensional dan tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata terhadap

kadar serat pangan total. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan

bahwa kandungan serat pangan total cookies kontrol berbeda nyata (α<0,05)

dengan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional.

Kandungan serat pangan total cookies bekatul konvensional adalah tidak

berbeda nyata (α>0,05) dengan cookies bekatul fungsional. Kadar komponen

serat pangan disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Kadar Komponen serat pangan Cookies (%) Komponen Serat

Pangan Cookies Kontrol Cookies Bekatul Konvensional

Cookies Bekatul Fungsional

Serat tak larut air 3,26 7,58 8,59 Serat larut air 3,39 2,52 2,26

Total serat pangan 6,65 10,10 10,85

Serat pangan total terbagi menjadi dua, yaitu serat pangan larut (soluble

dietary fiber) dan serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber). Serat pangan

larut terdiri atas glukan, pektin, dan musilase, sedangkan serat pangan tidak larut

terdiri atas selulosa, lignin, dan beberapa hemiselulosa. Serat larut mudah

difermentasi oleh mikroflora dalam usus besar dan berhubungan dengan

metabolisme karbohidrat dan lipid. Sementara serat tidak larut bekontribusi

terhadap volume feses dan menurunkan waktu transit sisa makanan di dalam

usus. Selulosa tidak larut di dalam air serta tahan hidrasi dan pengembangan.

Sebaliknya, pektin siap larut di air dan memiliki kemampuan yang tinggi mengikat

ion. Lignin dan hemiselulosa menyerap asam empedu, sedangkan selulosa

sendiri memiliki kapasitas yang sangat rendah untuk penyerapan garam empedu.

Page 60: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

48  Pengikatan garam empedu akan mengganggu penyerapan lemak di usus

(Damayanthi et al. 2007).

Hasil analisis serat pangan menunjukkan bahwa kandungan serat tak

larut pada cookies kontrol lebih rendah daripada serat tak larut cookies bekatul

konvensional dan cookies bekatul fungsional. Serat pangan tidak larut terdiri atas

selulosa, lignin, dan beberapa hemiselulosa. Cookies bekatul fungsional

mempunyai kandungan serat tak larut yang lebih tinggi daripada cookies bekatul

konvensional. Hal ini disebabkan kandungan serat tak larut tepung bekatul

fungsional (29,77% bk) lebih tinggi daripada serat tak larut tepung bekatul

konvensional (26,81% bk).

Kapasitas antioksidan Bekatul mengandung komponen antioksidan lebih dari 100 jenis (Helal

2005) sehingga perlu dilakukan pengujian analisis kapasitas antioksidan pada

cookies tepung bekatul konvensional dan cookies tepung bekatul fungsional yang

memiliki komposisi tepung bekatul masing-masing 35% dari tepung terigu.

Metode yang digunakan dalam penetapan kapasitas antioksidan adalah metode

DPPH (Kubo et al. 2002). DPPH (2,2-dyphenyl-1-picrylhydrazil), dengan berat

molekul 394,33 merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan

metanol yang berwarna ungu tua. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses

reduksi seyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan

intensitas warna dari larutan DPPH. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan α,

α-diphenyl-β-picrylhydrazine, melalui kemampuan antioksidan menyumbang

hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan

antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula

(Benabadji et al. 2004).

Hasil analisis menunjukkan bahwa cookies bekatul konvensional memiliki

aktivitas antioksidan yang paling tinggi (70, 87% bb) atau setara dengan aktivitas

33,19 mgvitamin C/100g cookies dibandingkan dengan cookies kontrol (setara

27,71 mg vitamin C) dan cookies bekatul fungsional (setara 32,64 mgvitamin

C/100g cookies). Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa

kapasitas antioksidan cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies bekatul

konvensional dan cookies bekatul fungsional. Substitusi tepung bekatul

konvensional dan tepung bekatul fungsional berpengaruh nyata terhadap

kapasitas antioksidan cookies. Hal ini disebabkan oleh kandungan antioksidan

Page 61: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

49  yang lebih besar pada tepung bekatul konvensional dan fungsional dibandingkan

dengan tepung terigu.

Kapasitas antioksidan cookies bekatul konvensional tidak berbeda nyata

dengan cookies bekatul fungsional. Kapasitas antioksidan cookies bekatul

konvensional sebsar 70,87% berarti komponen antioksidan dalam cookies

bekatul konvensional mampu menangkal 70,87% radikal bebas yang

mengoksidasinya. Nilai ini setara dengan 33,19 mg vitamin C/100 g yang berarti

jumlah antioksidan dalam cookies bekatul konvensional setara dengan vitamin C

33,19 mgvitamin C/100g cookies. AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant

Capacity) adalah kesetaraan jumlah antioksidan sampel dalam berat vitamin C

(mg). Menurut Nurhayati (2010), Tepung bekatul konvensional dan tepung

bekatul fungsional memiliki kapasitas antioksidan yang cukup tinggi, yaitu

sebesar 77.21% yang berarti komponen antioksidan dalam tepung bekatul

konvensional mampu menangkal 77.21% radikal bebas yang mengoksidasinya.

Nilai ini setara dengan AEAC 170.40 mgvitamin C/100g tepung bekatul

konvensional.

Kandungan Energi Kandungan energi dihitung berdasarkan kandungan protein, lemak dan

karbohidrat. Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 Kal

energi per gram lemak. Karbohidrat dan protein masing-masing menghasilkan 4

Kal energi per gram. Berdasarkan hasil analisis kandungan zat gizi (Tabel 11),

nilai energi pada cookies kontrol adalah 519 Kal per 100 gram cookies.

Kandungan energi pada cookies bekatul konvensional sebesar 527 Kal dan

cookies bekatul fungsional sebesar 518 Kal per 100 gram cookies. Kandungan

energi tersebut memenuhi standar SNI untuk cookies, yaitu minimum 400 Kal

energi per 100 gram cookies.

Saran penyajian untuk makanan selingan adalah 20% dari kebutuhan

energi sehari. Asumsi kebutuhan energi sehari rata-rata untuk orang Indonesia

adalah 2000 Kal. Dengan demikian, kebutuhan energi dari makanan selingan

dalam sehari adalah sebesar 400 Kal. Saran konsumsi cookies per hari setara

400 Kal adalah 77 gram per hari untuk cookies kontrol, 76 gram per hari untuk

cookies tepung bekatul konvensional dan 77 gram per hari untuk cookies tepung

bekatul fungsional.

Klaim Kesehatan

Page 62: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

50  

Klaim kesehatan harus memenuhi kriteria tertentu (Rolfes 2009). Klaim

untuk kesehatan cookies bekatul dapat dilihat dari segi manfaat serat pangan

untuk kesehatan. Lembaga kanker Amerika menganjurkan makan 20-30 gram

serat per hari (Almatsier 2004). Kontribusi yang diharapkan dari makanan

selingan adalah 20% dari anjuran konsumsi serat per hari, yaitu 4-6 gram.

Cookies bekatul konvensional mengandung serat sebesar 10,10 gram/100 gram

cookies atau mengandung 7,68 gram serat per serving size (76 gram). Cookies

bekatul fungsional mengandung serat pangan sebesar 10,85 gram/100 gram

cookies atau mengandung 8,35 gram serat pangan per serving size (77 gram).

Rolfes (2009) menyatakan bahwa kontribusi minimum 20% termasuk dalam

kategori “tinggi” atau “kaya” zat gizi. Cookies bekatul konvensional dan cookies

bekatul fungsional memenuhi kriteria sebagai pangan tinggi atau kaya serat

berdasarkan kriteria tersebut.

Analisis Biaya Pembuatan Cookies

Analisis biaya pembuatan produk dilakukan untuk mengetahui harga jual

produk cookies kontrol, cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul

fungsional. Analisis biaya pembuatan dilakukan berdasarkan harga masing-

masing komponen penyusun, peralatan yang digunakan, jumlah pekerja dan

kapasitas produksi . Profit atau laba diperoleh karena produk dijual dengan harga

tertentu. Dengan demikian, harga jual merupakan inti dari seluruh kegiatan usaha

(Bartono 2005). Sebelum dilakukan biaya pembuatan cookies maka perlu

dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui harga tepung bekatul konvensional

dan tepung bekatul fungsional. Berdasarkan analisis, harga untuk tepung bekatul

konvensional adalah Rp 54.360,00/kg sedangkan harga untuk tepung bekatul

fungsional adalah Rp 56.530/kg.

Total biaya produksi adalah total biaya bahan per kg produk (biaya

variabel) dan total biaya dasar produksi. Biaya seluruh bahan baku meliputi biaya

tepung terigu, tepung bekatul, margarin, mentega, gula halus, telur, bubuk coklat,

bubuk kayu manis, vanili, soda kue, susu skim. Biaya dasar produksi adalah

penjumlahan dari total biaya penyusutan alat, harga sumber energi, upah

pekerja, biaya pengangkutan per produk dan over head dalam satuan per kg

produk. Biaya penggunaan peralatan meliputi biaya untuk pembelian oven, roller,

pisau, loyang, kuas, dan gunting. Dalam penggunaan peralatan, terdapat

perawatan, penyusutan alat sehingga juga perlu dipertimbangkan. Biaya untuk

sumber energi yang digunakan adalah biaya pengeluaran untuk listrik dan gas.

Page 63: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

51  Jenis profesi yang diperlukan dalam proses produksi adalah direktur, manajer,

supervisor, QC (Quality control), operator, bagian produksi, supir, keamanan,

sales dan cleaning service.

Upah pekerja ditentukan berdasarkan upah minimum regional daerah

yang bersangkutan, yang dalam hal ini ditetapkan adalah daerah Bogor, Jawa

Barat untuk masing-masing jenis tingkat pendidikan. Upah pekerja untuk direktur

diasumsikan dengan gaji sebesar Rp 12.500.000,00/bulan, manajer diasumsikan

dengan gaji sebesar Rp 7.500.000,00/bulan, supervisor, sales, QC dan security

diasumsikan dengan gaji sebesar Rp 1.750.000,00/bulan, operator produksi

sebesar Rp 1.150.000,00/bulan, bagian produksi diasumsikan dengan gaji

sebesar Rp 910.000,00/bulan, cleaning service dan supir diasumsikan dengan

gaji sebesar Rp 800.000,00/bulan.

Selain itu juga diperlukan perkiraan untuk biaya pengangkutan dan biaya

lain-lain yang kemungkinan muncul diluar biaya yang diperkirakan. Kapasitas

produksi ditetapkan berdasarkan kapasitas alat utama, yaitu oven. Oven yang

digunakan adalah oven dengan kapasitas produksi 160 kg. Persentase

keuntungan perusahaan ditetapkan sebesar 30% dari biaya total produksi. Harga

dasar atau harga pokok penjualan adalah penjumlahan dari biaya total produksi

dan keuntungan perusahaan. Harga yang digunakan sebagai perbandingan

terhadap cookies komersial adalah harga dasar. Tabel perhitungan analisis biaya

pembuatan secara rinci terlampir (Lampiran 6). Perhitungan analisis biaya

pembuatan secara ringkas disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Ringkasan Analisis Biaya Pembuatan Cookies

Jenis Biaya Cookies Kontrol

Cookies Bekatul Konvensional

Cookies Bekatul Fungsional

Harga bahan dasar per kg 17.197,2 21.888,8 24.433,6

Biaya dasar produksi 13.131,7 13.131,7 13.131,7

Total biaya produksi 30.339,2 35.020,5 37.131,3 Keuntungan perusahaan 9.101,7 10.506,1 11.269,6

Harga dasar per kg 39.440,9 45.526,6 48.834,9 Harga sesuai rendemen/kg 47.519,2 54.851,4 58.837,2

Harga per 100 gram 4.752 5.485 5.884

Harga untuk cookies kontrol adalah Rp. 5.063 per kemasan 100 gram.

Selain harga cookies komersil, harga cookies kontrol dijadikan acuan atau

Page 64: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

52  patokan perbandingan dengan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul

fungsional. Harga cookies kontrol menjadi lebih murah dibandingkan cookies

bekatul konvensional atau cookies bekatul fungsional karena harga bahan baku

tepung terigul lebih murah daripada tepung bekaul konvensional dan fungsional.

Berdasarkan perhitungan, diperoleh harga cookies bekatul konvensional

berdasarkan rendemen per kemasan 100 gram adalah Rp 5.485/kg. Harga ini

merupakan harga dasar sesuai dengen rendemen cookies. Harga ini lebih mahal

jika dibandingkan dengan harga produk cookies kontrol, yaitu 4.752 rupiah.

Selisih dari kedua harga ini sebesar 733 rupiah per 100 gram atau dengan kata

lain 7330 rupiah per kg. Harga dari komposisi bahan yang berbeda adalah pada

harga tepung bekatul yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu. Harga

tepung bekatul konvensional per kg adalah Rp. 47.251. Harga ini jauh lebih

mahal dibandingkan harga tepung terigu, yaitu Rp. 11.000 ditingkat pengecer.

Harga tepung bekatul konvensional yang jauh lebih mahal disebabkan

karena rendemen pengolahan bekatul menjadi tepung bekatul konvensional

adalah kecil (40,27%) (Nurhayati 2010). Selain itu, proses pengolahan bekatul

menjadi tepung bekatul konvensional membutuhkan rangkaian proses yang

panjang dan membutuhkan peralatan khusus seperti ayakan 60 mesh, autoklaf,

oven serta kemasan. Bekatul yang diolah menjadi tepung bekatul konvensional

juga harus berupa bekatul segar dari penggilingan padi. Bekatul mempunyai

kandungan lemak yang tinggi sehingga mudah tengik dalam beberapa jam

setelah penggilingan. Ketengikan ini disebabkan oleh enzim lipase yang dapat

menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak akan

dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi peroksida, keton dan aldehid yang

menyebabkan bekatul menjadi tengik (Juliano 1985).

Tepung bekatul memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi jika diolah lebih

lanjut daripada hanya digunakan sebagai pakan ternak. Harga bekatul awal

adalah Rp 1500,00/kg sedangkan jika diolah menjadi tepung bekatul

konvensional harganya menjadi Rp 47.251,00/kg. Tepung Bekatul fungsional

lebih mahal daripada tepung bekatul konvensional da tepung terigu. Harga

tepung bekatul fungsional berdasarkan analisis adalah Rp 56.527,00/kg Setelah

diolah menjadi tepung bekatul, bekatul menjadi lebih mudah diolah menjadi

produk makanan lain dan mempunyai lebih banyak manfaat karena lebih praktis

digunakan sebagai bahan pangan yang siap dikonsumsi. Selain itu, tepung

Page 65: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

53  bekatul juga dapat digunakan sebagai bahan untuk mensubstitusi tepung terigu

dalam produk makanan.

Harga cookies bekatul fungsional adalah Rp. 5.884,00 per kemasan 100

gram atau Rp. 58.837,00 /kg. Harga cookies ini lebih mahal daripada cookies

kontrol (Rp 47.519,02/kg) dan cookies bekatul konvensional (Rp 54.851,40/kg)

karena harga bahan baku tepung bekatul fungsional yang lebih mahal daripada

tepung terigu dan tepung bekatul konvensional. Harga cookies bekatul

konvensional dan cookies bekatul fungsional tidak berbeda terlalu besar. Harga

tepung bekatul bekatul fungsional juga tidak berbeda terlalu besar per kg.

Substitusi tepung bekatul yang dilakukan adalah sampai 35% dari komposisi

tepung terigu atau 35 gram dari 100 gram tepung terigu. Substitusi yang tidak

terlalu besar tidak menyebabkan harganya banyak meningkat. Selisih harga

cookies bekatul fungsional dengan cookies kontrol adalah 1132,00/100 gram

atau 11.320,00/kg sedangkan selisih cookies bekatul konvensional dengan

cookies bekatul fungsional adalah Rp 7330,00/kg. Daftar perbandingan harga

cookies disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Daftar Perbandingan Harga dan Harga Serat Cookies

Produk Setengah Takaran

Saji

Harga Serat/g

(Rp)

Harga Cookies per Takaran saji (Rp)

Harga Cookies per gram (Rp)

Cookies F0 7 keping (39 g)

1.405,92 1.853,28 47,52

Cookies bekatul fungsional F3

7 keping (38 g)

543,07 2.235,92 58,84

Cookies bekatul konvensional F3

7 keping (39 g)

542,30 2.139,15 54,85

Biskuit Komersil A

5 keping (25 g)

309,52 928,57* 37,14

Biskuit Komersil B

9 keping (36 g)

3466,67 3466,67* 96,30

Keterangan: *) berdasarkan survei di pasaran

Cookies bekatul fungsional dan cookies bekatul konvensional memiliki

harga yang lebih mahal dibandingkan cookies komersil A tetapi lebih murah

daripada cookies komersil B. Alat yang digunakan untuk membuat tepung

bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional cukup mahal sehingga

harga cookies bekatul lebih mahal daripada cookies komersil. Biskuit komersil A

termasuk biskuit komersil dengan harga murah. Biskuit komersil A adalah biskuit

dengan komposisi bahan dari gandum utuh atau disebut biskuit gandum. Biskuit

komersil B termasuk biskuit komersil dengan harga relatif mahal. Biskuit komersil

Page 66: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

54  B juga termasuk dalam kategori biskuit gandum. Harga serat biskuit komersil B

jauh lebih mahal karena kandungan serat pada biskuit komersil B lebih rendah

atau komposisi tepung gandum utuhnya lebih rendah.

Harga serat per gram cookies bekatul konvensional lebih mahal daripada

cookies bekatul fungsional padahal harga cookies bekatul konvensional lebih

murah dar pada cookies bekatul fungsional. Hal ini disebabkan karena

kandungan serat pada cookies bekatul fungsional lebih tinggi daripada cookies

bekatul konvensional. Selisih harga serat cookies bekatul konvensional dan

cookies bekatul fungsional adalah Rp 770/kg.

Selisih harga per takaran saji antara biskuit komersil A dengan cookies

bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional cukup besar. Biskuit

komersil A mempunyai harga yang jauh lebih murah daripada cookies bekatul

konvensional dan cookies bekatul fungsional. Selisih harga cookies bekatul

konvensional dengan biskuit komersil A adalah sebesar Rp 17,71/gram. Selisih

cookies bekatul fungsional dengan biskuit komersil A adalah Rp 21,70/gram.

Biskuit komersil A dan B adalah biskuit yang menggunakan tepung whole wheat

atau tepung gandum utuh. Harga serat cookies bekatul konvensional dan cookies

bekatul fungsional juga lebih mahal dibandingkan biskuit komersil A. Harga serat

biskuit komersil A adalah Rp 309,52/gram. Harga ini lebih murah dibandingkan

harga cookies bekatul konvensional (Rp 542,30/gram) dan cookies bekatul

fungsional (Rp 543,07/gram).

Biskuit komersil B mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan

dengan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional. Selisih

harga cookies bekatul fungsional dengan cookies komersil B adalah Rp

37,46/gram. Selisih harga cookies bekatul konvensional dengan cookies komersil

B adalah Rp 41,45/gram. Harga serat biskuit komersil B jauh lebih mahal

dibandingkan harga serat cookies bekatul konvensional, cookies bekatul

fungsional dan biskuit komersil A. Hal ini disebabkan karena kandungan serat

biskuit komersil B juga jauh lebih rendah dibandingkan ketiga jenis biskuit

tersebut. Biskuit komersil B juga terbuat dari tepung gandum utuh tetapi diduga

proporsinya kecil sehingga kandungan seratnya juga rendah.

Selisih harga cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul

fungsional dengan biskuit komersil A lebih besar karena harga biskuit komersil A

lebih murah daripada biskuit komersil B. Ukuran serving size biskuit komersil A

lebih kecil daripada biskuit komersil B serta cookies bekatul konvensional dan

Page 67: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

55  cookies bekatul fungsional. Hal ini juga mempengaruhi harga per takaran saji

karena kuantitas cookies berbeda.

Analisis pembuatan biaya yang digunakan menggunakan skala industri.

Jenis industri yang digunakan termasuk dalam kategori industri kecil. Kategori

industri tersebut didasarkan atas jumlah pegawai yang berjumlah 15 orang.

Berdasarkan jumlah pegawainya, maka industri tersebut termasuk dalam

kategori industri kecil. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah yang

digunakan, maka industri pembuatan cookies yang dibuat termasuk dalam

industri pertanian karena menggunakan bahan mentah dari hasil pertanian.

Berdasarkan proses produksi, maka industri pembuatan cookies termasuk dalam

kategori industri hilir karena memproduksi bahan yang sudah siap dikonsumsi

oleh konsumen. Berdasarkan subjek pengelola, maka industri tersebut termasuk

dalam kategori industri rakyat karena dimiliki dan dikelola oleh rakyat.

Kadar serat dan antioksidan cookies bekatul konvensional dan cookies

bekatul fungsional tidak berbeda nyata. Harga cookies bekatul konvensional dan

cookies bekatul fungsional juga tidak jauh berbeda. Dari segi kandungan gizi

serat dan antioksidan menunjukkan bahwa cookies bekatul konvensional lebih

efisien karena komponen biaya dari pembuatan tepung bekatul konvensional

lebih murah dibandingkan tepung bekatul fungsional.

Page 68: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

56  

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Bekatul masih mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan

sebagai bahan pangan. Produksi bekatul dari pendekatan produksi padi di

Indonesia tergolong cukup besar dan cenderung mengalami pertumbuhan setiap

tahunnya. Kontribusi energi dari bekatul dapat mencapai 62.056,00

Kal/kapita/tahun pada tahun 2010. Kontribusi energy tersebut dapat

menggantikan 40.950,00 ton beras per tahun atau 40.405,27 ton tepung terigu

per tahun.

Formula pembuatan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul

fungsional ada 6 formula, yaitu F1 (substitusi 25%), F2 (substitusi 30%). F3

(substitusi 35%), F4 (substitusi 40%), F5 (substitusi 45%) dan F0 (cookies

kontrol). Formula cookies yang terpilih adalah cookies F3, masing-masing untuk

cookies yang disubstitusi tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul

fungsional.

Kadar air, abu, lemak, karbohidrat, serat pangan total, AEAC dan

kapasitas antioksidan cookies bekatul konvensional dan fungsional formula

terpilih masing-masing adalah 3,21% bb, 3,12% bk, 7,56% bk, 29,84% bk,

56,26% bk, 10,10% bk, 33,19 mg, 70,87% bb dan 2,94% bb, 3,01% bk, 6,66%

bk, 29,09% bk, 58,31% bk, 10,85% bk, 32,64 mg, 69,03% bb. Kadar air, abu,

lemak, karbohidrat, serat pangan dan kapasitas antioksidan cookies bekatul

konvensional dan cookies bekatul fungsional tidak berbeda nyata kecuali kadar

protein. Kadar protein, karbohidrat, serat pangan dan kapasitas antioksidan

cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies bekatul konvensional dan cookies

bekatul fungsional. Secara umum, cookies bekatul konvensional dan cookies

bekatul fungsional memiliki kadar serat dan kapasitas antioksidan yang lebih baik

(lebih tinggi) daripada cookies kontrol.

Harga cookies bekatul fungsional lebih mahal daripada cookies bekatul

konvensional, cookies kontrol dan biskuit komersil dengan harga murah (biskuit

komersil A). Cookies bekatul konvensional lebih mahal daripada cookies kontrol

dan cookies komersil harga murah. Hal ini diiringi dengan peningkatan kadar

serat dan kapasitas antioksidan pada cookies bekatul konvensional dan cookies

bekatul fungsional.

Page 69: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

57  

Saran Tingkat kesukaan panelis dari segi warna aroma dan tekstur cookies

bekatul baik konvensional maupun fungsional perlu ditingkatkan melalui

penambahan essence, toping serta bentuknya dibuat lebih menarik. Penggunaan

tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional memberikan

perbedaan yang nyata dari sisi kandungan protein, serat dan kapasitas

antioksidan jika dibandingkan cookies kontrol. Oleh karena itu diperlukan

penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap

kandungan gizi. Selain itu, perlu dilakukan uji penerimaan konsumen di pasaran

sebelum produk siap dijual ke pasaran.

Page 70: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

58  

DAFTAR PUSTAKA

Ahman E. 2004. Ekonomi. Bandung : Grafindo Media Pratama. Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Edisi ke-5. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. Andyana MO. 2005. Lintasan dan marka jalan menuju ketahanan pangan

terlanjutkan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Anonim. 2009. Kebangkitan Pangan Lokal Dalam Rangka Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. http://ngawikab.go.id//. [28 Maret 2011].

Antara M. 2001. Orientasi Penelitian Pertanian: Memenuhi Kebutuhan Pangan dalam Era Globalisasi. Media SOCA (Sosio Economic of Agriculture and Agribusiness).

Apriantono A, D Fardiaz, N Puspitasari, S Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB Press.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis, 16th. AOAC International. Gaithersburg: Maryland.

Arai et al. 2001. A Mainstay of Functional Food Science in Japan-History,

Present Status, anf Future Outlook. Biosci.Biotechnol, Biochem. 65 (1): 1-13

Ardiansyah. 2005. Pangan Fungsional. http://ardiansyah.multiply.com/journal/

pangan_fungsional [8 April 2010].

Astawan M. 2003. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Kompas, 22 Maret hal 36.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk 00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta: BPOM. www.pom.go.id. [19 Februari 2010].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jumlah penduduk Indonesia 2010. Jakarta:

Badan Pusat Statistik. . www.bps.go.id. [29 Maret 2010].

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI No. 01-2973-1992). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Barber S dan Carmen BB. 1980. Rice Bran: Chemistry and Technology. Di dalam: Luh BS. Rice: Production and Utilization. Wesport, USA: The Avi Publishing Company, Inc

Page 71: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

59  Benabadji SH, Wen R, Zheng JB, Dong XC, dan Yuan SG. 2004.

Anticarcinogenic and Antioxidant Activity of Diindolylmethane Derivatives. J. Acta Pharmacologica Sinica. 25 (5): 666-671.

Damayanthi E. 2001. Rice Bran Stabilization and γ-Oryzanol Content of Two Local Paddy Varieties “IR 64” and “Cisadane Muncul”. J Teknologi dan Industri Pangan XV (1) : 11-19

. 2002. Karakteristik Bekatul Padi (Oryza sativa) Awet Serta Aktivitas Antioksidan dan Penghambatan Proliferasi Sel Kanker secara In Vitro dari Minyak dan Farksinya. [Tesis]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

,Tjing LT dan Arbianto L. 2007. Rice Bran. Depok : Panebar

Swadaya. Daud S. 2009. Klasifikasi Industri. http://organisasi.org/. [19 Februari 2010]. David. 2008. Mengenal Manfaat Bekatul. http:// forum.dudung.net//. [28 Maret

2011].

Diana. 2010. Aktivitas Anti-Hiperglikemik dari Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) secara In Vitro dan ex Vivo. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta: LIPI Gordon MH. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action In Vitro. Hudson BJF

(ed). Food Antioxidant. London : Elsevier Applied Science.

Hargrove KL. 1994. Processing and utilization of rice bran in the united state. Di dalam Marshall, Wayne E, dan James I. Wadsworth (Ed). Rice science and technology. New York : Marcel Dekker Inc.

Helal AM. 2005. Rice bran in egypt. Cairo : Kaha for Environmental and Agricultural Projects.

Harris RS dan Endel K. Nutritional Evaluation of Food Processing. 1975. Westport Connecticut: Avi Publishing Company

Houston DF. 1972. Rice Chemistry and Technology. St. Paul, Minnesota, USA: American Association of Cereal Chemists, Inc.

Jadhav et. al. 1996. Food Antioxidants. New York: Marcel Dekker, Inc.

Juliano B O. 1985. Rice : Chemistry and Technology 2nd ed. St. Paul Minnesota: AACC.

Kubo I, Masuda N, Xiao P, dan Haraguchi H. 2002. Antioxidant activity of deodecyl gallat. J Agriculture Food Chemistry. 50 : 3533-3539.

Page 72: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

60  Luh BS, Barber S dan Barber CB. 1991. Rice, Production and Utilization. The Avi

Publishing Company: Westport Connecticut.

Matz SA dan TD Matz. 1978. Cookies and Cookies Technology. Texas: The AVI Publishing Co., Inc.

Malekian F, Ramu MR, Witoon P, Wayne EM, Marlene W dan Mohammed A. 2000. Lipase and Lipoxigenase Activity, Functionality, and Nutrient Losses in Rice Bran During Storage. Bulletin number 870, Lousiana State University Agricultural Center.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.

Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YKPN Nicholson W. 1991. Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan edisi ke-5.

Amherst, Massachussets: Binarupsa Aksara. Nurhayati E. 2010. Optimasi Perendaman Asam Askorbat terhadap Tingkat

Kecerahan dan Kandungan Vitamin C Tepung Bekatul Fungsional. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Nursalim Y dan Razali ZY. 2007. Bekatul Makanan yang Menyehatkan. Jakarta:

PT Agro Media Pustaka. Pokorny J, Yanishlieva, dan Gordon M. 2008. Antioxidants in Food : Practical

Application. London : Woodhead Publishing Limited.

Ramesh MN. 1999. Food Presevation by Heat Treatment. Di dalam Handbook of Food Preservation. Rahman MS. Ed. 1999. New York : Marcell Dekker Inc.

Rolfes SR, Kathryn P, dan Ellie W. 2009. Understanding Normal and Clinical Nutrition 8th edition. USA: Wadsworth

Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih

Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya: 2004. Saputra I. 2008. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat

Tepung Terigu yang Disubstitusi Parsial dengan Tepung Bekatul. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sriyadi. 1995. Pengantar Ilmu Perusahaan Modern. Jakarta: Dirjen Dikti. Suarni. 2004. Pemanfaatan Tepung Sorgum untuk Produk Olahan. Jurnal

Litbang Pertanian. 23(4): 146.

Page 73: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

61  Sultan WJ. 1983. Modern Pastry Chef. Westport: The Avi Publishing Co. Inc Sunaryo E. 1985. Pengolahan Produk dan Biji-bijian. Bogor: Jurusan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Suryana. 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional.

Syarief R dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: PAU Rekayasa Proses Pangan, IPB.

Vail GE, JA Philips, LO Rust, RM Griswold, dan M Justin. 1978. Foods 7th edition. Boston: Houghton Mifflin Company.

Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture Fundamental of In-live Production. London: Applied Science Publishers.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

.2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 74: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

LAMPIRAN 

Page 75: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

62  Lampiran 1

Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsinal Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional

Gambar 1 Diagram alir pembuatan tepung bekatul konvensional (Nurhayati 2010)

Proses Pembuatan Tepung Bekatul Fungsional

Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung bekatul fungsional (Nurhayati 2011)

Bekatul segar

Pengayakan 60 mesh

Autoklaf 1210C, 5 menit

Pengeringan 1050C, 1 jam

Tepung bekatul konvensional

Tepung bekatul konvensional

Perendaman asam askorbat 1000 ppm, 1 jam

Disentrifuse 3000 rpm, 15 menit

Dipisahkan filtratnya

Residu dikeringkan dalam oven tray suhu 600C,

Penggilingan dan penyaringan 60 mesh

Bekatul Fungsional

Page 76: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

63  Lampiran 2

Formulir Uji Organoleptik Produk Cookies bekatul

Nama Panelis : Tgl Pengujian : Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : cookies bekatul Dihadapan saudara/i disajikan sampel produk cookies bekatul. Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Berikan tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat berdasarkan persepsi Saudara/i.

2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Saudara/i menilai sampel berikutnya.

3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Saudara/i melakukan penilaian.

4. Komentar WAJIB diisi. Mutu Hedonik

Warna

 

Aroma

 

Rasa

 

Tekstur

 

 

Keseluruhan

 

Komentar:……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..…TERIMAKASIH

1 Amat sangat kuning

9 5Biasa (krem) Amat sangat coklat

1

Amat sangat harum

9 5harum Amat sangat apek

(berbau bekatul)

1

amat sangat manis

9 5biasa amat sangat terasa

bekatul

1 Amat sangat renyah 9 5

Biasa Amat sangat keras

1

Biasa Amat sangat tidak enak

Amat sangat enak

9 5

Page 77: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

64  

Formulir Uji Organoleptik Produk Cookies bekatul

Nama Panelis : Tgl Pengujian : Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : cookies bekatul Dihadapan saudara/i disajikan sampel produk cookies bekatul. Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:

5. Berikan tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang tepat berdasarkan persepsi Saudara/i.

6. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Saudara/i menilai sampel berikutnya.

7. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Saudara/i melakukan penilaian.

8. Komentar WAJIB diisi. Hedonik

Warna

 

Aroma

 

Rasa

 

Tekstur

 

 

Keseluruhan

 

Komentar:……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..…TERIMAKASIH

1 Amat sangat suka

9 5Biasa Amat sangat tidak

suka

1

Amat sangat suka

9 5biasa Amat sangat tidak

suka

1

Amat sangat suka

9 5biasa Amat sangat tidak

suka

1 Amat sangat suka 9 5

Biasa Amat sangat tidak suka

1

Biasa Amat sangat tidak suka

Amat sangat suka

9 5

Page 78: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

65  Lampiran 3

Prosedur Analisis Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan

1. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)

Analisis kadar air dengan metode oven (AOAC 1995) dilakukan dengan

mengoven cawan alumunium dalam oven bersuhu 1000C. Cawan kemudian

didinginkan dalam desikator selama satu jam dan kemudian ditimbang sampai

beratnya tetap. Sejumlah sampel (kurang lebih 3 g) dimasukan ke dalam cawan

yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta sampel dimasukan ke dalam oven

bersuhu 100°C selama tiga jam. Cawan berisi sampel kemudian didinginkan

dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilakuakan sampai diperoleh bobot

konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

a = berat sampel awal (g)

b = berat cawan (g)

c = berat cawan dan sampel akhir (g)

2. Analisis Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (AOAC 1995) Kadar abu dianalisis dengan mengeringkan cawan porselendalam tanur

bersuhu 400-600°C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang

sampai beratnya tetap. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke

dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dibakar dengan pembakar bunsen

sampai tidak berasap lagi. Sampel yang sudah dibakar kemudian diabukan

dengan tanur listrik bersuhu 400-600°C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk

abu berwarna putih. Sampel selanjutnya didinginkan dalam desikator dan

ditimbang.

Keterangan:

a = berat sampel awal (g)

b = berat cawan (g)

c = berat cawan dan sampel akhir (g)

3. Analisis Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldhal (AOAC 1995) Analisis kadar protein dengan metode mikro-kjeldahl dilakukan dengan

menimbang sampel sekitar 0.1 gram dan diletakan dalam labu kjeldhal 30 ml.

100%a

b)(caair(%bb)Kadar ×−−

=

%100)(% ×−

=a

bcbbAbuKadar

Page 79: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

66  Sampel ditambahkan selenium mix dan H2SO4. Sampel didestruksi selama 1-1.5

jam sampai cairan menjadi jernih.

Sampel yang sudah didestruksi kemudian dimasukan ke dalam alat

destilasi, dibilas dengan akuades dan ditambahkan larutan NaOH. Gas NH3 yang

dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh H3BO3 dalam

erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes indikator (campuran 2 subset merah

metil 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah

larutan H3BO3. Kondensat tersebut kemudian dititrasi dengan HCl yang sudah

diketahui kadar (normalitas)nya sampai berubah warna menajadi abu-abu.

Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode yang sama seperti

penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar N (%) = (ml HCl sampel – HCl blanko) x N HCl x 14.007 x 100

mg sampel Kadar Protein (% bb) = %N x faktor konversi (6.25)

4. Analisis Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995) Labu lemak yang akan digunakan untuk analisis lemak metode ini

dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110°C kemudian didinginkan dalam

desikator dan ditimbang sampai beratnya tetap. Sampel dalam bentuk halus

(sudah dihomogenisasi) ditimbang sebanyak 5 gram, dibungkus dengan kertas

saring dan dimasukan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut

(heksan). Alat soxhlet dinyalakan untuk melakukan refluks selama 5 jam

(minimum) atau sampai larutan heksan berwarna putih. Selanjutnya labu lemak

yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C

selama satu jam dan didinginkan dalam desikator serta ditimbangsampai

beratnya konstan.

Keterangan:

a = berat sampel awal (g)

b = berat labu kosong (g)

c = berat labu dan sampel akhir (g)

5. Analisis serat pangan, metode multienzim (Asp et al 1983) Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 25

ml larutan buffer Na-fosfat 0,1 M pH 6 dan dibuat menjadi suspensi kemudian diaduk.

Selanjutnya ditambahkan 0,1 ml enzim termamyl, erlenmeyer kemudian ditutup

%100)(% ×−

=c

babbLemakKadar

Page 80: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

67  dengan alumunium foil, dan diinkubasi dalam penangas air bersuhu 1000C selama

15 menit sambil sesekali diaduk.

Sampel diangkat dan didinginkan lalu ditambahkan 20 ml air destilata, pH

diatur 1,5 dengan menggunakan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahnkan 100 mg enzim

pepsin, erlenmeyer ditutup dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang bersuhu

400C selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml air destilata, pH diatur menjadi

6,8 dengan NaOH lalu tambahkan 100 mg pankreatin, tutup erlenmeyer dan

inkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit.

Kemudian pH diatur menjadi 4,5 menggunakan HCl. Larutan sampel disaring melalui

crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 1) dan ditambahkan 0,5

gram celite kering (berat tepat diketahui). Pada penyaringan dilakukan pencucian

dengan 2x10 ml air destilata.

Residu (serat tidak larut)

Cuci dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan

pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah

didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (D1). Diabukan pada suhu

5500C selama 5 jam. Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang (I1).

Filtrat (serat larut)

Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Kemudian ditambahkan 400 ml etanol

95% hangat (600C). Biarkan mengendap selama 1 jam. Disaring dengan

crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) dan ditambahkan

0,5 gram celite kering (berat tepat diketahui). Dicuci dengan 2x10 ml etanol

78%, 2x10 ml etanol 95%, dan 2x10 ml aseton. Dikeringkan pada suhu 1050C

sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah didinginkan dalm

desikator kemudian ditimbang (D2). Diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam.

Setelah didinginkan dalam desikator, ditimbang I2).

Blanko

Blanko diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa

sampel (B1 & B2). Perhitungan :

% Serat tidak larut (IDF) = (D1-I1-B1) x 10F0 Berat sampel

% Serat larut (SDF) = (D2-I2-B2) x 10F0 Berat sampel % Serat pangan (TDF) = %IDF + SDF

Keterangan :

D = berat setelah pengeringan

I = berat setelah pengabuan

B = berat blanko bebas abu

28

Page 81: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

68  

6. Analisis aktivitas antioksidan (Kubo et al. 2000) Langkah-langkah meode analisis aktivitas antioksidan disajikan dalam

diagram alir berikut.

2,5 g sampel

Ditambah methanol 25 ml

Vortex selama 2 jam

Simpan selama 24 jam

Sentrifuse 4000 rpm, 10 menit

Filtrat Residu

+ Ditambah 25 ml methanol

Vortex selama 2 jam 4 X

Filtrat Sentrifuse 4000 rpm, 10 menit

Residu

Pemekatan

Kering

Ditambah 1 ml DPPH 10 mM

Ditambah deionized water (∼ 5 ml)

Diamkan 30 menit, T = 370C

 

Dibaca λ = 517 nm

Gambar 3 Diagram alir analisis aktivitas antioksidan

29

Page 82: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

69  

Persentase aktivitas antioksidan dihitung dengan rumus:

% aktivitas antioksidan = (abs. blanko-abs sampel) X 10F0

Abs. blanko

AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity) masing-masing ekstrak

sampel yaitu kesetaraan jumlah antioksidan sampel dalam berat vitamin c (mg).

rumus perhitungannya adalah:

AEAC (mg vit C/100ml) =

[(% aktivitas antioksidan – b) X faktor pengenceran] X . 1 X 100 a 1000 BS

y = ax-b a = 28.76 b = -0.166 faktor pengenceran = 250 Langkah-langkah pembuatan standar vitamin C adalah sebagai berikut:

10 ml aquabides + 0.05 gram vitamin C murni bubuk kemudian dikocok dan dimasukkan ke kulkas

Buat konsentrasi vitamin C (0, 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100, 150, 200) ppm

Ambil masing2 100 µL kemudian masukkan ke tabung reaksi

Kemudian tambahkan DPPH 3.9 ml pada masing-masing perlakuan

Di vortex dan diamkan 30 menit

Baca spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm

Gambar 4 Diagram alir pembuatan standar vitamin C

Page 83: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

70  Lampiran 4

Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Data Uji Organoleptik a. Hasil Analisis Statistik mutu hedonik cookies bekatul kovensional Tabel 1 Hasil Uji Sidik Ragam Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah Fhitung Signifikansi

Warna Perlakuan 15.151 5 3.030 1.411 .224

Galat 322.238 150 2.148 Total 337.389 155

Aroma Perlakuan 19.821 5 3.964 2.078 .071

Galat 286.173 150 1.908 Total 305.994 155

Rasa Perlakuan 25.560 5 5.112 2.092 .069

Galat 366.502 150 2.443 Total 392.062 155

Tekstur Perlakuan 12.055 5 2.411 1.230 .298

Galat 294.007 150 1.960 Total 306.062 155

b. Hasil Analisis Statistik hedonik cookies bekatul Konvensional Tabel 2 Hasil Uji Sidik Ragam Hedonik Cookies Bekatul Konvensional

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah Fhitung Signifikansi

warna Perlakuan 21.286 5 4.257 1.843 .108

Galat 360.398 156 2.310 Total 381.684 161

aroma Perlakuan 29.573 5 5.915 2.514 .032

Galat 366.958 156 2.352 Total 396.531 161

rasa Perlakuan 97.707 5 19.541 8.362 .000

Galat 364.569 156 2.337 Total 462.276 161

tekstur Perlakuan 156.161 5 31.232 13.206 .000

Galat 368.940 156 2.365 Total 525.101 161

keseluruhanPerlakuan 101.877 5 20.375 9.843 .000

Galat 322.917 156 2.070 Total 424.794 161

Page 84: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

71  Tabel 3 Hasil Uji Lanjut Duncan Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma Cookies

Bekatul Konvensional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 Cookies F4 27 5.2037 Cookies F5 27 5.3148 Cookies F2 27 5.7778 5.7778 Cookies F1 27 5.9537 5.9537 Cookies F3 27 6.0556 6.0556 Cookies F0 27 6.4444 Signifikansi .070 .149

Tabel 4 Hasil Uji Lanjut Duncan Tingkat Kesukaan Terhadap Rasa Cookies

Bekatul Konvensional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 Cookies F4 27 4.3241 Cookies F5 27 4.5463 Cookies F3 27 5.5463 Cookies F2 27 5.9537 Cookies F1 27 6.1296 Cookies F0 27 6.3519 Signifikansi .594 .078

Tabel 5 Hasil Uji Lanjut Duncan Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur Cookies

Bekatul Konvensional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 3 Cookies F5 27 3.8148 Cookies F4 27 5.0833 Cookies F3 27 6.2407Cookies F0 27 6.2685Cookies F2 27 6.3519Cookies F1 27 6.6019Signifikansi 1.000 1.000 .440

Page 85: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

72  Tabel 6 Hasil Uji Lanjut Duncan Tingkat Kesukaan Secara Keseluruhan Cookies

Bekatul Konvensional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 Cookies F4 27 4.3981 Cookies F5 27 5.0370 Cookies F3 27 5.8519 Cookies F2 27 6.2315 Cookies F1 27 6.5093 Cookies F0 27 6.5370 Signifikansi .105 .113

c. Hasil Analisis Statistik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional Tabel 7 Hasil Uji Sidik Ragam Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah Fhitung Signifikansi

warna Perlakuan 57.853 5 11.571 6.845 .000

Galat 253.565 150 1.690 Total 311.418 155

aroma Perlakuan 29.545 5 5.909 2.455 .036

Galat 360.969 150 2.406 Total 390.514 155

rasa Perlakuan 41.008 5 8.202 3.894 .002

Galat 315.945 150 2.106 Total 356.953 155

tekstur Perlakuan 4.906 5 .981 .453 .811

Galat 325.108 150 2.167 Total 330.014 155

Tabel 8 Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Warna Cookies Bekatul Fungsional

perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05 1 2

Cookies F5 26 2.9327 Cookies F4 26 3.4135 Cookies F1 26 4.2115 Cookies F2 26 4.2308 Cookies F3 26 4.2692 Cookies F0 26 4.7596 Signifikansi .184 .170

Page 86: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

73  Tabel 9 Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Aroma Cookies Bekatul Fungsional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 Cookies F5 26 4.7212 Cookies F4 26 5.1154 5.1154Cookies F3 26 5.1538 5.1538Cookies F1 26 5.6442 5.6442Cookies F2 26 5.7019

F0 26 6.0192Signifikansi .050 .062

Tabel 10 Hasil Uji Lanjut Duncan Mutu Rasa Cookies Bekatul Fungsional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 3 Cookies F5 26 4.2981 Cookies F4 26 4.8365 4.8365 Cookies F1 26 5.0673 5.0673 5.0673Cookies F2 26 5.5096 5.5096Cookies F0 26 5.6538 5.6538Cookies F3 26 5.7596Signifikansi .072 .065 .119

d. Hasil Analisis Statistik Hedonik Cookies Bekatul Fungsional Tabel 11 Hasil Uji Sidik Ragam Hedonik Cookies Bekatul Fungsional Analisis

Jumlah kuadrat df Kuadrat tengah Fhitung Signifikansi

warna Perlakuan 15.151 5 3.030 1.411 .224

Galat 322.238 150 2.148 Total 337.389 155

aroma Perlakuan 19.821 5 3.964 2.078 .071

Galat 286.173 150 1.908 Total 305.994 155

rasa Perlakuan 25.560 5 5.112 2.092 .069

Galat 366.502 150 2.443 Total 392.062 155

tekstur Perlakuan 12.055 5 2.411 1.230 .298

Galat 294.007 150 1.960 Total 306.062 155

keseluruhanPerlakuan 25.470 5 5.094 2.598 .028

Galat 294.053 150 1.960 Total 319.522 155

Page 87: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

74  Tabel 12 Hasil Uji Lanjut Duncan Tingkat Kesukaan Secara Keseluruhan (overall)

Cookies Bekatul Fungsional

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05 1 2

Cookies F2 26 4.4712 Cookies F5 26 4.7115 Cookies F1 26 4.8269 Cookies F0 26 4.9327 Cookies F4 26 5.1538 5.1538 Cookies F3 26 5.7500 Signifikansi .121 .127

Lampiran 5

Hasil Sidik Ragam dan Uji Duncan Analisis Proksimat Cookies Bekatul Tabel 13 Hasil Uji Sidik Ragam Proksimat Cookies Bekatul Jenis Analisis Jumlah

kuadrat dfKuadrat tengah Fhitung Signifikansi

Kadar air perlakuan .748 2 .374 7.681 .066Galat .146 3 .049 Total .894 5

Kadar abu (% bk)

Perlakuan 2.192 2 1.096 625.839 .000Galat .005 3 .002 Total 2.198 5

Kadar protein (% bk)

Perlakuan .824 2 .412 .445 .677Galat 2.776 3 .925 Total 3.600 5

Kadar lemak (% bk)

Perlakuan 10.198 2 5.099 8.415 .059Galat 1.818 3 .606 Total 12.016 5

Karbohidrat (% bk)

Perlakuan 32.717 2 16.358 15.522 .026Galat 3.162 3 1.054 Total 35.879 5

SM total (% bk) Perlakuan 20.090 2 10.045 18.542 .020Galat 1.625 3 .542 Total 21.715 5

AEAC (% bb) Perlakuan 36.396 2 18.198 19.720 .019Galat 2.768 3 .923 Total 39.164 5

Page 88: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

75  Tabel 14 Hasil Uji Lanjut Duncan kadar Abu Cookies Bekatul

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 cookies F0 2 1.7877

Cookies bekatul fungsional F3 2 3.0072 Cookies bekatul konvensional F3 2 3.1246

Signifikansi 1.000 .067 Tabel 15 Hasil Uji Lanjut Duncan kadar Karbohidrat (% bk) Cookies Bekatul

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 cookies F0 2 56.2649

cookies bekatul fungsional F3 2 58.3046 cookies bekatul konvensional F3 2 61.9127

Signifikansi .141 1.000 Tabel 16 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar Serat Makanan Total (% bk) Cookies

Bekatul

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 cookies F0 2 6.6506

cookies bekatul konvensional F3 2 10.1013 cookies bekatul fungsional F3 2 10.8532

Signifikansi 1.000 .382 Tabel 17 Hasil Uji Lanjut Duncan Kadar AEAC (% bb) Cookies Bekatul

Perlakuan N Subset untuk alfa = 0.05

1 2 cookies F0 2 27.7133

cookies bekatul fungsional F3 2 32.6408 cookies bekatul konvensional F3 2 33.1914

Signifikansi 1.000 .607

Page 89: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

76  Lampiran 6

Analisis Biaya Pembuatan Cookies Bekatul a. Analisis Biaya Pembuatan Cookies F0 untuk Skala Industri kecil

Tabel 17 Biaya Bahan Dasar Pembuatan Cookies F0

No. Bahan

Berat Dalam

Formula

Persentase (Komposisi)

Harga per Kg

Harga Bahan Per kg Produk

Gram % Rupiah Rupiah 1 Terigu 100,0 26,6 11.000,0 3.123,82 tepung bekatul 0 0 0 03 magarin 50,0 13,3 16.000,0 2.337,34 mentega 25,0 6,6 35.000,0 2.556,45 gula halus 60,0 15,9 12.000,0 2.103,66 telur *) 120,0 31,9 14.000,0 4.908,47 bubuk coklat 5,0 1,3 20.000,0 292,28 bubuk kayu manis 2,0 0,5 140.000,0 818,19 vanili 1,0 0,3 120.000,0 350,6

10 soda kue 0,5 0,1 80.000,0 116,911 susu skim 13,0 3,5 82.500,0 500,012 kemasan 480.000,00 1.920,0

Jumlah 376,5 100,0 1.374.502,0 17.197,2

Tabel 18 Biaya Dasar Produksi dalam Pembuatan Cookies F0

No Rincian Biaya per hari

Kapasitas Produksi

Biaya Dasar Produksi/kg

1 Biaya Susut Alat/kg 28.336,3 160 177,10

2 Biaya energi/kg 825.000,0 160 5156,25

3 Biaya Tenaga Kerja/kg

880.769,2 160 5.504,8

4 Biaya Pengangkutan/kg 40.000,0 160 250,00

5 Biaya Over head/kg 349.187,2 160 2182,42

Jumlah 13.131,7

Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen

= (Rendemen/100) x (∑ harga bahan /kg + ∑ biaya susut alat/kg + ∑ biaya

tenaga kerja/kg + ∑ biaya energy/kg + ∑ biaya transportasi/kg + ∑ biaya over

head/kg) + laba))

=(83/100) X (17.197,2 + 13.131,7 + 9.101,7) = 39.440,9 /kg

Page 90: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

77  b. Analisis Biaya Pembuatan Cookies Bekatul Konvensional Terpilih untuk

Skala Industri kecil

Tabel 19 Biaya Bahan Dasar Pembuatan Cookies Bekatul Konvensional Terpilih

No. Bahan

Berat Dalam

Formula

Persentase (Komposisi)

Harga per Kg

Harga Bahan Per kg Produk

Gram % Rupiah Rupiah 1 Terigu 65,0 17,3 11.000,0 2.089,02 tepung bekatul 35,0 9,3 31.127,0 3.183,03 magarin 50,0 13,3 16.000,0 2.337,34 mentega 25,0 6,6 35.000,0 2.556,45 gula halus 60,0 15,9 12.000,0 2.103,66 telur *) 120,0 31,9 14.000,0 4.908,47 bubuk coklat 5,0 1,3 20.000,0 292,28 bubuk kayu manis 2,0 0,5 140.000,0 818,19 vanili 1,0 0,3 120.000,0 350,6

10 soda kue 0,5 0,1 80.000,0 116,911 susu skim 13,0 3,5 82.500,0 500,012 kemasan 480.000,00 1.920,0

Jumlah 376,5 100,0 1.041.627,0 21.888,8

Tabel 20 Biaya Dasar Produksi dalam Pembuatan Cookies Bekatul Konvensional Terpilih

No Rincian Biaya per hari

Kapasitas Produksi

Biaya Dasar Produksi/kg

1 Biaya Susut Alat/kg 28.336,3 160 177,10

2 Biaya energi/kg 825.000,0 160 5156,25

3 Biaya Tenaga Kerja/kg

880.769,2 160 5.504,8

4 Biaya Pengangkutan/kg 40.000,0 160 250,00

5 Biaya Over head/kg 349.187,2 160 2182,42

Jumlah 13.270,6

Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen

= (Rendemen/100) x (∑ harga bahan /kg + ∑ biaya susut alat/kg + ∑ biaya

tenaga kerja/kg + ∑ biaya energy/kg + ∑ biaya transportasi/kg + ∑ biaya over

head/kg) + laba))

=(83/100) X (21.888,8 + 13.131,7 + 10.506,1)

= 54.851,4 /kg

Page 91: Analisis potensi dan gizi pemanfaatan bekatul dalam ...repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47303/I11afa.pdf · Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan

78  c. Analisis Biaya Pembuatan Cookies Bekatul Fungsional Terpilih untuk Skala

Industri kecil

Tabel 21 Biaya Bahan Dasar Pembuatan Cookies Bekatul Fungsional Terpilih

No. Bahan

Berat Dalam

Formula

Persentase (Komposisi)

Harga per Kg

Harga Bahan Per kg Produk

Gram % Rupiah Rupiah 1 Terigu 65,0 17,3 11.000,0 2.089,02 tepung bekatul 35,0 9,3 37.237,0 3.807,83 magarin 50,0 13,3 16.000,0 2.337,34 mentega 25,0 6,6 35.000,0 2.556,45 gula halus 60,0 15,9 12.000,0 2.103,66 telur *) 120,0 31,9 14.000,0 4.908,47 bubuk coklat 5,0 1,3 20.000,0 292,28 bubuk kayu manis 2,0 0,5 140.000,0 818,19 vanili 1,0 0,3 120.000,0 350,6

10 soda kue 0,5 0,1 80.000,0 116,911 susu skim 13,0 3,5 82.500,0 500,012 kemasan 480.000,00 1.920,0

Jumlah 376,5 100,0 1.041.627,0 21.800,1 Tabel 22 Biaya Dasar Produksi dalam Pembuatan Cookies Bekatul Fungsional

Terpilih

No Rincian Biaya per hari

Kapasitas Produksi

Biaya Dasar Produksi/kg

1 Biaya Susut Alat/kg 28.336,3 160 177,10

2 Biaya energi/kg 825.000,0 160 5156,25

3 Biaya Tenaga Kerja/kg

880.769,2 160 5.504,8

4 Biaya Pengangkutan/kg 40.000,0 160 250,00

5 Biaya Over head/kg 349.187,2 160 2182,42

Jumlah 13.131,7

Harga Pabrik (Industri) atau Harga Pokok Produk (HPP) sesuai rendemen

= (Rendemen/100) x (∑ harga bahan /kg + ∑ biaya susut alat/kg + ∑ biaya

tenaga kerja/kg + ∑ biaya energy/kg + ∑ biaya transportasi/kg + ∑ biaya over

head/kg) + laba))

=(83/100) X( 21.800,1 + 13.131,7 + 10.479,5)

= 54.712,5 /kg