8
Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu? Kategori: Fiqh dan Muamalah 44 Komentar // 15 April 2010 Permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dibingungkan oleh sebagian orang. Dan kebanyakan kaum muslimin menganggap bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu . Inilah yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri ini karena kebanyakan mereka menganut madzhab Syafi’i yang berpendapat seperti ini. Lalu manakah yang tepat? Tentu saja kita mesti mengembalikan hal ini pada pemahaman yang benar terhadap Al Qur’an dan As Sunnah .[1] Silang Pendapat Perlu diketahui, dalam masalah apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu ataukah tidak, para ulama ada tiga macam pendapat. Pendapat pertama: menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ibnu Hazm, juga pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar. Pendapat kedua: menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah. Pendapat ini dipilih oleh madzhab Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, Ibnu ‘Abbas, Thowus, Al Hasan Al Bashri, ‘Atho’, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pendapat ketiga: menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat. Pendapat ini adalah pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang masyhur. Untuk melihat manakah pendapat yang lebih kuat, mari kita lihat beberapa yang digunakan untuk masing-masing pendapat. Batalnya Wudhu Karena Menyentuh Wanita Melalui Dalil Al Qur’an? Sebagian ulama yang menyatakan batal wudhu karena menyentuh wanita, berdalil dengan firman Allah Ta’ala, ىَ لَ عْ وَ ىَ ضْ رَ مْ مُ تْ نُ كْ ن َ و وُ رَ هَ ط اَ ا فً بُ نُ جْ مُ تْ نُ كْ ن َ و نْ & يَ بْ عَ كْ ل ىَ ل ْ مُ كَ لُ جْ رَ َ وْ مُ ك س وُ ءُ ر ب وُ حَ سْ م َ و ق ف َ رَ مْ ل ىَ ل ْ مُ كَ = ي دْ & يَ َ وْ مُ كَ ه وُ جُ و وُ ل سْ غ اَ ف اةَ لَ ص ل ىَ ل ْ مُ تْ مُ قَ ذ وُ نَ مَ P َ ن= ي دَ ل اَ هُ = يَ اَ = يْ وَ ط اَ غْ ل َ ن مْ مُ كْ ب مٌ دَ جَ َ اءَ جْ وَ ٍ رَ فَ سَ اءَ س لن ُ مُ تْ سَ م اَ ل اً ب & نَ ط ً ب= د عَ ص وُ مَ مَ = يَ نَ h فً اءَ م وُ د جَ تْ مَ لَ فHai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan , lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...” (QS. Al Ma-idah: 6) Mereka menafsirkan kalimat “lamastumun nisaa’” dengan menyentuh perempuan. Landasannya adalah perkataan Ibnu Mas’ud , . اعَ م ج ل َ نْ وُ ا ذَ ، مُ سْ مَ ل ل Al lams (lamastum) bermakna selain jima’”.[2] Perkataan yang serupa juga dikatakan oleh Ibnu ‘Umar.[3] Jadi, menurut keduanya lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan badan seperti menyentuh. Akan tetapi, tafsiran dua ulama sahabat ini bertentangan dengan perkataan sahabat - yang lebih pakar dalam masalah tafsir - yaitu Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-. Beliau mengatakan,

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

Citation preview

Page 1: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu?Kategori: Fiqh dan Muamalah

44 Komentar // 15 April 2010

Permasalahan ini adalah permasalahan yang sering dibingungkan oleh sebagian orang. Dan

kebanyakan kaum muslimin menganggap bahwa menyentuh wanita adalah membatalkan wudhu.

Inilah yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di negeri ini karena kebanyakan mereka menganut

madzhab Syafi’i yang berpendapat seperti ini. Lalu manakah yang tepat? Tentu saja kita mesti

mengembalikan hal ini pada pemahaman yang benar terhadap Al Qur’an dan As Sunnah.[1]

Silang Pendapat

Perlu diketahui, dalam masalah apakah menyentuh wanita membatalkan wudhu ataukah tidak, para

ulama ada tiga macam pendapat.

Pendapat pertama: menyentuh wanita membatalkan wudhu secara mutlak. Pendapat ini dipilih oleh

Imam Asy Syafi’i, Ibnu Hazm, juga pendapat dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar.

Pendapat kedua: menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlah. Pendapat ini dipilih

oleh madzhab Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani, Ibnu ‘Abbas, Thowus, Al Hasan Al

Bashri, ‘Atho’, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Pendapat ketiga: menyentuh wanita membatalkan wudhu jika dengan syahwat. Pendapat ini adalah

pendapat Imam Malik dan pendapat Imam Ahmad yang  masyhur.

Untuk melihat manakah pendapat yang lebih kuat, mari kita lihat beberapa yang digunakan untuk

masing-masing pendapat.

Batalnya Wudhu Karena Menyentuh Wanita Melalui Dalil Al Qur’an?

Sebagian ulama yang menyatakan batal wudhu karena menyentuh wanita, berdalil dengan firman

Allah Ta’ala,

;م9 9ت ;ن ك @ن9 وBإ 9ن@ Bي Bع9ب 9ك ال Bى @ل إ ;م9 Bك ل ج; ر9B وBأ ;م9 ك ء;وس@ @ر; ب ح;وا Bام9سBو اف@ق@ BرB9م ال Bى @ل إ ;م9 Bك 9د@ي Bي وBأ ;م9 و;ج;وهBك ;وا ل فBاغ9س@ ة@ Bالbالص @لBى إ ;م9 ق;م9ت @ذBا إ ;وا BمBن آ Bذ@ينb ال iهBا ي

B أ Bا ي

و9 B أ @ط@ 9غBائ ال Bم@ن ;م9 9ك م@ن mدBحB أ BاءBج و9

B أ oرBف Bس عBلBى و9B أ مBر9ضBى ;م9 9ت ;ن ك @ن9 وBإ وا فBاطbهbر; tا ;ب ن اءB  ج; Bسu الن ;م; ت مBس9 Bا   الt uب طBي صBع@يدtا Bمbم;وا Bي فBت tاءBم Bج@د;وا ت Bم9 فBل

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu

dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua

mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau

kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,

maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); ...” (QS. Al Ma-idah: 6) Mereka menafsirkan

kalimat “lamastumun nisaa’” dengan menyentuh perempuan. Landasannya adalah perkataan Ibnu

Mas’ud ,

. الج@مBاع@ Bد;و9ن مBا bم9س;، الل

“Al lams (lamastum) bermakna selain jima’”.[2] Perkataan yang serupa juga dikatakan oleh Ibnu

‘Umar.[3] Jadi, menurut keduanya lamastumun nisaa’ bermakna selain berhubungan badan seperti

menyentuh.

Akan tetapi, tafsiran dua ulama sahabat ini bertentangan dengan perkataan sahabat -yang lebih pakar

dalam masalah tafsir- yaitu Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-. Beliau mengatakan,

” ” ” ” ” شاء” بما شاء ما يكني الله ولكن الجماع، ، المباشرة و ، اللمس و المس إن

“Namanya al mass, al lams dan al mubasyaroih bermakna jima’ (berhubungan badan). Akan tetapi

Allah menyebutkan sesuai dengan yang ia suka.”

Page 2: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

Dalam perkataan lainnya disebutkan,

. : ” الجماع هو قال ، النساء المستم أو

“Makna ayat: lamastumun nisaa’ adalah jima’ (berhubungan badan).”[4]

Manakah dua tafsiran di atas yang lebih tepat?

Ada beberapa jawaban untuk pertanyaan ini:

Pertama: Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari bahwa makna “lamastmun

nisaa‘” dalam ayat tersebut adalah jima’ (berhubungan badan) dan bukan dimaknakan dengan makna

lain dari kata al lams. Alasannya, terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bahwa  beliau pernah mencium sebagian istrinya, lalu beliau shalat dan tidak berwudhu lagi.

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium sebagian

istrinya, lalu ia pergi shalat dan tidak berwudhu. Seorang perowi (‘Urwah) berkata pada ‘Aisyah,

“Bukankah yang dicium itu engkau?” Setelah itu ‘Aisyah pun tertawa.[5] Juga terdapat riwayat Ibrahim

At Taimiy, dari ‘Aisyah. Riwayat ini dishahihkan oleh Al Albani.[6]

Kedua: Tafsiran Ibnu ‘Abbas lebih didahulukan dari tafsiran Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Umar karena beliau

lebih pakar dalam hal ini.[7]

Ketiga: Kita pun bisa melihat pada konteks ayat surat Al Maidah ayat 6,

;وا ل فBاغ9س@ ة@ Bالbالص @لBى إ ;م9 ق;م9ت @ذBا إ ;وا BمBن آ Bذ@ينb ال iهBا يB أ Bا ي

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah”: Dalam

ayat ini disebutkan mengenai thoharoh (bersuci) dengan air dari hadats kecil.

وا فBاطbهbر; tا ;ب ن ج; ;م9 9ت ;ن ك @ن9 وBإ

“dan jika kamu junub maka mandilah”: Sedangkan ayat ini untuk bersuci dari hadats besar.

Lalu setelah itu, Allah menyebut:

Bمbم;وا Bي فBت tاءBم Bج@د;وا ت Bم9 فBل Bاء Bسu الن ;م; ت مBس9 Bال و9B أ @ط@ 9غBائ ال Bم@ن ;م9 9ك م@ن mدBحB أ BاءBج و9

B أ oرBف Bس عBلBى و9B أ مBر9ضBى ;م9 9ت ;ن ك @ن9 وBإ

“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau

lamastumun nisaa’, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah.”

Dalam firman Allah: “maka bertayamumlah”. Ini menunjukkan bahwa tayamum adalah pengganti

untuk dua thoharoh sekaligus jika tidak memungkinkan menggunakan air.

@ط@ 9غBائ ال Bم@ن ;م9 9ك م@ن mدBحB أ BاءBج و9B أ

“atau kembali dari tempat buang air (kakus)”: ini adalah untuk hadats kecil. Jadi tayamum bisa

sebagai pengganti wudhu.

Bاء Bسu الن ;م; ت مBس9 Bال و9B أ

“ atau lamastumun nisaa’”: ini adalah untuk hadats besar. Jadi tayamum bisa mengganti mandi junub.

Sehingga dari sini, lamastumun nisaa’ termasuk hadats besar. Jadi maknanya bukan hanya sekedar

mencium atau menyentuh.

Catatan: Memang kata al lams bisa bermakna menyentuh (meraba) dengan tangan sebagaimana

disebutkan dalam ayat berikut,

9د@يه@م9 يB @أ ب وه; BمBس; فBل oاسBط ق@ر9 ف@ي tا Bاب @ت ك B9ك Bي عBل Bا 9ن ل bزB ن Bو9 وBل

Page 3: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

“Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan

tangan mereka sendiri” (QS. Al An’am: 7)

Begitu pula dapat dilihat dalam hadits,

bم9س; الل BاهBا ز@ن Bد; 9ي وBال

“Zinanya tangan adalah dengan meraba.”[8]

Namun sebagaimana diutarakan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari, makna “lamastmun nisaa‘” dalam ayat

tersebut adalah jima’ (berhubungan badan) dan bukan dimaknakan dengan makna lain dari kata al

lams.

Dalil Lain Bahwa Menyentuh Wanita Tidak Membatalkan Wudhu

Pertama: Hadits ‘Aisyah, ia berkata,

- د@ - ج@ 9مBس9 ال ف@ى Bه;وBو 9ه@ قBدBمBي Bط9ن@ ب عBلBى Bد@ى ي فBوBقBعBت9 ;ه; ت BمBس9 9ت فBال اش@ B9ف@ر ال Bم@ن tةB 9ل Bي ل وسلم عليه الله صلى bه@ الل Bس;ول Bر فBقBد9ت;

“Suatu malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau ternyata pergi dari

tempat tidurnya dan ketika itu aku menyentuhnya. Lalu aku menyingkirkan tanganku dari telapak

kakinya (bagian dalam), sedangkan ketika itu beliau sedang (shalat) di masjid …”[9]

Kedua: Hadits ‘Aisyah, ia berkata,

;ه;مBا – – . ط9ت BسB ب BامBق @ذBا فBإ ، bىB ر@ج9ل Bض9ت; فBقBب ، @ى ن BزBمBغ BدBج Bس @ذBا فBإ ، @ه@ Bت 9ل ق@ب ف@ى BىB وBر@ج9ال وسلم عليه الله صلى bه@ الل س;ول@ Bر BدBى9 ي B9ن Bي ب Bام; Bن أ 9ت; ;ن ك

@يح; مBصBاب ف@يهBا B9س Bي ل oذ@ Bو9مBئ ي ;وت; ;ي 9ب وBال Bت9 قBال

“Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku di arah kiblat

beliau. Ketika ia hendak sujud, ia meraba kakiku. Lalu aku memegang kaki tadi. Jika bediri, beliau

membentangkan kakiku lagi.” ‘Aisyah mengatakan, “Rumah Nabi ketika itu tidak ada

penerangan.”[10]

Ketiga: Sudah diketahui bahwa para sahabat pasti selalu menyentuh isti-istrinya. Namun tidak

diketahui kalau ada satu perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berwudhu dan tidak ada

satu riwayat yang menyebutkan bahwa ketika itu para sahabat berwudhu. Padahal seperti ini sudah

sering terjadi ketika itu. Bahkan yang diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium

sebagian istrinya dann tanpa berwudhu lagi. Walaupun memang hadits ini diperselisihkan oleh para

ulama mengenai keshahihannya. Namun tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa beliau berwudhu

karena sebab bersentuhan dengan wanita. [11] -Inilah penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang

kami sarikan-

Sedangkan perkataan ulama yang menyatakan bahwa menyentuh wanita dengan syahwat saja yang

membatalkan wudhu, maka ini adalah pendapat yang tidak berdalil. Namun jika sekedar

menganjurkan untuk berwudhu sebagaimana orang yang marah dianjurkan untuk berwudhu, maka ini

baik. Akan tetapi, hal ini bukanlah wajib. Wallahu Ta’ala a’lam.

Perhatian: Hukum Menyentuh Wanita Yang Bukan Mahrom

Jika sudah jelas penjelasan menyentuh wanita di atas berkaitan dengan masalah wudhu. Lalu

bagaimana dengan hukum menyentuh wanita yang bukan mahrom, berdosa ataukah tidak?

Ada hadits yang bisa kita perhatikan, yaitu dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Bب@ ;ت 9ن@ عBلBى ك ;ه; آدBمB اب Bص@يب Bى م@نB ن ن uالز mم;د9ر@ك Bك@ B ذBل BةB ال ال BحBان@ مB 9ن 9عBي Bاه;مBا فBال bظBر; ز@ن Bان@ الن ;ذ;ن Bاه;مBا وBاأل @مBاع; ز@ن ت @س9 ان; اال BسuاللBاه; وB Bم; ز@ن Bال 9ك Bد; ال 9ي وBال

BاهBا Bط9ش; ز@ن 9ب ج9ل; ال uالرBا وBاهB 9خ;طBا ز@ن 9قBل9ب; ال Bه9وBى وBال bى ي BمBن Bت ;صBدuق; وBي @كB وBي ج; ذBل 9فBر9 ;ه; ال Bذuب ;ك وBي

“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa

tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan

adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan

Page 4: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti

akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”[12] Zina tangan adalah dengan menyentuh

lawan jenis yang bukan mahrom dan di sini disebut dengan zina sehingga ini menunjukkan haramnya.

Karena ada kaedah: “Apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka

menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.”[13].Semoga kita bisa memperhatikan hal ini.

Kesimpulan: Menyentuh wanita tidak membatalkan menurut pendapat yang lebih kuat. Namun jika

menyentuh wanita bukan mahrom, ada konsekuensi berdosa berdasarkan penjelasan terakhir di

atas. Wallahu a’lam.

Dari artikel 'Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu? — Muslim.Or.Id'

Page 5: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

“Menurut jumhur (mayoritas) ahli ilmu, tidak boleh bagi seorang muslim menyentuh mushaf(al-

Quran) jika ia tidak berwudhu. Pendapat ini dikuatkan pula oleh imam yang empat dan semisal apa

yang difatwakan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan

hadits Amr bin Hazm bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim surat kepada

penduduk Yaman,

mاه@رBط b @ال ءBانB إ 9ق;ر9 BمBسi ال B ي ال

“Hendaklah seseorang tidak menyentuh Al-Quran kecuali orang yang dalam keadaan suci.”

Derajat hadits ini jayyid (baik) dan memiliki jalan yang saling menguatkan. Oleh karena itu, dalam

hadits ini dapat diketahui bahwa tidak boleh bagi seseorang untuk menyentuh al-Quran kecuali ia

bersih dari najis besar dan kecil. Demikian pula halnya dengan memindahkan al-Quran, yaitu

seseorang tidak boleh memindahkannya kecuali ia berada dalam keadaan suci.

Akan tetapi, apabila seseorang menyentuh dan memindahkan al-Quran dengan menggunakan

sesuatu, semisal pembungkus dan pembalut, maka tidak mengapa. Adapun menyentuhnya secara

langsung sedang dia tidak suci dari najis, maka itu yang tidak dibolehkan menurut pendapat yang

benar.

Selain itu, tidak mengapa bagi orang yang ber-hadats untuk membaca al-Quran, asalkan ia tidak

menyentuhnya, mungkin dengan cara al-Quran tersebut dipegangkan dan dibukakan oleh orang lain

lalu ia membacanya. Akan tetapi, bagi orang yang ber-hadats besar, yaitu janabah, hendaknya ia

tidak membaca al-Quran, sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melarang seseorang

untuk membaca al-Quran kecuali terhadap orang yang junub.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad dengan sanad yang jayyid (bagus) dari sahabat Ali. Bahwasanya,

Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dari tempat buang hajat, lalu beliau membaca al-

Quran kemudian beliau bersabda, “Hal ini diperbolehkan bagi orang yang tidak junub. Adapun

orang yang junub, maka hal ini tidak diperbolehkan baginya meskipun hanya satu ayat.”

Maksud hadits ini, bahwasanya orang yang dalam keadaan junub tidak boleh

membaca mushaf,meskipun ia tidak menyentuhnya sampai ia bersuci, yaitu mandi. Adapun orang

yang ber-hadats kecil, tidak junub, maka tidak mengapa bila ia membaca al-Quran, dengan syarat ia

tidak menyentuhnya secara langsung.

Kemudian ada sebuah masalah yang berkaitan dengan ini, yaitu masalah wanita haid dan nifas,

bolehkah mereka membaca al-Quran ataukah tidak? Dalam hal ini ada sedikit silang pendapat di

kalangan para ulama.

Pendapat yang pertama mengatakan, bahwa wanita haid dan nifas tidak boleh membaca al-Quran,

karena mereka digolongkan seperti orang yang junub.

Page 6: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

Adapun pendapat yang kedua mengatakan, bahwa wanita haid dan nifas boleh membaca al-Quran,

namun tidak boleh menyentuhnya, sebab masa haid dan nifas itu panjang dan waktunya cukup lama,

tidak seperti orang yang junub, yang mana mereka mampu untuk mandi pada waktu itu juga, lalu

membaca al-Quran. Adapun wanita haid dan nifas tidak mempu melaksanakan hal tersebut setelah

suci. Oleh karena itu, tidak sah jika mereka (wanita haid dan nifas) dikiaskan seperti orang yang

junub.

Pendapat yang kuat dan benar adalah pendapat kedua, bahwa tidak ada yang mencegah wanita haid

atau nifas untuk membaca al-Quran, dengan syarat mereka tidak menyentuhnya secara langsung,

sebab tidak satu pun dalil yang menunjukkan larangan bagi mereka dalam hal ini.

Dalam ash-Shahihain, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan bahwasanya beliau

pernah berkata kepada istri beliau, Aisyah, ketika Aisyah mengalami haid pada waktu berhaji,

Bط9ه;ر@ي9 9ت@ حBتىb ت Bي 9ب @ال Bط;و9ف@ي9 ب b ت Bال 9رB أ 9حBاج; غBي Bف9عBل; ال @ف9عBل@ي9 مBا ي ا

“Lakukanlah apa saja yang dilakukan oleh jama’ah haji lainnya selain tawaf di Ka’bah, hingga

engkau suci.”

Tentunya kita telah maklumi bersama bahwa para jama’ah haji disyariatkan membaca Al-Quran,

padahal membaca Al-Quran merupakan perkara yang sering dilakukan oleh jama’ah haji yang tidak

dikecualikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu menunjukkan bahwa wanita haid boleh

membaca Al-Quran, tetapi tidak boleh menyentuhnya.

Adapun hadits Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau pernah

bersabda, “Janganlah wanita haid dan orang yang junub membaca sedikit pun dari Al-Quran,’ maka

hadits ini

adalah hadits dhaif (lemah). Dalam saandnya terdapat rawi yang bernama Ismail bin Iyasy dari Musa

bin Uqbah.

Para ulama telah mendhaifkan riwayat Ismail bila ia mengambil riwayat tersebut dari penduduk

Hijaz. Mereka (ahli hadits) mengatakan bahwa riwayat Ismail bin Iyasi dinilai baik jika riwayat

tersebut berasal

dari penduduk Syam, tetapi periwayatannya dari penduduk Hijaz dinilai lemah. Sedangkan hadits di

atas merupakan riwayat beliau dari penduduk Hijaz, sehingga haditsnya digolongkan hadits dhaif

(lemah).”

Page 7: Apakah Menyentuh Wanita Membatalkan Wudhu

(Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz dalam Majmu’ Fatawa, 4/383-384)

Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 10, Tahun 1, Rabiul Akhir-Jumadil Ula 1429 H (Mei 2008).