artikel2

Embed Size (px)

Citation preview

0

PENERAPAN INTEGRASI USAHA TANAMAN DAN TERNAK SERTA KEBUTUHAN PENYULUHAN PERTANIAN (Kasus Integrasi Usaha Kakao dan Sapi di Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota)

Atikel

Oleh RENI SURYANTI No BP : 0921202039

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 2011

1

APPLICATION OF INTEGRATED CROP LIVESTOCK SYSTEM AND NEED OF AGRICUTURAL EXTENTION (Case of Integrated Cacao Cow in Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota) abstract The research was conducted in Kecamtan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota in March through May 2011. The research aims to: 1) Measure the level of application of crop livestock integration system technology at the study site 2)determine farmers institutional support in the aplication of integrated crop livestock system, 3) knowing the needs of farmers to agricultural extention associated with the implementation of integrated croplivestck system. The research method used is descriptive wich case studies of singel ambaded design ( yin, 1996) The results showed that application of the various components of technology integrationsystem showed varying results. Technology adoption is likely either to the cultivatin of crop and livestock teknology, while the waste treatment technology adoption is still low. In the applicaton of integrated crop and livestock systems, the existence of farmers institutional generally functioned as a place of learning. Farmer institutional function a medium of cooperation, development of business units and supporting access to other institutions are still weak. Farmer institutional existence has not been empowered to manage the integration of crop livestock system. In connection with the application of croplivestock integration systems require agricultural extention in terms of technology transfer relating to the cultivation of pruning and pest control. In animal breeding technologies relating to the use of seeds and feeding. While in the processing of waste associated with sewage treatment by the fermentation process. It also required the development of farmer institutional order to perform the function of cooperation, business units and supporting access to other institutions.Key words : integration of crop livestock system, technical application, farmer institutional, agricultural extention.

2

PENDAHULUAN Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing masing komponen. Saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan (Pasandaran, Djajanegara, Kariyasa dan Kasryno,2005). Dikatakan bahwa sistem integrasi tanaman ternak mengemban tiga fungsi pokok yaitu memperbaiki kesejahteraan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan pangan dan memelihara keberlanjutan lingkungan. Sistem integrasi tanaman ternak terdiri dari komponen budidaya tanaman, budidaya ternak dan pengolahan limbah. Penerapan teknologi pada masing-masing komponen merupakan faktor penentu keberhasilan sistem integrasi tersebut. Agar sistem integrasi berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan produktifitas pertanian maka petani harus menguasai dan menerapkan inovasi teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Pasandaran, et. all(2005) yang mengatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan sistem integrasi adalah kemampuan mengelola informasi yang diperlukan dalam sistem integrasi termasuk informasi mengenai teknologi integrasi tanaman ternak . Disamping itu keberhasilan petani dalam penerapan sistem integrasi tanaman ternak perlu didukung oleh kelembagaan yang kuat. Kelembagaan tersebut diantaranya adalah lembaga sosial masyarakat, lembaga agroinput, lembaga keuangan, lembaga pemasaran, dan lembaga penyuluhan (Rahman dan Subikta dalam Fagi et al, 2010).

3

Lembaga

petani

seperti

kelompoktani

perlu

dikembangkan

karena

keberadaan kelompoktani dapat memperkuat posisi petani dalam berhubungan dengan lembaga lain seperti lembaga agroinput dan lembaga pemasaran. Kelompoktani juga perlu dikembangkapan karena pengelolaan sistem integrasi lebih efektif bila dikelola secara berkelompok (Fagi, et. all 2010), karena dapat memenuhi skala usaha yang menguntungkan. Selain itu kelompok tani dan gapoktan perlu diberdayakan sebagai basis pembinaan penyuluhan. Dengan demikian sistem integrasi tanaman ternak memerlukan dukungan penyuluhan dalam hal penyebarluasan informasi teknologi dan pemberdayaan kelompoktani. Penyuluhan pertanian akan memperlancar proses penerapan sistem integrasi tanman ternak dengan memperhatikan potensi wilayah yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat oleh AT. Mosher (1965) yang mengkategorikan pendidikan pertanian (termasuk penyuluhan pertanian) sebagai salah satu faktor pelancar pembangunan pertanian. Dalam penyuluhan pertanian terjadi proses penyebarluasan informasi tidak hanya mengenai ilmu dan teknologi yang bermanfaat bagi peningkatan produksi, juga mengenai analisis ekonomi dan kelembagaan yang diperlukan (Mardikanto, 1991). Hal ini juga sejalan dengan peran penyuluhan pertanian yang dipertegas dalam UU No.16 tahun 2006. Berdasarkan hasil pra penelitian yang dilakukan dan studi literatur diketahui bahwa terdapat dua pola kecenderungan terbentuknya sistem integrasi tanaman ternak. Pertama adalah sistem integrasi yang terjadi dengan swadaya, kedua sistem integrasi terjadi karena adanya dukungan program dari pemerintah. Sistem integrasi tanaman ternak yang terjadi secara swadaya terjadi secara evolusi (Sudaratmaja dan Fagi dalam Pasandaran et.all, 2005). Pada kondisi ini petani awalnya memelihara salah satu komponen integrasi, kemudian diikuti dengan integrasi tanaman dengan ternak dalam hal pembagian lahan. Pada tahap selajutnya terjadi perkembangan integrasi dengan saling memanfaatkan limbah komponen sistem integrasi. Sedangkan pada sistem integrasi tanaman ternak yang didukung atau dipromosikan pemerintah integrasi berkembang dengan mempercepat proses evolusi tersebut melalui bantuan komponen integrasi ataupun bantuan teknologi.

4

Sehubungan dengan kondisi tersebut dan untuk melengkapi fenomena penerapan sistem integrasi maka dipilih daerah yang menerapkan sistem integrasi tanaman ternak dengan dua konteks tersebut, yakni sistem integrasi yang terjadi secara swadaya dan yang terjadi dengan promosi dari pemerintah. Hal inilah yang melatarbelakangi pemilihan Kecamatan Harau Kabupaten Lima Piluh Kota sebagai lokasi penelitian. Di kecamatan ini terdapat penerapan sistem integrasi tanaman ternak yang terjadi secara swadaya yakni oleh kelompoktani Tunas Harapan dan penerapan dengan promosi pemerintah yang dilaksanakan di kelompoktani Fadhila. Penerapan sistem integrasi tanaman ternak di Kecamatan Harau didukung oleh sumberdaya yang dimilki, yakni sampai tahun 2010 luas lahan kakao di Kecamatan Harau adalah 327 Ha yang terdiri dari 214 Ha tanaman menghasilkan dan 113 Ha tanaman belum menghasilkan, dengan total produksi 217,3 (Programa Kecamatan Harau, 2011). Sedangkan jumlah populasi sapi di kecamatan ini pada tahun 2010 adalah 6636 ekor yang dipelihara oleh 2775 rumahtangga petani atau dengan rata-rata kepemilikan sapi 2 ekor/rumahtangga. Penerapkan sisem integrsi kakao sapi di beberapa tempat di kecamatan ini tidak hanya terbatas pada pembagian lahan tetapi telah sampai pada pemanfaatan masing-masing limbah komoditi perkebunan dan peternakan. Walaupun demikian berdasarkan Programa Penyuluhan Kecamatan Harau (2011) diketahui masih terdapat masalah dalam penerapan teknologi budidaya tanaman, ternak dan pemanfaatan limbah serta masih lemahnya dukungan kelembagaan petani seperti kelompoktani. Penerapan sistem integrasi yang merupakan inovasi dalam usaha tani merupakan hasil transfer teknologi (adopsi dan difusi). Proses belajar tersebut dapat terjadi dalam kelembagaan petani seperti kelompoktani. Keberadaan kelompoktani tidak hanya sebagai kelas belajar bagi petani tetapi diharapkan dapat mempermudah anggota untuk mengakses kelembagaan yang berhubungan dengan usaha taninya Berdasarkan masalah dan kendala tersebut penelitian ini dilakukan dengan tujuan 1) mengukur tingkat penerapan teknologi sistem integrasi tanaman ternak 2) mengetahui dukungan kelembagaan petani dalam penerapan sistem integrasi tanaman

5

ternak 3) dan mengetahui kebutuhan petani terhadap penyuluhan pertanian terkait dengan penerapan sistem integrasi tanaman ternak.

METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan desain studi kasus tunggal terpancang (Yin, 1996). Pada penelitian ini fenomena yang dianalisis adalah sistem integrasi tanaman ternak yakni intgerasi kakao dengan sapi, sedangkan sub analisisnya adalah kasus integrasi kakao dengan sapi yang terjadi dengan promosi dari pemerintah dan kasus integrasi yang terjadi secara swadaya. Penelitian dilakukan di Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota pada bulan Maret sampai dengan Mei 2011. Pemilihan Kecamatan Harau karena di daerah ini terdapat dua pendekatan penerapan sistem intgerasi tanaman ternak. Pada penelitian ini kasus integrasi dengan promosi dari pemerintah diwakili oleh kelompoktani Fadhila sedangkan integrasi secara swadaya di wakili oleh kelompoktani Tunas Harapan. Variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada tujuan penelitian. Adapun variabel dan indikator yang digunakan adalah: 1. Mengukur penerapan tingkat penerapan sistem integrasi tanaman ternak yang diukur berdasarkan teknologi yang telah dilakukan petani terkait dengan komponen-komponen teknologi sistem integrasi kakao sapi. Adapun komponen teknologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen Teknologi Sistem Integrasi Kakao SapiKomponen 1. Budidaya Tanaman kakao a. Bibit b. Penanaman Uraian Pemilihan bibit yang bebas dari penyakit Penggunaan bibit dengan memlilih tajuk yang baik Jarak tanam 3 x 3 m dengan pohon pelindung berjarak 9 x 9 m. Atau 3,2 x 3,2 dengan pohon pelindung 8,64 x 8,64 m. Atau 2,5 x 3,3 dengan pohon pelindung 5 x 6 m Melakukan pemupukan dengan cara menabur pupuk dengan jarak 15-50 cm dari batang utama saat umur kakao 2-10 bulan Melakukan pemupukan dengan jarak 15-50 cm dari batang

c.

Pemupukan

6

d. pemangkasan e. Pengendalian hama f. a. pengendalian gulma Bibit dan reproduksi -

utama saat umur kakao 14-20 bulan Melakukan pemupukan dengan jarak 50 75 cm dari batang utama saat kakao sudah berproduksi setiap 3 bulan sekali Menggunakan pupuk organik dan anorganik secara berimbang. Tinggi tajuk tidak lebih dari 4 m Melakukan pemangkasan setiap 2 kali se tahun diawal masa tumbuh Melakkan pemangkasan bentuk setiap 2 bulan sekali saat sudah berproduksi Melakukan pengendalain hama terpadu dengan cara: Panen saat buah awal masak dengan rotasi panen seminggu sekali Memberikan insektisida bila serangan PBK banyak Dengan cara penyemprotan pada buah kakao dan cabang horizontal membuang buah y ang memiliki gejala busuk buah dan mengandung ulat dengan cara dibenam dalam tanah sedalam 30 cm Membersihkan piringan kakao dengan diameter 0,5 m Memilih sapi lokal Melakukan IB pada induk birahi memelihara dengan sistem mengandangkan ternak mensucihamkan kandang sebelum ditempati ternak sapi terlindung dari hujan dan panas langsung kandang jauh dari keramaian kandang dekat dengan sumber air, pakan lantai kandang miring dan konstruksi kandang kokoh memberikan obat dan vaksin Memberikan hijuan,dan limbah kakao. Memberikan pakan penguat

2. Budidaya Ternak Sapib. pemeliharaan dan kandang

c.

pemberian pakan

3. Pengolahan LimbahLimbah tanaman

-

Limbah ternak Sumber: diolah dari berbagai sumber

Mengumpulkan kulit kakao, mencincang dan difermentasi dengan kapang limbah dikumpulkan dan difermentasi

2. Dukungan kelembagaan petani dalam pengembangan sistem integrasi tanaman ternak dilihat dari fungsi kelompoktani sebagai 1)wadah proses pembelajaran, 2) media kerjasama dengan lembaga lain seperti agroinput, lembaga pasar dan lembaga penyuluhan; 3) wadah kerjasama sesama petani; 4)unit usaha tani. 3. Kebutuhan penyuluhan pertanian dalam pengembangan sistem integrasi tanaman ternak, dilihat dari 1) kebutuhan informasi inovasi teknologi, dilihat berdasarkan

7

audit teknologi yang dilkaukan dalam mejawab tujuan 1; 2) kebutuhan dalam pengembangan kelompoktani, berdasarkan pada fungsi yang telah dilakukan kelompok dan fungsi yang seharusnya dilakukan kelompoktani. Analisa terhadap terhadap tingkat penerapan teknologi dilakukan secara kuantitatif. Adopsi teknologi dianalisis dengan menggunakan skoring berdasarkan bobot skor dan persentase dari masing-masing komponen teknologi yang diterapkan petani. Nilai skor = P BS dimana: P BS = Persentase petani yang menerapkan komponen teknologi. = Bobot skor. x BS

BS = Total bobot skor(Santoso et all, 2005)

Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh tingkat skor penerapan masingmasing komponen teknologi. Dan dapat ditentukan skor terendah dan tertinggi. Kemudian untuk menentukan tingkat penerapan teknologi, selang skor tertinggi dan terendah dibagi menjadi tiga bagian, sehingga didapat selang untuk tingkat penerapan tinggi, sedang dan rendah. Skor yang diperoleh selanjutnya dikategorikan berdasarkan selang yang ada untuk menentukan tingkat penerapan tinggi, sedang dan rendah. Analisa kuntitatif dalam penerapan teknologi tersebut dilengkapi dengan analisa secara kulaitatif terkait dengan proses transfer teknologi. Sedangkan analisa terhadap dukungan kelembagan kelompoktani dilakukan secara kualitatif, dengan melihat fungsi yang telah dijalankan kelompoktani dan membandingkan dengan fungsi yang seharusnya dijalankan kelompoktani. Analisa kebutuhan dilakukan dengan menyusun kebutuhan terhadap materi penyuluhan berdasarkan audit teknologi sesuai tujuan satu. Dan berdasarkan fungsi kelompoktani yang harusnya dijalankan untuk mendukung sistem integrasi. Analisis dilakukan terhadap setiap komponen sistem integrasi tanaman ternak.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Penerapan Sistem Integrasi Tanaman Ternak Budidaya beternak sapi di Kabupaten Lima Puluh Kota telah berlangsung lama, yakni sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa itu daerah Lima Puluh Kota merupakan pusat pembibitan sapi, sehingga memicu munculnya peternakan rakyat di wilayah tersebut. Pada tahun 1990-an digulirkan program VBC (Village Breeding Center) yang dilaksankan di Lareh Sago Halaban, Luhak dan Situjuah. Perkembangan ternak sapi di daerah VBC tersebut menyebabkan semakin menyebarnya peternakan sapi ke daerah-daerah lain termasuk di Kecamatan Harau. Perkembangan ternak sapi kemudian didukung dengan program-program dari pemerintah diantaranya dengan bantuan sapi bakalan seperti yang terjadi pada kelompok Fadhila. Kelompok ini mendapatkan bantuan sapi dari Dinas Peternakan pada tahun 2007 dan bantuan pengembangan sapi melalui SMD (Sarjana Membangun Desa) pada tahun 2010. Bantuan tersebut mempercepat proses penyebaran informasi tentang budidaya sapi. Sedangkan tanaman kakao semakin banyak diusahakan petani sejak Provinsi Sumatera Barat dicanangkan sebagai salah satu sentra kakao di wilayah barat Indonesia. Sebelum pencanangan tersebut budidaya kakao telah dimulai dengan swadaya petani, hal ini terdapat pada petani di Kelompoktani Tunas Harapan yang menanam kakao karena dipengaruhi oleh contoh yang dilihat dari keberhasilan petani di daerah lain. Kemudian dengan program dari pemerintah melalui kegiatan penyuluhan maka petani-petani tersebut mendapatkan informasi yang lebih banyak mengenai budidaya kakao, walaupun pada hasil penelitian terlihat bahwa belum semua teknologi budidaya kakao diadopsi oleh petani. Pekembangan budidaya ternak sapi dan perkebunan kakao di daerah penelitian, telah mendorong terjadinya integrasi tanaman kakao dengan ternak sapi

9

melalui pembagian lahan anatara kebun kakao dengan kandang ternak. Hal ini terjadi pada kelompok Tunas Harapan dan Fadhila. Seiring dengan berkembangnya tanaman kakao, petani juga mendapatkan informasi melalui berbagai sumber tentang pemanfaatan limbah kakao. Sehingga mulailah dimanfaatkan kulit kakao sebagai pakan ternak sapi dan limbah ternak dimanfaatkan sebagai pupuk pada kelompok Tunas Harapan. Pemanfaatan limbah kakao dan limbah ternak di kelompok Fadhila didorong dengan promosi atau bantuan pemerintah dalam hal introduksi teknologi dan pengadaan ternak sapi dan kakao. Kondisi ini mempercepat proses evolusi dalam penerapan sistem integrasi. Kelompok ini mendapat bantuan pelaksanaan program sistem integrasi tanaman ternak dari BPTP Sukarami, sehingga teknologi pemanfaatan limbah cepat berkembang di kelompok ini. Sedangkan pengadaan dan teknologi budidaya sapi didukung oleh program SMD (Sarjana Membangun Desa). Uraian diatas menegaskan bahwa pengembangan sitem intgerasi kakao sapi di terjadi secara evoluasi, dalam kata lain perkebunan kakao yang dikembangkan masyarakat secara perlahan diintegrasikan dengan ternak sapi yang telah lama dibudidayakan petani. Pada awalnya integrasi baru terbatas pembagian lahan antara lahan perkebunan dengan lahan peternakan tetapi dengan tersebarnya informasi tentang pemanfaatan limbah maka sistem integrasi kakao sapi semakain berkembang. Introduksi program pemerintah dengan paket teknologi pengolahan limbah dan pengadaan sapi bakalan turut mempercepat proses evolusi tersebut dan mendorong petani mencari informasi ke sumber lainnya. Dukungan pemerintah dalam mempercepat evolusi pnerapan sistem integrasi tanaman ternak terlihat dari introduksi bibit sapi dan kakao serta teknologi pengolahan limbah yang diberikan instansi terkait (pada kelompok Fadhila). Berdasarkan uraian di atas terdapat dua pola proses evolusi penerapan sistem integrasi tanaman ternak. Pola tersebut dapat dilihat pada Gambara 1 dan 2

10

Bantuan pemerintah (bibit sapi) Ternak sapi (swadaya)

Bantuan pemerintah (teknologi pengolahan limbah)

Ternak sapi Integrasi , pembagian lahan Kakao

Integrasi, pembagian lahan dan pemanfaatan limbah

Bantuan pemerintah (bibit kakao)

Gambar 1. Proses Penerapan SITT pada Kelompok FadhilaTernak sapi Integrasi , pembagian lahan Kakao Integrasi, pembagian lahan dan pemanfaatan limbah

kakao (swadaya)

Bantuan pemerintah (bibit kakao)

Gambar. 2 Proses Penerapan SITT pada Kelompok Tunas Harapan Kepemilikan dan Pengelolaan Sistem Integrasi Tanaman Ternak Peternakan sapi dan kebun kakao yang dimiliki petani kelompok Fadhila dan Tunas Harapan adalah usaha sampingan. Rataan kepemilikan sapi di Kelompok Fadhilah adalah 7 ekor/petani sedangkan di kelompok Tunas Harapan hanya 2

11

ekor/petani. Perbedaan yang signifikan tersebut disebabkan kelompok tani Fadhila merupakan kelompok tani yang mendapatkan bantuan sapi dari pemerintah. Kelompok ini pernah mendapatkan bantuan sosial dari Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota berupa 20 ekor sapi pada tahun 2007. Sapi tersebut disebarkan kepada semua anggota kelompok tani. Kemudian pada tahun 2010 kelompok ini juga mendapatkan bantuan sapi melalui program Sarjana Membangun Desa berupa 31 ekor sapi yang dikelola secara berkelompook dengan cara dipelihara di kandang kelompok dan sebagain dikelola oleh masing-masing anggota. Sedangkan ternak sapi yang dipelihara petani di kelompoktani Tunas Harapan merupakan sapi yang dibeli sendiri oleh petani serta sapi yang dimiliki oleh orang lain dan petani hanya sebagai pemelihara dengan sistem bagi hasil Kepemilikan kakao di kedua kelompok sama yakni kepemilikan individual. Rataan kepemilikan kakao Petani kelompok Fadhillah memiliki rataan kepemilikan kakao 221,84 batang per petani, sedangkan petani kelompok Tunas Harapan hanya mencapai 151,33 batang perpetani. Perbedaan kepemilikan tersebut didorong oleh perbedaan akses kedua kelompok terhadap sumber bibit dari pemerintah. Sumber bibit kakao pada kedua kelompok dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sumber Bibit Kakao Perkebunan Kakao PetaniSumber Bibit Kakao Diusahakan sendiri Dari Pemerintah Diusahakan sendiri dan dari pemerintah Sumber: diolah dari data primer, 2011. Petani Kel.Fadhillah Jumlah (org) % 1 5,26 4 21,05 14 73,68 Petani Kel. Tunas Harapan Jumlah(org) % 9 60 3 20 3 20

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa kepemilikan kebun kakao pada kedua kelompok adalah kepemilikan individu. Sedangkan kepemilikan sapi pada kelompok Fadhila ada yang dimiliki berkelompok disamping kepemilkian individu. Sedangkan pada kelompoktani Tunas Harapan semua ternak sapi dimilki secara individu. Sedangkan dalam pengelolaan tidak jauh berbeda yakni dikelola secara individu. Pengelolaan secara berkelompok hanya pada ternak sapi yang merupakan

12

sapi bantuan di kelompok Fadhila. Pola kepemilikan komponen sistem integrasi tanman ternak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pola Kepemilikan Komponen Sistem Integrasi Tanaman TernakTanaman Kakao Fadhillah Individu Harapan Individu Sumber: diolah dari data primer, 2011 Kelompoktani Pola Kepemilikan Ternak Sapi Individu dan kelompok Individu Limbah Individu Individu

Hasil penelitian menunjukan bahwa limbah kakao yang digunakan sebagi pakan, bersumber dari perkebunan kakao sendiri dan kebun kakao petani lain. Limbah kakao tersebut diberikan dengan cuma-cuma dan belum ada petani yang memanfaatkan limbah kakao untuk dijual. Sebanyak 47,37% petani kelompok Fadhila telah memanfaatkan kulit kakao sebagai pakan ternak. Kulit kakao tersebut dimanfaatkan untuk ternak petani itu sendiri. Sedangkan di kelompok Tunas Harapan 66,67% petani memanfaatakan sendiri limbah kulit kakao, 13,33% dimanfaatkan dengan memberikan kepada petani lain serta 20% tidak memanfaatkan kulit kakao. Petani yang memberikan kulit kakao kepada petani lain disebabkan sapi yang dipelihara tidak menyukai pakan kulit kakao. Sedangkan petani yang tidak memanfaatkan kulit kakao juga disebabkan sapi mereka tidak menyukai kulit kakao sehingga dibuang begitu saja. Sedangkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan limbah ternak, petani telah memanfaatkan untuk keperluan sendiri dan untuk dijual. Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh petani Fadhila memanfaatkan limbah padat ternak untuk keperluan sendiri, dan tidak ada limbah yang dijual. Pada kelompok Tunas Harapan sebanyak 66,67% petani memanfaatan limbah padat untuk digunakan sendiri dan 33,33% petani memanfatkan untuk keperluan sendiri dan juga untuk dijual Kondisi tersebut mendorong terjadinya pengelolaan sistem integrasi tanaman ternak secara individu. Pengelolaan tanaman, ternak dan pemanfaatan limbah kakao dan limbah ternak dilakukan oleh masing-masing individu. Dengan demikian penerapan sistem integrasi tanaman ternak pada kedua kelompok dimiliki dan

13

dikelola secara individual. Hal ini bertentangan dengan pengelolaan sistem integrasi yang disarankan yakni secara berkelompok (Pasandaran et.all, 2005). Terutama dalam hal pengolahan limbah, dikatakan bahwa pengolahan limbah akan efektif bila dilakukan berkelompok. Pola Pengelolaan sistem integrasi tanaman ternak dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pola Pengelolaan Komponen Sistem Integrasi Tanaman Ternak Kelompoktani Pola Pengelolaan Tanaman Kakao Ternak Sapi Limbah Fadhillah Individu Individu dan kelompok Individu Harapan Individu Individu Individu Sumber: diolah dari data primer, 2011. Penerapan Teknologi Sistem Integrasi Tanaman Ternak Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penerapan teknologi pada masingmasing komponen untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tingkat Penerapan Teknologi Sistem Integrasi Tanaman TernakNo 1 2 3.

Komponen Teknologi Teknologi Budidaya Tanaman Kakao Teknologi Budidaya Ternak Sapi Budidaya Pengolahan Limbah Jumlah

Kel. Fadhillah (%) 22,65 21,37 10,88 54,89

Sumber: diolah dari data primer, 2011

Kel. Tunas Harapan (%) 20,53 21,40 10,64 52,58

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa tingkat penerapan teknologi sistem integrasi pada kelompok Fadhilah lebih tinggi dibanding dengan Tunas Harapan tetapi pada tingkat penerapan yang sama yakni tingkat sedang. Budidaya Kakao. Penerapan teknologi budidaya kakao secara rinci dan mencakup masing-masing komponen dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman KakaoNo 1 2 3. 4. 5. Komponen Teknologi Budidaya Tanaman Kakao Bibit Penanaman Pemupukan Pemangksan Pengendalian Hama penyakit dan Kelompok Tani Fadhillah (%) 6,32 5,12 5,18 4,77 1,89 Kelompok Tani Tunas Harapan (%) 5,11 5,91 4,89 2,67 1,96

14

Gulma Jumlah Sumber: Diolah dari data primer, 2011.

22,65

20,53

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa teknologi budidaya kakao yang masih rendah tingkat penerapannya adalah teknlogi pemangkasan dan pengendalian hama penyakit dan gulma. Sedangkan pemilihan bibit, penanaman dan pemupukan telah dilakukan dengan cukup baik. Penerapan teknologi budidaya kakao yang sangat berbeda anatara kedua kelompok tani adalah pemangkasan (Tabel 6). Hasil penelitian menunjukan bahwa petani telah melakukan proses pemangkasan tetapi pemangkasan tersebut belum dilakukan secara teratur dan optimal, sehingga bentuk pohon kakao sebagian petani tidak sesuai dengan bentuk ideal. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pohon Kakao Petani Kelompok Tunas Harapan Hama dan penyakit yang banyak menyerang kakao petani adalah PBK dan busuk buah. Akan tetapi petani tidak mengendalikan hama tersebut secara maksimal. Diataranya terlihat dari buah kakao yang terkena PBK dibiarkan saja tanpa dilakukan upaya memutus rantai hama dengan menimbun kakao tersebut. Hasil pengukuran terhadap teknologi pengendalian hama terlihat bahwa tidak ada petani yang mengubur kakao yang terkena PBK. Pemanenan secara tertur, satu kali dalam seminggu merupakan salah satu cara pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan

15

pengendalian hama terpadu yang telah dilakukan petani adalah pemanenan secara teratur yakni seminggu sekali. Budidaya Ternak Sapi. Hasil penerapan teknologi budidaya ternak sapi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel Tabel 7. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 7, terlihat bahwa tingkat penerapan teknolgi budidaya ternak sapi antara kedua kelompok sama yakni berada pada tingkat adopsi sedang. Teknologi yang relatif rendah ditetapkan petani adalah teknologi bibit dan pemberian pakan. Tabel 7. Tingkat Penerapan Teknologi Ternak SapiKomponen Teknologi Budidaya Tanaman Kakao 1 Bibit 2 Pemeliharaan dan perkandangan 3. Pemberian Pakan Jumlah Sumber: diolah dari data primer (2011) No Kelompok Tani Fadhillah (%) 5,33 10,75 5,28 21,37 Kelompok Tani Tunas Harapan (%) 5,02 10,80 5,58 21,40

Bibit yang digunakan pada peternakan kedua kelompok adalah bibit sapi unggul yaitu sapi simental atau turunan simental. Persepsi peternak bahwa sapi luar/inpor atau turunannya lebih menguntungkan dari pada sapi lokal ternyata menyebabkan menurunnya populasi sapi lokal. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah daerah melalui Dinas Peternakan telah memetakan daerah penyebaran sapi lokal dan sapi impor/persilangan. Pemetaan tersebut berdasarkan pada potensi wilayah yaang ada dimasing-masing daerah peternakan. Sehubungan dengan hal tersebut dikatakan oleh informan kunci dari Bidang Budidaya Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota bahwa jenis sapi yang tepat dikembangkan untuk wilayah Kecamatan Harau adalah sapi PO (Peranakan Ongol) atau sapi bali. Akan tetapi hasil penelitian menunjukan bahwa semua sapi yang dipelihara petani reponden adalah jenis simental atau turunan simental. Dalam konsep sitem integrasi kakao dengan sapi, ternak sapi yang potensial untuk diintegrasikan dengan perkebunan kakao adalah sapi lokal. Hal ini disebabkan sapi lokal memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kualitas pakan yang kurang baik. Berbeda dengan jenis sapi simental yang memerlukan kualitas pakan yang baik dan harus didukung dengan pemberian kosentrat yang cukup agar

16

pertumbuhannya cepat. Konsep sistem integrasi tanaman dengan ternak mendorong agar limbah tanaman dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada kasus integrasi kakao dengan sapi, limbah kakao seperti kulit kakao dan sisa pemangkasan merupakan sumber pakan alternatif. Limbah tersebut memiliki kandungan nutrisi yang lebih rendah dibanding dengan rumput unggul seperti rumput gajah. Dan sapi lokal biasanya lebih mudah untuk beradapatasi dengan kondisi pakan terbatas seperti limbah kakao, sehingga cocok untuk sitem integrasi tanaman ternak (Fagi et all, 2009). Pemberian pakan konsentrat masih belum banyak dilakukan petani. Pada kelompok Tunas Harapan hanya satu orang (6,67%) yang memberikan konsentrat. Sedangkan pada kelompok Fadhila 23,32% petani telah memberikan konsentra dalam ransum ternak. Pada peternakan sapi jenis simental merupakan keharusan untuk memberikan konsentrat agar sapi tumbuh dengan baik. Sedangkan pemanfaatan limbah kakao pada kedua kelompok terdapat perbedaaan. Sebanyak 47,37% petani Fadhila menggunakan limbah kulit kakao sebagi pakan, dan di kelompok Tunas Harapan lebih tinggi yakni 66,67%. Pemberian kulit kakao pada kedua kelompok tidak kontiniu dan dalam jumlah yang tidak teratur. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan kulit kakao. Pada kondisi produksi kakao sedang tinggi petani bisa memberikan pakan kulit kakao dalam jumlah yang banyak. Pemberian kulit buah kakao berfluktuasi mengikuti produksi kakao. Petani yang tidak menggunakan kulit kakao sebagai sumber pakan memberikan alasan bahwa kulit kakao tidak disukai sapi atau bersifat tidak palatabel. Walaupun jenis sapi yang dipelihara memiliki jenis yang sama yakni simental atau turunannya, tetapi tingkat palatabel (peneriman ternak terhadap pakan) berbeda. Hal ini terkait dengan kebiasan pakan dan waktu adaptasi yang diberikan. Secara teori ternak membutuhkan masa adapasi mencapai dua minggu dalam menerima pakan nonkonvensional seperti limbah kakao, dan diberikan dalam jumlah yang bertahap. Berdasarkan uraian mengenai hasil penerapan teknologi budidaya sapi yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan tingkat penerapan teknologi budidaya sapi di atas menunjukan bahwa kedua kelompok berada pada

17

tingkat penerapan teknologi sedang. Akan tetapi terdapat perbedaan fenomena dalam budidaya sapi dan kegiatan penyuluhan yang berperan dalam masing-masing kelompok. Kelompok Fadhila merupakan kelompoktani yang mendapatkan bantuan pengadaan sapi dari pemerintah, sehingga rataan kepemilikan ternak sapi di kelompok ini lebih besar. Ternyata jumlah kepemilikan sapi dan bantuan yang diperoleh tidak berpengaruh terhadap penerimaan petani untuk menerapkan atau tidak menerpakan suatu teknologi. Dalam konsep integrasi terdapat keterkaitan antara komponen tanaman dengan ternak dalam hal pemanfaatan limbah kakao sebagai sumber pakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa petani Fadhila lebih banyak yang memberikan pakan berupa jerami dibandingkan menggunakan limbah kakao. Hal ini dikarenakan ketersediaan jerami lebih memadai dibanding dengan ketersedian kulit kakao. Apalagi dengan kepemilikan sapi yang cenderung besar jumlah kulit kakao yang tersedia tidak mencukupi. Sedangkan pada kelompok Tunas Harapan pemanfaatan limbah kakao sebagai pakan telah diterapkan oleh 66,67% petani. Karena jumlah sapi yang dimiliki petani tidak banyak dengan rataan kepemilikan sapi 2 ekor/petani, penggunaan kakao sebagai pakan ternyata sangat membantu petani. Selain itu petani di kelompok ini belum terbiasa menggunakan jerami padi, sehingga selain menggunakan rumput petani mengandalakan pada pemanfaatan limbah kakao. Pengolahan Limbah. Tingkat penerapan teknologi pengolahan limbah pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8 . Tingkat Penerapan Teknologi Pengolahan LimbahKomponen Teknologi Pengolahan Limbah 1 Limbah kakao 2 Limbah sapi Jumlah Sumber: Data primer yang diolah, 2011. No Kelompok Tani Fadhillah (%) 5,82 5,32 11,14 Kelompok Tani Tunas Harapan (%) 6,64 4 10,64

Limbah kakao. Limbah kakao yang dimanfaatkan petani untuk pakan ternak sapi adalah kulit buah kakao. Kulit kakao merupakan cangkang buah yang merupakan sisa setelah kakao diambil bijinya. Penerapan teknologi pengolahan limbah kakao

18

diantaranya adalah mengumpulkan kulit kakao, mencincang dan melakukan fermentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan teknologi pengolahan limbah kakao di kelompok Tunas Harapan lebih tinggi dari pada kelompok Fadhila. Pada kelompok Tunas Harapan pengolahan limbah kakao yang dilakukan petani adalah pengumpulan dan pencincangan, sedangkan fermentasi belum dilakukan petani. Pengumpulan kulit kakao di kelompok Tunas Harapan dilakukan oleh 80,00% petani dan pencincangan dilakukan oleh 46,67%. Sedangkan pada kelompok Fadhila pengumpulan kulit kakao dilakukan 68,42% petani, pencincangan 36,84% petani dan Fermentasi dilakukan oleh 5, 26% petani. Limbah kotoran ternak. Teknologi pengolahan limbah ternak terdiri dari komponen pengumpulan limbah padat dan limbah cair, pengolahna limbah padat menjadi kompos dan biogas, pengolahan limbah cair menjadi pupuk cair. Dari berbagai komponen tersebut petani baru melaksankan pengumpulan limbah dan mengolah menjadi kompos, sedangkan pengolahan untuk biogas belum dilaksanakan petani. Hasil penelitian menunjukan 100% petani Fadhila telah mengumpulkan kotoran padat dan baru 15,79% petani kelompok Fadhila yang mengumpulkan limbah cair. Diatara petani yang mengumpulkan tersebut 10,53% telah melakkan pengolahan limbah padat melalui proses pengmposan dan 5,26% melakukan pengolahan limbah cair. Sedangkan petani kelompok Tunas Harapan 100% telah mengumpulkan limbah padat untuk dimanfaatkan sebagai pupuk dan tidak ada yang mengumpulkan limbah cair. Demikian juga dengan pengolahan, belum ada petani yang melakukan pengolahan limbah padat dan cair. Dukungan Kelompoktani dalam Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Tanaman Kakao. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan teknologi budidaya kakao di kelompoktani Fadhila didukung oleh kegiatan yang dilakukan kelompok tersebut. Kelompok Fadhila memilki kebun kakao yang dikelola secara

19

berkelompok. Kebun ini dikelola dengan baik dan menerapkan teknologi budidaya sesuai dengan teknologi anjuran. Telah menjadi kesepakan semua petani di kelompok Fadhila untuk terlibat secara langsung dalam kebun kelompok tersebut. Gotong royong dilakukan dalam semua tahapan budidaya mulai dari penanaman, pemeliharaan termasuk pemupukan dan pemangkasan. Keterlibatan anggota dalam kebun tersebut merupakan upaya nyata proses pembelajaran yang dilakukan dari petani oleh petani dan untuk petani. Kebun kelompok tersebut merupakan kebun percontohan bagi semua anggota kelompok dan petani lainnya. Dalam konsep kegiatan penyuluhan sebagai proses belajar bagi orang dewasa maka, maka prinsip latihan dalam kelompok merupakan metode pembelajaran yang tepat. Dalam kasus kelompok Fadhila gotong royong dilakukan anggota dalam budidaya kakao merupakan latihan atau praktek bagi anggota untuk menerapkan teknologi budidaya kakao. Dalam kegiatan kebun kelompok tersebut juga akan terbentuk diskusi-diskusi berkenaan dengan budidaya kakao. Menurut Ban dan Hawkin (1999) metode kelompok merupakan salah satu metode efektif dalam proses penyuluhan. Berkaitan dengan budidaya kakao yang dilakukan di kompoktani Tunas Harapan, keberadaan kelompoktani telah dimanfaatkan sebagai wadah pembelajaran melalui proses penyuluhan. Tetapi proses penyuluhan dalam kelompok in belum optimal. Perwakilan beberapa petani kelompok Tunas Harapan telah mengikuti SL Kakao (sekolah lapang budidaya kakao) yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan pada tahun 2008. Materi yng disampiakan dalam SL kakao tersebut mencakup pembibitan, penanaman, pemupukan, pemangkasan dan pengendalian hama dan gulma. Diungkapkan oleh penyuluh dan tenaga teknis perkebunan bahwa ketika SL dilaksanakan petani mampu menguasai dan melaksanakan teknik-teknik dalam budidaya kakao, akan tetapi ketika dievaluasi setelah SL dilaksanakan, hanya 60% petani yang mampu melakukan seperti yang disampaikan dalam SL tersebut. Disamping itu karena SL hanya diikuti oleh beberapa anggota maka anggota yang tidak mengkuti SL tidak secara maksimal menerima informasi tentang budidaya kakao. Anggota kelompok yang mengikuti SL juga tidak maksimal menerapkan

20

teknologi budidaya kakao dengan berbagai alasan. Hal ini tentu akan menghambat proses difusi teknologi dalam kelompok tersebut. Keberadaan kelompoktani tidak hanya sebagai sarana dalam proses transfer teknologi, tetapi juga berfungsi untuk memperkuat posisi petani dalam hal berhubungan dengan lembaga lain seperti lembaga penyedia sarana produksi dan lembaga pemasaran. Demikian juga pada penerapan sistem integrasi tanaman ternak. Keterlibatan masing-masing lembaga tersebut dapat dilihat dari sisi sistem integrasi tanaman ternak sebagai sebuah proses produksi yang memerlukan input berupa sarana untuk produksi tanaman dan ternak, output yang berhubungan dengan pengolahan dan pemasaran. Dalam budidaya tanaman kakao, kelompok Fadhila tidak berhubungan dengan lembaga sarana produksi. Karena bibit kakao sebagian besar diperoleh dari bantuan pemerintah daerah. Selain bibit dari pemerintah, terdapat juga petani yang mendatangkan bibit kakao dari Balai Penelitian Kakao dan Kopi Jember. Petani yang sengaja mendatangkan bibit dari balai penelitian tersebut memilki alasan bahwa untuk mengahasilkan kakao yang baik maka kualitas bibit harus diperhatikan. Demikian juga dengan petani pada kelompoktani Tunas Harapan. Dalam pengadaan sarana produksi berupa bibit kakao, petani memperoleh dari pemerintah dan petani pembibit kakao. Bibit yang dibeli oleh petani, dibeli kepada petani di Batu Balang yang mempunyai usaha pembibitan kakao. Di Nagari Batu Balang terdapat petani kakao yang telah lama memilki kebun kakao dan telah membibitkan kakao untuk dijual kepada petani lain. Sedangkan dalam pemasaran hasil, lembaga yang terlibat adalah pedagang pengumpul dan pedagang gudang kakao di Kota Payakumbuh. Kebanyakan petani menjual hasil kakaonya kepada pedagang pengumpul yang berkeliling ke kampungkampung. Hal ini dilakukan petani dengan alasan mereka tidak perlu mengeluarkan biaya lagi untuk traspor ke pasar. Harga yang digunakan cenderung lebih rendah dari pada harga pada pedagang gudang kakao. Dalam berhubungan dengan pedagang pegumpul petani tidak memilki posisi tawar karena petani yang menjual ke pedagang pengumpul biasanya meiliki jumlah kakao yang tidak banyak. Selain itu apabila

21

petani memerlukan uang dalam kondisi mendesak, petani akan menjual kakao dalam kondisi yang kurang baik seperti belum terlalu kering, sehingga pedagang dapat menurunkan harga. Petani yang menjual ke gudang biasanya menjual kakao dalam jumlah banyak. Dalam kondisi tertentu harga jual kakao di gudang lebih tinggi ratarata Rp 500,-/kg dari pedagang pengumpul. Dan bila kakao dijual dalam jumlah banyak petani dapat memilki posisi tawar. Terlebih lagi bila kakao memilki kekeringan yang baik. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa pedagang membeli kakao fermentasi dan tidak fermentasi dengan harga yang sama. Hal ini menyebabkan petani tidak terdorong melakukan fermentasi biji kakao. Pengembangan Ternak Sapi. Dalam budidaya sapi, kelompok Fadhila mendapat bantuan dan dukungan dari pemerintah. Pengadaan sapi bakalan selain diperoleh petani dari toke ternak atau membeli ke pasar ternak juga diperoleh dari bantuan pemerintah yakni dari Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota dan Departemen Pertanian. Teknologi budidaya sapi juga telah diperoleh kelompok Fadhila dari bimbingan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan. Teknologi tersebut mencakup semua komponen teknik budidaya, mulai dari bibit dan reproduksi, pemeliharaan, kesehatan dan pemberian pakan. Disamping itu keberadaan SMD di kelompok ini menambah intensitas pembimbingan dalam budidaya sapi. Petani juga telah diarahkan dalam menggunakan pakan alternatif, hal ini terlihat dari sumber pakan yang diberikan tidak hanya pakan konvensional seperti hijauan segar. Hampir semua petani telah menggunakan pakan dari jerami padi. Bimbingan tentang penggunaan dan peningkatan nilai gizi jerami padi juga dilakukan oleh BPTP Sukarami. Dalam pelatihan yang diselenggarakan BPTP Sukarami diajarkan tentang pengolahan limbah jerami dengan cara fermentasi. Pada kelompoktani Tunas Harapan, bibit ternak dibeli oleh petani dengan modal sendiri, kelompok ini tidak mendapatkan bantuan bibit sapi dari pemerintah. Hasil penelitian menunjukan pengetahuan petani tentang ternak sapi didukung oleh kegiatan penyuluhan yang dilakukan di kelompoktani. Pengolahan Limbah. Kegiatan kelompok dalam pengolahan dan pemanfaatkan limbah tanaman dan ternak masih kurang. Kedua kelompok telah

22

mendapatkan materi penyuluhan terkait dengan pengolahan limbah. Kelompok Fadhila mendapatkan informasi pengolahan limbah dari kegiatan penyuluhan kelompok FMA yang disenergikan dengan program dari BPTP Sukarami. Sedangkan kelompok Tunas Harapan mendapatkan materi tentang pengolahan limbah dari kegiatan penyuluhan dan informasi yang diapat sesama petani. Akan tetapi bantuan dan dukungan instansi terkait dalam pengolahan limbah belum optimal diadopsi petani. Hal ini menunjkan perlunya kegiatan penyuluhan yang lebih intensif mengenai pemanfaatan limbah tersebut. Selain itu kedua kelompok belum melakukan pengolahan dan pemanfaatan limbah secara berkelompok. Sedangkan menurut Fagi et al (2009) pengolahan limbah lebih efektif dilakukan secara berkelompok. Rangkuman dukungan kelompoktani dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Dukungan Kelompoktani Dalam Penerapan Sistem Integrasi Tanaman TernakKomponen Fungsi yang SITT Dijalankan Tanaman Proses Kakao pembelajaran bagi anggota Wadah kerjasama petani Unit usaha tani Jasa penunjang Ternak Sapi Proses pembelajaran bagi anggota Wadah kerjasama petani 1. Unit usaha tani 2. Jasa penunjang Kegiatan - Pengelolaan kebun kelompok secara gotong royong (Fadhila). - Difusi hasil SL kakao yang diikuti perwakilan anggota (Tunas Harapan) - Pengelolaan kebun kelompok secara gotong royong (Fadhila). - Tidak ada - Akses terhadap Dinas Pertanian dan BP4K (Tunas Harapan) - Akses terhadap lembaga penelitian BPTP dengan bantuan dari BP4K. - Pengelolaan ternak sapi kelompok (Fadhila) - Penyebarluasan teknologi dalam pertemuan kelompok - Kerjasama anggota dalam pengelolaan ternak sapi kelompok (Fadhila) - Dibentuk, tapi tidak berjalan - Akses terhadap Dinas Pertanian dan BP4K (Tunas Harapan) - Akses terhadap lembaga penelitian BPTP dengan bantuan dari BP4K. - Penyebarluasan informasi dalam pertemuan kelompok

Limbah Proses Kakao dan pembelajaran Limbah bagi anggota Ternak Wadah kerjasama petani 3. Unit usaha tani

Tidak ada Tidak ada

23

4. Jasa penunjang - Akses terhadap lembaga penelitian BPTP Sumber: diolah dari data primer, 2011.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa masih banyak peluang yang dapat dilaksanakan kelompoktani dalam peningkatan produktifitas integrasi tanaman ternak, baik pada komponen tanaman, ternak maupun limbah. Perlu diperhatikan juga bahwa kemampuan akses kelompok terhadap lembaga lain masih terbatas. Kelompok Fadhila memilki kemudahan akses dan dukungan dari pemerintah disebabkan keaktifan pengurus untuk berkomunikasi menjalin hubungan baik dengan dinas terkait. Disamping itu pengurus juga memilki inisiatif yang tinggi untuk bertanya kepada dinas program apa saja yang dapat mereka peroleh dalam pengembangan usaha termasuk pengembangan sistem integrasi kakao dan sapi. Dukungan Pemerintah dalam Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan di kelompok Fadhila dan Tunas Harapan didukung oleh penyuluh pemerintah yang memilki kelembagaan di wilayah kecamatan dan kabupaten. Kelembagaan tersebut adalah Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Tanjung Pati dan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Lima Puluh Kota. Selain itu kegiatan lembaga penyuluhan dalam mendukung sistem integrasi tanaman ternak didukung juga oleh program dari dinas dan instansi lain seperti Dinas Peternakan, dinas Perkebunan dan lembaga penelitian. Dukungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Dukungan Pemerintah dalam Penerapan Sistem Integrasi Tanaman TernakKomponen SITT Tanaman Kakao Kegiatan Pengadaan bibit untuk petani teknologi Ternak Sapi benih, penanaman, Dinas Peternakan, Deptan Dinas Peternakan, BIBD Tuah Sekolah Lapang Kakao, meliputi pemangkasan, pengendalian hama Pengadaan bibit sapi Fasilitasi IB Instansi yang Melaksanakan Dinas perkebunan BP4K, BP3K, Dinas Perkebunan

24

Sakato Penyuluhan tentang budidaya ternak sapi potong, meliputi pemeliharaa, reproduksi, Limbah Pengolahan limbah kakao Pengolahan limbah Ternak Sumber: diolah dari data primer. dan pemanfaatan BP4K, BPTP Sukarami pemberian dan pakan, BP4K, BPTP Sukarami sanitasi dan keswan pemanfaatan BP4K, BP3K, Dinas Peternakan

Kebutuhan Petani Terhadap Penyuluhan Pertanian dalam Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman Ternak 1. Tanaman Kakao Hasil audit terhadap penerapan teknologi budidaya kakao diketahui bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya kakao pada kelompok Fadhila berada pada tingkat tinggi sedangkan kelompok Tunas Harapan pada tingkat sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi budidaya tanaman kakao telah diadopsi dengan cukup baik. Penerapan teknologi yang masih rendah adalah pada aspek pemangkasan dan pengendalian hama. Dengan demikian dalam budidaya kakao dibutuhkan penyuluhan tentang teknologi pemangkasan dan pengendalian hama. Agar teknologi tersebut dapat diadopsi dengan baik oleh petani maka kegiatan penyuluhan harus dilaksanakan dengan menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik petani. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyuluhan tentang budidaya tanaman kakao telah diperoleh petani secara lengkap baik dalam kegiatan SL kakao ataupun dari pembelajaran yang diperoleh sesama petani. Akan tetapi hasil penerapan teknologi pemangkasan dan pengendalian hama belum diterapkan dengan baik oleh petani. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu untuk merencanakan kegiatan penyuluhan yang baik dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik petani.

25

Pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok yang dilakukan kelompoktani Fadhila dalam pengelolaan kebun kakao kelompok sebagai demplot ternyata dapat memberikan proses pembelajaran bagi petani, hal ini terlihat dari penerapan teknologi budidaya kakao di kelompok Fadhila. Kegiatan pembelajaran kelompoktani dengan mengelola kebun kakao kelompok dapat berjalan dengan efektif karena keterlibatan anggota di dalamnya merupakan proses pendidikan yang menyentuh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik petani. Menurut Roger dan Shoemaker (1981), proses adopsi suatu inovasi dalam penyuluhan membutuhkan perubahan proses komunikasi baik pada aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) dan sikap (afekif). Kebutuhan lain yang harus dipenuhi dalam penyuluhan untuk mendukung pengembangan kakao adalah teknologi pengolahan biji. Pengolahan yang dapat dilakukan petani adalah fermentasi biji. Fermentasi selain meningkatkan mutu kakao juga meningkatkan daya tahan penyimpanan. Akan tetapi hasil penelitian menunjukan bahwa petani tidak melakukan fermentasi karena peningkatan mutu kakao melalui fermentasi tidak diikuti dengan peningkatan harga kakao. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompoktani belum mampu memberikan kemudahan akses untuk pemasaran hasil kakao. Posisi tawar petani masih lemah karena petani mengupayakan proses pemasaran secara sendiri-sendiri. Fenomena lain menunjukan bahwa pada kondisi kelembagaan petani yang lemah, tidak mampu mengakses pasar menyebabkan pengolahan yang dilakukan petani tidak memilki posisi tawar. Hal ini pula yang menyebabkan petani tidak tertarik melakukan fermentasi biji kakao. Berkaitan dengan kondisi tersebut maka beberapa rekomendasi dalam kegiatan penyuluhan yang dapat dilakukan adalah pertama memberikan penyuluhan tentang manfaat melakukan fermentasi kakao. Perlu ditekankan bahwa walaupun dari segi harga tidak terdapat perbedaan anatara kakao yang difermentasi dengan yang tidak fermentasi, tetapi dengan daya simpan yang baik pada kakao fermentasi maka petani dapat menyimpan ketika harga kakao sedang rendah; kedua, dari sisi pengembangan kelompoktani perlu diupayakan pengembangan fungsi kelompoktani

26

sebagai unit pengolahan dan pemasaran dan kelompoktani sebagai jasa penunjang yang mampu memberikan akses terhadap lembaga lain termasuk lembaga pemasaran. 2. Budidaya Ternak Sapi Penerapan teknologi pada budidaya ternak sapi diadopsi pada tingkat sedang. Dari tiga komponen teknologi budidaya ternak sapi, komponen yang diaopsi dengan baik adalah pemeliharaan dan perkandangan. Sedangkan komponen bibit dan pemberian pakan pada tingkat adopsi sedang (Tabel 12). Bibit yang digunakan petani pada umumnya adalah sapi turunan luar yakni simental dan persilangan simental. Kondisi ini berlawanan dengan rekomendasi dalam pengembangan sistem integrasi tanaman ternak yang lebih menekankan penggunaan sapi lokal (Fagi et all, 2009). Hal ini menjadi rekomendasi dalam penyuluhan pertanian untuk memberikan materi tentang keunggulan pemanfaatan sapi lokal dalam sistem integrasi. Program Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota tentang pemetaan populsi sapi sesuai daya dukung dan potenasi wilyah, telah menetapkan bahwa jenis sapi yang yang tepat untuk Kecamatan Harau adalah sapi lokal seperti sapi bali dan PO. Oleh sebab itu perlu kerjasama anatar lembaga penyuluhan dengan dinas terkait dalam hal penggunaan jenis sapi yang tepat. Masalah lain dalam peberapan teknologi budidaya ternak adalah pemberian pakan. Pemberian pakan berkaitan dengan pemanfaatan pakan alternatif dalam budidaya ternak sapi. Masalah dalam pemberian pakan adalah masih kurang pemanfaatan limbah kakao sebagai pakan ternak dan kurangnya pemberian kosentrat. Pemanfaatan kulit kakao sebagai pakan ternak masih terkendala dengan kontinuitas produksi kakao. Hal ini membawa konsekuensi bahwa dalam penerapan teknologi sistem integrasi tanaman ternak, keberlanjutan komponen ternak terkait dengan produktifitas tanaman kakao. Dengan demikian harus dilakukan penyuluhan yang mensinergikan penerapan teknologi budidaya kakao dengan budidaya ternak. Disamping itu harus diberikan penyuluhan yang proses pemberian limbah kakao sebagai pakan ternak. Beberapa petani mengatakan bahwa kulit kakao tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan karena tidak disukai ternak. Sehubungan dengan

27

hal tersebut petani harus disuluh mengenai proses pengintroduksian pakan alternatif sebagai pakan ternak. Proese substitusi pakan alternatif dalam ransum konvensional ternak memerlukan proses yang membutuhkan waktu. Secara teori proses tersebut harus melewati proses adaptasi. Pada awalnya pakan konvenasional disubstitusi dengan pakan alternatif dalam jumlah kecil, kemudian secara bertahap dilakukan penambahan umlah substitusi sampai pada batas penggunaan pakan alternatif yang dianjurkan. 3. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil penelitian menujukan bahawa tingkat penerapan teknologi pengolahan limbah dikedua kelompok masih rendah. Tekonologi pengolahan limbah berkaitan dengan proses pengolahan limbah kakao dan limbah ternak. Pengolahan limbah yang telah dilakukan petani masih sederhana belum sampai pada pengolahan dengan fermentasi. Keengganan kelompok melakukan pengolahan limbah disebabkan beberapa alasan: pertama, pengolahan limbiah kakao dan limbah ternak dianggap petani tidak efektif karena memakan waktu cukup lama sehingga mengurangi alokasi waktu untuk pekerjaan pokok. Hal ini disampaikan oleh petani integrasi di kelompok Tunas Harapan. Kedua, tanpa pengolahan dengan fermentasi, limbah kakao dan limbah ternak telah dapat dimanfaatkan. Petani yang menggunakan kakao sebagai pakan dikedua kelompok mengatakan bahwa tanpa melakukan pengolahan dengan mencincang dan memfermentasi kulit kakao, limbah kulit kakao dapat dimanfaatkan untuk pakan. Demikian juga dengan pengolahan limbah ternak sapi. Dikatakan bahwa untuk memanfaatkan limbah ternak cukup dengan mengumpulkan dan menaburkan pada tanaman. Ketiga, pengolahan limbah dengan fermentasi membutuhkan decomposer yang merupakan modal tambahan dalam usaha tani, hal ini juga memberatkan petani. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan kegiatan penyuluhan untuk memberikan alternatif kepada petani bahwa pengolahan limbah akan mudah dilakukan apabila dilakukan secara berkelompok. Dan pengolahan juga akan memberikan nilai ekonomis pada limbah untuk dapat dijual. Hal ini berkaitan dengan memberdayakan fungsi kelompoktani sebagai unit usaha pengolahan limbah. Selain

28

itu perlu diberikan materi penyuluhan tentang dampak pemberian limbah tanpa pengolahan dan memberikan informasi manfaat yang dapat diperoleh bila dilakukan pengolahan limbah. Dan perlu dilakukan uji coba pada skala lokal untuk membiakan decomper dengan teknologi yang dapat diakses petani dengan mudah. Hal ini akan mendorong penemuan dekomposer yang murah dan dapat diperoleh disekitar lingkungan petani. Upaya ini telah dirintis oleh beberapa petani di kelompok Fadhila dengan mencobakan pembiakan dekomposer dengan menggunakan bahan yang terdapat dilingkungn petani. Upaya ini diawali dengan informasi yang mereka dapat dari kegiatan pengabdian masyarakat Politani Unand. Sehubungan dengan hal tersebut, keinginan petani harus didukung dengan pengembangan kegiatan penyuluhan yang mampu memfasilitasi minat belajar dan penelitian yang dilakukan petani. Berdasarkan uraian tentang kebutuhan penyuluhan diatas, dalam hal penerapan teknologi dan pengembangan kelompoktani maka dapat direkomendasikan bahwa dalam penerapan sistem integrasi tanaman ternak dibutuhkan kegiatan penyuluhan dalam penyebaran informasi teknologi dan pembinaan kelembagaan petani. Rangkuman kebutuhan terhadap penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kebutuhan Terhadap Penyuluhan Pertanian dalam Penerapan Sistem Integrasi Tanaman Ternak.Penyebaran Informasi Teknologi 1. Tanaman Kakao: - pemangkasan - Pengemdalian hama dan gulma - Pengolahan (fermentasi) 2. Ternak Sapi - Penggunaan bibit lokal - Pemberian konsentrat - Pemberian pakan alternatif (limbah kakao) 3. Limbah - Pengolahan limbah Kebutuhan Pengembangan Kelembagaan Kelompktani

1. Memfungsikan keltan sebagai wadah belajar: - membuat kebun kakao kelompok dan ternak kelompok sebagai tempat belajar. - menyebarluaskan informasi dalam kelompok mengenai teknologi kakao, sapi dan pengolahan limbah. - Mencari sumber informasi-informasi terkait dengan pengembangan sistem integrasi tanaman terna. 2. Mengelola sistem integrasi secara berkelompok (mengembangakan kerjasama petani): - membuat gudang kompos dan gudang kulit kakao kelompok. - Mengelola sapi dan kakao secara berkelompok, sedangkan kepemilikan sapi dan kakao secara pribadi. - Limbah dikelola dengan sistem pembagian kerja dan gotong royong.

29

melalui fermentasi - Membuat aturan yang jelas tentang pembagian hasil olahan - Pembiakan limbah dan keuntungan dari penjualan limbah. dekomposer untuk 3. Membangun kemampuan kelompok bekerjasama dengan pihak fermentasi limbah lain: - membuat kesepakatan dan komitmen dengan lembaga pasar mengenai kualitas dan jumlah kakao fermentasi yang bisa disediakan kelompok dengan harga yang sesuai. - mengupayakan akses kredit bagi anggota dengan bunga dan cicilan ringan. menyalurkan pemasaran kompos kepada toko saprodi atau petani organik. Sumber: Diolah dari data primer, 2011.

Peran Pemerintah, Swasta dan Petani dalam Penerapan Sistem Integrasi Tanaman Ternak Penerapan sistem integrasi tanaman ternak memerlukan peran berbagai komponen baik pemerintah, petani ataupun sektor swasta. Dalam hal penyuluhan pertanian, telah ditegaskan dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 bahwa terdapat tiga pihak yang dapat mendukung dan menjalankan penyuluhan yakni pemerintah, swdaya petani dan swasta. Dalam penerapan sistem integrasi tanaman ternak ketiga stskeholder tersebut dapat disinergikan perannya berdasarkan kebutuhan penyuluhan dalam penerapan sistem integrasi tanaman ternak dan berdasarkan sifat dan fungsi masing-masing stakeholder. Pada prinsinya pemerintah merupakan penanggungjawab utama dalam penyuluhan pertanian, hal ini berkaian dengan fungsi pemerintah sebagai regulator dan fasilitator pembangunan. Sedangkan pihak swasta dan swadaya petani merupakan mitra pemerintah dalam penyuluhan pertanian. Dalam pengembangan dan penerapan sistem integrasi tanaman ternak dukungan pemerintah dalam kebijakan-kebijakan yang mendukung sistem tersebut sangat diperlukan. Pemerintah perlu mengatur agar dalam pelaksanaan sistem tersebut dapat menguntungkan pelaku utama dan pelaku usaha.Sedangkan pihak swasta merupakan lembaga yang berorientasi keuntungan. Kegiatan penyuluhan ataupun keterlibatan swasta dalam usaha tani adalah bertujuan mencari keuntungan untuk lembaga tersebut. Demikian juga dengan petani, motivasi petani berusaha tani salah satunya adalah orientasi keuntungan.

30

Pada faktanya kegiatan usaha tani yang selama ini berjalan cenderung memposisikan petani pada kondisi yang dirugikan atau penerima margin manfaat yang kecil. Terutama pada usaha tani yang membutuhkan input ekternal dalam jumlah besar, seperti usaha tani padi sawah. Kebutuhan bibit, pupuk dan pestisida dalam jumlah besar sesuai dengan panca usaha tani pada akhirnya memberikan keuntungan yang kecil pada petani yang bergerak di sektor on farm. Keuntungan besar justru diperoleh oleh pihak yang bergerak pada sektor off farm seperti lembaga saprodi, pengolahan dan pemasaran. Dalam sistem integrasi tanaman ternak, kebutuhan petani akan input ekternal ditekan semaksimal mungkin dengan mengoptimalkan input internal yang ada dalam usaha tani tersebut. Kebutuhan pupuk diperoleh dari kompos hasil pengolahan limbah ternak, kebutuhan hijauan (pakan) dapat ditutupi dari pengolahan limbah tanaman. Hal ini membawa konsekuensi peran petani lebih dominan dan mengurangi ketergantungan petani terhadap pihak swasta yang bergerak di sektor off farm. Namun demikian berdasarkan identifikasi kebutuhan sebelumnya terlihat bahwa peran dominan petani tersebut dapat diwujdkan bila petani berkelompok. Berdasarkan identifikasi tentang kebutuhan penyuluhan pertanian diketahui bahwa dalam penerapan sistem itegrasi tanaman ternak masih perlu ditingkatkan pengetahuan dan penerapan petani dalam hal budidaya kakao, sapi dan pengolahan limbah. Disamping itu perlu juga peningkatan dukungan kelompoktani dalam pengembangan sistem integrasi tanaman ternak. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak hanya peran pemerintah yang diperlukan tetapi dibutuhkan juga peran dari pihak swasta dan petani itu sendiri. Secara ringkas pembagaian peran tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

31

Kebutuhan dalam SITT 1.Tanaman Kakao: - pemangkasan - Pengendalian hama dan gulma - Pengolahan (fermentasi kakao) 2. Ternak Sapi - Penggunaan bibit lokal - Pemberian konsentrat - Pemberian pakan alternatif (limbah kakao) 3. Limbah - Pengolahan limbah melalui fermentasi - Pembiakan dekomposer untuk fermentasi limbah 4. Pemberdayaan kelompoktani: - Memfungsikan keltan sebagai wadah belajar - Mengembangkan kerjasama petani - Membangun kemampuan kelompok bekerjasama dengan pihak lain.

Tabel 12. Pembagian Peran dalam Mendukung Penerapan Sistem Integrasi Tanaman TernakPemerintah 1. Menyusun program penyuluhan terkait dengan identifikasi masalah dalam teknologi SITT (teknologi kakao, sapi, limbah) kelompok. 2. Membuat program penyuluhan dalam hal pemberdayaan kelompok. 3. Membuat mekanisme koordinasi yang jelas antara lembaga penyuluhan dengan dinas lingkup pertanian dalam pelaksanaan penyuluhan tentang kakao, ternak sapi dan pengolahan limbah 4. Membuat aturan tentang mekanisme pasar yang menguntungkan petani dan pedagang secara adil. 5. Mendorong keterlibatan lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam pengembangan SITT. 6. Mengatur penyaluran kredit dari lembaga keuangan swasta pada petani dengan bunga rendah dan syarat yang mudah. Sumber: diolah dari data primer, 2011. 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Peran Petani Swasta Membuat kebun 1. memberikan dan kandang ternak insentif (berupa kelompok sebagai harga beli yang tempat belajar. wajar) bagi petani Menyebarluaskan yang informasi antar memproduksi sesama petani kakao sesuai mengenai teknologi standar pasar. SITT. 2. Bekerjasama Mengelola SITT dengan petani secara dalam pemasaran berkelompok, hasil pengolahan sedangkan limbah kakao dan kepemilikan sapi limbah ternak. dan kakao secara 3. Menyediakan pribadi.Limbah kredit bagi petani dikelola dengan dengan bunga berkelompok. ringan dan Kelompok membuat persyaratan yang perjanjian dengan mudah. lembaga pemasaran dalam pemasaran biji kakao, ternak sapi dan hasil olahan limbah. Kelompok mengkordinir pemasaran biji kakao, olahan limbah dan ternak anggota. mengupayakan akses kredit bagi anggota dengan bunga dan cicilan ringan. Melakukan penelitian yang dapat mendukung SITT.

32

KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan sistem integrasi tanaman ternak dan kebutuhan penyuluhan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan teknologi berbagai komponen sistem integrasi menunjukan hasil yang bervariasi. Adopsi teknologi yang cenderung baik adalah pada teknologi budidaya tanaman dan ternak, sedangkan adopsi teknologi pengolahan limbah masih rendah. Hal ini mengindikasikan sistem integrasi yang diterapkan belum mampu secara maksimal memanfaatkan limbah tanaman dan limbah ternak sebagai sumber input internal dalam usaha tani. 2. Dalam penerapan sistem integrasi tanaman ternak keberadaan kelompoktani secara umum baru difungsikan sebagai wadah pembelajaran. Fungsi kelompoktani sebagai media kerjasama, pengembangan unit usaha dan penunjang akses terhadap lembaga lain masih lemah. 3. Penerapan sistem integrasi tanaman ternak membutuhkan penyuluhan pertanian dalam hal transfer teknologi budidaya tanaman berkaitan dengan pemangkasan dan pengendalian hama Dalam teknologi budidaya ternak berkaitan dengan penggunaan bibit dan pemberian pakan Sedangkan dalam pengolahan limbah berkaitan dengan pengolahan limbah dengan proses fermentasi. Selain itu juga dibutuhkan pengembangan kelompoktani agar dapat menjalankan fungsi kerjasama, unit usaha dan penunjang akses terhadap lembaga lain. Berdasarkan uraian hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut 1) Penerapan sistem integrasi tanaman ternak akan berhasil meningkatkan pendapatan petani apabila teknologi diterapkan dengan baik dan dikelola dalam bentuk kelompok. Oleh karena itu diperlukan dukungan kelompoktani dengan mengoptimalkan fungsi-fungsi yang dijalankan kelompok; 2) Penerapan sistem integrasi tanaman ternak memerlukan penyuluhan pertanian yang sistematis mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

33

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Asnawi, Sjofjan. 1999. Perkembangan Pemikiran Pembangunan Wilayah Pedesaan. PSI-SDLAP Universitas Andalas. Padang. Atmojo, W, Suntoro. 2007. Pertanian Organik, Integrasi ternak dan tanaman. Solo Pos Edisi Rabu 7 Maret 2007. Solo. Edisi online diakses tanggal 5 November 2010. Badan SDM Pertanian. 2009. Kelembagaan Petani. Modul Diklat Dasar Umum Ahli Bagi Penyuluh Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Ban, A.W. dan H.S Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius. YogyakartaBasri, Elma. 2006. Pemanfaatan Limbah Tanaman dalam Sistem Integrasi Kambing dan Kakao di Propinsi Lampung. Prosiding Seminar nasional Penelitian dan pengkajian Teknologi. Palembang 2006. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta Ben A, Firdaus. 2006 . Peningkatan Produktivitas Tanaman Kakao dengan integrasi Kambing PE. Prosiding Semrnar N'asional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Palembang. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. BPS. 2009. Lima Puluh Kota dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota. Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Lima Puluh Kota. 2010.Programa Penyuluhan Kabupaten Lima Puluh Kota. Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Harau. 2010. Programa Penyuluhan Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Burhansyah, Rusli. 2006. Model Pengembangan Sistem Integrasi Jagung Sapi pada Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-sapi. Butt, H.W. 1961. Principles and Philosophy of Extention. In Kammath (ed) Extention Education in Community Development. Irectorate of Extention Ministry of Food ang Agriculture Government of India. New Delhi. Daniel, Moehar. Darmawati. Nieldalina. 2005. PRA Partisipatory Rural Appraisal. Bumi Aksara. Jakarta. Departemen Pertanian, 2007. Pedoman Penumbuhan, Pengembangan dan Gabungan Kelompoktani, Peraturan Menteri Pertanian Nomor:273?Kpts?OT.160/4/2007 Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging. Direktorat Jenderal Peternakan. Kementrian Pertanian. Jakarta. Djayanegara, Andi. 2005. Pembentukan Jejaring Komunikasi Sistem Integrasi SawitSapi. Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kepala Sawit-Sapi. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian.

34

Diwyanto, K., B.R. Prawirasiputra dan D. Lubis. 2004. Integrasi Tanaman Ternak dalam Pengembangan Agribisnis Berdayasaing, Berkelanjutan dan Berkerakyatan. Wartazoa 12 (1) : 1-8. Fagi,A,M,. Subandrio, Rusastra, Wayan.2009. Sistem Integrasai Ternak Tanaman: Sapi-Sawit-Kakao Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Faisal, Sanapiah. 2008. Format-Fornat Penelitian Sosial. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Food Agriculture Organisation.2001. A Review of Traditinal Technologies based on Literature and Field Experience. Production and Health Papers. Hanafi. Seharsono, Supriadi. 2004. Sikap Petani Terhadap inovasi Crop Livestock System di Lahan kering Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Haryanto Budi, I Inounu., Artsana. B dan K. Diwyanto,2002. Panduan teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Ibrahim,M. Tatang.,Dwi P.W., Gonrrom,C.K,. 2006. Ketersediaan teknologi Spesifik Lokasi Dalam Mendukung Pengembangan Sistem integrasi Jagung dan Sapi. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Intengrasi Jagung Sapi. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Indraningsih, Y. Sani, R. Widiastuti dan E. Masbulan. 2004. Pemanfaatan Limbah Pertanian Organik untuk Meningkatkan Kualitas Produk Pertanian terpadu. Prosiding Seminar nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar 2022 Juli 2004. Puslitbangnak. Jayadinata, Johara dan Pramandika. 2006. Pembangunan Desa dalam Perencanaan. Penerbit ITB. Bandung. Kariyasa, Ketut. 2005. Siatem Integrasi Tanman Ternak dalam Reorientasi Kebijakan Pupuk. Prosding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak.Pusat Litbang Peternkan. Kartasaputra. 1987. Teknologi Penyuluhan Pertanian. PT Bina Aksara. Jakarta. Leagans, J. P. 1961. Extention Education in Community Developmen. In Kammath (ed) Malik, Djamaludin. 2006. Mekanisme Perbaikan Untuk Kredit Pertanian dalam Mendukung Pengembangan Sistem integrasi Jagung dan Sapi. Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung Sapi. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Mardikanto, Totok. 1991. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Penerbit Sebelas Maret. Solo. Mariyono dan Khrisna, 2009. Pemanfaatan dan Keterbatasan Hasil Ikutan Peranian Serta Strategi Pemberian Pakan Berbasis Limbah pertanian untuk Sapi.Extention Education in Community Development. Irectorate of Extention Ministry of Food ang Agriculture Government of India. New Delhi.

35

Wartazoa Volume 19 No 1 Tahun 2009. Pusat Pengembangan dan Penelitian Peternakan Mosher, AT. 1965. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Munier.F.F. et al. 2006. Laporan Hasil Pengkajian Pengembangan Sistem Usaha Tani Terpadu Berbasis Kakao di Lahan Kering di Kabupaten Donggala Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Petani. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Nagari Taram. 2010. Programa Penyuluhan Nagari Taram Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Nagari Batu Balang. 2010. Programa Penyuluhan Nagari Batu Balang Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Nuraini. Mahata. E. Maria. ____. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Ternak di Daerah sentra Kakao Padang Pariaman. Pasandaran, Effendi. Djayanegara, Andi. Kariyasa, Ketut. Kasryno. Faisal.2006. Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Prawiradiputra dan Partohardjono. 1989. Rice based foot-forage crop Production in Indonesia. Report of Asian Rice Farming System Working Group Prawiradiputra, Bambang R. 2009. Masih Adakah Peluang Pengembangan Integrasi Tanaman dengan Ternak di Indonesia. Wartazoa Vol 19 No 3 Tahun 2009. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Priyanti, Atien.2007. Dampak Program Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Terhadap Alokasi Waktu Kerja, Pendapatn Petani dan Pengeluaran Rumah Tangga. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institu Pertanian Bogor. Reijntjeas, Coen., Haverkort, Bertus., Bayer,W,Ann. 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar Untu Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Rogers dan Shoemker, 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide baru. Penerbit Usaha Baru. Surabaya. Rustiadi, Ernan, Saefulharkim, Panaju. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Salamet, Margono. 2001. Menata Sistem Penyuluhan Pertanian di Ea Otonomi Darah diakses pada tanggal 29 April 2009 Santosa, Pudji. Muhariyanto, Anang. dan Irianto, Bambang. 2005. Kajian Adopsi dan Dampak Teknologi Sistem Usaha Pertanian Padi-Udang Windu di Lahan Sawah Tambak Kabupaten Lamongan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.2, Juli 2005 : 207-21. Sanusi, Umung Anwar. 2006. Membangun Pertanian Lewat Penyuluhan. Seri online: http://www.pks.or.id/v2/?op=isi&id=868 . Diakses tanggal 5 April 2010 Sembiring dan Wasito. 2004. Peluang Sistem Integrasi Padi Ternak dalam Pemberdayaan Kelompok Tani untuk Meningkatkan Kualitas Lahan dan Pendapatan Petani di sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Sistemhttp://www.google.co.id/search?q=prinsip+penyuluhan+pertanian&hl=id&start=10&sa=N .

36

Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Suryana. 2008. Peluang Pengembangan Mode Integrasi Sapi dengan Perkebunn Kelapa Sawit Melalui Kemitraan. Prosding seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya Sebagi Pakan Ternak. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Wawo, Baharuddin. 2008. Mengolah Limbah Kulit Buah Kakao Menjadi Bahan Pakan Ternak. Yin, Robert. 2000. Studi Kasus. Desain dan Metode. PT Raja Grafindo Persada. Jakrta. Yusran, Ali, Muhamad dan Sholeh, Muhamad. 2004. Pemacuan Usahatani Terpadu Padi-Sapi Potong Induk Secara Swadaya Pada Usaha Pertanian Rakyat di Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Pusat Penelitian Pengembangan Peternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Sumber lain: Undang- Undang Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 273 tahun 2007 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelomoktani dan Gabungan Kelompktani.