artikelDEB288149FBAA98C9CB27EB18035D95A

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    PENGARUH MANAJEMEN STRES TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA NARAPIDANA

    DI LPW MALANG

    Rizky Dianita Segarahayu ([email protected])

    Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang

    ABSTRAK

    Lembaga Pemasyarakatan merupakan sebuah tempat dimana ruang gerak narapidana dibatasi dan mereka terisolasi dari masyarakat. Keadaan terbatasi dan terisolasi dapat menjadi stressor yang menyebabkan stres pada narapidana. Namun stres dapat ditangani, melalui manajemen stres individu dapat mengelola stres yang dimiliki sehingga dampak dari stres tersebut dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen stres untuk menurunkan tingkat stres narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah The One-Group Pretest-Posstest Design. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala stres. Subyek penelitian ini adalah narapidana wanita dengan rentang usia 20-30 tahun dengan total subyek 4 orang dengan kriteria: memiliki skor stres tinggi, narapidana baru pertama kali masuk penjara, dan telah menjalani masa tahanan min. 1 tahun, dimana subyek penelitian diberi treatment berupa manajemen stres selama 5 kali dengan teknik relaksasi dan affirmasi positif selama kurang lebih 2 jam. Analisis yang digunakan adalah uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan pemberian manajemen stres terhadap penurunan stres (diperoleh Asymp.Sign sebesar 0.068 dimana 0,068 > 0,05 = tidak signifikan). Kekurangan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengontrol waktu pemberian treatmen dan peneliti tidak dapat mengontrol subjek yang dropout. Kata kunci : Stres, Manajemen Stres, Narapidana Wanita

    ABSTRACT

    Prison is a place which inmates space is limited and they are isolated from society. Limited and isolated circumstances can be a stressor that causes stress on the inmates. But, stress can be handled in several ways, through stress management, someone can manage the stress so that the effects of stress can be minimized. This study aimed to determine the effect of stress management to reduce stress levels the female inmates in LPW Class IIA Malang. The research design in this study is used experimental. The study design was used The One-Group Pretest-Posstest Design. Data collection tool in this study is used the stress scale. The study subjects were female inmates with an age range of 20-30 years with total of 4 subjects with criteria: has high stress score, first-time inmates in prison, and has a period of detention min. 1 year, in which subjects were given treatment in the form of stress management for 5 times with relaxation techniques and positive affirmations for about 2 hours. The analysis was used Wilcoxon test. The results showed no significant effect of the provision of stress management stress reduction (Asymp.Sign obtained at 0.068 where 0.068> 0.05 = not significant). Deficiencies in this study are the researcher wasnt able to control the timing of treatments and researcher can not control subject dropout. Key word : stress, stress management, female inmate

  • 2

    Pada zaman modern sekarang ini hampir semua orang dalam hidupnya pernah

    mengalami stres. Stres dalam bentuk apa pun adalah bagian dari kehidupan sehari-hari.

    Apabila individu tersebut kurang mampu mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan-tuntutan

    atau masalah-masalah yang muncul, maka individu tersebut akan cenderung mengalami stres.

    Secara umum, stres terjadi jika individu dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan

    sebagai ancaman kesehatan fisik atau psikologis. Keadaan atau peristiwa yang menyebabkan

    stres disebut stresor (Manktelow, 2007) dan reaksi individu terhadap peristiwa yang

    menyebabkan stres disebut respon stres.

    Stres menurut Sarafino (Hardjana, 1993) adalah sebagai suatu keadaan yang

    dihasilkan ketika individu dan lingkungan bertransaksi, baik nyata atau tidak nyata, antara

    tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis,

    psikologis, atau psikososial. Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi

    kemampuan individu untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak mampu

    memenuhituntutan kebutuhan, maka akan merasakan suatu kondisi ketegangan dalam

    dirinya. Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian, akan berkembang

    menjadi stres.

    Perubahan kehidupan tersebut merupakan perubahan yang banyak dialami oleh

    seorang narapidana. Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan) sebelumnya merupakan

    bagian dari kehidupan bermasyarakat yang tidak mempunyai keinginan untuk menjadi

    seorang narapidana. Namun, karena suatu keadaan atau sesuatu hal, mengakibatkan

    seseorang menjadi narapidana dan masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan. Narapidana

    adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan

    (Prayitno, 2009: 105).

    Ketika harus tinggal di Lembaga Pemasyarakatan, ruang gerak narapidana dibatasi

    dan mereka terisolasi dari masyarakat. Keadaan terbatasi dan terisolasi dapat menjadi stressor

    yang menyebabkan stres pada narapidana. Bahkan menjadi narapidana itu sendiri merupakan

    stresor yang berat dalam kehidupan pelakunya. Perasaan sedih pada narapidana setelah

    menerima hukuman serta berbagai hal lainnya seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan,

    perasaan malu, sangsi ekonomi dan sosial serta kehidupan dalam penjara yang penuh dengan

    tekanan psikologis dapat memperburuk dan mengintensifkan stressor sebelumnya.

    Stres memang sudah menjadi bagian dari kehidupan yang tidak bisa dilepaskan dari

    kehidupan seseorang, apalagi bagi mereka yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan.

    Menjalani kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu perubahan kehidupan yang

    bersifat ekstrim. Dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan diatas, apabila stres pada

  • 3

    narapidana tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat menyebabkan beberapa hal yang

    mengancam bagi diri narapidana sendiri maupun lembaga pemasyarakatan. Menurut Lazarus

    (1984) apabila stres tidak ditangani dan dikelola dengan baik, maka akan memberikan efek

    jangka lama akan berdampak pada timbulnya penyakit, gangguan somatik, gangguan

    kesehatan, dan gangguan fungsi sosial.

    Hal ini mengarah pada pentingnya dilakukan sebuah intervensi untuk mengelola dan

    menangani stres, sehingga setidaknya kondisi penuh stres pada narapidana dapat berkurang.

    Manajemen stres adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres

    dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola

    stres, sehingga orang lebih baik dalam menangani stres dalam kehidupan (Schafer, 2000: 18).

    Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manajemen stres terhadap

    penurunan tingkat stres pada narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang dengan hipotesis

    penelitian ada pengaruh pemberian manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada

    narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang.

    Tinjauan Stres

    Sarafino (Hardjana, 1993) mengatakan bahwa stres sebagai suatu keadaan yang

    dihasilkan ketika individu dan lingkungan (bertransaksi), baik nyata atau tidak nyata, antara

    tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis,

    psikologis, atau psikososial. Taylor (2003) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman

    emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang

    ditujukan pada arah perubahan peristiwa penuh stres atau memberikan efek perubahan.

    Menurut Taylor (2003), stressor merupakan peristiwa yang menyebabkan stres.

    Sebuah penelitian tentang stresor telah membantu mendefinisikan beberapa kondisi yang

    lebih banyak memproduksi stres daripada yang lainnya, tetapi jika hanya memfokuskan pada

    peristiwa penuh stres tidak dapat secara penuh menjelaskan pengalaman stres. Karena tiap-

    tiap pengalaman penuh stres antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Individu juga

    bervariasi dalam merespon stres. Menurut Taylor (2003), respon terhadap stres

    dimanifestasikan dan melibatkan perubahan fisiologis, reaksi kognitif, reaksi emosional, dan

    respon perilaku. Respon-respon stres ini menimbulkan kemungkinan dari variasi tanda-tanda

    terjadinya stres, yang mana dapat diukur sebagai usaha untuk mengetahui secara langsung

    derajat stres seseorang.

    Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa stres merupakan keadaan

    yang dihasilkan ketika individu dengan lingkungan bertransaksi, dimana keadaan tersebut

    dinilai oleh seseorang sebagai beban atau sesuatu yang melebihi kemampuannya dan

  • 4

    membahayakan bagi kesehatannya, sehingga memberikan dampak pada fisiologis, emosional,

    kognitif, dan perilaku. Pendapat Taylor (2003) dan juga disebutkan oleh Davis dan Nelson

    dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda atau gejala stres pada umumnya dapat dikelompokkan

    sebagai berikut di bawah ini ( Agoes, dkk., 2003:40):

    a. Aspek Emosional (Perasaan). Meliputi: merasa cemas (feeling anxious), merasa ketakutan

    (feeling scared), merasa mudah marah (feeling irratable), merasa suka murung (feeling

    moody), dan merasa tidak mampu menanggulangi (feeling of inability to cope)

    b. Aspek Kognitif (Pikiran) . Meliputi: Penghargaan atas diri rendah (low self esteem), takut

    gagal (fear failure), tidak mampu berkonsentrasi (inability to concentrate), mudah

    bertindak memalukan (embarrassing easily), khawatir akan masa depannya (worrying

    about the future), Mudah lupa (forgetfulness), dan emosi tidak stabil (emotional

    instability)

    c. Aspek perilaku sosial. Meliputi: Jika berbicara gagap atau gugup dan kesukaran bicara

    lainnya (stuttering and other speech difficulties), enggan bekerja sama (uncooperative

    activities), tidak mampu rileks (inability to relax), menangis tanpa alasan yang jelas

    (crying for no apparent reason), bertindak impulsif atau bertindak sesuka hati (acting

    impulsively), mudah kaget atau terkejut (startling easily), menggertakkan gigi (grinding

    teeth), frekuensi merokok meningkat (increasing smoking), penggunaan obat-obatan dan

    alkohol meningkat (increasing use of drugs and alcohol), mudah celaka (being accident

    prone), dan kehilangan nafsu makan atau selera makan berlebihan (losing appetite or

    overeating)

    d. Aspek fisiologis. Meliputi: Berkeringat (perspiration/sweaty), detak jantung meningkat

    (increased heart beat), menggigil atau gemetaran (trembling), gelisah atau gugup

    (nervous), mulut dan kerongkongan kering (dryness of throat and mouth), mudah letih

    (tiring easily), sering buang air kencing (urinating frequently), mempunyai masalah

    dengan tidur (sleeping problems), diare/ ketidaksanggupan mencerna/ muntah (diarrhea/

    indigestion/ vomiting), perut melilit atau sembelit (coil arround in stomach), sakit kepala

    (headaches), tekanan darah tinggi (high blood preasure), dan sakit pada leher dan atau

    punggung bawah (pain in the neck and or lower back).

    Tinjauan Manajemen Stres

    Respon koping individu sering terjadi secara spontan, yang mana, individu melakukan

    apapun secara alami pada diri mereka dan apa yang telah dikerjakan sebelumnya. Tetapi

    seringkali usaha-usaha itu tidak cukup. Stresor bisa jadi lebih kronis, atau lebih elusif

    sehingga menyebabkan usaha individu itu sendiri tidak berhasil untuk menurunkan stres.

  • 5

    Karena individu dengan jelas kesulitan mengatur stres dengan dirinya sendiri, sehingga ahli

    psikologi kesehatan mengembangkan teknik yang disebut manajemen stres yang dapat

    diajarkan (Taylor, 2003). Manajemen stress adalah suatu program untuk melakukan

    pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan

    mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress

    dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stress itu sendiri (Schafer, 2000: 18). Manajemen

    stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif

    dan efektif (Margiati, 1999: 76). Memanajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara

    berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan sangat mungkin dalam lingkungan individu

    masing-masing (Margiati, 1999: 76).

    Manajemen stres menurut Taylor (2003) meliputi 3 tahap , yaitu:

    a. Tahap pertama, partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana mengidentifikasi

    stresor dalam kehidupan mereka sendiri.

    b. Tahap kedua, mereka memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk mengatasi

    (koping) stres.

    c. Tahap terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres mereka yang

    ditargetkan situasi penuh stres mereka dan memonitor efektivitas teknik itu.

    Dalam melakukan manajemen stres terdapat beberapa cara yang digunakan untuk

    dapat mengelola stres. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

    mengelola stres (dalam Wade dan Tavris, 2007: 302-310).

    a) Strategi Fisik

    Cara yang paling cepat untuk mengatasi tekanan fisiologis dari stres adalah dengan

    menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui meditasi atau relaksasi.

    Menurut Scheufele, relaksasi progresif adalah belajar untuk secara bergantian menekan dan

    membuat otot-otot menjadi santai, juga menurunkan tekanan darah dan hormon stres (Wade

    dan Tavris, 2007:302).

    b) Strategi Emosional

    Merupakan suatu strategi yang berfokus pada emosi yang muncul akibat masalah

    yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303).

    Beberapa waktu setelah bencana atau tragedi adalah hal yang wajar bagi individu yang

    mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut. Pada tahap ini, orang sering kali

    butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus-menerus agar dapat menerima,

    memahami, dan memutuskan akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai

    (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303). Emotion focused coping adalah sebuah strategi koping

  • 6

    stres yang lebih menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan

    ketika menghadapi masalah atau tekanan, mengalihkan perhatian dari masalah (dalam Tanti,

    2007).

    c) Strategi Kognitif

    Dalam strategi kognitif yang dapat dilakukan adalah menilai kembali suatu masalah

    dengan positif (positive reappraisal problem). Strategi positive reappraisal yaitu merupakan

    usaha kognitif untuk menganalisa dan merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara yang

    positif sambil terus melakukan penerimaan terhadap realitas situasi (dalam Solichatun, 2011).

    Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa appraisal merupakan reaksi

    terhadap stres sangat tergantung pada bagaimana individu itu menafsirkan atau menilai

    (secara sadar atau tidak sadar) arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang dirinya.

    Masalah dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah menjadi keuntungan

    yang tidak terduga. Selain itu teknik lain yang dapat digunakan untuk mengubah kognitif

    adalah dnegan affirmasi positif. Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan sederhana

    untuk mempengaruhi pikiran bawah sadar seseorang (Fyrzha, 2011). Afirmasi adalah

    sejumlah kalimat yang positif disusun baik itu hanya sebatas pikiran, atau dituangkan

    kedalam tulisan, diucapkan dengan cara berulang-ulang (Nazmy, 2012). Afirmasi ini berupa

    pernyataan pendek dan sederhana yang disampaikan terus menerus dan berulang-ulang

    kepada diri sendiri. Pada saat melakukan afirmasi, sesungguhnya seseorang sedang

    mempengaruhi keadaan pikiran bawah sadar. Afirmasi harus bersifat positif dan diwujudkan

    dengan kata-kata yang singkat.

    d) Strategi Sosial

    Dalam strategi sosial seorang individu untuk menurunkan stres dapat melakukan hal

    berikut ini, seperti mencari kelompok dukungan. Kelompok dukugan (support group)

    terutama sangat membantu, karena semua orang dalam kelompok pernah mengalami hal yang

    sama dan memahami apa yang dirasakan. Kelompok dukungan dapat memperlihatkan

    kepedulian dan kasih sayang. Mereka dapat membantu seseorang menilai suatu masalah dan

    merencanakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Mereka merupakan sumber

    kelekatan dan hubungan yang dibutuhkan oleh setiap orang sepanjang hidup. Memiliki teman

    adalah hal yang menyenangkan dan hal ini bahkan dapat meningkatkan kesehatan seseorang.

    Teknik-teknik mengelola stres yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

    menggunakan teknik relaksasi dan teknik affirmasi positif, yangmana teknik relaksasi untuk

    mengurangi ketegangan fisik yang berdampak pada perilaku dan teknik affirmasi positif

    untuk menetralkan pikiran dan emosi-emosi negatif menjadi lebih netral dan positif.

  • 7

    Berdasarkan thesis dari penelitian Essha Paulina Kristanti, 2012 (tidak

    dipublikasikan) dalam judul Pengaruh Manajemen Stres terhadap Stres dan Tekanan Darah

    pada Pasien Hipertensi, menunjukkan bahwa ada pengaruh pelatihan manajemen stres yang

    signifikan terhadap skor stres pada pasien hipertensi di Puskesmas Ardimulyo.

    Penelitian tentang penurunan stres juga dilakukan oleh Fajar Binatoro dengan penelitian

    Efektivitas Hydrotherapy dalam Mengurangi Stres, menunjukkan bahwa ada pengaruh

    hydrotherapy dalam mengurangi tingkat stres. Dari data-data diatas menunjukkan bahwa stres

    dapat dikelola dan diminimalisir. Sehingga data diatas menunjang untuk adanya pengaruh

    manajemen stres terhadap penurunan stres pada narapidana wanita di Lembaga

    Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang.

    METODE

    Partisipan dan Desain Penelitian

    Subjek dalam penelitian ini adalah 4 narapidana wanita dengan usia dewasa awal

    (20-30 tahun) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Malang, dengan karakteristik sebagai

    berikut: Narapidana wanita di lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Malang yang baru pertama

    kali masuk penjara dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, narapidana yang telah

    menjalani masa hukuman minimal 1 tahun, mengalami stres pada tingkat tinggi yang diukur

    berdasarkan skala stres, memiliki usia dengan rentangan 20-30 tahun. , dan narapidana yang

    sudah memiliki pasangan. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive.

    Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif

    yang menggunakan jenis rancangan penelitian eksperimen. Desain penelitian yang digunakan

    adalah The One-Group Pretest-Posttest Design. Penggunaan metode ini adalah untuk

    mendeskripsikan secara rinci bagaimana pengaruh pemberian manajemen stres terhadap

    penurunan stres narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang.

    Alat Ukur dan Prosedur Penelitian

    Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 1 skala sebagai

    berikut :

    Skala stres yang disusun berdasarkan teori stres Taylor (2003) dalam bentuk skala likert yang

    terdiri dari 37 aitem valid dan reliabilitas sebesar 0,888.

    Contoh :

  • No. Pernyataan

    18 Masa depan saya akan baik

    19 Saya merasa sudah gagal ketika saya

    divonis masuk penjara

    Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tahap Persiapan

    Tahapan persiapan dalam penelitian ini terdiri dari melakukan analisis kebutuhan,

    penyusunan instrumen penelitian, pemilihan subjek penelitian, penyusunan panduan

    manajemen stres, dan pengurusan surat izin penelitian.

    Tahap Pelaksanaan

    Pada tahap pelaksanaan meliputi tahap eksperimen itu sendiri berupa pemberian

    treatmen pelatihan manajemen stres oleh trainer ahli dengan pedoman buku panduan yang

    telah divalidasi. Berikut ini adalah bagan pemberian treatmen dalam penelitian ini.

    Bagan 1.0 Bagan pemberian treatmen

    HASIL

    Secara deskriptif narapidana wanita yang memiliki skor stres sangat tinggi sebesar 6,25%,

    tinggi sebesar 25%, sedang 37,5%, rendah 25%, dan sangat rendah 6,25%.

    Hasil uji wilcoxon menunjukan sig 2

    signifikan pemberian manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana

    wanita di LPW Kelas IIA Malang.

    Test Statisticsb

    posttest

    Z

    Asymp. Sig. (2-tailed)

    a. Based on positive ranks.

    b. Wilcoxon Signed Ranks Test

    nyataan TS JS S

    Masa depan saya akan baik-baik saja

    Saya merasa sudah gagal ketika saya

    divonis masuk penjara

    Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tahapan persiapan dalam penelitian ini terdiri dari melakukan analisis kebutuhan,

    penyusunan instrumen penelitian, pemilihan subjek penelitian, penyusunan panduan

    manajemen stres, dan pengurusan surat izin penelitian.

    naan meliputi tahap eksperimen itu sendiri berupa pemberian

    treatmen pelatihan manajemen stres oleh trainer ahli dengan pedoman buku panduan yang

    telah divalidasi. Berikut ini adalah bagan pemberian treatmen dalam penelitian ini.

    pemberian treatmen

    eskriptif narapidana wanita yang memiliki skor stres sangat tinggi sebesar 6,25%,

    tinggi sebesar 25%, sedang 37,5%, rendah 25%, dan sangat rendah 6,25%.

    Hasil uji wilcoxon menunjukan sig 2-tailed (0,068) > (0,05) jadi tidak ada pengaruh yang

    signifikan pemberian manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana

    wanita di LPW Kelas IIA Malang.

    pretest

    -1.826a

    .068

    8

    SS

    Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Tahapan persiapan dalam penelitian ini terdiri dari melakukan analisis kebutuhan,

    penyusunan instrumen penelitian, pemilihan subjek penelitian, penyusunan panduan

    naan meliputi tahap eksperimen itu sendiri berupa pemberian

    treatmen pelatihan manajemen stres oleh trainer ahli dengan pedoman buku panduan yang

    telah divalidasi. Berikut ini adalah bagan pemberian treatmen dalam penelitian ini.

    eskriptif narapidana wanita yang memiliki skor stres sangat tinggi sebesar 6,25%,

    tinggi sebesar 25%, sedang 37,5%, rendah 25%, dan sangat rendah 6,25%.

    tidak ada pengaruh yang

    signifikan pemberian manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana

  • 9

    Test Statisticsb

    posttest pretest

    Z -1.826a

    Asymp. Sig. (2-tailed) .068

    a. Based on positive ranks.

    Tabel 0.1 Tabel Signifikansi hasil uji wolcoxon

    Variabel Z 2-tailed Keterangan Kesimpulan

    Tingkat stres

    manajemen stres

    - 1.826 0,068 Asymp. Sign >

    0,05

    Tidak signifikan

    DISKUSI

    Berdasarkan hasil analisis uji wilcoxon bahwa manajemen stres tidak memberi

    pengaruh yang signifikan dalam menurunkan tingkat stres subjek penelitian. Namun jika

    dilihat dari skor kriteria, subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 tetap mengalami

    penurunan tingkat stres. Pada subjek 1, subjek 2, dan subjek 4 mengalami penurunan dari

    tingkat stres tinggi hingga tingkat stres sedang, sedangkan subjek 3 mengalami penurunan

    dari tingkat stres dari tinggi ke sangat rendah. Secara keseluruhan pemberian manajemen

    stres terhadap penurunan stres wanita di lembaga pemasyarakatan wanita tidak memiliki

    pengaruh yang signifikan untuk menurunkan stres yang dialami narapidana.

    Menurut Taylor (2003) yang menyebabkan usaha individu tidak berhasil menurunkan

    stres secara signifikan, karena stressor menjadi lebih kronis atau lebih elusif. Menurut

    Lazarus & Folkman (1984) coping focused on emotional pada situasi-situasi tertentu yang

    dianggap sebagai situasi sulit, bisa jadi tidak dapat merubah pikiran.

    Selain itu menurut Lazarus & Folkman (1984) dan Taylor (2003) kemampuan coping

    tiap individu satu dengan individu lain berbeda satu dengan yang lain. Ada kemungkinan

    subjek 1, 2, dan 4 memiliki kemampuan coping yang kurang baik dan subjek 3 memiliki

    kemampuan coping yang cukup baik. Selain itu pengalaman penuh stres antara satu orang

    dengan orang lain berbeda-beda. Hal itu kemungkinan yang menyebabkan antara subjek satu

    dengan subjek yang lain memiliki penurunan stres yang berbeda.

    Stressor antara individu satu dengan individu yang lain juga memiliki perbedaan.

    Subjek 1, 2 masih memiliki masa tahanan 2 tahun lagi, subjek 4 memiliki masa tahanan

    kurang lebih 1,5 tahun. Sedangkan subjek 4 memiliki masa tahanan kurang dari 9 bulan.

  • 10

    Masa tahanan yang masih lama dapat saja menjadi sumber stressor subjek. Subjek 1 memiliki

    masalah dengan pasangan karena pasangan meninggalkan subjek dengan wanita pilihan

    keluarga. Subjek 2 memiliki masalah karena baru saja ditinggalkan oleh suami yang

    meninggal dan selalu khawatir dengan keadaan anaknya. Subjek 3 merasa bersalah dengan

    orang tua dan sangat merindukan keluarganya. Subjek 4 memiliki masalah karena lebih dari

    tiga bulan tidak mendapat kunjungan baik dari sanak keluarganya maupun teman-temannya.

    Ketika suatu stressor menjadi sangat berat, ada kemungkinan usaha penurunan stres menjadi

    kurang signifikan memiliki pengaruh. Selain itu ada kemungkinan, ketika suatu stressor

    tersebut telah diturunkan, mungkin saja hanya memiliki efek turun setelah diberikan treatmen

    teknik afirmasi positif dan teknik relaksasi, namun ketika seorang narapidana kembali

    kedalam blok dapat saja stressor tersebut muncul kembali.

    Manajemen stres ini dapat saja menjadi tidak memiliki pengaruh yang signifikan

    karena dalam penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan penelitian. Berikut ini

    adalah keterbatasan dan kekurangan penelitian:

    Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat stres menggunakan indikator gejala-gejala

    stres, kemungkinan skala akan lebih baik jika dikembangkan berdasarkan indikator stressor

    stres. Dengan skala yang dikembangkan berdasarkan stressor yang dimiliki, kemungkinan

    pengukuran akan menjadi lebih tepat.

    Dalam deskriptor pada indikator perilaku skala stres yang dikembangkan peneliti,

    melibatkan beberapa deskriptor aitem frekuensi merokok meningkat dan penggunaan obat-

    obatan dan alkohol meningkat. Deskriptor aitem tersebut lebih baik dihilangkan, karena

    tidak semua subjek penelitian merokok dan mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol.

    Treatmen yang diberikan adalah treatmen yang baru dikembangkan oleh peneliti, meskipun

    treatmen telah divalidasi oleh 4 orang psikolog, namun ada kemungkinan treatmen tersebut

    masih memiliki banyak kekurangan, seperti adanya dua teknik yang digunakan dalam

    manajemen stres yangmana dapat saja kedua teknik tersebut saling mempengaruhi satu

    dengan yang lain, sehingga keefektifannya dalam menurunkan stres menjadi berkurang.

    Saat pemberian treatmen manajemen stres peneliti tidak dapat mengontrol waktu

    pemberian treatmen. Treatmen manajemen stres diberikan pukul 14.00 sampai dengan

    selesai. Waktu ini adalah waktu yang diputuskan berdasarkan kesepakatan trainer, petugas

    lapas, dan subjek penelitian. Pada saat jam siang seperti itu, subjek baru saja pulang bekerja

    di bangker dan langsung mengikuti pelatihan. Karena faktor pemberian treatmen pada siang

    hari dan setelah pulang kerja, dapat saja ini menyebabkan informasi yang masuk selama

    pemberian treatmen menjadi tidak dapat diterima 100%.

  • 11

    Pemberian treatmen manajemen stres yang hanya 5 hari, kemungkinan masih belum cukup.

    Pemberian waktu treatmen yang lebih banyak, kemungkinan akan memberikan pengaruh

    yang lebih signifikan.

    Pada saat pemberian treatmen manajemen stres, peneliti tidak dapat mengontrol

    kehadiran orang ketiga saat dalam penelitian, yaitu kehadiran petugas lapas yang mengawasi

    jalannya penelitian. Kehadiran petugas lapas ini dapat saja membuat subjek penelitian

    menjadi tidak leluasa dalam melakukan manajemen stres.

    Stressor dapat saja setiap waktu berubah. Kemungkinan adanya beberapa stressor

    yang belum tertangani saat treatmen manajemen stres hari terakhir. Karena selama

    manajemen stres yang ditangani rata-rata adalah stressor keluarga, pasangan, dan teman.

    Sedangkan masih banyak stressor seperti pekerjaan dan lain-lain yang belum ditangani,

    dimana stressor ini juga diukur dalam instrumen penelitian.

    Pada saat pengerjaan tugas monitoring diri tampak pada subjek 1, subjek 2, dan

    subjek 4, subjek dengan tingkat stres yang mengalami penurunan stres tidak signifikan, masih

    memiliki gejala-gejala stres yang sedikit mengalami penurunan pada hari hari sebelumnya.

    Pada subjek 3, subjek dengan tingkat stres yang mengalami penurunan stres signifikan, pada

    hari terakhir memiliki gejala-gejala yang semakin sedikit. Dari tugas monitoring diri ini

    tampak bahwa gejala-gejala stres yang dimiliki subjek 1, subjek 2, dan subjek 4 masih

    banyak. Sehingga pada saat pengukuran posttest dengan menggunakan skala stres, subjek

    tidak mengalami penurunan stres yang signifikan.

    Peneliti tidak dapat mengontrol adanya subjek penelitian yang dropout. Pada awal

    penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 5 orang namun pada hari ketiga subjek tidak

    dapat mengikuti pelatihan karena harus melakukan kegiatan wajib yang tidak dapat

    ditinggalkan.

    Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi tidak adanya perbedaan hasil

    sebelum dan sesudah yang signifikan adalah kondisi lingkungan fisik di Lembaga

    Pemasyarakatan Wanita kelas IIA Malang yang menyebabkan stres berasal dari lingkungan.

    Stres lingkungan merupakan sumber beban yang dipersepsikan oleh seseorang bersumber

    dari lingkungan fisiknya. Unsur-unsur lingkungan fisik yang dapat menjadi sumber stres

    adalah kepadatan dan kesesakan, tidak adanya ruang pribadi, teritori, dan pembagian ruang

    bersama yang tidak proporisonal. Kepadatan dan kesesakan diakibatkan oleh penghuni lapas

    yang dari hari ke hari semakin meningkat sehingga menyebabkan overcapacity dan

    overcrowded. Ruang dalam lapas di Indonesia tidak mampu menampung jumlah narapidana.

    Jumlah narapidana dalam sebuah ruangan sel dan ruang lainnya melebihi kapasitas yang

  • 12

    seharusnya. Hal ini membuat persepsi beban bertambah. Pada lapas yang terjadi adalah level

    pembangkitan sangat tinggi yang berupa jumlah orang, suhu dengan jumlah orang yang

    sangat padat dan asupan oksigen yang rendah. Hal ini dapat memicu turunnya toleransi

    terhadap stres. Selain itu tidak adanya ruang rekreasi di lembaga pemasyarakatan juga dapat

    membuat suatu stres tidak dapat tertangani. Jika stres disebabkan oleh stres lingkungan, maka

    yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres tersebut adalah dengan melakukan penataan

    ulang terhadap bangunan di lapas.

    Berdasarkan penelitian ini, manajemen stres tidak memiliki pengaruh yang signifikan

    untuk menurunkan tingkat stres narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas

    IIA Malang. Namun manajemen stres tetap memberikan sumbangan untuk menurunkan stres

    narapidana, meskipun sumbangan itu sedikit. Ini tampak pada skor posttest subjek yang

    mengalami penurunan dari tinggi ke sedang dan tinggi ke rendah sekali. Dari penemuan ini,

    dapat disimpulkan bahwa tidak selalu suatu metode efektif di suatu tempat akan menjadi

    efektif di tempat lain. Namun, manajemen stres tetap dapat dimanfaatkan oleh trainer dalam

    rangka memberikan proses bantuan kepada narapidana yang mengalami stres untuk

    menurunkan tingkat stresnya. Hal itu tentunya tetap akan memiliki arti bagi narapidana yang

    menjalani masa hukuman di lapas.

    Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka saran-saran yang dapat diberikan oleh

    peneliti adalah sebagai berikut:

    1. Bagi peneliti selanjutnya

    Peneliti berharap bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian

    dengan mengontrol setting dan waktu, sehingga hasil yang didapatkan lebih terkontrol. Selain

    itu peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan skala stres berdasarkan

    stressornya seperti mengembangkan skala DSI yang disesuaikan dengan keadaan lapangan

    dan juga menyempurnakan desain penelitian yang telah dikembangkan menjadi lebih

    sempurna untuk menurunkan stres narapidana, yaitu memfokuskan pada 1 teknik seperti

    teknik meditasi.

    2. Bagi narapidana wanita

    Berdasarkan hasil penelitian diatas memang secara signifikan manajemen stres tidak

    dapat mengurangi stres narapidana, namun stres narapidana dapat berkurang setidaknya dari

    tingkat tinggi menjadi sedang. Maka manajemen stres ini tetap dapat dilakukan, meski hanya

    memiliki dampak yang sedikit.

    3. Bagi ilmuwan psikologi

  • 13

    Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa manajemen stres tidak menurunkan

    stres secara signifikan terhadap stres narapidana. Harapan bagi psikolog untuk mengambil

    peran dalam masalah ini dengan melakukan pendampingan kepada narapidana, sehingga

    kelak saat narapidana keluar dari lembaga pemasyarakatan narapidana menjadi manusia yang

    lebih baik dari sebelumnya.

  • 14

    DAFTAR PUSTAKA

    Agoes, dkk. 2003. Teori dan Manajemen Stress (Kontemporer dan Islam). Malang: Taroda.

    Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.

    Baron, Robert A., dan Gerald Greenberg. 1990. Handbook of Behavior in Organization:

    Understanding and Managing the Human Side of Work: Third edition. Boston: SAGA

    Publications.

    Benson, H dan Proktor, W. 2000. Dasar Dasar Relaksasi (Nurhasan, Ed). Bandung: Kaifa.

    Benson, H dan Klipper, M. 2000. Respon Relaksasi Teknik Meditasi Sederhana Untuk

    Mengatasi Tekanan Hidup (Nurhasan, Ed). Bandung: Kaifa.

    Chomaria, Nurul. 2009. Tips Jitu & Praktis Mengusir Stres: Plus Cara mengelola dan

    Mengatasi Tekanan Stress Menjadi Energi Positif. Jogjakarta: Diva Press.

    Davidson, dkk. 2010. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta: Rajawali Pers.

    Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik. Yogyakarta: ANDI.

    Hardjana, A.M. 1993. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius.

    Lazarus, R.S., & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer.

    Manktelow, James. 2007. Mengendalikan Stres. Jakarta: Erlangga.

    Prokop, dkk. 1991. Health Psychology, Clinical Methods, and Rsesearch. New York: Mac

    Milan Publishing Company.

    Rice, Virginia Hill. 2011. Handbook of Stress, Coping, and Health: Implications for Nursing

    Research, Theory, and Practice. SAGE Publications.

    Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta:

    Erlangga.

    Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology Biopsychososial Interaction. New york: John Willey

    and sons, Inc.

    Schafer, Walt. 2000. Stress Management For Wellness: Fourth Edition. United States of

    America: Wadsworth.

    Seniati, Liche., dkk. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks.

    Taylor, Shelley. 2003. Health Psychology: International Edition. New York: McGrawHill.

    Siswati, Triana Indah & Abdurrohim. (2009). Masa Hukuman & Stres Pada Narapidana.

    Jurnal Proyeksi, Vol. 4(2), 95 106. (Online),

    (http://cyber.unissula.ac.id/journal/pe_detailartikel.php?id=191), diakses 24 November 2012.

    Solichatun, Yulia. 2011. Stres dan Strategi Coping Pada Anak Didik di Lembaga

    Pemasyarakatan Anak. Jurnal Psikologi Islam, (Online), Vol.8 No.1 Tahun 2011,

  • 15

    (http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view/1544), diakses 25 November

    2012.

    Tanti, Rias. 2007. Stress dan Kehidupan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah

    Kebijakan Hukum, (Online), Vol. 1 No. 2, Oktober 2007,

    (http://animenekoi.blogspot.com/2012/06/stress-pada-penghuni-lapas.html), diakses 25

    November 2012.

    Handayani, Tri P. 2010. Kesejahteraan Psikologis Narapidana Remaja di Lembaga

    Pemasyarakatan Anak Kutoarjo: Studi Kualitatif Fenomenologis. Skripsi tidak diterbitkan.

    Semarang: Universitas Diponegoro Fak. Psikologi.

    Nisa, Choirun. 2005. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Stres Pada Narapidana di Lembaga

    Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru Malang. Skripsi (Tidak diterbitkan). Malang:

    Universitas Negeri Malang.

    Fyrzha. 2011. Teori afirmasi Positif Mengoptimalkan Potensi Diri. (Online).

    (http://darknesskill.wordpress.com/2011/07/27/teory-afirmasi/) , diakses 12 April 2013.

    Nazmy. 2012. Teknik Afirmasi Positif. (Online). (http://nazmy88.blogspot.com), diakses 12

    April 2013.

    Schwarzer, Ralf. 2001. The Role of Stressful Life Events, (Online), (http://health-

    stressful_life_events) , diakses 19 Desember 2012.

  • 16

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Artikel oleh Rizky Dianita Segarahayu

    Telah diperiksa dan disetujui untuk diterbitkan.

    Malang, 15 Mei 2013

    Pembimbing I

    Dra. Endang Prastuti, M.Si

    NIP. 19640912 199003 2 002

    Malang, 8 April 2013

    Pembimbing II

    Ninik Setiyowati, S.Psi., M.Psi

    NIP. 19830413 2008 12 2001