Upload
cahaya-tinggi
View
50
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya oleh
orang-perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota
masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus
dilaksanakan. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup
penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pengertian pelayanan kesehatan yang
dimaksudkan disini mencakup bidang yang amat luas sekali. Secara umum dapat diartikan
sebagai setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dibedakan atas pelayanan kesehatan personal atau pelayanan
kedokteran dan pelayanan kesehatan lingkungan atau pelayanan kesehatan masyarakat.
Sasaran utama pelayanan kesehatan masyarakat adalah kelompok dan masyarakat. Sedangkan
sasaran utama pelayanan kedokteran adalah perseorangan dan keluarga dengan nama
pelayanan dokter keluarga (family practice).
1.2 Tujuan
1. Mahasiawa mampu menjelaskan definisi, peran dan kompetensi dokter keluarga
2. Mahasiswa mampu menjelaskan sistem pembiayaan kesehatan
3. Mahasiswa mampu menjelaskan sistem pelayanan kesehatan
1
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO
Sistem Rujukan
Seorang laki-laki umur 50 tahun datang ke RSU AWS dengan keluhan batuk darah sejak 3
hari disertai rasa meriang dan keringat dingin terutama dini hari. Keluhan seperti ini sudah
dialami beberapa kali. Sebelumnya beberapa tahun yang lalu dengan keluhan yang sama
berobat di Dokter Keluarga dari perusahaan tempat dia bekerja. Saat itu dia dirujuk ke RS
AWS dan oleh dokter disarankan ke Puskesmas untuk pemeriksaan sputum dan memperoleh
pengobatan lanjutan (OAT). Pengobatan di Puskesmas hanya dijalani selama 2 bulan dan
berhenti berobat (drop out) karena sudah merasa enakan dan batuk-batuk berkurang dan
darah bersama batuk tidak ada lagi.
STEP 1
1. Dokter keluarga:
Dokter yang bertugas sebagai dokter umum dalam mejalankan tugas sebagai
pelayanan primer dengan prinsip-prinsip dokter keluarga. Dokter yang dapat
melakukan pelayanan dengan orientasi komunitas dan menjalankan tugasnya tidak
hanya pasif tapi juga pelayanan aktif. Tugas yang harus dapat dilakukan mulai dari
diagnosis, penatalaksanaan sampai tindakan paliatif yang dapat dilakukan dan tidak
lupa juga upaya pencegahan.
2. Sistem rujukan:
Mekanisme pemindahan tanggung jawab terhadap pasien ke sejawat yang lebih
berkompeten di bidang penyakit tersebut.
2
STEP 2
1. Apa itu dokter keluarga dan prinsip-prinsip sebagai dokter keluarga?
2. Apa bedanya dokter keluarga dan dokter umum?
3. Apa saja kompetensi dari dokter umum?
4. Bagaimana alur pelayanan kesehatan terkait skenario? (dokter keluarga → RS →
puskesmas)
5. Apa hubungan dokter keluarga dan puskesmas?
6. Bagaimana sistem pembiayaan kesehatan yang ada?
STEP 3
1. Dokter keluarga adalah:
Dokter yang mengabdikan dirinya untuk pelayanan dokter keluarga
Yang mempunyai kompetensi tentang pelayanan kesehatan keluarga
Tidak hanya berfokus pada masalah kesehatan semata tapi juga turut serta dalam
aspek lain dalam keluarga
Bisa bekerja sama dengan instansi kesehatan lainnya
Harus menjalankan tugas sesuai dengan etika moral dan hokum
Dokter yang bertugas pada lini pelayanan primer
Sebagai strata primer harus terletak di lokasi yang mudah untuk dicapai masyarakat
Bersifat holistik dan komperensif
Melakukan pelayanan secara terus menerus tidak berhenti pada suatu permasalahan
kesehatan
Prinsip dokter keluarga:
Harus dapat bersifat komunikatif
Dapat melakukan penggalian informasi yang lengkap dan dapat melakukan
edukasi yang baik
Harus mampu memanfaatkan seluruh pelayanan kesehatan yang ada
Harus berdasar pada evidence based medicine
Mampu mengaplikasikan seluruh ilmu yang sudah didapat
3
Melakukan tindakan medis yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga
Menguasai penyakit yang merupakan kompetensi 4A dokter umum dan
memahami penyakit dengan standar kompetensi yang lain.
2. Perbedaan dokter keluarga dan dokter umum:
Dokter keluarga adalah dokter umum yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan
pelayanan berbasis keluarga.
Dokter umum belum tentu dokter keluarga tergantung dari kesediaannya untuk
mengabdikan diri sebagai dokter keluarga.
3. Kompetensi dokter keluarga:
Secara efektif untuk berkomunikasi dengan pasien dan keluarga dengan perhatian
khusus pada resiko masalah kesehatan keluarga.
Secara efektif bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan
Dapat bekerja sama secara harmonis untuk menyelesaikan masalah kesehatan
Mempunyai kemampuan klinik dasar dan menerapkan ilmunya tersebut
Etika hukum dan profesionalisme
4. Alur pelayanan kesehatan terkait skenario:
Bila dilakukan rujukan dari pelayanan kesehatan primer ke pelayanan kesehatan sekunder,
dikarenakan pasien butuh penanganan spesialis atau sub spesialis dan membutuhkan
peralatan yang lebih lengkap.
Bila dilakukan rujukan dari pelayan kesehatan sekunder ke pelayanan kesehatan primer,
dikarenakan penyakit tersebut dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan
pengobatannya tersedia di pelayanan kesehatan primer.
5. PR
6. Pembiayaan pelayanan kesehatan:
Pribadi (bayar langsung, asuransi swasta)
Perusahaan (jamsostek, ASKES)
4
Daerah (jamkesda)
Negara (BPJS, jamkesmas)
STEP 4
STEP 5 Learning objective
1. Mempelajari tentang dokter keluarga terkait peran dan kompetensinya
2. Mempelajari tentang pembiayaan pelayanan kesehatan secara pribadi, perusahaan, daerah
dan negara
3. Mempelajari tentang sistem pelayanan kesehatan terkait alur rujukan dan alur pelayanan
STEP 6 BELAJAR MANDIRI
5
Dokter keluarga Sistem pelayanan kesehatan
↑↓
↑↓
↑↓
tersier
sekunder
primer
Peran dan prinsip Sistem pembiayaan
Kompetensi
Mahasiswa melakukan kegiatan belajar mandiri sesuai dengan learning objective yang telah disepakati pada DKK 1 dan kemudian akan dibahas pada DKK 2.
STEP 7
DOKTER KELUARGA
Definisi
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer yang komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif,
mempertimbangkan keluarga, komunitas, dan lingkungannya dilandasi keterampilan, dan
keilmuan yang mapan. Dokter keluarga dapat bertemu pasiennya di kliniknya, rumah pasien,
atau di rumah sakit.
Menurut IDI, dokter keluarga adalah dokter yang dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang berorientasi komunitas dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya
memandang penderita sebagai individu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga
dan tidak hanya menanti secara pasif tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau
keluarganya.
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran. Dokter ini adalah
seorang generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran
tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula bahwa dokter
keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam
lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan ras, budaya, dan tingkatan
sosial.
Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat
mempertimbangkan dan memperhatikan latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis
pasien. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan
bersinambungan bagi pasiennya. Dokter tidak hanya melakukan terapi pada penyakit pasien,
namun juga mengedukasi dan konseling pasien. Dokter melihat pasien tidak dengan gejala
dan tanda penyakitnya namun juga sebagai satu sistem tubuh.
Nilai Utama Kedokteran Keluarga
6
1. Pelayanan yang berpusat pada pasien dan memperhatikan hubungan antara dokter-pasien
2. Pendekatan holistik pada pasien dan masalah yang dihadapinya, faktor apa saja yang
menjadi kontribusi pada penyakitnya, tidak hanya secara fisik namun dari segi sosial dan
psikologi pasien dari keluarga maupun lingkungannya.
3. Penekanan pada pencegahan karena hal ini mempunyai pengaruh yang lebih besar dan
jangka lama bagi status kesehatan pasien dibandingkan dengan kuratif
Prinsip Pelayanan Dokter Keluarga
Prinsip – prinsip pelayanan dokter keluarga Indonesia mengikuti anjuran WHO.
prinsip – prinsip ini juga merupakan simpulan untuk dapat meningkatkan pelayanan
kedokteran. Prinsip – prinsip pelayanan/ pendekatan kedokteran keluarga adalah memberikan
/ mewujudkan :
1. Pelayanan yang komprehensif dan holistik
2. Pelayanan yang kontinu
3. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
4. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
5. Penanganan personal sebagai bagian integral dari keluarganya
6. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan lingkungan
7. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika, moral, dan hukum
8. Pelayanan yang dapat di audit dan dipertanggung jawabkan
9. Pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu.
Dengan melihat pada prinsip pelayanan yang harus dilaksanakan, maka disusun
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang dokter untuk dapat disebut sebagai dokter
keluarga
Kompetensi Dokter Keluarga
Kompetensi dokter keluarga seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi
Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006
adalah
1. Kompetensi Dasar
a. Ketermapilan komunikasi efektif
b. Keterampilan klinik dasar
c. Keterampilan menerapkan dasar – dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku,
dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga.
7
d. Keterampilaan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir, dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer.
e. Memanfaatkan, menilai secara kritis, dan mengelola informasi.
f. Mawas diri dan pengembangan diri / belajar sepanjang hayat.
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik.
2. Ilmu dan Keterampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Utama
a. Bedah
b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d. Kesehatan Anak
e. Mata
f. Kulit dan kelamin
g. Psikiatri
h. Saraf
i. Kedokteran Komunitas
3. Keterampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Keterampilan melakukan “health screening”
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
4. Keterampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga
5. Ilmu dan Keterampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
6. Ilmu dan Keterampilan Manajemen Klinik
a. Manajemen klinik dokter keluarga.
Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga
Skala kecil :
8
Mewujudkan keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga
Mewujudkan keluarga sehat sejahtera
Skala besar :
Pemerataan pelayanan yang manusiawi, bermutu, efektif, efisien, dan merata bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Manfaat Pelayanan Dokter Keluarga
Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya untuk
mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan tetapi juga
dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 masalah pokok pelayanan kesehatan lain , yakni;
Pendayagunaan dokter pasca PTT
Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
Menghadapi era globalisasi
Tugas Dokter Keluarga:
1. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyuruh, dan bermutu guna
penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan,
2. Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,
3. Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit,
4. Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya,
5. Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi,
6. Menangani penyakit akut dan kronik,
7. Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS,
8. Tetap bertanggung-jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau dirawat di
RS,
9. Memantau pasien yang telah dirujuk atau di konsultasikan,
10. Bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya,
11. Mengkordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien,
9
12. Menyelenggarakan rekam Medis yang memenuhi standar,
13. Melakukan penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan ilmu
kedokteran keluarga secara khusus.
Standar Pelayanan Kedokteran Keluarga
1. Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik
a. Standar pelayanan paripurna
Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang
Pemeliharaan peningkatan kesehatan
Pencegahan dan peningkatan kesehatan
Deteksi dini
Kuratif medik
Rehabilitasi medik dan social
Kemampuan social keluarga
Etik medikolegal
b. Standar pelayanan Medis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Prognosis
Konseling
Konsultasi
Rujukan
Tindak lanjut
Pengobatan rasional
Pembinaan keluarga
c. Standar Pelayanan Menyeluruh
Memandang pasien adalah manusia seutuhnya
Memandang pasien sebagai bagian dari keluarga dan lingkungannya
Pelayanan menggunakan segala sumber disekitarya
d. Standar Pelayanan Terpadu
Koordinator pelaksanaan pasien
Mitra dokter – pasien
10
Mitra lintas sektoral medik
Mitra lintas sektoral alternatif dan komplimenter medik
e. Standar Pelayanan bersinambungan
Pelayanan proaktif
Rekam medik bersinambung
Pelayanan efektif efisien
Pendampingan
2. Standar Perilaku dalam Praktik
a. Standar perilaku terhadap pasien
Informasi memperoleh pelayanan
Masa konsultasi
Informasi medik menyeluruh
Komunikasi efektif
Menghormati dan kewajiban pasien dan dokter
3. Standar perilaku dengan mitra kerja klinik
a. Hubungan professional dalam klinik
b. Bekerja dalam tim
c. Pemimpin Klinik
4. Standar Perilaku dengan sejawat
a. Hubungan professional antar profesi
b. Hubungan baik sesama dokter
c. Perkumpulan profesi
5. Standar penegembangan ilmu dan keterampilan medik
a. Mengikuti kegiatan ilmiah
b. Program jaga mutu
c. Partisipasi dalam kegaiatan pendidikan
d. Penelitian dalam praktik
e. Penulisan ilmiah
6. Standar pengelolaan praktik
a. Standar sumber daya manusia
b. Standar manajemen keuangan
c. Standar manajemen klinik
Dokter keluarga memiliki 5 fungsi, yaitu:
11
a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)
Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan
sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya,
dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi,
komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud
hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan mempercayai.
Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat
diaudit dan dipertangungjawabkan
b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)
Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif
sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju
sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya
c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)
Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi
kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan
harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness” untuk kepentingan pasien
sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik
d. Manager
Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam
maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap
memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana
e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)
Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,
menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat dan menjadi panutan masyarakat
12
Kewajiban Dokter Keluarga :
a. Menjunjung tinggi profesionalisme
b. Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktek
c. Bekerja dalam tim kesehatan
d. Menjadi sumber daya kesehatan
e. Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan dokter keluarga mencakup bidang amat luas sekali.
Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :
1. Kegiatan yang dilaksanakan
Pelayanan yang diselenggarakan oleh dokter keluarga harus memenuhi syarat pokok yaitu
pelayanan kedokteran menyeluruh (comprehensive medical services). Karakteristik
CMC:
Jenis pelayanan yang diselenggarakan mencakup semua jenis pelayanan kedokteran
yang dikenal di masyarakat.
Tata cara pelayanan tidak diselenggarakan secara terkotak-kotak ataupun terputus-
putus melainkan diselenggarakan secara terpadu (integrated) dan berkesinambungan
(kontinu).
Pusat perhatian pada waktu menyelenggarakan pelayanan kedokteran tidak
memusatkan perhatiannya hanya pada keluhan dan masalah kesehatan yang
disampaikan penderita saja, melainkan pada penderita sebagai manusia seutuhnya.
Pendekatan pada penyelenggaraan pelayanan tidak didekati hanya dari satu sisi saja,
melainkan dari semua sisi yang terkait (comprehensive approach) yaitu sisi fisik,
mental dan sosial (secara holistik).
2. Sasaran Pelayanan
Sasaran pelayanan dokter keluarga adalah kelurga sebagai suatu unit. Pelayanan
dokter keluarga harus memperhatikan kebutuhan dan tuntutan kesehatan keluarga sebagai
satu kesatuan, harus memperhatikan pengaruh masalah kesehatan yang dihadapi terhadap
13
keluarga dan harus memperhatikan pengaruh keluarga terhadap masalah kesehatan yang
dihadapi oleh setiap anggota keluarga.
Praktek Dokter Keluarga
Terlepas dari masih ditemukannya perbedaan pendapat tentang kedudukan dan
peranan dokter keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan, pada saat ini telah ditemukan
banyak bentuk praktek dokter keluarga. Bentuk praktek dokter keluarga yang dimaksud
secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Pelayanan dokter keluarga sebagai bagian dari pelayanan rumah sakit (hospital based)
Pada bentuk ini pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit. Untuk ini
dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan nama bagian dokter keluarga
(departement of family medicine), semua pasien baru yang berkunjung ke rumah sakit,
diwajibkan melalui bagian khusus ini. Apabila pasien tersebut ternyata membutuhkan
pelayanan spesialistis, baru kemudian dirujuk kebagian lain yang ada dirumah sakit.
2. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family clinic)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik dokter
keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada dua macam.
Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua, merupakan bagian
dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di
luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya
adalah untuk menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit. Terlepas apakah
klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri atau hanya merupakan klinik
satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga tersebut menjalin hubungan kerja
sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap akan
dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini
dapat diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu
kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling
dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara berkelompok. Biasanya
merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter keluarga. Pada klinik dokter keluarga
berkelompok ini diterapkan suatu sistem manajernen yang sama. Dalam arti para dokter
yang tergabung dalam klinik dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan
14
memakai alat-alat praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan
dokter keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen
personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula.
Jika bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa
keuntungan sebagai berikut :
a. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar menukar
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena waktu praktek
dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan
dan keterampilan. Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (team
work) disatu pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien di pihak lain,
menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu.
b. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara berkelompok, pembelian serta pemakaian berbagai peralatan medis dan non
medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu, karena
pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan lebih terjamin.
Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan penyelenggara pelayanan
yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan, pada gilirannya akan
menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih terjangkau.
3. Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan melalui praktek dokter keluarga (family practice)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga adalah
praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter keluarga ini sama
dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan melalui klinik dokter keluarga.
Disini para dokter yang menyelenggarakan praktek, rnenerapkan prinsip-prinsip
pelayanan dokter keluarga pada pelayanan kedokteran yang diselenggarakanya. Praktek
dokter keluarga tersebut dapat dibedaka pula atas dua macam. Pertama, praktek dokter
keluarga yang diselenggarakan sendiri (solo practice). Kedua praktek dokter keluarga
yang diselenggarakan secara berkelompok (group practice).
Peralatan dan Tenaga Pelaksana
15
Untuk dapat menyelenggarakan praktek dokter keluarga sebagaimana dikemukakan
diatas, tentu perlu disediakan berbagai peralatan dan tenaga pelaksana yang memadai.
Peralatan dan tenaga pelaksana yang dimaksud adalah :
1. Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya tidak berbeda
dengan peralatan pelbagai pelayanan kedokteran lainnya. Jika pelayanan dokter keluarga
tersebut dilaksanakan dalam bentuk klinik dokter keluarga, maka peralatan yang
dibutuhkan secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
a. Peralatan medis
Karena praktek dokter keluarga melayani beberapa tindakan spesialistis
sederhana, maka pada praktek dokter keluarga perlu disediakan berbagai peralatan
medis spesialistis yang dimaksud. Disamping, dibutuhkan pula berbagai peralatan
pemeriksaan penunjang serta pertolongan gawat darurat. Di Amerika Serikat,
peralatan medis yang tersedia di suatu klinik dokter keluarga cukup lengkap.
Peralatan yang dimaksud telah mencakup pula laboratorium klinis, rontgen foto,
EKG, minor surgery set, sigmoiskop, audiometer, otoskop, visual chart, tonometer
dan oftalmoskop.
b. Peralatan non-medis
Peralatan non medis pelayanan dokter keluarga adalah suatu klinik yang
memiliki sekurang-kurangnya sebuah ruang tunggu, ruang konsultasi, ruang periksa,
ruang tindakan, ruang laboratorium, ruang rontgen (fakultatif), ruang administrasi,
gudang serta kamar mandi, yang luas lantai seluruhnya minimal antara 150 s.d 200
meter persegi. Karena praktek dokter keluarga sangat menganjurkan pelayanan
dengan perjanjian (appointment system), maka perlu pula disediakan alat komunikasi
seperti telepon.
2. Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya
tidaklah berbeda dengan tenaga pelaksana berbagai pelayanan kedokteran lainnya.
Tenaga pelaksana yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam:
a. Tenaga medis
Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga (family
doctor/physician). Tergantung dari sarana pelayanan yang menyelenggarakan
16
pelayanan dokter keluarga serta beban kerja yang dihadapi, jumlah dokter keluarga
yang dibutuhkan dapat berbeda. Secara umum dapat disebutkan, apabila sarana
pelayanan tersebut adalah rumah sakit serta beban kerjanya lebih berat, maka jumlah
dokter keluarga yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan jika pelayanan dokter
keluarga tersebut diselenggarakan oleh suatu klinik dokter keluarga, jumlah dokter
yang dibutuhkan umumnya lebih sedikit. Klinik dokter keluarga memang dapat
diselenggarakan hanya oleh satu orang dokter keluarga (solo practice) ataupun oleh
sekelompok dokter keluarga (group practice). Telah disebutkan, dari kedua bentuk ini,
yang dianjurkan adalah bentuk kedua, yakni yang diselenggarakan oleh satu
kelompok dokter keluarga.
b. Tenaga paramedis
Untuk lancaranya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan tenaga
paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogyanya yang telah
mendapatkan pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga, baik
aspek medis dan ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga paramedis yang diperlukan
tergantung dari jumlah dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga secara umum disebutkan untuk setiap satu orang dokter keluarga, diperlukan
2 sampai 3 tenaga paramedis terlatih.
c. Tenaga non-medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter
keluarga, perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya ada dua
katagori tenaga non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi yang diperlukan
untuk menangani masalah–masalah administrasi. Kedua, pekerja sosial (social
worker) yang diperlukan untuk menangai program penyuluhan/nasehat kesehatan dan
atau kunjungan rumah misalnya. Jumlah tenaga non medis yang diperlukan
tergantung dari jumlah dokter keluarga, dibutuhkan sekurang-kurangnya satu orang
tenaga administrasi serta satu orang pekerja sosial.
Pelayanan pada Praktek Dokter Keluarga
17
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam:
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya
pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga
tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau
pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan
diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut
memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di
rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak
mempunyai akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah,
serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah
mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh
dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan
rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri
pasiennya di rumah sakit.
Tentu saja penerapan dari ketiga bentuk pelayanan dokter keluarga ini tidak sama
antara satu negara dengan negara lainnya, dan bahkan dapat tidak sama antara satu daerah
lainnya. Di Amerika Serikat misalnya, pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah
mulai jarang dilakukan. Penyebabnya adalah karena mulai timbul kesadaran pada diri pasien
tentang adanya perbedaan mutu pelayanan antara kunjungan dan perawatan pasien di rumah
dengan di tempat praktek. Pasien akhirnya lebih senang mengunjungi tempat praktek dokter,
karena telah tersedia berbagai peralatan kedokteran yang dibutuhkan.
Di beberapa negara lainnya, terutama di daerah pedesaan, karena dokter keluarga
tidak mempunyai akses dengan rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut hanya
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan saja. Pelayanan rawat inap dirujuk sertakan
18
sepenuhnya kepada dokter yang bekerja dirumah sakit. Tetapi pengaturan rujukan untuk
pelayanan rawat inap tersebut, tetap dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga
memberikan bantuan sepenuhnya, dan bahkan turut mencarikan tempat perawatan dan jika
perlu turut mengantarkannya ke rumah sakit.
Sekalipun pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga tidak sama,
perlulah diingatkan bahwa orientasi pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan tetap
tidak boleh berbeda. Orientasi pelayanan dokter keluarga bukan sekedar menyembuhkan
penyakit, tetapi diarahkan pada upaya pencegahan penyakit. Atau jika tindakan penyembuhan
yang dilakukan, maka pelaksanaannya, kecuali harus mempertimbangkan keadaan pasien
sebagai manusia seutuhnya, juga harus mempertimbangkan pula keadaan sosial ekonomi
keluarga dan lingkungannya. Praktek dokter keluarga tidak menangani keluhan pasien atau
bagian anggota badan yang sakit saja, tetapi individu pasien secara keseluruhan.
Kesamaan lain yang ditemukan adalah pada ruang lingkup masalah kesehatan yang
ditangani. Praktek dokter keluarga melayani seluruh anggota keluarga dan semua masalah
kesehatan yang ditemukan pada keluarga. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan yang
seperti ini dibutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan yang luas. Karena adanyan ciri
yang seperti inilah ditemukan pihak-pihak yang tidak sependapat bahwa dokter spesialis
dapat bertindak sebagai dokter keluarga. Oleh kalangan yang terakhir ini disebutkan bahwa
dokter keluarga harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang luas, yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan beberapa dokter spesialis, dan karenanya tidak mungkin jika
diselenggarakan oleh satu dokter spesialis saja.
Dari uraian tentang orientasi serta ruang lingkup masalah kesepakatan yang ditangani
pada praktek dokter keluarga diatas, jelaslah bahwa pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan pada praktek dokter keluarga memang agak berbeda dengan pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan oleh dokter umum dan atau dokter spesialis. Pelayanan
kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga pada umumnya:
1. Lebih aktif dan bertanggung jawab
Karena pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga
mengenal pelayanan kunjungan dan atau perawatan pasien di rumah, bertanggung jawab
mengatur pelayanan rujukan dan konsultasi, dan bahkan, apabila memungkinkan, turut
menangani pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap di rumah sakit, maka
19
pelayanan kedokteran yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga umunya lebih
aktif dan bertanggung jawab dari pada dokter umum.
2. Lebih lengkap dan bervariasi
Karena praktek dokter keluarga menangani semua masalah kesehatan yang ditemukan
pada semua anggota keluarga, maka pelayanan dokter keluarga pada umumnya lebih
lengkap dan bervariasi dari pada dokter umum. Tidak mengherankan jika dengan
pelayanan yang seperti ini, seperti yang ditemukan di Amerika Serikat misalnya, praktek
dokter keluarga dapat menyelesaikan tidak kurang dari 95 % masalah kesehatan yang
ditemukan pada pasien yang datang berobat.
3. Menangani penyakit pada stadium awal
Sekalipun praktek dokter keluarga dapat menangani pasien yang telah membutuhkan
pelayanan rawat inap, bukan selalu berarti praktek dokter keluarga sarna dengan dokter
spesialis. Praktek dokter keluarga hanya sesuai untuk penyakit -penyakit pada stadium
awal saja. Sedangkan untuk kasus yang telah lanjut atau yang telah terlalu spesialistik,
karena memang telah berada diluar wewenang dan tanggung jawab dokter keluarga, tetap
dan harus dikonsultasikan dan atau dirujuk kedokter spesialis. Praktek dokter keluarga
memang sesuai untuk penyakit-penyakit yang masih dalam stadium dini atau yang
bersifat umum saja. ‘The family doctor cannot be expected to treat all problems as best
possible, but he can be expected to treat all common diseases as best possible’.
Organisasi pada Dokter Keluarga
Dokter keluarga memiliki 2 organisasi, yaitu:
a)Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI)
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia (PDKI) yang saat ini seluruh
anggotanya adalah Dokter Praktik Umum (DPU) yang tersebar di seluruh pelosok
Indonesia. Jumlah anggota yang telah mendaftar sekitar 3000 orang. Semua anggota
PDKI adalah anggota IDI. PDKI merupakan organisasi profesi dokter penyelenggara
pelayanan kesehatan tingkat primer yang utama.
Ciri dokter layanan primer adalah:
1. Menjadi kontak pertama dengan pasien dan memberi pembinaan berkelanjutan
(continuing care)
20
2. Membuat diagnosis medis dan penangannnya
3. Membuat diagnosis psikologis dan penangannya
4. Memberi dukungan personal bagi setiap pasien dengan berbagai latar belakang
dan berbagai stadium penyakit
5. Mengkomunikasikan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
6. Melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kronik dan kecacatan melalui
penilaian risiko, pendidikan kesehatan, deteksi dini penyakit, terapi preventif, dan
perubahan perilaku.
Setiap dokter yang menyelenggarakan pelayanan seperti di atas dapat menjadi
anggota PDKI. Anggota PDKI adalah semua dokter penyelenggara pelayanan
kesehatan tingkat primer baik yang baru lulus maupun yang telah lama berpraktik
sebagai Dokter Praktik Umum.
Dokter penyelenggara tingkat primer, yaitu:
1. Dokter praktik umum yang praktik pribadi
2. Dokter keluarga yang praktik pribadi
3. Dokter layanan primer lainnya seperti:
a. Dokter praktik umum yang bersama
b. Dokter perusahaan
c. Dokter bandara
d. Dokter pelabuhan
e. Dokter kampus
f. Dokter pesantren
g. Dokter haji
h. Dokter puskesmas
i. Dokter yang bekerja di unit gawat darurat
j. Dokter yang bekerja di poliklinik umum RS
k. Dokter praktik umum yang bekerja di bagian pelayanan khusus
b)Kolegium Ilmu Kedokteran Keluarga Indonesia (KIKKI)
Dipilih dalam Kongres Nasional VII di Makassar 30 Agustus 2006 – 2
September 2006, dan telah dilaporkan ke PB IDI Pusat dan MKKI. Kolegium
21
memang harus ada dalam sebuah organisasi profesi. Jadi PDKI harus mempunyai
kolegium yang akan memberikan pengakuan kompetensi keprofesian kepada setiap
anggotanya. Dalam PDKI lembaga ini yang diangkat oleh kongres dan bertugas
sebagai berikut:
1. Melaksanakan isi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta semua
keputusan yang ditetapkan kongres
2. Mempunyai kewenangan menetapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan sistem pendidikan profesi bidang
kedokteran keluarga
3. Mengkoordinasikan kegiatan kolegium kedokteran
4. Mewakili PDKI dalam pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga
5. Menetapkan program studi pendidikan profesi bidang kedokteran keluarga
beserta kurikulumnya
6. Menetapkan kebijakan dan pengendalian uji kompetensi nasional pendidikan
profesi kedokteran keluarga
7. Menetapkan pengakuan keahlian (sertfikasi dan resertifikasi)
8. Menetapkan kebijakan akreditasi pusat pendidikan dan rumah sakit pendidikan
untuk pendidikan dokter keluarga
9. Mengembangkan sistem informasi pendidikan profesi bidang kedokteran
keluarga
Anggota KIKK terdiri atas anggota PDKI yang dinilai mempunyai tingkat
integritas dan kepakaran yang tinggi untuk menilai kompetensi keprofesian
anggotanya. Atas anjuran dan himbauan IDI sebaiknya KIKK digabung dengan KDI
karena keduanya menerbitan sertifikat kompetensi untuk Dokter Pelayanan Primer
(DPP). Setelah melalui diskusi yang berkepanjangan akhirnya bergabung dengan
nama Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga (KDDKI) yang untuk sementara
melanjutkan tugas masing-masing, unsur KDI memberikan sertifikat kepada dokter
yang baru lulus sedangkan unsur KIKK memberikan sertifikat kompetensi
(resertifikasi) kepada DPP yang akan mendaftar kembali ke KKI.
22
Dokter Keluarga di Indonesia
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah dimulai
sejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya Kelompok Studi Dokter Keluarga. Pada
Tahun 1990 melalui kongres yang kedua di Bogor, nama organisasi dirubah menjadi Kolese
Dokter Keluarga Indonesia (KDKI). Sekalipun organisasi ini sejak tahun 1988 telah
menjadi anggota IDI, tapi pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum secara resmi
mendapat pengakuan baik dari profesi kedokteran ataupun dari pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional, maka pada
tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga yang dikenal dengan nama
World of National College and Academic Association of General Practitioners / Family
Physicians (WONCA). Indonesia adalah anggota dari WONCA yang diwakili oleh Kolese
Dokter Keluarga Indonesia.Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak
hanya untuk mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan
tetapi juga dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok pelayanan
kesehatan lain yakni: a. Pendayagunaan dokter pasca PTT; b. Pengembangan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, dan c. Menghadapi era globalisasi.
Peran Dokter Keluarga dalam JPKM
1. Sebagai penanggungjawab pelayanan kesehatan tingkat I (health provider).
2. Sebagi pengatur/ koordinator pelayanan rujukan (gate keeper).
3. Sebagai penasehat setiap masalah kesehatan ( health consular).
4. Sebagai pengatur pemakaian sumber kesehatan ( resources allocator).
Pengendalian Rujukan
Dalam rangka mencapai efisiensi dan efektifitas system rujukan harus berjalan sesuai
proses yang baik. Kunci pengendalian rujukan akan berjalan sempurna jika pelayanan
kesehatan yang paripurna dilakukan melalui, langkah langkah :
1. Pembinaan ( promotif )
2. Pencegahan ( prevenstif)
3. Deteksi dini dan tindakan segera
4. Pencegahan cacat lebih lanjut
23
5. Pemulihan dan konsultasi secara rujukan.
Hasil penelitian di Amerika tahun berkesimpulan bahwa dengan system pengendalian
rujukan yang dilakukan oleh lembaga asuransi kesehatan HMO (Health Maintence
Organitation ), menekan peserta/ pasien 40% lebih rendah masuk dan dirawat di rumah sakit
dibanding yang memanfaatkan sistem fee for service. Dokter Keluarga sebagai
Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Tingkat I. Bahwa peran pemberi pelayanan tingkat
primer adalah sangat strategis. Sementara itu berbagai masalah pada pelayanan kesehatan
tingkat primer juga harus dapat diatasi.
Sistem pelayanan kesehatan tingkat primer di sekitar kitamenunjukkan hal-hal sebagai
berikut :
Pengguna jasa pelayanan tingkat primer lebih banyak kelompok rentan
Pergeseran epidemiologis penyakit lebih ke arah katastrofis dan kronis
Upaya promotif dan preventif belum berjalan baik
Rendahnya kualitas, inefisiensi dan inefektifitas pelayanan kesehatan tingkat primer
Fragmentasi sistem pelayanan kesehatan
Tidak berjalannya sistem rujukan dengan baik .
Sementara itu, tuntutan masyarakat akan pelayanan tingkat primer yang berkualitas,
serta tantangan menyongsong globalisasi dimana pelayanan kesehatan harus memenuhi
standarinternasional (can be audited, accountable, reliable) mendorong pada kesadaran
perlunya peningkatan pelayanan kesehatan tingkat primer yang bermutu akan tetapi efektif
dan efisien.
Dokter keluarga juga bertugas di lini terdepan sebagai pelaksana pelayanan primer
yang handal, berpikir dan berancangan holistik, bertindak sebagai koordinator dan
kolaborator untuk kepentingan pasien, sebagai katalis masyarakat, memungkinkan audit,
meningkatkan akuntabilitas pelayanan dan antisipasif terhadap globalisasi. Kebijakan
pemerintah tentang akselerasi pengembangan dokter keluarga seharusnya merupakan bagian
dari penataan pelayanan kesehatan yang memberi penguatan pada pemberi pelayanan
kesehatan tingkat primer.
24
Perbedaan Dokter Praktek Umum dan Dokter Keluarga
Tabel ini menjelaskan tentang perbedaan antara dokter praktek umum dengan dokter
keluarga:
DOKTER PRAKTEK
UMUM DOKTER KELUARGA
Cakupan Pelayanan Terbatas Lebih Luas
Sifat Pelayanan Sesuai Keluhan
Menyeluruh, Paripurna,
bukan sekedar yang
dikeluhkan
Cara PelayananKasus per kasus dengan
pengamatan sesaat
Kasus per kasus dengan
berkesinambungan
sepanjang hayat
Jenis PelayananLebih kuratif hanya untuk
penyakit tertentu
Lebih kearah
pencegahan, tanpa
mengabaikan pengobatan
dan rehabilitasi
Peran keluarga Kurang dipertimbangkan Lebih diperhatikan dan
dilibatkan
Promotif dan pencegahan Tidak jadi perhatian Jadi perhatian utama
Hubungan dokter-pasien Dokter – pasienDokter – pasien – teman
sejawat dan konsultan
Awal pelayanan Secara individual
Secara individual sebagai
bagian dari keluarga
komunitas dan
lingkungan
PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN
25
Sumber Biaya Kesehatan
Seluruhnya bersumber dari anggaran pemerintahTergantung dari bentuk pemerintahan yang dianut, ditemukan Negara yang sumber biaya kesehatannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pada negara yang seperti ini, tidak ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Seluruh pelayanan kesehatan diselenggarkan oleh pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan seara cuma – cuma.
Sebagian ditanggung oleh masyarakatPada beberapa negara lain, sumber biaya kesehatannya juga berasal dari masyarakat. Pada negara yang seperti ini, masyarakat diajak berperan serta, baik dalam menyelenggarakan upaya kesehatan ataupun pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan.Dengan ikut sertanya masyarakat menyyelanggarakan pelayanan kesehatan, maka ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan diikutsertakan masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka pelayanan kesehatan tidaklah cuma – cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya.
Macam Biaya Kesehatan
Biaya pelayanan kedokteranBiaya yang dimaksudkan disini adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan utamanya untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
Biaya pelayanan kesehatan masyarakatBiaya yang dimaksudkan disini adalah yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yakni yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit.
Sama halnya dengan biaya kesehatan secara keseluruhan, maka masing – masing biaya kesehatan ini dapat pula ditinjau dari dua sudut yakni dari sudut penyelennggara kesehatan (health provider) dan dari sudut pemakai jasa (health consumer).
Ditinjau dari sudut
Biaya Pelayanan Kedokteran Biaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Penyelenggara pelayanan
Sumber dana amat bervariasi. Pada negara sosialis adalah pemerintah, pada negara non-sosialis juga swasta
Jumlah dana yang tersedia tergantung dari kemampuan pemerintah (sosialis) dan juga swasta (non sosialis)
Penyebaran dana ditentukan oleh undang – undang (sosialis) dan hokum ekonomis (non sosialis)
Sumber dana terutama dari pemerintah
Jumlah dana yang tersedia tergantung dari kemampuan pemerintah
Penyebaran dana ditentukan oleh undang – undang
Pemanfaatan dana sangat memperhatikan efektivitas dan efisiensi.
26
Pemanfaatan dana kurang memperhatikan efektivitas dan efisiensi
Pemakai Jasa Sumber dana amat pelayanan bervariasi. Pada negara sosialis adalah pemerintah (pelayanan dengan pembayaran)
Jumlah dana tergantung dari peraturan (sosialis) dan jenis pelayanan yang diselenggarakan (non sosialis)
Penyebaran dana tergantung peraturan (sosialis) dan kemampuan penderita (non sosialis)
Pemanfaatan dana tergantung peraturan (sosialis) serta kebutuhan dan tuntutan penderita (non sosialis)
Sumber dana terutama pemerintah
Jumlah dana tergantung dari peraturan dan rencana
Penyebaran dana tergantung peraturan dan rencana
Pemanfaatan dana tergantung kebutuhan.
Pengertian Kegiatan investasi
Investasi kesehatan adalah memberikan atau menanam untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan Investasi kesehatan juga bisa diartikan sebagai usaha-usaha yang dilakukan
untuk meningkatkanderajat kesehatan masyarakat. Artinya apapun yang dilakukan
oleh seseorang atau masyarakat untuk tujuan memperoleh keuntungan dalam
kehidupannya termasuk mendapatkan pelayanan a t au de r a j a t ke seha t an yang
l eb ih ba ik d i s ebu t s ebaga i i nves t a s i ke seha t an . Con toh : Orang berinvestasi
dalam pelayanan kesehatan adalah orang yang telah mengeluarkan dananya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Konsep Investasi Pelayanan Kesehatan
K o n s e p i n v e s t a s i p e l a y a n a n k e s e h a t a n d a p a t
d i k a t e g o r i k a n k e d a l a m d u a h a l , y a i t u :
1. Investasi yang bersifat langsung
Inves t a s i yang be r s i f a t l angsung ada l ah me l akukan penanaman
moda l a t au penge lua ran s eca r a ekonomi untuk memperoleh manfaat
secara langsung berdasarkan kalkulasi ekonomi. Contoh: Si Ali memiliki
pendapatan Rp. 1 juta per bulan. Dia menginvestasikan 10% dari uangnya
untuk pembiayaan pelayanan kesehatannya. Si Ali berfikir bahwa setiap bulan dia
hanya menyisihkan uangnya Rp. 100 ribu untuk pembiayaan kesehatan melalui
27
perusahaan asuransi. Tetapi bila dia sak i t dan ke luarganya , maka
perusahaan asurans i yang akan menanggung se luruh b iaya perawatan
selama sakit.
2. Investasi yang bersifat tidak langsung
Investasi yang bersifat tidak langsung adalah biaya atau pengeluaran
yang dikeluarkan mendapat manfaat dari adanya manfaat yang diterima
oleh unsur lainnya, atau bisa dikatakan manfaat yang diterima tidak secara
langsung dari kalkulasi biaya atau pengeluaran.
Bentuk-Bentuk Investasi Pelayanan Kesehatan adalah:
A. Inves tas i Biaya Pe layanan Keseha tan
Investasi biaya pelayanan kesehatan adalah pembiayaan-pembiayaan yang
dikeluarkan untuk melakukan pembiayaan kesehatan. Kategori pembiayaan
kesehatan meliputi:
1. Pembiayaan un tuk upaya-upaya promot i f . Pembiayaan untuk
upaya-upaya promotif adalah berupa uang atau pengeluaran yang
diberikanuntuk membiyai kegiatan pemeliharaan kesehatan.
Misalnya: membeli alat olahraga, membelimajalah kesehatan, membeli
makanan bergizi, dan sebagainya.
2. Pembiayaan untuk upaya-upaya preventif. Pembiayaan untuk upaya-upaya
preventif adalah uang atau pengeluaran yang diberikan
untuk membiayai kegiatan preventif atau pencegahan penyakit. Misalnya:
biaya untuk imunisasi, biaya un tuk pembuatan jamban , b iaya un tuk
pembuatan tempat sampah, b iaya un tuk membel i a i r bersih, dan
lain-lain.
3. Pembiayaan untuk upaya kuratif. Pembiayaan untuk upaya kuratif adalah
biaya atau pengeluaran yang diberikan untuk membiayai kegiatan
pengobatan. Misalnya: biaya yang dikeluarkan untuk membayar
asuransi kesehatan.Tetapi bila sudah terkena sakit baru mengeluarkan biaya
untuk pengobatan penyakit, maka tidak diglongkan sebagai investasi. Itu
hanya digolongkan sebagai pembiayaan kesehatan.
4. Pembiayaan untuk upaya rehabilitatif. Pembiayaan untuk upaya rehabilitatif
adalah biaya atau pengeluaran yang diberikan untuk untuk membiayai
28
kegiatan pemulihan kesehatan. Misalnya: biaya konsultasi, biaya
makanan bergizi, biaya relaksasi/hiburan
B. Investasi Perilaku Kesehatan
Investasi perilaku kesehatan adalah biaya atau pengeluaran yang tidak berupa uang
tetapi berupa perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan tidak bisa digantikan dengan
uang. Contoh: Berhenti merokok tentu saja tidak bisa dibeli. Jadi perilaku
kesehatan memiliki aspek dan kepentingan tersendiri.Banyak orang mengatakan
bahwa untuk mencapai hidup sehat ditentukan oleh uang. Tentu saja pendapat ini
tidak sepenuhnya benar. Karena untuk hidup sehat juga bisa tanpa uang atau
tidak semua hidup sehat membutuhkan uang.
Pembiayaan Dokter Keluarga Oleh Negara
1. Unsur-Unsura. Dana
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan dan sektor
lainterkait yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan
kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat
dipertanggungjawabkan serta dipertanggung-gugatkan.
b. Sumber Daya
Sumber daya dari subsistem pembiayaan kesehatan, meliputi: SDM
pengelola,sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara
berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian,
dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya
pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/mekanisme pengelolaan dana kesehatan adalah seperangkat aturan
yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem
pembiayaan kesehatan oleh pemerintah secara lintas sektor yang mencakup
mekanisme penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan.
2. Prinsip
29
a. Kecukupan
Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung-jawab bersama
pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerinth
untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan
dan belanja, baik pusat maupun daerah, terus diupayakan peningkatan dan
kecukupannya sesuai kebutuhan menuju sekurang-kurangnya 5% dari PDB
atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya.
Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan
tanggung-jawab pemerintah.
Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah,
masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus di
tingkatkan untuk menjamin kecukupan
b. Efektif dan Efisien
Dalam menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka
pembelanjaannya dilakukan melalui kesesuaian antara perencanaan
pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan
anggarandan kompetensi pemberi pelayanan kesehatan; sistem pembayaran
pada fasilitas kesehatan perlu dikembangkan menuju bentuk
pembayaran prospect
c. Adil dan Transparan
Dana kesehatan yang terhimpun baik dari pemerintah dimanfaatkan secara
adil dalam rangka menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat
dala memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Dana kesehatan digunakan secara bertanggungjawab dan bertanggung-
gugat berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance
transparan, danmengacu pada peraturan perundangan yang berlaku
3. Penyelenggaraan
Subsistem pembiayaan kesehatan merupakan suatu proses yang terus-menerus dan
terkendali, agar tersedia dana kesehatan yang mencukupi dan berkesinam bungan,
bersumber dari pemerintah.
30
Perencanaan dan pengaturan pembiayaan kesehatan dilakukan melalui pengumpulan
berbagai sumber dana yang dapat menjamin kesinambungan pembiayaan kesehatan,
mengalokasikannya secara rasional, serta menggunakannya secara efisien dan efektif.
Dalam hal pengaturan penggalian dan pengumpulan serta pemanfaatan dana yang ber
sumber dari iuran wajib, pemerintah harus melakukan sinkronisasi dan sinergisme
antara sumber dana dari iuran wajib, dana APBN/APBD, dana dari masyarakat, dan
sumber lainnya.
a. Penggalian Dana
Penggalian dana pembangunan kesehatan yang bersumber dari pemerintah
dilakukan melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman yang
tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya.
b. Pengalokasian Dana
Pengalokasian dana pemerintah dilakukan melalui perencanaan anggaran
dengan mengutamakan upaya kesehatan prioritas secara bertahap dan terus
ditingkatkan jumlah pengalokasiannya sehingga sesuai dengan kebutuhan. Hal
ini termasuk program bantuansosial dari pemerintah untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas).
Dana pemerintah untuk pembangunan kesehatan diarahkan untuk membiayai
upaya kesehatan primer, sekunder, dan tersier dengan mengutamakan
masyarakat rentan dan miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau
terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati swasta, termasuk program-
program kesehatanyang mempunyai daya ungkit tinggi terhadap peningkatan
derajat kesehatan masyarakat.
Pengalokasian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan melalui
kepesertaan dalam jaminan pemeliharaan kesehatan yang diatur oleh
pemerintah. Pengalokasian dana yang dihimpun dari masyarakat dilaksanakan
berdasarkan asas gotong-royong sesuai dengan potensi dan kebutuhannya.
Masyarakat yang didukung dengan pemberian insentif. Penggalian dana yang
31
bersumber dari masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri
atau dilakukan secara pasif
c. Pembelanjaan
Pemanfaatan dana kesehatan dilakukan dengan memperhatikan aspek teknis
maupun alokatif sesuai peruntukannya secara efisien dan efektif untuk
terwujudnya pengelolaan pembiayaan kesehatan yang transparan, akuntabel,
serta menerapkan prinsip penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good
governance).
Pembelanjaan dana kesehatan diarahkan terutama melalui jaminan
pemeliharaan kesehatan, baik yang bersifat wajib maupun sukarela serta dalam
upaya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan.
Jaminan Kesehatan Daerah
Program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) sebagai upaya Pemerintah Daerah dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat akan jaminan kesehatan, terutama bagi masyarakat miskin.
Terdapat dua alasan yang memotivasi pemerintah daerah untuk memperkenalkan kebijakan
jaminan kesehatan lokal. Alasan pertama adalah faktor regulasi. UU No 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk
mengembangkan program jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan. Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 007/PUU-III/2005 yang mengijinkan pemerintah daerah membentuk
lembaga yang mengkhususkan diri dalam mengelola program jaminan kesehatan di wilayah
masing-masing juga menjadi salah satu pendorong. Selain itu, pedoman Pelaksanaan Program
Jamkesmas yang diterbitkan setiap tahun menyarankan bahwa orang miskin yang tidak
termasuk dalam daftar keanggotaan Jamkesmas yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Alasan kedua adalah kepentingan politik kepala daerah. Sistem pemilihan langsung kepala
daerah memiliki implikasi terhadap bagaimana pemerintah daerah merumuskan kebijakan
pembangunannya. Sistem pemilihan langsung telah mengalihkan fokus akuntabilitas
pemimpin yang terpilih. Kepala daerah telah menjadi subjek penilaian para konstituen yang
berbeda dibandingkan sistem perwakilan pemilu sebelumnya. Oleh karena itu, pemimpin
32
yang baru tersebut akan mencari kebijakan populer yang dapat mempertahankan dukungan
rakyatnya, termasuk menjanjikan adanya jaminan kesehatan untuk masyarakat.
Pemerintah daerah, terutama pemerintah kabupaten/kota telah menunjukkan sampai batas
tertentu, mereka bertanggung jawab untuk memberikan jaminan layanan perawatan kesehatan
bagi masyarakat miskin yang tidak tertanggung oleh Program Jamkesmas. Dari kasus yang
diteliti, setidaknya ada dua jenis respon pemerintah daerah. Yang pertama adalah bahwa
pemerintah daerah hanya menganggarkan sejumlah dana sebagai subsidi biaya kesehatan bagi
penyedia kesehatan. Pemerintah daerah yang menggunakan jenis kebijakan ini adalah Kab.
Lebak, Kota Tasikmalaya, dan Kab. Kutai Timur. Respon kedua adalah bahwa pemerintah
mengambil tindakan yang lebih progresif dengan mengembangkan program jaminan layanan
kesehatan. Daerah yang menggunakan jenis kebijakan ini adalah Kab. Kendal, Kota
Balikpapan, Kab. Kulonprogo, Kota Makassar, dan Kota Palembang.
Di samping kabupaten/kota memberikan Jaminan kesehatan kepada masyarakat, pemerintah
provinsi juga memainkan peran pendukung. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Sumatra
Selatan misalnya, memperkenalkan program Jaminan Kesehatan tingkat Provinsi. Namun,
program ini tidak langsung disalurkan kepada penerima bantuan, karena mereka
menyalurkannya melalui pemerintah kabupaten dan kota.
Salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh Pemerintah Daerah (Pemda) adalah
melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang dikelola oleh Pemda ke
dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.
Langkah tersebut akan mempercepat peningkatan cakupan JKN secara keseluruhan.
Menteri Kesehatan telah mengajak jajaran Pemda Provinsi atau Kabupaten/Kota untuk
melakukan advokasi agar fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan milik swasta bersedia melakukan kerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam
pemberian pelayanan kesehatan bagi peserta JKN.
Sejak 1 Januari 2014, Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan dimulainya JKN.
Cakupan JKN akan diperluas secara bertahap sehingga pada tahun 2019 akan tercapai
jaminan kesehatan semesta atau Universal Health Care. Selain dimaksudkan untuk
menghapuskan hambatan finansial bagi masyarakat dalam menjangkau pelayanan kesehatan
yang komprehensif dan bermutu, JKN juga dimaksudkan untuk: 1) mewujudkan kendali
33
mutu dan biaya dalam pelayanan kesehatan; 2) memperkuat layanan kesehatan primer dan
sistem rujukannya; 3) mengutamakan upaya promotif-preventif dalam pelayanan kesahatan
untuk menekan kejadian penyakit, sehingga orang yang berobat berkurang dan pembiayaan
kesehatan menjadi lebih efisien.
Pada tahap awal kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai 1
Januari 2014 terdiri dari peserta PBI Jaminan Kesehatan (pengalihan dari program
Jamkesmas), Anggota TNI dan PNS di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya, Anggota POLRI dan PNS di lingkungan POLRI, dan anggota keluarganya,
peserta asuransi kesehatan sosial dari PT. Askes (Persero) beserta anggota keluarganya,
peserta jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek dan anggota
keluarganya, peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah berintegrasi dan
peserta mandiri (pekerja bukan penerima upah dan pekerja penerima upah). Tahap
selanjutnya sampai dengan tahun 2019 seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).
Di Samarinda, program Jamkesda bagi warganya tahun 2014 tetap dilanjutkan dan sistem
pelayanannya masih tetap sama seperti sebelumnya.
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
Sistem Rujukan Berjenjang
I. Definisi dan ketentuan umum
A. Definisi
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial,
dan seluruh fasilitas kesehatan.
34
B. Ketentuan Umum
1. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang
dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik
yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan
tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku
6. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan
dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur
sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
35
7. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan
akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan
dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama
8. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
9. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
yang sifatnya sementara atau menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau
ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.
36
II. Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat;
Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. Bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
37
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien;
untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut
hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. Pertimbangan geografis; dan
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi
gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di
luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan
tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian
terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
III. Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan
1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk
forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar
tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan
koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang
tersedia agar:
a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan
prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat
38
memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan
kebutuhan medis.
b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi
pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai
dengan kebutuhan medis.
2. Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS
Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC)
dari masing-masing Faskes. Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang
dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan
IV. Pembinaan dan pengawasan system rujukan berjenjang
1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.
2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan
pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.
3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
kesehatan tingkat ketiga.
Hal yang perlu di perhatikan dalam sistem rujukan berjenjang
1. Apakah pasien yang tidak mengikuti rujukan berjenjang dapat dijamin oleh BPJS
Kesehatan?
Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan
dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur
sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi tertentu
yaitu kondisi gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan
geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
2. Untuk pasien di perbatasan, apakah diperbolehkan untuk merujuk pasien lintas
kabupaten?
Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas
kabupaten.
39
Jenis Rujukan
1. Rujukan pasien
Pengiriman pasien rujukan harus dilaksanakan sesuai dengan indikasi medis untuk
perawatan dan pengobatan lebih lanjut ke sarana pelayanan yang lebih
lengkap.Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima rujukan harus merujuk kembali
pasien ke sarana kesehatan yang mengirim, untuk mendapatkan pengawasan
pengobatan dan perawatan termasuk rehabilitasi selanjutnya.
2. Rujukan spesimen atau penunjang diagnostik lainnya
a. Pemeriksaan:
Spesimen atau penunjang diagnostik lainnya yang dirujuk, dikirimkan ke
laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik rujukan guna mendapat
pemeriksaan laboratorium atau fasilitas penunjang diagnostik yang tepat.
b. Pemeriksaan Konfirmasi.
Sebagian spesimen yang telah diperiksa di laboratorium puskesmas, rumah
sakit atau laboratorium lainnya boleh dikonfirmasi ke laboratorium yang lebih
mampu untuk divalidasi hasil pemeriksaan pertama.
3. Pengalihan pengetahuan dan keterampilan
Dokter spesialis dari rumah sakit dapat berkunjung secara berkala ke
puskesmas.Dokter asisten spesialis / residen senior dapat ditugaskan di rumah sakit
kabupaten/kota,Puskesmas yang membutuhkan atau kabupaten yang belum
mempunyai dokter spesialis.Kegiatan menambah pengetahuan0dan ketrampilan bagi
dokter umum, bidan atau perawat dari puskesmas atau rumah sakit umum
kabupaten/kota dapat berupa magang atau pelatihan di rumah sakit umum yang lebih
lengkap.
4. Sistem Informasi Rujukan
a. Informasi kegiatan rujukan pasien dibuat oleh petugas kesehatan pengirim dan
dicatat dalam surat rujukan pasien yang dikirimkan ke dokter tujuan rujukan,
yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal dan jam pengiriman, status
jaminan kesehatan yang dimiliki pasien baik pemerintah atau swasta, tujuan
40
rujukan penerima, nama dan identitas pasien, resume hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosa, tindakan dan obat yang telah diberikan, termasuk
pemeriksaan penunjang diagnostik, kemajuan pengobatan, nama dan tanda
tangan dokter/bidan yang memberikan pelayanan serta keterangan tambahan
yang dipandang perlu.
b. Informasi balasan rujukan dibuat oleh dokter yang telah merawat pasien
rujukan. Surat balasan rujukan yang dikirimkan kepada pengirim pasien
rujukan, memuat: nomor surat, tanggal, status jaminan kesehatan yang
dimiliki, tujuan rujukan penerima, nama dan identitas pasien, hasil diagnosa
setelah dirawat, kondisi pasien saat keluar dari perawatan dan tindak lanjut
yang diperlukan. (format surat balasan rujukan terlampir).
c. Informasi rujukan spesimen dibuat oleh pihak pengirim dengan mengisi surat
rujukan spesimen, yang berisikan antara lain : nomor surat, tanggal, status
jaminan kesehatan yang dimiliki, tujuan rujukan penerima, jenis/bahan/asal
spesimen, nomor spesimen yang dikirim, tanggal pengambilan spesimen, jenis
pemeriksaan yang diminta, nama dan identitas pasien, serta diagnosis klinis.
Informasi balasan hasil pemeriksaan bahan / spesimen yang dirujuk dibuat
olehpihak laboratorium penerima dan segera disampaikan pada pihak pengirim
dengan menggunakan format yang berlaku di laboratorium yang bersangkutan.
d. Informasi alih pengetahuan oleh tenaga ahli/dokter spesialiskepala puskesmas,
kepala klinik atau Direktur rumah sakit membuat permintaan permohonan
ditujukan kepada fasilitas kesehatan/institusi pendidikan yang dituju dengan
tembusan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berisikan antar lain : nomor surat, tanggal,
perihal permintaan tenaga ahli dan menyebutkan jenis spesialisasinya, waktu
dantempat kehadiran jenis spesialisasi yang diminta, maksud keperluan
tenaga ahli diinginkan dan sumber biaya atau besaran biaya yang disanggupi.
Surat permintaan alih teknologi oleh tenaga ahli / dokter spesialis).
Informasi petugas yang mengirim, merawat atau meminta tenaga ahli
selalu ditulis nama jelas, asal institusi dan nomor telepon atau handphone yang
bisa dihubungi pihak lain. Keterbukaan antara pihak pengirim dan penerima
untuk bersedia memberikan informasi tambahan yang diperlukan masing-
masing pihak melalui media komunikasi bersifat wajib untuk keselamatan
41
pasien, spesimen dan alih pengetahuan medis. Pencatatan dan pelaporan
sistem informasi rujukan menggunakan format terlampir yang baku untuk
rumah sakit dan untuk laporan rujukan puskesmas. Adapun alur pelaporan
rujukan akan mengikuti alur pelaporan yang berlaku.
Alur Rujukan
Alur rujukan pasien berlaku secara umum, kecuali bagi rujukan kasus
kegawatdaruratan, bencana atau rujukan khusus. Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam alur rujukan yaitu:
a. Klasifikasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Rumah sakit umum dan khusus kelas A sebagai rujukan bagi rumah sakit
umum kabupaten/kota dengan klasifikasi B, C atau D atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain, termasuk rumah sakit TNI / Polri dan swasta di Provinsi.Rumah sakit
umum kelas B menjadi tujuan rujukan dari rumah sakit umum kelas C. Rumah sakit
umum kelas C menjadi tujuan rujukan dari rumah sakit umum kelas D terdekat yang
belum mempunyai spesialisasi yang dituju.Rumah sakit umum kelas D menjadi tujuan
rujukan dari puskesmas. Dalam hal keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau
ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap rumah sakit yang dituju maka
rujukan tidak harus mengikuti rujukan berjenjang.(misal bisa RS kelas D atau RS
kelas D ke A).
b. Lokasi / Wilayah Kabupaten/Kota
Berdasarkan hasil pemetaan wilayah dan tujuan rujukan masing-masing
Kabupaten/Kota bisa berdasarkan lokasi geografis, fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu dan terdekat.
c. Koordinasi unsur-unsur pelaksana Teknis
Unsur-unsur pelaksana teknis rujukan lain sebagai sarana tujuan rujukan yang
dapat dikoordinasikan di tingkat Daerah, antara lain: Balai Laboratorium Kesehatan.
Rujukan upaya kesehatan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung-jawab
secara timbal balik, baik horisontal dan vertikal maupun struktural dan fungsional
42
terhadap kasus penyakit atau masalah penyakit atau permasalahan kesehatan.Rujukan
dibagi dalam rujukan medik yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa
pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit; sedang
rujukan kesehatan dikaitkan dengan upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan
berupa sarana, teknologi, dan operasional.
Upaya kesehatan primer adalah upaya kesehatan dimana terjadi kontak
pertama secara perorangan atau masyarakat dengan pelayanan kesehatan melalui
mekanisme rujukan timbal-balik, termasuk penanggulangan bencana dan pelayanan
gawat darurat.
Upaya kesehatan sekunder dan tersier adalah upaya kesehatan tingkat rujukan
maupun rujukan tingkat lanjut.
1) Upaya Kesehatan Primer
Upaya Kesehatan Primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer
dan pelayanan kesehatan masyarakat primer.
a) Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP)
Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana
terjadi kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan perorangan primer memberikan penekanan pada
pelayanan pengobatan, pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan
pencegahan, termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya hidup sehat
(healthy life style).
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan oleh tenaga
kesehatan yang dibutuhkan dan mempunyai kompetensi seperti yang ditetapkan
sesuai ketentuan berlaku serta dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun
fasilitas kesehatan perorangan primer baik Puskesmas dan jaringannya, serta
fasilitas kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Dilaksanakan dengan dukungan pelayanan kesehatan perorangan sekunder dalam
sistem rujukan yang timbal balik.
Pelayanan kesehatan perorangan primer diselenggarakan berdasarkan Norma,
Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) pelayanan yang ditetapkan oleh
43
Pemerintah dengan memperhatikan masukan dari organisasi profesi dan
masyarakat.
Pelayanan kesehatan perorangan primer dapat diselenggarakan sebagai
pelayanan yang bergerak (ambulatory) atau menetap; dapat dikaitkan dengan
tempat kerja, seperti klinik perusahaan; dan dapat disesuaikan dengan lingkungan
atau kondisi tertentu (kesehatan matra, seperti: kesehatan haji, kesehatan kelautan,
kesehatan penerbangan, kesehatan wisata).
Pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan perorangan primer di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai kebutuhan, terutama
bagi masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan
terdepan, serta yang tidak diminati swasta.
Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan primer untuk penduduk miskin
dibiayai oleh pemerintah, sedangkan golongan ekonomi lainnya dibiayai dalam
sistem pembiayaan yang diatur oleh pemerintah.
Dalam pelayanan kesehatan perorangan termasuk pula pelayanan kesehatan
berbasis masyarakat dalam bentuk seperti Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) dan
pengobatan tradisional serta pengobatan alternatif yang secara ilmiah telah
terbukti terjamin keamanan dan khasiatnya.
b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)
Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan peningkatan dan
pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer menjadi tanggung-
jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang pelaksanaan operasionalnya dapat
didelegasikan kepada Puskesmas.Masyarakat termasuk swasta dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat primer sesuai peraturan yang
berlaku dan berkerjasama dengan pemerintah.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat primer ditanggung oleh
pemerintah bersama masyarakat, termasuk swasta.Pemerintah wajib
melaksanakan dan membiayai pelayanan kesehatan masyarakat primer yang
berhubungan dengan prioritas pembangunan kesehatan melalui kegiatan perbaikan
lingkungan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta
paliatif.
44
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat primer didukung kegiatan
lainnya, seperti surveilans, pencatatan, dan pelaporan.
Pemerintah dapat membentuk fasilitas kesehatan yang secara khusus
ditugaskan untuk melaksanakan upaya kesehatan masyarakat sesuai keperluan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat primer mendukung upaya
kesehatan berbasis masyarakat dan didukung oleh pelayanan kesehatan
masyarakat sekunder.
2) Upaya Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang
terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan
masyarakat sekunder.
a) Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan kesehatan
spesialistik yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer,
yang meliputi rujukan kasus, spesimen, dan ilmu pengetahuan serta wajib merujuk
kembali ke fasilitas kesehatan yang merujuk.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan oleh dokter spesialis
atau dokter yang sudah mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai ijin
praktik serta didukung tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.Pelayanan
kesehatan perorangan sekunder dilaksanakan di tempat kerja maupun fasilitas
kesehatan perorangan sekunder baik Rumah Sakit setara kelas C serta fasilitas
kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun swasta.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder harus memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti (evidence based
medicine) serta didukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder yang bersifat tradisional dan
komplementer dilaksanakan dengan berafiliasi dengan atau di rumah sakit
pendidikan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan sebagai wahana
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pendidikan
dan pelatihan.
45
b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS)
Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk
sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh
pelayanan kesehatan masyarakat tersier.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menjadi
tanggung- jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan atau Provinsi sebagai
fungsi teknisnya, yakni melaksanakan pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak
sanggup atau tidak memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan masyarakat
primer.
Dalam penanggulangan penyakit menular yang tidak terbatas pada suatu batas
administrasi pemerintahan (lintas kabupaten/ kota), maka tingkat yang lebih tinggi
(provinsi) yang harus menanganinya.
Fasilitas kesehatan penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat sekunder
dibangun sesuai dengan standar. Bagi fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat
milik swasta harus mempunyai izin sesuai peraturan yang berlaku serta dapat
bekerjasama dengan unit kerja Pemerintah Daerah, seperti laboratorium
kesehatan, Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai Pengamanan
Fasilitas Kesehatan (BPFK), dan lain-lain.
3) Upaya Kesehatan Tersier
Upaya kesehatan tersieradalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri
dari pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat
tersier.
a) Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)
Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan sub-spesialistik dari
pelayanan kesehatan di bawahnya, dan wajib merujuk kembali ke fasilitas
kesehatan yang merujuk.
Pelaksana pelayanan kesehatan perorangan tersier adalah dokter sub-spesialis
atau dokter spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus atau pelatihan
dan mempunyai izin praktik dan didukung oleh tenaga kesehatan lainnya yang
diperlukan.
46
Pelayanan kesehatan perorangan tersier dilaksanakan di Rumah Sakit Umum,
Rumah Sakit Khusus setara kelas A dan B, baik milik pemerintah maupun swasta
yang mampu memberikan pelayanan kesehatan sub- spesialistik dan juga
termasuk klinik khusus, seperti pusat radioterapi.
Pemerintah mengembangkan berbagai pusat pelayanan unggulan nasional
yang berstandar internasional untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
dan menghadapi persaingan global dan regional.
Fasilitas pelayanan kesehatan perorangan tersier dapat didirikan melalui modal
patungan dengan pihak asing sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang
berlaku.Pelayanan kesehatan perorangan tersier wajib melaksanakan penelitian
dan pengembangan dasar maupun terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat
pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)
Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari
pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam
bentuk sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan
operasional.
Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah Dinas Kesehatan
Provinsi, Unit kerja terkait di tingkat Provinsi, Departemen Kesehatan, dan Unit
kerja terkait di tingkat nasional.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersier menjadi tanggung-jawab
Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan yang didukung dengan
kerja sama lintas sektor. Institut pelayanan kesehatan masyarakat tertentu secara
nasional dapat dikembangkan untuk menampung kebutuhan pelayanan kesehatan
masyarakat.
47
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer yang komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif,
mempertimbangkan keluarga, komunitas, dan lingkungannya dilandasi keterampilan, dan
keilmuan yang mapan. Pembiayaan kesehatan terdiri atas pembiayaan pribadi, perusahaan,
Negara dan daerah. Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
3.2. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan yang terdapat pada penyusunan laporan ini,
untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen-dosen yang
mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dari rekan-rekan
angkatan 2011, dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
48