42
REVIEW ARTIKEL PENELITIAN “YOUNG CHILDREN’S BLOCK PLAY AND MATHEMATICAL LEARNING” BAB I PENDAHULUAN Masa awal anak-anak sering disebut sebagai tahap mainan, karena dalam periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Menjelang berakhirnya awal anak- anak, anak tidak lagi memberikan sifat-sifat manusia, binatang, atau benda-benda kepada mainannya. Minatnya untuk bermain dengan mainan mulai berkurang dan ketika ia mencapai usia sekolah. Mainan-mainan itu dianggap sebagai pembuang waktu dan merasa waktunya lebih baik digunakan untuk mempelajari sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dewasa. Sebaliknya Bruner (1999) mengatakan bahwa bermain dalam masa kanak-kanak adalah kegiatan yang serius, yang merupakan bagian penting dalam perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak. Hal ini berarti bermain merupakan aktivitas yang serius, bahkan merupakan kegiatan pokok dalam masa anak-anak. Ini merupakan sarana untuk improvisasi dan kombinasi, sarana pertama dari sistem peraturan melalui mana-mana kendali-kendali budaya menggantikan sifat anak yang dikuasai oleh dorongan-dorongan kekanak-kanakan (Hurlock,1999 : 121).

BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

REVIEW ARTIKEL PENELITIAN

“YOUNG CHILDREN’S BLOCK PLAY AND MATHEMATICAL

LEARNING”

BAB I

PENDAHULUAN

Masa awal anak-anak sering disebut sebagai tahap mainan, karena dalam

periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Menjelang

berakhirnya awal anak-anak, anak tidak lagi memberikan sifat-sifat manusia,

binatang, atau benda-benda kepada mainannya. Minatnya untuk bermain dengan

mainan mulai berkurang dan ketika ia mencapai usia sekolah. Mainan-mainan itu

dianggap sebagai pembuang waktu dan merasa waktunya lebih baik digunakan

untuk mempelajari sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi

kehidupan dewasa. Sebaliknya Bruner (1999) mengatakan bahwa bermain dalam

masa kanak-kanak adalah kegiatan yang serius, yang merupakan bagian penting

dalam perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak. Hal ini berarti

bermain merupakan aktivitas yang serius, bahkan merupakan kegiatan pokok

dalam masa anak-anak. Ini merupakan sarana untuk improvisasi dan kombinasi,

sarana pertama dari sistem peraturan melalui mana-mana kendali-kendali budaya

menggantikan sifat anak yang dikuasai oleh dorongan-dorongan kekanak-kanakan

(Hurlock,1999 : 121).

Anak dibekali potensi bawaan (Q.S : An Nahl : 78) yaitu potensi inderawi

(psikomotorik), IQ, EQ, dan SQ. Allah berfirman dalam Q. S. An Bahl : 78, “Dan

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu

bersyukur.” Oleh karena itu semua manusia perlu mensyukuri pembekalan dari

Allah SWT, dengan mengaktualisasikan menjadi kompetensi. Ijtihad dengan hasil

yang benar bernilai dua, apabila hasilnya salah bernilai satu, sedangkan taklid atau

mengikuti bernilai nol, jadi berpikir kreatif itu dikehendaki oleh Allah SWT.

Ketika bayi dilahirkan dimuka bumi ini, dia hanya dibekali dengan pendengaran,

Page 2: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

penglihatan, dan hati yang kelak bisa dikembangkan. Perkembangan tingkah laku

seorang bayi dalam tingkat sensori motoris dapat dilihat ketika dia bermain,

dengan menjelajahi benda dan manusia yang ditemuinya dan menyelidikinya.

Pada akhir usia satu tahun ia mulai bermain dengan ciluk-ba. Kemudian ia

bermain dengan menggunakan alat, dan pada usia menjelang ia bermain

konstruktif, dengan benda dan beberapa aturan. Anak usia tiga tahun dapat

bermain dengan berperan sebagai keluarga. Anak bisa bermain dengan peraturan.

Pada usia lima tahun, umumnya anak-anak memproleh keterampilan

membandingkan, menghitung, menggolongkan, mengukur, mengurutkan dan

menggunakan pecahan (Varol & Farran, 2006). Seperti keterampilan Matematika

dapat dikembangkan melalui permainan sebuah balok kayu, menggunakan jenis

balok yang berbeda (Wolfgang, Stan-Nard & Jones, 2001).

Sementara itu sering dirasa bahwa Matematika boleh jadi sebagai mata

pelajaran yang begitu sulit untuk anak-anak usia dini. Pengenalan Matematika

pada anak usia dini tidak hanya di bangku sekolah saja, akan tetapi bisa

dikenalkan pada usia batita di rumah. Bahkan kita hidup tidak lepas dari

Matematika. Anak-anak diarahkan dengan berbagai kesempatan kehidupan sehari-

hari untuk belajar dan mempelajari Matematika, seperti di dapur, dikamar tidur,

dimana saja si kecil bisa belajar matematika.

Pengenalan konsep Matematika sejak batita diyakini akan membantu

memperkuat intelektualitas anak di bangku sekolah. Kemampuan menyerap

pembelajaran Matematika pada siswa SD terbukti tidak hanya ditentukan oleh

tingkat kecerdasan anak, melainkan juga pengalamannya selama era prasekolah.

Pengenalan dan pembelajaran Matematika pada batita hendaknya lebih

menekankan pada pengenalan logika yang menunjukkan bentuk dan perbedaan.

Contohnya pengenalan bentuk lingkaran, bola, segitiga, bujur sangkar, persegi

panjang, kubus, balok dan silinder.

Kemudian sehubungan dengan keberhasilan suatu pendidikan pada

dasarnya akan sangat ditentukan oleh mutu pembelajaran yang dilakukan. Setiap

lembaga yang menyelenggarakan pendidikan selalu berupaya untuk

mengkondisikan proses pembelajaran secara optimal, dimana sumber daya yang

Page 3: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

ada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan

pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain.

Tetapi ada asumsi memilih mainan anak gampang-gampang susah. Apabila salah

pilih, akibatnya bisa runyam. Bila permainan terlalu sulit anak bisa stress. Hal ini

lambat laun akan berdampak buruk bagi perkembangan emosinya. Sebaliknya,

permainan yang terlalu mudah pun tak membawa manfaat bagi mereka. Karena

interestnya berkurang dan tak merasa tertantang.

Banyak penelitian pendidikan yang menyatakan bahwa anak-anak dari

keluarga yang sumber penghasilannya terbatas mempunyai prestasi level rendah

daripada mereka yang sumber ekonominya makmur (Jordan, Huttenlocher

&Levine, 1992 ; Saxe, Guberman & Gearhart, 1987). Penelitian lain menyatakan

bahwa mutu dari program pra sekolah, masukkan lingkungan dan keterlibatan

orang tua juga mempengaruhi prestasi Matematika seseorang (Klibanoff.et.Al,

2006). Walaupun dari keluarga ekonomi terbatas mungkin orang tua lebih sedikit

dilibatkan dalam pembelajaran mereka karena ketidakleluasan waktu dan

keuangan mereka, akan tetapi pembelajaran Matematika pada anak-anak mungkin

meningkat dengan masukkan guru yang tepat melalui permainan balok.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara mengenalkan sebuah konsep

matematika dengan menggunakan permainan balok kayu pada anak-anak usia

dini? Apakah permainan balok kayu sangat mempengaruhi proses pembelajaran

matematika pada anak usia dini?

Pengenalan konsep bentuk geometri dalam pembelajaran pada anak usia

dini adalah dengan bermain. Dengan permainan balok kayu ini dimaksudkan agar

Si anak mempunyai kesempatan untuk memanipulasi, mengulang-ulang,

menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekan, dan mendapatkan bermacam-

macam konsep serta pengertian yang diperoleh dari permainannya.

Permainan balok kayu memberikan kesempatan untuk para guru dalam

membantu pembelajaran Matematika melalui berbagai jenis masukkan atau

bimbingan guru. Selain itu permainan balok kayu ini juga menguntungkan dan

bermanfaat bagi semua anak-anak, baik anak dari keluarga yang sumber

ekonominya terbatas maupun dari keluarga yang ekonominya menengah ke atas.

Page 4: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

BAB II

RINGAKASAN ARTIKEL

Pembelajaran Matematika dan Permainan Balok Kayu Pada Anak Usia Dini

Abstrak

Penelitian Kualitatif ini meneliti tentang pembelajaran Matematika pada

anak kecil dengan permainan balok kayu. Dalam penelitian ini menggunakan dua

sampel anak laki-laki yang secara bebas diamati ketika sedang melengkapi atau

mengisi daerah dengan bermacam-macam balok kayu. Tiga tindakan Matematika

utama yang telah diteliti yaitu: penggolongan bentuk geometris, mengubah suatu

bentuk lebih besar dengan bentuk lebih kecil dan mentransformasikan bentuk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Permainan Balok Kayu pada anak kecil

yang di desain khusus dapat berfungsi meningkatkan tindakan pembelajaran

Matematika yang dapat memperkuat dasar dari pembelajaran Matematika yang

lebih maju.

Hampir setiap playgroup di AS mempunyai suatu pusat permainan balok

kayu. Meskipun telah diyakini bahwa permainan balok kayu dapat membantu

pembelajaran dan perkembangan anak kecil, banyak guru kanak-kanak yang tidak

sepenuhnya mengenal nilai pendidikan dari permainan balok kayu (Perserikatan

Pendidikan Anak Usia Dini Nasional).[NAYC], 1996; Wellhousen & Kieff, 2000;

Zacharos, Koliopoulos, Dokomaki & Kassoumi, 2007).

Pada kenyataannya, banyak guru yang memberikan anak-anak dengan

kegiatan didaktis seperti lembar kerja atau tugas akademik lainnya untuk

mengajar melek huruf (membaca), berhitung (matematika), ilmu kemasyarakatan

dan mata pelajaran lainnya, daripada memberikan kesempatan untuk memilih

kegiatan bermain bebas, seperti menyusun balok, bermain pura-pura, teka-teki dan

permainan lainnya. Kertas dan pensil tugas yang dirasa menjadi pengembang

Page 5: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

ternyata tidak sesuai, karena anak usia dini (Playgroup) dan anak-anak kelas

pertama berada sebelum atau tingkat cara kerja nyata dari pengembangan kognitif.

Sementara itu sering dirasa bahwa Matematika adalah sebagai mata

pelajaran yang sulit bagi anak-anak, oleh karena itu anak-anak diarahkan dalam

berbagai kesempatan kehidupan sehari-hari untuk belajar/mempelajari

Matematika. Dari usia 5 tahun umumnya anak-anak memperoleh keterampilan,

membandingkan, menghitung, menggolongkan, mengukur, mengurutkan, dan

menggunakan pecahan (Varol & Farran, 2006). Seperti keterampilan Matematika

dapat dikembangkan dengan permainan balok kayu, menggunakan jenis balok

yang berbeda.(Wolfgang, Stan-Nard & Jones, 2001). Sebagai seorang guru pra

sekolah sangat penting untuk mengenali permainan balok kayu, mereka dapat

memandu aktivitas permainan anak-anak, mempromosikan aksi matematika dan

pada akhirnya mendukung mereka belajar. Keterlibatan seorang guru sangat

penting dalam karena akan mempengaruhi pembelajaran Matematika PAUD

(Klibanoff, Levine, Huttenlocher, Vasilyeva & Hedges, 2006).

Permainan Balok kayu memberi kesempatan untuk para guru dalam

membantu pembelajaran Matematika melalui berbagai macam jenis masukkan

guru. Permainan ini dirasa sangat menguntungkan dan memberi manfaat bagi

anak-anak baik dari kalangan keluarga ekonomi lemah maupun dari keluarga

menengah keatas. Penelitian yang dilakukan (Klibanoff.et.Al,2006) menyatakan

bahwa mutu dari program pra sekolah, masukkan lingkungan, dan keterlibatan

orang tua juga mempengaruhi prestasi Matematika seseorang. Walaupun dari

keluarga ekonomi terbatas mungkin orang tua lebih sedikit dilibatkan dalam

pembelajaran mereka karena ketidakleluasan waktu dan keuangan mereka, akan

tetapi pembelajaran Matematika pada anak-anak mungkin meningkat dengan

masukkan guru yang tepat melalui permainan balok.

Metode

Penelitian kualitatif ini berdasarkan pada wawancara dengan 2 anak usia 6

dan 7 tahun. Kedua anak tersebut berasal dari keluarga yang ekonominya terbatas

dan keduanya tidak mengikuti prasekolah. Sebelum diwawancarai mereka berdua

Page 6: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

tidak memiliki pengalaman yang luas dalam permainan balok kayu. Peneliti

memberikan 2 jam sesi, selama 2 jam itu kedua anak tersebut bebas bermain

dengan balok kayu. Tujuan dari permainan bebas untuk anak-anak tersebut adalah

agar mereka terbiasa dengan potongan balok kayu tersebut. Peneliti juga

mengumpulkan informasi tentang latar belakang anak tersebut mengenai

keterampilan komunikasi, masa perhatian dan keterampilan Matematika mereka.

Tugas selanjutnya yang diberikan untuk anak-anak tersebut adalah mengisi

daerah diagram dengan balok. Daerah yang dikenalkan kepada mereka adalah

bentuk seperti mobil dan rumah. Kita sediakan 4 set balok untuk setiap daerah

yang mencakup beberapa potongan extra. Sebagai contoh satu set mencakup balok

berbentuk bujur sangkar dan 2 balok segitiga yang berbeda dan balok yang

berbentuk kedua-duanya yaitu segitiga dan persegi panjang untuk daerah badan

bentuk mobil. Pada set balok kedua yang disediakan untuk anak-anak yaitu balok

segitiga yang dapat dibentuk menjadi balok segiempat, saat 2 balok segitiga di set

pertama sisa dan tidak dibutuhkan untuk melengkapi tugas tersebut.

Kita mewawancarai 2 peserta yang independent di hari yang sama dengan

tugas yang sama. Pertama anak laki-laki berumur 6 tahun bernama Tony, dengan

tugas pertamanya yaitu mengisi daerah bebentuk mobil, setelah setengah jam

istirahat dilanjutkan dengan tugas yang kedua yaitu mengisi daerah yang

berbentuk rumah. Kedua anak laki-laki berumur 7 tahun bernama Corey,

melakukan tugasnya tanpa istirahat setelah ditanya terus-menerus, apakah dia

akan melanjutkan tugas yang lain. Waktu setiap wawancara yaitu sekitar 15 – 20

menit dan direkam dengan video recorder untuk analisa lebih lanjut.

Data analisis kita di informasikan dari proses pengulangan video analisis

(Lesh & Lehrer, 2000). Proses ini termasuk pengujian video untuk

mengidentifikasi bagian ketika anak-anak menunjukkan potensi tindakan

Matematika. Selama melihat pengulangan video, kita kembangkan kategori utama

dari tindakan Matematika. Setelah mengulang-ulang penglihatan video, kategori

dikembangkan untuk memperkuat analisis kita kemudian kita mengidentifikasi

kecenderungan dari kategori untuk menggambarkan tindakan Matematika pada

anak-anak.

Page 7: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

Hasil

Dari hasil analisis yang ditunjukkan anak-anak ketika melengkapi balok,

ada tiga temuan indikasi utama tindakan Matematika. Indikasi temuan yang

pertama bahwa anak-anak mengkategorikan potongan balok berdasarkan bentuk

geometrinya. Kedua anak tersebut sudah bisa memberi nama potongan balok

sebagai bentuk geometri. Mereka bisa menceritakan berbagai macam bentuk

seperti segitiga, persegi panjang dan bujur sangkar. Ketika menyajikan daerah

garis besar, kita meminta mereka untuk memberi nama balok pada set yang

disiapkan. Tony memberi label pada setiap balok dengan bentuk sendiri-sendiri,

menggunakan istilah geometri. Mengenai 2 potongan segitiga, segitiga sama kaki

(setengah dari potongan persegi) dan segitiga dengan sudut 300 – 600 – 900

(setengah dari 2 oleh 1 potongan persegi panjang). Dia mengenal kedua segitiga,

tetapi dibedakan oleh ukuran mereka. Dia memberi nama segitiga dengan sudut

300 – 600 – 900 sebagai “segitiga besar”. Dia juga memberi nama potongan bentuk

setengah keliling sebagai balok “U” dengan mengikuti kenyataan bahwa bundaran

kurva kelihatan seperti huruf abjad U.

Peserta kedua, Corey memberi nama balok yang berhubungan dengan

objek umum yang dikenal. Dia dapat mencatat bahwa kedua segitiga sama kaki

dan segitiga dengan sudut 300 – 600 – 900 berada dalam segitiga. Dalam

membedakannya, Corey memberi nama segitiga sama kaki sebagai “Roof-Top”

dan segitiga dengan sudut 300 – 600 – 900 sebagai “Diamond”. Dia menyebut

potongan bentuk setengah keliling sebagai “setengah roda” dengan menjelaskan

bahwa dua potongan akan menjadi bentuk roda. Tidak seperti Tony, Corey

memberi nama potongan balok dengan menghubungkan bentuk dengan objek

umum yang dikenal baginya. Anak-anak menunjukkan tindakan Matematika yang

umum. Keduanya bisa mengenla bentuk geometri (contoh geometri; segitiga,

persegi panjang dll.) pada balok dan membedakan tipe bentuk geometri dengan

mengikuti karakter mereka, seperti ukuran atau hubungan bentuk dalam

kehidupan sehari-hari .

Page 8: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

Indikasi temuan yang kedua dari analisa kami, dimana kita membagi

bervariasi set balok untuk mengisi daerah pada gambar, dianjurkan bahwa anak-

anak menyusun bentuk yang sama yang potongan baloknya lebih kecil. Dalam

istilah balok persegi panjang, kita menggunakan 4 tipe : 3 x 3 adalah balok

persegi, 6 x 3 adalah balok persegi panjang tipe 1, 12 x 3 adalah balok persegi

panjang tipe 2, dan 3 x 1½ adalah balok persegi panjang tipe 3. Kedua anak

dengan mudah menghitung (menggambarkan) hubungan di antara 4 perbedaan

balok tersebut dan mereka bisa menempatkab kembali balok persegi panjang yang

lebih besar dengan balok yang lebih kecil. Sementara itu berdasrkan catatan

penglihatan kami, bahwa persegi dengan ukuran 12 x 3 dapat disusun dengan dua

balok persegi panjang ukuran 6 x 3 tanpa secara fisik mencoba mengambil secara

bersama-sama potongan yang lebih kecil, keduanya tidak bisa menghitung

(menggambarkan) bagaimana dua segitiga sama kaki dapat dibentuk menjadi

balok persegi ukuran 3 x 3. Setelah beberapa kali percobaan, kedua anak akhirnya

dapat meletakkan 2 balok segitiga sama kaki secara bersama-sama menjadi bentuk

persegi.

Indikasi temuan yang ketiga mengindikasikan bahwa anak-anak dapat

menggerakan atau memanipulasi balok dengan memutar atau membalik untuk

menyusun bentuk yang diinginkan. Pada beberapa tugas, anak-anak diminta untuk

meletakkan dua balok dengan sudut 300 – 600 – 900 untuk membentuk balok

persegi panjang dengan ukuran 6 x 3, akan tetapi mereka tidak berhasil. Ketika

mereka kecewa, kita memberi petunjuk bagaimana 2 potong balok tersebut

diletakkan bersama-sama dengan tujuan untuk memotivasi mereka dalam

meneruskan usaha mereka. Mereka melakukan beberapa kali percobaan secara

acak dan akhirnya mereka mencoba memutar dan menggeser potongan balok

secara sistematis. Mereka menetapkan satu segitiga dan memutar atau

membalikkan balok yang lain tanpa mengulangi percobaan sebelumnya. Hal ini

menunjukkan bahwa mereka mulai memperhatikan orientasi segitiga, aksi

pemutaran dan aksi pencerminan menjadi strategi yang berarti bagi mereka.

Hasil dari analisa kami bahwa pengalaman bebas bereksplorasi yang

pertama dari seorang anak dengan unit balok kayu yang dibolehkan untuk terlibat

Page 9: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

dalam aksi Matematika, Penemuan konsep Matematika, dan menghubungkan

objek kepada mereka. Selama kami mengamati mereka, anak-anak tidak

menyatakan bahwa mereka sibuk dalam tindakan Matematika. Mereka mulai

memahami hubungan antara dua bentuk geometri yang berbeda dan membangun

dasar pembelajaran geometri untuk kemudian hari. Anak-anak juga mempunyai

kesempatan untuk menghitung, membandingkan mengukur dan memberi alasan

selama sesi bermain balok.

Implikasi dan Diskusi

Penelitian kami menunjukkan bahwa permainan balok memberikan

kesempatan untuk anak-anak dalam belajar konsep Matematika sebagai pengganti

pembelajaran Matematika tradisional, seperti tugas menulis di kertas dan latihan

soal. Anak-anak yang telah diminta untuk mengisi bentuk dengan menyajikan satu

set balok, mereka mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan

mereka tentang konsep geometri, seperti sudut, panjang, orientasi, dan area.

Menggunakan berbagai set balok dapat meningkatkan tingkat kesukaran, anak-

anak menyadari bahwa bentuk yang sama dapat diatur dengan berbagai susunan.

Balok persegi panjang dengan ukuran 6 x 3 dapat diganti dengan balok persegi

yang berukuran 3 x 3 atau dengan 4 balok segitiga sama kaki atau mengganti

dengan balok dengan sudut 300 – 600 – 900. Ini berarti mereka harus lebih dulu

menguji dan membandingkan antara sudut, panjang dan orientasi balok yang lebih

kecil di setiap set yang diberikan dengan tujuan untuk mencoba menutupi daerah

yang sama dari balok persegi panjang ukuran 6 x 3. Dengan demikian kita percaya

bahwa penugasan belajar ini menciptakan suatu konteks dimana anak-anak bisa

menyelidiki dan mengembangkan target konsep geometri selama bekerja dalam

aktifitas permainan.

Maka dari itu guru dari kanak-kanak dapat merencanakan hal serupa atau

memodifikasi tugas memperhatikan keterampilan Matematika apa yang di dapat

oleh anak didik mereka dan konsep geometri apa yang ditargetkan, kita juga harus

bisa memahami anak-anak dalam mengungkapkan dengan kata-kata apa yang

mereka sendiri dapat dilakukan dan mencoba untuk melakukan sesuatu selama

Page 10: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

bermain balok, jadi anak-anak dapat menyatakan dan mencerminkan atas usaha

mereka untuk membantu perkembangan konsep Matematika.

Kesimpulan

Penemuan dari hasil penelitian ini mengkonfirmasi ulang studi yang

terdahulu yang menekankan peran guru dalam mengembangkan pembelajaran

Matematika pada anak-anak melalui sebuah permainan. Mereka beranggapan

pentingnya dari permainan balok, pada awal masa kanak-kanak, guru bisa

menyediakan pengembangan pembelajarn yang sesuai dengan lingkungan yang

dapat merangsang cara berpikir Matematika pada kanak-kanak. Pusat permainan

balok dapat menjadi salah satu bagian yang kritis dari lingkungan karena anak-

anak dapat mempelajari Matematika melalui permainan balok, memberikan anak-

anak dengan aktivitas langsung dengan objek yang nyata. Dalam pusat permainan

balok, para guru ada di sana memandu anak-anak bermain-main dengan tanya

jawab, perancah, dan memperagakannya sehingga anak-anak bisa membangun

konsep Matematika.

Page 11: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

BAB III

PEMBAHASAN

Penelitian kualitatif ini meneliti tentang pembelajaran matematika pada

anak usia dini dengan menggunakan alat peraga balok kayu. Jenis balok yang

digunakan bentuk dan ukurannya harus berbeda-beda. Penggunaan permainan

balok kayu ini akan mengenalkan konsep bentuk geometri pada anak usia dini.

Sebagai seorang guru pra sekolah sangat penting untuk mengenali permainan

balok kayu ini, selain itu mereka juga harus dapat memandu aktivitas permainan

anak-anak, mempromosikan atau mendemostrasikan aksi matematika yang bisa

membuat siswa menjadi tertarik untuk belajar matematika. Keterlibatan seorang

guru sangat penting dalam mempengaruhi pembelajaran matematika pada anak

usia dini, dengan cara guru banyak memberikan masukan dan menunjukkan

pembelajaran matematika pada anak-anak di kelas pra sekolah dengan :

1. Mengarahkan perhatian anak seperti konsep kesamaan dan ketidaksamaan

(Klibanoff.et.Al, 2006).

2. Berbicara kepada anak menggunakan angka (Mix, Huttenlocher & Levine,

2000).

3. Menanyakan jumlah (Wynn, 1990).

Sering dirasa bahwa matematika adalah mata pelajaran yang begitu sulit

untuk anak-anak usia dini. Oleh karena itu pengenalan konsep matematika sejak

usia dini adalah sangat penting, karena hal ini diyakini akan membantu

memperkuat intelektualitas anak dibangku sekolah. Proses pengenalan

matematika pada anak usia dini ini berbeda dengan cara mengenalkan matematika

pada anak yang sudah masuk di sekolah dasar. Cara pengenalannya dengan

melalui bermain. Anak-anak diarahkan dalam berbagai kesempatan kehidupan

sehari-hari untuk belajar dan mempelajari matematika, seperti di dapur, di kamar

tidur, dan dimana saja si kecil dapat belajar matematika.

Page 12: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

Proses pembelajaran tidak hanya di bangku sekolah saja, tetapi

pembelajaran bisa berlangsung di sekitar lingkungan kita. Menurut Uzer Usman

(2005:1) “Proses pembelajaran adalah proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung

dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan

sebagai berikut :

1. Faktor Intern, yaitu yang berasal dari dalam diri anak itu sendiri yaitu :

a) Faktor Jasmaniah, seperti kesehatan dan cacat tubuh.

b) Faktor psikologis, seperti inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif,

kematangan dan kesiapan.

c) Faktor kelelahan, baik kelelahan jasmani, maupun kelelahan rohani.

2. Faktor Ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak atau individu,

antara lain :

a) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga dan lain-lain.

b) Faktor sekolah, seperti metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar.

c) Faktor masyarakat, seperti teman bergaul, masa media, bentuk

kehidupan masyarakat dan kegiatan siswa dalam masyarakat.

Menurut Johson dan Myklebust dalam Mulyono (2003: 252) “Matematika

adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-

hubungan kuantitatif dan keruangan sedang fungsi teoritisnya adalah untuk

memudahkan berpikir.” Dengan demikian pengertian tentang proses pembelajaran

matematika dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan dalam mengekspresikan

hubungan-hubungan kuantitatif sehingga memudahkan berpikir guru yang dimulai

dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan sampai evaluasi, dengan demikian guru

memegang peranan penting dalam proses mengajar.

Guru sebagai perantara dalam proses pembelajaran pada anak usia dini

harus dapat memandu dan mendorong anak untuk belajar ketika mereka sedang

bermain. Masa awal anak-anak sering disebut sebagai tahap mainan, karena dalam

Page 13: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

periode ini hampir semua permainan menggunakan mainan. Bermain dalam masa

anak-anak adalah kegiatan yang serius, yang merupakan bagian penting dalam

perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak. Sekarang kita mengerti

bahwa bermain merupakan aktivitas yang serius, bahkan merupakan kegiatan

yang pokok dalam masa anak-anak. Hal ini merupakan sarana untuk improvisasi

dan kombinasi, sarana pertama dari system peraturan melalui mana-mana kendali-

kendali budaya menggantikan sifat anak yang dikuasai oleh dorongan-dorongan

kekanak-kanakan (Hurlock, 1999: 121).

Dalam proses perkembangan anak melalui bermain, akan ditemukan istilah

sumber belajar (Learning Resources) dan alat permainan (educational toys and

games) belajar sambil bermain memberi kesempatan kepada anak untuk

memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi,

mempraktekan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang

tidak terhitung banyaknya. Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan

atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan

informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak.

Pemahaman mengenai konsep bermain sudah barang tentu akan berdampak positif

pada cara guru dalam membantu proses belajar anak. Pengamatan ketika anak

bermain secara aktif maupun pasif, akan banyak membantu memahami jalan

pikiran anak dan akan meningkatkan keterampilan komunikasi.

Sejak seorang anak menginjak usia 5 tahun, umumnya anak-anak

memperoleh keterampilan membandingkan, menghitung, menggolongkan,

mengukur, mengurutkan dan menggunakan pecahan (Varol & Farran, 2006).

Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain. Tetapi ada asumsi memilih

mainan anak gampang-gampang susah. Apabila salah pilih, akibatnya bisa

runyam. Bila permainan terlalu sulit anak bisa stress. Hal ini lambat laun akan

berdampak buruk bagi perkembangan emosinya. Sebaliknya, permainan yang

terlalu mudah pun tak membawa manfaat bagi mereka. Karena interestnya

berkurang dan tak merasa tertantang. Seperti keterampilan Matematika dapat

dikembangkan melalui sebuah permainan balok kayu, menggunakan jenis balok

yang berbeda (Wolfgang, Stan-Nard & Jones, 2001).

Page 14: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

Balok-balok kayu atau plastik merupakan alat permainan yang sangat

sesuai sebagai alat untuk membuat berbagai konstruksi.. Alat permainan yang

berupa balok ukuran besar dapat dimainkan di lantai, umumnya disebut pula balok

lantai. Cara anak memainkan balok-balok melalui tahapan berikut: Tahapan

pertama, anak sambil berjalan membawa balok di tangannya, tahapan berikutnya

balok akan diletakkan dalam susunan ke atas seperti menara. Kadang mereka

menyusun balok secara memanjang, balok-balok tersebut diletakkan saling

berdampingan atau berjejer. Tahapan berikutnya, anak akan mulai membuat

jembatan, yaitu dengan meletakkan dua balok secara sedikit terpisah, kemudian

meletakkan satu balok lagi di antara kedua balok tersebut. Setelah tahapan ini

anak-anak mulai mampu menyusun balok dengan berbagai variasi, membuat pola,

mereka belajar menyusun balok-balok dengan keseimbangan yang baik, sehingga

hasil bangunannya tidak mudah roboh.

Pada tahap yang terakhir anak-anak menggunakan balok-balok dan

membuat bangunan sesuai dengan dunia realitas. Misalnya: bangunan sekolah,

kota dengan jalan-jalan, lapangan terbang, dan bangunan lain yang pernah

dilihatnya. Bermain membangun balok-balok akan menghasilkan beberapa

pengalaman yang sangat berharga bagi anak. Melalui bermain balok, anak-anak

mendapat kesempatan melatih kerja sama mata dan tangan serta koordinasi fisik.

Selain itu anak akan belajar berbagai konsep matematika, melalui keseimbangan

yang diperlukan dalam membangun gedung yang disusun. Melalui bermain, anak

akan mengenal balok yang sama, atau yang dua kali lebih panjang dari balok lain

dan berbagai ukuran lain.

Banyak penelitian pendidikan yang menyatakan bahwa anak-anak dari

latar belakang keluarga ekonomi terbatas mempunyai level prestasi yang rendah

bila dibandingkan dengan anak yang ekonominya diatas menengah (Jordan,

Huttenlocher & Levine, 1992). Akan tetapi penelitian lain menyatakan bahwa

masukkan (input) dari lingkungan, keterlibatan orang tua atau melalui program

pra sekolah juga mempengaruhi prestasi matematika seseorang (Klibanoff.et.Al,

2006). Orang tua yang mempunyai penghasilan rendah mungkin lebih sedikit

dilibatkan dalam pendidikan anak mereka, dikarenakan keterbatasan waktu dan

Page 15: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

kondisi keuangan mereka, namun pembelajaran matematika pada anak-anak

mungkin meningkat dengan masukkan guru yang tepat melalui permainan balok.

Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif permainan balok kayu

pada anak-anak dalam pembelajaran matematika ini dengan mengambil 2 orang

anak laki-laki usia 6 tahun bernama Tony dan anak 7 tahun bernama Corey.

Keduanya berasal dari keluarga yang ekonominya terbatas dan mereka tidak

mengikuti pra sekolah. Mereka juga tidak punya pengalaman yang luas dalam

permainan balok kayu. Sebelum mewawancarai anak tersebut, peneliti

memberikan 2 jam sesi, selama itu 2 anak tersebut bebas bermain dengan balok

kayu yang sudah disiapkan untuk mereka. Tujuan dari permainan bebas untuk

anak-anak tersebut adalah supaya mereka terbiasa dengan potongan balok-balok

tersebut. Peneliti juga mengumpulkan informasi latar belakang anak tersebut

mengenai keterampilan komunikasi mereka, masa perhatian dan keterampilan

matematika mereka.

Selanjutnya kedua anak tersebut diberi tugas untuk mengisi daerah yang

dikenalkan kepada siswa seperti bentuk mobil dan rumah dengan menggunakan

balok-balok tersebut. Disediakan 4 set balok untuk setiap daerah termasuk

beberapa potongan ekstra. Satu set mencakup balok bujur sangkar dan 2 balok

segitiga yang berbeda serta balok yang mempunyai bentuk kedua-duanya untuk

daerah badan mobil. Balok yang disediakan ada 4 tipe: balok pertama (persegi)

dengan ukuran 3 x 3, kedua (persegi panjang) dengan ukuran 6 x 3, ketiga

(persegi panjang) dengan ukuran 12 x 3, keempat (persegi panjang) dengan

ukuran 3 x 1½. Wawancara kepada 2 anak tersebut dilakukan pada hari yang sama

dan tugas yang sama. Anak yang pertama, Tony diwawancarai dengan tugas

pertamanya yaitu mengisi daerah yang berbentuk mobil, setelah setengah jam

istirahat kemudian dilanjutkan dengan mengisi daerah yang berbentuk rumah.

Anak kedua, Corey diwawancarai kemudian diberi tugas yang sama tanpa

istirahat. Untuk setiap tugas diberi waktu 15-20 menit dengan direkam

menggunakan video recorder untuk analisa lebih lanjut.

Kita dapat mengetahui data analisis dengan melihat proses pengulangan

video analisis. Proses ini mencakup pengujian video untuk mengidentifikasi

Page 16: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

bagian ketika anak-anak menunjukkan potensi tindakan matematika. Selama

melihat pengulangan video, kita mengembangkan kategori utama dari tindakan

matematika. Setelah mengulang-ulang penglihatan video, kategori dikembangkan

untuk memperkuat analisis kita. Kemudian kita mengidentifikasi kecenderungan

dari kategori untuk menggambarkan tindakan matematika pada anak-anak.

Hasil dari analisa menunjukkan ada 3 temuan indikasi tindakan

matematika utama ketika anak-anak tersebut sedang melengkapi balok. Indikasi

temuan pertama bahwa anak-anak mengkategorikan potongan balok berdasarkan

bentuk geometrinya dan sudah bisa memberi nama potongan balok seperti

segitiga, bujur sangkar dan persegi panjang. Tony memberi nama balok

menggunakan istilah geometri. Mengenai 2 potongan segitiga, segitiga sama kaki

(setengah dari potongan balok persegi) dan balok segitiga dengan sudut 300 – 600

– 900 (sebagi setengah dari potongan balok persegi panjang), dia mengenal

sebagai balok segitiga besar. Dia juga memberi nama potongan bentuk setengah

keliling sebagai “balok U” dengan mengikuti kenyataan bahwa bundaran kurva

terlihat seperti huruf abjad U. Anak kedua, Corey memberi nama balok yang

berhubungan dengan objek umum yang dikenal. Dia dapat mengenal dan

membedakan dua balok segitiga, Corey memberi nama segitiga sama kaki sebagai

“Roof-Top’” dan balok segitiga dengan sudut 300 – 600 – 900 sebagai “Diamond”

dan menyebut potongan bentuk setengah keliling sebagai “setengah roda”.

Indikasi temuan yang kedua dari hasil analisa, ternyata anak-anak

kesulitan untuk mengetahui hubungan antara segitiga dan persegi panjang.

Berdasarkan catatan analisa kami melihat bahwa persegi panjang ukuran 12 x 3

dapat disusun dari 2 persegi panjang ukuran 6 x 3 tanpa secara fisik mencoba

mengambil bersama-sama potongan yang lebih kecil, keduanya tidak bisa

menunjukkan bagaimana 2 segitiga sama kaki dapat dibentuk dari persegi ukuran

3 x 3. Akan tetapi akhirnya mereka dapat meletakkan 2 segitiga sama kaki secara

bersama-sama membentuk persegi setelah beberapa kali percobaan.

Temuan yang ketiga mengindikasikan bahwa anak-anak dapat

memanipulasi balok dengan memutar dan membalik balok untuk menyusun

bentuk yang diinginkan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka mulai

Page 17: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

memperhatikan orientasi segitiga, perputaran (aksi perputaran) dan pencerminan

(aksi pencerminan).

BAB IV

PENUTUP

A. Keimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengenalan

konsep matematika pada anak usia dini dapat dilakukan dengan cara bermain-

main balok kayu yang di desain khusus untuk proses pembelajaran matematika

mengenai bentuk-bentuk geometri. Permainan ini sangat menguntungkan dan

banyak memberi manfaat yang sangat bermakna bagi anak-anak. Bahwa belajar

sambil bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi,

mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekan dan

mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung

banyaknya. Dengan membiarkan anak bermain bebas, anak-anak sedang berlatih

untuk mampu memegang kontrol atas diri dan lingkungannya. Bermain bebas

artinya anak-anak sendiri yang pegang kendali. Ini adalah suatu kesempatan yang

berharga bagi anak untuk mengembangkan imajinasinya, untuk belajar memilih

dan memutuskan, serta memecahkan masalah yang timbul saat dia sedang

bermain.

Pada saat anak-anak bermain, sebagai seorang guru pra sekolah perlu

mengetahui saat yang tepat untuk melakukan atau menghentikan intervensi.

Apabila guru tidak memahami secara benar dan tepat, hal itu akan membuat anak

frustasi atau tidak kooperatif dan sebaliknya. Melalui bahasa tubuh si anak pun

kita sudah dapat mengetahui kapan mereka membutuhkan kita untuk melakukan

intervensi. Sebagai seorang guru pra sekolah sangat penting untuk mengenali

permainan balok kayu ini, selain itu mereka juga harus dapat memandu aktivitas

permainan anak-anak, mempromosikan atau mendemostrasikan aksi matematika

yang bisa membuat siswa menjadi tertarik untuk belajar matematika. Keterlibatan

orang tua dan seorang guru sangat penting dalam mempengaruhi pembelajaran

matematika pada anak usia dini.

Page 18: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

B. Saran

1. Sebaiknya anak-anak pada usia dini harus mendapat perhatian yang lebih

terutama pada saat dia sedang bermain sambil belajar, dalam hal ini orang

tua harus tahu kapan mereka harus melakukan intervensi.

2. Dalam memilih mainan untuk anak-anak usia dini, sebaiknya jangan asal-

asalan karena apabila kita salah memilih mainan untuk si kecil akibatnya

bisa runyam.

3. Sebagai seorang guru pra sekolah sebaiknya perlu mengetahui saat yang

tepat untuk melakukan atau menghentikan intervensi saat proses

pembelajaran berlangsung.

4. Seorang guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang kreatif, inovatif

dan menarik bagi para siswa.

Page 19: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

DAFTAR PUSTAKA

http://proquest.umi.com/pqdweb?

did=1632002011&sid=21&Fmt=3&clientId=80413&RQT=309&VName=

PQD

Anggani, Sudono. 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk Pendidikan

Usia Dini. Jakarta : Grasindo.

Dr. Patmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta :

Rineka Cipta&Departemen Pendidikan&Kebudayaan.

www.mail-archive.com/[email protected]/msg152301.html-13k-

Wahyudin. 2007. A to Z Anak Kreatif. Jakarta : Gema Insani.

Page 20: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

LAMPIRAN

Young Children's Block Play and Mathematical LearningBoyoung Park, Jeong-Lim Chae, Barbara Foulks Boyd. Journal of Research in Childhood Education. Olney: Winter 2008. Vol. 23, Iss. 2; pg. 157, 6 pgs

Abstract (Summary) This qualitative study investigated young children's mathematical engagement in play with wooden unit blocks. Two boys, ages 6 and 7, were independently observed completing the task of filling outlined regions with the various sets of blocks. Three major mathematical actions were observed: categorizing geometric shapes, composing a larger shape with smaller shapes, and transforming shapes. Results indicated that young children's block play with designed tasks promoted mathematical actions, which may cement the foundation for advanced mathematics learning. [PUBLICATION ABSTRACT]

 »  Jump to indexing (document details)Full Text (2448  words)Copyright Association for Childhood Education International Winter 2008

[Headnote]Abstract.This qualitative study investigated young children's mathematical engagement in play with wooden unit blocks. Two boys, ages 6 and 7, were independently observed completing the task of filling outlined regions with the various sets of blocks. Three major mathematical actions were observed: categorizing geometric shapes, composing a larger shape with smaller shapes, and transforming shapes. Results indicated that young children's block play with designed tasks promoted mathematical actions, which may cement the foundation for advanced mathematics learning.

Almost every preschool classroom in the United States has a block play center. Despite a widespread belief that block play helps young children's development and learning, many early childhood teachers do not fully recognize the educational value of block play (National Association for the Education of Young Children [NAEYC], 1996; Wellhousen & Kieff, 2000; Zacharos, Koliopoulos, Dokomaki, & Kassoumi, 2007). In reality, many teachers provide young children with didactic activities, such as worksheets or other academic tasks, to "teach" literacy, math, social studies, and other subjects, rather than provide opportunities to choose free-play activities, such as block building, pretend play, puzzles, and other games. Paper-pencil tasks are perceived to be developmentally inappropriate, because preschoolers and children in primary classrooms are in the pre- or concrete-operational stages of cognitive development. The use of

Page 21: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

worksheets is counter to the need for handson activities with concrete objects, which is how children learn at these stages of cognitive development (NAEYC, 1997).

While it is often perceived that math- ematics may be too difficult of a subject for young children, children are exposed daily to various opportunities to learn mathemat- ics. By age 5, children generally acquire the skills of comparing, counting, classifying, measuring, ordering, and using fractions (Varol & Farran, 2006). Such mathematics skills could be promoted by block play, using different types of blocks (Wolfgang, Stan- nard, & Jones, 2001). As preschool teachers recognize the importance of block play, they can guide children's play activities, promote their mathematical actions, and ultimately support their learning. Such involvement by teachers significantly influences preschool- age children's math learning (Klibanoff, Levine, Huttenlocher, Vasilyeva, & Hedges, 2006), whereby teacher input has been shown to promote children's math learning in a preschool classroom by: 1) talking to children using number words (Mix, Hutten- locker, & Levine, 2002); 2) asking the quan- tity (Wynn, 1990); and 3) directing children's attention to such concepts as equivalence and non-equivalence (Klibanoff et al., 2006). Block play consistently provides opportunity for teachers to help young children's mathematics learning through various types of teacher input.

While block play is beneficial for all children, children of families with more limited economic resources might benefit more from their mathematics learning through block play. Many research studies suggest that young children from families with more limited economic resources have lower levels of mathematics achievement than their more economically affluent peers (Jordan, Huttenlocher, & Levine, 1992; Saxe, Guberman, & Gearhart, 1987). Other studies suggest that the quality of environmental input from parental involvement or through preschool programs (Klibanoff et al., 2006) also influences one's achievement in mathematics. Although parents of children from families with more limited economic resources may often be less involved in their children's education because of time constraints and financial circumstances, children's mathematics learning may be enhanced with appropriate teacher input through block play.

Methods

The current qualitative research study was based on task interviews with two boys, ages 6 and 7. Both children were from families with limited economic resources and neither child had attended preschool. Neither child had extensive experience playing with wooden unit blocks before the interview. Before interviewing the boys, the researchers provided a two-hour session, during which the two boys had free play with the wooden unit blocks. The purpose of the free play was for the children to become familiar with the unit block pieces. In addition, the research team gathered background information on the children regarding their communication skills, attention spans, and mathematical skills.

Page 22: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

The tasks developed for the children were to fill outlined diagrammed regions with blocks (see Figure 1). The regions presented to the children were shaped like a car and a house. We prepared four sets of blocks for each region, which included some extra pieces. For example, one set included multiples of square blocks and two different triangular blocks, and another had both triangles and rectangles for the body of the car-shaped region (see Figure 2). In the second set of blocks provided to the children, triangular blocks could form rectangular blocks, while the two triangular blocks in the first set were extra and not needed to complete the fill task.

We interviewed the two participants independently on the same day with the same tasks. We interviewed the 6-year-old boy, Tony, with the first task (filling the carshaped region), and continued the second task with the house-shaped region after a half hour break. We interviewed the 7-yearold boy, Corey, without a break after asking him whether he was willing to continue on another task. For each task, the interview took about 15-20 minutes, and the interview was video-recorded for further analysis.

Our data analysis was informed by an iterative video analysis process (Lesh & Lehrer, 2000). This process included examining the video for identified portions when the children showed potential mathematical actions. While watching the video repeatedly, we developed thematic categories of mathematical actions. After repeated viewings of the video, categories were modified to strengthen our analysis. Once we had finalized the categories, we identified the properties of the categories to describe the children's mathematical actions.

Results

Results from our analysis suggested three major mathematical actions that children performed when completing block tasks. The first finding indicated that children categorized block pieces according to their geometric shapes. Both children were able to label the block pieces as geometric shapes. That is, they could tell various shapes, such as triangles, rectangles, and squares. When presenting the outlined regions, we asked them to label the blocks in the prepared sets. Tony labeled each block by its individual shape, using geometric terms. Regarding two triangular pieces, an isosceles right triangle (half of a square piece) and a 3060-90 degree triangle (half of the 2 by 1 rectangle piece), he recognized that both were triangles, but differentiated them by their sizes. He named the 30-60-90 degree triangle as the "big triangle." He also named a half-circle shape piece as a "U-block" by attending to the fact that the circular curve looked like an alphabet letter U.

The second participant, Corey, labeled blocks by relating them to familiar objects. He could note that both an isosceles right triangle and a 30-60-90 degree triangle were triangles. In order to differentiate them, Corey named an isosceles right triangle as a "roof-top" and a 30-60-90 degree triangle as a "diamond." He called a

Page 23: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

half-circle shape piece a "half-wheel" by explaining that two pieces of the shape made a wheel. Unlike Tony, Corey named block pieces by connecting the shapes with familiar objects to him. The children demonstrated common mathematical actions. Both were able to recognize geometric shapes (e.g., triangle, rectangle, etc.) in blocks and differentiate the types of geometric shapes by attending to their characteristics, such as size or connection to shapes in everyday life (see Table 1).

The second finding from our analysis, where we provided a variety of block sets to fill an outlined figure, suggested that children composed the same shapes with smaller block pieces. In terms of rectangular blocks, we used four types: 3'' by 3'' square, 6'' by 3'' rectangle, 12'' by 3'' rectangle, and 3'' by 1 ½'' rectangle. Both children easily figured out the relationship among the four different rectangular blocks, and they were able to replace a bigger rectangular block with smaller ones in performing the tasks. However, the children had difficulty understanding the relationship between triangles and rectangles. That is, while they visually noticed that the 12'' by 3'' rectangle was composed of two 6'' by 3'' rectangles without physically trying to put together the smaller pieces, neither of the children could figure out how two isosceles right triangles made a 3'' by 3'' square. After several trials, both children were finally able to put two isosceles triangles together to make a square.

The third finding indicated that children were able to manipulate the blocks, through turning and flipping, to compose a desired shape. In several tasks, the children were to put two 30-60-90 degree triangles together to make a 6'' by 3'' rectangle, which was quite challenging for them. They randomly put two triangular pieces together to form the rectangle and did not succeed. When they became frustrated, we demonstrated how the two pieces should be put together in order to motivate them to continue trying. Despite this demonstration, they did several more random trials, and finally they tried turning and flipping the block pieces systematically (see Figures 3 and 4). They fixed one triangle, and turned or flipped the other without repeating previous trials. This indicated that they began to notice the orientation of the triangles, and thus rotation (turning action) and reflection (flipping action) became purposeful strategies to them at the end.

The results of our analysis suggest that children's first free exploration experience with unit blocks allowed them to engage in mathematical actions, discover mathematical concepts, and relate objects to their personal lives. During our observations, the children did not state that they were engaged in mathematical actions. However, they started to understand relationships between different geometric shapes and constructed the foundation for later geometric learning. The children also had many chances to count, compare, measure, and reason during the block play session. Because unit blocks are open-ended learning materials, there was not only one way of using the materials, and each child could interact with the blocks on his own learning level.

Implication and Discussion

Page 24: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

Our study demonstrated that block play provides an opportunity for young children to learn complicated mathematical concepts in lieu of the more traditional mathematics lessons, such as paper-pencil tasks and worksheet exercises. In particular, with appropriate tasks, child engagement in higher levels of mathematical thinking was increased and children were observed making complex mathematical conclusions earlier than typically perceived.

For example, because the children in this study were asked to fill the shapes with provided sets of blocks, they had an opportunity to develop their knowledge of geometric concepts, such as angle, length, orientation, and area. Using the various sets of blocks at increasing difficulty levels, the children realized that the exact same shape could be filled with various compositions. That is, the 6" by 3" rectangular block could be replaced with two 3" by 3" square blocks, four isosceles right triangular blocks, or two 30-60-90 triangular blocks in the tasks. It means that they had to examine and compare the angles, lengths, and orientations of smaller blocks in each given set in order to try to cover the same area of the 6'' by 3'' rectangle blocks. Thus, we believe that the tasks in this study created a context in which children could investigate and develop the targeting geometric concepts while engaging in a play activity.

Consequently, teachers of young children can plan similar or modified tasks in consideration of what mathematical skills are available to their children and what geometric concepts are targeted. We also encourage early childhood teachers to have children verbalize what they themselves can do, and try to do, while doing block play, so that the children can acknowledge and reflect upon their attempts to foster mathematical concepts.

Conclusion

The findings of this study reconfirm the preceding studies that emphasize teachers' roles in developing young children's mathematics learning through play. As they perceive the importance of block play, the early childhood teachers are able to provide a developmentally appropriate learning environment that stimulates young children's mathematical thinking. A block play center would become one of the critical parts of the environment because young children would learn mathematics through block play, giving children many hands-on activities with concrete objects. As taught via block play, mathematics is not a too-difficult subject for early childhood teachers to teach, nor for young children to learn. In the block play center, teachers are there to guide children's play with questioning, scaffolding, and modeling, and the children will construct math concepts on their own without any rote memorization or mere drilling, as these activities ignore their developmental status. Children from low-SES families, like the participants of this study, will benefit from block play because they have limited access to educational resources at home. Those children's block play at school will not only compensate for the academic disadvantage, but also provide them less stressful learning experiences and more emotional support from adults than would

Page 25: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

traditional mathematics lessons. In a future study, we want to investigate those benefits for children from low-SES families in depth.

[Reference]  »  View reference page with linksReferencesJordan, N. O, Huttenlocher, J., & Levine, S. C. (1992). Differential calculation abilities in young children from middle- and low-income families. Developmental Psychology, 28, 644-653.Klibanoff, R. S., Levine, S. C, Huttenlocher, J, Vasilyeva, M., & Hedges,L.V. (2006). Preschool children's mathematical knowledge: The effect of teacher "Math Talk." Developmental Psychology, 42(1), 59-69.Lesh, R., & Lehrer, R. (2000). Iterative refinement cycles for videotape analyses of conceptual change. In A. E. Kelly & R. A. Lesh (Eds.), Handbook of research design in mathematics and science education (pp. 665-708). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.Mix, K S., Huttenlocher, J, & Levine, S. C. (2002). Quantitative development in infancy and early childhood. New York: Oxford University Press.National Association for the Education of Young Children. (1996). The block book (3rd ed.). Washington, DC: Author.National Association for the Education of Young Children. (1997). Developmentally appropriate practices in early childhood programs. Washington, DC: Author.Saxe, G. B., Guberman, S. R., & Gearhart, M. (1987). Social processes in early number development. Monographs of the Society for Research in Child Development, 52(2, Serial No. 216), 153-159.Varol, F, & Farran, D. C. (2006). Early mathematical growth: How to support young children's mathematical development. Early Childhood Educational Journal, 33(6), 381-387.Wellhousen, K., & Kieff, J. E. (2000). A constructivist approach to block play in early childhood. New York: Thomson Delmar Learning.Wolfgang, C. H., Stannard, L. L., & Jones, I. (2001). Block play performance among preschoolers as a predictor of later school achievement in mathematics. Journal ofResearch in Childhood Education, 15(2), 173-180.Wynn, K. (1990). Children's understanding of counting. Cognition, 36, 155-193.Zacharos, K., Koliopoulos, D., Dokomaki, M., & Kassoumi, H. (2007). Views of prospective early childhood education teachers, towards mathematics and its instruction. European Journal of Teacher Education, 30(3), 305-318.

[Author Affiliation]Boyoung ParkRadford UniversityJeong-Lim ChaeUniversity of North Carolina at CharlotteBarbara Foulks BoydRadford University

Page 26: BAB 1 - file · Web viewada harus mampu diberdayakan sehingga mendukung terhadap pencapaian tujuan pengajaran yang ditetapkan. Pembelajaran anak usia dini adalah melalui bermain

References

References (12)

Indexing (document details)Subjects: Studies,  Learning,  Children & youth,  Qualitative research,

Mathematics,  Interviews,  Environmental economics,  Data analysis,  Boys

Author(s): Boyoung Park,  Jeong-Lim Chae,  Barbara Foulks Boyd

Author Affiliation:

Boyoung ParkRadford UniversityJeong-Lim ChaeUniversity of North Carolina at CharlotteBarbara Foulks BoydRadford University

Document types:

Feature

Document features:

Illustrations,  Tables,  Photographs,  References

Publication title:

Journal of Research in Childhood Education. Olney: Winter 2008. Vol. 23, Iss. 2;  pg. 157, 6 pgs

Source type: Periodical

ISSN: 02568543

ProQuest document ID:

1632002011

Text Word Count

2448

Document URL:

http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1632002011&sid=21&Fmt=3&clientId=80413&RQT=309&VName=PQD

305 PQ 1236399539