Upload
rizky-fadillah-hermawan
View
6.708
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pendidikan yang
bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi satu pranata kehidupan sosial
yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat strategis dalam
pembangunan peradaban bangsa Indonesia. Pendidikan telah memberikan kontribusi
yang cukup signifikan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Berbagai
kajian dan pengalaman menunjukkan bahwa pendidikan memberi manfaat yang luas
bagi kehidupan suatu bangsa.
Pendidikan merupakan salah satu sektor pembangunan sumber daya
manusia yang harus ditingkatkan terus menerus untuk mencapai kesempurnaannya.
Usaha yang dilakukan khususnya dalam sektor pendidikan telah banyak dilakukan
tetapi hasilnya belum cukup membesarkan hati. Di samping itu banyak pula masalah
yang muncul baik yang telah diperkirakan sebelumnya maupun masalah yang
muncul akibat keberhasilan yang telah dicapai itu.
Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini menyangkut masalah
kualitas pendidikan yang masih rendah dan kurang relevannya antara mutu hasil
pendidikan dengan tuntutan pembangunan akan tersedianya tenaga kerja yang
terampil dalam jumlah memadai untuk mengisi kesempatan kerja yang terbuka
ataupun mampu membuka lapangan kerja baru. Melihat gejala semakin
2
meningkatnya jumlah lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi yang
menganggur atau setengah menganggur, sungguh sangat mengkhawatirkan.
Engkoswara (1988 : 3-4) mengemukakan bahwa “permasalahan pokok dalam
dunia pendidikan di Indonesia adalah produktivitas pendidikan yang masih harus
ditingkatkan, namun dari banyak indicator yang paling dirasakan adalah soal mutu
atau kualitas pendidikan.”
Gaffar (1987 : 116) mengemukakan beberapa permasalahan pokok
pendidikan dari sudut perencanaan pendidikan. Permasalahan tersebut meliputi :
kualitas pendidikan, pengelolaan proses belajar mengajar tingkat mikro, pengawasan
dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan pada tingkat mikro tersebut, dan
lembaga pendidikan guru yang mempersiapkan guru dan tenaga kependidikan.
Permasalahan-permasalahan tersebut hamper terjadi pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Khususnya untuk pendidikan kejuruan adalah bahwa lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan belum dapat memenuhi persyaratan kerja. Salah satu kelemahan
Sekolah Menengah Kejuruan adalah kurang mampu dalam menghasilkan lulusan
yang siap pakai oleh Dunia Usaha/Industri.
Masalah kualitas atau mutu pendidikan telah lama menjadi bahan
perbincangan bagi dunia industri, politisi, masyarakat, orang tua, dan pendidik.
Kalangan dunia industri misalnya mengeluhkan tentang mutu tamatan sekolah yang
tidak siap pakai (Munadir dalam Abdul Hadis : 2010:69).
Lebih lanjut Joni dalam Abdul Hadis (2010:70) menjelaskan:
Suatu pendidikan yang bermutu/ berkualitas dapat dilihat dalam hubungannya dengan dunia kerja, yaitu bagaimana kesesuaian antara kecakapan dan keterampilan dengan tuntutan dunia kerja, bagaimana kesesuaian tamatan sekolah dalam hal jumlah dan kualifikasinya dengan kesempatan kerja, dan bagaimana keterserapan keluaran institusi pendidikan oleh dunia kerja. Dengan kata lain masalah efesiensi dan relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja berdampak langsung pada kualitas pendidikan
3
Dengan demikian bahwa dapat disimpulkan bahwa keluaran lembaga
pendidikan berupa tamatan/ lulusan dengan kapabilitas yang dikuasai sebagai buah
dari kegiatan belajar.
Pemerintah menyadari pentingnya pendidikan yang bermutu bagi bangsa
Indonesia. Oleh karenanya perhatian pemerintah tertuju kepada sekolah menengah
kejuruan ( SMK ) yang seharusnya menghasilkan calon calon tenaga kerja yang siap
diserap Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/ DI).
Sejalan dengan hal tersebut di atas, perubahan dari kurikulum 1994
(pendidikan model lama) menjadi kurikulum 2004 yang kemudian mendapat
pembaruan lagi yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(pendidikan model baru), ini menjadikan salah satu dasar bagi sekolah terutama
SMK sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan
tenaga kerja tingkat menengah yang berpotensi untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan
yang selama ini diterapkan dalam pendidikan model lama.
Lebih lanjut Indra Djati Sidi mengatakan kelemahan pendidikan model lama
umumnya berkisar pada konsep maupun pelaksanaannya. Berikut ini kelemahan
pendidikan kejuruan model lama:
Pertama, dilihat dari segi konsep, pendidikan kejuruan model konvensional
memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan “ supply driven “ dimana totalitas penyelenggaraan
pendidikan kejuruan dilakukan secara sepihak hanya oleh Depdiknas;
4
2. Penerapan “ school- based model “ telah membuat anak didik tertinggal oleh
kemajuan dunia usaha/ industri ;
3. Pengajaran berbasis mata pelajaran telah membuat tidak jelas kompetensi yang
dicapainya;
4. Pendidikan kejuruan model berbasis sekolah kurang luwes/ kaku;
5. Tidak mengakui keahlian yang diperoleh dari luar sekolah;
6. Pendidikan kejuruan hanya menyiapkan tamatan untuk bekerja di sektor formal;
7. Pendidikan kejuruan merupakan “ dead-end career “ (terminal);
8. Kurang adanya integrasi antara pendidikan dan pelitihan kejuruan;
9. Guru kejuruan tidak memiliki pengalaman kerja industri;
10. Pengelolaan pendidikan kejuruan terlalu sentralistis;
11. Pembiayaan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah (SMK Negeri) dan
sepenuhnya oleh siswa ( SMK Swasta ).
Kedua, dilihat dari segi praktik, pendidikan kejuruan model lama banyak
memiliki kelemahan. Yaitu, kurang mempersiakan siswanya untuk memasuki
lapangan kerja, tidak efisien, kurang mampu menjaga relevansi dengan perubahan
pasar kerja, kurang mutakhir, sukar berubah alias konservatif. Tamatan SMK sering
dikritik kurang mampu menikuti perubahan,karena mereka kurang dibekali hal-hal
berikut:
1. Keterampilan dasar ( baca, tulis, dengar, hitung, dan matematika );
2. Keterampilan berfikir (berfikir kreatif,pengambilan keputusan, pemecahan
masalah, belajar cara belajar, dan mampu mengemukakan alasan); dan
5
3. Kualitas kalbu (tanggung jawab, kejujuran, integritas, kerjasama, kerja keras,
disiplin, dan jiwa kewirausahaan).
Ketiga, Dilihat dari segi sistem, pendidikan yang berlaku di sekolah
kejuruan model konvensional kurang sesuai dengan tuntutan dunia usaha/ industri.
Perbedaan yang mendasar antara budaya sekolah dengan budaya industri ini tidak
harus terjadi sekiranya dunia usaha/ industri diikutsertakan secara aktif dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan.
Keempat, dilihat dari tradisi, banyak kebiasaan salah yang dilakukan terus-
menerus oleh guru tanpa ada kesadaran bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya
salah. Di antara kebiasaan salah yang memerlukan koreksi tersebut
adalah:
1. Pelajaran praktik dasar, tidak diajarkan sesuai dengan prinsip dasar yang benar;
2. Membiarkan siswa menghasilkan mutu hasil kerja yang asal jadi;
3. Membiarkan siswa bekerja tanpa bimbingan dan pengawasan;
4. Membiarkan siswa bekerja tanpa memperhatikan keselamatan kerja.
Menyadari kelemahan-kelemahan tersebut di atas, maka upaya-upaya dalam
melakukan perubahan secara mendasar ( reformasi ) terhadap model
penyelenggaraan pendidikan kejuruan konvensional di Indonesia perlu dilakukan
agar dapat mengejar ketinggalan dalam penyiapan tamatan sekolah menengah
kejuruan yang berkualitas. Perubahan- perubahan yang mendasar itu diungkapkan
Slamet ( 1997:19 ) bahwa ” Pendidikan yang dilakukan melalui proses bekerja di
dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dunia kerja
yang tidak mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain pembentukan wawasan
6
mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan
pembentukan etos kerja.”
Oleh karena itu pendidikan dan pelatihan sudah seharusnya dirancang dan
dilaksanakan berdasarkan apa yang dapat dilakukan di tempat kerja yang diarahkan
kepada unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi yang dibutuhkan di dunia
kerja. Maka untuk mendapatkan kesesuaian atau relevansi dari apa yang dihasilkan
oleh dunia pendidikan dengan apa yang dibutuhkan dunia kerja, salah satu
perubahan dan pembaharuan pendidikan dan pelatihan, yakni “ pendidikan sistem
ganda/ dual system “. Salah satu kunci keberhasilan dan jaminan kualitas (quality
assurance) di dalam Pendidikan Sistem Ganda (PSG) adalah kualitas yang relevan
dengan pekerjaan di dunia kerja.
Pemerintah menggulirkan kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sejak
tahun 1994. Sasaran implementasi PSG adalah membentuk pendidikan keahlian
profesional yang diwujudkan dengan memadukan secara sistematik dan senantiasa
sinkron antara program pendidikan di SMK dengan program penguasaan keahlian
yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung pada dunia kerja.
Implementasi kebijakan Pendidikan Sistem Ganda sebagai pola utama
penyelenggaraan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas tamatan agar lebih sesuai dengan tuntutan
kebutuhan pembangunan nasional pada umumnya, dan kebutuhan ketenagakerjaan
pada khususnya, sebagai bagian tak terpisahkan dari kebijakan Link and Match yang
berlaku pada semua jenis dan jenjang pendidikan di Indonesia.
7
Implementasi kebijakan PSG yang selama ini telah dilaksanakan SMK di
seluruh Indonesia ternyata belum memenuhi harapan pemerintah dalam mewujudkan
kualitas lulusan SMK. Fenomena yang terjadi pembangunan sumber daya manusia
hampir di seluruh Indonesia saat ini belum mengarah kepada kondisi yang
diharapkan. Harapan pemerintah pada pendidikan sekolah menengah kejuruan atau
SMK yang menghasilkan lulusan yang langsung diserap lapangan kerja belum
memenuhi harapan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/ DI). Perlu diakui bahwa
sampai dengan berakhirnya abad ke-20 pengembangan sumber daya manusia di
Indonesia belum benar-benar mengarah kepada kondisi yang diharapkan (Prijanto,
2001: 604)
Lulusan SMK cukup banyak, akan tetapi lulusan yang mampu mandiri dan
bekerja sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya masih sangat sedikit (terbatas) .
Tidak heran jika siswa-siswa SMK yang telah tamat/lulus banyak yang tidak bekerja
atau menganggur, hal tersebut dikarenakan mereka belum mampu untuk
menciptakan lapangan kerja sendiri demikian juga mereka belum siap bekerja sesuai
dengan tuntutan dunia kerja. Kesiapan ini tampak dari mutu/ kualitas lulusan SMK
masih perlu ditingkatkan, baik dari kemandiriannya maupun dari tingkat
penalarannya. Lulusan yang diharapkan adalah lulusan yang terampil, cerdas, dan
berkeperibadian yang siap diserap dunia usaha dan dunia industri. Untuk mencapai
tujuan tersebut tentu saja pendidikan yang diberikan di Sekolah Menengah Kejuruan
harus match dengan keadaan sebenarnya di lapangan kerja.
Rendahnya kualitas lulusan siswa SMK saat ini menimbulkan pertanyaan
besar dalam dunia pendidikan. Sudah efektifkah kebijakan pemerintah tentang
8
Program pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang selama ini dilaksanakan di SMK ?
Sejalan dengan pertanyaan di atas perlu ada langkah-langkah konkret untuk
menganalisis kebijakan pelaksanaan program pendidikan sistem ganda (PSG) di
sekolah. Apa yang harus dipersiapkan oleh SMK agar dunia kerja memahami dan
mau mengambil bagian secara aktif dan terencana dalam program pendidikan sistem
ganda karena PSG merupakan bagian dari proses pendidikan yang implementatif
ditambah lagi bahwa keberhasilan sekolah menengah kejuruan diukur dari seberapa
banyak siswa yang telah tamat diterima dan bekerja sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki dunia kerja. Bagaimana pengelolaan pelaksanaan PSG yang seharusnya
sehingga bisa meningkatkan kualitas tamatan yang relevan dengan kebutuhan
kompetensi di dunia kerja.
Atas dasar itulah peneliti mengangkat permasalahan tersebut ke dalam
sebuah penelitian tentang “ Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa di SMK Pasundan 1 Cimahi “.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka identifikasi masalah yang
akan dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda di SMK
pasundan 1 Cimahi ?
2. Berapa besar pengaruh implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
terhadap kualitas siswa SMK pasundan 1 Cimahi ?
9
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
antara lain;
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi ?
2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh implementasi kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda terhadap kualitas siswa SMK Pasundan 1 Cimahi ?
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna:
1. Secara teoritis :
Bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai pedoman oleh peneliti
selanjutnya yang ingin melanjutkan atau mengadakan penelitian sejenis.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dalam melakukan
pengkajian dan penelaahan untuk merumuskan masalah Pendidikan Sistem
Ganda.
Membuka wawasan pengetahuan tentang dunia Sekolah Menengah kejuruan
2. Secara praktis :
Bagi objek penelitian, dalam hal ini SMK Pasundan 1 Cimahi memberikan
kontribusi untuk menentukan strategi dalam mengelola Pendidikan Sistem
Ganda.
10
Sebagai bahan pertimbangan tentang kebijakan pendidikan Sistem Ganda
(PSG).
Memberikan bahan masukan untuk lebih meningkatkan bimbingan dan
pembinaan profesional guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
mata pelajaran produktif.
membuka hubungan yang lebih luas dengan berbagai kalangan Dunia
Usaha/ Dunia Industri
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kebijakan
Kata kebijakan berasal dari bahasa Inggris policy yang dapat didefinisikan
sebagai berikut:
a. Merriam – Webster Online Dictionary (2010): a definite course or method of
action selected from among alternatives and in light of given conditions to guide
and determine present and future decisions.
b. Oxford English Dictionary (2010): a course or principle of action adopted or
proposed by an orgnization or individual.
c. Birkland (2005): a statement by government of what it intends to do or not to do.
d. Anderson (2003): relatively stable, purposive course of action followed by an
actor in dealing with a problem of matter of concern.
Berdasarkan paparan definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa pada
suatu kebijakan terdapat arahan tindakan yang memiliki maksud dan ditetapkan oleh
seorang aktor dalam mengatasi suatu permasalahan. Kebijakan juga merupakan
serangkaian tindakan atau metode dari berbagai alternatif sebagai panduan untuk
menentukan keputusan di masa kini dan masa depan. Pemerintah bertindak sebagai
12
pemberi pernyataan tentang apa yang mau dilakukan atau tidak dilakukan. Selain itu,
kebijakan dapat pula berupa arahan atau pegangan dalam bertindak yang diadopsi
atau diajukan oleh suatu organisasi atau individu.
Menurut Hill (2005) suatu kebijakan dapat pula berupa serangkaian
tindakan yang melibatkan suatu jejaring putusan daripada putusan tunggal. Suatu
kebijakan bersifat dinamis yang berarti dapat saja berubah mengikuti perkembangan
arahan atau proses implementasi kebijakan masa kini. Sebuah kebijakan dapat pula
dilihat dari konteks rangkaian tindakan pada suatu periode tertentu tanpa melalui
putusan formal yang diambil sebelumnya. Di mana hal ini dapat saja terjadi apabila
kebijakan yang terbentuk merupakan output atau keluaran dari rngkaian tindakan
tersebut. Walaupun demikian suatu kebijakan tentunya tidak dapat menjadi suatu
kebijakan publik apabila belum diimplementasikan dalam suatu tindakan nyata.
2.1.2 Kebijakan Publik
Kebijakan publik menurut Dye dalam Dwiyanto Indiahono (2009:17) adalah
whatever governments choose to do or not to do. Maknanya Dye hendak menyatakan
bahwa apapun kebijakan pemerintah baik yang eksplisit maupun implisit merupakan
kebijakan. Pembicaraan tentang kebijakan memang tidak lepas dari kaitan
kepentingan antar kelompok, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat
secara umum. Selain Dye, Mustopadidjaja,2002 mengemukakan bahwa kebijakan
publik adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk tujuan mengatasi
permasalahan yang muncul dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
instansi pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Beberapa
13
permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah sebagian disebabkan oleh kegagalan
birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyelesaikan persoalan publik.
Berdasarkan stratifikasinya, kebijakan publik dapat dilihat dari tiga
tingkatan, yaitu kebijakan umum (strategi), kebijakan manajerial, dan kebijakan
teknis operasional. Selain itu, dari sudut manajemen, proses kerja dari kebijakan
publik dapat dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang meliputi (a) pembuatan
kebijakan, (b) pelaksanaan dan pengendalian, serta (c) evaluasi kebijakan.
2.1.3 Implementasi Kebijakan
Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”,
berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster’s Dictionary (dalam
Tachan, 2008: 29), kata to implement berasal dari bahasa Latin “implementum” dari
asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implore” dimaksudkan “to fill up”,”to fill in”,
yang artinya mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to
fill”,yaitu mengisi.
Dalam Webster’s Dictionary (dalam Tachan, 2008: 29) selanjutnya kata “to
implement” dimaksudkan sebagai: “(1) to carry into effect; accomplish. (2) to
provide with the means for carrying out into effect or fulfilling; to give practical
effect to. (3) to provideor equip with implements”.
Pertama, to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil (akibat);
melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement dimaksudkan “menyediakan
sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu”. Ketiga, to implement dimaksudkan
menyediakan atau melengkapi dengan alat”.
14
Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan
publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas
penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui
dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.
Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik implementasi kebijakan
merupakan tahapan yang bersifat praktis dan dibedakan dari formulasi kebijakan
yang dapat dipandang sebagai tahapan yang bersifat teoritis. Anderson (dalam
Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa: ”policy implementation is the application
of the policy by the government’s administrative machinery to the problem”.
Kemudian Edward III (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakakan bahwa:”Policy
implementation, …is the stage of policy making between the establishment of a
policy…and the consequences of the policy for the people whom it affects”.
Sedangkan Grindle (dalam Tachan, 2008: 30) mengemukakan bahwa:
“implementation – a general process of administrative action that can be
investigated at specific program level”.
Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi
kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan setelah
kebijakan ditetapkan/disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan
dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika yang top-down,
maksudnya menurunkan/menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau
makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi
kebijakan mengandung logika botton up, dalam arti proses ini diawali dengan
pemetaan kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti
15
dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya,kemudian diusulkan
untuk ditetapkan.
Keberhasilan implementasi kebijakan ternyata ditentukan oleh banyak
faktor atau variabel yang masing-masing berhubungan satu sama lain:
a. Edward III (1980) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang dibutuhkan
dalam implementasi kebijakan publik, yaitu struktur birokrasi, sumber daya ,
komunikasi, dan disposisi.
b. Mazmanian dan Sabatier (1983) menyatakan bahwa terdapat 3 karakteristik utama
yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu, karakteristik masalah,
karakteristik kebijakan, dan variabel lingkungan.
c. Grindle (1980) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan ditunjang
oleh 2 faktor utama yaitu, konten kebijakan dan konteks kebijakan.
d. Van Meter dan Van Horn (1975) menyatakan bahwa ada 5 variabel bebas yang
menentukan keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu ukuran dan tujuan
kebijakan, sumber-sumber kebijakan, komunikasi atau organisasi, sikap para
pelaksana, dan lingkungan ( ekonomi, sosial, dan politik).
2.1.4 Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
Kebijakan Program Pendidikan Sistem Ganda di SMK merupakan suatu
bentuk program pengembangan sumber daya manusia SMK dengan
mengintegrasikan pendidikan dan latihan secara terpadu sehingga akan menghasilkan
insan yang kompeten dan memiliki produktivitas yang tinggi di bidangnya masing-
masing.
16
Kebijakan ini bergulir sejak tahun 1994 yang ditetapkan dengan Keputusan
Mendikbud No. 323/U/1997 tentang penyelenggaraan pendidikan Sistem Ganda
pada SMK. Pada penelitian ini akan diteliti keberhasilan kebijakan pendidikan sistem
ganda yang diterapkan di SMK Pasundan 1 Cimahi dan pengaruhnya terhadap
peningkatan kualitas siswa.
Berhasil atau tidaknya implementasi kebijakan pendidikan sistem ganda
yang diterapkan di SMK Pasundan cimahi dapat diketahui dengan teori implementasi
kebijakan menurut Edward III (1980) yang menyatakan bahwa terdapat empat faktor
yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan publik, yaitu struktur birokrasi,
sumber daya , komunikasi, dan disposisi.
Keempat variabel di atas dalam model yang dibangun oleh Edward
memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan dan sasaran
program/ kebijakan . semuanya saling bersinergi dalam mencapai suatu tujuan dan
satu variabel akan sangat mempengaruhi variabel yang lain. Model dari George C
Edward III ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Edward III,1980: 48
Gambar 2.1
Komunikasi
Sumber daya
Disposisi
Struktur Birokrasi
Implementasi
17
Model Implementasi Edward III
Model implementasi kebijakan menurut Edward III ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk mengetahui keberhasilan implementasi kebijakan sistem ganda
yang diterapkan di SMK. Mengingat program kebijakan pendidikan sistem ganda
melibatkan seluruh komponen yang satu dengan lainnya saling mendukung akan
tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut. Kebijakan pendidikan sistem ganda ini
sudah lama diterapkan dengan berbagai kendala teknis dan manajemen. Berbagai
kendala tersebut kemudian menyebabkan implementasi kebijakan pendidikan sistem
ganda hingga kini berjalan kurang efektif.
Berdasarkan uraian tersebut, teori Edward III (1980) akan sangat
mendukung penelitian tentang pengaruh implementasi kebijakan pendidikan sistem
ganda terhadap peningkatan kualitas siswa SMK. Teori ini menyebutkan bahwa ada
4 variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan dan proses implementasi
kebijakan, yaitu:
1. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah-satu institusi yang paling sering bahkan secara
keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam
struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi
pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokrasi diciptakan
hanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu. Ripley dan Franklin dalam
Winarno (2005:149-160) mengidentifikasi enam karakteristik birokrasi sebagai hasil
pengamatan terhadap birokrasi di Amerika Serikat, yaitu:
18
a. Birokrasi diciptakan sebagai instrumen dalam menangani keperluan-keperluan
publik (public affair).
b. Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam implementasi kebijakan
publik yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam setiap
hierarkinya.
c. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang berbeda.
d. Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang kompleks dan luas.
e. Birokrasi mempunyai naluri bertahan hidup yang tinggi dengan begitu jarang
ditemukan birokrasi yang mati.
f. Birokrasi bukan kekuatan yang netral dan tidak dalam kendali penuh dari pihak
luar.
Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama
banyak pihak. Ketika strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu
kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat
jalanya pelaksanaan kebijakan.
Berdasakan penjelasan di atas, maka memahami struktur birokrasi
merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik.
Menurut Edwards III dalam Winarno (2005:150) terdapat dua karakteristik utama
dari birokrasi yakni: ”Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi”.
”Standard operational procedure (SOP) merupakan perkembangan dari
tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman
dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas”. (Winarno, 2005:150). Ukuran dasar
19
SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi keadaan-keadaan
umum diberbagai sektor publik dan swasta. Dengan menggunakan SOP, para
pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat berfungsi untuk
menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat dalam organisasi yang kompleks dan
tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan
yang besar dalam penerapan peraturan.
Berdasakan hasil penelitian Edward III yang dirangkum oleh Winarno
(2005:152) menjelaskan bahwa:
”SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas SOP menghambat implementasi”.”Namun demikian, di samping menghambat implementasi kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi-organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang baru daripada birokrasi-birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini”.
Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan
kebijakan adalah fragmentasi. Edward III dalam Winarno (2005:155) menjelaskan
bahwa ”fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada
beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi”. Pada umumnya,
semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin
berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan.
Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak
lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan
bagi keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut hambatan-hambatan yang terjadi
20
dalam fregmentasi birokrasi berhubungan dengan implementasi kebijakan publik
(Budi Winarno,2005:153-154):
”Pertama, tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan
karena terpecahnya fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang
berbeda-beda. Di samping itu, masing-masing badan mempunyai yurisdiksi yang
terbatas atas suatu bidang, maka tugas-tugas yang penting mungkin akan terlantarkan
dalam berbagai agenda birokrasi yang menumpuk”.
”Kedua, pandangan yang sempit dari badan yang mungkin juga akan
menghambat perubahan. Jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah
dalam misi-misinya, maka badan itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan
besar kemumgkinan akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan
perubahan”.
2. Sumber Daya
Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap
sumberdaya (resources). Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya
organisasi terdiri dari : “Staff, information, authority, facilities; building, equipment,
land and supplies”. Edward III (1980:1) mengemukakan bahwa sumberdaya tersebut
dapat diukur dari aspek kecukupannya yang didalamnya tersirat kesesuaian dan
kejelasan; “Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services
will not be provided and reasonable regulation will not be developed “.
“Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai suatu
sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan teknologis. Secara
21
ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan langsung yang
dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam
transformasinya ke dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian
dengan kemampuan transformasi dari organisasi”. (Tachjan, 2006:135)
Menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), sumberdaya
merupakan hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator-indikator
yang digunakan untuk melihat sejauhmana sumberdaya mempengaruhi implementasi
kebijakan terdiri dari:
a. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai
(street-level bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi
kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup
memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan
jumlah staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan
implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian
dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam
mengimplementasikan kebijakan.
b. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk
yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan
kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
c. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi
para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.
22
Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik
tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik.
Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering
terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas
kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain,
efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para
pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya.
d. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten,
tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
3. Disposisi
Menurut Edward III dalam Winarno (2005:142-143) mengemukakan
”kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor yang
mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif”. Jika
para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan
terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar
implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian
sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap implementasi
kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan
menghadapi kendala yang serius.
Bentuk penolakan dapat bermacam-macam seperti yang dikemukakan
Edward III tentang ”zona ketidakacuhan” dimana para pelaksana kebijakan melalui
23
keleluasaanya (diskresi) dengan cara yang halus menghambat implementasi
kebijakan dengan cara mengacuhkan, menunda dan tindakan penghambatan lainnya.
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006:162):
”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.
Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III dalam Agustinus (2006:159-160)
mengenai disposisi dalam implementasi kebijakan terdiri dari:
a. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan
hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel
yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat
yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana
kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang
telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.
b. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah
sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya
orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi
insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana
kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan
menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah
24
dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau
organisasi.
4. Komunikasi
Menurut Agustino (2006:157); ”komunikasi merupakan salah-satu variabel
penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik”.
Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui
mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil
keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator
yang dapat digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III
dalam Agustino (2006:157-158) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu:
a. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran
komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan
banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi,
sehingga apa yang diharapkan terdirtorsi di tengah jalan.
b. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan (street-level-
bureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua.
c. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus
konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan
sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan.
25
Berdasarkan hasil penelitian Edward III yang dirangkum dalam Winarno
(2005:127) Terdapat beberapa hambatan umum yang biasa terjadi dalam transmisi
komunikasi yaitu:
”Pertama, terdapat pertentangan antara pelaksana kebijakan dengan perintah
yang dikeluarkan oleh pembuat kebijakan. Pertentangan seperti ini akan
mengakibatkan distorsi dan hambatan yang langsung dalam komunikasi kebijakan.
Kedua, informasi yang disampaikan melalui berlapis-lapis hierarki birokrasi. Distorsi
komunikasi dapat terjadi karena panjangnya rantai informasi yang dapat
mengakibatkan bias informasi. Ketiga, masalah penangkapan informasi juga
diakibatkan oleh persepsi dan ketidakmampuan para pelaksana dalam memahami
persyaratan-persyaratan suatu kebijakan”.
Menurut Winarno (2005:128) Faktor-faktor yang mendorong ketidakjelasan
informasi dalam implementasi kebijakan publik biasanya karena kompleksitas
kebijakan, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan publik, adanya
masalah-masalah dalam memulai kebijakan yang baru serta adanya kecenderungan
menghindari pertanggungjawaban kebijakan.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana menjabarkan distori atau hambatan
komunikasi? Proses implementasi kebijakan terdiri dari berbagai faktor yang terlibat
mulai dari manajemen puncak sampai pada birokrasi tingkat bawah. Komunikasi
yang efektif menuntut proses pengorganisasian komunikasi yang jelas ke semua
tahap tadi. Jika terdapat pertentangan dari pelaksana, maka kebijakan tersebut akan
diabaikan dan terdistorsi. Untuk itu, Winarno (2005:129) menyimpulkan: ”semakin
26
banyak lapisan atau aktor pelaksana yang terlibat dalam implementasi kebijakan,
semakin besar kemungkinan hambatan dan distorsi yang dihadapi”.
Dalam mengelola komunikasi yang baik perlu dibangun dan dikembangkan
saluran-saluran komunikasi yang efektif. Semakin baik pengembangan saluran-
saluran komunikasi yang dibangun, maka semakin tinggi probabilitas perintah-
perintah tersebut diteruskan secara benar.
Dalam kejelasan informasi biasanya terdapat kecenderungan untuk
mengaburkan tujuan-tujuan informasi oleh pelaku kebijakan atas dasar kepentingan
sendiri dengan cara mengintrepetasikan informasi berdasarkan pemahaman sendiri-
sendiri. Cara untuk mengantisipasi tindakan tersebut adalah dengan membuat
prosedur melalui pernyataan yang jelas mengenai persyaratan, tujuan,
menghilangkan pilihan dari multi intrepetasi, melaksanakan prosedur dengan hati-
hati dan mekanisme pelaporan secara terinci.
Faktor komunikasi sangat berpengaruh terhadap penerimaan kebijakan oleh
kelompok sasaran, sehingga kualitas komunikasi akan mempengaruhi dalam
mencapai efektivitas implementasi kebijakan publik. Dengan demikian, penyebaran
isi kebijakan melalui proses komunikasi yang baik akan mempengaruhi terhadap
implementasi kebijakan. Dalam hal ini, media komunikasi yang digunakan untuk
menyebarluaskan isi kebijakan kepada kelompok sasaran akan sangat berperan.
Berikut ini adalah Aplikasi Konseptual yang dikemukakan oleh Edward III
dalam perspektif implementasi kebijakan yang digambarkan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1
27
Aplikasi Konseptual Model Edward III
Implementasi Perspektif Kebijakan
Aspek Ruang Lingkup
Komunikasi a. Siapakah implementor dan kelompok sasaran dari program kebijakan?
b. Bagaimana sosialisasi program/ kebijakan efektif dijalankan?
Sumber daya a. Kemampuan implementorb. Ketersediaan dana
Disposisi Karakter pelaksana:a. Tingkat komitmen kejujuranb. Tingkat demokratis
Struktur Birokrasi a. Ketersediaan SOP yang mudah dipahami
b. Struktur Organisasi /pengelola pelaksanaan kebijakan
2.1.5 Pendidikan Sistem Ganda
2.1.5.1 Pengertian Pendidikan Sistem Ganda/ Dual Based Program
Dual Based Program atau program berbaris ganda yang dioperasionalkan
dalam bentuk Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan adalah suatu
kebijakan pemerintah dalam bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian
professional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di
sekolah dan program pengusaan keahlian yang di peroleh melalui kegiatan langsung
di dunia kerja, terserah untuk mencapai suatu tingkat keahlian professional tertentu
(Pakpahan 1994:7). Hal ini juga senada dengan apa yang dikemukakan oleh Made
28
Wena (1996:16) bahwa : Pendidikan Sistem Ganda (magang) adalah suatu bentuk
penyelenggaraan pendidikan keahlian professional yang memadukan secara
sistematik dan sinkron pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang
diperoleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu
tingkat keahlian professional tertentu.
Sedangkan di sisi lain Wardiman Djojonegoro (2001:30) menyatakan bahwa
“ Program berbasis ganda di SMK merupakan suatu bentuk program pengembangan
sumber daya manusia SMK dengan mengintegrasikan pendidikan dan latihan secara
terpadu sehingga akan menghasilkan insane yang kompeten dan memiliki
produktivitas yang tinggi di bidangnya masing-masing”.
Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan kecakapan hidup yang
dikembangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, yang pada dasarnya
pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup ini diselenggarakan untuk
mempersiapkan peserta didik dengan bekal kecakapan hidup, baik untuk mengurus
dan mengendalikan dirinya sendiri,untuk berinteraksi di lingkungan sekolah dan
masyarakat maupun kecakapan untuk bekerja yang dapat dijadikan sebagai sumber
penghidupan (Hari Suderadjat, 2003:21). Dalam hal ini juga pendidikan dituntut
untuk dapat mengembangkan aspek kecakapan personal, kecakapan social,
kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional dari peserta didik sehingga
pendidikan di sekolah dapat memberikan bekal learning how to learn sekaligus
learning how to unlearn, artinya siswa atau peserta didik di sekolah tidak hanya
belajar dari teori tetapi juga belajar praktik yang ada kaitanya lagsung dengan
29
keterampilan yang harus mereka miliki (Tim Broad Based Education
Depdiknas,2000:7).
Dari beberapa definisi dan pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa program pendidikan berbasis ganda (Dual Based Program)
ini mengandung beberapa konsep, yaitu:
1. Program Pendidikan Berbasis ganda (dual Based program) terdiri dari gabungan
sub system pendidikan di sekolah dan sub system pendidikan di dunia
kerja/industri.
2. Program pendidikan Berbasis Ganda (dual Based Program) merupakan program
pendidikan yang secara khusus bergerak di dalam penyelenggaraan pendidikan
professional.
3. Penyelenggaraan program pendidikan di sekolah dan dunia kerja/ industry secara
sistematis dan sinkron sehingga mampu mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan
4. Proses penyelenggaraan pendidikan di dunia kerja / industry lebih ditekankan
pada kegiatan bekerja sambil belajar (learning by doing)secara langsung pada
setting nyata.
Dengan demikian, dalam pengertian mengenai Program Pendidikan
Berbasis Ganda ( Dual based Program ) ini terdapat dua pihak yang terlibat yaitu
lembaga pendidikan sekolah dan lapangan kerja ( industri, perusahaan atau instansi
tertentu ) yang secara bersama-sama menyelenggarakan suatu program pendidikan
dan pelatihan kejuruan. Kedua belah pihak tersebut secara sungguh-sungguh terlibat
dan bertanggung jawab mulai dari tahap perencanaan program, tahap pelaksanaan,
30
sampai pada tahap evaluasi dan penentuan kelulusan peserta didik, serta upaya
pemasarannya.
2.1.5.2 Landasan Hukum Pelaksanaan Program Pendidikan Sistem Ganda
Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda akan menjadi salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan sesuai dengan ketentuan pada
Undang-Undang Nomor2/1989 tentang Sistem pendidikan Nasional, dan peraturan
Pemerintah Nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, Kep.Mendikbud
No. 323/U/1997 tentang penyelenggaraan pendidikan Sistem Ganda pada SMK, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun1992 tentang Peranan masyarakat Dalam
Pendidikan Nasional, dan Kepmendikbud Nomor 08 /U/1993 tetntang Kurikulum
SMK, sebagi berikut:
1. Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. [UUSPN,Bab IV,pasal
10,ayat(1)]
2. Penyelenggaraan sekolah menengah dapat bekerjasama dengan masyarakat
terutama dunia usaha dan para dermawan untuk memperoleh sumber daya dalam
rangka menunjang penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan.[ PP 29, Bab
XI, pasal 29, ayat (1)
3. Pengadaan dan pendayagunaan sumberdaya pendidikan di lakukan oleh
Pemerintah, masyarakat, dan / atau keluarga peserta didik. (UUSPN, Bab VIII,
pasal 33)
31
4. Masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan Nasional.
[ UUSPN, Bab XIII, pasal 47, ayat ( 1 ) ]
5. Peranserta masyarakat dapat berbentuk pemberian kesempatan untuk
magang dan atau latihan kerja [PP 39,Bab III,pasal 4,butir ( 8 ) ]
6. Pemerintah dan Masyarakat menciptakan peluang yang lebih besar untuk
meningkatkan peranserta masyarakat dalam Sistem pendidikan Nasional [ PP 39,
Bab VI, pasal 8, ayat ( 2 ) ]
7. Pada sekolah menengah dapat dilakukan uji coba gagasan baru yangdiperlukan
dalam rangka pengembangan pendidikan menengah [ PP 29, Bab XIII, pasal 32,
ayat (2) ]
8. Sekolah Menengah Kejuruan dapat memilih pola penyelenggaraan pengajaran
sebagai berikut:
a. Menggunakan unit produksi sekolah yang beroperasi secara profesional sebagai
wahana pelatihan kejuruan.
b. Melaksanakan sebagian kelompok mata pelajaran keahlian kejuruan di sekolah,
dan sebagian lainnya di dunia usaha atau industri.
c. Melaksanakan kelompok mata pelajaran keahlian kejuruan sepenuhnya di
masyarakat, dunia usaha dan industri. (Kepmendikbud No.080/U/1993, BAB
IV,Butir c 1, urikulum SMK)
2.1.5.3 Bentuk Pendidikan Sistem Ganda
32
Praktik Kerja Industri atau disingkat menjadi Prakerin adalah bentuk dari
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) sebagai program bersama antara SMK dan Industri
yang dilaksanakan di dunia usaha, industri. Dalam Kurikulum SMK (Dikmenjur,
2008) disebutkan:
Prakerin adalah pola penyelenggaraan diklat yang dikelola bersama-sama antara SMK dengan industri/asosiasi profesi sebagai institusi pasangan (IP), mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi dan sertifikasi yang merupakan satu kesatuan program dengan menggunakan berbagai bentuk alternatif pelaksanaan , seperti day release, block release, dan sebagainya.
Kemudian dalam jurnal program Prakerin (1999: 1) dijelaskan bahwa
Prakerin adalah suatu komponen praktik keahlian profesi, berupa kegiatan secara
terprogram dalam situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap
kerja profesional yang dilakukan di industri.
Lebih lanjut dalam Undang-Undang Prakerin Dikmendikti, (2003)
diungkapkan bahwa Praktik Kerja Industri (Prakerin) adalah program wajib yang
harus diselenggarakan oleh sekolah khususnya sekolah menengah kejuruan dan
pendidikan luar sekolah serta wajib diikuti oleh siswa/warga belajar.
Penyelenggaraan Praktik Kerja Industri akan membantu peserta didik untuk
memantapkan hasil belajar yang diperoleh di sekolah serta membekali siswa dengan
pengalaman nyata sesuai dengan program studi yang dipilihnya.
Pengertian Pendidikan Sistim Ganda, seperti yang tercantum dalam buku
Penyelenggaraan Sistem Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan, Pusat
Pengembangan Penataran Guru Teknologi (1994,2), pengertian Pendidikan Sistem
33
Ganda adalah ”Suatu sistem pendidikan yang dikelola berdasarkan kemitraan antara
Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI) dengan Sekolah Menengah Kejuruan, program
bersama antara yang diorganisasikan melalui Majelis Sekolah (MS). Jadi disini
bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional, yang memadukan secara
sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program
penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di Dunia
Usaha/Dunia Industri, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional
tertentu”.
Dengan kata lain pendidikan keahlian dilaksanakan secara terpadu,
terstruktur dan terprogram dengan tujuan agar siswa memperoleh suatu tingkat
keahlian tertentu yaitu:
1. Di sekolah meliputi komponen pendidikan Normatif (pembentukan watak dan
kepribadian), komponen Adaptif (pembentukan kemampuan pengembangan diri)
dan komponen teori dan praktik dasar kejuruan.
2. Di dunia kerja (Praktik Kerja Industri) meliputi komponen praktik keahlian kerja,
sedapatnya sesuai dengan program keahlian yang dipilih siswa, untuk
memperoleh keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai
dengan tuntutan dunia kerja.
Dari beberapa pernyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini
Prakerin didefenisikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan
kegiatan pendidikan (teori) di sekolah dengan kegiatan pendidikan (praktik) di dunia
industri. Dengan kata lain bahwa Praktik kerja industri adalah suatu strategi dimana
setiap siswa mengalami proses belajar melalui bekerja langsung (learning by doing)
34
pada pekerjaan yang sesungguhnya. Dengan praktik kerja industri ini peserta didik
memperoleh pengalaman dengan bahan kerja serta membiasakan diri dengan
perkembangan-perkembangan baru. Berikut ini digambarkan model-model
penyelenggaraan sistem pendidikan ganda yang dilaksanakan di SMK.
MODEL I
I II III(1) (1) (1)
(2) (2)
(5)(3) (3)
(4) (4)
Gambar 2.2
Model PelaksanaanProgram Pendidikan Sistem Ganda
(Dual Based Program)
Pembekalan Kemampuan Produktif di Dunia Usaha/Industri dilaksanakan
mulai tahun ketiga, sedang Kemampuan Dasar Kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di
sekolah
MODEL II
I II III(1) (1) (1)
(2) (2) (5)
(3) (3)
(4) (4)
35
Gambar 2.3
Model PelaksanaanProgram Pendidikan Sistem Ganda
(Dual Based Program)
Pembekalan Kemampuan Produktif di Dunia Usaha/Industri dilaksanakan
mulai tahun ketiga, tapi industri sudah terlibat sejak tahun kedua untuk menangani
Kemampuan Dasar Kejuruan
MODEL III
I II III(1) (1) (1)
(2) (2)
(5)(3) (3)
(4) (4)
Gambar 2.4Model Pelaksanaan
Program Pendidikan Sistem Ganda(Dual Based Program)
Pembekalan Kemampuan Produktif dimulai sejak tahun pertama, yaitu
untuk menangani Kemampuan dasar Kejuruan, sedang Kemampuan Produktif
sepenuhnya diberikan pada tahun ketiga di Dunia Usaha/Industri
MODEL IV
I II III
36
(1) (1) (1) (1)
(2) (2) (2)
(5)(3) (3) (3)
(4) (4) (4)
Gambar 2.5Model-model Pelaksanaan
Program Pendidikan Sistem Ganda
(Dual Based Program)
Pembekalan Kemampuan Produktif sepenuhnya dilaksanakan di Dunia
Usaha/Industri pada tahun keempat, setelah kemampuan lainnya selesai diberikan di
sekolah
Adapun model pelaksanaan program Pendidikan Sistem Ganda ( Dual
Based Program) yang dilaksanakan pihak SMK Pasundan I Cimahi adalah model I
dan model III, dimana pembekalan kemampuan produktif di Dunia Usaha dan Dunia
Industri dilaksanakan mulai tahun ketiga awal, sedangkan kemampuan dasar
kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di sekolah dan model III, pembekalan
kemampuan produktif dimulai sejak tahun pertama, yaitu untuk menangani
kemampuan dasar kejuruan, sedang kemampuan produktif sepenuhnya diberikan
pada tahun ketiga di Dunia Usaha dan Dunia Industri.
2.1.5.4. Tujuan Pendidikan Sistem Ganda
37
Segala kegiatan apapun bentuknya tentu mempunyai suatu tujuan tertentu.
Demikian juga halnya diadakannya Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah
Kejuruan.
Pada dasarnya tujuan pokok pendidikan sistem ganda (PSG) adalah untuk
meningkatkan kualitas lulusan lembaga pendidikan kejuruan, dan berdasarkan
landasan hukum yang menjadi acuan pelaksanaan Program Pendidikan Berbasis
Ganda di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), maka tujuan penyelenggaraan
Program Pendidikan Berbasis Ganda yang dirumuskan oleh Direktorat pendidikan
Menengah Kejuruan (1994:7) adalah sebagai berikut:
a. Menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keahlian profesional (dengan tingkat
pengetahuan, keterampilan, dan etos kerja yang sesuai dengan tuntutan lapangan
kerja ).
b. memperkokoh " link and macth " antara sekolah dengan dunia kerja.
c. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang
berkualitas profesional.
d. Memberi pengakuan dan penghargaan terhadap pengalaman kerja sebagai bagian
dari proses pendidikan.
Hal tersebut di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Made Wena
( 1996 : 77 ) yang menjelaskan bahwa ada empat prinsip utama dari sistem ganda
atau magang yaitu:
a. Membuat setting dunia kerja dan masyarakat sebagai lingkungan belajar bagi
para siswa
b. Menghubungkan pengalaman kerja dengan pengajaran akademik
38
c. Memberi peran para siswa secara konstruktif sebagai pekerja disertai tanggung
jawa riilnya, dan sebagai peserta didik dalam waktu yang bersamaan
d. Menanamkan hubungan masyarakat yang erat antara peserta didik dengan pekerja
dewasa yang bertindak sebagai mentor
Dilihat dari hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
utama dari program Pendidikan Sistem ganda adalah mengoptimalkan hasil
pembelajaran pada pendidikan kejuruan yang artinya usaha untuk mencapai tujuan
pendidikan kejuruan secara maksimal. Dengan kata lain berusa untuk menghasilkan
lulusan lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki keterampilan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan kerja di lapangan.
2.1.6 Program Kerja Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan I Cimahi
Lima belas tahun pengalaman melaksanakan program Pendidikan Sistem
Ganda pada SMK Pasundan Cimahi, telah memberikan pengalaman berharga bagi
seluruh pihak dan seluruh unsur yang terlibat dalam pengembangan dan
pelaksanaannya. Disatu sisi para pelaku dan pengelola program Sekolah Menengah
Kejuruan semakin yakin bahwa program Pendidikan Sistem Ganda adalah suatu
model penyelenggaraan pendidikan yang efektif peningkatan kualitas siswa Sekolah
Menengah Kejuruan.
Program Pendidikan Sistem Ganda dalam bentuk Praktik kerja industri /
prakerin ini menyadarkan semua pihak untuk keluar dari kebuntuan upaya
peningkatan mutu dan relevansi karena terbelenggu oleh bentuk penyelenggaraan
tradisional. Di sisi lain, masih menghadapi masalah berupa kelambanan gerak dan
39
laju pertumbuhan program Pendidikan Sistem Ganda. Kelambanan ini kebanyakan
bersumber dari pola pikir dan perilaku para pelaku dan pengelola program Sekolah
Menengah Kejuruan yang masih cenderung konservatif. Padahal program Pendidikan
Sistem Ganda yang mempunyai misi mengejar mutu dan menciptakan keunggulan
menuntut keterbukaan kita menerima nilai-nilai aru dan menuntut keberanian berpola
pikir baru untuk mampu memahami program Pendidikan Sistem Ganda secara pas.
Guna mengatasi berbagai permasalahan tersebut Sekolah Menengah Kejuruan
Pasundan Cimahi menyusun program kerja pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda
yang dapat diharapkan menjadi pedoman bagi para pengelola Pendidikan Sistem
Ganda.
Program kerja dalam pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di SMK
Pasundan Cimahi sebagai upaya peningkatan kualitas Pendidikan Sistem Ganda
meliputi:
a. Pengembangan kurikulum Pendidikan Sistem Ganda
b. Sistem penerimaan siswa baru Pendidikan Sistem Ganda
c. Pengembangan hubungan Industri dan Institusi pasangan pada Pendidikan Sistem
Ganda
d. Memonitoring, evaluasi dan Sertifikasi kompetensi pada Pendidikan Sistem
Ganda.
Pelaksanaan program kerja Pendidikan Sistem Ganda tersebut diatas adalah
sebagai berikut:
1) Pengembangan kurikulum
40
Diartikan sebagai upaya untuk menetapkan kemampuan yang harus dikuasai
tamatan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja (standar kemampuan tamatan),
menentukan dan pengalaman belajar yang harus dialami oleh peserta didik agar
memperoleh pengetahuan dan pemahaman, pengembangan ketrampilan, mengubah
dan menginternalisasi sikap serta nilai-nilai sesuai dengan tuntutan profesionalisme
tenaga kerja industri.
2) Sistem Penerimaan Siswa Baru Pendidikan Sistem Ganda .
Mengandung pengertian adanya mekanisme penerimaan siswa baru yang
terstruktur dan terarah yang merupakan salah satu dari program Pendidikan Sistem
Ganda yang diselenggarakan secara bersama-sama antara SMK Pasundan Cimahi
dengan Institusi Pasangannya dengan tujuan untuk menyeleksi dan memilih calon
siswa yang mempunyai minat/bakat, pengetahuan dan ketrampilan untuk mengikuti
program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di SMK Pasundan Cimahi
dan Institusi Pasangan dibawah koordinasi Majelis Sekolah.
3) Pengembangan hubungan industri dan institusi pasangan pada Pendidikan Sistem
Ganda.
Pengembangan hubungan SMK Pasundan Cimahi dengan dunia kerja
adalah suatu upaya dan usaha sekolah dan Dunia Usaha/Industri secara bersama-
sama menetapkan jenis hubungan nyata dari hasil pemahaman tersebut masing-
masing pihak dapat secara nyata berperan untuk mengembangkan hubungannya
dengan lebih efektif dan efisien dengan tujuan:
41
a) Meningkatkan dan mengembangkan hubungan SMK dengan Dunia Usaha/
Industri agar bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu pendidikan
menengah kejuruan khususnya pada SMK Pasundan Cimahi.
b) Secara bersama-sama menetapkan langkah konkrit untuk melaksanakan lebih
mantap bentuk dan jenis hubungan kerjasamanya.
4) Monitoring, Evaluasi dan Sertifikasi Kompetensi pada Pendidikan Sistem Ganda.
a) Monitoring
Guna memantau pelaksanaan kegiatan Prakerin, utamanya melihat
kesulitan/hambatan serta kekurangan yang ada untuk dicarikan upaya
pemecahannya serta perbaikannya, begitu pula untuk melihat kemajuan-
kemajuan yang dicapai siswa diadakan monitoring.
b) Evaluasi
Penilaian bagi siswa peserta Prakerin, sepenuhnya dilakukan oleh Dunia
Usaha/Industri, dalam hal ini instruktur yang ditujuk oleh Institusi.
Penilaian meliputi aspek, antara lain:
Ketrampilan kerja, yaitu pelaksanaan tugas yang diberikan
Sikap, meliputi inisiatip, disiplin, komunikasi, kerjasama, kejujuran.
c) Sertifikasi
Setiap akhir pelaksanaan Prakerin siswa mendapatkan sertifikasi Prakerin
yang dikeluarkan oleh masing-masing Dunia Usaha/Industri dimana siswa
melaksanakan Prakerin tersebut.
42
Nilai inilah yang digunakan sebagai data hasil dari Prakerin selanjutnya
dibandingkan dengan nilai hasil Ujian Akhir Nasional Produktif pada tahun
2009/2010
2.1.6.1 Persiapan Pelaksanaan Praktik Kerja Industri dalam Rangka
Pendidikan Sistem Ganda
Sebelum pelaksanaan Prakerin, perlu adanya persiapan-persiapan antara lain
meliputi:
1. Program Pelatihan
Dalam program pelatihan sistem ganda mengacu pada kurikulum SMK
2004, yaitu program Keahlian Kelompok Bisnis dan Manajemen, yang meliputi
Komponen dan Tujuan Pelatihan
Adapun macam komponen dan tujuan pelatihannya diuraikan sebagai
berikut :
a) Komponen pendidikan umum (Normatif)
Bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik,
memiliki karakter sebagai warga negara dan bangsa Indonesia.
b) Komponen Pendidikan Dasar Penunjang
Bertujuan untuk memberikan bekal penunjang bagi penguasaan keahlian
profesi, dan bekal kemampuan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
c) Komponen Teori Kejuruan
43
Bertujuan untuk membekali pengetahuan tentang teknik dasar keahlian
kejuruan.
d) Komponen Praktik Dasar Profesi
Dimaksudkan berupa latihan kerja untuk menguasai teknik bekerja secara
baik dan benar sesuai tuntutan persyaratan keahlian profesi.
e) Komponen Praktik Keahlian Profesi
Dimaksudkan berupa kegiatan bekerja secara terprogram dalam situasi
sebenarnya, untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional.
2. Komponen dan Pokok Bahasan Pendidikan Sistem Ganda
Komponen dan pokok bahasan dalam Pendidikan Sistem Ganda antara lain:
Diajarkan di sekolah, meliputi:
1. Komponen Pendidikan Umum (Normatif)
2. Komponen Pendidikan Dasar Penunjang atau Adaptif yaitu:
3. Komponen Teori Dasar Kejuruan yaitu;
a) Pengetahuan pokok bahan yang sesuai dengan program Keahlian masing-
masing.
b) Diberikan di Industri atau Unit Produksi (SMK)
c) Komponen Praktik Keahlian Profesi
d) Ketrampilan produktif dalam Bidang Spesialisasi yang relevan dengan program
keahlian.
2.1.6.2 Pemilihan Peserta Didik Prakerin
44
Mengingat kapasitas dan formasi Industri dan penerimaan siswa praktik
terbatas, untuk itu perlu dilakukan seleksi. Pada siswa dinyatakan diterima dan
memenuhi syarat sebagai peserta didik praktik, bilamana:
a. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan dokter
b. Memiliki dalam bidang pengetahuan umum dan dasar
c. Memperlihatkan sikap dan disiplin belajar yang baik
d. Mendapat ijin dari orang tua atau dan yang mewakilinya, dengan menandatangani
Surat Persetujuan yang disediakan oleh pihak sekolah/ Industri.
e. Dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan jelas dan baik
2.1.6.3 Hak dan Kewajiban Siswa Prakerin
Dalam menyelenggarakan Prakerin peserta didik diharapkan memiliki ’Hak
dan Kewajiban” adalah sebagai berikut:
1. Hak peserta didik Prakerin yang meliputi:
a) Hak mendapat bimbingan/ pelatihan praktik sesuai dengan rencana program
yang disepakati dengan pihak sekolah.
b) Memperoleh jaminan kesehatan (Asuransi) dalam masa waktu
pelatihan/praktik.
c) Mendapat surat keterangan pengakuan profesi.
2. Kewajiban peserta didik Prakerin yang meliputi:
a) Melaksanakan semua program pelatihan/praktik kerja dengan penuh
antusias.
45
b) Mematuhi semua ketentuan yang berhubungan dengan program latihan
kerja dengan baik.
c) Mencatat dan melaporkan setiap pekerjaan yang dilakukan dalam Buku
Jurnal untukproses penelitian.
d) Mengikuti Tes/ Uji Profesi Pogram Keahlian Bidang Spesialisasi yang
dipraktikan.
2.1.6.4 Tugas dan Tanggung Jawab Sekolah dan Industri
Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda dilaksanakan di Sekolah dan
Industri. Dalam pelaksanaannya, kedua lembaga masing-masing memiliki tugas dan
tanggung jawab, sebagai berikut:
1. Pihak Sekolah
a) Meyakinkan pihak Industri/ Dunia Usaha untuk mau bekerjasama tentang
proyek Pendidikan Sistem Ganda.
b) Menyusun program pelatihan Pendidikan Sistem Ganda berdasarkan hasil
pemetaan (Aspek produktif) kurikulum SMK 1999.
c) Membuat perjanjian kontrak kerjasama dengan pihak Industri/ Dunia Usaha
menyangkut antara lain:
Jadwal dan lama waktu pelatihan/praktik
Metode/ sistem penyelenggaraan praktik
Monitoring dan sistem pengujian
Persyaratan lain yang menyangkut perjanjian kontrak Pendidikan Sistem
Ganda.
46
2. Pihak Industri/ Dunia Usaha
Bersama-sama dengan petugas POKJA PSG/ Prakerin:
a) Melaksanakan pelatihan dan bimbingan bagi siswa Prakerin
b) Melakukan penilaian secara kontinyu terhadap kegiatan siswa Prakerin
c) Memberi dorongan dan motivasi kepada siswa Prakerin
d) Memberi ”peringatan atau hukuman” kepada siswa sesuai dengan sifat
pelanggaran yang dilakukan pada waktu Praktik, setelah mereka mendapat
petunjuk kerja, baik secara lisan ataupun tertulis.
2.1.6.4 Permasalahan dan Pemecahan dalam Prakerin
Dalam pelaksanaan Prakerin tentu ada persoalan yang dihadapi, yaitu
meliputi:
A. Faktor-faktor penyebab atau penghambat/ kendala, antara lain:
a. Adanya Iinstitusi pasangan yang menghendaki surat izin resmi dalam
pelaksanaan Prakerin Sospol Kota Cimahi
b. Masih adanya anggapan bahwa pelaksanaan Prakerin mengganggu pekerjaan
Dunia Usaha/ Dunia Industri
c. Tidak semua jenis pekerjaan di Dunia Usaha/Dunia Industri diberikan kepada
siswa praktik
d. Adanya Institusi Pasangan yang meminta uang jaminan untuk pelaksanaan
Praktik Industri.
e. Di Dunia Usaha/ Industri belum ada program kegiatan praktik sehingga siswa
melaksanakan pekerjaan apa adanya.
47
B. Faktor-faktor pendukung/potensi yang ada serta peluang pemanfaatannya.
Adanya Institusi Pasangan yang memberikan kesempatan melaksanakan
praktik industri tak terjadwal/ sewaktu-waktu sesuai dengan tingkat kesibukan
lembaga tersebut, terlepas dari jadwal praktik yang ditetapkan oleh Majelis Sekolah
seperti di:
a. LPMP Jawa Barat
b. Ramayana Dept. Store
c. Giant Hyper Mart
d. Pemkot Cimahi
e. Departemen Sosial
f. Departemen Agama, dsb
Sekolah memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mengijinkan siswa
sesuai dengan persyaratan yang diminta. Khususnya di Ramayana Dept. Store, selain
memberi kesempatan Prakerin tak terjadwal juga memberi kesempatan mengisi
lowongan pekerjaan khususnya bagi siswa yang telah melaksanakan praktik industri
di Perusahaan tersebut.
C. Alternatif-alternatif Pemecahan Masalah
Dalam mengatasi masalah-masalah yang ada dalam pelaksanaan Prakerin
perlu adanya pemecahan masalah yaitu dengan cara:
48
1. Negosiasi guru-guru SMK Pasundan 1 Cimahi ke Dunia Usaha/ Industri untuk
mengajukan permohonan pelaksanaan Prakerin dengan memberikan penjelasan
berbagai masalah dan perihal tentang Prakerin dalam Pendidikan Sistem Ganda.
2. Monitoring Kepala Sekolah dan Staf kelompok kerja Pendidikan Sistem Ganda
secara insidental ke Dunia Usaha/Industri dengan memberikan wawasan
kebijakan Dikmenjur khususnya pelaksanaan Prakerin.
3. Koordinasi Majelis Sekolah dengan Dunia Usaha/ Industri dalam berbagai
kegiatan, khususnya dalam pelaksanaan Prakerin.
4. Diikutsertakannya Dunia Usaha/Industri dalam kegiatan Diklat/Lokakarya dalam
rangka peningkatan pelaksanaan Praktik Kerja Industri.
2.1.7 Kualitas Siswa SMK
2.1.7.1 Pengertian Kualitas
Menurut Goetsch dan Davis dalam Fandy Tjipto & Anastasia Diana,
2002:4, kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau memiliki harapan.
Menurut Vincent Gaspersz (2002:5) kualitas didefinisikan sebagai totalitas
dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Pengertian yang lain kualitas
adalah segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan dan upaya perubahan ke
arah perbaikan terus menerus.
49
Menurut Sutopo (2000:5), kualitas mengandung banyak pengertian, berikut
merupakan beberapa contoh pengertian kualitas.
1. Kesesuaian dengan persyaratan
2. Kecocokan untuk pemakaian
3. Perbaikan berkelanjutan
4. Bebas dari kerusakan/ cacat
5. Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat
6. Melakukan segala sesuatu secara benar
7. Sesuatu yang membahagiakan pelanggan
Memperhatikan definisi kualitas yang disampaikan para ahli tersebut atas,
dapat ditarik pengertian bahwa kualitas pendidikan berhubungan dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan pertama, mendasarkan diri pada deskripsi mengenai
relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Pendekatan kedua, diekspresikan dalam
ukuran-ukuran sikap, kepribadian, dan kemampuan intelektual yang sesuai dengan
harapan dan tujuan pendidikan nasional.
2.1.7.2 Pengertian Kualitas dan Hasil Belajar Mengajar
Abdul Hadis (2010: 97-98) menjelaskan bahwa menurut para ahli
pendidikan, kualitas atau mutu proses hasil belajar mengajar diartikan sebagai mutu
dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh guru dan mutu aktivitas belajar yang
dilakukan oleh peserta didik di kelas, di laboratorium, di bengkel kerja, di tempat
praktik ( DU/ DI ) dan di kancah belajar lainnya. Yang terwujud dalam bentuk hasil
50
belajar nyata yang dicapai oleh peserta didik berupa nilai rata-rata dari semua mata
pelajaran dalam satu semester.
2.1.7.3 Indikator Kualitas
Indikator kualitas siswa dalam pencapaian keberhasilan pendidikan dapat
dilihat dari perubahan perilaku itu sendiri. Dalam konteks pendidikan, Bloom
mengungkapkan tiga kawasan (domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari
masing-masing kawasan, yakni : (1) kawasan kognitif; (2) kawasan afektif; dan (3)
kawasan psikomotor.
Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam proses
pendidikan, terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha
pendidikan seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan perilaku peserta didik
secara menyeluruh, dengan mencakup semua kawasan perilaku. Dengan merujuk
pada tulisan Gulo (2005), di bawah ini akan diuraikan ketiga kawasan tersebut
beserta sub-kawasannya.
A. Kawasan Kognitif
Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau
berfikir/nalar terdiri dari :
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek,
ide prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau
kesimpulan.
51
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai
berikut :
2. Pemahaman (comprehension)
Pemahaman atau dapat dijuga disebut dengan istilah mengerti merupakan kegiatan
mental intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-
temuan yang didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta
disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini
diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif yang ada,
sehingga membentuk struktur kognitif baru.
3. Penerapan (application)
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai
kemampuan ini jika ia dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan,
memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang sama.
4. Penguraian (analysis)
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-
bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi
argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan.
5. Memadukan (synthesis)
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu
kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan
konvergen merupakan ciri kemampuan ini.
6. Penilaian (evaluation)
52
Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk,
atau bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria - kriteria tertentu baik
kualitatif maupun kuantitatif.
B. Kawasan Afektif
Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti
perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, terdiri dari :
1. Penerimaan (receiving/attending)
2. Sambutan (responding)
3. Penilaian (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan
menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap
sebagai berikut :
4. Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai
tertentu seperti pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang
relevan untuk disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan,
yakni :
5. Karakterisasi (characterization)
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan
sistem nilai Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat
disusun, maka susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya
mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem
itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
53
Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut
pandang tertentu.
Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang
memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan
C. Kawasan Psikomotor
Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system)
dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan); (b) peniruan (imitation);
(c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan
(origination).
Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang
keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan
kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan situasi,
menjawab pertanyaan.
Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang
diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan
itu.
Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa
harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya.
Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk
disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu
dilaksanakan.
54
Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan
sendiri suatu karya.
2.1.7.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas/ Mutu Proses dan Hasil
Belajar Mengajar
Maslah kualitas/ mutu dalam dunia pendidikan merupakan kebutuhan yang
harus disampaikan dan dirasakan oleh siswa, guru, orang tua, masyarakat, dan para
stakeholders pendidikan ( pihak-pihak yang menaruh kepentingan terhadap
pendidikan )
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualita/ mutu
proses dan hasil belajar mengajar di kelas, yaitu faktor internal dan eksternal.
Adapun yang termasuk ke dalam faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis,
dan fisiologis yang ada pada diri siswa dan guru. Sedangkan yang termasuk ke dalam
faktor eksternal ialah semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar mengajar di
kelas selain faktor yang bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor
eksternal tersebut berupa faktor: masukan lingkungan, masukan peralatan, dan
masukan eksternal lainnya ( Klaumeier, et al dalam Abdul Hadis: 2010 ).
Kesemua faktor internal dan eksternal tersebut harus menjadi ‘ perhatian
guru dan siswa jika proses pendidikan di kelas ingin berhasil dengan baik. (Bruner
dalam Abdul Hadis: 2010). Kesemua faktor tersebut merupakan kondisi – kondisi
yang mempengaruhi proses dan hasil belajar (Gagne dalam Abdul Hadis: 2010).
55
Komponen-komponen yang mempengaruhi mutu proses dan hasil
pembelajaran di kelas dilihat dari perspektif komponen input, komponen proses dan
output pendidikan dan pembelajaran.
Yang termasuk komponen input yang mempengaruhi proses dan hasil
pembelajaran di kelas secara mikro dan mutu pendidikan secara makro ialah
komponen murid atau siswa sebagai peserta didik yang akan diproses dalam kegiatan
pembelajaran dan pendidikan. Selanjutnya yang termasuk ke dalam komponen
instrumental input yang mempengaruhi mutu proses dan hasil pembelajaran dan
pendidikan ialah mencakup: guru, kepala sekolah, prasarana pendidikan, sumber
belajar, media dan peralatan belajar, metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran.
Sedangkan yang termasuk ke dalam komponen output atau keluaran hasil
proses pembelajaran dan pendidikan adalah komponen lulusan atau alumni dari suatu
institusi pendidikan.
Menurut pendapat penulis dalm kaitan dengan fokus kajian penelitian ini,
faktor yang paling dominan yang mempengaruhi kualitas atau mutu hasil
pembelajaran dan pendidikan adalah komponen guru dan kepala sekolah. Guru
sebagai komponen yang bertanggung jawab atas keberhasilan mutu hasil
pembelajaran di kelas. Seorang guru merupakan ujung tombak pencapaian kualitas
pendidikan, ia harus pandai menerjemahkan apa yang dikehendaki dalam kurikulum.
Seorang guru harus kreatif dan inovatif dalam menyampaikan pembelajaran kepada
peserta didik. Tanggung jawab guru tidak hanya sekedar menyampaikan bahan ajar
saja tetapi yang lebih penting adalah bagaimana seorang guru harus bisa menjadikan
56
seorang siswa menjadi berguna di tengah-tengah masyarakat setelah mereka lulus
nanti.
Komponen kepala sekolah merupakan komponen utama yang menjadi
petunjuk ke arah mana pendidikan itu akan di bawa. Kepala sekolah merupakan
komando tertinggi yang harus memimpin dan merencanakan strategi apa yang harus
dirancang untuk menjadikan sebuah pembelajaran dan pendidikan menjadi
berkualitas atau bermutu. Sistem manajemen sekolah juga berpengaruh terhadap
keberhasilan proses dan hasil pembelajaran di sekolah.
Sekalipun faktor-faktor yang mempengaruhi mutu proses dan hasil
pembelajaran di sekolah dan mutu pendidikan secara umum sangat banyak, namun
jika dilihat dari faktor dominan yang berpengaruh terhadap mutu/ kualitas
pendidikan di antaranya faktor potensi siswa, profesionalisme pendidik, dan budaya
lembaga pendidikan.
2.1.8 Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah
Kejuruan terhadap Kualitas Siswa SMK
Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda yang sekarang berbentuk praktik
kerja industri (prakerin) secara umum dapat meningkatkan wawasan, memberikan
ketrampilan, secara kreatif dapat dikembangkan oleh siswa dan guru sehingga
menghasilkan pola pemikiran kearah masa datang yang disebut keunggulan. Siswa
bisa mempraktikkan teori yang mereka dapatkan di sekolah dengan pengalaman
praktik langsung di tempat kerja. Pengalaman langsung di dunia kerja dapat
membentuk sikap dan perilaku para siswa. Selama di sekolah siswa diperlakukan
sebagai anak oleh gurunya tetapi di tempat praktik siswa diperlakukan sebagai orang
57
dewasa sama seperti karyawan lainnya. Hal ini menjadikan siswa SMK lebih mandiri
dalam bertindak dan berperilaku.
Para siswa lebih merasa dihargai sehingga mereka lebih bebas berkreasi
mengungkapkan idenya yang membentuk cakrawala pandang yang lebih maju.
Sehingga kemajuan-kemajuan tersebut mendorong kepada pertumbuhan sumber daya
manusia yang produktif. Maka harapan peningkatan mutu Sekolah Menengah
Kejuruan akan mendorong tercapainya peningkatan kinerja tenaga kerja Indonesia
dalam pembangunan bangsa.
Selain hal tersebut di atas, Program Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
berpengaruh akan terbentuknya aspek moral kerja sumber daya manusia sebab dalam
Program pendidikan Sistem Ganda memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut;
1) Selama pelaksanaan PSG peserta didik tetap berstatus sebagai siswa, tetapi wajib
mengikuti semua tata tertib/ peraturan kerja yang berlaku diinstansi tempat siswa
tersebut melaksanakan Prakerin.
2) Memanfaatkan lingkungan kerja sebagai lingkungan belajar yang dapat digunakan
untuk menemukan bidang karir, untuk melatih ketrampilan sikap, etos kerja, dan
untuk menguasasi teori serta praktik kerja.
3) Mengembangkan pribadi, moral, sikap ketrampilan dan pikiran peserta didik
secara terpadu/utuh, sebab pengalaman di sekolah dikombinasikan dengan
pengalaman ditempat kerja dilakukan secara bersama sehingga terjadi
perkembangan secara terpadu.
4) Memberikan pengalaman sebagai pekerjaan dengan tanggung jawab yang nyata
dan konkrit.
58
Secara umum pelaksanaan PSG dapat meningkatkan wawasan, memberikan
ketrampilan secara kreatif dapat dikembangkan oleh siswa dan guru sehingga
menghasilkan pola pemikiran kearah masa datang yang disebut keunggulan.
Sehingga kemajuan-kemajuan tersebut mendorong kepada pertumbuhan Sumber
Daya Manusia yang produktif.
Dengan pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di SMK setelah siswa lulus
sudah mempunyai keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai
dengan tuntutan dunia kerja yang siap pakai sebagai Sumber Daya Manusia.
Jadi tenaga profesional/profesionalisme yang dimaksud dalah tamatan yang
mempunyai keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja yang sesuai
dengan tuntutan dunia kerja/industri dalam hal ini dapat digunakan sebagai indikator
adalah kelulusan dalam menempuh Ujian Akhir Nasional Produktif dengan
memperoleh sertifikat kompetensi standar Nasional.
Dengan demikian diharapkan ada pengaruh positif antara pelaksanaan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap peningkatan kualitas siswa SMK.
Dua strategi pengembangan yang dilaksanakan di SMK Pasundan Cimahi
adalah:
a. Strategi Sinkronisasi, yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Sekolah melakukan pemetaan standar kompetensi (profil kemampuan tamatan)
yang ada pada kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, mengindentifikasi bahan
kajian kompenen, pendidikan, khususnya keterkaitan antara kemampuan
pokok/sub kemampuan, mata diklat dan pokok Bahasan/sub pokok bahasan.
59
2. Sekolah bersama Institusi Pasangan melakukan pemetaan jenis pekerjaan dan
industri/perusahaan, yaitu mengindentifikasi jenis-jenis ketrampilan kerja dari
pekerjaan-pekerjaan yang ada di dunia usaha/industri berikut kemampuan-
kemampuan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
3. Sekolah bersama industri melakukan analisis sinkronisasi isi kurikulum berupa
ketrampilan-ketrampilan yang harus dilakukan dikuasi siswa, disesuaikan dengan
ketrampilan kerja yang harus dilakukan pada pekerjaan yang ada di
industri/perusahaan. Langkah ini dimaksud untuk mengidentifikasi jenis-jenis
pekerjaan di dunia kerja yang relevan dengan ketrampilan-ketrampilan yang harus
dikuasai siswa sesuai dengan kurikulum.
4. Berdasarkan peta materi yang telah dipilah-pilah selanjutnya sekolah dan institusi
pasangan menyusun program pembelajaran yang akan dilaksanakan di sekolah
berupa Program Pengajaran dan Program Pembelajaran yang akan dilaksanakan di
industri/perusahaan.Dalam hal ini siswa peserta Praktik Kerja Industri di sekolah,
sudah dibekali kemampuan dasar sesuai dan ketrampilan dasar kejuruan dengan
jurusan dan program keahliannya.
Setiap siswa Sekolah Menengah Kejuruan mempunyai kemampuan
ketrampilan kejuruan sesuai dengan Bidang Keahliannya:
1) Program Keahlian Administrasi Perkantoran yaitu :
a. Juru tata usaha kantor
b. Juru tik
c. Asiparis/Agendaris
d. perator alat-alat kantor
60
e. Operator komputer
2) Program Keahlian Akuntansi yaitu :
a. Pemegang Buku
b. Kasir/Teller
c. Operator Komputer
d. Menyusun laporan keuangan
3) Program Keahlian Penjualan yaitu :
a. Pramuniaga
b. Tenaga pemasaran
c. Tenaga administrasi penjualan
d. Operator komputer
Sedangkan jadwal kegiatan pelaksanaan praktik kerja industri atau yang
disingkat dengan prakerin yang merupakan bentuk dari pelaksanaan pendidikan
sistem ganda ( PSG ) menggunakan sistem Blok Release, dan sesuai dengan hasil
kesepakatan bersama antara SMK Negeri dan SMK Swasta se-Kota Cimahi, maka
jadwal pelaksanaan Prakerin ( PSG ) di SMK Pasundan Cimahi dilaksanakan setiap
menginjak semester lima . Mulai tahun pelajaran 2009-2010 di SMK Pasundan 1
Cimahi, prakerin dilaksanakan pada akhir semester empat.
2.2 KERANGKA PEMIKIRAN
2.2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
61
Peningkatan mutu pendidikan menyangkut pengendalian komponen-
komponen pendidikan yang yang menunjang terpenuhinya mutu pendidikan yang
dibutuhkan dunia kerja. Komponen-komponen tersebut terdiri atas kebijakan dalam
mutu bidang pendidikan, kurikulum, pembelajaran, fasilitas pendidikan, peserta
didik, dan pendidik. Hasil dari proses pendidikan adalah kemampuan lulusan,
sedangkan kriteria mutu lulusan deskripsi kemampuan (kinerja) yang dituntut dunia
kerja.
Untuk memenuhinya, kesiapan kualitas SDM makin ditingkatkan. Jalurnya
juga turut dipersiapkan melalui sistem pendidikan yang disesuaikan untuk mampu
mengatasi kebutuhan sumber daya manusia. Perhatian pemerintahan tertuju pada
Sekolah menengah kejuruan (SMK).
Pendidikan kejuruan/ profesionalisme tidak sepenuhnya dapat dilakukan
oleh sekolah, keahlian profesional hanya mungkin dicapai melalui kegiatan langsung
melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu untuk mencapai
keprofesionalannya diperlukan suatu standar, yang memberikan gambaran tentang
apa yang dapat dilakukan di sekolah dan apa yang apa yang seharusnya dilakukan di
dunia kerja.
Program pendidikan Sistem Ganda merupakan kebijakan pemerintah dalam
bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional, yang memadukan secara
sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program
penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di Dunia
Usaha/Industri, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
62
Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:33) bahwa Implementasi
kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika
strukur birokrasi tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini
akan menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan
kebijakan.
Lebih lanjut Edward III menjelaskan bahwa untuk mencapai keberhasilan
suatu implementasi kebijakan dipengaruhi empat variabel yang berperan sebagai
penentu pencapaian keberhasilan suatu kebijakan, di antaranya:
a. Komunikasi
b. Sumber daya
c. Disposisi
d. Struktur birokrasi
Oleh karena itu efektif atau tidaknya pelaksanaan kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda bergantung pada bagaimana keempat faktor di atas bersinergi dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut. Jika program Pendidikan Sistem Ganda dikelola
dengan baik maka tujuan yang diharapkan pemerintah akan mutu lulusan SMK yang
memiliki kompetensi profesionalisme tidak akan meleset.
Kompetensi profesionalisme tersebut diperoleh di sekolah dan di tempat
praktik / di dunia kerja . Tingkat keahlian tersebut yaitu:
1) Di sekolah meliputi komponen pendidikan Normatif ( pembentukan watak dan
kepribadian), komponen Adaptif (pembentukan kemampuan pengembangan diri)
dan komponen teori dan praktik dasar kejuruan.
63
2) Di dunia kerja (Praktik Kerja Industri) meliputi komponen praktik keahlian kerja,
sedapatnya sesuai dengan program keahlian yang dipilih siswa, untuk
memperoleh keahlian profesional, ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai
dengan tuntutan dunia kerja.
Jadi dengan pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Sekolah Menengah
Kejuruan siswa tidak hanya mendapat pengetahuan tetapi juga mendapat keahlian
yang profesional sesuai dengan bidangnya.
Komponen pendidikan umum ( normatif ), komponen pendidikan dasar
penunjang ( adaptif ), komponen teori kejuruan, komponen praktik dasar profesi
dapat dilaksanakan di sekolah atau di DUDI dengan bekerja sama dalam program
PSG, namun komponen praktik keahlian profesi hanya dapat dilakukan di dunia
usaha dan industri karena komponen praktik keahlian profesi memerlukan
kemampuan profesional.
Keseluruhan komponen tersebut diarahkan pada upaya memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta sehingga hasilnya dapat terukur
sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri.
Pada saat melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda, siswa sudah dibiasakan
untuk berdisiplin, bertanggung jawab, bekerjasama dan bersikap jujur. Mereka
dibekali dengan pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan yang sesuai dengan bidang
masing-masing Sehingga mereka sudah mempunyai keahlian profesional,
ketrampilan, disiplin dan etos kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang siap
pakai sebagai Sumber Daya Manusia.
64
Pendidikan Sistem Ganda diharapkan dapat meraih pencapaian
keberhasilan tamatan SMK yang diukur dengan adanya perubahan perilaku dalam
konteks pendidikan, yakni perilaku dalam kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sehingga perubahan perilaku tersebut mendorong kepada pertumbuhan sumber daya
manusia yang produktif dalam hal ini diharapkan terjadinya peningkatan kualitas
siswa Sekolah Menengah Kejuruan. Maka harapan penigkatan mutu Sekolah
Menengah Kejuruan akan mendorong tercapainya peningkatan kinerja tenaga kerja
Indonesia dalam pembangunan bangsa.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berasumsi bahwan ada pengaruh positif
antara pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda terhadap peningkatan kualitas siswa di
SMK . Sehingga dapat digambarkan model kerangka pemikiran sebagai berikut:
BAGAN KERANGKA PEMIKIRAN
65
Penjelasan :
Berhasil atau tidaknya pelaksanaan suatu kebijakan dipengaruhi oleh faktor
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi (Edward III:1980). Dalam
rangka implementasi kegiatan PSG di Dunia Usaha dan Dunia Industri sekolah
harus menerapkan empat faktor tersebut agar bersinergi satu dengan lainnya
sehingga dapat membangun kemitraan yang baik dengan pihak Dunia Usaha dan
Dunia Industri dalam melaksanakan dan mengelola program pendidikan Sistem
Ganda ini, selain itu hal yang lebih utama dibutuhkan kesiapan siswa untuk mampu
melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sesuai kebutuhan di dunia kerja dalam
66
penguasaan kemampuan normatif, kemampuan adaptif, kemampuan teori kejuruan,
kemampuan praktik dasar profesi, dan kemampuan praktik keahlian profesi.
Dengan kemitraan yang baik antara SMK dengan pihak Dunia Usaha dan
Dunia Industri, masyarakat dan lembaga yang berkepentingan dapat meningkatkan
antara kualitas lulusan dengan relevansi kebutuhan kopetensi di dunia kerja. Kualitas
lulusan dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan perilaku dalam konteks pendidikan
yang menurut Bloom terbagi atas 3 kawasan, yaitu: kawasan kognitif, kawasan
afektif, dan kawasan psikomotor.
2.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah yang
diteliti kemudian harus diuji kebenarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto ( 1998:64 ) bahwa hipotesis adalah suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap suatu permasalahan penelitian sampai
terbukti melalui data yang terkumpul.
Selaras pendapat tersebut maka dari latar belakang masalah, perumusan
masalah, dan tujuan penelitian serta kerangka berpikir penelitian maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Program Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi dilaksanakan
secara efektif.
2. Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda besar pengaruhnya terhadap
kualitas siswa SMK .
67
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Pelaksanaan penelitian akan difokuskan terhadap implementasi kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda ( PSG ) termasuk manajemen pelaksanaan (PSG) itu
sendiri dan kualitas siswa dalam hal ini yang dijadikan fokus adalah tingkat
kemampuan produktif siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Program keahlian/ kompetensi
keahlian Administrasi Perkantoran Th.Pelajaran 2010/ 2011. Lokasi penelitian
68
adalah SMK Pasundan 1 yang terletak di Jl. Encep Kartawiria No. 97/ A Kota
Cimahi.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Metode
deskriptif analisis sebagaimana dikatakan Winarno (1995:140), adalah“ Memusatkan
diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah
yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian
dianalisis ”. Dengan demikian data yang diperoleh berupa tanggapan responden
terhadap indikator-indikator sub-variabel penelitian, disusun ke dalam tabulasi data
yang terdiri atas kolom-kolom: nomor, persyaratan yang berkaitan dengan indikator,
alternatif jawaban yang disediakan, nilai jawaban, dan jumlah nilai jawaban.
3.2.1 Desain penelitian
Desain penelitian atau paradigma penelitian menurut Sugiyono (2008 : 43)
diartikan:
Sebagai pola pikir yang menunjukan hubungan antar variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis dan teknik analisis statistik yang akan digunakan.
Penelitian ini memiliki dua variabel penelitian yaitu variabel X
(implementasi kebijakan) dan variabel Y (kualitas siswa). Adapun konsep desain
69
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Eksplanatoris, sedangkan jenis
penelitian yang dipergunakan adalah survei deskriptif.
Menurut Soehartono (1995:33), bahwa metode ekplanatoris adalah suatu
penelitian yang mempunyai tujuan untuk menguji hipotesis yang menyatakan
hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih dengan bias yang kecil dan
meningkatkan kepercayaan. Sedangkan survei deskriptif menurut Nasir (1999:63),
adalah suatu kegiatan penelitian yang meneliti status kelompok manusia, suatu objek,
suatu set,kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan
antara fenomena yang diteliti.
Disain penelitian secara konseptual diterjemahkan ke dalam diagram
paradigma penelitian di bawah ini:
Gambar 3.1Paradigma penelitian
Pengaruh Variabel X terhadap Variabel Y
Penelitian ini terdiri atas dua jenis variabel yaitu :
Kualitas Siswa SMK Y
Implementasi Kebijakan PSG
X
70
1. Variabel bebas (x) adalah variabel yang menunjukkan adanya gejala atau
peristiwa sehingga diketahui pengaruhnya terhadap variabel terikat. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah implementasi kebijakan PSG.
2. Variabel terikat (y) adalah hasil yang terjadi karena variabel bebas. Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kualitas siswa SMK.
3.2.2 Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
Sugiyono (2008: 60), merumuskan bahwa variabel penelitian itu adalah
suatu atribut atau sifat atau aspek dari orang maupun objek yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Pada dasarnya variabel penelitian dibedakan menjadi dua jenis variabel
yaitu bebas dan variael terikat. Variabel bebas disebut variabel x yaitu variabel yang
diselidiki pengaruhnya. Sedangkan variabel terikat atau disebut juga variabel kontrol,
variabel ramalan atau variabel y adalah variabel yang meramalkan yang timbul
dalam hubungannya dengan pengaruh dari variabel bebas.
Untuk itu dalam penelitian inipun juga digunakan dua variabel yaitu
variabel bebas dan variabel terikat atau variabel (x) dan variabel (y) antara lain:
a. Variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda.
b. Variabel terikat (y) dalam penelitian ini adalah Kualitas Siswa SMK.
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
NO VARIABEL DIMENSI INDIKATOR NO. ITEM
71
SOAL
1 Implementasi
Kebijakan (X)
Komunikasi
Sumber Daya
Disposisi
Struktur
Birokrasi
(Edward III)
Sosialisasi program
kebijakan dijalankan
Kejelasan program kebijakan
Media penyampaian
informasi
Kemampuan implementator
dalam menginformasikan
kebijakan
Kemampuan implementator
dalam melaksanakan
kebijakan
Dukungan publik terhadap
kebijakan
Fasilitas
Kejelasan dalam pemberian
tugas
Penghargaan terhadap
pelaksana kebijakan
Ketersediaan SOP
Struktur organisasi/pengelola
pelaksanaan kebijakan
1, 2, dan 3
4 dan 5
6
7 dan 11
8, 9, dan 10
12
13
14 dan 15
16 dan 17
19, 20, dan 21
18 dan 22
72
2 Kualitas Siswa
(Y)
Pengetahuan
Sikap
Keterampilan
(Teori Bloom)
Kemampuan dasar kejuruan
Kemampuan keahlian profesi
Kemampuan produktif
Sikap terhadap pekerjaan
Sikap terhadap tempat
praktik kerja
Sikap terhadap rekan kerja
Sikap dalam berpenampilan
Kesiapan
Kreativitas
Keterampilan dalam bekerja
1 dan 2
3,4,7, dan 8
5 dan 6
9, 11,dan 15
10,12,dan16
13 dan 14
17
18 dan 21
19 dan 22
20
3.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data variabel penelitian didapatkan dari data sekunder berupa
angket yang disebarkan kepada obyek penelitian. Sedangkan data primer didapatkan
melalui wawancara dengan Ketua Pokja PSG dan pengurus Bimbingan dan
Penyuluhan (BP) SMK Pasundan 1 Cimahi.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam melaksanakan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
73
1. Studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku atau bahan-bahan
tertulis yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.
2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data yang langsung terjun ke lapangan dengan
cara sebagai berikut:
a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan
lapangan terhadap obyek penelitian ataupun dengan pengamatan langsung
proses pelaksanaan PSG di Dunia Usaha dan Dunia Industri.
b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data melalui peninggalan tertulis
seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil,
atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian
( Margono, 2003: 181). Dalam penelitian ini metode dokumentasi dilakukan
peneliti untuk mendapatkan data sekunder yaitu tentang nilai Ujian Produktif
sebagai gambaran yang menunjukan kualitas siswa setelah mengikuti PSG.
c. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab
para struktural terkait di Dunia Usaha dan Dunia Industri serta wawancara
dengan Pokja Pelaksana PSG SMK Pasundan 1 Cimahi.
d. Angket/ kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data primer yang ditujukan
kepada para responden untuk mengumpulkan data tentang dimensi-dimensi
implementasi kebijakan dan dimensi kualitas siswa SMK.
e. Penjaringan jawaban responden menggunakan angket dengan teknik Rating
Scale yaitu melakukan pengukuran pada tingkat skala ordinal atau berjenjang.
3.2.4 Teknik Pengukuran Data
74
Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji statistik dari data yang
dikumpulkan. Pengujian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pengaruh
dimensi yang digambarkan variabel X terhadap variabel Y.
Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpilkan data maka terlebih
dahulu diuji validitas melalui construct validity dan reabilitas internal melalui
Consistency-test. Secara operasional uji validitas dilakukan dengan rumus korelasi
pearson.
Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode
deskriptif. Dengan menggunakan pedoman Sitepu (1995:18) yang menyebutkan
bahwa:
1. Nilai indeks minimum, yaitu skor minimum dikali jumlah pertanyaan dikali
jumlah responden.
2. Nilai indeks maksimum, yaitu skor maksimum dikali jumlah pertanyaan dikali
jumlah responden.
3. Selisih antara nilai indeks maksimum dikurangi nilai indeks minimum, dengan
jenjang yang diinginkan yaitu sangat rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi.
Skala pengukuran yang digunakan menggunakan skala Likert maka variabel
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan.
75
Jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat setuju
sampai dengan tidak setuju. Kemudian setiap jawaban diberi skor dari skor tertinggi
sampai sangat terendah dengan kategori sebagai berikut:
TABEL 3.2
BOBOT NILAI PERNYATAAN
NO PERNYATAAN BOBOT NILAI
1 Sangat Setuju ( SS ) 5
2 Setuju ( S ) 4
3 Ragu-ragu ( R ) 3
4 Tidak Setuju ( TS ) 2
5 Sangat Tidak Setuju ( STS ) 1
Sumber : Sugiyono ( 2008: 136)
3.2.5 Populasi
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah siswa SMK Pasundan 1 Cimahi
Tahun Pelajaran 2010/ 2011, kelas XII jurusan/ kompetensi keahlian Administrasi
Perkantoran (AP) yang telah melaksanakan program PSG atau telah melaksanakan
Praktik Kerja Industri yaitu sebanyak 114 orang siswa yang terbagi atas 3 kelas yaitu
40 siswa pada XII AP 1, 38 siswa pada XII AP 2, dan 40 siswa pada XII AP 3.
76
Mengingat populasi yang akan diteliti adalah seluruh kelas XII AP, maka
teknik yang digunakan adalah teknik sensus, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel/
responden penelitian.
3.2.6 Teknik Pengolahan Data
Teknik yang digunakan dalam pengolahan data bertujuan untuk menjawab
rumusan masalah yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Implementasi
Kebijakan terhadap Peningkatan Kualitas Siswa melalui serangkaian pengolahan
data dan analisis.
Untuk mengolah data penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Editing, yaitu penulis meneliti secara rinci terhadap angket yang akan disebarkan
kepada populasi yang ada. Hal ini dilakukan agar angket terhindar dari kesalahan
dan diharapkan diperoleh hasil yang objektif
b. Skoring, memberikan skor terhadap pernyataan yang ada pada angket
c. Tabulating, peneliti melakukan perhitungan terhadap hasil skor yang diperoleh
3.2.7 Uji Kualitas Data
Uji kualitas data dilakukan dengan cara:
1. Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur cocok mengukur apa yang
ingin diukur. Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat ukur maka alat
ukur tersebut semakin mengenai sasarannya. Jika peneliti merupakan instrumen
77
(alat) ukur yang harus mengukur apa yang menjadi tujuan penelitian, maka rumus
koefesien korelasi yang dapat dipakai adalah Sugiyono (2004:182)
r xy¿ ∑ xy❑
√¿¿
Instrumen dikatakan valid, jika koefesien korelasi hasil penghitungan
mempunyai nilai lebih besar atau = 0,3 (angka kritis).
2. Uji Reliabilitas
Yaitu adanya derajat ketepatan atau keakuratan yang ditunjukkan oleh
instrumen penelitian. Teknik uji yang digunakan teknik korelasi belah dua dari
Sperman Borwn ( split half ) yang dikutip Sugiyono (2004:178) dengan persamaan
sebagai berikut: ri=2 rb
1−rb
Keterangan :
ri : Reliabilitas internal seluruh instrumen
rb : Korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua
Suatu instrumen variabel dikatakan reliabel jika nilai koefesien reliabilitas
bernilai positip. Makin besar nilai koefesien reliabilitas menunjukkan makin handal
instrumen variabel tersebut.
3.2.7.1 Methode Successive Interval
Sehubungan dengan data yang didapatkan melalui kuesioner dengan skala
Likert adalah data yang bersipat ordinal sedangkan syarat agar dapat diolah melalui
analisis jalur maka terlebih dahulu data dikonversikan ke dalam skala interval dengan
menggunakan MSI ( Methode of Successive Interval ) Harun Al-rasyid (1994 : 131 )
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
78
1. Memperhatikan setiap item pernyataan atau pertanyaan
2. Untuk setiap item pernyataan atau pertanyaan, tentukan berapa banyak responden
yang mendapat skor 1,2,3,4,dan 5 yang disebut frekuensi (f)
3. Tentukan proporsi (P) dengan membagi setiap frekuensi dengan banyaknya
responden
4. Menghitung proporsi komulatif
5. Menghitung nilai Z setiap proporsi komulatif yang diperoleh dengan
menggunakan tabel normal
6. Menghitung nilai densitas normal yang sesuai dengan nilai Z
7. Hitung SV ( Scala value=nilai skala ) untuk setiap Z dengan rumus:
SV = (destinyatlower lim ¿ )−(destinyatupper lim ¿)
(areaunderupper lim ¿ )−(areaunderlower lim ¿)
Keterangan :
Destiny at lower limit : kepadatan batas bawah
Destiny at upper limit : kepadatan batas atas
Area under upper limit : daerah di bawah batas atas
Area under lower limit : daerah di atas batas bawah
8. Sesuaikan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scala value yang nilainya terkecil
diubah menjadi sama dengan satu melalui transformasi berikut:
Transformed Scala Value = Scala Value + ( ScalaValueminimum ¿+1
3.2.7.2 Regresi Linier Sederhana
Regresi linier adalah metode statistika yang digunakan untuk membentuk
model hubungan antara variabel terikat (dependen; respon; Y) dengan satu atau lebih
79
variabel bebas (independen, prediktor, X). Apabila banyaknya variabel bebas hanya
ada satu, disebut sebagai regresi linier sederhana.
Bentuk Umum Regresi Linier Sederhana
Y = a + bX
Y : Subjek variabel terikat yang diproyeksikan
X : Variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan
a : Nilai konstanta harga Y jika X = 0
b : Nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang menunjukkan nilai
peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y
b=n .∑ XY−∑ X .∑Y
n .∑ X2−¿¿¿¿¿ a=
∑ Y−b .∑ X
n
Langkah – langkah menjawab regresi Sederhana:
Langkah 1. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat
Langkah 2. Membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistik
Langkah 3. Membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik
Langkah 4. Masukkan angka-angka statistik dari tabel penolong dengan rumus
b=n .∑ XY−∑ X .∑Y
n .∑ X2−¿¿¿¿¿ a=
∑ Y−b .∑ X
n
Langkah 5. Mencari Jumlah Kuadrat Regresi (JKReg [a]) dengan rumus
JKReg ( a)=¿ ¿¿¿
Langkah 6. Mencari jumlah kuadrat Regresi (JKReg [b∨a]) dengan rumus
JKReg [b∨a]= b.¿
80
Langkah 7. Mencari jumlah Kuadrat Residu (JKRes) dengan rumus
JKReg =∑Y 2 −JKReg [b|a ]−¿ JK Reg[a ]¿
Langkah 8. Mencari rata-rata jumlah Kuadrat Regresi RJKReg [a] dengan rumus
RJKReg [a] = JKReg [a]
Langkah 9. Mencari Rata-rata jumlah Kuadrat Regresi RJKReg [b|a ] dengan rumus
R JK Reg [ b|a ]=JK Reg [b|a]
Langkah 10. Mencari Rata-rata Jumlah Kuadrat Residu (RJKRes) dengan rumus
RJKRes=JK Res
n−2
Langkah 11. Menguji Signifikansi dengan rumus
thitung=unstandadized beta
standard error
Kaidah penghitungan Signifikansi:
Jika t hitung≥ ttabel , maka tolak Ho artinya signifikan dan
t hitung ≤ tFtabel , terima Ho artinya tidak signifikan
Dengan taraf signifikan : ❑cx=0,01 atau ❑cx=¿¿ 0,05
Carilah nilai t tabel menggunakan tabel t dengan rumus
t tabel=¿ t❑{¿¿ ¿
Langkah 12. Membuat kesimpulan
81
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum SMK Pasundan 1 Cimahi
82
SMK Pasundan Cimahi yang berdiri berdasarkan Izin Kanwil Depdikbud
Propinsi Jawa Barat tanggal 7 Februari 1977 Nomor 6028/PMK-UL/1977 semula
bernama SMEA Pasundan yang berlokasi di Padalarang. Berdasarkan SK Pengurus
YPDM Pasundan tanggal 31 Desember 1992 Nomor 70/I.i YPDMP/C/XII/1992, dan
rekomendasi Kepala Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat No. 183/I02.8h/.
MN/1998, lokasi belajar mengajar SMK Pasundan dipindahkan ke jalan Citeureup
97/A Cimahi yang berlokasi di bekas SGO Pasundan Cimahi, yang pada waktu itu
sudah berubah menjadi SMA Pasundan 3 Cimahi Pada tahun 1999 SMEA Pasundan
Cimahi berubah nama menjadi SMK Pasundan Cimahi.
Pada awal berdirinya SMK Pasundan Cimahi berlokasi di Cimareme di
bawah pimpinan Dr. H. Edi Djarkasih sejak tahun 1970- 1993 selanjutnya , SMK
Pasundan, berpindah ke Cimahi dan dipimpin oleh Drs. H. E. Komarudin dari tahun
1993-1996 yang kemudian jabatan kepala sekolah ini diteruskan oleh Drs. Dedy .PH,
dari tahun 1994 – 1995 dan pada tahun 1995 – 1996 dipimpin oleh Ali Hidayat , BA.
sejak tahun 1996 sampai 2005 Jabatan Kepala Sekolah dijabat oleh Aan Saprani,
Bc.Ak, Kemudian sejak Januari tahun 2006 sampai dengan Juli 2006 Jabatan PLt
Kepala Sekolah dipegang Drs. Djoehana I Widjaksana, PH, yang selanjutnya mulai
tahun pelajaran 2006/2007 sampai sekarang Jabatan Kepala Sekolah dipegang oleh
Drs. Rusyamsi, M.Pd. Mulai tahun pelajaran 2010 – 2011 SMK Pasundan Cimahi
berubah menjadi SMK Pasundan I Cimahi.
SMK Pasundan I Cimahi yang saat ini berjenjang akreditasi A, saat berdiri
hanya mempunyai satu Bidang Studi Kealian yaitu Bisnis dan Manajemen dengan
satu Program Keahlian yaitu Penjualan , yang pada saat ini berkembang menjadi
83
tiga Program Keahlian yaitu ; Akuntansi, Administrasi Perkantoran, dan Pemasaran.
Mulai tahun pelajaran 2008 – 2009 SMK Pasundan Cimahi membuka Bidang Studi
Keahlian baru yaitu Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan satu program
studi keahlian yaitu Teknik Komputer dan Jaringan. Mulai Tahun Pelajaran 2010/
2011 SMK Pasundan Cimahi berubah nama menjadi SMK Pasundan 1 Cimahi,
karena di Cimahi berdiri SMK pasundan Cimahi 2 dan 3.
Sejak berdiri sampai dengan saat ini SMK Pasundan Cimahi telah
meluluskan lebih dari 10.000 orang siswa yang sebagian besar sudah diserap di
dunia kerja. Bidang dunia kerja yang menyerap lulusan SMK Pasundan ini bervariasi
mulai dari BUMN, Instansi pemerintah, Industri sampai yang berwirausaha.
Berikut ini gambaran keadaan siswa dan guru di SMK Pasundan 1 Cimahi:
A. Keadaan Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi Tahun 2010-2011
Tabel 4.1
Keadaan Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran
No Program KeahlianJumlah Siswa Tingkat
JumlahX XI XII
1. Akuntansi 74 105 75 254
84
2. Adm.Perkantoran 79 124 114 317
3. Penjualan 74 122 67 263
4. Teknik Komputer & Jaringan 72 80 34 186
Jumlah Keadaan Siswa 299 431 290 1020
B. Guru dan Pegawai Tata Usaha
Tabel 4.2
Keadaan Guru
No
.N a m a
Pendidikan Tertinggi/
Jurusan
Tugas Mengajar
Mata Diklat
1 Drs. Rusyamsi S.1/IKIP/Kepelatihan/1984 Penjaskes dan OR
I NORMATIF
2 Iyus Darojat, S.Pd.I S.1/STAIN/PAI/2005 Pend.Agama, PPKn
3 Nanang I Solihat,S.Ag S.1/IAIN/B.Arab/1995 Pend.Agama
4 Nunung Nuryamah,S.Ag S.1/UNISBA/PAI/1993 Pend.Agama, BP/BK
5Aang Syarif
Rustaman,S.Pd.IS.1/UNINUS/PAI/2007 Pend.Agama
6 Ai Sukanah,S.Pd S.1/ STKIP/PMPKN/1996 PPKn
7 Dian Sopian, S.Pd S.1/STKIP/PKn/1999 PPKn
8 Ema Lesmawati,S.Pd S.1/UNPAS/PPKn/1999 PPKn,IPA
9 Sri Mulyani,S.Pd S.1/IKIP/B.Indonesia/2002 B.Indonesia
85
No
.
N a m a Pendidikan Tertinggi/
Jurusan
Tugas Mengajar
Mata Diklat
10 Dra.Hani Sumaryani S1/UNINUS/B.Indonesia/1987 B.Indonesia
11 Eti Kurniawati,S.Pd S.1/UNPAS/B.Indonesia/2000 B.Indonesia
12 Heri Nurdiansyah, S.Pd S.1/UNPAS/B.Indonesia/2007 B.Indonesia,Seni Budaya
13 Nenti Erawati, S.Pd S.1/STKIP/B.Indonesia/2008 B.Indonesia
14 Adeh,S.Pd S.1/STKIP/Pendor/2001 Penjaskes dan OR
15 Taufik Firmansyah, S.Pd S.1/STKIP/Penjas/2008 Penjaskes dan OR
16 Drs. Armand S.1/IKIP/Kepelatihan/1986 Penjaskes dan OR
17 Suhana Ningrat, S.Sn S.1/STSI/Seni Teater/2003 Seni Budaya
II ADAPTIF
18 Yani Hindasah,S.Pd S.1/STKIP/B.Inggris/1999 B.Inggris
19 Ahmad Solihin, S.Pd S.1/STKIP/B.Inggris/2007 B.Inggris
20 Nunung Suhaeti, S.Pd S.1/IAIN/B.Inggris/2005 B.Inggris
21 Lina Supiatin, S.Pd S.1/UPI/B.Inggris/2001 B.Inggris
22 Ima Nurmayanti,S.Pd S.1/STKIP/Matematika/2001 Matematika
23 Umi Iswanti,S.Si S.1/UNISBA/Matematika/2004 Matematika
24 Rima Damayanti,ST,S.Pd S.1/STKIP/Matematika/2006 Matematika
25 Ati Rosmiati,S.Pd S.1/UNLA/Matematika/1994 Matematika
26 Wulan Indah Pratiwi UPI/Matematika/2009 Matematika
27 Kicky Uceu Wardani, S.Si S.1/UPI/Kimia/2001 KKPI, Fisika, Kimia
86
No
.
N a m a Pendidikan Tertinggi/
Jurusan
Tugas Mengajar
Mata Diklat
28 Yadi Hendradi,A.Md D.3/ AMIK/1999 KKPI, Produktif TKJ
29 Nanang Sariyono, ST S.1/UPI/Teknik Bangunan/2005 KKPI
30 Budi Syarif,S.Pd S.1/UNJANI/MIPA/2006 IPA
31 Drs. Sukandar S.1/IKIP/Fisika/1990 IPA
32 Annisa Yuniarahman,S.Pd S.1/UPI/Pend.Tata Niaga/2008 IPS
33 Iyan Budiaman R,SE S.1//UNINUS/Manajemen/1994 IPS
34 Dedi Haryono, S.Ip S.1/UNJANI/Fisip/2000 IPS
35 Yati Sumiati, S.Pd S.1/UNPAS/Akuntansi/2005 Kewirausahaan, Prod. Ak
36 Drs.Hidayat Supriadi S.1/IKIP/PDU/1991 Kewirausahaan
37 Hj. Tini Mariatini,S.Pd S.1/IKIP/PDU/1994 Kewirausahaan
38 Dra.Tita Siti Nuryati S.1/IKIP/PDU/Adm.Perkantoran/
1988
Kewirausahaan
III PRODUKTIF
39 Ayi Hendayani,SE S1/UNJANI/Akuntansi/1998 Produktif Akuntansi
40 Noor Patriani E,S.Pd S1/UNLA/Akuntansi/1995 Produktif Akuntansi
41 Maria Sari, ST S.1/UPI/Pend.Akuntansi/2007 Produktif Akuntansi
42 Drs.A.Saeful Hidayat S1/IKIP/Ekper/1982 Produktif Akuntansi
43 Dra.Yeni Kartini S1/IKIP/Adpen/1988Produktif
87
No
.
N a m a Pendidikan Tertinggi/
Jurusan
Tugas Mengajar
Mata Diklat
Adm.Perkantoran
44 Dra.Hj.Tita Kospita S1/IKIP/Manajemen/1984 Produktif
Adm.Perkantoran
45 Betty Irawati,S.Pd S.1/IKIP/Ekonomi/2000 Produktif
Adm.Perkantoran
46 Dra.Kaesih S1/IKIP/Ekper/1984 Produktif
Adm.Perkantoran
47 Drs.Djafar S1/IKIP/Manajemen/1983 Produktif
Adm.Perkantoran
48 R.Kentias
Hariwidodo,S.Pd
S1/STKIP/B.Inggris/2005 Produktif Pemasaran
49 Tiktik Kartika,SE S1/UNPAS/Ekonomi/1993 Produktif Perdagangan
50 Furry Detty Nurbakti UPI/Man.Pemasaran Pariwisata Produktif Perdagangan
51 Yudha Hermana Pratama S.1/PASIM/Komp.Informatika/2001 Produktif TKJ
52 Alip Syahrudin, ST,MM S.2/STIE/Manajemen SDM/2007 Produktif TKJ
53 Kicky Uceu Wardani, S.Si S.1/UPI/Kimia/2001 Produktif TKJ
54 Mulyo Sudarso,S.kom. S.1/UNIKOM/Teknik
Informatika/2008
Produktif TKJ
IV MULOK
55 Dra.Hani Sumaryani S1/UNINUS/B.Indonesia/1987 B.Sunda
88
No
.
N a m a Pendidikan Tertinggi/
Jurusan
Tugas Mengajar
Mata Diklat
56 Drs.Uus Sutisna S1/IKIP/B.Jepang Bahasa jepang
V BP/BK
55 Maruti Puput Ismayanti,
S.Pd
S.1/UNJANI/Psikologi/2008 BP/BK
Tabel 4.3
Staf Tata Usaha dan Karyawan
No
.N a m a Jabatan
PendidikanTertinggi/
Jurusan
1 Leili Malihatun Kepala Tata Usaha MAN/1993
2 Siti Suhaeni Bendaharawan SMEA/1987
3 Noor Zaina Tata Usaha SMAN/1993
4 Lenny Nurnawati Tata Usaha SMAN/1993
5 Yani Aryani Tata Usaha D.1/SEKRETARIS/1990
6 Yani Mulyani Pustakawan SMK/Man.Bisnis/2000
7 Lukman Adiputra Pemb. Bendahara SMEAN/1964
8 Iyus Yusman Caraka SD/1970
9 Abdul Adjid Caraka SD/1991
89
No
.
N a m a Jabatan PendidikanTertinggi/
Jurusan
10 Yayan Tarkaya Caraka KPG/1986
11 Karsinah Caraka SD
12 Muhamad Satpam SD/1957
13 Yusup Caraka MA/2003
C. STRUKTUR ORGANISASI SMK PASUNDAN 1 CIMAHI
KEPALA SEKOLAHDrs.RUSYAMSI,M.Pd.
90
KEPALA TATA USAHALEILY MALIHATUN
WKS. KURIKULUMSRI MULYANI,S.Pd.
WKS. KESISWAANADEH,S.Pd.
WKS. HUMAS/HUBIDTIKTIK KARTIKA,S.E.
STAF. KURIKULUMDra.YENI KARTINI
PKS KESISWAAN:Drs. ARMANDDrs.MOCH.RAMDANDEDI, S.Pd.
PEMBINA OSISTAUFIQ F. S.Pd.
STAF.PEMB. OSISSUHANA NINGRAT,S.SN
KOORD.BP/BKNUNUNG N.,S.Ag.
STAFF. BP/ BKIYUS DAROJAT,S.Pd.I
KETUA K.K.ADM.PERK.BETTY IRAWATI,S.Pd.
KETUA K.K.AKUN.AYI H. ,S.E.
KETUA K.K.PEMASR.KENTIAS H.,S.Pd
KETUA K.K.TKJALIF,SPd. M.M.
91
Bagan 4.1
Struktur Organisasi SMK Pasundan 1 Cimahi
D. Visi dan Misi
SMK Pasundan 1 Cimahi mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:
Visi : “ Menghasilkan tenaga kerja tingkat menengah yang mudah mendapat
pekerjaan sesuai dengan bidangnya pada masa kini maupun masa yang akan datang
sejalan dengan perkembangan IPTEK.”
b. Tahun 2010 terunggul di Kota Cimahi
c. Tahun 2015 terunggul di wilayah Priangan Barat
d. Tahun 2020 terunggul di Jawa Barat
Misi: Mengoptimalkan semua sumber daya yang ada di sekolah dan di luar sekolah
dalam upaya mewujudkan sekolah yang mandiri, menghasilkan lulusan yang mampu
berwirausaha dan berorientasi pada dunia kerja sesuai dengan perkembangan IPTEK
melalui pola Pendidikan Sistem Ganda sehingga :
a. dapat diterima oleh DU/DI
b. mampu berdikari
WALI KELAS
SISWA
92
c. dapat melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi.
4.1.2 Profil Responden
Seperti yang telah digambarkan di atas bahwa SMK Pasundan 1 Cimahi
memiliki empat kompetensi keahlian/ program keahlian, salah satu di antaranya
adalah kompetensi keahlian Administrasi Perkantoran.
Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran merupakan salah satu
Kompetensi Keahlian yang paling banyak diminati siswa yang masuk ke SMK
Pasundan 1 Cimahi. Hal ini terbukti dengan jumlah siswa yang memilih Kompetensi
Keahlian tersebut setiap tahunnya selalu tinggi dibandingkan Kompetensi Keahlian
yang lainnya.
Minat siswa memilih Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran
disebabkan jenjang profesi lulusannya sebagai tenaga sekretaris. Selain itu
Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran menawarkan dunia kerja yang
menjanjikan, misalnya saja sebagai tenaga staf perkantoran.
Berikut ini gambaran jumlah siswa Kompetensi Keahlian Administrasi
Perkantoran pada Tahun Pelajaran 2010/ 2011:
Tabel 4.4
Keadaan Siswa Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran
93
KELAS X KELAS XI KELAS XII TOTAL
JUMLAH SISWA PER
ANGKATAN
80 118 114 312
4.2 Uji Kualitas Data ( Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian )
Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari
variabel : Implementasi Pendidikan Sistem ganda ( 22 item ) dan Kualitas Siswa ( 22
item ).
Agar instrumen penelitian ini layak digunakan instrumen yang akan
digunakan terlebih dahulu diujicobakan kepada 25 responden yang akan dijadikan
sampel penelitian (populasi)
Melalui pengujian reliabilitas teknik split half nampak bahwa masing-
masing instrumen pengukuran adalah reliabel dengan tingkat reliabilitas yang tinggi
(koefisien rata-rata di atas 0,8) dengan koefisien internal Spearman Brown sesuai
dengan yang direkomendasikan oleh Sugiyono ( 2008:185) yang menyatakan bahwa
batas minimum reliabilitas yang dapat diterima adalah koefisien positif
Reliabilitas untuk kuesioner masing-masing variabel disajikan pada tabel di
bawah ini :
Tabel 4.5 Reliabilitas
Variabel/subvariabel Reliabilitas Kriteria
94
Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda (X)
Kualitas Siswa (Y)
0,989
0,866
Reliabilitas Tinggi
Reliabilitas Tinggi
Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas
Pengujian tingkat validitas tiap item dipergunakan analisis item, artinya
mengkorelasikan skor tiap item dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor
item. Menurut Sugiyono (1999 : 46), item yang mempunyai korelasi positif dengan
skor total serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai
validitas yang tinggi pula.
Persyaratan minimum agar dapat dianggap valid apabila r = 0,3. Sehingga
apabila korelasi antar item dengan skor total kurang dari 0,3 maka item dalam
instrument tersebut dinyatakan tidak valid.
Adapun hasil uji coba mengenai tingkat validitas butir pertanyaan disajikan
dalam tabel berikut :
Tabel 4.6 Hasil Validitas Item Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (X)No Item Tk Validitas Keterangan
95
X_1 0,725 Valid
X_2 0,679 Valid
X_3 0,744 Valid
X_4 0,648 Valid
X_5 0,579 Valid
X_6 0,573 Valid
X_7 0,707 Valid
X_8 0,721 Valid
X_9 0,576 Valid
X_10 0,390 Valid
X_11 0,599 Valid
X_12 0,580 Valid
X_13 0,683 Valid
X_14 0,597 Valid
X_15 0,771 Valid
X_16 0,679 Valid
X_17 0,744 Valid
X_18 0,648 Valid
X_19 0,616 Valid
X_20 0,573 Valid
X_21 0,707 Valid
X_22 0,598 Valid Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas
Tabel 4.7 Hasil Validitas Item Variabel Kualitas Siswa (Y)
No Item Tk Validitas Keterangan
96
X_1 0,611 Valid
X_2 0,321 Valid
X_3 0,756 Valid
X_4 0,640 Valid
X_5 0,573 Valid
X_6 0,630 Valid
X_7 0,533 Valid
X_8 0,593 Valid
X_9 0,591 Valid
X_10 0,466 Valid
X_11 0,614 Valid
X_12 0,557 Valid
X_13 0,481 Valid
X_14 0,552 Valid
X_15 0,543 Valid
X_16 0,323 Valid
X_17 0,400 Valid
X_18 0,503 Valid
X_19 0,621 Valid
X_20 0,582 Valid
X_21 0,520 Valid
X_22 0,441 Valid Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas
Berdasarkan tabel 4.6 dan tabel 4.7, diperoleh infromasi mengenai tingkat
validitas item mana saja yang dinyatakan valid dan digunakan untuk penelitian.
Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
Rekapitulasi tingkat validitas item pertanyaan instrumen penelitian disajikan
dalam tabel 4.8. berikut :
Tabel 4.8
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Item Pertanyaan Instrumen
97
QUESINOER/VARIABELVALID TIDAK VALID TOTAL
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda (X)
22 100 - - 22 100
Kualitas Siswa (Y) 22 100 - - 22 100 Sumber : Lampiran pengujian validitas reliabilitas
Dari tabel tersebut di atas, ternyata seluruh item pernyataan (100%)
merupakan item terpilih (valid).
4.3 Hasil Analisis dan Pembahasan
Deskripsi hasil penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan variabel-
variabel yang diteliti dalam penelitian. Secara garis besar variabel penelitian dibagi
menjadi dua bagian yaitu variabel independent ( variabel bebas ) dan variabel
devenden ( variabel terikat ). Karena dalam penelitian ini menggunakan teknik
analisis dan dijelaskan dalam kedudukan yang sama.
Oleh karena itu pembahasan hasil penelitian akan diawali dengan variabel
bebas, Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Sistem Ganda dan Kualitas
Siswa SMK.
4.3.1 Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
98
Bagian ini akan menguraikan bagaimana gambaran Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda dengan kategori: komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi.
Gambaran mengenai hal tersebut dapat dilihat dari pendapat responden
sebagai berikut:
Tabel 4.9Pendapat responden mengenai siswa yang akan melaksanakan Pendidikan
Sistem Ganda (PSG) harus diberikan penjelasan tentang kebijakan program PSG
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 94 470 82.46
4 Setuju 11 44 9.65
3 Ragu-ragu 5 15 4.39
2 Tidak Setuju 4 8 3.50
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.9 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori komunikasi dalam pemberian penjelasan tentang kebijakan program
PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi sudah berjalan dengan baik.
Tabel 4.10
99
Pendapat responden mengenai sekolah mengundang Dunia Usaha/ Dunia Industri (DU/DI) untuk mensosialisasikan PSG
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 52 260 45.61
4 Setuju 53 212 46.49
3 Ragu-ragu 6 18 5.26
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.10 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori komunikasi di SMK Pasundan 1 Cimahi dalam sosialisasi PSG dengan
pihak DU/ DI sudah dilaksanakan dengan baik.
Tabel 4.11Pendapat responden mengenai sebelum PSG siswa dibekali praktik perkantoran di
sekolahPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 94 470 82.46
4 Setuju 14 56 12.28
3 Ragu-ragu 5 15 4.39
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
100
Berdasarkan tabel 4.11 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori komunikasi dalam pemberian pembekalan praktik perkantoran untuk
siswa SMK Pasundan 1 Cimahi yang akan melakukan PSG sudah dilaksanakan
dengan baik.
Tabel 4.12Pendapat responden mengenai pengembangan model kerja sama dalam pelaksanaan
PSG dengan pihak DU/DIPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 80 400 70.18
4 Setuju 22 88 19.30
3 Ragu-ragu 11 33 9.65
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.12 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori komunikasi dalam pengembangan model kerja sama dengan pihak DU/
DI dalam pelaksanaan PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi sudah berjalan dengan baik.
101
Tabel 4.13Pendapat responden mengenai pembekalan sebagai persiapan PSG
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 94 470 82.46
4 Setuju 11 44 9.65
3 Ragu-ragu 6 18 5.26
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.13 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori komunikasi dalampemberian pembekalan kepada siswa SMK Pasundan
1 Cimahi sebelum melaksanakan PSG sudah dilaksanakan dengan baik.
Tabel 4.14Pendapat responden mengenai sekolah bersama dengan DU/Di menetapkan media
komunikasi untuk mempermudah komunikasi selama PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 67 335 58.77
4 Setuju 33 132 28.95
3 Ragu-ragu 12 36 10.53
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
102
Berdasarkan tabel 4.14 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori komunikasi dalam kerja sama sekolah dengan pihak DU/ DI untuk
menetapkan media komunikasi yang digunakan dalam mempermudah komunikasi
selama PSG berlangsung sudah dilaksanakan dengan baik.
Tabel 4.15Pendapat responden mengenai pembimbing PSG memiliki kemampuan yang baik
dalam menjelaskan programPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 55 275 48.25
4 Setuju 50 200 43.86
3 Ragu-ragu 3 9 2.63
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 15 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya guru pembimbing PSG di SMK Pasundan 1 Cimahi
memiliki kemampuan yang baik dalam menjelaskan program kepada siswa
103
Tabel 4.16Pendapat responden mengenai penetapan pelaksanaan PSG disesuaikan dengan latar
belakang bidang keahlian siswaPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 82 410 71.93
4 Setuju 22 88 19.30
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.16 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya dalam penentuan guru pembimbing PSG di SMK
Pasundan 1 Cimahi sudah dilaksanakan sesuai latar belakang keahlian guru tersebut.
Tabel 17Pendapat responden mengenai motivasi yang tinggi dimiliki pembimbing selama
mendampingi siswa dalam pelaksanaan PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 43 215 37.72
4 Setuju 52 208 45.61
3 Ragu-ragu 17 51 14.91
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
104
Berdasarkan tabel 4.17 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya guru pembimbing di SMK Pasundan 1 Cimahi memiliki
motivasi yang tinggi.
Tabel 4.18Pendapat responden mengenai pembimbing siswa memiliki kemampuan yang baik
dalam menyelesaikan masalah siswa Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 78 390 68.42
4 Setuju 24 96 21.05
3 Ragu-ragu 12 36 10.53
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.18 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya guru pembimbing di SMK Pasundan 1 Cimahi dalam
penyelesaian masalah yang dihadapi siswa sudah dalakukan dengan baik.
105
Tabel 4.19Pendapat responden mengenai pembimbing memiliki kemampuan yang baik dalam
mengarahkan siswaPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 74 370 64.91
4 Setuju 26 104 22.81
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 3 3 2.63
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.19 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya guru pembimbing di SMK Pasundan 1 Cimahi memiliki
kemampuan yang baik dalam mengarahkan siswanya.
Tabel 4.20Pendapat responden mengenai orang tua siswa ikut mendukung program PSG
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 47 235 41.23
4 Setuju 56 224 49.12
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
106
Berdasarkan tabel 4.20 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya dalam dukungan orang tua siswa di SMK Pasundan 1
Cimahi terhadap pelaksanaan kebijakan dipandang cukup baik.
Tabel 4.21Pendapat responden mengenai sekolah dan DU/DI menyediakan fasilitas untuk
pelaksanaan PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 55 275 48.25
4 Setuju 45 180 39.47
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 3 6 2.63
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.21 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori sumber daya dalam penyediaan fasilitas yang dibutuhkan selama
pelaksanaan PSG sudah diberikan dengan baik.
107
Tabel 4.22Pendapat responden mengenai sekolah menginformasikan kepada siswa tentang tata
tertib yang harus dilaksanakan selama PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 60 300 52.63
4 Setuju 37 148 32.46
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.22 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori disposisi dalam menginformasikan tata tertib selama pelaksanaan PSG
sudah dilaksanakan pihak sekolah dengan baik.
Tabel 4.23Pendapat responden mengenai sekolah dan DU/DI menunjuk dan menetapkan
pembimbing siswa selama melaksanakan PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 55 275 48.25
4 Setuju 39 156 34.21
3 Ragu-ragu 20 60 17.54
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
108
Berdasarkan tabel 4.23 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori disposisi dalam penetapan pembimbing siswa SMK Pasundan 1 Cimahi
yang akan melaksanakan PSG sudah dilaksanakan cukup baik.
Tabel 4.24Pendapat responden mengenai sekolah memberikan kewenangan penuh kepada
DU/DI dalam pelaksanaan PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 51 255 44.74
4 Setuju 38 152 33.33
3 Ragu-ragu 18 54 15.79
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 2 2 1.75
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.24 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori disposisi dalam pendelegasian kewenangan secara penuh diberikan
pihak sekolah kepada pihak DU/ DI.
109
Tabel 4.25Pendapat responden mengenai pembimbing siswa secara berkala melakukan evaluasi
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 56 280 49.12
4 Setuju 32 128 28.07
3 Ragu-ragu 21 63 18.42
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.25 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori disposisi mengenai pengawasan dan evaluasi siswa yang sedang
melaksanakan PSG sudah dilaksanakan guru pembimbing dengan baik.
Tabel 4.26Pendapat responden mengenai sekolah menyusun struktur organisasi kelompok kerja
PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 28 140 24.56
4 Setuju 66 264 57.89
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
110
Berdasarkan tabel 4.26 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori struktur birokrasi di SMKPasundan 1 Cimahi sudah dibuat dengan
jelas.
Tabel 4.27Pendapat responden mengenai DU/DI menetapkan aturan yang jelas tentang
keselamatan kerjaPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 57 285 50.00
4 Setuju 38 152 33.33
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 4 8 3.51
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.27 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori struktur birokrasi dalam masalah aturan keselamatan kerja sudah
diterapkan pihak DU/ DI dengan jelas.
111
Tabel 4.28Pendapat responden mengenai pembimbing memberitahu siswa tata tertib dan aturan
dalam kegiatan PSG di tempat praktik Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 70 350 61.40
4 Setuju 25 100 21.93
3 Ragu-ragu 17 51 14.91
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.28 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori struktur birokrasi mengenai tata tertib dan aturan PSG di DU/ DI sudah
diterapkan dengan baik.
Tabel 4.29Pendapat responden mengenai siswa mendapatkan Raport Skill Journal kegiatan
PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 69 345 60.53
4 Setuju 45 180 39.47
3 Ragu-ragu 0 0 0.00
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
112
Berdasarkan tabel 4.29 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori struktur birokrasi menyatakan bahwa semua siswa yang melaksanakan
PSG mendapatkan Raport Skill Journal .
Tabel 4.30Pendapat responden mengenai petunjuk pelaksanaan PSG di tempat kerja/ praktik
terlebih dahulu diberitahukan kepada siswaPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 70 350 61.40
4 Setuju 25 100 21.93
3 Ragu-ragu 14 42 12.28
2 Tidak Setuju 4 8 3.51
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.30 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan
dari kategori struktur birokrasi dalam petunjuk pelaksanaan PSG di SMK Pasundan 1
Cimahi sudah dijelaskan sebelumnya kepada siswa.
4.3.2 Kualitas Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi
Bagian ini akan menguraikan bagaimana gambaran kualitas siswa SMK
Pasundan 1 Cimahi, dilihat dari kategori: pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Gambaran mengenai hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :
113
Tabel 4.31Pendapat responden mengenai selalu memahami dalam melaksanakan seluruh
pekerjaan kantor sesuai prosedur yang benarPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 71 355 62.28
4 Setuju 24 96 21.05
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 2 2 1.75
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.31 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pekerjaan kantor
sudah dipahami siswa dengan baik.
Tabel 4.32Pendapat responden mengenai kemampuan untuk menyelesaikan soal-soal untuk
menginventarisir perbedaan-perbedaan pendekatan manajemen perkantoranPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 43 215 37.72
4 Setuju 51 204 44.74
3 Ragu-ragu 17 51 14.91
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
114
Berdasarkan tabel 4.32 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek penyelesaian soal-
soal untuk menginventarisir perbedaan-perbedaan pendekatan manajemen
perkantoran mampu dilakukan siswa dengan baik.
Tabel 4.33Pendapat responden mengenai kemampuan menerima dan menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai rencana dengan kreativitas serta daya nalar pegawai merupakan cermin
kemampuan pegawaiPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 56 280 49.12
4 Setuju 44 176 38.60
3 Ragu-ragu 14 42 12.28
2 Tidak Setuju 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.33 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengerjaan tugas
mampu diselesaikan tepat waktu sesuai rencana.
115
Tabel 4.34Pendapat responden mengenai penyelesaian tugas dilakukan secara efektif dengan
hasil yang optimalPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 54 270 47.37
4 Setuju 44 176 38.60
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 4 8 3.51
1 Sangat Tidak Setuju 2 2 1.75
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.34 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengerjaan tugas
mampu dilakukan dengan efektif dengan hasil yang oftimal.
Tabel 4.35Pendapat responden mengenai mampu mengelola dan mengolah dokumen kantor
dengan baikPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 60 300 52.63
4 Setuju 49 196 42.98
3 Ragu-ragu 5 15 4.39
2 Tidak Setuju 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
116
Berdasarkan tabel 4.35 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengerjaan tugas
pengelolaan dokumen kantor mampu diselesaikan dengan baik.
Tabel 4.36Pendapat responden mengenai kemampuan mengendalikan surat dengan prosedur
yang benarPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 70 350 61.40
4 Setuju 30 120 26.32
3 Ragu-ragu 14 42 12.28
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.36 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek pengendalian surat
mampu dilakukan dengan prosedur yang benar.
117
Tabel 4.37Pendapat responden mengenai aktivitas kantor selalu dilakukan dengan teliti dan
tepatPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 82 410 71.93
4 Setuju 22 88 19.30
3 Ragu-ragu 9 27 7.89
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.37 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek aktivitas kantor
mampu dilakukan dengan teliti dan benar.
Tabel 4.38Pendapat responden mengenai bekerja sesuai prosedur dengan menerapkan sistem
kerja yang benarPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 68 340 59.65
4 Setuju 30 120 26.32
3 Ragu-ragu 13 39 11.40
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 1 1 0.88
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
118
Berdasarkan tabel 4.38 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi pengetahuan dalam aspek penerapan sistem
kerja mampu dilakukan dengan prosedur yang benar.
Tabel 4.39Pendapat responden mengenai tanggap terhadap permasalahan dan selalu mencari
jawaban dalam memecahkan permasalahan adalah ciri pegawai yang aktifPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 62 310 54.39
4 Setuju 32 128 28.07
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.39 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek penyelesaian masalah
pekerjaan kantor mampu diselesaikan dengan baik.
119
Tabel 4.40Pendapat responden mengenai displin dan tepat waktu sebagai upaya penerapan
budaya di tempat kerjaPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 72 360 63.16
4 Setuju 27 108 23.68
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.40 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek penerapan budaya disiplin
dan tepat waktu di tempat kerja sudah dilaksanakan sesuai aturan
Tabel 4.41Pendapat responden mengenai teliti dan tepat dalam melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kantor dalam hubungan organisasi di tempat praktik
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 57 285 50.00
4 Setuju 45 180 39.47
3 Ragu-ragu 7 21 6.14
2 Tidak Setuju 5 10 4,39
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
120
Berdasarkan tabel 4.41 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kantor mampu dilakukan siswa
dengan baik.
Tabel 4.42Pendapat responden mengenai sikap selalu berhati-hati dalam setiap pekerjaan pada
saat kerja sebagai bentuk kemampuan menjalankan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja
Pendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 55 275 48.25
4 Setuju 50 200 43.86
3 Ragu-ragu 8 24 7.02
2 Tidak Setuju 1 2 0.88
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.43 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek prosedur kesehatan dan
keselamatan kerja sudah diterapkan dengan baik.
121
Tabel 4.44Pendapat responden mengenai kerja sama tim/ kelompok selalu dilakukan dalam
melaksanakan PSGPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 50 250 43.86
4 Setuju 44 176 38.60
3 Ragu-ragu 11 33 9.65
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 4 4 3.51
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.45 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek kerja sama tim/ kelompok
mampu dilakukan dengan baik.
Tabel 4.46Pendapat responden mengenai berkomunikasi dengan sesama dijalin dengan
harmonis dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan produktivitasPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 69 345 60.53
4 Setuju 40 160 35.09
3 Ragu-ragu 5 15 4.39
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
122
Berdasarkan tabel 4.46 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek berkomunikasi dengan
sesama mapu dijalankan dengan harmonis dan menyenangkan.
Tabel 4.47Pendapat responden mengenai sikap keingintahuan, semangat kerja, dan motivasi
yang tinggi merupakan bentuk sikap mental seorang pegawai yang produktifPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 75 375 65.79
4 Setuju 29 116 25.44
3 Ragu-ragu 5 15 4.39
2 Tidak Setuju 3 6 2.63
1 Sangat Tidak Setuju 2 2 1.75
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.47 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek semangat kerja dan motivasi
yang tinggi mampu ditunjukkan dengan baik.
123
Tabel 4.48Pendapat responden mengenai sikap bermalas-malasan, tak acuh terhadap
lingkungan, bukan merupakan bagian penting dari sikap pegawaiPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 53 265 46.49
4 Setuju 38 152 33.33
3 Ragu-ragu 18 54 15.79
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 5 5 4.39
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.48 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap malas dan tak acuh terhadap lingkungan
sekitar bukan merupakan sikap yang ditunjukkan siswa.
Tabel 4.49Pendapat responden mengenai selalu berpenampilan rapi dan menarik adalah cermin
dari seorang pegawai yang baikPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 69 345 60.53
4 Setuju 35 140 30.70
3 Ragu-ragu 7 21 6.14
2 Tidak Setuju 3 6 2.63
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
124
Berdasarkan tabel 4.49 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi sikap dalam aspek penampilan mampu
dilakukan dengan rapi dan menarik.
Tabel 4.50Pendapat responden mengenai pemanfaatan waktu dan penyelesaian tugas dilakukan
sesuai jadwal dengan capaian sesuai sasaranPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 68 340 59.65
4 Setuju 39 156 34.21
3 Ragu-ragu 5 15 4.39
2 Tidak Setuju 2 4 1.75
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.50 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penyelesaian tugas
mampu dilakukan dengan tepat waktu dengan mencapai sasaran yang diinginkan.
125
Tabel 4.51Pendapat responden mengenai mampu memperbaiki kesalahan pekerjaan yang
dilakukan sebagai cermin pegawai yang kreatifPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 68 340 59.65
4 Setuju 31 124 27.19
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.51 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penyelesaikan
kesalahan dalam melaksanakan tugas mampu diselesaikan dengan baik.
Tabel 4.52Pendapat responden mengenai kemampuan mengoperasikan peralatan dan mesin
kantor dengan baikPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 68 340 59.65
4 Setuju 31 124 27.19
3 Ragu-ragu 15 45 13.16
2 Tidak Setuju 0 0 0.00
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
126
Berdasarkan tabel 4.52 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek pengoperasian
peralatan dan mesin kantor mampu dilaksanakan dengan baik.
Tabel 4.53Pendapat responden mengenai keceriaan dalam bekerja dan tidak mempersulit diri
dalam mengerjakan tugas sebagai cermin semangat kerja pegawaiPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 48 240 42.11
4 Setuju 51 204 44.74
3 Ragu-ragu 10 30 8.77
2 Tidak Setuju 5 10 4.39
1 Sangat Tidak Setuju 0 0 0.00
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.53 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penyelesaian tugas
mampu dilaksanakan dengan semangat yang tinggi.
127
Tabel 4.54Pendapat responden mengenai penanganan sendiri perbaikan ringan pada peralatan
kantor yang terjadi selama praktik merupakan bentuk kreativitas pegawaiPendapat Frekuensi Skor Prosentase
5 Sangat Setuju 42 210 36.84
4 Setuju 58 232 50.88
3 Ragu-ragu 7 21 6.14
2 Tidak Setuju 4 8 3.51
1 Sangat Tidak Setuju 3 3 2.63
Jumlah 114 100 %
Sumber : data kuesioner, diolah
Berdasarkan tabel 4.54 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden
berpendapat positif. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kualitas siswa SMK
pasundan 1 Cimahi terhadap dimensi keterampilan dalam aspek penanganan
perbaikan ringan peralatan kantor mampu dilakukan sendiridengan baik.
128
4.3.3 Statistik Deskriptif
Hasil perhitungan rata-rata dan simpangan baku setiap variable diperoleh
hasil sebagai berikut :
Tabel 4.55
Descriptive Statistics
N MeanStd.
Deviation
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
114 4.4119 .19020
Kualitas Siswa 114 4.3892 .26875
Valid N (listwise) 114
Sumber : Hasil perhitungan statistik
Tabel 4.55 di atas menunjukkan skor rata-rata variabel Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda lebih tinggi dibandingkan Kualitas Siswa. Tabel
di atas juga menginformasikan bahwa variabel Kualitas Siswa mempunyai variasi
lebih tinggi dibandingkan variabel Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda. Artinya dalam kondisi yang sebenarnya banyak siswa yang mempunyai
kualitas yang tinggi, tetapi juga banyak diantara mereka yang mempunyai kualitas
yang rendah.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai makna hasil
perhitungan statistik deskriptif di atas, selanjutnya dibandingkan dengan tabel
kriteria penafsiran kondisi variabel penelitian pada masing-masing variabel yang
diteliti. Model yang dipakai mengadaptasi model tentang pengontrolan kualitas
(J.Supranto, 2001) sebagai berikut :
129
Tabel 4.56
Kriteria penafsiran kondisi variabel penelitian
Rata-rata Skor Penafsiran4,2 – 5,0 Sangat Baik/Sangat Tinggi3,4 – 4,1 Baik/Tinggi2,6 – 3,3 Cukup Baik/CukupTinggi1,8 – 2,5 Buruk/Rendah1,0 - 1,7 Sangat Buruk/Sangat Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan deskriptif dibandingkan dengan kriteria di
atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.57Kriteria Ketercapaian Skor tiap Variabel
Variabel Rata-rata Kriteria
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
4.4119 Sangat baik
Kualitas Siswa 4.3892 Sangat Baik
Sumber : Kuesioner diolah
Berdasarkan tabel di atas, telihat bahwa semua variabel dikategorikan sangat
tinggi.
4.3.4 Pengujian Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
terhadap Kualitas Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi
4.3.4.1 Hubungan antar Variabel
Berikut ini dikemukakan hasil pengolahan data mengenai keterkaitan antar
variabel yang diteliti, seperti disajikan dalam tabel berikut:
130
Tabel 4.58
Correlations
Komunikasi
Sumber
Daya Disposisi
Struktur
Birokrasi
Kualitas
Siswa
Komunikasi Pearson
Correlation
1 .103 .029 .115 .434**
Sig. (2-tailed) .277 .757 .224 .000
N 114 114 114 114 114
Sumber Daya Pearson
Correlation
.103 1 .174 .357** .392**
Sig. (2-tailed) .277 .064 .000 .000
N 114 114 114 114 114
Disposisi Pearson
Correlation
.029 .174 1 -.007 .270**
Sig. (2-tailed) .757 .064 .941 .004
N 114 114 114 114 114
Struktur
Birokrasi
Pearson
Correlation
.115 .357** -.007 1 .357**
Sig. (2-tailed) .224 .000 .941 .000
N 114 114 114 114 114
Kualitas Siswa Pearson
Correlation
.434** .392** .270** .357** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .004 .000
N 114 114 114 114 114
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : hasil perhitungan SPSS 17
Korelasi menunjukkan indikasi awal adanya hubungan antar variabel. Dari
hasil perhitungan korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen
dengan model 2-tailed atau dua sisi diperoleh :
131
- Hubungan antara Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar
0,434. Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,000 > 0,05. Maka
Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa Jika Komunikasi
dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda lebih baik maka
kualitas siswa juga akan lebih baik, sebaliknya setiap penurunan kualitas
Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda, akan
menurunkan kualitas siswa.
- Hubungan antara Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar
0,392. Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,000 > 0,05. Maka
Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa. Setiap kenaikan
Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda akan
menaikan Kualitas Siswa, sebaliknya setiap penurunan Sumber Daya, akan
menurunkan Kualitas Siswa.
- Hubungan antara Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi sebesar
0,270 Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,004 < 0,05. Maka
Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
132
berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa Setiap kenaikan
Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda akan
menaikan Kualitas Siswa, sebaliknya setiap penurunan Disposisi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda, akan menurunkan
Kualitas Siswa.
- Hubungan antara Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa memiliki koefisien korelasi
sebesar 0,357 Hubungan tersebut signifikan, dimana sig.= 0,000 < 0,05.
Maka Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda berhubungan positif signifikan dengan Kualitas Siswa. Setiap
kenaikan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda akan menaikan Kualitas Siswa, sebaliknya setiap penurunan
Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda,
akan menurunkan Kualitas Siswa.
Hubungan yang paling erat adalah hubungan antara Komunikasi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa dengan
derajat hubungan yang sedang (korelasi diantara 0,400 – 0,599), sedangkan
hubungan paling lemah adalah hubungan antara Disposisi dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa (korelasi aintara 0,200 –
0,399).
133
4.3.4.2 Metode Sucsesive Interval
Berikut ini adalah perhitungan MSI untuk item nomor 1 utuk variabel
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda (X) :
No Skor Frekuensi Proporsi Proporsi Kumulatif
Density Nilai Z Skala Interval
1 2 4 0.035088 0.035088 0.077429 -1.81078 1 3 5 0.04386 0.078947 0.147183 -1.41219 1.616322 4 11 0.096491 0.175439 0.258185 -0.93289 2.056348 5 94 0.824561 1 0 3.519843
Cara mencari :
SV 2=0 , 000−0,0774290,035088−0,000
=-2 . 20671
SV 3=0,077429−0,1471830,078947−0,035088
=-1. 59041
SV 4=0,147183−0,2581850,175439−0,078947
=-1 . 15038
SV 5=0,258185−0,000
1−0,175439=1.105
x2 = (-2,2067 + 3,2067 = 1)
x3 = (-1,59041 + 3,2067 = 1,615)
x4 = (-1,15038 + 3,2067 = 2,055)
x5 = (0,313118+ 3,2067 = 3,519)
4.3.4.3 Pengujian Regresi Linier Berganda
Hasil perhitungan regresi melalui software SPSS 17, diperoleh hasil sebagai
berikut :
134
Y = -0.053 + 0,366X1+2,05X2+0,257X3+0,231X4Dimana :
Y = Kualitas Siswa
X1 = Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
X2 = Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
X3 = Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
X4 = Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
Dari persamaan di atas dapat diartikan bahwa setiap peningkatan Komuniksai
dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan
meningkatkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,366. Sebaliknya
setiap penurunan Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa
sebesar 0,366. Setiap peningkatan Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan meningkatkan (karena nilainya
positif) Kualitas Siswa sebesar 0,205. Sebaliknya setiap penurunan Sumber Daya
dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan
menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,205. Setiap
peningkatan Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1
satuan, maka akan meningkatkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar
0,257. Sebaliknya setiap penurunan Disposisi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif)
Kualitas Siswa sebesar 0,257. Setiap peningkatan Struktur Birokrasi dalam
135
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda 1 satuan, maka akan
meningkatkan (karena nilainya positif) Kualitas Siswa sebesar 0,231. Sebaliknya
setiap penurunan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda 1 satuan, maka akan menurunkan (karena nilainya positif) Kualitas
Siswa sebesar 0,231. Pengaruh Komuniksai dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda dengan Kualitas Siswa paling tinggi dibandingkan
pengaruh variable lainnya.
Untuk mengetahui pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda terhadap Kualitas Siswa perlu dilakukan pengujian statistik. Maka untuk
mengujinya akan menggunakan hipotesis statistik sebagai berikut :
1. Pengaruh Secara Simultan (Uji F)
Untuk menguji pengaruh Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur
Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap
Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 =
0
: Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi,
dan Struktur Birokrasi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda tidak berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
H1 : H0 : β1,β2,β3,β4 ≠
0
: Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi,
dan Struktur Birokrasi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda berpengaruh signifikan
terhadap Kualitas Siswa.
136
Dengan kriteria uji : tolak H0 jika F hitung > F tabel atau sig (probability) <
0,05.
Tabel 4.61Hasil Pengujian Simultan Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.278 4 1.069 17.929 .000a
Residual 6.502 109 .060
Total 10.780 113
a. Predictors: (Constant), Struktur Birokrasi, Disposisi, Komunikasi, Sumber Daya
b. Dependent Variable: Kualitas Siswa
Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17
Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi.
Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai F hitung adalah 17,929.
Dengan tingkat signifikansi (α) = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) df1 = 4
dan df2 (n-k-1)=114 – 4 – 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled),
di peroleh t tabel sebesar 2,45.
Oleh karena F hitung > F tabel (17,929> 2,45) dan probablity = 0,000 <
0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan
137
(serempak) Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap
Kualitas Siswa.
2. Pengujian Secara Parsial
a. Pengaruh Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
terhadap Kualitas Siswa.
Untuk menguji pengaruh Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : β1 = 0 : Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda tidak berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
H1 : β1 ≠ 0 : Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t (1) hitung > t
tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (1) hitung < t tabel
Tabel 4.62Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas SiswaKoefisien
regresit hitung t tabel
Sig (Probability)
Kesimpulan
0,366 5,024 1,988 0,000Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17
138
Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi.
Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 5,024. Dengan
tingkat signifikansi (α) = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau
114 – 4 – 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t
tabel sebesar 1,988.
Oleh karena t hitung > t tabel (5,024> 1,988) dan probablity = 0,000 <
0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Komunikasi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap
Kualitas Siswa.
b. Pengaruh Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda terhadap Kualitas Siswa.
Untuk menguji pengaruh Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : β2 = 0 : Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda tidak berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
H1 : β2 ≠ 0 : Sumber Daya dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t (2) hitung > t
tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (2) hitung < t tabel
139
Tabel 4.63Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Sumber Daya dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas SiswaKoefisien
regresit hitung t tabel
Sig (Probability)
Kesimpulan
0,205 2,856 1,988 0,005Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17
Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi.
Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 2,856. Dengan
tingkat signifikansi (α) = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau
114 – 4 – 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t
tabel sebesar 1,988.
Oleh karena t hitung > t tabel (2,856 > 1,988) dan probablity = 0,005 <
0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sumber Daya dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap
Kualitas Siswa.
c. Pengaruh Disposisi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
terhadap Kualitas Siswa.
Untuk menguji pengaruh Disposisi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : β3 = 0 : Disposisi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda tidak berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
140
H1 : β3 ≠ 0 : Disposisi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh
signifikan terhadap Kualitas Siswa
Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t (3) hitung > t
tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (3) hitung < t tabel
Tabel 4.64Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Disposisi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas SiswaKoefisien
regresit hitung t tabel
Sig (Probability)
Kesimpulan
0,157 2,902 1,988 0,004Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17
Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi.
Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 2,902. Dengan
tingkat signifikansi (α) = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau
114 – 4 – 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t
tabel sebesar 1,988.
Oleh karena t hitung > t tabel (2,902 > 1,988) dan probablity = 0,004 <
0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Disposisi dalam
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan terhadap
Kualitas Siswa.
141
d. Pengaruh Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem
Ganda terhadap Kualitas Siswa.
Untuk menguji pengaruh Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas Siswa, digunakan hipotesis sebagai
berikut :
H0 : β4 = 0 : Sturktur Birokrasi dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa
H1 : β4 ≠ 0 : Sturktur Birokrasi dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda
berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Siswa
Dengan kriteria uji : tolak H0 jika nilai sig. < 0,05 (5%) atau t (4) hitung > t
tabel dan menerima H0 jika nilai sig. > 0,05 (5%) atau t (4) hitung < t tabel
Tabel 4.64Hasil Pengujian Parsial Pengaruh Sturktur Birokrasi dalam Implementasi
Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap Kualitas SiswaKoefisien
regresit hitung t tabel
Sig (Probability)
Kesimpulan
0,231 2,899 1,988 0,005Ho ditolak, terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber : Hasil perhitungan SPSS 17
Untuk menguji hipotesis tersebut, diperlukan harga-harga koefisien regresi.
Hasil perhitungan (pada lampiran) menunjukkan nilai t hitung adalah 2,899. Dengan
tingkat signifikansi (α) = 5 % derajat kebebasan (degree of freedom) = n-k-1 atau
114 – 4 – 1 = 109 dan pengujian dilakukan dengan dua sisi (2-tiled), di peroleh t
tabel sebesar 1,988.
142
Oleh karena t hitung > t tabel (2,899 > 1,988) dan probablity = 0,005 <
0,05(5%), maka H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Sturktur Birokrasi
dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda berpengaruh signifikan
terhadap Kualitas Siswa.
Koefisien Determinasi (Square Multiple Corelation) merupakan koefisien
yang digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variable independen terhadap
perubahan variable dependen. Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi
sebesar 0,397. Nilai tersebut memiliki makna bahwa variasi pada variabel Kualitas
Siswa dapat dijelaskan sebesar 39,7% oleh variasi variabel Komunikasi, Sumber
Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda. Sisanya sebesar 61,3 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
diteliti.
4.3.5 Pembahasan
1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1
Cimahi
Hasil tanggapan responden tentang implementasi kebijakan Pendidikan
Sistem Ganda diperoleh skor rata-rata sebesar 4,4119 (tabel 4.55). Apabila skor
tersebut ditransformasikan ke dalam tabel 4.56 tentang Kriteria penafsiran kondisi
variabel penelitian, maka dapat dikatakan bahwa Implementasi Kebijakan
143
Pendidikan Sistem Ganda di SMK Pasundan 1 Cimahi dapat dikategorikan Sangat
baik. Kondisi seperti ini jelas merupakan hal yang diharapkan oleh berbagai pihak
termasuk sekolah (instansi), karena akan berefek kepada kualitas siswa. Pelaksanaan
program Pendidikan Sistem Ganda ( Dual Based Program) yang dilaksanakan pihak
SMK Pasundan I Cimahi adalah model I dan model III, dimana pembekalan
kemampuan produktif di Dunia Usaha dan Dunia Industri dilaksanakan mulai tahun
ketiga awal, sedangkan kemampuan dasar kejuruan sepenuhnya dilaksanakan di
sekolah dan model III, pembekalan kemampuan produktif dimulai sejak tahun
pertama, yaitu untuk menangani kemampuan dasar kejuruan, sedang kemampuan
produktif sepenuhnya diberikan pada tahun ketiga di Dunia Usaha dan Dunia
Industri. Banyak factor yang dapat mendukung terciptanya Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda yang baik, salah satunya adalah seperti yang dijelaskan
oleh Edward III dalam Indiahono (2009:33) bahwa Implementasi kebijakan yang
bersifat kompleks menuntut adanya kerjasama banyak pihak. Ketika strukur birokrasi
tidak kondusif terhadap implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan
menyebabkan ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan.
2. Kualitas Siswa
Hasil tanggapan responden tentang kualitas siswa SMK Pasundan 1 Cimahi
diperoleh skor rata-rata sebesar 4,3892 (tabel 4.55). Apabila skor tersebut
ditransformasikan ke dalam tabel 4.56 tentang kriteria penafsiran variabel penelitian,
maka dapat dikatakan bahwa tingkat kualitas siswa dapat dikategorikan sangat baik
144
(tinggi). Dengan demikian aspek-aspek perilaku dalam kawasan kognitif, afektif, dan
psikomotor telah dapat diaktualisasikan oleh para siswa SMK Pasundan 1 Cimahi.
3. Pengaruh Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap
Kualitas Siswa SMK Pasundan 1 Cimahi
Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
Implementasi Kebijakan Pendidikan Sistem Ganda terhadap kualitas siswa SMK
Pasundan 1 Cimahi baik secara simultan maupun secara parsial dengan resiko
kekeliruan 5%, kontribusinya mencapai 39,7%. Hasil penelitan sejalan dengan
pendapat Edward (1980) bahwa untuk mencapai keberhasilan suatu implementasi
kebijakan dipengaruhi empat variabel yang berperan sebagai penentu pencapaian
keberhasilan suatu kebijakan, di antaranya: Komunikasi, Sumber daya, Disposisi,
dan Struktur birokrasi. Oleh karena itu efektif atau tidaknya pelaksanaan kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda bergantung pada bagaimana keempat faktor di atas
bersinergi dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Jika program Pendidikan Sistem
Ganda dikelola dengan baik maka tujuan yang diharapkan pemerintah akan mutu
lulusan SMK yang memiliki kompetensi profesionalisme tidak akan meleset.
Sementara itu Klaumeier, et al dalam Abdul Hadis (2010) menjelaskan secara garis
besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualita/ mutu proses dan hasil
145
belajar mengajar di kelas, yaitu faktor internal dan eksternal. Adapun yang termasuk
ke dalam faktor internal berupa: faktor psikologis, sosiologis, dan fisiologis yang ada
pada diri siswa dan guru. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor eksternal ialah
semua faktor yang mempengaruhi hasil belajar mengajar di kelas selain faktor yang
bersumber dari faktor guru dan siswa. Faktor-faktor eksternal tersebut berupa faktor:
masukan lingkungan, masukan peralatan, dan masukan eksternal lainnya.
4.3.6 Keterbatasan
Dalam menyelesaikan penelitian di SMK Pasundan 1 Cimahi penulis
menghadapi beberapa keterbatasan, sehingga dalam penyajiannya masih banyak
kekurangan yang akan ditemui, keterbatasan tersebut diantaranya:
1. Generalisasinya lemah, dengan kata lain hasil studi ini tidak dapat
digeneralisasikan ke lain objek/tempat melainkan hanya dapat digunakan pada
SMK Pasundan 1 Cimahi saja. Karenanya untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya memperluas generalisasi dengan melakukan penelitian di tempat yang
berbeda.
2. Koefisien determinasi untuk kualitas siswa dinilai kurang, hanya sebesar 37,5%,
sehingga terdapat kemungkinan ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kualitas siswa. Karenanya untuk penelitian selanjutnya perlu
mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas siswa.
146
TEMUAN-TEMUAN DI LAPANGAN
Berdasarkan penelitian pendahuluan dari pelaksanaan PSG tahun
2009/ 2010 di SMK Pasundan 1 Cimahi, bahwa implementasi kebijakan
pendidikan sistem ganda/ PSG dirasa masih belum efektif, penulis menemukan
beberapa indikator pernyataan masalah yang timbul dil lapangan. Indikator-
indikator masalah tersebut di antaranya sebagai berikut:
1. Belum efektifnya pengelolaan PSG yang dilaksanakan berdasarkan
kemitraan antara sekolah dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DU/
DI);
2. Berdasarkan pemetaan siswa yang melaksanakan PSG ternyata masih
banyak tempat praktik yang tidak relevan dengan kompetensi keahlian
(jurusan) siswa yang bersangkutan;
3. Masih kurangnya persiapan dalam pembekalan, mental fisik, etika,
ataupun kompetensi dasar yang dilakukan pihak sekolah (jurusan)
sebelum melepaskan siswa PSG;
4. Belum efektifnya pengawasan pelaksanaan PSG;
5. Belum efektifnya pemantauan dan penilaian yang dilakukan pihak sekolah
maupun pihak DU/ DI terhadap siswa yang melaksanakan PSG;
147
Uji kualitas data
Mengawali paparan tentang hasil penelitian dan pembahasan, terlebih
dahulu dikemukakan hasil uji veliditas dan reliabilitas angket penelitian. Dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, masalah validitas dan
reliabilitas alat ukur penelitian merupakan hal yang amat kritis. Valid dan tidaknya
alat pengumpulan data yang digunakan akan menentukan terhadap kualitas data yang
diperoleh. Karena itu, hal yang perlu diketahui sebelum data penelitian diolah dan
dianalisa lebih lanjut adalah
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada Bab III, dalam penelitian ini ada 2
variabel yang diteliti, yaitu Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Sistem
Ganda dan Kualitas Siswa SMK. Angket disebarkan pada siswa SMK Pasundan 1
Cimahi.
Angket disebarkan langsung oleh peneliti kepada responden dan setelah
diisi langsung dikumpulkan kembali oleh peneliti. Melalui cara ini diperoleh tingkat
pengembalian angket 100 %. Dengan demikian setelah angket terkumpul kemudian
kemudian dilakukan tabulasi data ke dalam tabel induk penelitian, selanjutnya
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas dan hasil selengkapnya dilaporkan
dalam lampiran.
148