Upload
indah-maulana-sari
View
223
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hlouy
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma Kapitis
2.1.1 Definisi trauma kapitis
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi
yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen
( PERDOSSI, 2006 dalam Asrini, 2008 ).
Trauma kapitis adalah suatu ruda paksa yang menipa struktur kepala
sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan gangguan fungsional
jaringan otak (sastrodininggrat, 2009).
Trauma kapitis adalah trauma yang terjadi karena adanya
pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa terjadinya kehilangan
kesadaran (Tucker, 1998).
2.2 Jenis Trauma Kapitis
Berdasarkan Advanced trauma life support (ATLS), 2004 cedera kepala
diklasifikasikan dalam berbagai aspek.namun secara praktis dikenal 3
deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan : mekanisme, beratnya cedera dan
morfologi.
2.2.1 Berdasarkan mekanisme
Menurut Brunner dan Suddarth (2001) dan Long (1990), trauma kapitis
dapat dibagi menjadi dua jenis:
1. Trauma kapitis terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau
luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh
velositas, masa dan bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat
terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak
dan melukai duramater saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/tembakan. Trauma kapitis terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki akses langsung ke otak.
2. Trauma kapitis tertutup
Benturan kranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan
yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat
kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan dalam otak maka cairan
akan tumpah. Trauma kapitis tertutup meliputi: Komusio (gegar otak),
Kontusio (memar) dan laserasi.
2.2.2 Berdasarkan cedera kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi
beratnya derajat keparahan trauma. Menurut Barain Injury Association of
Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari trauma kapitis yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Taruma kapitis
Ringan kehilangan kesadaran < 20 menit
amnesia post traumatik < 24 jam
GCS : 13-15
Sedang Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan
≤ 36 jam
Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan
≤ 7 hari
GCS : 9-12
Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam
Amnesia post traumatik > 7 hari
GCS : 3-8
Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005
2.2.3 Berdasarkan morfologi
a. Komosio serebri
Adalah trauma kapitis yang menimbulkan pingsan sejenak.
Keadaan trauma ini biasanya tanpa adanya amnesia retrograd, serta tanda-
tanda neurologi apapun tidak ditemukan (Neurologi klinis dasar, 2009)
b. Laserasi (luka robek atau koyak)
Adalah luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul. Luka yang
terjadi biasanya berupa goresan rata diatas permukaan tulang yang terkena.
Luka ini sering terjadi pada kulit yang ada tulang dibawahnya pada proses
penyembuhan dan biasanya pada penyembuhan dapat menimbulkan
jaringan parut (Rudolph, 2006).
c. kontusio serebri
Luka memar adalah apabila terjadi kerusakan jaringan subkutan
dimana pembuluh darah pecah sehingga darah meresap ke jaringan
sekitarnya, kulit tidak rusak, menjadi bengkak dan berwarna merah
kebiruan. Luka memar ini terjadi apa bila otak menekn tengkorak,
biasanya terjadi pada ujung otak seperti pada frontal, temporal, dan
oksipital. Pada kontusio dapat terlihat suatu daerah yang mengalami
pembengkakan yang disebut edema, jika pembengkakan cukup besar maka
dapat mengubah tingkat kesadaran (Corrigan, 2004).
d. Perdarahan Epidural
perdarahan epidural adalah perdarahan yang terletak antara tulang
kranial dan dura mater.perdarahan ini terjadi apabila salah satu cabang
arteri meningea media robek.perdarahan ini sering terjadi di daerah
temporal namun dapat juga terjadi didaerah frontal atau oksipital.
e. Perdarahan Subaraknoid
perdarahan ini terletak antara dura mater dan arknoid. Perdarahan
ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri.
Perdarahan ini biasanya akan menutupi seluruh permukaan hemisfer
otakdan menimbulkan kerusakan otak yang berat serta prognosis yang
lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.
f. perdarahan intraserebral
perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terletak antara
lobus temporal dan lobus frontal. Perdarahan ini berupa perdarahan kecil-
kecil saja, dan biasanya keadaan ini muncul pada kasus kontusio yang bisa
berubah menjadi perdarahan intraserebral dalam waktu beberapa jam atau
hari sehingga membutuhkan tindakan operasi (Neurologi Klnis
dasar,2009).
2.3 Anatomi Kepala
2.3.1 Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 (lima) lapisan yang disebut sebagai SCALP
yaitu:
a. Skin atau kulit
Tebal dan berambtu, dan mengandung banyak kelenjar sebasea.
b. Connective tissue atau jaringan penyambung
Yaitu jaringan ikat dibawah kulit, yang merupakan jaringan lemak
fibrosa. Septa fibrosa menghubungkkan kulit dengan aponeurosis
mukulus occipitofrontalis.pada lapisan ini banyak mengandung
pembuluh darah arteri karotis eksterna dan interna, dan terdapat
anastomosis yang luas di antara cabang-cabang ini.
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika (epicranial)
Merupakan lembaran tendo yang tipis, yang menghubungkan venter
occipitale dan venter frontale muskulus occipitofrontalis. Bagian
pinggir lateral aponeurosis melekat pada fasia temporalis.
d. Loose areolar tissue
Merupakan jaringan ikat longgar yang mengisi spatium
subaponeurotikum dan secara longgar menghubungkan aponeurosis
epicranialis dengan periosteum cranium.
e. Pericranium
Merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang
tengkorak.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).
Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi
perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.
2.3.2 Tulang tengkorak
Tulang tengkorak tersusun dari 22 tulang yaitu : 8 tulang kranium dan 14
tulang fasial. Kranium berfungsi membungkus dan melindungi otak, yang
terdari dari : tulang frontal, parietal kiri dan kanan, temporal kiri dan
kanan, sfenoid, oksifital, dan etmoid. Sedangkan tulang –tluang fasialis
terdiri dari : tulang-tulang nasal, palatum, zigomatik, maksilaris,lakrimal,
vomer, konka nasal inferior, dan mandibular.
Tulang tengkorak juga terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis cranii.
Kalvaria khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi
oleh otot temporal. Basis Cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fos anterior,
fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus
frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior
adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebellum.
Gambar 1. Tulang-tulang pembentuk tengkorak
2.3.3 Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu: duramater, arakhnoid, dan piamater. Duramater adalah
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari cranium. Karena tidak melekat pada selaput
arakhnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang
subdural) yang terletak antara duramater dan arakhnoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural.
Pada trauma otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau
disebut bridging veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari
kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera
adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa
media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan
tembus pandang disebut lapisan arakhnoid. Lapisan ketiga adalah piamater
yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal
bersirkulasi dalam ruang subarakhnoid (Ganong, 2002).
2.3.4 Otak
Otak terbagi menjadi 3 bagian utama yaitu :
a. Serebelum
Merupakan bagian otak yang terbesar dan paling menonjol.disini
terletak pusat-pusat saraf yang mengatur kegiatan sensorik dan motorik,
juga mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensia. Serebelum
dibagi menjadi hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekukan ataua celah
dalam yang disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium
serebri terdiri dari substansia gresia yang disebut korteks serebri, terletak
diatas substansia alba yang merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan
dinamakan pusat medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu
pita serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam substansial alb
tertanam masa substansial grisea yang disebut ganglia basalis.pusat
aktifitas motorik dan sensorik pada masing-masing hemisfer dirangkap
dua , dan biasanya berkaitan dengan bagiian tubuh yang berlawanan.
Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisferium kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep
fungsional ini disebut pengendalian kontralateral. Setiap hemisfer dibagi
dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu :
Lobus frontalis : Kontrol motorik gerakan volunter,terutama fungsi
bicara, kontrol berbagai emosi,moral tingkah laku
dan etika.
Lobus temporal : pendengaran,keseimbangan,emosi dan memori.
Lobus oksipitalis : visual senter, mengenal objek.
Lobus parietalis : fungsi sensorik umum, rasa ( pengecapan ).
b. Sereblum
Sereblum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda, yaitu tentonium yang
memisahkan dari bagian posterior serebrum. Serebrum terdiri dari
bagian tengah (vermis) dan 2 hemisfer lateral. Serebrum dihubungkan
dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan
pedunkulus. Pedunkulus serebri superior berhubungan dengan kedua
hemisfer otak sedangkan pedunkulus serebri inferior berisi serabut-
sreabut traktur spino sereberalis dorsalis dan berhubungan dengan
medulla oblongata. Semua aktifitas serebrum dibawah kesadaran
fungsi utamanya adalah sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh
(Sylvia A. Price & Lorrain M. Wilson, 2006)
c. Brainstem (batang otak)
Ke arah kaudal batang otak berlanjut sebagai medulla spinalis dan ke
rostral berhubungan langsung dengan pusat-pusat otak yang lebih
tinggi. Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medulla
oblongata, pons dan mesenfalon (otak tengah). Di seluruh batang otak
banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan naik dan turun. Batang
otak merupakan pusat penyampaian dan reflek yang penting dari SSP.
Selain nervus olfaktorius dan optikus, nuclei nervus kranialis, juga
terletak dibatang otak. Seringkali terdapat satu saraf kranialis atau
lebih yang turut terlibat dalam lesi batang otak. Letak dan penyebaran
lesi ini dapat dideteksi menggunakan pemeriksaan fungsi saraf
kranialis (Sylvia A.Price & Lorrain M.Wilson, 2006).
Gambar 2: Anatomi bagian-bagian Otak
2.3.5 Cairan Serebrospinal
Cairan serbrospinal (CSS) dihasilkan pleksus khoroideus dengan
kecepatan produsi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir daari ventrikel
lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III kemudian melalui
aquaductus syilvii menuju ventrikel IV. Selanjutnya CSS keluar dari
sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di
seluruh permukaan otak dan medula spinalis.
CSS akan direabsorbsi kedalam sirkulasi vena melalui vili
araknoid. CSS memiliki bantalan yang disebut bantalan cairan
serebrospinal yang berfungsi untuk melindungi sistem saraf pusat (SSP)
terhadap trauma. Otak dan cairan srebrospinal memiliki gaya berat spesifik
yang kurang lebih sama (hanya berbeda sekitar 4%), sehingga otak
terapung dalam cairan ini. Oleh karena itu, benturan pada kepala akan
menggerakkan seluruh otak dan tengkorak secara serentak, sehingga tidak
satu bagian pun dari otak yang mengalami berubah bentuk akibat adanya
benturan (Gayton, 2007).
2.3.6 saraf-saraf otak
a. Nervus Alfaktorius (Nerfus kranialis 1)
nervus ini berfungsi menghantarkan bau menuju otak dan kemudian
diolah lebih lebih lanjut, atau dengan kata lain berfungsi sebagai saraf
pembau.
b. Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
nervus ini berfungsi menghantarkan implus dari retina menuju plasma
optikum, kemudian melalui traktus optikus menuju korteks oksipitalis
untuk dikenali dan diinterpretasikan, atau dengan kata lain berfungsi
sebagai penglihatan.
c. Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola
mata), atau dengan kata lain berfungsi sebagai penggerak bola mata.
d. Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV)
sifatnya motorik, berfungsi untuk memutar mata atau sebagai
penggerak mata.
e. Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Nervus ini membawa serabut motorik maupun sensorik dengan
memberikan persarafan ke otot temporalis dan maseter, yang
merupakan otot-otot pengunyah.
Nervus Trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama , yaitu :
- Nervus Oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik.
Fungsi : kulit kepala dan kelopak mata atas.
- Nervus Maksilaris sifatnya sensorik.
Fungsi : Rahang atas, palatum dan hidung.
- Nervus Mandibularis sifatnya motorik dan sensorik.
Fungsi : Rahang bawah dan lidah.
f. Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, berfungsi sebagai saraf
penggoyang bola mata (defiasi mata ke lateral).
g. Nervus Facialis (Nervus Kranialis VII)
Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut sensorik
yang menghantar pengecapan bagian anterior lidah dan serabut
motorik yang mensarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk
tersenyum, mengerutkan dahi dan menyeringai.
Fungsi : otot lidah mengeerakkan lidah dan selaput lendir rongga
mulut.
h. Nervus vestibulokoklearis (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa rangsangan dari
pendengaran dari telinga ke otak. Berfungsi sebagai saraf pendengar
dan keseimbangan.
i. Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)
Sifatnya majemuk, mensrafi faring, tonsil, dan lidah.
j. Nervus Vagus (Nervus Kranialis X)
Sifatnya majemuk, fungsinya sebagai reflek muntah, menelan , visera
leher dan visera abdomen.
k. Nervus Assesorius (Nervus Kranialis XI)
Siafatnya motorik, berfungsi sebagai pergerakan kepala dan bahu.
l. Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Sifatnya motorik, berfungsi mensarafi otot-otot lidah
(patofisiologi, 2005)
2.4 Epidemiologi Trauma Kapitis.
Trauma kapitis merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Inggris misalnya, setiap tahun sekitar
100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan trauma kapitis
yang 20% diantaranya terpaksa memerlukan rawat inap (Agus Wijanarka,
2005).
Menurut penelitian Agus Wijanarka, (2005) di Rumah Sakit
Nugroho Pakem Yogyakarta, insidensi trauma kapitis di instalasi gawat
darurat (IGD) cukup tinggi yaitu menempati urutan ke 5 dari seluruh
kunjungan ke instalasi gawat darurat (IGD). Menurut penelitian Saiful
Hadi, (2007) Aceh sendiri terdapat 1.466 korban kecelakaan lalu lintas
yang berakhir pada taruma kapitis dengan peringkat pertama pada urutan
cedera yang dialami oleh korban kecelakaan lalu lintas Angka kematian
trauma kapitis lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan yaitu
sebanyak 26,9 per100.000 dan 1,8 per100.000, ini disebabkan laki laki
lebih banyak berada diluar rumah sehingga tingkat keterpaparannya lebih
besar, sedangkan usia yang beresiko tinggi untuk terkena trauma kapitis
yaitu pada usia lansia dan pada usia anak hingga remaja , dimana pada
lansia diakibatkan karena erjatuh sedangkan pada anak dan remaja
kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan
(CDC, 2005).
2.5 Etiologi trauma kapitis
Menurut Brain Injurry Association of America, penyebab utama trauma
kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak
20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan
sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakaan penyebab utama
kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Penyebab utama terjadinya
trauma kepala adalah sebagai berikut :
1. Kecelakaan lalu lintas
Keceakan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaeraan bermototr
bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau menabrak benda lain
sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna jalan
raya(IRTAD, 1995).
2. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai terlepas, turun atau meluncur
ke bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih
digerakkan turun maupun sesudah sampai ke tanah.
3. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai parihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang
lain.
Menurut penelitian Smeltzer,2001 penyebab trauma kapitis adalah sebagai
berikut :
1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek
otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya akibat
dipukul penda tumpul dan lebih berat sifatnya.
3. Cedera akselerasi
Yaitu peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh
pukulan maupun bukan dari pukulan.
4. Kontak benturan (gonjatan langsung)
Yaitu terjadi benturan atau tertambak suatu objek.
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Jatuh
7. Kecelakaan industri
8. Serangan yang disebabkan karena olahraga
9. Perkelahian.
2.5 Fisiologi
Mekanisme fisiologis yang berperan yaitu :
1. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan
cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu
yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar 50
sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15mmHg. Dalam keadaan normal,
tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan
dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih
tinggi dari normal.
Ruang itrakranial adalah suatu ruangan kaku yang penuh sesuai
kapasitas dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak (1400g),
cairan serebrospinal (sekitar 75ml), dan darah (sekitar 75ml).
Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga utama ini akan
mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan
menaikkan tekanan intrakranial (Lobardo, 2003).
2. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak dapat meluas sehingga
bila salah satu dari ketiga koomponennya akan membesar, dua
komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi
volumenya (bila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi
intrakranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi
parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya
aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi yang
berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke
otak dan pergeseran otak ke arah bawah (herniasi) bila TIK makin
meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada
fungsi saraf. Apabila tekan intrakranial berat dan menetap, maka
mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat
menyebabkan kematian neural (Lombardo, 2003).
2.7 Patofisiologi Trauma Kapitis
Trauma kapitis terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi
kemampuan autoregulasi cerebral yang kurang atau tidak ada pada area
cedera, dan konsekuensinya meliputi hiperemia. Peningkatan atau
kenaikan tekanan pada salah satu otak akan menyebabkan jaringan otak
tidak dapat membesar karena tidak ada aliran cairan otak dan sirkulasi
pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser dan mendorong jaringan
otak. Bila tekanan terus menerus meningkat akibatnya tekanan pada ruang
kranium akan terus meningkat juga, sehingga aliran darah dalam otak akan
menurun dan terjadilah perfusi yang tidak adekuat, sehingga terjadi
masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang tidak adekuat ini dapat
menimbulkan tingkatan yang gawat, yang berdampak adanya vasodilatasi
dan edema otak. Edema akan terus bertambah menekan atau mendesak
terhadap jaringan saraf, sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial
(Price, 2005).
Edema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan TIK yang akan
menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak. Dampak dari trauma
kapitis yaitu :
1. Pola pernafasan
Trauma kapitis akhirnya akan menyebabkan trauma serebral yang
ditandai dengan piningkatan tekanan intrakranial (TIK), yang
menyebabkan hipoksia jaringan dan kesadaran yang menurun.
Biasanya dapat menimbulkan hipoventilasi alveolar karena nafas
dangkal, sehingga menyebabkan kerusakan pertukaran gas (gagal
nafas) dan resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang akan
menyebabkan laju mortalitas tinggi. Cedera serebral ini juga dapat
menyebabkan herniasi hemisfer serebral sehingga terjadi pernafasan
chyne stoke, selain itu herniasi juga menyebabkan kompresi otak
tengah dan hipoventialsi neurogenik central (Smeltzer 2001).
2. Mobilitas fisik
Akibat trauma dai cedera otak berat dapat memepengaruhhi gerakan
tubuh sebagai akibatnya dari kerusakan pada area motorik otak. Selain
itu juga dapat menyebabkan kontrol volunter terhadap gerakan
terganggu dalam memenuhi perawatan diri dalam kehidupan sehari-
hari dan terjadi gangguan tonus otot dan penampilan postur abnormal,
sehingga menyebabkan masalah kerusakan mobilitas fisik
(Price, 2005).
3. Keseimbangan ciaran
Trauma kapitis yang berat akan mempunyai masalah untuk
mempertahankan status hidrasi yang seimbang, sehingga respon
terhadap status berkurang dalam keadaan stress psikologis makin
banyak hormon anti diuretik dan makin banyak aldosteron diproduksi
sehingga mengakibatkan retensi cairan dan natrium pada trauma yang
menyebabkan fraktur tengkorak akan terjadi kerusakan pada kelenjar
hipofisis atau hipotalamus dan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Pada keadaan ini terjadlah disfungsi dan penyimpanan ADH sehingga
terjadi penurunan jumlah air dan menimbulkan dehidrasi (Price, 2005).
4. Aktifitas menelan
Trauma kapitis yang terjadi dapat menyebabkan gangguan area
mototrik dan sensorik dari hemisfer cerbral yang akan merusak
kemampuan untuk mendeteksi adanya makanan pada sisi mulut yang
dipengaruhi dan untuk memanipulasinya dengan gerakan pipi
(Price, 2005)
5. Kemampan komunikasi
Pada pasien dengan trauma cerebral disertai dengan gangguan
komunikasi, disfungsi ini paling sering menyebabkan kecacatan pada
penderita trauma kapitis, kerusakan ini diakibatkan dari kombinasi efe-
efek disorganisasi dan kekacauan proses bahasa. Bila ada psien yang
telah mengalami trauma pada area hemisfer cerebral dominan dapat
menunjukan kehilangan kemampuan untuk menggunakan bahasa
dalam beberapa hal bahkan mungkin semua bentuk bahasa sehingga
dapat menyebaabkan gangguan komunikasi verbal (Price, 2005).
6. Gastrointestinal
Setalah trauma kapitis perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang
ditemukan , teteapi setelah 3 hari pasca trauma terdapat respon yang
bisa merangsang aktifitas hipotalamus an stimulus vagus yang dapat
mnyebabkan hiperkardium. Hipotalamus merangsang hipofisis anterior
untuk mengeluarkan kartikosteroid dalam menangani cedera serebra.
Sedangkan Hiperkardium terjadi akibat peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stree yang memepengaruhi produksi
asam lambung (Price, 2005).
2.8 Manifestasi Klinis
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kapitis adalah sebagai
berikut :
a. Battle sign (warna biru atau ekimosis dibelakang telinga diatas os
mastoid).
b. Hemotipanum, atau disebut adanya perdarahan di daerah membran
timpani telinga bila trauma mengenai daerah tersebut.
c. Periorbital ecchymosis, atau disebut keadaan diman mata berwarna
hitam tanpa trauma langsung.
d. Rhinorrhea, keadaan dimana cairan serebrospinal keluar dari hidung.
e. Orthorrea, keadaan dimana cairan serebroospinal keluar dari telinga.
Gejala trauma kapitis juga dapat dikelompokkan berdasarkan berat ringannya
trauma yang terjadi yaitu :
a. Trauma kapitis ringan
Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat
kemudian sembuh, sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan,
mual atau muntah, gangguan tiudr dan nafsu makan, perubahan
kepribadian dir, dan latergi.
b. Trauma kapitis sedang
Kelemahan pada salah satu tubuh serta kebingungan atau bahkan
koma. Terdapat gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, defisit
neurologis, perubahan tanda-tanda vital, disfungsi sensorik,vertigo dan
gangguan pergerakan.
c. Trauma kapitis berat
Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukan peningkatan di
otak menurun atau meningkat. Terdapat perubahan ukuran pupil
(anisokoria), dan adanya Triad Cushing yaitu dengan gejala denyu
jantung menurun, hipertensi, dan depresi pernafasan).
2.9 pemeriksaan penunjang
2.9.1 Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2006)
antara lain :
1. Pemeriksaan kesadaran.
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang di
dasari pada tinga pengukuran yaitu : pembukaan mata, respon motorik,
dan respon verbal. Skor dari masing-masing komponen dijumlahkan
dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 sedangkan
nilai tertinggi adalah 15.
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada
satu kali pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif
terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam
penilaian dapat dinilai apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih
baik atau lebih buruk.
Tabel 2.2 Skala Koma Glasgow
Eye Opening
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata 1
Best Motor Response
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
Best Verbal Response
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1
Sumber: Brain injury Association of Michigan, 2005
Menurut Brain injury Association of Michigan (2005), klasifikasi
keparahan dari trauma kapitis, yaitu :
1. Trauma kapitis ringan : nilai GCS 13-15
2. Trauma kapitis sedang : nilai GCS 9-12
3. Trauma kapitis berat : nilai GCS 3-8
2. Pemeriksaan pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1
mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan
adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang
terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf
perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus
diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat.
4. Pemeriksaan Scalp dan tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar.
Kedalaman laserasi dan ditemukannya benda asing harus harus dicatat.
Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa
diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.
2.9.1 pemeriksaan lanjutan
1. CT scan , secara anatomis akan tampak dengan jelas adanya trauma
kapitis, fraktur, perdarahan dan edema dengan jelas baik bentuk
maupun ukurannya (Sastrodiningrat, 2009) . CT scan juga dapat
mngidentifikasikan adanya sol, hemoragik, menentukan ventrikular,
dan pergeseran jaringan otak. Indikasi pemeriksaan CT scan pada
kasus trauma kapitis adalah sebagai berikut :
a. Bila secara klinis penilaian GCS didapatkan klasifikasi trauma
kepala sedang dan berat.
b. Trauma kepala ringan dengan disertai fraktur tengkorak.
c. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya basis kranii.
d. Adanya defisit neurologis, sperti kejang dan penurunan kesadaran.
e. Sakit kepala yang hebat.
f. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi
jaringan otak.
g. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan
intraserebral (Irwan, 2009).
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging), dimana MRI dapat berbagi
kelainan parenkim otak dengan lebih jelas.MRI memiliki kelebihan
dalam menilai cedera sub aku, termasuk kontusio, dan subdural
hematom dari pada CT-Scan, dan lebih mamapu dalam menilai dan
melokaslisir luasnya kontusio dan hematom secara lebih akurat karena
mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi dan lebih baik
dalamm pencitraan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral, pemeriksaan ini menunjukan kelainan sirkulasi
serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan
trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan
serebral vaskular.
4. EEG (elektroensefalogram), untuk memeperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis. EEG ini juga untuk mengukur
aktifitas listrik lapisan superfisial korteks srebri melalaui elektroda
yang dipasang di luar tengkorak pasien.
5. ENG (Elektronistagmogram), merupakan pemeriksan elektrofisiologis
vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosa sistem saraf
pusat.
6. Sinar X, untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang,
pergeseran struktur dari garis tengah dan adanya fragmen-fragmn
tulang.
7. PET (Positron Emmision Tomografi), yaitu untuk menilai perubahan
aktifitas metabolisme batang otak.
8. AGD (Analasia Gas, untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan meningkatkan tekanan intrakranial (TIK).
9. Kimia atau elektrolit darah, untuk mengetahui ketidakseimbangan
yang berperan dalam peningkkatan TIK atau perubahan mental.
10. Kadar anti konvulsan darah, dapat dilakukan untuk mengetahi tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang (Price & Wilson,
2006).
2.10 Penatalaksanaan
Menurut Smaeltzer (2001), pengobatan yang dapat diberikan pada pasien
trauma kapitis sebagai berikut :
1. Dexamethason atau kalmetason sebagai pengobatan anti edema srebral,
dosis yang diberikan sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Terapi hiperventilasi, terutama diberikan pada pasien dengan trauma
kapitis berat untuk mengurangi vasoldilatasi.
3. Pemberiann analgetik untuk mangurangi rasa nyeri yang terjadi.
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%’,
glukosa 40% atau gliserol.
5. Pemberian antibiotik yang mengandung barier darah otak yaitu
penisilin atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazol.
6. Nutrisi yang diberikan berupa pemberian cairan yang dapat diberikan
dengan cairan infus dextros 5%, aminousin, aminofel diberikan 18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan selama 2-3 hari kemudian dapat
diberikan makanan lunak.
7. Pemebedahan.
2.11 komplikasi
kemunduran pada kondisi pasien diakibatkan dari adanya perluasan
hamatom intrakranial edema serebral progresif dan adanya herniasi otak sehingga
menimbulkan komplikasi berupa :
1. Peningkatan tekanan intrakraanial (TIK)
2. Iskemia
3. Infark
4. Kerusakan otak yang irreversibel
5. Kerusakan saraf yang terkena sehingga
6. Paralisis saraf fokal seperti anosia (tidak dapat mencium bau-bauan)
7. Infeksi sistemik akibat trauma
8. Infeksi akibat tindakan bedah
9. Kematian (Smeltzer, 2001).
2.12 Prognosis
Menurut MRC CRASH Trial Collaborators(2008), umur yang tua, nilai
Glasgow Coma Scale (GCS) yang rendah, pupil yang tidak reaktif, dan
terdapatnya cedera ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis
trauma kapitis.
Skor GCS sangat menunjukan suatu hubungan linear yang jelas terhadap
mortalitas pasien trauma kapitis. Yang dapat dijelaskan menggunakan gambar
dibwah ini .
Gambar 3. Relasi GCS dengan mortalitas pasien trauma kapitis
Sumber : MRC CRASH Trial Collaborators, 2008
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
USIA
Anak-anak (usia 0-15 tahun)
Remaja-Dewasa (usia 16-60)
Orang tua ≥ 61 tahun
JENIS KELAMIN
Laki-laki
Perempuan
DERAJAT RAUMA
Trauma kapitis ringan
Trauma kapitis sedang
Trauma kapitis berat
Trauma kapitis
Prevalensi trauma kapitis