Upload
rocky-marbun
View
55
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
12
BAB II
HAKIKAT BANTUAN HUKUM
A. Bantuan Hukum Dalam KUHAP.
Bukankah merupakan hal yang mudah untuk memberikan suatu batasan atau
pengertian dari bantuan hukum mengingat kompleksitas permasalahannya, tidak hanya
menyangkut hukum akan tetapi juga keberadaan program bantuan hukum itu sendiri.10
Pada dasarnya arti dan tujuan bantuan hukum ada dua hal, pertama bahwa
bantuan hukum yang efektif adalah merupakan syarat yang esensial untuk berjalannya
fungsi maupun integritas peradilan dengan baik, dan kedua bahwa bantuan hukum
merupakan tuntutan dari rasa perikemanusiaan,11 Arti bantuan hukum tersebut diatas,
merupakan pengertian yang sempit yakni bantuan hukum dikaitkan dengan proses
peradilan. Dalam arti yang luas sebenarnya bantuan hukum adalah semua bentuk
pemberian pelayanan kepada masyarakat, agar mereka dapat menikmati semua hak
hak yang diberikan oleh hukum. Jadi pengertian bantuan hukum sebenarnya mencakup
segala bentuk usaha pemberian dan pelayanan hukum, termasuk didalamnya pemberian
bantuan hukum yang diberikan oleh seorang pembela kepada tersangka atau terdakwa
dalam proses peradilan pidana. Bantuan hukum secara lebih mendasar merupakan
usaha pemerataan keadilan.
Bantuan Hukum dalam pengertiannya sangat luas dapat diartikan sebagai upaya
untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum.12
10Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan hukum dan Hak Azasi Manusia, Mandar Maju, 2001,
Bandung, hal 611Ibid, hal 10
13
Bantuan Hukum yang lingkup kegiatannya cukup luas juga ditetapkan oleh
Lokakarya Bantuan Hukum Tingkat Nasional Tahun 1978 yang menyatakan bahwa
bantuan hukum merupakan kegiatan pelayanan hukum yang diberikan kepada golongan
yang tidak mampu baik secara perorangan maupun kepada kelompok kelompok
masyarakat yang tidak mampu secara kolektif. Lingkup kegiatannya meliputi
pembelaan perwakilan baik diluar maupun didalam pengadilan, pendidikan, penelitian
dan penyebaran gagasan.13
Simposium Badan Kontak Profesi Hukum Lampung juga merumuskan
pengertian bantuan hukum sebagai pemberian bantuan kepada seorang pencari keadilan
yang tidak mampu sedang menghadapi kesulitan di bidang hukum diluar maupun
dimuka pengadilan tanpa imbalan jasa.14
Pengertian bantuan hukum juga disampaikan oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia yaitu sebagai berikut:15
Pemberian Bantuan Hukum sebagai pendidikan klinis, sebenarnya tidak hanya terbatas untuk jurusan jurusan pidana dan perdata untuk akhirnya tampil didepan pengadilan, tetapi juga untuk jurusan lain seperti jurusan hukum tata Negara, hukum administrasi pemerintahan, hukum internasional dan lain lainnya yang memungkinkan pemberian bantuan hukum diluar pengadilan, misalnya memberikan bantuan hukum kepada seorang yang tersangkut dalam soal soal perumahan di Kantor Urusan Perumahan (KUP), bantuan hukum kepada seorang dalam urusan kewarganegaraan di Imigrasi atau Departemen Kehakiman, bantuan hukum kepada seseorang yang menyangkut dalam urusan Internasional di Departemen Luar Negeri, bahkan memberikan bimbingan dan penyuluhan dibidang hukum termasuk sasaran bantuan hukum dan lain sebagainya. Pengertian yang diberikan tersebut diatas, memberikan gambaran yang sangat luas mengenai bantuan hukum, walaupun belum begitu sistematis.
12Adnan Buyung Nasution, op, cit hal 95
13Bambang Sunggono Dan Aries Harianto, op, cit, hal 8
14Ibid
15Soerjono Soekanto, Bantuan Hukum Suatu Tinjauan Sosio Yuridis, Ghalia Indonesia, 1983, Jakarta,
hal 21
14
Jadi bantuan hukum adalah bantuan hukum seorang Advokat atau pengacara
kepada kliennya mengenai persoalan hukum baik diluar maupun didalam sidang yang
harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan moral dan ketaqwaan
kepada Tuhan. Hukum harus dipelihara dangan memperdalam etika dan iman kepada
Tuhan.
Didalam Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana yang berlaku sekarang
ini, meskipun bukan Undang undang khusus tentang bantuan hukum, namun
didalamnya dimuat beberapa pasal dan ayat yang mengatur tentang bantuan hukum
yaitu yang diatur didalam Bab VII Pasal 69 sampai Pasal 74. Dalam pasal pasal Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana yang mengatur bantuan hukum tersebut, diatur
hak mengenai memperoleh bantuan hukum, saat memberikan bantuan hukum,
pengawasan pelaksanaan bantuan hukum dan wujud daripada bantuan hukum,.
Selanjutnya akan diuraikan mengenai bantuan hukum dalam Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana yaitu sebagai berikut :
1. Mengenai hak untuk memperoleh bantuan hukum yang terdapat dalam pasal
pasal 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60 dan 114 Kitab Undang undang Hukum Acara
Pidana. Didalam pasal pasal tersebut secara tegas memberikan jaminan
tentang hak bantuan hukum, oleh karena itu ketentuan tersebut harus dapat
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang bersangkutan pada setiap tingkat
pemeriksaan.
2. Waktu pemberian bantuan hukum terdapat dalam pada pasal 69 dan pasal 70
ayat (1). Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa bantuan hukum terhadap
seseorang yang tersangkut suatu perkara pidana sudah dapat diberikan bantuan
hukum sejak saat ditangkap atau ditahan, dan penasehat hukum dapat
15
berhubungan dan berbicara dengan tersangka atau terdakwa pada setiap waktu
dan setiap tingkat pemeriksaan.
3. Pengawasan dan pelaksanaan bantuan hukum diatur didalam Pasal 70 ayat (2),
ayat (3), ayat (4) dan Pasal 71. Didalam Ketentuan ini dimaksudkan agar
penasihat hukum benar benar memanfaatkan hubungan dengan tersangka
untuk kepentingan daripada pemeriksaan, bukan untuk menyalahgunakan
haknya, sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan.
4. Wujud daripada bantuan hukum.
Wujud dari bantuan hukum disini dimaksudkan adalah tindak tindak atau
perbuatan perbuatan apa saja yang harus dilakukan oleh penasihat hukum
terhadap perkara yang dihadapi oleh tersangka yaitu :
a) Pada Pasal 115 mengikuti jalannya pemeriksaan terhadap tersangka oleh
Penyidik dengan melihat dan mendengar kecuali kejahatan terhadap
keamanan Negara, penasihat hukum hanya dapat melihat, tetapi tidak
dapat mendengar.
b) Pasal 123 penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan
tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan.
c) Pasal 79 jo Pasal 124 penasihat hukum dapat mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Negeri setempat untuk diadakan Praperadilan untuk
memeriksa dan memutuskan apakah penahanan terhadap tersangka
tersebut sah atau tidak menurut hukum yang berlaku.
d) Penasihat hukum dapat mengajukan penuntutan ganti kerugian dan atau
Rehabilitasi terhadap tersangka atau terdakwa karena ditangkap, ditahan,
dituntut dan diadili atau karena tindakan lain tanpa alasan yang
16
berdasarkan Undang undang atau karena kekeliruan mengenai orang
atau hukum yang diterapkan sehubungan dengan Pasal 95,97 jo 79.
e) Penasihat hukum dapat mengajukan keberatan bahwa Pengadilan tidak
berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima
(Pasal 156).
f) Penasihat hukum dapat mengajukan Pembelaan (Pasal 182).
g) Penasihat hukum dapat mengajukan Banding (Pasal 233).
h) Penasihat hukum dapat mengajukan Kasasi (Pasal 245)
Berbicara mengenai bantuan hukum sebenarnya tidak terlepas dari fenomena
hukum itu sendiri. Seperti yang telah diketahui keberadaan (program) bantuan hukum
adalah salah satu cara untuk meratakan jalan menuju kepada pemerataan keadilan yang
penting artinya bagi pembangunan hukum khususnya di Indonesia. Ketentuan
mengenai bantuan hukum selain yang diatur didalam Kitab Undang undang Hukum
Acara Pidana
juga diatur didalam UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu yang
terdapat didalam Bab VII pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 40, mengenai bantuan
hukum juga terdapat didalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat yaitu
diatur didalam Bab VI pada Pasal 22. Ketentuan ketentuan tersebut diatas merupakan
peraturan pelaksanaan dalam memberikan bantuan hukum yang diharapkan dapat
menjadi kebutuhan hukum itu sendiri terhadap tersangka atau terdakwa yang
melakukan tindak pidana.
17
B. Bantuan Hukum Kaitannya Dalam Hak Azasi Manusia.
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, memiliki hak hidup dan
hak azasi sejak manusia tersebut dilahirkan. Hak hidup ada pada badan dan jiwa
manusia, yang memaksa tiap manusia untuk menghormati dan yang mewajibkan tiap
manusia untuk mempertahankannya.
Menurut Deklarasi Perserikatan Bangsa bangsa hak hak azasi manusia dapat
diperinci sebagai berikut :
Bahwa setiap orang yang mempunyai hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan badan, untuk diakui kepribadiannya menurut hukum, untuk mendapatkan jaminan perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum, untuk mendapatkan jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah, hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara, hak untuk mendapat asyum, hak untuk mendapatkan suatu kebangsaan, hak untuk mendapatkan milik atas benda, hak utnuk bebas dalam mengutarakan pikiran dan perasaan, hak untuk bebas dalam memeluk agama dan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, hak untuk berapat dan berkumpul, hak untuk mendapat jaminan sosial, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk berdagang, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat, hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.16
Dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak
hak azasi manusia ada kecendrungan untuk mengupas hal hal yang berkaitan
dengan hak hak tersangka tanpa memperhatikan hak hak para korban. Dalam hal ini
bantuan hukum merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi hak hak
tersangka tersebut.
Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak hak azasi manusia dalam
peraturan hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting, karena sebagian
besar dari rangkaian proses dari hukum acara pidana ini menjurus kepada pembatasan
pembatasan hak hak azasi manusia seperti penangkapan, penahanan, penyitaan,
16Djoko Prakoso, Kedudukan Justisiabel, Ghalia Indonesia, 1986, Jakarta, hal 43
18
penggeledahan dan penghukuman. Ini tidak berarti hukum acara pidana sebagai
ketentuan yang selalu membatasi hak - hak manusia.
Pembatasan dapat dilakukan bilamana ada dasar yang kuat yang diakui oleh
hukum. Dalam hal ini hukum acara pidana merupakan suatu aturan yang harus
menjamin adanya pemeriksaan yang objektif dengan memperlakukan sebaik baiknya
tersangka atau terdakwa sesuai dengan hak azasinya.
Bantuan hukum juga merupakan masalah yang berkaitan dengan hak hak
azasi manusia terutama jika dilihat dari segi pemerataan memperoleh keadilan. Dalam
kerangka pemerataan ini, masalah kemiskinan merupakan penghambat yang paling
menonjol. Hambatan lain ialah masalah kejujuran para penegak hukum sendiri dan
keterbatasan kecerdasan dan mutu pemberian bantuan hukum.
Istilah hak hak azasi manusia merupakan terjemahan dari istilah droits
de Ihomme (bahasa Perancis), human rights (bahasa Inggris), de menselijke rechten
(bahasa belanda).17 Ihomme (bahasa Perancis), human rights (bahasa Inggris), de
menselijke rechten (bahasa belanda).17 Hak hak azasi manusia yang merupakan
terjemahan dari istilah droits de Ihomme merupakan sebagian dari suatu
pernyataan hak hak azasi manusia warga Perancis pada tahun 1789. Di Amerika
Serikat disamping istilah human rights, banyak dipergunakan istilah civil rights, yang
umum penggunaannya dalam kaitannya dengan tuntutan persamaan hak oleh penduduk
Amerika golongan kulit hitam, golongan Indian dan golongan minoritas lainnya.
17Martiman Prodjohamidjojo, Pembahasan Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, Pradnya
Paramita, 1988, hal 18
19
Dalam kaitannya dengan hak hak azasi manusia, maka rumusan perlindungan
hak hak kemanusiaan di dalam Undang undang Dasar dijelmakan dalam hak hak
warga Negara dan mengenai kedudukan penduduk. Rumusan hak hak manusia
tersebut dikaitkan dengan hasrta bangsa Indonesia untuk membangun Negara yang
bersifat demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan
perikemanusiaan. Perlindungan hak hak kemanusiaan juga dirumuskan dalam
susunan Negara yang berkedaulatan rakyat yang bersumber pada Pancasila.
Dalam pembaharuan hukum nasional, konsepsi mengenai Negara hukum atau
rule of law mengandung azas azas yang menjadi dasar bagi hukum acara pidana atau
Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana. Azas azas yang menjadi dasar hukum
acara pidana berupa sendi sendi yang universal, antar lain :18
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak - hak Azasi manusia.
Mengenai pengakuan dan perlindungan hak hak asasi manusia yang
tercermin dalam hukum acara pidana adalah :
a. Azas Praduga tak bersalah (presumption of innocence)
Azas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis atau
dari segi teknis penyidikan prinsip akusator. Prinsip akusator ini
menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat
pemeriksaan adalah subjek bukan sebagai objek pemeriksaan, karena
tersangka atau terdakwa harus diperlakukan dalam kedudukan manusia
yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri, dan yang menjadi
18Ibid, hal 20
20
objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah tindakan pidana yang
dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.
Azas praduga tak bersalah dalam Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana, memberi pedoman kepada aparat penegak hukum
untuk mempergunakan prinsip akusator dalam setiap tingkat
pemeriksaan. Aparat penegak hukum harus menjauhkan diri memakai
cara cara pemeriksaan yang inkuisator tersangka atau terdakwa dalam
pemeriksaan sebagai objek yang dapat diperlakukan sewenang
wenang.
b. Azas perlakuan yag sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan
tidak mengadakan pembedaan perlakuan.
Dalam azas ini Pengadilan tidak membedakan setiap orang yang
melakukan tindak pidana, semua orang adalah sama dimuka hukum.
c. Azas diberitahukannya dakwaan dan dasar hukum dakwaan kepada
tersangka, sejak saat ditangkap atau ditahan, dan hak untuk
menghubungi penasehat hukum.
Azas ini berkaitan dengan Pasal 21 Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana, yang meletakkan dasar dapat atau tidaknya
tersangka atau terdakwa dikenakan penahanan, sedangkan Pasal 16
Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana meletakkan dasar
wewenang penangkapan.
21
d. Azas diberi kesempatan untuk memperoleh bantuan hukum.
Sesuai dengan sila Perikemanusiaan yang adil dan beradab,
maka. seorang tersangka harus diperlakukan sesuai dengan martabatnya
sebagai manusia dan selama belum terbukti kesalahannya harus
dianggap tidak bersalah. Karena kepentingan pembelannya, maka
tersangka harus diberikan kesempatan untuk memperoleh bantaun
hukum guna persiapan pembelaannya
2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Dalam azas ini akan dibahas :
a. Azas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.
Yang dimaksud dengan sederhana adalah acara yang jelas dan
mudah dimengerti. Cepat berarti menunjuk kepada jalannya peradilan
sedangkan biaya ringan yaitu biaya yang dikeluarkan oleh rakyat.
b. Azas peradilan yang jujur dan tidak memihak.
Maksud dari azas ini, agar para penegak hukum dalam
menjalankan tugasnya berlaku dengan seadil - adilnya dan tidak
memihak, supaya keadilan dapat ditegakkan.
3. Legalitas dalam arti hukum
Dalam hukum acara pidana dikenal ada dua azas dalam penuntutan,
yakni azas legalitas dan azas oportunitas. Azas legalitas berarti bahwa penuntut
umum wajib melakukan penuntutan suatu tindak pidana. Sedangkan azas
oportunitas berarti penuntut umum tidak wajib melakukan penuntutan suatu
22
tindak pidana, jika menurut pertimbangnnya akan merugikan kepentingan
umum.
Berkenaan dengan azas legalitas dalam hal penuntutan ini, tindakan
kepolisian yaitu penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,
pemeriksaan surat, dan tindakan tindakan lainnya harus dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh Undang undang
dengan cara yang diatur menurut undang undang.
a. Azas perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang
undang.
Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya
dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi
wewenang oleh undang undang dan hanya dengan cara yang diatur
oleh undang undang.
Azas perintah pertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh
undang undang menurut tata cara yang diatur oleh Kitab Undang
undang Hukun Acara Pidana, jika tidak diikuti dengan benar dan tertulis
oleh para pejabat dalam setiap tingkat pemeriksaan, dapat menimbulkan
akibat atau konsekuensi yang merugikan pihak lain.
b. Azas ganti kerugian dan rehabilitasi.
Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili
tanpa alasan yang berdasarkan undang undang dan atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi
ganti kerugian dan rehabilitasi sejak penyidikan dan para aparat penegak
hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan
23
azas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan
hukuman administrasi.
Prinsip atau azas azas tersebut harus ditafsirkan secara dinamis dan positif,
karena didalam pelaksanannya hukum perlu senantiasa disesuaikan dengan
perkembangan zaman, kebutuhan dan aspirasi didalam masyarakat. Apabila hal ini
diwujudkan, maka akan merupakan alat yang penting untuk mencapai tujuan, yakni
menciptakan suatu iklim yang menguntungkan sehingga dapat membantu kelancaran
usaha usaha pembangunan dalam rangka penegakan hukum. Usaha usaha
pembangunan ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat
kemajuan pembangunan di segala bidang. Tujuan akhir dari proses penegakan hukum
itu yang akan memberikan jaminan terlaksananya pemerataan keadilan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan
kepastian hukum sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945.
C. Beberapa Landasan Motivasi Bantuan Hukum Dalam KUHAP.
Memperhatikan Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana dengan seksama,
dapat dijabarkan beberapa landasan motivasi Kitab Undang undang Hukum Acara
Pidana sebagai hukum acara Pidana. Landasan tersebut harus dipahami dan dipedomani
dalam setiap penegakan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam proses
pemeriksaan tindak pidana. Tanpa memahami landasan motivasi tersebut, rumusan
Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana dalam pelaksanaannya akan terlepas dari
sasaran ideal, prinsip dan tujuan yang hendak dicapai.
24
Landasan motivasi menjadi prinsip penentu arah bagi penegak hukum dalam
penerapan dan penafsiran rumusan yang tersirat dalam Kitab Undang undang Hukum
Acara Pidana. Setiap gerak penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum, harus dikaitkan dan diuji dengan landasan motivasi Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana secara integral dengan semua landasan motivasi tersebut.
Ini berarti, dalam penegakan hukum aparat penegak hukum harus melihat dan
melaksanakan rumusan Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana sebagai suatu
kesatuan yang integral dengan seluruh landasan motivasi Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana, mulai dari landasan filosofi, landasan konstitusional serta
landasan operasional.
Terdapat beberapa landasan motivasi yang terkandung dalam Kitab Undang
undang Hukum Acara Pidana. Landasan tersebut dapat ditarik dan dipisahkan dalam
berbagai bentuk, yang kesemuanya merupakan suatu kesatuan jiwa dan makna dengan
Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana itu sendiri yaitu :
1. Landasan Filosofis.19
Landasan filosofis merupakan landasan yang bersifat ideal yang
memotivasi aparat penegak hukum mengarahkan semangat dan dedikasi
pengabdian penegakan hukum mewujudkan keluhuran, kebenaran dan keadilan.
Dengan demikian setiap tindakan penegakan hukum, harus sejajar dengan cita
cita yang terkandung dalam semangat serta keluhuran tujuan yang filosofis.
19M.Yayha Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Peneparan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan ,
Sinar Grafika, 2004, Jakarta, hal 20
25
Landasan filosofis dalam Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana
adalah berdasarkan Pancasila terutama yang berhubungan erat dengan sila
KeTuhanan, Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana mengakui setiap
pejabat aparat penegak hukum maupun tersangka atau terdakwa adalah :
a. Sama sama manusia yang tergantung kepada kehendak Tuhan. Semua
makhluk manusia tanpa kecuali, adalah ciptaan Tuhan, yang kelahirannya di
permukaan bumi semata mata atas kehendak dan berkat Rahmat Tuhan.
b. Oleh karena semua manusia merupakan hasil ciptaan Tuhan dan tergantung
kepada kehendak Tuhan, hal ini mengandung makna bahwa :
1) Tidak ada perbedaan hak azasi diantara sesama manusia
2) Sama sama mempunyai tugas sebagai manusia untuk
mengembangkan dan mempertahankan kodrat, harkat dan martabat
sebagai sebagai manusia ciptaan Tuhan.
3) Setiap manusia mempunyai hak kemanusiaan yang harus dilindungi
tanpa kecuali.
4) Fungsi dan tugas apapun yang diemban oleh setiap manusia, hanya
semata mata dalam ruang lingkup menunaikan amanat Tuhan Yang
Maha Esa.
Dari jiwa yang terkandung dalam sila Ketuhanan ini, cita cita penegakan
hukum tiada lain dari fungsi pengabdian melaksanakan amanat Tuhan, dengan cara
menempatkan manusia, tersangka atau terdakwa sebagai makhluk :
a. Manusia hamba Tuhan yang memiliki hak dan martabat kemusiaan yang
harus dilindungi, dan
26
b. Sebagai manusia yang mempunyai hak dan kedudukan untuk
mempertahankan kehormatan hak dan martabatnya.
Fungsi penegakan hukum yang dipercayakan kepada aparat penegak
hukum berada dalam ruang lingkup melaksanakan amanat Tuhan, mereka harus
memiliki keberanian dan kemampuan mengenai nilai keadilan yang konsisten
dengan konsepsi nilai keadilan Tuhan untuk diwujudkan dalam setiap
penegakan hukum. Wujud keadilan tersebut harus dipertanggung jawabkan
kepada hukum, kepada diri dan hati nurani sendiri, kepada masyarakat, nusa dan
bangsa serta dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Keluhuran dan kesucian moral yang berdasarkan Ketuhanan ini yang
dituntut Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana, agar pada diri dan
perilaku setiap aparat penegak hukum memiliki se mangat kesucian moral
dalam setiap tindakan penegakan hukum.
2. Landasan Operasional.20
Landasan operasional digariskan dalam Tap MPR No.IV/1978 yang
menentukan arah kerangka dan tujua akhir yang harus diperoleh. Landasan
pokok tersebut antara lain pembaharuan dan pembinaan hukum yang
diarahkan agar mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan
pembangunan di segala bidang, sehingga dapat diciptakan ketertiban dan
kepastian hukum dan memperlancar pelaksanaan pembangunan.
20Ibid, hal 23
27
Dengan segala kebijakan yang dikaitkan dengan sistematika dan
konsistensi dengan keselarasan dan keseimbangan antara orientasi kekuasaan
dan perlindungan hak kemanusiaan dan harkat martabat seorang tersangka,
pengertian tersebut terdapat dalam Pasal 115 ayat (1), harus diselaraskan
dengan kaidah hukum yang berkualitas.
Yang menjadi tujuan pembangunan modernisasi hukum ialah tegaknya
Negara hukum dan tercapainya keseimbangan antara perlindungan ketertiban
masyarakat dengan perlindungan hak azasi manusia. Tegaknya wibawa hukum
dan aparat penegak hukum pada satu pihak, dan tegaknya harkat dan martabat
manusia pada pihak lain merupakan tujuan yang harus di capai.
3. Landasan Konstitusional.21
Yang dimaksud dengan landasan konstitusional adalah rujukan yang
menjadi sumber ketentuan kaidah hukum yang tercantum dalam Kitab Undang
undang Hukum Acara Pidana. Atau Kitab Undang - undang Hukum Acara
Pidana merupakan penjabaran lebih lanjut dari sumber pokok yang terdapat
pada perundang undangan. Sumber konstitusional Kitab Undang undang
Hukum Acara Pidana yang utama terdapat dalam Undang undang Dasar 1945
No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dari dasar pokok inilah dijabarkan pelaksanaan selanjutnya seperti yang
dirumuskan dalam pasal pasal Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana.
Dalam Penjabaran kodifikasinya dalam pasal Kitab Undang undang Hukum
Acara Pidana, tetap dikaitkan dengan landasan filosofis dan landasan
21Andi Hamzah. Op, cit,hal 55
28
` operasional, sehingga pasal Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana
konsisten dengan dua landasan tersebut. Dalam rangka penjabaran dan realisasi
perumusan ke dalam Kitab Undang undang hukum Acara Pidana telah
menyelaraskan dengan sejajar dengan nilai aktualitas, rasional dan praktis, agar
lebih berdaya guna mencapai sasaran yang dituju, yakni mencapai ketertiban
dan perlindungan masyarakat dan perlindungan harkat dan martabat
kemanusiaan terhadap tersangka atau terdakwa.
D. Bantuan Hukum Menurut UU No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Bantuan hukum yang terdapat dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat
ini merupakan penjelasan yang lebih rinci dari bantuan hukum yang terdapat dalam
Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana. Di dalam UU Advokat ini ada 13 Bab
dan 36 Pasal. Di antara Bab bab dan Pasal pasal tersebut mengatur tentang
ketentuan umum, pengangkatan, sumpah, status, penindakan, pemberhentian advokat,
pengawasan, hak dan kewajiban, advokat, honorarium, bantuan hukum Cuma Cuma,
advokat asing, atribut, kode etik dan dewan kehormatan advokat, dan organisasi
advokat.
Sejak berlakunya Undang undang Advokat, maka semua istilah yang
diberikan kepada profesi praktisi hukum, seperti : advokat, pengacara, penasihat
hukum, konsultan hukum ataupun istilah lain, seperti kuasa hukum dan pembela
disepakati menjadi satu istilah yaitu Advokat. Sebagaimana yang ditegaskan dalam
Undang undang advokat dalam Pasal 1 angka 1, berbunyi :
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam
maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan undang undang ini.
29
Selanjutnya angka 2, berbunyi :
Jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultan
hukum, menjalankan tugas, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan
tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Sementara Pasal 32 ayat (1) Undang undang advokat kemudian mensyaratkan
bahwa advokat, penasihat hukum, pengacara praktek dan konsultan hukum yang telah
diangkat pada saat Undang Undang advokat mulai berlaku dan dinyatakan telah
diangkat sebagai advokat. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa dalam prakter profesi
hukum yang mandiri di Indonesia memang ada fenomena dua arus utama yaitu profesi
hukum yang berpraktek di luar pengadilan maupun didalam pengadilan.
Karena tidak dapat dipungkiri pula dalam praktek selama ini, banyak profesi
hukum yang meraih kesuksesan meskipun selama dalam kariernya sebagai konsultan
hukum tidak pernah sekalipun memasuki ruang persidangan di pengadilan.
Setelah berlakunya Undang undang Advokat, maka pengangkatan seseorang
menjadi advokat yang sebelumnya dilakukan oleh Pengadilan Tinggi bagi diistilahkan
sebagai pengacara praktek dan oleh Menteri Kehakiman yang diistilahkan sebagai
advokat telah beralih menjadi kewenangan organisasi advokat. Dimana berdasarkan
Pasal 2 ayat (2) Undang undang Advokat dinyatakan bahwa Pengangkatan
Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat.
Mengenai siapa yang dapat diangkat menjadi Advokat, diatur dalam Pasal 2
ayat (1) memberikan persyaratan umum bahwa yang dapat diangkat sebagai advokat
adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti
pendidikan khusus Advokat yang dilakukan oleh Organisasi Advokat. Persyaratan
30
mengikuti pendidikan khusus Advokat merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki,
setelah itu baru dapat mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh Organisasi Advokat.
Di masa datang pendidikan advokat diharapkan mempunyai standarisasi
kurikulum yang baku, misi, filosofi, metodologi pengajaran, ruang lingkup substansi
dan materi, lama masa pendidikan, persyaratan dan kualifikasi serta status dan predikat
kelulusan.
Misi dan filosofi kurikulum pendidikan advokat harus disusun berbasis
kompetensi, dimana pendidikan advokat sebaiknya menghasilakn praktisi hukum yang
berkualitas tinggi, dalam arti secara komprehensif memiliki kredibilitas dan kapabilitas
dalam menjalankan profesinya.
Kredibilitas, kurikulum pendidikan advokat harus dapat menghasilkan seorang
praktisi hukum yang matang, berkepribadian, bermartabat, menjunjung tinggi sumpah
profesi, menghormati hukum dan keadilan serta memahami dan melaksanakan
ketentuan dan prinsip prinsip yang terkandung dalam kode etik profesi advokat.
Kapabilitas, kurikulum pendidikan advokat harus dapat menghasilkan seorang
praktisi hukum yang tidak hanya memahami teori teori hukum secara mendalam
tetapi yang lebih penting, harus mahir melakukan aplikasi teori teori hukum tersebut
kedalam realitas praktek yang sesungguhnya.
Mengingat pendidikan advokat merupakan pendidikan praktisi, maka
metodologi pengajaran pada pendidikan advokat seharusnya lebih cenderung
disampaikan dan dipaparkan secara praktis daripada teoritas. Oleh karena itu untuk
menghasilkan advokat yang berkualitas dalam metodologi pengajaran ini, maka dalam
penerimaan calon peserta dipertimbangkan persyaratan penguasaan dan pemahaman
teori hukum serta memiliki bakat atau talenta yang cukup baik.
31
Pada saat sekarang ini pemerintah berencara menerbutkan Peraturan Pemerintah
(PP) yang mengatur kewajiban Advokat untuk memberikan Bantuan Hukum secra
Cuma Cuma (Probono). Pemberian Bantuan Hukum ini di tujukan kepada pencari
keadilan yang tidak mampu yang merupakan amanat Pasal 22 UU No 18 Tahun 2003
tentang Advokat yang berbunyi :
Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma Cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu.
E. Bantuan Hukum dalam UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Dalam Undang undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
Bantuan hukum diatur dalam Pasal 37, 38, dan Pasal 39. Dalam Pasal ini dijelaskan
bahwa setiap orang atau warga Negara yang tersangkut perkara pidana berhak
memperoleh Bantuan Hukum. Sejalan dengan azas bahwa seseorang selama belum
terbukti kesalahannya harus dianggap tidak bersalah maka ia harus dibolehkan untuk
berhubungan dengan keluarga atau advokat . Sejak ditangkap dan/ atau ditahan. Tetapi
hubungan ini tidak boleh merugikan kepentingan pemeriksaan yang pelaksanannya
sesuai dengan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana.
1. DASAR PEMBERIAN BANTUAN HUKUM
Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dilakukan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang terdapat dalam pasal :
a. Pasal 13 (1) tentang : Organisasi, administrasi dan financial Mahkamah Agung
dan badan peradillan yang berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
32
b. Pasal 37 tentang : Setiap orang yang tersangkut perkara pidana berhak
memperoleh bantuan hukum.
2. Tujuan Program Bantuan Hukum
a. Aspek kemanusiaan
Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari program bantuan hukum ini adalah
untuk meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh
masyarakat tidak mampu di depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika
masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di
Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperolah
pembelaan dan perlindungan hukum.
b. Peningkatan Kesadaran Hukum
Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini
akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi
lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil
melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajibannya secara
hukum.
F. Bantuan Hukum dalam UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.
Dalam Undang undang ini bantuan hukum yang diberikan oleh Mahkamah
Agung RI cq. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum terhadap masyarakat
yang berperkara (pidana dan perdata) di depan Pengadilan adalah sebagai
berikut :
33
1. Dana bantuan hukum yang diberikan oleh Mahkamah Agung RI cq. Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum, adalah terhadap gologan (kriteria) masyarakat
tidak mampu yang berperkara di Pengadilan.
2. Dana bantuan hukum tersebut tidak diberikan secara langsung kepada
masyarakat yang membutuhkannya, melainkan diberikan dalam bentuk imbalan
jasa kepada Advokat yang sudah menyelesaikan kasus/perkara dari masyarakat
yang bersangkutan.