Upload
phungdan
View
223
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kinerja
2.1.1Pengertian Kinerja
• Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan selama
periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh
kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya
yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan
untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada
suatu periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya
masa lalu atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi,
pertanggungjawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya.
Pengukuran berarti suatu proses atau aktivitas perbandingan objek-objek
tertentu dengan memberikan bobot kepada objek tersebut dengan
menggunakan cara-cara tertentu. ( www.duniaesai.com/ekonomi/eko32.htm )
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 2, terbitan Balai Pustaka
tahun 1993, sebagaimana yang dikutip oleh Helianti ( Jurnal Pendidikan
Penabur – No. 02/ Th.III/ Maret 2004, p19 ) menyatakan bahwa pengertian
kinerja adalah ( 1 ) sesuatu yang dicapai, ( 2 ) prestasi yang diperlihatkan, dan
( 3 ) kemampuan kerja. Kinerja adalah pengalihbahasaan dari kata bahasa
Inggris “ performance “.
• Menurut Whitmore ( 1997 : 104 ) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (
Jurnal Pendidikan Penabur – No. 02/ Th.III/ Maret 2004, p19 ) mendefinisikan
kinerja sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, tetapi
7
itu kedengarannya seperti melakukan kebutuhan yang paling minim untuk
berhasil. Kinerja yang nyata jauh melampaui apa yang diharapkan; kinerja
menetapkan standar-standar tertinggi orang itu sendiri, selalu standar-standar
yang melampaui apa yang diminta atau diharapkan orang lain. Hal ini tentu
saja merupakan ekspresi potensi seseorang. Ini mendekati arti kinerja yang
kedua sebagaimana didefinisikan oleh Whitmore adalah suatu perbuatan,
suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.
• Menurut Bernadin & Russell ( 1993 : 379 ) sebagaimana yang dikutip oleh
Genoveva ( Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri
Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p3 ) menyatakan bahwa pengertian kinerja
adalah hasil dari prestasi kerja yang telah dicapai seorang karyawan sesuai
dengan fungsi tugasnya pada periode tertentu.
• Menurut Rao ( 1986 : 120 ) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti ( Jurnal
Pendidikan Penabur – No. 02/ Th.III/ Maret 2004, p19 ) mengemukakan
bahwa penilaian kinerja adalah sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa
orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang
diinginkan oleh para majikan mereka. Adapun dimensi meliputi : ( 1 )
pencapaian sasaran pekerjaan, ( 2 ) inisiatif, ( 3 ) kerjasama, ( 4 ) sumbangan
kepada kemajuan karyawan dan ( 5 ) perilaku lain.
• Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI, 1996 ) sebagaimana yang dikutip
oleh Febryani ( Analisis Kinerja Bank Devisa Dan Bank Non Devisa Di
Indonesia, 2003, p42 ) mengemukakan bahwa kinerja perusahaan dapat
diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi
posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan
sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan
8
dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran
dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo.
• Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan
dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan
dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan
pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai
sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar
perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang
dituangkan ( Febryani, 2003, p42 ).
• Menurut Suprihanto ( 1988 : 7 ) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti (
Jurnal Pendidikan Penabur – No. 02/ Th.III/ Maret 2004, p19 )
mengemukakan tentang penilaian kinerja, dikatakan suatu system yang
digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah
melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Penilaian itu
mencakup aspek yang tidak hanya dilihat dari segi fisiknya tetapi meliputi
berbagai hal seperti kemampuan kerja, disiplin, hubuingan kerja, prakarsa,
kepemimpinan dan hal-hal khusus sesuai dengan bidang dan level
pekerjaannya.
• Menurut Yurniwati, kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan dengan
hasil kerja.
• Menurut Hawkins (he Oxford Paperback Dictionary, 1979) sebagaimana yang
dikutip oleh Yurniwati mengemukakan pengertian kinerja sebagai berikut :
9
“Performance is: (1) the process or manner o performing, (2) a notable action
or achievement, (3) the performing of a play or other entertainmen”.
• Menurut penulis, kinerja adalah hasil-hasil yang dicapai seseorang dalam
menjalankan tanggungjawab tugasnya dengan memberikan kemampuan
terbaik yang didukung oleh berbagai sumber daya yang tersedia.
2.1.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
• Menurut Rossett dan Arwady ( 1987 ) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti
(Jurnal Pendidikan Penabur – No. 02/ Th.III/ Maret 2004, p19 )
mengemukakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu :
1) kurangnya keterampilan dan pengetahuan, 2) kurangnya insentif atau tidak
tepatnya insentif diberikan, 3) lingkungan kerja yang tidak mendukung dan 4)
tidak adanya motivasi. Untuk mengetahui tinggi-rendahnya kinerja seseorang,
perlu dilakukan penilaian kinerja.
• Menurut Mangkunegara ( 2001 : 67-68 ) sebagaimana yang dikutip oleh
Genoveva ( Menyusun Sistem Penilaian Kinerja Dosen yang Mendukung Tri
Dharma Perguruan Tinggi, 2001, p5 ), menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang ialah :
( 1 ) Faktor kemampuan, secara umum kemampuan ini terbagi menjadi 2 yaitu
kemampuan potensi ( IQ ) dan kemampuan reality ( knowledge dan skill ).
Seorang dosen seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut agar dapat
menyelesaikan jenjang pendidikan formal minimal S2 dan memiliki
kemampuan mengajar dalam mata kuliah ampuannya.
( 2 )Faktor motivasi, motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi bagi dosen sangat penting untuk mencapai
10
visi dan misi institusi pendidikan. Menjadi dosen hendaknya merupakan
motivasi yang terbentuk dari awal ( by plan ), bukan karena keterpaksaan
atau kebetulan ( by accident ).
• Menurut Ruky ( 2001 : 48 ) sebagaimana yang dikutip oleh Helianti ( Jurnal
Pendidikan Penabur – No.02/ Th.III/ Maret 2004, p20 ) mengemukakan bahwa
menetapkan sejumlah faktor untuk menentukan penilaian yaitu kuantitas
pekerjaan, kualitas pekerjaan, kejujuran, ketaatan, dan inisiatif. Yang
dimaksud kinerja adalah hasil kerja berdasarkan penilaian tentang tugas dan
fungsi jabatan sebagai pendidik, manajer lembaga pendidikan, administrator,
supervisor, innovator, dan motivator, yang digambarkan melalui lima indicator
yaitu : ( 1 ) kompetensi, ( 2 ) kewajiban, ( 3 ) ketaatan, ( 4 ) kejujuran, dan (
5 ) kerjasama.
2.1.3 Pengertian Pengukuran Kinerja
• Menurut Anthony, Banker, Kaplan, dan Young ( 1977 ) sebagaimana yang
dikutip oleh Yuwono (2004:p23) menyatakan bahwa pengukuran kinerja
adalah “ the activity of measuring the performance of an activity or the entire
value chain. “ Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai
aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran
tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan
informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana
perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan
dan pengendalian.
11
• Menurut Anderson dan Clancy ( 1991 ) sebagaimana yang dikutip oleh Yuwono
( 2003 : p21 ) mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai :
“ feedback from the accountant to management that provides information
about how well the actions represent the plans; it also identifies where
managers may need to make corrections or adjustment in future planning and
controlling activities. “ Dalam situasi yang normal semestinya performance
driver yang jitu akan menghasilkan outcome measures terbaik.
• Menurut Atkinson, et. Al. (1995) sebagaimana yang dikutip oleh yurniwati,
menyatakan pengukuran kinerja sebagai berikut : “Performance measurement
is perhaps the most important, most misunderstood, and most difficult task in
management accounting. An effective system of performance measurement
containts critical performance indicator (performance measures) that (1)
consider each activity and the organization it self from the customer’s
perspective, (2) evaluate each activity using customer-validated measure of
performance, (3) consider all facets of activity performance that affect
customers and, therefore, are comprehensive, and (4) provide feed-back to
help organization members identity problems and opportunities for
improvement”.
• Menurut penulis, pengukuran kinerja adalah suatu tindakan untuk mengetahui
seberapa besar kemajuan atau kemunduran dari suatu usaha yang telah
dilakukan sesuai dengan fungsi dan tanggungjawabnya dengan menggunakan
seluruh sumber daya yang tersedia.
12
2.2 Persyaratan sistem pengukuran kinerja
Dengan munculnya berbagai paradigma baru di mana bisnis harus digerakkan
oleh customer-focused, menurut yuwono ( 2004 : p28 ), suatu sistem pengukuran
kinerja yang efektif, paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
a) Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik oraganisasi itu
sendiri sesuai perspektif pelanggan;
b) Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang
customer-validated;
c) Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi
pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif;
d) Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi
mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan.
2.3 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross ( 1993 ) sebagaimana yang dikutip oleh yuwono
(2004 : p29), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai
berikut:
a) Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan;
b) Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-
rantai pelanggan dan pemasok internal;
c) Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut ( reduction of waste );
13
d) Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran oraganisasi;
e) Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “
reward “ atas perilaku yang diharapkan tersebut.
2.4 Tujuan Pengukuran Kinerja
Berdasarkan tulisan dalam www.duniaesai.com/ekonomi/eko32.htm,
sebagaimana yang dikutip dari Mulyadi dan Johny Setyawan (1999), tujuan utama
dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan
sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh
organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan.
Dengan adanya penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar
yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang
disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan
secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan
rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
14
2.5 Atribut Pengukur Kinerja
Tabel 2.1
Berbagai Atribut Pengukur Kinerja yang Baik
BERBAGAI ATRIBUT TOLOK UKUR KINERJA YANG BAIK Secara umum, suatu system pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur yang mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non-keuangan dengan 24 atribut berikut:
1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktor-faktor kunci keberhasilan perusahaan;
2. relevan dan mendukung strategi; 3. sederhana untuk diimplementasikan; 4. tidak kompleks; 5. digerakkan oleh pelanggan; 6. integral dengan seluruh fungsi dalam
organisasi; 7. sesuai dengan keseluruhan tingkatan
organisasi; 8. sesuai dengan lingkungan eksternal; 9. mendorong kerjasama dalam organisasi
baik secara horisontal maupun vertikal; 10. hasil pengukurannya dapat
dipertanggungjawabkan; 11. jika memungkinkan, dikembangkan
dengan menggabungkan pendekatan top-down dan bottom-up ;
12. dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi;
13. dapat dipahami; 14. disepakati bersama;
15. Realistik; 16. berhubungan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dan membuat sebuah perbedaan;
17. terhubung dengan aktivitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat;
18. difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya, ketimbang biaya yang sederhana;
19. dimanfaatkan untuk memberi “ real-time feedback “ ;
20. digunakan untuk memberi “ action oriented feedback “ ;
21. jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan lintas level manajemen;
22. mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi;
23. mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti;
24. secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap 23 atribut diatas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau lebih relevan ditemukan.
Jika suatu sistem tolok ukur organisasi jauh dari karakteristik atau atribut di atas maka saatnya untuk menguji kembali kegunaan tolok ukur kinerja yang ada dan mencari tolok ukur yang baru. Sumber : Yuwono ( 2003 : p30 )
15
2.6 Balanced Scorecard
2.6.1Pengertian Balanced Scorecard
• Menurut Hansen & Mowen sebagaimana dikutip oleh Drs. Amin Widjaja
Tunggal (2003:p2), Balanced Scorecard (strategic-based responsibility
accounting system) is a responsibility accounting system objectives and
measures for four different perspective : the financial perspective, the
customer perspective, the process perspective, and the learning and growth
(infrastructure) perspective.
• Menurut Hilton, Maher dan Selto sebagaimana yang dikutip oleh Drs. Amin
Widjaja Tunggal (2003 : p2), Balanced Scorecard is a causal model of lead and
lag indicators of performance that demonstrate how changes in one operation
cause are balanced by changes in others.
• Menurut Morse, Davis, dan Hartgraves sebagaimana dikutip oleh Drs. Amin
Widjaja Tunggal ( 2003 : p2 ), Balanced Scorecard is a performance
measurement system that includes financial and operational measures which
are related to the organizational goals. The basic premise is to establish a set
of indicators that can be used to monitor performance progress and then
compare the goals that are establish with the results.
• Menurut Atkinson, Banker, Kaplan and Young sebagaimana yang dikutip oleh
Drs. Amin Widjaja Tunggal (2003 : p3) .Balanced scorecard is a set of
performance target and an approach to performance measurement that
stresses meeting all the organization’s objectives relating to both its primary
and secondary objectives—hence the balance.
• Menurut Robert Simon sebagaimana yang dikutip oleh Drs. Amin Widjaja
Tunggal (2003 : p3), Balanced Scorecard is the multiple, linked objectibves
16
that companies mut achieve to compete based on capabilities and innovation,
not just tangible physical assets. It translates mission and strategy into
objectives and measures.
• Menurut Garison & Noreen sebagaimana yang dikutip oleh Drs. Amin Widjaja
Tunggal (2003 : p3), Balanced Scorecard consists of an integrated set of
performance measures that are derived from the company’s strategy through-
out the organization.
• Menurut Horgren; Sundem, dan Stratton sebagaimana yang dikutip oleh Drs.
Amin Widjaja Tunggal (2003 : p3), Balanced Scorecard is a performance
measurement and reporting system that strikes a balance between financial
and operating measures, links performance to rewards, and give explicit
recognition to the diversity of organizational goals.
• Menurut Edward J. Blocker, Kung A Chen dan Thomas W. Lin sebagaimana
dikutip oleh Drs. Amin Widjaja Tunggal ( 2003 : p3 ), Balanced Scorecard is a
accounting report that include the firm critical success factors in four area : ( 1
) financial performance, ( 2 ) customer satisfaction, ( 3 ) internal business
process, and ( 4 ) innovation and learning.
• Menurut Yuwono ( 2004 : p6 ) , Balanced Scorecard ( BSC ) bukanlah hal
yang mudah untuk didefinisikan. Karena luasnya area implementasi BSC dalam
konsep bisnis, maka suatu definisi kadang kala terasa sempit dibandingkan
dengan fungsi BSC yang sesungguhnya. Kata benda “ score “ ( Olve, dkk.,
1999 ) merujuk pada makna: “ penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan
(seperti dalam permainan)”. Dalam konteks sebagai kata kerja, “ score “
berarti “ memberi angka “. Dengan makna yang lebih bebas, scorecard ( juga )
berarti suatu kesadaran ( bersama ) di mana segala sesuatu perlu diukur.
17
Pengukuran menjadi suatu hal yang vital sebelum kita melakukan evaluasi
atau pengendalian terhadap suatu objek. Objek di sini bisa berarti suatu
entitas bisnis, organisasi, korporat, divisi, unit, tim, atau bahkan individu.
Sesuatu yang ingin kita kendalikan atau kita evaluasi perlu diukur. Jika suatu
entitas bisnis perlu dikendalikan, maka diperlukan tolok ukurnya. Jadi, ketika
kita bicara tentang Balanced Scorecard, di mana terdapat tambahan kata “
balanced “ di depan kata “ score “ tersebut harus mencerminkan
keseimbangan antara sekian banyak elemen penting dalam kinerja.
Dengan demikian, Balanced Scorecard merupakan suatu sistem
manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang
performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari
empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam
perusahaan serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui mekanisme
sebab akibat ( cause and effect ), perspektif keuangan menjadi tolok ukur
utama yang dijelaskan oleh tolok ukur operasional pada tiga perspektif lainnya
sebagai driver ( lead indicators ).
2.6.2 Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi, Misi dan Strategi Perusahaan
Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para manajer dan karyawan
untuk mengimplementasikan strategi unit bisnisnya. Perusahaan yang dapat
menerjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran akan memiliki kemampuan
yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut, sebab mereka telah
mengkomunikasikan tujuan dan targetnya kepada para pegawai. Komunikasi ini akan
18
memfokuskan mereka pada pemicu-pemicu kritis, memungkinkan mereka untuk
mengarahkan investasi, inisiatif, dan tindakan-tindakan dengan menyempurnakan
tujuan-tujuan strategis.
Kaplan dan Norton juga mengemukakan tiga prinsip yang memungkinkan BSC
organisasi terhubung dengan strategi yaitu:
a. Cause and effect relationships
Prinsip ini sangat penting bagi BSC karena prinsip inilah yang membedakan
BSC dengan konsep-konsep yang lain. Dengan prinsip ini, BSC mampu
menjabarkan tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif dengan baik
dalam satu kesatuan yang padu. Menurut Kaplan dan Norton, hubungan cause
dan effect, yaitu suatu hubungan yang dapat diekspresikan melalui kaitan antara
pernyataan if-then. Pengembangan BSC yang baik harus dapat menjelaskan
rangkaian cerita dari seluruh Strategic Business Unit ( SBU ) dalam hubungan
cause dan effect. Melalui model hubungan cause dan effect ini pula, suatu
strategi dapat dianimasikan dan dikritisi bersama, baik sebelum, selama dan
sesudah dieksekusi. Pengujian terhadap sekumpulan scorecard dapat dilakukan
dengan mudah karena tiap relasi dan hubungan kausalitas dapat diuji secara
rinci.
b. Performance Drivers
Sebuah BSC yang baik harus memiliki bauran hasil ( lagging indicators ) yang
memadai dan pemicu kinerja ( leading indicators ) yang digunakan oleh SBU.
Outcomes ( lagging indicators ) mencerminkan tujuan umum dari berbagai
strategi yang dimiliki oleh kebanyakan perusahaan, seperti profitability, market
share, customer satisfaction, customer retention, dan employee skills.
Sedangkan performance drivers ( leading indicators ) mencerminkan keunikan
19
strategi unit bisnis. Identifikasi performance drivers membantu mengatasi
kelemahan dari outcomes measures. Pemahaman mengenai pertumbuhan
segmen pasar ( outcomes measures ) akan lebih bermanfaat jika diketahui
faktor-faktor yang menyebabkan pergerakannya ( performance drivers ).
c. Linkage to Financials
Adanya kritik terhadap pengukuran kinerja berbasis laporan keuangan tidak
lantas menghasilkan rekomendasi untuk membuang tolok ukur keuangan.
Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian berbagai tujuan seperti kualitas,
kepuasan pelanggan, inovasi dan pemberdayaan karyawan tidak akan
memberikan perbaikan terhadap perusahaan apabila hal tersebut hanya
dianggap sebagai tujuan akhir. Semua pengukuran yang berkaitan dengan
pencapaian tujuan perusahaan harus dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai
tujuan akhir. Hal ini seperti dikatakan Kaplan dan Norton : “ Ultimately, causal
paths from all the measures on a scorecard should be linked to financial
objectives”. Dengan demikian, tolok ukur keuangan dapat digunakan untuk
menguji hasil dari performance driver, dalam hal, sejauh mana efektivitasnya
dalam memberikan hasil. ( Yuwono, 2004 , P:18).
2.7 Keunggulan Balanced Scorecard
Pada artikel Harvard Business Review ( 1996 ) sebagaimana yang dikutip oleh J.Sofian,
yang berjudul “ Using Balanced Scorecard as a strategic management syatem “.
Terobosan konsep Balanced Scorecard menyebar dengan cepat melalui seminar, artikel
manajemen, akademic dan jurnal ekonomi seluruh dunia. Keunggulan Balanced
Scorecard dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya adalah sebagai berikut :
20
a. Komprehensif
Sebelum konsep Balanced Scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa
perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja
perusahaan. Setelah Balanced Scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif
perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan
hasil dari tiga perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis, dan pembelajaran
pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh ( komprehensif )
ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi korporat
dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks.
b. Koheren
Di dalam Balanced Scorecard dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat ( causal
relationship ). Setiap perspektif ( Keuangan, customer, proses bisnis, dan
pembelajaran-pertumbuhan ) mempunyai suatu sasaran strategik adalah keadaan
atau kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan
penjabaran dari tujuan perusahaan. Sasaran strategik untuk setiap perspektif harus
dapat dijelaskan hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan Return On
Invesment ( ROI ) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada
customer, pelayanan kepada kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan
menerapkan teknologi informasi yang tepat guna dan keberhasilan penerapan
teknologi informasi didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan.
Hubungan sebab akibat ini disebut koheren, kalo disimpulkan semua sasaran
strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan. Sebagai contoh mengapa
loyalitas customer menurun, mengapa produk perusahaan menurun, mengapa
komitmen karyawan menurun dan sebagainya.
21
c. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam empat perspektif meliputi
jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal.
Keseimbangan dalam Balanced Scorecard juga tercermin dengan selarasnya
Scorecard perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan
bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan.
d. Terukur
Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya keyakinan
bahwa “ If we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can
achieve it”. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif customer,
proses bisnis/intern serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan
Balanced Scorecard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan.
2.8 Kerangka Kerja Balanced Scorecard
Menurut Kaplan dan Norton (2003, p7) Balanced Scorecard melengkapi
seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong ( drivers )
kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran scorecard diturunkan dari visi dan strategi.
Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif : finansial,
pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Empat
perspektif ini memberi kerangka kerja bagi balanced scorecard.
22
Sumber : www.jiscinfonet.ac.uk/infokits/analytical-tools/scorecard
Gambar 2.1 Kerangka Kerja Balanced Scorecard
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan
mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu:
perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan
pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard
menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced Scorecard
dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu :
23
Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham? (perspektif
keuangan).
Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan ? (Perspektif
pelanggan).
Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (Perspektif proses internal).
Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai
secara berkesinambungan? (Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).
( www.duniaesai.com/ekonomi/eko32.htp )
2.9 Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard
a. Perspektif Keuangan
Secara tradisional, laporan keuangan merupakan indikator histories-agregatif
yang merefleksikan akibat dari implementasi dan eksekusi strategi dalam satu
periode.
Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan
pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan
perusahaan. Perbaikan-perbaikan ini tercermin dalam sasaran-sasaran yang secara
khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha, dan
nilai pemegang saham.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus
kehidupan bisnis, yaitu : growth, sustain, dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran
yang berbeda, sehingga penekanan pengukurannyapun berbeda pula.
24
o Growth
Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan dimana perusahaan memiliki
produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik.
Di sini, manajemen terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu
produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan suatu produk atau
jasa dan fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan
sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan
global, serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus
kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan
demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah, misalnya,
tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang
telah ditargetkan.
o Sustain
Tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan investasi dan
reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap
ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya, jika mungkin. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan
pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok ukur
yang kerap digunakan pada tahap ini, misal, ROI, dan ROCE.
25
o Harvest
Tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil
inveatasi di tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik
ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk
pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini,
sehingga diambil sebagai tolok ukur, adalah memaksimumkan arus kas masuk
dan pengurangan modal kerja.
b. Perspektif Pelanggan
Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas
pentingnya customer focus dan customer satisfaction. Perspektif ini merupakan
leading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas mereka akan mencari produsen lain
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan
menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan
terlihat baik.
Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu : customer core
measurement dan customer value prepositions.
Customer Core Measurement
Customer core measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
- Market share ; pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai
perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain :
jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan.
- Customer Retention ; mengukur tingkat di mana perusahaan dapat
mempertahankan hubungan dengan konsumen.
26
- Customer Acquition ; Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu
menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
- Customer Satisfaction ; Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan
criteria kinerja spesifik dalam value proposition.
- Customer Profitability ; Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau
segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung
pelanggan tersebut.
Sumber : ( Yuwono, 2003 )
Gambar 2.2 Perspektif Pelanggan : Tolok Ukur Utama
Customer value proposition
Customer value proposition merupakan pemicu kinerja yang terdapat pada core
value proposition yang didasarkan pada atribut sebagai berikut :
Market Share
Customer Retention
Customer Satisfaction
Customer Profitability
Customer Acquisition
27
o Product/service attributes
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, dan kualitas. Pelanggan
memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan. Ada
yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas, atau harga yang murah.
Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas
produk yang ditawarkan. Selanjutnya, pengukuran kinerja ditetapkan
berdasarkan hal tersebut.
o Customer relationship
Menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk
yang ditawarkan perusahaan. Perasaan konsumen ini sangat dipengaruhi
oleh responsivitas dan komitmen perusahaan terhadap pelanggan berkaitan
dengan masalah waktu penyampaian. Waktu merupakan komponen yang
penting dalam persaingan perusahaan. Konsumen biasanya menganggap
penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting
bagi kepuasan mereka.
o Image and reputation
Menggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang
konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun image dan
reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang
dijanjikan.
28
= + +
Sumber : ( Yuwono, 2003 )
Gambar 2.3 Model Generik : Proposisi Nilai Pelanggan
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan
analisis value-chain. Di sini, manajemen mengidentifikasi proses internal bisnis yang
kritis yang harus diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini
memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan
apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Perspektif
ini harus didesain dengan hati-hati oleh mereka yang paling mengetahui misi
perusahaan yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar.
Aktivitas penciptaan nilai perusahaan, terangkai dalam suatu rantai nilai yang
dimulai dari proses perolehan bahan baku sampai penyampaian produk jadi ke
konsumen. Kaplan dan Norton membagi proses bisnis internal ke dalam :
Value
Product / service
attributes
Image and Reputation
Customer Relationship
Fungsionalitas Mutu Harga
Waktu
29
Proses Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten
dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses
inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R & D sehingga setiap
keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat
pemasaran dan dapat dikomersialkan. Aktivitas R & D ini merupakan aktivitas
penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka
panjang.
Proses Operasi
Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk
atau jasa. Aktivitas didalam proses operasi terbagi kedalam dua bagian : 1)
proses pembuatan produk dan 2) proses penyampaian produk kepada
pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan
pada : waktu, kualitas dan biaya.
Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan
produk atau jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini,
misalnya, penanganan garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan
yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat
mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi
harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas,
biaya dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus
waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan
pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
30
Kebutuhan Pelanggan
terpuaskan
PROSES INOVASI PROSES OPERASI PROSES LAYANAN PURNAJUAL
Sumber : ( Yuwono, 2003 )
Gambar 2.4 Perspektif Proses Bisnis Internal : Model Rantai Nilai Genetik
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Proses pembelajaran dan pertumbuhan bersumber dari factor sumber daya
manusia, system dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah
pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan
individu dan organisasi.
Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan
kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, system, dan prosedur yang ada
saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah
mengapa, perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk
mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar ( learning
organization ).
Menurut Kaplan dan Norton “ learning “ lebih sekedar “ training “ karena
pembelajaran meliputi proses “ monitoring “ dan “ tutoring “, seperti kemudahan
dalam komunikasi di segenap pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap
membantu jika dibutuhkan. Dalam perspektif ini, perusahaan melihat tolok ukur :
Employee capabilities
Salah satu perubahan yang dramatis dalam pemikiran manajemen selama
lima belas tahun terakhir ini adalah peran para pegawai di organisasi. Faktanya,
Kebutuhan Pelanggan diidentifikasi
Kenali Pasar
Ciptakan Produk/jasa
Bangun Produk/jasa
Luncurkan Produk/jasa
Layani Pelanggan
31
tidak ada yang lebih baik bagi transformasi revolusioner dari pemikiran era
industrial ke era informasi ketimbang informasi filosofi manajemen baru, yaitu
bagaimana para pegawai menyumbangkan segenap kemampuannyauntuk
organisasi. Untuk itu, perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai
yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai
tujuan organisasi.
Information systems capabilities
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi
yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan
seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat
waktu dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
Motivation, empowerment dan alignment
Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang
berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang
sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan
bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial
and error sehingga turbulensi lingkungan sama-sama dicoba-kenali tidak saja
oleh jenjang manajemen strategis tetapi juga oleh segenap pegawai didalam
organisasi sesuai kompetensinya masing-masing. Sudah barang tentu upaya itu
perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa
delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentu, itu
semua tetap dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan
dengan tujuan organisasi.
32
2.10 Langkah-langkah Pembangunan Balanced Scorecard
Menurut Yuwono ( 2004:p81), untuk menyusun Balanced Scorecard diperlukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Membangun Konsensus atas Pentingnya Perubahan Manajemen
Untuk mendapatkan daya dorong yang memadai bagaimana proses
implementasi BSC akan mendapat hasil maksimal maka isu tentang perubahan
manajemen harus ditempatkan diawal proses. Tujuannya adalah agar BSC
dipandang sebagai sarana sarana manajemen yang akan mengubah sistem dan
proses manajemen secara mendasar.
Hal terpenting dari proses menjaring consensus tentang perubahan manajemen
adalah adanya “ sense of urgency “ dari manajer eksekutif. Disini dibutuhkan
dukungan mereka yang konsisten dan pemahaman yang memadai tentang
bagaimana BSC bekerja dan diimplementasikan.
2. Pembentukan Tim Proyek
Proses pengembangan Balanced Scorecard merupakan salah satu kekuatan
besar dari semua pendekatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk secara khusus
membahas siapa yang berpartisipasi dan kapan. Tim harus terdiri dari para
manajemen level atas yang memahami keseluruhan permasalahan perusahaan
dimana masuk-masukannya akan sangat berguna bagi proyek.
Begitu tim terbentuk, buat serangkaian rencana, tindak lanjuti penugasan untuk
menyelesaikan proyek. Jika diperlukan, seluruh tim harus di training ulang tentang
konsep BSC lebih mendalam dan bagaimana proses pembuatan BSC dilakukan.
33
3. Mendefinisikan Industri, Menjelaskan Perkembangannya dan Peran Perusahaan
Tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan sebuah dasar dalam menyusun
konsensus berbagai karakteristik dan persyaratan industri dan untuk sampai pada
definisi yang jelas tentang posisi dan peran perusahaan saat ini. Karena kita akan
mencapai persetujuan tentang bagaimana industri akan berkembang dimasa datang
maka kita juga akan menyusun platform yang bernilai dan dilanjutkan dengan
perluasan visi dan strategi masa depan kita. Bentuk yang cocok untuk pekerjaan ini
adalah wawancara individu, terutama dengan manajemen tingkat atas dan para
pemimpin yang pemikirannya paling berpengaruh di perusahaan.
4. Menentukan Unit atau SBU
Tim pengembangan BSC, sejak awal, secara hati-hati harus mempertimbangkan
jangkauan aktivitas dan unit organisasi yang akan dicakup oleh scorecard. Menurut
Olve ( 1999 ) sebagaimana yang dikutip oleh yuwono (2004,P92), bagi perusahaan
yang relatif kecil, mungkin paling baik adalah menciptakan scorecard untuk
organisasi secara keseluruhan. Sebaliknya, pada perusahaan yang lebih besar dan
atau kelompok korporasi akan lebih cocok jika memulainya dengan satu atau dua
pilot project di SBU.
Menurut M. Graham B ( 1996 ) sebagaimana yang dikutip oleh Yuwono
(2004,P92) dalam hal scorecard dimulai dari level korporat ( top-down approach )
penyusunan scorecard dimulai oleh CEO untuk mengembangkan satu set scorecard
makro bagi keseluruhan organisasi.
34
5. Mengevaluasi Sistem Pengukuran yang Ada
Tahap berikutnya adalah mengevaluasi sistem pengukuran yang digunakan
organisasi atau perusahaan saat ini. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton
dalam “ putting the BSC to work “ ( Harvard Businees Review, Sept/Okt 1993 ), pada
umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolok ukur yang
seimbang ( balanced ), mereka terlalu terfokus pada tolok ukur keuangan jangka
pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan
pelanggan/pegawai maupuin partumbuhan.
6. Merumuskan atau Mengkonfirmasikan Visi Perusahaan
Dalam praktiknya, ada yang memisahkan pengertian visi dan misi. Sebaliknya,
ada pula yang menganggap sama. Dalam hal disamakan , maka baik visi maupun
misi digambarkan sebagai animasi dan rel yang akan dicapai dimasa mendatang oleh
perusahaan. Karena model Balanced Scorecard berdasarkan pada visi komprehensif
bersama maka penting untuk memastikan pada tingkat awal apakah visi dan misi
yang dilaksanakan bersama nyata-nyata eksis. Karena Scorecard akan memberi
fokus yang lebih kuat kepada organisasi dibanding sebelumnya, konsekuensi visi
yang salah arah mungkin akan menjadi permasalahan yang sangat serius. Dalam hal
visi hilang, poin ini memberi kesempatan yang sangat bagus untuk mulai meletakkan
dasar bagi visi bersama.
Visi : Gambaran menantang dan imaginatif tentang peran, tujuan dasar,
karakteristik dan filosofi organisasi dimasa datang yang akan menajamkan
tugas-tugas strategik perusahaan.
35
Misi : Mendifinisikan bisnis bahwa organisasi berada pada atau harus berada pada
nilai-nilai dan keinginan stake-holders yang meliputi : produk, jasa,
pelanggan, pasar dan seluruh kekuatan perusahaan.
Nilai : Serangkaian pernyataan yang berfungsi sebagai kode etik untuk
menjalankan organisasi. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam
menguji setiap pengambilan keputusan dan pilihan dimasa datang.
7. Merumuskan Perspektif
Setelah visi komprehensif dan konsep bisnis dirumuskan, kemudian perlu dipilih
perspektif untuk membangun scorecard finansial, pelanggan, proses internal bisnis,
pembelajaran dan pertumbuhan. Jika perspektif ini dirasa belum memadai,
dimungkin pula untuk menambah perspektif lain, seperti perspektif karyawan atau
manusia. Pilihan perspektif harus diatur terutama oleh logika bisnis, dengan
hubungan timbal balik yang jelas antarperspektif yang berbeda-beda. Perspektif
yang berkembang harus menunjukkan cara yang diinginkan manajemen untuk
mengembangkan organisasi produk dan jasa yang ditawarkan untuk tujuan proses
singkat dan atau tujuan penambahan nilai bagi pelanggan. Pengaruh-pengaruh ini
harus bisa diamati dari perspektif finansial. Semua perubahan perspektif harus
berdasarkan pada alasan-alasan strategis daripada sekedar beberapa jenis model
stake-holders. Ini akibat dari jarangnya kebutuhan perspektif karyawan yang
terpisah, karena karyawan dianggap sumber daya, khususnya didalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.
36
8. Merinci Visi Berdasarkan Masing-masing Perspektif dan Merumuskan Seluruh Tujuan
Strategis
Model Balanced Scorecard utamanya merupakan suatu alat untuk merumuskan
dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Model tersebut harus dilihat sebagai
suatu instrumen untuk menerjemahkan visi dan strategi yang abstrak ke dalam tolok
ukur dan sasaran yang spesifik. Dengan kata lain, Balanced Scorecard yang
dirumuskan dengan baik merupakan presentasi strategi perusahaan. Jadi, tujuan
langkah ini adalah untuk menerjemahkan visi ke dalam istilah nyata dari perspektif
yang telah disusun dan dengan demikian, akan mencapai keseimbangan keseluruhan
yang merupakan ciri unik dari model dan metode ini.
Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam kerja pengembangan
bisnis. Selain itu, adalah merumuskan strategi keseluruhan dalam istilah-istilah yang
lebih umum.
9. Identifikasi Faktor-faktor Penting bagi Kesuksesan
Langkah ini berarti berpindah dari deskripsi dan strategi-strategi yang diuraikan
di atas ke diskusi dan penerapan apa yang dibutuhkan visi untuk berhasil dan faktor-
faktor apa saja yang paling penting bagi kesuksesan, lalu menyusun prioritasnya.
Faktor-faktor kunci keberhasilan digunakan untuk menjawab apa yang ingin
dilakukan oleh perusahaan atau SBU dalam bisnis untuk membedakannya dengan
pesaing.
37
10. Mengembangkan Tolok Ukur, Identifiklasi Sebab dan Akibat, dan Menyusun
Keseimbangan
Pada langkah ini, dikembangkan tolok ukur kunci yang relevan bagi pemakaian
akhir kerja. Seperti pada langkah-langkah lainnya, dimulai dengan beberapa bentuk
“brainstorming”, dimana tidak ada ide yang ditolak dan semua pemikiran digunakan
dalam proses tersebut. Hanya pada fase terakhir kita menspesifikasi dan menyusun
prioritas untuk tolok ukur yang terlihat lebih relevan, yang bisa diawasi, dan
memadai. Tantangan terbesar adalah menemukan hubungan sebab akibat yang jelas
dan menciptakan keseimbangan diantara berbagai tolok ukur dalam perspektif yang
dipilih. Maka, kita perlu mengadakan diskusi tentang apakah keseimbangan dapat
dicapai diantara tolok ukur yang berbeda sehingga peningkatan-peningkatan jangka
pendek tidak bertentangan dengan sasaran jangka panjang. Tolok ukur dalam
perspektif yang berbeda-beda tidak boleh mengakibatkan terjadinya suboptimasi,
tetapi harus cocok dengan dan mendorong visi komprehensif serta strategi
keseluruhan.
11. Mengembangkan Top-level Scorecard
Ketika langkah-langkah sebelumnya sudah lengkap, scorecard tingkat tinggi di
letakkan bersama-sama untuk dipresentasikan dan mendapat persetujuan pihak-
pihak terkait. Untuk memfasilitasi implementasi, sebelum masuk ke dalam
pengembangan scorecard, semua orang di dalam organisasi perlu berpola pikir
efisien dalam beberapa hal yang dikerjakan dan dipikirkan. Para peserta perlu
mendapat pembagian dokumentasi yang menyediakan teks penjelasan, pendekatan-
pendekatan yang mungkin, dan saran-saran untuk kerja kelompok guna
memfasilitasi proses perincian scorecard.
38
12. Rincian Scorecard dan Tolok Ukur oleh Unit Organisasi
Berdasarkan tolok ukur perusahaan dan organisasi, scorecard tingkat tinggi dan
tolok ukur diuraikan dan dilaksanakan ke unit-unit organisasi tingkat yang lebih
rendah. Jika organisasi terlalu datar dan kecil sehingga semua orang bisa
mengetahui pengaruh scorecard tingkat tinggi terhadap pekerjaannya maka biasanya
tidak diperlukan lagi perincian scorecard. Jika perusahaan ingin memanfaatkan
potensi maksimal Balanced Scorecard, scorecard sebagai suatu metode, harus
diuraikan. Perincian scorecard dalam fase-fase awal kerjanya harus telah
menentukan bentuk organisasi yang paling cocok untuk pemanfaatan secara
maksimal kompetensi internal dan eksternal berdasar pengalaman yang telah lalu.
13. Merumuskan Tujuan-tujuan
Tiap-tiap tolok ukur yang digunakan harus memiliki sasaran. Suatu perusahaan
membutuhkan sasaran jangka pendek dan jangka panjang sehingga ia akan
memeriksa bagiannya secara kontinyu dan mengambil tindakan perbaikan yang
diperlukan pada waktunya.
14. Mengembangkan Rencana Tindakan
Terakhir, untuk melengkapi scorecard, kita juga harus menspesifikasi langkah-
langkah yang akan diambil untuk mencapai sasaran dan visi yang telah ditetapkan.
Rencana tindakan ini harus mencakup orang-orang yang bertanggung jawab dan
skedul untuk laporan sementara dan terakhir. Karena rencana cenderung bersifat
massa dan sangat ambisius, kelompok sebaiknya menyetujui daftar prioritas dan
daftar rencana untuk menghindari harapan-harapan yang tak terkatakan yang
kemudian bisa menjadi sumber frustasi dan iritasi yang destruktif.
39
15. Implementasi Scorecard
Untuk memelihara konsistensi pada scorecard, diperlukan basis yang kontinyu
agar fungsinya sebagai alat manajemen yang dinamis dapat berjalan. Scorecard
penting juga digunakan dalam seluruh aspek manajemen organisasi sehari-hari. Jika
ia kemudian bisa menjadi dasar bagi agenda masing-masing unit sehari-harinya, ia
akan berfunsi secara alami dalam memberi laporan dan pengawasan terhadap
operasi sehari-hari. Mengingat pentingnya scorecard, fase perkenalan tidak boleh
dilakukan secara serampangan. Hanya dengan scorecard yang dinamis, unit-unit
fungsional perusahaan sehari-hari dapat dipersiapkan dan akhirnya dilibatkan
sehingga semua hal dapat diukur atau dinilai.
Dengan munculnya berbagai paradigma baru di mana bisnis harus digerakkan
oleh customer-focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif, paling tidak
harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri
sesuai perspektif pelanggan;
b. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan berbagai tolok ukur kinerja yang
customer-validated;
c. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan,
sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif;
d. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi
mengenali masalah-masalah yang ada serta kemungkinan perbaikannya.
40
2.11 Kerangka Pemikiran
Sumber : hasil diolah penulis (2007)
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Strategi
Misi
Balanced Scorecard
Visi
Aspek Keuangan
Aspek Pelanggan
Aspek Proses Bisnis Internal
Aspek Proses Pembelajaran
dan pertumbuhan
Tingkat Pendapatan
Tingkat laba/profitabilitas
Tingkat Pengembalian modal
Pertambahan pangsa pasar
Pengurangan tingkat komplain
Komunikasi yang efektif
Waktu proses yang efektif
Proses operasi : - Tingkat retur dari
konsumen - Kualitas yang baik
Peningkatan Keterampilan karyawan
Motivasi : - Jumlah saran oleh
karyawan - Absent karyawan - % manajer yang
menyadari pentingnya BSC
Implikasi Balanced Scorecard
CV. Sinta Lestari