24
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin, berusia lanjut, cacat, atau para pemuda (Kemenkes RI. 2012). Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI. 2009). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Depkes RI (2009) rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas rumah sakit mempunyai fungsi : Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit dalam bahasa Inggris disebut hospital. Kata hospital berasal dari

kata bahasa latin hospital yang berarti tamu. Secara lebih luas kata itu bermakna

menjamu para tamu. Memang menurut sejarahnya, hospital atau rumah sakit adalah

suatu lembaga yang bersifat kedermawanan (charitable), untuk merawat pengungsi

atau memberikan pendidikan bagi orang-orang yang kurang mampu atau miskin,

berusia lanjut, cacat, atau para pemuda (Kemenkes RI. 2012).

Rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta

dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian. Rumah sakit juga

merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya hidup bersih dan

sehat serta kebersihan lingkungan (Depkes RI. 2009).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Depkes RI (2009) rumah sakit mempunyai tugas memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas rumah

sakit mempunyai fungsi :

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan

standar pelayanan rumah sakit

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan

yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan

etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Permenkes RI No 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit dibedakan

berdasarkan : pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana dan

administrasi dan manajemen. Adapun klasifikasi rumah sakit umum adalah :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan

anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 5 (lima) spesialis penunjang medik yaitu:

pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik, patologi klinik dan patologi

anatomi, 12 (dua belas) spesialis lain yaitu: mata, telinga hidung tenggorokan,

syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru,

orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik dan 13

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

(tiga belas) subspesialis yaitu: bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan

ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh

darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, onthopedi dan gigi mulut.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan

anak, bedah, obstetri dan ginekologi, 4 (empat) spesialis penunjang medik yaitu

:pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.

Sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga belas) pelayanan spesialis lain yaitu

: mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan

kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik dan

kedokteran forensik: mata, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,

kedokteran jiwa, paru, urologi dan kedokteran forensik. Pelayanan Medik

Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi :Bedah,

Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik

paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar :pelayanan penyakit dalam, kesehatan

anak, bedah, obstetri dan ginekologi dan 4 (empat) spesialis penunjang medik

yaitu : pelayanan anestesiologi, radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

d. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) spesialis

dasar yaitu: pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan

ginekologi.

2.2 Instalasi Gawat Darurat

2.2.1 Pengertian Instalasi Gawat Darurat

Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu

bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.

856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di

rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen

Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan

sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life

saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan

5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.

2.2.2 Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan

medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi

pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat

untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah

waktu tanggap (respons time) (Depkes RI. 2006)

Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan

diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat jalan

(poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam suatu

prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan

petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya,

dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI,

2006).

Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk ke

IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu

adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan

kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat

darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Semua itu dapat

dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumberdaya manusia dan

manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar. Disisi lain, desentralisasi dan

otonomi telah memberikan peluang daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai

dengan kebutuhan dan kemampuannya serta siap mengambil alih tanggung jawab

yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk itu daerah harus dapat menyusun

perencanaan di bidang kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat yang baik dan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

terarah agar mutu pelayanan kesehatan tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan

pesat. Oleh karenanya Depkes perlu membuat standar yang baku dalam pelayanan

gawat darurat yang dapat menjadi acuan bagi daerah dalam mengembangkan

pelayanan gawat darurat khususnya di Instalasi Gawat Darurat RS.

Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit adalah : Depkes RI (2010)

1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki

kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan

melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).

2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan

pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit

diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).

4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat

darurat.

5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah sampai

di IGD.

6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan

terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur pelaksana)

7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat

daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

2.2.3 Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat

Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu dan

kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi IGD

untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen penilaian

penting dalam akreditasi suatu rumah sakit.

Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu kepada Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja Kunci atau Key Performance

Indicators (KPI). Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan IGD rumah sakit

memiliki beberapa indikator sebagai berikut.

Tabel 2.1 Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit

Jenis pelayanan Indikator Standar

Gawat Darurat

Kemampuan menangani life saving 100%

Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD

100 %

Kesediaan tim penanggulangan bencana Satu tim Waktu tanggap pelayanan gawat darurat ≤ 5 menit setelah pasien

datang Kepuasan pelanggan ≥ 70 % Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka

100 %

Kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua per seribu (pindah ke pelayanan

rawat inap setelah 8 jam) Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah sakit

memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup klien. Wilde (2009)

telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap (response time).

Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke

IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga

dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat

dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,

prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar

(Kepmenkes RI, 2009).

2.4 Perawat

Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang

berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam

merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit.

Menurut UU RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, mendefinisikan perawat adalah

mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakkan

keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan

keperawatan.

Perawat berperan dalam memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia

yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan

proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanan,

implementasi dan evaluasi Nursalam (2007). Proses keperawatan tersebut menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

standar asuhan keperawatan yang telah dtetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional

Indonesia.

Pelayanan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan

kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif

kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup

seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini adalah bagaimana

perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan memperlakukan pasien

sebagai manusia (Hidayat, 2004).

2.5 Akreditasi Rumah Sakit

2.5.1 Pengertian Akreditasi Rumah Sakit

Beberapa definisi lebih lanjut tentang akreditasi rumah sakit tingkat

internasional dijelaskan oleh beberapa lembaga, yaitu Menurut Depkes RI (2009)

Akreditasi internasional rumah sakit adalah akreditasi yang diberikan oleh

pemerintah dan/atau Badan Akreditasi Rumah Sakit taraf Internasional yang bersifat

Independen yang telah memenuhi standar dan kriteria yang ditentukan. Menurut Joint

Comission International (JCI) Tahun 2011, akreditasi adalah proses penilaian

organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit utamanya rumah sakit non

pemerintah, oleh lembaga akreditasi internasional berdasarkan standar internasional

yang telah ditetapkan. Akreditasi disusun untuk meningkatkan keamanan dan kualitas

pelayanan kesehatan. Akreditasi saat ini mendapat perhatian dari publik internasional

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

karena merupakan alat pengukuran dan evaluasi kualitas pelayanan dan manajemen

rumah sakit yang efektif. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akreditasi

internasional rumah sakit adalah proses penilaian organisasi kesehatan oleh lembaga

akreditasi internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan.

2.5.2 Akreditasi Nasional Rumah Sakit

Pada Permenkes RI No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,

disebutkan bahwa pengertian akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit

yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar

Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah

Sakit secara berkesinambungan.

Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun

internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun

peraturan tertulis lainnya, yaitu: UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 40

ayat 1. “dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan

akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”, ayat 2. “Akreditasi Rumah

Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu lembaga independen

baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang

berlaku”.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah

memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan

kualitas pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional. Dengan

demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu mengembangkan potensi

dan kualitas pelayanan kesehatan dengan semaksimal mungkin.

Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga mutu layanan melalui

kegiatan akreditasi rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Dasar

hukum pelaksanaan akreditasi rumah sakit adalah UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib memberikan

pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan

mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,

kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga)

tahun sekali. Dari Undang-Undang tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan dengan alasan agar mutu/kualitas

diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem pelayanan di Rumah Sakit.

Sebagai salah satu subsistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit menjadi

tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah sakit

merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri padat karya,

padat modal, padat teknologi, padat masalah dan padat umpatan. Sejalan dengan

lajunya pembangunan nasional maka tuntutan akan mutu pelayanan kesehatan oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

rumah sakit juga semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan berbagai kritikan

tentang ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit berbagai upaya termasuk

melalui jalur hukum. Oleh karena itu upaya untuk menjaga dan meningkatkan mutu

layanan rumah sakit baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik internal

maupun eksternal rumah sakit perlu dilaksanakan.

2.5.3 Akreditasi Internasional oleh Joint Commission International (JCI)

Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga akreditasi

internasional yang berwenang melakukan akreditasi. Kementerian Kesehatan

menetapkan JCI sebagai lembaga atau badan yang dapat melakukan akreditasi rumah

sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan dalam Keputusan Menkes No.

1195/MENKES/SK/VIII/2010.

JCI didirikan tahun 1998 sebagai perpanjangan tangan untuk kawasan

internasional dari The Joint Commission (United States). JCI bermarkas di Amerika

Serikat. JCI telah bekerja sama dengan 80 menteri kesehatan di seluruh dunia.

Fokusnya ialah peningkatan pengawasan terhadap keamanan pasien dengan cara

memberikan sertifikasi akreditasi dan pendidikan untuk mengimplementasikan solusi

berkelanjutan berbagai organisasi pelayanan kesehatan. Organisasi pelayanan

kesehatan itu meliputi rumah sakit, klinik, laboratorium klinik dan sebagainya

Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah Sakit akan mengacu pada

Standar JCI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu, (1) kelompok sasaran

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

yang berfokus pada pasien, (2) kelompok standar manajemen rumah sakit,

(3) kelompok keselamatan pasien dan (4) sasaran MDGs.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam langkah dan strategi

pelaksanaan keselamatan pasien (Depkes RI. 2010), salah satunya adalah mengikuti

Akreditasi Rumah Sakit. Selanjutnya dalam Pedoman Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (Depkes RI. 2007) disebutkan rumah sakit mutlak

memerlukan sistem tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen K3RS. Mengacu

kepada kedua landasan hukum tersebut, maka konsep kajian tentang keselamatan

pasien yang dilakukan pada penelitian ini mengacu kepada aspek kesehatan dan

keselamatan kerja yang terkait dengan standar akreditasi yang dikeluarkan oleh Joint

Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition (2011)

serta serta dihubungkan dengan mutu pelayanan adalah aspek pelayanan di IGD

rumah sakit, yaitu sasaran keselamatan pasien rumah sakit dengan indikator sebagai

berikut.

a. Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis

dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam

mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius atau tersedasi,

mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur,

kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau

akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

yang dapat dipercaya (reliable) mengidentifikasi pasien sebagai individu yang

dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk

mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut (Depkes RI.

2011).

Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk

memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk

mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah;

pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan

pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua

cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor identifikasi

umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas pasien)

dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan

untuk identifikasi. Kebijakan atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua

pengidentifikasi atau penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit,

seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat

darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas,

juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan

atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan

untuk diidentifikasi (Depkes RI. 2011).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang

dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan

peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau

tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah

diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan

peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah

pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit

pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera (Depkes RI. 2011).

c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau

prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau

memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh

penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil

pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan

ulang adalah akurat. Kebijakan atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang

diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan

seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU

(Depkes RI. 2011).

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau

prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang

membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh

petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta

menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area

tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian

yang tidak disengaja atau kurang hati-hati (Depkes RI. 2011).

d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang

mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari

komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/

tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada

prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien

yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak

mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang

berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian

singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang

mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan

sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit

dan kelainan atau disorder pada tubuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam

kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi

infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar

bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya

dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-

terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering

kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).

Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand

hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa

diperoleh dari WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat

(US CDC) berbagai organisasi nasional dan intemasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan

dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang

diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.

f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan

untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat

jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap

gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh

pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya

penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau pembatasan asupan cairan bisa

menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.

Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit (Depkes RI. 2011).

2.6 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan itu

sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat

hubunganya dengan pendidikan, di mana diharapkan bahwa dengan pendidikan

yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya, namun

bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah akan mutlak berpengetahuan

rendah pula, sebab pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui pendidikan formal

saja melainkan dapat diperoleh melalui pendidikan non formal.

Menurut Andersen dan Krathwohl dalam Notoatmodjo (2003), dimensi

pengetahuan terdiri dari empat jenis pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual,

pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedur, dan pengetahuan metakognitif.

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang para ahli gunakan dalam

menyampaikan disiplin ilmu akademis mereka, memahaminya dan mengaturnya

secara sistematis.Elemen-elemen ini biasanya dapat diberikan pada orang-orang

yang bekerja pada beragam bentuk disiplin antara elemen-elemen tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

disajikan, mereka memerlukan sedikit atau tidak ada perubahan dari elemen atau

penerapan yang digunakan pada elemen lainnya.

b. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual meliputi skema-skema, model-model, mental dan teori-

teori eksplisit dan implisit dalam model-model psikologis kognitif yang berbeda,

skema-skema, model-model dan teori-teori ini menunjukkan pengetahuan yang

seseorang miliki.

c. Pengetahuan Prosedur

Pengetahuan prosedur meliputi nama-nama dan simbol-simbol verbal dan non

verbal tertentu (contohnya: kata-kata, angka-angka, tanda-tanda, dan gambar-

gambar) setiap pokok bahasan berisi sejumlah besar nama-nama dan simbol, baik

verbal maupun non verbal, yang memiliki rujukan tertentu, mereka berada pada

bahasan disiplin dasar jalan pintas yang digunakan para ahli untuk

mengungkapkan apa yang mereka ketahui.

d. Pengetahuan Metakognitif

Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan yang detail dan elemen yang

spesifik mengacu pada pengetahuan peristiwa-peristiwa, tempat, orang-orang,

tanggal, sumber informasi dan semacamnya. Hal ini dapat melibatkan informasi

yang sangat tepat dan spesifik, seperti tanggal yang tepat dari suatu peristiwa atau

besarnya fenomena dengan tepat. Hal ini dapat juga meliputi informasi perkiraan

seperti periode waktu dimana suatu peristiwa terjadi atau besarnya tata cara yang

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

dapat terpisah, elemen terpisah berlawanan dengan elemen-elemen yang hanya

dapat diketahui dalam konteks yang lebih jelas.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan mempunyai 6 tingkat yaitu:

1) Tahu

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Yang termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah di terima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mengidentifikasi serta menyatakan.

2) Memahami

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan di mana dapat menginterprestasikan secara

benar.

3) Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi ataupun kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks

atau situasi yang lain.

4) Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis

Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru atau dengan

kata lain merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada.

6) Evaluasi

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu materi atau objek berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.7 Kemampuan

Menurut Robbins dan Judge (2008) kemampuan adalah kapasitas seorang

individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah

sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan terdiri

dari : (1) kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk

melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk

alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Individu yang cerdas juga lebih mungkin

menjadi pemimpin dalam suatu kelompok. (2) kemampuan fisik adalah kemampuan

tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik serupa.

Penelitian terhadap berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan

telah mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari

tugas-tugas fisik. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut berbeda-beda.

Mampu berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu; dapat; berada; kaya;

mempunyai harta berlebih. Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan

(KBBI, 2012). Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau sanggup melakukan

sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk

melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan adalah sebuah

penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang (Wikipedia, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

adalah kapasitas kesanggupan atau kecakapan seorang individu dalam melakukan

sesuatu hal atau beragam tugas dalam suatu pekerjaan tertentu.

Berdasarkan difinisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah

kecakapan dan potensi yang dimiliki oleh seseorang untuk menguasai suatu keahlian.

Kemampuan tersebut merupakan suatu hasil latihan yang digunakan untuk

melakukan sesuatu.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

2.8 Landasan Teori

Kajian tentang keselamatan pasien di rumah sakit yang terkait dengan standar

akreditasi yang dikeluarkan oleh Joint Commission International Accreditation

Standards for Hospitals, 4th Edition (2011) secara spesifik proses akreditasi dirancang

untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya kualitas di rumah sakit, sehingga

senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan keamanan pelayanannya. Implementasi dari

budaya keselamatan tersebut ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya

Menurut Tjptono (2002) faktor pengetahuan dan kemampuan petugas

menentukan pelaksanaan kegiatan. Faktor-faktor tersebut juga menjadi aspek yang

berhubungan dengan penerapan standar JCI terhadap keselamatan pasien di RSUP. H.

Adam Malik.

Panduan Nasional

Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40684/4/Chapter II.pdf · kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf,

2.9 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Penerapan Standar JCI tentang Keselamatan Pasien

Perawat 1. Pengetahuan

a. Ketepatan Identifikasi Pasien b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif c. Peningkatan Keamanan Obat yang

perlu Diwaspadai d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat

Prosedur, Tepat Pasien Operasi e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait

Pelayanan Kesehatan f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

2. Kemampuan a. Ketepatan Identifikasi Pasien b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif c. Peningkatan Keamanan Obat yang

perlu Diwaspadai d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat

Prosedur, Tepat Pasien Operasi e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait

Pelayanan Kesehatan f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Mutu Pelayanan IGD

Universitas Sumatera Utara