Upload
dinhminh
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otak
2.1.1 Anatomi Korteks Serebri
(Richard S. Snell, 2012)
Otak adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di basis cranii lalu
melewati foramen magnum berlanjut menjadi medulla spinalis. Otak dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum
merupakan bagian terbesar otak manusia, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu hemisfer
sebebrum kiri dan kanan yang keduanya saling berhubungan melalui korpus
kalosum. Tiap-tiap hemisfer terdiri dari satu lapisan tipis substansia grisea di
sebelah luar yang menutupi bagian tengah substansia alba yang tebal (Sherwood,
2016).
Gambar 2.1
Anatomi Otak Manusia
6
2.1.2 Histologi Korteks Serebri
Korteks serebri adalah bagian yang terdiri dari lapisan abu-abu otak yang
memiliki ketebalan bervariasi antara 1,5 – 4,55 mm, terbagi menjadi 6 lapis
(Eroschenko, 2008):
1. Molecular layer (zonal layer); lapisan ini sebagian besar berisi sel
neuron kecil (CajalRetzius cells) yang berperan dalam perkembangan
kortikal pola laminar
2. External granular layer; lapisan ini berisi banyak sel neuron bergranular
(nonpyramidal cells) dan sedikit sel piramidal yang dendrit keduanya
bercabang di dalam lapisan granular eksternal dan naik ke atas ke
lapisan molekuler
3. External pyramidal layer; lapisan ini mengandung banyak sel piramidal
dimana akson dari masing-masing sel akan muncul dari dasar sel dan
bergerak ke bawah menuju korteks putih, sedangkan dendritnya akan
muncul dari puncak sel dan bergerak menuju lapisan granular eksterna
serta lapisan molekuler dan terbagi menjadi cabang terminal
4. Internal granular layer; seperti lapisan granular eksternal, lapisan ini
mengandung banyak sel nonpiramidal yang akan menerima impuls
aferen dari neuron thalamus dan membentuk external band of Baillarger
5. Internal pyramidal layer; lapisan ini memiliki sel piramidal berukuran
sedang dan besar dimana sel terbesarnya disebut Betz cells, sel pada
lapisan ini akan membentuk internal band of Baillarger
6. Multiform layer; lapisan ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu, bagian
dalam, bagian bersel kecil dan bagian luar bersel besar.
7
(Eroschenko, 2008)
2.1.3 Sel Piramidal
Sel-sel piramidal merupakan tipe neuron “major excitatory” yang
menggunakan glutamat sebagai neurotransmitter. Glutamat adalah major
excitatory neurotransmitter dari sistem saraf pusat, yang terbukti berperan penting
di jaringan komunikasi yang kompleks, yang ditetapkan di antara semua sel-sel
yang mendiami otak, termasuk berbagai neuron, astrosit, oligodendrosit dan
mikroglia. Karena itu, gangguan homeostasis glutamat dapat mempengaruhi semua
fungsi fisiologis dan interaksi sel-sel otak, menuju berbagai kejadian patologis yang
heterogen (Anurogo dan Ikrar, 2014).
2.1.4 Patologi Kerusakan Sel Piramidal
Glutamat dan aspartat penting pada patofisiologi berbagai penyakit dan
kelainan neurologis, yang berkaitan dengan kematian neuronal dan glial. Gangguan
sawar darah-otak (blood-brain-barrier), kerusakan metabolik dan fungsional dari
astrosit, neuron, serta lisis sel yang memungkinkan peningkatan glutamat dan
Gambar 2.2
Histologi Korteks Serebri
8
aspartat ekstraseluler serta menyebabkan edema sitotoksik dan vasogenik spinal
atau serebral (Anurogo dan Ikrar, 2014).
Peningkatan kadar glutamat merangsang (overstimulate) neuron dan astrosit
yang akan memicu kematian sel. Tedapat dua jenis kematian sel yaitu apoptosis dan
nekrosis. Apoptosis terjadi secara fisiologis dan terkontrol secara internal. Nekrosis
pada sel terdapat tiga gambaran yaitu, kariolisis, piknosis, dan karioreksis.
Kariolisis ditandai dengan basofilia kromatin yang memudar, yang disebabkan oleh
aktivitas DNAse. Piknosis ditandai dengan menyusutnya inti sel dan peningkatan
basofil di mana DNA berkondensasi menjadi massa yang menyusut padat.
Karioreksis ditandai dengan inti sel yang piknotik akan berfragmen dan dalam 1-2
hari akan menghilang (Perkasa, 2016).
(Zhafirah, 2016)
2.2 Memori
2.2.1 Definisi Memori
Memori adalah penyimpangan pengetahuan yang didapat untuk dapat
diingat kembali kemudian. Belajar dan mengingat merupakan dasar bagi individu
Gambar 2.3 Gambaran histologis sel piramidal otak tikus di cortex cerebri.
Panah: sel piknosis; kepala panah: sel saraf normal. Skala
20μm; HE; 40 x
Gambar 0.2 Struktur Kimis MSGGambar 0.3
Gambaran histologis sel piramidal otak tikus di cortex cerebri.
Panah: sel piknosis; kepala panah: sel saraf normal. Skala
20μm; HE; 40 x
9
untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan lingkungan eksternal tertentu.
Perubahan-perubahan saraf yang berperan dalam retensi atau penyimpangan
pengetahuan dikenal sebagai jejak memori (Sherwood, 2016).
2.2.2 Sistem Memori
Penyimpanan informasi yang diperoleh dilakukan paling sedikit dalam dua
cara: ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang. Ingatan jangka pendek
berlangsung beberapa detik hingga jam, sedangkan ingatan jangka panjang
dipertahankan dalam hitungan hari hingga tahun. Proses pemindahan dan fiksasi
jejak ingatan jangka panjang dikenal sebagai konsolidasi. Suatu konsep yang baru
dikembangkan adalah konsep memori kerja, dimana memori kerja secara temporer
menahan dan menghubungkan berbagai potongan informasi yang relevan dengan
kegiatan mental yang sedang dilakukan (Sherwood, 2016).
Tabel 2.1 Perbedaan Memori Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Karakteristik Memori Jangka Pendek Memori Jangka Panjang
Waktu penyimpanan
setelah akuisisi informasi
baru
Segera Belakangan
Durasi Berlangsung dalam
hitungan detik hingga jam
Dipertahankan dalam
hitungan hari hingga tahun
Kapasitas penyimpanan Terbatas Sangat besar
Waktu mengingat Cepat Pengambilan kembali lebih
lambat, kecuali untuk
ingatan yang telah tertanam
kuat akan cepat kembali
diingat
Waktu melupakan Dilupakan secara permanen Jejak ingatan relatif stabil
Mekanisme penyimpanan Melibatkan modifikasi
transien fungsi sinaps yang
ada
Melibatkan perubahan
fungsional atau struktural
yang relatif permanen
antara neuron-neuron yang
sudah ada
(Sherwood, 2016)
10
2.2.3 Mekanisme Memori Jangka Panjang
Memori jangka panjang memerlukan pengaktifan gen-gen spesifik yang
mengontrol sintesis protein yang dibutuhkan untuk perubahan struktural atau
fungsional jangka panjang di sinaps spesifik. Peningkatan luas permukaan dendrit
dan pemanjangan dendrit diperkirakan meningkatkan tempat untuk sinaps sehingga
berperan dalam penyimpanan ingatan. cAMP dapat mengaktifkan cAMP
responsive element binding protein (CREB) yang bertindak pada DNA dan
akhirnya memengaruhi sintesis protein baru yang penting dalam mempertahankan
ingatan jangka panjang. Kemudian immediate early genes (IEG) memerintahkan
sintesis protein yang menyandi ingatan jangka panjang (Mumenthaler dan Mattle,
2017).
2.2.4 Hubungan Fungsi Memori dan Sel Piramidal
Aktivasi reseptor glutamat yang berlebihan menyebabkan stres oksidatif
dan aktivasi program kematian sel neuron atau eksitotoksisitas glutamat. Korteks
asosiasi prefrontal merupakan bagian dari korteks serebri yang berfungsi dalam
memadukan kemampuan berpikir kompleks yang berkaitan dengan memori kerja.
Fungsi-fungsi kognitif dan pengaturan memori kerja pada korteks prefrontal
diperankan oleh sel-sel neuron piramidal. Glutamat merupakan transmitter
eksitatorik utama pada sel neuron piramidal (Fithriyah, 2016).
Fungsi kognitif lain yang berhubungan dengan sel piramidal cortex cerebri
antara lain atensi, persepsi, berpikir, emosi dan afeksi. Daerah asosiasi yang
merupakan pusat integrasi tidak menerima informasi sensorik langsung dan tidak
menghasilkan perintah motorik, tetapi bertugas untuk merencanakan,
mempersiapkan dan membantu mengkoordinasikan output sensorik maupun
11
motorik yang lebih rincinya dilakukan oleh sel-sel saraf seperti sel piramidal
(Ropper et al, 2014)
2.3 MSG
2.3.1 Sejarah MSG
Monosodium glutamate (MSG) mulai terkenal tahun 1960-an yang
sebelumnya selama berabad-abad orang Jepang mampu menyajikan masakan yang
sangat lezat. Rahasianya adalah penggunaan sejenis rumput laut bernama
Laminaria japonica. Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor dari
Universitas Tokyo menemukan kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat.
Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya yaitu asam, manis, asin, dan
pahit yang kini dikenal dengan “umami” (Yonata dan Iswara, 2016).
Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi
dari bahan alamiah. Pada tahun 1956 mulai ditemukan cara produksi L-glutamic
acid melalui fermentasi yang berbentuk butiran putih mirip garam atau disebut
MSG. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa. Tetapi bila ditambahkan ke
dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor
khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh
lebih lezat dan gurih (Ardyanto, 2004).
2.3.2 Definisi MSG
MSG adalah hasil dari purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa
asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan dari proses Hydrolized
Vegetable Protein (HVP). Tubuh manusia dapat menghasilkan asam glutamat,
sehingga asam glutamat digolongkon pada asam amino non esensial. Glutamat
adalah transmitter mayor di otak, berfungsi sebagi mediator untuk menyampaikan
12
transmisi post sinaptik. Selain itu juga glutamat berfungsi sebagai prekursor dari
neurotransmiter Gamma Amino Butiric Acid (GABA) (Wakidi, 2012).
(Nordic Food Lab, 2015)
Diketahui komposisi senyawa MSG adalah 78% glutamat, 12% natrium dan
10% air. Monosodium glutamate bila larut dalam air ataupun saliva akan
berdisosiasi menjadi garam bebas dan menjadi bentuk anion dari glutamat.
Glutamat akan membuka channel Ca2+ pada neuron yang terdapat taste bud
sehingga memungkinkan Ca2+ bergerak ke dalam sel dan menimbulkan
depolarisasi reseptor dan potensial aksi yang sampai ke otak lalu diterjemahkan
sebagai rasa lezat (Yonata dan Iswara, 2016). Glutamat berperan pada proses
nekrosis, proses cidera, peristiwa presinaptik dan pengaturan irama sirkardian
(Anurogo dan Ikrar, 2014)
2.3.3 Hubungan MSG dan Sel Piramidal
Glutamat adalah major excitatory neurotransmitter dari sistem saraf pusat
yang berperan pada proses komunikasi yang kompleks dari berbagai neuron,
astrosit, oligodendrosit dan mikroglia. Aktivasi reseptor glutamat yang berlebihan
menyebabkan stres oksidatif dan aktivasi program kematian sel neuron atau disebut
eksitotoksisitas. Proses tersebut melalui peningkatan jumlah Ca2+ yang akan
merusak mitokondria dan berakhir pada kegagalan fosforilasi oksidatif sehingga
Gambar 2.4
Struktur Kimia MSG
13
semakin banyak radikal bebas yang terbentuk. Glutamat merupakan transmitter
eksitatorik utama pada sel neuron piramidal dan memasuki area otak melalui
transporter glutamat yang ada di sel neuron tersebut (Fithriyah, 2016).
2.4 Pepaya
2.4.1 Taksonomi Pepaya
Taksonomi tanaman pepaya (Carica papaya, Linn.) adalah:
Divisi: Spermatophyta
Sub divisi: Angiospermae
Kelas: Dicotyledoneae
Bangsa: Cistales
Suku: Caricacea
Marga: Carica
Jenis: Carica papaya, L (Direktorat Gizi, Depkes RI, 2013)
2.4.2 Morfologi Pepaya
(Begum, 2014)
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika
Tengah. Pepaya dapat tumbuh dengan subur dan baik di daerah yang beriklim
tropis. Daun muda pepaya memiliki daun tunggal, bentuknya bulat, ujungnya
Gambar 2.5
Morfologi Daun Pepaya
14
runcing, pangkalnya bertoreh dan tepinya bergerigi dengan diameter 50-70 cm, dan
memiliki 7 lobus (Begum, 2014). Daun muda pepaya bertulang menjari dengan
warna permukaan atas hijau-tua, sedangkan warna permukaan bagian bawah hijau-
muda.
Daun muda pepaya pada umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia sebagai makanan dalam bentuk sayur maupun produk olahan lainnya.
Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi daun pepaya lazimnya baik karena
masyarakat percaya bahwa daun pepaya dapat memberikan manfaat bagi tubuh,
salah satunya dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan berkhasiat mencegah
penyakit.
Tabel 2.2 Komposisi Buah dan Daun Pepaya
(Direktorat Gizi, Depkes RI, 2013)
2.4.3 Kandungan Antioksidan Daun Pepaya
Pemanfaatan daun muda pepaya segar untuk dikonsumsi oleh sebagian
masyarakat kurang disukai karena rasanya yang pahit, walaupun daun muda pepaya
tersebut telah melalui proses perebusan. Rasa pahit yang timbul disebabkan oleh
kandungan alkaloid berupa karpain dan enzim papain pada daun muda pepaya
(Krishna et al, 2008).
Unsur Komposisi Buah Masak Buah Mentah Daun Muda
Energi (kalori) 46 26 79
Air (g) 86,7 92,3 75,4
Protein (g) 0,5 2,1 8
Lemak (g) - 0,1 2
Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9
Vitamin A (IU) 365 50 18.250
Vitamin B (mg) 0,04 0,02 0,15
Vitamin C (mg) 78 19 140
Kalsium (mg) 23 50 353
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Fosfor (mg) 12 16 63
15
Maisarah pada tahun 2013 menyatakan bahwa aktivitas antioksidan
flavonoid dan fenolik dalam ekstrak methanol tumbuhan pepaya (Carica papaya)
terbaik adalah pada ekstrak daun papaya lalu diikuti oleh ekstrak buah mentah,
ekstrak buah matang, dan ekstrak biji pepaya.
Tabel 2.3 Kandungan Flavonoid dalam Daun Pepaya
Tumbuhan Pepaya Kadar Flavonoid (mg
GAE/100g dry weight)
Kadar Fenolik (mg
GAE/100g dry weight)
Buah Matang 92.95 ±7.12 272.66 ±1.53
Buah Mentah 53.44 ±6.63 339.91 ±9.40
Biji 59.54 ±12.23 30.32 ±6.90
Daun 333.14 ±11.02 424.89 ±0.22
(Maisarah et al, 2013)
Senyawa utama sebagai antioksidan yang terkandung dalam daun muda
pepaya adalah flavonid dan fenolik. Fenolik merupakan senyawa yang memiliki
aktivitas antioksidan dengan cara menetralkan lipid dari radikal bebas dan
mencegah dekomposisi hidroperoksida menjadi radikal bebas sedangkan flavonoid
memiliki sifat antioksidan yang berperan sebagai penangkap radikal bebas karena
mengandung gugus hidroksil yang dapat menyumbangkan elektronnya kepada
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan seperti radikal bebas (Maisarah
et al, 2013). Penelitian lain menyebutkan bahwa flavonoid bekerja dengan cara
menyumbangkan sebuah elektron ke spesies radikal bebas reaktif di dalam tubuh,
kemudian menetralisir dan berpotensi merusak reaksi berantai dalam kimia sel dan
membentuk produk radikal fenolik yang stabil didalam proses (Nugroho et al,
2017).
Tidak hanya memiliki kadar paling tinggi daripada bagian tumbuhan
lainnya, daun pepaya juga memiliki kadar flavonoid yang lebih tinggi
dibandingkan dengan daun lain seperti daun katuk dan daun kenikir.
16
Tabel 2.4 Perbandingan Kandungan Flavonoid Daun Pepaya dan Tanaman Lain
Jenis Daun Kandungan Flavonoid
Daun Pepaya 333,14 mg/ 100g
Daun Katuk 143 mg/ 100 g
Daun Kenikir 52,2 mg/ 100 g
(Andarwulan, 2010)
2.4.4 Hubungan Daun Pepaya dan Sel Piramidal
Deplesi akut ATP memicu kerusakan neuronal dari akumulasi L-glutamate
yang berlebihan. Proses ini dinamakan excitotoxicity, melibatkan aktivasi reseptor-
reseptor glutamat, akumulasi sitosol Ca2+, aktivasi kaskade yang dipicu oleh Ca2+,
generasi radikal bebas oksigen, dan kegagalan mitokondria. Tanpa oksigen atau
glukosa, produksi ATP mitokondria berhenti, persediaan ATP dihabiskan dengan
cepat. Akibatnya, beberapa fungsi terganggu atau menurun. Tanpa kebutuhan
energi untuk bahan bakar pompa Na+, K+, gradien ion tidak dapat dipertahankan
(maintained) dan neuron menjadi didepolarisasi. Ini menimbulkan hilangnya
“neuronal excitability” dan pembebasan (release) glutamat secara besar-besaran.
Kekurangan energi juga mengurangi uptake glutamat yang dilakukan oleh
astrosit. Timbunan (build-up) glutamat yang berlebihan di sinaps, mempercepat
kematian nekrotik dari berbagai neuron yang merupakan target sinaps. Akibat
kegagalan energi pada mulanya fungsional dan berpotensi bersifat reversible. Jika
penyebabnya tidak dikoreksi, berbagai perubahan ini diikuti oleh akumulasi Ca2+
di sitosol dan mitokondria, yang memicu perubahan irreversible seperti: kerusakan
seluler, mitokondria, dan membran-membran lainnya; disorganisasi sitoskeleton,
dan degradasi DNA.
Akumulasi Ca2+ di mitokondria mengganggu rantai respirasi dan produksi
ATP, serta memacu pembentukan radikal bebas oksigen. Kalsium mengaktivasi
beberapa fosfolipase, yang bersama dengan “oxidative stress”, merusak membran
17
fosfolipid. Akumulasi laktat dari glukolisis anaerobik memicu penurunan pH
intraseluler, yang menekan aktivitas neuronal, menimbulkan pembengkakan sel dan
meningkatkan produksi radikal bebas. Nekrosis yang terjadi melibatkan mekanisme
glutamate-induced excitotoxicity.
Flavonoid sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus
hidroksil yang dapat menyumbangkan elektronnya kepada molekul yang memiliki
elektron tidak berpasangan seperti radikal bebas, senyawa tersebut akan
menyumbangkan satu atom hidrogen untuk menstabilkan radikal bebas (Maisarah
et al, 2013).
2.4.5 Hubungan Daun Pepaya dan Fungsi Memori
Saat flavonoid yang terkandung dalam daun pepaya menyumbangkan satu
atom hidrogen untuk menstabilkan radikal bebas yang terjadi akibat stres oksidatif
yang dicetuskan oleh kegagalan fosforilasi, maka penurunan jumlah kematian sel
yang berperan akan berkurang dan rantai radikal bebas yang terbentuk akan
memendek. Hal tersebut akan memperbaiki fungsi sel dalam komunikasi kompleks
yang berjalan sehingga proses memori yang diperankan oleh neuron piramidal pada
hippocampus akan meningkat (Fithriyah, 2016).