Upload
vantu
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
31
Bab 4
Analisis Data dan Pembahasan
Kondisi Geografis
Secara administrative Desa Ringgit terletak di Kecamatan
Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi JawaTengah. Letak Desa
Ringgit berada pada 4 km dari ibukota kecamatan dan 20 km dari
ibukota kabupaten dengan bataswilayah desa sebagai berikut :
1. Sebelah barat : Desa Kaliwungu Lor
2. Sebelah Utara : Desa Susukan
3. Sebelah Timur : Tunjungan
4. Sebelah Selatan : Kelurahan Lereng
Luas wilayah Desa Ringgit kurang lebih sekitar 103 Ha yang
terdiri atas sawah, pemukiman dan pekarangan, bangunan umum, dan
lain – lain. Secara topografi daerah ini termasuk daerah yang landai,
tidak berbukit dengan ketinggian 133 m diatas permukaan laut. Curah
hujan rata – rata didaerah ini 2066 mm per tahun dengan suhu udara
rata – rata berkisar antara 22 – 34 derajat celcius. Jenis tanah di daerah
ini adalah Regasol dengan pH 5,0 – 5,4 sehingga tanah cenderung
asam.
Kondisi Demografi
Jumlah penduduk di Desa Ringgit hingga akhir 2013 berjumlah
4.494 jiwa yang terdiri dari 1440 Kepala Keluarga (KK) dan terbagi
dalam satu RU=ukun Warga (RW) dan empat Rukun Tetangga (RT).
Jumlah penduduk berjenis kelamin pria sebanyak 2333 jiwa dan wanita
sebanyak 2161 jiwa. Kelompok yang terbanyak adalah 26 – 50 tahun.
Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat
dilihat pada Tabel 1.
32
Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Ringgit Tahun 2013
Umur (Tahun)
Jenis Kelamin
Jumlah Pria (Jiwa) Wanita (Jiwa)
0-5 98 91 189
6-15 354 335 689
16-25 487 453 940
26-50 1047 974 2021
>50 347 308 655
Jumlah 2333 2161 4494
Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013
Berdasarkan Tabel 4.1. Penduduk di Desa Ringgit sebagian
besar berusia 26 – 50 tahun sebanyak 2021 penduduk, jumlah laki-laki
masih lebih banyak daripada perempuan dan jumlah usia produktif
menempati posisi tertinggi dalam komposisi jumlah penduduk.
Di Desa Ringgit Tingkat pendidikan masyarakat sudah cukup
baik, dimana presentase lulusan SLTA / Sederajat cukup besar yaitu
33,6 persen, disusul kemudian dengan lulusan SLTP/Sederajat sebesar
31 persen. Untuk perncian tingkat pendidikan masyarakat Desa Ringgit
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Di Desa Ringgit
Tahun 2013
No. Pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1 Belum Sekolah 24 5,5
2 TK 32 7,3
3 Tamat SD/Sederajat 73 16,7
4 Tamat SLTP/Sederajat 136 31
5 Tamat SLTA/Sederajat 147 33,6
6 Tamat Diploma 14 3,2
7 Tamat Sarjana 12 2,7
Jumlah 438 100
Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013
Ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar masyarakat
Desa Ringgit bekerja di sector pertanian. Di Desa Ringgit masyarakat
petani ada yang menggarap lahan sawah baik milik sendiri maupun
milik orang lain (buruh tani). Selain itu, ada petani penggarap yaitu
petani yang menggarap sawah dengan cara menyewa lahan dan hasil
panen diterima secara utuh oleh petani, dan petani penyakap yaitu
33
petani yang menggarap sawah namun tidak menyewa lahan tetapi
membagi hasil panen dengan system 50:50 dan biaya yang dikeluarkan
dari proses produksi hingga panen berasal dari petani penggarap.
Berikut rincian jenis mata pencaharian penduduk di Desa Ringgit pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Ringgit
Tahun 2013
No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase (%)
1 Pegawai Negeri 20 7,6
2 Pegawai Swasta 12 4,6
3 Wiraswasta 24 9,1
4 Petani 107 40,7
5 Pertukangan 8 3
6 Buruh Tani 86 32,7
7 Pensiunan 6 2,3
Jumlah 263 100
Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013
Jika kita membahas berapa rata-rata umur SDM di Desa ringgit
mulai konsentrasi di bidang pertanian, tentunya berkisar umur 27
tahun keatas. Masyarakat desa ringgit memiliki budaya atau kebiasaan
bagi kalangan muda (produktif) setelah lulus SMU lebih banyak
merantau keluar daerah, dimana didominasi untuk tujuan mencari
kerja dan pengalaman ke Jakarta atau Ibukota Provinsi. Pola urbanisasi
untuk mencari peluang kerja lebih tertuju di kota besar, sedangkan
untuk mencari pendidikan lanjut masih di dominasi kota Yogyakarta
dan Sekitar Jawa Tengah. Tidak menutup kemungkinan kalau mereka
melakukan kuliah dan kerja, hal yang seperti ini yang menarik dari
cerita perantauannya. Belum ada penelitian yang lebih detail namun
itulah fenomenanya yang terjadi. Dan hal ini juga diungkapkan oleh
pak Wuryanto karena beliau pernah mengalami hal tersebut.
Bagaimana penerus petani? Mari kita balik membahas tentang
petani, regenerasi petani diawali oleh warga yang kurang mampu
untuk bekerja diluar daerah atau anak yang bisa dikatakan sebagai
penjaga orang tua, biasanya hal ini terjadi pada kasus tingkatan anak
sebagai contoh anak bungsu, anak yang kurang mampu dibidang
akademik, dan memang dilarang orang tua. Opsi menjadi petani adalah
34
opsi yang terakhir dan bisa jadi setelah merantau tidak ada pilihan lain,
dimana opsi ini menurut pandangannya masih menjadi bentuk
diskriminasi profesi yang paling rendah dibandingkan bekerja diluar
daerah. Dari sini hasil observasi mengarah pada kesimpulan dimana
kaum sumber daya manusia lebih terserap pada sektor industri
ketimbang pertanian. Bagaimana dengan lahan yang digarap bagi
mereka yang menjadi petani? Biasanya lahan yang digarap adalah lahan
orang tua dan lahan dari saudara-sadura yang pergi merantau, adapun
lahan pribadi juga dimiliki walaupun masih gabung dengan lahan
orang tua. Tidak ada batasan umur dalam bidang pertanian untuk
profesi petani.
Tingkat mobilitas warga yang bekerja diluar Desa biasanya
berlangsung paling lama 5 tahun. Setelah itu mereka kembali ke Desa
lagi untuk merencanakan masa depan, baik untuk bertahan atau pergi
merantau lagi. Dengan berbagai kondisi ada yang menikah dan
menetap atau pindah mengikuti pasangannya, ada juga yang bekerja
lagi, serta tidak menetap lagi di Desa Ringgit.
Fenomena Alam dan Manusia
Anggapan pertanian di Indonesia sebagai pertanian yang ramah
lingkungan bukan hanya sebagai impian semata. Berbagai prespektif
yang membahas tentang pertanian organik adalah alami. Prespektif
tersebut muncul dan memiliki tujuan yang sama untuk mengenalkan
pertanian yang lebih menekankan alam sebagai faktor pendukung
pertanian yang memiliki kearifan terhadap alam. Penjabaran menganai
pertanian organik selama penelitian dan diskusi di Desa ringgit
memiliki macam prespektif dan penangkapan yang berbeda baik untuk
desa ringgt sendiri, lingkup Pemerintah Kabuten Purworejo, Nasional
dan international.
Sebelum peneliti membahas pengadopsian teknologi pertanian
padi dengan metode tanam SRI Organik yang mendasari penelitian ini,
peneliti akan memulainyai dari latar belakang alam yang merupakan
faktor utama sektor pertanian di Purworejo. Alam sudah menjadi
35
bagian yang tidak terlepaskan dari pertanian dan sarana dalam
menanam. Anggapan alam adalah teman petani selalu diperkenalkan
kepada para petani di Desa Ringgt secara turun temurun. Pada zaman
dahulunya pertanian masih belum mengenal yang namanya bahan –
bahan kimia. Pengelolaan tanah dan irigasi air merupakan kunci untuk
mendapatkan hasil komoditas padi yang memiliki kualitas. Menurut
key informant (Mas Bejo)1 yang menerangkan mengenai pola tanam
padi zaman dulu mengungkapkannya sebagai berikut.
“kalau pertanian zaman dulu itu, zamannya si mbah – mbah bahkan mungkin eranya Belanda dan sebelumnya, saya kalau diceritakan mereka itu kalau bertani itu pupuknya pake abu dapur, abu – abu dari asap tungku yang menggumpal di pawon. Itu dikumpulin dan dicampur ditanah persawahan-nya, ada juga campuran dari sampah organik. Sampah zaman dulukan masih bersifat mudah diuaraikan atau membusuk, tidak seperti sampah zaman sekarang yang susah diuraikan seperti plastik dan baham terbuat dari logam yang kadang bisa mencemari tanah. Selain proses pertanian yang penting pengairannya lancar, tidak lebih tidak kurang. Dan untuk perawatan tanaman dilakukan secara sederhana, semisal untuk menangani hama ya dilakukan dengan menggunakan prinsip rantai makanan yang kita pelajari di sekolah dasar. Hasilnya pertanian zaman dulu itu ditunjukan dengan tanaman padi yang tinggi dan isi yang banyak. Yang utama zaman dulu itu cuaca masih bisa diprediksi dan alam memang benar – benar membantu.”
Membahas tentang kondisi alam untuk mendukung pertanian
tentunya saat ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Perubahan iklim
merupakan salah satu hal yang dirasakan oleh para petani dalam
memulai masa tanam. Ketika dulu menentukan masa tanam masih
menggunakan pranata wangsa. Pranata wangsa dikatakan sudah tidak
relevan dengan kondisi alam yang ada saat ini. Selain itu kondis irigasi
dan kesuburan tanah masih perlu perhatian. Membahas tentang
pertanian padi di desa ringgit tentunya banyak hal yang perlu ditinjau.
Mas Bejo menyampaikan
1 Hasil wawancara pada tanggal 16 Oktober 2011, Mas Bejo merupakan pegiat SRI di Kabupaten Purworejo
36
“Pranata wongso pada mbah–mbah zaman dulu pada mbah saya masih dipegang teguh dan masih digunakan sebagai acuan mt1, mt2, dan mt 3, juga masa panennya. Berjalannya waktu saat kimia tu digembor-gemborkan, pranata itu sudah tidak dapat digunakan karena iklim itu sudah tidak dapat digunakan karena berubah ubah”.
Dalil itu dikuatkan oleh Pak Wurianto2
“Dulu masih memang teguh pranata wongso, sekarang sudah tidak dapat dipakai karena alam tidak menentu. Pernah dulu ada yang kekeh menggunakan pranata wongso, tetapi haslnya malah merugi. Karena yang lain pada panen dia belum panen, sehngga hama burung itu datang ketika petani itu panen. Oleh karena para petani ketika musim tanam ya tanam, panen ya panen, supaya tidak rugi pada waktu memperoleh hasilnya.”
Back to nature merupakan selogan yang selalu didengungkan
kepada para petani agar sistem dari pengelolaan lingkungan dapat
menjadi arif dan menghasilkan keuntungan yang tidak hanya dilihat
dari materi saja melainkan sarana yang dapat mendorong.
Pertanian dilakukan dengan cara mengandalkan ecofarming
dikenal sebagai metode pertanian yang memperhatikan keseimbangan
ekoistem, memelihara keanekaragaman hayati, dan berbagi kesepatan
kerja diantara sesama. Pada abad ke-20, hampir tidak ada lagi upaya
pertanian yang ramah lingkungan karena secara teknis lebih merujuk
pada kegiatan pertanian dari luar negeri yang beriklim bukan tropika,
bukan kepulauan, bukan sumber keanekargaman dan semata-mata
karena pertimbangan ekonomi yang ekspansif.
Tidak banyak yang diingat dengan pasti, peristiwa apa yang
telah terjadi dimasa lalu. tetapi kami sangat antusias dalam mendalami
dan memaknai perjalanan dalam perjuangan pertanian pangan di Desa
Ringgit. Seperti anak kecil yang suka dongeng itulah yang kami
lakukan dalam mendiskripsikan cerita dari 3 nara sumber yaitu Mas
Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa. Seperti yang diketahui bahwa
2 Hasil Wawancara 19 Oktober 2011, Pak Wuryanto S.E merupakan adik dari Pak Slamet Supriyadi, Beliau sekretaris kelompok pemuda tani lestari
37
pertanian pada tahun 1997 merupakan momen dimana pertanian
tanaman pangan mengalami tingkat kesengjangan dibandingkaan
industri dan ini ditandainya dengan pertanian konvensional yang
digadang-gadang dapat menyediakan hasil pangan yang murah dan
dengan biaya produksi yang besar. Pertanian konvensional merupakan
pertanian dengan menggunakan pupuk kimia yang telah dilakukan
secara berkelanjutan sejak tahun 1970. Sebelum menengok kondisi
tahun 1997 dan tahun 2003 didesa ringgit, kami dibawa kedalam fase
perjalanan pertanian di Indonesia. Hal yang kami temukan dalam
diskusi ini adalah peristiwa Deklarasi Ganjuran. Peristiwa ini dianggap
titik terang yuang melahirkan Paguyuban Tani- Nelayan Hari Pangan
HPS. Sedikit info yang kami dapat secara tidak langsung di media
internet dijelaskan bahwa, deklarasi Ganjuran dicetuskan dalam
Seminar Kaum Tani di Ganjuran pada tanggal 16 Oktober 1990.
Membahas ketahanan pangan nasioanal, tentunya tidak lepas
dari kearifan lokal. Kearifan local sebagai sistem dan aturan yang tidak
tertulis dimasyarakat merupakan acuan kehidupan dalam berbagai
aspek. Hal ini ditinjau dari kajian budaya yang dimiliki dan
menjadikannya sebagai bentuk nilai luhur yang dijalankan secara
berkelanjutan. Kearifan lokal akan budaya merupakan seperangkat
pengetahuan dan praktik yang digunakan sebagai solusi untuk
menyelesaikan persoalan dan kesulitan dari berbagai aspek yang
dihadapi dengan cara bijak, baik dan benar.
Dalam sejarahnya, kearifan lokal yang tidak lepas dari aspek
pangan adalah hubungan manusia dengan alam. Adanya tata aturan
hubungan manusia dengan alam bertujuan mengusahakan kegiatan
untuk konservasi guna pemeliharaan tumbuhan dan hewan untuk
keberlangsungan kehidupan mahluk bumi yang selalu menjadi bentuk
rantai makanan.
Pada mulanya kehidupan manusia sangat bergantung pada
alam, dimana hal ini ditunjukan melalui bentuk kehidupan berburu
dan mengumpulkan makanan. Dengan seiringnya perubahan zaman,
manusia mulai beralih pada kehidupan berburu dan meramu,
pemahaman manusia akan kehidupan semakin berkembang
38
berdasarkan pengalaman dan dimulainya inovasi baik dari membuat
jebakan hewan buruan dan mulai mengumpulkan tumbuhan. ketika
manusia mulai hidup menetap di gua-gua, mereka mempelajari
bagaimana mengembang biakan tumbuhan dan hewan. Dari
pemahaman akan pegalaman dan pembelajaran selama perubahan
zaman, pemahaman akan pemanfaatan alam terus berkembang dari
pengklasifikasian tanaman menurut fungsinya dan hewan
penggolongan sebagai alat transportasi, pembajak tanah dan hewan
sebagai penjaga.
Di daerah pulau Jawa, kearifan pangan lokal tidak bisa
dilepaskan dengan pengetahuan tentang gejala-gejala alam dan tanda-
tanda munculnya jenis binatang-binatang tertentu. Dalam masyarakat
jawa gejala alam dimanfaatkan sebagai patokan untuk memulai suatu
kegiatan bercocok tanam dan penentuan jenis pangan yang sesuai
dengan musim. Hal ini dinamakan dengan istilah pranatawangsa, yaitu
aturan penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian,
khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.
Menurut pengetahuan masyarakat jawa pranatamangsa
dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun
persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit,
serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada
waktu-waktu tertentu. Dasar dari prntawangsa adalah peredaran
matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari)
serta memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya. Dalam
satu tahun pranatawangsa terdapat empat periode musim periode
pertama adalah mangsa kaji, karo dan ketehu. Ketiga mangsa tersebut
termasuk dalam musim ketiga, sedangkan mangsa kapat, kalima dan
kanem masuk dalam musim labuh. Musim selanjutnya adalah
rendheng yang terdiri atas mangsa kapitu, kawolu, dan kasanga,
sedangkan mangsa sedasa, sawales dan rolas adalah musim mareng.
Dengan ilmu titen itulah tanaman pangan dikembangbiakan. Selain
pranata mangsa petani tradisional juga mempunyai pengetahuan
tentang tanda-tanda alam, yakni ilmu perbintangan sebagai contoh
munculnya bintang tertentu (lintangluku/ waluku).
39
Hingga kini pranatamangsa tetap digunakan dalam usaha
pertanian pada sebagian masyarakat Jawa. Kearifan lokal dalam
kandungan prantamangsa merupakan perwujudan dari menyikapi alam
sebagai penghasil sumber daya pangan lokal yang dapat dibudayakan
secara arif sehigga masalah kekurangan pangan dapat terhindari.
Tanaman padi di Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa
dikembangkan dari segi quantity dan quality. Hal ini tentunya
didukung oleh beberapa faktor yang bisa mengkondisikan tanaman
untuk menghasilkan hasil yang optimal, diantaranya unsur biomassa,
tanah, tanaman air dan agroekosistem.
Di Indonesia, upaya peningkatan produksi padi terus menerus
dilakukan melalui berbagai pengenalan inovasi teknologi. Dari
pengamatan fenomena yag terjadi dilapangan memperlihatkan
lemahnya hasil peningkatan produksi padi yang dicapai dari beberapa
dasawarsa terakhir ini.
System of Rice Intensification atau dikenal dengan sebutan SRI
merupkan metode budidaya tani padi yang intensif ruang dan efisien
bahan berbasis pengelolaan interaksi tanaman dengan bioreaktornya
yang mencakup mekanisme siklus ruang yang dibngun oleh bahan
organik kompos dan siklus kehidupan yang dibangun oleh semaian
mikroorganisme local (MOL). Di Indonesia SRI mulai diperkenalkan
pada tahun 1997 di Bogor oleh Prof.Normaan Uphoff dari Universitas
Cornel Amerika Serikt. Metode penggunaan SRI banyak diterapkan
diberbagai tempat di Jawa Barat, diantaranya Sukabumi, Garut,
Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur.
Teknologi Pertanian
Teknologi muncul dari pemikiran manusia yang mampu
megimplementasikan ide. Dengan munculnya ide, maka hal ini
digunakan manusia sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan,
pencapaian hidup yang lebih baik, lebih aman, dan nyaman.
40
Perkembangan teknologi terjadi karena sebagai manusia menggunakan
akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.
Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari
dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk
memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Teknologi juga
memberikan banyak kemu-dahan, serta sebagai cara baru dalam
melaku-kan aktivitas manusia. Manusia juga sudah menikmati banyak
manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi teknologi yang telah
dihasilk-an dalam dekade terakhir ini.
Pada dunia pertanian Sistem pertanian organik meupakan
perwujudan atas permasalahan pertanian. Secara sederhana pertanian
organik meupakan bagian teknologi dalam bentuk system produki
pertanian terpadu, dengan optimalisasi kesehatan dan produktivitas
agoekosistem, keragaman hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi
pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan dan berkelanjutan.
Merujuk pada Kardinan (2017) yang mengungkapkan mengapa harus
system pertanian organik diantaranya 1) harga bibit dan pupuk yang
semakin hari cenderung meningkat harganya yang disebabkan benih
yang digunakan tidak tidak dihasilkan sendiri oleh petani, sehingga
petani tidak memiliki nilai tawar terhadap harga benih. Hal ini juga
serupa dengan pupuk yang juga tidak diproduksi oleh petani. Petani
lebih percaya dengan hasil pemupukan yang diproduksi oleh pabrikasi
dengan metode kimiawi yang dijual dengan harga melambung
terlampau tinggi. 2) minimnya pengetahuan petani dalam pengelolaan
lahan pertanian. Dimulai dari pengetahuan penyiapan lahan, system
hidrologi, pola tanam, karakter lahan, cuaca dan kecenderungan pasar.
3) menghilangnya pengetahuan dan kearifan local dalam mengelola
lahan pertanian. Keempat, belum adnya kebijakan terpadu dari
pemerintah dalam mendorong kemajuan pertanian Indonesia.
Pertanian orgnik merupakan suatu gagasan kembali sebagai
teknologi yang memiliki peran sebagai solusi bagi kegiatan pertanian
mengedepankan tiga faktor, diantaranya lingkungan, ekonomi dan
social yang merujuk pada kesehatan masyarakat. Pada kenyataannya,
41
ketika salah satu factor berkembang maka factor lainnya akan terusik.
Missal dengan berkembangnya factor ekonomi, maka biasanya akan
menggangu keseimbangan lingkungan dan sisial atau sebaliknya.
Rutinitas Rumah Tangga (Daily Routine)
Lingkungan pedesaan merupakan bentuk kesederhanaan dari
warga yang tinggal. Aktivitas yang dilakukan warga dilakukan dari
matahari terbit sampai malam hari. Berdagang, bertani, pelayanan
masyarakat, serta kantor abministrasi pemerintah dan keuangan
menjadi rutinitas aktivitas yang dilakukan. Tidak kalah sibuknya
dengan perkotaan, tetapi yang membedakannya adalah kegiatan
tersebut dikemas secara lebih sederhana. Pedesaan bukan hal yang
dipandang remeh, tetapi potensi ekonomi Negara bisa bergerak untuk
keberlangsungan ekonomi.
Desa Ringgit memiliki potensi yang selalu dikembangkan oleh
warganya. Potensi dari pengelolaan lahan untuk pertanian dan
peternakan menjadi motivasi dalam memajukan desa. Berangkat dari
hal yang kecil itulah kunci dari suatu kesuksesan. Dapat dilihat
perkembangan kesejahteraan warga desa dimulai dari sektor rumah
tangga. Pada penulisan ini akan diterangkan bagaimana analisis rumah
tangga dapat mengcover kesejahteraan rumah tangga, khususnya bagi
mereka petani padi dengan menggunakan metode SRI baik dari pola
kesehatan, pendidikan, konsumsi, dan pendapatan. Keempat hal
tersebut menjadi indikator penting dalam menggambarkan
kesejahteraan warga didesa ngombol. Selain itu pola organisasi dan
kelembagaan akan dijelaskan dalam mendorong tindakan aktif dari
rumah tangga di desa Ringgit.
Desa ringgit merupakan sentra dari metode tanam SRI, meski
tidak dapat dikatakan semua pertanian disana digarap dengan
melakukan metode pertanian SRI. SRI merupakan pilihan bagi
pertanian padi di Desa Ringgit, para anggota dapat keluar dan masuk
kembali untuk melakukan metode ini. Dari kegiatan inilah seharusnya
42
dilakukan pola pengamatan dari lingkup yang paling sederhana yaitu
keluarga petani SRI.
Rutinitas dari aktivitas petani di Desa Ringgit dimulai sebelum
matahari terbit. Pada umumnya rutinitas petani dapat dikatakan sama.
Bangun pada waktu subuh dan memulainya dengan ibadah. Hal
tersebut dilakukan oleh kebanyakan orang tua dari anggota keluarga
tersebut. Dari segi gender, peran dari wanita dan pria sebagai pasangan
suami istri sebenarnya saling melengkapi. Dalam rumah tangga
keluarga wanita memang memiliki peran vital dalam mengelola
kegiatan setiap aktivitas bagi anggota keluarga. Dapat dikatakan awal
dari kegiatan ketika subuh diawali dengan instruksi seorang Ibu.
Peran wanita sebagai istri benar-benar dibutuhkan, dimana
memiliki tugas dari membangunkan semua anggota keluarga sampai
menyiapkan sarapan. Sebagai seorang istri, wanita di pedesaan
memiliki tingkat ketanggapan akan keperluan suaminya sebelum
melakukan aktivitasnya. Dengan teliti menyiapkan kebutuhan dan
peralatan sebelum suaminya berangkat ke sawah. Kegiatan rutinitas
wanita dipagi hari tentunya disesuaikan dengan aktivitas pertanian,
dimana ada masa tanam, masa pemeliharaan dan masa panen. Sarapan
bagi suami dipagi hari sebelum berangkat ke sawah sangat jarang
dilakukan, biasanya teh hangat atau air putih cukup untuk
mempersiapkan stamina berangkat ke sawah. Sekitar jam 07.00 WIB
sampai jam 09.00 WIB inilah yang digunakan untuk sarapan oleh
suami dirumah atau jika suami tidak pulang (sudah dibilang dari
rumah) istri akan menyusul kesawah dan membawakan bekal makanan
untuk suaminya di sawah, tapi sebelumnya juga memberi pakan pada
ternak dan mengurus kandang.
Disamping mengurus suami, istri membantu dan memper-
hatikan anaknya dalam mempersiapkan kebutuhan untuk berangkat
kesekolah. Hal tersebut dilakukan dari membangunkan anak sambil
mengajak berbincang mengenai apa yang perlu dippersiapkan dari
buku-buku yang akan dibawa, bekal makanan atau uang jajan dan
kesiapan dari pekerjaan rumah yang merupakan tugas dari guru
disekolah. Perisapan tersebut berlangsung dari jam 05.00 WIB sampai
43
dengan pukul 07.00 WIB. Sebelum berangkat sekolah diwajidkan
untuk sarapan terlebih dahulu, tapi terkadang bila telat buru-buru
mereka berangkat sekolah. Ada kebiasan karena dekat dari sekolah
mereka lebih memilih pulang kerumah pada jam istirahat, baik untuk
sarapan dan menonton televisi kemudian balik lagi mengikuti aktifitas
belajar di sekolah. Aktifitas pertanian yang dilakukan petani baik
suami dan istri biasanya selesai diantara pukul 10.00 WIB sampai
dengan 11.00 WIB, dimana jadwal ini juga hampir sama ketika anak-
anak SD pulang sekolah.
Aktivitas disiang hari cenderung untuk beristirahat dan makan
siang. Waktu istirahat bagi kalangan petani sangat flexible dan
menyesuaikan kegiatan yang dirasa perlu untuk ditangani. Hal ini
mungkin disambi dalam menjemur gabah, mengurus kandang
peternakan, dan mengurus administrasi pada perkumpulan kelompok
tani SRI. Istri biasanya telah menyiapkan bahan untuk dimasak
sebelum menyusul suami ke sawah, sehingga ketika pulang istri tinggal
memasak dan menyajikan untuk makan bersama. Idealnya memang
seperti itu, tetapi tidak semua rumah tangga petani seperti itu.
Terkadang mereka sudah mnyiapkan makan siang di pagi hari.
Aktivitas rutin setelah istirahat dan makan siang dimulai pada
pukul 13.00 WIB atau pukul 14.00 WIB. Petani biasanya melanjutkan
aktivitas lagi di sawah. Apabila musin tanam, maka petani lebih konsen
pada penggarapan tanah dan pemupukan di awal persiapan tanam.
Aktivitas tersebut diantaranya membawa pupuk kompos ke lahan
pertanian, persiapan penyemaian bagi mereka yang menyediakan bibit
sendiri, membajak atau mempersiapkan tanaman pagar. Kegiatan pada
siang hari untuk musim tanam lebih banyak ragamnya ketimbang
dipagi hari yang lebih fokus pada pemupukan dan membajak sawah
dengan traktor.
Berbeda dengan masa pemeliharaan. Para petani pada masa ini
cenderung untuk memelihara dan waspada terhadap serangan hama
atau virus pada tanaman. Pemeliharaan tersebut dilakukan secara rutin
baik pagi dan sore hari secara berkala. Memang hal ini tidak dilakukan
setiap hari, namun petani secara biasa harus melakukannya setiap hari.
44
Kegiatan ini berlangsung sampai masa panen tiba. Apabila ada serangan
hama tikus, petani memiliki kebiasaan untuk berburu tikus bersama
dengan peralatan yang sederhana.
Kegiatan bertani diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Setelah selesai
beraktivitas kegiatan selanjutnya adalah menikmati waktu keluarga
bersama. Makan malam dan menonton televisi merupakan rutinitas
yang selalu dilakukan. Disamping itu pendampingan anak selalu
dilakukan seperti mengajari dan membantu pekerjaan rumah.
Terkadang hal tersebut dicampur dengan canda kepada anak atau
terkadang sebaliknya cenderung marah jika anak dirasa
mengjengkelkan. Adapun jika ada kegiatan malam seperti pertemuan
biasanya pengajian, perkumpulan kelompok tani, selamatan dan
kegiatan sosialisasi terkait kebutuhan bersama.
Peran pria dan wanita dalam kegiatan perekonomian di desa
Ringgit sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi
rumah tangga, sumber daya manusia, dan manajemen hasil pertanian.
Pada dasarnya antara peran wanita dan pria ada perbedaan. Pria lebih
identik dengan kepemimpinan dalam rumah tangga, pengambil
keputusan dalam regulasi pengembangan kelompok tani, dan
mempunyai tenaga yang besar serta manajemen yang baik dalam
mengelola lahan pertanian. Adapun peran wanita tidak lepas dari
memotivasi pria dalam beraktivitas. Peran wanita lebih banyak
dibelakang layar dimana dapat dijelaskan bahwa mereka lebih banyak
berkonsentrasi dalam mengelola kegiatan rumah tangga, pendidikan
anak, kesehatan keluarga dan memperhitungkan anggaran konsumsi
keluarga. Dalam kegiatan tanam SRI wanita selalu memiliki peran
terutama dalam memotivasi suaminya. Jika wanita (istri) mendukung
suaminya melakukan kegiatan pertanian dengan pola tanam SRI, maka
sang suami tidak mengalami keraguan dalam mengolah pertanian
justru ada kekuatan secara psikologi dalam memberi semangat untuk
bekerja di sektor pertanian.
Wanita lebih terampil dan teliti dalam kegiatan pertanian. Hal
ini dapat ditunjukkan dalam peran kelompok tani, dimana peran
wanita ada didalam pembuatan MOL, pencatatan administrasi,
45
pensortiran barang, pengepakan, dan entrepreneur (memiliki kreasi
dalam member nilai tambah produk tani) pertanian.
Tabel 4.4 Kegiatan di Lingkungan Desa di Luar
No Pelaku Kegiatan Keterangan
1 Ayah Perkumpulan Kelompok Tani Pengajian Rapat RT Njagong atau membantu hajatan
Diadakan sebualan sekali setiap minggu terakhir. Diadakan setiap hari kamis malam jum’at Rapat RT diadakan sebulan sekali
2 Ibu Perkumpulan Kelompok Tani Perkumpulan Ibu-ibu PKK Pengajian Njagong atau membantu hajatan
Diadakan sebulan sekali setiap minggu terakhir Diadakan sebulan sekali Diadakan setiap hari kamis malam jum’at
3 Anak Les Mengaji
Seminggu 2 kali Setiap hari pada sore hari
Tabel 4.5 Rutinitas Rumah Tangga dari Keluarga Petani SRI
No Pelaku Kegiatan Rutinitas
Kegiatan Masa Tanam
Kegiatan Masa Panen
1 Ayah Bangun pagi dan Ibadah Persiapan dan berangkat ke sawah Istirahat dan makan siang Aktivitas disawah Istirahat dan mendampingi anak
Pembajakan sawah Pengangkutan kompos, pengairan sawah dengan diesel, penanaman padi dibantu dengan tenaga kerja yang lain, matun, penyemprotan Mol Pembuatan Mol
Pemanenan padi, penggilingan padi, penjemuran padi, persiapan lahan dengan mengangkut kompos
2 Ibu Bangun pagi dan mempersiapkan anak untuk sekolah, serta membantu suami. Persiapan untuk masak makan siang dan menyediakan bekal suami Berangkat ke
Membantu menyebar kompos, tandur atau penanaman padi, matun atau penyiangan, membantu penyemprotan Mol
Pemanenan padi, penjemuran padi, penyortiran gabah dan beras, pengepakan beras ke kantong-kantong, pendataan penjualan beras Organik Bogowonto
46
No Pelaku Kegiatan Rutinitas
Kegiatan Masa Tanam
Kegiatan Masa Panen
sawah Istirahat dan makan siang Mengurus kandang atau ikut kesawah Istirahat dan mendampingi anak
3 Anak Bangun dan mempersiapkan diri berangkat sekolah Pulang sekolah istirahat Mengikuti les, mengaji dan bermain Istirahat, belajar dan didampingi orang tua
Membantu membawakan makanan kecil ke sawah, bermain di area persawahan
Membantu penjemuran gabah, pengepakan gabah ke bagor-bagor saat penjemuran dan bermain
Kondisi Politik SRI di Desa Ringgit
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pertanian SRI mulai
dikenal luas baik dikalangan petani Desa Ringgit Kabupaten
Purworejo, sampai se-Indonesia. Desa Ringgit terkenal sebagai pelopor
pertanian SRI di Purworejo dimana jumlah petani SRI satu Kabupaten
Purworejo pada tahun 2013 kurang lebih 100 petani, khusus desa
ringgit sebanyak 10 petani SRI. Ada beberapa fenomena yang
mempengaruhi pertanian SRI ini diantaranya ada sebagai berikut.
1. Pertanian SRI merupakan pertanian organik yang dikenal
bagus dimana untuk desa Ringgit sudah diketahui dari tahun
2003 sampai sekarang. Pertanian ini banyak dikenal melalui
media cetak dan eletronik seperti internet. Terkenalna
pertanian ini justru tidak sebanding dengan apa yang dilihat
dalam realitanya.
2. Pertanian organik SRI tidak mengalami perkembangan yang
stabil dimana petani di desa Ringgit mengalami penurunan dan
peningkatan pada tiap tahunnya, baik dilihat dari jumlah petani
47
maupun lahan yang disediakan. Bila dilihat dari kelompok tani
SRI lestari data tersebut sangat memprihatinkan.
3. Kelompok tani dan pemerintah sering mengalami miss
komunikasi dan presepsi terhadap kebijakan yang dibutuhkan
petani SRI. Hal ini ditunjukan pada ketidakterimaan
pemerintah terhadap petani yang menanam dengan metode
SRI. Kekakuan pemerintah dan monotonnya bantuan
pemerintah yang masih cenderung ke pertanian konvensional.
Adanya pertentangan dikalangan PPL dari dinas pertanian
dengan dinas pengendalian hama dimana ditunjukkan pada
tekhnik pertanian.
4. SRI hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mencari dana
dimana kelompok SRI lestari hanya dijadikan gambaran dari
lokasi SRI yang mau diterapkan. Petani pernah mengalami
kerugian untuk satu musim tanam hanya habis untuk
membiayai tamu-tamu dari pemerintahan yang datang untuk
meninjau.
5. Adanya sentimen dari pemerintah yang menjabat sehingga
pertanian SRI tidak berkembang pesat.
6. Cluster pengembangan SRI terkendala dari kepentingan
kelompok, trah pemerintah lokal (kepala desa), dinas pertanian,
dan kebijakan pusat.
Kondisi Sosial Budaya
Tradisi masyarakat di desa Ringgit tidak lepas dari kebersamaan
dalam bentuk gotong royong, musyawarah, dan kegiatan keagamaan
yang saling memberikan toleransi terhadap kepercayaan yang dianut.
Acara bersih desa di desa Ringgit sudah lama ditinggalkan, hal ini
berbeda dengan desa-desa tetangga yang masih menjalankan bersih
desa. Kegiatan kebersamaan yang sering dilakukan adalah kegiatan
keagamaan seperti halnya pada hari raya umat Islam Idul Fitri, dimana
semua warga saling bersilahturami di satu masjid setelah sholat Ied.
48
Acara tersebut berupa makan ketupat bersama warga desa baik yang
beragama non muslim. Selain itu kegiatan idul adha juga dilakukan
secara bersama dimana pembagian daging dilakukan oleh panitia yang
bertugas mendistribusikan daging ke seluruh warga desa, jika masih
ada sisa daging sisa tersebut dibagikan kepada warga non muslim.
Kegiatan kebersamaan juga dilakukan ketika ada hajatan
pernikahan warga desa. Yang menjadi keunikannya adalah kegiatan itu
ramai sebelum hari H , dimana malam hari sebelum pernikahan digelar
warga pada datang untuk bersilahturahmi dan membantu persiapan
acara pernikahan. Jika ada acara warga desa yang meninggal, warga
akan bergotong royong dalam mengurus pemakaman. Bentuk
solidaritas warga terhadap keluarga yang berduka ditunjukkan dengan
sumbangan beras kepada pihak yang berduka. Dari seluruh kegiatan
warga yang sudah dijelaskan, dapat terlihat pentingnya gotong royong
dan masih dijaganya pola kebersamaan yang memperkuat komunitas
pertanian yang ada di desa tersebut.
Gambaran Umum Usaha Tani SRI Organik
Berdasarkan pengungkapan pelaku dan pendamping SRI di
Desa Ringgit, yaitu Mas Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa3.
Seperti yang diketahui bahwa pertanian pada tahun 1997 merupakan
momen dimana pertanian tanaman pangan mengalami tingkat
kesenjangan dibandingkaan industri dan ini ditandainya dengan
pertanian konvensional yang digadang-gadang dapat menyediakan
hasil pangan yang besar dan dengan biaya produksi yang murah.
Pertanian konvensional merupakan pertanian dengan menggunakan
pupuk kimia yang telah dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun
1970. Sebelum menengok kondisi tahun 1997 dan tahun 2003 di desa
Ringgit, pertanian didesa Ringgit dibawa ke dalam fase perjalanan
3 Hasil Wawancara pada tanggal 22 April 2012 saat FGD (Focus Grup Discusion) dengan Kelompok Pemuda Tani Lestari di Rumah Pak wuryanto. Sejarah SRI diolah oleh peneliti sesuai dengan pernyatan dari key informan (Mas Bejo, Sr. Alfonsa, dan Pak Wuryanto)
49
pertanian di Indonesia. Hal ini akhirnya mengungkapkan mengenai
peristiwa Deklarasi Ganjuran. Deklarasi Ganjuran dilahirkan pada
tahun 1990 ketika Revolusi Hijau mulai menunjukkan kelemahan-
kelemahan mendasar yang perlu dibenahi. Dua kelemahan mendasar
yang ingin dibenahi oleh Deklarasi Ganjuran adalah meningkatnya
kerusakan lingkungan, berubahnya produksi petani, dan hilangnya
kemandirian petani. Deklarasi Ganjuran (DG) merupakan hasil kesepa-
katan petani yang berisikan keprihatinan terhadap nasib mereka yang
disebabkan oleh kebijakan dan dampaknya pada ekonomi rumahtangga
dan rusaknya lingkungan hidup, ekosistem serta daur produksi petani.
Deklarasi Ganjuran pada tahun 1990 lahir dalam rangkaian kegiatan
AISA (for Social Action) V di Ganjuran, Bantul, Yogyakarta oleh FABC
(Federaton of Asian Bishop’s Conference) pada tagl 16 Oktober 1990
dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS).
Sebelum adanya metode pertanian SRI, kegiatan pada tahun
1997 di Desa Ringgit lebih berpusat pada pertanian organik yang
menjadi dasar adalah ekologi tanah. Pada tahun 1997 lahan pertanian
mulai terbengkalai dan kesejahteraan petani mengalami keterpurukan
akibat dari proteksi yang terlalu berlebihan pada sektor industri
dengan kebijakan pangan murah agar terjangkau oleh buruh industri
yang bergaji murah. Di Desa Ringgit mulai adanya keterpurukan
terhadap kesuburan lahan dan mahalnya biaya produksi dilihat dari
ketersediaan pupuk anorganik.
Selama tahun 1997 sampai 2003 banyak peristiwa yang terjadi
terkait dengan pertanian organik yang diperjuangkan oleh kesusteran
PMY (Putri Maria dan Yosef) dengan petani di Wonosobo dan di desa
Ringgit. Pelayanan pendampingan dari kesusteran PMY untuk daerah
Wonosobo lebih berkonsentrasi kepada pertanian sayuran organik dan
tanaman pangan padi. Untuk didaerah Desa Ringgit dikonsentrasikan
pertanian sektor pangan dengan tanaman padi. Hasil pertanian organik
yang dilakukan di dua tempat tersebut mengalami peningkatan yang
dikatakan baik. Pemasaran hasil panen dilakukan dengan memanfaat-
kan modal sosial dan spiritual yang dilakukan melalui umat digereja.
Disamping itu hasil pertanian juga dilakukan seperti biasa dengan cara
50
promosi dan kemitraan. Pada tahun 2000 sempat mengalami kegagalan
hasil panen yang ditandai dengan kualitas beras yang buruk.
Pemasaran sudah sampai Jakarta dan Semarang. Akibatnya beras
dikembalikan lagi ke petani karena mutu yang dijual mengalami
kerusakan yang dapat dilihat dari kondisi beras yang berwarna
kebiruan, sedikit busuk, dan bau apek. Dampak dari perisitiwa ini
adalah petani mengalami trauma dimana adanya keengganan dan
kekecewaan untuk tidak mau menanam pertanian organik lagi.
Menurut Sr. Alfonsa pertanian di Desa ringgit sempat
menggunakan pupuk cair yang merupakan sari tebu. Pupuk ini di stok
berdrum-drum dari agen yang memasok kedaerah kecamatan
Ngombol. Sampai satu ketika ada rancangan untuk membuat bak yang
bertujuan untuk langsung disalurkan ke pareal sawah pertanian. Hal
tersebut dinilai sangat memprihatinkan bagi petani karena biaya yang
dikeluarkan juga menambah ongkos tanam yang tidak ringan.
Penerapan sistem pertanian padi SRI organik di purworejo
khususnya desa Ringgit didasari oleh kesadaran petani akan buruknya
dampak yang diberikan dari penggunaan bahan-bahan kimia terhadap
tanah. Pada tahun 2003 petani di desa tersebut diperkenalkan dengan
system SRI oleh Ir. Dinda dari Bandung yang sudah mengikuti PET
(Pembelajaran Ekologi Tanah) + SRI dengan Ir. Alik Sutaryat. Saat itu
pada tanggal 10 – 14 Agustus 2003 dengan mengirimkan 4 delegasi
antara lain (Kuntadi dari Boro, Winarto dari Ringgit, Sr.Brigitta dan
Sr.Alfonsa), mereka mendapat kesempatan untuk mengikuti PET + SRI
yang diselenggarakan oleh Komisi PSE Keuskupan Bandung (P.Joko) di
Indramayu. Dan saat itu juga mereka berdiskusi dengan Pak Alik agar
dapat memberikan pelatihan PET + SRI di Jawa Tengah.
Seiring berjalannya waktu pada tanggal 12-16 Oktober 2003,
atas kesediaan Pak Alik dan timnya (2 orang) dan dukungan dana
peringatan HPS dari Rm Sigit Pramudji Pr selaku DELSOS/Ketua
Komisi PSE Keuskupan Purwokerto menyelenggarakan pelatihan PET
+ SRI di desa Ringgit dengan peserta sekitar 30 orang petani
(kebanyakan dari wilayah Purworejo, ditambah 3 peserta dari Klaten
dan 1 peserta dari Wonosobo). Pembelajaran ini juga menjadi awal
51
terbentuknya pemahaman baru tentang pertanian organik dan
bergabungnya petani organik di Purworejo dengan jaringan yang lebih
luas untuk mengembangkan PET dan SRI Organik atau biasa disebut
PETA Organik (Prkumpulan Tani Organik).
Pemahaman praktek PET dan SRI Organik beberapa petani
semakin tahun terus meningkat melalui kegiatan-kegiatan jaringan
yang diikuti. Jaringan petani pelaku SRI Organik Kabupaten Purworejo
memiliki 10 orang petani yang memiliki kemampuan untuk menjadi
trainer PET dan SRI Organik, pada tahun 2010 kelompok pemuda tani
Lestari Desa Ringgit yang diketuai oleh Bapak Slamet berusaha
mengembangkan Agribisnis Padi Terpadu Pedesaan. Menurut beliau
Kelompok Pemuda Tani LESTARI selama ini sudah mulai
mengembangkan usaha pemasaran hasil pertanian padi organik. Usaha
ini dimulai dari budidaya padi SRI Organik, pengolahan pasca panen:
pengeringan, pengilingan, seleksi kualitas beras, pengepakan dan
pemasaran ke berbagai daerah.
Penerapan SRI Organik
Dalam wawancara dengan para petani di Desa Ringgit, musim
tanam di desa tersebut ada dua, yaitu musim kemarau (Gadu) dan
musim hujan (rendeng). Musim tanam I (MT I) dimulai pada bulan
November saat musim hujan dan musim panen I (MP I) terjadi diantara
akhir bulan februari dan bulan maret. Musim Tanam II (MT II) dimulai
pada bulan Maret dan Musim Panen II (MP II) pada bulan Juli,
sedangkan sisa dari 1 tahun tersebut terkadang digunakan untuk
menanam tanaman palawija atau dibiarkan menganggur.
Lahan
Lahan yang digunakan para petani SRI rata-rata berada di Desa
Ringgit dengan luas rata2 garapan 1500 m2 atau penduduk sekitar
sering mengistilahkannya dengan satu iring (1 iring = kurang lebih
sekitar 1500 m2). Status kepemilikan lahan yang berada di Desa Ringgit
terbagi menjadi empat jenis, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa,
52
lahan sakap, serta lahan bengkok. Kepemilikan lahan petani SRI di
Desa Ringgit sebagian besar adalah lahan milik sendiri, dan sebagian
lain merupakan lahan sakap4. Luas lahan yang ditanami SRI organik di
Desa Ringgit dapat dilihat berikut ini.
Tabel 4.6 Data Luas Lahan Garapan Petani SRI Organik Desa Ringgit,
Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo.
NO Nama Petani SRI Organik Luas Lahan Lokasi Lahan
1. Slamet 1800 Sikendil
6363 Sikauman
3009 Siklepu
1500 Sikendal
2. Wuryanto 2173 Siketanan
4300 Simijil
1795 Sipathok
3. Kuntaufik 4020 Simalang
2800 Abean
2000 Sipiter
4. Sarjan 1904 Ngeban
5. Sutadi 1243 Simijil
6. Suheni 1747 Simijil
2270 Silorok
3600 Bleber
7. Eko 3600 Sikendal
8. Narto 2000 Silaban
9. Tri Iskak 1880 Siburuan
10. Bejo 1000 Ds Tunjungan
1800 Abean
11. Wahyudi 2150 Sicangkring
1000 Sipopohan
12. Pairin 2070 Sigumbeng
13. Sartono 1800 Cangkring
TOTAL 57824 m2 57,82 Ha
Sumber : Data diperoleh saat FGD bersama Kelompok Tani 2015
Berbicara mengenai lahan, maka tidak lepas dari bagaimana
petani SRI mengelola lahan. Pengelolaan tanah mengutamakan
penggunaan bahan organik atau kompos antara 5 – 7 ton per hektar
(dengan catatan jerami kembali ke tanah) atau disesuaikan dengan
tingkat kesuburan lahan. Kompos adalah bahan organik yang telah
4 Sakap merupakan lahan milik orang lain yang digarap oleh petani dengan system bagi hasil namun biaya operasional ditanggung oleh petani, dan pemilik hanya menanggung biaya tetap seperti pajak.
53
lapuk yang menyerupai tanah dengan struktur remah berasal dari
berbagai bahan organik (hijauan, sisa tanaman, kotoran ternak dan
limbah organik lain) yang sengaja difermentasi dengan memanfaatkan
peranan biota tanah dan mikroorganisme dengan kondisi tertentu.
Dalam pengolahan lahan, kompos diberikan pada saat 1-2 minggu
sebelum bibit padi ditanam, pada pengolahan kedua, atau saat perataan,
ketika kondisi air di petakan macak-macak. Di dalam pertanian SRI
Organik kompos berfungsi sebagai berikut.
a. Memperbaiki kondisi fisik tanah
b. Mendorong kehidupan di dalam tanah, seperti cacing dan
mikroorganisme yang meningkatkan kesuburan lahan
c. Memperbaiki kondisi kimia tanah yakni memperbaiki pH
(derajat keasaman) tanah
d. Membangun kembali ruang bioreactor sebagai penyedia
nutrisi bagi tanaman
e. Memperkuat imunitas tanaman
Kompos yang digunakan oleh petani SRI ini merupakan buatan
sendiri, bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos adalah
bahan yang banyak mengandung nitrogen (bahan basah) dan bahan
yang mengandung karbon (bahan kering). Bahan – bahan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 1.
Bahan yang mengandung nitrogen : sisa makanan dan sayuran, daun-daunan hijau, kotoran ternak.
Bahan yang mengandung karbon : serbuk gergaji, sekam padi, abu, jerami kering dan daun kering.
Sumber: Trainer PETA Desa Ringgit (Mas Bejo)
Gambar 4.1. Bahan Pembuatan Kompos
54
Persiapan lahan untuk bertani dimulai dengan mengolah lahan
tanam menggunakkan traktor. Traktor yang digunakan merupakan
milik kelompok tani Lestari, biaya yang dikenakan untuk membajak
sawah hingga selesai adalah Rp. 100.000,- digunakan untuk bahan
bakar dll. Perlu diketahui bahwa lahan yang akan digunakan dengan
metode SRI ini pada setiap pinggirannya di beri mulsa untuk menanam
tanaman legume, hal ini menurut para petani bertujuan sebagai
tanaman pagar, seperti yang dikemukakan Bapak Wuryanto :
“Mulsa ini digunakan sebagai tanaman pagar (Legume) karena lahan sebelah merupakan lahan padi konvensional yang menggunakan kimia, logikanya pagar angin membawa zat – zat kimia dari lahan sebelah, nah angin ini ditangkal oleh tanaman kacang ini, sehingga dimungkinkan padi steril dari kimia, tanaman kacang ini efektif dan lebih murah ketimbang kita menggunakan jala sebagai pagar.” (Pernyataan sudah diterjemahkan oleh peneliti kedalam bahasa Indonesia)
Di dalam persiapan lahan, yang perlu diperhatikan adalah
disalah satu pinggir lahan diberikan 3 kotak yang bertujuan untuk
filter air, kotak pertama berisi bebatuan, kotak kedua berisi tanaman
enceng gondok, kotak ketiga berisikan pasir. Hal ini bertujuan untuk
sterilisasi air, walaupun menggunakan air tanah, hal ini juga untuk
mengantisipasi adanya residu kimia yang terdapat pada air tanah.
Kemudian di lahan yang akan ditanami juga diberikan tempat saluran
air biasanya terdapat di tengah lahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Dari kiri ke kanan : tanaman pagar – saluran air ditengah –
sterilisasi air
55
Bibit
Bibit yang digunakan oleh petani SRI organik Desa Ringgit
merupakan bibit yang dibuat sendiri oleh kelompok petani Lestari, dan
dikoordinir oleh Ketua Kelompok sesuai dengan pesanan yang akan
ditanam oleh para anggota kelompok tani. Varietas bibit yang ditanam
yaitu sintanur, janur dan jasmine, kebanyakan petani SRI Ringgit
menanam jenis varietas Janur. Varietas Janur merupakan persilangan
antara Jasmine dan SIntanur yang disilangkan oleh Bapak Slamet,
varietas Janur ini digunakan oleh sebagian besar petani SRI Organik
dikarenakan varietas ini sangat cocok diaplikasikan pada metode SRI.
Jumlah bibit yang digunakan dalam metode SRI organik untuk luasan
lahan satu iring hanya membutuhkan 1-2 kg. penggunaan jumlah bibit
sebenarnya hanya 7-8 ons, kelebihan bibit digunakan untuk
penyulaman tanaman yang mati karena terinjak, tertiup angin, atau
dimakan oleh hama keong. Hal ini karena benih yang dipindah dari
lahan persemaian ke lahan sawah masih sangat muda (7-14 hari) dan
belum kokoh, sehingga sangat rentan terhadap kondisi lingkungan.
Penggunaan bibit muda dalam metode SRI membantu tanaman dalam
mempermudah menyerap makanan, sehingga mampu menghasilkan
banyak anakan.
Di dalam proses pembibitan SRI Organik, agar memperoleh
bibit yang sehat dan bermutu terdapat langkah-langkah yang secara
teknis harus diterapkan, antara lain :
a. Pemilihan benih yang baik,
Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas
dalam metode SRI ini harus terlebih dahulu diadakan
pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara
penyeleksian menggunakan larutan garam.
b. Perendaman benih,
Benih yang telah diuji tersebut kemudian direndam dengan
menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk
melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempercepat benih
56
untuk berkecambah. Dalam proses perendaman ini dilakukan
selama 24 jam sampai 48 jam.
c. Penganginan benih,
Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan
dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah
tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke
dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempat yang
lembab. Penganginan ini dilakukan selama 24 jam.
d. Persemaian benih,
Persemaian dengan metode SRI dilakukan dengan
mempergunakan tampah atau besek, atau di hamparan sawah,
hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman
e. Penanaman benih
Setelah persemaian bibit dipindahkan ke lahan dan ditanam
dalam keadaan utuh ( akar tidak putus). Kondisi air pada saat
tanam adalah “macak-macak”5, bibit yang ditanam setiap
lubangnya berisi satu benih dan ditanam dangkal, yaitu pada
kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal. Jarak
tanam yang digunakan bervariasi, yaitu 25x25 cm dan 30x30
cm apabila tanah sudah dianggap subur maka jarak tanam bisa
30 x 30 cm, 40 x 40 cm bahkan 50 x 50 cm. Penanaman jarak
tanam yang lebar dalam prinsip SRI bertujuan untuk
mendorong pertumbuhan akar secara optimal serta
memaksimalkan sinar matahari yang cukup secara optimal.
Jarak tanam menentukan produksi anakan. Semakin jarang
maka semakin banyak hasil anakan karena persaingan atas
kebutuhan hidup tanaman semakin sedikit. Namun demikian,
semakin jarang juga mempengaruhi populasi satuan luas. Oleh
karena itu perlu pengalaman untuk menentukan jarak optimal
di masing-masing lokasi
5 Macak-macak adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang
57
Pengelolaan Air, Pemupukan dan Penyiangan
Pada metode SRI terdapat perlakuan yang berbeda dalam
pemupukan setelah tanam. Pupuk yang digunakan setelah benih
ditanam yaitu dengan menggunakkan MOL (Mikroorganisme Lokal).
Mol berfungsi dalam membantu pertumbuhan tanaman dan kesehatan
ekosistem, serta dapat melarutkan unsure hara makro dan mikro tanah.
Petani SRI di Desa Ringgit tidak semua mampu membuat Mol, akan
tetapi dibuat oleh ketua kelompok tani ( Bapak Slamet) yang nantinya
dibagi-bagikan kepada seluruh anggota kelompok. Dalam pertanian
dengan metode SRI Organik, Mol dibagi menjadi empat jenis antara
lain Mol tunas (Giberelin), Mol Batang (Sitokinin), Mol daun (Auxin),
Mol Inhibitor, serta Mol untuk pengisian bulir. Secara teknis
pemberian Mol dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini :
Sumber : Diperoleh dari PETA Organik Desa Ringgit
Gambar 4.3 Pemberian Mol
Dengan melihat gambar diatas, berbicara mengenai
pengelolaan air maka proses pengelolaan air dan penyiangan dalam
metode SRI desa Ringgit dilakukan sebagai berikut :
1. Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST),
keadaan air dilahan adalah macak-macak
58
2. Padi berumur 10 HST air kembali digenangkan dengan
ketinggian 2-3 cm selama satu malam. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan penyiangan (matun) tahap pertama. Penyiangan
atau matun dilakukan 4 kali setiap 10 hari sekali sebelum
disemprot dengan Mol hingga padi berumur 40 HST.
Frekwensi penyiangan hingga 4 kali bertujuan untuk menjaga
ketersediaan oksigen di dalam tanah, membantu tanah tetap
gembur dan mengembalikan fungsi gulma agar lebih cepat
sebagai nutrisi bagi tanaman padi. Setiap kali penyiangan
dilakukan juga penerapan MoL (mikroorganisme lokal) buatan
sendiri. Bahan-bahan pembuat MoL antara lain berupa buah-
buahan, buah Maja, Rebung Bambu, Bonggol Pisang dan lain-
lain.
3. Pada saat padi berumur 50-60 HST kondisi air dilahan
dikeringkan, hal ini bertujuan untuk menghentikan peranakan.
4. Pada saat padi berumur 70-80 HST, lahan digenangi air kembali
setinggi 2 cm hingga 70% bulir padi masak kemudian air
dikeringkan kembali hingga panen.
Gambar 4.4 Grafik Peranakan Tanaman Padi (Uji Coba dalam Pot)
59
Di dalam teknisnya pengembangan padi SRI Organik ini dapat
diteliti dan diuji coba didalam pot, berikut adalah hasil ujicoba
peranakan padi dengan metode SRI Organik:
Grafik ini adalah hasil pengamatan peranakan tanaman padi
pada pot (Pak Slamet, Ringgit 2007). Hasil pengamatan ini memberikan
petunjuk pada kita:
Umur vegetatif tanaman padi (Sintanur) sekitar 58 – 60 hari
(benih 10 hari ditambah 48 HST).
Peranakan yang lambat saat umur tanaman muda
mempengaruhi jumlah anakan produktif.
Menurut beliau kita bisa mengusahakan terjadinya percepatan
peranakan pada saat tanaman umur muda dengan mengoptimalkan
fungsi dan peran KOMPOS dan MoL serta membantu pertumbuhan
dan perkembangan perakaran tanaman dengan ’matun’ dan
pengelolaan air.
Panen dan Pasca Panen
Umur panen dipengaruhi oleh varietas yang ditanam,
umumnya berkisar antara 100-120 hari. Tenaga kerja untuk panen
biasanya dengan mempekerjakan tenaga kerja sejumlah 10-14 orang.
Biaya yang dikeluarkan pada saat pemanenan adalah tenaga kerja yang
dibayar dengan padi besarnya 10% dari total hasil yang didapat,
kemudian setelah itu dilakukan penjemuran gabah basah sebanyak 3x.
1 iring lahan mendapatkan 1,5 ton gabah basah, dan setelah
dikeringkan dan diolah menjadi beras sebesar 500 – 550kw, harga beras
organik di desa ringgit adalah Rp8.900,- yang diterima petani,
sedangkan dijual keluar dengan harga Rp10.200,- beras merah
Rp9.900,- dijual ke luar Rp10.900,- beras hitam Rp25.000,- dijual ke
luar Rp 26.000,- perbedaan harga dengan selisih Rp1.000,- digunakan
untuk biaya operasional kelompok.
Hasil panen tanaman padi yaitu berupa gabah dan jerami.
Gabah yang sudah dikeringkan dan digiling menyisakan kulit gabah
dan dedak. Kulit gabah yang dibakar dapat digunakan sebagai pupuk
60
yang disebut merang, sedangkan dedak dapat digunakan sebagai pakan
ternak. Untuk jerami harus dikembalikan kembali ke lahan untuk
dijadikan kompos. Karena dalam 1 kilogram jerami terdapat unsure-
unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti Nitrogen (N),Phosfor
(P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), serta Silikat (Si) yang
berfungsi sebagai imun bagi tanaman padi
Berikut peneliti sajikan hasil demplot tanam SRI Organik Desa
Ringgit Kecamatan Ngombol Purworejo milik Bapak Slamet Supriyadi.
• Lahan milik : Pak Slamet Supriyadi
• Luas Lahan : 725 M2
• Tanggal tanam : 18 November 2007
• Varietas : Sintanur
• Umur Benih : 10 hari
• Jarak Tanam : 25 x 25 cm ; 30 x 30 cm ; 40 x 40 cm ; 50 x 50 cm
• Bahan / Pupuk Organik : Jerami, Kotoran Sapi
• Tanggal Panen : 25 Februari 2008
• Produktifitas dengan ubinan : 11,44 ton / Ha
• Produktifitas riil : 783 kg
• Pengukur Produktifitas : PPL Kecamatan Ngombol
63
Analisis Usaha Tani
Analisis usaha tani pada penelitian ini dijelaskan secara
deskriptif. Penjelasan analisis usaha tani diasumsikan bahwa seluruh
petani SRI Organik memiliki lahan sendiri. Analisis usaha tani petani
SRI Organik dapat dilihat dalam table analisis dibawah ini :
64
Tabel 4.7. Analisis usaha tani Konvensional dan SRI Organik
Jenis Tanaman : Padi Sintanur
Luas Lahan : 1 Iring
Waktu : 120 hari
Konvensional SRI Organik
Vol/ Kg
Harga (Rp)
Total (Rp)
Vol/ Kg
Harga (Rp) Total Ket
Hasil Produksi (GKP) 450 5.700 2.565.000 1432
Biaya Produksi
Olah Tanah Traktor 1 100.000 100.000 1 100.000 100.000 Biaya Angkut 1 100.000 100.000 1 100.000 100.000 Diesel 1 5.000 5.000 0,5 5.000 2.500 Penanaman
Benih 4 8.000 32.000 1,5 10.000 15.000 Tenaga Kerja 3 8.000 24.000 3 8.000 24.000
Pemupukan Urea 32,5 1.600 52.000
Ponshka 23,5 2.300 54.050
SP 36 16,5 2.200 36.300
ZA 6,5 1.200 7.800
Kotoran Ayam
18 3.700 66.600
Kotoran Sapi 10 5.600 56.000 27 5.600 151.200 Kotoran Kambing 30 2.750 82.500
Penyiangan Pestisida 100 800 80.000
MoL
7 10.000 70.000 Alat Matun 2 5.000 10.000
Tenaga Kerja 8 8.000 64.000
Pemanenan Konven-sional : TK dibayar 10% dari hasil Harga beras untuk petani Rp. 8900 beras tidak layak jual digunakan untuk konsumsi
Biaya Angkut 1 100.000 100.000 1 100.000 100.000 Tenaga Kerja 10% 4 8.000 32.000
Pasca Panen Gabah kering (GKP) 450 5.700 2.565.000 1432 Penggilingan (GKG)
1240
Beras Sortir 650 8.900 5.785.000
Total Produksi
657.150
807.800
Pendapatan Bersih 1.907.850 4.977.200
Sumber : Olahan Data Primer hasil diskusi dengan beberapa petani
65
Pada tabel usaha tani diatas mengenai produktivitas padi,
peneliti membandingkan antara metode konvensional dan metode SRI
organik. dengan tujuan untuk melihat besaran produktivitas usaha tani
pada metode SRI Organik. Tabel diatas menjelaskan jumlah produksi
per satuan luas lahan (kg/iring). waktu penelitian dilakukan pada saat
MT I (Masa Tanam Pertama) pada akhir bulan November 2011,
perbedaan antara MT I dan MT II tidak terlalu besar karena di Desa
Ringgit pada dasarnya hanya melakukan dua kali penanaman padi. MT
I dilakukan pada bulan November hingga Februari dan MT II
dilakukan pada bulan April hingga Juli.
Pada tabel memperlihatkan bahwa hasil produksi padi Gabah
Kering Panen (GKP) dengan metode konvensional adalah 450 kg per
iring, sedangkan metode SRI organik (GKP) adalah 1432 kg per iring.
Tabel memperlihatkan bahwa total produksi metode konvensional
adalah Rp 657.150, sedangkan metode SRI organik adalah Rp 807.800.
Diketahui bahwa nilai perbedaan output akhir produk yang dijual pada
kenyataannya berbeda, yaitu petani konvensional menjual produk
akhirnya berupa gabah (GKP), sedangkan petani SRI organik berupa
beras kemasan siap jual, sehingga hasil pendapatan bersih pertanian
metode konvensional adalah Rp. 1.907.850,- dan SRI Organik adalah
Rp. 4.977.200. Petani organik menjual hasil panennya berupa beras
yang dikumpulkan di kelompok, walaupun yang diberikan kepada
kelompok juga berupa GKP yang nantinya diproses lebih lanjut oleh
kelompok dari mulai penggilingan hingga pengemasan. Harga jual
beras organik yang di tawarkan yaitu Rp 10.200 per kg, namun harga
yang diterima oleh petani dari kelompok yaitu Rp 8.900 per kg. Selisih
harga Rp 1.300 merupakan biaya yang dikeluarkan kelompok untuk
biaya penggilingan, biaya pensortiran beras, biaya kemasan, serta kas
yang digunakan untuk pemasukan kelompok.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerimaan
petani SRI organik lebih tinggi dari petani konvensional yang
disebabkan oleh tingginya harga jual beras organik yaitu Rp 8.900,-
dan jumlah beras yang dihasilkan metode SRI organik lebih banyak
dibandingkan dengan metode konvensional. Perhitungan pendapatan
66
usahatani akan berbeda, antara petani pemilik dan petani penggarap,
perbedaannya sebesar 50 persen. Persentase tersebut didasarkan atas
kesepakatan bersama antara pemilik lahan dengan penggarap lahannya.
Hal lain yang menjadi alasan untuk tidak dibedakannya antara petani
penggarap dan petani pemilik yaitu, biaya pajak dan biaya sewa
dikeluarkan pada MT II, sedangkan penelitian dilakukan pada MT I.
Dengan demikian, kedua biaya tersebut termasuk ke dalam biaya
diperhitungkan.
Manajemen Kelompok Tani
Adanya produksi pertanian merupakan komoditi yang perlu
dikelola dan disitribusikan sesuai dengan pencapaian tujuan
kesejahteraan petani. Dengan adanya organisasi, petani memiliki
kemudahan dalam memanajemen produk yang dihasilkannya berupa
produk tanaman pangan. Untuk menjaga kualitas, gabah yang dimiliki
oleh setiap petani yang memproduksi beras dengan metode SRI
Organik disimpan digudang dengan mengemasnya dan
mengidentifikasinya sesuai kepemilikan. Proses penjemuran dan
penyelepan dilakukan sesuai jadwal dan kesediaan pengurus Kelompok
Tani yang mengelola proses produksi dari gabah menjadi beras sampai
dengan pengemasannya.
Adapun alur proses manajemen dalam pendistribusian produk
pangan Kelompok Tani Desa Ringgit adalah sebagai berikut.
Gambar 4.5 Alur Distribusi Produksi Kelompok Pemuda Tani Lestari
67
Dengan melihat alur diatas dapat dijelaskan bahwa anggota
kelompok pemuda tani lestari mempunyai peran dan fungsi masing -
masing. Sebelum masa tanam dimulai Ketua Kelompok tani (Pak
Slamet) mendata para anggotanya, perihal jenis beras apa yang akan
ditanam para anggota (beras putih, beras merah, atau beras hitam). Pak
Slamet menyiapkan benih dan bibit padi yang mana akan digunakan
anggota untuk menanam jenis bibit yang diminta. Pembagian bibit
sudah dilakukan dan para anggota sudah melakukan Masa Tanam
(MT), selanjutnya pengurus kelompok tani (Mas Kuntaufik dan Mas
Bejo) menyiapkan MOL sebagai pestisida yang akan digunakan ke
lahan pertanian para anggota kelompok pemuda tani lestari. Saat Masa
panen (MP) tiba, anggota SRI Desa RInggit mengirimkan atau
mengumpulkan hasil panen ke lumbung atau gudang. Hasil panen dari
masing - masing anggota dicatat oleh sekretaris Kelompok Tani (Pak
Wuryanto), selain mencatat hasil panen masing- masing anggota Pak
Wuryanto juga mengatur dan mencatat pola pemasaran. Setelah hasil
panen para anggota terkumpul, saatnya dilakukan pengeringan gabah
yang dilakukan oleh para ibu - ibu anggota kelompok tani hingga
proses pemijahan atau pemilihan antara beras dan gabah. Dalam proses
pengepakan ke dalam plastik pun beras disortir oleh ibu - ibu, menurut
Pak Wuryanto : beras yang masuk kemasan harus beras utuh, yng
pecah dipisah supaya kualitas dalam kemasan tetap berkualitas. Beras-
beras yang pecah nantinya akan diberikan ke angggota yang hasil
panennya diproses, biasanya beras pecah tersebut dikonsumsi sendiri.
Setelah semuanya dalam kemasan siap edar saatnya tugas
pemasaran untuk menyalurkan beras - beras tersebut ke distributor
yang sudah dipercaya oleh kelompok tani. Perlu diketahui bahwa
pemasaran beras bogowonto antara lain : Jakarta, Bandung, Jogjakarta,
dll. Ada keunikan yang ditemukan peneliti pada alur manajemen
Kelompok Tani Pemuda Lestari, yaitu cara manajemen dengan anggota
- anggotanya yaitu dengan cara urutan jual (menurut Pak Slamet)
sebagai contoh : MP kali ini Mas Kuntaufik urutan pertama, ketika
distributor membutuhkan beras, yang akan diproses terlebih dahulu
adalah hasil panen milik mas kuntaufik hingga proses diatas dilakukan
sampai dalam bentuk kemasan, hasil jumlah kemasan dan proses
68
disaksikan oleh Mas kuntaufik. Setelah diedarkan hasil penjualan
dipotong dengan proses penggilingan hingga pengemasan biasanya
dipotong Rp. 1.300 per KG dan diberikan ke Mas Kuntaufik. Begitu
selanjutnya kepada urutan kedua, ketiga, dst. Hal yang biasanya terjadi
adalah hasil Pak Slamet dan Pak Wuryanto menurut beliau selalu
mendapatkan giliran terakhir