38
31 Bab 4 Analisis Data dan Pembahasan Kondisi Geografis Secara administrative Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi JawaTengah. Letak Desa Ringgit berada pada 4 km dari ibukota kecamatan dan 20 km dari ibukota kabupaten dengan bataswilayah desa sebagai berikut : 1. Sebelah barat : Desa Kaliwungu Lor 2. Sebelah Utara : Desa Susukan 3. Sebelah Timur : Tunjungan 4. Sebelah Selatan : Kelurahan Lereng Luas wilayah Desa Ringgit kurang lebih sekitar 103 Ha yang terdiri atas sawah, pemukiman dan pekarangan, bangunan umum, dan lain – lain. Secara topografi daerah ini termasuk daerah yang landai, tidak berbukit dengan ketinggian 133 m diatas permukaan laut. Curah hujan rata – rata didaerah ini 2066 mm per tahun dengan suhu udara rata – rata berkisar antara 22 – 34 derajat celcius. Jenis tanah di daerah ini adalah Regasol dengan pH 5,0 – 5,4 sehingga tanah cenderung asam. Kondisi Demografi Jumlah penduduk di Desa Ringgit hingga akhir 2013 berjumlah 4.494 jiwa yang terdiri dari 1440 Kepala Keluarga (KK) dan terbagi dalam satu RU=ukun Warga (RW) dan empat Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk berjenis kelamin pria sebanyak 2333 jiwa dan wanita sebanyak 2161 jiwa. Kelompok yang terbanyak adalah 26 – 50 tahun. Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1.

Bab 4 Analisis Data dan Pembahasanrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16491/4/T2_092016701_BAB IV... · seperti plastik dan baham terbuat dari logam yang kadang bisa ... peristiwa

  • Upload
    vantu

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

31

Bab 4

Analisis Data dan Pembahasan

Kondisi Geografis

Secara administrative Desa Ringgit terletak di Kecamatan

Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi JawaTengah. Letak Desa

Ringgit berada pada 4 km dari ibukota kecamatan dan 20 km dari

ibukota kabupaten dengan bataswilayah desa sebagai berikut :

1. Sebelah barat : Desa Kaliwungu Lor

2. Sebelah Utara : Desa Susukan

3. Sebelah Timur : Tunjungan

4. Sebelah Selatan : Kelurahan Lereng

Luas wilayah Desa Ringgit kurang lebih sekitar 103 Ha yang

terdiri atas sawah, pemukiman dan pekarangan, bangunan umum, dan

lain – lain. Secara topografi daerah ini termasuk daerah yang landai,

tidak berbukit dengan ketinggian 133 m diatas permukaan laut. Curah

hujan rata – rata didaerah ini 2066 mm per tahun dengan suhu udara

rata – rata berkisar antara 22 – 34 derajat celcius. Jenis tanah di daerah

ini adalah Regasol dengan pH 5,0 – 5,4 sehingga tanah cenderung

asam.

Kondisi Demografi

Jumlah penduduk di Desa Ringgit hingga akhir 2013 berjumlah

4.494 jiwa yang terdiri dari 1440 Kepala Keluarga (KK) dan terbagi

dalam satu RU=ukun Warga (RW) dan empat Rukun Tetangga (RT).

Jumlah penduduk berjenis kelamin pria sebanyak 2333 jiwa dan wanita

sebanyak 2161 jiwa. Kelompok yang terbanyak adalah 26 – 50 tahun.

Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat

dilihat pada Tabel 1.

32

Tabel 4.1. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Ringgit Tahun 2013

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

Jumlah Pria (Jiwa) Wanita (Jiwa)

0-5 98 91 189

6-15 354 335 689

16-25 487 453 940

26-50 1047 974 2021

>50 347 308 655

Jumlah 2333 2161 4494

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

Berdasarkan Tabel 4.1. Penduduk di Desa Ringgit sebagian

besar berusia 26 – 50 tahun sebanyak 2021 penduduk, jumlah laki-laki

masih lebih banyak daripada perempuan dan jumlah usia produktif

menempati posisi tertinggi dalam komposisi jumlah penduduk.

Di Desa Ringgit Tingkat pendidikan masyarakat sudah cukup

baik, dimana presentase lulusan SLTA / Sederajat cukup besar yaitu

33,6 persen, disusul kemudian dengan lulusan SLTP/Sederajat sebesar

31 persen. Untuk perncian tingkat pendidikan masyarakat Desa Ringgit

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Di Desa Ringgit

Tahun 2013

No. Pendidikan Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1 Belum Sekolah 24 5,5

2 TK 32 7,3

3 Tamat SD/Sederajat 73 16,7

4 Tamat SLTP/Sederajat 136 31

5 Tamat SLTA/Sederajat 147 33,6

6 Tamat Diploma 14 3,2

7 Tamat Sarjana 12 2,7

Jumlah 438 100

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

Ditinjau dari mata pencaharian, sebagian besar masyarakat

Desa Ringgit bekerja di sector pertanian. Di Desa Ringgit masyarakat

petani ada yang menggarap lahan sawah baik milik sendiri maupun

milik orang lain (buruh tani). Selain itu, ada petani penggarap yaitu

petani yang menggarap sawah dengan cara menyewa lahan dan hasil

panen diterima secara utuh oleh petani, dan petani penyakap yaitu

33

petani yang menggarap sawah namun tidak menyewa lahan tetapi

membagi hasil panen dengan system 50:50 dan biaya yang dikeluarkan

dari proses produksi hingga panen berasal dari petani penggarap.

Berikut rincian jenis mata pencaharian penduduk di Desa Ringgit pada

Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Ringgit

Tahun 2013

No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Presentase (%)

1 Pegawai Negeri 20 7,6

2 Pegawai Swasta 12 4,6

3 Wiraswasta 24 9,1

4 Petani 107 40,7

5 Pertukangan 8 3

6 Buruh Tani 86 32,7

7 Pensiunan 6 2,3

Jumlah 263 100

Sumber : Monografi Desa Ringgit, 2013

Jika kita membahas berapa rata-rata umur SDM di Desa ringgit

mulai konsentrasi di bidang pertanian, tentunya berkisar umur 27

tahun keatas. Masyarakat desa ringgit memiliki budaya atau kebiasaan

bagi kalangan muda (produktif) setelah lulus SMU lebih banyak

merantau keluar daerah, dimana didominasi untuk tujuan mencari

kerja dan pengalaman ke Jakarta atau Ibukota Provinsi. Pola urbanisasi

untuk mencari peluang kerja lebih tertuju di kota besar, sedangkan

untuk mencari pendidikan lanjut masih di dominasi kota Yogyakarta

dan Sekitar Jawa Tengah. Tidak menutup kemungkinan kalau mereka

melakukan kuliah dan kerja, hal yang seperti ini yang menarik dari

cerita perantauannya. Belum ada penelitian yang lebih detail namun

itulah fenomenanya yang terjadi. Dan hal ini juga diungkapkan oleh

pak Wuryanto karena beliau pernah mengalami hal tersebut.

Bagaimana penerus petani? Mari kita balik membahas tentang

petani, regenerasi petani diawali oleh warga yang kurang mampu

untuk bekerja diluar daerah atau anak yang bisa dikatakan sebagai

penjaga orang tua, biasanya hal ini terjadi pada kasus tingkatan anak

sebagai contoh anak bungsu, anak yang kurang mampu dibidang

akademik, dan memang dilarang orang tua. Opsi menjadi petani adalah

34

opsi yang terakhir dan bisa jadi setelah merantau tidak ada pilihan lain,

dimana opsi ini menurut pandangannya masih menjadi bentuk

diskriminasi profesi yang paling rendah dibandingkan bekerja diluar

daerah. Dari sini hasil observasi mengarah pada kesimpulan dimana

kaum sumber daya manusia lebih terserap pada sektor industri

ketimbang pertanian. Bagaimana dengan lahan yang digarap bagi

mereka yang menjadi petani? Biasanya lahan yang digarap adalah lahan

orang tua dan lahan dari saudara-sadura yang pergi merantau, adapun

lahan pribadi juga dimiliki walaupun masih gabung dengan lahan

orang tua. Tidak ada batasan umur dalam bidang pertanian untuk

profesi petani.

Tingkat mobilitas warga yang bekerja diluar Desa biasanya

berlangsung paling lama 5 tahun. Setelah itu mereka kembali ke Desa

lagi untuk merencanakan masa depan, baik untuk bertahan atau pergi

merantau lagi. Dengan berbagai kondisi ada yang menikah dan

menetap atau pindah mengikuti pasangannya, ada juga yang bekerja

lagi, serta tidak menetap lagi di Desa Ringgit.

Fenomena Alam dan Manusia

Anggapan pertanian di Indonesia sebagai pertanian yang ramah

lingkungan bukan hanya sebagai impian semata. Berbagai prespektif

yang membahas tentang pertanian organik adalah alami. Prespektif

tersebut muncul dan memiliki tujuan yang sama untuk mengenalkan

pertanian yang lebih menekankan alam sebagai faktor pendukung

pertanian yang memiliki kearifan terhadap alam. Penjabaran menganai

pertanian organik selama penelitian dan diskusi di Desa ringgit

memiliki macam prespektif dan penangkapan yang berbeda baik untuk

desa ringgt sendiri, lingkup Pemerintah Kabuten Purworejo, Nasional

dan international.

Sebelum peneliti membahas pengadopsian teknologi pertanian

padi dengan metode tanam SRI Organik yang mendasari penelitian ini,

peneliti akan memulainyai dari latar belakang alam yang merupakan

faktor utama sektor pertanian di Purworejo. Alam sudah menjadi

35

bagian yang tidak terlepaskan dari pertanian dan sarana dalam

menanam. Anggapan alam adalah teman petani selalu diperkenalkan

kepada para petani di Desa Ringgt secara turun temurun. Pada zaman

dahulunya pertanian masih belum mengenal yang namanya bahan –

bahan kimia. Pengelolaan tanah dan irigasi air merupakan kunci untuk

mendapatkan hasil komoditas padi yang memiliki kualitas. Menurut

key informant (Mas Bejo)1 yang menerangkan mengenai pola tanam

padi zaman dulu mengungkapkannya sebagai berikut.

“kalau pertanian zaman dulu itu, zamannya si mbah – mbah bahkan mungkin eranya Belanda dan sebelumnya, saya kalau diceritakan mereka itu kalau bertani itu pupuknya pake abu dapur, abu – abu dari asap tungku yang menggumpal di pawon. Itu dikumpulin dan dicampur ditanah persawahan-nya, ada juga campuran dari sampah organik. Sampah zaman dulukan masih bersifat mudah diuaraikan atau membusuk, tidak seperti sampah zaman sekarang yang susah diuraikan seperti plastik dan baham terbuat dari logam yang kadang bisa mencemari tanah. Selain proses pertanian yang penting pengairannya lancar, tidak lebih tidak kurang. Dan untuk perawatan tanaman dilakukan secara sederhana, semisal untuk menangani hama ya dilakukan dengan menggunakan prinsip rantai makanan yang kita pelajari di sekolah dasar. Hasilnya pertanian zaman dulu itu ditunjukan dengan tanaman padi yang tinggi dan isi yang banyak. Yang utama zaman dulu itu cuaca masih bisa diprediksi dan alam memang benar – benar membantu.”

Membahas tentang kondisi alam untuk mendukung pertanian

tentunya saat ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Perubahan iklim

merupakan salah satu hal yang dirasakan oleh para petani dalam

memulai masa tanam. Ketika dulu menentukan masa tanam masih

menggunakan pranata wangsa. Pranata wangsa dikatakan sudah tidak

relevan dengan kondisi alam yang ada saat ini. Selain itu kondis irigasi

dan kesuburan tanah masih perlu perhatian. Membahas tentang

pertanian padi di desa ringgit tentunya banyak hal yang perlu ditinjau.

Mas Bejo menyampaikan

1 Hasil wawancara pada tanggal 16 Oktober 2011, Mas Bejo merupakan pegiat SRI di Kabupaten Purworejo

36

“Pranata wongso pada mbah–mbah zaman dulu pada mbah saya masih dipegang teguh dan masih digunakan sebagai acuan mt1, mt2, dan mt 3, juga masa panennya. Berjalannya waktu saat kimia tu digembor-gemborkan, pranata itu sudah tidak dapat digunakan karena iklim itu sudah tidak dapat digunakan karena berubah ubah”.

Dalil itu dikuatkan oleh Pak Wurianto2

“Dulu masih memang teguh pranata wongso, sekarang sudah tidak dapat dipakai karena alam tidak menentu. Pernah dulu ada yang kekeh menggunakan pranata wongso, tetapi haslnya malah merugi. Karena yang lain pada panen dia belum panen, sehngga hama burung itu datang ketika petani itu panen. Oleh karena para petani ketika musim tanam ya tanam, panen ya panen, supaya tidak rugi pada waktu memperoleh hasilnya.”

Back to nature merupakan selogan yang selalu didengungkan

kepada para petani agar sistem dari pengelolaan lingkungan dapat

menjadi arif dan menghasilkan keuntungan yang tidak hanya dilihat

dari materi saja melainkan sarana yang dapat mendorong.

Pertanian dilakukan dengan cara mengandalkan ecofarming

dikenal sebagai metode pertanian yang memperhatikan keseimbangan

ekoistem, memelihara keanekaragaman hayati, dan berbagi kesepatan

kerja diantara sesama. Pada abad ke-20, hampir tidak ada lagi upaya

pertanian yang ramah lingkungan karena secara teknis lebih merujuk

pada kegiatan pertanian dari luar negeri yang beriklim bukan tropika,

bukan kepulauan, bukan sumber keanekargaman dan semata-mata

karena pertimbangan ekonomi yang ekspansif.

Tidak banyak yang diingat dengan pasti, peristiwa apa yang

telah terjadi dimasa lalu. tetapi kami sangat antusias dalam mendalami

dan memaknai perjalanan dalam perjuangan pertanian pangan di Desa

Ringgit. Seperti anak kecil yang suka dongeng itulah yang kami

lakukan dalam mendiskripsikan cerita dari 3 nara sumber yaitu Mas

Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa. Seperti yang diketahui bahwa

2 Hasil Wawancara 19 Oktober 2011, Pak Wuryanto S.E merupakan adik dari Pak Slamet Supriyadi, Beliau sekretaris kelompok pemuda tani lestari

37

pertanian pada tahun 1997 merupakan momen dimana pertanian

tanaman pangan mengalami tingkat kesengjangan dibandingkaan

industri dan ini ditandainya dengan pertanian konvensional yang

digadang-gadang dapat menyediakan hasil pangan yang murah dan

dengan biaya produksi yang besar. Pertanian konvensional merupakan

pertanian dengan menggunakan pupuk kimia yang telah dilakukan

secara berkelanjutan sejak tahun 1970. Sebelum menengok kondisi

tahun 1997 dan tahun 2003 didesa ringgit, kami dibawa kedalam fase

perjalanan pertanian di Indonesia. Hal yang kami temukan dalam

diskusi ini adalah peristiwa Deklarasi Ganjuran. Peristiwa ini dianggap

titik terang yuang melahirkan Paguyuban Tani- Nelayan Hari Pangan

HPS. Sedikit info yang kami dapat secara tidak langsung di media

internet dijelaskan bahwa, deklarasi Ganjuran dicetuskan dalam

Seminar Kaum Tani di Ganjuran pada tanggal 16 Oktober 1990.

Membahas ketahanan pangan nasioanal, tentunya tidak lepas

dari kearifan lokal. Kearifan local sebagai sistem dan aturan yang tidak

tertulis dimasyarakat merupakan acuan kehidupan dalam berbagai

aspek. Hal ini ditinjau dari kajian budaya yang dimiliki dan

menjadikannya sebagai bentuk nilai luhur yang dijalankan secara

berkelanjutan. Kearifan lokal akan budaya merupakan seperangkat

pengetahuan dan praktik yang digunakan sebagai solusi untuk

menyelesaikan persoalan dan kesulitan dari berbagai aspek yang

dihadapi dengan cara bijak, baik dan benar.

Dalam sejarahnya, kearifan lokal yang tidak lepas dari aspek

pangan adalah hubungan manusia dengan alam. Adanya tata aturan

hubungan manusia dengan alam bertujuan mengusahakan kegiatan

untuk konservasi guna pemeliharaan tumbuhan dan hewan untuk

keberlangsungan kehidupan mahluk bumi yang selalu menjadi bentuk

rantai makanan.

Pada mulanya kehidupan manusia sangat bergantung pada

alam, dimana hal ini ditunjukan melalui bentuk kehidupan berburu

dan mengumpulkan makanan. Dengan seiringnya perubahan zaman,

manusia mulai beralih pada kehidupan berburu dan meramu,

pemahaman manusia akan kehidupan semakin berkembang

38

berdasarkan pengalaman dan dimulainya inovasi baik dari membuat

jebakan hewan buruan dan mulai mengumpulkan tumbuhan. ketika

manusia mulai hidup menetap di gua-gua, mereka mempelajari

bagaimana mengembang biakan tumbuhan dan hewan. Dari

pemahaman akan pegalaman dan pembelajaran selama perubahan

zaman, pemahaman akan pemanfaatan alam terus berkembang dari

pengklasifikasian tanaman menurut fungsinya dan hewan

penggolongan sebagai alat transportasi, pembajak tanah dan hewan

sebagai penjaga.

Di daerah pulau Jawa, kearifan pangan lokal tidak bisa

dilepaskan dengan pengetahuan tentang gejala-gejala alam dan tanda-

tanda munculnya jenis binatang-binatang tertentu. Dalam masyarakat

jawa gejala alam dimanfaatkan sebagai patokan untuk memulai suatu

kegiatan bercocok tanam dan penentuan jenis pangan yang sesuai

dengan musim. Hal ini dinamakan dengan istilah pranatawangsa, yaitu

aturan penanggalan yang dikaitkan dengan kegiatan usaha pertanian,

khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan.

Menurut pengetahuan masyarakat jawa pranatamangsa

dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun

persiapan diri menghadapi bencana (kekeringan, wabah penyakit,

serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada

waktu-waktu tertentu. Dasar dari prntawangsa adalah peredaran

matahari dan siklusnya (setahun) berumur 365 hari (atau 366 hari)

serta memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya. Dalam

satu tahun pranatawangsa terdapat empat periode musim periode

pertama adalah mangsa kaji, karo dan ketehu. Ketiga mangsa tersebut

termasuk dalam musim ketiga, sedangkan mangsa kapat, kalima dan

kanem masuk dalam musim labuh. Musim selanjutnya adalah

rendheng yang terdiri atas mangsa kapitu, kawolu, dan kasanga,

sedangkan mangsa sedasa, sawales dan rolas adalah musim mareng.

Dengan ilmu titen itulah tanaman pangan dikembangbiakan. Selain

pranata mangsa petani tradisional juga mempunyai pengetahuan

tentang tanda-tanda alam, yakni ilmu perbintangan sebagai contoh

munculnya bintang tertentu (lintangluku/ waluku).

39

Hingga kini pranatamangsa tetap digunakan dalam usaha

pertanian pada sebagian masyarakat Jawa. Kearifan lokal dalam

kandungan prantamangsa merupakan perwujudan dari menyikapi alam

sebagai penghasil sumber daya pangan lokal yang dapat dibudayakan

secara arif sehigga masalah kekurangan pangan dapat terhindari.

Tanaman padi di Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa

dikembangkan dari segi quantity dan quality. Hal ini tentunya

didukung oleh beberapa faktor yang bisa mengkondisikan tanaman

untuk menghasilkan hasil yang optimal, diantaranya unsur biomassa,

tanah, tanaman air dan agroekosistem.

Di Indonesia, upaya peningkatan produksi padi terus menerus

dilakukan melalui berbagai pengenalan inovasi teknologi. Dari

pengamatan fenomena yag terjadi dilapangan memperlihatkan

lemahnya hasil peningkatan produksi padi yang dicapai dari beberapa

dasawarsa terakhir ini.

System of Rice Intensification atau dikenal dengan sebutan SRI

merupkan metode budidaya tani padi yang intensif ruang dan efisien

bahan berbasis pengelolaan interaksi tanaman dengan bioreaktornya

yang mencakup mekanisme siklus ruang yang dibngun oleh bahan

organik kompos dan siklus kehidupan yang dibangun oleh semaian

mikroorganisme local (MOL). Di Indonesia SRI mulai diperkenalkan

pada tahun 1997 di Bogor oleh Prof.Normaan Uphoff dari Universitas

Cornel Amerika Serikt. Metode penggunaan SRI banyak diterapkan

diberbagai tempat di Jawa Barat, diantaranya Sukabumi, Garut,

Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, dan Cianjur.

Teknologi Pertanian

Teknologi muncul dari pemikiran manusia yang mampu

megimplementasikan ide. Dengan munculnya ide, maka hal ini

digunakan manusia sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan,

pencapaian hidup yang lebih baik, lebih aman, dan nyaman.

40

Perkembangan teknologi terjadi karena sebagai manusia menggunakan

akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.

Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari

dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai

dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk

memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia. Teknologi juga

memberikan banyak kemu-dahan, serta sebagai cara baru dalam

melaku-kan aktivitas manusia. Manusia juga sudah menikmati banyak

manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi teknologi yang telah

dihasilk-an dalam dekade terakhir ini.

Pada dunia pertanian Sistem pertanian organik meupakan

perwujudan atas permasalahan pertanian. Secara sederhana pertanian

organik meupakan bagian teknologi dalam bentuk system produki

pertanian terpadu, dengan optimalisasi kesehatan dan produktivitas

agoekosistem, keragaman hayati, siklus biologi dan aktifitas biologi

pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan dan berkelanjutan.

Merujuk pada Kardinan (2017) yang mengungkapkan mengapa harus

system pertanian organik diantaranya 1) harga bibit dan pupuk yang

semakin hari cenderung meningkat harganya yang disebabkan benih

yang digunakan tidak tidak dihasilkan sendiri oleh petani, sehingga

petani tidak memiliki nilai tawar terhadap harga benih. Hal ini juga

serupa dengan pupuk yang juga tidak diproduksi oleh petani. Petani

lebih percaya dengan hasil pemupukan yang diproduksi oleh pabrikasi

dengan metode kimiawi yang dijual dengan harga melambung

terlampau tinggi. 2) minimnya pengetahuan petani dalam pengelolaan

lahan pertanian. Dimulai dari pengetahuan penyiapan lahan, system

hidrologi, pola tanam, karakter lahan, cuaca dan kecenderungan pasar.

3) menghilangnya pengetahuan dan kearifan local dalam mengelola

lahan pertanian. Keempat, belum adnya kebijakan terpadu dari

pemerintah dalam mendorong kemajuan pertanian Indonesia.

Pertanian orgnik merupakan suatu gagasan kembali sebagai

teknologi yang memiliki peran sebagai solusi bagi kegiatan pertanian

mengedepankan tiga faktor, diantaranya lingkungan, ekonomi dan

social yang merujuk pada kesehatan masyarakat. Pada kenyataannya,

41

ketika salah satu factor berkembang maka factor lainnya akan terusik.

Missal dengan berkembangnya factor ekonomi, maka biasanya akan

menggangu keseimbangan lingkungan dan sisial atau sebaliknya.

Rutinitas Rumah Tangga (Daily Routine)

Lingkungan pedesaan merupakan bentuk kesederhanaan dari

warga yang tinggal. Aktivitas yang dilakukan warga dilakukan dari

matahari terbit sampai malam hari. Berdagang, bertani, pelayanan

masyarakat, serta kantor abministrasi pemerintah dan keuangan

menjadi rutinitas aktivitas yang dilakukan. Tidak kalah sibuknya

dengan perkotaan, tetapi yang membedakannya adalah kegiatan

tersebut dikemas secara lebih sederhana. Pedesaan bukan hal yang

dipandang remeh, tetapi potensi ekonomi Negara bisa bergerak untuk

keberlangsungan ekonomi.

Desa Ringgit memiliki potensi yang selalu dikembangkan oleh

warganya. Potensi dari pengelolaan lahan untuk pertanian dan

peternakan menjadi motivasi dalam memajukan desa. Berangkat dari

hal yang kecil itulah kunci dari suatu kesuksesan. Dapat dilihat

perkembangan kesejahteraan warga desa dimulai dari sektor rumah

tangga. Pada penulisan ini akan diterangkan bagaimana analisis rumah

tangga dapat mengcover kesejahteraan rumah tangga, khususnya bagi

mereka petani padi dengan menggunakan metode SRI baik dari pola

kesehatan, pendidikan, konsumsi, dan pendapatan. Keempat hal

tersebut menjadi indikator penting dalam menggambarkan

kesejahteraan warga didesa ngombol. Selain itu pola organisasi dan

kelembagaan akan dijelaskan dalam mendorong tindakan aktif dari

rumah tangga di desa Ringgit.

Desa ringgit merupakan sentra dari metode tanam SRI, meski

tidak dapat dikatakan semua pertanian disana digarap dengan

melakukan metode pertanian SRI. SRI merupakan pilihan bagi

pertanian padi di Desa Ringgit, para anggota dapat keluar dan masuk

kembali untuk melakukan metode ini. Dari kegiatan inilah seharusnya

42

dilakukan pola pengamatan dari lingkup yang paling sederhana yaitu

keluarga petani SRI.

Rutinitas dari aktivitas petani di Desa Ringgit dimulai sebelum

matahari terbit. Pada umumnya rutinitas petani dapat dikatakan sama.

Bangun pada waktu subuh dan memulainya dengan ibadah. Hal

tersebut dilakukan oleh kebanyakan orang tua dari anggota keluarga

tersebut. Dari segi gender, peran dari wanita dan pria sebagai pasangan

suami istri sebenarnya saling melengkapi. Dalam rumah tangga

keluarga wanita memang memiliki peran vital dalam mengelola

kegiatan setiap aktivitas bagi anggota keluarga. Dapat dikatakan awal

dari kegiatan ketika subuh diawali dengan instruksi seorang Ibu.

Peran wanita sebagai istri benar-benar dibutuhkan, dimana

memiliki tugas dari membangunkan semua anggota keluarga sampai

menyiapkan sarapan. Sebagai seorang istri, wanita di pedesaan

memiliki tingkat ketanggapan akan keperluan suaminya sebelum

melakukan aktivitasnya. Dengan teliti menyiapkan kebutuhan dan

peralatan sebelum suaminya berangkat ke sawah. Kegiatan rutinitas

wanita dipagi hari tentunya disesuaikan dengan aktivitas pertanian,

dimana ada masa tanam, masa pemeliharaan dan masa panen. Sarapan

bagi suami dipagi hari sebelum berangkat ke sawah sangat jarang

dilakukan, biasanya teh hangat atau air putih cukup untuk

mempersiapkan stamina berangkat ke sawah. Sekitar jam 07.00 WIB

sampai jam 09.00 WIB inilah yang digunakan untuk sarapan oleh

suami dirumah atau jika suami tidak pulang (sudah dibilang dari

rumah) istri akan menyusul kesawah dan membawakan bekal makanan

untuk suaminya di sawah, tapi sebelumnya juga memberi pakan pada

ternak dan mengurus kandang.

Disamping mengurus suami, istri membantu dan memper-

hatikan anaknya dalam mempersiapkan kebutuhan untuk berangkat

kesekolah. Hal tersebut dilakukan dari membangunkan anak sambil

mengajak berbincang mengenai apa yang perlu dippersiapkan dari

buku-buku yang akan dibawa, bekal makanan atau uang jajan dan

kesiapan dari pekerjaan rumah yang merupakan tugas dari guru

disekolah. Perisapan tersebut berlangsung dari jam 05.00 WIB sampai

43

dengan pukul 07.00 WIB. Sebelum berangkat sekolah diwajidkan

untuk sarapan terlebih dahulu, tapi terkadang bila telat buru-buru

mereka berangkat sekolah. Ada kebiasan karena dekat dari sekolah

mereka lebih memilih pulang kerumah pada jam istirahat, baik untuk

sarapan dan menonton televisi kemudian balik lagi mengikuti aktifitas

belajar di sekolah. Aktifitas pertanian yang dilakukan petani baik

suami dan istri biasanya selesai diantara pukul 10.00 WIB sampai

dengan 11.00 WIB, dimana jadwal ini juga hampir sama ketika anak-

anak SD pulang sekolah.

Aktivitas disiang hari cenderung untuk beristirahat dan makan

siang. Waktu istirahat bagi kalangan petani sangat flexible dan

menyesuaikan kegiatan yang dirasa perlu untuk ditangani. Hal ini

mungkin disambi dalam menjemur gabah, mengurus kandang

peternakan, dan mengurus administrasi pada perkumpulan kelompok

tani SRI. Istri biasanya telah menyiapkan bahan untuk dimasak

sebelum menyusul suami ke sawah, sehingga ketika pulang istri tinggal

memasak dan menyajikan untuk makan bersama. Idealnya memang

seperti itu, tetapi tidak semua rumah tangga petani seperti itu.

Terkadang mereka sudah mnyiapkan makan siang di pagi hari.

Aktivitas rutin setelah istirahat dan makan siang dimulai pada

pukul 13.00 WIB atau pukul 14.00 WIB. Petani biasanya melanjutkan

aktivitas lagi di sawah. Apabila musin tanam, maka petani lebih konsen

pada penggarapan tanah dan pemupukan di awal persiapan tanam.

Aktivitas tersebut diantaranya membawa pupuk kompos ke lahan

pertanian, persiapan penyemaian bagi mereka yang menyediakan bibit

sendiri, membajak atau mempersiapkan tanaman pagar. Kegiatan pada

siang hari untuk musim tanam lebih banyak ragamnya ketimbang

dipagi hari yang lebih fokus pada pemupukan dan membajak sawah

dengan traktor.

Berbeda dengan masa pemeliharaan. Para petani pada masa ini

cenderung untuk memelihara dan waspada terhadap serangan hama

atau virus pada tanaman. Pemeliharaan tersebut dilakukan secara rutin

baik pagi dan sore hari secara berkala. Memang hal ini tidak dilakukan

setiap hari, namun petani secara biasa harus melakukannya setiap hari.

44

Kegiatan ini berlangsung sampai masa panen tiba. Apabila ada serangan

hama tikus, petani memiliki kebiasaan untuk berburu tikus bersama

dengan peralatan yang sederhana.

Kegiatan bertani diakhiri pada pukul 17.00 WIB. Setelah selesai

beraktivitas kegiatan selanjutnya adalah menikmati waktu keluarga

bersama. Makan malam dan menonton televisi merupakan rutinitas

yang selalu dilakukan. Disamping itu pendampingan anak selalu

dilakukan seperti mengajari dan membantu pekerjaan rumah.

Terkadang hal tersebut dicampur dengan canda kepada anak atau

terkadang sebaliknya cenderung marah jika anak dirasa

mengjengkelkan. Adapun jika ada kegiatan malam seperti pertemuan

biasanya pengajian, perkumpulan kelompok tani, selamatan dan

kegiatan sosialisasi terkait kebutuhan bersama.

Peran pria dan wanita dalam kegiatan perekonomian di desa

Ringgit sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas ekonomi

rumah tangga, sumber daya manusia, dan manajemen hasil pertanian.

Pada dasarnya antara peran wanita dan pria ada perbedaan. Pria lebih

identik dengan kepemimpinan dalam rumah tangga, pengambil

keputusan dalam regulasi pengembangan kelompok tani, dan

mempunyai tenaga yang besar serta manajemen yang baik dalam

mengelola lahan pertanian. Adapun peran wanita tidak lepas dari

memotivasi pria dalam beraktivitas. Peran wanita lebih banyak

dibelakang layar dimana dapat dijelaskan bahwa mereka lebih banyak

berkonsentrasi dalam mengelola kegiatan rumah tangga, pendidikan

anak, kesehatan keluarga dan memperhitungkan anggaran konsumsi

keluarga. Dalam kegiatan tanam SRI wanita selalu memiliki peran

terutama dalam memotivasi suaminya. Jika wanita (istri) mendukung

suaminya melakukan kegiatan pertanian dengan pola tanam SRI, maka

sang suami tidak mengalami keraguan dalam mengolah pertanian

justru ada kekuatan secara psikologi dalam memberi semangat untuk

bekerja di sektor pertanian.

Wanita lebih terampil dan teliti dalam kegiatan pertanian. Hal

ini dapat ditunjukkan dalam peran kelompok tani, dimana peran

wanita ada didalam pembuatan MOL, pencatatan administrasi,

45

pensortiran barang, pengepakan, dan entrepreneur (memiliki kreasi

dalam member nilai tambah produk tani) pertanian.

Tabel 4.4 Kegiatan di Lingkungan Desa di Luar

No Pelaku Kegiatan Keterangan

1 Ayah Perkumpulan Kelompok Tani Pengajian Rapat RT Njagong atau membantu hajatan

Diadakan sebualan sekali setiap minggu terakhir. Diadakan setiap hari kamis malam jum’at Rapat RT diadakan sebulan sekali

2 Ibu Perkumpulan Kelompok Tani Perkumpulan Ibu-ibu PKK Pengajian Njagong atau membantu hajatan

Diadakan sebulan sekali setiap minggu terakhir Diadakan sebulan sekali Diadakan setiap hari kamis malam jum’at

3 Anak Les Mengaji

Seminggu 2 kali Setiap hari pada sore hari

Tabel 4.5 Rutinitas Rumah Tangga dari Keluarga Petani SRI

No Pelaku Kegiatan Rutinitas

Kegiatan Masa Tanam

Kegiatan Masa Panen

1 Ayah Bangun pagi dan Ibadah Persiapan dan berangkat ke sawah Istirahat dan makan siang Aktivitas disawah Istirahat dan mendampingi anak

Pembajakan sawah Pengangkutan kompos, pengairan sawah dengan diesel, penanaman padi dibantu dengan tenaga kerja yang lain, matun, penyemprotan Mol Pembuatan Mol

Pemanenan padi, penggilingan padi, penjemuran padi, persiapan lahan dengan mengangkut kompos

2 Ibu Bangun pagi dan mempersiapkan anak untuk sekolah, serta membantu suami. Persiapan untuk masak makan siang dan menyediakan bekal suami Berangkat ke

Membantu menyebar kompos, tandur atau penanaman padi, matun atau penyiangan, membantu penyemprotan Mol

Pemanenan padi, penjemuran padi, penyortiran gabah dan beras, pengepakan beras ke kantong-kantong, pendataan penjualan beras Organik Bogowonto

46

No Pelaku Kegiatan Rutinitas

Kegiatan Masa Tanam

Kegiatan Masa Panen

sawah Istirahat dan makan siang Mengurus kandang atau ikut kesawah Istirahat dan mendampingi anak

3 Anak Bangun dan mempersiapkan diri berangkat sekolah Pulang sekolah istirahat Mengikuti les, mengaji dan bermain Istirahat, belajar dan didampingi orang tua

Membantu membawakan makanan kecil ke sawah, bermain di area persawahan

Membantu penjemuran gabah, pengepakan gabah ke bagor-bagor saat penjemuran dan bermain

Kondisi Politik SRI di Desa Ringgit

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pertanian SRI mulai

dikenal luas baik dikalangan petani Desa Ringgit Kabupaten

Purworejo, sampai se-Indonesia. Desa Ringgit terkenal sebagai pelopor

pertanian SRI di Purworejo dimana jumlah petani SRI satu Kabupaten

Purworejo pada tahun 2013 kurang lebih 100 petani, khusus desa

ringgit sebanyak 10 petani SRI. Ada beberapa fenomena yang

mempengaruhi pertanian SRI ini diantaranya ada sebagai berikut.

1. Pertanian SRI merupakan pertanian organik yang dikenal

bagus dimana untuk desa Ringgit sudah diketahui dari tahun

2003 sampai sekarang. Pertanian ini banyak dikenal melalui

media cetak dan eletronik seperti internet. Terkenalna

pertanian ini justru tidak sebanding dengan apa yang dilihat

dalam realitanya.

2. Pertanian organik SRI tidak mengalami perkembangan yang

stabil dimana petani di desa Ringgit mengalami penurunan dan

peningkatan pada tiap tahunnya, baik dilihat dari jumlah petani

47

maupun lahan yang disediakan. Bila dilihat dari kelompok tani

SRI lestari data tersebut sangat memprihatinkan.

3. Kelompok tani dan pemerintah sering mengalami miss

komunikasi dan presepsi terhadap kebijakan yang dibutuhkan

petani SRI. Hal ini ditunjukan pada ketidakterimaan

pemerintah terhadap petani yang menanam dengan metode

SRI. Kekakuan pemerintah dan monotonnya bantuan

pemerintah yang masih cenderung ke pertanian konvensional.

Adanya pertentangan dikalangan PPL dari dinas pertanian

dengan dinas pengendalian hama dimana ditunjukkan pada

tekhnik pertanian.

4. SRI hanya dimanfaatkan sebagai tempat untuk mencari dana

dimana kelompok SRI lestari hanya dijadikan gambaran dari

lokasi SRI yang mau diterapkan. Petani pernah mengalami

kerugian untuk satu musim tanam hanya habis untuk

membiayai tamu-tamu dari pemerintahan yang datang untuk

meninjau.

5. Adanya sentimen dari pemerintah yang menjabat sehingga

pertanian SRI tidak berkembang pesat.

6. Cluster pengembangan SRI terkendala dari kepentingan

kelompok, trah pemerintah lokal (kepala desa), dinas pertanian,

dan kebijakan pusat.

Kondisi Sosial Budaya

Tradisi masyarakat di desa Ringgit tidak lepas dari kebersamaan

dalam bentuk gotong royong, musyawarah, dan kegiatan keagamaan

yang saling memberikan toleransi terhadap kepercayaan yang dianut.

Acara bersih desa di desa Ringgit sudah lama ditinggalkan, hal ini

berbeda dengan desa-desa tetangga yang masih menjalankan bersih

desa. Kegiatan kebersamaan yang sering dilakukan adalah kegiatan

keagamaan seperti halnya pada hari raya umat Islam Idul Fitri, dimana

semua warga saling bersilahturami di satu masjid setelah sholat Ied.

48

Acara tersebut berupa makan ketupat bersama warga desa baik yang

beragama non muslim. Selain itu kegiatan idul adha juga dilakukan

secara bersama dimana pembagian daging dilakukan oleh panitia yang

bertugas mendistribusikan daging ke seluruh warga desa, jika masih

ada sisa daging sisa tersebut dibagikan kepada warga non muslim.

Kegiatan kebersamaan juga dilakukan ketika ada hajatan

pernikahan warga desa. Yang menjadi keunikannya adalah kegiatan itu

ramai sebelum hari H , dimana malam hari sebelum pernikahan digelar

warga pada datang untuk bersilahturahmi dan membantu persiapan

acara pernikahan. Jika ada acara warga desa yang meninggal, warga

akan bergotong royong dalam mengurus pemakaman. Bentuk

solidaritas warga terhadap keluarga yang berduka ditunjukkan dengan

sumbangan beras kepada pihak yang berduka. Dari seluruh kegiatan

warga yang sudah dijelaskan, dapat terlihat pentingnya gotong royong

dan masih dijaganya pola kebersamaan yang memperkuat komunitas

pertanian yang ada di desa tersebut.

Gambaran Umum Usaha Tani SRI Organik

Berdasarkan pengungkapan pelaku dan pendamping SRI di

Desa Ringgit, yaitu Mas Bejo, Pak Wuryanto dan Suster Alfonsa3.

Seperti yang diketahui bahwa pertanian pada tahun 1997 merupakan

momen dimana pertanian tanaman pangan mengalami tingkat

kesenjangan dibandingkaan industri dan ini ditandainya dengan

pertanian konvensional yang digadang-gadang dapat menyediakan

hasil pangan yang besar dan dengan biaya produksi yang murah.

Pertanian konvensional merupakan pertanian dengan menggunakan

pupuk kimia yang telah dilakukan secara berkelanjutan sejak tahun

1970. Sebelum menengok kondisi tahun 1997 dan tahun 2003 di desa

Ringgit, pertanian didesa Ringgit dibawa ke dalam fase perjalanan

3 Hasil Wawancara pada tanggal 22 April 2012 saat FGD (Focus Grup Discusion) dengan Kelompok Pemuda Tani Lestari di Rumah Pak wuryanto. Sejarah SRI diolah oleh peneliti sesuai dengan pernyatan dari key informan (Mas Bejo, Sr. Alfonsa, dan Pak Wuryanto)

49

pertanian di Indonesia. Hal ini akhirnya mengungkapkan mengenai

peristiwa Deklarasi Ganjuran. Deklarasi Ganjuran dilahirkan pada

tahun 1990 ketika Revolusi Hijau mulai menunjukkan kelemahan-

kelemahan mendasar yang perlu dibenahi. Dua kelemahan mendasar

yang ingin dibenahi oleh Deklarasi Ganjuran adalah meningkatnya

kerusakan lingkungan, berubahnya produksi petani, dan hilangnya

kemandirian petani. Deklarasi Ganjuran (DG) merupakan hasil kesepa-

katan petani yang berisikan keprihatinan terhadap nasib mereka yang

disebabkan oleh kebijakan dan dampaknya pada ekonomi rumahtangga

dan rusaknya lingkungan hidup, ekosistem serta daur produksi petani.

Deklarasi Ganjuran pada tahun 1990 lahir dalam rangkaian kegiatan

AISA (for Social Action) V di Ganjuran, Bantul, Yogyakarta oleh FABC

(Federaton of Asian Bishop’s Conference) pada tagl 16 Oktober 1990

dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS).

Sebelum adanya metode pertanian SRI, kegiatan pada tahun

1997 di Desa Ringgit lebih berpusat pada pertanian organik yang

menjadi dasar adalah ekologi tanah. Pada tahun 1997 lahan pertanian

mulai terbengkalai dan kesejahteraan petani mengalami keterpurukan

akibat dari proteksi yang terlalu berlebihan pada sektor industri

dengan kebijakan pangan murah agar terjangkau oleh buruh industri

yang bergaji murah. Di Desa Ringgit mulai adanya keterpurukan

terhadap kesuburan lahan dan mahalnya biaya produksi dilihat dari

ketersediaan pupuk anorganik.

Selama tahun 1997 sampai 2003 banyak peristiwa yang terjadi

terkait dengan pertanian organik yang diperjuangkan oleh kesusteran

PMY (Putri Maria dan Yosef) dengan petani di Wonosobo dan di desa

Ringgit. Pelayanan pendampingan dari kesusteran PMY untuk daerah

Wonosobo lebih berkonsentrasi kepada pertanian sayuran organik dan

tanaman pangan padi. Untuk didaerah Desa Ringgit dikonsentrasikan

pertanian sektor pangan dengan tanaman padi. Hasil pertanian organik

yang dilakukan di dua tempat tersebut mengalami peningkatan yang

dikatakan baik. Pemasaran hasil panen dilakukan dengan memanfaat-

kan modal sosial dan spiritual yang dilakukan melalui umat digereja.

Disamping itu hasil pertanian juga dilakukan seperti biasa dengan cara

50

promosi dan kemitraan. Pada tahun 2000 sempat mengalami kegagalan

hasil panen yang ditandai dengan kualitas beras yang buruk.

Pemasaran sudah sampai Jakarta dan Semarang. Akibatnya beras

dikembalikan lagi ke petani karena mutu yang dijual mengalami

kerusakan yang dapat dilihat dari kondisi beras yang berwarna

kebiruan, sedikit busuk, dan bau apek. Dampak dari perisitiwa ini

adalah petani mengalami trauma dimana adanya keengganan dan

kekecewaan untuk tidak mau menanam pertanian organik lagi.

Menurut Sr. Alfonsa pertanian di Desa ringgit sempat

menggunakan pupuk cair yang merupakan sari tebu. Pupuk ini di stok

berdrum-drum dari agen yang memasok kedaerah kecamatan

Ngombol. Sampai satu ketika ada rancangan untuk membuat bak yang

bertujuan untuk langsung disalurkan ke pareal sawah pertanian. Hal

tersebut dinilai sangat memprihatinkan bagi petani karena biaya yang

dikeluarkan juga menambah ongkos tanam yang tidak ringan.

Penerapan sistem pertanian padi SRI organik di purworejo

khususnya desa Ringgit didasari oleh kesadaran petani akan buruknya

dampak yang diberikan dari penggunaan bahan-bahan kimia terhadap

tanah. Pada tahun 2003 petani di desa tersebut diperkenalkan dengan

system SRI oleh Ir. Dinda dari Bandung yang sudah mengikuti PET

(Pembelajaran Ekologi Tanah) + SRI dengan Ir. Alik Sutaryat. Saat itu

pada tanggal 10 – 14 Agustus 2003 dengan mengirimkan 4 delegasi

antara lain (Kuntadi dari Boro, Winarto dari Ringgit, Sr.Brigitta dan

Sr.Alfonsa), mereka mendapat kesempatan untuk mengikuti PET + SRI

yang diselenggarakan oleh Komisi PSE Keuskupan Bandung (P.Joko) di

Indramayu. Dan saat itu juga mereka berdiskusi dengan Pak Alik agar

dapat memberikan pelatihan PET + SRI di Jawa Tengah.

Seiring berjalannya waktu pada tanggal 12-16 Oktober 2003,

atas kesediaan Pak Alik dan timnya (2 orang) dan dukungan dana

peringatan HPS dari Rm Sigit Pramudji Pr selaku DELSOS/Ketua

Komisi PSE Keuskupan Purwokerto menyelenggarakan pelatihan PET

+ SRI di desa Ringgit dengan peserta sekitar 30 orang petani

(kebanyakan dari wilayah Purworejo, ditambah 3 peserta dari Klaten

dan 1 peserta dari Wonosobo). Pembelajaran ini juga menjadi awal

51

terbentuknya pemahaman baru tentang pertanian organik dan

bergabungnya petani organik di Purworejo dengan jaringan yang lebih

luas untuk mengembangkan PET dan SRI Organik atau biasa disebut

PETA Organik (Prkumpulan Tani Organik).

Pemahaman praktek PET dan SRI Organik beberapa petani

semakin tahun terus meningkat melalui kegiatan-kegiatan jaringan

yang diikuti. Jaringan petani pelaku SRI Organik Kabupaten Purworejo

memiliki 10 orang petani yang memiliki kemampuan untuk menjadi

trainer PET dan SRI Organik, pada tahun 2010 kelompok pemuda tani

Lestari Desa Ringgit yang diketuai oleh Bapak Slamet berusaha

mengembangkan Agribisnis Padi Terpadu Pedesaan. Menurut beliau

Kelompok Pemuda Tani LESTARI selama ini sudah mulai

mengembangkan usaha pemasaran hasil pertanian padi organik. Usaha

ini dimulai dari budidaya padi SRI Organik, pengolahan pasca panen:

pengeringan, pengilingan, seleksi kualitas beras, pengepakan dan

pemasaran ke berbagai daerah.

Penerapan SRI Organik

Dalam wawancara dengan para petani di Desa Ringgit, musim

tanam di desa tersebut ada dua, yaitu musim kemarau (Gadu) dan

musim hujan (rendeng). Musim tanam I (MT I) dimulai pada bulan

November saat musim hujan dan musim panen I (MP I) terjadi diantara

akhir bulan februari dan bulan maret. Musim Tanam II (MT II) dimulai

pada bulan Maret dan Musim Panen II (MP II) pada bulan Juli,

sedangkan sisa dari 1 tahun tersebut terkadang digunakan untuk

menanam tanaman palawija atau dibiarkan menganggur.

Lahan

Lahan yang digunakan para petani SRI rata-rata berada di Desa

Ringgit dengan luas rata2 garapan 1500 m2 atau penduduk sekitar

sering mengistilahkannya dengan satu iring (1 iring = kurang lebih

sekitar 1500 m2). Status kepemilikan lahan yang berada di Desa Ringgit

terbagi menjadi empat jenis, yaitu lahan milik sendiri, lahan sewa,

52

lahan sakap, serta lahan bengkok. Kepemilikan lahan petani SRI di

Desa Ringgit sebagian besar adalah lahan milik sendiri, dan sebagian

lain merupakan lahan sakap4. Luas lahan yang ditanami SRI organik di

Desa Ringgit dapat dilihat berikut ini.

Tabel 4.6 Data Luas Lahan Garapan Petani SRI Organik Desa Ringgit,

Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo.

NO Nama Petani SRI Organik Luas Lahan Lokasi Lahan

1. Slamet 1800 Sikendil

6363 Sikauman

3009 Siklepu

1500 Sikendal

2. Wuryanto 2173 Siketanan

4300 Simijil

1795 Sipathok

3. Kuntaufik 4020 Simalang

2800 Abean

2000 Sipiter

4. Sarjan 1904 Ngeban

5. Sutadi 1243 Simijil

6. Suheni 1747 Simijil

2270 Silorok

3600 Bleber

7. Eko 3600 Sikendal

8. Narto 2000 Silaban

9. Tri Iskak 1880 Siburuan

10. Bejo 1000 Ds Tunjungan

1800 Abean

11. Wahyudi 2150 Sicangkring

1000 Sipopohan

12. Pairin 2070 Sigumbeng

13. Sartono 1800 Cangkring

TOTAL 57824 m2 57,82 Ha

Sumber : Data diperoleh saat FGD bersama Kelompok Tani 2015

Berbicara mengenai lahan, maka tidak lepas dari bagaimana

petani SRI mengelola lahan. Pengelolaan tanah mengutamakan

penggunaan bahan organik atau kompos antara 5 – 7 ton per hektar

(dengan catatan jerami kembali ke tanah) atau disesuaikan dengan

tingkat kesuburan lahan. Kompos adalah bahan organik yang telah

4 Sakap merupakan lahan milik orang lain yang digarap oleh petani dengan system bagi hasil namun biaya operasional ditanggung oleh petani, dan pemilik hanya menanggung biaya tetap seperti pajak.

53

lapuk yang menyerupai tanah dengan struktur remah berasal dari

berbagai bahan organik (hijauan, sisa tanaman, kotoran ternak dan

limbah organik lain) yang sengaja difermentasi dengan memanfaatkan

peranan biota tanah dan mikroorganisme dengan kondisi tertentu.

Dalam pengolahan lahan, kompos diberikan pada saat 1-2 minggu

sebelum bibit padi ditanam, pada pengolahan kedua, atau saat perataan,

ketika kondisi air di petakan macak-macak. Di dalam pertanian SRI

Organik kompos berfungsi sebagai berikut.

a. Memperbaiki kondisi fisik tanah

b. Mendorong kehidupan di dalam tanah, seperti cacing dan

mikroorganisme yang meningkatkan kesuburan lahan

c. Memperbaiki kondisi kimia tanah yakni memperbaiki pH

(derajat keasaman) tanah

d. Membangun kembali ruang bioreactor sebagai penyedia

nutrisi bagi tanaman

e. Memperkuat imunitas tanaman

Kompos yang digunakan oleh petani SRI ini merupakan buatan

sendiri, bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos adalah

bahan yang banyak mengandung nitrogen (bahan basah) dan bahan

yang mengandung karbon (bahan kering). Bahan – bahan tersebut

dapat dilihat pada Gambar 1.

Bahan yang mengandung nitrogen : sisa makanan dan sayuran, daun-daunan hijau, kotoran ternak.

Bahan yang mengandung karbon : serbuk gergaji, sekam padi, abu, jerami kering dan daun kering.

Sumber: Trainer PETA Desa Ringgit (Mas Bejo)

Gambar 4.1. Bahan Pembuatan Kompos

54

Persiapan lahan untuk bertani dimulai dengan mengolah lahan

tanam menggunakkan traktor. Traktor yang digunakan merupakan

milik kelompok tani Lestari, biaya yang dikenakan untuk membajak

sawah hingga selesai adalah Rp. 100.000,- digunakan untuk bahan

bakar dll. Perlu diketahui bahwa lahan yang akan digunakan dengan

metode SRI ini pada setiap pinggirannya di beri mulsa untuk menanam

tanaman legume, hal ini menurut para petani bertujuan sebagai

tanaman pagar, seperti yang dikemukakan Bapak Wuryanto :

“Mulsa ini digunakan sebagai tanaman pagar (Legume) karena lahan sebelah merupakan lahan padi konvensional yang menggunakan kimia, logikanya pagar angin membawa zat – zat kimia dari lahan sebelah, nah angin ini ditangkal oleh tanaman kacang ini, sehingga dimungkinkan padi steril dari kimia, tanaman kacang ini efektif dan lebih murah ketimbang kita menggunakan jala sebagai pagar.” (Pernyataan sudah diterjemahkan oleh peneliti kedalam bahasa Indonesia)

Di dalam persiapan lahan, yang perlu diperhatikan adalah

disalah satu pinggir lahan diberikan 3 kotak yang bertujuan untuk

filter air, kotak pertama berisi bebatuan, kotak kedua berisi tanaman

enceng gondok, kotak ketiga berisikan pasir. Hal ini bertujuan untuk

sterilisasi air, walaupun menggunakan air tanah, hal ini juga untuk

mengantisipasi adanya residu kimia yang terdapat pada air tanah.

Kemudian di lahan yang akan ditanami juga diberikan tempat saluran

air biasanya terdapat di tengah lahan. Untuk lebih jelas dapat dilihat

pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. Dari kiri ke kanan : tanaman pagar – saluran air ditengah –

sterilisasi air

55

Bibit

Bibit yang digunakan oleh petani SRI organik Desa Ringgit

merupakan bibit yang dibuat sendiri oleh kelompok petani Lestari, dan

dikoordinir oleh Ketua Kelompok sesuai dengan pesanan yang akan

ditanam oleh para anggota kelompok tani. Varietas bibit yang ditanam

yaitu sintanur, janur dan jasmine, kebanyakan petani SRI Ringgit

menanam jenis varietas Janur. Varietas Janur merupakan persilangan

antara Jasmine dan SIntanur yang disilangkan oleh Bapak Slamet,

varietas Janur ini digunakan oleh sebagian besar petani SRI Organik

dikarenakan varietas ini sangat cocok diaplikasikan pada metode SRI.

Jumlah bibit yang digunakan dalam metode SRI organik untuk luasan

lahan satu iring hanya membutuhkan 1-2 kg. penggunaan jumlah bibit

sebenarnya hanya 7-8 ons, kelebihan bibit digunakan untuk

penyulaman tanaman yang mati karena terinjak, tertiup angin, atau

dimakan oleh hama keong. Hal ini karena benih yang dipindah dari

lahan persemaian ke lahan sawah masih sangat muda (7-14 hari) dan

belum kokoh, sehingga sangat rentan terhadap kondisi lingkungan.

Penggunaan bibit muda dalam metode SRI membantu tanaman dalam

mempermudah menyerap makanan, sehingga mampu menghasilkan

banyak anakan.

Di dalam proses pembibitan SRI Organik, agar memperoleh

bibit yang sehat dan bermutu terdapat langkah-langkah yang secara

teknis harus diterapkan, antara lain :

a. Pemilihan benih yang baik,

Untuk mendapatkan benih yang bermutu baik atau bernas

dalam metode SRI ini harus terlebih dahulu diadakan

pengujian benih. Pengujian benih dilakukan dengan cara

penyeleksian menggunakan larutan garam.

b. Perendaman benih,

Benih yang telah diuji tersebut kemudian direndam dengan

menggunakan air biasa. Perendaman ini bertujuan untuk

melunakkan sekam gabah sehingga dapat mempercepat benih

56

untuk berkecambah. Dalam proses perendaman ini dilakukan

selama 24 jam sampai 48 jam.

c. Penganginan benih,

Benih yang telah direndam kemudian diangkat dan

dimasukkan ke dalam karung yang berpori-pori atau wadah

tertentu dengan tujuan untuk memberikan udara masuk ke

dalam benih padi, dan kemudian disimpan di tempat yang

lembab. Penganginan ini dilakukan selama 24 jam.

d. Persemaian benih,

Persemaian dengan metode SRI dilakukan dengan

mempergunakan tampah atau besek, atau di hamparan sawah,

hal ini dimaksudkan untuk mempermudah penanaman

e. Penanaman benih

Setelah persemaian bibit dipindahkan ke lahan dan ditanam

dalam keadaan utuh ( akar tidak putus). Kondisi air pada saat

tanam adalah “macak-macak”5, bibit yang ditanam setiap

lubangnya berisi satu benih dan ditanam dangkal, yaitu pada

kedalaman 2-3 cm dengan bentuk perakaran horizontal. Jarak

tanam yang digunakan bervariasi, yaitu 25x25 cm dan 30x30

cm apabila tanah sudah dianggap subur maka jarak tanam bisa

30 x 30 cm, 40 x 40 cm bahkan 50 x 50 cm. Penanaman jarak

tanam yang lebar dalam prinsip SRI bertujuan untuk

mendorong pertumbuhan akar secara optimal serta

memaksimalkan sinar matahari yang cukup secara optimal.

Jarak tanam menentukan produksi anakan. Semakin jarang

maka semakin banyak hasil anakan karena persaingan atas

kebutuhan hidup tanaman semakin sedikit. Namun demikian,

semakin jarang juga mempengaruhi populasi satuan luas. Oleh

karena itu perlu pengalaman untuk menentukan jarak optimal

di masing-masing lokasi

5 Macak-macak adalah kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang

57

Pengelolaan Air, Pemupukan dan Penyiangan

Pada metode SRI terdapat perlakuan yang berbeda dalam

pemupukan setelah tanam. Pupuk yang digunakan setelah benih

ditanam yaitu dengan menggunakkan MOL (Mikroorganisme Lokal).

Mol berfungsi dalam membantu pertumbuhan tanaman dan kesehatan

ekosistem, serta dapat melarutkan unsure hara makro dan mikro tanah.

Petani SRI di Desa Ringgit tidak semua mampu membuat Mol, akan

tetapi dibuat oleh ketua kelompok tani ( Bapak Slamet) yang nantinya

dibagi-bagikan kepada seluruh anggota kelompok. Dalam pertanian

dengan metode SRI Organik, Mol dibagi menjadi empat jenis antara

lain Mol tunas (Giberelin), Mol Batang (Sitokinin), Mol daun (Auxin),

Mol Inhibitor, serta Mol untuk pengisian bulir. Secara teknis

pemberian Mol dapat dilihat pada Gambar 4.3 dibawah ini :

Sumber : Diperoleh dari PETA Organik Desa Ringgit

Gambar 4.3 Pemberian Mol

Dengan melihat gambar diatas, berbicara mengenai

pengelolaan air maka proses pengelolaan air dan penyiangan dalam

metode SRI desa Ringgit dilakukan sebagai berikut :

1. Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST),

keadaan air dilahan adalah macak-macak

58

2. Padi berumur 10 HST air kembali digenangkan dengan

ketinggian 2-3 cm selama satu malam. Hal ini dilakukan untuk

memudahkan penyiangan (matun) tahap pertama. Penyiangan

atau matun dilakukan 4 kali setiap 10 hari sekali sebelum

disemprot dengan Mol hingga padi berumur 40 HST.

Frekwensi penyiangan hingga 4 kali bertujuan untuk menjaga

ketersediaan oksigen di dalam tanah, membantu tanah tetap

gembur dan mengembalikan fungsi gulma agar lebih cepat

sebagai nutrisi bagi tanaman padi. Setiap kali penyiangan

dilakukan juga penerapan MoL (mikroorganisme lokal) buatan

sendiri. Bahan-bahan pembuat MoL antara lain berupa buah-

buahan, buah Maja, Rebung Bambu, Bonggol Pisang dan lain-

lain.

3. Pada saat padi berumur 50-60 HST kondisi air dilahan

dikeringkan, hal ini bertujuan untuk menghentikan peranakan.

4. Pada saat padi berumur 70-80 HST, lahan digenangi air kembali

setinggi 2 cm hingga 70% bulir padi masak kemudian air

dikeringkan kembali hingga panen.

Gambar 4.4 Grafik Peranakan Tanaman Padi (Uji Coba dalam Pot)

59

Di dalam teknisnya pengembangan padi SRI Organik ini dapat

diteliti dan diuji coba didalam pot, berikut adalah hasil ujicoba

peranakan padi dengan metode SRI Organik:

Grafik ini adalah hasil pengamatan peranakan tanaman padi

pada pot (Pak Slamet, Ringgit 2007). Hasil pengamatan ini memberikan

petunjuk pada kita:

Umur vegetatif tanaman padi (Sintanur) sekitar 58 – 60 hari

(benih 10 hari ditambah 48 HST).

Peranakan yang lambat saat umur tanaman muda

mempengaruhi jumlah anakan produktif.

Menurut beliau kita bisa mengusahakan terjadinya percepatan

peranakan pada saat tanaman umur muda dengan mengoptimalkan

fungsi dan peran KOMPOS dan MoL serta membantu pertumbuhan

dan perkembangan perakaran tanaman dengan ’matun’ dan

pengelolaan air.

Panen dan Pasca Panen

Umur panen dipengaruhi oleh varietas yang ditanam,

umumnya berkisar antara 100-120 hari. Tenaga kerja untuk panen

biasanya dengan mempekerjakan tenaga kerja sejumlah 10-14 orang.

Biaya yang dikeluarkan pada saat pemanenan adalah tenaga kerja yang

dibayar dengan padi besarnya 10% dari total hasil yang didapat,

kemudian setelah itu dilakukan penjemuran gabah basah sebanyak 3x.

1 iring lahan mendapatkan 1,5 ton gabah basah, dan setelah

dikeringkan dan diolah menjadi beras sebesar 500 – 550kw, harga beras

organik di desa ringgit adalah Rp8.900,- yang diterima petani,

sedangkan dijual keluar dengan harga Rp10.200,- beras merah

Rp9.900,- dijual ke luar Rp10.900,- beras hitam Rp25.000,- dijual ke

luar Rp 26.000,- perbedaan harga dengan selisih Rp1.000,- digunakan

untuk biaya operasional kelompok.

Hasil panen tanaman padi yaitu berupa gabah dan jerami.

Gabah yang sudah dikeringkan dan digiling menyisakan kulit gabah

dan dedak. Kulit gabah yang dibakar dapat digunakan sebagai pupuk

60

yang disebut merang, sedangkan dedak dapat digunakan sebagai pakan

ternak. Untuk jerami harus dikembalikan kembali ke lahan untuk

dijadikan kompos. Karena dalam 1 kilogram jerami terdapat unsure-

unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti Nitrogen (N),Phosfor

(P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), serta Silikat (Si) yang

berfungsi sebagai imun bagi tanaman padi

Berikut peneliti sajikan hasil demplot tanam SRI Organik Desa

Ringgit Kecamatan Ngombol Purworejo milik Bapak Slamet Supriyadi.

• Lahan milik : Pak Slamet Supriyadi

• Luas Lahan : 725 M2

• Tanggal tanam : 18 November 2007

• Varietas : Sintanur

• Umur Benih : 10 hari

• Jarak Tanam : 25 x 25 cm ; 30 x 30 cm ; 40 x 40 cm ; 50 x 50 cm

• Bahan / Pupuk Organik : Jerami, Kotoran Sapi

• Tanggal Panen : 25 Februari 2008

• Produktifitas dengan ubinan : 11,44 ton / Ha

• Produktifitas riil : 783 kg

• Pengukur Produktifitas : PPL Kecamatan Ngombol

61

62

63

Analisis Usaha Tani

Analisis usaha tani pada penelitian ini dijelaskan secara

deskriptif. Penjelasan analisis usaha tani diasumsikan bahwa seluruh

petani SRI Organik memiliki lahan sendiri. Analisis usaha tani petani

SRI Organik dapat dilihat dalam table analisis dibawah ini :

64

Tabel 4.7. Analisis usaha tani Konvensional dan SRI Organik

Jenis Tanaman : Padi Sintanur

Luas Lahan : 1 Iring

Waktu : 120 hari

Konvensional SRI Organik

Vol/ Kg

Harga (Rp)

Total (Rp)

Vol/ Kg

Harga (Rp) Total Ket

Hasil Produksi (GKP) 450 5.700 2.565.000 1432

Biaya Produksi

Olah Tanah Traktor 1 100.000 100.000 1 100.000 100.000 Biaya Angkut 1 100.000 100.000 1 100.000 100.000 Diesel 1 5.000 5.000 0,5 5.000 2.500 Penanaman

Benih 4 8.000 32.000 1,5 10.000 15.000 Tenaga Kerja 3 8.000 24.000 3 8.000 24.000

Pemupukan Urea 32,5 1.600 52.000

Ponshka 23,5 2.300 54.050

SP 36 16,5 2.200 36.300

ZA 6,5 1.200 7.800

Kotoran Ayam

18 3.700 66.600

Kotoran Sapi 10 5.600 56.000 27 5.600 151.200 Kotoran Kambing 30 2.750 82.500

Penyiangan Pestisida 100 800 80.000

MoL

7 10.000 70.000 Alat Matun 2 5.000 10.000

Tenaga Kerja 8 8.000 64.000

Pemanenan Konven-sional : TK dibayar 10% dari hasil Harga beras untuk petani Rp. 8900 beras tidak layak jual digunakan untuk konsumsi

Biaya Angkut 1 100.000 100.000 1 100.000 100.000 Tenaga Kerja 10% 4 8.000 32.000

Pasca Panen Gabah kering (GKP) 450 5.700 2.565.000 1432 Penggilingan (GKG)

1240

Beras Sortir 650 8.900 5.785.000

Total Produksi

657.150

807.800

Pendapatan Bersih 1.907.850 4.977.200

Sumber : Olahan Data Primer hasil diskusi dengan beberapa petani

65

Pada tabel usaha tani diatas mengenai produktivitas padi,

peneliti membandingkan antara metode konvensional dan metode SRI

organik. dengan tujuan untuk melihat besaran produktivitas usaha tani

pada metode SRI Organik. Tabel diatas menjelaskan jumlah produksi

per satuan luas lahan (kg/iring). waktu penelitian dilakukan pada saat

MT I (Masa Tanam Pertama) pada akhir bulan November 2011,

perbedaan antara MT I dan MT II tidak terlalu besar karena di Desa

Ringgit pada dasarnya hanya melakukan dua kali penanaman padi. MT

I dilakukan pada bulan November hingga Februari dan MT II

dilakukan pada bulan April hingga Juli.

Pada tabel memperlihatkan bahwa hasil produksi padi Gabah

Kering Panen (GKP) dengan metode konvensional adalah 450 kg per

iring, sedangkan metode SRI organik (GKP) adalah 1432 kg per iring.

Tabel memperlihatkan bahwa total produksi metode konvensional

adalah Rp 657.150, sedangkan metode SRI organik adalah Rp 807.800.

Diketahui bahwa nilai perbedaan output akhir produk yang dijual pada

kenyataannya berbeda, yaitu petani konvensional menjual produk

akhirnya berupa gabah (GKP), sedangkan petani SRI organik berupa

beras kemasan siap jual, sehingga hasil pendapatan bersih pertanian

metode konvensional adalah Rp. 1.907.850,- dan SRI Organik adalah

Rp. 4.977.200. Petani organik menjual hasil panennya berupa beras

yang dikumpulkan di kelompok, walaupun yang diberikan kepada

kelompok juga berupa GKP yang nantinya diproses lebih lanjut oleh

kelompok dari mulai penggilingan hingga pengemasan. Harga jual

beras organik yang di tawarkan yaitu Rp 10.200 per kg, namun harga

yang diterima oleh petani dari kelompok yaitu Rp 8.900 per kg. Selisih

harga Rp 1.300 merupakan biaya yang dikeluarkan kelompok untuk

biaya penggilingan, biaya pensortiran beras, biaya kemasan, serta kas

yang digunakan untuk pemasukan kelompok.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerimaan

petani SRI organik lebih tinggi dari petani konvensional yang

disebabkan oleh tingginya harga jual beras organik yaitu Rp 8.900,-

dan jumlah beras yang dihasilkan metode SRI organik lebih banyak

dibandingkan dengan metode konvensional. Perhitungan pendapatan

66

usahatani akan berbeda, antara petani pemilik dan petani penggarap,

perbedaannya sebesar 50 persen. Persentase tersebut didasarkan atas

kesepakatan bersama antara pemilik lahan dengan penggarap lahannya.

Hal lain yang menjadi alasan untuk tidak dibedakannya antara petani

penggarap dan petani pemilik yaitu, biaya pajak dan biaya sewa

dikeluarkan pada MT II, sedangkan penelitian dilakukan pada MT I.

Dengan demikian, kedua biaya tersebut termasuk ke dalam biaya

diperhitungkan.

Manajemen Kelompok Tani

Adanya produksi pertanian merupakan komoditi yang perlu

dikelola dan disitribusikan sesuai dengan pencapaian tujuan

kesejahteraan petani. Dengan adanya organisasi, petani memiliki

kemudahan dalam memanajemen produk yang dihasilkannya berupa

produk tanaman pangan. Untuk menjaga kualitas, gabah yang dimiliki

oleh setiap petani yang memproduksi beras dengan metode SRI

Organik disimpan digudang dengan mengemasnya dan

mengidentifikasinya sesuai kepemilikan. Proses penjemuran dan

penyelepan dilakukan sesuai jadwal dan kesediaan pengurus Kelompok

Tani yang mengelola proses produksi dari gabah menjadi beras sampai

dengan pengemasannya.

Adapun alur proses manajemen dalam pendistribusian produk

pangan Kelompok Tani Desa Ringgit adalah sebagai berikut.

Gambar 4.5 Alur Distribusi Produksi Kelompok Pemuda Tani Lestari

67

Dengan melihat alur diatas dapat dijelaskan bahwa anggota

kelompok pemuda tani lestari mempunyai peran dan fungsi masing -

masing. Sebelum masa tanam dimulai Ketua Kelompok tani (Pak

Slamet) mendata para anggotanya, perihal jenis beras apa yang akan

ditanam para anggota (beras putih, beras merah, atau beras hitam). Pak

Slamet menyiapkan benih dan bibit padi yang mana akan digunakan

anggota untuk menanam jenis bibit yang diminta. Pembagian bibit

sudah dilakukan dan para anggota sudah melakukan Masa Tanam

(MT), selanjutnya pengurus kelompok tani (Mas Kuntaufik dan Mas

Bejo) menyiapkan MOL sebagai pestisida yang akan digunakan ke

lahan pertanian para anggota kelompok pemuda tani lestari. Saat Masa

panen (MP) tiba, anggota SRI Desa RInggit mengirimkan atau

mengumpulkan hasil panen ke lumbung atau gudang. Hasil panen dari

masing - masing anggota dicatat oleh sekretaris Kelompok Tani (Pak

Wuryanto), selain mencatat hasil panen masing- masing anggota Pak

Wuryanto juga mengatur dan mencatat pola pemasaran. Setelah hasil

panen para anggota terkumpul, saatnya dilakukan pengeringan gabah

yang dilakukan oleh para ibu - ibu anggota kelompok tani hingga

proses pemijahan atau pemilihan antara beras dan gabah. Dalam proses

pengepakan ke dalam plastik pun beras disortir oleh ibu - ibu, menurut

Pak Wuryanto : beras yang masuk kemasan harus beras utuh, yng

pecah dipisah supaya kualitas dalam kemasan tetap berkualitas. Beras-

beras yang pecah nantinya akan diberikan ke angggota yang hasil

panennya diproses, biasanya beras pecah tersebut dikonsumsi sendiri.

Setelah semuanya dalam kemasan siap edar saatnya tugas

pemasaran untuk menyalurkan beras - beras tersebut ke distributor

yang sudah dipercaya oleh kelompok tani. Perlu diketahui bahwa

pemasaran beras bogowonto antara lain : Jakarta, Bandung, Jogjakarta,

dll. Ada keunikan yang ditemukan peneliti pada alur manajemen

Kelompok Tani Pemuda Lestari, yaitu cara manajemen dengan anggota

- anggotanya yaitu dengan cara urutan jual (menurut Pak Slamet)

sebagai contoh : MP kali ini Mas Kuntaufik urutan pertama, ketika

distributor membutuhkan beras, yang akan diproses terlebih dahulu

adalah hasil panen milik mas kuntaufik hingga proses diatas dilakukan

sampai dalam bentuk kemasan, hasil jumlah kemasan dan proses

68

disaksikan oleh Mas kuntaufik. Setelah diedarkan hasil penjualan

dipotong dengan proses penggilingan hingga pengemasan biasanya

dipotong Rp. 1.300 per KG dan diberikan ke Mas Kuntaufik. Begitu

selanjutnya kepada urutan kedua, ketiga, dst. Hal yang biasanya terjadi

adalah hasil Pak Slamet dan Pak Wuryanto menurut beliau selalu

mendapatkan giliran terakhir