9
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian tentang uji fungsi paru pada pekerja PT Wijaya Tri Utama Plywood Industry bagian produksi berdasarkan masa kerja. Sampel pada penelitian ini adalah pekerja PT Wijaya Tri Utama Plywood Industry bagian produksi dengan jumlah sebanyak 53 orang yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur fungsi paru menggunakan spirometer untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil uji fungsi paru pekerja dengan masa kerja di bawah 5 tahun dan yang di atas 5 tahun. Hasil pengukuran fungsi paru terhadap sampel dapat dilihat dalam gambar 5.1.

BAB 5 Bismillah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sasasa

Citation preview

Page 1: BAB 5 Bismillah

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian tentang uji fungsi paru pada pekerja PT Wijaya Tri

Utama Plywood Industry bagian produksi berdasarkan masa kerja. Sampel pada

penelitian ini adalah pekerja PT Wijaya Tri Utama Plywood Industry bagian produksi

dengan jumlah sebanyak 53 orang yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi

sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengukur fungsi paru

menggunakan spirometer untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil uji

fungsi paru pekerja dengan masa kerja di bawah 5 tahun dan yang di atas 5 tahun.

Hasil pengukuran fungsi paru terhadap sampel dapat dilihat dalam gambar 5.1.

Fungsi Paru Normal

Fungsi Paru Tidak Normal

0

5

10

15

20

25

30

35

24 orang (45%)

29 orang(55%)

Gambar 5.1. Hasil Uji Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi

Dari 53 sampel, sebanyak 29 sampel (55%) mempunyai hasil uji fungsi paru

yang tidak normal. Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa pekerja yang bekerja pada

lingkungan berdebu beresiko tinggi mengalami gangguan fungsi paru. Hal ini sesuai

Page 2: BAB 5 Bismillah

dengan hasil penelitian dari Wenang Triatmo, MS Adi, dan Yusniar Hanani tahun 2006

pada PT Alis Jaya Ciptatama serta penelitian Mamta Mohan, Aprajita, dan Neeraj Kant

Panwar di tahun 2010 yang menunjukkan bahwa paparan debu kayu mempunyai

pengaruh kuat terhadap kemungkinan seseorang terpajan sehingga mengakibatkan

gangguan fungsi paru. Pada penelitian ini kebanyakan debu yang bertebaran di sekitar

bagian produksi adalah berasal dari proses pemotongan, penyerutan, dan pengamplasan.

Debu yang bertebaran tersebut dapat terhirup masuk ke saluran pernapasan dan

mengakibatkan gangguan fungsi paru (30,31).

Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran fungsi paru pada pekerja menurut

masa kerjanya (kurang dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun). Hasil pengukuran fungsi

paru berdasarkan masa kerja terhadap sampel dapat dilihat dalam gambar 5.2.

Masa Kerja <5 tahun

Masa Kerja >5 tahun

02468

101214161820 19 orang

5 orang

11 orang

18 orang

NormalTidak Normal

Gambar 5.2. Hasil Uji Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi menurut Masa Kerja

Dari gambar 5.2 dapat dilihat bahwa jumlah pekerja yang mempunyai hasil uji

fungsi paru tidak normal lebih banyak ditemukan pada pekerja dengan masa kerja lebih

dari 5 tahun. Setelah dilakukan pengukuran dan pencatatan data. Hasil penelitian

Page 3: BAB 5 Bismillah

kemudian diuji secara statistik menggunakan uji chi square. Data hasil penelitian yang

telah dilakukan uji chi square dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Hasil Uji Chi Square Perbedaan Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi

Berdasarkan Masa Kerja.

Fungsi ParuMasa Kerja

Total P-Value< 5 tahun > 5 tahun

Normal 19 5 24

0,003Tidak Normal 11 18 29

Jumlah 30 23 53

Berdasarkan hasil uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% antara hasil

uji fungsi paru pekerja bagian produksi berdasarkan masa kerja, tidak terdapat sel yang

mempunyai nilai expected count < 5, sehingga uji chi square ini dapat dipakai. Hasil uji

diperoleh p-value = 0,003 (p-value < 0,05) (lampiran 4), uji statistik ini menandakan Ho

diterima, hai ini berarti terdapat perbedaan antara hasil uji fungsi paru pekerja bagian

produksi terhadap masa kerja.

Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Mandryk et al. pada tahun 2000, Jacobsen et al. pada 2008, berikutnya

Osman dan Pala pada 2009 serta Selvi Zuryani di tahun 2013 yang menunjukkan

terdapat hubungan antara masa kerja dengan munculnya gangguan fungsi paru pada

pekerja di lingkungan berdebu. Masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai salah

satu faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja. Masa kerja menentukan

Page 4: BAB 5 Bismillah

lamanya seseorang telah terpapar debu di tempat kerjanya. Semakin lama seseorang

bekerja di lingkungan berdebu, semakin banyak juga debu yang dapat terhirup dan

hasilnya dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan fungsi paru (1,32,33,34).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh masa kerja

terhadap fungsi paru di lingkungan kerja yang berdebu, didapatkan bahwa pada

penambangan pasir dan pemecah batu kelainan paru dapat terjadi setelah terpapar 1-3

tahun, pada industri keramik gejala klinik umumnya timbul setelah 5 tahun, pada

industri penggilingan padi gangguan paru umumnya terjadi setelah terpapar 5 tahun, dan

pada industri pengolahan kayu gangguan paru umumnya terjadi setelah terpapar 5-6

tahun. Pada kejadian asma kerja, terjadi peningkatan berdasarkan lamanya pekerja

terpapar (5% untuk kurang dari 4 tahun, 6% pada 5-9 tahun, 10% pada 12-19 tahun dan

12% untuk yang lebih dari 20 tahun). Terakhir, pekerja yang bekerja lebih dari 5 tahun

mempunyai 3 kali kemungkinan lebih besar untuk mempunyai gangguan fungsi paru

dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dibawah 5 tahun. Gangguan fungsi paru

sendiri terbagi menjadi tiga yaitu gangguan restriktif, obstruktif, dan campuran

(35,36,37,38,27).

Restriktif Obstruktif Campuran0

5

10

15

20

25

30

35

Gambar 5.3. Distribusi Jenis Gangguan Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi

Page 5: BAB 5 Bismillah

Dari gambar 5.3. dapat dilihat semua gangguan fungsi paru yang didapat pada

pekerja adalah gangguan restriktif. Menurut patofisiologinya sendiri gangguan

obstruktif dapat terjadi karena debu kayu menumpuk di sepanjang saluran pernafasan

dan menginduksi pelepasan mediator inflamasi sehingga menyebabkan pembengkakan

saluran nafas yang mengganggu aliran udara keluar saat ekspirasi. Sedangkan gangguan

restriktif dapat terjadi karena partikel debu yang menumpuk di parenkim paru difagosit

oleh makrofag yang nantinya akan membuat sifat elastisitas paru berkurang dan

membuat paru sulit mengembang (22).

Hasil seperti gambar 5.3. dapat terjadi karena pada gangguan obstruktif dimana

salah satunya terdapat pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) penyebab

utamanya adalah akibat kebiasaan merokok yang sudah kronis, sedangkan efek polusi

udara di lingkungan kerja yang berdampak pada paru tidak terlalu berefek. Pada

penelitian Rastogi SK et al. didapatkan pola gangguan fungsi paru pada pekerja industri

kayu didominasi oleh jenis restriktif (28,4%). Pada gangguan obstruktif terdapat

prevalensi yang mirip antara pekerja yang terekspos debu (1,8%) dan kontrol (2,2%)

sehingga menunjukkan paparan debu kayu tidak terlalu berpengaruh pada gangguan

obstruktif. Hal ini menyimpulkan pola gangguan fungsi paru yang muncul pada pekerja

industri kayu lebih didominasi oleh gangguan restriktif (39,40).

Pekerjaan di lingkungan berdebu memang beresiko tinggi menimbulkan masalah

kesehatan khususnya pada organ pernafasan, semakin lama kita bekerja kemungkinan

mengalami gangguan fungsi paru juga semakin besar. Namun kemungkinan tersebut

dapat diminimalisir dengan beberapa cara. Pertama dapat dilakukan dengan memasang

filter saringan udara yang bagus sehingga kadar debu di udara lingkungan kerja dapat

Page 6: BAB 5 Bismillah

berkurang dan kedua dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa masker

yang tingkat kerapatannya bagus dan pola penggunaan masker yang tepat yaitu

digunakan terus menerus selama berada di lingkungan tempat kerja.

Keterbatasan dari penelitian ini adalah tidak dimasukkannya penggunaan APD

pada kriteria inklusi karena keterbatasan sampel untuk mengingat konsistensinya dalam

memakai masker selama bekerja. Selain itu, keterbatasan dalam penelitian ini adalah

tidak dilakukannya pengukuran kadar debu di lingkungan kerja sehingga tidak dapat

mengetahui apakah kadar debu di lingkungan kerja memang sudah sesuai dengan NAB

atau melebihinya.