23
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar. Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf 1 | Pelemas otot dan obat-obat syaraf otonom

BAB I

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB  I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk

bervariasi. Sistern ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam

kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan)

antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf

dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal

dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang

menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar.

Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron).

Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa

rangsang atau tanggapan. Setiap neuron terdiri dari satu badan sel yang di

dalamnya terdapat sitoplasma dan inti sel. Dari badan sel keluar dua macam

serabut saraf, yaitu dendrit dan akson (neurit). Setiap neuron hanya

mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit. Kedua serabut saraf ini

berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut

mielin yang merupakan kumpulan sel Schwann yang menempel pada akson.

Sel Schwann adalah sel glia yang membentuk selubung lemak di seluruh

serabut saraf mielin. Membran plasma sel Schwann disebut neurilemma.

Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian dari

akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus Ranvier, yang berfungsi

mempercepat penghantaran impuls.

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar

(sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya

diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak

1 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 2: BAB  I

dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan

sekresi keringat. Di dalam sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf

yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju

organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan

masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga

membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut

urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf

post ganglion (Pratiwi, DA.1996. Biologi 2. Jakarta. Erlangga. Diakses

tanggal 14 Oktober 2010).

1.2. Tujuan Percobaan

a. Mengetahui efek obat pelemas otot

b. Mengetahui obat – obat yang bekerja pada sistem syaraf otonom

c. Mengetahui cara kerja obat – obat syaraf otonom

1.3. Hipotesis

Pada percobaan ini, mencit yang diberikan diazepam secara intra peritoneal

akan menjadi lemas (terjadi penurunan aktvitas mencit), lalu aktivitasnya akan

meningkat kembali setelah diberikan strignin secara intra peritoneal.

Sedangkan pada mencit yang diberikan strignin secara intra peritoneal akan

mengalami peningkatan aktivitas.

2 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 3: BAB  I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem syaraf otonom yang dikenal juga dengan nama sistem syaraf vegetatif,

sistem syaraf visceral atau sistem syaraf tidak sadar, sistem mengendalikan dan

mengatur kemauan. Sistem syaraf ini terdiri dari atas serabut syaraf-syaraf, ganglion-

ganglion dan jaringan syaraf yang mensyarafi jantung, pembuluh darah, kelenjar-

kelenjar, alat-alat dalaman dan otot-otot polos. Obat-obat yang sanggup

mempengaruhi fungsi sistem syaraf otonom, bekerja berdasarkan kemampunannya

untuk meniru atau memodifikasi aktivitas neurohimor-transmitor tertentu yang

dibebaskan oleh serabut syaraf otonom di ganglion atau sel-sel (organ-organ) efektor.

Termasuk kelompok ini pula adalah beberapa kelenjar diantaranya kelenjar ludah,

keringat dan pencernaan, dan juga otot jantung, yang sebagai pengecualian bukan

merupakan otot polos, tetapi suatu otot lurik. Dengan demikian, sistem saraf otonom

tersebar luas di seluruh tubuh dan fungsinya adalah mengatur secara otomatis

keadaan fisiologi yang konstan, seperti suhu badan, tekanan, dan peredaran darah,

serta pernapasan (Tjay & Rahardja, 2002).

Sistem saraf otonom membawa impuls saraf dari susunan saraf pusat ke organ

efektor melalui 2 jenis serat saraf eferen yaitu saraf praganglion dan saraf

pascaganglion. Lingkaran refleks saraf otonom terdiri dari serat aferen yang

sentripental disalurkan melalui nervus vagus, nervus pelvikus, nervus splanknikus,

dan saraf otonom lainnya. Badan sel serat-serat ini terletak di ganglia dalam kolumna

dorsalis dan ganglia sensorik dari saraf kranial tertentu. Tidak jelas perbedaan antara

serabut aferen sistem saraf otonom dengan serabut aferen sistem somatik, sehingga

tidak dikenal obat yang secara spesifik dapat mempengaruhi serabut aferen otonom.

Serat eferen yang disalurkan melalui saraf praganglion, ganglion, dan saraf

pascaganglion berakhir pada sel efektor (Tjay & Rahardja, 2002).

3 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 4: BAB  I

Saraf otonom juga berhubungan dengan saraf somatik. Sebaliknya kejadian

somatik dapat mempengaruhi fungsi organ otonom. Pada susunan saraf pusat terdapat

beberapa pusat otonom, yaitu di medulla oblongata terdapat pengatur pernapasan dan

tekanan darah; hipotalamus dan hipofisis yang mengatur suhu tubuh, keseimbangan

air, metabolisme karbohidrat dan lemak, pusat tidur dan sebagainya. Hipotalamus

dianggap sebagai pusat sistem saraf otonom. Walaupun demikian masih ada pusat

yang lebih tinggi lagi yang dapat mempengaruhinya yaitu korpus striatum dan korteks

serebrum yang dianggap sebagai koordinator antara sistem otonom dan somatik (Tjay

& Rahardja, 2002).

Serat eferen terbagi dalam sistem simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis

disalurkan melalui serat torakolumbal dari torakal 1 sampai lumbal 3, dalam sistem

ini termasuk ganglia paravertebral, pravertebral dan ganglia terminal. Sistem

parasimpatis atau kraniosakral outflow disalurkan melalui saraf otak ke III, VII, IX

dan X, dan N. pelvikus yang berasal dari bagian sacral segmen 2, 3, dan 4. Sebagian

besar neuron praganglion parasimpatis berakhir di sel-sel ganglion yang tersebar

merata atau yang terdapat pada dinding organ efektor (Mutschler, 1991). Terdapat 5

perbedaan pokok antara saraf otonom dan saraf somatik yaitu :

1. Saraf otonom menginervasi semua struktur dalam tubuh kecuali otot rangka

2. Sinaps saraf otonom simpatis terletak dalam ganglia yang berada di medulla

spinalis, yakni ganglio pravertebralis dan ganglia paravertebralis. Tetapi sinaps

saraf otonom parasimpatis berakhir di ganglia parasimpatis, yang terdapat di luar

organ yang dipersarafi, yakni ganglia siliaris, pterigopalatina, submandibula,

otikus dan pelvis. Saraf somatik hanya mempunyai satu jenis neuron motorik,

yang berasal dari otak atau medulla spinalis langsung menuju otot rangka tanpa

melalui ganglia

3. Saraf otonom membentuk pleksus yang terletak di luar susunan saraf pusat, saraf

somatik tidak membentuk pleksus

4. Saraf somatik diselubungi sarung mielin, saraf otonom pasca ganglion tidak

bermielin

4 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 5: BAB  I

5. Saraf otonom menginervasi sel efektor yang bersifat otonom, artinya sel efektor

itu dapat berfungsi tanpa persarafan. Sebaliknya, jika saraf somatik putus maka

otot rangka yang bersangkutan mengalami paralisis disusul atropi otot (Mutschler,

1991).

Sistem saraf otonom berfungsi untuk memelihara keseimbangan dalam

organisme. Sistem ini mengatur fungsi-fungsi yang tidak di bawah kesadaran,

diantaranya:

Sirkulasi, dengan cara menaikkan atau menurunkan aktivitas jantung dan

khususnya melalui penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah

Pernapasan, dengan cara menaikkan atau menurunkan frekuensi pernapasan dan

penyempitan atau pelebaran otot bronkhus.

Peristaltik saluran cerna.

Tonus semua otot polos lain (misalnya kandung empedu, ureter, kandung kemih,

uterus).

Sekresi kelenjar keringat, kelenjar air ludah, kelenjar lembung, kelenjar usus, dan

kelenjar-kelenjar lain. (Wawansumantri, 2009)

Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam

sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,

atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas reseptor khusus.

Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ jantung dan kelenjar

(Tjay & Rahardja, 2002).

Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan cara menghambat

atau mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan tempat pengaruh obat

pada transmisi sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu:

1. Hambatan pada sintesis atau penglepasan transmitter

a. Kolinergik

Hemikolinium menghambat ambilan kolin ke dalam ujung saraf sehingga

mengurangi sintesis asetilkolin. Toksin botulinus menghambat pelepasan

asetilkolin di semua saraf kolinergik. Toksin tersebut memblok secara

5 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 6: BAB  I

irreversibel pelepasan asetilkolin dari gelembung saraf di ujung akson dan

merupakan salah satu toksin paling poten yang dikenal. Toksin botulinum

memproteolisis protein membrane; sintaksin dan SNAP-25 (synaptosome

associated protein) yang berperan dalam fusi membran vesikel dengan membran

prasinaps dalam eksositosis vesikel kolinergik. Toksin tetanus mempunyai

mekanisme kerja yang serupa.

b. Adrenergik

Metiltirosin memblok sintesis norepinefrin dengan menghambat tirosin-

hidroksilase, enzim yang mengkatalisis tahap penentu laju sintesis (rate limiting

slope) norepinefrin. Sebaliknya, metildopa, penghambat dopa dekarboksilase,

seperti dopa sendiri didekarboksilasi dan dihidroksilasi menjadi α-metil

norepinefrin. Guanetidin dan bretilium juga mengganggu penyimpanan

norepinefrin dengan akibat pengosongan norepinefrin di vesikel.

2. Menyebabkan penglepasan transmitter

a. Kolinergik

Racun laba-laba black widow yaitu latroroksin menyebabkan penglepasan

asetilkolin (eksositosis) yang berlebihan, disusul dengan blokade.

b. Adrenergik

Tiramin, efedrin, amfetamin dan obat sejenis menyebabkan pelepasan

norepinefrin yang relatif cepat dan singkat sehingga menghasilkan efek

simpatomimetik. Sebaliknya, reserpin dengan memblok transport aktif

norepinefrin dan transmitter lain misalnya 5-HT dan dopamin ke dalam vesikel

menyebabkan pengosongan transmitter secara lambat dari vesikel. Norepinefrin

di luar vesikel akan dipecah oleh MAO. Akibat pengosongan depot norepinefrin

di ujung saraf, terjadi penurunan aktivitas yang bermanifestasi sebagai

penurunan tekanan darah.

3. Ikatan dengan reseptor

Obat yang menduduki reseptor dan dapat menimbulkan efek yang mirip dengan

6 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 7: BAB  I

efek transmitter disebut agonis. Obat yang hanya menduduki reseptor tanpa

menimbulkan efek langsung mengakibatkan berkurang atau hilangnya efek

transmitter pada sel tersebut karena tergesernya transmitter dari reseptor disebut

antagonis atau bloker.

4. Hambatan destruksi transmitter

a. Kolinergik

Antikolinesterase merupakan kelompok besar zat yang menghambat destruksi

asetilkolin karena menghambat AChE, dengan akibat perangsangan berlebihan

di reseptor muskarinik oleh asetilkolin dan terjadinya perangsangan disusul

blokade di reseptor nikotinik.

b. Adrenergik

Ambilan kembali norepinefrin setelah penglepasannya di ujung saraf

merupakan mekanisme utama penghentian transmisi adrenergik. Hambatan

proses ini oleh kokain dan imipramin mendasari peningkatan respon terhadap

perangsangan simpatis oleh obat tersebut. Penghambat COMT misalnya

entakapon hanya sedikit meningkatkan respon katekolamin, sedangkan

penghambat MAO misalnya tranisilpromin, pargilin, iproniazid, dan nialamid

hanya meningkatkan efek tiramin tetapi tidak meningkatkan efek katekolamin.

Sekarang telah dikembangkan MAO yang lebih selektif. Monoaminoksidase-A

yang menghambat MAO pemecah norepinefrin dan 5-HT dan penghambat

MAO-B yang mneghambat pemecahan dopamin (Mutschler, 1991).

Menurut efek utamanya maka obat otonom dapat dibagi dalam 5 golongan,

yaitu:

1. Parasimpatomimetik atau kolinergik

Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan

saraf parasimpatis.

2. Simpatomimetik atau adrenergik

7 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 8: BAB  I

Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan

saraf simpatis.

3. Parasimpatolitik atau penghambat kolinergik

Golongan obat yang menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf

parasimpatis

4. Simpatolitik atau penghambat adrenergik

Golongan obat yang menghambat timbulnya efek akibat aktivitas susunan saraf

simpatis.

5. Obat ganglion

Golongan obat yang merangsang atau menghambat penerusan impuls di ganglion

(Pearce, 2002).

BAB III

8 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 9: BAB  I

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Jarum suntik

Timbangan hewan coba

Stopwatch

3.1.2. Bahan

Mencit

Diazepam 10 g/20 ml

Strignin 0,01%

3.2. Cara Kerja

a) Sediakan 2 ekor mencit

b) Amati keadaan biologis dari hewan coba, meliputi bobot badan, frekuensi

jantung, laju nafas, refleks, tonus otot, kesadaran, rasa nyeri, dan gejala

lainnya bila ada

c) Pada mencit 1, disuntikkan diazepam 10 g/ 20 ml secara intra peritoneal

d) 30 menit kemudian, suntikkan dengan strignin 0,01%

e) Pada waktu yang sama, pada mencit 2 juga disuntikan strignin 0,01 % secara

intra peritoneal

f) Amati gejala yang terjadi selang waktu 10 menit selama 60 menit

g) Tentukan onset dan durasinya

BAB IV

9 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 10: BAB  I

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Data biologi hewan coba

PengamatanHewan coba

Mencit 1 Mencit 2

Bobot badan 21 gram 16 gram

Frekuensi jantung 81 95

Laju nafas 132 127

Refleks +++ +++

Tonus otot +++ +++

Kesadaran +++ +++

Rasa nyeri +++ +++

Gejala lain defekasi defekasi

Tabel 2. Perhitungan dosis diazepam dan strignin

No.

mencit

Berat mencit

(gram)Obat

Dosis

(Volume pemberian)

1 21Diazepam

strignin

0,21 ml

0,16 ml

2 16 Strignin 0,12 ml

Tabel 3. Pengamatan gejala yang terjadi pada mencit 1

Pengamata Perlakuan

10 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 11: BAB  I

nDiazepam

Strignin

0 10 20 30 40 50 60

Frekuensi

jantung85 125 124 112 128 131 129 123

Laju nafas 135 109 82 84 80 84 83 79

Refleks +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Tonus otot +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Kesadaran +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Rasa nyeri +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Gejala lain salivasi salivasi Salivasi

Onset

(menit)9.13

Durasi

(menit)10.45

Tabel 4. Pengamatan gejala yang terjadi pada mencit 2

Pengamatan Strignin

0 10 20 30 40 50 60

Frekuensi

jantung162 127 128 134 130 128 125

Laju nafas 85 89 91 83 76 75 71

Refleks +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Tonus otot +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Kesadaran +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Rasa nyeri +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Gejala lain SalivasiDefekas

iDefekasi Defekasi

11 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 12: BAB  I

Onset

(menit)25.11

Durasi

(menit)15.25

4.2. Perhitungan Dosis

a) Mencit 1

Diazepam

0,005g1000g

= ag

21 g

a = 0,005 g x 21 g

1000 g

a = 0,000105 g = 0,105 mg

maka, volume yang dibutuhkan :

10 mg20 ml

= 0,105 mg

b ml

b = 0,105 mg x 20 ml

10 mg

b = 0,21 ml

Strignin

0,00075 g100ml

= ag

21 g

a = 0,00075 g x 21 g

1000 g

a = 0,00001575 g

maka, volume yang dibutuhkan :

0,01 g100 ml

= 0,00001575 g

bml

b = 0,00001575 g x 100 ml

0,01 g

b = 0,1575 ml

12 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 13: BAB  I

b) Mencit 2

Strignin

0,00075 g1000 g

= ag

16 g

a = 0,00075 g x 16 g

1000 g

a = 0,000012 g

maka, volume yang dibutuhkan :

0,01 g100 ml

= 0,000012 g

b ml

b = 0,000012 g x 100 ml

0,01g

b = 0,12 ml

4.3. Pembahasan

Pada percobaan mengenai obat – obat pada syaraf otonom dilakukan pada hewan

coba mencit yang diberikan diazepam dan strignin secara intra peritoneal.

Diazepam diberikan pada mencit 1 yang kemudian diberikan strignin pada menit

ke-30 setelah pemberian obat pertama. Sedangkan strignin diberikan pada mencit

kedua.

Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam

sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,

pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas

reseptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ

jantung dan kelenjar.

Pada mencit yang diberikan diazepam, mencit mengalami penurunan aktivitas

yang ditandai dengan melemahnya kondisi tubuh mencit. Hal ini terjadi pada

9.13 menit setelah pemberian diazepam secara intra peritoneal. Penurunan

13 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 14: BAB  I

aktivitas tersebut disebabkan oleh reseptor benzodiazepin yang mempengaruhi

kanal ion Cl-, sehingga ion Cl- yang masuk ke dalam sel meningkat. Peningkatan

tersebut menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi sehingga menurunkan aktivitas

syaraf.

Diazepam merupakan suatu obat yang merupakan turunan dari golongan

benzodiazepine. Benzodiazepine meningkatkan kerja GABA di SSP. Diazepam

bekerja disemua sinaps GABAA, tapi kerjanya dalam mengurangi spastisitas

sebagian dimediasi di medulla spinalis. Karena itu diazepam bisa digunakan

pada spasme otot yang asalnya dari mana saja, termasuk trauma otot lokal.

Tetapi, obat ini menyebabkan sensasi pada dosis yang diperlukan untuk

mengurangi tonus otot.

Penurunan aktivitas pada mencit tersebut terjadi selama kurang lebbih 1 menit 32

detik. Kembali normalnya aktivitas mencit tersebut diakibatkan karena durasi

diazepam yang telah berakhir.

Sedangkan setelah diberikan stirgnin secara intra peritoneal, aktivitas mencit

menjadi lebih meningkat, ditandai dengan meningkatnya denyut jantung mencit.

Hal ini disebabkan oleh masuknya strignin kedalam tubuh mencit. Dimana

strignin bekerja dengan meningkatkan aktivitas sistem syaraf pusat dan otonom.

Strignin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap

transmitor penghambatan, yaitu glisin dan asetilkolin yang merupakan neuro

inhibitor di daerah penghambatan pascasinaps. Strignin menyebabkan

perangsangan pada semua bagian SSP. Sehingga aktivitas mencit dapat semakin

meningkat dengan adanya rangsangan pada sistem syaraf akibat adanya

rangsangan oleh strignin tersebut.

Efek farmakologis strignin pada mencit ke-2 mulai terlihat pada menit ke-15,25

setelah penyuntikan dan berakhir pada menit ke-25,11. Sehingga durasi obat

tersebut adalah selama 10 menit 26 detik.

14 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m

Page 15: BAB  I

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan- Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls

dalam sistem saraf otonom dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan,

pembebasan, atau penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya

atas reseptor khusus sehingga mempengaruhi fungsi otot polos dan organ

jantung dan kelenjar.

- Obat – obat yang bekerja pada syaraf otonom diantaranya adalah diazepam

dan strignin.

- Diazepam bekerja dengan mempengaruhi reseptor benzodiazepin terhadap

kanal ion Cl-, sehingga ion Cl- yang masuk ke dalam sel meningkat.

Peningkatan tersebut menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi sehingga

menurunkan aktivitas syaraf. Sehingga diazepam digolongkan sebagai obat

depresan sistem syaraf.

- Strignin bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap

transmitor penghambatan, yaitu glisin dan asetilkolin yang merupakan

neuro inhibitor di daerah penghambatan pascasinaps. Sehingga strignin

dapat digolongkan sebagai stimulant sistem syaraf.

15 | P e l e m a s o t o t d a n o b a t - o b a t s y a r a f o t o n o m