6
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malassezia furfur (M. furfur) merupakan salah satu organisme eukariotik lipofilik yang komponen dinding selnya terdiri dari mannan, glukan, dan kitin (Kumala, 2009). Meskipun merupakan bagian dari flora normal yang sering ditemukan pada permukaan kulit atau tubuh manusia dan hewan, M. furfur dapat juga menjadi patogen (Kumala, 2009; Burkhart, 2013). Perubahan dari flora normal kulit menjadi patogen dapat terjadi jika berada dibawah kondisi tertentu. Beberapa kondisi dan faktor yang berperan pada patogenesis antara lain genetik, lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi, imunodefisiensi, Sindroma Chusing, dan malnutrisi (Burkhart, 2013). Jamur ini merupakan penyebab dari penyakit Pitiriasis versikolor (PV) (Janik, 2008; Moniri, Nazeri, Amiri et al, 2009; Siregar, 2005). 1

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KULIT KELAMIN

Citation preview

Page 1: BAB I

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malassezia furfur (M. furfur) merupakan salah satu organisme

eukariotik lipofilik yang komponen dinding selnya terdiri dari mannan,

glukan, dan kitin (Kumala, 2009). Meskipun merupakan bagian dari flora

normal yang sering ditemukan pada permukaan kulit atau tubuh manusia

dan hewan, M. furfur dapat juga menjadi patogen (Kumala, 2009; Burkhart,

2013). Perubahan dari flora normal kulit menjadi patogen dapat terjadi jika

berada dibawah kondisi tertentu. Beberapa kondisi dan faktor yang berperan

pada patogenesis antara lain genetik, lingkungan dengan suhu dan

kelembaban tinggi, imunodefisiensi, Sindroma Chusing, dan malnutrisi

(Burkhart, 2013). Jamur ini merupakan penyebab dari penyakit Pitiriasis

versikolor (PV) (Janik, 2008; Moniri, Nazeri, Amiri et al, 2009; Siregar,

2005).

Pitiriasis versikolor tersebar di seluruh dunia. Prevalensi yang

dilaporkan sebanyak 50% di lingkungan yang panas dan lembab di

kepulauan Samoa Barat dan hanya 1,1% di temperatur yang lebih dingin di

Swedia (Burkhart, 2013). Di Indonesia, penyakit ini jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan negara yang beriklim subtropis. Di negara

berkembang prevalensinya juga lebih tinggi dibandingkan negara maju.

Penyakit ini terutama mengenai para remaja dan dewasa muda, terbanyak

pada usia 16-40 tahun. Perbedaan antara pria dan wanita tidak ada,

walaupun di Amerika Serikat dilaporkan bahwa penderita berusia 20-30

1

Page 2: BAB I

2

tahun dengan perbandingan 1,09% pria dan 0,6% wanita (Kumala, 2009;

Partogi, 2008).

Pengobatan PV saat ini dapat dilakukan dengan cara topikal atau

sistemik. Ditengah maraknya penggunaan obat kimia sintetik yang pada

umumnya menimbulkan efek samping dan ada beberapa infeksi akibat

jamur yang mengalami resistensi akibat pemakaian beberapa obat-obatan

antijamur baik topikal maupun sistemik, maka perlu dicari obat lain yang

lebih baik, aman, tidak resisten, dan murah harganya. Oleh karena itu,

pengkajian khasiat tumbuhan obat terhadap penyakit jamur secara alamiah

perlu dilakukan. Salah satu obat alam yang telah banyak digunakan adalah

bawang putih (Allium sativum) (Gholib, 2010; Reezal, 2002).

Allium sativum adalah tanaman umbi-umbian yang telah lama digunakan

sebagai salah satu bumbu masak di berbagai belahan dunia dan Indonesia

(Hernawan & Setyawan, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Allium sativum memiliki berbagai manfaat diantaranya sebagai antibakteri,

antidiabetes, antijamur (Londhe, Gavasane, Nipate et al, 2011; Parvu M. &

Parvu A., 2011). Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shams-

Ghahfarokhi, Shokoohamiria, Amirrajab et al (2006) membuktikan bahwa

ekstrak Allium sativum mempunyai efek antijamur terhadap M. furfur yang

hanya ditentukan dari Kadar Bunuh Minimal (KBM). Allium sativum

memiliki khasiat sebagai antijamur karena kandungan senyawa kimia allicin

dan ajoene (Negri, Salci, Shinobu-Mesquita et al, 2014; Parvu M. & Parvu

A., 2011). Mekanisme kerja allicin adalah merusak membran plasma

dengan cara menghambat sintesa protein dan mengubah permeabilitas

Page 3: BAB I

3

membran sel (Dewick, 2003; Haraguchi, Kuwata, Inada et al, 1996; Aala,

Yusuf, Nulit et al, 2013), sedangkan ajoene bekerja dengan cara merusak

dinding sel jamur (Yoshida, Kasuga, Hayashi et al, 1987).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti ingin membuktikan

adanya efek ekstrak Allium sativum terhadap pertumbuhan M. furfur secara

in vitro dengan menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar

Bunuh Minimal (KBM).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak Allium sativum memiliki efek terhadap pertumbuhan M.

furfur secara in vitro?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Membuktikan efek ekstrak Allium sativum terhadap pertumbuhan M.

furfur secara in vitro.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak Allium

sativum terhadap pertumbuhan M. furfur secara in vitro.

2. Menentukan Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak Allium

sativum terhadap pertumbuhan M. furfur secara in vitro.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh ekstrak Allium sativum

terhadap pertumbuhan M. furfur secara in vitro.

Page 4: BAB I

4

2. Dapat digunakan sebagai salah satu dasar penelitian lebih lanjut

terutama tentang manfaat ekstrak Allium sativum dalam menghambat

pertumbuhan M. furfur.