Upload
rizki-wulandari
View
44
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
app
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Antara usia 20-30 tahun.
Resiko terjadinya apendisitis pada pria 8,6% dan untuk perempuan 6,7%.
Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari
kelingking yang terletak padadaerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum.
Peradangan atau ruptur struktur ini merupakan penyebab penting kematian
pada orang muda, walaupun frekuensinya kini lebih jarang menyebabkan
kematian dibandingkan dengan masa sebelum ditemukannya antibiotik.
Angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik. 1,2
Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera
dilakukam, keterlambatan penanganan menyebabkan penyulit perforasi
dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi
dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi
permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks
disertai dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri
local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan 2
respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah
nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah.3
Etiologi apendisitis bersifat multifaktor. Apendisitis disebabkan
oleh adanya obstruksi, iskemi, dan infeksi. Obstruksi seringkali menjadi
pertanda penting dalam patogenesis apendisitis. Akan tetapi obstruksi
hanya ditentukan dalam 30-40% kasus. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi pada apendisitis antara lain batu
1
(fecalith), makanan, mukus, parasit, tumor, bendaasing dan hiperplasia
limfoid.
WHO (World Health Organization) menyebutkan insidensi
apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2004 adalah 4,8% dan 2,6%
penduduk dari total populasi.4 Menurut Departemen Kesehatan RI pada
tahun 2006, apendisitis menempati urutan keempat penyakit terbanyak di
Indonesia setelah dispepsia, gastritis dan duodenitis, dan penyakit sistem
cerna lain dengan jumlah pasien rawat inap sebanyak 28.040.2
Kesulitan dalam mendiagnosis apendisitis masih merupakan
masalah dalam bidang bedah. Terdapat beberapa pasien yang menunjukan
gejala dan tanda apendisitis yang tidak khas, sehingga dapat menyebabkan
kesalahan dalam diagnosis dan keterlambatan dalam hal penanganannya.
Kedua hal tersebut dapat meningkatkan terjadinya perforasi, morbiditas,
dan negative apendectomy. Angka negative apendectomy di Amerika
Serikat sebesar 15,3% pada apendisitis akut.6
Oleh karena itulah penulis mengangkat apendisitis sebagai judul
referat agar dapat menambah wawasan dalam bagian bedah mengenai
apendisitis hingga penanganannya.
1.2 Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum
Berdasarkan latar belakang diatas tujuan pembuatan referat ini adalah
sebagai berikut:
Untuk mengetahui tentang anatomi, dan fisiologis dari apendiks
Untuk mengetahui tentang penyakit apendisitis mulai dari definisi,
etiologi, epidemiologi, patogenesis, gejala klinis diagnosa
penatalaksanaan, prognosis, komplikasi, serta teknik operasi dari
apendisitis.
2
.
b. Tujuan khusus
Sebagai salah satu syarat untuk memenuhui tugas referat di SMF
BEDAH di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya, Fakultas Kedokteran
Malahayati Bandar Lampung.
1.3 Manfaat
Referat ini dapat menjadi sumber informasi dan ilmu pengetahuan
yang bisa menambah wawasan penulis khususnya dan para pembaca
umunya terutama mengenai apendisitis.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang dibahas dalam referat ini yaitu mencangkup
anatomi apendiks, fisiologi apendiks, definisi apendisitis, patofisiologi
apendisitis, etiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, diagnosis
apendisitis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding dan
penatalaksanaan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apendik
2.1.1 Anatomi Apendiks
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer
patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk
immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti
tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya
terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat
Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula
appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm.
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di
ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera,
taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal
appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara
umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.4
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks
(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada
daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang
a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.
Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh
appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Struktur
apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu4
a. mukosa,
b. submukosa,
c. muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler)
d. serosa.
4
Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson
yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral
abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan
submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastic membentuk
jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan
submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis
collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta
lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner
circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh
pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.
Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.1
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi
minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat
antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan
menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosekal.1
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks
terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks
penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal,
yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral
kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.4
Jenis posisi:
Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri
Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya
retroperitoneal.
Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
5
Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor
Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke
atas ke belakang caecum.
Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral
pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks
berasal dari arteri Appendikularis, cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a.
Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
appendiks akan mengalami gangren.5
Secara histologis, appendiks mempunyai basis stuktur yang sama
seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular
submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah
dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang
terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi
satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka
appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.5
Gambar 1. Anatomi Apendiks
6
2.1.2 Fisiologi Apendik
Selama bertahun-tahun apendiks itu keliru diyakini organ vestigial
dengan fungsi tidak dikenal. kini diakui bahwa apendiks adalah organ
kekebalan yang aktif berpartisipasi dalam sekresi immunoglobulin,
terutama imunoglobulin A. Meskipun tidak ada peran yang jelas untuk
apendiks dalam pengembangan penyakit manusia, hubungan terbalik
antara apendectomi dan pengembangan kolitis ulseratif telah dilaporkan,
menunjukkan efek melindungi dari apendektomi untuk apendisitis sebelum
usia 20 tahun.2
Apendiks dapat berfungsi sebagai reservoir untuk rekolonisasi usus
dengan bakteri sehat. Satu studi retrospektif menunjukkan bahwa
Apendektomi sebelumnya mungkin memiliki hubungan terbalik dengan
recurent infeksi C.Difficile. Namun dalam penelitian retrospektif lain,
Apendektomi tidak mempengaruhi tingkat infeksi C.Difficile. Peran
apendiks di recolonizing usus besar masih harus dijelaskan.2
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu
normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Lendir dalam apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa
disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna
dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri
secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan
lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat
dan terutama rentan terhadap infeksi.6
2.2 Apendisitis
7
2.2.1 Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah salah satu keadaan darurat bedah yang paling
umum dalam kedokteran kontemporer, dengan tingkat kejadian tahunan
sekitar 100 per 100.000 penduduk. Risiko seumur hidup untuk apendisitis
adalah 8,6% untuk laki-laki dan 6,7% untuk perempuan, dengan insiden
tertinggi pada dekade kedua kehidupan.2 Pengertian apendisitis
berdasarkan kamus kedokteran Dorland yaitu Apendisitis adalah
merupakan suatu peradangan pada apendiks.
2.2.2 Klasifikasi apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut
dan apendisitis kronik.4
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar
dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.5
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika
ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2
minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa ,
8
dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%.
2.2.3 Etiologi dan Predisposisi
Perkembangan resiko seumur hidup apendisitis adalah 8.6% untuk
laki-laki dan 6.7% untuk perempuan, dengan insiden tertinggi pada dekade
ke dan ketiga kehidupan. Angka apendektomi untuk apendisitis menurun
sejak tahun 1950 dibanyak negara. Di Amerika Serikat, mencapai tingkat
terendah sekitar 15 per 10000 penduduk pada tahun 1990. Namun sejak itu
mengalami peningkatan angka kejadian apendisitis nonperforasi. Alasan
untuk ini tidak jelas, tetapi telah diduga peningkatan terjadi akibat
penggunaan pencitraan diagnostik yang meningkatkan angka deteksi
apendisitis ringan sehingga dapat mendeteksi lebih dini.2
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Diagnosa apendisitis pada
kelompok usia muda biasanya sangat sulit dilakukan mengingat penderita
usia muda sulit melukiskan perasaan sakit yang dialaminya, sehingga
kejadian apendisitis pada usia muda lebih sering diketahui setelah terjadi
perforasi. Insidens tertiggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insidens pada laki-laki dan wanita umumnya sebanding, kecuali
umur 20-30 tahun, insidens laki-laki lebih tinggi.4
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
9
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis
akut.6
Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat
mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. (5,8) Frekuensi
obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis
gangrenous dengan rupture. Penyebab lain yang diduga dapat
menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit
seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis. 1
2.2.4 Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi
lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang
distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal
hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan
intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit
makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang
cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.
10
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan
invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah
(edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah
intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut
fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda
setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum,
usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular.
Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh
dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
11
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks,
omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti
vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses
peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan
dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar
istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Gambar 2. Infeksi apendisitis
12
2.2.5 Manifestasi Klinis
a. Gejala
Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa sakit periumbilikalis dan
menyebar yang kemudian nyeri terlokalisir ke perut kuadran kanan
bawah. Nyeri perut kuadran kanan bawah adalah salah satu tanda yang
paling sensitif dari apendisitis, nyeri lokasi atipikal atau nyeri yang
minimal merupakan gejala awal. Variasi lokasi anatomi dari Apendix
dapat menjelaskan gejala yang berbeda dari fase nyeri somatik yang
terjadi.2
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan
bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak
disertai nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
memerlukan obat pencahar. Tindakan tersebut sangat berbahaya karena
dapat mempermudah adanya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk. Bila letaknya apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya
terlindungi oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah menjadi tidak
begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih
ke arah perut sisi kanan dan nyeri timbul saat penderita berjalan karena
kontraksi M.psoas major yang menegang dari dorsal.5
.
13
Gambar 3. Apendisitis pada kehamilan
Apendisitis juga berhubungan dengan gejala gastrointestinal seperti
mual, muntah, dan anoreksia. Gejala gastrointestinal yang berkembang
sebelum timbulnya rasa sakit menyarankan etiologi berbeda seperti
gastroenteritis. Banyak pasien mengeluhkan sensasi obstipasi sebelum
timbulnya rasa sakit dan merasa buang air besar yang akan meredakan
nyeri perut mereka. Diare dapat terjadi dalam hubungan dengan
perforasi, terutama pada anak-anak.2
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya
sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak menjadi lemah serta letargi. Karena gejala yang
tidak khas tadi sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi,
80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.5
Pada kehamilan keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Beberapa yang perlu diperhatikan ialah pada
14
kehamilan trimester pertama sering juga mual muntah. Pada kehamilan
lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan
tidak dirassakan di perut kanan bawah tetapi ke regio limbal kanan.
b. Tanda
Di awal gejala, tanda-tanda vital dapat minimal berubah. suhu
tubuh dan denyut nadi mungkin normal atau sedikit meningkat.
Perubahan lebih besar yang terjadi dapat menunjukkan bahwa komplikasi
telah terjadi sperti telah terjadi perforasi atau diagnosis lain harus
dipertimbangkan.2
Temuan fisik ditentukan oleh adanya iritasi peritoneal dan
dipengaruhi oleh apakah organ tersebut telah pecah ketika pasien pertama
diperiksa. pasien dengan apendisitis biasanya bergerak perlahan dan lebih
memilih untuk berbohong telentang karena iritasi peritoneal. pada palpasi
perut, ada nyeri tekan dengan maksimum pada atau dekat titik
McBurney. pada palpasi dalam, satu dapat sering merasa resistensi otot
(menjaga) di fosa iliaka kanan, yang mungkin lebih jelas bila
dibandingkan dengan sisi kiri. ketika tekanan dari tangan memeriksa
dengan cepat lega, pasien merasa sakit tiba-tiba, yang disebut nyeri lepas.
Nyeri tidak langsung (tanda Rovsing) dan tidak langsung melambung
nyeri misalnya nyeri di kuadran kanan bawah ketika kuadran kiri bawah
adalah teraba merupakan indikator kuat dari iritasi peritoneal. Nyeri lepas
bisa sangat tajam dan tidak nyaman bagi pasien. Oleh karena itu
dianjurkan untuk memulai dengan pengujian untuk tidak langsung
melakukan nyeri lepas dan melakukan nyeri perkusi langsung.2
Variasi anatomi di posisi apendiks yang meradang menyebabkan
penyimpangan dalam temuan fisik biasa. dengan apendiks retrocecal,
temuan perut kurang mencolok, dan nyeri dapat paling menonjol di
panggul. ketika apendiks hang ke dalam panggul, perut temuan mungkin
sama sekali tidak ada, dan diagnosis mungkin terlewatkan. nyeri dubur
sisi kanan dikatakan untuk membantu dalam situasi ini. bt nilai diagnosis
rendah. rasa sakit dengan perpanjangan kaki kanan (tanda psoas)
15
menunjukkan fokus iritasi dalam kedekatan otot psoas kanan. sama,
peregangan internus obturator melalui rotasi internal dari paha tertekuk
(obturator sign) menunjukkan peradangan dekat otot.2
2.2.6 Pemeriksaan Fisisk
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1’C
1. Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil
bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada
inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan
perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
appendikuler.
2. Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-
tanda peritonitis lokal yaitu:
a. Nyeri tekan di Mc. Burney
b. Nyeri lepas
c. Defans muscular lokal.
Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular
mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. Nyeri rangsangan
peritoneum tidak langsung.
d. Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
e. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg)
16
f. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan. Appendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di
perut kanan bawah.
Gambar 4. Titik McBurney
3. Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena
ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis
perforata.
Pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri kuadran kanan
pada jam 9-12. Pada appendisitis pelvika akan didapatkan nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pada apendisitis pelvika
tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi
atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas,
tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan
untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan
17
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang,
pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.
a. Psoas sign.
Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada
saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan. Dasar
anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan
kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan).
b. Tes Obturator.
Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral,
pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda
bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks di pelvis
yang kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat
dilakukan manuver.
Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi
bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada pada apendisitis pelvika.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan.bila
apendiks yang meradang menempel di M.Psoas Major, dintadakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan M.Obturator Internus yang
18
merupakan dinding panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri pada apendisitis pelvika.7
Gambar 4. Pemeriksaan colok dubur
Sistem skor Alvarado
Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya
berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi
antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk
mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah
pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif
sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%.3
Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan
cara untuk menurunkan insidensi apendiktomi negatif, salah satunya
adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem
skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang
invasif.4
19
Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang
didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium.
Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai
derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini
menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan
atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas
tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari
75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2
dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga
kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10.4
Skor Alvarado untuk diagnosis appendisitis akut:
Gejala dan tanda SkorNyeri berpindah 1
Anoreksia 1Mual muntah 1
Nyeri fossa iliaca kanan 2Nyeri lepas 1
Peningkatan suhu >37,3 ‘c 1Jumlah leukosit >10x103/L 2
Jumlah neutrofil > 75% 1
Tabel 1. Alvarado skor
Total skor: 10
Keterangan Alavarado score :
Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point
Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram:
1 – 4 dipertimbangkan appendicitis akut
5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi
7 – 9 appendicitis akut perlu pembedahan
Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
1 – 4 : observasi
20
5 – 6 : antibiotic
7 – 10 : operasi dini.6
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan
kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi,
Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak
adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. C-reaktif
protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.
2. Abdominal X-Ray
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau
pemeriksaan fisik meragukan. Digunakan untuk melihat adanya fecalit
sebagai penyebab appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama
pada anak-anak.
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi
komplikasi (misalnya peritonitis) tampak:
a. Scoliosis ke kanan
b. Psoas shadow tak tampak
c. Bayangan gas usus kananbawah tak tampa
d. Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
e. 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
21
f. Appendicogram hasil positif bila : non filling, partial filling,
mouse tail, cut off.
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
Ultrasonografi dinilai murah bisa dilakukan dengan cepat, tidak
memerlukan media kontras, dan dapat digunakan pada pasien hamil.
Sonografis pada apendiks diidentifikasi sebagai buta-akhir dengan
lingkaran usus nonperistaltic berasal dari sekum. Diagnosis
sonografi apendisitis akut telah dilaporkan sensitivitas 55% sampai
96% dan spesifisitas 85% sampai 98%. Ultrasonografi juga sama
efektif pada anak-anak dan ibu hamil, meskipun penerapannya
terbatas pada akhir kehamilan. Meskipun begitu ultrasonografi
memiliki keterbatasan, terutama sifat hasilnya bergantung kepada
keahlian operator. Dalam populasi orang dewasa, ultrasonografi
tetap terbatas dalam penggunaannya.2
4. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke
colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya
dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram
memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai
metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis
khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding
mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan
usus oleh fekalit.
22
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada
appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks
dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;
pengisisan lengkap dari apendiks menyingkirkan appendicitis.
(Schwartz 2000).
Gambar 5. Pengisian penuh dengan kontras pada apendiks,
apendiks normal
Gambar 6. Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema
single kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami
osifikasi dan kontur yang ireguler (tanda panah)
23
5. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga
dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi
abses.
6. Laparoscopi
Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendiks.
Gambar 7. Posisi laparoskopi dan bedah insisi
2.2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis diffrential akut apendisitisis dasarnya diagnosis perut
akut. Sebuah gambaran klinis dapat dihasilkan dari berbagai proses akut
dalam rongga peritoneum yang menghasilkan perubahan fisiologis yang
sama seperti apendisitis akut. Faktor utama: lokasi anatomi dari Apendix
meradang yaitu, tahap proses (tidak rumit atau rumit), usia pasien, dan
jenis kelamin pasien.2
24
Nyeri abdomen dan gejala yang meniru apendisitis akut bisa yang
disebabkan oleh banyak kelainan patologi, khususnya yang melibatkan
traktus gastrointestinalis dan genitourinarius serta organ ginekologi,
berikut kemungkinan diagnosisnya:
a. Gastroenteritis
Keadaan yang paling lazim dikelirukan dengan apendisitis adalah
gastroenteritis pada orang dewasa serta limfadenitis mesenterika pada anak
dan dewasa muda. Keadaan gastrointestinal lain yang bisa dikelirukan
dalam apendisitis acuta adalah ulkus peptikum perforata, divertikulitis
kolon, obstruksi usus, karsinoma kolon perforata, divertikulitis meckel dan
enteritis regionalis. Usia pasien membantu mengurangi kemungkinan ini
karena divertikulitis dan karsinoma usus besar jarang terlihat pada pasien
muda. Pembukaan udara bebas intraabdomen pada posisi tegak biasa
terjadi pada perforasi gaster, duodenum dan kolon, tetapi jarang terjadi
pada perforasi apendiks.2
b. Limfadenitis mesenterica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai
dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan
disertai dengan perasaan mual-muntah.
c. Ileitis akut
Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak
jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi,
appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang
membingungkan.
d. DHF
Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni,
leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.6
e. Peradangan pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
25
adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.6
f. Kehamilan ektopik
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan
perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan
mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina
didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada
kuldosentesis akan didapatkan darah.
g. Diverticulitis
Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi
kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan
dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan
gejala-gejala appendisitis.
h. Batu ureter atau batu ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto
polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit
tersebut.6
2.2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan nyeri dan antibiotika harus ditunda selama fase awal
evaluasi pasien yang dicurigai menderita apendisitis akut. Tindakan
tersebut memungkinkan penilaian pasien yang lebih tepat dan
menghindarkan kemungkinan penekanan tanda dan gejala klinis. Interval
dari perawatan di rumah sakit sampai operasi, harus digunakan tidak hanya
untuk mengulangi pemeriksaan fisik pada interval yang sering tetapi juga
untuk menilai keadaan kesehatan umum pasien, serta kemungkinan
26
penyakit lain yang bersamaan, khususnya diabetes dan masalah jantung
atau paru pada orang tua.
Appendiktomi
a. Cito : akut, abses & perforasi
b. Elektif : kronik
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan
sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak
masalah.
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula,
massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-
bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan
secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi
rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum,
massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah.
Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli
bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat
berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi
dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi
27
diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak,
dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa
dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil
mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,
dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat
penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis
sederhana tanpa perforasi.
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut,
tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih
banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila
dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif
pada periapendikular infiltrat :
28
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum
douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi.
Antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8
minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak
menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan
membatalakan tindakan bedah.
1. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja.
2. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda.
Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus
dipertimbangkan appendiktomy. Batas dari massa hendaknya
diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7
massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus
segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat insisi
pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah
maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik
diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila
apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan
karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar.
Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan
selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain
dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci
tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari
29
post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari
penderita di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu
tentang :
• LED
• Jumlah leukosit
• Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri
abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan
suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler).
b. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat.
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa
tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
d. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang
massa sudah tidak mengecil lagi. Bila LED tetap tinggi,
maka perlu diperiksa :
a. Apakah penderita sudah bed rest total
b. Pemakaian antibiotik penderita
c. Kemungkinan adanya sebab lain.
30
Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau
tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa
periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah
drainase.4
Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai
melalui insisi Mc Burney (Raffensperger, 1990; Cloud, 1993). Tindakan
pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis
berupa apendektomi yang dicapai melalui laparotomi
(Raffensperger,1990; Mantu, 1994; Ein, 2000).
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendektomi :
1. Cutis
2. Sub cutis
3. Fascia Scarfa
4. Fascia Camfer
5. Aponeurosis MOE
6. MOI
7. M. Transversus
8. Fascia transversalis
9. Pre Peritoneum
10. Peritoneum
Gambar 8. Pangangkatan apendiks
31
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan
apendiks, sekum, dan lekuk usus halus. Perforasi dapat menyebabkan
timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda
terjadinya suatu perforasi adalah :
a. Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
b. Suhu tubuh naik tinggi sekali.
c. Nadi semakin cepat.
d. Defance Muskular yang menyeluruh
e. Bising usus berkurang
f. Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
a. Pelvic Abscess
b. Subphrenic absess
c. Intra peritoneal abses lokal.
d. Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk
kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan
kematian.
2.2.11 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas
dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan
berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.
32
BAB IIIKESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Apendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering
terjadi. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling
sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Antara usia 20-30 tahun.
Diagnosis harus ditegakkan dini dan tindakan harus segera dilakukam,
keterlambatan penanganan menyebabkan penyulit perforasi dan
pembentukan masa periapendikular.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut
dan apendisitis kronik. Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi
bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang
akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang
didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium.
Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai
derajat keparahan apendisitis.
Pengobatan nyeri dan antibiotika harus ditunda selama fase awal
evaluasi pasien yang dicurigai menderita apendisitis akut. Tindakan
33
tersebut memungkinkan penilaian pasien yang lebih tepat dan
menghindarkan kemungkinan penekanan tanda dan gejala klinis. Interval
dari perawatan di rumah sakit sampai operasi, harus digunakan tidak
hanya untuk mengulangi pemeriksaan fisik pada interval yang sering tetapi
juga untuk menilai keadaan kesehatan umum pasien, serta kemungkinan
penyakit lain yang bersamaan, khususnya diabetes dan masalah jantung
atau paru pada orang tua.
34