25
BAB I PENGERTIAN KLAIM Kita di Indonesia telah terlanjur mengartikan klaim sebagai tuntutan atau gugatan sehingga kebanyakan pelaksana konstruksi di indonesia menganggap klaim konstruksi sebagai sesuatu yang “tabu”. 1.1 Pengertian Klaim Beberapa Kepustakaan Indonesia - kamus besar bahasa indonesia, wjs Purwodarminta: klaim (n) adalah tuntutan atas suatu fakta bahwa seorang berhak (untuk memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. - kamus umum bahasa indonesia, Badudu- Zain .”klaim : tuntutan atas sesuatu yang dianggap menjadi hak tuntutan atas sesuatu yang dianggap menyalahi perjanjian atau kontrak” - kamus bahasa indonesia kontenporer, Peter Salim, Yenny Salim klaim (n) : tuntutan pengakuan bahwa seseorang berhak memiliki atas sesuatu. 1.2 Pengertian Klaim Konstruksi Klaim konstruksi adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan

BAB I aspek hukum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I aspek hukum

BAB I

PENGERTIAN KLAIM

Kita di Indonesia telah terlanjur mengartikan klaim sebagai tuntutan

atau gugatan sehingga kebanyakan pelaksana konstruksi di indonesia

menganggap klaim konstruksi sebagai sesuatu yang “tabu”.

1.1 Pengertian Klaim Beberapa Kepustakaan Indonesia

- kamus besar bahasa indonesia, wjs Purwodarminta:

klaim (n) adalah tuntutan atas suatu fakta bahwa seorang berhak (untuk

memiliki atau mempunyai) atas sesuatu.

- kamus umum bahasa indonesia, Badudu-Zain .”klaim : tuntutan atas

sesuatu yang dianggap menjadi hak tuntutan atas sesuatu yang dianggap

menyalahi perjanjian atau kontrak”

- kamus bahasa indonesia kontenporer, Peter Salim, Yenny Salim

klaim (n) : tuntutan pengakuan bahwa seseorang berhak memiliki atas

sesuatu.

1.2 Pengertian Klaim Konstruksi

Klaim konstruksi adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan

dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan

penyedia jasa atau antara  penyedia jasa utama dgn sub-penyedia jasa atau

pemasok bahan atau antara pihak luar dan pengguna/ penyedia jasa yang

biasanya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain.

klausula klaim dalam kontrak konstruksi

1. di Indonesia

Hampir tidak ada kontrak konstruksi di indonesia (terutama pengguna

jasa: pemerintah) yang memuat klausula mengenai klaim, kecuali kontrak-

kontrak yang mengacu pada sistem kontrak konstruksi international

seperti fidic, jct, sia.

Page 2: BAB I aspek hukum

2. di dunia barat

Hampir semua sistem/ standart kontrak international telah mencantumkan

klausula klaim dalam kontrak konstruksi. berarti bahwa baik pengguna

jasa maupun penyedia jasa dari sejak dini telah mengantisipasi

kemungkinan munculnya klaim.

1.3 Sebab-Sebab Timbul Klaim

1. Sebab-sebab umum

a. Komunikasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa buruk

b. Administrasi kontrak yang tidak mencukupi

c. Sasaran waktu yang tidak terkendali

d. Kejadian external yang tidak terkendali

e. Kontrak yang artinya mendua

2. Sebab-sebab dari pengguna jasa

a. Informasi tender yang tidak lengkap/ sempurna mengenai desain,

bahan, spesifikasi

b. Penyelidikan site yang tidak sempurna/ perubahan site

c. Reaksi/ tanggapan yang lambat

d. Alokasi resiko yang tidak jelas

e. Kelambatan pembayaran

f. Larangan metode tertentu

3. Sebab-sebab dari penyedia jasa

a. pekerjaan yang cacat/ mutu pekerjaan buruk

b. kelambatan penyelesaian

c. klaim tandingan/ perlawanan klaim

d. pekerjaan tidak sesuai spesifikasi

e. bahan yang dipakai tidak memenuhi syarat garansi

Klaim dapat terjadi karena sebab-sebab yang datangnya baik dari

pengguna jasa (puga) maupun penyedia jasa (peja) atau sebab-sebab lain.

Page 3: BAB I aspek hukum

sesungguhnya ini yang menjadi dasar filosofi atau pandangan bahwa klaim

sesungguhnya sesuatu yang wajar terjadi di dunia konstruksi.

1.3 Unsur-Unsur Klaim

Klaim-klaim konstruksi  yang biasa muncul dan paling sering terjadi

adalah klaim mengenai waktu dan biaya sebagai perubahan pekerjaan. namun

terkadang peja, disamping mengajukan klaim utntuk perubahan pekerjaan,

juga mengajukan klaim sebagai dampak terhadap pekerjaan yang tidak

berubah untuk menghitung biaya pekerjaan yang tidak diubah adalah tidak

mudah.

Biaya-biaya untuk melaksanakan perubahan pekerjaan yang paling

biasa terjadi :

1. Kenaikan upah tenaga kerja/ tambahan atau upah yang lebih tinggi

2. Tambahan material dan peralatan yang diperlukan

3. Tambahan pengawasan, admistrasi dan overhead

4. Tambahan waktu yang perlu untuk pelaksanaan

5. Membuka/ mengerjakan kembali pekerjaan

6. Penurunan produktivitas atau efisiensi

7. Pengaruh cuaca

8. Catatan mengenai hambatn-hambatan dan kelambatan-kelambatan

9. Demobilisasi dan remobilisasi

10. Penanganan material yang berlebiahan

11. Biaya-biaya lembur dan waktu kerja

12. Lembur yang berlebihan, yang mengarah penurunan produktivitas

13.  Salah penempatan peralatan

14. Penumpukan pd tempat kerja

15. De-Efisiensi dari jenis pekerjaan

Page 4: BAB I aspek hukum

1.5 Kategori Klaim

Klaim Dapat  Dikategorikan 3 :

1. Dari Pengguna Jasa Terhadap Penyedia Jasa

2. Pengurangan Nilai Kontrak

3. Percepatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan

4. Kompensasi Atas Kelalaian Peja

1. Dari Penyedia Jasa Terhadap Puja

a. Tambahan Waktu Pelaksanaan Pekerjaan

b. Tambahan Kompensasi

c. Tambahan Konsesi Atas Pengurangan Spesifikasi Teknis Atau Bahan

2. Dari Sub Peja Atau Pemasok Bahan Terhadap Peja Utama

1.6 Jenis-Jenis Klaim

1. Klaim Tambahan Biaya Dan Waktu

Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan à Tambahan Waktu Dan Biaya

2. Klaim Biaya Tak Langsung (Ovrhead)

Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan à Tambahan Waktu Dan Biaya

a. Klaim Tambahan Waktu (Tanpa Tambahan Biaya)

b. Klaim Kompensasi Lain

Page 5: BAB I aspek hukum

BAB II

TIMBULNYA SENGKETA DAN PENYELESAIANNYA

2.1 Timbulnya sengketa/perselisihan konstruksi

Apabila klaim yang diajukan baik oleh pengguna jasa maupun

penyedia jasa disetujui maka timbullah perintah kerja baru apabila

menyangkut perubahan pekerjaaan dan apabila klaim tersebut tidak tertangani

dengan baik maka akan menjadi sebuah sengketa atau perselisihan yang harus

diselesaikan melalui jalur hukum yang telah dipilih oleh para pihak dalam

kontrak baik melalui Arbitrase maupun melaui pengadilan.

Selain dari akibat klaim yang tidak tertangani dengan baik sehingga

menimbulkan suatu perselisihan atau sengketa biasanya perselisihan atau

sengketa dapat pula timbul dari hokum lain diluar apa yang ditimbulkan oleh

para pihak baik pengguna maupun penyedia jasa namun menjadi pemicu

adanya sebuah perselisihan, “ misalnya adanya kelalaian dalam pelaksanaan

pekerjaan konstruksi dari penyedia jasa sehingga menimbulkan kecelakaan

bagi masyarakat sekitar proyek pembangunan dan masyarakat yang

mengalami kecelakaan mengajukan gugatan ganti kerugian pada penyedia

jasa, hal ini bisaanya memiliki efek berantai bagi pengguna jasa apabila pihak

penyedia jasa tidak dapat menyelesaikan permasalahan tersebut dengan baik “

bahkan UU jasa kontruksi No. 18/1999 mengatur secara jelas mengenai

penggantian kerugian masyarakat ini yaitu dalam Bab VII peran masyarakat

bagian pertama hak dan kewajiban pasal 29 huruf b jo pasal 38, 39 dan 40.

Namun menjadi sebuah peringatan bagi para pihak yang akan menyelesaikan

perselisihan baik melalui Arbitrase maupun pengadilan ataupun jalur

alternative penyelesaian lainnya bahwa jasa konstruksi merupakan kegiatan

berkelanjutan dari awal sampai akhir menyelesaikan sebuah permasalahan

Page 6: BAB I aspek hukum

baik melalui Arbitrase maupun pengadilan akan berakibat pada berhentinya

pekerjaan untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan.

Oleh karena itu sebelum menyelesaikan sebuah perselisihan konstruksi

hendaklah dipikirkan terlebih dahulu mengenai pihak pihak yang akan terlibat

dalam penyelesaian perselisihan konstruksi karena berlarut larutnya

penyelesaian sengketa konstruksi sangat berpengaruh pada berbagai hukum

diantaranya itikad baik para pihak, menggunakan penengah yang menguasai

permasalahan, konsultan hukum ataupun pengacara yang tidak tepat.

1.2 Penyelesaian Perselisihan/Sengketa Klaim Konstruksi

Penyelesaian perselisihan/sengketa akibat dari adanya klaim

konstruksi ataupun factor factor pemicu lainnya diluar para pihak dalam suatu

kontrak konstruksi telah diatue secara jelas dalam UU jasa konstruksi No.

18/1999 pada Bab IX penyelesaian sengketa yaitu dalam pasal 36 yang dapat

kami uraikan secara lengkap sebagai berikut :

Pasal 36 Ayat (1) penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh

melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela

para pihak yang bersengketa.

Ayat (2) penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam kitab Undang undang hukum

pidana.

Ayat (3) jika dipilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan gugatan

melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan

tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa

Bahwa dari apa yang tertulis dalam pasal 36 ayat 1 UU jasa konstruksi No.

18/1999 diatas dapat dilihat bahwa penyelesaian suatu perselisihan atau

sengketa dapat ditentukan oleh para pihak dalam kontrak yang telah

disepakati dan kontrak tersebut akan menjadi Undang undang (pasal 1338

KUH perdata ayat 1) bagi pihak yang akan bersepakat atau dalam istilah azas

Page 7: BAB I aspek hukum

hukum perjanjian adalah azas pacta sunt Servada . Sehingga apabila para

pihak telah memilih penyelesaian sengketa melaui Arbitrase atau pengadilan

maka hakim atau pihak ke tiga ataupun pihak lainnya harus menghormati

substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya Undang

– undang mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak

yang dibuat oleh para pihak. Namun demikian adapula kesepakatan

penyelesaian yang ditetapkan oleh para pihak setelah ada sengketa

(aktakompromis) misalnya setelah timbul sengketa para pihak sepakat

menyelesaikan sengketa melalui pengadilan negeri maka kesepakatan tersebut

Page 8: BAB I aspek hukum

harus dihormati oleh pihak manapun.

Selanjutnya UU jasa konstruksi No.18/1999 dalam pasal 36 ayat 2

telah dengan tegas pula membatasi bahwa yang dapat diselesaikan diluar

pengadilan hanyalah sengketa perdata dan apabila sengketa ataupun

perselisihan dimaksud memiliki implikasi adanya dugaan tindak pidana maka

penyelesaian tersebut haruslah diselesaikan melalui mekanisme sebagaimana

yang tersebut dalam kitab Undang undang Hukum Pidana ;

Bahwa kemudian dalam pasal 36 ayat 3 telah jelas pula bahwa untuk

menghindari adanya keputusan yang berbeda dari dua lembaga pengadilan

misalnya antara Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan pengadilan negeri

untuk menjamin adanya kepastian hukum.

Perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam

kontrak dalam suatu proyek bila tidak diselesaikan akan menimbulkan klaim

dimana hal ini membutuhkan tambahan biaya dan waktu bahkan dapat

mempengaruhi kredibilitas pihak-pihak tersebut. Oleh karena itu klaim sebisa

mungkin dihindari dengan meminimumkan kemungkinan yang terjadi, karena

klaim bukanlah hal yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat

dalam kontrak (ahuja & Walsh, 1983).

Ada beberapa cara yang dilakukan pihak yang terlibat dalam kontrak

untuk mengantisipasi terjadinya klaim.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah : dokumentasi, pengetahuan

tentang kontrak, gambaran yang Jelas tentang perubahan order, rencana dan

penjadwalan, tindakan Proaktif dan presenvation of rights.

Untuk menghindari terjadinya klaim diperlukan pengetahuan dan pengalaman

dalam mempersiapkan suatu dokumentasi. Adanya dokumentasi yang baik,

lengkap dan benar dapat dipakai sebagai alat atau dasar untuk mengetahui

adanya kejadian atau perubahan baik yang berupa kemajuan maupun

keterlambatan dari proyek tersebut.

Dokumentasi juga dapat digunakan sebagai dasar untuk membenarkan

atau menolak tindakan dari salah satu pihak untuk meminta tambahan waktu

Page 9: BAB I aspek hukum

dan uang. Dokumen tentang kontrak harus dibaca secara keseluruhan dan

dimengerti sebelum melakukan penawaran untuk menghindari kegagalan

dalam menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu (Jergeas, 1994).

Perubahan order dapat mengakibatkan perubahan pada dokumen

kontrak karena perubahan order dapat menyebabkan perubahan pada harga

yang telah disepakati, perubahan jadwal pembayaran perubahan pada jadwal

penyelesaian pekerjaan dan perubahan pada rencana dan spesifikasi yang telah

ditetapkan dalam kontrak (Fisk, 1997). Perubahan order ini tidak hanya

mengakibatkan adanya tambahan biaya saja tetapi juga akan mengakibatkan

tambahan beban pekerjaan, tambahan biaya administrasi, biaya dari adanya

tambahan waktu dan biaya-biaya (Jergear & Hartman, 1994). Suatu rencana

dimaksudkan untuk mendapatkan suatu metode pelaksanaan proyek yang

sifatnya ekonomis dan hanya membutuhkan sedikit waktu (Deatherage, 1965).

Dengan rencana yang baik, maka sumber daya yang cukup dapat disediakan

pada saat yang tepat, tersedia cukup waktu untuk setiap aktivitas dan setiap

aktivitas dapat dimulai pada saat yang tepat. Rencana juga dapat membantuk

untuk memilih metode konstruksi yang ekonomis, memilih peralatan,

pengiriman material (Antill & Woodhead, 1970) .Semua pihak yang terlibat

dalam suatu kontrak pada dasarnya ingin mendapatkan keuntungan dan

sedapat mungkin mengurangi tanggung jawab terhadap kemungkinan

terjadinya klaim. Manajer proyek harus mempertimbangkan hal-hal di bawah

ini untuk melindungi keuntungan kontraktor dan mengurangi tanggung jawab.

Semua tindakan yang tidak sesuai dengan dokumen kontrak dan dapat

menyebabkan terjadinya klaim harus dicatat dan dilengkapi dengan waktu

kejadiannya, hal-hal seperti melakukan pekerjaan yang berbeda dari gambar

dan spesifikasi, menggunakan cara atau metode yang berbeda atau lebih

mahal, bekerja diluar rencana yang ditetapkan, permintaan untuk berhenti

bekerja merupakan tindakan-tindakan yang harus dihindarkan untuk

menghindari terjadinya klaim (Jergeas, 1994).

Page 10: BAB I aspek hukum

Dalam menghadapi masalah konstruksi haruslah diingat bahwa

penyelesaian dengan musyawarah jauh lebih baik dari pada mengajuan klaim.

Tujuan yang hendak dicapai bukanlah untuk membuktikan siapa yang benar

melainkan penyelesaian masalah yang ada. Banyak cara untuk menyelesaikan

perselisihan dalam suatu proyek. Diperlukan sikap terbuka (open minded) dan

keinginan yang kuat dalam menyelesaikan masalah dari pihak terlibat.

Adanya kesadaran bahwa dalam menyelesaikan proyek tepat waku, cost dan

standar mutu dan spesifikasi sesuai dengan perjanjian sebelumnya adalah

tujuan utamanya (Wahyuni, 1996). Bila salah satu pihak tidak memenuhi

syarat yang sudah dipenuhi, maka perselisihan tersebut tidak akan selesai.

Jika klaim konstruksi tidak dapat diselesaikan dengan segera, pihak-pihak

yang terlibat harus dilanjutkan ke forum penyelesaian masalah lebih formal.

Yang termasuk dalam hal ini adalah : Negosiasi, Mediasi, Arbitrasi dan

Litigasi.

a. Negosiasi adalah cara penyelesaian yang hanya melibatkan kedua belah

pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak-pihak yang lain. Hal ini

mirip dengan musyawarah dan mufakat yang ada di Indonesia, dimana

keinginan untuk berkompromi, adanya 10okum10 saling 10okum10 dan

menerima serta kesediaan untuk sedikit menyingkirkan ukuran kuat dan

lemah adalah persyaratan keberhasilan cara ini. Di dalam negosiasi ini

kontraktor dan pemilik memakai arsitek dan insinyur sebagai penengah.

Biasanya kontraktor diminta mengajukan klaim kepada arsitek/insinyur

yang diangkat menjadi negosiator. Arsitek/Insinyur ini akan mengambil

keputusan yang sifatnya tidak mengikat, kecuali keputusan tentang ‘efek

arstistik’ yang konsisten dengan apa yang telah ada dalam dokumen

kontrak.

b. Mediasi merupakan cara penyelesaian masalah di awal perselisihan

berlangsung. Mediasi ini melibatkan pihak ketiga yang tidak memihak dan

dapat diterima kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga ini akan

berusaha menolong pihak-pihak yang berselisih untuk mencapai

Page 11: BAB I aspek hukum

persetujuan penyelesaian, meskipun mediator ini tidak mempunyai

kekuatan untuk memutuskan penyelesaian masalah tersebut. Mediasi sama

menguntungkannya dengan arbitrasi. Mediasi dapat menyelesaikan

masalah dengan cepat, murah, tertutup dan ditangani oleh para ahli. Tetapi

yang menjadi masalah adalah keputusan mediasi ini tidak mengikat. Jadi

apabila persetujuan tidak dapat dicapai, seluruh usaha mediasi hanya akan

membuang-buang uang dan waktu.

c. Arbitrasi adalah metode penyelesaian masalah yang dibentuk melalui

kontrak dan melibatkan para ahli dibidang konstruksi. Para ahli tersebut

bergabung dalam badan arbitrase. Badan ini akan mengatur pihak-pihak

yang telah menandatangani kontrak dengan klausul arbitrasi didalamnya

untuk melakukan arbitrasi dan menegakkan keputusan arbitrator. Hal yang

menguntungkan dari cara arbitrasi ini adalah sifat penyelesaiannya yang

cepat dan murah jika dibandingkan dengan litigasi. Selain itu, cara

arbitrasi ini dilakukan secara tertutup serta dilakukan oleh seorang

arbitrator yang dipilih berdasarkan keahlian. Keputusan arbitrasi yang

bersifat final dan mengikat merupakan 11okum11n penting digunakannya

cara ini untuk menyelesaikan masalah. Keputusan pengadilan biasanya

terbuka untuk proses peradilan yang lebih panjang. Hal ini menghasilkan

penundaan yang lama dan memakan biaya dalam penyelesaian masalah.

Sedangkan keputusan dari arbitrasi ini tidak dapat dirubah tanpa semua

pihak setuju untuk membuka kembali kasusnya.

d. Litigasi adalah proses penyelesaian masalah yang melibatkan pengadilan.

Proses ini sebaiknya diambil sebagai jalan akhir bila keseluruhan proses

diatas tidak dapat menghasilkan keputusan yang menguntungkan kedua

belah pihak yang bersengketa. Proses pengadilan ini tentu saja akan

mengakibatkan salah satu pihak menang dan yang lain kalah. Biasanya

perselisihan yang terjadi disidangkan pada system yuridis di daerah mana

masalah tersebut terjadi. Pada suatu wilayah tertentu pengadilan wilayah

tersebut mendapat yuridikasi atas suatu masalah bila salah satu pihak

Page 12: BAB I aspek hukum

berkantor di wilayah tersebut atau proyeknya sendiri ada pada daerah itu.

Jika kedua belah pihak yang berselisih berkantor pusat di daerah lain,

maka pihak yang memulai litigasi yang memilih forum dimana litigasi itu

berlangsung. Lama waktu penyelesaian merupakan hal yang patut

diperhitungkan dalam penggunaan cara ini. Tergantung dari yuridiksinya,

suatu perselisihan konstruksi yang kompleks dapat menghabiskan waktu

antara 2 sampai 6 tahun sebelum mencapai pengadilan (Arditi, 1996).

Proses penggalian fakta yang panjang dan detil membuat litigasi ini

menjadi sangat mahal. Untungnya, bila ada kesalahan pengadilan dalam

peryataannya atau dalam penggunaan prinsip-prisip hukum, pihak-pihak

yang melakukan litigasi tentunya dapat naik banding.

1.3 Kelebihan dan Kekurangan Penyelesaian Melalui Arbitrase dan Pengadilan

Sebagaimana yang diutarakan oleh Ir. H. Nazarkhan Yassin dalam

bukunya “ mengenal klaim konstruksi dan penyelesaian sengketa konstruksi “

penerbit PT. Gramedia Utama hal 127 dan 130 bahwa terdapat beberapa

kelebihan dan kekurangan penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan

maupun Arbitrase adalah sebagai berikut :

Kelebihan Arbitrase ,yaitu:

1. Bebas dan otonom menentukan rules dan institusi arbitrase

2. Menghindari ketidakpastian (uncertainty) akibat perbedaan sistem hukum

dengan Negara tempat sengketa diperiksa, maupun kemungkinan adanya

keputusan hakim yang unfair dengan maksud apapun, termasuk

melindungi kepentingan domestic yang terlibat sengketa

Page 13: BAB I aspek hukum

3. Keleluasaan memilih arbiter professional, pakar (expert) dalam bidang

yang menjadi objek sengketa, independent dalam memerikasa sengketa

4. Waktu prosdur dan biaya arbitrase lebih efisien. Putusan bersifat final dan

binding dan tertututp untuk upaya 13okum banding dan kasasi

5. Persidangan tertutup (non-publicity) dan karenanya memberikan

perlindungan untuk informasi atau data usaha yang bersifat rahasia atau

tidak boleh diketahui umum.

6. Pertimbangan hukum lebih mengutamakan aspek privat dengan win – win

solution

Kelebihan pengadilan

1. Mutlak terikat pada hukum acara yang berlaku (HIR, Rv)

2. Yang berlaku mutlak adalah system hukum dari Negara tempat sengketa

diperiksa

3. Majelis hakim pengadilan ditentukan oleh administrasi pengadilan

4. Putusan pengadilan ditentukan administrasi pengadilan

5. Terbuka untuk umum (kecuali kasus cerai)

6. Pola pertimbangan pengadilan dan putusan hakim adalah win loose

Kelemahan Arbitrase

1. Honorarium arbiter, panitera dan administrasi relative mahal, tolok ukur

jumalah umumnya ditentukan oleh nilai klaim (sengketa). Apabila biaya

ditolak atau dibayar oleh salah satu pihak, pihak yang lain wajib

membayarnya lebih dulu agar sengketa diperiksa oleh arbutrase

2. Relative sulit untuk membentuk majelis arbitrase lembaga Arbitrase Ad

hoc

3. Tidak memiliki juru sita sendiri sehinggga menghambat penetapan

prosedur dan mekanisme apabila Arbitrase secara efektif

Page 14: BAB I aspek hukum

4. Putusan arbitrase tidak memiliki daya paksa yang efektif dan sangat

bergantung kepada pengadilan jika putusan tidak dijalankan dengan

sukarela

5. Eksekusi putusan Arbitrase cenderung mudah untuk diintervansi pihak

yang kalah melalui lembaga peradilan (Bantahan, verzet) sehingga waktu

realisasi pembayaran ganti rugi menjadi relative bertambah lama

6. Untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengeta untuk

membawanya ke badan Arbitrase tidaklah mudah, kedua pihak harus

sepakat

7. Tentang pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase asing, saat ini di

banyak Negara masalah pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase

asing masih menjadi persoalan yang sulit

Kelemahan pengadilan

1. Biaya perkara relative murah dan telah ditentukan oleh MARI

2. Tidak adanya hambatan berarti dalam pembentukan majelis hakim yang

memeriksa perkara

3. Memiliki juru sita dan atau sarana pelaksanaan prosedur hukum acara

4. Pelaksanaan putusan dapat dipaksakan secara efektif terhadap pihak yang

kalah dalam perkara

Page 15: BAB I aspek hukum

5. Eksekusi putusan yang telah memiliki kekuatan 15okum yang pasti dapat

dilaksanakan meskipun kemudian ada bantahan atau verzet

Sebagaimana yang telah diuraikan diatas dengan demikian kita dapat

mempertimbangkan mengenai pilihan hukum apa yang akan dipilih dalam

menyelesaikan sengketa namun biasanya pemilihan arbitrase lebih banyak

disukai dengan catatan harus ada itikad baik dan semangat fair play dari para

pihak karena apabila salah satu pihak tidak memiliki hal tersebut niscaya pada

akhirnya akan berlanjut pada penyelesaian yang berlarut larut.