3
BAB I PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi yang ditandai adanya hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernapasan seperti mengi dan sesak. Obstruksi jalan nafas biasanya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif irreversibel tergantung berat dan lama penyakit. 1,2 Asma mempunyai tingkat fatal yang rendah namun jumlah kasus asma cukup banyak ditemukan dalam masyarakat, menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunnya, sedangkan menurut hasil riset kesehatan dasar (RISKESDA) tahun 2013, prevalensi asma di Indonesia berdasarkan hasil wawancara berupa gabungan kasus penyakit yang didiagnosis dokter/tenaga kesehatan, didapatkan sebesar 4,5% dari keseluruhan penyakit tidak menular, dan juga kejadian asma lebih sering terjadi pada perempuan sekitar (60%) dibandingkan laki-laki (40%). Apabila tidak dicegah dan ditatalaksana dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang. 3,4 1

BAB I CASE.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bzb a

Citation preview

2

BAB IPENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi yang ditandai adanya hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernapasan seperti mengi dan sesak. Obstruksi jalan nafas biasanya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan relatif irreversibel tergantung berat dan lama penyakit. 1,2Asma mempunyai tingkat fatal yang rendah namun jumlah kasus asma cukup banyak ditemukan dalam masyarakat, menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahunnya, sedangkan menurut hasil riset kesehatan dasar (RISKESDA) tahun 2013, prevalensi asma di Indonesia berdasarkan hasil wawancara berupa gabungan kasus penyakit yang didiagnosis dokter/tenaga kesehatan, didapatkan sebesar 4,5% dari keseluruhan penyakit tidak menular, dan juga kejadian asma lebih sering terjadi pada perempuan sekitar (60%) dibandingkan laki-laki (40%). Apabila tidak dicegah dan ditatalaksana dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang.3,4Patogenesis asma berkembang dengan pesat. Pada awal tahun 60-an bronkontriksi merupakan dasar patogenesis asma, kemudian pada tahun 70-an berkembang menjadi proses inflamasi kronis, sedangkan tahun 90-an selain inflamasi juga disertai dengan remodelling. Berkembangnya patogenesis tersebut berdampak pada tatalaksana asma secara mendasar, sehingga berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada awalnya pengobatan hanya diarahkan untuk mengatasi bronkontriksi dengan pemberian bronkodilator, kemudian berkembang dengan antiinflamasi sehingga obat antiinflamasi dianjurkan diberikan pada asma, kecuali asma yang derajat ringan belum diindikasikan.3,4Gambaran awal dari asma berupa sesak nafas (dispnea) dan mengi (wheezing) adalah keluhan yang diakibatkan oleh penyempitan saluran pernafasan yang merupakan ciri khas dari asma bronkial. Gejala awal tersebut dapat hilang dengan sendirinya atau dapat berlanjut dan menjadi berat walaupun sudah diberi pengobatan dan mengakibatkan timbulnya tanda-tanda gawat nafas. Sebagian besar asma dapat pulih kembali secara spontan baik dengan atau tanpa obat. 5,6Setiap tahun terjadi peningkatan prevalensi asma terutama di Indonesia serta berkembangnya patogenesis asma berhubungan langsung dengan penatalaksanaan asma yang mendasari pembuatan laporan kasus ini, diharapakan dengan adanya laporan kasus ini dapat memberikan pengetahuan mengenai definisi, derajat, cara menegakkan diagnosis serta memberikan tatalaksana yang adekuat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita asma dan keluarganya.6

1

2