Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dibentuknya Undang-Undang bertujuan untuk mewujudkan manusia
Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil,
makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945. Proses pembuatan undang-undang sebagai wujud pembangunan
hukum, dan rentetan kejadian yang bermula dari perencanaan, pengusulan,
pembahasan dan pengesahan. Semua proses tersebut dilakukan oleh para aktor
yang dalam sistem demokrasi modern disebut eksekutif (presiden beserta
jajaran kementeriannya) dan legislatif (DPR). Menurut Pasaribu (dalam
Wijayanti, 2013, hlm. 180-181) dalam sistem pembentukan hukum yang
demokratis, proses pembentukan hukum tersebut memiliki tipe bottom up,
yakni menghendaki bahwa materiil hukum yang hendak merupakan
pencerminan nilai dan kehendak rakyat. Untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di
segala bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Menurut Waluyo (dalam 2013, Hartono, hlm. 466) menjelaskan bahwa adil
dan makmur adalah dua pasangan yang tidak terlepaskan dalam falsafah hidup
masyarakat dan merupakan tujuan hidupnya.
Dengan hakikat pembangunan sebagaimana tersebut, maka
pembangunan merupakan pengamalan Pancasila. Dengan pengertian
mengenai hakekat pembangunan, maka terdapat dua masalah pokok yang
perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan
secara aktif seluruh lapisan masyarakat warga negara Republik Indonesia.
Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila,
maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan
2
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
bangsa Indonesia terhadap Pancasila. bangsa Indonesia terhadap Pancasila
bangsa Indonesia terhadap Pancasila
Masalah keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional
adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnya ditumbuhkan,
mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat
Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran
tersebut sekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi kepada
pembangunan nasional.
Menurut Soekanto (1977, hlm. 462) pembangunan mencakup dan
berkaitan langsung dengan bidang hukum yang merupakan salah satu sarana
untuk menjaga keserasian dan keutuhan masyarakat serta pembaharuan
masyarakat. Ketertiban dan integrasi melalui hukum adalah suatu unsur yang
esensiil bagi setiap bentuk kehidupan politik yang terorganisir oleh karena
negara merupakan suatu lembaga yang salah satu fungsi utamanya adalah
memenuhi cita-cita tersebut. Agar hukum dapat dijalankan dengan seksama
dalam masyarakat dibutuhkan perangkat pendukung tertentu, seperti
lembaga-lembaga, struktur sosial dalam arti yang luas dan orang-orang yang
melaksanankannya
Menurut Asshiddiqie (dalam Setiadi, 2012, hlm. 5), bahwa
pembangunan hukum merupakan upaya sadar, sistematis, dan
berkesinambungan untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang semakin maju, sejahtera, aman, dan tenteram di dalam
bingkai dan landasan hukum yang adil dan pasti. Dalam bingkai yang pasti
yaitu oleh hukum, maka antara lain akan dapat kita jumpai hal sebagai seperti
penciptaan lembaga-lembaga hukum baru yang melancarkan dan mendorong
pembangunan. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa apabila pada suatu
masyarakat dapat dijumpai keteraturan dan ketertiban dalam jalannya hukum
maka itu berarti, bahwa ia mendapatkan dukungan dari struktur sosial dan
aktivitas para pelaksananya.
Dalam kerangka inilah letak pentingnya peranan organisasi
3
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
kemasyarakatan. Peran organisasi kemasyarakatan sendiri merupakan peran
yang sangat strategis terutama dalam kerangka demokrasi. Sebagai organisasi
sukarela yang dibentuk oleh masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan maka keberadaan organisasi ini penting
dalam membangun kesadaran masyarakat dalam partisipasi pembangunan
dan pencegahan penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah. Organisasi
kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas dalam pasal 1 UU ormas
Nomor 17 Tahun 2013 adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh
masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak,
kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila. Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
merupakan harga mati bagi segenap bangsa Indonesia sehingga keberadaan
ormas yang tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 dapat menjadi
bentuk suatu ancaman bagi kedaulatan Indonesia itu sendiri.
Upaya menyelesaikan masalah munculnya ormas yang dianggap asas
dan kegiatannya dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945,
dan ada ormas yang dinilai kegiatannya tidak sesuai dalam AD/ART yang
terdaftar dan disahkan pemerintah, sebenarnya telah di atur dalam UU No.17
tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan namun eksistensi UU No.17
tahun 2013 dianggap belum komprehensif mengatur ormas yang dinilai
bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 45 sehingga muncul
kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif bagi setiap
ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Kemudian pemerintah mengambil langkah cepat untuk menertibkan ormas di
Indonesia, langkah cepat yang diambil adalah dengan menerbitkan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (perppu), yaitu Perppu Nomor 2 Tahun
2017 tentang perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan yang dikeluarkan dan di tandatangani
Presiden Jokowi pada tanggal 10 Juli 2017 dan telah disahkan oleh DPR
sebagai Undang-Undang melalui rapat paripurna pada tanggal 24 Oktob2017.
4
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Melalui Perppu yang telah menjadi Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2017 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 organisasi kemasyarakatan menjadi
undang-undang tersebut, ada beberapa perubahan yang dilakukan terhadap
UU No.17 tahun 2013 antara lain perubahan pada pasal 1 angka 1, pasal 59,
pasal 60, pasal 61, pasal 62, dan penjelasan pasal 59, kemudian pasal 63-81
dihapus, muncul pasal 80A, pasal 82A, dan pasal 83A, dan adanya Bab
XVIIA.
Dasar yang menjadi pertimbangan penting lahirnya Perppu Yang
telah menjadi UU tersebut adalah Pertama, bahwa Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan mendesak untuk segera
dilakukan perubahan karena belum mengatur secara komprehensif mengenai
keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum
dalam hal penerapan sanksi yang efektif; kedua bahwa terdapat organisasi
kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya tidak sejalan dengan asas
organisasi kemasyarakatan sesuai dengan anggaran dasar organisasi
kemasyarakatan yang telah terdaftar dan telah disahkan Pemerintah, dan
bahkan secara faktual terbukti ada asas organisasi kemasyarakatan dan
kegiatannya yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketiga bahwa Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan belum menganut
asas contrarius actus sehingga tidak efektif untuk menerapkan, menganut,
mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.7
Yusril ihza Mahendra menilai isi yang ada dalam Perppu yang telah
menjadi undang-undang ini adalah kemunduran demokrasi di negeri ini,
karena Perppu ini membuka peluang bagi sebuah kesewenang-wenangan dan
tidak sejalan dengan cita-cita reformasi. Yusril mengatakan, Undang-Undang
5
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi kemasyarakatan yang ada saat ini
harusnya sudah cukup baik. UU tersebut mengatur agar pemerintah tidak
mudah dalam membubarkan ormas, melainkan harus lebih dahulu melakukan
langkah persuasif, memberi peringatan tertulis, dan menghentikan kegiatan
sementara kepada ormas tersebut. Kalau tidak efektif dan Pemerintah mau
membubarkannya, maka Pemerintah harus meminta persetujuan Pengadilan
lebih dahulu sebelum membubarkan ormas tersebut. Dengan perppu baru ini,
semua prosedur itu tampak dihilangkan. Pemerintah dapat membubarkan
setiap ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila tanpa melalui
prosedur di atas. (www.nasional.kompas.com)
Dalam penerbitan perppu nomor No.2 tahun 2017 yang telah
disahkan menjadi UU banyak menimbulkan pro-kontra di lingkungan
masyarakat. Sebagai catatan, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang
ormas ini mendapat penolakan oleh beberapa parpol yaitu PAN, PKS, dan
Gerindra konsisten menolak perppu ormas. Ketiga fraksi ini beralasan perppu
melanggar asas demokrasi, tidak ada kegentingan yang memaksa, dan tidak
adanya kekosongam hukum.(www.news.liputan6.com). Pihak yang pro
menganggap bahwa hadirnya Perppu No. 2 Tahun 2017 yang telah menjadi
UU tersebut dapat menjadi regulasi yang efektif bagi pemerintah untuk
menertibkan ormas yang melakukan pelanggaran, sehingga setiap kegiatan
ormas dapat sejalan dan selaras dengan ideologi bangsa, sedangkan beberapa
pihak yang kontra kemudian mengajukan gugatan terhadap perppu ormas
tersebut, di antaranya adalah permohonan dengan nomor perkara
48/PUU-XV/2017 diajukan oleh yayasan sharia law al qonuni dan beberapa
pihak lainnya.(www.nasional.kompas.com)
Secara umum, pemohon mempersoalkan penerbitan perppu ormas
tidak dalam keadaan genting yang memaksa sebagaimana disebutkan dalam
pasal 22 UUD 1945 dan sejumlah pasal dalam perppu ormas yang telah
menjadi UU tersebut dinilai diskriminatif dan dianggap bertentangan dengan
kebebasan berpendapat yang sejatinya adalah ruh dalam kehidupan
berdemokrasi di negara hukum.
6
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Menurut Mahfud MD (2017, hlm. 345) mengatakan : sudah saatnya
diadakan penyempurnaan pelaksanaan demokrasi. Sudah saatnya diadakan
demokratisasi dalam kehidupan kenegaraan, terutama menyangkut
pelaksanaan demokrasi pancasila. Label yang disandang Indonesia sebagai
sebuah negara demokrasi baru dan reputasi yang semakin baik di dunia
internasional sebagai anggota utama Community of Democracy, pemrakarsa
Bali Democracy Forum dan status Indonesia sebagai pemimpin ASEAN yang
paling demokratis seakan-akan tidak relevan ketika DPR mengesahkan UU
Ormas ini. Pernyataan keras dan berbagai aksi penolakan terhadap pengesahan
undang-undang ini tidak hanya datang dari dalam negeri seperti dari
komunitas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komunitas buruh dan
organisasi-organisasi besar seperti Muhammadiyah, dan juga salah satu
contoh organisasi yang dibubarkan dibekukan oleh Kementerian Hak asasi
manusia yaitu Hizbut Tahrir.
Didalam Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
“Negara Indonesia Ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Pasal 1
menjelaskan bahwa dimana kedaulatan negara berada ditangan rakyat, hal ini
merupakan indikator negara demokrasi yang dapat dilihat dengan adanya
keterlibatan rakyat dalam mengambil suatu keputusan, adanya persamaan hak
antar warga negara, adanya sistem perwakilan yang efektif, mekanisme
mayoritas dan minoritas dalam mengambil suatu keputusan yang didasari pada
prinsip hak asasi manusia.
Menurut Syamsir (2015, hlm. 116) mengatakan : salah satu hal yang
sangat penting dalam demokrasi adalah kebebasan warga negara dalam
berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat dan
kebebasan beragama menurut agama dan keyakinan masing-masing, semua
aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan dalam konstitusi negara kita serta
dilindungi hak kebebasan warga negara tersebut. Selain itu hal yang sangat
penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga negara yang
kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di Indonesia.
Menurut Riana (2017, hlm. 2) apalah artinya demokrasi yang maju kalau
7
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
rakyatnya semakin sengsara, tentunya ini tidak sesuai dengan tujuan negara
yang selama ini dicita-citakan.
Di negara-negara demokrasi, upaya membatasi kebebasan berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat sudah lama ditinggalkan, bahkan
pemerintah membuat kebijakan yang memberi legitimasi, peran yang luas dan
dukungan nyata seperti alokasi dana kepada ormas, dengan tidak melakukan
pembatasan terhadap hak asasi manusia warga negaranya, sehingga dapat
berfungsi sebagai kekuatan kontrol yang kritis, kuat dan sehat bagi tegaknya
demokrasi. Teori hak asasi manusia menurut aliran atau pemikiran John
Locke, yang menyatakan bahwa manusia terlahir dengan hak-hak alamiah,
yang tidak dapat dilepaskan atau diserahkan kepada masyarakat atau
penguasa/pemerintah kecuali atas perjanjian. Hak-hak alamiah tersebut adalah
life atau hak untuk hidup, liberte atau hak kebebasan, dan estate atau hak-hak
untuk memiliki sesuatu. Hah-hak tersebut telah tercakup dalam UUD NRI
1945 hasil amandemen yang lebih menjamin perlindungan HAM warga
negara Indonesia.
Menurut Asshidiqie (2015, hlm. 202) salah satu HAM yang dijamin
oleh UUD NRI 1945 ialah kebebasan yang diatur dalam Pasal 28E ayat (3)
yang menyatakan : “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat”.
Menurut Tyagita (2011, hlm. 3), prinsip kebebasan berserikat tidak
hanya diatur di dalam konstitusi Indonesia, melainkan juga tercantum dalam
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang merupakan hak
atas kebebasan pribadi yakni dalam Pasal 24 ayat (1) dan (2). Sebagai suatu
prinsip dasar, prinsip kebebasan berserikat tidak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya pengakuan dari peraturan perundang-undangan.
Sejalan dengan itu kemudian dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun l999 tentang hak asasi manusia, yang selanjutnya disebut
UU HAM menyatakan: “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat
berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat, atau
organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan
8
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntunan perlindungan, penegakan
dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan”. Ketentuan ini mengandung makna bahwa masyarakat
diberi peran secara aktif dalam penyelenggaraan negara melalui organisasi
kemasyarakatan di luar organisasi pemerintahan demi tercapainya
pembangunan bangsa ini. Sebagai organisasi kemasyarakatan dalam
kegiatannya dapat melakukan pengawasan atau koreksi bila kebijakan
pemerintah kurang sejalan dengan kondisi masyarakat. Hal ini sebagai bentuk
peran serta masyarakat dan merupakan representasi kedaulatan rakyat.
Bagi setiap orang membutuhkan untuk berorganisasi dalam wilayah
Indonesia, hanya saja pemerintah dalam hal pembentukan UU ormas hanya
perlu mengatur secara spesifik bagaimana cara organisasi kemasyarakatan
dalam menggunakan dan mengimplementasikan kebebasan itu, dan
menjelaskan syarat-syarat dan prosedur pembentukan, pembinaan,
penyelenggaraan kegiatan, pengawasan, dan pembubaran organisasi lebih
rinci, yaitu dengan undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Karena
alasan itulah, pemerintah memandang perlu untuk menyusun satu
undang-undang berdasarkan ketentuan UUD NRI 1945 setelah reformasi,
yaitu UU No. 16 Thn 2017 tentang organisasi kemasyarakatan. Setiap orang
diberi hak untuk bebas membentuk atau ikut serta dalam keanggotaan atau pun
menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dalam wilayah
Indonesia.
Ketentuan ini mengandung makna bahwa masyarakat diberi peran
secara aktif dalam penyelenggaraan negara melalui organisasi
kemasyarakatan di luar organisasi pemerintahan demi tercapainya
pembangunan bangsa ini. Sebagai ormas dalam kegiatannya dapat melakukan
pengawasan atau koreksi bila kebijakan pemerintah kurang sejalan dengan
kondisi masyarakat. Hal ini sebagai bentuk peran serta masyarakat dan
merupakan bentuk kedaulatan rakyat. Setelah melihat pengaturan atas HAM
yang telah dijamin dalam UUD NRI 1945 serta Undang-undang HAM itu,
seharusnya tidak perlu lagi dibuat pengaturan oleh undang-undang untuk
9
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
memastikan adanya kemerdekaan atau kebebasan.
Meskipun dalam perubahan UUD NRI 1945 tidak menyentuh pasal 28,
tetapi mengadopsi norma baru dalam pasal 28E ayat (3), karena Pasal 28
dianggap tidak mengandung jaminan HAM yang seharusnya menjadi muatan
konstitusi negara demokrasi. Oleh karena itu, pemuatan kembali hak
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dalam pasal 28E ayat (3)
UUD NRI 1945, adalah untuk menegaskannya sebagai salah satu HAM yang
menjadi hak konstitusi, dan yang menjadi kewajiban negara terutama
pemerintah untuk melindungi, menghormati, memajukan dan memenuhinya.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jakarta Provinsi DKI, Indonesia,
yang merupakan menjadi lokasi penelitian dan yang menjadi isu tentang
lahirnmya Perppu Nomor 2 tahun 2017 yang saat ini sudah sah menjadi
undang-undang organisasi kemasyarakatan.
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan-perubahan, menurut
Soerjono (dalam Ellya 2011, hlm. 32) perubahan-perubahan dalam
masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam
masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.
Perubahan dapat menonjol atau tidak; dapat cepat atau lambat; dapat
menyangkut soal-soal yang fundamental bagi masyarakat bersangkutan atau
hanya perubahan yang kecil saja. Namun bagaimanapun sifat dan tingkat
perubahan itu, masyarakat senantiasa mengalaminya.
Pola-pola perilaku organisasi oleh masyarakat dibentuk karena adanya
kepentingan masyarakat dalam sebuah organisasi. Menurut Putri dan
Kusumaputri (2014, hlm. 53), organisasi pada dasarnya merupakan suatu
bentuk kelompok sosial yang terdiri dari beberapa anggota dan mempunyai
persepsi bersama tentang kesatuan mereka. Masing-masing anggota mendapat
penghargaan (reward) untuk mencapai tujuan bersama, kalau suatu kelompok
sudah dibentuk dan disadari bersama adanya interpendensi, saling
memberikan penghargaan (reward) serta mempersepsikan diri sebagai satu
kesatuan dalam mencapai tujuan.
10
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Mengingat tingginya tingkat heterogenitas ini, Pemerintah Kota
Jakarta terus berupaya menjaga agar tidak dimanfaatkan oleh orang atau
kelompok yang berniat memecah belah persatuan dengan dasar perbedaan.
Kondisi itu merupakan salah satu potensi terusiknya ketentraman dan
ketertiban masyarakat yang telah dibina sejak lama.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 organisasi kemasyarakatan (ormas) telah diresmikan DPR pada bulan
Oktober tahun 2017. Perppu ormas yang kini telah menjadi Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan, menggantikan
Undang-Undang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan.
Dengan disahkannya Perppu Nomor 2/ 2017 dengan perubahan UU
Nomor 17/2013 tentang ormas maka terdapat beberapa poin penting yang
merupakan inti pokok perdebatan dikalangan masyarakat. 1. Terdapat
hukuman pidana bagi anggota dan pengurus ormas yang dinilai bertentangan
dengan ideologi Pancasila dengan sanksi pidana penjara seumur hidup, pidana
paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun (Pasal 82A ayat 2). Pasal ini
dikritisi oleh beberapa pihak, karena hukuman yang diberikan dianggap terlalu
lama dan langsung menyasar kepada keseluruhan anggota ormas. 2. Tidak
adanya proses pengadilan bagi ormas yang dibubarkan. Artinya, pembubaran
ormas bisa dilakukan secara sepihak tanpa melewati mekanisme peradilan.
Dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017, ketentuan yang mengatur soal
pengadilan seperti yang tertera dalam pasal 63 sampai dengan pasal 80 UU
nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi masyarakat dihapus. Peniadaan proses
hukum tersebut dianggap sewenang-wenang karena secara sepihak
memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk mencabut
kegiatan ormas dan melakukan pembubaran dengan sendirinya. 3. Pemerintah
bisa menafsirkan sendiri secara sepihak apakah ormas tersebut dianggap
bertentangan dengan ideologi Pancasila, tanpa melewati proses seperti
pembelaan atau klarifikasi ormas di pengadilan. Tentunya itu dianggap
menghalangi hak masyarakat yang ada dalam kebebasan berserikat atau
11
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
berorganisasi, berkumpul serta ikut serta dalam hidup bermasyarakat.
(www.kumparan.com)
Dari permasalahan tersebut dirasa penting bagi penulis untuk meneliti :
“Kajian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum
Ormas Dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan ”.
1.2 Idetifikasi Masalah
Berhubungan dengan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas,
maka penulis dapat mengidentifikasi masalah berupa:
1. Dinamika perkembangan ormas dan perubahan sistem pemerintahan
membawa paradigma baru dalam tata kelola organisasi kemasyarakatan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Perppu ormas yang kini telah menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2017 tentang organisasi kemasyarakatan, menggantikan Undang-Undang
sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
organisasi kemasyarakatan.
3. Dengan disahkannya Perppu Nomor 2/ 2017 dengan perubahan UU
Nomor 17/2013 tentang ormas maka terdapat beberapa poin penting yang
merupakan inti pokok perdebatan dikalangan masyarakat.
4. Peniadaan prosedur pembubaran ormas.
5. yayasan yang merasa dirugikan atau menolak yaitu yayasan sharia Law al
qonuni.
1.3 Rumusan Masalah
Berhubungan dengan hal yang diuraikan diatas, maka penulis
mengangkat permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Mengapa perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran
ormas melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan
12
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Kewarganegaraan ?
2. Bagaimana pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu
ormas dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan ?
3. Bagaimana upaya yang dilakukan ormas sehubungan dengan prosedur
pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
informasi, mendeskripsikan, dan menganalisis secara mendalam
informasi teoretis dan empirik mengenai Peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A tentang pencabutan
status badan hukum ormas .
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai untuk mendeskripsikan :
1. Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran
ormas melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan.
2. Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas
dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Upaya yang dilakukan ormas sehubungan dengan prosedur
pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A .
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah
keilmuan dibidang Pendidikan Kewarganegaraan, khususnya
dalam hal peran oganisasi kemasyarakatan dalam tatanan
13
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
masyarakat.
2. Secara Praktis
Menjadi masukan bagi pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah untuk dapat menjalankan pemerintahan dan
kewenangan yang sesuai dengan Undang-Undang, serta menjadi
bahan koreksi khususnya bagi pemerintah Kab/Kota agar dapat
menjalankan amanat Undang-Undang yang lebih baik.
Dapat dijadikan pedoman atau sebagai bahan tambahan
materi bagi pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji lebih dalam
terkait dengan judul tesis yang penyusun ambil yaitu tentang
Undang-Undang organisasi kemasyarakatan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Demokrasi
2.1.1 Pengertian Demokrasi
Sementara itu menurut Hook (dalam Muntoha, 2009, hlm. 381)
memberikan definisi tentang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan
dengan keputusan-keputusan pemerintah yang penting atau arah
kebijakan di balik keputusan secara langsung didasarkan pada keputusan
mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Hal ini berarti
bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah pokok mengenai kehidupan mereka, termasuk dalam
menilai kebijaksanaan negara yang turut menentukan kehidupan mereka
tersebut.
Secara etimologis, menurut tim ICCE UIN (2000, hlm. 110)
“demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni
demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu suatu tempat, dan cratein
atau cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi, demos-cratein
14
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
atau demos-craton (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam
sistem pemerintahannya, kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa,
pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Sehingga secara bahasa
demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Konsep
pemerintahan rakyat menurut Juliardi (2015, hlm. 82) mengandung tiga
pengertian berikut:
a. Pemerintahan dari rakyat (governement of the people), yang
berhubungan dengan pemerintah yang sah (dapat pengakuan dan
dukungan rakyat) dan tidak sah;
b. Pemerintah oleh rakyat (governement by the people), di mana
kekuasaan yang dijalankan atas nama dan dalam pengawasan
rakyat;
c. Pemerintahan untuk rakyat (governement for the people), di
mana kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah
dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah
kebebasan warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan
berpendapat, kebebasan berserikat dan kebebasan beragama menurut
agama dan keyakinan masing, semua aspek kebebasan tersebut telah
dicantumkan dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan
warga negara tersebut. Menurut Buana (2009, hlm. 97) konstitusi negara
harus mampu menjadi instrumen efektif yang mensinergiskan kedua
aspek tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wujud
sinergis antara demokrasi dan nomokrasi, tertuang secara normatif dan
filosifis dalam UUD 1945 Pada Bab 1 Pasal 1 ayat (2) dan (3). Pasal 1
ayat (2) “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-undang dasar” dan ayat (3) “ Negara Indonesia adalah negara
hukum”. Selain itu menurut Syamsir (2015, hlm. 116) hal yang sangat
penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga negara yang
kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di Indonesia.
15
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Menurut Hilmy (2015, hlm. 409) dalam rezim demokrasi, setiap
warga negara memiliki hak yang sama untuk berpendapat dan berserikat
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Setiap warga negara
juga memiliki posisi yang sama di muka hukum. Tidak ada salah seorang
yang lebih istimewa dibanding lainnya. Artinya, sebuah rezim demokrasi
harus meruangkan perbedaan kepada siapapun, sepanjang dibenarkan
oleh paraturan perundangan yang berlaku. Pendapat lain mengatakan
yaitu Sari (2003, hlm. 24) dalam pemerintahan yang demokratis memberi
peluang bagi setiap warganya untuk menikmati hak-hak dasarnya seperti
hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berserikat dan berkumpul,
hak untuk menikmati pers yang bebas dan berbagai hak dasar lainnya.
Alfian menegaskan (1980, hlm.59) bahwa pada hakekatnya
konsep demokrasi mengandung pengertian utama, yaitu bahwa
kedaulatan politik itu berada di tangan rakyat. Yang menjadi perbedaan
adalah dalam cara bagaimana kedaulatan rakyat itu di atur dan
dilaksanakan. Bilamana pengertian utama kedaulatan rakyat itu, tidak
terkandung dalam suatu sistem politik, walaupun sistem politik itu masih
memakai nama demokrasi, namun pada hakekatnya sistem politik itu
tidaklah demokratis. Dengan lain perkataan, istilah demokrasi bisa
dipakai untuk menutupi suatu sistem politik yang isinya sama sekali
tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari
demokrasi itu sendiri.
Demokrasi merupakan konsep yang abstrak dan universal.
Demokrasi itu telah diterapkan di banyak negara dalam berbagai bentuk,
sehingga melahirkan berbagai sebutan tentang demokrasi, seperti
demokrasi konstitusional, demokrasi rakyat, demokrasi terpimpin,
demokrasi liberal, dan sebagainya. Namun demikian pada dasarnya
demokrasi itu dapat dibedakan atas dua aliran menurut Budiardjo (1986,
hlm. 55), yaitu :
16
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
a. Demokrasi konstitusional, adalah demokrasi yang berawal dari
gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah
yang terbatas kekuasaannya dan tidak bertindak
sewenag-wenang terhadap warga negaranya.
Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tersebut
tercantum dalam konstitusi. Oleh karena itu, pemerintahan ini
sering disebut dnegan pemerintahan berdasarkan konstitusi.
Demokrasi konstitusional banyak diterapkan di berbagai negara
dengan berbagai variasi, mislanya dengan nama demokrasi
liberal yang banyak di terapkan di negara-negara Barat.
Demokrasi Pancasila yang di terapkan di Indonesia dapat juga
dikategorikan ke dalam tipe demokrasi konstitusional.
b. Demokrasi proletar/demokrasi rakyat, merupakan tipe demokrasi
yang lebih mendasarkan diri pada ideologi komunisme. Tipe
demokrasi ini banyak dianut oleh negara-negara komunis di
Eropa Timur, juga di Republik Rakyat China dan Korea Utara di
Asia.
Ancock dalam (Muchtar dan Majid, hlm. 2016, hlm. 134)
mengatakan bentuk masyarakat demokratis akan tumbuh dan kokoh
kalau di kalangan masyarakat tumbuh berkembang kultur dan nilai-nilai
demokratis, yakni antara lain, toleransi, bebas mengemukakan dan
menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam
masyarakat, terbuka dalam berkomunikasi, menjunjung nilai-nilai dan
martabat kemanusiaan, percaya diri, tidak menggantungkan diri pada
orang lain, saling menghargai mampu mengekang diri, kebersamaan, dan
keseimbangan.
Mannan mengatakan (2003, hlm. 151) Negara demokrasi
berdasarkan atas hukum (democratische rechtstaat), merupakan dua
sendi yang bersifat dwitunggal ( two sides of one coin) demokrasi tanpa
disertai prinsip negara berdasarkan atas hukum merupakan suatu
demokrasi yang semu, karena hukum tidak “supreme” sehingga tidak
berfungsi mengendalikan kekuasaan. Kekuasaan tidak tunduk pada
hukum. Hukum menjadi instrumen kekuasaan belaka (law as a tool of
rulling power). Secara kenyataan (realitas), demokrasi tanpa prinsip
negara berdasarkan atas hukum adalah sebuah kediktatoran yang
17
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
tersembunyi, karena demokrasi tidak berfungsi dengan layak (proper).
Kekuasaan kehakiman yang merdeka sebagai suatu syarat negara
berdasarkan atas hukum untuk menjamin fair trial, ternyata tidak berjalan
sebagaimana mestinya, karena dilanggarnya asas seperti impartiality, due
process, persumption of innocence, equality before the law, nonself
incrimination, dan lain-lain. Kalaupun ada usaha menemukan kebenaran,
sekedar menemukan kebenaran formal ( formele waarheid) bukan
kebenaran materiil ( materieele waarheid).
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa demokrasi adalah untuk
pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat pada
diri rakyat, atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau
orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya
dari pada orang lain atau badan yang untuk memerintah, serta peran
utama rakyat dalam proses sosial dan politik dan pertanggung jawaban
wakil rakyat yang duduk di pemerintahaan kepala rakyat serta pemilihan
wakil rakyat dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung
melalui pemilihan umum. Sehingga demokrasi adalah pemerintahan di
tangan rakyat yang mengandung tiga hal yaitu pemerintahan dari rakyat,
pemerintahan oleh rakyat dan pemerintahan untuk rakyat yang penuh
tanggung jawab. Karena itu untuk mewujudkan demokrasi yang sehat,
Mannan (2003, hlm. 151) pelaksanaan segala prinsip negara berdasarkan
atas hukum harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan konsekuen
yang meliputi hal hal seperti :
a. Pelaksanaan prinsip negara berdasarkan konstitusi yang
berintikan pembatasan kekuasaan. Bagi jabatan tertentu seperti
presiden harus ada pula pembatasan waktu maksimal memangku
jabatan;
b. Pelaksanaan “fair trial”, sebagai perwujudan kekuasaan
kehakiman yang merdeka, untuk itu harus dipegang teguh
prinsip-prinsip seperti impartiality, due process , presumption of
innocence, nonself incrimination, prinsip mewujudkan keadilan
18
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dan bukan menerapkan hukum belaka, prinsip kebenaran
materiil bukan sekedar kebenaran formal dan lain-lain. Penegak
hukum bukan mulut undang-undang tetapi mulut keadilan.
Dalam rangka menjamin agar ketentuan hukum dan tindakan
pemerintahan senantiasa berdarkan atas hukum atau dapat
dibenarkan untuk mencapai suatu tujuan yang sah dan adil
(based on the principle of justice), kekuasaan kehakiman harus
dibenarkan atau dibiarkan untuk menilai atau menguji (toetsing,
review), semua tindakan pemerintah dan perundang-undangan
yang berlaku;
c. Pemerintahan diselenggarakan semata-mata berdasarkan atas
ketentuan hukum, bukan berdasarkan “beleid” atau “decree”.
Prinsip-prinsip “doelmaatigheid” tidak boleh digunakan untuk
mengesampingkan prinsip-prinsip “rechmaigheid”, kecuali
benar benar dapat ditunjukan bahwa hal tersebut sangat
diperlukan sebagai sesuatu yang terpaksa (compelling interest)
untuk mencapai tujuh pemerintahan yang sah menurut prinsip
negara berdasarakan hukum. Pengunanaan prinsip “freis
ermessen”, atau “discretionary power”, harus dibatasi pada hal
yang tidak melanggar asas penyelenggaran administrasi negara
yang baik (algemene beginselen van berhoorlijk bestuur) yang
tetap menjamin kepastian hukum persamaan perlakuan, tidak
bias (karena ada conflic of interest), dan lain-lain;
d. Pelaksanaan secara wajar hak asasi manusia. Tidak boleh ada
sensor preventif. Pembatasan hak asasi manusia hanya dapat
dilakukan berdasarkan ketentuan hukum dengan maksud
semata-mata “ to promote an extremely importantor compelling
end of government “.
Di samping itu, suasana kehidupan bernegara yang demokratis dapat
di ukur pula dengan beberapa kriteria lain. Mustafa (2002, hlm. 83)
misalnya mengemukakan bahwa untuk menilai suatu negara itu
demokratis atau tidak adalah :
a. Adanya partisipasi dalam pembuatan keputusan;
b. Persamaan kedudukan di depan hukum;
c. Distribusi pendapatan secara adil;
d. Kesempatan memperoleh pendidikan;
e. Kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, kebebasan
berkumpul, dan kebebasan beragama;
19
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
f. Kesediaan dan keterbukaan informasi;
g. Mengindahkan fatsoen politik;
h. Kebebasan individu;
i. Semangat kerja sama;
j. Hak untuk protes.
A. Dahl dalam Mustafa (2002, hlm. 83) mengemukakkan 7 Prinsip
negara yang bisa dikatakan demokratis, yaitu:
a. Pejabat yang dipilih;
b. Pemilihan umum yang bebas dan fair;
c. Hak pilih yang mencakup semua;
d. Hak untuk menjadi calon suatu jabatan;
e. Kebebasan mengungkapkan diri secara lisan dan tulisan;
f. Informasi alternatif;
g. Kebebasan membenruk asosiasi.
Dari beberapa kriteria tersebut di atas, menurut Madjid (1997, hlm.
210) tampaknya ada hubungan perubahan yang sistematis antara
pelaksanan demokrasi dan tingkat kemakmuran suatu bangsa. Semakin
makmur suatu bangsa, semakin demokratis bangsa tersebut. Hal ini bisa
di lihat pula pada kemunculan demokrasi. Revolusi demokrasi pecah
hampir bersamaan waktunya dengan munculnya revolusi industri.
Kejadian ini bukan suatu kebetulan karena adanya revolusi industri telah
menimbulkan berbagai perubahan, baik dalam lingkup keluarga,
hubungan kerja, kehidupan menjadi lebih bersifat individualistik,
memerlukan tatanan sosial baru yang harus dikembangkan berdasarkan
nilai-nilai demokrasi.
2.1.2 Perkembangan Demokrasi Di Indonesia
Menurut Tim ICCN UIN (2000, hlm. 130-140) Perkembangan
demokrasi di Indonesia dapat di bagi dalam empat periode:
a. Demokrasi Pada Periode 1945-1959
20
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
Parlementer. Ternyata sisitem ini kurang cocok untuk Indonesia.
Sistem parlementer mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam UUD 1945 dan 1950.
UUD 1950 yang menetapkan berlakunya sistem parlementer,
memiliki badan eksekutif yang terdiri dari Presiden sebagai kepala
negara konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai
tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai politik, usia
kabinet ini tidak bertahan lama. Sekalipun koalisi dibangun, tetapi
sangat mudah pecah. Akibatnya, terjadi distabilisasi politik nasional.
Fakta-fakta seperti itulah yang mendorong Ir.Soekarno sebagai
presiden mengeluarkan Dekrit presiden 5 Juli yang menentukan
berlakunya kembali UUD 1945, dan demokrasi sistem parlementer
pun berakhir.
b. Demokrasi Pada Periode 1959-1965
Demokrasi pada masa ini di kenal dengan demokrasi terpimpin,
menurut niat semula, yang di maksud dengan demokrasi terpimpin
menurut Mustafa (2002, hlm. 101) adalah:
1) Demokrasi terpimpin, berupa lawan dari demokrasi liberal,
adalah demokrasi karya untuk melaksanakan pembangunan
masyarakat adil dan makmur;
2) Demokrasi terpimpin secara prinsipal dapat di dasarkan pada
ajaran Pancasila;
3) Demokrasi terpimpin adalah demokrasi partai politik,
demokrasi sosial, dan demokrasi ekonomi.
Dalam pidatonya 17 Agustus 1959, menurut Mahfud (1998, hlm.
374) Presiden Soekarno menjelaskan butir-butir pokok demokrasi
Terpimpin dalam dua kategori : (1) setiap orang diwajibkan untuk
berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat dan negara. (2) setiap
orang mendapat penghidupan layak dalam masayarakat, bangsa dan
negara. Dua kategori ini menjelaskan sasaran yang hendak dicapai
oleh sistem itu. Namun, dalam praktik pelaksanaannya, apa yang
21
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
menjadi konsep demokrasi terpimpin di atas telah menyimpang terlalu
jauh. Penyimpangan itu misalnya, dominasi presiden, terbatasnya
peranan partai politik, berkembanganya pengaruh komunis dan
meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Diperkenalkan
sistem demokrasi terpimpin oleh Soekarno adalah awal matinya
demokrasi dalam periode 1959-1966, karena yang lebih menonjol
adalah terpimpinnya sehingga konfigurasi politik yang tampak adalah
konfigurasi otoriter. Era demokrasi terpimpin berakhir dengan
berkuasanya Orde baru yang berintikan angkatan darat tampil sebagai
pemeran utama dan membentuk rezim baru.
c. Demokrasi Periode 1965-1998
Arbi sanit dalam Fachry (1984, hlm. 93) melihat bahwa orde baru
lahir untuk mengoreksi berbagai kelemahan orde sebelumnya,
terutama mandeknya perekonomian dan ambruknya demokrasi. Pada
periode ini mungkin bisa di sebut sebagai demokrasi Pancasila,
sekalipun istilah pancasila di sini lebih bernuansa politis dan
verbalisme formal semata. Nilai-nilai pancasila lebih banyak
dijelaskan atau ditafsirkan berdasarkan kekuasaan dan kepentingan
politik penguasa. Trend yang berkembang pada masa orde baru dalam
kehidupan politik adalah peranan militer dalam kehidupan politik
yang sangat kuat dan dominan. Civic mission telah kian sempurna
menjadi dwifungsi. Kaum militer telah menunjukan peran pentingnya
dalam usaha konsolidasi. Dalam masalah ini, hubungan militer
dengan islam (sebagai bagian dari kekuatan sipil), sangat ditentukan
oleh kekuatan pandangan kedua-duanya. Pada masa ini pula, trend
yang berkembang kuat adalah penerimaan Pancasila sebagai
satu-satunya asas.
Oleh karena itu, demokrasi Pancasila pada masa rezim orde baru
hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praksis
atau penerapan. Sebab, dalam praktik kenegaraan, pemerintahan, dan
kebangsaan, rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan
22
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
berdemokrasi. Maka, ciri yang menonjol pada masa orde baru ini
menurut Fachry (1984, hlm. 93) adalah:
a) Dominannya peranan ABRI;
b) Birokrasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik;
c) Pengebirian fungsi dan partai politik;
d) Campur tangan pemerintah dalam berbagai partai politik dan
publik;
e) Masa mengambang;
f) Monolitasi ideologi negara;
g) Inkorporasi lembaga non-pemerintah.
Sebagaimana telah menjadi kritik publik, yang menonjol dalam
rezim Orde baru adalah watak kekuasaannya yang represif dan
hegemonik, yang berpotensi melumpuhkan kekuatan demokrasi yang
bersemai dalam masyarakat akar rumput, oleh karena itu selama
berkuasanya rezim orde baru kita menyaksikan suatu perjalanan
kekuasaan nyaris tanpa kontrol dari masyarakat.
d. Demokrasi pada periode 1998-sekarang
Derap reformasi yang mengawali lengsernya Orde baru pada
awal tahun 1998 pada dasarnya menurut Huda (2005, hlm. 252)
merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan komitmen
bangsa Indonesia yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi. Nilai-nilai dasar
tersebut antara lain berupa sikap transparan dan aspiratif dalam segala
pengambilan keputusan politik, pers yang bebas, sistem pemilu yang
adil, pemisahan TNI dan POLRI, sistem otonomi daerah yang adil,
dan prinsip good governance yang mengedepankan profesionalisme
birokrasi lembaga eksekutif, keberadaan badan legislatif yang kuat
dan berwibawa, kekuasaan kehakiman yang independen, partisipasi
masyarakat yang terorganisasi dengan baik, serta penghormatan
terhadap supremasi hukum.
2.1.3 Demokrasi Pancasila
23
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Menurut Mustafa (2002, hlm. 107, demokrasi Pancasila mengandung
pengertian demokrasi yang dijiwai, disemangati, diwarnai dan didasari
oleh falsafah Pancasila. Selanjutnya untuk memahami lebih lanjut makna
yang terkandung dalam rumusan demokrasi Pancasila seperti ini maka
perlu dianalisa satu persatu pokok persoalannya.
1. Pada prinsipnya demokrasi pancasila Budiardjo (1986, hlm. 75)
adalah demokrasi yang tetap mendasarkan pada konstitusi. Hal
itu ditegaskan oleh penjelasan UUD 45 sendiri bahwa
“pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolutisme (kekuatan yang tak terbatas)”. Berarti juga
bahwa demokrasi pancasila termasuk dalam kawasan demokrasi
konstitusional, dan sama sekali bukan demokrasi rakyat, suatu
demokrasi yang dalam banyak hal linea recta bertentangan
dengan asas-asas pokok demokrasi konstitusional.”
2. Demokrasi pancasila Budiardjo (1977, hlm. 29) adalah demokrasi
yang tetap memperlihatkan diri dan memiliki sifat-sifat
demokrasi dalam arti umum universal,yaitu suatu pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. “asas kerakyatan
mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala
hukum (recht,peraturan-peraturan negeri) haruslah bersandar
pada perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati
rakyat yang banyak.”
3. Demokrasi pancasila Budiardjo (1986, hlm. 75) adalah demokrasi
yang wajib bertanggungjawab sepenuhnya kepada Allah SWT,
bertanggung jawab kepada kemanusiaan dan bertanggung jawab
kepada persatuan indonesia. Menurut rumusan hasil simposium
Hak-hak asasi yang diselenggarakan pada bulan Juni 1957 yang
dimaksud dengan demokrasi pancasila adalah demokrasi yang
memilki tanggung jawab baik secara vertikal maupun horizontal.
“apapun predikat yang kita berikan kepada demokrasi kita maka
demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggung jawab, artinya
demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab terhadap Tuhan
dan sesama kita.”
2.2 Negara Hukum
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama dikembangkan oleh
para filsuf dari zaman yunani kuno. Plato, pada awalnya dalam the
republic berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal
24
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan
harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang
filosof (the philosopher king). Namun dalam bukunya “the Statesman”
dan “ the Law”, Plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah
bentuk paling baik kedua (the second best) yang menempatkan supremasi
hukum. Pemerintahan yang mampu mencegah kemorosotan kekuasaan
seseorang adalah pemerintahan oleh hukum. Senada dengan Plato, tujuan
negara menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan paling baik
(the best life possible) yang dapat dicapai dengan supremasi hukum.
Menurut Azhari (2012, hlm. 492-493), membagi pengertian
negara hukum dalam arti sempit dan luas. Dalam pengertian sempit,
negara hukum mengacu pada pengertian undang-undang sebagai aturan
tertulis yang dibuat oleh badan legislatif. Pengetian dalam arti sempit
kemudian melahirkan makna negara hukum sebagai negara
undang-undang, wetsstaat, gesetsstaat, atat de loi yang bertujuan
semata-mata untuk memperoleh ketertiban dan kepastian hukum
sedangkan makna negara hukum dalam arti luas mengacu pada dimensi
hukum yang bersifat etis,sehingga melahirkan makna negara hukum
sebagai rechtsstaat, etat de droit, atau rule of law. Makna negara hukum
dalam arti luas bukan semata-mata bertujuan untuk mencapai kepastian
hukum, melainkan juga untuk memperoleh keadilan dan kemashlahatan.
Menurut Aristoles (dalam Soemarsono, 2007, hlm. 105-106) yang
memerintah dalam negara sebenarnya bukan manusia tetapi pikiran yang
adil, yang terpancar dari kesadararan etik yang tinggi untuk menjadikan
kehidupan masyarakat sebagai suatu kehidupan yang baik. Pikiran yang
adil ini kemudian tertuang dalam bentuk peraturan hukum, sedangkan
penguasa dalam negara hanya memegang hukum dan keseimbangan saja.
Menurut Mahfud MD (2017, hlm. 2) hukum di posisikan sebagai
alat untuk mencapai tujuan negara. Sehingga dibutuhkan para specialist
25
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
yang mguasai informasi hukum. Kelsen juga menyatakan (dalam
Indaryanto, 2013, hlm. 231) hukum yang berlaku dalam suatu negara
hukum haruslah yang terumus secara demokratis, yaitu yang memang
dikehendaki oleh rakyat. Asshiddiqie juga mengatakan (2017, hlm. 2)
bahwa The Rule of law jelas berbeda dari istilah the rule by law. Dalam
istilah terakhir ini, kedudukan hukum (law) digambarkan hanya sekedar
bersifat instrumentalis atau alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada
ditangan orang atau manusia, yaitu the rule of man by law. Dalam
pengertian demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan
sistem yang dipuncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar
yang tidak lain adalah konstitusi, baik dalam arti naskah tertulis ataupun
dalam arti tidak tertulis, maka adanya istilah constitutional state yang
merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi modern. Sedangkan
menurut Nugroho (2013, hlm. 210) mengemukakan bahwa dalam pasal 1
ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah
negara yang berdasar atas hukum. Itu berarti huum bukanlah sekedar
produk yang dibentuk oleh lembaga tertinggi dan/atau lembaga tinggi
negara saja, tetapi hukum juga yang mendasari dan mengarahkan
tindakan lembaga-lembaga tersebut. Hukum adalah dasar dan pemberi
petunjuk bagi semua aspek kegiatan kemasyarakatan, kebangsaan, dan
kenegaraan.
Dengan demikian kesimpulan gagasan pokok dari konsep negara
hukum ini, meskipun dirumuskan dalam aspek yang berbeda, tetapi pada
pokoknya berkenaan dengan ide supremasi hukum dan bahwa yang
memimpin kita sehari-hari adalah sistem aturan, bukan orang atau
pribadi tokoh yang menduduki jabatan sebagai pimpinan atau atasan.
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Asshidiqie (dalam Santoso,
2016, hlm. 20) mengatakan bahwa teori tentang negara hukum, baik rule
of law maupun rechtsstaat pada pokoknya tidak dapat dipisahkan dari
teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi dari
26
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
mata uang yang sama. karena pada satu sisi demokrasi memberikan
landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan
kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan
patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,
tetapi hukum.
Menurut Asshidiqie (2017, hlm. 116) konsep demokrasi itu
dipraktikkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke
negara lain. Selain itu Asshidiqie (2015, hlm. 200) dalam sebuah negara
hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia.
Hukum dimaknai sebagai kesatuan hierarkis tatanan norma hukum yang
berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti dalam sebuah negara hukum
menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi di
samping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus
merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi. Hukum tidak dimaksudkan untuk hanya
menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan
menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikan
negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat,
melainkan democratische rechtsstaat.
Asshidiqie (2015, hlm. 131-132) menegaskan bahwa terdapat dua
belas prinsip pokok sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdirinya
negara hukum. Kedua belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1. Supremasi hukum (Supremacy of law)
2. Persamaan dalam hukum (Equality before the law)
3. Asas legalitas (Due Process of law)
4. Pembatasan kekuasaan
5. Organ-organ penunjang yang independen
6. Peradilan bebas dan tidak memihak
7. Peradilan tata usaha negara
8. Mahkamah Konstitusi (Constitutional Rechsstaat)
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia
10. Bersifat Demokratis
11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan Bernegara
27
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
(Welfare state)
12. Transparansi dan kontrol sosial
Sementara itu dalam pandangan Azhary (dalam Asshiddiqie, 2017,
hlm. 133-134) merumuskan adanya 9 prinsip negara hukum yang ideal
yaitu
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah
2. Prinsip musyawarah
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip persamaan
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
6. Prinsip peradilan bebas
7. Prinsip perdamaian
8. Prinsip kesejahteraan
9. Prinsip ketaatan rakyat
Dalam pandangan Taher Azhary, adanya kesembilan prinsip
ketaatan itu menentukan suatu negara dapat disebut sebagai negara hukum
yang ideal atau tidak. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ridwan (dalam
Santoso, 2016, hlm. 20) Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan
kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan
kehilangan makna.
Salah satu poin diatas menyebutkan bahwa prinsip negara hukum
memerlukan peradilan yang bebas dan tidak memihak, yang artinya telah
masuk ke dalam ranah kekuasaan kehakiman. Sejalan dengan ketentuan
tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya
jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari
pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
2.3 Hak Asasi Manusia
Hak-hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang diakui secara
universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan
kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Pengakuan atas adanya
hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan, secara moral maupun
demi hukum, kepada setiap manusia untuk menikmati kebebasan dari
28
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau
perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup
secara layak sebagai manusia.
Dalam perkembangannya, hak asasi manusia tersebut diatur dalam
berbagai instrumen nasional maupun internasional yang pada prinsipnya
bertujuan melindungi manusia dari berbagai praktik yang bertentangan
dengan harkat dan martabat manusia.
Salah satu hak yang dianggap sebagai salah satu yang hak
fundamental bagi manusia adalah kebebasan untuk berserikat atau
berorganisasi ( freedom of association ), kebebasan berkumpul ( freedom
of assembly ), dan kebebasan menyatakan pendapat ( freedom of
expression ). Hak ini dikenal sebagai tiga kebebasan dasar yang
merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi manusia, terutama dalam
rumpun hak sipil dan politik.
Menurut Jakob (2011, hlm. 3) secara nasional perlindungan terhadap
hak-hak terkait dengan kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat diatur dalam UUD 1945. Pasal 28 UUD 45
sebelum amandemen menyatakan bahwa “kebebasan berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Landasan konstitusional
ini memberi jaminan atas
1) Kemerdekaan seseorang atau kelompok masyarakat untuk berserikat;
2) Kemerdekaan seseorang atau kelompok masyarakat untuk berkumpul;
3) Kemerdekaan seseorang atau kelompok masyarakat untuk meyatakan
pendapat secara lisan maupun tulisan;
Akan tetapi secara tersirat pasal tersebut mengandung pengertian
bahwa kebebasan berserikat adalah “pemberian negara” melalui undang
undang.
hukum yang baik berawal dari natural right ini karena “ True law
derives from this right, not from the arbitrary power of the omnipotent
state. Dengan kata lain, hak asasi bukanlah suatu pemberian negara.
29
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Pengaturan terhadap kemerdekaan berserikat dan berkumpul pada Pasal
28 UUD 1945 tersebut hanya sebatas pada pengakuan tapi tetap belum
menjamin terlaksana kemerdekaan berserikat dan berkumpul tersebut
karena harus “ditetapkan undang-undang”. Dengan demikian, sebelum
ditetapkan dengan undang-undang masih belum ada jaminan terhadap
kemerdekaan berserikat dan berkumpul tersebut. Apabila dikaitkan
dengan konsep natural right maka kemerdekaan berserikat dan berkumpul
itu merupakan suatu hak yang alami melekat pada setiap manusia karena
manusia memiliki kebutuhan untuk berserikat dan berkumpul yang
kemudian berubah menjadi hak warga negara karena kealamiahan
manusia sebagai pemilik suatu hak asasi akan menjadi sangat terbatas dan
terkesan sebagai hak yang diberikan bukan hak yang ada sejak lahir.
Menurut Tyagita (2011, hlm. 4), Kebebasan untuk mendirikan
organisasi atau kelompok berkaitan erat dengan kebebasan berkumpul dan
mengeluarkan pendapat. Agar suatu perkumpulan lebih tertata dan
terorganisir, sebaiknya dibentuk suatu wadah yakni organisasi, kelompok
atau serikat. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar 1945,
kebebasan mendirikan dan bergabung dalam organisasi atau kebebasan
berserikat merupakan hak setiap orang. Penafsiran „setiap orang‟ berarti
kebebasan tersebut ditujukan tidak hanya kepada warga negara Indonesia
saja namun kepada warga negara asing juga.
Indonesia sebagai negara hukum (rechttstaat atau the rule of law)
Salah satu ciri yang harus dipenuhi negara, adalah perlindungan dan
jaminan hak asasi manusia atas seluruh warga negaranya. Terjaminnya
hak-hak asasi manusia (HAM) juga merupakan salah satu dari tujuan
penegakan hukum, karena manusia mempunyai kedudukan sentral dalam
penegakan hukum. Menurut Mahfud MD (dalam Plaituka, 2016, hlm. 1-2)
menyatakan bahwa konstitusi murupakan kristalisasi normatif atau tugas
negara dalam memberikan perlindungan hak asasi manusia dan
melaksanakan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat disertai
batas-batas kekuasaan hukum yang diarahkan bagi kepentingan dan
30
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
kemaslahatan rakyat secara keseluruhan. Oleh karena itu pada kondisi
inilah sistem kekuasaan negara akan disebut demokrtis. Manusia sebagai
obyek dan subyek dalam rangka penegakan hukum tersebut. HAM
memang menyangkut masalah di dalam kehidupan manusia, baik yang
menyangkut hak asasi manusia secara individu maupun hak asasi manusia
secara kolektif. Menurut Asshiddiqie (2017. hlm. 92), ketentuan-ketentuan
yang memberikan jaminan konstitusional terhadap hak-hak asasi manusia
itu sangat penting dan bahkan dianggap merupakan salah satu ciri pokok
dianutnya prinsip negara hukum di suatu negara. Selain itu, Menurut
Donnely (dalam Halili, 2015, hlm. 1), Hak asasi manusia adalah hak-hak
yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau
berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan
martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang
terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan
kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak
tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat
universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya
seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau
betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi
manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain,
hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani.
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal dan langgeng sebagai anugerah Tuhan
Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga untuk
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak
kemerdekaan, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang berfungsi untuk
menjaga integritas keberadaannya, sehingga tidak boleh diabaikan dan
dirampas oleh siapapun. Rumusan tersebut jelas mengakui bahwa hak
asasi adalah pemberian Tuhan Yang Maha Esa dan negara Indonesia
mengakui bahwa sumber hak asasi manusia adalah karunia Tuhan.
31
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Tegasnya hak asasi manusia termasuk hak atas kebebasan berserikat bukan
pemberian negara akan tetapi pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Dewasa
ini mayoritas sarjana hukum, filsuf, dan kaum moralis setuju tanpa
memandang budaya atau peradabannya-bahwa setiap manusia berhak,
paling sedikit secara teoritis, terhadap beberapa hak dasar. Dalam
perjanjian pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), semua negara
bersepakat untuk melakukan langkah-langkah baik secara bersama-sama
maupun terpisah untuk mencapai “universal respect for, and observance
as to race, sex, language, or religion. Pada Universal Declaration of
Human Rights (1948), perwakilan dari berbagai negara sepakat untuk
mendukung hak-hak yang terdapat di dalamnya “as a common standard of
achievement for all peoples and all nations”. Dan pada tahun 1976,
International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights dan
International Convenant on Civil and Political Rights yang disetujui
Majelis Umum PBB pada tahun 1976, dinyatakan berlaku. Istilah hak asasi
manusia (HAM) merupakan suatu istilah yang relatif baru, dan menjadi
bahasa sehari-hari semenjak Perang Dunia II dan pembentukan PBB pada
tahun 1945.
Istilah natural rights (hak-hak alam) karena konsep hukum alam–
yang berkaitan dengan istilah natural rights menjadi suatu kontroversi,
dan frasa the rights of Man yang muncul kemudian dianggap tidak
mencakup hak-hak wanita. Sejarah pengakuan hak asasi manusia dan
pengaturannya dalam sebuah dokumen yang berlaku secara universal
seperti universal declaration of Human Right tidak terlepas dari sejarah
umat manusia (www.sekitarkita.com).
Di hampir seluruh dunia, masalah Hak Asasi Manusia (HAM)
diangkat sebagai hal yang terpenting dalam negara demokrasi atau negara
yang ingin mencapai demokrasi.
Piagam itu sendiri menegaskan kembali "keyakinan akan hak asasi
manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar
32
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dan negara kecil". Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk
melakukan aksi bersama dan terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi
ini dalam memperjuangkan penghargaan universal bagi, dan kepatuhan
terhadap hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan mendasar untuk
seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa, atau
agama.
Menurut Alston dan Suseno (2015, hlm. 36), deklarasi universal
hak-hak asasi manusia disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-bangsa pada tahun 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal
Hak Asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights/DUHAM),
diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk
semua rakyat dan semua negara". Atmasasmita (2016, hlm. 58)
Mengatakan bahwa wujud sistem hukum nasional Indonesia yang akan
disusun suatu bentuk sistem hukum nasional yang dapat mencerminkan,
baik aspek nasional maupun aspek internasional sehingga dengan
demikian, yang diharapkan akan terjadi adalah suatu sistem hukum
nasional yang mencerminkan dua kepentingan sekaligus, yaitu
kepentingan (masyarakat) nasional dan kepentingan (masyarakat)
internasional. Hak dan kebebasan yang tercantum dalam DUHAM
mencakup sekumpulan hak yang lengkap, baik hak sipil, politik, budaya,
ekonomi, maupun sosial tiap individu maupun beberapa hak kolektif.
Sebagaimana yang sudah dinyatakan sebelumnya oleh Alston dan
Suseno (2015, hlm. 37), dua konvenan yang menyusul, yakni kovenan
Internasional tentang hak sipil dan politik dan konvenan tentang hak
ekonomi, sosial dan budaya disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan
bangsa bangsa pada tahun 1966. Tetapi kedua konvenan itu baru berlaku
mengikat secara hukum pada tahun 1976. Dua instrumen pokok hak asasi
manusia internasional itu menunjukkan dua bidang yang luas dari hak
asasi manusia, yakni hak sipil dan politik di satu pihak, dan hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya di pihak lain.
Secara garis besarnya dalam DUHAM 1948 menetapkan hak dan
33
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
kebebasan setiap orang yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban
yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban yang harus dipenuhi oleh
setiap orang. DUHAM 1948 dapat dibagi dalam tiga kelompok besar
pengaturan, yakni:
a. hak sipil dan politik ( Pasal 3-Pasal 21);
b. hak ekonomi, sosial, dan budaya (Pasal 22-Pasal 27); dan
c. ketentuan penutup (Pasal 28-30).(www.komnasham.go.id)
Kebebasan berserikat merupakan hak yang juga diatur dalam
instrumen internasional. Pasal 20 Universal Declaration of Human Rights
, yang menyatakan:
1. Everyone has the rights to freedom of peacefull assembly and
association
2. No one maybe, compelled to belong to an association
Begitu juga, Pasal 22 International Covenant on Civil and
Political Rights(ICCPR) menyebutkan:
1) Everyone shall have the right to freedom of association with
others including the right to form and join trade unions for the
protection of his interests.
2) No restrictions may be placed on the exercis e of this right other
than those which are prescribed by law and which are necessary
in a democratic society in the interests of national security or
public safety, public order (ordre public), the protection of public
health or morals or the protection of the rights and freedoms of
others. This Article shall not prevent the imposition of lawful
restrictions on members of the armed forces and of the police in
their exercise of this right.
3) Nothing in this Article shall authorize States Parties to the Int
ernational Labour Organisation Convention of 1948 concerning
freedom of association and Protection of the Right to Organize to
take legislative measures which would prejudice, or to apply the
law in such a manner as to prejudice, the guarantees provided fo
34
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
r in that Convention.”
Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang hak-hak
sipil dan politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005
tentang pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights
(Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) tetap menjadi akar dari
instrumen hak asasi manusia internasional. Pada tingkat regional, banyak
instrumen yang mencerminkan nilai deklarasi tersebut dan mengakui
pentingnya DUHAM dalam pernyataan-pernyataan mukadimahnya.
Selain itu Pada tingkat nasional banyak negara telah mengadopsi
elemen-elemen dari deklarasi tersebut ke dalam Bill of Human Rights yang
tercantum dalam Undang-undang dasar mereka.
Philip dan Suseno (2015, hlm. 12), mengemukakan asal-usul gagasan
mengenai hak asasi manusia bersumber dari teori hak kodrati (natural
rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula dari teori hukum
kodrati (natural law theory), Tidak dapat disangkal bahwa sebagaimana
tradisi normatif lainnya, tradisi HAM juga merupakan produk dari
masanya. Hal ini merefleksikan proses kelanjutan sejarah dan
perubahan-perubahan yang pada saat pertama dan sebagai akibat
pengalaman kumulatif membantu untuk memberikan substansi dan
bentuk.
Karenanya, untuk memahami dengan lebih baik diskursus tentang isi
dan ruang lingkup HAM dan prioritas-prioritas yang dikemukan di
sekitarnya, sangat menarik untuk mempelajari tentang “tiga generasi
HAM” yang dikembangkan oleh ahli hukum perancis Vasak (dalam
Alston dan Suseno 2015, hlm. 14-16), vasak menggunakan istilah
“generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak
diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu.
Kebebasan berserikat masuk dalam ranah hak-hak sipil dan politik
yang menempatkan hak asasi manusia dalam terminologi negatif (
freedoms from ) daripada sesuatu yang positif ( rights to ). Terminologi
35
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
negatif ini dikaitkan dengan peran negara bahwa pelaksanaannya sebisa
mungkin untuk bebas dari intervensi negara. Hak-hak sipil dan politik
merupakan generasi HAM pertama yang juga digolongkan sebagai hak
negatif. Hak hak ini menjamin suatu ruang kebebasan dimana individu
sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri. Hak-hak generasi
pertama ini dengan demikian menuntut ketiadaan intervensi oleh
pihak-pihak luar, baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial lainnya,
terhadap kedaulatan individu. Dengan kata lain, pemenuhan hak-hak yang
dikelompokkan dalam generasi pertama ini sangat tergantung pada absen
atau minusnya tindakan negara terhadap hak-hak tersebut. Jadi negara
tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut.
Kategori generasi berdasarkan slogan revolusi perancis yang terkenal,
yaitu: “kebebasan, persamaan, dan persaudaraan”.
1. Generasi Pertama Hak Asasi Manusia
Kebebasan atau hak-hak generasi pertama sering dirujuk untuk
mewakili hak-hak sipil dan politik, yakni hak-hak asasi manusia yang
klasik. Hak-hak ini muncul dari tuntutan untuk melepaskan diri dari
kungkungan kekuasaan absolutisme negara dan kekuatan-kekuatan
sosial lainnya sebagaimana yang muncul dalam revolusi hak yang
bergelora di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.
Karena itulah hak-hak generasi pertama dikatakan sebagai hak-hak
klasik. Hak-hak tersebut pada hakikatnya hendak melindungi
kahidupan pribadi manusia atau menghormati otonomi setiap orang
atas dirinya sendiri (kedaulatan individu). Termasuk dalam generasi
pertama ini adalah hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan
bergerak, hak suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak
milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan
untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan,
dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak
bebas dari hukum yang berlaku surut , dan hak mendapatkan proses
36
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
peradilan yang adil.
Hak-hak generasi pertama sering pula disebut sebagai hak-hak
negatif. Artinya tidak terkait dengan nilai-nilai buruk, melainkan
merujuk pada tiadanya campur tangan terhadap hak-hak dan
kebebasan individual. Hak-hak ini menjamin suatu ruang kebebasan
dimana individu sendirilah yang berhak menentukan dirinya sendiri.
Hak-hak generasi pertama ini menuntut ketiadaan intervensi oleh
pihak-pihak luar, baik negara maupun kekuatan-kekuatan sosial
lainnya terhadap kedaulatan individu.
2. Generasi Kedua
Persamaan atau Hak-hak generasi diwakili oleh perlindungan
bagi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak ini muncul dari
tuntutan agar negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan
dasar setiap orang. Negara dengan demikian dituntut lebih aktif, agar
hak-hak tersebut dapat terpenuhi atau tersedia. Karena itu hak-hak
generasi kedua dirumuskan dalam bahasa yang positif: “hak atas”
(right to), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari” (freedom from).
Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan
upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak
atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah,
hak atas lingkungan yang sehat dan hak atas perlindungan hasil karya
ilmiah, kesusasteraan dan kesenian.
Hak generasi kedua pada dasarnya adalah tuntutan akan
persamaan sosial. Hak-hak ini sering pula dikatakan sebagai hak-hak
positif. Yang dimaksud dengan positif adalah bahwa pemenuhan
hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif negara.
3. Generasi Ketiga
Persaudaraan atau hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan
atas hak solidaritas atau hak bersama. Hak-hak ini muncul dari
tuntutan gigih negara-negara berkembang atau dunia ketiga atas
tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas
37
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu
tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi
terjaminnya hak-hak berikut:
a. Hak atas pembangunan;
b. Hak atas perdamaian;
c. Hak atas sumber daya alam sendiri;
d. Hak atas lingkungan hidup yang baik;dan
e. Hak atas warisan budaya sendiri.
Persoalan penghormatan dan perlindungan HAM tidak saja
menempatkan manusia pada posisi sentral (antroposentris) akan tetapi
terdapat dimensi transendental yang juga harus diperhatikan. Dengan
pemahaman seperti ini, konsep hak asasi manusia disifatkan sebagai suatu
common standard of achivement for all people and all nations, yaitu
sebagai tolok ukur bersama tentang prestasi kemanusiaan yang perlu
dicapai oleh seluruh masyarakat dan negara di dunia. Pada tataran
internasional, wacana hak asasi manusia telah mengalami perkembangan
yang sangat signifikan. Sejak diproklamirkan The Universal Declaration
of Human Right tahun 1948, yang telah ditindak lanjuti oleh dua konvensi
internasional, yaitu pertama, diterimanya dua kovenan (covenant) PBB,
yaitu yang mengenai hak sipil dan hak politik serta hak ekonomi, Sosial
dan Budaya. Kedua, diterimanya Deklarasi Wina beserta Program Aksinya
oleh para wakil dari 171 negara pada tanggal 25 Juni 1993 dalam
Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia PBB di Wina, Austria. Deklarasi
yang kedua ini merupakan kompromi antar visi negara-negara di Barat
dengan pandangan negara-negara berkembang dalam penegakan hak asasi
manusia. Beberapa prinsip telah menjiwai HAM dalam konteks hukum
HAM internasional. Hal tersebut seringkali terdapat di hampir semua
perjanjian internasional (general principles of law) dan diaplikasikan ke
dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan
diskriminasi dan kewajiban positif yang dibebankan kepada setiap negara
digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu. Agar suatu prinsip dapat
38
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dikategorikan sebagai prinsip-prinsip umum hukum internasional
diperlukan dua hal, yaitu adanya penerimaan (acceptance) dan pengakuan
(recognition) dari masyarakat internasional. Dengan demikian,
prinsip-prinsip HAM yang telah memenuhi kedua syarat tersebut memiliki
kategori sebagai prinsip-prinsip umum hukum.
Prinsip-prinsip tersebut terdapat di hampir semua perjanjian
internasional dan diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip
kesetaraan, pelarangan diskriminasi dan kewajiban positif yang
dibebankan kepada setiap negara digunakan untuk melindungi hak-hak
tertentu.
Selain dibebankan kepada Negara, tanggung jawab dalam
melindungi HAM juga ada pada setiap individu atau warga negara yang
mempunyai hak asasi bersifat non derogable rights dan derogable rights.
Non-derogable rights adalah HAM yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. Sedangkan, hak asasi bersifat derogable rights, adalah
HAM yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh
negara-negara pihak. Pengklasifikasian non-derogable rights dan
derogable rights adalah sesuai Konvenan internasional Hak-Hak Sipil dan
Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR).
Ifdhal Kasim dalam tulisannya “Konvensi hak sipil dan politik,
Sebuah pengantar”, yang diterbitkan ELSAM, hak-hak non-derogable
yaitu hak-hak yang bersifat absolut dan tidak boleh dikurangi
pemenuhannya oleh negara-negara pihak, walaupun dalam keadaan
darurat sekalipun. Sesuai dengan Pasal 28 I, ICCPR menyatakan hak-hak
yang sama sekali tidak boleh dikurangi karena sangat mendasar yaitu: a)
hak atas hidup (rights to life); b) hak bebas dari penyiksaan (rights to be
free from torture); c) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from
slavery); d) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian
(utang); e) hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; f) hak sebagai
subjek hukum; dan g) hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama.
Negara-negara pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak
39
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman sebagai negara yang
telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of
human rights).
Sedangkan hak-hak derogable yaitu hak-hak yang boleh
dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak, dan hak
yang termasuk dalam jenis ini adalah: a) hak atas kebebasan berkumpul
secara damai; b) hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan
menjadi anggota serikat buruh; dan c) hak atas kebebasan menyatakan
pendapat atau berekpresi, termasuk kebebasan mencari, menerima dan
memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan
batas (baik melalui lisan atau tulisan).
Oleh karena itu menurut Philip dan Franz 2015, hlm. 14) hak asasi
manusia sebagai “suatu tolak ukur pencapaian bersama bagi semua rakyat
dan semua bangsa” („a commond standard of achievement for all peoples
and all nations”).
Di bidang hak ekonomi, sosial, dan budaya, salah satunya dijamin
tentang hak berserikat. Instrumen hukum atau dasar legitimasi kebebasan
berserikat terdapat di berbagai instrumen hukum, baik nasional maupun
internasional. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ketentuan hukum
internasional yang pertama (walaupun tidak bersifat mengikat) yang
memasukan hak berserikat sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM).
Hal tersebut termuat di dalam asal 4 ayat (4) mengatakan, “setiap orang
berhak mendirikan dan memasuki organisasi/serikat kerja untuk
melindungi kepentingan-kepentingannya”.
Meskipun deklarasi universal tersebut tidak mendefinisikan “hak
berserikat” (union right), International Convention On Civil and Political
Rights Pasal 22 (1) Convention On Civil and Political Rights yang telah
diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 menyatakan
bahwa “setiap orang berhak untuk bergabung berasosiasi dengan orang
lain, termasuk hak untuk membentuk dan memasuki serikat pekerja untuk
menjaga kepentingan-kepentingannya sendiri”.
40
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Dalam konvensi hak sipil dan politik memang tidak
mendefinisikan hak berserikat, namun pada hakikatnya ketentuan yang
diatur di dalam konvensi hak sipil dan politik di atas tidak jauh berbeda
dengan apa yang ada pada Deklarasi Universal HAM, yaitu hak untuk
mendirikan organisasi/serikat pekerja dan mencapai tujuan yang hendak
dicapai. Hak kebebasan berserikat dalam dimensi hak sipil dan politik
menekankan hak individu, yaitu hak setiap orang untuk berasosiasi dan
memasuki serikat. Hak berserikat memiliki prasyarat sebuah keadaan yang
kondusif bagi individu dalam menikmati hak dasarnya, yaitu hak berfikir
(freedom of conscience) dan kebebasan berekspresi (freedom of
expression). Kondisi tersebut kemudian diikuti dengan kesediaan
masing-masing individu untuk menggabungkan diri ke dalam sebuah
organisasi (serikat).
Sumber rujukan standar kebebasan berkumpul dan berorganisasi
merupakan instrumen HAM yang berlaku secara universal terdapat di
dalam Pasal 20 Piagam PBB, yang dikenal dengan Universal Declaration
of Human Rights (UDHR). Artikel 20 (1) UDHR menyebutkan “everyone
has the right to freedom of peaceful assembly and association” dan (2)
menegaskan lebih lanjut “No one may be compelled to belong to an
association.(www.un.org/en/documents/udhr/.com). Bahwa setiap orang
berhak mempunyai kebebasan secara damai dan tidak seorang boleh
dipaksa memasuki suatu perkumpulan.
Selanjutnya, Pasal 22 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan
Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR)
sebagaimana telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2005 mengatur lebih lanjut mengenai pengakuan dan perlindungan atas
hak untuk berkumpul yang bersifat damai dalam Pasal 21 (the rights of
peaceful assembly). Sedangkan Pasal 22-nya memberikan jaminan atas
hak setiap orang atas kebebasan berserikat (freedom of association).
Dengan adanya pengakuan secara internasional, menunjukkan arti penting
kebebasan berserikat karena terkait dengan hak-hak politik dalam
41
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
perkembangan demokrasi modern. Perkembangan demokrasi telah
meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan bernegara.
Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa
kebebasan berserikat merupakan hak asasi manusia (HAM). Di dalam
kebebasan terkandung makna yang mendasar bagi harkat dan martabat
manusia yang mendapat pangakuan serta penghargaan dalam praktik
kenegaraan. Dengan adanya kebebasan, manusia menjadi makhluk yang
otonom terhadap dirinya dalam menentukan setiap tindakan maupun
perbuatan. Setiap bentuk pemaksaan yang mengurangi kebebasan atau
kemerdekaannya, dirasakan sebagai upaya untuk mengganggu eksistensi
diri dan juga merupakan bentuk penghinaan terhadap harkat serta martabat
kemanusiaan. Menghalangi pelaksanaan kebebasan berarti bertentangan
dengan kehendak tuhan, karena kebebasan merupakan hak setiap individu
yang berasal dari tuhan atau sebagai hukum kodrat (law of nature).
Hak untuk berserikat yang merupakan turunan dari hak asasi
manusia dan sebagai salah-satu wujud dari demokrasi perlu diakui dan
dihargai. Demokrasi mengandung makna kebebasan dan persamaan yang
bertumpu kepada rakyat serta penghormatan terhadap individu, namun
sekaligus juga menentukan rambu-rambu partisipasi rakyat dapat
diimplementasikan baik bersifat pribadi atau kelompok dan terorganisasi
atau spontan.
Meskipun termasuk hak yang derogable atau hak-hak yang boleh
dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh negara-negara pihak. hak
berserikat merupakan hak untuk berkumpul (freedom of association), yang
melingkupi hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan budaya secara
bersamaan yang memiliki dua dimensi, yaitu melindungi hak setiap
individu untuk bergabung dengan yang lain dan juga melindungi
kebebasan kelompok itu sendiri.
Sebagai bentuk kebebasan berkumpul, kebebasan berserikat
mengandung elemen, Pertama perlindungan individu maupun kelompok
dari campur tangan yang sewenang-wenang. Kedua, perlindungan untuk
42
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
membentuk, bergabung dalam sebuah serikat pekerja, bertemu, berdiskusi,
dan mempublikasikan hal-hal yang menjadi perhatian bersama dan,
Ketiga, pelindungan untuk mengejar kepentingan/tujuan yang sama
melalui aktivitas yang dijalankan.
Namun, kebebasan berserikat (freedom of association) dan
berkumpul (freedom of assembly) tetap harus tunduk juga kepada
pembatasan-pembatasan tertentu yang berlaku secara khusus terhadap
kedua jenis kebebasan ini, ataupun pembatasan-pembatasan yang berlaku
umum terhadap hak asasi manusia (HAM). Semua instrumen hukum
Internasional selalu menyertakan persyaratan “peaceful” terhadap frasa
“freedom of assembly”, yaitu menjadi “freedom of peaceful assembly”.
Oleh karena itu, kebebasan berserikat bukan hanya kebebasan
untuk mendirikan sebuah organisasi/serikat pekerja, tetapi lebih dari itu
adalah terjaminnya pelaksanaan dan tujuan dilaksanakannya kebebasan
berserikat tersebut, namun tetap sesuai dengan pembatasan-pembatasan
dalam konstitusi ataupun instrument hukum lainnya yang berlaku di
sebuah negara.
Dewasa ini, pada umumnya disadari bahwa kebebasan untuk
terlibat dalam organisasi atau perkumpulan memang terkait erat dan
penting dalam mengekspresiakan gagasan, aspirasi, dan keyakinan.
Karena manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial yang berarti
senantiasa berkehendak untuk hidup berkelompok. Dalam kehidupan
berkelompok itulah manusia saling mengomunikasikan gagasan dan
menyusun aksi bersama untuk memenuhi kepentingan/kebutuhan mereka.
Kepentingan atau kebutuhan bersama melahirkan gagasan untuk
melindungi dan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan bersama melalui
wadah organisasi, sebagai konsep hak atas kebebasan berserikat.
Dalam mengekspresiakan gagasan, aspirasi, dan keyakinannya
kadang kala juga tidak terlepas dari pelanggaran terhadap hak-hak orang
lain yang patut juga dihormati secara hukum. Mereka yang menjadi
anggota suatu organisasi tetapi tidak terlibat dan terbukti tidak mengambil
43
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
bagian dalam aktifitas yang melanggar hukum ataupun tidak terkait
dengan tujuan-tujuan yang melanggar hukum itu tentu tidak menjadi
ancaman, baik sebagai pribadi warga negara maupun pemerintah sebagai
pekerja „pekerja publik‟. Jika anggota suatu organisasi melakukan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang kemudian dianggap tidak sah, tetapi
hal itu tanpa didasari oleh niat yang khusus (specific intent) untuk
mewujudkan tujuan yang tidak sah maka orang tersebut secara tidak perlu
dapat dikatakan telah melanggar kebebasan yang dijamin oleh konstitusi.
Kebebasan seseorang untuk berkumpul dan berserikat menyangkut
kebebasan untuk menentukan pilihan organisasi dengan atau kemana.
Dengan kata lain, seseorang haruslah secara sukarela menentukan sendiri
kehendak bebasnya, tidak karena dipaksa ataupun digiring orang lain
untuk mengikuti suatu organisasi. Setiap orang berhak untuk mendirikan
organisasi dalam rangka mengekspresikan ide dan gagasan atau
mengorganisasikan upaya mewujudkan keyakinannya secara demokratis.
2.4 Kebebasan Berserikat
Pengaturan tentang kemerdekaan berserikat, secara bebas diakui.
Tiada suatu pembatasan pun dapat dikenakan terhadap pelaksanaan hak
ini, kecuali yang ditetapkan oleh hukum dan yang diperlukan dalam
masyarakat demokratis. Oleh karenanya, kemerdekaan berserikat dalam
hal ini tidak dapat diartikan sebebas-bebasnya, melainkan kebebasan yang
bertanggungjawab, yaitu yang memperhatikan kepentingan masyarakat
demokratis, kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum,
ketertiban umum, perlindungan terhadap kesehatan, dan moral umum atau
perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan orang lain.
Menurut Henry (2007, hlm. 8-9) kemerdekaan ( freedom ) dalam
pengertian klasik, mengarah pada konsep individu yang biasanya merujuk
pada pemikiran Adam Smith, David Hume, dan dalam bagian tertentu
John Locke. Lebih lanjut, secara intelektual freedom dirumuskan oleh
Robert Nozick, dan Friedrich von Hayek. Dalam sejarah Indonesia,
44
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
sebagian perdebatan ini dicerminkan pada perdebatan founding fathers
dalam merumuskan antara hak individu dan pemajuan sosial dalam UUD
1945 dengan rumusan pertanyaan “untuk apa individu dilindungi kalau hal
tersebut tidak memajukan kemakmuran masyarakat”. Hayek melihat
bahwa sebenarnya layanan publik negara (bahkan jika itu memang
bertujuan melindungi warga negara) hanya akan membuat warga negara
hidup dalam perbudakan modern ( serfdom ). Sedang Nozick melihat
bahwa hak milik adalah mutlak, tidak soal bagaimana manusia
mendapatkan hak miliknya itu. Hak merupakan pengejawantahan dari
martabat manusia dan kebebasan merupakan pengakuan terhadap
eksistensi manusia. Dengan demikian, kebebasan berserikat sebagaimana
telah diatur dalam UUD termasuk hak yang dapat ditangguhkan.
Kebebasan ini dibatasi dalam rangka masyarakat demokratis, demi
kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban
umum, perlindungan terhadap kesehatan dan moral umum atau
perlindungan terhadap hak-hak serta kebebasan orang lain. Tidak boleh
adanya pengurangan hak kecuali atas kondisi tertentu juga diatur dalam
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM) dan ICCPR. Pasal
29 DUHAM menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan hak dan
kebebasannya, setiap orang hanya tunduk pada batasan-batasan yang
ditentukan oleh (i) hukum, (ii) semata-mata untuk menjamin pengakuan
dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain, dan (iii)
memenuhi persyaratan-persyaratan moral, (iv) ketertiban umum dan (v)
kesejahteraan umum yang adil dalam masyarakat yang demokratis.
Sedangkan, pada paragraf 22 ICCPR disebutkan bahwa :
“Tidak ada satu pun pembatasan dapat dikenakan pada
pelaksanaan hak ini, kecuali jika hal tersebut dilakukan (i)
berdasarkan hukum ( prescribed by law ), dan (ii) diperlukan dalam
masyarakat yang demokratis (iii) untuk kepentingan keamanan
nasional dan (iv) keselamatan publik, (v) ketertiban umum, (vi)
perlindungan terhadap kesehatan atau (vii) moral masyarakat, atau
(viii) perlindungan terhadap hak dan kebebasan orang lain. Pasal ini
45
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
tidak boleh mencegah pelaksanaan pembatasan yang sah anggota
angkatan bersenjata dan polisi dalam melaksanakan hak ini.”
Pembatasan dan pengurangan hak-hak asasi manusia yang diatur di
dalam ICCPR diterjemahkan secara lebih detil di dalam Prinsip-Prinsip
Siracusa ( Siracusa Principles ). Di dalam Prinsip ini disebutkan bahwa
pembatasan hak tidak boleh membahayakan esensi hak. Semua klausul
pembatasan harus ditafsirkan secara tegas dan ditujukan untuk mendukung
hak-hak. Semua pembatasan harus ditafsirkan secara jelas dan dalam
konteks hak-hak tertentu yang terkait. Prinsip ini menegaskan bahwa
pembatasan hak tidak boleh diberlakukan secara sewenangwenang. Secara
umum, pembatasan dan pengurangan hak asasi manusia hanya bisa
dilakukan jika memenuhi kondisi-kondisi berikut:
1) Diatur berdasarkan hukum ( prescribed by law/conformity with the
law ). Tidak ada pembatasan yang bisa diberlakukan kecuali
didasarkan oleh hukum nasional. Namun hukum yang membatasi hak
tersebut tidak boleh sewenang-wenang dan tanpa alasan. Aturan
hukum yang membatasi pelaksanaan HAM harus jelas dan bisa
diakses siapa pun. Hukum tersebut harus dapat diakses, tidak bersifat
ambigu, dan dibuat secara hati-hati dan teliti, yang memungkinkan
setiap individual untuk melihat apakah suatu tindakan bertentangan
dengan hukum atau tidak.
2) Diperlukan dalam masyarakat yang demokratis ( in a democratic
society ). Beban untuk menetapkan persyaratan pembatasan ini ada
pada negara yang menetapkan aturan pembatasan dengan
menunjukkan bahwa pembatasan tersebut tidak mengganggu
berfungsinya demokrasi di dalam masyarakat.
3) Untuk melindungi ketertiban umum ( public order/ordre public ).
Frasa “ketertiban umum” di sini diterjemahkan sebagai sejumlah
aturan yang menjamin berfungsinya masyarakat atau seperangkat
prinsip mendasar yang hidup di masyarakat. Ketertiban umum juga
melingkupi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu,
46
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
ketertiban umum di sini harus dilihat dalam konteks hak yang
dibatasinya. Negara atau badan negara yang bertanggungjawab untuk
menjaga ketertiban umum harus dapat dikontrol dalam pengggunaan
kekuasaan mereka melalui parlemen, pengadilan atau badan mandiri
lain yang kompeten.
4) Untuk melindungi moral publik ( public moral ). Negara harus
menunjukkan bahwa pembatasan itu memang sangat penting bagi
terpeliharanya nilai-nilai mendasar komunitas. Dalam hal ini negara
memiliki diskresi untuk menggunakan alasan moral masyarakat.
Namun klausul ini tidak boleh menyimpang dari maksud dan tujuan
Kovenan Sipol.
5) Untuk melindungi keamanan nasional ( national security ). Klausul
ini digunakan hanya untuk melindungi eksistensi bangsa, integritas
wilayah atau kemerdekaan politik terhadap adanya kekerasan atau
ancaman kekerasan. Negara tidak boleh menggunakan klausul ini
sebagai dalih untuk melakukan pembatasan yang sewenang-wenang
dan tidak jelas. Pembatasan dengan klausul ini juga tidak sah, jika
tujuan yang sesungguhnya atau dampak yang dihasilkannya adalah
untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang tidak berhubungan
dengan keamanan nasional.
6) Untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain ( rights and freedom
of others ). Ketika terjadi konflik antar-hak, maka harus diutamakan
hak dan kebebasan yang paling mendasar. Klausul ini tidak bisa
digunakan untuk melindungi negara dan aparatnya dari kritik dan
opini publik.
Selain itu, ICCPR juga memasukkan istilah “perlu” ( necessary )
dalam ketentuan-ketentuan yang mengandung pembatasan. Hal ini
memperlihatkan adanya maksud dari perancang ICCPR untuk membatasi
penerapan pembatasan hak-hak hanya pada situasi dimana ada kebutuhan
riil untuk pembatasan tersebut. Untuk menyatakan bahwa kebutuhan itu
memang ada, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
47
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
a) Pembatasan sejalan dengan semangat dan apa yang tertulis dalam
Kovenan;
b) Syarat-syarat yang ditetapkan dalam beberapa putusan Pengadilan
HAM Eropa yaitu persyaratan lawfulness, legitimate aim dan
necessity.
Hal ini juga dijelaskan oleh Prinsip Siracusa yang menyatakan istilah
„necessary‟ mengimplikasikan bahwa pembatasan:
a) Didasarkan pada salah satu alasan yang membenarkan
pembatasan yang diakui oleh pasal yang relevan dalam Kovenan.
b) Menjawab kebutuhan sosial.
c) Untuk mencapai sebuah tujuan yang sah.
d) Proporsional pada tujuan tersebut di atas.
Sebagaimana dapat dilihat di atas, terhadap hak untuk kebebasan
berserikat, pembatasan dapat dilakukan jika berdasarkan hukum, dan
diperlukan dalam masyarakat yang demokratis untuk kepentingan
keamanan nasional dan keselamatan publik, ketertiban umum,
perlindungan terhadap kesehatan atau moral publik, atau perlindungan
terhadap hak dan kebebasan orang lain.
2.5 Organisasi Kemasyarakatan
Dalam sejarah lahirnya UU ormas tentu bukan merupakan hal yang
tanpa alasan atau lahir tanpa adanya sebab akibat sebagai suatu
Undang-Undang yang akan berlaku di Indonesia sebagai negara hukum
berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945, keberadaan tersebut
tentunya menjadi tolak ukur pemerintah dalam menjalankan dan
membentuk suatu Undang Undang sebagai norma hukum yang akan
ditaati oleh setiap warga negara Indonesia maupun warga negara asing
yang berkedudukan atau berada dalam wilayah Indonesia tanpa terkecuali
dan pembedaan golongan.
Menurut Victor (2017, hlm. 64) bahwa perundang-undangan selalu
memiliki cita-cita, memiliki harapan terhadap bentu ideal yang diinginkan
48
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dalam sebuah tatanan masyarakat. Peraturan perundang-undangan
dibentuk sebagai sebuah cita-cita kolektif dalam komunitas tersebut, baik
dalam lingkup negara maupun daerah. Cita-cita kolektif dalam konteks
Indonesia, cita-cita kolektif tersebut didasarkan pada pancasila.
Menurut Yustisia (2013, hlm. 24) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 juga turut memberikan penjelasan
perlindungan dan acuan lahirnya UU ormas di Indonesia, jaminan
kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta
memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak secara individu ataupun
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara sebagai
perwujudan HAM. Pasal 28J ayat (2) UUD NRI 1945 menyebutkan
bahwa: “Dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya secara individu
maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi
tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis”.
Organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas dengan
segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah
perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hingga dalam sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik
Indonesia, ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan
kemerdekaan. Peran masyarakat sipil dalam konteks pembangunan bangsa
sangatlah vital. Termasuk di Indonesia dalam proses pembangunan, baik
secara fisik maupun pembangunan sumber daya manusia, Sejarah bangsa
mencatat peran yang sangat penting dimainkan organisasi masyarakat,
seperti; Boedi Oetomo (1908), Syarikat Dagang Islam (1911),
Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926), organisasi-organisasi
pemuda kedaerahan (Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon, dll./1918),
organisasi kependidikan, dll, dalam perjuangan pencerdasan anak bangsa
49
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
menuju Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945.
(www.leimena.org/en/page/v/535.com)
Namun demikian, sejarah bangsa kita juga mencatat pasang-surutnya
peran ormas seiring dengan dinamika sosial-politik yang muncul dalam
sejarah perjalanan bangsa. Pancasila sebagai dasar dan falsafah kehidupan
berbangsa dan bernegara wajib bagi setiap warganegara baik secara
individu maupun kolektif. Termasuk ormas wajib menjadikan Pancasila
sebagai napas, jiwa, dan semangat dalam mengelola ormas. Pengakuan
dan penghormatan terhadap Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai dasar
dan falsafah berbangsa dan bernegara, tetap menghargai dan menghormati
kebhinekaan ormas yang memiliki asas perjuangan organisasi yang tidak
bertentangan dengan pancasila dan UUD NRI 1945, begitupula ormas
yang menjadikan hal tersebut sebagai asas organisasinya.
Termasuk hak atas kebebasan berserikat yang juga dinyatakan dalam
Konvenan Internasional tentang hak-hak sipil dan politik 1966 (konvenan
sipol) yang sudah disahkan oleh Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2005. Pasal 22 Konvenan Sipol menyatakan: setiap
orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain,
termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh
untuk melindungi kepentingannya.
Oleh karena itu, hadirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan sebagai pengganti Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan yang ada sudah
dianggap tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh dasar itulah diperlukan
penggantian UU ormas lama yang mampu menyeimbangkan hal ini yaitu
PerppuNo 2 Thn 2017 tentang ormas.
Menurut Nugraha, dkk (2016, hlm. 10), Manusia adalah mahluk sosial
yang cenderung untuk hidup bermasyarakat serta mengatur dan
mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan, tetapi karena
keterbatasan kemampuan menyebabkan mereka tidak mampu
50
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
mewujudkan tujuan tanpa adanya kerjasama. Hal tersebut yang mendasari
manusia untuk hidup dalam berorganisasi.
Menurut Manulang (2009, hlm. 59), Kata “organisasi” berasal dari
bahasa Yunani, yaitu “organon” dan istilah Latin, yaitu “organum”, yang
berarti alat, bagian.///, anggota atau badan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, “organisasi” adalah kesatuan (susunan dan sebagainya) yang
terdiri atas bagian-bagian (orang dan sebagainya) dalam perkumpulan
untuk tujuan tertentu; kelompok kerja sama antara orang-orang yg
diadakan untuk mencapai tujuan bersama
(www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id). Selain itu Siagian (2017, hlm. 95),
mengatakan organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang
atau lebih yang bekerja sama untuk sesuatu tujuan bersama dan terikat
secara formal dalam persekutuan, yang mana selalu terdapat hubungan
antara seorang/sekelompok orang yang disebut pimpinan dan
seorang/sekelompok orang lain yang disebut bawahan. Adapun Mooney
(dalam Manulang, 2009, hlm. 59), mengemukakan bahwa “organisasi”
adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai suatu tujuan
bersama.
Menurut Manulang (2009, hlm. 59) ciri suatu organisasi, yaitu:
1. adanya sekelompok orang;
2. antar hubungan yang terjadi dalam suatu kerjasama yang
harmonis; dan
3. kerja sama didasarkan atas hak, kewajiban atau tanggung jawab
masingmasing orang untuk mencapai tujuan.
Menurut Sondang Siagian (2017, hlm. 6) organisasi dapat ditinjau
dari dua sudut pandang, yaitu:
1. organisasi sebagai wadah di mana kegiatan-kegiatan administrasi
dijalankan.
2. Organisasi sebagai rangkaian hierarki dan interaksi antara
orang-orang dalam suatu ikatan formal.
Berdasarkan uraian tersebut, organisasi merupakan wadah dan wadah
itu tidak mungkin terbentuk kalau tidak dibentuk oleh para pemrakarsa
51
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
organisasi yang kemudian sekaligus menjadi anggota organisasi tersebut.
Pembentukan wadah organisasi itu berangkat dari kesamaan visi, misi, dan
ideologi karena kesamaan visi, misi, dan ideologi itu kemudian
menetapkan tujuan yang sama, terbentuk secara terstruktur dari mulai
pimpinan tertinggi sampai terendah, serta menetapkan arah kebijakan dan
program kerjanya dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Manulang (2009, hlm. 64-73), Suatu organisasi secara hakiki
harus memenuhi prinsip-prinsip organisasi:
1. Perumusan tujuan dengan jelas;
2. Pembagian kerja;
3. Delegasi kekuasaan (delegation of Authority);
4. Rentangan kekuasaan;
5. Tingkat-tingkat pengawasan;
6. Kesatuan perintah dan tanggungjawab (Unity of Command and
Responsibility);
7. Koordinasi.
Dengan demikian, organisasi akan berjalan sesuai dengan konsep,
cara, dan dinamikanya masing-masing tanpa harus ada intervensi
kepentingan politik. dari penguasa/pemerintah. Kepentingan pemerintah
dalam konteks ini, cukup dalam tataran pengawasan, agar organisasi tidak
keluar dari ruh dan cita-cita konstitusi negara.
Sementara pengertian “kemasyarakatan” dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, berasal dari kata “masyarakat” yang berarti sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yg mereka
anggap sama. Adapun “kemasyarakatan” berarti perihal (mengenai)
masyarakat Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Jaringan diunduh dari
(www.pusatbahasa.kemdiknas.go.id). Kata “masyarakat” menurut Sanit
(dalam Widiartati, 2010 hlm. 31), bahwa rakyat/masyarakat sebagai
sebuat kesatuan individu yang beraneka ragam (kepentingan, kebutuhan,
cita-cita, dan lain-lainnya) hidup dalam keteraturan..
Pengertian ”organisasi kemasyarakatan” menurut widiartati (2010
hlm. 39), dapat diperoleh dengan menggabungkan pengertian “organisasi”
52
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dengan pengertian “kemasyarakatan”, sehingga pengertian “organisasi
kemasyarakatan” adalah aktivitas organisasi mayarakat berkaitan
langsung dengan kepentingan seluruh anggota atau pendukug organisasi
itu.
Organisasi kemasyarakatan secara konkret merupakan organisasi
yang sifat dan strukturnya teratur, biasanya mulai dari tingkat
tertinggi/pusat sampai tingkat terendah/pimpinan di tingkat daerah
(cabang) atau bahkan rukun warga.
Dalam Pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi
kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut
ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat
secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpastisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Penjelasan Pasal 1 Perppu Nomor 2
tahun 2017 menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari organisasi
kemasyarakatan adalah kesukarelaan dalam pembentukannya. Artinya,
anggota masyarakat negara Republik Indonesia diberikan kebebasan untuk
membentuk, memilih, bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yang
diminatinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
atas dasar aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan
tujuan untuk berpastisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Putu Eva (2015, hlm. 152) beragam jenis kegiatan yang
dilaksanakan oleh ormas yang dibentuk warga negara, ada yang berbasis
keagamaan, kesamaan hobi, kegiatan social, dan sebagainya. Oleh karena
itu maka terdapat beragam jenis ormas yang hadir di masyarakat, namun
tetap terdapat pembatasan dalam hal bahwa keberadaan ormas tersebut
tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 meskipun
53
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
terdapat ciri tertentu yang mencermikan kehendak dan cita-cita ormas
yang dicantumkan. Selain itu ormas juga wajib untuk turut serta
berpartisipasi dalam pembangunan untuk mewujudkan tujuan negara
berdasarkan Pancasila.
Selain itu organisasi kemasyarakatan merupakan perwujudan dari hak
yang dijamin dalam Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Warga negara memiliki kebebasan untuk berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan untuk berserikat dan
berkumpul serta mengeluarkan pendapat tersebut dikenal sebagai tiga
kebebasan dasar yang merupakan bagian dari konsep hak-hak asasi
manusia, terutama dalam rumpun hak sipil dan politik. Catur dan Harefa
mengatakan (2015, hlm.3) organisasi kemasyarakatan menjadi sarana
untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat
Warganegara Republik Indonesia dan dinilai memiliki peranan yang
sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh
lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan
persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin
tercapainya tujuan nasional.
Pendapat lain Durado (2016, hlm. 2), yaitu ormas dimasa reformasi
mempunyai 3 peranan penting ; 1). Sebagai Salah satu pilar dari
pembangunan Bangsa. 2). Sebagai salah satu badan atau organisasi yang
mempunyai hak mengontrol kebijakan pemerintah. 3). Sebagai kelompok
penekan,jika Pemerintah mulai melenceng dari azas dan aturan- aturan
yang berlaku.
Menurut Prameswari (2015, hlm. 138), peran (ormas) sangat
menentukan arah demokrasi di Indonesia. ormas-ormas yang mewakili
berbagai kepentingan dan kelompok tersebut bisa dikatakan sebagai
miniature dari keberagaman luas dalam masyarakat Indonesia dan
merupakan tombak ujung tombak peran masyarakat dalam Negara,
54
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
bagaimana ormas beraktifitas didalam negara akan menjadi model
interaksi sosial politik masyarakat Indonesia yang amat majemuk dan
beragam.
Pendapat lain oleh Yusuf BA (2016, hlm. 429), Keberadaan organisasi
masyarakat (ormas) di tengah-tengah masyarakat merupakan suatu realitas
yang harus diakui keberadaanya dengan berpola pikir kedepan dan
berwawasan kedepan dalam rangka untuk memperkokoh pembangunan di
segala bidang.
Dari pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi
kemasyarakatan adalah oraganisasi yang dibentuk secara sukarela atas
dasar Pancasila dan Undang-Undang Negara Rebpunlik Indonesia, sesuai
dari bunyi pasal 1 dalam Undang-Undang ormas Nomor 2 Tahun 2017.
2.6 Pendidikan Kewarnagenaraan
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran penting dalam
mendidik karakter dan cinta tanah air, oleh karena itu PKn bukan hanya
bermakna bagi kehidupan semua warga negara, PKn memiliki peran
dalam meningkatkan berfikir kritis setiap warga negara karena PKn
bagian dari pendidikan.
Pendidikan adalah salah satu faktor yang cukup penting dalam
menghasilkan generasi penerus bangsa yang memiliki kecerdasan, kreatif
dan memiliki karakter yang baik, yang mampu membekali generasi
penerus bangsa dalam memajukan dan mensejahterakan kehidupan
bangsa Indonesia.
Diperkuat dalam pasal 3 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional (Sisdiknas), secara imperatif bahwa :
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi Warga
Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.”
55
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Pendidikan nasional bukan hanya menekankan pada pengetahuan
materi saja, tetapi juga pada pengembangan nilai, dan keterampilan.
Subjek dari pendidikan adalah warg negara Indonesia sebagai generasi
penerus, yang akan mengambil peran dan tanggung jawab dalam menjaga
Negara, sehingga pendidikan sangat perlu diberikan kepada generasi
muda, selain untuk meningkatkan pengetahuan juga harus disertai dengan
penanaman karakter yang baik agar setiapa warga negara memiliki
komitmen menjadikan Indonesia yang lebih baik lagi.
Pendidikan Kewarganegaraan mempersiapkan warga negara muda,
agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya,
dimana warga negara yang baik adalah warga negara yang mampu
menjadi penerus bangsa dan mampu meningkatkan kemajuan bangsa
Indonesia, dimana selain ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dengan
baik, namun juga karakter baik harus dimiliki oleh setiap warga negara
Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Somantri (dalam Wuryan &
Syaifullah, 2008, hlm. 9) bahwa :
“Sarana untuk membekali warga dengan pengetahuan dan
kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antar warga
negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara
agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa
dan negara”.
Pendapat di atas menjelaskan pentingnya pendidikan bagi setiap
warga negara karena Pendidikan merupakan sarana yang dapat
membekali warga negara sebagai generasi penerus dalam
mempertahankan keutuhan Negara dan menciptakan kemajuan dan
kesejahteraan Bangsa dan Negara. Khususnya pendidikan
kewarganegaraan memfokuskan agar setiap organg yang merupakan
bagian dari warga negara dituntut agar mampu memahami dan
mengaplikasikan hak dan kewajibannya, agar dapat mengembangkan
Negara Indonesia kearah yang lebih maju lagi.
56
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Peserta didik merupakan generasi penerus bangsa yang harus
ditanamkan nilai-nilai pancasila dalam dirinya, agar dalam setiap
tindakan dalam kehidupan sehari-harinya mencerminkan nilai-nilai
pancasila, karena pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia.
PKn merupakan pembelajaran yang didalamnya mengajarkan secara rinci
mengenai nilai-nilai pancasila, pendapat ini diperkuat oleh Daryono
(2008, hlm. 12) dimana PKn merupakan “suatu usaha sadar, yang
terencana dan terarah, melalui pendidikan formal, untuk
mentransformasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada
warga negara”.
Mentransformasikan dalam hal ini bukan hanya memindahkan dan
menjelaskan nilai-nilai pancasila pada masyarakat, namun harus
diberikan pemahaman agar nilai-nilai tersebut dapat tertanam dan
mengembang dalam diri setiap orang, sehingga akan membuat sikap
seseorang terbentuk dengan baik karena selalu mengamalkan nilai-nilai
pancasila dalam kehidupan sehari-harinya dimana dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke empat disebut kan butir-butir
pancasila dimana :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Pancasila harus dijadikan pegangan dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh karena itu PKn sangat penting bagi peserta didik karena di dalam
mata pelajaran PKn akan diajarkan mengenai pancasila, agar kehidupan
mampu berjalan dengan baik bukan hanya kepintaran secara kognitif saja
namun karakter ikut menentukan keberhasilan seseorang, dan
kemampuan berfikir kreatif pun sangat diperlukan melihat kondisi
persaingan hidup saat ini semakin tinggi.
57
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Pengertian Pendidikan kewargnegaraan menurut Zamroni
(Azra,2003, hlm.7) adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaraan kepada generasi
baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat
yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Pendidikan
kewarganegaraan bukan hanya memberikan pengetahuan berupa hafalan
saja, tetapi PKn juga memberikan pendidikan kepadawarga agar memiliki
kesadaran untuk saling menghormati dan tidak mengganggu hak-hak
yang dimiliki oleh seluruh warga masyarakat, agar terciptanya suatu
tatanan kehidupan bermasyarakat yang damai, tentram dan aman.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dalam NCSS (dalam Wuryan
& Syaifullah, 2008, hlm. 76) adalah :
1. Pengetahuan dan keterampilan guna memecahkan masalah dewasa ini.
2. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban
serta manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehidupan.
3. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif.
4. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap
nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami perubahan.
5. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang
yang membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru, serta tata cara hidup yang baru.
6. Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya
sendiri terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu.
Berdasarkan pendapat di atas maka Tujuan PKn diharapkan dapat
membentuk warga negara yang bukan hanya cerdas dalam bidang
intelektualnya saja, namun memiliki kualitas yang tinggi dan memiliki
keterampilan hidup bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, serta
menjadi warga negara yang berakhlak mulia dan memiliki karakter yang
baik.
Wuryan S.,dan Syaifullah (2008, hlm. 77) merumuskan tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga Negara
58
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
yang baik, warga Negara yang kreatif, warga Negara yang
bertanggungjawab, warga Negara yang cerdas, warga Negara yang kritis,
dan warga Negara yang partisipatif. Tujuan PKn tidak hanya berpusat
pada pemahaman konsep dan teori seputar PKn saja, namun lebih luas
lagi yaitu ingin menciptakan warga negara yang baik seutuhnya dimana
pengetahuan dan perilaku baik berjalan beriringan, sehingga
menimbulkan masyarakat yang damai dan sejahtera.
2.7 Penelitian Yang Relevan
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam
melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang
digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian
terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian dengan judul yang sama
seperti judul penelitian penulis. Penelitian oleh Biky Uthbek Mubarok
(2015) Problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
organisasi kemasyarakatan (ormas) (Studi Kasus Di Kabupaten Sleman)
dengan rumusan masalah Penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 tentang organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kabupaten Sleman
yaitu Kepedulian masyarakat Kabupaten Sleman terhadap dinamika
perubahan aturan perundang-undangan masih rendah. Kurangnya
informasi yang diterima menjadi salah satu penyebab pasifnya respon
yang dilakukan masyarakat. Begitupun realita yang terjadi dengan
hadirnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang ormas. Hal itu
terjadi pula pada kebanyakan ormas, rutinitas yang padat dan
menumpuknya sejumlah agenda juga menjadi alasan tambahan setiap
ormas. Selain itu adanya sikap kehati-hatian yang dilakukan pemerintah
daerah dalam mengundangkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013
Tentang ormas paska banyaknya problematika yang terjadi, baik sebelum
maupun sesudah dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Selanjutnya penelitian Oleh M.Najib Ibrahim (2011). Hak Berserikat
(Suatu Kajian Terhadap Pembekuan Dan Pembubaran Ormas Dalam
59
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan). Dengan hasil penelitian mengatakan organisasi
kemasyarakatan merupakan wujud dari kebebasan berserikat yang
dibutuhkan dalam suatu negara demokrasi. Hak kebebasan berserikat
dalam dimensi hak sipil dan politik menekankan hak individu, yaitu hak
setiap orang untuk berasosiasi dan memasuki serikat. Hak berserikat
memiliki prasyarat sebuah keadaan yang kondusif bagi individu dalam
menikmati hak dasarnya. Pemenuhan hak kebebasan berserikat,
berkonsekuensi pada upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan
negara bagi hak asasi warga negara. Dengan Demikian dari uraian
penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian oleh penulis memuat
hal yang berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu mengenai
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum Ormas Dalam
Perspektif Pendidikan Politik karena peneliti akan meneliti sesuai yang
tertulis dalam rumusan masalah peneliti.
2.8 Kerangka Pemikiran
1. Teori Demokrasi
Menurut Hook (dalam Muntoha, 2009, hlm. 381) memberikan
definisi tentang demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dengan
keputusan-keputusan pemerintah yang penting atau arah kebijakan di
balik keputusan secara langsung didasarkan pada keputusan mayoritas
yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Hal ini berarti bahwa
pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah pokok mengenai kehidupan mereka, termasuk dalam
menilai kebijaksanaan negara yang turut menentukan kehidupan
mereka tersebut.
2. Teori Negara Hukum
Sebagaimana yang ditegaskan oleh Asshidiqie (dalam Santoso
60
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
(2016, hlm. 20) mengatakan bahwa teori tentang negara hukum, baik
rule of law maupun rechtsstaat pada pokoknya tidak dapat dipisahkan
dari teori tentang demokrasi, keduanya harus dilihat sebagai dua sisi
dari mata uang yang sama. karena pada satu sisi demokrasi memberikan
landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan
kesederajatan manusia, pada sisi yang lain negara hukum memberikan
patokan bahwa yang memerintah dalam suatu negara bukanlah manusia,
tetapi hukum.
3. Teori Hak Berserikat
Kebebasan berserikat bukan hanya kebebasan untuk
mendirikan sebuah organisasi/serikat pekerja, tetapi lebih dari itu
adalah terjaminnya pelaksanaan dan tujuan dilaksanakannya kebebasan
berserikat tersebut, namun tetap sesuai dengan
pembatasan-pembatasan dalam konstitusi ataupun instrument hukum
lainnya yang berlaku di sebuah Negara.
Kebebasan seseorang untuk berkumpul dan berserikat
menyangkut kebebasan untuk menentukan pilihan organisasi dengan
atau kemana. Dengan kata lain, seseorang haruslah secara sukarela
menentukan sendiri kehendak bebasnya, tidak karena dipaksa ataupun
digiring orang lain untuk mengikuti suatu organisasi. Setiap orang
berhak untuk mendirikan organisasi dalam rangka mengekspresikan
ide dan gagasan atau mengorganisasikan upaya mewujudkan
keyakinannya secara demokratis
4. Teori Konsep Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Dalam Pasal 1 UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi
kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut
ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat
secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan,
61
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpastisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penjelasan Pasal 1 UU Nomor
2 Tahun 2017 menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari organisasi
kemasyarakatan adalah kesukarelaan dalam pembentukannya. Artinya,
anggota masyarakat negara Republik Indonesia diberikan kebebasan
untuk membentuk, memilih, bergabung dalam organisasi
kemasyarakatan yang diminatinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara atas dasar aspirasi, kehendak, kebutuhan,
kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpastisipasi dalam
pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.9 Paradigma Penelitian
62
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Gambar 2.1
Paradigma Penilitian
\
Kajian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A Tentang
Pencabutan Status Badan Hukum Ormas Dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan
Perppu ormas pasal 80A menghilangkan
proses pembubaran ormas melalui
pengadilan dalam perspektif pendidikan
kewarganegaraan
1. Analisis mekanisme pembubaran ormas
dari perppu nomor 2 tahun 2017 dan UU
No 17 Tahun 2013
2. Konsep Ideal Pembubaran Ormas
Pengaturan keberadaan ormas
menurut pasal 80A Perppu ormas dalam perspektif
Pendidikan Kewarganegaraan.
1.Pencabutan status badan
hukum ormas dalam pasal 80
Perppu ormas melanggar Pasal
28E ayat (3).
2. Pencabutan Status Badan
Hukum Ormas melanggar
Upaya yang dilakukan ormas
sehubungan dengan peniadaan
prosedur pencabutan status
badan hukum ormas dalam pasal 80A
Pengajuan Permohonan Uji
Materiil Perppu ormas
sehubungan dengan Pasal 80A
mekanisme pembubaran ormas
Fokus Penelitian
Teori
Demokrasi
Teori Negara
Hukum Teori Hak
Berserikat
Teori
Organisasi
kemasyarakat
an
Kajian pustaka, dokumen,
penelitian terdahulu
Pendekatan kualitatif,
metode normatif, teknis
analisis data
Teknik pengumpulan
data: wawancara,
observasi, dokumentasi
63
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Moleong (2014, hlm. 6), pendekatan penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Bogdan dan Taylor seperti
(dalam Basrowi dan Suwandi 2008, hlm. 22-23), data yang dihasilkan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu uraian yang mendalam tentang
ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang sedang diamati dari suatu individu,
kelompok, masyarakat, atau sebuah organisasi tertentu dalam kehidupan
sehari-hari yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, dan komprehensif.
Pendapat yang senada dikatakan oleh Cresswell (2015, hlm. 15), yakni:
Qualitative research is an inquiry process of understanding based on
distinct methodological tradition of inquiry that explore a social or
human problem. The researcher build a complex, holistic picture,
analysis words, report detailed views on informants, and conduct the
study in a natural setting.
Cresswell menjelaskan, bahwa penelitian kualitatif adalah proses
penelitian yang berdasarkan tradisi metodologis yang berbeda, yaitu dengan
cara menyelidiki masalah sosial atau kemanusiaan. Pada penelitian kualitatif
seorang peneliti harus dapat membuat gambaran yang kompleks, gambaran
secara menyeluruh, menganalisis kata-kata, melaporkan secara detil
mengenai pandangan atau pendapat para informan, dan melakuan penelitian
secara alamiah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Berikut ini
dua alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pertama, Kajian
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal
64
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum Ormas, hal ini membuktikan
bahwa penelitian ini membutuhkan data lapangan yang sifatnya kontekstual
dan peneliti membuat gambaran secara menyeluruh dengan menganalisis
kata-kata serta pandangan informan secara rinci. Kedua, peneliti
menggunakan sejumlah data primer yang di dapatkan dari subjek penelitian
yang terdiri dari beberapa informan. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan
peneliti tidak bisa dipisahkan dari kealamiahannya tanpa rekayasa dan
pengaruh dari luar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2009, hlm. 15)
bahwa pendekatan kualitatif digunakan karena penelitiannya dilakukan pada
kondisi yang alamiah, mengandalkan manusia sebagai instrumen penelitian,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi yang lebih
menekankan pada makna daripada generalisasi.
3.2 Jenis Penelitian
Bahwa jenis penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang di
fokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma norma dalam
hukum positif. Menurut Ibrahim (2006, hlm. 295) yuridis normatif, yaitu
pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positif. Konsep ini memandang
hukum identik dengan norma-norma tertulis yang di buat dan diundangkan oleh
lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini menurut Hanitjo (1988, hlm.
13-14) memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri,
tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata.
Dalam hal ini penulis menspesifikkan kepada sisi yuridis sosiologis.
Yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang mempelajari hubungan timbal balik
antara hukum dan gaya sosial. Hal ini digunakan karena objek pembahasan
berkaitan dengan hukum secara yuridis, sedangkan sosiologis adalah untuk
mengukur sejauh mana pelaksanaan terhadap peraturan yang di berlakukan
serta kesadaran ormas atas hukum yang diberlakukan.
3.3 Pendekatan Penelitian
65
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Bahwa adanya metode merupakan suatu unsur yang mutlak ada dalam
suatu penelitian. Metode perbandingan merupakan metode yang tepat untuk
mengolah dan mencapai tujuan dari penelitian. Ditunjang dengan pendekatan
yuridis normatif melalui pengkajian peraturan perundang-undangan yang
relevan. Penelitian ini berlandaskan norma norma hukum yang berlaku yang
terdapat di peraturan perundang undangan. Pendekatan perundang-undangan
digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khususnya
hukum tata negara di Indonesia.
3.4 Objek Penelitian
Objek Penelitian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum
Ormas
3.5 Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum
primer, sekunder dan tersier. Bahwa bahan hukum primer terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer menurut Suryabrata (1987, hlm. 93) merupakan
bahan hukum bersifat ototatif, artinya sumber-sumber hukum yang
dibentuk oleh pihak yang berwenang, dan data yang langung di
kumpulkan oleh peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya.
Bahan hukum primer terdiri dari Peraturan Perundang-undangan, Catatan
resmi dalam pembuatan perundang-undangan. Bahan buku primer yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan;
3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
66
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Organisasi
Kemasyarakatan Menjadi Undang Undang.
4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan;
5) Putusan Makamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder Suryabrata (1987, hlm. 94) merupakan bahan
yang memberikan kejelasan mengenani bahan hukum primer, dan data
yang langsung di kumpulkan oleh peneliti sebagai penunjang dari sumber
pertama, dapat juga dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen
dokumen.Terdiri dari buku-buku, jurnal hukum, kamus hukum, penelitian
yang berkaitan dengan perbandingan pengaturan pembubaran ormas
melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan dan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. Contohnya
adalah kamus, ensiklopedia, dan seterusnya
3.6 Partisipan dan Tempat Penelitian
1. Partisipan Penelitian
Penentuan partisipan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
purposive, yaitu menurut Sugiyono (2014, hlm. 299) penentuan
partisipan/subjek penelitian dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. Hal
tersebut juga didukung oleh Nasution (2009, hlm. 98) yang menyatakan,
bahwa penentuan subjek penelitian dengan cara purposive dilakukan dengan
mengambil orang-orang yang terpilih oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri
spesifik yang dimiliki, misalnya orang yang mempunyai tingkat pendidikan
tertentu, mempunyai usia tertentu, yang pernah aktif dalam kegiatan
67
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
masyarakat tertentu.
Menurut Miles and Huberman (1992, hlm. 56) terdapat beberapa
kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian, yakni latar
(setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events) dan proses
(process). Kriteria yang pertama adalah latar, yakni merupakan situasi dan
tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni di dalam
masyarakat, wawancara di kantor, wawancara formal dan informal,
berkomunikasi resmi, dan berkomunikasi tidak resmi. Kriteria kedua adalah
pelaku, yakni pakar yang berlatar keilmuan terkait dengan dimensi Perppu
Nomor 2 Tahun 2017. Kriteria ketiga adalah peristiwa, yakni pandangan,
pendapat, dan penilaian tentang Perppu No 2 Tahun 2017. Kriteria keempat
adalah proses, yakni wawancara peneliti dengan subjek penelitian berkenaan
dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian
ini.
Adapun subjek penelitian ini adalah, diantaranya adalah Kementerian
dalam negeri Republik Indonesia, dan Koalisi Advokat Penjaga Islam
bertindak untuk dan atas Sharia Law Alqonuni. Adapun peneliti dengan
sengaja memilih informan tersebut sebagai subjek penelitian karena peneliti
menganggap jika mereka cukup banyak memiliki pengetahuan dan informasi
yang dapat peneliti gunakan untuk menggali informasi yang dibutuhkan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ada.
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Provinsi DKI. Terdapat
beberapa alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian tersebut.
Lokasi penelitian, diantanya:
1.Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Jalan Medan
Merdeka Utara Nomor 7 Jakarta Pusat 10110).
2.Koalisi Advokat Penjaga Islam bertindak untuk dan atas Sharia
Law Alqonuni (Alamat : Jl. Ir. Djuanda, No. 8 PBS, Kelurahan
68
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Pisangan, Keamatan Ciputat Timur, 15419).
3. Instrumen Penelitian
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, bahwa dalam
penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif pada umumnya
menggunakan peneliti sendiri sebagai instrumen atau manusia sebagai
instrumen utama. Menurut Creswell (2015, hlm. 261), peneliti berperan
sebagai instrumen kunci (researcher as key istrument) atau yang utama
para peneliti kualitatif mengumpulkan sendiri data melalaui dokumentasi,
observasi prilaku atau wawancara.
Peneliti memiliki kemampuan dalam meneliti dan mempersiapkan
hal-hal yang dianggap perlu dalam penelitiannya. Sedangkan menurut
Sugiyono (2009, hlm. 305) terdapat dua hal utama yang mempengaruhi
kualitas dari hasil penelitian, yakni kualitas instrumen penelitian dan
kualitas pengumpul data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan
validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpul data berkaitan
dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah
peneliti itu sendiri.
1. Peneliti
Khusus dalam penelitian kualitiatif Sugiyono (2009, hlm. 60)
“kedudukan peneliti adalah sebagai key instrument atau instrumen
kunci yang mengumpulkan data berdasarkan kriteria-kriteria yang
dipahami”. Jadi pada dasarnya Sugiyono (2009, hlm. 59) menyebutkan
“bahwa yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu
sendiri”. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data-data yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Hal ini diperkuat oleh pendapat Moleong
(2002, hlm.121) “pada penelitian kualitatif, peneliti memiliki
kedudukan khusus, yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpulan
data, analisis, penafsiran data, serta pelapor hasil penelitian”.
69
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mencatat hasil pengamatan dari
aktivitas subjek penelitian. Lembar observasi yang dibuat secara
berstruktur. Lembar observasi ini digunakan untuk mencatat beberapa
hal penting yang dapat membantu peneliti dalam mengingat
permasalahan dan peristiwa-peristiwa yang terjadi saat pengamatan
berlangsung. Lembar observasi dan pengamatan langsung ini
digunakan pula sebagai pengecekan data (Triangulasi Data). Sehingga
data yang didapatkan di lapangan dapat dipertanggung jawabkan
dengan baik, bersifat akurat dan valid.
3. Pedoman wawancara
Lembar wawancara dibuat untuk meberikan arahan dan penjabaran
saat proses wawancara belangsung sehingga hasil yang didapat dapat
dipertanggung jawabkan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti
mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum
Ormas dimana informasi dan data tersebut didapat dari yayasan sharia
law al qonuni, kemendargi dan Pakar hukum. Karena teknik
wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur, maka
format pertanyaan berbentuk pertanyaan yang bersifat mendalam dan
terperinci. Peneliti akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan, akan
tetapi pertanyaan bisa saja bertambah secara sepontan saat
dilakukannya tanya jawab, hal ini tergantung pada jawaban
narasumber dan kreatifitas penanya atau peneliti.
4. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Kisi-kisi instrumen penelitian ini bertujuan untuk memberikan arahan
yang jelas dari proses penelitian. Sehingga informasi yang kita
dapatkan sesuai dengan apa yang diharapkan serta mampu menjawab
rumusan masalah yang diajukan
5. Catatan Lapangan
70
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Catatan lapangan merupakan catatan yang berisi kejadian-kejadian
yang terjadi selama penelitian berlangsung selama tiga siklus.
Menggunakan catatan lapangan akan membantu ketika ada kejadian
atau peristiwa penting yang perlu dicatat selama proses Penelitian
3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian
3.7.1 Prosedur Penyelesaian Administrasi
Sebelum sampai pada tahap pengumpulan data serta analisis
data maka terlebih dahulu penelitian menguraikan segala sesuatunya
sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar, persiapan tersebut
antara lain.
a. Persiapan Penelitian
Tahap ini disebut juga sebagai tahap pra lapangan, pada
tahap ini, peneliti mencoba mengajukan rancangan (proposal)
penelitian. Untuk melihat keabsahannya, selanjutnya
diseminarkan dihadapan tim dosen untuk mendapatkan masukan,
koreksi dan perbaikan hingga mendapatkan pengesahan dan
persetujuan dari ketua dewan tesis yang selanjutnya
direkomendasikan untuk mendapat pembimbing tesis.
b. Perizinan Penelitian
Perizinan ini dilakukan agar peneliti dapat dengan mudah
melakukan penelitian. Adapun perizinan tersebut ditempuh dan
dikeluarkan oleh:
a) Mengajukan surat rekomendasi permohonan izin untuk
mengadakan penelitian kepada Pasca sarjana.
b) Permohonan izin penelitian dari rektor UPI diproses
selama 7 hari.
c) Menghubungi Yayasan Sharia Law Al Qonuni dan
Kemendagri RI dengan menyerahkan surat dari
universitas.
71
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
d) Mengadakan pembicaraan dan memberitahukan maksud
dari tujuan penelitian kepada pihak Tersebut.
3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
1) Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti melakukan pembicaraan non formal
dengan ketua Yayasan Sharia Law Al Qonuni dan melakukan
wawancara pertama tentang alasan mengajukan Permohonan Uji
Formil dan Materiil Perppu Nomor 2 tahun 2017 tentang organisasi
kemasyarakatan.
2) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti mengadakan wawancara dengan
Ketua Yayasan Sharia Law Al Qonuni, pakar kukum dan dari pihak
kemendagri yaitu bagian pendaftaran ormas tentang Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Pasal
80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum Ormas.
3.8 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Arikunto (2013, hlm. 265) menjelaskan bahwa pengumpulan
data “Adalah pekerjaan penting dalam penelitian”. Teknik pengumpulan data
merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data
penelitiannya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
triangulasi teknik. Sugiyono (2016, hlm. 330) dengan triangulasi teknik
“berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda
untuk mendapatkan data dari sumber yang sama”. Teknik pengumpulan data
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan selama proses penelitian
berlangsung. Dimana dalam teknik pengumpulan data dapat melakukan
beberapa cara yaitu observasi, wawancara, dokumentasi. Triangulasi teknik
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
72
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Triangulasi teknik pengumpulan data
Sumber: Sugiyono (2016, hlm. 331)
1. Observasi
Menurut Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2014, hlm. 203) observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu suatu proses yang
tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang
terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik ini
digunakan apabila penelitian berhubungan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak
terlalu besar.
Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2014, hlm. 310)
mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi
(participant observation), observasi yang secara terang-terangan dan
tersamar (overt observation dan cover observation) dan observasi yang
tak berstruktur (unstructured observation). Spradley membagi observasi
berpartisipasi menjadi empat yaitu passive participation, moderate
participation, active participation dan complete participation. Teknik
observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
partisipasi pasif. Adapun dalam partisipasi pasif, peneliti datang ke
Observasi
Wawancara
dokumentasi
Sumber data
yang sama
73
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
tempat Penelitan, tetapi peneliti tidak ikut terlibat dalam kegiatan dari
subjek penelitian.
2. Wawancara
Teknik wawancara menurut Nurul Zuriah (2007, hlm. 179),
merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan, dengan cara
mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Ciri utamanya adalah adanya kontak langsung dengan tatap muka antara
pencari informasi dan sumber informasi.
Menurut Koentjaraningrat (dalam Burhan Bungin 2011, hlm. 100)
wawancara dikategorikan menjadi dua golongan yaitu wawancara
berencana dan wawancara tidak berencana. Perbedaan diantara
keduanya terletak pada perlu atau tidaknya peneliti menyusun daftar
pertanyaan yang akan digunakan sebagai pedoman untuk
mewawancarai informan. Sedangkan menurut Esterberg (dalam
Sugiyono, 2014, hlm. 319) wawancara dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur,
semiterstruktur dan tidak terstruktur. Teknik wawancara yang
digunakan dalam penelitian iniadalah wawancara tidak terstruktur,
karena pedoman wawancaranya hanyamemuat garis-garis besar
permasalahan yang ditanyakan. Pedoman wawancara ini digunakan
peneliti agar tetap fokus tentang persoalan yang akan ditanyakan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi menurut Zuriah (2007, hlm. 180) merupakan cara
pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip, buku
tentang teori, pendapat ataupun hukum yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Teknik ini untuk menghimpun secara selektif
bahan-bahan yang digunakan sebagai landasan dalam penyusunan teori.
Sedangkan menurut Darmadi (2011, hlm. 266), teknik dokumentasi
memungkinkan peneliti untuk memperoleh informasi dari berbagai
74
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat
responden bertempat tinggal.
Adapun menurut Creswell (2015, hlm. 267):
Pengumpulan data dalam kualitatif melalui dokumen dapat dilakukan
melalui dokumen publik (seperti koran, majalah, laporan kantor)
ataupun dokumen privat (buku harian, diary, surat, email) dan materi
audio visual berupa foto, objek-objek, seni, video tape atau segala jenis
suara atau bunyi.
4. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti
dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang
berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian (danial dan wasriah ,
2009, hlm.80).
5. Catatan Lapangan
Catatan Lapangan menurut Bohan dan Biken (dalam Moleong,
2009, hlm 209) adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar,
dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpula data dan
refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dokumentasi
merupakan teknik mengumpulkan data yang bersumber dari catatan,
buku-buku serta dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian.
3.9 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil instrumen penelitian harus diolah dan
dianalisis. Analisis data adalah proses menyusun, mengkategorikan data,
mencari pola atau tema, dengan maksud untuk memahami makna dari hasil
penelitian tersebut. Dengan kata lain analisis data akhirnya akan menuju pada
penarikan kesimpulan atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
Sedangkan menurut Usman & Akbar (2009, hlm. 83) tujuan analisis data ialah
“untuk mengungkapkan data apa yang masih perlu dicari, hipotesis apa yang
perlu di uji, pertanyaan apa yang perlu dijawab, metode apa yang harus
75
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan kesalahan apa yang harus
segera diperbaiki”. Dan menurut Nasution (dalam Usman & Akbar, 2009, hlm.
83) „analisis data ialah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan‟. Karena
pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah kualitatif maka ada
teknik analisis data kualitatif yaitu :
a. Analisis Data Kualitatif
Analisis data yang dilakukan bersifat deskriftif analitik berdasarkan
fakta-fakta yang ditemukan dilapangan dan kemudian menjadi hipotesis atau
teori. Deskriftif analitik ialah membahas tentang bagaimana merangkum
sekumpulan data sehingga mudah dibaca dan cepat memberikan informasi.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah versi Miles
dan Huberman. Usman & Akbar (2009, hlm. 84-85) mejelaskan
langkah-langkah analisis data penelitian versi Miles dan Huberman yang
terdiri dari :
1) Reduksi Data
Usman & Akbar (2009, hlm. 85) “reduksi data di artikan sebagai
proses memilih, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan”.
Lebih jelas lagi Usman & Akbar (2009, hlm. 85-87) menerangkan bahwa:
“Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data, dimulai dengan
membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat
gugus-gugus, menulis memo, dan lain sebagainya, dengan maksud
menyisihkan data atau informasi yang tidak relevan. Reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengkategorisasikan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu,
dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data
yang terkumpul dapat diverifikasi”.
Pada intinya tahap reduksi adalah dimana data informasi dari lapangan
kemudian disusun secara sistematis. Setelah itu dilakukan pemilihan tentang
relevan atau tidaknya antara data dengan tujuan penelitian, atau sesuai
tidaknya dengan pokok permasalahan.
2) Display Data/ Penyajian
76
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Data yang sudah direduksi tidak akan memberikan makna apa-apa
atau tidak memberikan gambaran secara menyeluruh. Oleh karena itu
diperlukan display data. Usman & Akbar (2009, hlm. 87) “display data atau
penyajian data ialah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan”. Usman & Akbar (2009, hlm. 87) kembali menjelaskan bahwa
“penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif, juga dapat
berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna
menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah
dipahami”.
3) Pengambilan Keputusan dan Verifikasi
Usman & Akbar (2009, hlm. 87) “penarikan kesimpulan dan
verifikasi merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif”. Menurut Usman
dan Akbar penelitian harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi,
baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh
subjek tempat penelitian itu dilaksanakan. Kembali Usman & Akbar (2009,
hlm. 87) menegaskan “makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji
kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa
dalam mencari makna, ia harus menggunakan pendekatan emik, yaitu dari
kecamata key informan, dan bukan penafsiran menurut pandangan peneliti
(pendekatan etik)”. Tahap pengambilan keputusan dan verifikasi dalam
penelitian ini menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik yang
dapat digambarkan seperti di bawah ini :
Gambar 3.2.
Triangulasi “Teknik” pengumpulan data
Wawancara
mendalam
77
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Sumber : Sugiyono, 2011, hlm. 242.
Gambar 3.3.
Triangulasi “sumber” pengumpulan data
Sumber : diolah oleh penulis, 2018
Dari ketiga tahap analisis data di atas, ketiganya saling terkait dan
merupakan rangkaian yang tidak berdiri sendiri. Hal ini dapat digambarkan
seperti dibawah ini:
Gambar 3.4
Model interaktif Miles dan Huberman
Dokumentasi Observasi Sumber
data sama
Ketua Yayasan
Sharia Law Al
Qonuni
Pakar Hukum Bagian
Pendaftaran
Ormas
78
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Sumber: Usman & Akbar (2009, hlm. 88)
Usman & Akbar (2009, hlm. 88) memberikan penjelasan atas gambar
tersebut, “penyajian data selain berasal dari hasil reduksi, perlu juga dilihat
kembali dalam proses pengumpulan data untuk memastikan bahwa tidak ada
data penting yanag tertinggal. Demikian pula jika dalam verifikasi ternyata
ada kesimpulan yang masih meragukan dan belum disepakati kebenaran
maknanya, maka kembali ke proses pengumpulan data”.
3.10 Isu Etik
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Sharia Law Al Qonuni, dengan
informan Ketua yayasan sharia law al qonuni, pakar hukum, dari
kemendagri pihak pendaftaran ormas karena informan ini dapat membantu
untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Pada saat
penelitian berlangsung, untuk melakukan suatu wawancara kepada
informan peneliti terlebih dahulu datang ke tempat informan untuk meminta
izin serta menunjukan surat izin penelitian, setelah itu baru membuat janji
dengan informan sesuai dengan kesediaan dan waktu informan tersebut.
Berdasarkan kesediaan informan peneliti melakukan observasi dan
wawancara, wawancara berlangsung berapa lama tergantung dari waktu
yang ditentukan. Proses wawancara tersebut tidak mengganggu aktivitas
79
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
informan, tidak ada tindak paksaan, dan tidak ada unsur kekerasan, semua
atas kesepakatan bersama. Untuk pengambilan dokumentasi atau foto lokasi
peneliti juga harus meminta izin, kalau tidak diperbolehkan mengambil foto
peneliti tidak akan mengambil foto, agar tidak memberatkan salah satu
pihak.
Setelah selesai wawancara peneliti memberikan ucapan terima kasih
dan memberikan penghargaan, serta sudah terdapat kesepakatan antara
peneliti dengan semua informan bahwa data penelitian hanya dipergunakan
untuk kepentingan ilmiah dan seluruh informan di tulis dengan nama
samaran. Dengan demikian penelitian ini dapat berlangsung dengan lancar
tanpa ada memberatkan, menyulitkan dan mengganggu informan, serta
tidak merugikan pihak-pihak yang dilibatkan dalam penelitian khususnya
pada saat wawancara sedang berlangsung.
3.11 Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Jakarta. Perencanaan penelitian dan
penelitian pendahuluan. Rincian waktu penelitian sebagai berikut.
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan
Judul √
2 Penyusunan
proposal √
3 Seminar
Proposal √
4 Revisi
Proposal √
5 Bimbingan √ √ √ √
80
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Tesis
Penyusunan
Instrumen √ √
Pengambilan
Data √ √
Analisis Data √ √ √
Pembuatan
Laporan √ √ √
6 Sidang Tahap
1 √
7 Sidang Tahap
2 √
Sumber :Dirancang oleh Peneliti 2017
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Perkembangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan
81
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Massa Orde Baru, UU Ormas dengan wadah tunggal Pancasila versi
orde Baru
Pada massa orde baru UU ormas lahir pada periode terkuat
kekuasaan orde Baru, setelah selesainya periode konsolidasi pada satu
dekade sebelumnya, yang ditandai fusi partai-partai politik menjadi
hanya dua partai politik dan Golongan Karya. Pada periode ini pula
kelompok-kelompok oposisi terhadap Soeharto mulai menguat, sehingga
Soeharto menyiapkan perangkat untuk mengontrol sekaligus menggebuk
lawan-lawan politiknya. Caranya lewat “wadah tunggal”, sebagaimana
fusi partai politik, sehingga kontrol dari penguasa saat itu lebih mudah
dilakukan. Mereka yang tidak masuk dalam “wadah tunggal” akan
dituduh melawan penguasa dan layak dibubarkan. Mereka juga harus
berasaskan Pancasila dengan tafsiran Orde Baru. Sehingga mereka yang
tidak berasaskan Pancasila, otomatis dituduh anti-Pancasila.
Selain itu pula pada masa itu ada ketakutan dari pemerintah orde
baru di bawah Presiden Soeharto yang memang dikenal sebagai penguasa
yang diktator, jelas Undang-Undang orgasnisasi kemasyarakatan ini
hanya bertujuan untuk membungkam kelompok ormas yang berhaluan
kanan pada waktu itu. Mengapa demikian, hal ini karena di Indonesia
pada masa itu sedang adanya semangat yang meluap-luap dari kelompok
ormas islam akibat berhasilnya Revolusi Iran tahun 1978 yang membuat
banyak ormas terutama ormas islam yang ingin menghancurkan rezim
Soeharto yang cenderung diktator seperti kekuasaan absolut monarki di
Iran pada waktu itu. Maka lahirlah Undang-Undang nomor 8 tahun 1985
tentang organisasi kemasyarakatan yang merupakan cara untuk
membungkam gerakan islam, karena jika dilakukan menggunakan
cara-cara seperti tahun 65, untuk menghabisi simpatisan Presiden
Soekarno dan gerakan kiri, maka otomatis 99% total dari penduduk
indonesia akan menjadi korban. (www.justiclick.com)
82
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Massa Reformasi Presiden SBY, keluarnya Undang-Undang Nomor
17 tahun 2013 akibat reaksi dari gelombang Perjuangan Organisasi
Masyarakat yang menentang Undang-Undang nomor 8 tahun 1985
Pada awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, hampir semua
organisasi masyarakat sipil, khususnya yang bergerak pada isu hak asasi
manusia, demokratisasi, pemberdayaan, dan antikorupsi, mendesak agar
pemerintah dan DPR mencabut Undang-undang organisasi
kemasyarakatan. Undang-undang ini dinilai “tujuannya” tidak jelas.
Selain syarat kepentingan politik pemerintahan orde baru yang
membentuknya. Hal ini jelas ditentang oleh para pendukung demokrasi
dan hak asasi manusia pada waktu itu karena menurut mereka
Undang-undang organisasi kemasyarakatan produk orde baru merupakan
permasalahan serius yang melanggar kewajiban negara untuk melindungi
kebebasan berorganisasi, sebagaimana yang tercantum pada Pasal 28 dan
Pasal 28E UUD 1945. Namun fakta politiknya lain, justru pemerintah
dan DPR masih menghendaki kontrol yang ketat terhadap organisasi
masyarakat sipil, bahkan cenderung ingin mengintervensi. Saat itu
memang banyak desakan kepada pemerintah untuk melakukan
penegakan hukum, bahkan pembubaran, terhadap organisasi
kemasyarakatan yang suka melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena
itu, alasan itu yang kemudian digunakan oleh pemerintah dan DPR untuk
tetap mempertahankan keberadaan Undang-undnag organisasi
kemasyarakatn. Akan tetapi, setelah UU baru disahkan, penegakan
hukum terhadap organisasi kemasyarakatan yang suka melakukan
kekerasan tersebut tidak kunjung dilakukan.
Oleh karena itu, keluarnya Undang-undang nomor 17 tahun 2013
tentang organisaai kemasyarakatan merupakan desakan dari kelompok
pendukung hak asasi manusia dan demokrasi yang menganggap bahwa
Undang-undang organisasi kemasyarakatan warisan Orde Baru harus
83
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dicabut, karena rawan melangar kehidupan demokrasi warga negara
karena syarat dengan kepentingan politik orde baru dan ditambah dengan
desakan dari beberapa kelompok untuk membubarkan kelompok yang
sering melakukan kerusakan. Maka Undang-undang Nomor 17 tahun
2013 dianggap sebagai solusi jalan tengah antara kedua kelompok tadi
karena tidak menciderai demokrasi dan juga mekanisme hukum pada
Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 yaitu dimana pembubaran
oganisasi kemasyarakatan harus melalui proses peradilan serta sebagai
jalan pula untuk membubarkan organisasi kemasyarakatan yang
membuat kerusakan dan ancaman bagi Negagara Kesatuan Republik
Indonesia.
Presiden Jokowi, gejolak politik nasional dan keluarnya Perppu
Ormas yang kini sudah disahkan
Pada massa pertengahan kepemimpinan Presiden Jokowi, tepatnya
saat pemilihan Gubenur DKI Jakarta, politik nasional memanas dimana
kelompok reaksioner atau oposisi pemerintah melakukan aksi
besar-besaran. Ditambah dengan kasus penodaan agama oleh Gubernur
Petahana, Ahok dan meluasnya sentimen anti pemerintah yang di nilai
tidak berpihak kepada kelompok islam. Berangkat dari hal tersebut, dari
beberapa kelompok organisasi kemasyarakatan dan kelompok oposisi
melakukan aksi besar seperti aksi 212 dan lain-lain. Yang dimana aksi
tersebut di dalamnya terdapat beberapa organisasi kemasyarakatan yang
berhaluan ekstrim kanan. Yang menurut pemerintah berbahaya karena
ingin mengganti ideologi negara indonesia dengan sistem khilafah islam.
Oleh karena itu, keluarlah Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah
Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan yang dalam hal ini mempermudah pemerintah dalam
membubarkan organisasi permasyarakatan yang tidak berasas tunggal
Pancasila tanpa proses peradilan.
84
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Dengan demikian secara teoritis, sebuah Perppu hanya dapat
dikeluarkan karena suatu keadaan bahaya atau karena alasan-alasan yang
mendesak, sementara proses legislasi di DPR tidak dapat dilaksanakan.
Sehingga atas dasar keyakinan itu, Presiden dapat mengeluarkan
peraturan yang materinya setingkat dengan Undang-Undang. Meskipun
unsur “kegentingan yang memaksa” merupakan penilaian yang subjektif
dari Presiden. Kemudian jika kita ingin melihat dari segi objektif maka
kita harus mengacu pada Putusan MK No. 145/PUU-VII/2009
memberikan tiga syarat objektif atas frasa kegentingan yang memaksa
yaitu:
1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;
2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi
kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai;
3. kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan
waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut
perlu kepastian untuk diselesaikan.
Sementara Undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan sudah sangat detail mengatur proses pembubaran suatu
organisasi. Dari mulai pemberian surat peringatan, pembekuan
sementara, sampai dengan pembubaran melalui jalur pengadilan. Artinya,
alasan kekosongan hukum tidak terpenuhi disitu, karena sejatinya
pemerintah tinggal menjalankan saja mandat dari UU ormas.
4.1.2 Lokasi Penelitan
85
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
1. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Jalan Medan
Merdeka Utara Nomor 7 Jakarta Pusat 10110).
2. Koalisi Advokat Penjaga Islam bertindak untuk dan atas Sharia
Law Alqonuni (Alamat : Jl. Ir. Djuanda, No. 8 PBS, Kelurahan
Pisangan, Keamatan Ciputat Timur, 15419).
4.2 Deskripsi Temuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan desain penelitian kualitatif
dengan metode studi normatif, sebab peneliti bermaksud menemukan
jawaban dari peraturan pemerintah pengganti undang-undang pasal 80A
tentang pencabutan statutu badan hukum ormas dalam perspektif
Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk menjawab persoalan tersebut,
peneliti merumuskan 3 masalah yang akan dijawab oleh data dan fakta
hasil penelitian di lapangan, kemudian dideskripsikan lebih lanjut dalam
kepenulisan tesis ini yaitu : (1) Mengapa perppu ormas pasal 80A
menghilangkan proses pembubaran ormas melalui pengadilan dalam
perspektif pendidikan kewarganegaraan ?; (2) Bagaimana pengaturan
keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas dalam perspektif
Pendidikan Kewarganegaraan.. ?; (3) Bagaimana Upaya yang dilakukan
ormas sehubungan dengan penghapusan prosedur pencabutan status badan
hukum ormas dalam pasal 80A?.
Pelaksanaan penelitian ini berlangsung sejak tanggal 19 februari
2018 sampai dengan 5 Maret 2018. Informasi dan data yang diperoleh
dalam penelitian ini merupakan data yang dihimpun melalui proses
analisis ini akan menggunkan triangulasi pengumpulan data yaitu teknik
observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi sumber yakni pihak
penggugat dari yayasan sharia law al qonuni, pihak kemendagri yang
diwakilkan oleh staf bagian pendaftaran ormas, dan pakar hukum disertai
analisis dari berbagai teori yang berkaitan dengan kehidupan berdemokrasi
dan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Berikut ini
86
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
adalah analisisnya yang telah dilakukan untuk memberikan informasi yang
mendukung kepada penelitian ini. Wawancara yang dilakukan adalah
dalam bentuk wawancara langsung secara mendalam terhadap beberapa
informan. Berikut daftar nama informan yang menjadi sumber informasi
dari penelitian tesis ini, yaitu :
Tabel 4.1
Nama-Nama Informan
No. Nama Informan Jabatan/Status Inisial
1. Chandra Purna
Irawan.,MH.,
Ketua Pengurus
Yayasan,
CI
2. Fran Sinatra, S. IP, M.Si Seksi Pendaftaran
Ormas
FS
3. Prof. Suwarma Pakar Hukum SW
Sumber: Diolah oleh penulis, 2018.
4.2.1 Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran ormas
melalui pengadilan dalam perspektif pendidikan kewarganegaraan
Chandra Purna Irawan adalah ketua Komunitas Sarjana Hukum
Muslim Indonesia (KSHUMI) dan juga ketua Koalisi Advokat Penjaga
Islam bertindak untuk dan atas yayasan sharia law al qonuni. Berdasarkan
hasil wawancara dengan CI pada tanggal 19 februari 2018, bahwa dengan
diterbitkannya Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
tentang organisasi kemasyarakatan membatasi ruang gerak kehidupan
berdemokrasi dan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat
sebagai warga Negara Indonesia. CI juga memaparkan bahwa peraturan
pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
organisasi kemasyarakatan yang sekarang sah menjadi Undang-undang
yaitu perubahan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang
organisasi kemasyarakatan merupakan suatu bentuk kriminalisasi
87
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
kelembagaan ormas, pemberian sanksi pencabutan badan hukum ormas
sepihak oleh lembaga pemerintah, peniadaan proses mediasi, peniadaan
proses administrasi, peniadaan proses pelibatan Mahkamah Agung dengan
meminta pendapat Mahkamah Agung, peniadaan proses pengadilan
sehubungan dengan pemberian sanksi pencabutan status badan hukum
ormas bertentang dengan pasal 28E ayat (3) dan 28D ayat (1)
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menjamin hak konstitusional atas kebebasan bersrerikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat serta hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum dengan adanya prinsip supremasi hukum di Negara Indonesia
seharusnya Prinsip ini benar-benar di aplikasikan sesuai cita-cita Hukum
Negara Republik Indonesia.
Terkait dengan pengajuan permohonan uji materil Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017, CI memaparkan bahwa dihilangkannya pasal-pasal
dalam pembekuan ormas merupakan tindakan pemerintah yang sepihak
tanpa prosedur yang benar seperti yang telah dijelaskan pada Pasal 63
sampai 80 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. dengan diberlakukannya ketentuan pasal 1 angka 3
sampai dengan angka 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 17
Tahun 2013 Tentang organisasi kemasyarakatan yang pada pokoknya
menghapus keberlakuan pasal 63 sampai dengan pasal 80 Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang organisasi kemasyarakatan serta
penyisipan pasal 80A pasal 1 angka 24, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 telah meniadakan proses dan prosedur
pencabutan status badan hukum ormas.
Menurut penjelasan CI tentang penjelasan pasal 63 sampai 80 dalam
Undang-undang Nomor 17 Thaun 2013 tentang ormas yang dihapus dalam
perppu nomor 2 tahun 2017 pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah
88
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan telah mengubah ketentuan norma pasal 60, sehingga
berbunyi :
“Pasal 60
(1) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21, Pasal 51, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) diiatuhi
sanksi administratif.
(2) Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 dan Pasal 59 ayat (3) dan ayat (4) dijatuhi sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana”.
Pengaturan Norma Sanksi Pidana kepada kelembagaan ormas
sebagaimana diatur dalam pasal 60 ayat (2) ini bertentangan dengan asas
kepastian hukum, keadilan hukum dan jaminan atas perlindungan sebagai
hak konstitusi setiap warga negara, dimana badan hukum (Recht Person)
telah dikualifikasikan memiliki pertanggungjawaban pidana pada
pelanggaran yang dilakukan secara kelembagaan ormas. Dan dalam
Perppu ormas juga tidak menjelaskan siapa yang dimintai
pertanggungjawaban pidana jika ternyata ada ormas yang melanggar
ketentuan pasal 60 ayat (2). Hal mana tentu menimbulkan ketidakpastian
hukum sehingga dalam penerapannya dapat disalahgunakan oleh aparat
penegak hukum dengan menggunakan wewenang dan tafsir sepihak, tanpa
merujuk ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, karena UU ormas bersifat mengatur, membina, melayani dan
mengayomi ormas, maka sangat tidak layak jika dalam ketentuan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang
perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
Kemasyarakatan, mengatur norma pasal dan melakukan kriminalisasi
secara kelembagaan terhadap organisasi kemasyarakatan.
Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17
89
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan telah mengubah ketentuan
norma pasal 61, sehingga berbunyi :
Pasal 6l
(1) Sanksi administratif sebegaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) terdiri atas:
a. peringatantertulis;
b. penghentian kegiatan; dan/atau
c. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan
status badan hukum.
(2) Terhadap Ormas yang didirikan oleh warga Negara asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) selain dikenakan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b juga dikenakan sanksi keimigrasian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
ayat (2) berupa:
a. pencabutan surat keterangan terdaftar oleh Menteri; atau
b. pencabutan status badan hukum oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia.
(4) Dalam melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dapat
meminta pertimbangan dari instansi terkait.
Penyederhanaan proses pemberian sanksi administrasi, terutama pada
pasal 61 ayat (1) b yang memberikan wewenang secara kumulatif kepada
pemerintah untuk melakukan penghentian sementara kegiatan sekaligus
mencabut status badan hukum ormas, tidak memberi ruang bagi ormas
untuk melakukan pembelaan baik berbentuk klarifikasi maupun
konfirmasi. Penghilangan hak pembelaan bagi ormas dengan merubah
90
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
pengaturan norma pada pasal 61 Perppu ormas bertentangan dengan asas
kepastian hukum, keadilan hukum dan jaminan atas perlindungan sebagai
hak konstitusi setiap warga negara, sebagaimana telah diatur dan dijamin
Konstitusi.
Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17
Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan telah mengubah ketentuan
Norma pasal 62, sehingga berbunyi :
Pasal 62
(1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat
(l) huruf a diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.
(2) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya
menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.
(3) Dalam hal Ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 21, Menteri dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak
asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan
pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status
badan hukum.
CI mengatakan penyederhanaan (pemberangusan) proses pemberian
peringatan, apalagi hanya dilakukan 1 (satu) kali dalam waktu hanya
dalam jangka waktu (7) tujuh hari dan dihitung sejak ditandatangani dan
bukannya sejak diterima pihak yang diperingatkan, rawan diselewengkan
dan disalah gunakan pemerintah.hal itu secara factual telah dibuktikan
dengan dibubarkannya ormas Islam berbadan hukum perkumpulan
Hizbut Tahrir Indonesia.
Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun
91
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
organisasi kemasyarakatan, ditetapkan dan efektif berlaku sejak tanggal 10
Juli 2017. Menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan
mengumumkan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan pada
tanggal 11 Juli 2017. kemudian dirjen administrasi hukum umum
kementrian hukum dan hak asasi manusia telah mengumumkan
pernyataan pencabutan status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia
melalui keputusan Nomor : AHU – 30. AH.01.08 Tahun 2017 pada
tanggal 19 Juli 2017.
CI menegaskan bahwa dalam waktu yang relative singkat (9 hari),
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017
tentang perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
organisasi kemasyarakatan telah digunakan untuk membubarkan status
badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia, tanpa proses mediasi,
klarifikasi dan konfirmasi, sehingga tidak memberikan ruang bagi ormas
yang dibubarkan untuk melakukan pembelaan diri minimal memberikan
klarifikasi dan/atau konfirmasi. Penghilangan hak pembelaan bagi ormas
dengan merubah pengaturan norma pada pasal 62 Perppu ormas
bertentangan dengan asas kepastian hukum, keadilan hukum dan jaminan
atas perlindungan sebagai hak konstitusi setiap warga negara,
sebagaimana telah diatur dan dijamin konstitusi.
Pasal 1 angka 6 sampai dengan angka 23 Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan telah menghapus keberlakuan pasal 63, pasal 64, pasal 65,
pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 69, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73,
pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, pasal 78, pasal 79 dan pasal 80
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. Penghapusan 17 pasal krusial dalam Undang Undang
92
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, dari pasal 63
sampai dengan pasal 80, telah meniadakan proses mediasi, peniadan
proses administrasi (sejak SP1-SP3), peniadaan proses pelibatan
Mahkamah Agung dengan meminta fatwa kepada mahkamah agung dan
peniadaan proses pengadilan. CI mengatakan sebelum terbitnya
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang
perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan, proses pencabutan status badan hukum harus melalui
berbagai proses dan tahapan, semata-mata untuk menjaga dan
menghormati hak konstitusional ormas yang telah memenuhi kewajiban
mencatatkan status badan hukum melalui lembaga Pemerintah.
Menurut CI ketentuan pasal 1 angka 3 sampai dengan 24, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang
perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD)
khususnya 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1) dan pasal 28E ayat (3).
Penghapusan keberlakuan pasal 63 sampai 80 Undang Undang Nomor 17
Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan serta penyisipan pasal
80A memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan
hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan. Padahal,
proses itu penting untuk menjamin prinsip due process of law, Equal
before the Law dan asas Presumption of innocent, yang memberikan ruang
kepada ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi
hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.
Menurut ketentuan pasal 63 sampai dengan pasal 80, organisasi
kemasyarakatan yang hendak dicabut status badan hukumnya tidak dapat
secara sepihak, secara serta merta dicabut status badan hukumnya oleh
pemerintah, melainkan harus mengikuti serangkaian proses yang diawali
dengan mediasi, adminsitrasi, pemberhentian sementara, barulah sampai
proses pengajuan permohonan pencabutan status badan hukum ke
pengadilan.
93
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Proses pencabutan status badan hukum diantaranya harus melewati
proses administrasi dan pemberian sanksi administrasi sampai dengan
proses pencabutan di pengadilan secara rinci diatur dalam pasal-pasal
sebagai berikut :
- Pasal 61 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 ayat (1) terdiri atas: a. peringatan tertulis; b.
penghentian bantuan dan/atau hibah; c. penghentian sementara
kegiatan; dan/atau d. pencabutan surat keterangan terdaftar
atau pencabutan status badan hukum.
- Pasal 62 (1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 huruf a terdiri atas: a. peringatan tertulis kesatu; b.
peringatan tertulis kedua; dan c. peringatan tertulis ketiga. (2)
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan secara berjenjang dan setiap peringatan tertulis
tersebut berlaku dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis
sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
mencabut peringatan tertulis dimaksud. (4) Dalam hal Ormas
tidak mematuhi peringatan tertulis kesatu dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis
kedua. (5) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis
kedua dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud 17 pada ayat
(2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan
peringatan tertulis ketiga.
- Pasal 63 (1) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan
tertulis kesatu sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis
kedua. (2) Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis
kedua sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah
94
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis ketiga.
- Pasal 64 (1) Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan
tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5)
dan Pasal 63 ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dapat menjatuhkan sanksi berupa: a. penghentian bantuan
dan/atau hibah; dan/atau b. penghentian sementara kegiatan.
(2) Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan dan/atau
hibah, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan
sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b.
- Pasal 65 (1) Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian
sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional,
Pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari
Mahkamah Agung. (2) Apabila dalam jangka waktu paling lama
14 (empat belas) hari Mahkamah Agung tidak memberikan
pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan
sanksi penghentian sementara kegiatan. (3) Dalam hal
penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap
Ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah
wajib meminta pertimbangan pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai
dengan tingkatannya.
- Pasal 66 (1) Sanksi penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b
dijatuhkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (2)
Dalam hal jangka waktu penghentian sementara kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Ormas dapat
melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan Ormas. (3) Dalam hal
Ormas telah mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan
sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat
95
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
mencabut sanksi penghentian sementara kegiatan.
- Pasal 67 (1) Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak
mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah atau
Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi pencabutan
surat keterangan terdaftar. (2) Pemerintah atau Pemerintah
Daerah wajib meminta pertimbangan hukum Mahkamah Agung
sebelum menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan
terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Mahkamah
Agung wajib memberikan pertimbangan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan
pertimbangan hukum.
- Pasal 68 (1) Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi
sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan
sanksi pencabutan status badan hukum. (2) Sanksi pencabutan
status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran
Ormas berbadan hukum. (3) Sanksi pencabutan status badan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia.
- Pasal 69 (1) Pencabutan status badan hukum Ormas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Pencabutan
status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
96
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
- Pasal 70 (1) Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke
pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan
tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. (2)
Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai dengan
tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat
pendaftaran permohonan pembubaran sesuai dengan tanggal
pengajuan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disertai
bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah, permohonan pembubaran Ormas
berbadan hukum tidak dapat diterima. (5) Pengadilan negeri
menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5
(lima) hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran
permohonan pembubaran Ormas. (6) Surat pemanggilan sidang
pemeriksaan pertama harus sudah diterima secara patut oleh
para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan
sidang. (7) Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6), Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk
membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di
persidangan.
- Pasal 71 (1) Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) harus diputus oleh
pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat. (2)
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan
97
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Ketua Mahkamah Agung. (3) Putusan pembubaran Ormas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
- Pasal 72 Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan
pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
kepada pemohon, termohon, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum.
- Pasal 73 (1) Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi. (2)
Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak diajukan upaya
hukum kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salinan
putusan pengadilan negeri disampaikan kepada pemohon,
termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling
lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak putusan
diucapkan.
- Pasal 74 (1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 73 ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan
negeri diucapkan dan dihadiri oleh para pihak. (2) Dalam hal
pengucapan putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dihadiri oleh para pihak, permohonan kasasi
diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari
sejak salinan putusan diterima secara patut oleh para pihak. (3)
Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didaftarkan pada pengadilan negeri yang telah memutus
pembubaran Ormas. (4) Panitera mencatat permohonan kasasi
pada tanggal diterimanya permohonan dan kepada pemohon
98
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera.
(5) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada
panitera pengadilan dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
- Pasal 75 (1) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi
dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74
kepada termohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi
didaftarkan. (2) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra
memori kasasi kepada panitera pengadilan paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal memori kasasi
diterima. (3) Panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra
memori kasasi termohon kepada pemohon kasasi dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal
kontra memori kasasi diterima. (4) Panitera wajib
menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra
memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan
kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lama 40
(empat puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi
didaftarkan atau paling lama 7 (tujuh) hari sejak kontra memori
kasasi diterima.
- Pasal 76 (1) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 74 ayat (5) tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri
menyampaikan surat keterangan kepada Mahkamah Agung
yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan
memori kasasi. (2) Penyampaian surat keterangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu
penyampaian memori kasasi.
- Pasal 77 (1) Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan
kasasi dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling
99
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan
kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung. (2) Permohonan
kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 harus diputus
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera
Mahkamah Agung.
- Pasal 78 (1) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan
salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri
dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung
sejak tanggal permohonan kasasi diputus. (2) Pengadilan
negeri wajib menyampaikan salinan putusan kasasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemohon kasasi,
termohon kasasi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak
putusan kasasi diterima.
- Pasal 79 Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau
sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
huruf a tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 atau Pasal 52, Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi: a.
peringatan tertulis; b. penghentian kegiatan; c. pembekuan izin
operasional; d. pencabutan izin operasional; e. pembekuan izin
prinsip; f. pencabutan izin prinsip; dan/atau g. sanksi
keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Pasal 80 Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal
78 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penjatuhan sanksi
untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh
warga negara asing atau warga negara asing bersama warga
100
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
negara Indonesia, atau yayasan yang didirikan oleh badan
hukum asing.
CI mengatakan dengan diberlakukannya ketentuan Pasal 1 angka 3
sampai dengan angka 24 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor 17
Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan yang pada pokoknya
menghapus keberlakuan pasal 63 sampai dengan 80 Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan serta
penyisipan pasal 80A pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan telah
meniadakan proses mediasi yang esensinya membina ormas, meniadakan
pemberian sanksi administrasi yang berjenjang untuk mengembalikan
ormas pada relnya, meniadakan pelibatan lembaga Kejaksaan sebagai
Wakil Negara, Pelibatan Mahkamah Agung untuk memberikan fatwa
dalam hal pembekuan kegiatan, sampai dengan meniadakan proses
permohonan pencabutan status badan hukum organisasi kemasyarakatan
melalui pengadilan baik ditingkat pertama sampai dengan tingkat kasasi di
Mahkamah Agung. Dengan dihilangkannya prosedur pembubaran ormas
sebagaimana sebelumnya diatur melalui pasal 63 sampai dengan 80,
termasuk disisipkannya ketentuan pasal 80A, maka hal ini meniadakan
prinsip Due Proces Of Law dan Prinsip Equal Before The Law.
Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan
pemerintah dapat secara sepihak mencabut (membubarkan) status badan
hukum organisasi kemasyarakatan tanpa terlebih dahulu melakukan
mediasi dan tanpa memberi kesempatan kepada ormas dimaksud untuk
membela diri dimuka pengadilan. Kewenangan pemerintah yang dapat
mecabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tanpa proses
pengadilan dapat menjadi celah terjadinya praktik penyalahgunaan
101
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
wewenang/kekuasaan (abuse of power).
Menurut CI berdasarkan ketentuan pasal pasal 27 ayat (1) 28D ayat
(1) dan 28E ayat (3) menyebutkan : Pasal 27 ayat 1.“Segala warga negara
bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal 28D ayat 1.“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum”. Pasal 28E ayat 3.“Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. pasal
28D ayat (1) merupakan pijakan dasar dan perintah konstitusi untuk
menjamin setiap warga Negara, untuk mendapatkan akses terhadap
keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum
dapat diwujudkan dengan baik. Posisi dan kedudukan seseorang didepan
hukum (the equality of law) ini, menjadi sangat penting dalam
mewujudkan tatanan system hukum serta rasa keadilan masyarakat.
Dengan adanya kewenangan Pemerintah membubarkan ormas tanpa
melalui proses pengadilan ini maka mengakibatkan proses pencarian
keadilan menjadi terhalang tidak adil dan tidak pasti. Bahwa hukum tanpa
kepastian akan kehilangan maknanya sebagai hukum karena tidak lagi
dapat dijadikan pedoman perilaku bagi sernua orang (Ubi jus incertum, ibi
jus nullum; dimana tiada kepastian hukum, disitu tidak ada hukum).
CI mengatakan Perppu ormas telah menghilangkan bagian penting
dari jaminan kebebasan berserikat di Indonesia Yaitu, proses pembubaran
organisasi melalui pengadilan. Sebab, Pasal 61 Perppu ormas
memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status badan hukum
ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di pengadilan. Padahal, proses
itu penting untuk menjamin prinsip due process of law yang memberikan
ruang kepada ormas untuk membela diri dan memberikan kesempatan
bagi hakim untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara
adil. Mekanisme ini juga mencegah terjadinya kesewenang-wenangan
102
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
pemerintah dalam membubarkan ormas. Penerbitan Perppu Nomor 2
Tahun 2017 dilakukan secara sewenang-wenang oleh presiden yang
membuat presiden menghapus kewenangan pengadilan menjadi
kewenangan pemerintah hanya dengan surat pencabutan SKT dan Status
BHP ormas. Presiden seharusnya tunduk dan patuh kepada sumpah
jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UUD 1945.
Selanjutnya CI mengatakan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak
dapat dibiarkan membuat interprestasi sendiri untuk menghindari
absolutisme kekuasaan dengan membuat penafsiran sendiri tentang ihkwal
dan keadaan yang memaksa seperti dimaksudkan dalam Pasal 22 UUD
1945. Apabila presiden dengan mudahnya mengeluarkan Perppu secara
jelas dan nyata akan menimbulkan komplikasi hukum, ketidakpastian
hukum, ini merupakan kediktatoran konstitusional sehingga sangat
bertentangan dengan hakikat yang diamanatkan dalam Pasal 9 ayat (1)
UUD 1945. ”Sebelum memangku jabatannya, presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan
sungguh-sungguh di hadapan majelis permusyawaratan rakyat atau Dewan
Perwakilan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada nusa dan bangsa". Bahwa tindakan presiden tersebut dengan
mudahnya mengeluarkan Perppu dapat menjadi presiden buruk dan dapat
membahayakan negara, akan berpotensi mudah mengeluarkan Perppu.
Misalnya membubarkan organisasi advokat, Perppu membubarkan
organisasi masyarakat (ormas), Perpu pembredelan pers atau Peprpu
membubarkan mahkamah konstitusi karena putusan-putusan mahkamah
konstitusi berbeda dengan presiden (eksekutif), sehingga terkesan negara
selalu dalam keadaan genting. Dapat dikategorikan sebagai wujud
penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan kesewenang-wenangan
103
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
(arbitrary action).
Pasal 61 ayat (1), dan Pasal 62 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta
pasal 80A didalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Bahwa pemerintah
dalam hal ini menteri dalam negeri (mendagri) dan menkumham berhak
melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar (SKT) atau pencabutan
badan hukum perkumpulan (BHP). Dengan dicabutnya SKT dan BHP
sekaligus dinyatakan bubar. Semula berdasarkan UU ormas hanya
pengadilan yang berhak membubarkan ormas. Tidak diperlukan lagi
pengajuan atau permohonan ke pengadilan seperti ketentuan sebelumnya.
Perppu ini untuk menyimpangi proses dan prosedur hukum pembubaran
sebagainya diatur UU ormas. Memindahkan otoritas pembubaran dari
Pengadilan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kemenkumham dan
kemendagri.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan dirjen
ormas yaitu FS mengatakan terkait dikeluarkannya Perppu ormas Nomor 2
Tahun 2017 bukan suatu tindakan rezim otoriter oleh pemerintah
melainkan tindakan yang sudah dirapatkan dan didiskusikan sudah lama
dengan tujuan untuk melindungan bangsa dan negara dari opini politik
yang bertentangan dengan dasar negara Indonesia yaitu pancasila. FS
menjelaskan bahwa dengan disahkannya Undang-Undang ormas Nomor
16 Tahun 2017 bukan untuk membius dan memenjarakan kebebasan dan
hak-hak ormas, juga tidak melanggar atau mengancam hak berserikat,
akan tetapi dengan undang-undang-ini ormas diatur dan dibatasi
gerakannya sesuai dengan hukum tujuannya agar melindungi masyarakat
dan negara dari hal yang keluar dari dasar negara indonesia. FS
memaparkan dengan dikeluarkannya Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017
Pada bulan Juli oleh pemerintah yang berujung dibubarkannya salah satu
ormas yaitu Hizbut Tahrir bukan suatu tindakan gegabah pemerintah tetapi
hal ini sudah dibahas oleh pemerintah dan diamati oleh pemerintah terkait
dengan ormas Hizbut Tahrir yang kegiatan politiknya berindikasi untuk
mengganti dasar negara indonesia dengan sistem islam, menurut FS tentu
104
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
hal ini menjadi ancaman negara dan dapat memecah belah warga negara
indonesia jika ormas Hizbut Tahrir terus dibiarkan menjalankan aktifitas
dakwah politiknya. Oleh karena itu, langkah pemerintah membubarkan
ormas Hizbut Tahrir merupakan keputusan yang benar. Menurut FS
berkaitan dengan pembekuan salah satu ormas ini tidak melanggar
Hak-hak ormas dalam berdemokrasi dan tidak melanggar hak berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat karena sebenarnya dengan
Undang-undang ormas Nomor 16 Tahun 2017 ini justru melindungi
Hak-hak ormas. Dan hak ormas dilindungi oleh konstitusi negara
Indonesia yang tercantum Pada Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang
Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara, FS mengatakan bahwa ormas yang
terdaftar di Kementerian dalam negeri pada tahun 2017 yaitu 112 ormas
dan 2018 yaitu 225 ormas di indonesia. Untuk Nama-nama ormas yang
terdaftar tercantum pada lampiran-lampiran peneliti.
Tabel 4.2
Jumlah Ormas yang terdaftar di Kemendagri 2017 dan 2018
Organisasi Masyarakat (Ormas)
Tahun 2017 Tahun 2018
112 225
Sumber : Kementerian Dalam Negeri, 2018
Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan kemendagri RI
yaitu FS juga memaparkan dan menegaskan bahwa Penyisipan pasal 80A
tentang pencabutan status badan hukum ormas bukan bentuk ke
otoriteran pemerintah, dasar pembuatan undang-undang ormas tidak
lepas dari Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yaitu pada pasal 28A sampai pasal 28J. FS memaparkan bahwa
kehidupan berdemokrasi ormas dijamin oleh negara dan negara tidak
105
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
boleh melarang kegiatan ormas, tetapi terkadang ormas lupa dengan pasal
28J yaitu untuk tunduk pada peraturan yaitu Undang-undang. Pemerintah
perlu untuk mengelola dan mengatur ormas dengan batasan-batasan yang
diatur undang-undang seperti yang tercantum dalam pasal 28J ayat (2).
Menurut FS undang-undang ormas tidak melanggar maupun mengancam
kehidupan berdemokrasi, pemerintah tidak melarang kegiatan ormas
selama ormas tersebut tidak memiliki tujuan untuk mengganti dasar
negara Indonesia yaitu pancasila.
FS memaparkan Undang-undang ormas dalam pasal 80A yang
menurut ormas yang mengajukan gugatan Perppu nomor 2 tahun 2017
(yayasan sharia law al qonuni) tentang penghapusan pasal 63 sampai 80
dalam undang-undang nomor 17 tahun 2017 yang menghilangkan
prosedur pembubaran ormas tidaklah benar untuk di iyakan karena dalam
pasal 61 sudah diatur dengan tegas prosedur pencabutan status badan
hukum ormas. Batasan yang dimaksud bukan untuk mengontrol ormas
melainkan dalam hal pengelolaan dan pengawasan terhadap ormas.
FS memaparkan ormas yang dibubarkan pada bulan juli yaitu Hizbut
Tahrir Indonesia, bukan karena kegiatan dakwah islamnya tetapi kegiatan
gerakan politiknya yang berindikasi mengganti pancasila. mengenai
hukuman pidana pada perppu ormas Nomor 16 Tahun 2017 bertujuan
untuk membuat efek jera bagi ormas yang melawan negara dan itu
merupakan solusi terakhir yang dipakai pemerintah, kalau tidak
dituliskan hukum pidana pada Undang-undang ormas Nomor 16 Tahun
2017 dan hanya dituliskan hukum administratifnya tentu tidak
menimbukan efek jera pada ormas yang melawan negara, dan
undang-undang ormas pun tidak bertentangan dengan KUHP, karena
dibuatnya perppu 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan
berpedoman pada KUHP dan Undang-undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
106
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Menurut FS Dalam UU sebelumnya, UU Nomor 17 tahun 2013
tentang ormas, pembubaran sebuah ormas harus dilakukan melalui proses
peradilan. Sanksi penghentian ormas wajib meminta pertimbangan hukum
dari Mahkamah Agung, Itu untuk ormas yang lingkupnya nasional.
Sementara untuk ormas yang lingkupnya provinsi/kabupaten, kepala
daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan DPRD, kepala kejaksaan,
dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya. Aturan itu tercantum
dalam Pasal 65 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas. Sementara,
menurut FS dalam Perppu No. 2/2017, ketentuan sebagaimana di dalam
pasal 65 itu dihapuskan (selain pasal 65, ada juga pasal-pasal lain yang
dihapuskan). Gantinya, dicantumkan peraturan bahwa ormas yang terkena
sanksi administratif berupa pencabutan status badan hukum dilakukan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia.
FS mengatakan Dalam mencabut status badan hukum ormas, menteri
dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait. Dengan demikian,
berdasarkan Perppu, kemenkumham nantinya berwenang mengeluarkan
sekaligus mencabut perizinan sebuah ormas. Selanjutnya Di UU yang
lama, tidak ada asas contrarius actus. Jadi, yang mengeluarkan izin
seharusnya bisa mencabut izin. Tentu mencabut izin itu ada aturannya
juga, tidak bisa suka-suka. Itu prinsip hukum dasar. Aturan contrarius
actus itu yang jadi ada di dalam perppu. Namun, Perppu No. 2/2017 tidak
bisa menindak situs ormas yang dianggap melenceng dari ideologi bangsa.
Penindakan dilakukan berdasar pada UU Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Penanganan di dunia medsos (media sosial), baik oleh
ormas atau siapapun, termasuk media online, tidak berkaitan langsung
dengan Perppu, kemenkominfo bisa memblokir situs ormas bila terbukti
menyebarkan konten-konten negatif, menyimpang atau tidak sesuai
dengan ideologi bangsa.
107
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
FS menegaskan Perppu yang mengatur tentang pembubaran
organisasi kemasyarakatan atau ormas tidak hanya ditujukan untuk satu
ormas saja, Perppu No.2/2017 diperlukan karena selama ini
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang ormas tidak
memungkinkan tindakan pembubaran ormas. Selanjutnya, dalam Perppu
ormas yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 10 Juli
2017 antara lain mengatur terkait larangan dan sanksi terhadap ormas di
Indonesia. Ketentuan Pasal 61 dan 63 diubah dan dihapuskan pasal 63-80
proses dan prosedur pembubaran ormas. Selain itu, menurut Perppu ini,
ormas yang dicabut status badan hukumnya sekaligus dinyatakan
dibubarkan, yakni seperti bunyi Pasal 80A “pencabutan status badan
hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 Ayat (1) huruf c dan
ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peratutan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.”
Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan pakar hukum yaitu
SW, menjelaskan bahwa lahirnya Peraturan pemerintah pengganti
undang undang ormas pada bulan juli merupakan bentuk pergeseran dari
teori kedaulatan hukum ke teori kedaulatan negara. Hukum yang
semestinya mempunya kekuatan dalam mengatur negara, pada saat ini
berbalik beruhah menjadi negara yang mengatur hukum, hal ini lah yang
terjadi saat ini negara melalui kedaulatannya membuktikan konstitusi
dikendalikan oleh negara, padahal hukumlah yang mempunya kekuasaan
untuk mengatur negara. SW menjelaskan bahwa ada 2 teori kedaulatan
atau Due Of Law yaitu : (1) Penganut teori kedaulatan hukum berada atas
dasar hukum yang ada negara tersebut; (2) Teori kedaulatan negara. SW
mengatakan saat ini Indonesia berada pada posisi negara yang mengatur
Hukum sehingga hukum terkorek oleh teori kedaulatan negara, sehingga
yang ditakutkan dengan pergeseran dari kedaulatan hukum ke kedaulatan
negara maka rakyat akan memberontak karena rezim menampakkan ke
otoriteran, seperti contoh bukti yang telah terjadi yaitu diterbitkannya
108
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Perppu No. 2 Tahun 2017 yang sekarang telah sah menjadi
Undang-Undang ormas Nomor 16 Tahun 2017. Menurut SW ketika
diterbitkannya Perppu harus memenuhi 2 tahapan yaitu : (1) adanya
keadaan;, (2) undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada,
sehingga terjadi kekosongan hukum;, (3) kekososngan hukum tersebut
tidak dapat diatasi. Dan yang paling utama menurut SW harus ada
pernyataan dari State Emergency dari kepala negara yaitu presiden.
Menurut SW Undang-undang ormas yang mendapat penolakan dari
berbagai kalangan membuat gaduh rakyat yaitu ormas yang saat ini sudah
memiliki satutus badan hukum bisa saja dicabut sepihak oleh pemerintah
tanpa adanya proses peradilan yang sah, hal ini tentunya mengancam
Hak-hak ormas, khususnya hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
4.2.2 Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas
dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.
Berdasarkan wawancara dengan CI, Bahwa CI memaparkan pasal
80A dalam Perppu no.2 thn 2017 yang berisi pencabutan status badan
hukum merupakan bentuk pembatasan kebebasan berserikat ormas
karena sebenarnya keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan lebih sempurna dan memadai.
Karenanya, Perppu ormas tidak memiliki urgensi untuk diterbitkan,
mengingat prosedur dan mekanisme yang lebih lengkap dan memadai
terkait mengatasi dinamika keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik
melalui upaya persuasif, mekanisme pemberian sanksi administrasi
berupa peringatan tertulis, pembekuan sementara dan mekanisme yudisial
untuk dapat membubarkan ormas, dengan adanya Perppu justru
mekanisme dan prosedur tersebut semuanya dihilangkan. dengan
dihilangkannya prosedur pembubaran melalui pengadilan berdasarkan
ketentuan pasal 80A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17
109
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan, maka setiap ormas
termasuk yayasan sharia law al qonuni terancam dibubarkan secara
sepihak oleh pemerintah tanpa melalui proses pengadilan. Hal ini
merupakan bentuk pembatasan kebebasan ormas, ketika dalam
pembubaran ormas seharusnya meminta fatwa daripada Mahkamah
Agung akan tetapi proses ini dihilangkan sehingga perppu nomor 2 tahun
2017 ini bias untuk diterapkan karena terkandung unsur untuk membatasi
hak hak ormas. .
CI mengatakan bahwa ormas berbadan hukum yang dikelolanya
dalam Kapasitasnya sebagai ormas berbadan hukum privat berbentuk
yayasan, yang secara konstitusional telah dirugikan kak konstitusionalnya
untuk menjalankan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat, sekaligus kak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
dalam naungan badan hukum privat berdasarkan konstitusi pasal 28E
ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI 1945, atas diterbitkannya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang
perubahan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan.
CI memaparkan bahwa justru Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017
mengekang hak-hak warga Negara Indonesia untuk berorganisasi, untuk
menjalankan kehidupan berdemokrasinya sebagai warga Negara, tentu
sudah jelas hal ini mengkriminalisasi kehidupan berdemokrasi dan
mengkriminalisasi hak-hak warganegara untuk menjalankan kegiatan
keorganisasian yang sebenarnya kegiatannya dilindungai oleh konstitusi
Negara Indonesia yaitu pada Pasal 28E ayat (3) Undang-undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
CI memaparkan ada ada beberapa pembatasan dalam pasal 80A
Perppu Nomor 2 tahun 2017 organisasi kemasyarakatan yang tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku, baik itu peraturan nasional (UU HAM)
110
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
maupun peraturan Internasional (DUHAM). pembatasan yang tidak sesuai
menurut ketentuan peraturan yang berlaku ttersebut iala perihal
oencabutan status badan hukum ormas tanpa prses dan prosedur yang
benar sebagaimana yang terdapat pada pasal 63 sampai dengan 80 dalam
undang-undang ormas nomor 17 tahun 2013. CI menegaskan Seperti hak
untuk berserikat menjadi salah satu hak yang masuk dalam zona irisan
antara hak sipil dan politik. Dengan demikian, fungsi demokratis hak ini
tidak dapat dilupakan yang memberikan kewajiban yang lebih besar pada
negara untuk menjamin terlaksananya hak itu dengan tindakan-tindakan
untuk melakukan sesuatu guna menjamin pelaksanaannya. Pembatasan
apapun yang dilakukan atas hak terkait memang diperbolehkan oleh
ketentuan yang ada dalam kovenan, namun dalam hal ini negara harus
dapat menunjukkan bahwa pembatasan itu memang diperlukan dan
dilakukan secara proporsional. Pembatasan yang dilakukan juga harus
tetap menjamin perlindungan hak asasi manusia tetap efektif dan
terus-menerus, serta tidak boleh dilakukan dengan cara yang dapat
mengancam terlindunginya hak tersebut. Harus diperhatikan bahwa
negara juga mempunyai kewajiban untuk melindungi hak yang tercantum
dalam kovenan dari intervensi pihak ketiga. Dalam tataran hukum
nasional, konsep mengenai tanggung jawab negara terhadap pemenuhan,
penghormatan dan perlindungan HAM diwujudkan dalam bentuk
pengaturan didalam konstitusi negara/dasar hukum negara, yaitu dalam
UUD 1945 tepatnya pada Pasal 28D ayat (1). Pengaturan beberapa hak
dalam konstitusi/UUD 1945 menyiratkan bahwa negara memiliki
kewajiban moral/state obilgation untuk memberikan jaminan bagi
pengakuan dan penegakaan Ham setiap warga Negara Indonesia.
Sementara itu di dalam sistim perundang-undangan Indonesia pada
hakikatnya telah dikenal konsep tanggung jawab negara dan pengakuan
negara terhadap Ham. Ketentuan tersebut telah diatur di dalam UU No 39
Tahun 1999 tentang Ham tepatnya dalam Pasal 2. Terkait dengan
kewajiban negara sebagai pemangku utama dalam pemenuhan Ham
111
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
menurut DUHAM, konvenan Sipol dan UU Ham, maka dengan ini negara
berhak menjatuhkan sanksi terhadap segala bentuk pelanggaran HAM
sebagai wujud dari perlindungan Ham itu sendiri.
CI mengatakan Perlindungan hukum hak atas kebebasan berserikat
dalam UU ormas itu sendiri dilakukan dengan memberikan kebebasan
berserikat sepanjang tidak melanggar tuntutan yang adil atas dasar
pertimbangan moral, nilai agama, keamanan dan ketertiban umum yang
diakui dalam masyarakat yang demokratis. Meletakkan batas dan memberi
dasar bagi penindakan terhadap ormas, jikalau kebebasan berkumpul dan
berserikat yang dimiliki ternyata mengakibatkan pelanggaran terhadap hak
orang lain dan ketertiban umum, menyebabkan ada kemungkinan
organisasi masyarakat yang demikian dikenakan sansi hukum, bukan
hanya menyangkut anggota-anggota, melainkan juga terhadap organisasi
(corporate) nya yang kemudian dibebankan kepada pengurus. Sanksi
tersebut merupakan bagian penting dalam pengaturan ormas untuk
menanggapi perkembangan yang terjadi di masyarakat. Sanksi tersebut
bahkan dapat secara optimal sampai kepada pembubaran ormas dan
perampasan aset yang digunakan untuk melakukan pelanggaran hukum
sedemikian rupa ekstrim dalam akibat-akibatnya namun hal yang terjadi
berkaitan pasal 80A dalam Perppu nomor 2 tahun 2017 ini tentang
pencabutan status badan hukum merupkan bentuk pembatasan ormas
dalam hak berserikat, dibuktikan dengan dihapuskannya pasal 63 sampai
80A tentang prosedur pencabutan status badan hukum yang sudah terinci
dijeaskan dalam Undang-undang ormas nomor 17 tahun 2013.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bagian ormas yaitu FS
mengatakan bahwa dalam pasal 80A yang berisi pencabutan status badan
hukum ormas tidak ada niat untum membatasi kebebasan ormas dalam
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 80A yang
menghilangkan proses dan prosedur pencabutan status badan hukum
ormas dalam undang-undang omor 17 tahun 2013 dalam pasal 63 sampai
80 saat ini sudah tidak sesuai lagi karena prosedur pencabutan status badan
112
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
hukum ormas dalm undang undang tersebut membutuhkan proses yang
lama sehingga banyak waktu yang terbuang apabila negara berada dalam
ancaman dari ormas yang ingin menggantikan dasar negara indonesia
yaitu pancasila, oleh karena itu sudah benar kepala negara mengeluarkan
perppu ormas nomor 2 tahun 2017 karena hal tersebut berada dalam
kondisi mendesak untuk menjaga keamanan nasional dan kestabilan
negara dari ancaman ormas yang berniat memecah belah pemikiran
masyarakat.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan pakar hukum yaitu
SW mengenai pasal 80A dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017 apakah
sebagai bentuk pembatasan ormas. SW mengatakan pasal 80A yang
berbunyi “pencabutan status badan hukum ormas sebagaiman dimaksud
dalam pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan
bubar berdasarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini‟.
Menurut SW dilihat dari bunyi pasal 80A yang merujuk pada pasal 61 ayat
(1) huruf c yang berbunyi “(1) sanksi adminstratif sebagaimana
dimaksud dalam pasal 60 ayat (1) terdiri atas: a. peringatan tertulis; b.
penghentian kegiatan;dan/atau c. pencabutan surat keterangan terdaftar
atau pencabutan status badan hukum. Dan ayat (3) huruf b yang berbunyi
:” b. pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
Berdasarkan bunyi pasal di atas, terdapat banyak pembatasan hak atas
kebebasan berserikat yang tidak sesuai dengan amanat UU Ham maupun
peraturan Ham internasional. Diantaranya ada pembatasan yang
didasarkan pada perihal yang mencabut status badan hukum yaitu oleh
mennteri yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum yang
seharusnya proses pencabutan status badan hukum harus diajukan terlebih
dahulu ke pengadilan negeri setelah dinyatakan bersalah oleh hakim maka
ormas yang melanggar boleh dibubarkan atau dicabut status badan
hukumnya bukan langsung dibubarkan secara sepihak oleh kementerian
hukum dan Ham, Hal ini tentu tidak dibenarkan karena justru akan
113
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
menjadi pelanggaran terhadap pembatasan hak asasi manusia. Dengan
demikian, pembatasan-pembatasan di atas juga memberi petunjuk tidak
dilakukannya pembatasan secara proporsional dan tidak didasarkan
adanya kebutuhan yang nyata untuk dilakukannya pembatasan sesuai
instrument Ham baik nasional maupun internasional. Hal ini memberi
petunjuk pula bahwa tidak semua pembatasan didasarkan pada adanya
kebutuhan yang mendesak (necessity) dan lebih jauh hal ini memberi
petunjuk bahwa pembatasan yang dilakukan memenuhi tujuan yang sah
(legitimate aim).
Menurut SW terkait dengan upaya dari pemerintah untuk menertibkan
administrasi ormas maka dalam Perppu ormas nomor 2 tahun 2017,
terdapat pula pasal yang menunjukkan bahwa negara membatasi hak
ormas yaitu padal pasal 62 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi:” (1)
peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf a
diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal diterbitkan peringatan. (2) dalam hal ormas tidak mematuhi
peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya
menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan. (3) dalam hal ormas tidak
mematuhi sanksi penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerinthan di
bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya
melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status
badan hukum.
Berdasarkan bunyi pasal di atas yang menegaska pasal 61 ayat 1,
terdapat pembatasan hak atas kebebasan berserikat yang tidak sesuai
dengan amanat UU Ham maupun peraturan Ham internasional yaitu
mengenai peringatan tertulis yang diberikan hanya 1 kali dalam jangka
waktu 7 hari sejak tanggal diterbitkan peringatan hal ini sudah jelas bentuk
pembatasan kebebasan berserikat ormas karena dalam undang-undang
114
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
ormas nomor 17 tahun 2013 peringatan tertulis diberikan 3 kali hal ini
tentu saja menghilangkan hak ormas yang terancam dibubarkan untuk
membela, mengklarifikasi dan mengkonfirmasi apakah ormas tersebut
bersalah atau bertentangan dengan pancasila.
4.2.3 Upaya yang dilakukan Ormas Sehubungan Dengan Prosedur
pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A
Berdasarkan hasil wawancara dengan CI, bahwa CI memaparkan
dengan adanya pasal-pasal baru dan mengapus pasal 63 sampai pasal 80
dan disisipkan pasal 80A Diantara pasal 80 hingga 81 yang
menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum ormas,
sebagaimana sebelumnya diatur dalam prosedur pencabutan satus badan
hukum sejak mediasi, pemberian sanksi administratif, penghentian dana
bantuan, pembekuan sementara, dan prmohonan status badan hukum
ormas melalui pengadilan menurutnya bentuk pengekangan terhadap
ormas sehingga berujung membatasi hak-hak dan kebebasan ormas dalam
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagai warga negara
Indonesia yang secara konstitusi sebenarnya sudah tertulis jelas bahwa
Hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dilindungi oleh
konstitusi. Akan tetapi kenyataannya dengan disahkannya Perppu menjadi
Undang-undang ormas bukan memberikan kebebasan untuk menjalankan
haknya melalui kegiatan-kegiatan ormas tetapi membatasi kegiatan ormas
dengan adanya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017. CI juga
memaparkan bahwa hak kostitusonal yang telah diberikan berdasarkan
ketentuan pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 terancam terabaikan dan
diberangus oleh ketentuan pasal 80A Perppu ormas, sehingga tidak ada
Due Proces Of Law dan tidak ada kesetaraan kedudukan antara Ormas
dengan Pemerintah. Pemerintah bias secara sepihak membubarkan tanpa
melalui proses hukum di pengadilan. Menurut CI dengan dihilangkannya
prosedur pembubaran melalui pengadilan berdasarkan ketentuan pasal
80A Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
115
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
2017 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan, maka setiap ormas termasuk Yayasan
Sharia Law al Qonuni terancam dibubarkan secara sepihak oleh
pemerintah tanpa melalui proses pengadilan. Oleh karena itu dengan
alasan tersebut CI sebagai Ormas berbadan hukum berbentuk Yayasan,
memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam Kapasitasnya
sebagai ormas Berbadan hukum privat berbentuk yayasan, yang secara
konstitusional telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk menjalankan
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam naungan badan
hukum privat berdasarkan konstitusi pasal 28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1)
UUD NRI 1945, atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang –
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. CI
mengatakan alasannya mengajukan permohonan uji formil dan materil
Perrpu ormas atas nama yayasan law al qonuni yaitu :
1. secara subjektif UUD 1945 Pasal 22 ayat (1) menyebutkan, "dalam hal
ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan
peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-;undang", sedangkan
dalam Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 sebelum amandemen
menyatakan, "Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht Presiden.
Aturan sebagal ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan
negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting,
yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat”;
2. penerbitan Perppu adalah hak subjektif Presiden, akan tetapi
persyaratan-persyaratan pembuatan Perppu menjadi ranah publik
termasuk Pemohon karena akibat penerbitan Perppu oleh Presiden
langsung mengikat warga negara dan menimbulkan akibat
(implikatif) bagi warga negara. Sehingga Presiden harus tunduk
kepada maksud dan tujuan Pembuat Undang-Undang Dasar 1945 dan
116
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan
Perundang-undangan;
3. tindakan hati-hati (pruden) dalam hal menafsirkan ihwal kegentingan
yang memaksa, dilakukan agar tidak menegasikan prinsip Negara
Hukum (Rechstaat). Kewenangan pembentukan Perppu oleh Presiden
adalah kewenangan legislasi terbatas. Menurut konsep Sparation Of
Power atau dalam praktiknya dengan pendekatan Division Of Power,
kewenanagan legislasi pada asasnya berada pada wewenang lembaga
legislasi dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR-RI).
4. pemberian wewenang terbatas kepada Presiden untuk menerbitkan
produk legislasi melalui penerbitan Perppu tanpa melalui lembaga
legislasi, dimaksudkan agar menjadi sarana (tool) bagi Presiden dalam
rangka membenahi atau memberikan solusi tata kelola Negara guna
menghadapi serangkaian problema bernegara, semata-mata untuk
memenuhi kewajiban Negara dalam menjalankan tugasnya untuk
melindungi, melayani dan memenuhi hajat hidup rakyat.
5. Pemberian batasan dan syarat bagi Presiden dalam menerbitkan
Perppu, dimaksudkan agar ada kontrol yang melekat pada
subjektifitas wewenang Presiden agar kekuasaan Presiden tidak
bersifat absolute. Padahal, menurut Lord Acton “Power Tends to
Coroupt, Absolutely Power Tends To Coroupt Absolutely”.
6. oleh karenanya harus ada petunjuk umum bagi Presiden yang
berfungsi sebagai Guiden dalam menerbitkan Perppu khususnya
untuk memberikan syarat dan ketentuan mengenai tafsir ihwal
“kegentingan yang memaksa”.
7. secara prosedural Mahkamah Konstitusi telah memberi petunjuk
(Guiden) bagi pembentuk undang-undang dalam hal ini Presiden,
dalam memberikan tafsir atas adanya kegentingan yang memaksa.
Mahkamah Konstitusi menyebut ada 3 (tiga) syarat pernerbitan
117
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Perppu sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan putusan
Mahkamah Konstitusi No.138/PUU –Vll/2009, yaitu :
“Menimbang bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang diperlukan apabila:Adanya keadaan
yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan Undang-Undang;,Undang-Undang yang
dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan
hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai,
kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara
membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan
memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang
mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan;
8. dalam praktiknya Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang harus didahului dengan pernyataan presiden yang
menjelaskan adanya ihwal keadaan kegentingan itu, dalam sebuah
pidato Presiden dengan sebuah pernyataan “State Of Emergency”.
9. penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang
didahuli pidato kepala negara (Presiden) sebagaimana terjadi dan
dilakukan Presiden Soesilo Bambang Yudoyono ketika hendak
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
No. 1 tahun 2002 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
yang kemudian diundangkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
10. pada saat itu Negara menghadapi keadaan Darurat Terorisme,
sementara belum ada peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur Tindak Pidana Terorisme, karenanya aparat
penegak hokum kesulitan menindak perilaku dan tindakan
terorisme karena ketiadaan hokum atau tidak memadainya paying
hukum yang dijadikan sebagai dasar penindakan.
118
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
11. dalam konteks penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan yang diajukan dalam permohonan ini, Presiden
tidak pernah sekalipun mengeluarkan pernyataan “State Of
Emergency” yang menjadi landasan sekaligus prosedur konvensi
untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan.
12. adapun jika merujuk putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU–
Vll/2009, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan telah melanggar 3 (tiga) hal :Pertama,
sesungguhnya tidak ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan
persoalan hukum dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
organisasi kemasyarakatan, dimana kondisi kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarkat dalam keadaan normal. Bahkan dalam
berbagai kesempatan, Presiden dapat melaksanakan berbagai tugas
pemerintahan dan kenegaraan, baik tugas sebagai kepala negara
sekaligus menjalankan pemerintahan sebagaimana biasa (normal).
Kedua, tidak ada kekosongan hukum karena ketiadaan
undang-undangmengingat pengaturan kehidupan berbangsa dan
bernegara khususnya ihwal mengatur tata kelola dan pemberian
sanksi dalam dinamika keormasan telah diatur secara rinci melalui
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. Bahkan, undang-undang yang baru dibentuk ini
119
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
belum pernah sekalipun diuji di lembaga peradilan untuk
membuktikan ada atau tidaknya kekosongan hukum dan/atau
keadaan hukum yang tidak memadai. Faktanya, atas dalih adanya
keadaan “hukum yang tidak memadai”, Presiden secara
serampangan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. Ketiga, jika saja kekosongan hukum tersebut ada
dan Presiden memandang Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan tidak memadai, sesungguhnya
Presiden masih dapat menempuh upaya pengundangan secara
normal melalui pengajuan rancangan perubahan Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. Sebab,
sambil menunggu rancangan Undang-undang dibahas parlemen
(DPR - RI), Presiden masih dapat memberlakukan Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang
sudah ada.
13. apabila keadaan genting dikaitkan dengan konteks keberadan
organisasi kemasyarakatan yang diduga membahayakan Negara,
tentu tuduhan ini harus dibuktikan dimuka pengadilan dan setiap
warga negara termasuk pemerintah wajib menjunjung tinggi hukum,
sehingga tidak boleh melakukan tuduhan sepihak, Sebagaimana yang
termaktub dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945.“Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
14. dihubungkan dengan putusan MK No.138/PUU-VII/2009, syarat
tersebut tidak terpenuhi karena dengan keberadaan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan lebih
sempurna dan memadai. Karenanya, Perppu ormas tidak memiliki
120
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
urgensi untuk diterbitkan, mengingat prosedur dan mekanisme yang
lebih lengkap dan memadai terkait mengatasi dinamika keormasan
Menurut UU No. 17/2013, baik melalui upaya Persuasif, mekanisme
pemberian sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, pembekuan
sementara dan mekanisme yudisial untuk dapat membubarkan
ormas, dengan adanya Perppu a quo justru mekanisme dan prosedur
tersebut semuanya dihilangkan.
15. pada konsideran huruf b, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan
yang menyatakan pelanggaran terhadap asas dan tujuan organisasi
kemasyarakatan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 merupakan
perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan moralitas bangsa
bangsa terlepas dari latar belakang etnis, agama, dan kebangsaan
pelakunya, tidak dapat dijadikan sandaran penerbitan Perppu.
Alasannya, didalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
organisasi kemasyarakatan telah diatur secara rinci bagaimana asas
dan tujuan organisasi kemasyarakatan berdasarkan pancasila dan
UUD 1945 tetap terjaga. Dalam ketentuan pasal 2 tentang asas, ciri
dan sifat Jo. Pasal 59 mengenai Larangan, UU No. 17/2013 telah
memberikan pengaturan lengkap yang pada pokoknya substansinya
dalam rangka menjaga ditaatinya asas pancasila dan UUD 1945 dan
mengatur ancaman sanksi terhadap pelanggarnya.
16. terlebih lagi konsideran huruf d, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,
menyebutkan kutipan pertimbangan : “…………dan bahkan secara
faktual terbukti ada asas organisasi kemasyarakatan dan
kegiataannya yang bertentangan dengan pancasila dan UUD NRI
1945”.
121
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
17. konsideran huruf d, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,
yang diantaranya menyebut ada ormas yang secara faktual terbukti
bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945 adalah
konsideran yang melanggar hukum karena telah menuduh suatu
ormas bertentangan tanpa satu putusan Pengadilan. Darimana
asalnya Konsideran yang menyebut ormas terbukti melanggar
Pancasila dan UUD 1945? bukankah hanya lembaga Peradilan yang
memiliki wewenang membuktikannya? Apakah sudah ada proses
pengadilan terhadap suatu ormas yang terbukti melanggar pancasila
dan UUD NRI 1945 sehingga putusannya diadopsi sebagai bahan
konsideran Perppu ormas? belum pada konteks penerapan, dari sisi
membuat konsideran saja Perppu No. 2 Tahun 2017 ini telah
dilatarbelakangi dengan praduga dan buruk sangka.
18. jika benar ada ormas yang asas dan kegiataannya diduga
bertentangan dengan pancasila dan UUD NRI 1945, tugas
pemerintah-lah yang membina dan mengembalikannya ormas
dimaksud kembali ke koridor konstitusi. Jika tidak dapat diluruskan,
pemerintah seharusnya menempuh upaya hukum di pengadilan agar
terbukti dugaan pelanggaran ormas sebagai bentuk penghargaan atas
asas due process of law dan asas presumption of innocent. Bukan
malah sebaliknya mendiamkan dan sekonyong-konyong
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan.
19. konsiederan huruf e, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,
yang mengadopsi asas “Contrarius Actus” untuk memberikan sanksi
efektif kepada ormas yang diduga melanggar atau asas organisasi
122
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
kemasyarakatan dan kegiataannya yang bertentangan dengan
pancasila dan UUD NRI 1945 adalah dalih yang salah kaprah.
20. asas “Contrarius Actus” tidak dapat diterapkan secara serampangan
dan diadopsi untuk pengaturan segala urusan tata kelola Negara,
termasuk tata administrasi pelayanan dan penindakan status badan
hukum dalam dinamika keormasan.
21. jika asas ini akan diterapkan secara konsisten, bagaimana dengan
ormas yang berbentuk badan hukum yayasan?apakah juga serta
merta bisa dicabut status badan hukumnya oleh pemerintah secara
sepihak tanpa pengadilan dengan dalih asas “Contrarisus Actus”?
padahal menurut UU No. 16 Tahun 2001 Jo. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2004 tentang yayasan, yayasan dibubarkan harus
berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang
tetap berdasarkan alasan: 1.Yayasan melanggar ketertiban umum dan
kesusilaan; 2. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan
pailit; atau 3. Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi
utang setelah pernyataan pailit dicabut.
22. dalam penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan,
Presiden Republik Indonesia tidak menerapkan asas-asas pembuatan
peraturan sebagaimana diatur dalam UU 12/2011 yang Pasal 5
menyatakan:
”Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik yang meliputi:a. kejelasan tujuan; b.kelembagaan atau
organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi
muatan; d. dapat diiaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f.
kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan”.
123
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Demikian juga ketentuan Pasal 6 UU 12/2011 menyatakan, "materi
muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas:a.
pengayoman;b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e.
kenusantaraan;f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan
kepastian hukum dan/atau; j.keseimbangan, keserasian dan
keselarasan”.
23. penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan dilakukan
secara sewenang-wenang oleh Presiden yang SECARA salah kaprah
menerapkan asas contrarius actus sehingga menegasikan asa
pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan,
kenusantaraan, bhinneka tunggal ika, keadilan, kesamaan kedudukan
dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum
dan/atau, keseimbangan, keserasian dan keselarasan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
24. Presiden seharusnya tunduk dan patuh kepada sumpah jabatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UUD 1945:
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden
bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh
di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : Demi Allah, saya bersumpah
akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. Janji
124
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Presiden (Wakil Presiden) : Saya berjanji dengan sungguh-sungguh
akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil
Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan
selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.
25. Bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Presiden
sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan tidak dapat
dibiarkan membuat interprestasi sendiri untuk menghindari
absolutisme kekuasaan dengan membuat penafsiran sendiri tentang
ihkwal dan keadaan yang memaksa seperti dimaksudkan dalam Pasal
22 UUD 1945. Untuk itu Mahkamah Konstitusi harus
memerintahkan Pembuat Undang-Undang untuk membuat
Undang-Undang sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 22 UUD
NRI 1945.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan CI, bahwa
Mahkamah konstitusi perlu memeriksa dan mengadili perkara ini
mengenai pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan secara formil maupun materil yang bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 80A yang menghilangkan
prosedur pencabutan status badan hukum yang adil.
4.3 Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian, langkah selanjutnya yaitu menganalisis hasil
penelitian yang berhubungan dengan “Peraturan pemerintah pengganti
undang-undang Momor 2 Tahun 2017 pasal 80A tentang pencabutan status
badan hukum ormas dalam perspektif pendidikan kewarganegaraan ”. Supaya
lebih fokus dalam menganalisis hasil penelitian, maka analisis hasil penelitian
ini dibatasi dengan tiga permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
125
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Dengan berdasarkan kepada permasalahan yang telah dirumuskan tersebut,
maka dapat diketahui mengenai masalah yang terdapat dalam pasal 80A Perppu
ormas nomor 2 tahun 2017. Oleh karena itu, dalam pembahasannya perlu
analisis secara objektif dan mendalam sesuai dengan realitas yang terjadi.
4.3.1 Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran ormas
melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti
didapatkan sebuah informasi bahwa, dengan digantinya Undang-undang
Nomor 17 tahun 2013 menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017
mengalami penolakan oleh berbagai kalangan ormas,baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum, salah satu contoh ormas dari
yayasan yang mempunyai status badan hukum yaitu dari yayasan
shariaalaw al qonuni yang menolak diterbitkannya perppu nomor 2 tahun
2017 yang telah disahkan menjadi undang-undang ormas nomor 16 tahun
2017.
Pengecekan keabsahan dapat dilakukan menggunakan triangulasi
teknik pengumpulan data dan triangulasi berdasarkan sumber, dimana inti
dalam melakukan pengecekan menggunakan triangulasi ini adalah agar
mengetahui informasi yang didapat dari tiga sumber yang berbeda dan
informasi yang didapat dari tiga teknik pengumpulan data yang berbeda
pula. Informasi yang didapat oleh peneliti dapat dibandingkan antara
sumber yang satu dengan sumber yang lainnya Berikut ini adalah
pengecekkan keabsahan dari informasi yang didapatkan oleh peneliti
dengan menggunakan triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data :
Tabel 4.3
Triangulasi dengan Teknik Pengumpulan Data
Wawancara Observasi Dokumentasi
126
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Hasil wawancara
mengenai langkah
diterbitkannya Perppu
Nomor 2 Tahun 2017 yang telah sah menjadi
undang-undang ormas
Nomor 16 Tahun 2017 melanggar pasal 28E
ayat (3) tentang
Hak-hak yang dimiliki ormas dalam kehidupan
berdemokrasi.
ketentuan Pasal 1
Angka 3 sampai
dengan 24,Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan
Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan
melanggar ketentuan
Undang-Undang Dasar (UUD) khususnya 27
ayat (1), pasal 28D ayat
(1) dan pasal 28E ayat (3). Penghapusan
keberlakuan pasal 63
sampai 80 Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Organisasi
Kemasyarakatan serta penyisipan pasal 80A
memungkinkan
pemerintah secara sepihak mencabut
status badan hukum
Ormas tanpa didahului
proses pemeriksaan di pengadilan. Padahal,
proses itu penting
untuk menjamin prinsip due process of
law, Equal before the
Law dan asas
Presumption of innocent, yang
Hasil Observasi atau
penelitian yang
dilakukan oleh peneliti
dengan melihat proses peradilan permohonan
uji formil dan materil
yang diajukan oleh yayasan sharia law al
qonuni bahwa memang
Peraturan pemerintah pengganti
undang-undang nomor
2 tahun 2017 tentang
ormas melanggar hak berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan
pendapat padahal seharusnya ketika
menerbitkan perppu
harusnya pemerintah
meminta fatwa dari peradilan Mahkamah
agung mengenai
pencabutan status badan hukum ormas.
Hasil pengumpulan
dokumen mengenai
Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2017 yang dapat mengancam
hak-hak ormas diproleh
dari data permohonan uji materil dan formil
yang diajukan yayasan
sharia law Al Qonuni.
127
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
memberikan ruang
kepada ormas untuk
membela diri dan
memberikan kesempatan bagi hakim
untuk mendengar
argumentasi para pihak berperkara secara adil.
Dengan adanya
kewenangan Pemerintah
membubarkan ormas
tanpa melalui proses
pengadilan ini maka mengakibatkan proses
pencarian keadilan
menjadi terhalang tidak adil dan tidak pasti.
Bahwa hukum tanpa
kepastian akan
kehilangan maknanya sebagai hukum karena
tidak lagi dapat
dijadikan pedoman perilaku bagi sernua
orang (Ubi jus
incertum, ibi jus nullum; dimana tiada
kepastian hukum, disitu
tidak ada hukum).
Dalam mencabut status badan hukum Ormas,
menteri dapat meminta
pertimbangan dari instansi terkait. Dengan
demikian, berdasarkan
Perppu,
Kemenkumham nantinya berwenang
mengeluarkan
sekaligus mencabut perizinan sebuah
Ormas. Selanjutnya FS
juga mengatakan Di UU yang lama, tidak
ada asas contrarius
actus. Jadi, yang
mengeluarkan izin seharusnya bisa
mencabut izin. Tentu
128
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
mencabut izin itu ada
aturannya juga, tidak
bisa suka-suka. Itu
prinsip hukum dasar. Aturan contrarius actus
itu yang jadi ada di
dalam perppu. Namun, Perppu No. 2/2017
tidak bisa menindak
situs Ormas yang dianggap melenceng
dari ideologi bangsa.
(SW) Lahirnya
Peraturan pemerintah pengganti undang
undang Ormas pada
bulan juli merupakan bentuk pergeseran dari
teori kedaulatan hukum
ke teori kedaulatan
negara. Hukum yang semestinya mempunyai
kekuatan dalam
mengatur negara, pada saat ini berbalik
beruhah menjadi
negara yang mengatur hukum, hal ini lah yang
terjadi saat ini negara
melalui kedaulatannya
membuktikan konstitusi dikendalikan
oleh negara, padahal
hukumlah yang mempunyai kekuasaan
untuk mengatur negara.
ada 2 teori kedaulatan
atau Due Of Law yaitu : (1) Penganut teori
kedaulatan hukum
berada atas dasar hukum yang ada negara
tersebut; (2) Teori
kedaulatan negara.
Sumber diolah oleh peneliti, 2018
Berdasarkan tabel diatas, dari hasil wawancara, observasi dan
pengumpulan dokumen menunjukkan bahwa dengan lahirnya
diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2
129
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Tahun 2017 berindikasi mengancam hak-hak ormas dengan hadirnya
pasal-pasal baru yang dirasa pasal tersebut telah menghilangkan prosedur
pencabutan status badan hukum ormas yang tercantum dalam pasal 60
sampai 80 dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2013, dan berdasarkan
hasil observasi menunjukkan bahwa memang Perppu nomor 2 Tahun
2017 telang melanggar hak-hak ormas seperti yang tercantum pada pasal
28E ayat (3). informasi yang didapatkan oleh peneliti melalui wawancara,
membuktikan adanya kesesuaian dengan dokumentasi yang didapat
peneliti, serta sesuai juga dengan hasil observasi yang dilakukan oleh
peneliti, perihal perppu nomor 2 tahun 2017 yang mengancam hak-hak
ormas, untuk lebih jelas lagi mengenai perppu ormas tersebut yang bisa
mengancam hak-hak ormas, maka dapat dipahami tabel triangulasi
dengan berdasarkan tiga sumber data, yakni sumber atau responden
yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti,
berkaitan dengan Undang-undang ormas tersebut.
Tabel 4.4
Triangulasi dengan Tiga Sumber Data
Yayasan sharia Law Al
Qonuni
Kemendagri
(pendaftaran
ormas)
Pakar hukum
langkah diterbitkannya
Perppu Nomor 2 Tahun
2017 yang telah sah menjadi undang-undang
ormas Nomor 16 Tahun
2017 melanggar pasal 28E ayat (3) tentang
Hak-hak yang dimiliki
ormas dalam kehidupan
berdemokrasi. Adanya pasal-pasal baru
yaitu pasal 1 sampai 24
dalam Undang-undang Ormas Nomor 16 Tahun
2017 dan dihapuskannya
pasal 63 sampai 80 menghilangkan prosedur
dikeluarkanny
a Perppu
Ormas Nomor 2 Tahun 2017
bukan suatu
tindakan rezim otoriter oleh
pemerintah
melainkan
tindakan yang sudah
dirapatkan dan
didiskusikan sudah lama
dengan tujuan
untuk melindungan
Lahirnya Peraturan
pemerintah
pengganti undang undang Ormas pada
bulan juli merupakan
bentuk pergeseran dari teori kedaulatan
hukum ke teori
kedaulatan negara.
Hukum yang semestinya
mempunyai
kekuatan dalam mengatur negara,
pada saat ini berbalik
beruhah menjadi negara yang
130
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
pencabutan status badan
hukum tanpa proses
peradilan dalam
undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 telah
mengancam dan
mengkriminalisasi hak-hak ormas.
Pemerintah telah
melanggar 28 d ayat (1). Dengan adanya
kewenangan Pemerintah
membubarkan ormas
tanpa melalui proses pengadilan ini maka
mengakibatkan proses
pencarian keadilan menjadi terhalang tidak
adil dan tidak pasti.
Bahwa hukum tanpa
kepastian akan kehilangan maknanya
sebagai hukum karena
tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi
sernua orang (Ubi jus
incertum, ibi jus nullum; dimana tiada kepastian
hukum, disitu tidak ada
hukum).
Perppu Ormas telah menghilangkan bagian
penting dari jaminan
kebebasan berserikat di
Indonesia Yaitu, proses pembubaran organisasi
melalui pengadilan.
Sebab, Pasal 61 Perppu Ormas memungkinkan
pemerintah secara
sepihak mencabut status badan hukum ormas
tanpa didahului proses
pemeriksaan di
pengadilan. Padahal, proses itu penting untuk
menjamin prinsip due
process of law yang memberikan ruang
kepada ormas untuk
bangsa dan
negara dari
opini politik
yang bertentangan
dengan dasar
negara Indonesia
yaitu
pancasila. Dengan
disahkannya
Undang-Unda
ng Ormas Nomor 16
Tahun 2017
bukan untuk membius dan
memenjarakan
kebebasan dan
hak-hak ormas, juga
tidak
melanggar atau
mengancam
hak berserikat, akan tetapi
dengan
undang-undan
g-ini ormas diatur dan
dibatasi
gerakannya sesuai dengan
hukum
tujuannya agar
melindungi masyarakat
dan negara
dari hal yang keluar dari
dasar negara
indonesia. . Dalam
mencabut
status badan
hukum Ormas, menteri dapat
meminta
mengatur hukum, hal
ini lah yang terjadi
saat ini negara
melalui kedaulatannya
membuktikan
konstitusi dikendalikan oleh
negara, padahal
hukumlah yang mempunyai
kekuasaan untuk
mengatur negara.
ada 2 teori kedaulatan atau Due
Of Law yaitu : (1)
Penganut teori kedaulatan hukum
berada atas dasar
hukum yang ada
negara tersebut; (2) Teori kedaulatan
negara.
saat ini Indonesia berada pada posisi
negara yang
mengatur Hukum sehingga hukum
terkorek oleh teori
kedaulatan negara,
sehingga yang ditakutkan dengan
pergeseran dari
kedaulatan hukum ke kedaulatan negara
maka rakyat akan
memberontak karena
rezim menampakkan ke otoriteran, seperti
contoh bukti yang
telah terjadi yaitu diterbitkannya
Perppu No. 2 Tahun
2017 yang sekarang telah sah menjadi
Undang-Undang
Ormas Nomor 16
Tahun 2017. Perppu harus
memenuhi 2 tahapan
131
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
membela diri dan
memberikan kesempatan
bagi hakim untuk
mendengar argumentasi para pihak berperkara
secara adil. Mekanisme
ini juga mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan
pemerintah dalam membubarkan ormas.
Penerbitan Perppu
Nomor 2 Tahun 2017
dilakukan secara sewenang-wenang oleh
Presiden yang membuat
Presiden menghapus kewenangan pengadilan
menjadi kewenangan
pemerintah hanya dengan
surat pencabutan SKT dan Status BHP Ormas.
Presiden seharusnya
tunduk dan patuh kepada sumpah jabatan
sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 UUD 1945. Pasal 61 ayat (1), dan
Pasal 62 ayat (1), ayat (2)
dan ayat (3) serta pasal
80A didalam PERPPU Nomor 2 Tahun 2017.
Bahwa pemerintah dalam
hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan
Menkumham berhak
melakukan pencabutan
surat keterangan terdaftar (SKT) atau pencabutan
badan hukum
Perkumpulan (BHP). Dengan dicabutnya SKT
dan BHP sekaligus
dinyatakan BUBAR. Semula berdasarkan UU
Ormas hanya pengadilan
yang berhak
membubarkan ormas. Tidak diperlukan lagi
pengajuan atau
pertimbangan
dari instansi
terkait.
Dengan demikian,
berdasarkan
Perppu, Kemenkumha
m nantinya
berwenang mengeluarkan
sekaligus
mencabut
perizinan sebuah Ormas.
Selanjutnya
juga mengatakan
Di UU yang
lama, tidak ada
asas contrarius actus. Jadi,
yang
mengeluarkan izin
seharusnya
bisa mencabut izin. Tentu
mencabut izin
itu ada
aturannya juga, tidak bisa
suka-suka. Itu
prinsip hukum dasar. Aturan
contrarius
actus itu yang
jadi ada di dalam perppu.
yaitu : (1) adanya
keadaan;, (2)
undang-undang yang
dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga
terjadi kekosongan
hukum;, (3) kekososngan hukum
tersebut tidak dapat
diatasi. Dan yang harus ada pernyataan
dari State Emergency
dari kepala negara
yaitu presiden.
132
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
permohonan ke
pengadilan seperti
ketentuan sebelumnya.
PERPPU ini untuk menyimpangi Proses dan
Prosedur hukum
pembubaran sebagainya diatur UU Ormas.
Memindahkan otoritas
pembubaran dari Pengadilan kepada
Pemerintah, dalam hal ini
Kemenkumham dan
kemendagri.
Sumber : Di olah oleh Peneliti 2018
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh adanya kesamaan antara
informasi yang didapatkan oleh peneliti, baik dari ketua yayasan sharia
law al qonuni selaku yang mengajukan permohonan uji formil dan
materiil Perppu Nomor 2 Tahun 2017, kemudian Pakar hukum yang
mengetahui dasar hukum diterbitkannya Peraturan pemerintah pengganti
Undang-undang dan Kementerian dalam negeri bagian ormas yang
mengetahui dalam proses pembuatan peraturan pengganti
undang-undang. Data atau informasi yang di peroleh dari hasil triangulasi
berdasarkan tiga sumber yaitu Perppu ormas nomor 2 tahun 2017 yang
dapat mengancam hak ormas harusnya didahului dengan sosialisasi yang
harus diketahui oleh masyarakat yaitu ormas. Persamaan data atau
informasi yang diperoleh oleh peneliti dapat dijadikan sebagai bukti
keabsahan dari hasil deskripsi penelitian yang dilakukan oleh peneliti,
sehingga dapat dilakukan tahap lebih lanjut yakni tahap analisis
menggunakan teori yang berkaitan. Berdasarkan tabel triangulasi diatas
menunjukkan undang-undang ormas telah menghilangkan proses due of
law yang seharusnya hukum menjadi pijakan dalam setiap langkah suatu
negara, tetapi kenyataannya negara menjadi pengendali hukum sebagi
bukti nyata yaitu lahirnya peraturan pemerintah pengganti
undang-undang nomor 2 tahun 2017 telah mengancam hak-hak ormas.
masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya”.
133
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa proses pembuatan Perppu
tidak melibatkan ormas sehingga ketika dikeluarkan perppu ormas nomor
2 tahun 2017 yang beruujng dibubarkannya ormas hizbut tahrir mendapat
penolakan dari ormas yaitu salah satunya yayasan sharia law al qonuni
yang bergerak dibidang dakwah, yang merasa dengan lahirnya
undang-undang ormas terbaru sebagai bentuk kriminalisasi ormas dan
ancaman untuk ormas, dimana dari hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti menunjukkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh
pemerintah kepada ormas sehingga yayasan sharia law al qonuni sebagai
pihak pemohon pengajuan uji formil dan materiil peraturan pemerintah
pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2017 merasa hak
berdemokrasinya diabaikan oleh pemerintah.
Kehidupan berdemokrasi di Indonesia dalam hak berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat mengalami kemunduran. Karena
menurut Mayo (dalam Azra, 2015, hlm. 67) menyatakan bahwa
demokrasi sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan
bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil
rakyat yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip prinsip politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Akan
tetapi berdasarkan hasil penelitian kehidupan berdemokrasi yang
seharusnya rakyat sebagai pemilik kedaulatan berhubungan dengan
pokok pembahasan Undang undang ormas dengan dikeluarkannya
Perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi kemasyarakatan
yang sekarang sudah disahkan menjadi Undang-undang ormas dalam isi
pasalnya berindikasi mengkriminalisasi ormas.
Menurut Hayek (dalam Rianto, 2005, hlm. 116) warga negara
dapat menikmati kebebasan hanya jika kekuasaan negara dibatasi oleh
hukum, yaitu dibatasi oleh peraturan-peraturan yang menentukan
batas-batas tentang ruang lingkup kegiatan politik, batas-batas yang
134
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
didasarkan atas hak-hak individu untuk mengembangkan pandangan dan
selera mereka sendiri, untuk mengejar tujuannya sendiri, dan untuk
memenuhi pembawaan dan bakat mereka sendiri. Menurut peneliti,
penjelasan Hayek yaitu aturan hukum memberikan kondisi-kondisi yang
dibawahnya individu-individu dapat menentukan bagaimana
menggunakan tenaga-tenaga dan sumber-sumber yang siap melayani
mereka. Begitu juga dengan hal ini mengenai kebebasan berdemokrasi
dan penmenuhan hak-hak sebagai warga negara.
Undang-undang ormas sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 17
Tahun 2013, Bahwa dalam ketentuan pasal 1 angka 24, Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
prubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan, diantara pasal 80 dan pasal 81 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni pasal 80A, telah menghilangkan proses peradilan dalam proses
pencabutan status badan hukum ormas, sebagaimana sebelumnya diatur
dalam prosedur pencabutan status badan hukum sejak mediasi,
pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan, pembekuan
sementara, dan permohonan pencabutan status badan hukum ormas
melalui pengadilan, sebagaimana sebelumnya diatur pasal 63 sampai
dengan pasal 80 undang-undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarkakatan.
Sejatinya pembentukan Peraturan Perundangan-undangan memiliki
prosedur pembentukan Undang-undang, menurut W. Nalle (2017, hlm.
77) berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011, secara global terdapat lima
tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Lima
tahapan tersebut meliputi : perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan, dan pengundangan. Akan tetapi dari temuan peneliti bahwa
proses atau prosedur ini tidak melibatkan partisipasi rakyat, sehingga
dengan masalah dikeluarkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang
organisasi kemayarakatan mendapat penolakan dari ormas. Karena
135
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Undang-Undang tersebut awalnya Perppu yang Rakyat tidak tahu apakah
Perrpu ormas ini diwakili dan dibuat oleh wakil rakyat yaitu Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan aspirasi partisipasi
masyarakat.
Menurut W. Nalle (2017, hlm. 94) partisipasi masyarakat dalam
proses pembentukan perundang-undangan merupakan bentuk pelibatan
diskursus dengan masyarakat maka peraturan perundang-undangan
tersebut dapat memperoleh legitimasi yang lebih kuat. Selanjutnya
menurut W. Nalle (2017, hlm. 95), masyarakat dalam pembentukan
undang-undang dan peraturan daerah dapat berpartisipasi pada tahap
perencanaan, penyusunan, hingga pembahasan. Saifudin (dalam Menurut
W. Nalle, 2017, hlm. 95), mengistilahkan tahapan tersebut sebagai tahap
ante legislative, legislative, dan post Legislative.
Tabel 4.5
Partisipasi Masyarakat dalam Proses Legislasi
Ante legislative Legislative Post Legislative
1. Penelitian
2. diskusi. FGD,
Lokakarya, seminar;
3. Pengajuan usul
inisiatif melalui
presiden atau kepala
daerah, DPR/DPD
atau DPRD;
4. Perancangan RUU
1. Audiensi/RPDU di
DPR atau DPRD;
2. RUU atau Raperda
Alternatif;
3. usulan dan masukan
melalui media cetak
dan elektronik;
4. unjuk rasa
5. Diskusi, FGD,
1. Unjuk rasa;
2. Uji materil atau
uji Formil;
3. Sosialisasi
undang-undang atau
peraturan Daerah.
136
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
atau Raperda. Lokakarya, seminar.
Sumber : Buku Ilmu Perundang-undangan, 2017, hlm.95
Dari penjelasan di atas menurut peneliti bahwa partisipasi
masyarakat dalam membuat kebijakan-kebijakan oleh pemerintah
diberikan peluang untk menyampaikan aspirasi dalam berpolitik. Tinggi
partisipasi tersebut harus diciptakan melalui pengkondisian.
Pengkodisian tersebut berupa dibukanya akses bagi masyarakat untuk
meningkatkan partisipasi dalam pembentukan Undang-undang, akses
untuk warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam politik yang dengan
disediakannya ruang publik. Menurut Sivadabert Purba (2015, hlm. 10)
keterlibatan warga dalam keputusan-keputusan politik akan efektif
apabila tersedia ruang yang cukup luas dalam hubungan rakyat dengan
negara. Ruang partisipasi ini disebut sebagai ruag publik (publik sphere).
Melalui ruang publik inilah, individu atau asosiasi warga masyarakat
mengaktualisasikan aspirasinya untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan negara. Negara yang menyediakan ruang publik
yang cukup luas dan masyarakat yang memanfaatkan ruang tersebut
untuk berinterasksi dengan negara. Oleh karena itu, inilah yang akhirnya
membentuk sebuah masyarakat sipil (Civil Society).
Akan tetapi temuan dari peneliti bahwa prosedur masyarakat untuk
ikut dalam partisipasi membuat kebijakan belum sepenuhnya di dengar
oleh pemerintah, karena dengan contohnya nyata pembubaran ormas
pada bulan juli 2017 sebagai salah satu bukti pemerintah dalam
mengeluarkan kebijakannya yaitu dengan Perrpu Nomor 2 Tahun 2017
tentang organisasi kemasyarakatan telah menghilangkan prosedur dan
proses peradilan dalam hal pencabutan atau pembekuan ormas.
Berdasarkan uraian di atas maka menurut peneliti Bahwa Pasal 80A
yang menghilangkan proses peradilan mengenai pembubaran ormas atau
pencabutan status badan hukum ormas dinilai tidak adil dan tidak patuh
137
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
terhadap konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu yang tercantum
pada Pasal 28D ayat 1.“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum”.
Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang organisasi kemasyarakatan yang sekarang sah menjadi
Undang-undang yaitu perubahan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun
2017 tentang organisasi kemasyarakatan merupakan suatu bentuk
kriminalisasi kelembagaan ormas, pemberian sanksi pencabutan badan
hukum ormas sepihak oleh lembaga pemerintah, peniadaan proses
mediasi, peniadaan proses administrasi, peniadaan proses pelibatan
Mahkamah Agung dengan meminta pendapat Mahkamah Agung,
peniadaan proses pengadilan sehubungan dengan pemberian sanksi
pencabutan status badan hukum ormas bertentangan dengan pasal 28E
ayat (3) dan 28D ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menjamin hak konstitusional atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat serta hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum dengan adanya prinsip
supremasi hukum.
Seperti yang dikemukakan oleh Asshiddiqie tentang supremasi
hukum (supremasi of law) (2017, hlm. 127) bahwa adanya pengakuan
normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua
masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam
perspektif supremasi hukum pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara
yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang
mencerminkan hukum yang tertinggi. Pengakuan normatif mengenai
supremasi hukum adalah pengakuan pengakuan yang tercermin dalam
perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang
supreme. Bahkan, dalam republik yang menganut sistem presidensiil
138
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk
disebut kepala negara. Prinsip hukum di Negara Indonesia seharusnya
benar-benar di aplikasikan sesuai cita-cita hukum Negara Republik
Indonesia.
Oleh karena itu, seharusnya pemerintah sebagai penyelenggara
negara yaitu dapat melindungi hak-hak ormas dan warga negara
Indonesia, dan jika ada ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hal ini
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menegur dan mengayomi
ormas yang keluar dari Pancasila dan Islam maka itulah yang disebut
dengan kehidupan yang demokratis. Hal ini disebut proses interaksi
antar penyelenggara negara yaitu pemerintah dengan warga negara
dalam kehidupan berdemokrasi dan menjamin proses interakso tersebut.
Hal serupa seperti apa yang dikemukakan oleh Thamrin (2017, hlm. 64)
dalam penyelenggaraan negara yang demokratis, penyelenggara negara,
penyelenggara negara harus dapat menjamin dengan tetap menjaga
keseimbangan dan ketertiban bersama. Tugas itu tentu saja tidak mudah,
di satu sisi harus menjamin penegakan hukum dan ketertiban, di sisi lain
harus dapat mewujudkan penampilan yang sangat bersahabat.
Menurut temuan peneliti hak berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat yang sejatinya dilindungi konstitusi saat ini
dibatasi dengan disahkannya Perppu ormas menjadi Undang-undang, hal
ini menjadi kemunduran demokrasi, jika dilihat dari perjalanan
demokrasi di Indonesia. Perjalanan sejarah demokrasi di Indonesia telah
membuktikan bahwa tidak selamanya demokrasi dilaksanakan sesuai
dengan konstitusi. Kenyataan silih bergantinya sistem demokrasi di
Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai lahirnya Maklumat Wakil
Presiden Nomor X, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila, sampai
pada munculnya reformasi menunjukkan betapa dominannya peranan
(pemerintahan) negara dalam memberikan warna terhadap sistem
139
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
demokrasi di Negara Indonesia. Sementara rakyat sebagai pemegang
kedaulatan negara dipaksa mengikuti kemauan dan kekuatan elite politik
yang sedang berkuasa dalam menjalankan demokrasi. Selain itu Irawan
(2007 1986, hal, 54) mengemukakan demokrasi merupakan tatanan
hidup bernegara yang menjadi pilihan negara-negara di dunia pada
umumnya. Demokrasi lahir dari tuntutan masyarakat barat akan
persamaan hak dan kedudukan yang sama di depan hukum. Hal ini
terjadi karena pada masa sebelum adanya deklarasi Amerika dan
Perancis, setiap warga dibeda-bedakan kedudukannya baik di depan
hukum maupun dalam tatanan sosial masyarakat. Akan tetapi
kenyataannya di depan hukum tidak semua warga negara memiliki
supreme hukum yang mendukung. Dan Diamond Menegaskan (2007,
hlm. 35) demokrasi akan bertahan hanya karena tidak ada pilihan lain,
atau tiadanya alternatif yang lebih baik. Jika negara-negara yang masih
Dangkal dalam berdemokrasi dan baru berbentuk, tidak dapat
memperkuat institusi-institusi politiknya, memperbaiki fungsi
demokrasi, menghasilkan komitmen-komitmen dukungan yang lebih
aktif, positif dan terasakan di tingkat eliit dan massa, maka negara
tersebut akan mengalami kemunduran dan bahkan merobohkan
bangunan demokrasinya. Dalam konsolidasi demokrasi menurut peneliti,
yang terlibat bukan hanya individu saja, lebih dari itu ia memerlukan
beberapa aktor -aktor politi seperti partai politik, serikat buruh, asosiasi
bisnis, organisasi mahasiswa, organisasi masyarakat dan sebagainya
yang tujuan akhirnya untuk menghidupkan demokrasi yang adil dan
makmur.
Peneliti menganalisis bahwa dengan diterbitkannya Peraturan
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang organisasi
kemasyarakatan membatasi ruang gerak kehidupan berdemokrasi dan
hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sebagai warga
Negara Indonesia, walaupun dari pihak pemerintah menyatakan bahwa
140
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
maksud dari pembatasan ini bukanlah untuk membatasi ruang geraknya
akan tetapi batasan yang dimaksud pemerintah yaitu dalam sistem
pengelolaan dan pengawasan ormas. Padahal Hak berdemokrasi
ormas, dan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sudah
sangat jelas dilindungi oleh konstitusi yang tercantum pada Pasal 28E
ayat 3.“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
Indonesia adalah negara hukum dengan konstitusi yaitu
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, oleh karena itu
Hukum bukan hanya sekedar wacana akan tetapi harus dipatuhi. Begitu
juga dengan perlindungan hak-hak ormas dalam berdemokrasi untuk
memperjuangkan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat. Hal ini dijelaskan mengenai unsur-unsur Rechstaat mengenai
pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus sesuai
dengan hukum. Berge, dkk (dalam Muntoha, 2013, hlm. 4-5), yaitu :
1. Asas Legalitas, pembatasan kebebasan warga negara (oleh
pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang
merupakanperaturan umum. Kemauan undang-undang itu harus
memberikan jaminan (terhadap warga negara) dari tindakan
(pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis
tindakan yang tidak benar, pelaksanaan wewenang oleh organ
pemerintah harus dikembalikan dasarnya pada undang-undang
tertulis, yakni undnag-undang formal;
2. Perlindungan Hak Asasi Manusia;
3. Keterikatan pemerintah pada hukum;
4. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan
hukum, dan
5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka dalam hal pemerintah
melaksanakan dan menegakkan aturan-aturan hukum.
141
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Menurut peneliti, pemerintah harus konsisten mengenai
Undang-undang ormas dan jangan sampai ada pihak yang merasa
dirugikan dengan disahkannya Perppu ormas menjadi Undang-undang.
Dengan Partisipasi masyarakat dalam proses legislasi yaitu post
legislasi dengan mengajukan permohonan uji materiil dan formil sebagai
bentuk upaya warga negara untuk memenuhi hak-hak
demokrasinya.seperti yang dilakukan oleh yayasan sharia law al
qonuni berdasarkan hasil penelitian, yang merasa dengan
disahkannya undang-undang ormas ini merasa dirugikan karena yayasan
tersebut sudah mendapatkan status badan hukumnya bukan dengan
waktu yang singkat akan tetapi melalui proses yang cukup panjang
dengan mematuhi prosedur yang dibuat oleh pemerintah untuk
mendapatkan status badan hukum yayasan. Oleh karena itu, karena
merasa dirugikan berkaitan dengan hak berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapatnya maka yayasan sharia law al qonuni sebagai
bentuk tindakan untuk memperoleh keadilan oleh negara dan hukum
melakukan permohonan pengujian pemerintah pengganti
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan.
Seperti yang diungkapkan oleh Gunarsi, dkk (2014, hlm.86)
demokrasi adalah salah satu bentuk mekanisme system pemerintahan
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan yang dijalankan oleh rakyat.
Sperti halnya yang dikemukakan oleh Hook (dalam Marzuki, 2009, hlm.
17) demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dimana keputusan dan
kebijakan pemerintah didasarkan pada keputusan mayoritas yang
diberikan secara bebas dari rakuat dewasa.Semua rakyat atau dalam hal
ini warga, memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup masyarakat. Negara Indonesia Secara Formal
adalah negara demokratis karena menganut ajaran kedaulatan rakyat
142
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
yang tertulis pada UUD 1945 Alinea IV. Dengan demokrasi pancasila
yang dianut Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai didalamnya. Hal ini
sperti yang dikemukakan oleh Sudarsono (dalam muntoha, 2009, hlm.
43) demokrasi pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan pada
nila-nilai dalam kelima sila Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, Keadilan) yang dilihat sebagai suatu keseluruhan
yang utuh.
Oleh karena itu peneliti berkesimpulan, Dari penjelasan diatas
tentang demokrasi yaitu rakyat ikut telibat dalam bentuk partisipasi
masyarakat dalam politik untuk menjungjung kehidupan berdemokrasi
yang adil berlandaskan hukum dalam pengambilan keputusan yang
dapat mengubah hidup masyarakat.
Terkait dengan Perppu nomor 2 Tahun 2017, ormas seakan-akan
dikunci, dibelenggu hak-haknya dalam berdemokrasi yang dalam negara
demokrasi dilindungi oleh konstitusi. Organisasi yang menjadi tempat
mereka melakukan kegiatan yang tujuannya untuk ikut memajukan
negara melalui wadah ormas di batasi dan dikontrol untuk kepentingan
negara tanpa menerima saran dari masyarakat sebagai warga negara.
Contoh nyata dari Tindakan pemerintah yaitu Tindakan membubarkan
ormas merupakan salah satu pelanggaran Hak-hak sebagai warga negara
apalagi dengan isi pasal yang menghilangkan prosedur pembubaran
ormas. Oleh karena itu peneliti berkesimpulan bahwa konsep hidup
berdemokrasi untuk ormas dan hak berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat dikriminalisasi dengan adanya undang-undang
Ormas dan perppu ormas khususnya pasal 80A mengancam kehidupan
berdemokrasi ormas.
Analisis dari peneliti bahwa Aturan terkait pembubaran ormas yang
telah diatur dalam UU No.17 tahun 2013 tentang ormas dan dalam UU
No.16 tahun 2017 tentang Ormas masing masing mempunyai kelemahan
dan kelebihan yang berbeda. terkait Konsep ideal pembubaran ormas
143
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
tidak harus sama sekali baru dari UU No.17 tahun 2013 tentang ormas
dan UU No.16 tahun 2017 tentang ormas, tapi tidak menutup
kemungkinan juga ada mekanisme yang baru yang dapat menjadi
pertimbangan pembubaran ormas sebagai bentuk perbaikan dan
penyempurnaan dari Undang undang sebelumnya agar menjadi
peraturan yang lebih baik sehingga dapat mengakomodir secara
seimbang antara kedaulatan negara dan hak civil society masyarakat.
Menurut Peneliti Konsep ideal Pembubaran Ormas yaitu : 1)Apabila
ditemukan Ormas yang melakukan pelanggaran maka akan dijatuhi
sanksi administrasi berupa peringatan tertulis terlebih dahulu. Pada UU
No.17 tahun 2013 tentang Ormas diatur terkait peringatan tertulis
dijatuhkan sebanyak 3(tiga) kali dengan jangka waktu 30 hari,
sedangkan dalam UU No.16 tahun 2017 peringatan tertulis hanya
dijatuhkan satu kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja. Terkait
sanksi administrasi memang sudah tepat apabila peringatan tertulis
hanya diberikan (1) satu kali karena memandang Pemerintah
membutuhkan legalitas untuk bertindak cepat dalam konteks menjaga
ketentraman dan ketertiban umum. 2) Semua proses pembubaran harus
melalui mekanisme pembekuan. Jadi, apabila Ormas tidak mematuhi
peringatan tertulis dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari, maka Pemerintah
dapat membekukan Ormas tersebut. Kemudian di tahap ini peran
Pengadilan diperlukan sebagai bentuk check and balances dan menjadi
tempat bagi Ormas yang dibekukan untuk membela diri. namun yang
menjadi catatan, bahwa peran Pengadilan di sini bukan untuk
membubarkan Ormas tetapi untuk menyatakan sah tidaknya pembekuan
yang dilakukan Pemerintah. Menurut Asshddiqie (2010, hlm. 281), salah
satu ciri negara hukum adalah adannya pembatasan kekuasaan dalam
penyelenggaraan kekuasaan negara. Sehingga peran Pengadilan yang
ditempuh sebelum membubarkan Ormas tersebut sejalan dengan prinsip
negara hukum dan nilai-nilai demokrasi. 3) apabila dalam putusan
Pengadilan terbukti Ormas yang dibekukan melakukan pelanggaran
144
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
sehingga Pembekuan tersebut sah, maka ormas diberikan jangka waktu 3
(tiga) bulan setelah menerima putusan untuk memperbaiki kesalahannya.
Namun, apabila dalam jangka waktu tersebut ormas yang dibekukan
tersebut masih melanggar, maka Pemerintah dapat mencabut surat
keterangan terdaftar atau status badan hukum ormas tersebut sekaligus
dinyatakan bubar. Namun demikian, keputusan pencabutan status badan
hukum tersebut masih dapat dibatalkan di PTUN.
Sedangkan menurut peneliti Perpuu ormas pasal 80A yang
menghilangkan proses peradilan dianalisis dalam perspektif pendidikan
kewarganegaraan sebagaimana menurut Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan dalam NCSS (dalam Wuryan & Syaifullah, 2008,
hlm. 76) adalah :
1. Pengetahuan dan keterampilan guna memecahkan masalah dewasa ini.
2. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada peradaban
serta manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehidupan.
3. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif.
4. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap
nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu
mengalami perubahan.
5. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang
yang membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan
baru, serta tata cara hidup yang baru.
6. Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya
sendiri terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada
keunikan individu.
Tujuan Pendidikan kewarganegaraan seperti penjelasan diatas yaitu pada
pokonya untuk menjadi masyarakat lebih dewasa dengan adanya perubahan
perubahandan dapat menghadapi tantang dan ancaman dan semua itu diwadahi
melalui Pendidikan Kearganegaraan. Akan tetapi proses pendewasaan negara
harus didukung pula dengan aspirasi warga negara yaitu dalam pembahasan ini
ormas, negara yang dewasa apabila mengeluaran suatu statement haruslah
berdasarkan pertimbangan bukan hanya dari kepala negara maupun selaku
pembantu kepal negara melainkan menerima dan memasukan aspirasi
145
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
masyakat yaitu ormas dalam prodak suatu negara seperti salah satu conta
perppu ormas Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80A yang menghilang proses dan
prosedur pencabutan status badan hukum ormas yang tercantum dalam
undnag-undang nomor 17 tahun 2013 tentang ormas, hendaknya pemerintah
memberikan pertimbangan yang matang sehingga rakyat mengerti dan paham
dengan terbitnya perppu ormas bukan untuk membatasi hak berserikatnya akan
tetapi untuk mengatur ormas dalam wadah pendidikan pendewasaan melalui
pendidikan yang berkewarganegaraan sesuai nilai-nilai pancasila.
4.3.2 Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas
dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan.
Kehidupan demokrasi di Indonesia semakin hari semakin terlihat
semarak. Demokrasi menjadi semacam kata sakti untuk melegitimasi
hal-hal yang bisa jadi bermuatan lain di luar demokrasi. Seperti
berdasarkan penelitian tentang Kehidupan berdemokrasi di Indonesia
untuk memperjuangkan hak-hak sebagai warga negara dalam
berorganisasi melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang
organisasi kemasyarakatan. Menurut Azra (2015, hlm. 81) suatu
pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme
penyelenggaraannya melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi.
Prinsip-prinsip dasar demokrasi adalah persamaan, kebebasan, dan
pluralisme. Artinya, menurut peneliti Persamaan yaitu untuk kehidupan
demokrasi yang adil makan harus disamakan dimata hukum dengan
adanya prinsip supremasi hukum bagi setiap warga
negara/kelompok/oganisasi. Kebebasan yaitu kebebasan dalam
memperoleh hak-hak sebagai warga negara, dikuhususkan dalam
penelitian ini yaitu hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat yang dijamin dilindungi oleh konstitusi. Pluralisme yaitu negara
atau pemerintah hendaknya memahami keberagaman setiap warga negara
146
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dalam menjalankan partisipasi politik masyarakat untuk membingkan
negara menjadi negara yang maju dan berkembang, yaitu melalui wadah
organisasi. Dengan ini, maka kehidupan berdemokrasi dapat dikatakan
adil apabila memenuhi prinsip-prinsip dalam kehidupan berdemokasi.
Mengenai kehidupan berdemokrasi sebagai warga negara maka
berhubungan dengan hak-hak warga negara, hal tersebut disebut
pendemokrasian. Pendemokrasian atau kehidupan berdemokrasi menurut
peneliti isu-isu politik, seperti yang dikemukakan oleh Poti (2016, hlm.
84) bahwa pendemokrasian merupakan tema dan isu isu pokok perubahan
dunia saat ini, di dalamnya terdapat berbagai persoalan yang saling terkait
satu sama lain(inherent), mengenai kebebasan yag antaranya seperti
hak-hak masyarakat sipil, hak-hak masyarakat dalam perbedaan dan
keberbagaian, pendekatan nilai dan kelestarian budaya.
Berdasarkan penelitian oleh peneliti mengenai hak berdemokrasi
warga negara atau ormas dengan adanya Undang-undang ormas Nomor 16
Tahun 2017 tidak dibuat dengan politis oleh pemerintah. Karena peneliti
menemukan bahwa ada pihak yang merasa dirugikan dengan
disahkannnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang organisasi
kemasyarakatan yaitu dari yayasan sharia law al qonuni, sebagai ormas
berbadan hukum privat berbentuk yayasan, yang secara konstitusional
telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk menjalankan kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus Hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum dalam naungan badan hukum
privat berdasarkan konstitusi pasal 28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI
1945, atas diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan Undang –
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan. CI
menyatakan bahwa hadirnya Undang-undang ormas pengganti
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 menjadi keresahan Yayasan
tersebut Sehingga menurut CI dengan adanya perppu ormas nomor 2
147
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Tahun 2017 dan pasal di dalamnya ini membatasi kehidupan berdemokrasi
sebagai warga Negara melalui wadah organisasi.
Pada dasarnya negara mempunyai sebuah tujuan negara untuk
menjadikan negara yang kuat hal ini dinamakan politik hukum oleh
pemerintah yang Menurut Mahfud MD (2017, hlm. 1) politik hukum atau
politik yang berlandaskan atas hukum adalah “legal policy” atau garis
(kebijakan) remi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan
pembutan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam
rangka mencapai tujuan negara. Politik adalah interaksi manusia dalam
konteks kekuasaan, dimanapun tempatnya. Begitu juga seperti yang
dikemukakan oleh Lasswels (dalam Muntoha 2014, hlm. 326)
menyatakan bahwa politics is who gets what, when, and how (politik itu
adalah siapa memperoleh apa, kapan, dan bagaimana). Seperti
pembuataan Peraturan Perundang-undangan, kebijakan, perencanaan,
dan lain sebagainya. Seperti yang diketahui bahwa kekuasaan merupakan
hubungan yang pasti terjadi dalam interaksi manusia dimanapun ia
berada sehingga aktivitas politik terjadi dimanapun dan kapanpun. Setiap
orang tidak bisa melepaskan diri dari aktivitas politik, itulah sebabnya
aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicoon,
kehidupan manusia memiliki dimensi politis.
Dari perspektif politik yang dijelaskan diatas bahwa sebuah
keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan. Peneliti menganalisis
kehidupan berdemokrasi di Indonesia haruslah Politis dimana para
pelaku politik yang membuat kebijakan harus berpihak pada rakyat
dengan tidak merugikan perorangan, kelompok, yayasan ataupun
organisasi masyarakat dengan dibuatnya Undang-undang Ormas
Nomor 16 Tahun 2017. Karena terciptanya pembangunan politik yang
baik menurut Mashuri (2014, hlm. 185) kunci dan pembangunan politik
yang meliputi hal-hal berikut. Pertama, berkaitan dengan rakyat secara
keseluruhan, maka pembangunan politik berarti suatu perubahan dari
148
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
subyek dan status ke peningkatan sejumlah kontribusi warganegara
karena adanya perluasan partisipasi massa, serta perluasan suatu
sensitivitas pada prinsip-prinsip equality dan penerimaan yang lebih luas
lagi akan hukum-hukum yang universalistik. Kedua, berkaitan dengan
kemampuan pemerintahan dan sistem politik secara umum,
pembangunan politik meliputi peningkatan kapasitas dan sistem politik
untuk mengatur permasalahan-permasalahan umum, mengontrol
kontroversi, dan mengakomodasi tuntutan-tuntutan rakyat. Ketiga,
berkaitan dengan organisasi-organisasi masyarakat politik, pembangunan
politik dimaksudkan untuk terjadinya perluasan diferensiasi struktural,
spesialisasi fungsional, dan perluasan integrasi dan semua
organisasi-organisasi yang berpartisipasi di dalamnya
Dari pemaparan menurut Mashuri pada poin ketiga tentang
pembangunan politik untuk menuju kehidupan demokrasi yang
demokratis sebagai warga Negara yaitu dengan berkaitan dengan
organisasi-organisasi masyarakat politik. Hal dimaksud ormas
mempunyai peran penting untuk membangun politik Negara dengan
aspirasi-aspirasi pemikiran politik ormas. Oleh sebab itu, pemerintah
tidak seharusnya membuat Undang-undang yang mengkriminalisasi
ormas dengan salah satu contohnya pasal-pasal yang menghilangkan
prosedur pembubaran ormas dengan Menghilangkan Pasal 63 sampai 80
dalam perppu nomor 2 Tahun 2017.
Pasal 80A yang menjadi fokus penelitian, memerlukan analisis
secara mendalam, dengan menggunakan triangulasi berdasarkan tiga
sumber data yakni yayasan sharia law al qonuni, dan pakar hukum, dan
kementerian dalam Negeri Republik Indonesia :
Tabel 4.6
Triangulasi dengan Tiga Sumber Data
Ketua Yayasan Sharia
Law Al Qonuni
Pakar Hukum Kemendagri
(pendaftaran Ormas)
149
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
pasal 80A dalam
Perppu no.2 thn 2017
yang berisi
pencabutan status badan hukum
merupakan bentuk
pembatasan kebebasan berserikat
ormas karena
sebenarnya keberadaan
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun
2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan lebih
sempurna dan memadai. Karenanya,
Perppu Ormas tidak
memiliki urgensi
untuk diterbitkan, mengingat prosedur
dan mekanisme yang
lebih lengkap dan memadai terkait
mengatasi dinamika
keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik
melalui upaya
Persuasif, mekanisme
pemberian Sanksi Administrasi berupa
Peringatan Tertulis,
pembekuan sementara dan mekanisme
yudisial untuk dapat
membubarkan ormas, hak atas kebebasan
berserikat dalam UU
ormas itu sendiri
dilakukan dengan memberikan
kebebasan berserikat
sepanjang tidak melanggar tuntutan
yang adil atas dasar
pertimbangan moral,
nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum yang
pasal 80A dalam
Perppu Nomor 2
Tahun 2017 yang
berbunyi “pencabutan status
badan hukum ormas
sebagaiman dimaksud dalam
pasal 61 ayat (1)
huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus
dinyatakan bubar
berdasarkan
peraturan pemerintah
pengganti
undang-undang ini‟. dari bunyi pasal 80A
yang merujuk pada
pasal 61 ayat (1)
huruf c yang berbunyi “(1) sanksi
adminstratif
sebagaimana dimaksud dalam
pasal 60 ayat (1)
terdiri atas: a. peringatan tertulis; b.
penghentian
kegiatan;dan/atau c.
pencabutan surat keterangan terdaftar
atau pencabutan
status badan hukum. Dan ayat (3) huruf b
yang berbunyi :” b.
pencabutan status
badan hukum oleh menteri yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia.
pasal di atas, terdapat banyak pembatasan
hak atas kebebasan
berserikat yang tidak
sesuai dengan amanat UU HAM
maupun peraturan
pasal 80A yang
berisi pencabutan
status badan hukum
ormas tidak ada niat untuk membatasi
kebebasan ormas
dalam berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan
pendapat. Pasal 80A yang
menghilangkan
proses dan prosedur
pencabutan status badan hukum ormas
dalam
undang-undang nomor 17 tahun
2013 dalam pasal 63
sampai 80 saat ini
sudah tidak sesuai lagi karena prosedur
pencabutan status
badan hukum ormas dalam undang
undang tersebut
membutuhkan proses yang lama
sehingga banyak
waktu yang terbuang
apabila negara berada dalam
ancaman dari ormas
yang ingin menggantikan dasar
negara indonesia
yaitu pancasila, oleh
karena itu sudah benar kepala negara
mengeluarkan
perppu ormas nomor 2 tahun 2017 karena
hal tersebut berada
dalam kondisi mendesak untuk
menjaga keamanan
nasional dan
kestabilan negara dari ancaman ormas
yang berniat
150
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
diakui dalam
masyarakat yang
demokratis.
Meletakkan batas dan memberi dasar bagi
penindakan terhadap
ormas, jikalau kebebasan berkumpul
dan berserikat yang
dimiliki ternyata mengakibatkan
pelanggaran terhadap
hak orang lain dan
ketertiban umum, menyebabkan ada
kemungkinan
organisasi masyarakat yang demikian
dikenakan sansi
hukum, bukan hanya
menyangkut anggota-anggota,
melainkan juga
terhadap organisasi (corporate)nya yang
kemudian dibebankan
kepada pengurus. Sanksi tersebut
merupakan bagian
penting dalam
pengaturan ormas untuk menanggapi
perkembangan yang
terjadi di masyarakat. Sanksi tersebut
bahkan dapat secara
optimal sampai
kepada pembubaran ormas dan
perampasan aset yang
digunakan untuk melakukan
pelanggaran hukum
sedemikian rupa ekstrim dalam
akibat-akibatnya
namun hal yang
terjadi berkaitan pasal 80A dalam Perppu
nomor 2 tahun 2017
HAM internasional.
Diantaranya ada
pembatasan yang
didasarkan pada perihal yang
mencabut status
badan hukum yaitu oleh mennteri yang
menyelenggarakan
urusan di bidang hukum yang
seharusnya proses
pencabutan status
badan hukum harus diajukan terlebih
dahulu ke pengadilan
negeri setelah dinyatakan bersalah
oleh hakim maka
ormas yang
melanggar boleh dibubarkan atau
dicabut status badan
hukumnya bukan langsung dibubarkan
secara sepihak oleh
kementerian hukum dan HAM, ini tentu
tidak dibenarkan
karena akan menjadi
pelanggaran terhadap pembatasan
hak asasi
manusia.pembatasan-pembatasan di atas
memberi petunjuk
tidak dilakukannya
pembatasan secara proporsional dan
tidak didasarkan
adanya kebutuhan yang nyata untuk
dilakukannya
pembatasan sesuai instrument HAM
baik nasional
maupun
internasional. Hal ini memberi petunjuk
pula bahwa tidak
memecah belah
pemikiran
masyarakat.
151
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
ini tentang
pencabutan status
badan hukum
merupkan bentuk pembatasan ormas
dalam hak berserikat,
semua pembatasan
didasarkan pada
adanya kebutuhan
yang mendesak (necessity) dan lebih
jauh hal ini memberi
petunjuk bahwa pembatasan yang
dilakukan memenuhi
tujuan yang sah (legitimate aim).
Sumber : Diolah oleh Peneliti 2018
Berdasarkan tabel triangulasi di atas menunjukkan bahwa Pasal 80A
dalam perppu nomor 2 tahun 2017elah memberangus hak berdemokrasi
ormas yaitu yayasan sharia Law AlQonuni, yaitu hak berserikat
berkumpul dan mengeluarkan pendapat, karena yang seharusnya ormas
berfungsi untuk ikut serta berpartisipasi memajukan negara melalui
opini-opini yang disumbangkan kepada negara kini tidak lagi
dibutuhkan, hal ini terbukti dengan dibabrkannnya salah satu ormas
karena kegiatan dakwahnya karena sesungguhnya kegiatan dakwah yang
apabila kegiatan itu tidak keluar dari jalur islam tidak berhak dibubarkan
kegiatan dakwah karena ajarannya bukan bersumber dari manusia
melainkan lagsung dari pencipta, oleh karena itu dengan alasan demikian
maka pihak yang merasa dirugikan yakni yayasan Law Sharia al-Qonuni
dalam ikhtiar untuk mendapat pengesahan Badan Hukum Yayasan
melalui Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor AHU-0002674.AH.01.04.Tahun 2017 Tentang
Pengesahan Badan Hukum Yayasan Sharia Law Alqonuni telah melewati
serangkaian proses dan prosedur yang tidak mudah serta telah
mengorbankan waktu, tenaga, fikiran dan biaya. Dan Jangan sampai
dengan pasal 80A tersebut yayasan sharia Law AlQonuni dapat dicabut
stats badan hukumnya karena memiliki kegiatan mendakwahkan ajaran
152
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
islam. Agar lebih jelas lagi maka peneliti mencoba memaparkan
triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data di bawah ini:
Tabel 4.7
Triangulasi dengan Teknik Pengumpulan Data
Wawancara Observasi Dokumentasi
Dari Hasil wawancara (CI) pasal 80A dalam
Perppu no.2 thn 2017
yang berisi
pencabutan status badan hukum
merupakan bentuk
pembatasan kebebasan berserikat
ormas karena
sebenarnya keberadaan
Undang-Undang
Nomor 17 Tahun
2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan lebih
sempurna dan memadai. Karenanya,
Perppu Ormas tidak
memiliki urgensi
untuk diterbitkan, mengingat prosedur
dan mekanisme yang
lebih lengkap dan memadai terkait
mengatasi dinamika
keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik
melalui upaya
Persuasif, mekanisme
pemberian Sanksi Administrasi berupa
Peringatan Tertulis,
pembekuan sementara dan mekanisme
yudisial untuk dapat
membubarkan ormas,,
Perppu Ormas Nomor
2 Tahun 2017
mengekang
kebebasan ormas
Dari hasil Observasi Bahwa memang
benar dalam Pasal
80A perppu nomor 2
Tahun 2017 telah menghilangkan
prosedur
pembubaran ormas seperti yang adalam
pasal 63 sampai 80
pada undang-undang ormas Nomor 17
Tahun 2017,
sehingga dengan
alasan ini yayasan sharia laq al qonuni
mengajukan
permohonan uji formil berkaitan
pasal-pasal tersebut.
Dokumen–dokumen
yang di dapat seperti Permohonan Uji
materil dan formil
Peraturan pemerintah
pengganti
Undang-undang
nomor 2 tahun 2017 atas perubahan
Undang-undang
nomor 17 tahun 2017, menunjukkan
adanya
kekuatan/rezim otoriter karena
seharusnya negara
yang patuh hukum
haruslah berlandaskan hukum
bukan terbalik
hukum yang patuh pada negara.
153
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
untuk berorganisasi,
untuk menjalankan
menjalankan kegiatan
keorganisasian yang sebenarnya
kegiatannya
dilindungi oleh konstitusi Negara
Indonesia yaitu pada
Pasal 28E ayat (3) Undang-undang
Negara Republik
Indonesia Tahun
1945.
(SW) upaya dari
pemerintah untuk
menertibkan
administrasi Ormas maka dalam Perppu
Ormas nomor 2 tahun
2017, terdapat pula pasal yang
menunjukkan bahwa
negara membatasi hak
ormas yaitu pada pasal 62 ayat (1), (2)
dan (3) pasal yang
menegaskan pasal 61 ayat 1. pasal tersebut
terdapat pembatasan
hak atas kebebasan berserikat yang tidak
sesuai dengan amanat
UU HAM maupun
peraturan HAM internasional
(FS) undang-undang
nomor 17 tahun 2013
dalam pasal 63 sampai 80 saat ini
sudah tidak sesuai lagi
karena prosedur pencabutan status
badan hukum ormas
dalam undang undang tersebut
membutuhkan proses
yang lama sehingga
banyak waktu yang terbuang apabila
154
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
negara berada dalam
ancaman dari ormas
yang ingin
menggantikan dasar negara. oleh karena
itu sudah benar
presiden mengeluarkan perppu
ormas karena hal
tersebut berada dalam kondisi mendesak
untuk menjaga
keamanan nasional
dan kestabilan negara dari ancaman ormas
yang berniat
memecah belah pemikiran
masyarakat. Sumber : Diolah oleh Peneliti 2018
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa adanya penyisipan
pasal 80A diantara Pasal 80 dan 81 dalam perppu nomor 2 tahun 2017
telah menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum yang
sejatinya itu sudah benar diatur dalam pasal 63 sampai 80 dalam
undang-undang nomor 17 tahun 2017 oleh karena itu masih banyak
yang harus dievaluasi dan di perbaiki perihal Peraturan pemerintah
pengganti undang-undang tentang ormas ini yang sekarang telah sah
menjadi undang-undang. Triangulasi berdasarkan tiga sumber dan tiga
teknik pengumpulan data, merupakan pembuktian keabsahan penelitian
yang dilakukan, perihal Kehidupan berdemokrasi berdasarkan
Undang-undang ormas dalam perspektif pendidikan politik. Hasil
triangulasi tersebut menunjukkan bahwa perppu ormas nomor 2 tahun
2017 mengancan kehidupan berdemokrasi ormas dan penghapusan pasal
krusial yaitu pasal 63 samapi 80 prosedur pencabutan status badan
hukum ormas diberangus sehingga adanya bentuk rezim otoriter oleh
pemerintah, ormas dikendalikan pemerintah dengan adanya
undang-undang Nomor 16 Tahun 2017 ini, padahal organisasi
155
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
masyarakat (ormas) mempunya peran penting untuk ikut serta
memajukan negara melalui kegiatannya.
Hal ini menurut peneliti melanggar hak-hak ormas untuk
menjalankan kebebasan kehidupan berserikat. Menurut peneliti
salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah kebebasan
warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat,
kebebasan berserikat dan kebebasan beragama menurut agama dan
keyakinan masing, semua aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan
dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan warga
negara tersebut. Selain itu Syamsir (2015, hlm. 116), hal yang sangat
penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga Negara
yang kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di
Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini ketika menerbitkan Perrpu secara
konstitusi harus sesuai prosedur, yaitu Bahwa penerbitan Perppu adalah
hak subjektif Presiden, akan tetapi persyaratan-persyaratan pembuatan
Perppu menjadi ranah publik karena akibat penerbitan Perppu oleh
Presiden langsung mengikat warga negara dan menimbulkan akibat
(implikatif) bagi warga negara. Sehingga Presiden harus tunduk kepada
maksud dan tujuan Pembuat Undang-Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan
Perundang-undangan.
Mahkamah Konstitusi menyebut ada 3 (tiga) syarat penerbitan
Perppu sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan putusan
Mahkamah Konstitusi No.138/PUU –Vll/2009, yaitu :“Menimbang
bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang diperlukan apabila: 1. Adanya keadaan yaitu
kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat
berdasarkan Undang-Undang; 2. Undang-Undang yang dibutuhkan
156
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada
Undang-Undang tetapi tidak memadai;3. kekosongan hukum tersebut
tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara
prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk
diselesaikan.
Terkait dengan penerbitan Perppu No.2 Tahun 2017, terdapat
beberapa perdebatan terkait dengan parameter “kegentingan yang
memaksa”. Menurut penulis kita dapat merujuk pada unsur subjektif dan
unsur objektif norma yang mengatur Perppu.
Kedudukan Perppu sebagai norma subjektif yaitu bahwa
“Kegentingan memaksa” menjadi pertimbangan dikeluarkannya sebuah
PERPPU alasannya bersifat subjektif Presiden sesuai dengan yang telah
tercantum dalam Pasal 22 UUD NRI 1945, akan tetapi alasan-alasan
yang menjadi pertimbangan Presiden untuk mengeluarkan sebuah
Perppu harus didasarkan pada kondisi objektif bangsa dan negara yang
tercermin dalam konsideran “Menimbang” dari PERPPU yang
bersangkutan.
Unsur objektif mengenai penerbitan Perppu dapat merujuk pada
Putusan Mahkamah Konstitusi No.138/PUU-VII/2009. Penjelasan
mengenai frasa “kegentingan memaksa” antara lain dapat ditemukan
dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi
No.138/PUU-VII/2009. Mahkamah konstitusi menafsirkan frasa
“kegentingan memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan Perppu. yang
dimaksud konstitusi sebagai prasyarat perlu dibuat sebuah perppu
adalah ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum
secara cepat berdasarkan UU, UU yang dibutuhkan belum ada sehingga
terjadi kekosongan hukum atau ada UU tetapi tidak memadai, dan
kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat
UU secara prosedur biasa karena memerlukan waktu yang cukup lama
157
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk
diselesaikan.
Apabila mengacu pada ketentuan di atas, maka penulis berpendapat
bahwa Perppu ormas tidak memenuhi unsur subjektif dan unsur objektif
kegentingan yang memaksa, karena Presiden tidak pernah sekalipun
mengeluarkan pernyataan “State Of Emergency” yang menjadi landasan
sekaligus Prosedur Konvensi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang perubahan
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemasyarakatan. Negara dalam kondisi aman dan tidak ada kegentingan
yang memaksa untuk menerbitkan Perppu, oleh karena itu Menurut
peneliti hal ini merupakan tindakan gegabah pemerintah sehingga
berujung pada salah satu yayasan yang merasa dirugikan hak-haknya
dengan adanya Perppu ini.
Oleh karena itu, peneliti menganalis bahwa upaya yang dilakukan
oleh yayasan sharia law al qonuni dengan menempuh jalur hukum untuk
memperjuangkan hak berdemokrasi sebagai warga Negara adalah hal
yang lumrah dan umum dilakukan oleh ormas atau lembaga, kelompok
maupun organisasi yang merasa dirugikan hak-hak nya. Upaya ini
merupakan salah satu bentuk memperjuangkan kehidupan berdemokrasi
untuk memperoleh keadilan bagi setiap warga negara seperti yang
dikatakan oleh Syamsir. Keadilan merupakan aspek yang penting dan
hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, kelompok maupun organisasi
sebagai warga Negara yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi
Negara Republik Indonesia dan Konstitusi secara tegas telah memberikan
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hokum sebagaimana diatur dalam Pasal
28D ayat (1) UUD NRI 1945.
Selain itu dianalisis dari perspektif Pendidikan Kewarganegaraan
bahwa pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas
158
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan bahwa seharusnya
pengaturan tersebut membuat norma-norma, kaidah hukum yang
mengatur sesuai dengan kebutuhan dan keadaan suatu negara dan
pengambilan keputusan tersebut haruslah melibatkan warga negara
karena warga negara yaitu ormas memahami pula apa tujuan dari
presideng mengeluarkan suatu aturan karena mereka mempunyai hak
untuk mengeluarkan pendapat, seperti yang diungkapkan oleh Zamroni
mengenai Pengertian Pendidikan kewargnegaraan menurut Zamroni
(Azra,2003, hlm.7) adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaraan kepada generasi
baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat
yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Oleh karena itudari
pengerian pendidikan kewarganegaraan yang mengatakan adanya
pendidikan demokrasi, artinya ciri dari negara demokrasi adalah
menerima dan pendapat warganya dan merangkul warganya apabila
keluar dari zona pancasil dan permasalahan tentang pasal 80A
pencabutan status badan huku ormas yang terdapat dalam perppu
merupakan hak warga negara juga untuk dapat mengkritiknya dan negara
pun harus menerima dan memasukan kritk itu ke dalam daftar perbaikan
aturan tersebut yang tujuannya agar negara dan warganya sama sama
berjalan berdampinya dan tidak ada kesalahpahaman kembali untuk
kedepannya.
Oleh karena itu, peneliti berkesimpulan dari hasil penelitian bahwa
pasal 80A yang disisipkan diantara pasal 80 dan 81 dalam Peraturan
pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2017 perlu di
review sehingga dengan hal ini keadilan dapat ditegakkan sesuai
konstitusi seperti yang tertulis pada bunyi sila ke lima dalam Pancasila
“keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
159
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
4.3.3 Upaya yang dilakukan ormas berkaitan peniadaan prosedur
pencabutan status badan hukum ormas dalam pasal 80A
Berdasarkan deskripsi hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti
didapatkan sebuah informasi bahwa upaya yang dilakukan ormas
berkaitan penghapusasn prosedur pencabutan status badan hukum ormas
dalam Pasal 80A yang menjadi fokus penelitian, memerlukan analisis
secara mendalam, dengan menggunakan triangulasi berdasarkan satu
sumber data yakni yayasan sharia law al qonuni, selaku pihak yang
mengajukan gugatan :
Tabel 4.8
Triangulasi dengan Satu Sumber Data
Yayasan Sharia Law Al Qonuni
Pasal 80A dalam perppu nomor 2 tahun 2017 yang mengapus pasal 63 sampai
pasal 80 dan yang menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam prosedur pencabutan satus badan hukum
sejak mediasi, pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan,
pembekuan sementara, dan permohonan status badan hukum ormas melalui pengadilan menurutnya bentuk pengekangan terhadap ormas sehingga berujung
membatasi hak-hak dan kebebasan ormas dalam berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat sebagai warga negara Indonesia yang secara konstitusi
sebenarnya sudah tertulis jelas bahwa Hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dilindungi oleh konstitusi. Akan tetapi kenyataannya dengan disahkannya
Perppu menjadi Undang-undang Ormas bukan memberikan kebebasan untuk
\menjalankan haknya melalui kegiatan-kegiatan ormas tetapi membatasi kegiatan ormas dengan adanya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017.
hak kostitusonal yang telah diberikan berdasarkan ketentuan pasal 28D ayat (1)
UUD NRI 1945 terancam terabaikan dan diberangus oleh ketentuan pasal 80A Perppu Ormas, sehingga tidak ada Due Proces Of Law dan tidak ada kesetaraan
kedudukan antara Ormas dengan Pemerintah. Pemerintah bias secara sepihak
membubarkan tanpa melalui proses hukum di pengadilan.
dihilangkannya prosedur pembubaran melalui pengadilan berdasarkan ketentuan pasal 80A Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
Tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka setiap Ormas termasuk Yayasan Sharia Law al Qonuni terancam dibubarkan secara sepihak oleh pemerintah tanpa melalui
proses pengadilan. dengan alasan tersebut sebagai Ormas berbadan hukum
berbentuk Yayasan, memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam
Kapasitasnya sebagai Ormas Berbadan Hukum Privat berbentuk Yayasan, yang secara konstitusional telah dirugikan Hak Konstitusionalnya untuk menjalankan
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus Hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
160
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
yang sama di hadapan hukum dalam naungan badan hukum privat berdasarkan
konstitusi pasal 28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI 1945, atas diterbitkannya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. CI mengatakan alasannya mengajukan permohonan uji formil dan
materil Perrpu Ormas atas nama Yayasan Law Al qonuni.
Mahkamah konstitusi perlu memeriksa dan mengadili perkara ini mengenai pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang
Organisasi Kemasyarakatan secara Formil maupun Materil yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 80A yang menghilangkan
prosedur pencabutan status badan hukum yang adil.
Sumber diolah oleh peneliti, 2018
Berdasarkan tabel triangulasi di atas menunjukkan bahwa Pasal 80A
dalam perppu nomor 2 tahun 2017 tentang prosedur dan proses
pencabutan badan hukum ormas telah memberangus hak berdemokrasi
ormas yaitu yayasan sharia law al qonuni, yaitu hak berserikat berkumpul
dan mengeluarkan pendapat, oleh karena itu dengan alasan demikian
maka pihak yang merasa dirugikan yakni yayasan law sharia al qonuni
dalam ikhtiar untuk mendapat pengesahan badan hukum yayasan melalui
keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor AHU-0002674.AH.01.04.Tahun 2017 tentang pengesahan badan
hukum yayasan sharia law al qonuni telah melewati serangkaian proses
dan prosedur yang tidak mudah serta telah mengorbankan waktu, tenaga,
fikiran dan biaya. Dan Jangan sampai dengan pasal 80A tersebut yayasan
sharia law al qonuni dapat dicabut stats badan hukumnya karena memiliki
kegiatan mendakwahkan ajaran islam. Agar lebih jelas lagi maka peneliti
mencoba memaparkan triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data
di bawah ini:
Tabel 4.9
Triangulasi dengan Teknik Pengumpulan Data
Wawancara Observasi Dokumentasi
Dari hasil wawancara Pasal 80A
dalam perppu nomor 2 tahun 2017
Dari hasil
Observasi
Dokumen–
dokumen yang
161
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
yang mengapus pasal 63 sampai pasal
80 dan yang menghilangkan prosedur
pencabutan status badan hukum
ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam prosedur pencabutan
satus badan hukum sejak mediasi,
pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan,
pembekuan sementara, dan
permohonan status badan hukum ormas melalui pengadilan
menurutnya bentuk pengekangan
terhadap ormas sehingga berujung
membatasi hak-hak dan kebebasan ormas dalam berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat sebagai
warga negara Indonesia yang secara konstitusi sebenarnya sudah tertulis
jelas bahwa Hak berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan
pendapat dilindungi oleh konstitusi. Akan tetapi kenyataannya dengan
disahkannya Perppu menjadi
Undang-undang Ormas bukan memberikan kebebasan untuk
\menjalankan haknya melalui
kegiatan-kegiatan ormas tetapi membatasi kegiatan ormas dengan
adanya Undang-undang Nomor 2
Tahun 2017.
hak kostitusonal yang telah diberikan berdasarkan ketentuan
pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945
terancam terabaikan dan diberangus oleh ketentuan pasal 80A Perppu
Ormas, sehingga tidak ada Due
Proces Of Law dan tidak ada
kesetaraan kedudukan antara Ormas dengan Pemerintah. Pemerintah bias
secara sepihak membubarkan tanpa
melalui proses hukum di pengadilan. dihilangkannya prosedur
pembubaran melalui pengadilan
berdasarkan ketentuan pasal 80A Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan, maka setiap Ormas
Bahwa
memang benar
dalam Pasal
80A perppu nomor 2 Tahun
2017 telah
menghilangkan prosedur
pembubaran
ormas seperti yang adalam
pasal 63
sampai 80 pada
undang-undang ormas Nomor
17 Tahun 2017,
sehingga dengan alasan
ini yayasan
sharia laq al
qonuni mengajukan
permohonan
uji formil berkaitan
pasal-pasal
tersebut.
di dapat seperti
Permohonan Uji
materil dan
formil Peraturan pemerintah
pengganti
Undang-undang nomor 2 tahun
2017 atas
perubahan Undang-undang
nomor 17 tahun
2017,
menunjukkan adanya
kekuatan/rezim
otoriter karena seharusnya
negara yang
patuh hukum
haruslah berlandaskan
hukum bukan
terbalik hukum yang patuh pada
negara.
162
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
termasuk Yayasan Sharia Law al
Qonuni terancam dibubarkan secara
sepihak oleh pemerintah tanpa
melalui proses pengadilan. dengan alasan tersebut sebagai Ormas
berbadan hukum berbentuk Yayasan,
memiliki kedudukan hukum sebagai Pemohon dalam Kapasitasnya
sebagai Ormas Berbadan Hukum
Privat berbentuk Yayasan, yang secara konstitusional telah dirugikan
Hak Konstitusionalnya untuk
menjalankan kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sekaligus Hak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum dalam naungan badan hukum
privat berdasarkan konstitusi pasal
28E ayat (3) Jo. 28D ayat (1) UUD NRI 1945, atas diterbitkannya
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2017 Tentang Perubahan Undang –
Undang Nomor 17 Tahun 2013
Tentang Organisasi Kemasyarakatan. CI mengatakan alasannya
mengajukan permohonan uji formil
dan materil Perrpu Ormas atas nama
Yayasan Law Al qonuni. Mahkamah konstitusi perlu memeriksa
dan mengadili perkara ini mengenai
pasal-pasal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017
tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan secara Formil
maupun Materil yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
khususnya pasal 80A yang
menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum yang adil.
Sumber diolah oleh peneliti, 2018.
163
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa adanya penyisipan
pasal 80A diantara Pasal 80 dan 81 dalam perppu nomor 2 tahun 2017
telah menghilangkan prosedur pencabutan status badan hukum yang
sejatinya itu sudah benar diatur dalam pasal 63 sampai 80 dalam
undang-undang nomor 17 tahun 2017 oleh karena itu masih banyak
yang harus dievaluasi dan di perbaiki perihal Peraturan pemerintah
pengganti undang-undang tentang ormas ini yang sekarang telah sah
menjadi undang-undang. Triangulasi berdasarkan tiga sumber dan tiga
teknik pengumpulan data, merupakan pembuktian keabsahan penelitian
yang dilakukan, perihal Kehidupan berdemokrasi berdasarkan
Undang-undang ormas dalam perspektif pendidikan politik. Hasil
triangulasi tersebut menunjukkan bahwa perppu ormas nomor 2 tahun
2017 mengancam kehidupan berdemokrasi ormas padahal organisasi
masyarakat (ormas) mempunya peran penting untuk ikut serta
memajukan negara melalui kegiatannya.
Hal ini menurut peneliti melanggar hak-hak ormas untuk
menjalankan kebebasan kehidupan berserikat. Menurut peneliti
salah satu hal yang sangat penting dalam demokrasi adalah kebebasan
warga negara dalam berbagai aspek, baik itu kebebasan berpendapat,
kebebasan berserikat dan kebebasan beragama menurut agama dan
keyakinan masing, semua aspek kebebasan tersebut telah dicantumkan
dalam konstitusi negara kita serta dilindungi hak kebebasan warga
negara tersebut. Selain itu Syamsir (2015, hlm. 116), hal yang sangat
penting dalam demokrasi adalah keadilan bagi setiap warga Negara
yang kemudian dituangkan dalam konstitusi dan hukum positif di
Indonesia.
peneliti menganalis bahwa Upaya yang dilakukan oleh yayasan
sharia law al qonuni dengan menempuh jalur hukum untuk
memperjuangkan hak berdemokrasi sebagai warga Negara adalah hal
yang lumrah dan umum dilakukan oleh orang atau lembaga, kelompok
164
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
maupun organisasi yang merasa dirugikan hak-hak nya. Upaya ini
merupakan salah satu bentuk memperjuangkan kehidupan berdemokrasi
untuk memperoleh keadilan bagi setiap warga negara seperti yang
dikatakan oleh Syamsir. Keadilan merupakan aspek yang penting dan
hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat, kelompok maupun organisasi
sebagai warga Negara yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi
Negara Republik Indonesia dan Konstitusi secara tegas telah
memberikan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hokum sebagaimana
diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945. upaya untuk
memperjuangkan kehidupan berdemokrasi dalam perspektif pendidikan
po litik baik yang menempuh jalur hukum dengan permohonan
pengujian formil dam materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 atas
perubahan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi
kemayarakatan ke Mahkamah Konstitusi oleh yayasan sharia law al
qonuni merupakan tindakan yang tidak melanggar hukum dan
tujuannya untuk memperoleh keadilan.
BAB V
KESIMPULAN
165
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
5.1 Kesimpulan
5.1.2 Kesimpulan Umum
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2017 Pasal 80A Tentang Pencabutan Status Badan Hukum
ormas, Pasalnya perppu tersebut yang diterbitkan oleh pemerintah
Pada bulan Juli dan disahkan Oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Republik Indonesia Pada 24 Oktober 2017 menjadi Undang-undang
ormas. Akan Tetapi dengan diterbitkannya Perppu ormas Pada bulan
Juli yaitu yang berujung dengan dibubarkannya salah satu ormas
yang dicabut status badan hukumnya tanpa proses peradilan dan
tanpa proses administratif sesuai pasal 63 sampai 80 dalam
Undang-undang ormas Nomor 17 Tahun 2013 mengalami pro dan
kontra dari sejumlah pihak khususnya yayasan sharia law al qonuni
yang menyatakan dengan dihilangkannya Pasal 63 sampai 80 dalam
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang prosedur
pembubaran ormas maka yayayan sharia law al qonuni dan
organisasi-organisasi lain bisa juga dibubarkan dan dicabut status
badan hukumnya tanpa prosedur yang benar dan adil.
5.1.2 Kesimpulan Khusus
Setelah melakukan penelitian dan analisis, maka dalam
tahapan ini peneliti akan memaparkan beberapa kesimpulan khusus
yang di dasarkan kepada rumusan masalah yang ditentukan.
Kesimpulan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Perppu ormas pasal 80A menghilangkan proses pembubaran
ormas melalui pengadilan dalam perspektif Pendidikan
Kewarganegaraan. yang dimana Prosedur pencabutan status
badan hukum ormas sebagaimana sebelumnya diatur dalam
166
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
prosedur pencabutan satus badan hukum sejak mediasi,
pemberian sanksi administratif, penghentian dana bantuan,
pembekuan sementara, dan permohonan status badan hukum
ormas melalui pengadilan dihilangkan karena penyisipan pasal
80A memungkinkan pemerintah secara sepihak mencabut status
badan hukum ormas tanpa didahului proses pemeriksaan di
pengadilan. Padahal, proses itu penting untuk menjamin
prinsip due process of law, Equal before the Law dan asas
Presumption of innocent, yang memberikan ruang kepada ormas
untuk membela diri dan memberikan kesempatan bagi hakim
untuk mendengar argumentasi para pihak berperkara secara adil.
2. Pengaturan keberadaan ormas menurut pasal 80A Perppu ormas
dalam perspektif Pendidikan Kewarganegaraan. pasal 80A
Perppu no.2 thn 2017 yang berisi pencabutan status badan
hukum membatasi kebebasan berserikat ormas karena
sebenarnya keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang organisasi kemasyarakatan lebih sempurna dan
memadai. Karenanya, Perppu ormas tidak memiliki urgensi
untuk diterbitkan, mengingat prosedur dan mekanisme yang
lebih lengkap dan memadai terkait mengatasi dinamika
keormasan Menurut UU No. 17/2013, baik melalui upaya
Persuasif, mekanisme pemberian Sanksi Administrasi berupa
Peringatan Tertulis, pembekuan sementara dan mekanisme
yudisial untuk dapat membubarkan ormas.
3. Upaya yang dilakukan ormas (yayasan sharia law al
qonuni)sehubungan dengan prosedur pencabutan status badan
hukum ormas dalam pasal 80A mengajukan permohonan uji
formil dan materil Perrpu ormas atas nama Yayasan Law Al
qonuni ke Mahkamah Konstitusi. Bahwa MK perlu memeriksa
kmebali dan mengadili perkara ini.
167
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
5.2 SARAN
Dari hasil penelitian ini, sebagai bahan rekomendasi dengan
mempertimbangkan hasil temuan maka beberapa hal yang dapat menjadi
bahan rekomendasi atau saran peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagi Yayasan Sharia Law Al Qonuni sebaiknya perdalami kembali
Permohonan Uji Formil Dan Materil Perppu Nomor 2 Tahun 2017
Tentang Organisasi Kemasyarakatan agar proses peradilan
mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan dan adil untuk yayasan
Sharia Law Al Qonuni Khususnya dan adil untuk organisasi
kemasyarakatan lainnya.
2. Bagi pemerintah yaitu Kementerian Dalam Negeri Republik
Indonesia sebaiknya apabila ada ormas yang visi misinya
bertentangan dengan Pancasila, diharapkan Kemendagri yang salah
satu fungsinya mengayomi ormas yang bermasalah yaitu dapat
mengayomi dan memperlakukan ormas sesuai dengan konstitusi
negara Indonesia.
3. Bagi Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
a. Lebih mengintensifkan kajian-kajian mengenai Kehidupan
berdemokrasi dan Hak Berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat Ormas untuk dijadikan bahan kajian studi jurusan
pendidikan kewarganegaraan.
b. Mengoptimalkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk
memberikan edukasi atau membantu mengembangkan
pengetahuan dan kesadarannya akan pentingnya melaksanakan
hak dan kewajiban sebagai warga negara.
4. Bagi Peneliti Lain
a. Sebaiknya mengadakan penelitian lebih mendalam mengenai
keterkaitan kehidupan berdemokrasi dan hak berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pendapat secara mendalam.
168
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
b. Sebaiknya peneliti menggunakan penelitian studi normative
dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk
mendeskripsikan Undang-undang Ormas, sesuai dengan
karakteristik dari penelitian Studi Normatif yang fleksibel.
169
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dar i Buku:
Mahfud MD, Moh. (2017). Politik Hukum Di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
Asshidiqie, Jimly, (2017). Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta :
Sinar Grafika.
Magnis suseno, Franz dan Alston, Philip (2015). Hukum Hak Asasi Manusia.
Yogyakarta : PUSHAM UII.
Soekanto, Soerjono (2015). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.
Asshidiqie, Jimly, (2015). Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi;
Serpihan Pemikiran Hukum, Media, dan HAM. Jakarta : Konstitusi Press.
Azra, Azyumardi. (2015). Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) :
demokrasi, hak asasi manusia dan mayarakat madani. Jakarta : Prenada
Media Group.
Atmasasmita, Romli, (2016). Pengantar Hukum Pidana Internasional. Bandung:
PT. Refika Aditama.
W. nalle, victor Imanuel (2017). Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta :
Suluh Media.h
Yustisia, (2013). Pedoman Pembentukan dan Pembubaran Ormas.Yogyakarta:
Pustaka Yustisia.
Manulang, M (2009). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
P. Siagian, Sondang, (2017). Filsafat Administrasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
J. Moleong, Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
170
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Cresswell, J. W. (2015). Educational Research (Planning, Conducting, and
Evaluating Quantitative and Qualitative Research). California: Pearson
(Sage Publications).
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Mulyana, Deddy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Widi, Kartiko, Restu, (2010). Asas Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Peneliti Hukum, Jakarta: UI-Press. 1984.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Nasution. (2009). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku
Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Zuriah, Nurul. (2007). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan
(Teori-Aplikasi). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Bungin, Burhan. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi
Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Santoso, Lukman (2016). Negara Hukum Dan Demokrasi : Pasang Surut Negara
Hukum di Indonesia Pasca Reformasi. Yogyakarta : IAIN Po Press
Muntoha (2013). Negara Hukum Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945.
Yogyakarta : Kaukaba Dipantara.
Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Ibrahim, Johnny (2006), Teori dan Metodologi penelitian Hukum Normatif.
Malang: Bayumedia Publishing)
Hanitjo Soemitro, Ronny (1988). Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Suryabrata, Sumadi (1987). Metode Penelitian. Jakarta : Rajawali.
Tim ICCE UIN (2010). Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani.
Jakarta:ICCE UIN.
171
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Juliardi, Budi (2015). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
cetakan kedua. Jakarta:Rajawali pers.
Alfian (1980). Politik,Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Budiardjo, Miriam (1986). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Ghazali, A.Muchtar dan Abdul Majid (2016). “PPKn Materi Kuliah Di Perguruan
Tinggi islam”,cetakan kedua. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Mannan, Bagir (2003). Teori dan Politik Konstitusi,cetakan pertama.
Yogyakarta : FH UII Press, Yogyakarta.
Mustafa Kamal, Pasha (2002). Pendidikan kewarganegaraan. Yogyakarta:Citra
Karsa mandiri.
Madjid,Nurcholish (1997). Tradisi Islam, Peran dan fungsinya dalam
Pembanguan di Indonesia. Jakarta; Paramadina.
Mahfud MD (1998). Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: LP3ES,1998.
Fachry, Ali (1984). Islam, Pancasila dan Pergualatn Politik, Jakarta:Pustaka
Antara.
Huda, Ni‟matul (2005) . Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:PT. Raja
Grafindo,2005.
Miriam Budiadjo, Miriam (1977).Masalah – Masalah Kenenggaraan. Jakarta:
gramedia.
Asshiddiqie, Jimly (2010). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cetakan
Kedua. Jakarta:PT.Rajagrafindo Persada.
SKRIPSI, TESIS
Mubarok, Biky Uthbek, (2015). Problematika Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Studi Kasus Kota Sleman).
Yogyakarta :Universitas Islam Negeri Suna Kalijaga.
Ibrahim, M.Najib (2011). Hak Berserikat (Suatu Kajian Terhadap Pembekuan
Dan Pembubaran Ormas Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985
Tentang Organisasi Kemasyarakatan). Jakarta : Universitas Indonesia.
172
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Widiartati, Theresia Rifeni (2010). Keberadaan Organisasi Masyarakat
Berdasarkan Asas Pancasila Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia.
Jakarta : Universitas Indonesia.
SUMBER DARI JURNAL
Setiadi, Wicipto (2012). Pembangunan Hukum Dalam Rangka Peningkatan
Supremasi Hukum. Jurnal RechtsVinding, Volume 1 Nomor 1.
Rosana, Ellya (2011). Modernisasi dan Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs Vol. 7
No.12.
Dwi Putri, Melisa dan Setyani Kusumaputri, Erika (2014). Kepercayaan (Trust)
Terhadap Pengurus Organisasi Dan Komitmen Afektif Pada Organisasi
Mahasiswa Daerah Di Yogyakarta. Jurnal Psikologi Integratif, Vol. 2 No. 1.
Agustam (2011). Konsepsi dan Implementasi Demokrasi Pancasila Dalam Sistem
Perpolitikan Di Indonesia. Jurnal TAPIs Vol. 7 No. 12.
Muntoha, (2009). Demokrasi dan Negara Hukum, Jurnal Hukum No. 3 Volume
16, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Syamsir, (2015). Demokratisasi Hak Berpikir Dan Berkreasi Warga Negara Di
Indonesia.Jurnal Inovatif, Nomor I Volume VIII.
Riana, Revina, (2017). Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Mewujudkan Demokrasi Desa di Desa Paulan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar, Nomor 2 Volume 6, Universitas Diponegoro.
Tyagita, Andanti, (2011). Prinsip Kebebasan Berserikat Dalam Serikat Buruh
Sebagai Upaya Perlindungan Dan Penegakan Hak Normatif Pekerja.
Volume 26 No 1.
Siregar, Raja Adil (2015). Tinjauan Yuridis Terhadap Kebasan Berserikat,
Berkumpul Dn Mengeluarkan Pendapat Brdasarkan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Volume 2
Nomor 2.
Antari, Putu Eva Ditayani (2014). Kewenangan Pembubaran Parta Politik Oleh
Mahkamah Konstitusi Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia. Vol.7
No.3, Universitas Udayana Denpasar.
Hilmy, Masdar, (2015). Radikalisme Agama Dan Politik Demokrasi Di Indonesia
Pasca-Orde Baru. Vol. XXXIX No. 2, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Sari. Estika, (2003). Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Vol.II No.
173
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Antari, Putu Eva Ditayani, (2015). Pengaturan Larangan dan Sanksi Organisasi
Masyarakat (Ormas) Sebagai Pembatasan Hak Berserikat Dalam Negara
Demokrasi. Jurnal Hukum Undiknas Vol 2 No 2.
Wibowo, Catur Dan Herman, Harefa (2015). Urgensi Pengawasan Organisasi
Kemasyarakatn Oleh Pemerintah. Jurnal Bina Praja,Volume 7 Nomor 1
Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kementrian Dalam Negeri.
Durado, Nielton Caves, (2016). Peran Organisasi Masyarakat Dalam Mengontrol
Kebijakan Pemerintah. Jurnal Eksekuti Volume 1 Nomor 7.
Prameswari, Putu Indah (2015). Studi Kasus Tentang Organisasi Masyarakat
Dalam Pemilihan Gubernur Bali 2013. Jurnal Politik Muda, Vol. 4 No. 1.
BA. M.Yusuf, (2016). Peran Organisasi Ikatan Pemuda Loktuan Bersatu (Ormas
IPLB) Dalam Penyediaan Tenaga Kerja Pada Perusahaan Di Kelurahan
Loktuan Kecamatan Bontang utara. Journal Ilmu Pemerintahan, Vol 4 No
1. Universitas Mulawarman
Nugraha, Anche. Suwitha, I Putuh Gede. Putra, Ida Bagus Gde, (2016). Dinamika
Organisasi Kemasyarakatan di Kota Denpasar 1970-2014, Jurnal Humanis,
Fakultas Ilmu Budaya Unud Vol 16.1 Juli 2
Bambang Irawan, Benny. (2007). Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia.
HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.5 NO.1 OKTOBER
2007.
Gunarsi, Sri.dkk. (2014). Pelaksanaan nilai demokrasi dikalangan Mahasiswa.
Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol. 24, No. 2, Desember 2014.
Mashuri. (2014). Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya Pembangunan
Demokrasi. Jurnal Kewirausahaan , Vol 13, No.2, Juli - Desember 2014 .
Soekanto, Soerjono (1977). Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jurnal
Hukum dan Pembangunan, Vol 7, No. 6.
Wijayanti, winda (2013). Eksistensi Undang-undang Sebagai Produk Hukum
dalam Pemenuhan Keadilan Bagi Rakyat (Analisis Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 50/PUU-X/2002). Jurnal Konstitusi, Volume 10 Nomor 1,
Maret 2013.
Rahardjo, Satjipto (1981). Manfaat, Telaah Sosial Terhadap Hukum. Junal Hukum
dan Pembangunan, Vol. 11, No. 1.
Hartono, Sunaryati (1980). Perspektif Politik Hukum Nasional Sebuah Pemikiran.
Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 10, No. 5.
174
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Rianto, Puji (2005). Jurnalisme dalam Tatanan Neoliberal dan Krisis Demokrasi.
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Volume9. Nomor 1, Juli 2005.
Purba, Ardyantha Sivadabert (2015). Potret Pandangan Akademisi Di jurnal Ilmu
Sosial dan ilmu Politik UGM (JSP) Mengenai Permasalahan Demokrasi di
Indonesia. Jurnal Politik Muda, Vol. 4, No. 1. Januari-Maret 2015.
Anwar, M. Zainal (2007). Peran Parta Islam dalam Proses Konsolidasi
Demokrasi di Indonesia. Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama dan Perubahan
Sosial. Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2007.
Marzuki, Masnur. (2009). Affirmative Action Paradoks Demokrasi. Jurnal
Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009.
Wardhani, Sri Handayani Retna (2009). Penerapan Demokrasi Pancasila Dalam
Pemilu Anggota Legislatif Tahun 2009. Jurnal Konstitusi, Vol. II, No. 1,
Juni 2009.
Buana, Mirza Satria (2009). Menakar Laju Demokratisasi Dalam Ranah Lokal
(Sebuah Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Pemilu Legislatif di Kalimantan
Selatan). Junal Konstitusi, Vol. II, No. 1, Juni 2009.
Thamrin, Djuni (2017). Membuka Ruang Baru Demokrasi Partisipatif Bagi
Community Policing: Peran Forum Warga. Jurnal Keamana Nasional, Vol.
III, No. 1, Mei 2017.
Poti, Jamhur (2016). Demokratisasi Media Massa, Relasi Kuasa Negara
Masyarakat Dan Pemilik Media (Kajian Terhadap Peran Komisi Penyiaran
Indonesia). Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, Agustus 2016.
PH, Slamet (2014). Politik Pendidikan Indonesia Dalam Abad Ke-21. Cakrawala
pendidikan, Vol. 33, No. 3, Oktober 2014.
Lubis, Asri (2009). Upaya meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembangunan. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED, Vol. 6, No. 2, Desember
2009.
Kusmanto, Heri (2013). Peran Badan permusyawaratan Daerah Dalam
Meningkatkan Partisipasi Politik Masayarakat. Jurnal ilmu Pemerintahan
dan Sosial Politik Vol. 1 No. 1.
Soemarsono, Maleha (2007). Negara Hukum Indonesia Ditinjau Dari Sudut Teori
Tujuan Negara. Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-37 No. 2
April-Juni 2007.
Azhari, Aidul Fitriciada (2012). Negara Hukum Indonesia: Dekolonisasi dan
Rekonstruksi Tradisi. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No.4 Vol. 19,
oktober 2012.
175
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
Nugroho, Wahyu (2013). Menyusun Undang-undang yang Responsif dan
Partisipatif Berdasarkan Cita Hukum Pancasila. Jurnal Legislasi Indonesia,
Vol. 10 No. 3, September 2013.
Indaryanto, Wisnu (2013). Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 10 No. 3,
September 2013.
Plaituka, Solidaman Bertho (2016). Costitutional Complaint Dalam Rangka
Penegakan Hak Asasi Manusia di Republik Indonesia. Jurnal Media Hukum,
Vol. 23 No. 1, Juni 2016.
ARTIKEL
Halili (2015). Hak Asasi Manusia : Dari Teori ke Pedagogi. Yogyakarta :
Universitas Negeri Yogyakarta.
Omami, Tentri (2011). Peran Pendidikan Politik Bagi Perempuan Menurut
Prinsip Keadilan Kesetaraan Gender Berdasarkan Undang-undang Nomor 2
Tahun 2008 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 2
Tahun 2011 Tetnag Partai Politik (Stud Pada DPC Partai PDI Perjuangan,
DPC Partai Denokrat, dan DPC Partai Golongan Karya Kota Pontianak).
Sumber Dari Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun l999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Undang-Undang 1945 Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 tentang Hak Atas
Kebebasan Berserikat.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 negara hukum berdasarkan Pasal 1 Ayat
(3) UUD NRI 1945.
UUD NRI 1945 Pasal 28J ayat (2) Tentang menjalankan hak asasi dan
kebebasannya.
Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1982 tentang pendidikan politik bagi generasi
muda.
176
Nurlailah,2019
STATUS HUKUM KEWARGANEGARAAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN DALAM PERSPEKTIF
PENDIDIDIKAN KEWARGANEGARAAN STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA HU”U KABUPATEN DOMPU
NTB
Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan .upi.edu
SUMBER WEBSITE
Soeprapto, Enny. Instrumen Pokok HAM Internasional, Pengesahan Dan
Implementasinya Di
Indonesia.(http://www.komnasham.go.id/portal/files/ES_InstrumenPokokH
AMdiIndonesia.pdf) Diakses 2 Januari 2018.
(http://www.un.org/en/documents/udhr/) Diakses, 1 Januari 2018.
(http://www.leimena.org/en/page/v/535/peran-ormas-dan-pentingnya-revisi-uuno.
-8-tahun-1945-tentang-ormas) diakses2 Januari 2018.
(http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php) Diakses 2 Januari 2018.
(http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php) Diakses 2 Januari 2018.