Upload
trandat
View
228
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
1
Tahun 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagai sebuah organisasi, instansi pemerintah semakin dituntut untuk
memperlihatkan pencapaian keberhasilan tugas pokok dan fungsinya. Keberhasilan
sebuah organisasi akan banyak di pengaruhi oleh kemampuannya untuk
menyampaikan informasi secara terbuka, seimbang, dan merata bagi semua pihak
berkepentingan (stakeholder). Dengan penguasaan informasi yang seimbang, pihak
pihak yang terkait dengan organisasi dapat mengambil keputusan yang wajar. Instansi
pemerintah diwajibkan untuk menyiapkan, menyusun, dan menyampaikan informasi
kinerja secara tertulis, priodik, dan melembaga sebagai perwujudan normative
pertanggungjawaban.
Penyampaian kinerja ini dimaksudkan sebagai pengungkapan/komunikasi
capaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan komitmen yang telah ditetapkan,
yaitu focus organisasi untuk mencapai tingkat kinerja yang tertuang dalam rumusan
tujuan dan sasaran. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus
mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan danke gagalan tingkat
kinerja yang dicapainya. Berbagai pengungkapan ini dituangkan dalam dokumen-
dokumen SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah)
SAKIP pada pokoknya nerupakan instrument yang digunakan pemerintah
dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan misi organiasai (LAN dan BPKP, 2000; 13).
Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari
pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan intansi yang lebih tinggi kepada
pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang
disertai dengan indikator kinerja. Melalui perjanjian kinerja, terwujudlah komitmen
penerima amanah atas kinerja terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan
wewenang serta sumber daya yang tersedia. Kinerja yang disepakati tidak dibatasi
pada kinerja yang dihasilakan atas kegiatan tahun bersangkutan, tetapi termasuk
kinerja (outcome) yang seharusnya terwujud akibat kegiatan tahun-tahun
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
2
Tahun 2014
sebelumnya. Dengan demikian target kinerjanya yang diperjanjikan juga mencakup
outcome yang dihasilkan dari kegiatan pada tahun sebelumnya, sehingga terwujud
kesinambungan kinerja setiap tahunnya.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang selanjutnya disingkat
SAKIP, adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur yang
dirancang untuk tujuan penetapan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian,
pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka
pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah.
Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan / kegagalan pelaksanaan program dan
kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka
mencapai misi organisasi secara terukur dengan sasaran / target kinerja yang telah
ditetapkan melalui laporaqn kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik
(Perpres 29 tahun 2014). Melalui penyelenggaraan SAKIP dapat tergambarkan kinerja
instansi apakah telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau belum.
Penyelenggaraan SAKIP dilaksanakan secara selaras dan sesuai dengan
penyelenggaraan Sistem Akuntansi Pemerintah dan tata cara pengendalian serta
evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan.
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi kinerja pemerintah,
serta sebagai implementasi penganggaran berbasis kinerja, dengan berpedoman pada
Pepres No 29 Tahun 2014 tentang SAKIP, dan Permen PAN dan Reformasi Birokrasi
Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja
dan Tata cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah,.
Sesuai pasal 5 Perpres No. 29 Tahun 2014, Penyelenggaraan SAKIP meliputi :
a. rencana strategis
b. perjanjian kinerja
c. pengukuran kinerja, pengolahan data kinerja
d. pelaporan kinerja, dan
e. reviu dan evaluasi kinerja
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
3
Tahun 2014
1. 2 Dasar Hukum
Pelaksanaan penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Pemerintah Kota
Depok Tahun 2014 dengan memperhatikan kepada peraturan perundang-undangan
yang melandasi pelaksanaan LAKIP, yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme;
2. Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Indonesia tahun 2004 Nomor 5);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang
Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
8. Peraturan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja,Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah;
9. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 7 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Wajib dan Pilihan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota
Depok. (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 7).
10. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Depok Tahun 2011 –
2016;Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2014 tentang Anggaran
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
4
Tahun 2014
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok Tahun Anggaran 2015.
11. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2014 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Depok Tahun Anggaran 2015;
12. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah Kota Depok sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008;
13. Keputusan Walikota Depok Nomor 821.29/14/Kpts/Ortala/Huk/2015 Tentang
Pembentukan Tim Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Kota Depok Tahun 2014.
1. 3 Bidang Kewenangan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 12
Ayat (1) menyebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi (a).
Pendidikan (b). Kesehatan (c). Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (d). Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman (e). Ketentraman, Ketertiban Umum, dan
Perlindungan masyarakat (f). Sosial dan Ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan dasar meliputi (a). Tenaga Kerja (b). Pemberdayaan
Perempuan anak (c). Pangan (d). Pertanahan (e) Lingkungan Hidup (f). (Administrasi
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (g). Pemberdayaan masyarakat dan Desa (h),
Pengendalian Penduduk dan Kelurga Berencana (i). Perhubungan (j). Komunikasi dan
Informatika (k). Koperasi, usaha kecil dan menengah.
1.3.1 Struktur Organisasi
Organisasi perangkat daerah sebagai wadah penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan haruslah terbentuk secara solid,
kokoh dan berdayaguna. Struktur organisasi pemerintah Kota Depok mengacu pada
Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kota Depok No. 8 tahun 2008 sebagaimana
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
5
Tahun 2014
terakhir dirubah dengan Perda no. 17 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat atas
Perda no.8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Sesuai dengan Pasal 21 PP No. 41 Tahun 2007 bahwa besaran Organisasi
Perangkat Daerah Kota Depok memiliki nilai antara 40 (empat puluh) sampai dengan
70 (tujuh puluh) terdiri dari:
a) Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten;
b) Sekretariat DPRD;
c) Dinas paling banyak 15 (lima belas);
d) Lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh);
e) Kecamatan; dan
f) Kelurahan
Maka, struktur Organisasi Perangkat Daerah Kota Depok, adalah sebagai berikut;
a. Sekretariat daerah, terdiri dari 3 (tiga) asisten;
b. Sekretariat DPRD;
c. Satuan Polisi Pamong Praja Type A;
d. Dinas sebanyak 15 (lima belas);
e. Lembaga teknis daerah sebanyak 9 (sembilan);
f. Lembaga lain sebanyak 2 (dua);
g. 11 (sebelas) Kecamatan; dan
h. 63 (enam puluh tiga) Kelurahan
1.5. Gambaran Umum Kota Depok
1.5.1. Kondisi Geografis
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00” – 6o 28’ 00”
Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Bentang alam
Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah –
perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas
permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai
wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar 200,29 km2,
dan secara geografis wilayah Kota depok dialiri oleh sungai-sungai besar yaitu
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
6
Tahun 2014
Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai.
Disamping itu terdapat pula 26 situ. Data luas situ pada tahun 2013 sebesar
142,90 Ha.
Dengan luas wilayah 200,29 km2 atau 0,58% dari luas Provinsi Jawa Barat,
berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan
wilayah Jabotabek. Secara administratif,berdasarkan Perda No 8 Tahun 2008
tentang Pembentukan Wilayah Kecamatan di Kota Depok, Pemerintahan Kota
Depok yang tadinya terdiri dari 6 Kecamatan dimekarkan menjadi 11
Kecamatanyakni Kec.Cimanggis, Kec.Sukmajaya, Kec. Tapos, Kec.Sawangan,
Kec.PancoranMas, Kec.Limo, Kec.Beji, Kec. Cinere, Kec. Bojongsari, Kec.
Cipayung dan Kec, Cilodong sebagaimana Gambar 1.1.
Gambar 1.1
Kota Depok berbatasan langsung dengan tiga kabupaten/kota dan dua provinsi
yaitu:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan
Propinsi Banten danWilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan
Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor;
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
7
Tahun 2014
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan
Bojonggede Kabupaten Bogor;
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Gunung
Sindur Kabupaten Bogor.
Sejak tahun 2009, Kota Depok terbagi atas 11 (sebelas) wilayah kecamatan sebagai
hasil pemekaran dari 6 (enam) kecamatan dan terdiri dari 63 (enam puluh tiga)
Kelurahan, yaitu :
1. Kecamatan Pancoran Mas, dengan 6 kelurahan
2. Kecamatan Sukmajaya, dengan 6 Kelurahan
3. Kecamatan Beji, dengan 6 kelurahan
4. Kecamatan Cimanggis, dengan 6 Kelurahan
5. Kecamatan Sawangan, dengan 7 Kelurahan
6. Kecamatan Limo, dengan 4 kelurahan
7. Kecamatan Cipayung, dengan 5 kelurahan
8. Kecamatan Cilodong, dengan 5 kelurahan
9. Kecamatan Tapos, dengan 7 kelurahan
10. Kecamatan Bojongsari, dengan 7 kelurahan
11. Kecamatan Cinere, dengan 4 kelurahan.
Dari sisi topografi, umumnya kemiringan lahan di Kota Depok berkisar 8-15%.
Namun terdapat pula kecamatan dengan kemiringan rendah yaitu di sebagian
Kecamatan Cinere, Kecamatan Beji Kecamatan Cimanggis. Sedangkan daerah
dengan kemiringan >15% terbentang dari Selatan ke Utara yaitu di sepanjang
sungai yang melintasi Kota Depok.
Berdasarkan kondisi hidrogeologi, Kota Depok didominasi oleh kelompok litiligi
endapan lanau, pasir, kerikil dan kerakal hasil pengendapan kembali endapan
vulkanik kwarter (kipas alluvial muda) serta konglomerat dan pasir sungai (endapan
alluvial tua), dengan tingkat kelulusan air sedang sampai tinggi termasuk akifer
dengan produktivitas tinggi di bagian utara dan akifer dengan produktivitas
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
8
Tahun 2014
sedang di bagian selatan dengan penyebaran akifer luas dengan debit antara 1-5
liter/detik. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kota Depok memiliki kandungan air
tanah yang cukup baik. Selain sumberdaya air tanah di Kota Depok juga terdapat
sumberdaya air lain yang berasal dari sumberdaya air permukaan yang meliputi 30
setu dan 14 sungai yang melintasi Kota Depok.
Secara umum wilayah Kota Depok memiliki daya dukung yang cukup untuk
pengembangan kegiatan budidaya baik budidaya pertanian maupun non
pertanian. Namun ada beberapa bagian wilayah yang memiliki daya dukung rendah
untuk pengembangan meskipun dengan upaya teknologi yaitu daerah dengan
kemiringan lereng curam/tinggi, rawan longsor, dan potensi erosi, di antaranya
adalah kawasan sempadan Sungai Ciliwung, Cikeas, Pesanggrahan dan Sungai
Angke. Selain itu daerah yang termasuk wilayah kendala/limitasi adalah sempadan
jalur pipa gas, sempadan jalan kereta api, sempadan setu dan sempadan jalur
distribusi energi listrik saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dan saluran udara
tegangan ekstra tinggi (SUTET).
Sementara untuk wilayah ber-HPL di Kota Depok yang paling luas terdapat di
Kecamatan Sukmajaya seluas 2.068 Ha; dan wilayah ber-HGB yang paling luas ada
di Kecamatan Tapos yaitu seluas 8.036 Ha.Sementara itu wilayah kumuh yang paling luas
terdapat di Kecamatan Tapos yaitu seluas 102,184 Ha. Adapun jumlah bangunan rumah
tempat tinggal menurut kecamatan di Kota Depok sebanyak 357,203 unit dengan rincian
sesuai table 1.1.
Kecamatan Jumlah Bangunan Rumah
(Unit) Ber IMB
1 Beji 28,660 6.260
2 Cimanggis 21,631 10.372
3 Limo 16,565 12.527
4 Sawangan 24,308 2.837
5 Sukmajaya 60,592 7.882
6 Pancoran Mas 74,445 8.253
7 Tapos 47,045 9.910
8 Cinere 19,682 5.223
Tabel 1.1. Jumlah Bangunan Rumah Tempat Tinggal
Menurut Kecamatan di Kota Depok posisi 31 Desember 2014
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
9
Tahun 2014
9 Bojongsari 16,019 2.428
10 Cilodong 33,250 2.397
11 Cipayung 15,006 2.510
Jumlah 357,203 70.599 Sumber: Dinas Tata Ruang dan Permukiman, Kota Depok, 2014
Berkaitan dengan Sumber Daya Air yang ada di Kota Depok terdiri dari dua
sumber yaitu sungai dan situ. Secara umum sungai-sungai di Kota Depok
termasuk kedalam dua Satuan Wilayah Sungai Besar, yaitu sungai Ciliwung dan
Cisadane. Selanjutnya sungai-sungai tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah
Aliran Sungai, yaitu sungai Ciliwung, Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu,
Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut, Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang
Tengah dan sungai Caringin. Kedalaman situ-situ bervariasi antara 1 sampai 4
meter.
1.5.2 Kondisi Demografis
Dengan luas wilayah 200,29 km², Kota Depok pada tahun 2014 memiliki jumlah
penduduk sebanyak 2.042.391 jiwa. Sementara pada tahun 2013 jumlah penduduk
Kota Depok sebanyak 1.994.215jiwa, artinya terdapat peningkatan jumlah
penduduk sebanyak 48.176 jiwa. Pertumbuhan penduduk yang demikian tinggi ini
dipengaruhi oleh tingginya arus migrasi yang masuk ke Kota Depok, mengingat
Kota Depok dinilai sebagai daerah yang sangat strategis dilihat dari seluruh fungsi
kota, baik dari fungsi jasa, perdagangan maupun permukiman.Letak wilayah Kota
Depok yang juga berbatasan langsung dengan Ibukota Negara Republik Indonesia
DKI Jakarta di sebelah Utara dan Wilayah Bogor di sebelah menjadikan Kota
Depok menjadi daerah penyeimbang sekaligus buffer zone dari kawasan resapan
air. Kota Depok juga berperan sebagai counter magnet bagi DKI Jakarta dan
wilayah sekitarnya sehingga aktivitas yang tumbuh dan berkembang di Kota
Depok cenderung merupakan kegiatan perkotaan yang memiliki daya tarik untuk
kegiatan di sektor perniagaan, jasa, pendidikan dan permukiman serta kegiatan
investasi lainnya. Selain itu, Kota Depok juga menempatkan Depok berada pada
poros Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
10
Tahun 2014
Perkembangan jumlah Penduduk Kota Depok selama tahun 2012 – 2014 dapat
dilihat pada grafik 1.1. Berdasarkan grafik 1.1. terlihat perkembangan jumlah
penduduk yang cukup pesat terjadi pada periode 2013-2014.Dimana pada periode
2012-2013 terjadi peningkatan jumlah penduduk tetapi kenaikannya lebih sedikit
dibandingkan dengan kenaikan jumlah penduduk pada periode 2013-2014.
Grafik 1.1. Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2010– 2014
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, 2014
Sementara itu, untuk mengetahui komposisi penduduk berdasarkan struktur
penduduk menurut usia dan jenis kelamin di Kota Depok secara rinci dapat dilihat
pada tabel 1.2. Berdasarkan tabel 1.2. dapat diketahui komposisi penduduk
menurut jenis kelamin, dimana penduduk Kota Depok masih didominasi oleh
penduduk laki-laki dengan rincian jumlah penduduk laki-lakisebanyak 1.043.815
jiwa dan dan perempuan 998. 576jiwa.
Kondisi penduduk berdasarkan struktur penduduk menurut usia dan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel 1.2 yang menunjukkan bahwa struktur usia usia
35-39 tahun dan usia 30-34 tahun merupakan kelompok usia yang mendominasi,
masing-masing sebanyak 205.438 dan 205.269 jiwa. Sementara jumlah penduduk
dengan proporsi terkecil ada pada penduduk usia 70-74 tahun ke atas, yaitu
sebanyak 28.125 jiwa.
1.737.152
1.813.612
1.956.292 1.994.215
2.042.391
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
1.550.000
1.600.000
1.650.000
1.700.000
1.750.000
1.800.000
1.850.000
1.900.000
1.950.000
2.000.000
2.050.000
2.100.000
1 2 3 4 5
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
11
Tahun 2014
Tabel 1.2. Stuktur Penduduk Kota Depok Menurut Usia dan Jenis Kelamin
Posisi 31 Desember 2014
No Kelompok
Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 0-4 51.036 47.629 98.665
2 5-9 88.289 81.462 169.751
3 10-14 91.796 86.837 178.633
4 15-19 83.586 78.736 162.322
5 20-24 80.809 76.845 157.654
6 25-29 82.900 84.319 167.219
7 30-34 101.600 103.669 205.269
8 35-39 104.587 100.851 205.438
9 40-44 95.135 88.316 183.451
10 45-49 78.810 71.001 149.811
11 50-54 59.263 55.826 115.089
12 55-59 45.695 43.506 89.201
13 60-64 32.216 28.736 60.952
14 65-69 19.013 19.627 38.640
15 70-74 14.330 13.795 28.125
16 75+ 14.750 17.421 32.171
JUMLAH
1.043.815 998.576 2.042.391
Sumber :Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, 2014
Sementara jumlah penduduk Kota Depok berdasar tingkat pendidikan dapat
dilihat dari komposisi penduduk usia 10 tahun keatas menurut ijazah tertinggi
sebagaimana diuraikan pada tabel 1.3.
Tabel 1.3. Jumlah Penduduk Kota Depok Menurut Tingkat Pendidikan
Posisi 31 Desember 2014
NO. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1 SD/ MI Sederajat 206.168
2 SLTP/MTS Sederajat 266.482
3 SLTA/MA/Sederajat 722.771
4 S1 157.430
5 S2 15.382
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
12
Tahun 2014
6 S3 1.423
7 Diploma I/II 20.569
8 Diploma III 63.888
Jumlah
Sumber: Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, 2014
Berdasar tabel 1.3. diketahui bahwa berdasarkan tingkat pendidikan, komposisi
penduduk Kota Depok didominasi pada penduduk dengan tingkat
SLTA/MA/Sederajat sebanyak 722.771 jiwa, disusul penduduk dengan tingkat
pendidikan SLTP/MTS/Sederajat dan SD/MI/Sederajat. Sementara untuk kelompok
minoritas terdapat pada penduduk dengan tingkat pendidikan S3 yaitu sebanyak
1.423 jiwa.
Selain berdasar tingkat pendidikan, jumlah penduduk Kota Depok dapat dilihat
dari sebaran penduduk di kecamatan yang rinciannya terdapat pada tabel 1.4.
Tabel 1.4.
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kota Depok Posisi 31 Desember 2014
NO. KECAMATAN Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Kecamatan Beji 89.138 84.962 174.100
2 Kecamatan Cimanggis 138.788 130.929 269.717
3 Kecamatan Limo 46.860 44.973 91.833
4 Kecamatan Sawangan 78.614 74.306 152.920
5 Kecamatan Sukmajaya 140.935 138.568 279.503
6 Kecamatan Pancoran Mas
134.428 128.543 262.971
7 Kecamatan Tapos 136.692 131.193 267.885
8 Kecamatan Cinere 57.934 55.348 113.282
9 Kecamatan Bojongsari 60.465 57.772 118.237
10 Kecamatan Cilodong 78.520 74.802 153.322
11 Kecamatan Cipayung 81.441 77.180 158.621
Kota Depok 1.043.815 998.576 2.042.391
Sumber: Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, 2014
Tabel 1.4 menunjukkan jumlah penduduk terbesar berada di kecamatan
Sukmajaya sebanyak 279.503 jiwa, kemudian penduduk di Kecamatan Cimanggis
sebanyak 269.717 jiwa, penduduk di Kecamatan Tapos sebanyak 267.885 jiwa.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
13
Tahun 2014
Sementara penduduk dengan jumlah terkecil ada di Kecamatan Limo yaitu
sebanyak 91.833 jiwa. Sementara untuk persebaran kepala keluarga yang ada di
setiap kecamatan di Kota Depok polanya dapat dilihat pada tabel 1.5.
Tabel 1.5.
Jumlah kepala Keluarga Menurut Kecamatan di Kota Depok Tahun 2014
No Kecamatan Jumlah KK
1 Kecamatan Beji 52.242
2 Kecamatan Cimanggis 79.822
3 Kecamatan Limo 25.606
4 Kecamatan Sawangan 42.328
5 Kecamatan Sukmajaya 80.206
6 Kecamatan Pancoran Mas 74.669
7 Kecamatan Tapos 79.290
8 Kecamatan Cinere 32.530
9 Kecamatan Bojongsari 32.844
10 Kecamatan Cilodong 43.345
11 Kecamatan Cipayung 43.258
JUMLAH 586.140
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok, 2014
Berdasarkan tabel 1.5. tersebut diketahui pola persebaran kepala keluarga (KK)
sama dengan pola persebaran penduduk yaitu didominasi oleh empat kecamatan
masing-masing adalah Kecamatan Sukmajaya (80.206 KK), Kecamatan Cimanggis
(79.822 KK), Kecamatan Tapos (79.290 KK). Sementara persebaran KK yang
paling sedikit dapat dijumpai di Kecamatan Limo yaitu sebanyak 25.606 KK.
1.6. Aspek Strategis Kota Depok
1.6.1. Aspek Kekuatan (Strenght) Kota Depok
a. Potensi Unggulan Daerah
Depok yang memiliki visi sebagai kota niaga dan jasa yang nyaman diharapkan
menjadi daerah yang nyaman bagi penduduknya, dengan tetap mempertahankan
ruang terbuka hijau dan potensi lahan pertanian. Pertanian Belimbing yang
produktif menjadi salah satu pilihan dalam mempertahankan ruang terbuka hijau
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
14
Tahun 2014
perkotaan (sesuai amanat UU Tata Ruang yaitu RTH perkotaan harus memuat 30%
dari total luas wilayah). Karenanya Kota Depok tetap memiliki komoditas unggulan
yang bernilai Kompetitif dan Komparatif, khususnya komoditas hortikultura sebagai
sumber daya lokal (Base Resources) kota Depok yaitu belimbing yang harus
dilestarikan, dan menjadi ICON Kota Depok.
Secara komparatif Buah Belimbing Dewa Depok
Lebih unggul dibandingkan buah belimbing yang
lainnya yang ada di Indonesia. Hal ini diketahui
pada setiap Event Lomba Buah Unggul dan
pameran-pameran buah Nasional serta
Internasional, Buah Belimbing Dewa ini lebih
unggul dan selalu menjuarai sebagai buah
unggul nasional versi Trubus. Belimbing Depok
dikenal dengan Belimbing Dewa, sebagai hasil
buah karya petani penangkar Depok Bapak H.
Usman Mubin.
Buah yang berwarna kuning-orange keemasan, mengandung vitamin C dan A yang
cukup tinggi, buah besar dapat mencapai 0.8 Kg per buah, rasa manis ditenggarai
sebagi obat herbal penurun darah tinggi/hipertensi, kencing manis, nyeri lambung,
dll. Pertanaman Belimbing di kota Depok banyak dikembangkan dilahan-lahan
masyarakat dan uniknya banyak juga dikembangkan disepanjang kali ciliwung,
contohnya di kel. Pondok Cina, Kel. Tugu dan kelurahan Kelapa Dua. Sehingga
pemandangan sepanjang kali Ciliwung menjadi indah dan asri dengan keberadaan
tanaman belimbing ini, hal ini berpotensi menjadi kawasan Agrowisata Belimbing
Depok di Sepanjang DAS Ciliwung. Sesuatu potensi Sumber Daya Alam yang tak
ternilai harganya, ditengah hiruk pikuknya kemacetan jalan jalan di kota Depok.
Selain belimbing dewa, Tanaman Aloevera atau lidah buaya, umumnya dikenal oleh
masyarakat luas hanya sebagai solusi penyubur rambut, karena banyak
mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti asam amino, karbohidrat,
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
15
Tahun 2014
lemak, air, vitamin, mineral dan enzim. Selain banyak manfaatnya untuk kesehatan,
tanaman tersebut juga bisa memberikan pendapatan yang baik bagi petaninya
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
lidah buaya dikembangkan menjadi beberapa bentuk
olahan diantaranya menjadi minuman segar dalam cup,
Tanaman lidah buaya ini bisa menjadi unggulan lain di Kota
Depok. Terbukti, semakin banyak pemesanan dari luar
daerah, dan banyak pula daerah lain yang ingin belajar
membudidayakan serta mengolah tanaman ini.
Potensi Unggulan Lain Kota Depok Curug Gentong yang berarti miniatur air terjun
di dalam gentong memiliki keindahan tersendiri. Dengan sentuhan seni yang tinggin
air terjun dipadu dengan nuansa alam pedesaan serta rumah tradisional Sunda itu
seolah-olah terlihat nyata.
Kesannya menyegarkan, suara gemericik air itu
berasal dari gentong-gentong dari gerabah berbagai
ukuran, yang berderet di ruang tamu itu. Gentong
pun bukan gentong biasa, tetapi gentong “robek”
berisi taman mini di rongganya. Penataan tamannya
pun beraneka macam. Tata taman paling sederhana
tampil dalam bentuk tebing batu sintetis, tutupan
rerumputan sintetis, dan kolam dengan air mancur
mini yang menimbulkan suara. gemericik.
Keindahan curug dengan nuansa alam pedesaan itu juga ditampilkan ke dalam guci
yang dilubangi dan juga disajikan di pot kembang terbuka, baik itu yang berukuran
besar maupun kecil. Selain itu, Kota Depok juga masih memiliki Kerajinan genta atau
lonceng angin (wind chimes) adalah sebuah produk kerajinan yang biasanya terbuat
dari bambu, kerang dan logam ringan. Produk kerajinan ini dipergunakan sebagai
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
16
Tahun 2014
hiasan rumah/taman, dan bila terkena angin akan menimbulkan nada yang tak
beraturan serta terkesan berisik.
Hal itu sangat berbeda dengan lonceng angin hasil tangan
kreatif warga Sawangan Depok. Kerajinan yang dinamakan
genta nada tersebut bila terkena angin dapat menghasilkan
nada-nada etnik Jawa, Sunda, Bali, Batak, Mandarin, India, dan
Jepang. Pemilihan bahan aluminium dikarenakan bahan
tersebut mudah untuk diwarnai serta memiliki gaung/sustain
yang sempurna. Sekarang produknya banyak dipajang dan
dimiliki oleh masyarakat,
mulai dari masyarakat biasa sampai istana Negara, bahkan sudah masuk pasar di
Amerika Serikat. menjadi salah satu media untuk mengenalkan kekayaan melodi
etnik bangsa Indonesia. Selain itu juga masih ada tanaman hias, ikan hias, ikan
konsumsi dan benih ikan konsumsi yang nantinya dapat dikembangkan untuk
menjadi alternatif produk unggulan Kota Depok selain belimbing.
b. Pertumbuhan Ekonomi
Keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat diketahui dari Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut. Dimana nilai PDRB disajikan atas dasar
harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas harga berlaku memperhitungkan
pengaruh harga, sementara PDRB atas dasar harga konstan dengan
menghilangkan pengaruh harga. Penyajian PDRB atas dasar harga konstan
mencerminkan perubahan PDRB tanpa dipengaruhi oleh perubahan harga yang
biasanya cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Laju pertumbuhan ekonomi kota Depok tahun 2013 ini dibandingkan dengan tahun
sebelumnya sedikit mengalami perlambatan yaitu menjadi sebesar 6,92 persen dari
7,15 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok masih diatas laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang sebesar 6,06 persen atau 0,86 poin lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
17
Tahun 2014
Dibandingkan tahun 2012 dengan PDRB atas harga berlaku sebesar Rp
20.001.733,26 juta, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 16,30
persen yaitu mencapai Rp.23.261.048,75 juta. Sedangkan PDRB atas dasar harga
konstan tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 6,92 persen dari Rp
7.445.661,89 juta tahun 2012 menjadi Rp 7.960.537,94 juta pada tahun 2013.
Selanjutnya PDRB Kota Depok periode 2011-2013 selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 1.6 dan Tabel 1.7.
TABEL 1.6 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA DEPOK
ATAS DASAR HARGA BERLAKU TAHUN 2011-2013 (Juta Rp)
SEKTOR 2011 2012 2013*)
(1) [2] [3] [4]
A. PRIMER 375.014,31 392.520,48 447,897,48
1. PERTANIAN 375.014,31 392.520,48 447,897
2. PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN 0,00 0,00 0,00
B. SEKUNDER 7.898.492,49 8.868.394,36 10.205.717,81
3.INDUSTRI PENGOLAHAN 6.334.561,58 7.060.126,99 7.945.220,69
4. LISTRIK,GAS & AIR BERSIH 674.194,84 791.121,09 1.050.861,00
5. BANGUNAN 889.736,07 1.017.146,28 1.209.636,13
C. TERSIER 9.639.806,10 10.740.818,42 12.607.433,46
6.PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 6.582.826,33 7.476.102,89 8.841.514,77
7.ANGKUTAN&KOMUNIKASI 1.141.465,64 1.192.355,21 1.458.007,19
8.KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
604.137,97 658.439,23 741.121,56
9. JASA – JASA 1.311.376,16 1.413.921,09 1.566.789,94
PDRB KOTA DEPOK 17.913.312,90 20.001.733,26 23,261.048,75
*) Angka Sementara Sumber :PDRB Lapangan Usaha Kota Depok 201/2014, Kerjasama Bappeda Kota Depok dengan BPS Kota Depok
Tabel 1.7. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA DEPOK
ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2011-2013 (Juta Rp)
SEKTOR 2011 2012 2013*)
(1) [2] [3] [4]
A. PRIMER 192.028,72 190.532,79 191.498,19
1. PERTANIAN 192.028,72 190.532,79 191.498,19
2. PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN 0,00 0,00 0,00
B. SEKUNDER 3.382.686,61 3.673.043,15 3.961.167,90
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 2.706.085,56 2.915.294,31 3.103.803,98
4. LISTRIK,GAS & AIR BERSIH 201.477,47 231.116,38 268.372,10
5. BANGUNAN 475.123,58 526.632,46 588.991,81
C. TERSIER 3.373.787,43 3.582.085,95 3.807.871,85
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 2.204.514,80 2.364.185,33 2.527.971,78
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 365.389,73 378.867,81 389.911,63
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
281.637,44 297.914,63 319.868,70
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
18
Tahun 2014
9. JASA - JASA 522.245,46 541.118,18 570.119,74
PDRB KOTA DEPOK 6.948.502,76 7.445.661,89 7.960.537,94
*) Angka Sementara Sumber : PDRB Lapangan Usaha Kota Depok 201/2014, Kerjasama Bappeda Kota Depok dengan BPS Kota Depok
Sementara laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok dapat diihat pada tabel 1.8. Laju
pertumbuhan ekonomi (LPE) suatu daerah merupakan indikator untuk mengukur
perkembangan ekonomi suatu daerah. Indikator ini menunjukkan naik tidaknya
produk yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan ekonomi suatu daerah tersebut.
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai
salah satu alat strategi kebijakan bidang ekonomi.Laju pertumbuhan ekonomi Kota
Depok tahun 2009 s.d. 2013 dapat dilihat pada tabel 1.8.
Tabel 1.8. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok
Tahun 2009-2013
SEKTOR 2009 2010 2011 2012 2013*)
(1) [2] [3] [4] [5] [6]
A. PRIMER 1,94 7,52 2,72 -0,78 0,51
1. PERTANIAN 3,99 7,52 2,72 -0,78 0,51
2. PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN - - - - -
B. SEKUNDER 6,91 5,05 5,13 8,58 7,84
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6,57 4,35 3,77 7,73 6,47
4. LISTRIK,GAS & AIR BERSIH 4,51 5,87 3,79 14,71 16,12
5. BANGUNAN 7,83 9,29 14,23 10,84 11,84
C. TERSIER 6,19 7,67 8,32 6,17 6,30
6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 5,76 8,38 8,55 7,24 6,93
7. ANGKUTAN & KOMUNIKASI 6,01 6,86 8,17 3,69 2,91
8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN
4,63 6,45 12,01 5,78 7,37
9. JASA - JASA 7,37 5,99 5,61 3,61 5,36
PDRB KOTA DEPOK 6,22 6,36 6,58 7,15 6,92
PDRB PROVINSI JAWA BARAT 4,19 6,20 6,51 6,28 6,06
*) Angka Sementara Sumber :PDRB Kota Depok, Kerjasama Bappeda Kota Depok dengan BPS Kota Depok
Berdasarkan kelompok sektor, diketahui seluruh sektor baik sektor primer, sekunder
maupun tersier mengalami kenaikan pada tahun 2013, artinya pertumbuhan ekonomi
di Kota Depok mengalami pertumbuhan positif. Perkembangan Laju pertumbuhan
ekonomi (LPE) Kota Depok selama 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada grafik 1.2.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
19
Tahun 2014
Grafik 1.2.
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota DepokTahun 2009 – 2013
Sumber: Data Diolah dari Sumber PDRB Kota Depok Kerjasama Bappeda Kota Depok dengan BPS Kota Depok
Pada sektor pertanian mengalami pertumbuhan kecil, berbeda pada 2012 pada
sektor ini mengalami penurunan. Kelompok tersier juga mengalami pertumbuhan
positif sebesar 6,30 persen pada tahun 2013 dari 6,17 persen pada tahun 2012. Hal
yang berbeda terjadi pada kelompok sekunder, yang pada tahun 2013 ini
mengalami pertumbuhan yang melambat dari 8,58 persen menjadi 7,84 persen
pada tahun 2012, ini disebabkan karena melambatnya pertumbuhan di sektor
industri pengolahan.
Sementara itu, sektor yang mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang signifikan
terjadi pada sektor listrik, gas, dan air bersih. Hal ini menunjukkan bahwa
pemenuhan kebutuhan masyarakat akan listrik, gas, dan air bersih semakin besar.
Gambaran Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Depok dapat dilihat pada grafik 1.2.
1.6.2 Aspek Kelemahan (Weakness) Kota Depok
Bidang Kesehatan
Persoalan kesehatan menjadi salah satu agenda utama Pemkot Depok.
Seperti kota-kota di negara berkembang lainnya, kota seluas 200,29 kilometer
persegi ini berhadapan dengan sejumlah penyakit menular seperti demam berdarah
-
1
2
3
4
5
6
7
8
2009 2010 2011 2012 2013
LPE KotaDepok
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
20
Tahun 2014
dengue (DBD), demam chikungunya, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan
tuberkulosis. Ketika perang terhadap penyakit menular digencarkan, persoalan
penyakit degeneratif juga datang, antara lain diabetes, hipertensi, stroke dan
kolesterol. Penyakit-penyakit ini muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi dengan pola makan yang kurang sehat di Indonesia, termasuk di
Depok. Terhadap masalah kesehatan ini, Pemkot Depok pun melakukan proyek
ganda, yaitu memberantas penyakit menular dan mencegah penyakit degeneratif.
Upaya untuk menanganinya dilakukan dengan aneka usaha, mulai dari promotif,
preventif dan kuratif. Ketiga upaya itu kami lakukan secara bersamaan karena
tingkat kesadaran masyarakat terhadap penyakit-penyakit ini masih bervariasi.
Untuk mencegah penyakit degeneratif yang umumnya karena gaya hidup,
Pemerintah Kota Depok mengajak masyarakat untuk mengubah pola hidup, pola
makan, dan perilaku. Depok juga memberikan pelayanan Puskesmas 24 jam dan
gratis rawat inap DBD kelas 3.
Bidang pendidikan
Tidak tercapainya APK pada tingkat SMP dan SMA dikarenakan kurangnya
daya tampung di sekolah yang ada di Kota Depok khususnya pada tingkat SMP dan
SMA Negeri, serta faktor dari orang tua dan siswa itu sendiri yang menginginkan
untuk bersekolah di sekolah negeri sehingga dengan daya tampung yang kurang,
banyak siswa yang bersekolah diluar Kota Depok. Disamping itu, adanya gagal
lelang pada kegiatan pembangunan ruang kelas baru, rehabilitasi ruang kelas,
pembangunan dan relokasi sekolah serta tidak dapat dilaksanakannya
pembangunan unit sekolah baru karena belum tersedianya lahan. Hal tersebut
berdampak pada daya tampung sekolah di Kota Depok yang tidak dapat
mengimbangi kenaikan jumlah penduduk khususnya pada usia 16-18 tahun sebesar
6.382 jiwa dibanding tahun lalu.
Bidang Lingkungan Hidup
1. Rehabilitasi lahan kritis tidak tercapai target karena lahan kritis di rehabilitasi Tahun
2014 sebesar 49,23 Ha atau sebesar 2,55% dari total lahan kritis 1.926 Ha, berkurang
dibandingkan dengan Tahun 2013. Penurunan rehabilitasi lahan kritis ini
dikarenakan penanganan lahan kritis terkait dengan jumlah penanaman pohon,
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
21
Tahun 2014
Tahun 2014 di Kota Depok bantuan pohon penghijauan dari pemerintah pusat
(kementrian kehutanan) tidak ada, sehingga mengurangi penanganan lahan kritis
yang dapat di rehabilitasi
2. Penegakan hukum lingkungan tidak tercapai target karena perusahaan yang
mencemari kebanyakan Home Industri yang secara ekonomi masih kurang
Bidang Ketahanan Pangan
1. Tidak tercapainya target produksi pangan disebabkan oleh Luasan Lahan baku
sawah yang dapat digunakan untuk ditanami padi pada tahun 2014 adalah 175 Ha.
Rata-rata petani padi merupakan penggarap, luasan sawah seluas 384 Ha pada
akhir tahun 2013 hanya dimanfaatkan seluas 175 Ha pada tahun 2014, selebihnya
ditanami tanaman lain (palawija dan sayuran) dan sebagian lagi tidak dapat
digunakan karena sudah dikuasai oleh pihak pengembang yang telah memiliki izin
lokasi. Untuk tanaman palawija, produksi meningkat dari tahun 2013, produksi tidak
tercapai disebabkan oleh karena banyaknya tanaman jagung yang dipanen muda,
yang termasuk dalam kategori sayuran (tidak dapat dihitung sebagai produksi
palawija dalam statistik petanian). Dari luas panen sebanyak 54 Ha, produksi jagung
yang terhitung dipanen sebagai produksi palawija hanya seluas 5 Ha pada tahun
2014. Begitupun dengan produksi sayuran, relatif stabil. Target RPJMD tidak dapat
terpenuhi karena luasan lahan baku untuk tanaman sayuran tidak mencukupi lagi
untuk memenuhi target RPJMD yang ditargetkan dengan luasan lahan baku pada
tahun 2011.
2. Produksi ikan konsumsi tidak optimal karena berbagai kendala, seperti cuaca
ekstrim yang mengakibatkan kurang optimalnya produksi akibat kematian serta
serangan hama penyakit.
3. Produksi daging tidak mencapai target hal ini dikarenakan keterbatasan bibit sapi
potong dan keterbatasan hijauan pakan ternak, sehingga peternak sapi potong
berkurang dan mengalihkan usaha ke sektor lain. Demikian pula dengan produksi
susu yang jauh dari target yang telah ditetapkan. Popuklasi sapi perah disebagian
wilayah sudah mulai berkurang seperti di Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji
menjadi salah satu faktor tidak tercapainya target, walaupun di wilayah kecamatan
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
22
Tahun 2014
Sawangan dan Kecamatan Cipayung masih bertahan jumlah populasi yang cukup
banyak.
1.6.3. Aspek Peluang (Opportunity) Kota Depok
Untuk menuju kota maju dan sejahtera, Kota Depok dengan PDRB sebesar Rp
23,26 triliun ini memiliki delapan program unggulan, yaitu UMKM Berdaya, Pemuda
Berwirausaha, Betonisasi Jalan, Pembangunan Gedung SMA, Gratis Pendidikan,
Beasiswa Kuliah, Puskesmas 24 Jam, Rawat Inap Gratis DBD, dan Santunan Kematian.
Adapun 4 program andalannya yaitu Depok Kota Tertib dan Unggul, Depok Kota
Bersih dan Hijau, Depok Kota Layak Anak, dan Depok Cyber City. Dalam
perjalanannya, Depok telah meraih sejumlah prestasi, antara lain penghargaan
tertinggi di bidang penyelenggaraan pemerintahan Parasamya Purnakarya Nugraha
pada 2014. Kota Depok juga meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tiga kali berturut-turut, untuk laporan
keuangan 2011, 2012, dan 2013. Dengan manajemen kepemimpinan yang transparan
dan partisipatif sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan
pembangunan, Depok berhasil membangun kepercayaanwarga untukmembayar pajak
dan aneka retribusi daerah sehingga mampu mengungkit Pendapatan Asli Daerah
(PAD) sepuluh kali lipat dari 66 M (tahun 2005) menjadi 660 M (tahun 2014), laju
pertumbuhan ekonomi pun selalu di atas rata-rata nasional, dengan Gini Rasio < 0,4
dan tingkat kemiskinan hanya 2,32%.Selain itu, skor Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Kota Depok mengalahkan kota-kota legendaris lainnya, dengan menembus
angka 80 sejak tahun 2013 dan masuk jajaran 3 besar secara nasional. Kolaborasi
dengan aneka perguruan tinggi ternama, berbagai komunitas kreatif serta para pelaku
usaha, Depok potensial menjadi Smart City yang dapat menjembatani kemajuan masa
depan Indonesia. Depok Bridging your Futur. Satu lagi terobosan yang digulirkan
Pemerintah Kota Depok adalah one day no car (ODNC) yang juga dilaksanakan setiap
Selasa. Sejak 2012, Pemkot Depok mengajak warga melakukan penghematan
penggunaan BBM bersubsidi. Di Depok terdapat 124.590 mobil pribadi yang
menggunakan bahan bakar rata-rata 10 liter per hari. Jika sehari saja seluruh pengguna
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
23
Tahun 2014
mobil beralih ke sepeda motor atau angkutan umum, efisiensi biaya dari BBM nyaris
mencapai Rp 7 miliar.
Selain itu, dalam bidang lingkungan hidup kita juga mempelopori aplikasi
kebijakan bagi industri, bangunan komersial, dan bangunan publik dalam pembuatan
sumur imbuhan/sumur injeksi sejak akhir tahun 2011 untuk menangkap air hujan,
menampung dan langsung memasukkan ≥ 90 M ke dalam tanah sehingga langsung
menjadi air bawah tanah dan mencegah amblasnya lapisan tanah. Hal lainnya adalah
terkait pemilahan sampah sejak dari rumah, pembentukan bank sampah yang sudah
mencapai 500 unit se-Kota Depok, berdirinya unit-unit pengolahan sampah skala
kawasan, telah menorehkan prestasi yaitu Sanipura Award dari Menko Kesra, di mana
Depok berhasil meraih tiga (3) kategori sekaligus, yaitu Nawasis (National Water
Sanitation Information Services), Komitmen Pendanaan, dan Inovasi. Adapun gagasan
saat ini adalah di bidang konservasi, rekreasi, dan edukasi, yaitu mempersiapkan
kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik sebesar 20% dan RTH privat sebesar 10%
(Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang) dan
membangunnya menjadi Taman Botani Nasional dengan koleksi mayoritas
keanekaragaman hayati Indonesia yang bernama Arboretum Indonesia.
1.4.4. Aspek Hambatan (Threats) Kota Depok
1. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) tidak mencapai target karena beberapa unit
pelayanan masuk dalam kategori gap tinggi (diatas 10) semuanya adalah layanan
dasar, yaitu : (1) pasar; (2) Layanan Pemadam Kebakaran; (3) Air Bersih; (4) Rumah
Potong Hewan; (5) Pendidikan Menengah; (6) Jembatan dan Jalan; (7) Jalan
Lingkungan; (8) Terminal; dan (9) Persampahan. Dari kesembilan layanan
tersebut, layanan terminal memiliki gap yang paling tinggi, yaitu mencapai 33,72%.
2. Target Tingkat WaktuTanggap Daerah Layanan yang tidak tercapai yang
dipengaruhi oleh :
a. Meningkatnya jumlah kejadian kebakaran yang cukup signifikan sebanyak 53
Kejadian (37,32%) dari tahun sebelumnya, Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
suhu permukaan bumi dan pemanasan global.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
24
Tahun 2014
b. Kurangnya jumlah personil yang dimiliki Dinas Pemadam Kebakaran, Bahkan
sangat jauh dari kondisi ideal yang seharusnya.
Kondisi personil Damkar Per, 31 Desember 2014 sebanyak 135 Orang dengan
102 PNS, 2 Tenaga Kontrak dan 31 Tenaga Sukwan.
Kondisi ideal personil Damkar yang dibutuhkan sebanyak 365 Orang,
dengandemikian kekurangan personil sebanyak 265 Orang.
c. Kondisi mobil operasional pemadam kebakaran yang jumlahnya tidak sesuai
dengan kondisi ideal penanggulangan kebakakaran dan kondisi mobil semakin
menurun kelayakannya.
d. Kepadatan arus lalu lintas yang semakin buruk, sehingga menghambat laju
mobil operasional pemadam kebakaran menuju lokasi kejadian kebakaran.
3. Kontribusi PDRB industri terhadap PDRB Kota tidak sesuai target karena kondisi
saat ini banyak industri besar yang gulung tikar, namun industri-industri baru yang
muncul (baik rumah tangga, kecil maupun menengah) tidak cukup mampu untuk
dapat mendongkrak pertumbuhan industri.
4. Penanganan titik macet tidak tercapai karena Simpang jalan kemakmuran,
simpang jalan raden saleh karena pembebasan lahan tidak terealisasi
5. Cakupan layanan persampahan (%) tidak mencapai target karena dikarenakan
kemampuan sumberdaya Dinas yang meliputi armada dan SDM yang masih belum
optimal dan perlu peningkatan di tahun-tahun ke depan. Dengan berlakunya
Peraturan Daerah No 05 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Persampahan, terdapat
perubahan sistem pengolahan sampah di UPS, yaitu UPS hanya menerima dan
mengolah sampah organik yang telah terpilah menjadi kompos. Sampai akhir
tahun 2014, terdapat 15 UPS organik, dan kompos yang dihasilkan sudah diuji dan
memenuhi baku mutu. Pelaksanaan Perda 05/2014 ini menjadi salah satu upaya
alternatif terbaik yang dapat dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Depok dalam mensiasati masalah TPA yang sudah kadaluarsa dan meningkatkan
cakupan pengelolaan persampahan Kota Depok;
6. Realisasi kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini tidak mencapai target yang
telah ditetapkan
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
25
Tahun 2014
7. Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A (%) tidak mencapai target karena
menurunya jumlah siswa usia sekolah (7-12 tahun) yang bersekolah di Kota Depok,
disamping itu terdapat 18.664 Siswa yang berusia kurang dari 6 tahun tetapi
sudah bersekolah di tingkat SD sementara daya tampung SD terbatas. Faktor
gagal lelang pada kegiatan pembangunan Ruang Kelas Baru SD Negeri juga
mempengaruhi jumlah daya tampung yang ada di sekolah. Sementara data anak
SD yang bersekolah di luar Kota Depok sulit diperoleh
8. Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs/Paket B (%) tidak mencapai target karena
menurunnya jumlah siswa usia sekolah (13-15 Tahun) yang bersekolah di Kota
Depok, di samping itu terdapat 13.712 siswa yang berusia kurang dari 12 tahun tapi
sudah bersekolah di tingkat SMP serta adanya gagal lelang pada kegiatan
pembangunan ruang kelas baru di SMP Negeri juga mempengaruhi daya tampung
di tingkat SMP khususnya SMP Negeri. Sementara data anakSMP yang bersekolah
di luar Kota Depok sulit diperoleh. Dapat kami sampaikan bahwa tidak dapat
dipungkiri hingga saat ini sebagian besar masyarakat berkeinginan untuk
menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Untuk meningkatkan APM/APK ini,
pada tahun pelajaran 2014/2015 Dinas Pendidikan telah mengambil kebijakan
menambah daya tampung dengan membuka 3 (tiga) SMP negeri baru, yang
terbukti dapat meningkatkan APM/APK di Tahun 2014, namun peningkatan ini
tidak sebesar dari target yang ditentukan.
9. Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/MAN/Paket C (%) tidak sesuai target karena
menurunnya jumlah siswa usia sekolah (16-18 Tahun) yang bersekolah di Kota
Depok karena sebesar 16.240 siswa yang berusia kurang dari 15 Tahun sudah
bersekolah pada jenjang SMA/K serta dipengaruhi juga oleh kurangnya daya
tampung di tingkat SMA/SMK khususnya SMA/SMK negeri. Disamping itu tidak
dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini sebagian besar masyarakat berkeinginan
untuk dapat menyekolahkan anaknya di sekolah negeri. Untuk meningkatkan
APM/APK, Dinas Pendidikan Kota Depok telah mengambil kebijakan menambah
daya tampung SMA dengan membuka 4 (empat) SMA Negeri baru di tahun
pelajaran 2014/2015. Upaya ini terbukti meningkatkan APM/APK Tahun 2014,
namun peningkatannya belum memenuhi sesuai dengan target yang
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kota Depok
26
Tahun 2014
ditentukan.Capaian APM pada tahun 2014 juga terlihat menurun dibandingkan
capaian APM pada Tahun 2013. Karena adanya kenaikan jumlah penduduk sebesar
6.382 yang kemungkinan merupakan pendatang yang bersekolah diluar kota
Depok atau tidak bersekolah namun memilih untuk bekerja (sebagai pelayan toko,
buruh, dll).
10. Angka Kematian Ibu (AKI) rendah dikarenakan :
a. Tidak optimalnya kinerja petugas dalam hal pengumpulan data cakupan
sehingga data kurang maksimal.
b. Keterlambatan penanganan pasien karena jejaring rujukan pasien belum
maksimal dan terbatasnya RS swasta yang MOU dengan BPJS.
c. Pengetahuan/keterampilan petugas pada pertolongan persalinan perlu
ditingkatkan terutama terkait penanganan pra rujukan.
d. Terbatasnya sarana NICU di rumah sakit bagi pasien BBLR.
e. Masih adanya penanganan persalinan oleh dukun.
f. Sosial ekonomi kurang menimbulkan kurangnya asupan gizi (kasus gizi
anemi) pada ibu bahkan sebelum kehamilan yang dapat menyebabkan
kematian (HPP) pada saat persalinan; masih adanya karakteristik ibu hamil
dengan 4T (terlalu : muda, tua, jarak hamil dekat dan banyak); lingkungan
yang tidak sehat (adanya penyakit infeksi).