Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua yang ada di dalam bumi ini merupakan anugerah yang diberikan oleh
Allah swt kepada seluruh umat manusia, dan sudah semestinya pemanfaatan
segala yang terkandung didalamnya adalah ditujukan untuk mencapai
kemakmuran umat manusia itu sendiri berdasarkan ketentuan diatas Pemerintah
menciptakan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi: “Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945
yang menjadikan landasan kontitusional terbentuknya Reforma Agraria. Reforma
Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai
dengan penataan akses kemakmuran rakyat Indonesia.1
Hubungan antara manusia dengan bumi sangat erat kaitannya dengan hak dan
kewajiban manusia dalam memanfaatkan penguasaanya. Hubungan itu terlihat
dalam penguasaan, kepemilikan hak atas tanah. Sejak dulu hubungan manusia
dengan tanah mempunyai keterkaitan yang erat, persoalan tanah dalam kehidupan
manusia mempunyai arti yang penting oleh karena sebagian besar dari kehidupan
manusia adalah sangat tergantung pada tanah. Tanah adalah hal yang permanen
dan dapat dicadangkan untuk kehidupan yang akan datang. Tanah juga
1 Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN, “Reforma Agraria Menjamin Pemerataan Sosial Ekonomi
Masyarakat Secara Menyeluruh”( https://kominfo.go.id/content/detail/13688/reforma-agraria-menjamin-
pemerataan-sosial-ekonomi-masyarakat-secara-menyeluruh/0/artikel_gpr, Diakses pada 2019,2019)
2
mempunyai banyak sumber daya bagi kelangsungan hidup manusia untuk
dipergunakan sedemikian rupa sehingga mampu mencukupi kebutuhan hidup
manusia.
Seluruh kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan zaman akan terus
berkembang, menjadikan hubungan antar manusia semakin rumit mengenai tanah.
Dengan adanya pertumbuhan dan perpindahan penduduk juga pesatnya
pembangunan sekarang ini menjadikan tanah yang luasnya tetap akan memicu
sebuah konflik. Di Indonesia tanah bisa menjadi objek sengketa, dan semua yang
berhubungan dengan konflik agraria. Oleh karena itu pemerintah dan juga
masyarakat memerlukan kepastian hukum untuk semua pemegang hak atas tanah.
Dari sekian banyak sektor pembangunan di Indonesia, kebijakan atas legalitas
tanah adalah hal yang akan mendorong pergerakan dan kemajuan ekonomi
masyarakat khususnya masyarakat ekonomi menegah kebawah. Sebab, sertifikat
atau legalitas yang dimiliki oleh masyarakat bisa menjadi barang berharga dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sehubungan dengan semua hal di atas
semakin perlu adanya jaminan kepastian hukum atas kepimilikan tanah. Olehnya,
diperlukan aturan-aturan hukum yang akan menjamin kepastian hukum bagi para
pemegang hak atas tanah. Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan
kepastian hukum dikenal dengan sebutan Rechts Cadaster/Legal Cadaster, dan
menghasilkan sertfikat sebagai tanda bukti haknya.2
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tersebut maka
dibentuklah UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang ‘Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria’ (UUPA) dibentuknya UU Nomor 5 Tahun 1960 ini dengan maksud
2 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, h.2
3
memberikan dasar hukum yang jelas bagi pemegang hak kepemilikan atas tanah
sekaligus sebagai rujukan pokok bagi kebijakan dan pelaksanaan Reforma
Agraria. Seperti yang disebutkan dalam pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi: “
Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah”.3 Dengan adanya pasal 19 ayat 1 ini pemerintah
memulai untuk meminimalisir adanya persoalan yang berhubungan dengan tanah
antara lain seperti; penguasaan sepihak, kepemilikan dan penggunaan tanah oleh
oknum yang telah melanggar segala ketentuan peraturan perundang-undangan
tentang pertanahan yang berlaku, mengatur jual beli tanah yang ilegal yang tidak
sesuai dengan prosedur yang berlaku, penggunaan tanah yang dipergunakan untuk
sesuatu yang ilegal, sertifikat palsu untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu,
tumpang tindih sertifikat, manipulasi tanah dan masih banyaknya persoalan
tentang tanah. Adanya berbagai macam konflik pertanahan ini didasari oleh
melemahnya sertifikasi kepemilikan tanah dan kurangnya kesadaran masyarakat
dalam memenuhi kewajiban administratifnya seperti melakukan pendaftaran hak
atas tanah masyarakat guna adanya suatu kepastian hukum.
Menjadi terang bahwa ‘kegiatan pendaftaran tanah’ adalah kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus dalam rangka
menginventarisasikan data-data yang berkenaan dengan hak-hak atas tanah
menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Sedangkan
‘pendaftaran hak atas tanah’ adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
3 Bachtiar Effendie, SH., Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaanya (Bandung: Penerbit
Alumni,1993),hal. 13.
4
pemilik hak dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak atas
tanah guna mendapatkan sertifikat tanda bukti hak atas tanah yang kuat.
Dari ketentuan yang ada dalam UUPA bahwa pemerintah adalah penguasa
tertinggi atas seluruh tanah di Indonesia, dan pemerintah mempunyai kewajiban
untuk mendaftarkan seluruh tanah yang ada di Indonesia. Maka dibentuklah
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan
Pemerintah tersebut merupakan produk hukum yang dilahirkan untuk
melaksanakan ketentuan dari pasal 19 UUPA. Latar belakang dikeluarkannya
peraturan pemerintah No.10 Tahun 1961 yaitu adanya ketidakpastian hukum
megenai kepemilikan hak atas tanah dan juga batas-batasnya, alasan yang kedua
yaitu adanya kepentingan pemerintah dalam pembuatan perundang-undangan
sebagai landasan untuk melaksanakan kebijaksanaan administrasi pertanahan, dan
yang terakhir perlu adanya informasi hak atas tanah yang dituangkan dalam
bentuk peta dan daftar. Namun dengan banyaknya perubahan maka muatan-
muatan hukum yang terkandung di dalamnya sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan pendaftaran tanah maka diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah juga sekaligus menyatakan bahwa
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tidak berlaku lagi.4
Didalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 mempunyai kedudukan
yang menentukan bukan hanya sebagai pelaksana dari Pasal 19 UUPA, namun
juga menjadi tulang punggung yang mendasari atas berjalannya Tertib
Administrasi Pertanahan sebagai salah satu program Catur Tertib Pertanahan dan
4 Istiqamah, “Tinjauan Hukum Legalisasi Aset Melalui Pendaftaran Tanah Sistmatik Lengkap (PTSL)
Terhadap Kepemilikan Tanah”. Jurisprudentie. Vol. 5. 1, Juni 2018, hal. 227-228.
5
Hukum Pertanahan di Indonesia. Tertib Administrasi pertanahan merupakan
upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah
terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang
memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana
pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak
berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata5.
Di sisi lain kurangnya pemahaman masyarakat atas pentingnya Pendaftaran
Tanah yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 itu
menyebabkan sebagian besar tanah milik masyarakat di Indonesia belum terdaftar.
Salah satu komitmen Pemerintah adalah menata persoalan agraria. Penataan
agraria atau Reforma Agraria harus dimulai dengan sertifikasi tanah. Namun
dengan berbagai alasan lain oleh masyarakat yaitu tidak mendaftarkan tanahnya
dengan alasan biaya pendaftaran tanah yang terlalu mahal, tidak mengetahui
tujuan dari pendaftaran tanah, juga proses administrasi yang berbelit-belit
sehingga banyak tanah di Indonesia yang belum terdaftar dengan baik. Dengan
banyaknya anggapan bahwa pendaftaran tanah hanya untuk memperoleh
sertifikat, anggapan seperti ini sangat keliru, dari pelaksanaan Pendaftaran tanah
dengan tujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum terhadap hak-hak atas
tanah di seluruh wilayah NKRI. Oleh karena itu, sangat perlu melaksanakan
penyuluhan hukum kepada masyarakat luas agar sadar betapa pentingnya arti
peranan sertifikat tanah/ pendaftaran hak atas tanah sehingga masyarakat segera
mungkin mendaftarakan hak atas tanah yang dipunyainya. Dengan masyarakat
berinisiatif untuk mendaftarkan hak atas tanahnya akan banyak membawa dampak
5 Nandang Alamsyah, Administrasi Pertanahan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hlm 114.
6
positif ganda terhadap pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia karena akan
menghasilkan keterangan data-data pertanahan yang lazim disebut dengan peta
pendaftaran tanah yang dapat berfungsi dalam rangka penyediaan data-data bagi
pemerintah secara sistematis untuk dapat melaksanakan pembangunan sesuai
dengan program yang akan direncanakan terlebih dahulu.
Adapun tujuan dari pendaftaran tanah/pendaftaran hak atas tanah ini sangat
beragam antara lain; melakukan inventarisasi pertanahan lengkap di seluruh
wilayah Indonesia dengan melaksanakan pengukuran, pemetaan tanah desa per
desa, menyelenggarakan pemberian tanda bukti hak sebagai jaminan kepastian
hukum atas tanah dengan melaksanakan pendaftaran tanah meliputi setiap
peralihan, penghapusan dan pembebanannya jika ada dengan memberikan tanda
bukti berupa sertifikat tanah, dan yang terakhir yaitu pemasukan penghasilan
keuangan Negara dengan memungut biaya pendaftaran hak atas tanah.
Di Indonesia jumlah tanah yang sudah terdaftar belum sepenuhnya
mencapai 100% dibuktikan dengan masih banyaknya usaha pemerintah untuk
mempermudah masyarakat dalam percepatan pendaftaran tanahnya karena
anggapan masyarakat yang minim tentang perlunya pendaftaran tanah. Berbeda
dengan Jepang dan Korea kedua negara tersebut sudah lebih dari 100 tahun lalu
seluruh tanahnya yang sudah terdaftar.6 Kebanyakan tanah di Negara maju sudah
tersertifikasi dengan baik, tanah yang sudah terdaftar sudah pasti akan
meminimalisir adanya masalah pertanahan karena sudah ada kepastian hukum.
Dalam melakukan pendaftaran tanah tidaklah mudah, perlu melalui proses
6 Trio Hamdani-Detik Finance, “Dibanding Jepang & Korea, Sertifikasi Tanah RI Tertinggal 100
Tahun”(https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4379131/dibanding-jepang--korea-sertifikasi-
tanah-ri-tertinggal-100-tahun, Diakses pada 2019, 2019)
7
administrasi yang telah ditentukan oleh pemerintah sebagai penyelenggara
Negara.
Amanat pencapaian kemakmuran dan mewujudkan kesjahteraan menjadi
tanggung jawab negara sehingga perlu perumusan kebijakan pertanahan yang
komperhensif serta diarahkan untuk mencapai kepastian hukum legalisasi hak atas
tanah. orientasi kepentingan umum dalam politik pertanahan selama ini masih
dipatok oleh standar pendaftaran tanah yang sporadik. Hal ini membawa akibat
terjadinya beraneka konflik agraria yang secara masif tidak mudah untuk
diselesaikan dengan tuntas. Orientasi politik dalam pelaksanaan percepatan
pendaftaran tanah juga bertujuan untuk menunjukan pemerintah memilika
political will untuk melakukan percepatan pensertifikatan tanah. mengingatkan
sertifikasi tanah adalah political will dalam pelaksanaan reforma agraria.
Pasalnya, sertifikasi dapat berdampak pada liberalisasi, memperjelas posisi tanah
dan mengurangi konflik.
Selama ini Kegiatan sertifikasi tanah yang selama ini dijalankan oleh
Badan Pertanahan Nasonal (BPN) masih bersifat sporadis dan tidak dikaitkan
dengan percepatan pendaftaran tanah dan inventarisasi penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam kerangka Reforma Agraria. Hal ini
menyebabkan bidang-bidang tanah yang berhasil dilegalisasi jumlahnya masih
sangat terbatas dibanding jumlah bidang yang ada di seluruh wilayah Indonesia.7
Karena itu sudah saatnya dirintis pilihan lain untuk melaksanakan percepatan
Reforma Agraria dalam bentuk pemberian legalisasi hak atas tanah/sertifikasi
7 Teten Masduki, Arahan Kantor Staf Presiden: Prioritas Nasional Reforma Agraria dalam Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2017, Jakarta, 2016, hlm 39.
8
tanah secara bersama dengan tujuan untuk mewujudkan tertib administrasi
pertanahan. Untuk itu pemerintah melalui Kementrian Agraria Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional melaksanakan percepatan sertifikasi tanah secara sistematis
dan kolektif yaitu Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau yang biasa disebut
dengan PTSL (2016) .
PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang
dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah diseluruh wilayah
desa kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu8. PTSL bertujuan
untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi penguasaan dan kepemilikan
tanah sebagai tanda bukti hak yang kuat. Tahapan yang penting dalam kegiatan
pendaftaran tanah salah satunya adalah pengumpulan data fisik. Pengumpulan
dalam rangka percepatan PTSL ini diharapkan mampu berjalan secara optimal
hasilnya karena tujuan lain adanya PTSL adalah pelaksanaan, pengukuran dan
pemetaan bidang tanah dilakukan secara sistematis mengelompok dalam satu
wilayah Desa/Kelurahan lengkap, hal ini yang menjadi pembeda PTSL dengan
kegiatan proyek-proyek legalisasi hak atas tanah sebelumnya. Dalam percepatan
Pendaftaran Tanah Sistematis lengkap (PTSL) sudah tertuang dalam peraturan
Menteri Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2016.
Sebelum adanya PTSL, sudah banyak kegiatan proyek-proyek legalisasi
aset salah satunya yaitu Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). PTSL
merupakan penyempurnaan dari PRONA. PRONA sudah dibentuk pada tahun
8 Biro hukum dan hubungan masyarakat Kementrian ATR/BPN-Kementrian ATR/BPN, “Program PTSL
Pastikan Penyelesaian Sertifikasi Tanah Akan Sesuai Target” (https://www.atrbpn.go.id/login-
page?returnurl=%Berita%2tprogram-ptsl-pastikan-penyelesaian-sertifikasi-tanah-akan-sesuai-target-75155,
diakses pada 2019, 2019)
9
1981 pada saat bangsa Indonesia sedang berada pada pertengahan pembangunan
lima tahun tahap ke III. Pada saat itu departemen luar negeri cq. Direktorat Jendral
Agraria telah menetapkan program tahunan sebagai upaya mencari pendekatan
dan cara pemecahan yang konsepsional terhadap masalah-masalah pertanahan di
Indonesia.9 Selama 35 tahun PRONA berjalan sampai dengan 2016 PRONA
hanya berjalan sebesar 44% tidak ada setengahnya kalau melihat taget awal
keberhasilan PRONA adalah 100%.10 Dikarenakan kurangnya fokus pemerintah
dalam menangani percepatan pembuatan legalitas tanah melalui Program
PRONA. Setelah PRONA ditiadakan munculah Reforma Agraria yang merupakan
bagian dari Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla. Bentuk dari Reforma Agraria ada 3
yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah, dan perhutanan nasional. PTSL merupakan
salah satu dalam program prioritas Reforma Agraria yaitu Legalisasi aset.
Pada dasarnya PTSL tidak jauh berbeda dengan PRONA yaitu sama-sama
disosialisasikan sebagai sertifikasi tanah yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Namun banyak yang membedakan antara PRONA dan PTSL antara lain yaitu:
PRONA dilakukan secara merata di seluruh desa dan kelurahan dalam satu
kabupaten sedangkan PTSL pendekatan dimulai desa per desa, kabupaten per
kabupaten, kota per kota. Satu tahun anggaran untuk PRONA bisa disebar ke
beberapa desa hingga 10 desa sedangkan PTSL terpusat di satu desa. PRONA
tidak seluruh bidang tanah bersertifikat dalam satu desa diberikan bantuan tetapi
secara bertahap sedangkan PTSL seluruh tanah dalam daerah tersebut yang belum
9 Mudjiono, SH, Politik Dan Hukum Agraria, Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 86. 10 Ihsannudin-Kompas.com, “Jokowi: Prona Sudah 35 Tahun, Baru 44 Persen Tanah Warga Bersertifikat”
(https://nasional.kompas.com/read/2016/10/16/12474581/jokowi.prona.sudah.35.tahun.baru.44.persen.tanah.
warga.bersertifikat, Diakses pada 2019,2019)
10
memiliki sertifikat akan dibuatkan. Untuk waktu kerja PRONA lebih lama yaitu
sekitar 60 hari kerja, sedangkan PTSL kurang lebih hanya 14 hari kerja.
Di Kota Batu sendiri pelaksanaan PTSL dimulai pada awal tahun 2018. Dari
data Badan Pertanahan Nasional Kota Batu sampai dengan 2017 lalu, tanah yang
belum terdaftar kurang lebih sebanyak 54.708 bidang tanah. BPN Kota Batu
menargetkan semua tanah yang belum terdaftar pada 2025 mendatang sudah
terdaftar melalui PTSL. Untuk kuota dari Pemerintah pusat PTSL 2018 di Kota
Batu sebanyak 10.000 bidang tanah dengan rincian Desa Oro-Oro Ombo yang
memiliki kurang lebih 3.717 bidang tanah, yang sudah terdaftar secara mandiri
yaitu 1.870 dan sisanya 1.847 yang belum tedaftar. Kelurahan Dadaprejo dari total
2.206 bidang yang sudah terdaftar 1.467 bidang, dan 739 bidang belum terdaftar.
Dan yang terakhir dari 4.354 bidang di Desa Gunungsari yang sudah terdaftar
3.108 bidang, dan 1.246 bidang belum terdaftar.11 Dalam PTSL ini, pendataan
bidang tanah mencakup semua status tanah, baik tanah yang sudah bersertifikat
maupun yang belum. Output dari PTSL ini bukan hanya sertifikat melainkan juga
peta bidang tanah dan daftar tanah.
Dalam sidang kabinet terbatas yang membahas Reforma Agraria yang pada
intinya Reforma Agraria harus dipercepat pelaksanaanya. Sejalan dengan
Nawacita Jokowi-Jk yang salah satunya adalah mengoptimalisasi Reforma
Agraria melalui legaliasi aset yaitu salah satunya melalui PTSL. Legalisasi aset
adalah proses sertifikasi tanah/lahan sehingga status kepemilikannya dibuktikan
dengan dokumen pemilikan sah secara hukum. Dalam pelaksanaannya, setiap
11 Aris Dwi-Radar Malang, “Sertifikat Gratis Untuk 10 Ribu Bidang Tanah”
(https://radarmalang.id/sertifikat-gratis-untuk-10-ribu-bidang-tanah, Diakses pada 2019, 2019)
11
BPN Kabupaten/Kota harus menyelesaikan 10.000-25.000 bidang tanah dalam
satu periode, tak terkecuali BPN Kota Batu. 10.000 bidang tanah yang harus
diselesaikan dalam kurun 1 periode (2018) 12. Untuk itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian guna merumuskan arahan yang tepat terkait “Percepatan
Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di
Kota Batu”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib Administrasi
Pertanahan di Kota Batu?
2. Apa saja hambatan pelaksanaan Percepatan Reforma Agraria melalui
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan
Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Batu?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib
Administrasi Pertanahan di Kota Batu.
12 ibid
12
2. Untuk mengetahui Apa saja hambatan Percepatan Reforma Agraria Melalui
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka
Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Batu.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat secara teoritis maupun praktis,
diantaranya sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Diharapkan skripsi ini dapat menambah ilmu pengetahuan atau wawasan
dalam teori yang telah diimplementasikan dan dapat menjadi pedoman dalam
kegiatan penelitian lainnya.
b. Skripsi ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmiah pada kajian
seputar tentang Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan Tertib
Administrasi Pertanahan di Kota Batu.
c. Memberikan sumbangsih referensi kepada penelitian yang akan datang.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa:
Dapat memberikan pengetahuan yang lebih tentang program Pendaftaran
tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dalam mewujudkan tertib administrasi
pertanahan, atau memberikan referensi tamabahan dalam mengemban tugas
perkuliahan yang tengah berlangsung.
13
b. Bagi Jurusan Ilmu Pemerintahan:
Sebagai jembatan hubungan antara jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas
Muhammadiyah Malang dengan tempat penelitian yaitu Badan Pertanahan
Nasional Kota Batu, dapat dan dapat membina kerjasama juga komunikasi yang
baik antar dua instansi, dan memberikan tamabahan masukan dan pengetahuan
kepada kedua belah pihak.
c. Bagi Badan Pertanahan Nasional Kota Batu
Sebagai sumbangsih pemikiran dalam mengoptimalkan pelaksanaan
pendaftaran tanah sistematis lengkap
d. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai manfaat
pelaksanaan pendaftran tanah sistematis lengkap.
1.5 Definisi Konseptual
Definisi konseptual merupakan batasan-batasan terhadap masalah-masalah
yang dapat dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga memudahkan dalam
mengoperasionalkannya pada saat di lapangan untuk memahami dan
memudahkan dalam menafsirkan teori yang ada dalam penelitian. Menurut
Soedjadi (2000:14) Pengertian Konsep adalah
“ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau
penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau
rangkaian kata (lambang bahasa)”.
Maka dapat ditentukan beberapa definisi konseptual yang berbuhungan dengan
judul adalah:
14
1.5.1 Konsep Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan
pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input
untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat. Tahap implementasi
kebijakan dapat dicirikan dan dibedakan dengan tahap pembuatan kebijakan.
Pembuatan kebijakan di satu sisi merupakan proses yang memiliki logika bottom-
up, dalam arti proses kebijakan diawali dengan penyampaian aspirasi, permintaan
atau dukungan dari masyarakat. Sedangkan implementasi kebijakan di sisi lain di
dalamnya memiliki logika top-down, dalam arti penurunan alternatif kebijakan
yang abstrak atau makro menjadi tindakan konkrit atau mikro.13
Grindle menyatakan, implementasi merupakan proses umum tindakan
administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Menurut Merilee S.
Grindle dalam Subarsono (2006 : 93), keberhasilan implementasi dipengaruhi
oleh dua variable besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan
implementasi (context of implementation). Variabel isi dari kebijakan ini
mencakup: (1) Kepentingan kelompok sasaran. Kepentingan yang terpengaruhi
oleh kebijakan menyangkut sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau
target groups termuat dalam isi kebijakan. Kepentingan tersebut berkaitan dengan
berbagai kepentingan yang memiliki pengaruh terhadap suatu implementasi
kebijakan. Indikator ini memiliki argumen bahwa dalam pelaksanaan sebuah
kebijakan pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana pengaruh yang
dibawa oleh kepentingan-kepentingan tersebut terhadap implementasinya. (2)
Tipe manfaat, yaitu jenis manfaat yang diterima oleh target group. Dalam konten
13 Wibawa, Samodra.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
15
kebijakan, manfaat kebijakan berupaya untuk menunjukkan dan menjelaskan
bahwa di dalam sebuah kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang
memuat dan menghasilkan dampak positif oleh pengimplementasian kebijakan
yang akan dilaksanakan. (3) Derajat perubahan yang diinginkan, yaitu sejauhmana
perubahan yang diinginkan dari adanya sebuah kebijakan. Derajat perubahan yang
ingin dicapai menunjukkan seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin
dicapai melalui adanya sebuah implementasi kebijakan harus memiliki skala yang
jelas. (4) Letak pengambilan keputusan. Apakah letak sebuah program sudah tepat
atau belum. Pengambilan sebuah keputusan di dalam sebuah kebijakan memegang
peranan penting dalam pelaksanaan sebuah kebijakan, oleh karena itu pada bagian
ini harus dijelaskan dimana letak pegambilan keputusan dari suatu kebijakan yang
akan diimplementasikan. (5) Pelaksanaan program. Maksudnya apakah sebuah
kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci. Dalam melaksanakan
suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan
yang memiliki kompetensi dan capable demi keberhasilan suatu kebijakan. (6)
Sumberdaya yang dilibatkan, apakah sebuah program didukung dengan
sumberdaya yang memadai. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung
dengan sumberdaya yang memadai dengan tujuan agar pelaksanaannya dapat
berjalan dengan baik. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan meliputi : (1)
Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor
yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Dalam sebuah kebijakan perlu untuk
diperhitungkan mengenai kekuatan atau kekuasaan, kepentingan, serta strategi
yang digunakan oleh para aktor yang terlibat guna melancarkan pelaksanaan suatu
implementasi kebijakan. (2) Karakteristik lembaga dan penguasa, bagaimanakah
16
keberadaan institusi dan rezim yang sedang berkuasa. Lingkungan dimana suatu
kebijakan tersebut dilaksanakan juga memiliki pengaruh terhadap
keberhasilannya, maka pada bagian ini dijelaskan bagaimana karakteristik dari
suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. (3) Tingkat
kepatuhan dan daya tanggap (responsifitas) kelompok sasaran. Kepatuhan dan
respon dari para pelaksana juga dirasa menjadi sebuah aspek penting dalam proses
pelaksanaan suatu kebijakan, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini 5 adalah
sejauhmanakah kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu
kebijakan.
1.5.2 Reforma Agraria
Nawacita (Jokowi-Jk) memuat agenda Reforma Agraria untuk mengatasi
semua permasalahan tentang Pertanahan. Reforma Agraria merupakan penataan
kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Sementara pengertian Reforma Agraria yang
lebih lengkap (Tuma, 1965) :
“Suatu upaya sistematis, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat, dalam
jangka waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan
keadilan sosial serta menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat
‘baru’ yang demokratis dan berkeadilan; yang dimulai dengan langkah menata
ulang penguasaan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam
lainnya, kemudian disusul dengan sejumlah program pendukung lain untuk
meningkatkan perekonomian rakyat pada umumnya.”14
14 Oskar Mungkasa, “Reforma Agraria: Konsep dan Implementasi”,Academia, diakses dari
https://www.academia.edu/9524718/Reforma_Agraria_Sejarah_Konsep_dan_Implementasi, pada tanggal
01maret 2019 pukul 19.41
17
Didalam Reforma Agraria terdapat 5 program prioritas antara lain: (1)
penguatan kerangka regulasi dan penyelesaian konflik agraria, (2) penataan,
penguasaan dan pemilikan tanah objek Reforma Agraria, (3) kepastian hukum dan
legalisasi hak atas tanah, (4) pemberdayaan masyarakat dalam pengguanaan,
pemanfaatan dan produksi atas tanah objek agraria, dan yang terakhir (5)
kelembagaan pelaksana Reforma Agraria pusat dan daerah. Disisi lain Presiden
Jokowi menempatkan Reforma Agraria sebagai agenda prioritas dalam RPJMN
2015-2019 yang diatur dalam Perpres 45 tahun 2016 mengenai rencana kerja
pemerintah (RKP). Tanah seluas 9 juta hektar dijanjikan sebagai tanah obyek
Reforma Agrarian (Tora) dari kawasan hutan maupun non hutan berupa legalisasi
hak atas tanah dan redistribusi aset. Untuk memperluas akses kelola masyarakat.15
Didalam percepatan Reforma Agraria dimaknai sebagai penataan aset (asset
reform) dan penataan akses (acces reform). Penataan asset (Asset Reform) yang
dimaksud dalam Reforma Agraria adalah penataan kembali penguasaan,
kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dalam rangka menciptakan
sebuah keadilan dalam bidang kepemilikan dan penguasaan tanah, yang berupa;
sertifikasi tanah, percepatan pendaftaran tanah, inventarisasi penguasaan,
kepemilikan dan penggunaan tanah dalam penataan akses terdapat 2 program
yaitu Transmigrasi dan PTSL. Sedangkan penataan akses (Access Reform) adalah
memberi kesempatan akses modal maupun bantuan lain kepada tujuan subjek
Reforma Agraria dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang berbasis
pemanfaatan tanah yang biasa disebut dengan pemberdayaan masyarakat.
15 Indra Nugraha, “Implementasi Reforma Agraria Masih Jauh dari Harapan”, Mongabay, diakses dari
https://www.mongabay.co.id/2017/10/31/implementasi-reforma-agraria-masih-jauh-dari-harapan/, pada
tanggal 23 Mar. 19 pukul 22.21
18
Reforma Agraria dalam penataan akses berupa: pelepasan kawasan hutan, EKS-
HGU dan tanah terlantar.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 tentang
Reforma Agraria disebutkan bahwa tujuan Reforma Agraria adalah mengurangi
ketimpangan, penguasaan, dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan
keadilan, menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui
peraturan penguasaan, pemilikan, pengguanaan dan pemanfaatan tanah,
menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses
masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan kedaulatan dan ketahanan
pangan, dan yang terakhir menjaga kualitas hidup masyarakat.
1.5.3 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
Menurut peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2017 Tentang Percepatan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah:
“kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak bagi semua objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang
setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan
pendaftarannya”
Program PTSL ini dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor
35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Pendaftaran tanah secara sistematis lengkap atau PTSL merupakan Program dari
Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional. Lambannya proses sertifikasi
19
tanah yang selama ini dikeluhkan masyarakat menarik perhatian pemerintah.
Untuk itu diciptakannya program prioritas nasional berupa percepatan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap. PTSL merupakan wujud untuk menjamin kepastian
perlindungan hukum atas kepemilikan masyarakat. Masyarakat yang telah
mendapatkan sertifikat tanah dapat menjadikan sertifikat sebagai finansial
inclusion atau modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sendiri.16 Selain itu PTSL dapat
mengurangi persoalan sengketa tanah yang telah menjamur di Indonesia.
Pendanaan PTSL sendiri bersumber pada APBN. Objek PTSL meliputi seluruh
bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah hak, tanah aset
Pemerintah/Pemerintah Daerah, tanah Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah, tanah desa, Tanah Negara, tanah masyarakat hukum adat, kawasan
hutan, tanah obyek landreform, tanah transmigrasi, dan bidang tanah lainnya.
(Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 1 Tahun 2017).17
PTSL menjadi salah satu program Nawacita Jokowi-jk yang terdapat dalam
Reforma Agraria. Pemerintah menargetkan keberhasilan PTSL sangat tinggi.
Namun faktor-faktor seperti: ketersediaan sumberdaya manusia, peralatan dan
teknologi, serta dari segi anggaran masih menjadi kendala utama dalam
percapaian target. 18
16 Biro Hukum dan Humas Kementrian ATR/BPN, “Program PTSL astikan Pentelesaian Sertifikasi Tanah
Sesuai Target”, diakses dari https://kominfo.go.id/content/detail/12924/program-ptsl-pastikan-penyelesaian-
sertifikasi-lahan-akan-sesuai-target/0/artikel_gpr, pada tanggal 20 November 2018 pukul 10.26 17 Ana Silviana, “Sinden Betapa Metode Menuju Tertib Administrasi Bidang Pertanahan (Studi di Desa
Trisari Kecamatan Gubug Kabupaten Grobongan)”, Masalah-masalah hukum, Jilid 47 No 3, Juli 2018,
Halaman 292 18 Afden Mahyeda, “Analisis Cost And Benefit Proyek Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Studi
Kasus Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah”, 2017, Hal 2
20
Salah satu tahapan dari kegiatan pendaftaran tanah adalah kegiatan
pengumpulan data fisik. Pengumpulan data fisik dalam rangka percepatan
pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) akan optimal hasilnya apabila dalam
pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang tanah dilaksanakan secara
sistematis mengelompok dalam satu wilayah desa/kelurahan lengkap, disamping
harus didukung dengan adanya ketersediaan peta dasar pendaftaran tanah. Hal ini
yang menjadi pembeda dari kegiatan proyek-proyek legalisasi aset sebelumnya.
Selain dari segi pelaksanaan teknis, faktor pembiayaan kegiatan pun mengalami
penurunan yang cukup signifikan.19
Menurut petunjuk teknis pelaksanaan anggaran PTSL 2018 disebutkan
bahwa, terget legalisasi aset tahun 2018 sebagaimana tertuang dalam DIPA
kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional adalah sebanyak
8 juta peta bidang tanah (PBT) dan 7,5 juta Sertifikat hak atas tanah (HAT).
BPN yang menargetkan 126 juta bidang tanah di Indonesia terdaftar dan
tersertifikasi keseluruhan pada tahun 2025. Kemudian dijabarkan dalam target-
target 5 juta bidang pada tahun 2017, 7 juta bidang pada tahun 2018, 9 juta bidang
pada tahun 2019 dan 10 juta setiap tahunnya sampai dengan tahun 202520. Karena
jika pendaftaran tanah dilakukan secara sporadis setahun kurang lebih 500 ribu
bidang, membutuhkan waktu 160 tahun untuk tanah terdaftar seluruh Indonesia
(Purbaya 2017).
Tujuan utama dari PTSL yaitu legalisasi aset secara sistematis lengkap
sehingga dapat memberikan kepastian hukum kepada para pemegang hak atas
tanah secara cepat lancar, aman, adil, pasti, dan sederhana. Sasaran Pendaftaran
19 Ibid 20 Dian Aries Mujiburohman, “Potensi Permasalahan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)”,
Bhumi Vol. 4 No.1, Mei 2018, Hal 89.
21
Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah tercapainya catur tertib pertanahan di
Indonesia agar dapat melakukan pembangunan dengan baik dan tanpa halangan.
Juga meminimalisir adanya konflik sengketa tanah.
1.5.4 Tertib Administrasi Pertanahan
Terselenggaranya pendaftaran tanah dengan baik, merupakan sebuah wujud
dari terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Untuk mencapai tertib
administrasi pertanahan setiap tanah termasuk peralihan pembebanan harus
didaftarkan. Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar setiap
usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan
yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber
daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar
lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan
umum yang adil dan merata.21
Disisi lain menurut (Murad, 1997) Administrasi Pertanahan adalah Pengaturan
dan pengelolaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, adalah suatu
kebijakan yang masuk dalam ranah adminsitrasi pertanahan. Administrasi
Pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan
penyelengaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan
mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Untuk itu konflik pertanahan yang sering terjadi disebabkan oleh
pengadministrasian pertanahan yang dilakukan selama ini belum tertib dan belum
21 Nandang Alamsyah, Administrasi Pertanahan, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hlm 114.
22
selaras.22 Jadi, pelaksanaan tertib administrasi pertanahan adalah suatu tindakan
guna mempermudah dan memperlancar masyarakat dalam segala proses
pelayanan di bidang pertanahan yang bertujuan supaya tidak terjadi ketimpangan
sosial masyarakat agar prosedur pelayanan tertib, lancar, murah, cepat dan tidak
berbelit belit.
Tujuan dari administrasi pertanahan sendiri adalah menjamin akan
terlaksananya sebuah pembangunan yang ditangani oleh pemerintah maupun
swasta yaitu anta lain: meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah,
menjamin kelancaran pelayanan kepada masyarakat (administratif), meningkatkan
hasil guna tanah agar bermanfaat bagi masyarakat.
1.6 Definisi Operasional
Definisi operasional menurut Saifuddin Azwar (2007: 72) adalah suatu
definisi yang memiliki arti tunggal dan diterima secara objektif bilamana
indikatornya tidak tampak. Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan
berdasarkan karakteristik variabel yang diamati. Definisi operasional dari judul
sebagai berikut:
1. Percepatan Reforma Agraria Melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) di Kota Batu
a. Implementasi kebijakan percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap
(PTSL) di Kota Batu ditinjau dari isi kebijakan
b. Implementasi kebijakan percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap
(PTSL) di Kota Batu ditinjau dari lingkungan kebijakan
22 Ana Silviana, Mira Novana Ardani, “Sinden Bertapa Meode Menuju Tertib Administrasi Bidang
Pertanahan (Studi Di Desa Trisari Kecamatan Gubug Kabupaten Grobongan)” Masalah-Masalah Hukum,
Jilid 47 No.3, Juli 2018, Halaman 284.
23
c. Perbandingan program pendaftaran tanah melalui Sporadik dan PRONA
dengan PTSL sebagai bentuk dari Percepatan Reforma Agraria
2. Terwujudnya Tertib Administrasi Pertanahan melalui PTSL
a. Efesiensi dan Efektifitas pelayanan
b. Meningkatkan kulaitas dan kredibilitas pencatatan pertanahan
c. Perencanaan yang transparan dan partisipatif
3. Hambatan Pelaksanaan Percepatan Reforma Agraria Melalui Progam
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Dalam Rangka Mewujudkan
Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Batu
a. Sulit menerapkan Asas Kontradiktur Delimitasi
b. Sumber daya manusia
c. Sarana dan prasarana
d. Kesadaran masyarakat dalam melengkapi persyaratan administrasi
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan
atau mempersoalkan cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-
kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun
laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.23 Adapun
langkah-langkah metode yang digunakan dalam mendukung penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1.7.1 Jenis Penitian
Dalam penelitian ini, pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan
Deskriptif Kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka,
23 I Made Wirartha (2006:68)
24
melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
dokumen prribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang
menjadi tujuan dari menggambarkan realita empiris dibalik fenomena secara
mendalam, rinci, dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif
dalam penelitian ini adalah dengan mencocokan antara relita empirik dengan teori
yang berlaku dengan menggunakan metode deskriptif. 24
Deskriptif dalam arti bahwa penulis dapat menggambarkan dan melaporkan
secara rinci dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
pelaksanaan PTSL sebagai bentuk dari percepatan dari program pemerintah yaitu
Reforma Agraria, dengan tujuan mewujudkan tertib administrasi pertanahan.
Dimana data yang disajikan merupakan data nyata hasil penelitian langsung.
1.7.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah seseorang atau hal yang akan diperolah keterangan
tentang mereka. Subjek penelitian ini berkaitan dengan sumber-sumber informasi
yang didapatkan oleh peneliti saat dilakukannya penelitian yang berupa orang-
orang dan bisa memberikan data informasi secara lengkap mengenai
permasalahan yang terjadi pada pusat penelitian.
Dalam hal ini subjek penelitian ditujukan pada narasumber yang menguasai
dan mengerti dengan sasaran penelitian. Adapun yang menjadi subyek pada
penelitian yang dilakukan melalui sumber yang dapat dipercaya dan ahli pada
bidangnya, yakni sebagai berikut:
d. Kuncoro Bhakti Hanung Prihanto selaku Kepala Seksi Hubungan Hukum di
Kantor Pertanahan Kota Batu (Ketua Pelaksana PTSL)
24 Afifuddin, Beni Ahmad Saebani. 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Pustaka Setia
25
e. Suliono, A.Ptnh selaku Kepala seksi Infrastruktur Pertanahan (Wakil Ketua
Pelaksana PTSL)
1.7.3 Sumber data
Sumber data merupakan sumber infomasi yang digunakan sebagai pokok
kajian dalam melakukan penelitian. Data tersebut harus harus digali dari sumber-
sumber yang berkaitan dengan masalah yang di teliti untuk memperoleh hasil
yang baik. Tujuan peneliti menggunakan sumber data yakni ingin memperoleh
data-data yang akurat sesuai dengan fakta- fakta yang ada di lapangan dan
mencari tahu permasalaham-permaslahan. Dalam penelitian ini sumber data yang
digunakan adalah:
a. Data Primer
Data Primer merupakan informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari
sumbernya.25 Dengan demikian peneliti berhadapan langsung dengan wawancara
pada sumber yang tepat untuk mendapatkan data dari lokasi penelitian dan
narasumber yang dapat dipercaya tanpa adanya perantara secara lengkap dari
narasumber yang mempunyai andil besar dan dianggap mampu dalam
memberikan informasi secara lengkap dan terpercaya karena penelitian terhadap
langsung dengan sumber yang tepat. Menggunakan sumber data primer dapat
mempermudah penelitian dalam mencari informasi dan bahan yang diperlukan
dalam penelitian. Karena peneliti berhadapan langsung kepada objek penelitian
yang telah ditentukan . Sumber data ini dapat dijadikan sebagai bukti bahwa data
25 Hermawan Warsito, Pengantar Metode Penelitian . PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta Tahun 1995
26
dari penelitian ini langsung diperoleh dari instansi atau lembaga yang menjadi
objek penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh pihak lain, jadi dalam hal
ini peneliti tidak langsung memperoleh data dari sumbernya, peneliti hanya
sebagai pemakai data. Diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi atau sudah diolah
instansi, kantor atau lembaga lain yang sesuai dengan bidangnya. Dimana data
tersebut bisa berbentuk buku ilmiah, dokumen-dokumen resmi, Koran-koran
lokal, maupun dari internet atau televise dan perundang-undangan yang
berhubungan dengan dan berkaitan dengan peneliti ini. Peneliti dalam mencari
sumber data yang diperlukan menggunakan sumber data yang sudah ada dan
sudah di olah baik berupa buku, jurnal, Koran ataupun dokumen- dokumen yang
diperoleh dari tempat penelitian. Sumber data ini juga dapat membantu penelitian
untuk mendapatkan apa yang dicari selama penelitian berjalan.
c. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan
responden. Dalam pengambilan data disini biasanya juga diikuti dengan
menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara
bertujuan untuk mendapatkan informasi dari narasumber. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan wawancara terstrukur, yaitu wawancara yang disusun
secara terprinci atau jelasnya menggunakan draft pertanyaan dengan pihak yang
dapat memberikan penjelasan yang berkaitan dengan peneliti yang akan diteliti.
27
Maksud dari wawancara dilakukan peneliti akan tetapi dalam lingkup peneliti, dan
tidak meluas pada masalah-masalah lain.26
Wawancara yang dilakukan bersama orang yang berkepentingan dalam
pembuatan skripsi ini adalah :
- Kuncoro Bhakti Hanung Prihanto selaku Kepala Seksi Hubungan Hukum
di Kantor Pertanahan Kota Batu (Ketua Pelaksana PTSL)
- Suliono, A.Ptnh selaku Kepala seksi Infrastruktur Pertanahan (Wakil Ketua
PTSL)
- Teguh Sri Setyo Wiguno selaku anggota.
2. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat
informasi sebagaimana yang mereka saksikan. Observasi yaitu dimana peneliti
mengumpulkan data dengan mencatat informasi sebagaimana yang mereka
saksikan secara langsung dengan melihat, mendengar, yang kemudian dicatat
secara subyektif mungkin, maka penelitian ini menggunakan observasi terstruktur
yaitu observasi yang dirancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan
dan dimana tempatnya. Observasi dalam penelitian ini dilakukan di Kantor
Pertanahan Kota Batu
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan
melihat dan menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek atau oleh
orang lain tentang subjek yang merupakan catatan peristiwa yang sudah berlaku
dalam berbentuk tulisan, gambar atau data-data yang diperoleh dari dokumen atau
26 Gulo, w , 2002 , Metode Penelitian. Grasindo , Jakarta , Hal 118
28
catatan resmi instansi yang diteliti. Pada umumnya, dokumentasi dalam penelitian
ini adalah berupa gambar-gambar, foto-foto, rekaman wawancara, dokumen-
dokumen resmi, dan lain sebagainya yang berasal dari lembaga atau instansi yang
diteliti sesuai dengan kebutuhan kebutuhan penelitian.
4. Lokasi Penelitian
Daerah yang dijadikan sebagai Lokasi penelitian adalah Kota Batu. Pada tahun
2018 di Kota Batu terdapat Desa/Kelurahan yang melaksanakan PTSL yaitu, Desa
Gunungsari, Kelurahan Dadaprejo, Desa Torongrejo dan Desa Oro-Oro Ombo.
Penulis memilih 2 lokasi yaitu Kelurahan Dadaprejo dan Desa Torongrjo karena
berada pada satu Kecamatan.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kualitatif,
yaitu Proses pengolahan data diawali dan pembuatan catatan lapangan. Tahap
selanjutnya menganalisis data yang telah dibuat dalam catatan lapangan. Menurut
Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif dilakukan dengan cara mengorganisasi
data, memilihnya menjadi satuan yang dapat dianalisis, menemukan hal penting,
dan memutuskan bagian yang akan disampaikan kepada orang lain27. Adapun
proses analisis data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data.
Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan
27 Dosen Sosiologi.com, “Teknik Analisa Data Kulitatif dan Kuantitatif Lengkap” diakses dari
http://dosensosiologi.com/teknik-analisis-data-kuantitatif-kualitatif-lengkap/, pada tanggal 26 Mar. 19 pukul
22.57
29
wawancara dan studi dokumentasi. Proses pengumpulan data dilakukan saat pra
penelitian dan pada saat penelitian. Pada kegiatan ini tidak ada waktu secara
spesifik untuk menentukan batas akhir dari pengumpulan data di lapangan, karena
sepanjang penelitian masih berlangsung selama itulah pengumpulan data-data
yang dibutuhkan oleh peneliti akan dilakukan. Sebagaimana yang telah peniliti
sampaikan di sub bab sebelumnya bahwa pengumpulan data yang dilakukan
melalui observasi langsung, melakukan wawancara dengan informan, membuat
dokumentasi dan membuat catatan dilapangan.
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses penelitian, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan.28 Langkah-langkah yang digunakan adalah menajamkan
analisis, menggolongkan atau mengkatagorisasikan kedalam tiap permasalahan
melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan sehingga dapat ditarik dan di verifikasi. Data yang di reduksi
antara lain seluruh data mengenai permasalahan penelitian.
c. Display Data
Setelah data di reduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan.29
Penyajian data di arahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan tersusun dalam
pola hubungan sehingga makin mudah di pahami, penyajian data dapat dilakukan
28 Bungin, Burhan. 2003. Analisis DataPenelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal70 29 Miles, Matthew B dan Huberman, A Michel. Op.Cit Hal 17
30
dalam bentuk uraian naratif, bagan, hubungan antar kategori serta diagram alur.
Penyajian data dalam bentuk tersebut mempermudah peneliti dalam memahami
apa yang terjadi. Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang releven
sehingga informasi yang di dapat di simpulkan dan memiliki makna tertentu untuk
menjawab masalah penelitian.
d. Penarikan Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah
di peroleh sebagai hasil dari peneliti. Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah
usaha untuk mencari atau memahami makna atau arti keteraturan, pola-pola,
penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi. Sebelum melakukan penarikan
kesimpulan lebih dahuiu dilakukan reduksi data, penyajian data serta penarikan
kesimpulan atau verifikasi dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sesuai dengan
pendapat Milles dan Huberman, proses analistik tidak sekali jadi, melainkan
interaktif, secara boalk-balik di antara kegiatan reduksi, penyajian dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi selama waktu penelitian. Setelah melakukan verifikasi
maka dapat di tarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam
bentuk narasi. Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dari kegiatan analisis
data, juga merupakan tahap akhir dari pengolahan data.
31
1.8 Kerangka Berpikir
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
Sumber: Data Peneliti
Perumusan Masalah:
1. Lambannya sertifikasi hak atas tanah
2. Banyaknya sengketa tanah
3. Proses yang rumit.
4. Dana yang tidak sedikit.
Percepatan Reforma Agraria
2018 Kementrian ATR/BPN
Pe
rcep
atan
Legalisasi Aset Redistribusi Tanah
PTSL Transmigrasi
BPN/Kantor
Pertanahan Daerah
Terwujudnya Pelayanan
Tertib Administrasi
Pertanahan di Kota Batu
Tindakan