Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan adalah
dengan melakukan penyelenggaraan kesehatan. Adapun yang dimaksud
pelayanan kesehatan menurut Levey dan Lomba adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan
menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996).
Pusat kesehatan masyarakat yang sering disingkat Puskesmas
merupakan unit pelayanan kesehatan milik pemerintah yang bertanggung
jawab terhadap pelayanan kesehatan masyarakat untuk wilayah
kecamatan, sebagian kecamatan atau kelurahan (profil statistik kesehatan
indonesia, 2011).
Pemerintah mendirikan puskesmas di berbagai daerah dan unit-unit
yang lain seperti posyandu, puskesmas rawat inap dan lain-lain.
Puskesmas sebagai salah satu institusi kesehatan dasar yang paling dekat
dengan masyarakat keberadaanya memang sangat vital dan memiliki peran
setrategis untuk memperkuat derajat kesehatan masyarakat apalagi
berdasarkan tingkat pemanfaatannya dimasyarakat (Sri, 2004).
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Pusmesmas dari tahun ke tahun mengalami peningkayan yaitu
tercatat pada tahun 2002 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah
7.277 unit, puskesmas pembantu 21.587 unit, puskesmas keliling 5.084
unit (perahu 716 unit, ambulans 1.302 unit). Puskesmas yang memberikan
fasilitas pelayanan rawat inap tercatat sebanyak 1.818 unit, sisanya
sebanyak 5.459 unit tidak dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Depkes
RI, 2004).
Data statistik tahun 2004 puskesmas di Indonesia sebanyak 7.550,
tahun 2005 sebanyak 7.669, tahun 2006 sebanyak 8.015, tahun 2007
sebanyak 8.234, tahun 2008 sebanyak 8.548 dan tahun 2009 sebanyak
8.683. Data di atas membuktikan bahwa jumlah puskesmas semakain
meninggat di Indonesia tetapi hanya sekitar 30% penduduk yang
memanfaatkan pelayanan puskesmas, puskesmas pembantu dan
puskesmas rawat inap (Depkes RI, 2004).
Provinsi Jawa Tengah memiliki rumah sakit umum sebanyak 179
unit, rumah sakit jiwa sebanyak 4 unit, rumah sakit bersalin sebanyak 10
unit, rumah sakit khusus lainya sebanyak 576 unit, pukesmas keliling
sebanyak 948 unit, puskesmas pembantu sebanyak 888 unit, rumah
bersalin sebanyak 249 unit, balai pengobatan sebanyak 888 unit, praktik
pengobatan tradisional sebanyak 3.091 unit, pos kesehatan desa sebanyak
5.209 unt, toko obat sebanyak 367 unit, gedung farmasi sebanyak 35 unit,
industri obat tradisional sebanyak 14 unit, posyandu sebanyak 68,32%
(Dinkes Jateng, 2011).
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Puskesmas terdiri dari puskesmas perawatan, puskesmas non
perawatan, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling. Jumlah
puskesmas di Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 867 (termasuk 291
puskesmas rawat inap). Rasio jumlah puskesmas per 30.000 penduduk
pada tahun 2011 sebesar 0,80 berarti bahwa jumlah puskesmas belum
tercukupi. Rasio tertinggi sementara berada di Kota Tegal (1,28) dan rasio
terendah masih tetap di Kabupaten Sukoharjo (0,44). Rasio 0,80
menunjukan bahwa tahun 2011 jumlah puskesmas masih mengalami
kekurangan, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas
pembantu dan puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada
tahun 2011 masih tetap sama dengan tahun 2010 sebanyak 1.827. Tahun
2011 jumlah puskesmas keliling adalah 948 unit, menurun dibandingkan
tahun 2010. Rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas pada tahun
2011 adalah 1,09. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas
pembantu, dan puskesmas keliling (Dinkes Jateng, 2011).
Rasio kinjungan masyarakat terhadap puskesmas provinsi Jawa
Tengah terutama di kabupaten-kabupaten masih tergolong rendah, hal ini
banyak diantaranya berada pada kabupaten-kabupaten yang pertumbuhan
ekonominya rendah seperti banjarnegara.
Banjarnegara dengan jumlah penduduk 465.000 memiliki
puskesmas sejumlah 12 unit diantaranya memiliki fasislitas rawat inap,
sedangkan 23 unit tidak memiliki fasilitas rawat inap, puskesmas
pembantu 42 unit, puskesmas keliling 37 unit dan posyandu sejumlah
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
1.598 unit, pos obat desa sebanyak 192 dan pondok bersalin 153 unit,
memiliki jumlah kunjungan sebanyak 756.715 dengan perincian tahun
2006 sebanyak 616.542,tahun 2007 sebanyak 604.311,tahun 2008
sebanyak 542.555,dan tahun 2009 sebanyak 672.250. (Dinkes Kab
Banjarnegara, 2010).
Puskesmas yang tersebar merata dalam setiap kabupaten guna
membantu masyarkat dalam keadaan kesehatan yang kuang baik ternyata
kurang berespons dikalangan masyarakat terbukti dengan angka
kunjungan masyarakat yang masih minim terhadap puskesmas yang sudah
di sediakan oleh pemerintah. hal ini dapat dilihat dari indikator rata-rata
kunjungan per hari secara nasional adalah 93,57 atau 94 kunjungan per
puskesmas per hari buka, dengan kisaran antara 21 (di Propinsi
Kalimantan Timur) dan 228 (di Propinsi Jawa Timur), sedangkan rata-rata
frekuensi kunjungan masyarakat ke puskesmas secara nasional adalah 2,27
kali pada tahun 1996 dengan kisaran antara 1,55 (di Pronpinsi Irian Jaya)
dan 3,64 di Propinsi Kalimantan Selatan (Depkes RI, 2005).
Menurut hasil Susenas Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara
(2007), dari penduduk yang berobat jalan sebesar 23,4% memanfaatkan
puskesmas, dan penduduk yang pernah dirawat inap sebesar 9,81%.
Kejadian ini mencermikan bahwa dari sekian ribu penduduk Indonesia
hanya sebagaian yang memanfaatkan puskesmas sebagai sarana untuk
berobat.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 secara akumulasi sebesar 5,1%
yang berkunjung ke puskesmas penurunan cakupan kunjungan rawat jalan
di pukesmas tersebut mengisyaratkan bahwa terjadi penurunan kunjungan
rawat jalan di pelayanan kesehatan atau puskesmas (Dinkes Jateng, 2011).
Kecamatan Banjarnegara dengan 2 puskesmas dan posyandu
sebanyak 144. Puskesmas- puskesmas tersebut puskesmas 1 Banjarnegara
dan puskesmas 2 Banjarnegara namun ratio knjungan masih kurang dari
standar yaitu hanya berkisar 23.400 per tahun sementara untuk tahun 2013
jumlah kunjungan dalam setahun 22.100 (Dinkes Kab Banjarnegara 2010).
Hal ini jika menunjukan bahwa kunjungan ke puskesmas 2 Banjarnegara
masih redah jika kita bandingkan dengan standar yang ditetapkan
pemerintah yaitu 100 per hari maka jumlah yang diharapkan per tahun
kurang lebih 36.000.
Puskesmas 2 Banjarnegara terletak di jalan Tirtosari Semarang
Kidul Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara yang
membawahi 33. 135 jiwa yang terbagi dalam 6 wilayah kerja yaitu desa
Cendana, kelurahan Sokanandi, kelurahan Krandegan, desa Sokayasa,
kelurahan Semarang Kidul, dan kelurahan Parakan Canggah.
Puskesmas 2 Banjarnegara pada awal berdiri sebagai puskesmas
pembantu namun setelah tahun 2000 menjadi puskesmas rawat jalan dan
menjadi puskesmas yang sudah terdaftar sebagai puskesmas penyelengara
PONED pada ahun 2010 dimana puskesmas tersebut memiliki ruang
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
pendaftaran, persalinan, obat, IGD, pemeriksaan, BP, KIA, konsultasi,
gizi, laboratorium dan poli gigi. Puskesmas 2 Banjarnegara memberikan
pelayanan bagi masyarakat yang memiliki jamkesmas, jamkesda, askes,
dan umum dengan biaya atau pembayaran sebesar Rp. 5500. Puskesmas 2
Banajrnegara sebagai puskesmas kedua setelah puskesmas Karang Tengah
memiliki rasio kunjungan perhari berkisar antara 70-90 pasien.
Hasil wawancara dengan karyawan atau petugas dipuskesmas 2
Banjarnegara mereka mengelukan untuk bagian alat masih banyak sekali
yang kurang terutama alat-alat utuk di poli gigi dan alat-alat penunjang
penegakan diaknosa klinis seperti ekg, laboratorium, dan yang lain
sehingga menyulitkan untuk memberikan pelayanan secara optimal.
Mereka juga mengatakan bahwa jarak puskesmas yang lumayan jauh yaitu
desa Cendana menuju Puskesmas 2 memiliki jarak 5 km, kelurahan
Sokanandi 3 km, kelurahan Krandegan 2 km, desa sokayasa 4 km, dan
kelurahan Semarang kidul 1 km yang kurang lebih memakan waktu sekitar
20-60 menit untuk mencapai puskesmas tersebut. Hal ini menjadikan
pasien lebih memilih pengobatan lain.
Efransyah, Lutfan dan Hasanbasri (2013) mengatakan bahwa
Jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan akan mempengaruhi pemanfaatan
masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Meskipun pelayanan
kesehatan di Puskesmas sudah gratis, tetapi untuk mengakses puskesmas
masyarakat masih membutuhkan biaya untuk transportasi.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Notoatmodjo (1985) mengatakan rendahnya presentasi masyarakat
yang berobat kepuskesmas karena fasilitas kesehatan, terbatasnya waktu
pelayanan, mutu pelayanan yang diberikan, keramah tamahan tenaga
kesehatan dan jarak puskesmas yang masih jauh dari jangkauan
masyarakat.
Syafriadi, Kusnanto dan Lazuardi (2008) menyebutkan bahwa
faktor keterpencilan, sulit dan mahalnya transportasi merupakan hambatan
untuk menjangkau sarana kesehatan. Nurcahyani (2000) menyimpulkan
ada hubungan antara biaya berobat, biaya transportasi, jarak dan lama
waktu terhadap pemanfaatan pelayanan.
Hasil penelitian Nadia (2012) yang berjudul pengaruh kualitas jasa
kesehatan terhadap kepuasan pasien di puskesmas Bara-Baraya Makasar
menyimpulkan bahwa variabel tangible (sarana dan prasarana), empati
(perhatian), responsevennes (daya tanggap) dan assurance (jaminan)
memiliki pengaruh singnifikan terhadap kepuasan pasien. Penelitian di
atas adalah salah satu indikator bahwa bila masyarakat puas dengan suatu
pelayanan maka akan kembali menggunakan pelayanan tersebut.
Menurut Suharmlati, Handayani dan Kristiana (2012) Kurangnya
peralatan kesehatan dan sarana penunjang kesehatan (laboratorium) di
puskesmas sering mengecewakan masyarakat yang akhirnya harus
menempuh perjalanan yang jauh dan sulit. Keadaan ini semakin
menguatkan minat masyarakat untuk tidak berobat ke puskesmas. Oleh
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
karena itu perlu kelengkapan alat kesehatan dan bahan habis pakai yang
menunjang pelayanan kesehatan khususnya untuk kasus penyakit yang
banyak terjadi di puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Maramis (2006) mengatakan bahwa keramah tamahan dan
perhatian yang baik dari petugas kesehatan serta fasilitas kesehatan yang
memadai akan membuat citra pelayanan kesehatan menjadi baik.
Selain faktor di atas pemanfaatan puskesmas juga di pengaruhi
oleh persepsi masyarakat. Notoatmodjo (1985) mengatakan bahwa
pelayanan yang kita dirikan berdasarkan asumsi kebutuhan yang kita
putuskan, bahwa masyarakat membutuhkanya. Kenyataanya masyarakat
baru mau mencari pengobatan (pelayanan kesehatan) setelah benar-benar
tidak mendapat apa-apa, hal ini bukan berarti harus mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas dan sebagainya) tetapi
kefasilitas pengobatan tradisional yang kadang-kadang menjadi pilihan
masyarakat yang pertama, itulah sebabnya redahnya penggunaan
puskesmas karena persepsi yang berbeda antara pemberi pelayanan dan
masyarakat.
Dari hasil survey yang dilaksanakan oleh departemen kesehatan
tahun 2010, didapatkan bahwa masalah yang menjadi keluhan dari
pelanggan pelayanan kesehatan adalah; lamanya mereka menunggu,
kurang ramahnya petugas, kejelasan informasi, dan kebersihan sarana pada
tempat pelayanan.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Menurut khoeriyah dan rahayu (2013) bahwa faktor kunjungan
masyarakat ke puskesmas karena penyediaan fasilitas pelayanan yang
belum sesuai dengan harapan dari pemakai fasilitas atau masyarakat.
Hasil survei Permatasari dan Turohmah (2013) menunjukkan
bahwa ada empat aspek Quality Management System (QMS) Poli Umum
Puskesmas Dupak yang mendapatkan nilai kurang dari 80%. Empat aspek
tersebut antara lain jam buka pelayanan, kecepatan antrian, kehandalan
dan ketanggapan petugas, serta keramahan dan perhatian petugas.
Berdasarkan Prinsip Pareto, 80% akibat berasal dari 20% penyebab
sehingga 20% masalah mutu pelayanan di Poli Umum Puskesmas Dupak
menyebabkan 84 kerugian sebesar 80%. Pasien yang merasa puas
diprediksi 60% masih ada kemungkinan meninggalkan pelayanan
kesehatan (Supriyanto & Wulandari, 2010).
Iqbal Mubarok (2011) mengatakan bahwa faktor penghambat
partisipasi masyarakat adalah persepsi. Persepsi masyarakat yang berbeda
dengan persepsi penyedia layanan tentang masyalah kesehatan yang di
hadapi.
Menurut Kotler (2001) kualitas jasa pelayanan kesehatan harus
dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen
tersebut. Dalam hal ini pelanggan yang mengkonsumsi dan menikmati jasa
pelayanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Persepsi konsumen terhadap kualitas jasa merupakan penilaian
menyeluruh atas keunggulan suatu jasa (Hilal, 2005).
Penelitian Mujahidah, Darmansyah, dan Yusran (2013) dengan
judul faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumen dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan dipuskesmas Marusu Kabupaten Maros
menyatakan bahwa Berdasarkan uji statistik Chi Square memperlihatkan
nilai ρ = 0,042 < 0,05. Karena nilai ρ < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian ada hubungan persepsi dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Puskesmas Marusu Kec. Marusu Kab. Maros.
Besar hubungan antara persepsi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
= 0,245 yang berarti hubungannya rendah. Sebagian besar menyatakan
persepsi cukup namun pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang baik,
yaitu sebanyak 25 responden (44,6%) menyatakan persepsi cukup namun
pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang baik. Hal tersebut kurang baik
karena sebagian besar jarak rumah pasien jauh dari puskesmas datang
lebih awal sesuai jam buka puskesmas dari pada petugas kesehatan.
Hasil penelitian Achmad (2005) di Puskesmas Binjai kota Binjai
dengan berjudul Pengaruh Persepsi Masyarakat Terhadap Pemanfaatan
Pelayanan Pengobatan Di Puskesmas, menyatakan bahwa persepsi
masyarakat tentang pelayanan Puskesmas dan pengaruhnya terhadap
pemanfaatan pelayanan Puskesmas merupakan indikator utama
keberhasilan Puskesmas dalam mengemban tugasnya.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Menurut Kotler (2001) mengidentifikasi adanya kesenjangan
antara persepsi konsumen dan persepsi penyedia jasa pelayanan kesehatan
yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa yang berkualitas.
Penyedia jasa pelayanan kesehatan tidak selalu memahami secara tepat apa
yang di inginkan pelanggan. Penyedia pelayanan jasa mungkin berfikir
bahwa pasien menginginkan fasilitas umum yang lebih baik, tetapi pasien
mungkin lebih mementingkan daya tanggap perawat.
Kebutuhan pelayanan kesehatan yg sudah memenuhi harapan
pasien maka untuk berobat kembai menggunakan jasa pelayanan
kesehatan yang sama (Yulianti, 2004) dalam penelitian Irigan Tarigan dan
Ratih Ariningrum, 2008).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diketahui bahwa Angka kunjungan
masyarakat untuk memanfaatkan pukesmas di lingkup nasional, regional,
dan lokal masih sangat rendah hal ini terjadi karena beberapa faktor seperti
enabling factor (faktor pendukung ) yaitu sarana dan prasarana, sifat
pelayanan, jarak biaya dan reinforcing factor (faktor pendorong) yaitu
sikap tenaga kesehatan dan persepsi masyarakat. Peneliti merumuskan
masalah yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah hubungan antara
enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat
untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujua untuk mengetahui hubungan
antarastigma dan persepsi masyarakat terhadap minat berobat
masyarakat dipukesmas 2 Banjarnegara
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penelitian ini akan dapat :
a) Mengetahui hubungan antara enabling factor (saran dan
prasarana, sifat pelayanan, jarak, dan biaya) terhadap minat
berobat masyarakat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
b) Mengetahui hubungan antara reinforcing factor (sikap tenaga
kesehatan dan persepsi masyarakat) terhadap minat berobat
masyarakat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
c) Mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap minat
berobat masyarakat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
D. Manfaat Penelitian
Apabila hipotesis terbukti maka diharapan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi :
1. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Untuk menambah pengetahuan masyarakat tentang berobat
sehingga keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan jika
terjadi sakit
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
b. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber ilmu bagi lembaga pendidikan untuk senantiasa
meningkatkan atau meperkokoh sikap-sikap peserta didik agar
dapat memberikan pelayanan yang diharapkan masyarakat dan
dapat meningkatkan mutu serta minat masyarakat untuk
mmanfaatkan fasilits kesehatan
c. Bagi Institusi Terkait
Manfaat bagi puskesmas adalah sebagai tolak ukur tenaga
kesehatan ditempat tersebut dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat sehingga dapat menumbuhkan dan meningkatkan
minat berobat masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang dinaungi.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memperluas ilmu bidang
keperawatan komunitas agar lebih berkembang dalam rangka
membekali peserta didiknya agar mengenali dan mengerti bagaimana
sarana prasarana, sifat pelayanan, jarak, biaya, sikap dan persepsi
masyarakat mempengaruhi minat berobat masyarakat sehingga dapat
di antisipasi.
E. Penelitian Terkait
Hasil penelitian Khusnawati (2008) Menerangkan dalam
penelitianya yang berjudul analisis kepuasan pasien terhadap pelayanan
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
pada puskesmas Sungai Durian, Kabupaten Kubu Raya. Menyimpulkan
bahwa aspek-aspek dimensi kualitas pelayanan Sungai Durian yang belum
memenuhi tingkat kepuasan pelanggan diatanatranya pelayanan, peralatan,
dan pengobatan yang kurang sigap, pelayanan admiistrasi yang memakan
waktu lama, serta belum sesuai dengan kebutuhan pasien.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara
enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat
untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
Hasil penelitian Teguh Riyadi (2002) menerangkan dalam
Tesisnya yang berjudul hubungan antara mutu puskesmas menurut
persepsi pasien dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan pengobatan
rawat jalan umum dipuskesmas Maos Kabupaten Cilacap menyimpulkan
bahwa pasien dalam memperspsikan mutu pelayanan petugas loket
pendaftaran rawat jalan puskesmas Maos yang dinyatakan dalam tinggkat
kepuasan sebagian besar (63,5%) menyatakan puas terutama terhadap
penampilan dan kecepatan dalam melayani pasien. Pasien yang
menyatakan tidak puas (36,4%) terutama terhadap keramahan dari
petugas. Pasien yang puas dengan presentase (86,4%) menyatakan
berminat untuk memanfatkan ulang pengobatan rawat jalan dan pasien
yang tidak puas dengan presentase terbesar (65%) juga menyatakan minat
memanfaatkan ulang pengobatan rawat jalan umum dipuskesmas Maos.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Hasil penelitian Cahyo (2006) Menerangkan dalam tesisnya yang
berjudul perilaku gelandangan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan
masyarakat di Kota Semarang Jawa Tengah (Studi Kasusu Di Kawasan
Pasar Johar).Menyimpulkan bahwa karakteristik subyek peneliti
(pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan) membentuk perilaku pencarian
pengobatan, sedangkan faktor lainya mempengaruhi pengetahuan, sikap,
dan praktik gelandangan dalam mencari pelayanan kesehatan.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara
enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat
untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
Hasil penelitian Solikhah (2008) menerangkan dalam penelitianya
yang berjudul hubungan sikap masyarakat wilayah kerja puskesmas
dengan pemanfaatan pelayanan rawat inap di puskesmas Mergangsan Kota
Yogyakarta menyimpulkan bahwa sikap reponden terhadap pelayanan
rawat inap bersalin dengan pemanfaatan rawat inap bersalin dipuskesmas
mergangsan memiliki hubungan signifikan namun berkoelasi terbalik.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara
enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat
untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Hasil penelitian Nu’man (2010) dalam penelitianya yang berjudul
faktor-faktor pemanfaatan pelayanan pusat kesehatan masyarakat
(puskesmas) II Tambak Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas
menyatakan bahwa karakteristik responden sebagian besar bersetatus
sebagai kepala keluarga, mayoritas bekerja petani, berumur 30-39 tahun,
berpendapatan rendah serta berpendidikan rendah.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara
enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat
untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
Hasil penelitian Ngadilah, Kustanto, dan Kristiani (2009)
menerangkan dalam penelitianya yang berjudul pemanfaatan pustu di
Kabupaten Kupang. Penelitian analitik rancangan cross sectional dengan
menggunkan metode kuantitatif didukung kualitatif. Hasil Penelitian ada
hubungan yang signifikan p< 0,05 antara kontrol peilaku, sikap,
pengetahuan dan norma-norma obyektif.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah bahwa penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional dengan variabel yang akan di teliti adalah hubungan antara
enabling factor dan reinforcing factor terhadap minat berobat masyarakat
untuk berobat ke Puskesmas 2 Banjarnegara.
Hubungan Antara Enabling..., Suratman, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014