22
1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Krisis ekonomi di Yunani pada tahun 2008 yang berefek domino pada negara Uni Eropa lainnya menarik perhatian dunia internasional. Yunani tidak mampu membayar utang sebesar 4 miliar euro kepada Perancis, Jerman, Inggris, Portugal, Amerika, dan Itali. Banyaknya utang yang harus di bayar oleh Yunani merupakan akumulasi defisit yang telah lama terjadi dari tahun 1974. Selain itu, buruknya kinerja birokrasi Yunani menyebabkan permasalahan semakin kompleks. Korupsi, buruknya administrasi pajak, dan pemborosan anggaran membuat Yunani harus berhutang untuk menutupi kebutuhan belanja negara yang terus membengkak. Keanggotaan Yunani di Uni Eropa dan zona euro pada awalnya tidak diterima begitu saja. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti berada di wilayah Eropa, berada dalam kondisi politik yang stabil, dan memiliki kemampuan ekonomi sehingga tidak akan mengganggu stabilitas Uni Eropa. Meskipun Yunani tidak memiliki ekonomi yang mapan, namun Yunani terus berusaha untuk bergabung dengan Uni Eropa. Pada saat awal bergabung dengan Uni Eropa, Yunani mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan kompetisi pasar industri Eropa Utara yang sudah lebih maju dan mapan. Pada saat akan bergabung dengan zona euro, Yunani tidak memenuhi persyaratan yang tercantum dalam perjanjian Maastricht karena inflasi, defisit anggaran, utang, dan suku bunga yang tinggi dan dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas zona euro. 1 Namun, pada Januari 2002 Yunani resmi 1 Terdapat empat kriteria utama untuk bergabung dalam euro zone, yaitu: a. Inflasi tidak boleh lebih dari 1,5% lebih tinggi daripada rata-rata tiga negara anggota dengan inflasi terendah di Uni Eropa; b. Rasio defisit pemerintah tahunan dengan produk domestik bruto (PDB) tidak boleh lebih dari 3% pada akhir tahun fiskal selanjutnya dan rasio utang pemerintah bruto dengan PDB tidak boleh lebih dari 60% pada akhir tahun fiskal selanjutnya;

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66461/potongan/S2-2013... · Krisis ekonomi di Yunani pada tahun 2008 yang berefek domino pada negara Uni

Embed Size (px)

Citation preview

1

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Krisis ekonomi di Yunani pada tahun 2008 yang berefek domino pada

negara Uni Eropa lainnya menarik perhatian dunia internasional. Yunani tidak

mampu membayar utang sebesar 4 miliar euro kepada Perancis, Jerman, Inggris,

Portugal, Amerika, dan Itali. Banyaknya utang yang harus di bayar oleh Yunani

merupakan akumulasi defisit yang telah lama terjadi dari tahun 1974. Selain itu,

buruknya kinerja birokrasi Yunani menyebabkan permasalahan semakin

kompleks. Korupsi, buruknya administrasi pajak, dan pemborosan anggaran

membuat Yunani harus berhutang untuk menutupi kebutuhan belanja negara yang

terus membengkak.

Keanggotaan Yunani di Uni Eropa dan zona euro pada awalnya tidak

diterima begitu saja. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti

berada di wilayah Eropa, berada dalam kondisi politik yang stabil, dan memiliki

kemampuan ekonomi sehingga tidak akan mengganggu stabilitas Uni Eropa.

Meskipun Yunani tidak memiliki ekonomi yang mapan, namun Yunani terus

berusaha untuk bergabung dengan Uni Eropa. Pada saat awal bergabung dengan

Uni Eropa, Yunani mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan kompetisi

pasar industri Eropa Utara yang sudah lebih maju dan mapan.

Pada saat akan bergabung dengan zona euro, Yunani tidak memenuhi

persyaratan yang tercantum dalam perjanjian Maastricht karena inflasi, defisit

anggaran, utang, dan suku bunga yang tinggi dan dikhawatirkan akan

mengganggu stabilitas zona euro. 1 Namun, pada Januari 2002 Yunani resmi

1 Terdapat empat kriteria utama untuk bergabung dalam euro zone, yaitu:

a. Inflasi tidak boleh lebih dari 1,5% lebih tinggi daripada rata-rata tiga negara

anggota dengan inflasi terendah di Uni Eropa;

b. Rasio defisit pemerintah tahunan dengan produk domestik bruto (PDB) tidak boleh lebih dari 3% pada akhir tahun fiskal selanjutnya dan rasio utang

pemerintah bruto dengan PDB tidak boleh lebih dari 60% pada akhir tahun fiskal

selanjutnya;

2

menjadi anggota zona euro karena dianggap memenuhi persyaratan. Besarnya

utang Yunani yang terus menumpuk tidak mendapat perhatian atau peringatan

dari Uni Eropa, sampai akhirnya pada tahun 2010 diketahui bahwa Yunani telah

membayar Goldman Sachs dan beberapa bank investasi lainnya untuk mengatur

transaksi yang dapat menyembunyikan angka sesungguhnya dari utang

pemerintah.

Akhirnya Uni Eropa mengetahui informasi tersebut karena kecurigaan

terhadap pertumbuhan ekonomi Yunani. Pada tahun 2000 hingga 2007, Yunani

mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 4,2% per tahun dan merupakan angka

tertinggi di zona Eropa. Pertumbuhan ekonomi di Yunani merupakan hasil dari

membanjirnya modal asing ke negara tersebut.Namun, keadaan berbalik ketika

pasca krisis global 2008 dimana negara-negara lain mulai bangkit dari resesi, dua

dari sektor ekonomi utama Yunani yaitu sektor pariwisata dan perkapalan, justru

mencatat penurunan pendapatan hingga 15%. Lalu pada Mei 2010, Yunani

ketahuan telah mengalami defisit hingga 13.6%. Salah satu penyebab utama dari

defisit tersebut adalah banyaknya kasus penggelapan pajak, yang diperkirakan

telah merugikan negara hingga US$ 20 milyar per tahun.2

Pemalsuan laporan Yunani yang telah berhasil mengelabui Uni Eropa

bertahun-tahun membuat masyarakat internasional meragukan kredibilitas Uni

Eropa sebagai organisasi regional yang mapan. Padahal Uni Eropa memiliki Bank

Sentral Eropa yang bekerja yang dikelola berdasarkan European System of

Central Banks (ESCB) untuk menjaga stabilitas harga dalam Uni Eropa dengan

cara menetapkan dan mengimplementasikan kebijakan moneter negara anggota,

c. Negara pendaftar harus menjalani mekanisme nilai tukar di bawah Sistem

Moneter Eropa selama dua tahun berturut-turut dan tidak boleh mendevaluasi

mata uangnya selama periode tersebut; d. Tingkat suku bunga jangka panjang nominal tidak boleh lebih dari 2% lebih

tinggi daripada di tiga negara anggota yang mengalami inflasi terendah.

2

Astri Anaria Siburian. “Efek Domino Krisis Yunani Terhadap Stabilitas Perekonomian Di Uni Eropa.” Diakses dari: http://astrianariasiburian.blogspot.com/search?updated-

min=2012-01-01T00:00:00-08:00& updated-max=2013-01-01T00:00:00-08:00&max-

results=1 tanggal 24 April 2013

3

menentukan nilai tukar euro dengan mata uang nasional, memegang dan

mengelola nilai tukar mata uang resmi negara anggota, dan mempromosikan

kelancaran sistem pembayaran.3 Uni Eropa pada awalnya enggan melibatkan

pihak eksternal untuk mengatasi permasalahan krisis ekonomi tersebut. Penolakan

tersebut dinyatakan oleh Presiden European Central Bank saat itu, yaitu Jean-

Claude Trichet (Maret 2010) yang lebih memilih menjalankan kebijakan

mekanisme keseimbangan pembayaran finansial dan aturan defisit dari Stability

and Growth Pact Uni Eropa.4

Bank Sentral Eropa sebagai penentu kebijakan di zona euro dihadapkan

pada dua pilihan yang sulit. Pilihan pertama yaitu membiarkan Yunani bangkrut

atau gagal bayar dan dikeluarkan dari zona euro. Namun pilihan ini mempunyai

satu resiko besar, bank-bank di zona euro akan mengalami kerugian besar yang

bisa menimbulkan krisis keuangan besar yang pada akhirnya akan merugikan

perekonomian zona euro dan perekonomian dunia karena banyak bank di dunia

yang memegang obligasi pemerintah Yunani. Pilihan kedua adalah menolong

Yunani dengan memberi dana talangan, dan disertai dengan jaminan untuk

obligasi pemerintah Yunani. Namun, pilihan ini juga beresiko piutang dari negara-

negara anggota yang menolong Yunani akan bertambah.

Pada bulan Mei 2010, ketika krisis Yunani semakin genting, Angela

Merkel konsuler dari Jerman mengatakan perlunya IMF dalam mengatasi krisis

tersebut. Dengan keterlibatan IMF, maka dapat dikatakan Uni Eropa telah

menemui jalan buntu dan tidak memiliki solusi lain untuk mengatasi krisis

Yunani. Atas dasar tersebut, maka dibentuklah Troika yaitu IMF, Europe

Commision, dan Europe Central Bank sebagai komite untuk mengelola krisis di

Yunani. Troika mengambil keputusan untuk mengambil langkah penyelamatan

3 Europa Summaries of EU Legislation. “The European Central Bank (ECB)”. Diakses

dari

http://europa.eu/legislation_summaries/economic_and_monetary_affairs/institutional_and_economic_framework/o10001_en.htm Tanggal 09 April 2013

4 Franz Seitz dan Thomas Jost. 2012. “The Role of the IMF in the European Debt Crisis.”

Hochschule Amberg Weiden: Diskussionspapier Nr.32. Hal. 10

4

dengan memberikan bail-out untuk menenangkan para investor dan pelaku bisnis

global yang memiliki investasi di zona euro lainnya.

Nilai tukar euro terhadap dolar melemah pada level rendah selama 10

bulan setelah pemimpin Prancis dan Jerman mengatakan bahwa paket bantuan

untuk Yunani membutuhkan campur tangan Dana Moneter Internasional (IMF).

Kenyataan ini menurunkan kepercayaan investor di kawasan Eropa. Nilai tukar

mata uang euro ini juga jatuh terhadap yen dan poundsterling. Menurut Stuart

Bennett yang merupakan ahli startegi mata uang senior di Credit Agricole

Corporate and Investment Bank di London, jika Yunani mendapat paket bantuan

dari IMF, maka ada sesuatu yang salah dalam proses politik Eropa. Hal ini

menepis kepercayaan pada euro.5

Kebijakan bail-out dari Troika tersebut menimbulkan kontroversi baik

bagi Yunani, maupun negara Uni Eropa. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa

bail-out terhadap negara-negara Uni Eropa adalah ilegal. Pendapat ini didasarkan

pada Maastricht Treaty yang secara eksplisit melarang bail-out terhadap suatu

negara. Alasan utama dari larangan tersebut adalah ‘moral hazard’. Jika suatu

pemerintahan mengetahui bahwa utangnya dapat dibayar oleh negara lain, maka

lama kelamaan pemerintahan tersebut akan mengambil keuntungan dari hal

tersebut.6

Ketika George Papandreou (perdana menteri Yunani) menyepakati paket

bail-out yang ditawarkan oleh Strauss-Kahn (Managing Director IMF) dan Olli

Rehn (European Union Economic and Monetary Affairs Commisioner) maka

Yunani harus melakukan kewajiban sebagai konsekuensi atas pemberian dana

talangan. Mengingat adanya moral hazard, Troika memutuskan tidak mencairkan

bantuan sebelum Yunani membenahi kebijakan fiskalnya. Maka, berdasarkan

negosiasi antara Yunani dan Troika disepakati Yunani harus melakukan

5 Waspada Online. Anggraini Lubis. 24 Maret 2010. “Nilai Tukar Euro Melemah Yunani beralih

ke IMF.” Diakses dari: http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&task=view

&id=99557&Itemid= tanggal 24 April 2013.

6 Sulistyoningsih. 5 Januari 2013. “Yunani Dalam Perangkap Krisis Euro.” Diakses dari:

http://emeraldfromtheeast.wordpress.com/2013/01/05/yunani-dalam-perangkap-krisis-

euro/ tanggal 25 April 2013

5

pemotongan anggaran, pengurangan upah dan penundaan pensiun selama tiga

tahun, dan kenaikan pajak untuk mengatasi masalah fiskal dan utang Yunani, serta

dengan reformasi yang dirancang untuk memulihkan perekonomian Yunani.7

Alih-alih untuk memulihkan perekonomian Yunani, namun ternyata bail-

out direspon dengan protes besar, termasuk tiga kali pemogokan besar para

pegawai negeri diiringi protes besar di jalan-jalan Yunani. Dua serikat pekerja

utama Yunani juga tengah mempersiapkan aksi mogok kerja. Menteri Tenaga

Kerja Yunani, Andreas Loverdos mengatakan aksi demonstrasi monumental

merupakan pertanda para pekerja tidak mempersiapkan diri untuk pengetatan

tersebut.

Kondisi ekonomi Yunani semakin kacau ketika krisis sosial terjadi,

pengangguran meningkat, aksi protes masyarakat, dan juga kondisi politik Yunani

yang semakin memanas. Perdana Menteri Yunani, George Papandreou yang

berasal dari Partai Sosialis mengalami banyak tekanan dari kabinet sehingga pada

11 November 2011 memilih untuk mengundurkan diri. Padahal masa jabatannya

berakhir di tahun 2013. Sebagai gantinya maka posisi tersebut digantikan oleh

Antonis Samaras, dari partai oposisi Nea Demokratia. Kondisi politik Yunani

pasca bail-out diwarnai oleh partai yang pro bail-out (seperti Pasok dan Nea

Demokratia) dan partai yang kontra dengan bail-out (Syriza).

Krisis sosial sebagai efek dari pengelolaan krisis oleh Troika membuat

warga Yunani tidak percaya lagi dengan Troika. Hal ini mempengaruhi kondisi

perpolitikan di Yunani, dimana kekuatan Pasok dan ND yang selama 30 tahun

lebih memperebutkan kekuasaan di Yunani mulai melemah, dan muncul kekuatan

politik baru dari Partai Syriza yang anti bail-out. Hal ini dibuktikan dari pemilihan

umum di Yunani pada tahun 2012 dengan perolehan suara yang menurun bagi

Pasok, sementara Syiriza meningkat. Namun suara mayoritas masih dipegang oleh

ND sehingga pengelolaan krisis di Yunani tetap akan pro terhadap Troika. Dari

7 International Monetary Fund. 02 Mei 2010. “Staff-Level Agreement: Europe and IMF

Agree 110 Billion Euro Financing Plan With Greece.” Diakses dari:

http://www.imf.org/external/pubs/ft/ survey/so/2010/ car050210a.htm tanggal 25 April

2013

6

pemaparan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk membahas implikasi

politik domestik Yunani dari pengelolaan krisis yang dilakukan oleh Troika.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka permasalahan

dirumuskan menjadi: Bagaimana implikasi dari pengelolaan krisis oleh

konsorsium Troika terhadap politik domestik Yunani??

C. Review Literatur

Rezim sebagai suatu teori hubungan internasional menuai perdebatan dari

berbagai perspektif pemikiran, yaitu conventional structuralism, modified

structuralism, dan Grotian. Krasner mengatakan perbedaan dari ketiganya adalah

“the conventional structural views the regime caoncept are useless, if not

misleading; modified structural suggests that regime may metter, but only under

fairly restrictive condition; Grotian see regimes as much more pervasive, as

inherent attributes of any complex, persistent pattern of human behaviour”.8

Perspektif conventional structural yang diwakili oleh pemikiran Susan

Strange yang menyatakan lima kritik terhadap rezim, yaitu a passing fad?,

imprecision, value bias, too static a view, state-centerednes.9 Kritik passing fad

yang dimaksud adalah Strange melihat gagasan rezim itu merupakan tren yang

sudah lewat. Selain itu, rezim adalah suatu imperialisme baru dari Amerika

dengan menguasai ekonomi, militer, dan informasi. Sedangkan dalam

imprecision, rezim secara terminologi merupakan konsep yang tidak jelas dan

kurang tepat, contohnya Keohane dan Nye menyebut rezim sebagai serangkaian

norma, prinsip, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan. Namun media

sering mengatikan rezim sebagai bentuk kepemimpinan sehingga konsep rezim

sering menyesatkan dan banyak yang salah menginterpretasikan kata rezim.

8 Stephen D. Krasner. 1982. “Structural Causes and Regime Consequences: Regime as

Intervening Variables.” The MIT Press Spring: International Organization. Vol. 36. No. 2. Pp.190.

9 Susan Strange. 1982. “Cave! Hic Dragones: A Critique of Regime Analysis.” The MIT

Press Spring: International Organization, Vol. 36 No.2. Pp.480-491

7

Lalu rezim diniai sebagai value bias, yaitu menyiratkan muatan nilai yang

tidak tentu karena banyak asumsi berbeda mengenai rezim. Contohnya di Prancis,

penggunaan kata rezim biasanya digunakan oleh kalangan medis sebagai saran

hidup sehat kepada pasien, sementara itu di ranah politik rezim didefinisikan

sebagai pemerintahan yang memiliki kekuasaan. Kemudian Strange melihat rezim

terlalu statis sebagai sebuah pandangan karena mengesampingkan perubahan

dinamis dalam hubungan internasional, mengabaikan elemen-elemen dinamis

yang mempengaruhi perubahan, dan terlalu berfokus pada negara.

Para pemikir perspektif modified structuralism seperti Arthur Steine dan

Robert Keohane melihat rezim dalam beberapa kondisi masih memiliki pengaruh

yang cukup kuat pada keadaan anarki. Berangkat dari perspektif realis, mereka

sama-sama beranggapan bahwa dunia yang didalamnya terdapat negara-negara

yang berdaulat saling berusaha untuk memaksimalkan kekuasaan dan kepentingan

mereka. Keohane berpendapat bahwa sistem rezim internasional berangkat dari

kesepakatan sukarela dari aktor-aktor yang sejajar secara juridiksi. Sedangkan

Stein mengatakan bahwa konseptualisasi dari rezim yang berkembang sekarang

ini berakar dari entitas berdaulat yang berdedikasi kepada self-

preservation mereka sendiri, tergantung pada diri mereka sendiri, dan

mempersiapkan kekuatan.

Keohane dan Stein melihat bahwa negara yang berdaulat hanya mencari

cara untuk bagaimana memaksimalkan kepentingan dan power mereka. Sehingga

fungsi rezim dalam negara berdaulat yaitu untuk mengkoordinasikan tindakan

negara supaya mencapai hasil yang diinginkan dalam berbagai kepentingannya.

Namun rezim menjadi tidak relevan dalam situasi dimana negara memiliki

perbedaan antara kepentingan mereka dengan yang lain. Maka rezim hanya

berpengaruh pada kondisi tertentu saja.

Pada perspektif ketiga, yaitu Grotian dengan pendapat dari Raymond

Hopkins, dan Donald Puchala mengemukakan bahwa rezim mutlak diperlukan

dalam sistem internasional. Bahkan perilaku manusia pun terkait erat dengan

rezim yang ada dan komponen-komponen pembentuknya. Hopkin dan Puchala

mengatakan: “regime exist in all areas of international relations, even those, such

8

as major power rivalry that are traditionally looked upon as clear-cut examples of

anarchy. Statesmen nearly always perceive themselves as constrained by

principles, norms, and rules that prescribe and proscribe varieties of behaviour.10

Perspektif Grrotian melihat rezim hadir di semua area hubungan

internasional karena rezim merupakan sesuatu yang fundamental dan penting

dalam pola interaksi manusia termasuk dalam interaksi sistem internasional.

Negara hampir selalu menganggap mereka dibatasi oleh prinsip-prinsip dan

norma-norma dan aturan mengenai perilaku. Hal ini menunjukkan adanya rezim

internasional, sehingga hal-hal tersebut dapat diatur dalam rezim yang pada

akhirnya mampu mengatasi masalah-masalah bersama.

Demikian perdebatan konseptual mengenai rezim, selanjutnya dalam

penelitian mengenai peran konsorsium Troika dalam mengatasi krisis Yunani

sarat akan perdebatan pula. Hal yang diperdebatkan yaitu keterlibatan IMF dalam

pengelolaan krisis Yunani dan kebijakan bail-out yang ditempuh untuk

pengelolaan krisis. Pihak yang kontra dengan bail-out seperti Sally Mc Namara

(Senior Policy Analyst European Affairs) dan J.D. Foster (Senior Fellow in the

Economic Fiscal Policy) menyatakan bahwa bail-out itu illegal bagi Uni Eropa,

karena telah melanggar Perjanjian Maastricht yang secara eksplisit pada Pasal 104

menyatakan tidak ada bail-out, karena setiap negara harus bertanggung jawab

terhadap semua kegiatan negaranya.

Namun, menurut Antonio Lettieri, (Presiden Center of International Social

Studies Roma) menyatakan bail-out itu legal jika berdasar pada perjanjian Lisbon,

dimana pada pasal 122 menyatakann bahwa jika negara anggota sedang kesulitan,

baik karena bencana alam atau karena kejadian yang diluar kendali maka Uni

Eropa diperbolehnkan membantu negara tersebut dengan persetujuan komisi

Eropa.

Terlepas dari kontroversi pemberian bail-out terhadap Yunani yang

diberikan oleh Troika, maka keterlibatan IMF dalam krisis Yunani di Uni Eropa

10

Donald J. Puchala dan Raymond F. Hopkins. 1982. “International Regimes: Lessons

from Inductive Analysis.” Spring: International Organization Vol. 36. No.2. Pp. 270.

9

menimbulkan kontoversi pula. Keterlibatan IMF dalam mengelola krisis

mengundang berbagai respon dari para pemerhati ekonomi dan politik. Pihak

yang pro terhadap kebijakan IMF menilai bahwa yang ditawarkan IMF itu baik

mengingat upayanya sangat mulia, yaitu untuk membantu negara-negara Uni

Eropa (Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Siprus) menyelesaikan

permasalahan krisis ekonomi yang melanda negaranya. Namun, pihak yang kontra

dengan kebijakan IMF menilai bahwa yang dilakukan IMF tidak membantu

negara tersebut. Kebijakan IMF dinilai memperkeruh krisis ekonomi di negara-

negara Uni Eropa karena menimbulkan masalah baru yaitu krisis sosial dan

instabilitas dari integritas Uni Eropa.

Stanley Fisher menyebutkan IMF sangat membantu krisis moneter seperti

yang tertulis dalam tulisannya The IMF and the Asian Crisis menyebutkan: “to

promote international monetary cooperation through a permanent institution with

which provides the machinery for consultation and collaboration on international

monetary problems.”11

Dengan adanya IMF sebagai sebuah institusi moneter

internasional maka negara-negara yang mengalami permasalahan moneter

memiliki tempat untuk berkonsultasi dan ada sebuah lembaga yang profesional

untuk mengatasi permasalahan moneter.

Sementara itu Milton Friedman, Walter Wriston, George Schultz, dan

William Simon mengatakan “IMF was ineffective and obsolete and should be

abolished”.12

Menurut Friedman, intervensionisme IMF mendorong negara-

negara untuk terus mengejar kebijakan ekonomi yang tidak bijaksana dan tidak

berkelanjutan. Sehingga keterlibatan IMF dalam memberikan bail-out yang

disertai syarat-syarat kebijakan ekonomi dianggap sebagai hal yang melanggar

kedaulatan negara.

Kritik keterlibatan IMF muncul dari berbagai kalangan baik serikat buruh,

organisasi non pemerintah, anggota kongres, dan bahkan dari Amerika Serikat

11

Stanley Fisher. 20 Maret 1998. “The IMF and Asian Crisis.” Diaksses dari:

http://www. petersoninstitute. org/fischer/pdf/Fischer136.pdf Hal 3 tanggal 25 April 2013

12

Robert Gilpin. 2001. “Global Political Economy Understanding International

Economic Order.” New Jersey: Pinceton University Press. P. 272

10

sendiri. Agenda IMF cenderung terpusat pada pengetatan anggaran negara,

liberalisasi sektor keuangan, liberalisasi sektor perdagangan, dan privatisasi

perusahaan milik negara. Agenda IMF yang tidak populer tersebut menyebabkan

terpuruknya kondisi kehidupan rakyat, dan mendorong dikorbankannya

kepentingan rakyat untuk menyelamatkan para bankir, meluasnya pengangguran,

merosotnya upah buruh, dan memperparah krisis ekonomi. Joseph Stiglitz

menyebut IMF sebagai International Massacre Fund (Dana Pembantaian

Internasional) dan program privatisasi IMF dinilai sebagai rampokisasi.

Cottarelli mengatakan kelemahan dari kebijakan IMF adalah bahwa ia

mencoba membantu negara yang terkena krisis untuk menghindari default.

Sementara itu, tidak ada prosedur untuk mengatasi default jika posisi fiskal suatu

negara itu stagnan. Hal ini menunjukkan bahwa IMF meremehkan masalah

keberlanjutan utang fiskal dan risiko default atau restrukturisasi utang, terutama

dalam kasus Yunani. Sachs mengusulkan bahwa IMF harus bekerja diluar

modelnya untuk mengatasi default dan mengawasi pengurangan utang publik.13

D. Kerangka Konseptual

Untuk menganalisis mengenai peran konsorsium Troika dalam mengelola

krisis Yunani, terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan konsorsium Troika.

Konsorsium secara etimologi berasal dari bahasa latin “con-“ (together) dan “-

sors” (fate). Dengan demikian dapat diartikan bahwa “konsorsium” adalah sebuah

asosiasi dari dua atau lebih individu, perusahaan, organisasi atau pemerintah (atau

kombinasi dari entitas tersebut) yang bersepakat dan berkomitmen dalam suatu

kegiatan serta secara bersama-sama memberdayakan sumber daya mereka untuk

mencapai tujuan bersama.14

Troika dalam penelitian ini merupakan istilah yang

13

Franz Seitz dan Thomas Jost. 2012. “The Role of the IMF in the European Debt

Crisis.” Hochschule Amberg Weiden: Diskussionspapier Nr.32. Pp. 21

14

LIPI. “Mendorong Inovasi Domestik Melalui Kebijakan Lintas Lembaga.” Diakses dari: http://www.opi.

lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321317974943.makalah.pdf tanggal 23 Juni

2013.Pp.2.

11

biasa digunakan untuk menyebut lembaga-lembaga Europe Comission, Europe

Central Bank, dan IMF yang tergabung dalam pengelolaan krisis Yunani. Secara

etimologi Troika berasal dari bahasa Rusia yang berarti tiga serangkai. Maka,

konsorsium Troika adalah gabungan tiga lembaga yaitu Europe Comission,

Europe Central Bank, dan IMF yang berkomitmen untuk mengelola krisis

Yunani.

Peneliti berasumsi bahwa konsorsium Troika adalah rezim internasional

karena jika dilihat dari masing-masing lembaga tersebut merupakan instrumen

dari sistem internasional yang dibentuk untuk mengelola suatu issu internasional

yaitu krisis Yunani. Krasner mengatakan bahwa rezim adalah seperangkat prinsip,

norma, aturan, dan prosedur pembuatan keputusan yang eksplisit maupun implisit

yang melibatkan para aktor dalam hubungan internasional. Prinsip adalah

keyakinan atas suatu fakta, sebab akibat, yang dianggap betul. Norma adalah

standar dari perilaku yang terlihat dari hak dan kewajiban. Peraturan adalah hal

apa saja yang diperbolehkan dan dilarang untuk dilakukan. Prosedur pengambilan

keputusan adalah aturan yang berlaku dalam membuat keputusan dan

mengimlementasikannya secara kolektif.15

Sementara itu Puchala dan Hopkins mengatakan bahwa rezim adalah

seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur yang mempertemukan para

aktor. Rezim berfungsi untuk menyalurkan aksi politik dalam sistem dan

memberikan makna. Rezim membatasi dan mengatur perilaku peserta, yang

mempengaruhi kegiatan, dan pengaruh apakah, kapan, dan bagaimana konflik

diselesaikan.

Dari kedua definisi tersebut, maka dapat dikatakan rezim adalah

seperangkat prinsip, norma, aturan, proses pembuatan keputusan baik yang

bersifat eksplisit maupun implisit yang memuat kepentingan para aktor untuk

menangani suatu isu atau permasalahan dalam hubungan internasional.

Maka, konsorsium Troika sebagai rezim internasional merupakan

gabungan dari lembaga-lembaga yang memiliki fungsi yang dibutuhkan dalam

15

Stephen D. Krasner. 1982. “Structural causes and regime consequences: Regimes as

intervening variables.” Spring: International Organization. Vol. 36 No.2. Pp.185

12

mengelola krisis Yunani. Kebijakan yang dibuat oleh konsorsium Troika akan

mengakomodir keputusan IMF sebagai lembaga internasional yang

berpengalaman mengatasi krisis, Bank Sentral Eropa sebagai penentu kebijakan

moneter yang mana kebijakan tersebut akan dipertimbangkan bersama dan

dikawal oleh Komisi Eropa.

Konsorsium Troika yang terdiri dari Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa,

dan IMF bukan merupakan gabungan organisasi internasional semata, namun

merupakan suatu rezim. Peneliti akan menganalisis konsorsium Troika sebagai

suatu rezim dilihat dari empat hal yang disebutkan oleh Krasner, yaitu principles,

norms, rules, dan decision–making procedure untuk mengelola krisis Yunani.

a. Principles

Krasner mengatakan prinsip adalah keyakinan akan suatu fakta, hubungan

sebab akibat, dan kebenaran. Maka, yang menjadi prinsip dari keterlibatan Bank

Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF untuk turut serta dalam pengelolaan krisis

Yunani adalah perlunya kerjasama untuk mengelola krisis Yunani. Troika sama-

sama memiliki keyakinan bahwa krisis tersebut sudah parah dan Yunani harus

dibantu supaya bisa bangkit dari krisis. Hubungan sebab akibat atas keterlibatan

Troika dalam krisis Yunani karena Yunani merupakan anggota dari eurozone dan

Uni Eropa sehingga Bank Sentral Eropa dan Komisi Eropa harus membantu

Yunani melihat efek domino yang ditimbulkan oleh krisis tersebut yang cepat

menular ke negara eurozone lainnya. Hal ini karena hubungan internasional saat

ini berpola interdependence dimana setiap negara menjadi saling tergantung, dan

jika ada negara yang sedang dilanda masalah maka negara lain juga akan terkena

dampaknya.

Eurozone merupakan suatu integrasi ekonomi yang cukup diperhitungkan

di dunia internasional. Adanya globalisasi dan open market membuat setiap

negara melakukan kerjasama perdagangan, begitupula dengan Yunani ikut serta

terlibat dalam kerjasama perdagangan dan investasi dengan negara eurozone dan

negara lainnya. Maka, ketika krisis melanda Yunani dan merembet ke eurozone

ternyata mempengaruhi kondisi ekonomi internasional, terutama perdagangan

13

barang dan jasa terutama pasar finansial. Padatnya lalu lintas pasar finansial dan

tingginya arus investasi di eurozone membuat dunia panik saat mengetahui

Yunani terkena krisis. Sehingga pada saat itu terjadi pelarian modal besar-besaran

yang mengakibatkan turunnya harga saham di eurozone dan jatuhnya nilai euro.

Masalah krisis Yunani menarik perhatian internasional, hal ini membuat

IMF sebagai lembaga internasional yang memiliki tugas menjaga stabilisasi

keuangan global diminta oleh Bank Sentral Eropa dan Komisi Eropa untuk

membantu mengelola krisis Yunani. IMF melihat krisis Yunani merupakan

masalah yang cukup pelik dan efek domino yang ditimbulkannya harus

diminimalisir supaya tidak terjadi depresi global. Maka dari itu Bank Sentral

Eropa, Komisi Eropa, dan IMF memutuskan untuk mengelola krisis Yunani

dengan cara segera memberikan dana talangan untuk membayar utang Yunani

yang akan jatuh tempo.

b. Norms

Krasner mengatakan norma adalah standar dari perilaku yang dituangkan

atas hak dan kewajiban. Norma sebagai standar perilaku merupakan pembatas

tindakan aktor agar tidak keluar dari sebuah tatanan yang telah ada. Tatanan

tersebut merepresentasikan seperangkat aturan yang yang telah disepakati atau

dilegitimasi aktor tersebut, sebagai sesuatu yang dianggap baik. Bank Sentral

Eropa, Komisi Eropa, dan IMF merupakan institusi berbeda yang memiliki aturan

mengenai hak dan kewajiban negara anggota. Namun, pada dasarnya setiap

institusi internasional pasti sudah merupakan keharusan untuk membantu negara

anggotanya yang sedang dalam kesulitan. Sehingga peneliti mengidentifikasi

bahwa yang menjadi norma dari konsorsium Troika untuk mengelola krisis

Yunani adalah sudah keharusan dari ketiga lembaga tersebut untuk membantu

Yunani.

Kondisi internasional yang masih bersifat anarki membuat institusi

internasional berperan untuk mengurangi ketidakpercayaan antarnegara sehingga

kerjasama akan terbentuk. Norma dalam institusi internasional tercipta karena

negara-negara melakukan universalisasi norma. Sehingga “keharusan” Troika

14

dalam membantu Yunani merupakan norma yang universal dalam upaya

kerjasama untuk mengelola krisis demi menyelamatkan kondisi finansial global.

Selain itu, kerjasama merupakan alternatif tindakan yang akan dipilih

untuk menghadapi permasalahan karena satu aktor dengan yang lainnya saling

ketergantungan. Kemudian,Yunani sebagai bagian dari Uni Eropa yang

menjunjung integrasi tidak akan dibiarkan kesulitan sendiri karena adanya

integrasi tersebut.

Institusi internasional yang didalamnya terdiri dari perwakilan antar

negara dan antar aktor yang berkepentingan dan kompeten sebagai wadah dan

mereka akan memainkan peranan sebagai regulator dan fasilitator dalam

hubungan antar negara. Interaksi antar aktor dalam hubungan internasional akan

menjadi semakin intensif, sehingga jika ada masalah maka akan ada upaya

penyelesaian permasalahan bersama.

Hak dan kewajiban konsorsium Troika dalam mengelola krisis Yunani

tertuang dalam Memorandum of Economic and Financial Policies pertama yaitu

pada Mei 2010. MEFP secara singkat dijelaskan dalam jawaban IMF atas Request

for Stand By Arrangement dari Menteri Keuangan Yunani dan Gubernur Bank

Sentral Yunani. Dalam kerangka kerjasama antara IMF, Komisi Eropa, dan Bank

Sentral Eropa disebutkan kerjasama Troika dalam pengelolaan krisis Yunani

meliputi tiga hal, yaitu:16

1. Program Design

Program yang di desain harus mewakili kerangka yang terkoordinasi atas

penyesuaian kebijakan dan pendanaan yang didukung oleh Komisi Eropa, Bank

Sentral Eropa dan IMF. Program diatur dalam Memorandum of Economic and

Financial Policies dan Technical Momorandum of Understanding dari IMF dan

Memorandum of Economic and Financial Policies dan Memorandim of

Understanding dari Komisi Eropa. MEFP ini berfokus pada kebijakan

makroekonomi dan langkah-langkah struktural yang dipilih, sedangkan MoU

meliputi agenda reformasi struktural penuh disepakati antara pemerintah dan EC.

2. Program Monitoring

16

IMF. 2010. Greece: Staff Report on Request for Stand By-Arrangement. P.5.

15

Tinjauan IMF atas program pengelolaan krisis berdasar pada kerangka

kuartal standar kriteria kinerja dan tolok ukur struktural. Tinjauan Komisi Eropa

didasarkan pada penilaian secara keseluruhan terhadap kemajuan agenda

struktural dalam MoU serta target makroekonomi. Komisi Eropa melakukan

penilaian ini bersama Bank Sentral Eropa, dan kemudian membuat rekomendasi

kepada menteri keuangan eurozone untuk menyetujui pengeluaran bantuan.

Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa dan IMF mengeluarkan bantuan dengan

proporsi 3:8 antara IMF dan mekanisme pembiayaan Eropa.

3. Financing Arrangement

Pinjaman Yunani akan diatur oleh perjanjian pinjaman tunggal antara

Yunani dan negara-negara euro, ditandatangani oleh Komisi Eropa atas nama

eurozone yang mencakup tiga tahun penuh program. Pinjaman memiliki jatuh

tempo yang sama dengan pinjaman IMF dengan tingkat suku bunga mengambang.

Yunani mendapat bantuan dari Troika dengan rasio konstan 3:8 antara IMF dan

Komisi Eropa sepanjang periode program.

c. Rules

Rules adalah bentuk ketentuan dan larangan yang spesifik berkenaan

dengan perilaku tadi. Konsorsium Troika dan Pemerintah Yunani harus mematuhi

apa yang sudah menjadi kesepakatan yang tertuang dalam Memorandum of

Economic and Financian Policies (MEFP) yang terus diperbarui. Troika

mempunyai ketentuan dalam pemberian dana talangan kepada Yunani, serta

memonitor kebijakan yang diterapkan oleh Yunani. Sementara Yunani

mempunyai kewajiban untuk menerapkan kebijakan yang dirumuskan oleh

Troika. Kebijakan tersebut meliputi kebijakan fiskal, kebijakan struktural, dan

kebijakan sektor keuangan.

Namun, ketentuan mengenai kemungkinan adanya penyimpangan yang

dilakukan baik oleh Troika maupun oleh Yunani tidak secara tegas disebutkan

dalam MEFP tersebut. Meskipun begitu, baik konsorsium Troika maupun

pemerintah Yunani sama-sama berkomitmen mematuhi MEFP untuk mengakhiri

krisis karena masyarakat internasional pun ikut memantau pengelolaan krisis ini.

16

Sehingga masing-masing aktor berperan aktif dalam menjalankan tugasnya demi

menjaga kredibilitasnya di mata internasional.

Kerangka kerjasama antara Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF

tertulis jelas dalam beberapa point yang tertulis dalam MEFP. Salah satunya

dalam point ke 13 tertera akan ada technical assistance dari konsorsium Troika

untuk mendampingi Yunani melaksanakan program yang telah disepakati

bersama. Dalam kebijakan sektor fiskal pada MEFP disebutkan bahwa Yunani

harus melakukan penyesuaian fiskal dan reformasi struktur fiskal seperti pensiun,

kesehatan, pajak, administrasi pajak, manajemen keuangan publik dan fiskal,

manajemen utang, laporan fiskal dan informasi publik lainnya.

Kemudian dalam kebijakan sektor finansial dalam MEFP menyinggung

kinerja bank sentral Yunani yang harus ditingkatkan untuk mendukung sektor

finansial yang akan dibantu oleh Troika dalam suatu Financial Stability Fund

(FSF). Lalu dalam kebijakan struktural disebutkan bahwa Yunani perlu

melakukan modernisasi administrasi publik, penguatan pasar tenaga kerja dan

kebijakan pendapatan, memperbaiki lingkungan bisnis dan memperkuat pasar

yang kompetitif, mengelola dan divestasi BUMN, meningkatkan penyerapan dana

struktural dan kohesi Uni Eropa.

d. Decision-Making Procedure

Keputusan dalam membuat kebijakan untuk pengelolaan krisis Yunani

melibatkan Troika, Gubernur Bank Sentral Yunani, Menteri Keuangan Yunani,

dan Perdana Menteri Yunani. Kebijakan yang tertuang dalam MEFP telah melalui

proses yang panjang dari negosiasi antara Yunani dan Troika untuk menentukan

pengelolaan krisis. Ketika Yunani membuat Letter of Intent untuk permintaan

program pengelolaan krisis di bawah Stand-By Arrangement IMF untuk periode

36 bulan, Yunani telah menyiapkan Memorandum of Economic and Fiscal

Policies dan Technical Memorandum of Understanding yang sudah dirancang

bersama dengan Troika.

Banyaknya aktor yang terlibat dalam krisis Yunani membuat prosedur

pengambilan keputusan tidaklah mudah. Meskipun dalam MEFP dan TMU tidak

17

disebutkan secara tertulis bagaimana prosedur pengambilan keputusan dalam

pengelolaan krisis Yunani, namun dalam letter of intent dengan adanya

keterlibatan Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF dapat diinterpretasikan

bahwa keputusan yang di ambil harus mengakomodasi persetujuan kesemua aktor

tersebut. Tentunya harus disetujui pula oleh objek dalam pengelolaan krisis ini,

yaitu pemerintah Yunani yang terlibat (Menteri Keuangan, Gubernur Bank

Sentral Yunani, dan Perdana Menteri).

Namun, dengan adanya request of Stand-By Arrangement pada IMF yang

tertulis dalam letter of intent dapat dianalisis bahwa dalam keputusan pengelolaan

krisis pada rezim konsorsium Troika ini didominasi oleh IMF. Sehingga kebijakan

yang diterapkan dalam pengelolaan krisis ini merupakan kebijakan yang biasa

IMF terapkan pada negara-negara yang meminta bantuan IMF untuk mengelola

krisis.

Dari ke empat indikator yang sudah dianalisis di atas, maka peneliti

berasumsi bahwa Troika merupakan sebuah rezim internasional. Sebagaimana

yang diungkapkan oleh Krasner, rezim merupakan seperangkat prinsip, norma,

aturan, dan prosedur pengambilan keputusan oleh para aktor dalam area hubungan

internasional. Jadi, Troika sebagai rezim internasional memiliki seperangkat

prinsip, norma, aturan dan prosedur pengambilan keputusan yang melibatkan para

aktor yaitu Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF yang merupakan bagian

dari sistem internasional untuk mengelola suatu issu internasional, yaitu krisis

Yunani.

Analisis bahwa konsorsium Troika merupakan sebuah rezim internasional

selain dari ke empat indikator diatas dapat pula dianalisis dari pernyataan Ruggie.

Ruggie mengatakan: “apparently some influential issue-area specific factors

“intervened” between the structure of the international system and political

outcomes, they were labelled “international regimes”17

Peneliti melihat bahwa

konsorsium Troika yang terdiri dari Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa, dan IMF

merupakan struktur dari sistem internasional yang terlibat dalam issu pengelolaan

17

Ruggie dalam Thomas Gehring. 1994. “Dynamic International Regimes: Institutions

For International Governance.” Frankfurt: Peter Lang GmbH. Pp 29.

18

krisis Yunani. Kebijakan yang dibuat oleh konsorsium Troika untuk mengelola

krisis Yunani berarti merupakan sebuah intervensi dari sistem dan politik

internasional dalam internal pemerintah Yunani.

Kemudian, sebagaimana definisi rezim yang dipaparkan oleh Puchala dan

Hopkins yaitu seperangkat prinsip, norma, aturan, dan prosedur dimana para

aktor-aktor yang terlibat berkumpul. Maka adanya perkumpulan Bank Sentral

Eropa, Komisi Eropa, dan IMF dalam wadah konsorsium Troika merupakan

sebuah bentuk rezim dimana setiap aktor memiliki fungsi berbeda dan penting

bagi pengelolaan krisis di Yunani.

Pengelolaan krisis oleh Troika yang memberikan bail-out dan disertai

persyaratan lainnya (seperti penghapusan subsidi, privatisasi, dan peningkatan

pajak) banyak mendapat protes dari warga Yunani. Pengelolaan krisis dianggap

tidak menyelesaikan masalah, namun menimbulkan masalah baru yaitu krisis

sosial. Kondisi krisis yang semakin parah membuat beberapa partai politik yang

anti-bail out semakin mendapat dukungan dari warga Yunani, sementara itu dua

partai politik yang telah lama bergantian berkuasa mulai menurun. Hal ini

menunjukkan bahwa pengelolaan krisis oleh Troika memiliki implikasi terhadap

kondisi politik domestik Yunani. Berdasarkan pemaparan diatas, maka kerangka

pemikiran penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

E. Hipotesis

Pengelolaan krisis oleh konsorsium Troika sebagai rezim internasional

telah mengubah politik domestik Yunani. Kebijakan pengelolaan krisis yang

dilakukan Troika dinilai memberatkan masyarakat Yunani. Kekecewaan atas

pengelolaan krisis Troika membuat dukungan terhadap Pasok dan ND yang pro-

Komisi Eropa Bank Sentral Eropa IMF

Krisis Yunani

REZIM TROIKA

Implikasi Politik Domestik Yunani

19

bail-out berpindah pada Syriza yang anti-bail-out. Hal ini memunculkan kekuatan

politik baru yaitu Syriza yang menjadi lawan politik dari Pasok dan ND.

Pengelolaan krisis oleh rezim konsorsium Troika terus memicu protes dari

masyarakat Yunani, sehingga dukungan dan kekuatan politik Syriza semakin kuat.

Disisi lain, Pasok dan ND mulai kehilangan dukungan masyarakat yang

berdampak pada lemahnya kekuatan politik dalam pemerintahan.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini berawal dari perumusan masalah dengan

“bagaimana”, maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitiatif yang

besifat deskriptif. Punch menyebutkan “Qualitative research not only uses non-

numerical and unstructured data, but also typically, has research questions and

methods which are more general at the start and become more focussed as the

study progresses.” 18

Maka dari pernyataan Punch tersebut dapat disimpulkan

ternyata data penelitian kualitatif tidak hanya disajikan dalam bentuk bukan

angka, tetapi juga pertanyaan dan metode penelitian dimulai dari hal yang umum

kemudian mengerucut dan terfokus.

Alasan menggunakan metode ini karena peneliti ingin menjelaskan

pengelolaan krisis oleh rezim konsorsium Troika yang memiliki implikasi

terhadap politik domestik Yunani secara deskriptif. Data dalam peneltian ini tidak

hanya tersaji dalam angka. Kemudian pada penelitian ini awalnya membahas

mengenai krisis Yunani dan pengelolaan krisis oleh rezim Troika secara umum,

yang kemudian terfokus pada implikasi politik domestik di Yunani.

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi

pustaka. Satori menyebutkan:

“Pustaka yang penting diperhatikan oleh peneliti berupa jurnal profesional,

undang-undang, kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, laporan,

18 F. Punch. 1998. “Introduction to Social Research, Quantitative abd Qualitative Research.”

London: Sage Publications International and Profesional Publisher. P.29.

20

risalah, dan buku-buku sekolah, dokumen pemerintah, disertasi, dan

sumber elektronik serta hasil penelitian sebelumnya, dan teori-teori yang

relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.” 19

Peneliti mengumpulkan data mengenai kebijakan konsorsium Troika

dalam mengelola krisis Yunani melalui buku, jurnal, majalah, sumber elektronik,

dan hasil penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dan dapat membantu

peneliti dalam memaparkan argumen.

Teknis Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknis analisis data kualitatif

tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi seperti yang

disebutkan oleh Miles. 20

Untuk lebih jelasnya tahap-tahap tersebut dijelaskan di bawah ini:

a. Data reduction (Reduksi data)

Karena dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh dilapangan

jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Reduksi

data yaitu proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang

lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

b. Data display (Penyajian data)

Tahap kedua dalam menganalisis data yaitu menyajikan data. Data yang

paling banyak dalam kualitatif yaitu teks naratif. Tetapi, penyajian data berupa

diagram, matriks, grafik dan sebagainya diperbolehkan. Yang terpenting adalah

penyajian data merupakan bagian dari analisis data, sebagaimana yang

19

D. Satori. 2010. “Metodologi Penelitian Kualitatif.” Bandung: Alfabeta. Pp. 89

20 M. Mile. 1984. “Qualitative Data Analysis A Sourcebook Of New Methods.” Beverly Hills

California: Sage Publications. Pp.15-21

21

diungkapkan Miles: “as with data reduction, the creation and use of displays is

not something separate from analysis. Designing the rows and columns of a

matrix for qualitative data and deciding with data, in which form, should be

entered in the cells are analytic activities.” 21

Penyajian data yang baik memudahkan peneliti untuk menganalisis dan

mengambil kesimpulan dalam penelitian.

c. Conclusion Drawing/ Verification

Selanjutnya langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles

adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan

masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan ditulis dalam lima bab dengan sistematika berikut:

Bab I Pendahuluan.

Pada bab ini merupakan pengantar singkat mengenai penelitian

yang terdiri dari latar belakang, yaitu deskripsi singkat krisis yang

terjadi di Yunani dan menggambarkan terbentuknya rezim Troika

dalam pengelolaan krisis yang berimplikasi pada politik domestik

Yunani. Selanjutnya perumusan masalah, review literatur,

kerangka pemikiran, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan.

Bab II Kondisi Ekonomi, Sistem Pemerintahan dan Politik Yunani

21

M. Mile. 1984. Qualitative Data Analysis A Sourcebook Of New Methods. Beverly

Hills California: Sage Publications. Pp.22

22

Bab ini memaparkan kondisi ekonomi Yunani secara umum.

Kemudian menggambarkan sistem pemerintahan dan politik

Yunani.

Bab III Konsorsium Troika sebagai Rezim Moneter Internasional.

Bab ini berisi gambaran umum Bank Sentral Eropa, Komisi Eropa,

dan IMF. Selanjutnya, peneliti akan menganalisis konsorsium

Troika merupakan sebuah rezim internasional. Lalu, peneliti akan

membahas pengelolaan krisis Yunani oleh rezim Troika secara

umum.

Bab IV Implikasi Politik Domestik dari Pengelolaan krisis Yunani yang

dilakukan oleh Konsorsium Troika.

Bab ini berisi analisis tentang implikasi politik dalam negeri

Yunani atas pengelolaan krisis yang dilakukan oleh Troika yang

berdampak pada jatuh bangunnya pemerintahan di Yunani.

Bab V Penutup

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan dari tesis ini.