Upload
dangthuy
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan ekspresi pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran dan
semua kegiatan mental manusia yang diungkapkan dalam bahasa sastra juga
berupa bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif oleh manusia pada kehidupannya
mengunakan bahasa serta ekspresi yang bisa dituangkan dalam karya sastra.
Saini (1994:15) menyatakan bahwa karya sastra dari hasil daya cipta
manusia, terlahir dari proses perenungan yang mendalam atas cerminan
kehidupan masyarakat. Pentingnya penciptaan sebuah karya sastra, tidak semata-
mata hanya ditunjukan sebagai media hiburan, tetapi lebih daripada itu, karya
sastra merupakan sarana pengajaran bagi penikmatnya. Melalui karya yang
diciptakan, seorang pengarang bermaksud memperluas, memperdalam dan
menjernihkan penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang
disajikannya, dan disadari atau tidak jika karya tersebut akan mempunyai
kedudukan dalam kehidupan.
Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara
nyata atau hanya berupa pikiran atau ide dari pengarang. Menurut Semi (1993: 8-
13) sastra merupakan suatu bentuk hasil pekerjaan kreatif yang objeknya berupa
manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, mereka mempunyai
watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan perasaan sendiri yang berbeda
dengan yang lainnya. Pertemuan antara manusia dengan manusia lainnya tak
1
2
jarang menimbulkan konflik. Manusia juga sering mengalami konflik dengan
dirinya sendiri atau batin dengan hadapan persoalan-persoalan hidup. Bagaimana
manusia menghadapinya tidak terlepas dari ilmu jiwa. Ilmu jiwa yang meliputi
segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan, dan spekulasi mengenai
jiwa itu (Walgito, 2004:2).
Membaca sebuah karya fiksi berarti ikut menikmati cerita, untuk
menghibur diri agar memperoleh kepuasan batin. Karya fiksi meliputi cerkak,
geguritan, cerbung,novel yang berbahasa Jawa, naskah drama dan sebagainya.
Pada setiap karya sastra yang diciptakan oleh pengarang merupakan cerminan
sosial budaya masyarakat. Salah satunya cerbung (cerita bersambung) dengan
bahasa Jawa baru modern dan menjadi genre sastra dalam khasanah kesusastraan
Jawa baru. Pengarang menghayati permasalahan dalam setiap karya yang
diciptakan dengan penuh kesungguhan dan kemudian diungkapkan kembali
melalui sarana fiksi sesuai dengan sudut pandang (Nurgiyantoro, 2010:2).
Cerbung yang berjudul Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dimuat
dalam majalah Jaya Baya edisi 06 minggu II Oktober 2014 sampai edisi 28
minggu III Maret 2015, yang terdiri dari 23 episode cerita yang digambarkan
sangat menarik oleh Al Aris Purnomo, mulai dari masalah penemuan-penemuan
aneh yang berbentuk benda pusaka, serta kejadian yang membuat karena tidak
bisa diterima dengan akal sehat manusia dan sebagainya.
Cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo yang menggambarkan
kehidupan dari lingkup kelas sosial yang berbeda, tetapi dari kelas sosial yang
berbeda itu tidaklah mengurangi ide seorang pengarang dalam pembatasan
imajinasi untuk jalannya cerita yang dapat menghasilkan karya sastra untuk
3
membawa pembaca pada angan-angan agar ikut berimajinasi. bisa memikat
pembacanya untuk selalu mengetahui kelanjutan cerita-ceritanya pada episode
bersambung, serta mampu membangkitklan rasa ingin tahu, dan mampu
membangkitkan suspence (suatu hal yang amat penting dalam cerita). Cerbung
Mburu Pusaka ini menggambarkan watak-watak khas seorang manusia yang
sangat cerdik dan selalu melakukan tindakan yang menggunakan cara negatif.
Perjalanan batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang
seluk-beluk manusia yang unik dan kompleks ini merupakan suatu larangan yang
merangsang, untuk mengenal manusia lebih dalam serta lebih jauh perlu
psikologi. Psikologi sastra merupakan kajian sastra yang memandang karya sastra
sebagai aktivitas kejiwaan (Endraswara 2011:96).
Menurut Endraswara penelitian psikologi sastra memiliki peranan
penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti :
pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan;
kedua, dengan pendekatan ini dapat memberikan umpan balik kepada peneliti
tentang masalah perwatakan yang dikembangkan dan yang terakhir, penelitian
semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental
dengan masalah-masalah psikologi (Minderop, 2010:2).
Psikologi sendiri bersal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan
logos yang berarti ilmu. Psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki
dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson, 1996:7). Individu yang
memiliki karekteristik kepribadian atau pembawaan yang mencakup dalam
pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang
menampilkan cara ia beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan itulah yang
4
disebut kepribadian. Berdasarkan dari kejiwaan pada tokoh-tokoh yang ada dalam
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini sangatlah bagus untuk dikaji
secara psikologi, sehingga dari pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang
menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan.
Psikologi, khususnya psikologi analitik diharapkan mampu menemukan
aspek-aspek ketaksadaran yang diduga merupakan sumber-sumber penyimpangan
psikologis sekaligus. Selain itu, teknologi dengan berbagai dampak negatifnya
dan lingkungan hidup merupakan salah satu sebab utama terjadinya gangguan
psikologis (Ratna, 2013:342). Psikologi sastra digunakan untuk memahami aspek-
aspek kejiwaan yang terkandung di dalam cerita cerbung Mburu Pusaka karya Al
Aris Purnomo.
Bentuk-bentuk regulasi emosi tersebut tercermin dalam diri tokoh utama
Nurcahya pada cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, sehingga menarik
untuk diteliti. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik
sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010:177).
Oleh sebab itu maka tokoh utama sangat menonjol dan menarik perhatian
pembaca maupun penikmat sastra. Tokoh utama yang bisa dikatakan sebagai
nyawa dari karya itu sendiri dari semua tokoh dalam karya sastra memiliki
karakter yang berbeda-beda yang digambarkan secara menarik oleh pengarang.
Alasan dalam melakukan penelitian terhadap cerbung Mburu Pusaka
karya Al Aris Purnomo yaitu Pertama, pada cerbung ini sangat menarik dan
mengandung nilai-nilai estetik yang tercermin dari unsur-unsur struktural. Kedua,
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo menampilkan regulasi emosi pada
tokoh Nurcahya dan proses kejiwaan tokoh sentral dalam cerbung. Ketiga,
5
penelitian yang mengungkapkan regulasi emosi pada cerbung Mburu Pusaka
karya Al Aris Purnomo ini sebelumnya belum pernah dibahas oleh penelitian-
penelitian sebelumnya. Keempat, Al Aris Purnomo merupakan pengarang baru
dalam dunia sastra khususnya sastra Jawa, akan tetapi sudah banyak karya-
karyanya yang dimuat diberbagai majalah, koran dan media massa lainya. Karya-
karya Al Aris Purnomo banyak yang dijadikan objek kajian para peneliti
khususnya mahasiswa.
Pendekatan aspek-aspek kejiwaan pada manusia dalam cerbung
dilakukan dengan pendekatan psikologi sastra guna menganalisis regulasi emosi
pada tokoh Nurcahya serta tokoh pembantu dalam cerbung Mburu Pusaka karya
Al Aris Purnomo. Bagaimana tokoh-tokoh mengalami perubahan atau
perkembangan karakter, seberapa jauh lingkungan berpengaruh terhadap
merupakan kajian utama penelitian ini. Oleh sebab itu psikoanalisis Sigmund
Freud adalah pilihan utama dalam menganalisis cerbung Mburu Pusaka karya Al
Aris Purnomo. Sigmund Freud mengambil yang mendasarkan teori pada aspek
dasar kepribadian atau psikis manusia, yaitu id, ego, dan super ego (Sumadi,
2003:124-128). Dinamika ketiga itu dapat mendasari tingkah laku dan kepribadian
manusia.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan alasan untuk meneliti
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, yaitu pada cerbung ini dapat
menggambarkan kondisi psikologis tokoh-tokohnya serta dapat menggambarkan
watak dan perilaku maupun regulasi emosi yang tercermin dalam setiap tokohnya.
Penelitian ini diberi judul Regulasi Emosi Tokoh Nurcahya dalam Cerbung
Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dengan menggunakan pendekatan
6
psikologi sastra. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bisa
dirasakan dan dilaksanakan, terdiri atas manfaat yang bersifat teoretis dan manfaat
yang bersifat praktis. Manfaat yang dimaksud adalah
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperkaya khasanah
pengetahuan dalam perkembangan penggunaan teori-teori sastra khususnya di
bidang psikologi sastra.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca
sebagai pelajaran pengendalian emosi. Selain itu penelitian ini dapat dipakai
data bagi peneliti lain dengan pendekatan yang berbeda.
B. Perumusan Masalah
Masalah merupakan hal penting yang menjadi pijakan dilakukannya
kerja penelitian, maka tanpa adanya masalah yang dihadapi oleh peneliti, kegiatan
peneliti tidak dapat dilakukan serta perumusan masalah juga diperlukan agar
sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang diteliti untuk mencari pemecahan
permasalahan. Perumusan masalah tersebut adalah :
1. Bagaimana unsur struktur yang membangun cerbung Mburu Pusaka karya Al
Aris Purnomo berdasarkan teori Robert Stanton yang meliputi fakta-fakta
cerita (penokohan, alur, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudut
pandang, gaya dan tone, simbolis dan ironi)?
2. Bagaimanakah regulasi emosi tokoh Nurcahya serta proses kejiwaan tokoh
utama lain dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo?
7
3. Apa makna dan nilai yang diperoleh dari analisis psikologi sastra dalam
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Mburu
Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan teori Robert Stanton yang meliputi
fakta-fakta cerita (penokohan, alur, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul,
sudut pandang, gaya dan tone, simbolis dan ironi).
2. Mendeskripsikan regulasi emosi tokoh Nurcahya dan potret gejala kejiwaan
tokoh yang ada di dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.
3. Mengungkapkan makna dan nilai yang terkandung dari analisis psikologi sastra
dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.
D. Batasan Masalah
Sebuah penelitian bertujuan untuk meneliti dan memecahkan suatu
masalah dari sebuah obyek yang menjadi kajian penelitian, agar mampu mengarah
pada inti permasalahan, maka penelitian ini memerluhkan pembatasan masalah.
Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan dan tidak
meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan. Penelitian ini membatasi masalah
struktur yang membangun cerita dan regulasi emosi tokoh Nurcahya dalam
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan analisis psikologi
sastra.
8
E. Landasan Teori
Landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu peneliti
dalam menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut.
Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada
suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah atau tujuan penelitian lebih jelas
dan mudah untuk dikaji.
1. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural dinamakan juga dengan pendekatan obyektif.
Menurut Teeuw (dalam Ratna, 2013:88) khususnya dalam ilmu sastra,
strukturalisme berkembang melalui tradisi formalisme, artinya hasil-hasil yang
dicapai melalui tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis.
Analisis struktural karya sastra dalam hal ini adalah fiksi, dapat dilakukan dengan
cara mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar
unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 37).
Teeuw mengemukakan metode analisis struktural karya sastra bertujuan
untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan semendalam
mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara
sastra yang terdiri dari (judul, sudut pandang (point of view), gaya dan tone) serta
keterkaitan antarunsur.
1. Fakta-fakta cerita
Fakta-fakta cerita merupakan struktur faktual atau tingkatan faktual
cerita, yang dirangkum menjadi satu dari tiga komponen yaitu karakter, alur, dan
latar. Elemen tersebut berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah
cerita. Struktur faktual adalah suatu aspek cerita yang disorot dari satu sudut
9
pandang serta struktur faktual bukanlah bagian terpisahkan dari sebuah cerita
(Stanton, 2012:22).
A. Karakter
Terma penokohan (karakter) merupakan biasanya dipakai dalam dua
konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul
dalam cerita, konteks yang kedua yaitu karakter yang merujuk pada percampuran
dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-
individu tersebut.
Karakter dibagi menjadi tiga konteks yang pertama klasifikasi yang
meliputi karakter utama atau mayor dan karakter bawahan atau minor, kedua
otivasi meliputi motivasi spesifik dan motivasi dasar, yang ketiga karakterisasi
yang dapat dilihat dalam bukti-bukti penafsifan nama, deskripsi ekspresif,
komentar pengarang dan komentar tokoh lain.
Cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait
dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa-
peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita
terhadap karakter tersebut. Alasan bahwa seorang mempunyai karakter untuk
bertindak sebagaimana yang ia lakukan dapat dikatakan dengan motivasi.
Motivasi spesifik seorang yang mempunyai karakter adalah merupakan reaksi
spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukan oleh adegan atau
dialog tertentu.
Motivasi dasar merupakan suatu aspek imim dari satu karakter atau
dengan katalain hasrat dan dimaksud yang memandu sang karakter dalam
10
melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah
tempat seluruh motivasi spesifik bermuara (Stanton, 2012:33).
Penokohan menurut Edward H. Jones (dalam Kasnadi dan Sutejo,
2010:12) merupakan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan
dalam sebuah cerita, penokohan atau karakter adalah sesuatu cara pengarang
untuk menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam cerita
rekaanya. Menurut Stanton (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:13) perwatakan
(caracter) mengarah pada dua konsep yang berbeda : (a) pertama, sebagai tokoh
yang ditampilkan dan (b) kedua, sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi,
dan prinsip-prinsip moral yang dimiliki para tokohnya.
Penokohan adalah gambaran yang ditampilkan pengarang tentang tokoh
yang bermain di dalam cerita yang ditinjau dari segi fisik, psikis maupun
lingkungannya. Penggambaran ini dapat secara langsung atau tidak langsung
diuraikan oleh pengarang dalam sebuah cerita.
B. Alur
Alur merupakan sebuah rangkaian-rangkaian dalam cerita. Istilah alur
biasanya terbatas pada peristiwa dalam peristiwa yang terhubung secara kausal
saja. Peristiwa kausal tersebut merulkan peristiwa yang menyebabkan atau
menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena
akan sangat berpengaruh pada keseluruhan karya.
Peristiwa tidak terbatas pada hal-hal fisik seperti halnya ujaran dan
tindakan tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan
pandangannya, keputusan-keputusannya dan segala yang menjadi pengubah
11
dirinya. Karakter yang semakin sedikit dalam sebuah cerita maka semakin rekat
dan padat alur yang mengalir di dalamnya.
Plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian dari
alur utama namun memiliki ciri khas yang berbeda satu plot bisa memiliki bentuk
yang paralel dengan subplot lain. Alur merupakan tulang punggung cerita.
Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri
meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak
akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-
peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan kepengaruhannya.
Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri,
alur hendaknya memiliki memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata,
meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan
sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012: 26-28).
Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.
Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas)
yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan
lingkungannya.
Klimaks adalah saat konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak
dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-
kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan
terselesaikan bukan ditentukan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa
yang tidak terlalu spektakuler (Stanton, 2012: 31-32).
Menurut Hudson alur merupakan rangkaian kejadian dan perbuatan,
rangkaian hal yang dikerjakan atau diderita oleh tokoh dalam fiksi. Zainuddin
12
(dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010 :17) berpendapat bahwa alur dapat dipahami
sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Jadi alur
adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain dengan adanya
hubungan saling melengkapi. Alur terbatas pada suatu peristiwa yang terhubung
secara klausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau
menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena
akan berpengaruh pada keseluruhan karya.
C. Latar (setting)
Latar adalah lingkungan yang melingkupi peristiwa dalam cerita, semesta
yang berinteraksi dengan peristiwa dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar juga berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun) cuaca
atau satu periode sejarah (Stanton, 2012:35).
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216) Latar atau setting
disebut juga dengan landasan tumpu, menyarankan pada pengertian tempat,
hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan. Setting merujuk pada pengertiang yang berartikan tempat,
berhubungan dengan waktu lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang
diciptakan. Latar (setting) merupakan tempat dan waktu (dimana dan kapan) suatu
cerita terjadi. Latar suatu cerita yang merupakan landas tumpu melatari dari
unsur-unsur instrinsik dan menyaran kepada pengertian tempat, waktu dan
lingkungan sosial (Kasnadi dan Sutejo, 2010:21).
1. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman menjadi
13
diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau
emosi yang dialami oleh manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan,
keyakinan, penghianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia
tua (Stanton, 2012:36-37).
Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga
nantinya akan ada nilai-nilai yang melingkupi cerita. Sekali lagi, sama seperti
makna pengalaman manusia, tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu,
mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas,
sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema paling efektif dalam
mengenah tema sebuah karya sastra adalah dengan mengamati secara teliti setiap
konflik yang ada didalamnya kedua hal ini sangat berhubungan erat dan konflik
utama biasanya konflik utama biasanya mengandung sesuatu yang sangat berguna
jika benar-benar dirunut (Stanton, 2012:42).
Tema merupakan ide dasar yang bertindak sebagai titik tolak
keberangkatan pengarang dalam menyusun sebuah cerita (Tjahjono, 1988:158).
Menurut Stanton (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:7) tema dapat diformulasikan,
dan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema adalah intisari
atau gagasan dasar yang telah ditentukan oleh pengarang sebelumnya yang dapat
dipandang sebagai dasar cerita yang mendalam.
2. Sarana-sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang)
memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna.
Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai
14
fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut
sehingga pengalaman pun dapat dibagi.
Metode untuk mengendalikan reaksi para pembaca yang dinamakan
sarana-sarana sastra. Pengarang fiksi biasanya berpatokan pada dua tendensi dasar
manusia. Pertama, mengenal terlebih dahulu berbagai pola yang ada seperti
kontras, repetisi, similaritas, urutan klimaks, simentri dan ritme. Kedua,
memahami dan mengingat-ingat setiap asosiasi diantara benda-benda yang
ditampilakan secara bersamaan, terutama ketika emosi kita turut terlibat
didalamnya.
Sarana-sarana paling signifikan diantara berbagai sarana yang kita kenal
adalah karakter utama, konflik utama, dan tema utama. ketiga sarana ini
merupakan kesatuan organis cerita. Istilah kesatuan organis berarti bahwa setiap
bagian cerita sifatnya setiap karakter, konflik, dan tema sampingan, setiap
peristiwa dan pola menjadi elemen penyusun tiga hal (Stanton, 2012: 46-51)
a. Judul
Judul merupakan sesuatu yang relevan terhadap karya yang diampunya
sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika
judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Sebuah judul
selalu memiliki beberapa tingkatan makna (Stanton, 2012: 51-52). Penentuan
sebuah judul dalam suatu karya saastra sangatlah penting dan merupakan hal
pokok untuk sebagai awal sebelum mengulas isi cerita.
b. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami
setiap peristiwa dalam cerita. Posisi ini memiliki hubungan yang berbeda dengan
15
tiap peristiwa dalam tiap cerita, di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau
terpisah secara emosional. Menurut Stanton (2012: 53), dari sisi tujuan, sudut
pandang dibagi menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa
kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bias sangat tidak terbatas.
Sudut pandang (point of view), view of point, merupakan salah satu unsur
fiksi yang oleh Stanton digolongkan sebagai sarana cerita, literarty device. Sudut
pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari
posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat (Nurgiyantoro, 2010:246).
Sudut pandang point of view menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan,
yang merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai
sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi pembaca.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:248) sudut pandang ialah
sebuah cara cerita itu dikisahkan, cara yang digunakan pandangan yang
diperunakan pengarang sebagai sarana menyajikan tokoh, tindakan, lata, dan
berbagai peristiwa yang membentuk sebuah karya fiksi.
Sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama seperti :
1) Sudut pandang orang pertama-utama, pada karakter utama bercerita dengan
kata-kata sendiri.
2) Sudut pandang orang pertama-sampingan, ceritanya dituturkan oleh satu
karakter bukan utama (sampingan).
3) Sudut pandang orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter
dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya mengambarkan apa
yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja.
16
4) Sudut pandang orang ketiga tak-terbatas, lebih mengacu kepada setiap karakter
dan memposisikannya sebagai orang keiga. Pengarang juga dapat membuat
beberapa karakter melihat mendengar atau berpikir atau saat ketika tidak satu
karakter pun hadir (Stanton, 2012:52)
Sudut pandang orang ketiga tak-terbatas memberi arti bahwa pengarang
memiliki kebiasaan yang memungkinkan untuk tahu apa yang ada dalam pikiran
pengarang secara simultan. Pengarang menempatkan diri dalam posisi superior
yang serba tahu sehingga pengalaman setiap karakter dapat menghadirkan efek-
efek tertentu sesuai keinginannya.
c. Gaya dan (Tone)
Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Campuran dari
berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang pendek, kalimat, detail, humor,
kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora (dengan kadar tertentu) akan
menghasilkan gaya. Satu elemen yang amat dengan gaya adalah tone. Tone
merupakan sikap emosional pengarang yang dtampilakan dalam cerita. Tone bisa
menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantic, ironis, misterius,
senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 61-63).
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:276) Stile (style, gaya
bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang
pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai
dengan ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-
bentuk bahasa figuratif, pengunaan kohesi dan lain-lain.
17
d. Simbolisme
Simbolisme berwujud detail-detail kongkrit atau faktual dan memiliki
kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca agar
nampak nyata. Simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing
bergantung pada bagaimana simbol yang bersangkutan digunakan. (1) semua
simbol yang muncul pada suatu kejadian penting dalam menunjukan cerita
menunjukan makna peristiwa tersebut. (2) satu simbol yang ditampilkan
berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam cerita.
(3) simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita
menemukan tema.
Pengarang dapat juga menonjolkan satu detail dengan menggambarkan
secara berlebihan daripada keperluhan faktual, membuatnya tampak tidak bisa
tanpa satu alasan dan menjadikan judul dan sebagainya. Sebuah detail ditonjolkan
secara berlebihan melampaui kepentingan dalam alur cerita, detail tersebut
kemungkinan besar merupakan simbol (Stanton, 2012: 64-66).
e. Ironi
Ironi secara umum dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat
ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikatagorikan bagus). Bila
dimanfaatkan dengan benar, ironi dapat memperkaya cerita seperti
menjadikannya menarik, menghadirkan efek-efek tertentu, humor atau pathos,
memperdalam karakter, merekat struktur alur, menggambarkan sikap pengarang
dan menguatkan tema. Ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu ironi dramatis
dan tone ironis. Ironi dramatis atau alur dan situasi biasanya muncul melalui
18
kontras diametric antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan
seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang
sebenarnya terjadi.
Pasangan elemen-elemen di atas terhubung satu sama lain secara logis
(biasanya melalui hubungan kausal atau sebab-akibat). Tone ironis atau ironi
verba, digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna
dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012:71-72).
C.Pendekatan Psikologi Sastra
Istilah psikologi sastra memiliki beberapa pengertian (Wellek, 1990:90)
yaitu pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi . kedua, studi
proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan
pada karya sastra. Keempat,studi yang mempelajari dampak sastra bagi pembaca
(psikologi pembaca). Berdasarkan keempat pengertian tersebut bahwa yang
berkaitan dengan studi sastra adalah pengertian yang ketiga.Kajian psikologi
sastra sesuai dengan pengertian tersebut, dinyatakan sebagai pendekatan tekstual
yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra (Endraswara, 2002:97).
Penelitian psikologi sastra berdasarkan aspek tekstual tidak bisa lepas
dari psinsip-prinsip psikoanalisa dari Sigmund Freud, yaitu pada psikologi dalam.
Berdasarkan keterkaitan ini peneliti ingin mengungkapkan teks sastra, yakni
melalui pelaku-pelakunya dapat merefleksikan unsur-unsur kejiawaan atau tidak.
Melalui cara demikian dimungkinkan munculnya hal-hal yang dapat
menyebabkan faktor kejiwaan yang dominan dalam sebuah teks sastra
(Endraswara, 2002:98).
19
Penerapan teori psikologi sastra yang demikian itulah yang dimaksudkan
guna mengkaji aspek kejiwaan para tokoh cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris
Purnomo. Selanjutnya dengan jalan penempatan demikian itu maka unsur-unsur
kejiwaan yang mengerakan tokoh-tokoh sentral dalam cerita tersebut dapat
dianalisis secara obyektif dan dideskripsikan sejelas mungkin.
D. Psikoanalisis
Psikoanalisis diungkapkan oleh seorang dokter muda bernama Sigmund
Freud, dalam makalah yang disampaikan pada tanggal 30 Maret 1896, dengan
mendasarkan paradigma awalnya berupa upaya mempengaruhi proses psikologis
dengan cara psikologis. Teori yang dikemukakan Freud merupakan pandangan
baru tentang manusia, ketaksadaran dianggap memainkan perasaaan sentral dalam
proses psikis seseorang. Selain itu dalam teori tersebut dinyatakan bahwa
kejiwaan manusia dipandang sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang
menimbulkan konflik (Bertens, 1987:xii). Psikologis pada determinasi psikologi
Freud menurut gejala yang bersifat mental tak sadar tertutup oleh alam kesadaran
schellenberg (Endraswara, 2008:119).
Adanya tidak keseimbangan maka ketaksadaran menimbulkan dorongan-
dorongan yang pada gilirannya memelukan kenikmatan, yang disebut libido. Oleh
karena itu proses kreatif adalah kenikmatan dan memerluhkan pemuasan, maka
proses tersebut dianggap sejajar dengan libido. Teori kepribadian menurut Freud
pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu (a) Id atau Das Es (b) Ego atau Das Ich
dan (c) Super Ego atau Das Iber Ich.
Id adalah dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan, salah
satunya adalah libido di atas. Id dengan demikian merupakan kenyataan subjektif
20
primer, dunia batin sebelum individu memiliki pegalaman dari luar Ego bertugas
mengontrol Id, sedangkan Super Ego berisi kata hati.
Das Es atau id adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar. Id
adalah sistem kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi
insting-insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta.
Das Ich atau Ego merupakan sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh
individu kepada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya
berdasarkan prinsip kenyataan. Ego merupakan kepribadian implementatif yaitu
berupa kontak dengan dunia luar (Endraswara, 2008: 101).
Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari
nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan
orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super
Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan
apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai
dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Jadi Super Ego cenderung untuk
menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Suryabrata,
2003:148).
Salah satu penemuan besar psikoanalisis adalah adanya kehidupan tidak
sadar pada manusia. Selama ini diyakini para ilmuwan bahwa manusia adalah
makhluk rasional yang sepenuhnya sadar akan perilakunya. Menurut Freud
(dalam Hartono 2003: 3) ketidaksadaran ini adalah segi pengalaman yang tidak
pernah kita sadari atau kita tekan. Bagi Freud ketidaksadaran merupakan salah
satu inti pokok atau tiang pasak teorinya. Segi-segi terpenting perilaku manusia
justru ditentukan oleh alam tidak sadarnya. Dia membayangkan kesadaran
21
manusia sebagai gunung es, dimana hanya sebagian kecil saja yaitu puncak
teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung es tersebut
terendam di bawah permukaan laut. Bagian yang terendam ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu: bagian pra-sadar yang dengan usaha dapat kita angkat ke
kesadaran dan bagian tidak sadar yang hanya muncul dalam perbuatan-perbuatan
tidak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongeng dan sebagainya.
Freud secara tegas mengemukakan pandangannya mengenai struktur
kepribadian manusia, yaitu terdiri dari tiga bagian yang tumbuh secara kronologis:
Id, Ego dan Superego pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:3). Ketiga
aspek ini sangat berpengaruh pada tingkah laku manusia. Oleh karena itu, setiap
individu yang sehat ketiga sistem ini merupakan satu jaringan kerja yang padu dan
harmonis. Namun sebaliknya, jika ketiga sistem ini bekerja saling menimbulkan
pertentangan yang terus-menerus, maka individu tersebut dinamakan tidak
mampu menyesuaikan diri. Penjelasan tentang ketiga sistem kepribadian yang ada
pada manusia atau individu diuraikan di bawah ini.
a) Id ‘Aspek Biologis’
Id adalah bagian dari struktur kepribadian yang merupakan reservoir
persediaan energi psikis atau energi rohaniah dan tempat berkumpulnya instinct
naluri-naluri. Sistem yang langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis
manusia dan merupakan sumber atau cadangan energi manusia, sehingga oleh
Freud dikatakan sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis manusia.
Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif sehingga
bersifat kaotik (kacau, tanpa aturan), tidak mengenal moral, tidak memiliki rasa
benar-salah. Satu-satunya yang diketahui Id adalah perasaan senang-tidak senang,
22
sehingga dikatakan bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure
principle). Dia selalu mengejar kesenangan dan selalu menghindar dari
ketegangan.Teori Freud sebagai keseluruhan juga dikenal sebagai teori penurunan
ketegangan (drive reductiontheory). Menjalankan fungsinya, Id memiliki dua
mekanisme dasar, yaitu:gerakan-gerakan refleks dan proses primer. Id merupakan
tempat kedudukan nafsu-nafsu – libido atau nafsu kelamin dan nafsu agresif –
yang selalu berusaha menyembul ke permukaan tingkat kesadaran, sehingga dapat
terjilma.
Nafsu-nafsu tersebut bersifat menggebu-gebu, tidak runtut dan saling
bertentangan. Seandainya semuanya terjilma dan dapat dipuaskan, akan
menyebabkan seseorang senantiasa berada dalam kesulitan bersosialisasi dalam
masyarakat, bahkan diri sendiri (Kattsoff, 1992:308).
b) Ego Aspek Psikologis
Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus
mencari dalamrealitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan
pereda ketegangan. Berlawanan dengan Id yang bekerja berdasarkan prinsip
kesenangan, Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Tugas
Ego menjalankan proses sekunder, artinya dia menggunakan kemampuan berpikir
secara rasional dalam mencari pemecahan masalah terbaik pendapat Hartono
(dalam Anggadewi, 2003:4).
Ego ini meliputi hampir segenap kesadaran manusia dan bertugas
melakukanpenyaringan terhadap nafsu-nafsu yang diijinkan muncul dari Id, dan
juga bertugas menekan kembali nafsu-nafsu yang bersifat merusak. Mudahnya,
dapat dikatakan bahwa Ego tersebut merupakan semacam perantara yang terdapat
23
diantara nafsu-nafsu di dalam Id dengan dunia luar yang terdiri dari kenyataan
material serta kemasyarakatan.
c) Superego Aspek Sosiologis
Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada
dalam masyarakat dimana individu itu hidup. Superego lebih mewakili alam ideal
dari pada alam nyata. Anak mengembangkan Superegonya melalui berbagai
perintah dan larangan dari orang tua. Superego berkembang dari Ego sebagai
hasil dari perpaduan pengalaman masa kanak-kanak yang berupa norma atau
etika orang tua, mengenai hal yang baik dan saleh, atau hal yang buruk dan batil.
Freud membagi Superego dalam dua subsistem yaitu hati nurani dan
Ego ideal. Hati nurani diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku
anak yang dinilai jelek oleh orang tua dan menjadi dasar bagi rasa bersalah.
Ego ideal adalah hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku yang
dinilai baik oleh orang tua. Anak mengejar keunggulan dan kebaikan dan bila
berhasil akan memiliki nilai diri dan kebanggaan diri.
Berbeda dengan Ego yang berpegang prinsip realitas, Superego yang
memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri, selalu menuntut akan
menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:4-5).
E. Pengertian Emosi
Emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, kata emouvoir, yang berarti
kegembiraan, selain itu emosi berasal dari bahasa latin emovere yang berarti luar
dan movere yang berarti bergerak yang menyiratkan bahwa kecenderungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (dalam
24
Ahmadi, 2003:410) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi juga merupakan suatu keadaan budi rohani yang menampakan
dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh menurut dari pendapat
Willian James (dalam Khodijah, 2006:10).
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, biasanya emosi
merupakan reaksi rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Menurut pendapat
Daniel Goleman (dalam Ahmadi, 2003:411) mengemukakan beberapa macam
emosi yaitu :
1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.
2. Kesediahan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,
putus asa.
3. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,
waspada, tidak tenang, ngeri.
4. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur,
bangga.
5. Cinta : peneriamaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,
bakti, hormat, dan kemesraan.
6. Terkejut : terkesiap, terkejut.
7. Jengkel : hina, jijik, tidak suka.
8. Malu : malu hati, kesal.
Klasifikasi emosi merupakan kegembiraan, kemarahan, ketakutan dan
kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary
25
emotions). Secara garis besar emosi manusia dibedakan menjadi dua bagian :
emosi positif merupakan emosi yang menyenangkan dan menimbulkan perasaan
positif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah cinta, sayang, senang,
gembnira, kagum, dan sebagainya. Apabila emosi negatif yang merupakan emosi
yang tidak menyenangkan yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang
mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya.
Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait
dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan
(Minderop, 2011:40). Selain itu kebencian atau perasaan benci (hate)
berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, dan iri hati. Emosi tidak
hanya berfungsi untuk mempertahankan diri atau sekedar mempertahankan
hidup, tetapi emosi yang ada dalam diri seseorang memberikan rangsangan
terhadap pemikiran, khayalan baru dan tingkah laku yang baru.
F. Regulasi Emosi
Regulasi emosi merupakan proses intrinsik dan ekstriksik yang
bertanggung jawab memonitor dan mengevaluasi dan memodifikasi reksi emosi
secara intensif dan khusus untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Thompson
(dalam Strongman, 2010:39) regulasi emosi dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuan menggambarkan, mempertimbangkan dan fokus individu dalam
menganalisi tekanan emosi yang merupakan proses lebih lanjut difasilitasi oleh
perkembangan mengontrol emosi negatif.
Proses dimana individu dipengaruhi oleh emosi yang mereka alami dan
bagaimana mereka mengekspresikan emosi-emosi tersebut merupakan pengertian
regulasi emosi. Regulasi emosi adalah hasil dari pemikiran dan perilaku yang
26
dipengaruhi secara sadar dan suka rela oleh emosi yang mereka alami, kapan dan
bagaimana mereka mengalami dan bagaimana mereka mengekspresikan emosi
yang dialami tersebut.
Menurut Gross (dalam Strongman, 2010:39) Proses tersebut meliputi
menurunkan atau decreasing, memelihara atau maintaining dan menaikkan emosi
negatif dan emosi positif dengan mengunakan proses-proses kognitif seperti
rasionalisasi, penilaian kembali (reappraisal) dan penekanan (suppression).
Regulasi emosi memiliki kapasitas untuk memulihkan kembali keseimbangan
emosi meskipun pada awalnya seorang kehilangan kontrol atas emosi yang
dirasakannya. Selain itu, seseorang hanya dalam waktu singkat merasakan emosi
yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali pikiran, tingkah laku,
respon fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat emosi yang
berlebihan.
Menurut Thompsom (dalam Putnam, 2005:113) indikator regulasi emosi
adalah sebagai berikut :
a. Memonitor (emotions monitoring) yaitu individu menyadari dan memahami
keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan
latar belakang dari tindakannya Thompson (dalam Safaria, 2007:25). Individu
mampu tetrhubung dengan emosi-emosinya, pikirannya dan keterhubungan ini
membuat individu mampu menanamkan dari setiap emosi yang muncul. Proses
perhatin yaitu mengatur informasi yang membangkitkan emosi dengan
memindahkan fokus perhatin.
b. Mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu individu mengelola dan
emosi-emosi yang dialaminya. Mengelola emosi-emosi ini, khususnya emosi
27
yang negatif seperti kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dendam, dan benci
akan membuat inividu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam,
sehingga mengakibatkan tidak mampu lagi berfikir rrasional Thompson (dalam
Safaria, 2007:26). Pengaturan emosi dengan cara yang dikenal yaitu
memprediksi dan mengkontrol syarat-syarat terjadinya emosi seperti tempat
dan situasi yang bisa di temuui Thompson (dalam Putnam, 2005:113)
c. Memodifikasi (emotions modifications) yaitu individu merubah emosi
sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu
berada dalam keadaan putus asa, cemas dan marah Thompson (dalam Safaria,
2007:27). Memodifikasi meliputi pemilihan respon yang adaptif yaitu
pemilihan ekspresi emosi dengan cara sesuai dengan tujuan dan situasi
Thompson (dalam Putnam, 2005:114)
Regulasi emosi disebut sebagai pengarahan energi emosi ke saluran-
saluran yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Ketika seseorang
mengendalikan ekspresi emosi mereka, mereka juga berusaha untuk merubah
energi tersebut dengan mempersiapkan perilaku yang berguna dan bentuk perilaku
yang dapat diterima secara sosial.
F. Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Menurut Dezim dan Lincoln (dalam Moleong, 2008:5) yang mengatakan bahwa
penelitian kualitatf merupakan penelitian yang mengunakan latar ilmiah, yang
bermaksud menafsirkan segal fenomena yang sudah terjadi dan dilakukan dengan
jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian selanjutnya berfokus pada
penelitian yang akan dikaji dalam penelitian, seperti yang dikatakan oleh
28
(Moleong, 2010:93) masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu
yang berfokus. Berdasarkan pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dalam
melakukan penelitian hendaknya mengetahui fokus apa yang dilakukan oleh
peneliti. Penelitian ini berfokus pada analisis Psikologi Sastra dalam regulasi
emosi tokoh Nurcahya dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra dengan jenis penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan
analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis
terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan mengunakan
logika ilmiah. Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf
deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga
dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.
Penelitian sastra mengandalkan ketelitian, ketepatan, dan kepercayaan
data, serta mengikuti metode kerja ilmiah. Suatu kegiatan ilmiah, penelitian sastra
harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan secara lebih
mendalam (Semi, 1993:18-19). Penelitian sastra yang dilakukan ini diharapkan
dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.
2. Sumber Data dan Data
a) Sumber Data
a. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerbung
Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Cerbung tersebut telah dimuat
29
dalam majalah Jaya Baya edisi 06 minggu II Oktober 2014 sampai edisi 28
minggu III Maret 2015, yang terdiri dari 23 episode cerita.
b. Sumber data sekunder dalam penelitian ini pengarang sebagai narasumber.
b) Data
a. Data primer, berdasarkan sumber data primer yakni teks cerbung Mburu
Pusaka maka data primer dalam penelitian ini adalah struktur teks atau data
literer cerbung seperti fakta-fakta cerita dan sarana-sarana sastra. Selain itu
karena penelitian ini mengunakan pendekatan psikologi sastra maka teks yang
memuat gejala-gejala kejiwaan tokoh dalam cerbung menjadi data primer juga.
b. Data sekunder, berdasarkan pada rekaman hasil wawancara dengan
pengarang Al Aris Purnomo yang termuat dalam flashdisk MP3 untuk
mendukung argumentasi dan melengkapi hasil penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan data yang digunakan maka teknik pengumpulan yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Teknik Analisis Isi (Teknik Content Analysis)
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik ini dengan cara mencatat
dokumen. content analysis, yang dimaksud adalah peneliti bukan hanya bukan
sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga
tentang makna yang tersirat (Sutopo, 2002:70).
Menurut Holsti (dalam Moleong, 2010:163) teknik content analysis
sering disebut dengan kajian isi, teknik tersebut digunakan untuk menarik
kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, yang dilakukan secara
objektif dan sistematis. Pada teknik ini digunakan untuk mengalisis unsur
30
struktural dan gejala kejiawaan tokoh dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris
Purnomo. Hal ini dilakukan dengan cara membaca teks cerbung dengan
memfokuskan atau lebih spesifik pada tokoh yang ada dalam cerita.
b) Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut
(Moleong, 2010:186). Wawancara ini ditujukan kepada Al Aris Purnomo selaku
pengarang cerbung Mburu Pusaka pada tanggal 19 Maret 2016 yang dilakukan
ditempat tinggal beliau di desa Karanglor RT 02/01 kecamatan Manyaran
Kabupaten Wonogiri.
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam yang
mendukung penelitian ini. Teknik wawancara ini dipakai untuk memperoleh data
dan informasi yang berkaitan dengan keberadaan serta keterciptaan cerbung
Mburu Pusaka, serta menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana
pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepada pengarang, sehingga pengarang dapat lebih mudah untuk
menjawab pertanyaan secara terinci. (Moleong, 2010:138). Wawancara ini
dilakukan demi memperkuat data yang bersifat aktual dan kevalidan data.
c) Teknik Kepustakaan (Library Reseach)
Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik studi pustaka,
yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka yang meliputi naskah,
buku-buku, skripsi, media massa. Studi pustaka ini dimaksudkan untuk
memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Studi pustaka bertujuan untuk
31
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang
terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah,
catatan sejarah, dokumen, dan lain-lain (Kartini, Kartono, 1990: 33) yang
berkaitan dengan tinjauan psikologi sastra serta bisa membandingkan dengan hasil
penelitian sebelumnya yang relavan seperti skripsi Heka Wati Setyaningsih NIM
C0107006 Tahun 2011 yang berjudul Emosi Tokoh dalam Cerbung Tarung karya
A. Sardi dengan mengunakan tinjauan psikologi sastra, dan skripsi Yunita Astuti
NIM C0110072 Tahun 2014 yang berjudul Regulasi Emosi pada tokoh Tita dalam
novel Amrike Kembang Kopi karya Sunaryata Soemardjo dengan mengunakan
tinjauan psikologi dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Teknik kepustakaan ini untuk pengumpulan data utama dan tulisan lain
yang berkaitan dengan cerbung dan pengarangnya. Adapun cara kerjanya yaitu,
membaca dan memahami teks untuk analisis cerbung Mburu Pusaka karya Al
Aris Purnomo, selanjutnya mencatat data yang penting dan menarik. Dasar dari
teknik kepustakaan ini untuk memudahkan didalam penelitian serta menjadi
teknik terpenting didalam mengupas isi dari penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar (Moleong,
2010:280). Menurut Miles dan Huberman, analisis dalam penelitian kualitatif
terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan
kesimpulan (Sutopo, 2006:113). Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari
32
tiga komponen pokok yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
a) Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses dimana penyerderhanaan dengan
membatasi permasalahan penelitian dengan membatasi permasalahan penelitian
dan juga membatasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam
penelitian (Sutopo, 2006:94).
Data penelitian ini yaitu analisis struktural yang dilanjutkan dengan
mengunakan pendekatan psikologi sastra sebagai pembahasan ini. Tahapan ini
dimulai dengan membaca serta mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data
yang meliputi unsur pembangun karya sastra yaitu cerbung Mburu Pusaka karya
Al Aris Purnomo, analisis tahap awal yang dijadikan sebagai pijakan yang
mengkaji keterkaitan antara unsur-unsur karya sastra yang berupa unsur instrinsik
seperti fakta-fakta cerita meliputi karakter, alur, latar, tema, sarana-sarana cerita
diantranya judul, sudut pandang, gaya dan tone, serta data yang mengenai aspek
psikologi yang meliputi aspek kejiwaan, regualasi emosi pada tokoh dan
psikoanalisis dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini. Jika
dalam tahapan ini data sudah terkumpul diidentifikasikan dan diklasifikasikan.
b) Penyajian Data
Penyajian data merupakan sajian dari data-data yang terkumpul. Data-
data tersebut meliputi dari catatan lapangan serta komentar peneliti, dokumen,
biografi, artikel, hasil wawancara akan diatur, diurutkan dan dikelompokkan
(Moleong, 2010:103). Tahapan ini dimulai dengan membaca dan
mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data yaitu cerbung Mburu Pusaka
33
karya Al Aris Purnomo, kemudian disajikan dalam analisis struktural yang
membangun cerbung, dalam mengerjakan tahapan ini, semua data yang
terkumpul dideskripsikan, diidentifikasikan dan diklasifikasikan. Data yang sudah
dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya, selanjutnya disajikan berdasarkan
karakteristik data, setelahnya data-data yang terkumpul disajikan, kemudian
dibuat deskripsi masing-masing data untuk memperoleh dan mempermudah
tahapan interpestasi.
c) Verifikasi Data
Verifikasi data merupakan tindakan mengecek kembali pada catatan yang
telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat kesimpulan sementara
(Sangidu, 2004:178). Data yang dibutuhkan cerbung Mburu Pusaka karya Al
Aris Purnomo tersebut sudah terkumpul, maka peneliti mulai menarik kesimpulan
dan verifikasinya pada reduksi data maupupun sajian datanya, pada proses
tersebut diberi nama model analisis interaktif (Sutopo, 2006:95).
Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan dari
kofigurasi yang utuh dari kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang
melintas dalam pemikiran seorang peneliti selama mengadakan penelitian, suatu
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin menjadi begitu
seksama dalam memakan tenaga serta pemikiran yang lebih luas dan memakan
waktu.
34
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan seperti berikut :
BAB I berisi tentang pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika
penulisan.
BAB II berisi tentang analisis data yang menguraikan tentang analisis
struktural maupun regulasi emosi pada tokoh Nurcahya dalam
cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo
BAB III berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
Pada bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran
sinopsis cerbung Mburu Pusaka, biografi pengarang, lampiran
wawancara dan foto dengan pengarang dan kumpulan cerbung
Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.