Click here to load reader
Upload
vokien
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada bayi dan anak, makan merupakan kegiatan natural yang terjadi
sehari-hari. Anak usia prasekolah merupakan kelompok yang rawan terhadap
masalah gizi. Pada masa ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat, sehingga membutuhkan asupan makanan yang cukup dan
bergizi. Makanan yang bergizi adalah makanan yang mencakup karbohidrat,
vitamin, mineral, dan protein. Makanan yang bergizi kurang dikonsumsi anak
karena pada anak usia prasekolah sering timbul masalah terutama dalam
pemberian makanan karena faktor kesulitan makan pada anak (Maulana, 2007).
Sulit makan pada anak dapat terjadi apabila anak tidak mau atau menolak untuk
makan dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis yaitu mulai dari
membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan, hingga sampai
terserap di pencernaan secara baik tanpa paksaan dan tanpa pemberian vitamin
dan obat tertentu.
Orang tua sering menganggap sulit makan pada anak adalah hal yang
biasa dan biasanya berlangsung lama yang pada akhirnya dapat menimbulkan
komplikasi dan gangguan tumbuh kembang pada anak. Sulit makan pada anak
prasekolah sering mengakibatkan tidak terpenuhinya gizi baik energi dan
kebutuhan lainnya. Hal ini disebabkan karena aktivitas fisik anak prasekolah
yang berlebihan yang disertai dengan perilaku anak yang aktif, tidak bisa diam,
dan banyak bergerak (Judarwanto, 2005). Berdasarkan penelitian yang
2
dilakukan oleh dr. Widodo Judarwanto di Jakarta, menyebutkan bahwa
terdapat prevalensi 33,6% anak prasekolah yang mengalami sulit makan.
Sebagian besar 79,2% telah berlangsung lebih dari tiga bulan. Hal tersebut bisa
tejadi karena kesalahan ibu dalam cara pemberian makan selama bayi,
ketegangan pada saat makan, waktu makan yang terlalu pendek, makanan yang
kurang disukai karena bentuknya yang tidak menarik. Secara umum penyebab
sulit makan pada anak dibedakan menjadi 3 faktor yaitu : hilang nafsu makan,
gangguan proses makan dimulut, dan pengaruh psikologis seperti kondisi
kecemasan, ketakutan, sedih, atau trauma yang menyebabkan anak susah
makan.
Anak yang mengalami sulit makan secara otomatis intake makannya
akan berkurang. Apabila sulit makan terjadi dalam waktu yang lama dapat
mengalami gangguan pertumbuhan, ditandai dengan berat badan dan tinggi
badan kurang atau kesulitan meningkatkan berat badan (Judarwanto, 2007).
Orang tua atau pengasuh anak diharapkan dapat mencegah komplikasi yang
ditimbulkan sehingga dapat meningkatkan kualitas anak yang lebih baik karena
pertumbuhan dan perkembangan anak sangat menentukan kualitas seseorang
apabila sudah dewasa (Judarwanto, 2007). Sulit makan bukan merupakan
diagnosis atau penyakit, melainkan gejala atau tanda adanya penyimpangan
yang sedang terjadi pada tubuh anak. Beberapa gejala sulit makan pada anak
adalah sebagai berikut : (1) Kesulitan mengunyah, menelan makanan atau hanya
bisa makan makanan yang lunak, (2) Memuntahkan atau menyembur-
nyemburkan makan yang sudah masuk di mulut, (3) Makan berlama-lama dan
memainkan makanan, (4) Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke
dalam mulut atau menutup mulut rapat, (5) Memuntahkan atau menumpahkan
3
makanan, menepis suapan dari orang tua, (6) Tidak menyukai banyak variasi
makanan, (7) Kebiasaan makan yang aneh (Judarwanto, 2007).
Hasil pengamatan di Klinik Perkembangan anak (Affiliated Program
For Children Development) di Universitas Georgetown (2004) tentang jenis sulit
makan yaitu terdapat 27,3% anak hanya mau makanan lunak atau cair, 24,1%
kesulitan menghisap, mengunyah, dan menelan, sebanyak 23,4% kebiasaan
makan yang aneh, 11,1% tidak menyukai variasi banyak makanan dan sebanyak
8,0% keterlambatan makan sendiri. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di
Paud Permata Hati Kec. Tegalsari Banyuwangi terdapat 30 anak yang
mengalami sulit makan. Dari studi pendahuluan tersebut diketahui pada waktu
jam makan anak tidak mau makan, anak menolak untuk makan,
menyemburkan makanannya, makan tetapi selalu sisa, hanya makan camilan/
jajan atau minum susu saja.
Kejadian sulit makan pada anak perlu diwaspadai karena hal tersebut
dapat menyebabkan asupan makanan anak berkurang, apabila dibiarkan dan
berlangsung dalam waktu yang lama, anak dapat mengalami gangguan
pertumbuhan misalnya berat badan dan tinggi badan kurang atau sulit
meningkatkan berat badan. Sehingga harus dilakukan penanganan secara tepat
untuk meningkatkan asupan makanan pada anak. Salah satu hal yang dapat
peneliti lakukan untuk mengatasi anak sulit makan adalah dengan melakukan
terapi bermain, karena pada usia prasekolah ini anak lebih suka pada aktivitas
bermain dengan teman atau lingkungannya dari pada makan. Pada waktu jam
makan, anak biasanya menolak makan karena mereka sedang tertarik pada
permainannya atau benda lainnya sehingga pada waktu itu berikan anak makan
tanpa mengganggu aktivitas bermainnya atau ajak anak makan sambil bermain.
4
Dengan demikian nutrisi anak akan terpenuhi dan tidak mengganggu
kebutuhan bermainnya. Tehnik bermain yang digunakan dalam penelitian ini
tehnik bermain peran yaitu memerankan peran orang lain melalui
permainannya. Misalnya memerankan kejadian kehidupan sehari-hari,
memainkan peran orang lain. Permainan yang akan peneliti lakukan bersama
anak-anak dapat menjadi sebuah terapi, yang merupakan terapi bermain
(Scaefer, 2003). Dengan demikian peneliti dapat mengetahui intake makan anak
sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain peran (role play) pada anak sulit
makan usia prasekolah (4-6 tahun).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan intake makan sebelum dan sesudah dilakukan
terapi bermain peran (role play) pada anak sulit makan usia prasekolah (4-6
tahun)?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perbedaan intake makan sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain
peran (role play) pada anak sulit makan usia prasekolah (4-6 tahun)?
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Identifikasi intake makan pada anak sulit makan usia prasekolah
sebelum dilakukan terapi bermain (role play)
b. Identifikasi intake makan pada anak sulit makan usia prasekolah
sesudah dilakukan terapi bermain (role play)
5
c. Menganalisis perbedaan intake makan sebelum dan sesudah
dilakukan terapi bermain peran (role play) pada anak sulit makan
usia prasekolah (4-6 tahun)?
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui perbedaan intake
makan sebelum dan sesudah dilakukan terapi bermain peran (role play)
pada anak sulit makan usia prasekolah (4-6 tahun).
1.4.2 Bagi Orang Tua
Dengan adanya terapi bermain, diharapkan orang tua dapat
belajar bagaimana merespon anaknya. Mengetahui bahwa kebutuhan
bermain itu penting, sehingga orang tua harus bisa menyiasati
bagaimana nutrisi anak tidak terkurangi tanpa mengganggu aktivitas
bermain anak. Apabila aktivitas bermain anak diganggu pada saat jam
makan, mereka akan menolak untuk makan sehingga asupan makan
anak tidak tercukupi.
1.4.3 Bagi Institusi
Sebagai masukan dan dapat dijadikan literatur di keperawatan
anak untuk menunjang mutu pendidikan serta dapat dijadikan sebagai
acuan atau referensi untuk melakukan penelitian lanjutan tentang intake
makan pada anak sulit makan usia prasekolah dan terapi bermain peran
(role play).
6
1.5 Keaslian Penelitian
1. Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang sudah ada, yaitu
dari segi variabel. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Birch dan
Marlin tentang hubungan antara novel food dan penerimaan makanan pada
picky eater oleh anak usia 2 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya
peningkatan frekuensi pemaparan untuk membantu menentukan pilihan
anak (personal preference). Dan mampu mempengaruhi apakah anak setuju
untuk makan. Sebagian besar anak-anak ini membutuhkan sebanyak 10
paparan pemilihan novel food sebelum bersedia untuk menerimanya.
Maria cathey; nan gaylord.Picky eating: a toddler?s approach to mealtime:
recommendations for the picky eater. Pediatr nurs 30 (2) :101-109, 2004. Jannetti
publications.
2. Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian sebelumnya, namun
dari segi variabel penelitian ini belum pernah dilakukan. Penelitian yang
sebelumnya oleh Eqlima Elfira (2011), adalah “Pengaruh terapi bermain
dengan tehnik bercerita terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada anak
pra sekolah di ruang perawatan anak di RSUP H. Adam Malik Medan”.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 92,3% responden
mengalami kecemasan sedang dan 7,7% mengalami kecemasan berat dan
tidak ada pasien yang mengalami kecemasan ringan sebelum pelaksanaan
treatment (Terapi bermain dengan tehnik bercerita). Setelah pelaksanaan
terapi bermain dengan tehnik bercerita 76,9% responden mengalami
kecemasan ringan dan 23,1% kecemasan sedang. Penelitian ini
menunjukkan bahwa terapi bermain dengan tehnik bercerita mempunyai
7
pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kecemasan anak prasekolah
(p=0,001; α=0,05).
3. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Loraine Harinda (2012) tentang
Proporsi dan Status Gizi pada Anak Prasekolah dengan Kesulitan Makan
di Semarang (Studi Kasus di Kelurahan Tandang dan Sendangguwo).
Subyek penelitian sebanyak 93 anak dengan metode consecutive sampling.
Proporsi kesulitan makan yang ditemukan adalah inappropriate feeding practice
sebesar 96,8% dan parental misperception sebesar 3,2%. Status gizi sebagian
besar anak dengan kesulitan makan adalah gizi baik sebesar 90,3%; sisanya
gizi kurang (5,4%), gizi lebih (1,1%), dan obesitas (3,2%). Orangtua mulai
mengenalkan makanan pendamping ASI pertama pada rerata usia
5,3±3,02 bulan dan pemberian makanan keluarga pertama pada 18,3±8,21
bulan.
4. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Felicita Sugiarto (2012) tentang
Asupan Makanan dan Status Gizi Anak dengan Pasi Serebral di Yayasan
Pendidikan Anak Cacat (YPAC) Semarang. Subyek penelitian sebanyak 27
anak usia 2-10 tahun dengan. Hasil penelitian sebagai berikut : rerata
asupan kalori pada anak dengan palsi serebralis adalah 1133,96 kkal dan
rerata asupan protein nya adalah 38,69 gram. Rerata kebutuhan kalori
individu menurut rumus Nelson adalah 1761,39 kkal dan rerata kebutuhan
protein nya adalah 29,23 gram. Asupan kalori yang lebih rendah didapati
pada 81,5% responden dan asupan protein yang lebih rendah didapati
pada 33,3% responden. Status gizi kurang didapati pada 88,9% responden.
8
1.6 Batasan Karakteristik
Peneliti membatasi masalah penelitian ini hanya pada :
a. Anak usia prasekolah yang mengalami sulit makan.
b. Sulit makan yang terjadi meliputi : anak tidak mau makan, anak menolak
untuk makan, anak mau makan tetapi selalu menyisakan makanan, lebih
suka jajan dari pada makan nasi, makannya berlama-lama (mengemut
makanan).
c. Intake makan anak prasekolah (4-6 tahun) sebelum diberikan terapi
bermain.
d. Intake makan anak prasekolah (4-6 tahun) setelah dilakukan terapi bermain.
e. Terapi bermain yang dilakukan hanya terapi bermain peran (role play).