22
BAB I PENDAHULUAN Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang unik pada limpa. Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa. 1 Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran penting dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang mengalami gangguan seperti pada gangguan hematologi. 1 Hipersplenisme merupakan kelainan pada limpa, yang mana lebih difokuskan pada keadaan kerja limpa yang berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit. Hipersplenisme merupakan suatu keadaan dimana terjadi anemia, leukopenia, trombositopenia atau kombinasinya (pansitopenia), normal atau hiperseluler sumsum tulang belakang, pembesaran limpa, dan biasanya klinis membaik dengan pengangkatan limpa. 2 1

BAB I2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

adsad

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah dan

tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya mikrosirkulasi yang

unik pada limpa.  Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat sehingga limpa punya waktu

untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk. Antigen partikulat dibersihkan dengan

cara yang mirip oleh efek filter ini dan antigen ini merangsang respon anti bodi lg M di centrum

germinale. Sel darah merah juga dieliminasi dengan cara yang sama saat melewati limpa.1

Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan sel

darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran penting

dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang mengalami

gangguan seperti pada gangguan hematologi.1

Hipersplenisme merupakan kelainan pada limpa, yang mana lebih difokuskan pada keadaan

kerja limpa yang berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit. Hipersplenisme merupakan suatu

keadaan dimana terjadi anemia, leukopenia, trombositopenia atau kombinasinya (pansitopenia),

normal atau hiperseluler sumsum tulang belakang, pembesaran limpa, dan biasanya klinis

membaik dengan pengangkatan limpa.2

Hipersplenisme dapat terjadi primer atau sekunder. Primer biasanya tidak diketahui

penyebabnya sedangkan sekunder dapat disebabkan oleh penyakit infeksi atau parasit, leukemia

dan limfosarkoma.2

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi3

Limpa merupakan organ limpoid terbesar pada tubuh manusia. Limpa merupakan organ RES

(Reticuloendothelial system) yang terletak di cavum abdomen pada region hipokondrium

sinistra. Lien terletak sepanjang costa IX, X dan XI sinistra dan ekstremitas inferiornya

berjalan ke depan sejauh linea aksilaris media. Limpa juga merupakan organ intraperitoneal.

Morfologi limpa

Limpa memiliki 2 facies, facies

diaphragmatica yang berbentuk

konvenks dan facies visceralis yang

berbentuk konkav. Facies

diaphragmatica limpa berhadapan

dengan diaphragm dan costa IX-XI

sinistra. Sedangkan facies visceralis

memiliki 3 facies, yaitu facies renalis

yang berhadapan dengan ren sinistra,

facies gastric yang berhadapan dengan

gaster, dan facies colica yang

berahadapan dengan flexura coli

sinistra. Ketiga facies ini bertemu pada

hilus renalis, dimana merupakan

tempat keluar dan masuknya dari saraf

n. lienalis. Pada hilus lienalis, juga merupakan tempat menggantunya cauda pancreas.

Lien memiliki 2 margo, yaitu margo anterior dan posterior. Selain itu, lien juga memiliki

2 ekstremitas, yaitu ekstremitas superor dan inferior.

Pengantung limpa

Ligamentum gastrolienalis yang membentang dari hilus lienalis sampai curvature mayor

gaster, dan ligamentum lienorenalis.

2

Vaskularisasi limpa

Limpa divaskularisasi oleh a. lienalis yang

merupakan cabang dari truncus

coeliacus/triple hallery bersama a. hepatica

communis dan a. gastric sinistra. Triple

hallery merupakan cabang dari aora

abdominalis yang dicabangkan setinggi

vertebrae thoracal XII – vertebrae lumbal I.

Sedangkan v. lienalis meninggalkan hilus lienalis berjalan ke posterior dari cauda dan

corpus pancreas untuk bermuara ke v.portae hepatis bersama dengan v. mesenterica

superior dan v. mesenterica inferior.

Innevasi limpa.

Limpa diinnervasi oleh persarafan simpatik n. sympaticus segmen thoracal VI – X dan

persarafan parasimpatisnya oleh n. vagus.

b. Fisiologi Limpa 3,4,5

Limpa adalah organ pertahanan utama ketika tubuh terinvasi oleh bakteri melalui darah

dan tubuh belum atau sedikit memiliki anti bodi. Kemampuan ini akibat adanya

mikrosirkulasi yang unik pada limpa.  Sirkulasi ini memungkinkan aliran yang lambat

sehingga limpa punya waktu untuk memfagosit bakteri, sekalipun opsonisasinya buruk.

Antigen partikulat dibersihkan dengan cara yang mirip oleh efek filter ini Dan antigen ini

merangsang respon anti bodi lg M di centrum germinale. Sel darah merah juga dieliminasi

dengan cara yang sama saat melewati limpa.

Pada usia 5-8 bulan, limpa berfungsi sebagai tempat pembentukan sel darah merah dan

sel darah putih. Fungsi ini akan hilang pada masa dewasa. Namun limpa mempunyai peran

penting dalam memproduksi sel darah merah jika hematopoiesis dalam sumsum tulang

mengalami gangguan seperti pada gangguan hematologi. Secara umum fungsi limpa di bagi

menjadi 2 yaitu:

1) Fungsi Filtrasi (Fagositosis)

Lien berfungsi untuk membuang sel darah merah yang sudah tua atau sel darah merah

yang rusak misalnya sel darah merah yang mengalami gangguan morfologi seperti pada

3

spherosit dan sicled cells, serta membuang bakteri yang terdapat dalam sirkulasi. Setiap

hari limpa akan membuang sekitar 20 ml sel darah merah yang sudah tua.selain itu sel-sel

yang sudah terikat pada Ig G pada permukaan akan di buang oleh monosit. Limpa juga

akan membuang sel darah putih yang abnormal, platelet, dan sel-sel debris.

2) Fungsi Imunologi

Limpa termasuk dalam bagian dari sistem limfiod perifer mengandung limfosit T matur

dan limfosit B. Limfosit T bertanggung jawab terhadap respon cell mediated immune

(imun seluler) dan limfosit B bertanggung jawab terhadap respon humoral.

Fungsi imunologi dari limpa dapat di singkat sebagai berikut:

Produksi Opsonin

Limpa menghasilkan tufsin dan properdin. Tufsin mempromosikan Fagositosis.

Properdin menginisiasi pengaktifan komplemen untuk destruksi bakteri dan benda

asing yang terperangkap dalam limpa. Limpa adalah organ lini kedua dalam sistem

pertahanan tubuh jika sistem kekebalam tubuh yang terdapat dalam hati tidak mampu

membuang bakteri dalam sirkulasi.

Sintesis Antibodi

Immunoglobulin M (Ig M) diproduksi oleh pulpa putih yang berespon terhadap

antigen yang terlarut dalam sirkulasi

Proteksi terhadap infeksi

Splenektomi akan menyebabkan banyak pasien yang terpapar infeksi, seperti

fulminan sepsis. Mengenai bagaimana mekanismenya sampai saat ini belum diketahui

sepenuhnya.

Tempat Penyimpanan

Pada dewasa normal sekitar sepertiga (30 % ) dari pletelet akan tersimpan dalam

limpa.

2. Defenisi5,6

Hiperplenisme merupakan suatu keadaan patologik faal limpa yang mengakibatkan

kerusakan dan gangguan pada sel darah. Gambaran kliniknya terdiri dari, pansitopenia

(menurunnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit), dan hiperplasia (meningkatnya

jumlah sel sehingga murubah ukuran dari organ, contohnya pembesaran dari epithelium sel

4

mamae) kompensasi sumsum merah. Pansitopenia dapat terdiri dari anemia, leukopenia, dan

trombositopenia; sendiri-sendiri atau gabungan ketiga unsur tersebut.

Hipersplenisme dikenalkan pada tahun 1907 oleh Chuffard, dy mendefenisikan sebagai

keadaan dimana terdapat anemia, leucopenia, dan trombositopenia atau kombinasinya,

normoseluler atau hiperseluler sumsum tulang, pembesaran limpa, dan klinis membaik bila

dilakukan pengangkatan limpa.

Tampilan klinik Hipersplenisme yang merupakan akibat pansitopenia seperti keluhan dan

gejala anemia, supresi imonologik, dan diatesis hemoragik, mungkin disertai dengan keluhan

atau gejala splenomegali.

Splenomegali adalah pembesaran organ limpa. Pada hipertensi porta, aliran darah

dialihkan ke limpa melalui vena splenik. Sebagian darah ekstra (sampai beberapa ratus

milliter pada orang dewasa) dapat disimpan di dalam limpa sehingga limpa membesar.

Karena darah yang tersimpan di limpa tidak dapat digunakan oleh sirkulasi umum, maka

dapat terjadi anemia (penurunan sel darah merah), trombositopenia (penurunan trombosit),

dan leucopenia (penurunan sel darah putih).

Splenomegali juga ditemukan pada penyakit infeksi seperti demam tifoid atau

mononukleosis infeksiosa. Pembesaran limpa pada demam tifoid disebabkan oleh proliferasi

seluler dalam usaha membentuk anti bodi. Ini biasanya terjadi pada akhir minggu pertama,

pada tiga perempat kasus. Dalam pemeriksaan auskultasi biasanya terdengar suara gesekan di

atas limpa. Keadaan ini tidak memerlukan tindakan splenektomi. Abses limpa agak jarang

ditemukan. Malaria kronika (tertiana) sering disertai splenomegali. Parasit lain seperti

ekinokokusagak jarang menyebabkan splenomegali.

Hiperplenisme sekunder kronik biasanya disebabkan oleh tuberculosis, sifilis, bruselosis,

histoplasmosis, malaria, dan sistosomiasis. Pembesaran limpa akibat tuberculosis secara

primer sangat jarang terjadi. Tetapi jika ada pembesaran limpa, walaupun jarang, berarti telah

terjadi tuberkulosis milier.

3. Epidemiologi8

Istilah hipersplenisme digunakan untuk menyatakan kondisi klinis diamana terdapat

pansitopenia dalam sirkulasi dengan adanya pembesaran limpa dan hyperplasia sumsum

tulang dari elemen seluler di mana elemen – elemen tersebut menurun dalam darah. Oleh

5

karena lebih dari 200 penyakit berhubungan dengan splenomegali maka ganguan

hemoreologi seperti trombositopenia tentu ditemukan pada banyak kasus. Insidensi relative

penyebab splenomegali bergantung pada variasi geografis yang sangat besar. Di inggris

leukemia, limfoma maligna, anemia hemolitik dan hipertensi portal menjadi penyebab

sebagian besar kasus splenomegali. Di negara – negara tropis, insidensi penyebab hematologi

tersbeut jauh dibawah frekuensi pembesaran limpa akibat infeksi parasit tropic (malaria,

leishmaniasis dan skistosimiasis. Terdapat banyak faktor yang bertanggung jawab aas terjadi

splenomegali di negara – nergara tersebut, sehingga lebih dari satu ppatologi dapat

menyebabkan splenomegali pada suatu pasien.

4. Etiologi 9

a) Hipersplenisme primer : belum dikeahui penyebabnya

b) Hipersplenisme sekunder :

Penyakit infeksi atau parasit

Penyakit gaucher

Leukemia

Limfosarkoma

Penyebab pembesaran limpa :

a) Proses inflamasi (peradangan)

a. Akut atau subakut

Tifoid

Sepsis

Abses Limpa

Infeksi Mononukleosis

Endokardiasis bacterial subakut

b. Kronik

Tuberkulosis

Sifilis

Felty’s syndrome

Rheumatoid arthritis

6

Malaria

Leishmaniasis

Trypanosomiasis

Skistosomiasis

Ekinokokkosis

Sarkoid Boeck’s

Beryllium disease

b) Congestive atau bendungan splenomegali

a. Sirosis hati

b. Kegagalan jantung

c. Belum diketahui penyebabnya

c) Hiperplasia splenomegali

a. Thalassemia

b. Lupus eritematosus sistemik

c. Polisitemia vera

d. Anemia hemolitik murni

d) Infiltratif splenomegali

   a. Amiloidosis

   b. Diabetik Lipemia

   c. Penyakit Gaucher’s

   d. Penyakit Niemann-pick’s

5. Patofisiologi6,7

Pada hipersplenisme terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sehingga usia sel

darah merah menjadi lebih pendek (normalnya lebih kurang 120 hari), terbentuk antibodi

yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel rentan terhadap destruksi, dan terbentuk

faktor penghambat pertumbuhan sel darah yang mempengaruhi penglepasan sel darah dari

sumsum tulang. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu sel darah atau dapat terjadi

menyeluruh seperti pada pansplenisme.

Hipersplenisme merupakan keadaan patologi faal limpa yang mengakibatkan kerusakan

dan gangguan sel darah merah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali,

7

pansitopeni, dan hiperplasia kompensasi sumsum merah. Pembagian antara hipersplenisme

primer dan sekunder ternyata kurang tepat dan tidak lagi digunakan. Hipersplenisme primer

adalah hipersplenisme yang belum diketahui penyebabnya, pembesaran limpa akibat beban

kerja yang berlebih akibat sel abnormal yang melewati limpa yang normal. sedangkan

sekunder jika telah diketahui penyebabnya dimana limpa yang abnormal akan membuang sel

darah yang normal maupun yang abnormal secara berlebihan.

Kebanyakan splenektomi dilaksanakan setelah pasien didiagnosa dengan hypersplenisme.

Hypersplenisme bukanlah suatu penyakit spesifik hanyalah suatu sindrom, yang dapat

disebabkan oleh beberapa penyakit. Ditandai oleh perbesaran limpa (splenomegali), defek

dari sel darah, dan gangguan sistem turn over dari sel-sel darah.

Tabel hipersplenisme primer dan sekunder

Primer

a. Anemia hemolitik kongenital :

Sperositosis herediter

Eliptositosis herediter

Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dan piruvat kinase

Hemoglobinopati (Penyakit sel sabit)

Thalasemia mayor

b. Acquired anemia hemolitik

Purpura trombositopenik idiopatik

Purpura trombositopenik trombotik

Sekunder

a. Hipersplenisme primer

b. Obstruksi vena porta

c. Neoplasma

d. Penyakit gaucher

e. Metaplasia mieloid agnogenik

8

6. Manifestasi Klinis10

a) Pembesaran limpa

b) Penurunan 1 atau lebih jenis sel darah (Pansitopenia)

c) Merasa perut penuh terlalu cepat pada setelah makan

d) Nyeri perut pada bagian kiri

7. Diagnosis 10,11,12

a) Anamnesis :

Dari anamnesis dapat kita jumpai keluhan yang berkaitan dengan penyakit – penyakit

yang memiliki gejala hipersplenisme seperti adanya penyakit yang mendasari. Selain

itu pasien juga datang dengan keluhan nyeri perut bagian kiri, kadang pasien datang

dengan keluhan merasa perut terlalu cepat kenyang setelah makan, atau ada yang

datang dengan keluhan perutnya terasa membesar.

b) Gejala klinis :

Pembesaran limpa

Penurunan 1 atau lebih jenis sel darah

Merasa perut penuh terlalu cepat pada setelah makan

Nyeri perut pada bagian kiri

c) Pemeriksaan fisik :

Inspeksi : ada atau tidaknya pembesaran organ, pada splenomegali biasanya

tampak ada pembesaran pada daerah perut bagian kiri.

Perkusi : perkusi dilakukan pada costae x linea midklavikula sinistra. Terdapat

suatu ruang yaitu ruang traube, jika ruang ini terisi berarti ada pembesaran limpa.

Palpasi : pada palpasi tentukan adanya pembesaran lien (garis schuffner 1-8),

permukaan, konsistensi, pinggir, nyeri tekan, adanya incisura lienalis.

d) Laboratorium :

Pada pemeriksaan lab di temukan adanya tanda – tanda anemia, leukopenia, dan

trombositopenia (pansitopenia).

e) Radiologi :

9

CT scan atau MRI, untuk menentukan pembesaran limpa dan melihat adanya

penekanan terhadap organ sekitar.

f) Biopsi sumsum tulang :

Untuk menemukan adanya keganasan sel darah (leukemia atau limfoma)

8. Penatalaksanaan :6,7,9,13,14,15,16

a. Jika memungkinkan, dilakukan pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan

terjadinya pembesaran limpa.

b. Splenektomi

Mengingat fungsi filtrasi limpa, indikasi splenektomi harus dipertimbangkan

benar. Selain itu, splenektomi merupakan suatu operasi yang tidak boleh dianggap ringan.

Tindak bedah kadang sukar karena eksposisinya tidak mudah padahal splenomegali

sering disertai banyak perlekatan pada diafragma dan alat lain yang berdampingan.

Pengikatan a.lienalis sebagai tindakan pertama sewaktu operasi sangat berguna.

Pembuluh darah ini ditemukan dengan menelusuri bursa omentalis pada pinggir cranial

pankreas. Bila limpa besar sering dianjurkan pendekatan laparo-torakotomi yang

sekaligus menyayat diafragma sehingga daerah ekposisi menjadi halus.

Splenektomi dilakukan jika terdapat kerusakan limpa yang tidak dapat diatasi

dengan splenorafi, splenektomi parsial yang terdiri dari eksisi satu segmen dilakukan

jika ruptur limpa tidak mengenai hilus dan bagian yang tidak cedera masih vital.

Splenektomi total juga dilakukan secara elektif pada penyakit yang menuntut

pengangkatan limpa misalnya pada hiperplenisme atau kelainan hematologik tertentu.

Reimplantasi merupakan autotransplantasi jaringan limpa yang dilakukan setelah

splenektomi untuk mencegah terjadinya sepsis. caranya ialah dengan membungkus

pecahan parenkim limpa dengan omentum atau menanamnya di pinggang di belakang

peritoneum. Splenektomi sedapat mungkin dihindari pada cedera limpa. Komplikasi

pasca splenektomi terdiri dari atelektase lobus bawah pari kiri karena gerak diafragma

sebelah kiri pada pernapasan kurang bebas. Trombositosis pascabedah yang mencapai

puncak sekitar hari kesepuluh tidak menyebabkan kecenderungan ke trombosis karena

trombosit yang bersangkutan merupakan trombosit tua.

10

Splenektomi darurat

Pada kasus ruptur limpa, perdarahan massif bisa mengaburkan inspeksi.

Prosedur pertama adalah mengevakuasi bekuan secara manual dan dengan bantuan

suction. Jalankan tangan anda ke hilus untuk mengendalikan perdarahan dengan menekan

arteri dan vena lienalis di antara telunjuk dan ibu jari. Jika perdarahan tidak berhenti,

gunakan klem non-crushing untuk menjepit hilus. Ini memungkinkan penilaian terhadap

tingkat kerusakan limpa. Jika tatalaksana konservatif tidak berhasil, maka harus

dilakukan splenektomi formal.

c. Splenorafi

Splenorafi adalah operasi yang bertujuan mempertahankan limpa yang fungsional

dengan teknik bedah. Tindakan ini dapat dilakukan pada trauma tumpul maupun tajam

pada limpa. Tindak bedah ini terdiri dari membuang jaringan nonvital, mengikat

pembuluh darah yang terbuka, dan menjahit kapsul limpa yang terluka. Jika penjahitan

laserasi saja kurang memadai, dapat ditambahkan dengan pembungkusan kantong khusus

dengan atau tanpa penjahitan omentum.

Indikasi untuk splenektomi :

Indikasi dilakukannya splenektomi dapat dilihat sebagai berikut.

a. Elektif :

Kelainan hematologis

Bagian dari bedah radikal dari abdomen atas

Kista/tumor limpa

Penentuan stadium limfoma (jarang dikerjakan)

b. Darurat:

Trauma

Pendekatan terhadap limpa yang ruptur berbeda dari suatu splenektomi elektif.

Pasien yang mengalami trauma limpa harus ditangani pertama kali dengan

protokol ATLS (advanced trauma life support) dengan kontrol jalan napas,

pernapasan dan sirkulasi. Bilas peritoneum atau pemeriksaan radiologis harus

digunakan untuk menilai cedera abdomen sebelum operasi.

11

Kontraindikasi open splenektomi

a. Tidak ada kontraindikasi absolute terhadap splenektomy

b. Terbatasnya harapan hidup dan pertimbangan resiko operasi

Kontraindikasi laparoscopic splenectomy

a. Riwayat operasi abdominal bagian atas

b. Gangguan koagulasi yang tidak terkontrol

c. Jumlah trombosit yang sangat rendah (<20,000/100>

d. Perbesaran limpa secara massif misalnya perbesaran lebih dari 4 kali dari normal

e. Hipertensi porta

9. Komplikasi splenektomi 14,15,16

a. Komplikasi sewaktu operasi

a) Trauma pada usus.

Usus. Karena flexura splenika letaknya tertutup dan dekat dengan usus pada lubang

bagian bawah dari limpa, ini memungkinkan usus terluka saat melakukan operasi.

Perut. Perlukaan pada gaster dapat terjadi sebagai trauma langsung atau sebagai

akibat dari devascularisasi ketika pembuuh darah pendek gaster dilepas.

b) Perlukaan vaskular adalah komplikasi yang paling sering pada saat melakukan

operasi. Dapat terjadi sewaktu melakukan hilar diseksi atau penjepitan capsular pada

saat dilakukan retraksi limpa.

c) Bukti penelitian dari trauma pancreas terjadi pada 1%-3% dari splenektomi dengan

melihat tigkat enzim amylase. Gejala yang paling sering muncul adalah hiperamilase

ringan, tetapi tidak berkembang menjadi pankreatitis fistula pankeas, dan

pengumpulan cairan dipankreas.

d) Trauma pada diafragma. Telah digambarkan selama melakukan pada lubang superior

tidak menimbulkan kesan langsung jika diperbaiki. Pada laparoskopi splenektomi,

mungkin lebih sulit untuk melihat luka yang ada di pneomoperitoneum. Ruang pleura

meruapakan hal utama dan harus berada dalam tekanan ventilasi positf untuk

mengurangi terjadinya pneumotoraks.

12

b. Komplikasi setelah operasi

a) Komplikasi pulmonal hampir terjadi pada 10% pasien setelah dilakukan open

splenektomi, termasuk didalamnya atelektasis, pneumonia dan efusi pleura.

b) Abses subprenika terjadi pada 2-3% pasien setelah dilakukan open splenektomi.

Tetapi ini sangat jarang terjadi pada laparoskopi splenektomi (0,7%). Terapi biasanya

dengan memasang drain di bawak kulit dan pemkaian antibiotic intravena.

c) Akibat luka seperti hematoma, seroma dan infeksi pada luka yang sering terjadi

setelah dilakukan open splenektomi adanya gangguan darah pada 4-5% pasien.

Komplikasi akibat luka pada laparoskpoi splenektomi biasanya lebih sedikit (1,5%

pasien).

d) Komplikasi tromsbositosis dan dan trombotik. Dapat terjadi setelah dilakukan

laparoskopt splenektomi.

e) Ileus dapat terjadi setelah dilakukan open splenektomi, juga pada berbagai jenis

operas intra-abdominal lainnya.

f) Infeksi pasca splenektomi (Overwhelming Post Splenektomy Infection) adalah

komplikasi yang lambat terjadi pada pasien splenektomi dan bisa terjadi kapan saja

selama hidupnya. Pasien akan merasakan flu ringan yang tidak spesifik, dan sangat

cepat berubah menjadi sepsis yang mengancam, koagulopati konsumtif, bekateremia,

dan pada akhirnya dapat meninggal pada 12-48 jam pada individu yang tak

mempunyai limpa lagi atau limpanya sudah kecil. Kasus ini sering ditemukan pada

waktu 2 tahun setelah splenektomi.

g) Splenosis, terlihat adanya jaringan limpa dalam abdomen yang biasanya terjadi pada

setelah trauma limpa.

h) Pancreatitis dan atelectasis.

10. Usaha pencegahan akibat infeksi yang bisa terjadi akibat splenektomi15

a. Infeksi pasca splenektomi biasanya sering disebabkan oleh bakteri tak berkapsul yaitu

Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, dan Neisseria meningitides.

Patogen lainnya seperti Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa, Canocytophagia

canimorsus, group B streptococci, enterococcus spp, dan protozoa seperti plasmodium.

13

b. Infeksi Post-splenektomi pertama kali dituliskan oleh King dan Schumaker 1952. Insiden

ini diperkirakan antara 0,18-0,42% pertahun, dengan resiko seumur hidup 5%. Dari 78

studi yang telah dilakukam oleh Bisharat dkk, tahun 1966-1996. Terdapat 28 data yang

berhubuingan dengan insiden, angka kehidupan dan kematian dan dampak dari infeksi

pada usia yang berbeda-beda. Dari 19680 pasien yang telah dilakukan splenektomi, 3,2%

berkembang menjadi infeksi yang infasif, dan 1,4% meninggal. Waktu antara terjadinya

splenektomi dan infeksi rata-rata antara 22,6 bulan. Insiden infeksi tertinggi terjadi pada

pasien dengan tallasemia mayor (8,2%) dan anemia sel sabit (7,3%) dibanding dengan

pasien yang mengalami idiopatik trombositopenia (2,1%), dan pada anak dengan

tallasemia mayor (11,6%), anemia sel sabit(8,9%) dibandingkan pada pasien dewasa

dengan penyakit yang sama (7,4% dan 6,4%).

c. Infeksi dari post splenektomi dapat dicegah dengan memberikan pendekatan pada

pasien dan imunisasi rutin, pemberian antibiotik profilaksis, edukasi dan penanganan

infeksi yang segera.

14

BAB III

KESIMPULAN

Hiperslenisme bukan merupakn penyakit, namu merupakan tan dari suatu penyakit. Sesuai

dengan defenisinya hipersplenisme terdiri atas terdapat anemia, leucopenia, dan trombositopenia

atau kombinasinya, normoseluler atau hiperseluler sumsum tulang, pembesaran limpa, dan klinis

membaik bila dilakukan pengangkatan limpa.

Hipersplenisme berdasarkan etiolginya terbai 2, yaitu primer dan sekunder. Hiperspplenisme

primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan untuk hipersplenisme sekunder akibat penyakit

yang mendasarinya.

Untuk mendiagnosis suatu hipersplenisme dapat melalui anamnesis, pemeriksaan fisis,

labolatorium, radiologi, serta untuk menentukan adanya suuatu kegananasan dapat dengan biopsi

sumsum tulang.

Penatalaksanaan hipersplenisme dapat dilakukan splenektomi untuk hipersplenisme primer,

untuk hipersplenisme sekuder biasanya dengan mengobati peyakit yang mendasarinya. Untuk

splenektomi sendiri haru diperhatikan akan komplikasinya dan cara untuk mencegah terjadinya

komplikasi saat selesai dilakukan splenektomi.

15