20

Click here to load reader

BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Preeklamsia

Preeklamsia merupakan sindrom spesifik - kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003). Preeklamsia

terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur

kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan

kehamilan. Preeklamsia dapat berkembang dari preeklamsia yang ringan sampai

preeklamsia yang berat (George, 2007).

B. Epidemiologi Preeklamsia

1. Insiden Preeklamsia

Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor

yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat

pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklamsia sekitar 3-10%

(Triatmojo, 2003), sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian

preeklamsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran

(Dawn C Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila

dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda. Sudinaya (2000)

mendapatkan angka kejadian preeklamsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan

Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000

sampai 31 Desember 2000, dengan preeklamsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan

eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun

dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,

hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya preeklamsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan kejadian preeklamsia

pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi kronik yang tidak

terdiagnosa dengan superimposed PIH (Campbell, 2006). Di samping itu,

4

Page 2: BAB II

preeklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999) mendapatkan angka

kejadian dari 30 sampel pasien preeklamsia di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung

paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga

paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal,

maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklamsia

(13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan

kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan

kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

C. Faktor Risiko Preeklamsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya

preeklamsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang

mempengaruhi terjadinya preeklamsia. Faktor risiko tersebut meliputi :

1. Riwayat preeklamsia

Seseorang yang mempunyai riwayat preeklamsia atau riwayat keluarga

dengan preeklamsia maka akan meningkatkan risiko terjadinya preeclampsia

2. Primigravida

Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies)

belum sempurna sehingga meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia.

Perkembangan preeklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan

kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

3. Kehamilan ganda

Preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi kembar

atau lebih.

4. Riwayat penyakit tertentu

Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu sebelumnya, memiliki

risiko terjadinya preeklamsia. Penyakit tersebut meliputi hipertensi kronik, diabetes,

penyakit ginjal atau penyakit degeneratif seperti reumatik arthritis atau lupus.

5

Page 3: BAB II

D. Etiologi Preeklamsia

Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak

teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan

penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”. Teori sekarang yang dipakai

sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia plasenta”. Kelemahan teori ini

yaitu belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.

Adapun teori-teori tersebut adalah ;

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,

sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,

sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh

trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi

aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi

plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.

2. Peran Faktor Imunologis

Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan

pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak

sempurna. Pada preeklamsia terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi

komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

3. Peran Faktor Genetik

Preeklamsia hanya terjadi pada manusia. Preeklamsia meningkat pada anak

dari ibu yang menderita preeklamsia.

4. Iskemik dari uterus.

Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

5. Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan vasodilatasi

dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

6. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeklamsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang

6

Page 4: BAB II

mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil

dengan preeklamsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester

pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan

kehamilan (Bobak, 2004)

E. Patofisiologi Preeklamsia

Pada preeklamsia yang berat dan eklamsia dapat terjadi perburukan patologis

pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan

iskemia (Cunningham et al, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat

mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti

prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi

platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf

pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis

ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria.

Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan

peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan

volume intravaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan

pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan

trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan

janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Michael, 2005). Perubahan pada

organ-organ meliputi :

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklamsia

dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata

dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang

secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan

aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru

(Cunningham, 2003).

2. Metabolisme air dan elektrolit

7

Page 5: BAB II

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklamsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita

preeklamsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan

hipertensi kronik. Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna

air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun,

sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan

protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklamsia. Konsentrasi

kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo,

2005 ).

3. Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu

dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan

salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang

menunjukan tanda preeklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah adanya

skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan

preedaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina

(Rustam, 1998).

4. Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada

korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo,

2005).

5. Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,

sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi

gawat janin. Pada preeklamsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim

dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6. Paru-paru

Kematian ibu pada preeklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema

paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi

pneumonia, atau abses paru (Rustam, +++).

8

Page 6: BAB II

F. Gambaran Klinis Preeklamsia

1. Gejala subjektif

Pada preeklamsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-

gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat dan merupakan

petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih

tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan

sistolik 30mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari

140/90mmHg. Tekanan darah pada preeklamsia berat meningkat lebih dari 160/110

mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan

takikardia, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,

hiperefleksia, pendarahan otak (Michael, 2005).

3. Diagnosis Preeklamsia

Diagnosis preeklamsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan

pemeriksaan laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklamsia dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu :

a. Preeklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut.

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan

riwayat tekanan darah normal. Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau

kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.

b. Preeklamsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut.

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

2) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

9

Page 7: BAB II

3) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

4) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di

epigastrium.

5) Terdapat edema paru dan sianosis

6) Trombositopeni

7) Gangguan fungsi hati

8) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

4. Penatalaksanaan Preeklamsia Berat

a. Penanganan umum

1) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan

diastolik diantara 90-100 mmHg

2) Pasang infus RL (Ringer Laktat)

3) Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload

4) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

5) Jika jumlah urin < 30 ml perjam

6) Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

7) Pantau kemungkinan edema paru. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang

disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin

8) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam

9) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda

edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan

diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena

10) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak

terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul Bari,

2001).

b. Antikonvulsan

10

Page 8: BAB II

Pada kasus preeklamsia yang berat dan eklamsia, Magnesium Sulfat yang

diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan

depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan

secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.

Infus intravena kontinu.

1) Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan

diberikan dalam 15-20 menit.

2) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena.

3) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan

infuse untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l).

4) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

5) Injeksi intramuskular intermiten:

a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intravena dengan

kecepatan tidak melebihi 1 g/menit.

b) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebahagian (5%) disuntikan

dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat

mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4

sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan

tidak melebihi 1g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4

dapat diberikan sampai 4 gram perlahan.

c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang

disuntikan dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi

setelah dipastikan bahwa:

Refleks patela (+)

Tidak terdapat depresi pernapasan

Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml • MgSO4

dihentikan 24 jam setelah bayi lahir

Siapkan antidotum

11

Page 9: BAB II

d) Jika terjadi henti napas, berikan bantuan dengan ventilator atau berikan

Kalsium Glukonas 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena perlahan-

lahan sampai pernapasan mulai lagi.

c. Antihipertensi

1) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan

selama 5 menit sampai tekanan darah turun.

2) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5

intramuskular setiap 2 jam.

3) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan :

a) Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

b) Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak

membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan sampai 20 mg

intravena (Cunningham, 2003).

d. Persalinan

Pada preeklamsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam. Jika seksio

sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa tidak terdapat koagulopati. Anestesi yang

aman/terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia lokal, sedangkan

anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi.

G. Penatalaksanaan Preeklamsia Berat Menurut Protap RSUP Sanglah

1. Pengertian

a. Batasan

Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih atau

sama dengan 160/110 mmHg disertai protein uria pada umur kehamilan 20 minggu

atau lebih.

b. Gejala Klinis

Bila didapatkan satu atau lebih gejala di bawah ini :

12

Page 10: BAB II

1) Tekanan darah sistole lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastole lebih

atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu

hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring.

2) Protein uria lebih dari 5 gram dalam 24 jam atau kualitatif +4 (++++).

3) Oliguria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang

disertai kenaikan kadar kreatinin darah.

4) Adanya keluhan subjektif :

a) Gangguan visus : mata berkunang – kunang

b) Gangguan serebral : kepala pusing

c) Nyeri epigastrium pada kuadran kanan atas abdomen

d) Hiperrefleksia

5) Adanya sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelet

count).

6) Sianosis

7) PJT

c. Diagnosis

1) Umur kehamilan 20 minggu atau lebih

2) Didapatkan satu atau lebih gejala – gejala pre-eklamsia berat

3) Diagnosa banding

a) Hipertensi kronik dalam kehamilan

b) Kehamilan dengan sindroma nefrotik

c) Kehamilan dengan payah jantung

2. Tujuan

a. Mampu membuat diagnosa PE berat

b. Mampu merawat penderita dengan PE berat

c. Mampu menangani persalinan dengan PE berat

d. Mampu menangani bayi yang lahir dengan ibu PE berat

e. Mencegah terjadinya Eklamsia

f. Mencegah komplikasi pada ibu dan anak

13

Page 11: BAB II

1) Menurunkan AKB dan AKI

3. Kebijakan

a. Pelayanan dilaksanakan oleh residen yang kompeten untuk kasus ini sesuai

dengan jenjang pendidikan dengan bimbingan konsultasi jaga atau supervisor

ruangan.

b. Pada kasus – kasus yang khusus perawatan atau penanganan pasien agar

dikonsulkan dengan ke sub bagian Feto Maternal atau Bag/SMF lain terkait.

4. Prosedur

a. Perawatan Konservatif

1) Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya tanda – tanda

impending Eklamsia atau keluhan subjektif dengan keadaan janin baik.

2) Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)

a) Tirah baring

b) Infus Ringer Laktat yang mengandung 5% Dekstrosa, 60-125 cc/jam.

c) Pemberian MgSO4 :

Dosis awal MgSO4 20%, 4 gr IM, dilanjutkan dengan MgSO4

50%, 5 gr IM

Dosis pemeliharaan : MgSO4 50%, 5 gr tiap 4 jam sampai 24 jam

Ingat harus selalu tersedia Kalsium Glukonas 10% sebagai

antidotum

d) Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah :

Bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg atau diastole lebih

atau sama dengan 110 mmHg digunakan injeksi satu ampul

Clonidin yang dlarutkan dengan 10 cc larutan. Mula – mula

disuntikkan 5 cc perlahan – lahan selama 5 menit, 5 menit

kemudian tekanan darah diukur, bila belum ada penurunan maka

diberikan lagi 5 cc IV dalam 5 menit sampai tekanan darah diastole

norma, dilanjutkan dengan Nifedipin 3x10 mg

14

Page 12: BAB II

Bila tekanan darah sistole kurang dari 180 mmHg dan diastole

kurang dari 110 mmHg antihipertensi yang diberikan adalah

Nifedipin 3x10 mg

e) Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal)

dan jumlah produksi urine 24 jam.

f) Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian

jantung dan bagian lain sesuai dengan indikasi

3) Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama

24 jam di ruang bersalin)

a) Tirah baring

b) Medikamentosa

c) Pemeriksaan Laboratorium :

Darah lengkap dan hapusan darah tepi

Homosistein

Fungsi ginjal dan hati

Urine lengkap

Produksi urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari/indeks

gestosis

Diet biasa

Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/Doppler USG)

4) Perawatan konservatif dianggap gagal bila :

a) Adanya tanda – tanda impending eklamsia (keluhan subjektif)

b) Kenaikan progresif dari tekanan darah

c) Adanya sindroma HELLP

d) Adanya kelainan fungsi ginjal

e) Penilaian kesejahteraan janin jelek

5) Penderita boleh pulang jika :

Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda – tanda preeklamsia

ringan, perawatan dilanjutkan sekurang – kurangnya 3 hari lagi

15

Page 13: BAB II

6) Bila keadaan penderita tetap, dilakukan pematangan paru dilanjutkan

dengan terminasi

b. Perawatan Aktif

1) Indikasi

a) Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek

b) Adanya keluhan subjektif

c) Adanya sindroma HELLP

d) Kehamilan aterm (lebih atau sama dengan 37 minggu)

e) Apabila perawatan konservatif gagal

f) Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar bersalin tekanan

darah tetap lebih atau sama dengan 160/110 mmHg

2) Pengobatan Medisinal

a) Segera rawat inap

b) Tirah baring miring ke satu sisi

c) Infus RL yang mengandung Dekstrosa 5% dengan 60-125 cc/jam

d) Pemberian anti kejang MgSO4

e) Pemberian antihipertensi berupa Clonidin IV, dilanjutkan dengan

Nifedipin 3x10 mg atau Metildopa 3x250 mg, dapat dipertimbangkan bila

:

Sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg

Diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg

3) Pengobatan Obstetrik

a) Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif, pada setiap penderita

dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin

b) Tindakan Sectio Cesaria dilakukan bila :

Hasil kesejahteraan janin jelek

Penderita belum inpartu dengan PS jelek (kurang dari 5)

Kegagalan drip Okstosin

c) Induksi dengan drip Oksitosin dikerjakan bila NST baik dan PS baik

16

Page 14: BAB II

d) Pada PE berat persalinan harus terjadi dalam 24 jam

17