Upload
luthfita-rahmawati
View
219
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TB paru
Citation preview
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. S
• Jenis kelamin : LK
• Umur : 38 tahun
• Alamat : Jl. Sukapura, Cilincing
• Status : menikah
• Agama : Islam
• Tanggal Masuk : 10 Oktober 2015
ANAMNESIS
• Keluhan utama :
Batuk darah sejak ± 4 jam SMRS
• Keluhan Tambahan :
Pusing, lemas, sesak
• Riwayat Penyakit Sekarang :
• Pasien datang ke RS Islam Jakarta Sukapura dengan keluhan batuk darah sejak ± 4 jam
SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah kehitaman bercampur dahak
keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja. Sebelumnya pasien mempunyai
keluhan batuk lama ± 2 bulan, namun dahaknya sulit keluar. Pasien mengeluh sesak
dirasakan sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah berat, namun dapat
menghilang kembali. Sesak dirasakan memberat pada malam hari. Pasien merasa lemas
dan nafsu makan menurun sehingga pasien merasa badannya semakin kurus. 1 hari
sebelumnya pasien merasakan pusing berputar dan tidak bergairah untuk melakukan
aktivitas sehari – hari.
Keluhan tidak disertai nyeri dada, jantung tidak terasa berdebar-debar, tidak ada demam,
nyeri ulu hati, tidak ada mual dan muntah, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
• Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat asma, hipertensi, DM, dan TB disangkal.
• Riwayat penyakit keluarga :
Tidak terdapat riwayat penyakit seperti ini pada keluarga. Riwayat TB Hipertensi, DM, dan
Asma pada keluarga disangkal.
• Riwayat pengobatan
Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas hanya diberi obat batuk dan amoxicillin namun
pasien tidak membaik.
• Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat, debu, dan makanan disangkal.
• Riwayat psikososial
Pasien bekerja sebagai pedagang di pasar. Pasien sering kontak dengan orang atau pedagang
yang nafsu makan menurun.
PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Composmentis
• Status Gizi
• BB sebelum sakit: 45 kg
• BB setelah sakit : 41 kg
• TB : 165 cm
• Kesimpulan : 17,2 (underweight)
• Tanda Vital
• Nadi : 96 x/menit,
• Pernapasan : 22 x/menit, reguler
• Suhu : 36,8 0C
• TD : 120 / 80 mmHg
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : sekret (-), Epistaksis (-), septum deviasi (-)
Telinga : Sekret (-), Normotia, Nyeri tekan (-).
Mulut : mukosa bibir kering, sianosis (-), bercak darah (+)
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Kel. Tiroid (-)
Thoraks
• Paru-Paru
– Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-).
– Palpasi : vokal fremitus dalam batas normal
– Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
– Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi kasar (+/+)
• Jantung
– Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
– Palpasi : Ictus cordis teraba
– Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea midclavicula sinistra
Batas jantung bawah : ICS IV linea parasternalis sinistra
ICS V linea midclavicula sinistra
– Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
• Inspeksi : Datar, Scar (-), distensi (-)
• Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-).
Ekstremitas
• Ekstremitas atas :
Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit baik
• Ekstremitas bawah :
Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit baik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
10/10/2015
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Laju endap darah 8 mm/1jam L = 0-15; P = 0-20
Hemoglobin 13,3 g/dl L = 13,8 – 17,0; P= 11,3-
15,5
Leukosit 7.800 /µl L = 4,5 – 10,8; P = 4,3 –
10,4
Differential:
- Basofil
- Eosinofil
- Batang
- N. Segmen
- Limfosit
- Monosit
0
1
2
67
17
13
%
%
%
%
%
%
0 – 0,3 %
2 – 4
1 – 5
51 – 67
20 – 30
2 – 6
Eritrosit 4,5 Juta/ mm3 L = 4,7 – 6,1
P = 4,2 – 5,4
Hematokrit 38 % L = 40,0 – 54.0
P = 38,0 – 47,0
Trombosit 235.000 / µl L = 185.000 – 402.000
P = 132.000
MCV 85 fl L = 80 – 94 P = 81 - 99
MCH 23 Pg 27 – 32
MCHC 33 g/dl 31 – 34
14/10/2015
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,9 g/dl L = 13,8 – 17,0; P= 11,3-
15,5
Leukosit 8.200 /µl L = 4,5 – 10,8; P = 4,3 –
10,4
Hematokrit 41 % L = 40,0 – 54.0
P = 38,0 – 47,0
Trombosit 266.000 / µl L = 185.000 – 402.000
P = 132.000
GDS 123 Mg/dl <200
Kreatinin 0,7 Mg/dl L= 0,9 – 1,3 P = 0,6 – 1,1
09.30 BTA +2
13.00 BTA +2
15.00 BTA +2
Cor, sinuses, dan diafragma normal
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
Skeletal dan jaringan lunak normal
Pulmo: Hili normal, corakan vascular normal
Tampak infiltrate di lapang atas paru kanan
Kesan : TB paru dextra
Tidak tampak pembesaran jantung
RESUME:
Pasien laki-laki, 38 tahun, datang ke UGD RSIJ Sukapura dengan keluhan batuk darah sejak
± 4 jam SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah kehitaman bercampur dahak
keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja. Sebelumnya pasien mempunyai
keluhan batuk lama ±2 bulan, namun dahaknya sulit keluar. Pasien mengeluh sesak dirasakan
sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah berat, namun dapat menghilang kembali.
Sesak dirasakan memberat pada malam hari. Pasien merasa lemas dan nafsu makan menurun
sehingga pasien merasa badannya semakin kurus. 1 hari sebelumnya pasien merasakan
pusing berputar dan tidak bergairah untuk melakukan aktivitas sehari – hari. Pasien bekerja
sebagai pedagang di pasar. Pasien sering kontak dengan orang atau pedagang yang nafsu
makan menurun. Pasien sebelumnya berobat ke puskesmas hanya diberi obat batuk dan
amoxicillin namun pasien tidak membaik.
Pemeriksaan fisik :
- BB sebelum sakit : 45 kg
- BB setelah sakit : 41 kg
- TB : 165 cm
- Kesimpulan : 17,2 (underweight)
Tanda Vital
- Nadi : 96 x/menit,
- Pernapasan : 22 x/menit, reguler
- Suhu : 36,8 0C
- TD : 120 / 80 mmHg
Ronkhi kasar (+/+)
Pemeriksaan penunjang:
BTA 3x +2. Rontgen : TB paru dextra
DAFTAR MASALAH
• Hemoptisis
• dispneu
ASSESMENT
Hemoptisis
S : batuk darah sejak ± 4 jam SMRS. Batuk darah berupa percikan berwarna merah
kehitaman bercampur dahak keputihan. Batuk darah baru dirasakan 1 hari ini saja.
Sebelumnya pasien mempunyai keluhan batuk lama ±2 bulan, namun dahaknya sulit
keluar. Pasien mengeluh nafsu makan menurun sehingga pasien merasa badannya
semakin kurus.
O : BB sebelum sakit : 45 kg
- BB setelah sakit : 41 kg
- TB : 165 cm
- Kesimpulan : 17,2 (underweight)
Tanda Vital
- Nadi : 96 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, regular, Suhu : 36,8 0C, TD
:120/80 mmHg. Ronkhi kasar (+/+).
Pemeriksaan penunjang: BTA 3x +2. Rontgen : TB paru dextra
A : Hemoptisis e.c TB paru
P: - IVFD Rl 500 cc/ 8 jam
- Ambroxol 3 x 1/ hari
- OAT kategori I = 3 x RHZE
Dispneu
S : Pasien mengeluh sesak dirasakan sudah dari ± 1 bulan yang lalu. Sesak bertambah
berat, namun dapat menghilang kembali. Sesak dirasakan memberat pada malam hari.
Pasien merasa lemas dan nafsu makan menurun sehingga pasien merasa badannya
semakin kurus. O : BB sebelum sakit : 45 kg
- BB setelah sakit : 41 kg
- TB : 165 cm
- Kesimpulan : 17,2 (underweight)
Tanda Vital
- Nadi : 96 x/menit, Pernapasan : 22 x/menit, regular, Suhu : 36,8 0C, TD
:120/80 mmHg. Ronkhi kasar (+/+).
Pemeriksaan penunjang: BTA 3x +2. Rontgen : TB paru dextra
A : Dispneu e.c TB paru
P: - IVFD Rl 500 cc/ 8 jam
- Ambroxol 3 x 1/ hari
OAT kategori I = 3 x RHZE
FOLLOW UP
Tanggal 10 Oktober 2015 (hari ke 1)
S : batuk darah, sesak nafas, lemas, nafsu makan menurun hingga merasa kurus, pusing.
O : TD = 110/70 mmHg
Nadi = 80 x/ menit
RR = 20 x/ menit
S = 36,5 °C
Ronkhi (+/+)
A : TB paru
P : Terapi:
IVFD Rl 500 cc / 8 jam
Ambroxol 3 x 1
OAT kategori I 3 x RHZE
Vit C
Vit B-compleks
Vit K
Tanggal 11 Oktober 2015 (hari ke 2)
S : Batuk darah ± 10 x tadi malam, sempat makan dan minum di muntahkan, sesak sudah
berkurang, masih merasa lemas dan pusing.
O : TD = 110/70 mmHg
Nadi = 80 x/ menit
RR = 20 x/ menit
S = 36,5 °C
Ronkhi (+/+)
A : TB paru
P : Terapi:
IVFD Rl 500 cc / 8 jam
Ambroxol 3 x 1
OAT kategori I 3 x RHZE
Vit C
Vit B-compleks
Vit K
Tanggal 12 Oktober 2015 (hari ke 3)
S : batuk darah masih ada, sesak tidak ada, muntah 2x pagi hari, masih terasa lemas dan pusing.
O : TD = 120/80 mmHg
Nadi = 76 x/ menit
RR = 20 x/ menit
S = 36,7 °C
ronkhi (+/+)
A : TB paru
P : Terapi:
IVFD Rl 500 cc / 8 jam
Ambroxol 3 x 1
OAT kategori I 3 x RHZE
Vit C
Vit B-compleks
Vit K
Tanggal 13 Oktober 2015 (hari ke 4)
S : batuk darah, lemas, pusing
O : TD = 110/80 mmHg
Nadi = 84 x/ menit
RR = 20 x/ menit
S = 36,7 °C
Ronkhi (+/+)
A : TB paru
P : rencana pemeriksaan : Rontgen Thoraks, HR (Hb, Ht, Trombosit, leukosit)
Terapi:
IVFD Rl 500 cc / 8 jam
Ambroxol 3 x 1
OAT kategori I 3 x RHZE
Vit C
Vit B-compleks
Vit K
Tanggal 14 Oktober 2015 (hari ke 5)
S : batuk darah berkurang, pusing, lemas
O : TD = 120/80 mmHg
Nadi = 86 x/ menit
RR = 18 x/ menit
S = 36,8 °C
Ronkhi (+/-)
A : TB paru
P : Terapi:
IVFD Rl 500 cc / 8 jam
Ambroxol 3 x 1
OAT kategori I 3 x RHZE
Vit C
Vit B-compleks
Vit K
Tanggal 15 Oktober 2015 (hari ke 5)
S : batuk berdahak , lemas
O : TD = 120/80 mmHg
Nadi = 86 x/ menit
RR = 18 x/ menit
S = 36,8 °C
A : A : TB paru
P : Terapi:
IVFD Rl 500 cc / 8 jam
Ambroxol 3 x 1
OAT kategori I 3 x RHZE
Vit C
Vit B-compleks
Vit K
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hemoptisis
Definisi
Mendahakan darah yang berasal dari bronkus atau paru. Hemoptisis bisa banyak, atau
bisa pula sedikit sehingga hanya berupa garis merah cerah di dahak. Hemoptisis dinyatakan
sebagai jelas atau nyata (gross/frank) bila lebih dari sekedar garis di sputum namun kurang dari
kriteria masif. Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini darituberkulosis aktif.
Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis disebabkan oleh lesi pada
saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus.
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan :
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam yang sering terjadi darah bercampur dengan
sputum, umumnya terjadi pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam. Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang
lebih besar. Biasanya terjadi pada kanker paru, pneumonia, tuberkulosis, atau emboli
paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam. Biasanya terjadi pada kanker paru, kavitas pada
TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau darisaluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan
( factitious). Hemoptisis palsu ini dapat berasal dari rongga mulut, hidung, faring, lidah
atau bahkan hematemesis yang masuk ke tenggorokan dan memancing refleks batuk.
Hemoptisis palsu juga bisa berasal dari kelebihan dosis rifampisin dan juga keadaan
malingering atau pasien yang melukai diri sendiri sehingga tampak seperti batuk darah.
Pada kasus, pasien mendahakan darah dari mulai pagi SMRS hingga anamnesa
dilakukan sebanyak 10 x. Setiap mendahakan darah kurang lebih 5 cc (1 sendok
makan). Sehingga batuk darah pada kasus ini kurang lebih sekitar 50 cc.
Patogenesis
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari bronkus
utama hingga bronkiolus terminalis), pleura, jaringan limfoid intrapulmonar, serta persarafan di
daerah hilus. Arteri pulmonalis pada dasarnya adalah membawa darah dari vena sistemik,
memperdarahi jaringan parenkim paru termasuk bronkiolus respiratorius. Anastomosis arteri dan
vena bronkopulmonar, yang merupakan hubungan antara kedua sumber perdarahan diatas, terjadi
didekat persambungan antara bronkiolus respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini
memungkinkan kedua sumber darah untuk saling mengimbangi. Apabila aliran dari satu darah
meningkat maka pada sistem yang lain akan terjadi penurunan. Studi arteriografi menunjukan
bahwa 92% hemoptisis berasal dari arteri-arteri bronkialis.
Patogenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari kelainan. Secara umum bila
perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka perdarahan adalah dari sirkulasi bronkialis,
sedangkan bila lesi di parenkim maka perdarahan adalah dari sirkulasi pulmoner. Pada
keadaan kronik dimana terjadi perdarahan berulang, maka perdarahan seringkali berhubungan
dengan peningkatan vaskularitas di lokasi yang terlibat.
Pada karsinoma bronkogenik, perdarahan berasal dari nekrosis tumor serta terjadinya
hipervaskularisasi pada tumor, atau juga bisa berhubungan dengan invasi tumor ke pembuluh
darah besar.
Pada adenoma bronkial, perdarahan sering terjadi dari ruptur pembuluh-pembuluh darah
permukaan yang menonjol. Pada bronkiektasis perdarahan sering terjadi akibat iritasi oleh
infeksi dari jaringan granulasi yang menggantikan dinding bronkus yang normal.
Mekanisme hemoptisis pada stenosis mitral dan gagal jantung diduga berasal dari
pecahnya varises dari vena bronkialis di submukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena
pulmonalis. Hal ini tampak dari pelebaran pembuluh-pembuluh darah yang beranastomosisantara
arteri bronkialis dan pulmonalis. Pada emboli paru, hemoptisis timbul akibat infark jaringan
paru. Bisa juga perdarahan akibat aliran darah berlebihan pada anastomosis
bronkopulmonar pada sebelah distal dari tempat sumbatan.
Pada tuberkulosis paru, penyebab bisa sangat beragam. Pada lesi parenkim akut,
perdarahan bisa akibat nekrosis percabangan arteri / vena. Pada lesi kronik, lesi fibroulseratif
parenkim paru dengan kavitas bisa memiliki tonjolan aneurisma arteri ke rongga cavitas yang
mudah berdarah. Pada tuberkulosis endobronkial, perdarahan bisa terjadi akibat ulserasi
granulasi dari mukosa bronkus. Pada trakeostomi perdarahan bisa akibat fistula trakeoarteri
terutama arteri inominata. Perdarahan difus intra pulmonar yang berasal dari pecahnya
kapilerbisa terjadi pada berbagai penyakit autoimun.
Pada kasus, tidak dirasakan muntah maupun mual, pasien juga mengeluh nyeri dada dan
darah yang keluar adalah merah segar. Hal ini mengarah ke dalam keadaan hemoptisis.
Pada kasus, pasien mengalami penurunan berat badan. Sehingga diagnosis yang mungkin
pada kasus ini adalah tuberkulosis dan keganasan.
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :
1. Infeksi :terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, bronkiektasis, jamur dan
sebagainya.
2. Kardiovaskuler :ruptur arteri pulmonalis, ruptur arteri bronkial, fistula arteriovena
pulmonalis, gagal jantung kongestif, perdarahan intrapulmonar difus
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Kelainan hematologi : leukemia
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Lain-lain : idiopatik dan iatrogenik (biopsi jarum paru, bronkoskopi, kateterisasi jantung,
malposisi WSD)
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :
1. Tumor :karsinoma, adenoma, metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.
2. Infeksi: aspergilloma, bronkhiektasis (terutama pada lobus atas), tuberkulosis paru.
3. Infark Paru
4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis
5. Sistemic Lupus Eritematosus, Goodpasture’s syndrome, Idiopthic pulmonary
haemosiderosis, Bechet’s syndrome
6. Cedera pada dada/trauma: kontusio pulmonal, Transbronkial biopsi, Transtorakal biopsi
memakai jarum.
7. Kelainan pembuluh darah :malformasi arteriovena, hereditary haemorrhagic
teleangiectasis
8. Bleeding diathesis.
Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
Radang mukosa : pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadirapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup
untuk menimbulkan batuk darah.
Infark paru, biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluhdarah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler, distensi pembuluh darah akibat kenaikan
tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis
Kelainan membran alveolokapiler Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran,
seperti padaGoodpasture’s syndrome
Perdarahan kavitas tuberkulosa : pecahnya pembuluh darah dinding cavitas tuberkulosis
yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen : pemekaran pembuluh darah ini berasal dari
cabang pembuluh darah bronkial.
Invasi tumor ganas
Cedera dada akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi kedalamalveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :
1. Hemoptisis masif Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria masif yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akantetapi Hb
kurang dari 10 g%.
Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapidalam
pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe selain terjadi
vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,sehingga kadar Hb tidak selalu
memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi. Dalam kasus ini, kadar Hb pasien
masih dalam batas normal.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh
karena :
Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang
dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang hilang
sesungguhnya.
Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengantinja, sehingga
tidak ikut terhitung
Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :
Apakah terjadi tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik (hypovolemik
shock).
Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai
denganadanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan mekanik
pada jantung, maupun aliran darah serebral.
Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauanterhadap gas darah, disamping menentukan fungsi-
fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk,
yaitu bentuk akut berupa asfiksia dan renjatan hipovolemik.Bila terjadi hemoptisis, maka harus
dilakukan penilaian terhadap:
Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
Lamanya perdarahan.
Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Klasifikasi menurut Pussel :
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan
Positif tiga hemoptisis sedang
Positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
Diagnosis
Diagnosis utama yang penting adalah memastikan apakah darah memang bukan dari
muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-
urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun
penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan :
Anamnesis :jumlah dan warna darah, lamanya perdarahan, batuknya produktif atau
tidak, batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan, sakit dada, substernal atau
pleuritik, hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan
batuk, wheezing, riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu, riwayat penggunaan
antikoagulan. Pada kasus ini warna darah merah segar, jumlah darah sekitar 50
cc, batuknya tidak produktif, batuk terjadi sesudah perdarahan, sakit dada.
Pemeriksaan fisik: dicari gejala/tanda lain diluar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening snap,
pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi. Pada kasus tidak
ditemukan pembesaran kelenjar limfe dan kelainan yang lain.
Pada kasus ini pasien mengalami granulositosis, limfopenia, Ht menurun,
Gambaran anemia mikrositik hipokrom. Dengan sedikit peningkatan kreatinin.
Hal ini menunjukan telah terjadi perdarahan dan infeksi yang bersifat akut
Pemeriksaan penunjang foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat
pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan
tempat perdarahannya.Pada kasus terdapat gambaran opasitas pada apek pulmo
dekstra.
Pemeriksaan bronkoskopi : indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : bila
radiologik tidak didapatkan kelainan, batuk darah yang berulang-ulang, batuk darah
masif
Tata laksana
Kecepatan perdarahan dan efek terhadap pertukaran gas menentukan penatalaksanaan
hemoptisis. Bila perdarahan hanya sedikit atau hanya berupa bercak didahak dan umumnya
pertukaran gas tidak terganggu maka penegakan diagnosis merupakan prioritas pada pasien
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhe
nti sendiri. Pada hemoptisis yang masif perlu mendapatkan perhatian dalam upaya
mempertahankan jalan nafas dan pertukaran gas agar tidak terjadi asfiksisa. Tujuan pokok
terapi ialah :
Mencegah tersumbatnya saluran napas.
Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
Menghentikan perdarahan
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
a. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring
(lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Pada kasus pasien disarankan tidur
tanpa bantal dan posisi miring ke arah yang sakit yaitu miring ke kanan.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Lavase bronkus dengan larutan salin normal dingin dapat dipertimbangkan pada kasus
tidak masif
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya
vit.K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.Pada kasus ini diberikan Kalnex yang
berisi asam traksenamat untuk mengatasi perdarahan.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan.
Pemberian oksigen bila ada tanda gangguan pertukaran gas
Tindakan selanjutnya bila mungkin
Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopidan
pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
Terapi lain
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Terapi foto laser sulit digunakan bila hemoptisis sangat masif
Terapi emboli
Di Indonesia karena terapi emboli dan terapi laser tidak tersedia, maka jika perdarahan 250
ml/hari perlu dipertimbangkan terapi bedah. Namun pada sentra dengan kemampuan terapi laser
dan emboli, tindakan bedah hanya dibatasi pada perdarahan 1 liter/hari atau lebih
B. Tuberkulosis Paru
Definisi
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan olehbakter
i Micobakterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia
melalui udara pernapasan kedalam paru. Kemudian bakteri tersebut menyebar dari paru ke
bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui salurannapas
(bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. TB dapat terjadi pada
semua kelompok umur, baik di paru maupun di luar paru.
Epidemiologi
Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 didunia setelah Cina
dan India. TB menempati peringkat ke-3 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi
nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%.
Etiologi
Etiologi tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang
lurus, tidak berspora, dan tidak berkapsul, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Sebagian besar dinding bakteri terdiri atas asam lemak
(lipid), kemudian peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid inilah yang menyebabkan kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol).Bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4/um dan tebal 0,6/um. Mycobakterium memiliki sifan aerob, sehingga menunjukan bahwa
kuman ini menyenangi jaringan dengan tinggi kandungan oksigennya. Bakteri TB cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh, bakteriini dapat menjadi dorman selama beberapa tahun.
Didalam jaringan kuman, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak
mengadung lipid.Bakteri dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orangyang
berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.
Gambar paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior
Klasifikasi
a. Tuberkulosis Primer
b. Tuberkulosis Pasca Primer
Patofisiologi
M. tuberculosis dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan,
saluran pencernaandan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet nuclei yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam droplet yang terhirup dan
mencapai alveoli.Resistensi dan hipersensitivitas host sangat mempengaruhi perkembangan
penyakit.Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya
adalah makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe
imunitasseperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi
oleh limfositdan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi
lambat.Pembentukan dan perkembangan lesi serta penyembuhannya atau progresifnya terutama
ditentukan oleh :
Jumlah kuman yang masuk
Virulensi kuman.
Hipersensivitas dari host.
Daya tahan host
Saat masuk ke tubuh manusia kuman Mycobacterium tuberculosis akan membentuk duatipe lesi
utama:
Tipe eksudatif : terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan
kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,dimana
lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan
resolusisehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis massif
dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini tes
tuberculin positif.
Tipe produktif : terjadi bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu
granulomamenahun yang terdiri dari 3 daerah:
- Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yangmengandung
basil tuberkel.
- Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.
- Daerah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian
terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan
membentuk kaverna
Lesi ini selanjutnya sembuh dengan fibrosis atau kalsifikasi.Basil juga menyebar melalui getah
bening menuju kelenjar getah bening regional, basildapat menyebar lebih lanjut dan mencapai
aliran darah yang selanjutnya menyebar ke seluruhorgan, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat
yang memiliki kandungan oksigen yang tinggioleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di
paru.Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
bersatu sehinggamembentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini
membutuhkan waktu10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang
relatif padat danseperti keju, lesi seperti ini disebut dengannekrosis kaseosa.
Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Sarang primer ini
dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru.
Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan penyembuhannya
Penularan kuman Mycobacterium tuberculosis
Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei(partikel
kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah terinfeksi).Setiap
kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif
(memilikikemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan
kelembaban. Dalamsuasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.
Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas bagianatas
dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan membentuk sarang
primer dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut komplek primer.
Komplek primer selanjutnya mengalami perkembangan penyakit tergantung virulensi,
jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Kompleks primer dapat sembuh tanpa
cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan
menyebar baik secarahematogen atau limfatogen
Semua orang yang menghirup kuman TBC tidak akan tertular penyakit tersebut. Pada
orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap sehat. Kuman-
kuman akan mulai aktif dan berkembang-biak sehingga menimbulkan penyakit TBC, bila :
Kekurangan gizi
Kondisi fisik yang lemah
Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus
Narkotika
Menggunakan hormon steroid
Perokok berat
Manifestasi Klinis
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdah
ak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeridada, dan
penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan
kematian.Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Gejala Respiratorik
Batuk lebih dari 3 minggu
Dahak (sputum)
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Wheezing
Gejala Sistemik
Demam dan menggigil
Penurunan berat badan
Rasa lelah dan lemah (malaise)
Berkeringat banyak terutama di malam hari
Nafsu makan menurun
Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis meliputi empat hal, yaitu
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2. Bakteriologi : hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif
3. Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh
dokter.
Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
Tuberculosisatau tidak ada fasilitas biakan, sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimendahak
SPS hasilnya BTA positif.
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b.Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum, menurut WHO tahun 1991
memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru :
Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaranklinis dan
radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakanMyccobacterium
tuberculosispositif
Pada kasus ini sudah dilakukan BTA sputum SPS. Namun hasilnya belum ada.
c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu :
Kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan
OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh ( relaps) : pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatantuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
didiagnosiskembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (default) : pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1
bulan dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA (+) atau BTA (-) Kasus setelah
gagal (failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembalimenjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (transfer In) : pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain: semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
Pasien merupakan kasus baru dimana sebelumnya belum pernah diobati.
Sedangkan WHO 1991 membagi penderita TB atas 4 kategori, yaitu :
Kategori I
Kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti,meningitis, TB
milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan lain-lain.
Kategori II
Kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
Kategori III
Kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TBdiluar paru selain
kategori I.
Kategori IV
Tuberkulosis kronik.
Diagnosis
Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:
1.Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
Infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).
Penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
Secret di saluran nafas dan ronkhi.
Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus.
2.Laboratorium
Pemeriksaan sputum : satu hari sebelum pemeriksaan sputum dianjurkan minum air putih
yang banyak ± 2 liter dan diajarkan refleks batuk. Dapat juga diberikan tambahan obat-
obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30
menit. Pada kasus, pasien diberikan OBH sebagai mukolitik ekspektoran agar
dahak dapat dikeluarkan.Pengambilan sampel dilakukan 3 kali yaitu, sewaktu
kunjungan pertama, pagi, sewaktu mengantarkan dahak pagi atau bisa dilakukan setiap
pagi 3 hari berturut-turut. Kriteria BTA positif apabila ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
Mantoux Test/Tuberkulin Test : dipakai untuk membantu menegakan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Uji tuberkulin menggunakan 0,1 cc
tuberkulin P.P.D intrakutan berkekuatan 5 T.U. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG, dan mycobakterium patogen lainnya. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikan,
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin.
Biakan positif Mycobakterium Tubercolosae (Gold Standar menurut American Thoracic
Society dan WHO)
3.Radiologis
Foto Thoraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TByaitu:
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.
Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
Adanya kalsifikasi.
Bayangan milier.
Gambar uji mantoux test
Hasil test Mantoux berdasarkan diameter indurasi dibagi menjadi :
Indurasi 0-5 mm : mantoux negatif (golongan no sensitivity), disini peran antibodi
humoral paling berperan
Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan (golongan low grade sensitivity), disini peran antibodi
humoral masih menonjol
Indurasi 10-15 mm : mantoux positif (golongan normal sensitivity), disini peran kedua
antibodi seimbang
Indurasi > 15 mm : mantoux positif kuat (golongan hypersensitivity), disini peran
antibodi selular paling menonjol.
Hal yang menyebabkan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni :
Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis
Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, SLE)
Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomielitis
Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgin)
Pemberian kortikosteroid lama, pemberian obat imunosupresi lainnya
Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan
Untuk pasien HIV positif, test mantoux ± 5 mm dinilai positif
Diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status
radiologis, dan status kemoterapi. Pada pasien dengan gejala klinis minimal berupa demam
(dianggap sebagai fever of uknown origin) dan hasil laboratorium/sputum menunjukan negatif,
diberikan percobaan terapi dengan OAT seperti INH dan Etambutol selama 2 minggu. Bila
keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberkulosis dilanjutkan sebagaimana mestinya. Bila
tidak ada perbaikan maka pemberian obat anti tuberkulosis dihentikan.
Gambar : Alur diagnosis
Tata Laksana
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegahkekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadapOAT.
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlahcukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
dengan metode DOTS =Directly Observed Treatment Shortcourse oleh seorang
Pengawas Menelan Obat(PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secaralangsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangkawaktu
yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegahterjadinya
kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis diIndonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Kategori 3 : 2HRZ/2HR
Kategori 4 : tidak dapat diaplikasikan (mempertimbangkan penggunaan obat-obatan
barisan kedua), tipe MDR diberikan H saja seumur hidup atau sesuai rekomendasi WHO.
Jenis dan dosis OAT
Paket Kombipak
Paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid danEtambutol yang
dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan programuntuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.Paduan Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampaiselesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam
pengobatan TB:
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obatdan
mengurangi efek samping.
Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensiobat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi sederhana
dan meningkatkan kepatuhan pasien
Panduan OAT
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobatisebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yangdiberikan selama sebulan (28 hari).
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin)
dangolongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi yang jelas
karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itudapat
juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemer
iksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik
dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.Laju
Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena
tidak spesifik untuk TB.Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak duakali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
spesimen tersebutnegatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Evaluasi Pengobatan
a. Klinis
Biasanya dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu selama tahap
intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan.
b. Bakteriologis
Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif.
Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO menganjurkan pemeriksaan
dilakukan pada bulan ke-2, 4, dan 6.
c. Radiologis
Dilakukan untuk melihat kemajuan terapi, evaluasi foto thoraks dilakukan tiap 3 bulan
sekali.
Kriteria Pasien Setelah pengobatan
Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
(follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pen
gobatannya tidak diketahui.
Default (Putus berobat)
Pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut turut atau lebih sebelum masa pengobatann
ya selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulankelima atau lebih selama pengobatan.
Pengobatan TB Pada Keadaan Khusus
a. Kehamilan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecualistreptomisin. Strept
omisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifatpermanent ototoxicdan dapat
menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinyagangguan pendengaran
dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
b. Ibu menyusui dan bayinya
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui
yangmenderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayitidak
perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk
KB),sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Pasien
TB sebaiknyamengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung
estrogen dosis tinggi (50 mg).
d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien
TByang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pada pasien TB
denganHIV adalah denganmendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral )
dimulai berdasarkan stadiumklinis HIV sesuai dengan standar WHO.
e. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik,ditundasampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengob
atan TB sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampaihepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama
6 bulan.
f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan
faal hati sebelum pengobatan TB. Jika SGOT dan SGPT mengalami peningkatan lebih dari 3
kali, OAT tidak diberikan dan bila telahdalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau
peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan
pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirazinamid tidak boleh digunakan. Paduan OAT
yang dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. Pada kasus ini tidak terdapat
peningkatan SGPT maupun SGOT sehingga Pirazinamid dapat digunakan.
g. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan
dapatdicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan
dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etembutol
diseksresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaanya pada pasien gagal ginjal.
Terapi yang paling tepat pada pasien gagal ginjal adalah 2RHZ/4HR. Pada kasus ini faal ginjal
masih dalam keadaan baik,dilihat dari kadar ureum dan kreatinin. Sehingga Etambutol
masih dapat digunakan.
h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral
antidiabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin
dapatdigunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengananti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy
diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat
kelainan tersebut.
i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien
seperti :
Meningitis TB
TB milier dengan atau tanpa meningitis
TB dengan Pleuritis eksudatif
TB dengan Perikarditis konstriktiva
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian
diturunkansecara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.
j. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah :
a. Untuk TB paru:
Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
Pasien dengan fistula bronkopleuradan empiemayang tidak dapat diatasi secara
konservatif.
Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
b. Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai
kelainanneurologik.
Efek Samping OAT Dan Penatalaksanaannya
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit:
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT
dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan
semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini
bertambah berat, pasien perlu dirujuk
Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan
dengancara sebagai berikut: Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum
diketahui, maka pemberian kembali OAT harus dengan cara drug challenging dengan
menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan
penyebab dari efek samping tersebut.
Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau
karenakelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian
diberikembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge
yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi
hipersensitivitas.
Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya pirasina
mid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan
lagidengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain.Lamanya
pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risikoterjadinya kambuh.
Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap
Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuhsehingga
merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek.Bila pasien dengan
reaksi hipersensitifitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin tersebut HIV
negatifmungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan lakukandesensitisasipada pasien
TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadikeracunan yang berat.
Multi Drug Resistance (MDR)
Definisi
Resistensi ganda menunjukkan M.tuberculosis resisten terhadap rifampisin dan INH
dengan atau tanpa OAT lainnya
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan TB
Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasiennya sudah pernah ada
riwayatpengobatan sebelumnya atau tidak
Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah punya riwayat pengobatan sebelumnya.
Penyebab terjadinya resitensi terhadap obat tuberkulosis, yaitu :
Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis
Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu karena jenis obatnya yang kurang atau
karena dilingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang
digunakan, misalnya memberikanrifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi
terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi
Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu
stop, setelahdua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali
selama dua atau tiga bulan lalu stoplagi, demikian seterusnya
Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik,
sehinggamengganggu bioavailabiliti obat
Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang obat datang ke suatu daerah kadang
terhentipengirimannya sampai berbulan-bulan
Pemakaian obat antituberkulosis cukup lama, sehingga kadang menimbulkan kebosanan
Pengetahuan pasien kurang tentang penyakit TB
Pengobatan Tuberkulosis Resisten Ganda (MDR)
Klasifikasi OAT untuk MDR
Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3 kelompok OAT:
Obat dengan aktivitas bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan pirazinamid yang bekerja
pada pH asam
Obat dengan aktivitas bakterisid rendah: fluorokuinolon
Obat dengan akivitas bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan PAS
Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif minimal 2 –3 OAT lini 1
ditambahdengan obat lini 2, yaitu Ciprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin
600 – 800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). Pengobatan terhadap
tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 12
bulan, bahkan bisa sampai 24 bulan
Prognosis
Tingkat sembuh total (95%) dan dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 %
yang mungkin relaps.
Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), komplikasi yang dapat terjadi pada penderitatuberculosis paru :
Stadium dini :
Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus Pancet’s arthrophaty
Stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan nafas
Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolapsdari lobus akibat retraksi
bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif ) pada paru
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Hamzah, Aisah editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. 2007.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta
Sudoyo, Aru W. Dan Bambang Setiyohadi. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Hood Alsagaf, Abdul Mukty. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. 2010. Surabaya; Airlangga
University Press
Wilson, Price. Patofisiologi Konsep-konsep Klinis Proses Proses Penyakit. edisi 4. 2004.
EGC; Jakarta
E, Jewetz. Mikrobiology Untuk Profesi Kesehatan edisi 16. EGC. 2004:
Jakarta.Pedoman NasionalPenanggulangan Tuberkulosis, 2007: Jakarta.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. 2008. Jakarta; Balai Penerbit FK UI
Sherwood L. Sistem Pernapasan. Dalam: Pendit BU, Santoso BI (editor). Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html diakses tanggal 20 Desember 2012
http://jurnalrespirologi.org/editorial-hemoptisis/ diakses tanggal 20 Desember 2012