43
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Definisi Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding pembuluh darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per menit dalam keadaan istirahat), jantung akan memompa darah melewati pembuluh darah. Tekanan terbesar terjadi ketika jantung memompa darah (dalam keadaan kontriksi), dan ini disebut dengan tekanan sistolik. Ketika jantung beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang disebut tekanan darah diastolik (Smith, 2010). Tekanan darah tidak pernah konsisten, Kondisinya berubah-ubah sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu

BAB II

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Keperawatan

Citation preview

Page 1: BAB II

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan darah menekan dinding pembuluh

darah. Setiap kali berdetak (sekitar 60-70 kali per menit dalam keadaan

istirahat), jantung akan memompa darah melewati pembuluh darah.

Tekanan terbesar terjadi ketika jantung memompa darah (dalam keadaan

kontriksi), dan ini disebut dengan tekanan sistolik. Ketika jantung

beristirahat (dalam keadaan dilatasi), tekanan darah berkurang disebut

tekanan darah diastolik (Smith, 2010).

Tekanan darah tidak pernah konsisten, Kondisinya berubah-ubah

sepanjang hari, sesuai dengan situasi. Tekanan darah akan meningkat

dalam keadaan gembira, cemas, atau sewaktu melakukan aktifitas fisik,

setelah situasi ini berlalu, tekanan darah akan kembali normal. Apabila

tekanan darah tetap tinggi maka disebut hipertensi.

2. Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.

Sedangkan pada usila hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160

mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Smeltzer, 2010).

9

Page 2: BAB II

10

Bustan (2011) mengatakan Hipertensi adalah keadaaan peningkatan

tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target

seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah

jantung), dan hipertropi ventrikel kanan (untuk otot jantung).

Selain itu hipertensi atau penyakit darah tinggi juga didefinisikan sebagai

suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di

atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka

bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur

tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun

alat digital lainnya (Smith, 2010).

3. Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang

mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya, terjadi pada manusia yang

berusia (< 40 tahun). Namun banyak yang tidak menyadari bahwa

mereka menderita hipertensi akibat yang tidak nyata dan sering disebut

silent killer. Pada awal terkena penyakit hipertensi belum menimbulkan

gangguan yang serius. Sekitar 1,8%-26,6% penduduk dewasa menderita

penyakit hipertensi (Arif, 2009).

Berdasarkan penelitian Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001

menunjukkan proporsi hipertensi pada pria 27% dan perempuan 29%.

Sedangkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004,

hipertensi pada pria 12,2% dan perempuan 15,5%. Pada usia setengah baya

Page 3: BAB II

11

dan muda, hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dari pada perempuan.

Pada golongan usia 55-64 tahun, pasien hipertensi pada pria dan perempuan

sama banyak. Pada usia 65 tahun ke atas, pasien hipertensi perempuan

lebih banyak daripada pria (Arif, 2009).

Sebagai gambaran umum masalah hipertensi ini adalah tingkat prevalensi

sebesar 6-15% pada orang dewasa. Sebagai suatu proses degeneratif, hipetensi

tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa. Ditemukan kecenderungan

peningkatan prevalensi hipertensi menurut peningkatan usia. Sebesar 50%

penderita hipertensi tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi. Karena

itu mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat karena

penderita tidak berupaya mengubah dan menghindari faktor risiko. Sebanyak

70% hipertensi ringan, karena itu hipertensi banyak diacuhkan dan terabaikan

sampai saat menjadi ganas (hipertensi maligna). Sejumah 90% hipertensi

esensial mereka dengan hipertensi yang tidak diketahui seluk beluk

penyebabnya.

4. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi dan pedoman penangan hipertensi dari World

Health Organization (WHO), dan International Society of Hypertension

(ISH), dari European Society of Hypertension (ESH bersama European

Society of Cardiology), British Hypertension Society (BSH), serta Canadian

Hypertension Education Program (CHEP), tetapi umumnya yang digunakan

saat ini yaitu klasifikasi Joint National Comitte (JNC VII) (Yogiantoro, 2009).

Page 4: BAB II

12

Menurut The Seventh Report Of The Joint National Committee On

Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of High Blood Pressure

(JNC VII), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi

kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I dan derajat 2:

Tabel 1

Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan

darah

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah

Diastolic (mmHg)

Normal < 120 < 80

Pra Hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipetensi esensial (Yogiantoro,

2006)

5. Etiologi

Walaupun penyebab yang tepat untuk sebagian besar kasus hipertensi

tidak dapat di identifikasi, hal tersebut dapat di mengerti bahwa hipertensi

merupakan suatu kondisi yang multifaktor. Karena hipertensi sebagai tanda,

hal tersebut memiliki banyak penyebab.

Untuk tejadinya hipertensi harus ada perubahan pada salah satu faktor

pada tekanan darah: resistensi perifer (SVR) atau Cardiac output (CO). Untuk

terjadinya hipertensi pasti ada masalah dengan monitor system control atau

Page 5: BAB II

13

pengaturan tekanan, dan hubungan antara satu dengan beberapa faktor yang

lain pada takanan darah. Agar terjadinya peningkatan tekanan arterial, harus

ada peningkatan baik CO maupun SVR. Peningkatan CO kadang-kadang di

temukan pada orang dengan hipertensi tahap awal dan borderline (Smeltzer,

2010).

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

1) Hipertensi Esensial (Primer)

Penyebab tidak diketahui penyebabnya, namun banyak faktor yang

mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf

simpatik, system renin angiotensin, efek dari eksresi Natrium, obesitas,

merokok dan stress.

2) Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal.

Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dan lain-lain.

2. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi,

sedangkan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun

hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

hipertensi. Faktor risiko Hipertensi dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1) Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Page 6: BAB II

14

a) Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya

umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga

prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar

40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun pada usia lanjut.

Sedangkan menurut WHO memakai tekanan diastolik sebagai bagian

tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan ada tidaknya

hipertensi (Depkes, 2008).

Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur di

bawah 40 tahun masih berada di bawah 10%, tetapi diatas umur 50

tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20% hingga 30%,

sehingga ini sudah menjadi masalah serius untuk diperhatikan

(Depkes, 2002). Penelitian yang dilakukan di 6 Kota besar seperti

Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, dan Makasar

terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi

sebesar 52.5% (Depkes (2008).

b) Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi,

dimana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan

perempuan, dengan rasio sekitar 2,29% untuk peningkatan tekanan

darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat

meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan. Namun,

Page 7: BAB II

15

setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan

meningkat.

Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada

perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan

oleh faktor hormonal karena pada wanita yang belum mengalami

menopause dilindungi hormon estrogen yang berperan dalam

meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi

merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

aterosklerosis. Penelitian di Indonesia prevalensi yang lebih tinggi

terdapat pada wanita (Depkes, 2008)

c) Keturunan (Genetik)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor

keturunan) yang mempertinggi risiko (esensial). Tentunya faktor genetik

ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian

menyebabkan seseorang menderita hipertensi. Faktor genetik juga

berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran

sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi

maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu

orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan

turun ke anak-anaknya (Depkes, 2008).

2) Faktor Risiko Yang Dapat Diubah

Page 8: BAB II

16

Faktor risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari pasien hipertensi

antara lain:

a) Obesitas

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang

dinyatakan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu perbandingan

antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter berkaitan

erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah

dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh

(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan

darah sistolik (Depkes, 2008).

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalaensi

hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita

hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan orang yang badannya normal, sedangkan pada pasien

hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (over

weight). Penentuan obesitas pada orang dewasa dapat dilakukan

pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase lemak tubuh dan

pengukuran IMT.

b) Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk

terjadinya kematian akibat kardiovaskuler, dan penelitian telah

menunjukan bahwa penghentian merokok dapat mencegah terjadinya

Page 9: BAB II

17

penyakit kardiovaskuler seperti stroke dan infrak miokard. Telah

terbukti bahwa dengan mengkonsumsi satu batang rokok dapat terjadi

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini

disebabkan oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma, yang

kemudian menstimulasi sistem syaraf simpatik (Depkes, 2008).

c) Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,

dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak

ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut

lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

Jika stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan

penyesuaian sehingga timbul perubahan patologis.

Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.

Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada kulit hitam di

Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih

disebabkan stress atau rasa tidak puas orang kulit hitam. Stress adalah

suatu kondisi yang disebabkan oleh adanya transaksi antara individu

dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk

mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber

daya (biologis, psikologi, dan sosial) yang ada pada diri seseorang.

Peningkatan tekanan darah akan lebih besar pada individu yang

Page 10: BAB II

18

mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi (Depkes,

2008).

Sedangkan dalam penelitian Framingham dalam Yusida tahun

2001 bahwa bagi perempuan berusia 45-64 tahun, sejumlah faktor

psikososial seperti ketegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan

ekonomi, stress harian, gejala ansietas dan kemarahan yang

terpendam didapatkan bahwa hal tersebut berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Depkes, 2008)

d) Konsumsi Alkohol Berlebihan

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah

dibuktikan. Peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel

darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan

darah. Beberapa studi menunjukan hubungan langsung antara tekanan

darah dan asupan alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap

harinya. Di negara barat seperti Amerika, konsumsi alkohol yang

berlebihan berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10%.

e) Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena

menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan

meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus

hipertensi primer (esensial) terjadi respon penurunan tekanan darah

dengan mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang

Page 11: BAB II

19

mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan darah

rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8

gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi (Depkes, 2008).

7. Patofisiologi Hipertensi

Meningkatnya tekanan darah bisa terjadi melalui beberapa cara:

a) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan

pada setiap detiknya

b) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka

tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri

tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk

melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan

naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding

arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara

yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi,

yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena

perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

c) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga

tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume

darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika Aktivitas memompa jantung berkurang, Arteri mengalami

Page 12: BAB II

20

pelebaran, Banyak cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan

menurun.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan

di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang

mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

1) Perubahan Fungsi Ginjal

Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:

a) Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran

garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah

dan mengembalikan tekana darah ke normal.

b) Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan

garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah

kembali ke normal.

c) Ginjal juga bisa meningkatkan TD dengan menghasilkan enzim yang

disebut Renin, yang memicu pembentukan hormon Angiotensin, yang

selanjutnya akan memicu pelepasan hormon Aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah;

karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan

terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju

ke salah satu ginjal (Stenosis Arteri Renalis) bisa menyebabkan hipertensi.

Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa

menyebabkan naiknya tekanan darah.

Page 13: BAB II

21

2) Perubahan Sistem Saraf Simpatis

Merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang sementara waktu

akan:

a) Meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik

tubuh terhadap ancaman dari luar).

b) Meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga

mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola

di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan

darah yang lebih banyak)

c) Mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan

meningkatkan volume darah

d) Melepaskan hormon Epinefrin (Adrenalin) dan Norepinefrin

(Noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.

Page 14: BAB II

22

Gambar 1.

Mekanisme Regulasi Tekanan Darah

Sumber: Medical surgical Bruner & Sudart, Smeltzer (2010).

8. Manifestasi Klinis Hipertensi

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter

yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah

terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

Page 15: BAB II

23

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari

pertolongan medis. Tingginya tekanan darah kadang-kadang merupakan

satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah

terjadinya komplikasi pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala lain

yang sering ditemukan adalah sakit kepala, marah, telinga berdengung,

rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing

9. Komplikasi Hipertensi

a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan di otak, atau akibat embolus yang

terlepas dari pembuluh non-otak yang terkena tekanan darah. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi

otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-

daerah yang dipendarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami

arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan

terbentuknya aneurisma (suatu dilatasi dinding arteri, akibat, kongenital

atau perkembangan yang lemah pada dinding pembuluh).

b. Infrak miokardium dapat tejadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik

tidak menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

thrombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Page 16: BAB II

24

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus,

darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu

dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya

membran glomelurus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan

osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema.

d. Ensefalopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi

yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam

ruang interstisium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di

sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian

10. Upaya Pencegahan Komplikasi Hipertensi

Tujuan tiap program pengobatan bagi setiap pasien adalah mencegah

terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan

mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90mmHg. Efektifitas setiap

program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, dan biaya perawatan,

dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Smeltzer, 2010).

Beberapa penelitian menunjukan bahwa pendekatan non farmakologi,

termasuk penurunan berat badan, pembatasan alcohol dan tembakau, latihan

dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap

anti hipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi

Page 17: BAB II

25

(pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 130-139

mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan (Smeltzer, 2010).

Upaya pencegahan stroke pada penderita hipertensi ditujukan pada faktor

risikonya yaitu hipertensi (Bustan, 2009). Ada beberapa pendekatan yang

menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan dengan 4 faktor utama yang

mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu gaya hidup, lingkungan, biologis

dan pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan primer stroke dilakukan

intervensi terhadap (Bustan, 2009):

a. Intervensi gaya hidup dengan melakukan reduksi stress, makan rendah

garam, lemak dan kalori, exercise, hentikan merokok dan vitamin.

b. Intervensi lingkungan dengan menghindari dan menyadari stress kerja.

c. Intervensi biologi dengan memberikan perhatian terhadap faktor intrisik

biologis (jenis kelamin dan riwayat keluarga).

d. Intervensi pelayanan kesehatan dengan memberikan pendidikan kesehatan

dan pemeriksaan tekanan darah secara berakala

11. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Terapi Farmakologi (Dep.Kes, 2008)

1) Diuretik

Obat-obatan jenis diuretik dengan cara mengeluarkan cairan tubuh

(lewat kencing) sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang

mengakibtkan daya pompa jantung menjadi ringan. Contoh obat-obatan

yang termasuk golongan diuretik adalah Hidroklorotiazid.

Page 18: BAB II

26

2) Penghambat simpatis

Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf

simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Contoh obat

yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah:

Metildopa, Klonidin dan Reserpin).

3) Betabloker

Mekanisme kerja antihipertensi obat ini adalah melalui penurunan

daya pompa jantung. Jenis beta bloker tidak dianjurkan pada pasien

yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma

bronkial. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan beta

bloker adalah: Metoprolol, Propanolol dan Atenolol.

4) Vasodilator

Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan

relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam

golongan ini adala: Prasosion, Hidralasin.

5) Penghambat enzim konversi Angiotension

Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan

Angiotension II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan

darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Catopril.

Page 19: BAB II

27

6) Angiotension Kalsium

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan

cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk

golongan obat ini adalah Nifedipin, Diltiasem, dan Verapamil.

7) Penghambat Reseptor Angiotension II

Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

angiotension II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya

pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah

Valsartan (Diovan). (Depkes, 2008)

b. Terapi Non Farmakologi

1) Mengubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah dengan

menghindari faktor hipertensi yang berkaitan dengan mengurangi

makan-makan yang mengandung garam, makan buah-buahan segar

dan perilaku sehat dengan cara olahraga (Dep.Kes, 2008).

2) Penurunan berat badan karena kenaikan tekanan darah berkaitan

dengan peningkatan berat badan. Akumulasi lemak dalam tubuh

dan perut berkaitan erat dengan hipertensi, hiperipidemia, dan

diabetes. Berdasarkan penelitian dengan menurunkan berat badan

terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi

sampai tekanan darahnya normal setelah 18 bulan, penurunan berat

badan rata-rata pria dan perempuan 4,7 kg dan 1,6 kg. Penurunan

tekanan darah sistolik dan diastolik ialah 3,2/2,8 mmhg.

Page 20: BAB II

28

3) Pengurangi asupan alkohol. Minum-minuman keras secara teratur dapat

meningkatkan tekanan darah, pengurangan asupan alkohol selama 1-4

minggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar

5,0/3,0 mmHg (Depkes, 2008)

4) Peningkatan gerakan tubuh dengan olahraga secara teratur dapat

bermanfaat untuk mencegah dan menanggulangi hipertensi. Orang yang

tekanan darahnya normal tetapi tidak melakukan aktivitas atau olahraga

mempunyai risiko 20-50% lebih tinggi terkena hipertensi dari pada

orang yang aktif. Olahraga dapat menurunkan tekanan darah sistolik

dan diastolik 5-10 mmHg (Depkes, 2008).

5) Berhenti merokok karena berdasarkan penelitian menunjukan bahwa

penghentian merokok dapat mencegah terjadinya penyakit

kardiovaskuler seperti stroke dan infrak miokard. Telah terbukti bahwa

dengan mengkonsumsi satu batang rokok dapat terjadi peningkatan

denyut jantung dan tekanan darah selama 15 menit. Hal ini disebabkan

oleh peningkatan kadar katekolamin dalam plasma yang kemudian

menstimulasi saraf simpatik (Depkes, 2008).

Page 21: BAB II

29

B. Aktivitas Fisik

1. Defenisi Aktifitas Fisik

Latihan fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan

sistem penunjangnya (Sunita Almatsier, 2010).

Latihan fisik dibagi menjadi dua aktivitas fisik internal dan aktivitas

eksternal, aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas dimana proses bekerjanya

organ-organ dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu

aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan

seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi (Siti Fathonah,

2011).

Latihan fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan

fisik, mental dan kualitas hidup sehat (Baliwati, 2009).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan a

Latihan fisik adalah gerakan yang dilakukan tubuh baik secara internal maupun

eksternal yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederha yang jika

dikakukan dalam porsi seimbang akan penting bagi pemeliharaan tubuh.

2. Cara Mengukur Latihan fisik

Sunita Almatsier (2010) mengatakan Latihan fisik dibagi menjadi 3 yaitu

Latihan fisik Berat, Latihan fisik sedang dan Latihan fisik Ringan, Penilaian

terhadap klasifikasi tersebut dapat dialakukan dengan menggunakan teknik

wawancara melalui quesioner yang berisikan 10 pertanyaan dengan beberapa

Page 22: BAB II

30

aspek diantaranya mencakup aspek aktifitas ringan seperti membaca,

menonton, main games,dll, mencakup aspek aktifitas diluar rumah seperti

kursus, ekstrakulikuler, sanggar, dll serta aktifitas di dalam rumah seperti

menyapu, mengepel, menyetrika,dll dan mencakup aspek aktifitas berat seperti

puasa, berlari,bersepeda dan senam aerobic. Analisanya adalah sebagai beriku:

Total Skor = 11-44 : Aktifitas Ringan

Total Skor = 45-75 : Aktifitas Sedang

Total skor = 76-99: Aktifitas Berat (Sunita Almatsier, 2003)

3. Intensitas latihan

Intensitas latihan dapat dipantau melalui perhitungan denyut nadi dengan

cara meraba pergelangan tangan menggunakan tiga jari tengah tangan yang

lain.

Lama latihan minimal 15- 45 menit secara kontinyu, untuk frekuensi

latihan dilakukan sebanyak 3-4 kali/ minggu (belum termasuk pemanasan dan

pendinginan), bila latihan dilakukan di luar gedung sebaiknya pagi hari

sebelum pukul 10.00 WIB atau sore hari setelah pukul 15.00 WIB. Sedangkan

untuk intensitas latihan adalah 60-80% denyut nadi maksimal (DNM) dimana

DNM = 220- usia.

Denyut Nadi Maksimum menurut Maryam (2008).

a. Umur 55 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 115- 140

b. Umur 56 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 115- 139

Page 23: BAB II

31

c. Umur 57 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 114- 138

d. Umur 58 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 113- 138

e. Umur 59 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 113- 137

f. Umur 60 tahun, Denyut Nadi Maksimumnya adalah 112- 136

Ketentuan saat melakukan aktifitas fisik :

a. Ketentuan latihan fisik

1) Latihan fisik harus disenangi/ diminati

2) Latihan fisik harus disesuaikan dengankondisikesehatan

(ada kelainan/penyakit atau tidak).

3) Latihan fisik sebaiknya bervariasi

4) Latihan fisik sebaiknya bersifat aerobik, yaitu berlangsung lama dan

ritmis (berulang-ulang)

5) Pada awal latihan dilakukan dahulu pemanasan, peregangan,

kemudian latihan inti. Pada akhir latihan lakukan pendinginan dan

peregangan lagi (memeriksa tekanan darah dan nadi penting dilakukan

terlebih dulu).

6) Sebelum melakukan latihan, minum terlebih dulu untuk menggantikan

keringat yang hilang. Bila memungkinkan, minumlah air sebelum,

selama dan sesudah berlatih.

7) Latihan dilakukan minimal dua jam setelah makan agartidak

mengganggu pencernaan. Bila latihan pagi hari tidak perlu makan

sebelumnya.

Page 24: BAB II

32

8) Latihan diawasi seorang pelatih agar tidak terjadi cedera

9) Latihan dilakukan secara lambat, tidak boleh eksplosif, disamping itu

gerakan tidak boleh menyentak dan memutar terutama untuk tulang

belakang.

10) Pakaian yang digunakan terbuat dari bahan yang ringan dan tipis serta

jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan.

11) Jenis sepatu sebaiknya sepatu lari atau sepatu untuk berjalan kaki yang

mempunyai sol/ bantalan yang tebal pada daerah tumit. Gunakan

sepatu khusus untuk lansia yang memiliki kelainan kaki.

12) Tempat latihan sebaiknya berupa lapangan atau taman.

13) Landasan tempat latihan tidak terlalu keras dan dianjurkan untuk

berlatih diatas tanah atau rumput, bukan diatas lantai ubin atau semen

yang keras,hal ini untuk menghindari cedera kaki atau tungkai.

b. Cara berlatih

Cara berlatih yang dilakukan terbagi dalam tiga segmen seperti yang

dijelaskan dibawah ini.

1) Pemanasan (warming up)

Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan

sendi) dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan

bersama dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10

menit. Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat.

Pemanasan dimaksudkan untuk mengurangi cedera dan

Page 25: BAB II

33

mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut sertadalam proses

metabolisme yang meningkat.

2) Latihan inti

Latihan ini bergantung pada komponen/ faktor yang dilatih. Gerakan

senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang

disesuaikan dengan gerakannya.

3) Pendinginan (cooling down)

Dilakukan secara aktif. Artinya, setelah latihan inti perlu dilakukan

gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang

ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan berhentinya keringat.

Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan, yaitu selama 8-10

menit.

4) Penatalaksanaan Latihan Olahraga

Pemilihan jenis olah raga sangat penting bagi manula.

Sebaiknya dipilih olah raga yang sesuai kemampuan masing-masing

individu, aman, berkesinambungan dan ada nilai rekreasinya. Target

latihan juga harus jelas, terutama yang menyangkut kapasitas

fungsional dan fungsi

Page 26: BAB II

34

Pada umumnya dikenal 2 macam jenis latihan fisik yaitu :

a. Latihan Isometrik

Latihan ini mengutamakan peningkatan tekanan otot dibanding

dengan gerakan, seperti halnya angkat besi. Latihan jenis ini tidak

bermanfaat untuk sistem kardiovaskular, tapi diperlukan untuk

memperkuat otot-otot.

b. Latihan Isotonik

Mengutamakan gerakan aktif dari sendi dan otot-otot dengan hanya

sedikit meningkatkan tekanan. Latihan sangat bermanfaat bagi sistem

kardiovaskular, karena akan meningkatkan curah jantung.

C. Kerangka Penelitian

D. Hipotesis

Ada pengaruh Latihan Fisik Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien

Hipertensi di Puskesmas Bentiring Kabupaten Bengkulu Tengah

Latihan FisikPenurunan Tekanan

Darah