BAB II Arteri

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologis 2.1.1 Anatomi Sistem Sirkulasi Darah Sistem sirkulasi mempunyai dua sistem pembuluh yang saling berkaitan erat. Cairan didistribusikan keseluruh tubuh secara terus menerus melalui system pembuluh ini. Bagian utama (mayor) dari sistem sirkulasi mendistribusikan darah dan disebut dengan system vascular darah. Bagian minor dari sistem sirkulasi disebut sistem limpatik yang mengumpulkan cairan dari jaringan. Cairan ini disaring melalui system limpa sebelum masuk ke dalam system vascular darah. System vascular darah dan system limpatik bekerjasama membawa oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh, mengumpulkan dan membawa karbondioksida serta produk limbah metabolisme dari jaringan menuju ke organ ekresi (kulit, paru-paru, hepar, dan ginjal). System vascular darah terdiri dari jantung, arteri, vena, dan kapiler. Jantung bertugas memompa darah untuk menjaga stabilitas sirkulasi darah di dalam pembuluh darah. Arteri bertugas membawa darah keluar dari jantung, sedangkan vena bertugas membawa darah kembali jantung. Terdapat dua lintasan/aliran darah yang keluar dari jantung. Lintasan/aliran darah yang pertama adalah aliran arteri (sirkulasi sistemik) yang membawa darah kaya oksigen menuju organ dan jaringan tubuh. Setiap organ mendapat suplai darah dari arteri dan mengembalikan darah yang kotor ke vena untuk dibawa kembali ke jantung. arteri bercabang seperti pohon, dimulai dari aorta yang kemudian bercabang keseluruh bagian tubuh. Arteri dan vena biasanya dinamai berdasarkan tempatnya melekat. Pembuluh darah vena terletak paralel dengan arteri.

Lintasan/aliran yang kedua adalah sirkulasi pulmonary yang membawa6

darah ke paru-paru untuk pertukaran karbondioksida dan membawa darah yang kaya oksigen untuk dialirkan kembali ke system sirkulasi arteri/sistemik. System sirkulasi pulmonary dimulai dari ventrikel kanan jantung menuju ke arah superior dan posterior kira-kira 5 cm dan kemudian terbagi menjadi 2 cabang yaitu arteri pulmonary kiri dan kanan (Frank, dkk., 2007).

2.1.2 Anatomi dan Fisiologis Arteri Femoralis Pembuluh darah merupakan salah satu sistem peredaran di dalam tubuh manusia. Pembuluh darah terdiri atas tiga bagian yaitu pembuluh darah arteri, vena, dan kapiler. Pembuluh darah arteri berfungsi membawa darah yang kaya oksigen dan zat makanan ke seluruh tubuh. Dinding pembuluh darah terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang disebut tunika advensia. Terdiri atas jaringan yang fibrus, lapisan tengah yang berotot elastis yang disebut tunika media, dan lapisan paling dalam yang endothelial disebut tunika intima. Arteri femoralis merupakan arteri utama yang menyuplai darah ke ekstremitas bawah. Arteri ini dimulai dari arteri iliaka eksterna yang merupakan cabang dari arteri iliaka komunis. Arteri femoralis berjalan dari ligamen inguinal inferior kemudian turun ke bagian anterior paha melalui celah pada otot adductor magnus. Pada daerah lipat paha terdiri dari arteri iliaka circumflex superficial, arteri epigastrik inferior superficial, dan arteri genetal externa superficial. Pada daerah sepertiga os femur, kira-kira 3-5 cm dibawah ligamen inguinal terdapat cabang arteri yang disebut arteri femoralis profunda yang banyak memberikan percabangannya pada otototot paha. 1. abdominal aorta 2. femoral artery 3. lateral femoral artery 4. deep genicular artery 5. popliteal artery 6. posterior tibial artery7

7. fibular artery 8. dorsalis pedis artery

9. lateral plantar artery 10. medial plantar artery

Gamba Arteri Femoralis-Pedis (Pearce, 2008)

8

(http://www.reshealth.org/images/greystone/em_2399.gif) Gambar 2.1 Arteri Femuralis sampai Pedis

Arteri poplitea adalah lanjutan dari arteri femoralis pada adductor hiatus yang berjalan melalui rongga popliteal di belakang sendi lutut dan berakhir pad abatas bawah muskulus popliteal. Arteri ini berada pada fossa popliteal dan nervus medial popliteal. Arteri popliteal mengeluarkan cabang-cabangnya pada otot, sendi lutut, dan bercabang menjadi arteri tibia anterior dan arteri tibia posterior. Arteri tibia anterior timbul pada bifurcatio arteri popliteal. Arteri tibia anterior mengalir ke arah anterior antara dua caput tibia posterior di atas bagian depan tungkai. Arteri ini kemudian muncul ke permukaan (superficial) pada bagian atas kaki antara tendon extensor hallucis longi dan tibia anterior. Aliran arteri tibia anterior dapat ditunjukkan dengan

9

menggambarkan pada garis bagian depan caput fibula ketitik tengah antara dua maleolus. Arteri tibia posterior adalah cabang arteri popliteal yang berjalan ke bawah pada bagian posterior tungkai kedalam gastro enemius dan otot-otot solei. Di bawah mata kaki, arteri tibia posterior kira-kira 2,5 cm dibawah otot popliteal distal. Arteri ini berjalan ke bawah sepanjang crista medial os fibula sampai bagian anterior tungkai. Arteria dorsalis pedis adalah lanjutan dari arteri tibia posterior. Arteri ini berjalan sepanjang daerah medial kaki ke dasar os metatarsal satu dan dua untuk bergabung dengan arcus plantar, sebelum meninggalkan dorsal, arteri ini bercabang menjadi arteri arcuata yang cabang-cabangnya memperdarahi jari kedua sampai kelima. Arteri plantar merupakan medial cabang dari arteri tibia posterior. Arteri ini berjalan sepanjang telapak kaki medial dan bercabang kejari utama dan jari keempat. Arteri plantar lateral adalah cabang arteri tibia posterior.

2.2 Diabetic Foot (http://httpyasirblogspotcom.blogspot.com/2009/02/diabetic-foot-kaki-diabetik.html) 2.2.1 Definisi Diabetic foot adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut: 1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus). 2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil). 3. Nyeri saat istirahat. 4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf,10

pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.

2.2.2 Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetik Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang). Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen,11

bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain: 1. Luka kecelakaan 2. Trauma sepatu 3. Stress berulang 4. Trauma panas 5. Iatrogenik 6. Oklusi vaskular 7. Kondisi kulit atau kuku Faktor risiko demografis 1. Usia Semakin tua semakin berisiko 2. Jenis kelamin

12

Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis 3. Etnik Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat. 4. Situasi sosial Hidup sendiri dua kali lebih tinggi 5. Faktor risiko perilaku Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan. Faktor risiko lain 1. Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus) 2. Berat badan 3. Merokok

2.2.3 Patofisiologi dan Patogenesis Diabetes Foot Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan13

trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil., yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot.

Gambar 2.2 Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik. (http://yumizone.files.wordpress.com/2008/12/charcot-foot1.jpg)

14

Yang sangat penting bagi diabetik adalah memberi perhatian penuh untuk mencegah kedua kaki agar tidak terkena cedera. Karena adanya konsekuensi neuropati, observasi setiap hari terhadap kaki merupakan masalah kritis. Jika pasien diabetes melakukan penilaian preventif perawatan kaki, maka akan mengurangi risiko yang serius bagi kondisi kakinya. Sirkulasi yang buruk juga dapat menyebabkan pembengkakan dan kekeringan pada kaki. Pencegahan komplikasi pada kaki adalah lebih kritis pada pasien diabetik karena sirkulasi yang buruk merusak proses penyembuhan dan dapat menyebabkan ulkus, infeksi, dan kondisi serius pada kaki. Dari faktor-faktor pencetus di atas faktor utama yang paling berperan dalam timbulnya kaki diabetik adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Infeksi sendiri sangat jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya kaki diabetik. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai kaki diabetik akibat iskemia atau neuropati. Secara praktis kaki diabetik dikategorikan menjadi 2 golongan: A. Kaki Diabetik akibat angiopati / iskemia Penderita hiperglikemia yang lama akan menyebabkan perubahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan penebalan tunika intima hiperplasia membran basalis arteria, oklusi (penyumbatan) arteria, dan hiperkeragulabilitas atau abnormalitas tromborsit, sehingga menghantarkan pelekatan (adhesi) dan pembekuan (agregasi). Selain itu, hiperglikemia juga menyebabkan lekosit DM tidak normal sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu. Demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid intrasel menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme (bakteri), sukar untuk dimusnahkan oleh sistem plagositosis-bakterisid intraseluler. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan arteri, namun juga15

diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut kepustakaan, adanya peningakatan kadar fripronogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit, akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat, dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding arteria yang sudah kaku hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang

memerlukan/tindakan amputasi. Tanda-tanda dan gejala-gejala akibat penurunan aliran darah ke tungkai meliputi klaudikasi, nyeri yang terjadi pada telapak atau kaki depan pada saat istirahat atau di malam hari, tidak ada denyut popliteal atau denyut tibial superior, kulit menipis atau berkilat, atrofi jaringan lemak subkutan ,tidak ada rambut pada tungkai dan kaki bawah, penebalan kuku, kemerahan pada area yang terkena ketika tungkai diam, atau berjuntai, dan pucat ketika kaki diangkat. B. Kaki Diabetik akibat neuropati Pasien diabetes mellitus sering mengalami neuropati perifer, terutama pada pasien dengan gula darah yang tidak terkontrol.Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob.

16

Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. Secara klinis dijumpai parestesi, hiperestesi, nyeri radikuler, hilangnya reflek tendon, hilangnya sensibilitas, anhidrosis, pembentukan kalus, ulkus tropik, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot ataupun perubahan tulang dan sendi seperti Bunion, Hammer Toes (ibujari martil), dan Charcot Foot. Secara radiologis akan nampak adanya demineralisasi, osteolisis atau sendi Charcot.

Gambar 2.3 Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal (http://yumizone.wordpress.com/2008/12/01/kaki-

diabetik/).

Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh: 1. Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma 2. Macam, besar dan lamanya trauma 3. Peranan jaringan lunak kaki

17

Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini. Gangguan saraf otonom disini terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahn komposisi, fungsi dan

keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus.

Gambar 2.4 Gangren jari kaki. (http://www.kaskus.us/showthread.php?t=4910096)18

Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik: 1. 50% ulkus pada ibu jari 2. 30% pada ujung plantar metatarsal 3. 10 15% pada dorsum kaki 4. 5 10% pada pergelangan kaki 5. Lebih dari 10% adalah ulkus multiple

2.2.4 Klasifikasi Kaki Diabetik Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi: 1. Derajat 0: tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus claw 2. Derajat I: ulkus superfisial terbatas pada kulit 3. Derajat II: ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang 4. Derajat III: abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis 5. Derajat IV: gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis 6. Derajat V: gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah

Gambar 2.5 Kaki Diabetik derajat IV. (http://www.diabetic-foot.han.ks.ua/classification.htm)

19

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut : 1. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada 2. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor 3. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkandengan tindakan bedah mayor seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti : 1. Insisi : abses atau selullitis yang luas 2. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II 3. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan V 4. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V 5. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

Gambar 2.6 Kaki Diabetik derajat V. (http://www.diabetic-foot.han.ks.ua/classification.htm) Jadi ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering20

mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Lepas dari itu semua, tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko terhadap kaki pengidap diabetes jauh lebih baik ketimbang harus menjalani operasi, apalagi amputasi. Masih banyak cara mencegah dan merawat kaki diabetes. Di antaranya melakukan senam kaki, selain senam atau kegiatan olahraga yang harus dilakukan untuk mengontrol gula darah.

2.3 Teknik Pemeriksaan Arteriografi Femoralis 2.3.1 Pengertian Arteriografi femoralis adalah pemeriksaan radiografi untuk

memperlihatkan pembuluh arteri pada ekstremitas bawah dengan memasukan kontras media positif (Glenda J. Bryan). Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dengan pasien di bawah pengaruh anestesi lokal dan sedasi, tapi anestesi umum biasanya dilakukan pada pasien anak dibawah 17 tahun atau pada pasien yang gelisah sehingga tidak dapat diajak kerjasama (nonkooperatif).

2.3.2 Indikasi dan Kontra Indikasi 2.3.2.1 Indikasi pemeriksaan Pemeriksaan ini dilakukan berdasarkan indikasi sebagai berikut: 1. Arterosklerosis obliterans 2. Aneurisma 3. Emboli21

4. Trauma arteri 5. Arteriovenous malformasi 6. Arteriovenous fistula 7. Arteitis 8. Tumor 2.3.2.2 Kontra indikasi Mutlak: 1. Pasien tidak stabil / tidak kooperatif 2. Disfungsi multisistem vital Relatif: 1. Infark akut dan aritmia jantung 2. Gangguan keseimbangan elektrolit 3. Alergi kontras 4. Gangguan ginjal 5. Koagulopati 6. Sulit berbaring 7. Pasca pemeriksaan barium 8. Kehamilan

2.3.3 Persiapan Peralatan ( Basic Trolley Setting) 1. Peralatan steril ( bagian atas trolley ) : a. Dua buah Arteriogram needles, dengan stillete b. Luer-lok (adaptor / conector) c. Guide wire d. Catheter e. Dua Glass Spuit 50 mL f. Satu buah Spuit 10 mL g. Satu buah Spluit 2mL h. Drawing up cannula22

i. j.

Sponge forceps Dua Lotion bowls

k. Gallipot l. Handuk

m. Kassa n. Baju pasien

2. Peralatan Unsteril ( bagian bawah trolley ) : a. Skin cleanser ( misalnya Hibitane 0,5% ) b. Lokal anestesi ( misalnya : Lignocaine 2 % ) c. Ampul kontras media dalam mangkuk berisi air hangat d. Saline e. Disposible needle f. Emergency drugs 2.3.4 Media Kontras Conray 280 atau kontras media water soluble organic iodine compounds dengan konsentrasi bahan 50% sampai 76%. Jumlah kontras yang disuntikkan adalah 20 atau 30 mL untuk satu proyeksi arteriografi dengan kecepatan penyuntikan 8 sampai 10 mL/s dan 40 60 mL untuk bilateral projection dengan kecepatan penyuntikan 10 sampai 15 mL/s

2.3.5 Kateterisasi Setelah anestesi diberikan ( lokal ataupun general). Posisi pasien diatur kembali. Lalu, femoral artery dicari dengan cara dipalpasi. Setelah dapat, maka dilakukan arterial puncture. Teknik pemasukan bahan kontras dapat menggunakan penyuntikan langsung dengan jarum ataupun dengan catheter

23

Biasanya, arterial punctur menggunakan teknik Seldinger. Teknik ini adalah teknik sederhana dalam katerisasi arteri. Adapun cara arterial punctur atau penyuntikan arteri dengan menggunakan teknik seldinger adalah sebagai berikut:

Gambar 2.7 Kateterisasi Teknik Seldinger Keterangan: A. Penyuntikan kedua dinding arteri menggunakan cannula berisi jarum. B. Penarikan cannula ke dalam lumen arteri dilakukan setelah jarum dalam cannula ditarik keluar. C. Memasukkan guide wire melalui cannula ke dalam arteri. D. Setelah cannula ditarik keluar dan yang tertinggal hanya guide wire, lalu, masukkan secara perlahan catheter dengan guide wire sebagai penunjuk jalan, perotasian catheter dapat mempermudah masuknya catheter kedalam arteri. E. Setelah catheter berada di dalam lumen arteri, kemudian guide wire ditarik keluar, dan ujung catheter disambungkan dengan spuit berisi kontras media. Setelah catheter sudah masuk dan tersambung dengan spuit, maka akan tampak seperti:24

Gambar 2.8 Setelah Pemasangan Kateter 2.3.6 Teknik Pengambilan GambarPosisi pasien Pasien biasanya diposisikan supine pada meja pemeriksaan dengan jari-jari kaki diputar 30 kearah dalam. Kedua tumit agak sedikit dijauhkan agar kaki mudah untuk diputar. Variasi posisi ini dilakukan agar arteriarterinya lebih mudah terlihat. Kemudian preliminary film untuk bagian femur diambil. Preliminary foto ini bertujuan untuk menetapkan faktor eksposi. Ukuran film yang digunakan adalah 35x43 cm. Batas atas film pada SIAS. Teknik single film menggunakan kaset 35x90 cm. Teknik ini membutuhkan dua kali penyuntikan kontras media untuk masing-masing menggambarkan arteri femoralis dan arteri tibia sampai dorsalia. Teknik serial film membutuhkan peralatan yang mempunyai variasi kecepatan pergantian film termasuk roll film, cut film dan kaset changer yang berkemampuan dua eksposi dalam 1 menit. Menggunakan film standard 35x35 cm. Sehingga, dalam teknik ini hanya melakukan sekali penyuntikan kontras media.

25

Hasil gambaran yang didapat adalah seperti ini :

Gambar 2.9 Arteriografi Femoral

Setelah pemeriksaan selesai, Catheter dapat ditari keluar dengan cara memberi tekanan (pressure) menggunakan gauze sponge pada daerah punctur:

Gambar 2.10 Pemberian Tekanan (Pressure) pada daerah punctur26

Setelah yakin tidak ada lagi darah yang keluar (hematom) maka digunakan butterfly untuk merekatkan luka:

Gambar 2.11 Penggunaan Butterfly

2.3.7 After Care Pasien Pasien yang telah dilakukan femoral arteriography diharuskan istirahat (bed rest) selama 24 jam. Setelah pasien kembali ke ruang perawatan maka harus dilakukan observasi rutin pada puncture site oleh perawat. Terlebih setelah dilakukan kateterisasi karena lubang yang ditinggalkan pada puncture site lebih besar dibanding jika hanya menggunakan jarum. Denyut nadi dan tekanan darah diperiksa dan dicatat setiap 15 menit selama 4 jam pertama. Setelah itu diperiksa setiap 4 jam sekali. Suhu badan dan pernapasan juga diperiksa dan dicatat setiap 4 jam selama 24 jam setelah dilakukannya femoral arteriography. Setelah 24 jam pemeriksaan selesai, plester daerah bekas punksi boleh dilepas.

2.3.8 Program DSA (Digital Substraction Angiography) Program yang terdapat dalam DSA berperan mengontrol kecepatan dan jumlah serial film yang akan diekspose. Program ini dikembangkan dengan27

menyeleksi sekuel gambaran yang disesuaikan dengan anatomi tubuh pasien dan aliran dinamis di dalam tubuh pasien. Perbedaan waktu ekspose yang digunakan pada masing-masing film pada DSA + 3ms. Hasil radiograf dari DSA dapat direkonstruksi menjadi gambaran 3D, sehingga hasil radiograf dapat dimanipulasi dan mudah untuk dianalisis. Dengan program DSA gambar diolah secara digital agar hanya vasa darah yang terlihat jelas dan struktur jaringan lunak dan tulang dikaburkan.

Gambar 2.12 Contoh radiograf DSA pada Left superficial femoral artery (http://bjsm.bmj.com/content/39/2/e8.full.html)

28