Upload
hakhanh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN TUBERKULOSIS PARU
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis pulmoner adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyebar melalui getah bening
atau pembuluh darah (Price & Wilson, 1994).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang terutama
menyerangf saluran pernafasan khususnya parenkim paru. Penyebab
utamanya yaitu Mycobacterium Tuberkulosis.
Klasifikasi tuberkulosis di Indonesia yang banyak dipakai
berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-
tanda lain positif)
8
b. TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan
tanda-tanda lain meragukan). (Suyono, et al, 2001)
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Gb. 1: Anatomi Sistem Pernafasan
9
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ; Nares
anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung. Saluran-saluran
itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum (rongga
hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan
selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga
hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan eshopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal).
Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah faring yang
memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring sampai
ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trachea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh
ligamen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima
dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi). Trachea
tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang berupa cincin tulang rawan
yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran
di sebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan
otot.
10
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebra torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronchus-bronchus itu
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan
lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah
arteri, disebut bronkus lobus bawah. Bronchus kiri lebih panjang dan lebih
langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelum
dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus
lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan
terus menjadi bronchus. Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya
menjadi bronchiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak
mengandung alveoli (kantong udara). Bronchiolus terminalis memiliki
garis tengah kurang lebih 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Saluran-saluran udara ke bawah sampai tingkat bronchibiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronchiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli
pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan
sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, assinus atau
11
kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm.
terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus
alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori
kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung
pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru
mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang
cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
2. Fisiologi
Proses fisiologi pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara
ke dalam jaringan-jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara
ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah
ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus
akibat kerja mekanik dan otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang
terdiri dan beberapa aspek yaitu :
12
a. Transportasi Oksigen
Difusi di dalam paru terjadi karena perbedaan konsentrasi
yang tinggi diaveoli ke kapiler paru. Sebaliknya, karbondioksida
mempunyai konsentrasi yang tinggi di kapiler paru dibanding alveoli.
Pengangkutan oksigen dan karbondioksida oleh sistem peredaran
darah, dari paru ke jaringan dan sebaliknya, disebut transportasi dan
pertukaran oksigen dan karbondioksida darah. Pembuluh darah kapiler
jaringan dengan sel – sel jaringan disebut difusi. Respirasi dalam
adalah proses metabolik intrasel yang terjadi di mitokondria, meliputi
penggunaan oksigen dan produksi karbondioksida selama
pengambilan energi dari bahan – bahan nutrien.
b. Ventilasi
Ventilasi adalah pergerakan udara masuk dan keluar dari
paru karena terdapat perdarahan tekanan antara intrapulmunal
(tekanan intraalveoli dan tekanan intrapleura) dengan tekanan
intrapulmunal lebih tinggi dari tekanan atmosfer maka udara akan
masuk menuju ke paru, disebut inspirasi. Bila tekanan intrapulmunal
lebih rendah dari tekanan atmosfer maka udara akan bergerak keluar
dari paru ke atmosfer disebut ekspirasi.
c. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah
respimi atau respirasi interna menipakkan stadium akhir dari respirasi,
yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk mendapatkan energi, dan
13
karbondioksida terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru.
d. Transportasi
Tahap kedua dari proses pernafasan mencakup proses difusi
gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya
kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini
adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas.
e. Perfusi
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler
paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru
dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain
ventilasi dan perfusi dari unit pulmonary harus sesuai pada orang
normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan
perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa paru-paru memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara
atmosfer ke darah vena dan mengeluarkan gas karbondioksida dari
alveoli ke udara atmosfer
b. Menyaring bahan beracun dari sirkulasi
c. Reservoir darah
d. Fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
14
C. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi
Penyebab dari penyakit tuberculosis paru adalah terinfeksinya
paru oleh mycobacterium yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai empat dan bersifat anaerob. Sifat ini yang
menunjukan kuman-kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi
penyakit tuberkulosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak ( lipit ) yang
membuat kuman penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui
droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi
(Isserbacher,2000).
2. Predisposisi
Basil Tuberkulosis menginfeksi seseorang melalui pernafasan
atau kadang juga melalui mulut berupa makanan yang berasal dari hewan
– hewan yang sakit, sedangkan daya penularan dari seorang penderita
tuberculosis ditemukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru
penderita. Persebaran kuman – kuman tersebut dalam udara serta
banyaknya kuman yang dikeluarkan bersama dahak berupa droplet dan
berada di udara sekitar penderita tuberculosis paru.
Faktor resiko terinfeksi meliputi tingginya prevelensi
tuberculosis paru, keadaan social ekonomi serta status gizi serta
lingkungan. Sedangkan factor resiko jatuh sakit meliputi daya tahan tubuh
yang menurun dan tingkat pemaparan yang tinggi. Faktor – factor lain
15
yang berperan penting dalam penyebaran penyakit ini adalah kepadatan
penduduk, rendahnya hygiene sanitasi, keadaan social ekonomi dan
keadaan perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan minimal.
Minimal setiap orang harus mendapatkan ruangan / luas lantai 12 m.
Jika pengobatan seorang penderita TBC aktif tidak rutin / drop
out maka penderita tuberculosis paru akan bertambah parahdimana
mengakibatkan komplikasi dan juga mengakibatkan kematian.
D. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk memperbanyak
diri, basil juga dipindahkan melalui system limfe dan pembuluh darah ke
area paru lain dan bagian tubuh lainnya.
Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Fagosit menelan banyak bakteri, limfosit specific tuberculosis melisis basil
dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli dan menyebabkan bronkopnumonia.
Massa jaringan paru/granuloma (gumpalan basil yang masih hidup
dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding protektif.
Granuloma diubah menjadi massa jaringan fibrosa, yang bagian sentralnya
disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi,
membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif. Individu dapat mengalami penyakit aktif
16
karena gangguan atau respon inadekuat system imun, maupun karena
infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini tuberkel ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian
menyebar di udara, mengakibatkan penyebaran lebih lanjut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan bronkopnemonia
lebih lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinik pada tuberculosis paru dapat bermacam – macam
antara lain:
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang – kadang 40-41”C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksikuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang, sifat batuk kering (non produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif(menghasilkan
sputum/dahak) keadaan yang lanjut berupa batuk darah haemoptosis
karena terjadi pada dinding bronkus.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru-paru.
17
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai dapa
pleura sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi gejala ini akan
jarang ditemukan.
5. Malaise
Penyakit tuberculosis paru bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan anoretia, badan makin kurus,berat badan
menurun , sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, gejala
semakin lama semakin berat dan hilangtimbul secara tidak teratur
( Ilmu Penyakit Dalam,1996).
Menurut American Thoracic Society, America Lung Assosiation,
klasifikasi tuberculosis paru didasarkan pada hubungan yang luas
antar parasit dan penderita, jumlah hasil dalam dahak dan kemoterapi
yang adekuat.
Klasifikasi diagnosis tuberculosis adalah:
1. TB paru
a. BTA (Bakteri tahan Asam) mikroskopis langsung atau biakan (-),
kelainan foto thorak menyokong TB paru pada gejala klinis sesuai
TB paru.
b. BTA(Bakteri Tahan Asam) mikroskopis langsung atau biakan (-),
tetapi kelainan roentgen pada klinis sesuai dengan TB paru dan
memberikan perbaikan pada pengobatan awal inti TB paru (intial
18
therapy) pasien golongan ini memerlukan pengobattan yang
adekuat.
2. TB paru tersangka
Diagnosa pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan
Bakteri Tahan Asam (BTA) didapat (paling lambat 3 bulan).Pasien
dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil
pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan
roentgen dan klinis sesuai TB paru.Pengobatan dengan anti TBC
sudah dapat dimulai.
3. Bekas TB paru
Ada riwayat TB paru pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa
pengobatan atau gambaran roentgen normal/abnormal tetapi stabil
pada foto serial dan sputum GBTA (+) kelompok ini tidak pernah
diobati. (Corwin,2001)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang harus dilakukan pasien dengan masalah tuberkulosi
paru antara lain:
1. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah
mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniazid (H)
19
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa
neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi ikterus,
pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai
ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan,
nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat
diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman
(persisten). Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi
demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah atau jingga pada air seni dan keringat, dan itu harus
diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi
cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme
obat dan tidak berbahaya.
20
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah
hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah
nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan
dengan keseimbangan dan pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta
warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.
2. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki
kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa
tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
3. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat,
minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa
sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian
21
imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
oleh basil tuberkulosis virulen.
G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru antara lain:
1. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian tergantung pada tahap penyakit dan derajat yang terkena
diantaranya yaitu:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala: Kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas
pendek karena kerja, kesulitan tidur pada malam hari,
menggigil atau berkeringat.
Tanda: Takikardi,takipnea/dipsnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri
dan sesak (tahap lanjut).
2. Integritas ego:
Gejala: Gejala-gejala stres yang berhubungan lamanya perjalanan
penyakit, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya/putus
asa, menurunnya produktivitas.
Tanda: Menyangkal (khususnya pada tahap dini),ansietas,
22
ketakutan, gelisah, iritabel, perhatian menurun, perubahan
mental (tahap lanjut).
3. Makanan dan cairan:
Gejala: Kehilangan napsu makan, penurunan berat badan.
Tanda: Turgor kulit buruk, kering, bersisik, kehilangan massa otot,
kehilangan lemak subkutan
4. Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala: Nyeri dada meningkat karena pernapsan, batuk berulang,
nyeri tajam/menusuk diperberat oleh napas dalam,
mungkin menyebar ke bahu, leher atau abdomen.
Tanda: Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
gelisah.
5. Pernapasan:
Gejala: Batuk (produktif atau tidak produktif), napas pendek,
riwayat terpajan tuberkulosis dengan individu terinfeksi
Tanda: Peningkatan frekuensi pernapasa, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher,
retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat,
pengembangan dada tidak simetris, perkusi pekak dan
penurunan fremitus, pada pneumothorax perkusi
hiperresonan di atas area yang telibat, bunyi napas
menurun/tidak ada secara bilateral atau unilateral,bunyi
napas tubuler atau pektoral di atas lesi, crackles di atas
23
apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek
(crackels posttussive), karakteristik sputum hijau purulen,
mukoid kuning atau bercak darah, deviasi trakeal.
6. Keamanan:
Gejala: Kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan
infeksi sekunder.
Tanda: Demam ringan atau demam akut.
7. Interaksi Sosial:
Gejala: Perasaan terisolasi/penolakan karena penyakit menular,
perubahan aktivitas sehari-hari karena perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran
8. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala: Riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum/status
kesehatan buruk, gagal untuk membaik/kambuhnya TB,
tidak berpartisipasi dalam terapi
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a. Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada
tahap akhir penyakit.
b. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit (mantoux, potongan vollmer): reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72jam setelah injeksi
24
intra dermal antigen) menunjukan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif.
d. Elisa/Wostern Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru
atas, simpangan kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan.
f. Histologi atau kultur jaringan paru: positif untuk mycobacterium
tuberkulosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru: positif untuk granulana TB,
adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
h. Elektrolit: dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi.
i. GDA: dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa
pada paru.
j. Pemeriksaan fungsi paru: Penurunan kapasitas vital, peningkatan
tiang mati, peninmgkatan rasio udara dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkrim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural
(TB paru kronis luas). (Doengoes,2000)
25
I. Pathway Keperawatan
Mycobacterium luberkulosis
Airbone/inhalasi/droplet
Saluran pernafasan
Saluran pernafasan atas Saluran pernafasan bawah
Bakteri yang besar bertahan di bronkus
Peradangan bronkus
Penumpukan sekret
Efektif
Tidak efektif
Terhisap orang sehat
Sekret sulit dikeluarkan
Obstruksi
Sesak nafas
Gangguan pola nafas tidak efektif
Paru – paru
alveolus
Terjadi perdarahan Penyebaran bakteri secara hematogen dan limfogen
Alveolus megalami konsolidasi eksudasi
Sesak nafas
Pertukaran O2 dan CO2 tidak lancar
Gangguan pertukaran gas
Demam Sistem imun
melakukan inflamasi
Peningkatan suhu tubuh
Fagosit menekan bakteri
Penekanan eksudat dalam alveoli
Sekresi kental
Produksi sputum yang berlebihan
anoreksia
Penurunan Berat badan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Respon batuk yang menetap
Keletihan
Intoleransi aktivitas
Sekret keluar saat btuk
Batuk terus menerus
Resiko penyebaran
infeksi
26
Diagnosa Keperawatan
1 Berikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek
paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
5. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif
8. Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi
(Doengoes,2000)
27
J. Fokus Intervensi dan Rasional
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Kreteria Hasil
Intervensi Rasional
1.
2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan upaya batuk buruk Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan upaya batuk
bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali aktif
pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan sekret tanpa bantuan dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan pernafasan normal
a. Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kelemahan dan penggunaan otot bantu
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
c. Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m / hari kecuali kontra indikasi
a. . Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris, catat setiap perubahan
a. Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
b. Pengeluaran sulit
bila sekret sangat tebal sputum berdarah kental / darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya hidrasi).
c. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan
d. Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan
a . Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
28
3.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal
tidak ada tanda-tanda dispnea
melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.
b . Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi
c. Baringkan klien
untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)
a. Kaji dispnea,
takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
b. Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
c.Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
d.Tingkatkan tirah
baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien sesuai keperluan
e. Kolaborasi medis
dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen
b. Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder
c. Posisi duduk
memungkinkan ekspansi paru maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret
a . TB paru
menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis effure pleural untuk fibrosis luas
b. Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat mengganggu O2 organ vital dan jaringan.
c. Membuat tahanan
melawan udara luar untuk mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan nafas pendek.
d. Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
e. Mencegah pengeringan membran mukosa, membantu
29
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan, anoreksia, ketidak cukupan nutrisi
kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)
pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.
a. Catat status nutrisi
pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau muntah, diare
b. Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai
c. Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
d. Dorong dan berikan periode istirahat sering
e. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan
f. Dorong makan
sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
g. Kolaborasi, rujuk
ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
pengenceran sekret.
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
b. Membantu dalam
mengidentifikasi kebutuhan pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
c. Dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan atau penggunaan nutrien.
d. Membantu
menghemat energi khususnya bila kebutuhan meningkat saat demam.
e. Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
f. Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu atau kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari menurunkan iritasi gaster.
g. Bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
30
5
6
Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk aktivitas
Agar pola tidur terpenuhi Agar aktivitas kembali efektif.
Pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun pasien mampu melakukan ADLnya secara mandiri dan tidak kelelahan setelah beraktivitas
a. Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
b. Tingkatkat
relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang, berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien menginginkan.
a. Secara bertahap
tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan toleransi
b. Memberikan
dukungan emosional dan semangat
c. Setelah aktivitas
kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.
a. Rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia, waktu tidur. Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap meningkat.
b. Tidur akan sulit
dicapai sampai tercapai relaksasi, lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.
a. Mempertahankan
pernafasan lambat, sedang dan latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan.
b. Rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat menghambat peningkatan aktivitas
c. Intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah beraktivitas.
31
7.
8.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi, keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada Risiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan proses inflamasi, mal nutrisi
Pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit TB Paru Tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran
Pasien menyatakan mengerti tentang penyakit TB Paru Pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola hidup.
c. Kaji kemampuan pasien untuk belajar
d. Berikan instruksi
dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan
a. Jelaskan dosis obat,
frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat atau subtansi lain
b. Dorong untuk tidak merokok
c. Kaji bagaimana
yang ditularkan kepada orang lain
a. Kaji patologi
penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa
b. Identifikasi orang
lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat karib/ teman
c. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal :
c. Belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu
d. Informasi tertulis menentukan hambatan pasien untuk mengingat sejumlah besar informasi pengulangan menguatkan belajar
a. Meningkatkan
kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien
b. Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi pasien
c. Pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan atau reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan reaktivitas
a. Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang atau komplikasi serta membantu pasien atau orang terdekat untuk mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain
b. Orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi
c. Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan
32
masker atau isolasi pernafasan
d. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi
e. Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
f. Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering, makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat
membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular
d. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran
e. Periode singkat
berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f. Adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya, merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua