23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “schizoyang artinya retak atau pecah atau terbelah (split), dan phrenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak bekum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 2.2 Epidemiologi Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1

Bab II & Bab III

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab II & Bab III

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “schizo” yang artinya retak atau

pecah atau terbelah (split), dan “phrenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian

seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami

keretakan jiwa atau keretakan kepribadian.

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab

(banyak bekum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau

“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.

Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan

karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar

(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear

consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun

kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara

bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen; konsisten dengan rentang tersebut,

penelitian Epidemiological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National

Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar

1,3 persen. Kira-kira 0,025 sampai 0,05 persen populasi total diobati untuk

skizofrenia dalam satu tahun. Walaupun duapertiga dari pasien yang diobati

tersebut membutuhkan perawatan di rumah sakit, hanya kira-kira setengah dari

semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan, tidak tergantung pada

keparahan penyakit.

Prevalensi skizoprenia di dunia sekitar 0,2 – 2 % populasi. Angka kejadian

pada wanita sama dengan pria, tetapi onset pada pria umumnya lebih awal (♂: 15-

24 th; ♀: 25-35 th). Prevalensinya 8 x lebih besar pada tingkat sosial ekonomi

Page 2: Bab II & Bab III

2

rendah. Dri penelitian, orang yang dilahirkan pada musim dingin atau awal musim

semi lebih banyak daripada orang yang dilahirkan di akhir musim semi atau

musim panas. Daerah perkotaan lebih tinggi 2x daripada daerah pedesaan.

Skizofrenia merupakan 25% dari semua gangguan psikotik dan 50% dari semua

penderita gangguan jiwa.

2.3 Etiologi

Para peneliti percaya bahwa sejumlah faktor biologis dan lingkungan

berperan dalam munculnya penyakit ini. Namun, para ilmuwan belum mengetahui

etiologi pasti penyakit ini. Karena variasi gejala, banyak yang percaya bahwa

skizofrenia merupakan sekelompok gangguan (group disorders), tidak seperti

penyakit kronis lainnya.

Meskipun asal skizofrenia belum diidentifikasi, para ilmuwan tahu bahwa

ada beberapa dasar keturunan atau kecenderungan genetik untuk penyakit ini.

1. Model diatesis - stress

Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan

lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki

kerentanan (diatesis) jika dikenai stresor akan lebih mudah menjadi

skizofrenia.

2. Faktor Biologi

Komplikasi kelahiran. Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat

dilahirkan sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan

meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

Infeksi. Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus

pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia. Penelitian

mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan

akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.

Hipotesis Dopamin. Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang

berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik

baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan

terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala psikotik

Page 3: Bab II & Bab III

3

diredakan.1° Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala

gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.5’7

Hipotesis Serotonin. Gaddum, wooley dan show tahun 1954

mengobservasi efek lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang

bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini

menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan

serotonin berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian

obat antipsikotik atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas

terhadap reseptor serotonin 5-HT~ lebih tinggi dibandingkan

reseptordopamin D2.57

Struktur Otak. Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah

sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat

sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat melebar, penurunan

massa abu abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun penurunan

aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan jaringan otak ditemukan

sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal

karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah

lahir.

3. Genetik

Risiko kejadian pada populasi umum berkisar 1%. Pada anak yang

kedua orang tuanya menderita skizofrenia, resiko terjadinya skizofrenia

mencapai 40%. Kembar monozigot lebih beresikountuk mengalami

skizofrenia (40-50%) dibandingkan kembar dizigot (10%). Resiko

terjadinya skizofrenia juga meningkat pada anggota keluarga biologis dari

pasien skizofrenia, yaitu sebesar 10% pada anggota keluarga tingkat

pertama.

Cameron (2004) menyebutkan bahwa pada penelitian lainnya

mengenai pola adopsi dalam hubungannya dengan faktor genetik,

diketahui bahwa pengasuhan bayi yang jauh dari orang tuanya yang

menderita skizofrenia dapat menahan peningkatan resiko bagi anak

tersebut untuk mengalami skizofrenia di kemudian hari.

Page 4: Bab II & Bab III

4

4. Perinatal

Menurut Frankenburg (2007), banyak penelitian yang mengungkap

hubungan antara kehamilan dan komplikasi kelahiran dengan skizofrenia.

Resiko perinatal tersebut menunjukkan bahwa skizofrenia merupakan

suatu gangguan neurodevelopmental. Sebagai contoh, para wanita hamil

yang malnutrisi ataupun mengalami penyakit infeksi virus memiliki resiko

yang lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan bakat sikzofrenia yang

kuat. Hal ini pernah terjadi pada pada banyak wanita Belanda selama

Perang Dunia II (akibat malnutrisi), wanita-wanita di Jepang, Inggris, dan

Skandinavia pada tahun 1957 yang wilayahnya merupakan epidemi

penyakit flu akibat infeksi virus influenza A2, serta ibu-ibu hamil di

California yang menderita flu pada trimester pertama (1959-1966).

Selain kedua faktor tersebut, menurut Cameron (2004) kejadian

skizofrenia juga berhubungan dengan faktor abnormalitas otak, yaitu:

pembesaran ventrikel otak (berhubungan dengan dengan adanya gejala

negatif pada pasien skizofrenia) ataupun penyusutan ukuran otak (terutama

pada lobus temporal-frontal, hippocampus, amygdala, dan girus

parahippocampal). Abnormalitas otak ini diketahui melalui pemeriksaan

neuroimaging otak pada pasien skizofrenia. Skizofrenia juga dihubungkan

dengan abnormalitas neurotransmiter, yaitu akibat adanya aktivitas yang

berlebihan (over activity) dari dopamin mesolimbik di dalam otak.

Penyakit dan kondisi lain yang juga berhubungan dengan kejadian

skizofrenia, yaitu: penyakit metabolik (Wilson disease/degenerasi

hepatolenticular), penyakit endokrin (disfungsi tiroid, adrenal, paratiroid),

penyakit infeksi (influenza, Lyme disease, hepatitis C, encephalitis,

neurosyphilis), penyakit lain (multiple sclerosis, Huntington disease,

ataupun paraneoplastic neurologic syndromes), obat-obatan yang

berhubungan dengan perubahan status mental (kortikosteroid, levodopa,

beta blocker), serta defisiensi thiamine dan vitamin B-12.

Page 5: Bab II & Bab III

5

2.4 Faktor Resiko

Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya skizofrenia antara lain:

– Riwayat skizofrenia dalam keluarga

– Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik,

penarikan diri, dan/atau impulsivitas.

– Stress lingkungan

– Kelahiran musim dingin.

– Status social ekonomi yang rendah

– Masalah saat kehamilan dan proses kelahiran

– Bentuk tubuh astenik.

– Penyalahgunaan obat-obatan.

– Usia ayah saat hamil di atas 60 tahun

2.5. Patofisiologi

Beberapa teori mengatakan skizoprenia terjadi berkaitan erat

melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik pada sistem saraf pusat.

Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizoprenia :

• Pada pasien skizoprenia terjadi hiperreaktivitas sistem dopaminergik

• Hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik berkaitan dengan

gejala positif

• Hipodopaminergia pada sistem mesocortis dan nigrostriatal

bertanggungjawab terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal

• Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2)

dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien

skizoprenia

• Peningkatan aktivitas serotonergik menurunkan aktivitas

dopaminergik pada sistem mesocortis bertanggung-jawab terhadap

gejala negatif

Page 6: Bab II & Bab III

6

2.6 Penegakkan Diagnosis

Terdapat berbagai kriteria diagnostik untuk skizofrenia, yaitu:

1. Kriteria Kurt Schneider

2. Kriteria Gabriel Langfeldt

3. Indeks Skizofrenia New Heaven

4. Sistem Fleksibel

5. Kriteria Diagnostik Riset

6. Kriteria St.Louis

7. Kriteria Taylor dan Abrams

8. Present State Examination

9. Kriteria Tsuang dan Winokur

Kriteria diagnostik resmi dari DSM-IV American Psychiatric

Association untuk skizofrenia, yaitu:

A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut,

masing-masing ditemukan untuk bagian waktu

yang bermakna selama periode 1 bulan (atau

kurang jika diobati dengan berhasil)

(1) waham

(2) halusinasi

(3) bicara terdisorganisasi

(4) perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang

jelas

(5) gejala negative, yaitu pendataran afektif,

alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)

Catatan: hanya ada satu gejala kriteria A yang

diperlukan jika waham adalah kacau atau

halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus

mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau

dua atau lebih suara yang saling bercakap satu

sama lainnya.

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan

gangguan mood: gangguan skizoafektif dan

gangguan mood dengan cirri psikotik telah

disingkirkan karena: (1) tidak ada episode

depresif berat, manik, atau campuran yang

telah terjadi bersama-sama dengan gejala

fase aktif; atau (2) jika episode mood telah

terjadi selama gejala fase aktif, durasi

totalnya adalah relative singkat

dibandingkan durasi periode aktif dan

residual.

E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum:

gangguan tidak disebabkan oleh efek

fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,

obat yang disalahgunakan suatu medikasi)

atau suatu kondisi umum.

F. Hubungan dengan gangguan perkembangan

Page 7: Bab II & Bab III

7

B. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu

yang bermakna sejak onset gangguan, satu atau

lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas

di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset

(jika onset pada masa anak-anak atau remaja,

kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian

interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang

diharapkan).

C. Durasi: tanda gangguan terus menerus menetap

selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini

harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala

(atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang

memenuhi kriteria A (yaitu,gejala fase aktif)

dan mungkin termasuk periode gejala prodromal

atau residual. Selama periode prodromal atau

residual, tanda gangguan mungkin

dimanifestasikan hanya oleh gejala negative

atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam

kriteria A dalam bentuk yang diperlemah

(misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman

persepsi yang tidak lazim).

pervasiv: jika terdapat riwayat adanya

gangguan autistik atau gangguan

perkembangan pervasiv lainnya, diagnosis

skizofrenia dibuat hanya jika waham atau

halusinasi yang menonjol juga ditemukan

untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang

jika diobati secara berhasil).

Klasifikasi perjalanan penyakit

longitudinal (dapat diterapkan hanya

setelah sekurangnya 1 tahun lewat sejak

onset awal gejala fase aktif):

Episodik dengan gejala residual

interepisode

(episode didefinisikan oleh timbulnya

kembali gejala psikotik yang menonjol);

juga sebutkan jika: dengan gejala

negative yang menonjol

Episodik tanpa gejala residual

interepisodik:

Kontinu (gejala psikotik yang menonjol

ditemukan di seluruh periode observasi);

juga sebutkan jika: dengan gejala

negative yang menonjol

Episode tunggal dalam remisi parsial;

juga sebutkan jika: dengan gejala

negative yang menonjol

Episode tunggal dalam remisi penuh

Pola lain atau tidak ditentukan

Menurut pedoman diagnostik dari PPDGJ-III mengenai skizofrenia,yaitu:

Page 8: Bab II & Bab III

8

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut yang amat jelas (dua gejala

atau lebih bila gejala-gejala kurang jelas):

a. - thought echo = isi pikiran diri sendiri yang berulang/bergema

dalam kepala.

- thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal).

- thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain mengetahuinya.

b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan dari luar

- delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan dari luar

- delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar

- delusional perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik.

c. Halusinasi auditorik:

- Suara halusinasi yang berkomentar teru-menerus terhadap

perilaku pasien, atau

- Mendiskusikan perihal pasien, atau

- Suara halusinasi yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan mustahil, misalnya perhial keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas

manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau

berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus ada secara jelas:

e. Halusinasi menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide yang

Page 9: Bab II & Bab III

9

berlebihan (over-valued ideas) yang menetap (bila terjadi setiap

hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan).

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang

tidak relevan / neologisme

g. Perilaku katatonik, seperti gaduh gelisah (excitement), posturing,

atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala-gejala negative, seperti apatis, jarang bicara, dan respon

emosional yang menumpul, mengakibatkan penarikan diridan

menurunnya kinerja sosial.

Adanya gejala tersebut di atas telah berlangsung selama satu bulan

atau lebih.

2.7 Skizofrenia Paranoid

DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of mental Disorders

ed.4) menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan

(preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang

sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe

terdisorganisasi atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe paranoid

ditandai terutama oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau

waham kebesaran. Pasien skizofrenia paranoid biasanya berumur lebih tua

daripada pasien skizofrenia terdisorganisasi atau katatonik jika mereka

mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir

usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial yang dapat

membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego pasien

paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi.

Pasien skizofrenia paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari

kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan

tipe lain pasien skizofrenia.

Pasien skizofrenia paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga,

berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersikap bermusuhan atau

Page 10: Bab II & Bab III

10

agresif. Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan

diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan

mereka tidak dipengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap

intak.

Kriteria diagnostik untuk skizofrenia tipe paranoid adalah:

A. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.

B. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi yang

menonjol.

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa

(laughing);

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi

jarang menonjol;

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.

C. Tidak ada dari berikut ini yang menonjol: bicara terdisorganisasi,

perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek yang datar atau tidak

sesuai.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan skizofrenia terdiri dari terapi farmakologik dan

non-farmakologik, sasaran terapinya bervariasi, berdasarkan fase dan

keparahan penyakit

• Pada fase akut : mengurangi atau menghilangkan gejala psikotik dan

meningkatkan fungsi

Page 11: Bab II & Bab III

11

• Pada fase stabilisasi: mengurangi resiko kekambuhan dan

meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat

1. Non-farmakologi

• Program rehabilitasi : living skills, social skills, basic

education, work program,supported housing

• Psikoterapi : terapi tambahan, terutama jika pasien sudah

berespon thd obat

• Family education

• Psikoterapi individual

• Terapi suportif

• Sosial skill training

• Terapi okupasi

• Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

• Psikoterapi kelompok

• Psikoterapi keluarga

• Manajemen kasus

• Assertive Community Treatment (ACT)

2. Farmakologi

a. Terapi fase akut skizofrenia :

• Tujuan terapi 7 hari pertama : mengurangi agitasi, hostility,

agresi, anxiety

• Jika seorang pasien terkena serangan psikotik akut, lebih baik

diatasi dengan “meng-imobilisasi” pasien dulu dan

mengajaknya bicara, kemudian diberi benzodiazepine utk

penenang dan atau suatu obat antipsikotik

• Benzodiazepine (exp: lorazepam 2 mg i.m setiap 30 menit)

terbukti efektif mengurangi agitasi sehingga mengurangi

dosis antipsikotik yang dibutuhkan mengurangi efek

samping

Page 12: Bab II & Bab III

12

• Jika dibutuhkan antipsikosis untuk agitasi yang berat obat

potensi tinggi bisa digunakan, seperti haloperidol 2-5 mg IM

b. Terapi stabilisasi :

• Terapi minggu ke 2-3 digunakan terapi stabilisasi yang

tujuannya untuk meningkatkan sosialisasi dan perbaikan

kebiasaan(self-care habits) dan perasaan

• Mungkin perlu waktu 6-8 minggu utk mendapat respon yang

diharapkan, pada pasien kronis mungkin butuh waktu 3-6

bulan

• Pengobatan : menggunakan antipsikotik atipikal, jika

menggunakan obat tipikal: dosis yang ekuivalen dengan

klorpromasin 300-1000 mg dapat digunakan

• Terapi tidak bisa menyembuhkan, hanya mengurangi gejala

c. Terapi pemeliharaan mencegah kekambuhan

Harus diberikan sedikitnya sampai setahun sejak sembuh dari

episode akut, bahkan untuk bisa lebih berhasil, perlu terapi

selama sedikitnya 5 tahun, lalu dosis pada diturunkan perlahan-

lahan

Terapi pemeliharaan dapat diberikan dalam dosis setengah dari

dosis akut

Bagi pasien yang kepatuhannya rendah, ada obat yang dibuat dalam

formulasi depot contoh : flufenazin dekanoat atau haloperidol

dekanoat, dapat diberikan setiap 2 -4 minggu sekali secara i.m.

tetapi formulasi depot ini hanya diberikan jika pasien telah memiliki

dosis efektif p.o yang stabil

BAB III

ANALISIS MASALAH

Page 13: Bab II & Bab III

13

Dari anamnesis dan observasi yang dilakukan terhadap pasien yang

bernama Tn. S, 52 tahun, yang beralamat di Kalidoni Palembang, didapatkan

psikopatologi berupa keadaan umum yaitu kesadaran compos mentis terganggu,

sikap kooperatif terhadap pemeriksa, perhatian adekuat, kontak mata, kontak fisik,

dan kontak verbal ada, adanya ekspresi fasial yang tampak gelisah, verbalisasi

jelas dan cara bicara lancar. Sedangkan pada keadaan spesifik didapatkan keadaan

afek sesuai, mood distimik, hidup emosinya labil, dalam, tak terkendali, adekuat,

echt, einfuhlung masih dapat dirabarasakan, skala diferensiasi melebar, arus

emosi cepat. Keadaan dan fungsi intelektual os mempunyai daya ingat

baik, daya konsentrasi baik, orientasi (waktu, tempat, orang) baik, luas

pengetahuan sesuai taraf pendidikan, discriminative insight dan discriminative

judgement terganggu, dugaan taraf intelegensia sesuai, dan tidak ada kemunduran

intelektual. Pada keadaan sensasi dan persepsi terdapat halusinasi auditorik.

Keadaan proses berpikir os mempunyai psikomotilitas cepat, asosiasi longgar ada,

mutu proses berpikir jelas, waham grandiosa ada, waham curiga ada, dan pikiran

autistik. Keadaan dorongan instinktual: terdapat vagabondage. Reality Testing

Ability os terganggu dalam pikiran, perasaan dan perbuatan.

Dari alloanamnesis didapatkan stressor berupa masalah sosial

dilingkungan pekerjaan os. Os pernah menabrak orang hingga orang tersebut

tewas. Diketahui pula bahwa os sangat merasa bersalah atas hal itu, terlebih lagi

adanya tekanan dari orang-orang sekitar os di kantor atas masalah tersebut. Besar

kemungkinannya bahwa dalam hal ini os merasa tertekan dan dikejar-kejar rasa

bersalah, sehingga perilaku os mulai tampak berubah. Os telah 2 kali masuk

rumah sakit Ernaldi Bahar karena gejala dan tanda yang sama, yaitu pada tahun

2009 dan 2011.

Dari data-data yang telah diperoleh diatas, dapat ditegakkan diagnosis

pasien ini adalah skizofrenia paranoid episode berulang. Diagnosis ini ditegakkan

menurut Kriteria Bleurer yaitu adanya gejala primer dan sekunder skizofrenia.

Page 14: Bab II & Bab III

14

Gejala primer yaitu gangguan asosiasi, gangguan afektif, autistik, dan

ambivalensi, sedangkan gejala sekunder adanya waham yang menonjol yaitu

waham curiga dan waham grandiose, serta ada halusinasi auditorik yang

menyuruhnya keluar rumah dan membicarakan os.

Atas dasar adanya kriteria Bleurer diatas dan kriteria PPDGJ III, diagnosis

pasien ini termasuk skizofrenia. Dengan adanya waham curiga, waham grandiosa,

dan halusinasi perintah merujuk pada skizofrenia subtype paranoid. Os pernah

berobat dan sembuh sehingga perjalanan penyakitnya disebut skizofrenia paranoid

episode berulang yang dalam PPDGJ III termasuk dalam kode F.20.03.

Penatalaksanaan pasien ini meliputi terapi psikofarmaka dan psikoterapi.

Psikofarmaka yang diberikan adalah antipsikotik …………….. dan psikoterapi

berupa

Prognosis pasien ini adalah dubia……………

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: Bab II & Bab III

15

1. Kaplan, Harold I., Benyamin J.Sadock, Jack A.Grebb.2002. Sinopsis Psikiatri.

Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 2. Tangerang: Binarupa

Aksara.

2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ-III.2001. Jakarta: Bagian

Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.

3. Maramis WF, Skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7,

Surabaya, 1998.

4. Surilena, lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia, dalam : majalah

psikiatri, Jakarta 2005