Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia secara etimologis belajar memiliki arti
berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Hal tersebut dapat diartikan bahwa belajar
adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Disini, usaha untuk
mencapai kepandaian atau ilmu merupakan usaha manusia untuk memenuhi
kebutuhannya mendapatkan ilmu atau kepandaian yang belum didapatkan sebelumnya.
Sehingga dengan belajar itu manusia menjadi tahu, memahami, mengerti dapat
melaksanakan dan memiliki tentang sesuatu.
Definisi etimologis di atas mungkin sangat singkat dan sederhana, sehingga masih
diperlukan penjelasan terminalogis mengenai belajar yang lebih mendalam. Dalam hal ini,
banyak ahli yang mengemukakan pengertian belajar. Pertama Chatarina Tri Anni (2004:2),
menurut Chatarina belajar adalah proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia
mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan
penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan
bahkan persepsi manusia.
Morgan dan kawan -- kawan dalam Chatarina Tri Anni (2004:2) menyatakan bahwa
belajar adalah perubahan relatif tetap yang terjadi karena hasil dari praktik atau
pengalaman. Pernyataan Morgan dan kawan -- kawan ini senada dengan Slavin dalam
Chatarina Tri Anni (2004:2) yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan individu
yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut Bruner dalam Wahyudi (2013:20) Belajar merupakan suatu proses aktif
yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya. Bruner menyatakan ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam
belajar, yaitu: 1). Proses perolehan informasi baru, 2). Proses mentransformasikan
informasi yang diterima, dan 3). Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Udin S. Winataputra (2007:4) mengemukakan belajar adalah proses mendapatkan
pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan
6
7
yang memandu perilaku pada masa yang akan datang. Jadi berdasarkan pendapat--
pendapat di atas dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk mencapai
sesuatu yang lebih baik dan dilakukan dengan sadar melalui sebuah proses yang berupa
perubahan perilaku yang mencakup perubahan kognitif, afektif, maupun psikomotorik
dalam diri individu.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar (Chatarina Tri Anni, 2004:4). Perolehan aspek-aspek
perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Oleh
karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan
perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.
Menurut Aina Mulyana (2012) hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai
siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan
pembentukan tingkah laku seseorang.
Benyamin S. Bloom dalam Chatarina Tri Anni (2004: 6) mengatakan bahwa “hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”, yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
1). Domain kognitif adalah:
a. Knowledge (pengetahuan, ingatan)
b. Komprehensif ( pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
c. Application( menerapkan)
d. Analisys ( menguraikan,menentukan hubungan)
e. Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru) dan
evaluation( menilai)
2). Domain Afektif adalah :
a. Receiving, (sikap menerima)
b. Responding ( memberikan respon)
c. Valuing ( nilai)
d. Organization(organisasi)
e. Characterization ( karakterisasi)
8
3). Domain psikomotorik meliputi:
a. Intiatory, pre-routine dan rountinized
b. Psikomotorik juga mencakup ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial
dan intelektual.
Seperangkat faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Chatarina Tri Anni,
(2004:11) adalah sebagai berikut:
a. Kondisi Internal
Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh; kondisi
psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional; dan kondisi sosial, seperti bersosialisasi
dengan lingkungan. Pada kondisi internal ini erat kaitannya gaya belajar SAVI sebagai
pengaruh hasil belajar, yaitu pada aspek Kinestetik, Auditory, Visual dan Intelektual
pembelajar. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki dalam diri fisik
pembelajar akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses dan hasil belajar.
b. Kondisi Eksternal
Kondisi eksternal antara lain kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim,
suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan,
proses dan hasil belajar.
Hasil belajar siswa dapat diketahui melalui penilaian kelas. Penilaian kelas
merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi untuk pemberian keputusan
terhadap hasil belajar siswa. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam Aina Mulyana (2012)
mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar
tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang
lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai
berikut:
a) Tes Formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan
tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa
terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki
proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.
b) Tes Subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran
9
daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes
subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
c) Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan
pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua
bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat
keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes
sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking)
atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang
telah dicapai dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, dan menyenangkan
hati yang diperoleh dengan jalan ketekunan, baik secara individu maupun secara
kelompok.
2.1.3 Hakikat Matematika
Istilah “matematika” berasal dari bahasa Yunani, “mathein” atau “mathenein” yang
berarti mempelajari. Kata “matematika” juga diduga erat hubungannya dengan kata dari
bahasa sansekerta, “medha” atau “widya” yang berarti kepandaian, ketahuan, atau
intelegensia Wikipedia (2013).
Menurut Subarinah dalam Wahyudi dkk, (2013:10), “matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di
dalamnya”. Hal ini berarti belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep,
struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.
Wahyudi dkk, (2013:10) menyatakan bahwa “matematika adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan
merupakan bahasa yang eksak, cermat, dan terbebas dari emosi”. Matematika berkenaan
dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungannya yang diatur menurut aturan
yang logis, berpola deduktif, dan berupa bahasa yang dikembangkan dengan simbol-
simbol.
Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Tujuan
10
matematika sekolah di SD dan MI yang telah ditetapkan oleh pemerintah dikutip dari
Aisyah dalam Wahyudi dkk, (2013:11), yaitu:
a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan rasa percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika sebagai suatu ilmu memiliki
objek dasar yang berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dari objek dasar itu
berkembang menjadi objek-objek lain, misalnya: pola-pola dan struktur-struktur dalam
matematika yang ada dewasa ini. Pola pikir yang digunakan dalam matematika adalah
pola pikir deduktif, bahkan suatu struktur yang lengkap adalah deduktif aksiomatik.
2.1.4 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Konsep dasar pembelajaran telah dirumuskan dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dalam konsep
tersebut terkandung 5 konsep, yakni interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan
lingkungan belajar. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, namun tidak semua proses
belajar terjadi karena pembelajaran.
Wahyudi dkk, (2013:13) mengemukakan bahwa “Pembelajaran Matematika adalah
proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar mengajar dan proses tersebut
berpusat pada guru mengajar matematika”. Pembelajaran matematika harus memberikan
peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika
dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah. Pembelajaran
matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika
di sekolah.
11
Menurut Wawan Junaidi (2010), “pembelajaran matematika adalah suatu proses
yang diselengarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa guna memperoleh ilmu
pengetahuan dan keterampilan matematika”. Suatu proses pembelajaran yang dimaksud
adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan situasi agar siswa belajar
dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing.
Ciri - ciri pembelajaran Matematika di SD menurut (John A. Van De Walle dalam
Neneng Inayati 2012) sebagai berikut :
a) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Pendekatan spiral dalam
pembelajaran matematika merupakan pendekatan di mana pembelajaran konsep
atau topik, matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik
sebelumnya.
b) Pembelajaran Matematika bertahap.
Materi pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap yang dimulai dari
konsep – konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit.
c) Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif.
d) Pembelajaran matematika menganut kebenaran yang konsisten artinya tidak ada
pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lainya,
e) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara pengajaran materi pembelajaran
yang mengutamakan pengertian daripada hafalan.
Pada sekolah dasar umur siswa berkisar antara 6 hingga 13 tahun yang masih ada
pada fase kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah- kaidah logika
meskipun masih terikat dengan objek yang yang bersifat konkret. Piaget dalam Wahyudi
(2013:3) mengatakan usia pada masa sekolah dasar adalah usia pembelajaran melalui
tahapan dari konkret, semi konkret, semi abstark, dan selanjutnya abstrak. Dalam
mengajarkan matematika di Sekolah Dasar penyajian pembelajaran harus melalui tahapan
- tahapan pembelajaran yaitu tahap pemahaman dasar, penanaman konsep, pemahaman
konsep, dan pembinaan keterampilan. Matematika merupakan ilmu deduktif, namun
karena sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran
matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
12
Dari beberapa pendapat tentang pengertian pembelajaran matematika, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan serangkaian aktivitas guru
dalam memberikan pengajaran terhadap siswa untuk membangun konsep-konsep dan
prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri.
Pengertian pembelajaran matematika di sekolah tidak terlepas dari tujuan umum
pembelajaran matematika. Adapun tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 SD. Mata pelajaran matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
(1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan
sikap siswa serta memberikan tekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika
juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu:
(1) menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. Berdasarkan pengertian di atas jelas kiranya bahwa unsur pokok dalam
pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang
sengaja dirancang selanjutnya disebut sebagai proses pembelajaran, siswa sebagai
pelaksana kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam
hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.
13
2.1.5 Model Pembelajaran SAVI dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki siswa. Menurut Herdian (2009), “SAVI
merupakan singkatan dari Somatic, Auditory, Visual, dan Intelektual”. Teori yang
mendukung model pembelajaran SAVI adalah Accelerated Learning (AL), Teori otak
kanan/kiri; Pilihan Modalitas (Visual, auditorial, dan Kinestetik); Teori kecerdasan ganda;
Pendidikan Menyeluruh (Holistic); Belajar berdasarkan pengalaman; belajar dengan
simbol.
Model pembelajaran SAVI sejalan dengan Accelerated Learning (AL) alasan yang
mendasari hal tersebut adalah karena AL membantu manusia untuk belajar lebih cepat
dan efisien dengan menghargai perbedaan proses belajar dari masing-masing individu
yang menekankan pada kemampuan Auditory, Visual dan Kinestetik. Lou Russel (2011:5).
Model pembelajaran ini didasari oleh fakta bahwa setiap orang memiliki gaya berfikir
dan gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian kita dapat belajar dengan baik hanya
dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya orang-orang seperti ini menyukai
penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan
fasilitator dan tidak terganggu oleh kebisingan. Pola belajar demikian disebut gaya belajar
visual. Disisi lain banyak pula pelajar yang mengandalkan kemampuan mendengar untuk
mengingat dan tidak sedikit siswa yang memiliki cara belajar paling efektif dengan terlibat
langsung dengan kegiatan.
Menurut Silberman (2006:28) “hanya sedikit siswa yang memiliki satu jenis cara
belajar”. Berdasarkan hasil observasi dari 30 siswa, 22 diantaranya dapat belajar dengan
sangat efektif selama gurunya menghadirkan kegiatan belajar yang berupa kombinasi
antara visual, auditorial, dan kinestetik. Namun 8 siswa lainnya hanya menyukai satu
bentuk cara pembelajaran sehingga mereka kesulitan memahami pelajaran jika metode
penyampainnya tidak sesuai dengan gaya belajar mereka. Guna memenuhi kebutuhan ini
pembelajaran harus bersifat multisensori dan penuh dengan variasi yaitu dengan melalui
model pembelajaran SAVI.
14
1. Prinsip Dasar Model Pembelajaran SAVI (Somatik, Auditori, Visual,
Intelektual)
Menurut Herdian (2009), “dikarenakan pembelajaran SAVI sejalan dengan gerakan
Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan Accelerated Learning
(AL)”. Sebagai guru kita harus memahami prinsip-prinsip SAVI sehingga mampu
menjalankan model pembelajaran dengan tepat. Prinsip tersebut adalah:
a) Pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. b) Pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi. c) Kerjasama membantu proses pembelajaran. d) Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. e) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. f) Emosi positif sangat membantu pembelajaran. g) Otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
2. Karakteristik Metode Pembelajaran SAVI (Somatik, Auditori, Visual,
Intelektual)
Menurut Dwi Sarbini dan Siti Zulaekah (2012:463), sesuai dengan singkatan dari
SAVI sendiri yaitu Somatic, Auditori, Visual dan Intektual, maka karakteristiknya ada
empat bagian yaitu:
1. Belajar somatic
Somatic berasal dari bahasa Yunani „soma‟ yang berarti tubuh. Belajar somatis
berarti belajar dengan indera peraba, kinestesis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan
serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar.
2. Belajar auditori
Pikiran auditori manusia lebih kuat daripada yang manusia sadari. Telinga manusia
terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari.
Ketika manusia membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak
menjadi aktif. Bangsa Yunani kuno mendorong orang belajar dengan suara lantang lewat
dialog. Belajar auditori merupakan cara belajar standar bagi semua masyarakat sejak awal
sejarah.
3. Belajar Visual
Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat
dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih banyak
perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain.
15
4. Belajar Intelektual
Intelektual menunjukkan apa yang dilakukan oleh pembelajar dalam pikiran mereka
secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu
pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman
tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah
dan membangun makna.
Belajar dapat optimal jika keempat karakteristik dari SAVI ada dalam satu peristiwa
pembelajaran. Misalnya, orang akan dapat belajar sedikit dengan menyaksikan presentasi
(V), tetapi mereka dapat belajar jauh lebih banyak jika mereka dapat melakukan sesuatu
ketika presentasi sedang berlangsung (S), membicarakan apa yg sedang mereka pelajari
(A), dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut dalam
pekerjaan mereka (I). Dengan kata lain akal menerima fakta dari indera untuk kemudian
diintreprestasikan dengan informasi terkait. Sehingga fakta dapat dimaknai dari
penggabungan informasi tersebut.
3. Tahapan-tahapan Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatik, Auditori,
Visual, Intelektual)
Menurut Herdian (2009), Tahapan-tahapan model pembelajaran SAVI yang perlu
ditempuh adalah :
1) Tahap Persiapan (Kegiatan Pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan perasaan positif
mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi
optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal:
a. Memberikan sugesti positif
b. Meberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
c. Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
d. Membangkitkan rasa ingin tahu
e. Menciptakan lingkungan fisik yang positif
f. Menciptakan lingkungan emosional yang positif
g. Menciptakan lingkungan sosial yang positif
h. Menenangkan rasa takut
i. Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
16
j. Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
k. Merangsang rasa ingin tahu siswa
l. Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal
2) Tahap Penyampaian (Kegiatan Inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan materi belajar yang
baru dengan cara melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal-hal
yang dapat dilakukan guru:
a. Uji coba kolaboratif dan berbagai pengetahuan
b. Pengamatan fenomena dunia nyata
c. Pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh
d. Presentasi interaktif
e. Grafik dan sarana yang presentasi berwarna-warni
f. Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
g. Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
h. Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
i. Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
j. Pelatihan memecahkan masalah
3) Tahap Pelatihan (Kegiatan Inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa mengintegrasikan dan menyerap
pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang
dilakukan guru yaitu:
a. Aktivitas pemrosesan siswa
b. Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali
c. Simulasi dunia-nyata
d. Permainan dalam belajar
e. Pelatihan aksi pembelajaran
f. Aktivitas pemecahan masalah
g. Refleksi dan artikulasi individu
h. Dialog berpasangan atau berkelompok
17
i. Pengajaran dan tinjauan kolaboratif
j. Aktivitas praktis membangun keterampilan
k. Mengajar balik
4) Tahap Penampilan Hasil (Tahap Penutup)
Pada tahap ini hendaknya membantu siswa menerapkan dan memperluas
pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan
melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:
a. Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera
b. Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
c. Aktivitas penguatan penerapan
d. Materi penguatan persepsi
e. Pelatihan terus menerus
f. Umpan balik dan evaluasi kinerja
g. Aktivitas dukungan kawan
h. Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
Dari penjelasan-penjelasan mengenai tahapan model pembelajaran SAVI di atas
dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran SAVI dapat ditempuh dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1). Kegiatan Membuka Pelajaran
a. Melaksanakan apersepsi,yaitu pertanyaan tentang materi pelajaran sebelumnya.
b. Memotivasi belajar dengan mengemukakan kasus yang ada kaitannya dengan
materi pelajaran yang akan diajarkan.
c. Mengemukakan tujuan pelajaran dan berbagai kegiatan yang akan dikerjakan
dalam mencapai tujuan pelajaran itu.
2). Kegiatan Inti Pelajaran
a. Mengemukakan lingkup materi pelajaran yang akan dipelajari melalui media LCD.
b. Membentuk kelompok dan mengemukakan tata cara kerja kelompok.
c. Mengemukakan tugas setiap kelompok kepada ketua kelompok atau langsung
kepada semua siswa.
18
d. Mengemukakan peraturan dan tata tertib serta saat memulai dan mengakhiri
kegiatan kerja kelompok.
e. Mengawasi, memonitor, dan bertindak sebagai fasilitator selama siswa melakukan
kerja kelompok.
f. Siswa melakukan presentasi untuk pelaporan hasil kerja kelompoknya.
3). Kegiatan Mengakhiri Pelajaran
a. Meminta siswa merangkum isi pelajaran yang telah dikaji melalui kerja kelompok.
b. Melakukan evaluasi hasil dan proses.
c. Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang materi yang belum
dikuasai siswa maupun memberi tugas pengayaan bagi siswa yang telah
menguasai materi tersebut.
4. Kelebihan Model pembelajaran SAVI
Menurut Toni Agus Ardie (2012), model pembelajaran SAVI memiliki banyak
kelebihan dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Berikut ini merupakan
kelebihan dalam proses pembelajaran SAVI:
a) Guru hanya sebagai fasilitator atau pendamping dalam pembelajaran
b) Proses berpikir siswa dari konkrit menjadi abstrak
c) SAVI terdiri dari ( Somatic, Auditory, Visiual, dan Intelektual ) yang
menekankan siswa selalu aktif dalam pembelajaran
d) Siswa mengkonstruksi atau membangun sendiri pemahamannya dalam
proses belajar mengajar
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
1. Toni Agus Ardie (2012) dalam penelitiannya yang berjudul: Peningkatan Motivasi
dan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran SAVI Pada Siswa Kelas
V SDN Salatiga 01 Sidorejo Kota Salatiga Tahun 2011/2012. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa Penerapan model pembelajaran SAVI dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar khususnya tentang pemahaman konsep sifat-sifat
cahaya pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Salatiga 01 kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2011/2012 ada 46 siswa, kondisi awal
19
sebanyak 21,7% yang tuntas dan 78,3% belum tuntas. Setelah melakukan
penelitian dan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan model SAVI
ketuntasan siswa meningkat menjasi 95,6% dengan rata-rata nilai 77, 8.
2. Stefanus Dwi Jantoro (2012) dalam penelitiannya yang berjudul: Perbedaan Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas III Antara yang menggunakan Model Pembelajaran SAVI
dan Pembelajaran Konvensional. Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar siswa kelas III pada pembelajaran tema energi.
Dengan menggunakan model pembelajaran SAVI pada kelas eksperimen hasil
belajar yang dicapai lebih tinggi daripada kelas kontrol yang menggunakan model
pembelajaran konvensional.
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang baik adalah yang mampu melibatkan keaktifan siswa dalam
proses belajar mengajar. Permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran Matematika di
kelas VI adalah rendahnya hasil belajar siswa dan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran. Akar permasalahannya adalah model pembelajaran yang digunakan belum
mampu melibatkan keaktifan siswa secara menyeluruh dan media pembelajaran yang
digunakan kurang efektif. Terkait dengan permasalahan di atas, perlu dilakukan inovasi
pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam pembelajaran guna meningkatkan
hasil belajar siswa. Salah satu cara yang ditempuh adalah menggunakan model
pembelajaran SAVI dengan menyatukan keempat unsurnya. Pembelajaran dimulai dengan
guru memberi tahu materi yang akan disampaikan, tujuannya apa, tanya jawab sebagai
bentuk penerapan belajar Auditori (A). Guru menggunakan alat peraga berupa benda
kongkrit dan power point sebagai bentuk penerapan belajar Visual (V). Media power point
adalah sebuah program yang digunakan untuk membuat presentasi secara audio visual
yang sangat menarik. Adanya media power point, penyajian pelajaran menjadi lebih
menarik perhatian siswa. Setelah itu guru memberi soal latihan untuk dikerjakan secara
kelompok, lalu hasil kerja kelompok tersebut dipresentasikan di depan kelas untuk dibahas
bersama-sama. Kegiatan tersebut sebagai bentuk penerapan Somatic (S). Langkah
terakhir adalah guru memberikan latihan secara individu sebagai bentuk belajar Intelektual
(I). Dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai, maka akan membantu siswa
20
untuk meningkatkan hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan Penelitian
Tindakan Kelas Tersebut akan lebih mudah dipahami melalui skema berikut :
Bagan 2.1
Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir maka hipotesis tindakan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”Dengan menggunakan model
pembelajaran SAVI dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika
dengan kompetensi dasar menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan satuan debit
bagi siswa kelas VI semester I SD Negeri Depok 01 Kecamatan Kandeman Kabupaten
Batang Tahun Pelajaran 2013/2014.”
Kondisi Awal
Guru : Masih menggunakan
pembelajaran
konvensional
Siswa : Hasil belajar siswa
masih rendah
≤ KKM (60)
Tindakan
Guru : Menggunakan model pembelajaran SAVI
Siklus I : Menerapkan model pembelajaran SAVI,
ada peningkatan namun belum tuntas
Kondidi
Akhir
Siklus II : Perbaikan terhadap siklus sebelumnya
dengan tetap menerapkan model pembelajaran SAVI, ada peningkatan dan
tuntas KKM
Guru : Diperkirakan melalui model pembelajaran
SAVI dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VI tuntas KKM 80%