Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Kajian teori merupakan uraian pendapat dari beberapa ahli yang mendukung
penelitian. Dalam kajian pustaka akan dibahas tentang pembelajaran tema “Aku dan
Sekolahku”, tinjauan aspek tematik, hasil belajar tematik, pendekatan saintifik dalam
pembelajaran tematik dan penerapan model Problem Based Learning (PBL) dalam
pendekatan saintifik.
2.1.1 Pembelajaran Tema Aku dan Sekolahku
Pembelajaran merupakan salah satu istilah dalam ilmu pendididikan yang sering
kita dengar, pembelajaran merupakan perpaduan antara dua aktivitas yakni belajar dan
mengajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:17), pembelajaran merupakan
suatu proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.
Pembelajaran di dalam kurikulum 2013 didasarkan pada pembelajaran tematik.
Salah satu tema dalam pembelajaran tematik pada kelas 2 SD adalah tema “Aku
dan Sekolahku”. Penelitian ini dilakukan pada tema “Aku dan Sekolahku” subtema
“Kegiatan Ekstrakurikulerku”. Pembelajaran pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku” ini
meliputi empat mata pelajaran, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, PPKn dan SBDP.
Secara rinci pemetaan kompetensi dasar pada subtema “Kegiatan
Ekstrakurikulerku” dijelaskan melalui tabel 2.1 berikut.
7
Tabel 2.1
Pemetaan Kompetensi Dasar Subtema Kegiatan Ekstrakurikulerku
Kompetensi Dasar
Kemampuan yang Dikembangkan
PPKn
3.4 Memahami arti bersatu dalam keberagaman di
rumah dan di sekolah.
4.4 Bermain peran tentang bersatu dalam
keberagaman di lingkungan rumah dan sekolah.
Pembelajaran 1
1. Menyebutkan arti bersatu
2. Kemampuan mengajukan
pertanyaan dan menulis cerita
narasi.
3. Pemecahan masalah tentang
menentukan banyak pecahan
uang tertentu ditukar dengan
pecahan uang lainnya.
4. Membuat lagu anak-anak.
Pembelajaran 6
1. Kemampuan mengajukan
pertanyaan dan menyimpulkan
cerita narasi.
2. Menyebutkan bentuk-bentuk
kegiatan bersama.
3. Pemecahan masalah tentang
banyak pecahan uang ditukar
dengan pecahan uang lainnya.
4. Menyanyikan lagu anak-anak
dengan diiringi alat musik ritmis.
Bahasa Indonesia
3.2 Mengenal teks narasi sederhana kegiatan dan
bermain di lingkungan dengan bantuan guru atau
teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang
dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah untuk
membantu pemahaman.
4.2 Memperagakan teks cerita narasi sederhana
tentang kegiatan dan bermain di lingkungan secara
mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis
yang dapat diisi dengan kosakata bahasa daerah
untuk membantu penyajian.
Matematika
3.4 Mengenal nilai tukar antar pecahan uang.
4.4 Mendemonstrasikan berbagai penukaran uang di
depan kelas dengan berbagai kemungkinan
jawaban.
SBDP
3.2 Mengenal pola irama lagu bertanda birama tiga,
pola bervariasi dan pola irama rata dengan alat
musik ritmis.
4.7 Menyanyikan lagu anak-anak sederhana dengan
membuat kata-kata sendiri yang bermakna.
Sumber : Buku Guru SD/MI Kelas II ( 2014: 47-50)
2.1.2 Tinjauan Aspek Tematik
Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan
mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau topik
pembahasan. Sutirjo dan Sri Istuti Mamik (2004: 6) menyatakan bahwa pembelajaran
tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai,
atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema. Dari
pernyataan tersebut dapat ditegaskan bahwa pembelajaran tematik dilakukan dengan
8
maksud sebagai upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan,
terutama untuk mengimbangi padatnya materi kurikulum. Disamping itu pembelajaran
tematik akan memberi peluang pembelajaran terpadu yang lebih menekankan pada
partisipasi atau keterlibatan siswa dalam belajar. Keterpaduan dalam pembelajaran ini
dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar.
2.1.2.1 Karakteristik Pembelajaran Tematik
Menurut Tim Pusat Kurikulum (2006), pembelajaran tematik memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1) Berpusat pada siswa ( student centered)
2) Memberikan pengalaman langsung pada anak (direct experiences)
3) Pemisahan mata pelajaran tidak kelihatan atau antar mata pelajaran menyatu.
Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang dekat
kaitannya dengan kehidupan siswa.
4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran
sehingga bermakna.
5) Bersifat fleksibel atau luwes.
6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
2.1.2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik
Sebagai bagian dari pembelajaran terpadu, maka pembelajaran tematik memiliki
prinsip dasar sebagaimana halnya pembelajaran terpadu. Prinsip-prinsip dasar
pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Prinsip penggalian tema
Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam pembelajaran tematik. Artinya
tema-tema yang saling tumpang tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam
pembelajaran. Dengan demikian dalam penggalian tema tersebut hendaklah
memperhatikan beberapa persyaratan :
a) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk
memadukan banyak mata pelajaran;
b) Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih untuk dikaji harus
memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya;
9
c) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan psikologis anak;
d) Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat anak;
e) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang
terjadi di dalam rentang waktu belajar;
f) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta
harapan masyarakat (asas relevansi);
g) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2) Prinsip pengelolaan pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru dapat menempatkan dirinya
dalam keseluruhan proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai
fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Di dalam pengelolaan pembelajaran
hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:
a) Guru hendaknya jangan menjadi single aktor yang mendominasi pembicaraan dalam
proses belajar mengajar;
b) Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas
yang menuntut adanya kerja sama kelompok;
c) Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak
terpikirkan dalam perencanaan.
3) Prinsip evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja
dapat diketahui hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi. Dalam hal ini maka dalam
melaksanakan evaluasi dalam pembelajaran tematik, maka diperlukan beberapa langkah
positif antara lain:
a) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri (self evaluation
atau self assessment) disamping bentuk evaluasi lainnya;
b) Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah
dicapai berdasarkan criteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
http://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-evaluasi.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-evaluasi.html
10
4. Prinsip reaksi
Prinsip Reaksi adalah dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi
perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru dalam KBM (Kegiatan Belajar
Mengajar). Karena itu guru dituntut agar mampu merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus
bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang
sempit melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna. Pembelajaran tematik
memungkinkan hal ini dan guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan
kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak pengiring tersebut.
2.1.2.3 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Tematik
Di dalam pelaksanaannya pembelajaran tematik memiliki beberapa keunggulan
dan kelemahan.
Keunggulan pembelajaran tematik:
1) Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa.
2) Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan siswa.
3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna.
4) Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerjasama, toleransi, komunikasai, dan
tanggap terhadap gagasan orang lain.
Disamping memiliki beberapa keunggulan sebagaimana dipaparkan diatas,
pembelajaran tematik di dalam pelaksanaannya juga memiliki beberapa kekurangan.
Adapun kekurangan dari pembelajaran tematik adalah:
1) Dilihat dari aspek guru, pembelajaran tematik menuntut tersedianya peran guru yang
memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, kreatifitas tinggi, keterampilan
metodologik yang handal, kepercayaan dan etos akademik yang tinggi, dan berani
untuk mengemas dan mengembangkan materi.
2) Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran tematik menuntut siswa memiliki kemampuan
belajar yang relatif baik dalam aspek intelegensi maupun kreatifitasnya.
http://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.htmlhttp://www.asikbelajar.com/2013/07/prinsip-reaksi-pada-pembelajaran-tematik.html
11
3) Dilihat dari aspek sarana dan sumber belajar, pembelajaran tematik memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak untuk menunjang,
memperkaya, serta mempermudah pengembangan wawasan dan pengetahuan yang
diperlukan.
4) Dilihat dari sistem penilaian dan pengukurannya, pembelajaran tematik membutuhkan
sistem penilaian dan pengukuran (objek, indikator, dan prosedur) yang terpadu.
5) Dilihat dari suasana penekanan proses pembelajaran, pembelajaran tematik
cenderung mengakibatkan hilangnya pengutamaan salah satu atau lebih mata
pelajaran.
2.1.2.4 Manfaat Pembelajaran Tematik
Menurut Tim Puskur (2006), ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan
pengimplementasian pembelajaran tematik di SD (sekolah dasar) bila kita tinjau dari aspek
siswa dan guru, yaitu:
1) Banyak materi-materi yang tertuang dalam beberapa mata pelajaran mempunyai
keterkaitan konsep, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan utuh;
2) Siswa mudah memusatkan perhatian karena beberapa mata pelajaran dikemas
dalam satu tema yang sama;
3) Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi
bebrapa mata pelajaran dalam tema yang sama;
4) Pembelajaran tematik melatih siswa untuk semakin banyak membuat hubungan
beberapa mata pelajaran, sehingga mampu memproses informasi dengan cara yang
sesuai daya pikirnya, dan memungkinkan berkembangnya jaringan konsep;
5) Guru dapat menghemat waktu karena beberapa mata pelajaran dikemas dalam suatu
tema dan disajikan secara terpadu dalam alokasi pertemuan-pertemuan yang
direncanakan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk pemantapan, pengayaan,
remedial, dan pembinaan keterampilan
12
2.1.3 Hasil Belajar Tematik.
2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu indikator yang dipakai untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam suatu proses pembelajaran. Hasil belajar dapat ditingkatkan
melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang
positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah
perolehan suatu hasil belajar siswa. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil atau
tidak dapat dilihat melalui hasil belajar siswa setelah dilaksanakan evaluasi.
Menurut Nana Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki
siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan Warsito (dalam
Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan
adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang
belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk. (2010:18) menjelaskan
bahwa seseorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu
menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan tersebut di antaranya dari segi
kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi
Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau
kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan.
Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan
hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil
belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar
dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termasuk kemampuan memecahkan
masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki
seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang
dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5)
keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta
memprestasikan konsep dan lambang.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes
dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai pengumpul data yang
disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut Wahidmurni, dkk. (2010: 28),
13
instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes dan non tes. Selanjutnya, menurut
Hamalik (2006: 155), memberikan gambaran bahwa hasil belajar yang diperoleh dapat
diukur melalui kemajuan yang diperoleh siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh.
Berdasarkan konsepsi di atas, pengertian hasil belajar dapat disimpulkan sebagai
perubahan perilaku secara positif serta kemampuan yang dimiliki siswa dari suatu interaksi
tindak belajar dan mengajar yang berupa hasil belajar intelektual, strategi kognitif, sikap
dan nilai, inovasi verbal, dan hasil belajar motorik. Perubahan tersebut dapat diartikan
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya.
2.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Wasiman (2007:158) dalam Ahmad Susanto (2013:12) mengemukakan bahwa,
hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
1. Faktor Internal adalah faktor-faktor yang berasal dari individu anak itu sendiri yang
mempengaruhi kemampuan belajar. Faktor internal meliputi kecerdasan, minat dan
perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik
dan kesehatan.
2. Faktor Eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi
hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.1.3.3 Tujuan Hasil Belajar.
Tujuan hasil belajar adalah menunjukkan bahwa siswa telah melakukan tugas
belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap yang baru
yang diharapkan tercapai oleh siswa.
2.1.4 Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Tematik
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan
pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Dalam pendekatan
atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuwan lebih mengedepankan
14
penalaran induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif
(deductive reasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan
yang spesifik. Sebaliknya penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik
untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Metode ilmiah umumnya
menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detil untuk kemudian
merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian
aktivitas pengumpulan data melalui observasi, eksperimen, mengolah informasi atau data,
menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran
terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu;
a. Mengamati;
b. Menanya;
c. Mengumpulkan informasi/eksperimen;
d. Mengasoasikan/mengolah informasi; dan
e. Mengkomunikasikan.
Sebuah pendekatan pembelajaran dapat dikatakan sebagai pendekatan ilmiah
atau pendekatan saintifik apabila :
1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda,
atau dongeng semata.
2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.
3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
15
5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem
penyajiannya.
Proses pembelajaran yang mengimplementasikan pendekatan saintifik akan
menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan
(psikomotor). Dengan proses pembelajaran yang demikian maka diharapkan hasil belajar
melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
Adapun tiga ranah pendekatan pembelajaran saintifik (pendekatan ilmiah) sebagai
berikut:
1) Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa.”
2) Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu bagaimana”.
3) Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta
didik “tahu apa.”
4) Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk
menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan
pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi
aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5) Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar,
mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran.
16
2.1.5 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam
Pendekatan Saintifik
Problem Based Learning (PBL) adalah pengembangan kurikulum dalam proses
pembelajaran. Dalam kurikulum, dirancang masalah-masalah yang menuntut peserta didik
mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam
tim.
2.1.5.1 Konsep/Definisi
Pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang
menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang siswa untuk belajar. Dalam kelas
yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk
memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang
menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk
mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan
untuk mengikat siswa pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah
diberikan kepada siswa, sebelum mereka mempelajari konsep atau materi yang berkenaan
dengan masalah yang harus dipecahkan.
Ada beberapa pendapat yang dikemukan para ahli mengenai model pembelajaran
ini. Salah satunya yang dituliskan dalam Paul Eggen dan Don Kauchak (2012:307) PBL
adalah seperangkat model yang menggunakan masalah sebagai fokus untuk
mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi, dan pengaturan-diri.
Menurut Duch (1995) Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata
sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan.
Sedangkan menurut Fogarty (1997) PBM adalah suatu pendekatan pembelajaran
dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan masalah masalah praktis,
berbentuk ill-structured, atau open-ended melalui stimulus dalam belajar.
Lebih lanjut lagi, pendapat yang dikemukakan oleh Howard Barrows dan Kelson
dalam Amir (2009) berikut, Problem based learning (PBL) adalah kurikulum dan proses
17
pembelajaran. Dalam kurikulumnya, dirancang masalah yang menuntut mahasiswa
mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi
dalam tim. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang sistemik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan
kehidupan sehari-hari.
Esensi PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi
dan penyelidikan. (Arends, 2008: 41). Lebih lanjut lagi dijelaskan PBL dapat membantu
siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah
dan keterampilan intelektualnya. (Arends, 2008: 41). Berdasarkan pendapat diatas dengan
menggunakan masalah siswa diberikan kebebasan untuk mencari tahu sehingga mereka
dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.
2.1.5.2 Karakteristik Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) memiliki karakteristik
tersendiri yang membedakannya dengan model pembelajaran lainnya. Seperti yang
dikemukakan oleh Tan dalam M. Taufiq Amir (2009:22) berikut ;
1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.
2) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan
secara mengambang (iil-structured).
3) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective). Solusinya
menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa bab
perkuliahan (atau SAP) atau lintas ilmu ke bidang lainnya.
4) Masalah membuat pemelajar tertantang untuk membuat pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru.
5) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning).
6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi,tidak dari sumber saja.
Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.
18
7) Pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam
kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan
presentasi.
2.1.5.3 Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan PBL
Kelebihan Problem Based Learning (PBL)
Beberapa kelebihan yang dimilki model Problem Based Learning (PBL) seperti
diungkapkan oleh Smith dalam M. Taufiq Amir (2009), yaitu :
1) Mengajak siswa berfikir secara rasional.
2) Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi pelajaran.
3) Dapat merangsang siswa untuk berfikir menghubungkan kenyataan –kenyataan
yang ada dalam masyarakat.
4) Memotivasi siswa giat belajar.
5) Membangun kerja tim, kepemimpinan dan ketrampilan siswa.
Kelemahan Problem Bassed Learning (PBL)
Adapun kelemahan dari model Problem Based Learning (PBL) seperti yang
diungkapkan oleh Smith dalam M. Taufiq Amir (2009), yaitu :
1) Waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) cukup lama.
2) Kemungkinan penyimpangan dari pokok persoalan, karena permasalahan diberikan
di awal pelajaran sehingga siswa belum paham dengan materi pelajaran.
2.1.5.4 Sintak Model Problem Based Learning (PBL)
PBL terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan
siswa dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Arends (2008: 57) mengemukakan bahwa dalam Problem Based Learning (PBL) ada 5
langkah (tahap) yang harus dilakukan. Kelima langkah tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2
berikut:
19
Tabel 2.2
Sintak Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tahap Perilaku Guru
Tahap – 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang
dibutuhkan, mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan
masalah, memotivasi siswa untuk terlihat dalam pemecahan masalah
yang dipilih.
Tahap – 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap – 3
Membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
Tahap – 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Tahap – 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2.1.5.5 Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge),
kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang
mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester
(UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu
pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu
keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan
kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan
oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment.
Penilaian dapat dilakukan dengan portofolio yang merupakan kumpulan yang sistematis
pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam
kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam
pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-
assessment.
20
1. Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-
usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai
(standard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
2. Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan
penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah
dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini.
1. Penilaian kinerja peserta didik.
Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau
mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis
karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu
masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
2. Penilaian portofolio peserta didik.
Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam
suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya
terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan,
atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.
Dari informasi perkembangan itu peserta didik dan guru dapat menilai kemajuan
belajar yang dicapai dan peserta didik terus berusaha memperbaiki diri. Penilain dengan
portofolio dapat dipakai untuk penilaian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif.
Penilaian kolaboratif dalam PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self assesment) dan
peer assesment.
Self assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri
terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin
dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilaian
dimana peserta didik berdiskusi untuk memberikan penilaian upaya dan hasil penyelesaian
tugas-tugas yang diselesaikan sendiri maupun teman dalam kelompoknya.
21
3. Penilaian Potensi Belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu
mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-
temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan
belajarnya.
4. Penilaian Usaha Kelompok
Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif
dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan
yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian
dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai
pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan
mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut,
penilaian ini antara lain: 1).assesment kerja, 2). assesment autentik dan 3). portofolio.
Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik
merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan
pengetahuan dan keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat
mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan
nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau
lingkungannya, maka di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan
model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik
dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta
kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn).
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Salah satu penelitian yang
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah penelitian yang
dilakukan Dian Mala Sari, dkk yang berjudul Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar
22
Peserta didik Kelas IVB dalam Pembelajaran IPS Melalui Model Problem Based Learning
di SDN 20 Kurao Panggang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan
model Problem Based Learning (PBL) sangat baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
peningkatan partisipasi dalam menjawab pertanyaan dari 52,5 % di siklus I menjadi 70%,
di siklus II. Partisipasi peserta didik menanggapi jawaban meningkat dari 40% di siklus I
menjadi 65% di siklus II, dan partisipasi peserta didik dalam presentasi meningkat dari
27,5% di siklus I menjadi 67,5% di siklus II. Hasil belajar peserta didik siklus I meningkat
dari 57,25% menjadi 72,75% di siklus II.
Penelitian yang kedua dilakukan oleh Sukarman dengan judul PTK Penggunaan
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten
Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42.85%
dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus1 ketuntasan belajar
siswa 71.42% dengan nilai rata-rata 61.45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71%
dengan nilai rata-rata kelas 70.47.
Selain itu ada penelitian sejenis yang menggunakan Problem Based Learning.
Yakni penelitian yang dilakukan oleh Nanik Siswidyawati yang berjudul Implikasi Model
Problem Based Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Biologi
Kelas VII-A SMP Negeri 1 Gesi Tahun Ajaran 2007/2008. Hasil penelitian menunjukkan
peningkatan aktivitas pembelajaran guru dan siswa. Tanggapan dan kesan siswa terhadap
pembelajaran positif. Skor tes dan siswa yang mencapai KKM meningkat setiap siklusnya.
Pada siklus pertama skor rata-rata siswa 66,72. Siklus kedua 71,13 dan siklus ketiga
mencapai 77,66. Ketuntasan belajar siklus pertama 40,63%, siklus kedua 50% dan siklus
ketiga mencapai 65,63%.
Berdasarkan beberapa penelitian terlihat bahwa Model pembelajaran problem
based learning (PBL) dapat digunakan pada mata pelajaran yang berbeda dan pada
jenjang kelas yang berbeda pula. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Problem Based Learning terbukti efektif meningkatkan keterampilan saintifik dan hasil
belajar siswa.
23
2.3 Kerangka Berpikir
Kurangnya keterampilan saintifik yang dimiliki oleh siswa berdampak pada
rendahnya kompetensi belajar siswa. Untuk mengatasi persoalan tersebut perlu
menerapkan model pembelajaran yang memiliki potensi untuk meningkatkan keterampilan
proses sains dan kompetensi hasil belajar siswa.
Arends (2008:47) meyakini bahwa Model PBL yang bertitik tolak pada
permasalahan yang harus dipecahkan, memberikan pengalaman bagi siswa untuk berlatih
keterampilan saintifik mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau data,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan hasil penyelidikan.
Kurangnya keterampilan saintifik yang kemudian berdampak pada kompetensi
hasil belajar anak akan ditingkatkan dengan menerapkan model pembelajaran PBL.
Secara skematik, kerangka pikir dapat dicermati dari bagan berikut ini:
Bagan 2.1 Skema Kerangka Pikir
Rendahnya kompetensi
keterampilan proses saintifik dan
hasil belajar muatan Matematika
Langkah pendekatan
saintifik
Model pembelajaran PBL
Orientasi Permasalahan
Mengorganisasikan Siswa
untuk Meneliti
Melakukan Penyelidikan
Presentasi Hasil
Evaluasi Cara Pemecahan
Masalah
Mengamati
Menanya
Evaluasi
Mengkomunikasikan
Menalar atau
mengasosiasikan
Mengumpulkan
informasi
Penerapan problem based learning dalam meningkatkan hasil belajar matematika pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”
Peningkatan hasil belajar muatan Matematika pada subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”
24
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis dapat merumuskan hipotesis
Penelitian Tindakan Kelas ini sebagai berikut:
Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) melalui pendekatan saintifik dapat
meningkatkan hasil belajar muatan Matematika Subtema “Kegiatan Ekstrakurikulerku”
pada siswa kelas 2 SD Negeri Jrahi 02 Kecamatan Gunungwungkal Kabupaten Pati Tahun
2014 / 2015.