Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999
tentang jasa konstruksi disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan
konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan
pelaksanaaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan beserta kelengkapannya untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
jenis usaha konstruksi terdiri dari atas usaha perencanaan konstruksi, usaha
pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing
dilaksanakan oleh perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas
konstruksi.
Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian
dari kegiatan mulai dari pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen
kontrak kerja konstruksi. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa
pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau
bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan
penyerahan akhir hasil kerja konstruksi. Usaha pengawasan konstruksi
memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian
8
pekerjaan pelaksana konstruksi mulai dari penyiapan sampai penyerahan akhir
konstruksi.
Para pihak yang berkecimpung dalam penyelenggaraan jasa konstruksi
terdiri dari pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa adalah orang
perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek
yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang
perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
konstruksi. Penyedia jasa dalam pekerjaan konstruksi adalah perencana
konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
Proyek konstruksi menurut Ervianto (2003), adalah suatu rangkaian
kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek.
Dalam rangkaian kegiatan tersebut ada suatu proses yang mengolah sumber daya
proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan.
2.1.1 Tahapan Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi
Kegiatan dalam proyek konstruksi terbagi atas tiga tahap meliputi tahap
prakonstruksi, tahap konstruksi, dan tahap pasca konstruksi. Secara rinci
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tahapan Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi
Tahap Prakonstruksi Tahap Konstruksi Tahap Pasca Konstruksi
- Studi Kelayakan - Persiapan Konstruksi - Maintenance - Penjelasan - Pelaksanaan (Pemeliharaan - Desain dan Rekayasa dan Perawatan) - Pelanggan
Sumber: Ervianto (2005)
9
Kegiatan dalam proyek konstruksi pada tahap prakonstruksi meliputi studi
kelayakan, penjelasan, desain dan rekayasa, serta pelelangan. Selanjutnya pada
tahap konstruksi meliputi kegiatan persiapan konstruksi dan pelaksanaan. Setelah
konstruksi selesai maka perlu dilanjutkan dengan kegiatan pemeliharaan dan
perawatan.
2.1.2 Jenis-jenis Proyek Konstruksi
Jenis-jenis proyek konstruksi dapat diklasifikasikan secara garis besar
menurut fungsi dan sumber dana dari proyek konstruksi, yaitu:
1) Berdasarkan fungsinya :
a) Konstruksi perumahan
b) Konstruksi komersial, seperti bank,perkantoran,sekolah, hotel dan lain-lain
c) Konstruksi konstutisional, seperti rumah sakit, tempat ibadah, dan lain-lain
d) Konstruksi high risk dan jalan raya.
2) Berdasarkan sumber dana:
a) Dana pemerintah, dimana proses pelelangan umumnya kompetitif, harus
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b) Dana swasta, dimana proses pelelangan umumnya dapat dinegosiasikan
dan ditentukan oleh aturan yang diadakan sendiri oleh pemilik dengan
bantuan konsultan perencana dan manajer konstruksi.
10
2.1.3 Pihak-pihak yang Terlibat Dalam Proyek Konstruksi
Pembahasan mengenai proyek konstruksi tidak dapat terpisahkan dengan
pihak-pihak yang terlibat didalamnya baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dari rangkaian tahapan proses konstruksi, tentunya akan melibatkan
berbagai unsur yang bekerja secara bersama-sama dengan tujuan yang sama
sehingga proyek dapat berjalan sesuai dengan perencanaan. Secara umum pihak-
pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi antara lain:
1) Pemilik proyek (Owner)
Pemilik proyek atau pemberi tugas atau pengguna jasa adalah orang/badan
yang memiliki proyek dan memberikan pekerjaan atau menyuruh memberikan
pekerjaan kepada pihak penyedia jasa dan membayar biaya pekerjaan tersebut.
Terlibat dalam penyusunan suatu proyek konstruksi, terutama dalam
menentukan lokasi proyek, menetapkan desain, dan menyediakan modal.
Sebagian pemilik proyek ikut mengawasi berlangsungnya proses konstruksi dan
mengoperasikan bangunan yang telah selesai.
Wewenang dan tugas owner atau pemilik proyek sebagai berikut:
1) Menunjuk penyedia jasa (konsultan dan kontraktor).
2) Meminta laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang telah
dilakukan penyedia jasa.
3) Memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh
pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
4) Menyediakan lahan untuk tempat pelaksanaan pekerjaan.
11
5) Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia jasa
sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah bangunan.
6) Ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan dengan
cara menempatkan atau menunjuk suatu badan atau orang untuk bertindak atas
nama pemilik.
7) Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan (bila terjadi).
8) Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai dilaksanakan oleh
penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan apa yang dikehendaki.
2) Konsultan (Consultant)
Merupakan pihak yang ditentukan oleh pemilik proyek untuk membantu
didalam merencanakan atau mendesain bangunan, melakukan studi kelayakan,
mengawasi berlangsungnya proses konstruksi, atau bahkan mengatur pelaksanaan
proyek konstruksi.
a) Konsultan Perencana
Konsultan Perencana adalah orang/badan yang membuat perencanaan
bangunan secara lengkap baik bidang arsitektur, sipil, dan bidang lain yang
melekat erat membentuk sistem bangunan. Hak dan kewajiban konsultan
perencana adalah :
(1) Membuat perencanaan secara lengkap yang terdiri dari gambar rencana,
rencana kerja dan syarat-syarat, hitungan struktur, rencana anggaran
biaya.
(2) Memberikan usulan dan pertimbangan kepada pengguna jasa dan pihak
kontraktor tentang pelaksanaan pekerjaan.
12
(3) Memberikan jawaban dan penjelasan kepada kontraktor tentang hal-hal
yang kurang jelas dalam gambar rencana, rencana kerja dan syarat-
syarat.
(4) Membuat gambar revisi bila terjadi perubahan perencanaan.
(5) Menghadiri rapat koordinasi pengelolaan proyek.
b) Konsultan Pengawas
Pengertian dari konsultan pengawas atau manajemen konstruksi adalah
semua perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan koordinasi suatu proyek
dari awal sampai selesainya proyek untuk menjamin bahwa proyek
dilaksanakan tepat waktu, biaya dan mutu (Ervianto, 2003).
Konsultan pengawas adalah orang/badan yang ditunjuk pengguna jasa
untuk membantu dalam pengelolaan pelaksanaan pekerjaan pembangunan
mulai awal hingga berakhirnya pekerjaan tersebut. Hak dan kewajiban
konsultan pengawas adalah:
(1) Menyelesaikan pelaksanaan pekerjaan dalam waktu yang ditetapkan.
(2) Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam
pelaksanaan pekerjaan.
(3) Melakukan perhitungan prestasi pekerjaan (progress work).
(4) Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran
informasi antara berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan berjalan
lancar.
(5) Menghindari kesalahan yang mungkin terjadi sedini mungkin serta
menghindari pembengkakan biaya.
13
(6) Mengatasi dan memecahkan persoalan yang timbul di lapangan agar
dicapai hasil akhir sesuai kualitas, kuantitas serta waktu pelaksanaan yang
telah ditetapkan.
(7) Menerima atau menolak material/peralatan yang didatangkan kontraktor.
(8) Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan yang
berlaku.
(9) Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
(10) Menyiapkan dan menghitung adanya kemungkinan pekerjaan
tambah/kurang.
3) Kontraktor (Contractor)
Merupakan pihak yang ditetapkan oleh pemilik proyek untuk mengatur
pelaksanaan kegiatan konstruksi dan mengolah sumber daya berupa bahan,
peralatan, tenaga kerja, metode dan modal, sehingga menghasilkan produk akhir
berupa konstruksi.
Kontraktor adalah orang/badan yang menerima pekerjaan dan
menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai biaya yang telah ditetapkan
berdasarkan gambar rencana dan peraturan serta syarat-syarat yang ditetapkan.
Hak dan kewajiban kontraktor adalah:
(1) Melaksanakan pekerjaan sesuai gambar rencana, peraturan dan syarat-
syarat, risalah penjelasan pekerjaan (aanwijzing) dan syarat-syarat
tambahan yang telah ditetapkan oleh pengguna jasa.
(2) Membuat gambar-gambar pelaksanaan (shop drawing) yang disahkan oleh
konsultan pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
14
(3) Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam
peraturan untuk menjaga keselamatan pekerjaan dan masyarakat.
(4) Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian (daily report),
laporan mingguan (weekly report), dan laporan bulanan (monthly
report).
(5) Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah diselesaikan
sesuai ketetapan yang berlaku.
-Subkontraktor (Subcontractor)
Merupakan pihak yang dalam pelaksanaannya membantu kontraktor
utama untuk menyelesaikan sebagian pekerjaanya.
-Tenaga Kerja (Employee)
Merupakan pihak yang berada dibawah tanggung jawab kontraktor
atau subkontraktor untuk melaksanakan kegiatan konstruksi dilapangan
dengan keahlian atau keterampilan tertentu, baik secara individu maupun
kelompok yang dikoordinasikan oleh mandor.
4) Supplier
Merupakan pihak terkait yang memberikan pelayanan kepada owner atau
kontraktor untuk memenuhi pengadaan material dan kebutuhan pada
berbagai macam bahan konstruksi.
5) Pemerintah (Government)
Merupakan pihak sebagai pembuat kebijakan didalam mengatur perangkat
peraturan yang terkait dengan pelaksanaan konstruksi.
15
6) Institusi Keuangan
Merupakan institusi yang dapat menyediakan sumber keuangan atau sumber
pinjaman yang membantu pendanaan proyek.
7) Lembaga Pelayanan
Merupakan suatu pihak yang dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan
diluar hal teknis yang berhubungan dengan konstruksi.
8) Masyarakat
Pihak yang menerima dampak secara langsung maupun tidak langsung
akibat suatu proyek konstruksi. Baik pada saat proyek sedang berlangsung
ataupun pada saat proyek telah selesai.
2.1.4 Hubungan Kerja Antara Pihak-Pihak Organisasi
Dalam pelaksanaan setiap proyek hubungan kerja antara pihak-pihak
organisasi dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1. Hubungan kerja secara teknis; dan
2. Hubungan kerja secara hukum.
2.1.4.1 Hubungan Kerja Secara Teknis
Secara teknis, hubungan kerja merupakan pihak-pihak yang terlibat yang
terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek antara pemilik proyek, konsultan
perencana, konsultan pengawas dan pelaksana/kontraktor terjadi suatu hubungan
yang vertikal. Dalam hal ini semua masalah teknis perencana diserahkan oleh
pemilik proyek (Owner) kepada konsultan perencana. Berdasarkan penunjukan
16
pengawas oleh pemilik proyek, maka seluruh teknis pengawasan diserahkan
kepada konsultan pengawas. Jika ada masalah teknis yang perlu dibicarakan,
maka menurut peraturan umum pemilik proyek tidak dapat berhubungan langsung
dengan pelaksana/kontraktor tetapi harus melalui konsultan pengawas. Dalam
pelaksanaan dilapangan konsultan pengawas berkuasa penuh untuk menegur
pelaksana/kontraktor jika pekerjaan yang dilaksanakannya bertentangan atau
menyimpang dari bestek yang ada, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan
wewenangnya. Apabila teguran-teguran tersebut tidak diindahkan oleh pelaksana,
maka konsultan pengawas dapat menghentikan seluruh pekerjaan baik untuk
sementara waktu maupun seterusnya.
Berbeda halnya dengan konsultan perencana, ia tidak dapat menegur atau
memerintahkan pelaksana/kontraktor secara langsung dilapangan tanpa melalui
konsultan pengawas. Hal ini disebabkan karena diantara konsultan perencana dan
pelaksana/kontraktor tidak ada hubungan kerja, sebaiknya antara konsultan
perencana dan konsultan pengawas terdapat garis hubungan konsultasi.
2.1.4.2 Hubungan Kerja Secara Hukum
Dalam hubungan kerja secara hukum, masing-masing pihak mempunyai
kedudukan yang terikat secara hukum (kontrak). Masing-masing pihak dalam
melaksanakan tugas haruslah sesuai dengan kedudukannya dan tidak boleh
menyimpang dari kontrak.
17
2.2 Parameter Keberhasilan Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Pada proyek konstruksi, terdapat empat parameter penting yang menjadi
ukuran keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi dari segi teknis, yaitu
biaya yang harus dialokasikan, waktu penyelesaian yang harus ditepati, kualitas,
dan keamanan (safety) yang harus dipenuhi.
Keempat parameter ini terkait satu sama lain dan dialokasikan sebagai
sasaran yang ingin dicapai didalam pelaksanaan proyek konstruksi. Oleh karena
itu, pada saat perencanaan proyek perlu diadakan usaha penanganan risiko untuk
mengantisipasi dan meminimumkan risiko-risiko. Usaha tersebut akan berperan
dalam merencanakan cara penanggulangan atau pencegahan kendala serta
mengurangi akibat-akibat dari semua kejadian yang menghambat selama proses
konstruksi.
Semuanya itu berfungsi untuk memenuhi parameter-parameter yang
menjadi ukuran keberhasilan pekerjaan proyek konstruksi. Adapun empat
parameter keberhasilan proyek tersebut adalah :
1) Biaya
Proyek konstruksi harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi
rencana anggaran biaya proyek. Dalam pelaksanaan konstruksi, dituntut suatu
manajemen biaya untuk pengeluaran dana yang efisien yaitu diharapkan
bahwa biaya untuk menyelesaikan proyek diatur dengan pengendalian yang
baik agar tidak terjadi pembengkakan biaya diluar anggaran yang telah
direncanakan. Untuk proyek yang melibatkan dana dalam jumlah besar dan
jadwal pelaksanaan yang relatif lama, perlu dilakukan estimasi biaya
18
pelaksanaan proyek secara detail dengan mengetahui komponen-komponen
pembentuknya serta periode-periode pekerjaan proyek.
2) Waktu
Proyek konstruksi harus dikerjakan sesuai dengan jangka waktu sampai
dengan tanggal akhir yang telah ditentukan. Penyelesaian proyek dalam
jangka waktu tertentu telah disesuaikan dengan perencanaan biaya yang
dialokasikan. Oleh karena itu, tidak terpenuhi batas waktu pelaksanaan akan
menimbulkan kendala-kendala baru misalnya penambahan biaya proyek yang
tidak direncanakan.
3) Kualitas /Mutu
Produk berupa konstruksi sebagai hasil kegiatan proyek konstruksi harus
memenuhi spesifikasi dan kriteria yang diisyaratkan. Sebagai contoh, bila
hasil kegiatan proyek tersebut berupa gedung bertingkat, maka kriteria yang
harus dipenuhi adalah gedung tersebut harus mampu beroperasi dengan
memuaskan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan sesuai dengan
desain yang telah direncanakan.
4) Keamanan (Safety)
Perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan proyek konstruksi harus memiliki
tingkat keamanan yang cukup tinggi agar tidak membahayakan keselamatan
pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan
proyek. Perencanaan juga mempengaruhi faktor keamanan konstruksi yang
dirancang sehingga tidak membahayakan saat penggunaannya.
19
Keempat parameter keberhasilan proyek konstruksi bersifat tarik menarik,
artinya jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam
kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan peningkatan kualitas, yang
selanjutnya mengakibatkan peningkatan biaya sehingga melebihi anggaran yang
telah ditetapkan. Sebaliknya, jika ingin menekan biaya, maka umumnya perlu
dilakukan penyesuaian kualitas, jadwal dan safety. Hal ini harus ditangani secara
menyeluruh oleh pihak- pihak yang terlibat di dalam proyek konstruksi.
2.3 Risiko
2.3.1 Pengertian Risiko
Risiko dapat didefinisikan sebagai sesuatu atau peluang yang kemungkinan
terjadi dan berdampak pada pencapaian sasaran. Risiko merupakan kemungkinan
terjadinya sesuatu dan tidak dapat diduga di masa depan. Jadi risiko merupakan
ketidakpastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang jika terjadi akan
menimbulkan keuntungan/kerugian.
Risiko yang merugikan adalah faktor penyebab terjadinya kondisi yang
tidak diharapkan (unexpected condition) yang dapat menimbulkan kerugian,
kerusakan, atau kehilangan (Salim, 2000).
Risiko dan ketidakpastian memiliki pengertian yang berbeda, tetapi
mempunyai dampak yang sama terhadap kerugian atau kerusakan. Risiko itu
terkait dengan situasi dimana ada kemungkinan kejadian tersebut dapat terjadi dan
mempunyai dampak tertentu. Sedangkan ketidakpastian dihubungkan dengan
situasi yang bersifat unik sehingga probabilitas kejadiannya tidak dapat dihitung.
20
Menurut Rowe (An Anatomy of risk, 1977), ketidakpastian diakibatkan
ketiadaan informasi karena probabilitas terjadinya tidak dapat ditentukan.
Sedangkan risiko dapat ditentukan probabilitasnya karena terdapat data dan
informasi yang memadai. Dengan kata lain, jika probabilitasnya dapat dihitung,
maka hal tersebut merupakan risiko. Sebaliknya, jika tidak dapat dihitung, maka
hal tersebut merupakan ketidakpastian.
Istilah lain yang terkait dengan risiko adalah peril (bahaya atau musibah)
dan hazard (kondisi yang membahayakan). Terjadinya peril lebih banyak
disebabkan karena adanya hazard. Hazard ini dapat berupa physical hazard,
moral hazard, dan legal hazard. Risiko dapat dikurangi atau direduksi dengan
cara mengurangi peril, dan peril dapat dikurangi dengan cara mengurangi hazard.
Oleh sebab itu hazard adalah kondisi awal yang harus dikendalikan, sehingga
risiko dapat ditekan sekecil mungkin.
Dampak serius dari risiko, meliputi :
1) Kegagalan untuk berada dalam batasan perkiraan biaya.
2) Kegagalan untuk memenuhi waktu penyelesaian yang disyaratkan.
3) Kegagalan untuk memenuhi syarat kualitas.
4) Kegagalan proyek memenuhi kebutuhan operasional yang diinginkan.
5) Kerugian harta benda sebagai akibat dari kebakaran atau banjir.
6) Cedera pekerjaan karena kelemahan sistem keselamatan kerja.
Menurut Alifen et al. (2000), bahwa dampak dari keterlambatan proyek ini
menimbulkan kerugian pada pihak kontraktor, konsultan, dan owner. Kerugian
tersebut antara lain:
21
1) Pihak Kontraktor
Keterlambatan penyelesaian proyek berakibat naiknya overhead, karena
bertambah panjangnya waktu pelaksanaan. Biaya overhead meliputi biaya
untuk perusahaan secara keseluruhan, terlepas ada tidaknya kontrak yang
sedang ditangani.
2) Pihak Konsultan
Konsultan akan mengalami kerugian waktu, serta akan terlambat dalam
mengerjakan proyek yang lainnya, jika pelaksanan proyek mengalami
keterlambatan penyelesaian.
3) Pihak Pemilik Proyek
Keterlambatan proyek pada pihak pemilik/Owner, berarti kehilangan
penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah dapat digunakan atau
disewakan. Apabila pemilik adalah pemerintah, untuk fasilitas umum
misalnya rumah sakit tentunya keterlambatan akan merugikan pelayanan
kesehatan masyarakat, atau merugikan program pelayanan yang telah disusun.
Kerugian ini tidak dapat dinilai dengan uang tidak dapat dibayar kembali.
Sedangkan apabila pihak pemilik adalah non pemerintah, misalnya
pembangunan gedung, pertokoan atau hotel, tentu jadwal pemakaian gedung
tersebut akan mundur dari waktu yang direncanakan, sehingga ada waktu
kosong tanpa mendapatkan uang.
22
2.3.2 Sumber Risiko.
Menurut Godfrey et.al, (1996), sumber risiko dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Politik (political): Kebijakan pemerintah, opini public, perubahan ideology,
dogma, perundangan, kekacauan (perang, terorisme, kerusuhan).
2. Lingkungan (environmental) : Pencemaran, kebisingan, perijinan, opini
public, kebijakan internal/perusahan, perundangan yang berkaitan dengan
lingkungan, dampak lingkungan.
3. Perencanaan (planning) : Persyaratan perijinan, kebijakan dan praktek, tata
guna lahan, dampak social dan ekonomi, opini public.
4. Pemasaran (marketing) : Permintaan (perkiraan), persaingan, keusangan,
kepuasan, pelanggan, mode.
5. Ekonomi (economic) : Kebijakan keuangan, perpajakan, inflasi, suku bunga,
nilai tukar.
6. Keuangan (financial) : Kebangkrutan, keuntungan, asuransi, risk share.
7. Alam (natural) : Kondisi tanah diluar dugaan, cuaca, gempa, kebakaran dan
ledakan, temuan situs arkeologi.
8. Proyek (project) : Definisi, strategi pengadaan, persyaratan unjuk kerja,
standar, kepemimipinan, organisasi, (kedewasaan, komitmen, kompetensi, dan
pengalaman), perencanaan dan pengendalian kualitas, rencana kerja dan
sumber daya, komunikasi dan budaya.
9. Teknis (technical) : Kelengkapan desain, efisiensi operasional, keandalan.
23
10. Manusia (human) : Kesalahan, tidak kompeten, kelalain, kelelahan,
kemampuan berkomunikasi, budaya, bekerja dalam kondisi gelap /malam hari.
11. Kriminal (criminal) : Kurang aman, perusakan, pencurian, penipuan, korupsi.
12. Keselamatan (safety) : Peraturan (kesehatan dan keselamatan kerja), zat
berbahaya, bertabrakan, keruntuhan, kebanjiran, kebakaran dan ledakan.
2.4 Manajemen Risiko
Definisi manajemen menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donel
(1994:23):
1) Segala upaya dan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan dengan
menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif
dan efisien.
2) Kelompok orang atau pemimpin yang menyelenggarakan upaya atau
aktivitas di atas.
Manajemen risiko adalah prosedur atau sistem yang ditujukan untuk
mengelola secara efektif suatu potential opportunities dan efeknya. Besarnya
risiko dapat dihitung dari hasil perkalian antara dampak/ akibat yang terjadi
dan tingkat kemungkinan terjadinya. Manajemen risiko merupakan cara
penanganan risiko yang tepat dan efisien untuk mengurangi kerugian yang
ditimbulkan oleh risiko. Risk management is a discipline for living with the
possibility that future events may cause adverse effects (Flanagan, 1993).
24
2.4.1 Proses Manajemen Risiko
Manajemen risiko adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi,
mengklasifikasi, menganalisis dan menanggapi risiko proyek. Manajemen risiko
didefinisikan sebagai prosedur untuk mengendalikan tingkat risiko dan untuk
mengurangi dampaknya. Menurut Kerzner (1995), manajemen risiko adalah cara
yang terstruktur untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko dan memajukan,
memilih serta mengatur pilihan untuk menangani risiko.
Sistem manajemen risiko tidak hanya mengidentifikasi tetapi juga harus
menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah risiko
tersebut dapat diterima atau tidak. Manajemen risiko merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui untuk meminimalisasi
konsekuensi buruk yang mungkin muncul.
Menurut Flanagan dan Norman (1993), model pengelolaan risiko adalah
sebuah sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur semua risiko
dalam bisnis atau proyek sehingga dapat diambil keputusan tentang bagaimana
mengelola risiko.
Gambar 2.1 Kerangka Umum Manajemen Risiko
Sumber : Flanagan dan Norman (1993)
25
2.4.2 Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menentukan apa yang dapat terjadi,
mengapa dan bagaimana risiko itu terjadi. Identifikasi risiko sebagai input data
untuk melakukan perhitungan level of risk pada tahap risk assessment.
Dalam tahap ini, yang dilakukan adalah mengenali, menemukan dan
mengidentifikasi risiko apa yang mungkin dihadapi. Risiko dapat diketahui/
diidentifikasi melalui dampak kerugian yang ditimbulkannya. Berdasarkan
dampak tersebut dapat dinilai risiko apa saja yang berpotensi besar dalam
menimbulkan kerugian.
Menurut Godfrey (1996) menguraikan identifikasi risiko dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode, yaitu:
1. What can go wrong analysis.
Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko yang mungkin terjadi serta
konsekuensi yang akan ditimbulkan atas dasar sumber risiko, kejadiannya dan
akibat dari risiko.
2. Brainstroming.
Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko suatu permasalahan yang
dilakukan dilakukan dengan cara brainstroming (sumbang saran/tukar
pikiran/diskusi) terhadap mereka yang memiliki kompetensi di bidangnya.
3. Wawancara Terstruktur (Structured Interview)
Proses identifikasi risiko dengan cara melakukan teknik wawancara terhadap
mereka yang memiliki kompetensi sesuai dengan keperluan identifikasi.
26
4. Use of record
Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko dilakukan dengan
mengumpulkan dan melakukan pencatatan terhadap sumber data yang ada
baik berupa hasil pencatatan notulen maupun berita acara rapat hasil
pembahasan suatu proyek.
5. Promp Lists
Proses identifikasi risiko dilakukan dengan menyusun daftar yang terstruktur
dan mendetail terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.
2.4.3 Klasifikasi Risiko
Berdasarkan langkah-langkah identifikasi risiko, maka dapat ditentukan
klasifikasi risiko yang dihadapi misalnya risiko langsung, risiko tidak
langsung, risiko yang berkaitan dengan hukum, politik, finansial, dan lain-lain.
Dampak risiko, dilihat dari siapa yang menerima dampak tersebut :
1) Lingkungan
2) Pasar/Industri
3) Perusahaan
4) Proyek/individu
2.4.4 Analisis Risiko
Analisis risiko adalah sistematika yang menggunakan informasi yang
didapat untuk menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan
besarnya konsekuensi tersebut.
27
Tujuan dari analisis risiko adalah untuk membedakan risiko minor yang
dapat diterima dan risiko mayor agar dapat menyediakan data untuk membantu
evaluasi dan penanganan risiko. Analisis risiko termasuk pertimbangan dari
sumber risiko dan konsekuensinya. Faktor yang mempengaruhi konsekuensi dapat
teridentifikasi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kemungkinan timbulnya
risiko. Penaksiran terhadap dampak kerugian yang mungkin terjadi hanya dapat
diterapkan kepada risiko-risiko yang memiliki data kejadian/kemungkinan
berdasarkan statistik, penaksiran dilakukan berdasarkan possibility terjadinya
risiko.
Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindari
kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila proyek yang
dijalankan ternyata tidak sesuai dengan rencana.
Menurut Godfrey (1996) analisis risiko yang dilakukan secara sistematis
dapat membantu untuk:
1) Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas
2) Memusatkan perhatian pada risiko utama (Major risk)
3) Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian
4) Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling buruk
5) Mengontrol aspek ketidakpastian dalam proyek
6) Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam
manajemen risiko.
28
Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis risiko,
yakni :
1) Analisis kualitatif
Analisis kualitatif pada umumnya digunakan untuk menentukan prioritas
risiko mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih utama. Risiko ditunjukan
oleh dampak yang mungkin timbul dan kecenderungan atas dampak yang
mungkin timbul.
Metode analisis kualitatif digunakan diantaranya untuk :
a) Menyusun prioritas risiko
b) Apabila tidak mempunyai data yang cukup untuk melakukan analisis
kuantitatif.
c) Bila biaya analisis kuantitatif terlalu mahal dan tidak sebanding dengan risiko
yang akan dianalisis.
d) Bila analisis kualitatif tetap mencukupi untuk membuat suatu keputusan
manajemen.
Menurut Thompson dan Perry (1991) bahwa analisis risiko secara
kualitatif mempunyai dua tujuan yaitu identifikasi risiko dan penilaian awal
risiko, dimana sasarannya adalah menyusun sumber risiko utama dan
menggambarkan tingkat konsekuensi yang sering terjadi, termasuk perkiraan pada
akibat yang potensial pada estimasi biaya dan waktu, sedangkan analisis
kuantitatif terfokus pada evaluasi risiko. Tiga teknik yang biasanya dilakukan
pada analisis risiko secara kualitatif :
a) Menyusun daftar (check lists) risiko berdasarkan pengalaman sebelumnya.
29
b) Melakukan wawancara dengan personil kunci pada proyek (orang yang
berpengalaman dalam bidangnya).
c) Melakukan brainstorming (gagasan) dengan tim proyek tersebut.
Menurut Project Management Body of Knowledge/PMBOK (2000)
menyatakan bahwa analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai
pengaruh yang kuat dan kemungkian yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko,
proses ini memprioritaskan risiko menurut akibat yang potensial yang ditimbulkan
pada tujuan proyek yang ingin dicapai. Hal-hal yang menjadi masukan (input)
dalam melakukan analisis risiko kualitatif yaitu rencana manajemen risiko,
mengidentifikasi risiko, status proyek, tipe proyek, data yang teliti, skala pada
probabilitas dan pengaruhnya, dan membuat asumsi.
Selanjutnya teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis risiko
kualitatif adalah:
a) Menentukan probabilitas dan pengaruh risiko.
b) Probabilitas/pengaruh risiko berdasarkan matrik.
c) Melakukan test asumsi proyek.
d) Melakukan ranking terhadap data yang sudah lengkap.
Sedangkan hasil yang didapatkan melalui analisis risiko kualitatif adalah:
a) Ranking risiko secara keseluruhan pada suatu proyek.
b) Daftar (lists) pada risiko yang diprioritaskan.
c) Daftar (list) risiko untuk tambahan analisis dan manajemen.
d) Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif.
30
2) Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif merupakan metode penilaian risiko yang berupaya
mendapatkan angka realistis untuk dampak serta kecenderungan dan untuk
menganalisis record detail beberapa factor mempengaruhi sebab dan dampak dari
risiko. Metode ini mengharuskan komitmen yang tinggi dan sumber daya yang
lengkap.
Analisis kuantitatif membantu para analisis dan manajer dalam
menentukan setiap angka dari kejadian yang tidak diinginkan, dengan
mengijinkan perusahaan mengambil keputusan untuk memfokuskan pada reduksi
risiko dimana hal tersebut yang paling efektif.
3) Analisis Semi Kuantitatif
Dalam analisis semi kuantitatif, untuk menentukan nilai probabilitas,
konsekuensi berdasarkan atas penilaian yang subjektif. Penilaian ini seringkali
tidak mewakili angka yang sebenarnya atau tidak akurat. Analisis semi kuantitatif
menjelaskan analisis yang lebih mendetail daripada analisis kualitatif karena
terbagi dalam beberapa macam faktor risiko.
Metode semikuantitatif berguna dalam kegiatan operasi yang melibatkan
fasilitas proses dalam jumlah yang besar. Hal-hal yang dianalisis dalam suatu
analisis semikuantitatif :
1. Analisis Konsekuensi
Analisis konsekuensi dilakukan untuk memberikan informasi mengenai efek
atau dampak dari suatu risiko sehingga dapat diambil l langkah pencegahan.
31
2. Analisis Ekposure
Analisis Eksposure adalah untuk melihat seberapa sering/frekuensi paparan
suatu risiko.
3. Analisis Probabilitas
Analisis ini adalah untuk melihat kemungkinan terjadinya suatu risiko.
2.4.5 Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang ditemukan
selama proses analisis dengan melihat kriteria risiko dan dapat memutuskan
apakah risiko diterima atau ditolak.
1) Penilaian Risiko
Menurut ISO 31000, penilaian risiko terdiri diri identifikasi risiko yang
dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi, analisis risiko untuk
menganalisis kemungkinan dan dampak dari risiko yang sudah teridentifikasi,
dan evaluasi risiko untuk membandingkan hasil analisis risiko dengan kriteria
risiko untuk menentukan bagaimana penanganan risiko yang akan diterapkan.
Kategori risiko dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu risiko tingkat
utama (major risk) yang memiliki dampak besar dan luas sehingga memerlukan
pengelolaan dan minor risk yang merupakan risiko yang tidak memerlukan
pengelolaan dan penanganan khusus karena risiko dalam batas yang dapat
diterima (Godfrey et al., 1996).
32
2) Penerimaan Risiko (Risk Acceptability)
Analisis terhadap penerimaan risiko (risk acceptability) ditentukan
berdasarkan nilai risiko yang diperoleh dari hasil perkalian antara kemungkinan
(likelihood) dengan konsekuensi (consequences) risiko.
Menurut Godfrey et al. (1996) tingkat penerimaan risiko dapat dibagi
menjadi 4 (empat), yaitu:
a) Unacceptable, yaitu risiko yang tidak dapat ditoleransi, harus dihindari atau
bila mungkin ditransfer kepada pihak lain.
b) Undesirable, yaitu risiko yang memerlukan penanganan atau mitigasi risiko
(risk education) sampai pada tingkat yang dapat diterima
c) Acceptable, yaitu risiko yang dapat diterima karena tidak mempunyai dampak
yang besar dan masih dalam batas yang dapat diterima.
d) Negligible, yaitu risiko yang dampaknya sangat kecil sehingga dapat
diabaikan.
Tabel 2.2 Penilaian dan Tingkat Penerimaan Risiko (assessment of risk acceptability)
Consequences
(Scale) Likelihood (Scale)
Catastrophic (5)
Critical (4)
Serious (3)
Marginal (2)
Negligible (1)
Frequent (5)
Unacceptable (25)
Unacceptable (20)
Unacceptable (15)
Undesirable (10)
Undersirable (5)
Probable (4)
Unacceptable (20)
Unacceptable (16)
Undesirable (12)
Undesirable (8)
Acceptable (4)
Occasional (3)
Unacceptable (15)
Undesirable (12)
Undesirable (9)
Undesirable (6)
Acceptable (3)
Remote (2)
Undesirable (10)
Undesirable (8)
Undesirable (6)
Acceptable (4)
Negligible (2)
Improbable (1)
Undesirable (5)
Acceptable (4)
Acceptable (3)
Negligible (2)
Negligible (1)
Sumber : Godfrey et al. (1996) dalam Suputra (2005)
33
2.4.6 Penanganan Risiko
Risk response adalah tanggapan atau reaksi terhadap risiko yang dilakukan
oleh setiap orang atau perusahaan dalam pengambilan keputusan, yang
dipengaruhi oleh risk attitude dari pengambil keputusan (Flanagan dan Norman,
1993). Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi risiko yang muncul tersebut
disebut tindakan mitigasi/penanganan risiko (risk mitigation). Risiko yang muncul
kadang-kadang tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hanya dapat dikurangi
sehingga akan timbul residual risk (sisa risiko).
Gambar 2.2 Mitigasi Risiko
Sumber: Flanagan dan Norman (1993)
Dalam Risk Mitigation yang dapat dilakukan manajemen risiko seperti
pada Gambar 2.2 dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Menahan Risiko (Risk Retention)
Sikap untuk menahan risiko sangat erat kaitannya dengan keuntungan
(gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan
risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat
diterima (acceptable).
Risk Mitigation
Risk Avoidance Risk Retention Risk Reduction Risk Transfer
34
2) Mengurangi Risiko (Risk Reduction)
Mengurangi risiko dilakukan dengan mempelajari secara mendalam risiko
itu sendiri, dan melakukan usaha-usaha pencegahan pada sumber risiko atau
mengkombinasikan usaha agar risiko yang diterima tidak terjadi secara simultan.
Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko sisa (residual
risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).
3) Memindahkan Risiko (Risk Transfer).
Sikap pemindahan risiko dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko
yang dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain.
Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang
mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya.
4) Menghindari Risiko (Risk Avoidance)
Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan
menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko dapat
dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh penghindaran risiko
pada proyek konstruksi, adalah dengan memutuskan hubungan kontrak (breach of
contract).
2.4.7 Alokasi Risiko
Setelah risiko teridentifikasi dan diklasifikasikan, kemudian risiko tersebut
harus dialokasikan kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini
didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan
risiko tersebut. Aloksi risiko merupakan penentuan dan perlimpahan tanggung
jawab terhadap suatu risiko.
35
Menurut Bunni (1986) menyatakan metoda yang lebih sesuai untuk
alokasi risiko adalah dengan berdasarkan kendali atas kehadiran dan efek yang
ditimbulkan risiko jika risiko tersebut terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok
untuk mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan
kemampuan dan ketidakmampuan suatu pihak untuk melakukan pekerjaan proyek
yang spesifik.
Prinsip-prinsip pengalokasian risiko dari Flanagan et al. (1993) yaitu:
1) Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang
menimbulkan risiko;
2) Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul;
3) Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol;
4) Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko
bersama.
Jika risiko sudah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan
timbulnya perselisihan antara pihak yang terlibat, sebanding dengan semakin
sedikitnya risiko yang belum dialokasikan. Tapi risiko yang sudah dialokasikan
juga dapat menimbulkan perselisihan, jika risiko tersebut salah dialokasikan.
Apalagi jika risiko tersebut menyebabkan kehilangan dan kerugian yang besar.
2.5 Sumber-sumber Keterlambatan Proyek Konstruksi
Kinerja waktu berkaitan dengan manajemen waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan proyek sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Pemilihan alat
yang tepat dan efektif akan mempengaruhi kecepatan proses konstruksi,
36
pemindahan atau distribusi material dengan cepat, baik arah horizontal maupun
vertikal.
Menurut PMBOK Guide (2008), proses manajemen waktu proyek
meliputi:
1) Definisi Kegiatan
Definisi kegiatan adalah proses identifikasi kegiatan spesifik yang dilakukan
untuk menghasilkan deliverable proyek. Deliverable adalah produk yang
dihasilkan yang merupakan bagian dari proyek seperti perangkat keras atau
perangkat lunak, dokumen perencanaan, atau hasil rapat/ pertemuan.
Pekerjaan yang ada dalam proyek biasanya dijabarkan dalam komponen yang
lebih kecil yang menggambarkan kegiatan yang diperlukan untuk
menyelesaikan proyek. Kegiatan tersebut merupakan dasar untuk
mengestimasi, menjadwalkan, mengeksekusi, memonitor, dan mengontrol
proyek.
2) Urutan Kegiatan
Urutan kegiatan adalah proses identifikasi hubungan setiap kegiatan yang ada
dalam proyek dan diurutkan berdasarkan urutan yang logis. Setiap kegiatan
kecuali kegiatan pertama dan terakhir dihubungkan oleh sebuah predecessor
(hubungan keterkaitan antara pekerjaan, yaitu suatu keterhubungan antara
suatu pekerjaan dengan pekerjaan sebelumnya) dan sebuah successor (simpul
yang berada di bawah simpul). Dalam mengurutkan kegiatan, dapat digunakan
lag diantara kegiatan untuk mendukung terbentuknya jadwal proyek yang
37
realistis dan dapat dicapai. Proses mengurutkan kegiatan dapat dilakukan
dengan menggunakan software, maupun secara manual.
3) Estimasi Sumber Daya Kegiatan
Estimasi sumber daya kegiatan adalah proses mengestimasi tipe dan jumlah
material, pekerja serta peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
tersebut.
4) Estimasi Durasi Kegiatan
Estimasi durasi kegiatan adalah proses menghitung waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap kegiatan dengan sumber daya yang sudah
ditetapkan. Estimasi durasi bergantung pada input data yang tersedia. Semakin
akurat dan detail input data yang tersedia, semakin akurat juga estimasi durasi
yang dilakukan.
5) Pengembangan Jadwal
Pengembangan jadwal adalah proses analisis urutan kegiatan, durasi, sumber
daya yang dibutuhkan, dan batasan jadwal untuk membuat jadwal proyek.
Ouput yang dihasilkan adalah jadwal penyelesaian proyek. Pengembangan
jadwal merupakan proses yang berulang untuk membuat jadwal proyek yang
acceptable.
6) Pengendalian Jadwal
Pengendalian jadwal merupakan proses monitor status proyek untuk
memperbarui kemajuan proyek dan mengatur perubahan pada jadwal proyek.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian jadwal adalah:
a) Menentukan status dari jadwal proyek.
38
b) Pengaruh dari faktor yang menyebabkan perubahan jadwal.
c) Menentukan perubahan jadwal proyek.
d) Mengatur perubahan jadwal yang terjadi.
Dalam hasil konvensi tolok ukur kegagalan sub bidang manajemen yang
diadakan oleh LPJK (2006) disebutkan, yang menjadi tolok ukur kegagalan pada
Unit Kompetensi Manajemen Waktu Proyek (Time Management), antara lain:
1) Tidak mampu memberikan konstribusi didalam mendifinisikan kegiatan.
2) Tidak mampu dalam menentukan jadwal proyek.
3) Tidak mampu menilai hasil manajemen waktu.
4) Tidak mampu mengembangkan jadwal proyek.
5) Tidak mampu mengelola jadwal proyek.
6) Tidak mampu dalam menganalisis hasil manajemen waktu.
Menurut Oyfer (2002), untuk mendapatkan faktor penyebab kegagalan
konstruksi tidak mudah, kadangkala sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan
akumulasi dari berbagai faktor. Perilaku manusia juga berperan signifikan,
demikian dikemukakan oleh Vicknasyon (2003), 80% dari total kegagalan
konstruksi dimungkinkan penyebabnya faktor manusia. Riset yang dilakukan
Oyfer (2002) menyatakan hal seperti itu di Amerika disebabkan oleh faktor
konstruksi (54%), desain (17%), perawatan (15%), material (12%) dan hal yang
tak terduga (2%).
Fakta-fakta menunjukkan bahwa tidak mudah menemukan sumber
kegagalan dengan tepat, karena kejadiannya disebabkan oleh banyak hal yang
berkaitan satu sama lain. Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
39
kegagalan utama disebabkan oleh kesalahan yang berasal dari manusia (human
error), seperti ketidaktahuan, kesembronoan/kelalaian, kurang perhatian,
komunikasi yang buruk, ketidakjelasan tanggung jawab, ketamakan/ korupsi dan
birokratis.
2.5.1 Faktor-faktor Penyebab Keterlambatan Pelaksanaan Proyek Konstruksi
Menurut Kraiem dan Dickmann (1987), penyebab-penyebab keterlambatan
waktu pelaksanaan proyek dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok besar,
yakni :
1) Keterlambatan yang tidak dapat dimaafkan (Non-Excusable Delay), yakni
keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian atau kesalahan
kontraktor.
2) Keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusable Delay), yakni keterlambatan
yang disebabkan oleh kejadian-kejadian diluar kendali pemilik maupun
kontraktor.
3) Keterlambatan yang layak mendapatkan ganti rugi (Compensable Delay),
yakni keterlambatan yang disebabkan oleh tindakan, kelalaian dan kesalahan
pemilik proyek.
A.Non Excusable Delays
Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:
1. Identifikasi, durasi, dan rencana urutan kerja yang tidak lengkap dan tidak
tersusun dengan baik.
40
Identifikasi aktivitas proyek merupakan tahap awal dari penyusunan
jadwal proyek. Identifikasi yang tidak lengkap akan mempengaruhi durasi proyek
secara keseluruhan dan mengganggu urutan kerja.
2. Ketidaktepatan perencanaan tenaga kerja
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam tiap tahapan pelaksanaan
proyek berbeda-beda, tergantung dari besar dan jenis pekerjaannya. Perencanaan
yang tidak sesuai kebutuhan dilapangan dapat menimbulkan persoalan karena
tenaga kerja adalah sumber daya yang tidak mudah didapat dan mahal sekali
harganya.
3. Kualitas tenaga kerja yang buruk.
Kurangnya ketrampilan dan keahlihan pekerja dapat mengakibatkan
produktivitas tenaga kerja yang dihasilkan rendah sehingga memerlukan waktu
yang lama dalam menyelesaikan proyek
4. Keterlambatan penyediaan alat/material akibat kelalaian kontraktor.
Salah satu faktor yang mendukung dalam pelaksanaan proyek secara
langsung adalah tersediannya peralatan dan material yang akan digunakan.
Keterlambatan penyedian alat dan material diproyek dapat dikarenakan
keterlambatan pengiriman supplier, kesulitan untuk mendapatkannya, dan
kekurangan material itu sendiri. Penyediaaan alat dan material yang tidak sesuai
dengan kebutuhan dan waktu yang direncanakan,akan membuat produktivitas
pekerja menurun karena banyaknya jam nganggur sehingga menghambat laju
pekerjaan.
5. Jenis peralatan yang digunakan tidak sesuai dengan proyek.
41
Peralatan merupakan salah satu sumber daya yang digunakan secara
langsung didalam pelaksanaan proyek. Perencanaan jenis peralatan harus
disesuaikan dengan karakteristik dan besarnya proyek sehingga tujuan dari
pekerjaan proyek dapat tercapai.
6. Mobilisasi sumber daya yang lambat.
Mobilisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pergerakan supplier
kelokasi proyek, antar lokasi dalam proyek, dan dari dalam lokasi proyek ke luar
lokasi proyek. Hal ini sangat dipengaruhi oleh penyediaan jalan proyek dan waktu
pengiriman alat ataupun material.
7. Banyak hasil pekerjaan yang harus diulang/ diperbaiki karena cacat/salah .
Faktor ini lebih mengarah pada mutu atau kualitas pelaksanaan pekerjaan,
baik secara struktur atau penyelesaian akhir yang dipengaruhi gambar proyek,
penjadwalan proyek, dan kualitas tenaga kerja. Pada dasarnya semua
perbaikan/pengulangan akibat cacat atau salah memerlukan tambahan waktu
8. Kesulitan finansial.
Perputaran arus uang baik arus masuk maupun arus keluar harus
direncanakan dengan baik penggunaannya, agar tidak menimbulkan kesulitan
untuk proyek itu sendiri. Kesulitan pembiayaan oleh kontraktor ini, terutama yang
berkaitan dengan kewajiban pembayaran ke pemasok material dan pembayaran
upah tenaga kerja. Hal ini akan menyebabkan tersendatnya dukungan sumber
daya yang ada dan membuat pelaksanaan pekerjaan menjadi terhambat.
9. Kurangnya pengalaman kontraktor.
42
Pengalaman kontraktor berpengaruh dalam penanganan masalah dalam
bekerja bisa mengakibatkan keterlambatan proyek. Kontraktor yang sudah
berpengalaman dengan mudah mengatasi permaslahan yang timbul, lain halnya
dengan kontraktor yang kurang pengalaman, akan membutuhkan waktu yang
lebih banyak.
10. Koordinasi dan komunikasi yang buruk dalam organisasi kontraktor.
Komunikasi adalah kunci awal bagi keberhasilan kerja tim.Dalam
pelaksanaan proyek konstruksi, koordinasi memerlikan komunikasi yang baik
agar masing-masing kelompok tidak terjadi pekerjaan yang tumpang tindih
11. Metode kontruksi/teknik pelaksanaan yang tidak tepat/salah.
Kesalahan atau ketidaktepatan dalam memilih metode konstruksi,
walaupun mungkin tidak sampai menimbulkan kegagalan penyelesaian stuktur,
seringkali berdampak lebih lamanya waktu penyelesaian yang diperlukan.
12. Kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja.
Kurangnya kontrol keselamatan kerja yang ada di dalam proyek dapat
mangakibatkan terjadinya kecelakaan kerja terhadap pekerja. Hal ini dapat
berdampak pada penderita secara fisik, hilangnya semangat kerja, dan trauma
akibat kecelakaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan turunnya
produktivitas kerja.
B. Excusable Delays
1. Terjadinya hal- hal yang tak terduga seperti banjir badai, gempa bumi,
tanah longsor, kebakaran, cuaca buruk.
43
Cuaca sangat mempengaruhi produktivitas pekerja. Cuaca yang buruk
menyebabkan turunnya stamina para pekerja yang berarti menurunnya
produktivitas. Produktivitas pekerja yang rendah dan tidak sesuai yang
direncanakan akan mengakibatkan mundurnya jadwal proyek. Gempa bumi,
banjir, tanah longsor, kebakaran dapat menyebabkan proyek terhenti sementara
dan membutuhkan waktu lebih.
2. Lingkungan sosial politik yang tidak stabil.
Aspek sosial politik seperti kerusuhan, perang, keadaan sosial yang buruk
dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan proyek karena perbaikan
pekerjaan akibat kerusakan yang terjadi memerlukan tambahan waktu yang akan
memperpanjang jadwal proyek secara keseluruhan.
3. Respon dari masyarakat sekitar yang tidak mendukung adanya proyek.
Respon dari masyarakat sekitar proyek yang berbeda- beda, ada yang
mendukung dan ada pula yang menolak. Dengan adanya respon negatif dari
masyarakat sekitar menyebabkan adanya demo yang berakibat pada berhentinya
kegiatan proyek sesaat yang berarti mundurnya jadwal pelaksanaan proyek.
C. Compensable Delays.
Penyebab- penyebab yang termasuk dalam jenis keterlambatan ini adalah:
1. Penetapan pelaksanaan jadwal proyek yang amat ketat
Jadwal proyek seringkali ditentukan oleh pemilik untuk kepentingan
pemakian yang mendesak. Kesalahan-kesalahan akan timbul karena adanya
tekanan waktu sehingga memerlukan perbaikan-perbaikan. Akibatnya jadwal
yang telah direncanakan akan berubah dan memerlukan tambahan waktu.
44
2 Persetujuan ijin kerja yang lama.
Persetujuan ijin kerja merupakan hal yang lazim dalam melaksanakan
suatu aktivitas pekerjaan seperti gambar dan contoh bahan.Proses persetujuan ijin
ini akan menjadi kendala yang bisa memperlambat proses pelaksanaan pekerjaan
apabila untuk mendapatkan ijin tersebut diperlukan waktu yang cukup lama untuk
mengambil keputusan.
3. Perubahan lingkup pekerjaan/ detail konstruksi.
Permintaan pemilik untuk mengganti lingkup pekerjaan pada saat proyek
sudah terlaksana akan berakibat pembongkaran ulang dan perubahan jadwal yang
telah dibuat kontraktor. Setiap pembongkaran ulang dalam pelaksanaan proyek
memerlukan tambahan waktu penyelesaian.
4. Sering terjadi penundaan pekerjaan.
Kondisi finansial pemilik yang kurang baik dapat berakibat penundaan
atau penghentian pekerjaan proyek yang bersifat sementara, yang secara langsung
berakibat pada mundurnya jadwal proyek.
3. Keterlambatan penyediaan material oleh pemilik.
Dalam pelaksanaan proyek, sering terjadi adanya beberapa material yang
disiapkan oleh pemilik. Masalah akan terjadi apabila pemilik terlambat
menyediakan material kepada kontraktor dari waktu yang telah dijadwalkan.
Proyek tidak dapat dilanjutkan, produktivitas pekerja rendah karena menganggur,
yang mengakibatkan keterlambatan proyek.
4. Dana dari pemilik yang tidak mencukupi.
45
Proyek dapat berhenti dan mengalami keterlambatan karena dana dari pemilik
proyek yang tidak mencukupi.
5. Sistim pembayaran pemilik ke kontraktor yang tidak sesuai kontrak.
Pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi membutuhkan biaya terus
menerus sepanjang waktu pelaksanaannya, yang menuntut kontraktor sanggup
menyediakan dana secara konsisten agar kelancaran pekerjaan tetap terjaga.
Pembayaran termyn dari pemilik yang tidak sesuai kontrak dapat merugikan pihak
kontraktor karena akan mengacaukan semua sistim pendanaan proyek tersebut
dan menpengaruhi kelancaran pekerjaan kontraktor.
6. Cara inspeksi/kontrol pekerjaan birokratis oleh pemilik.
Cara inspeksi dan kontrol yang terlalu birokratis dapat membuat
kebebasan kontraktor dalam bekerja menjadi lebih terbatas.
2.5.2 Aspek Penyebab Keterlambatan
Pada beberapa hasil penelitian terdahulu, maka dapat disajikan aspek
penyebab keterlambatan serta identifikasi risikonya sebagaimana Tabel 2.3.
Tabel 2.3
Aspek Penyebab Keterlambatan
No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5
A Perencanaan dan Penjadwalan
1 Penetapan jadwal proyek yang amat ketat oleh pemilik. * *
2 Tidak lengkapnya identifikasi jenis pekerjaan yang harus ada. * * *
46
No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5
3 Rencana urutan kerja yang tidak tersusun dengan baik/terpadu. * * * *
4 Penentuan durasi waktu kerja yang tidak seksama. *
5 Rencana kerja pemilik yang sering berubah-ubah. * *
6 Metode konstruksi/pelaksanaan kerja yang salah/tidak tepat. * *
B Dokumen Pekerjaan dan Kontrak
7 Perencanaan (gambar/spesifikasi) yang salah/tidak lengkap. * * * * *
8 Perubahan desain/detail pekerjaan pada waktu pelaksanaan. * * * *
9 Perubahan lingkup perkerjaan pada waktu pelaksanaan. * *
10 Proses pembuatan gambar kerja oleh kontraktor * * *
11 Proses permintaan dan persetujuan gambar kerja oleh pemilik. *
12 Ketidak sepahaman aturan pembuatan gambar kerja. * * *
13 Ada banyak (sering) pekerjaan tambahan. * * *
14 Adanya permintaan perubahan atas pekerjaan yang telah selesai. * * * *
C Pelaksanaan dan Hubungan Kerja
15 Keterbatasan wewenang personil/pemilik dalam pengambilan keputusan.
* *
16 Kualifikasi personil/pemilik yang tidak professional di bidangnya. * *
17 Cara inspeksi dan kontrol pekerjaan yang birokratis oleh pemilik. *
18 Kegagalan pemilik mengkoordinasi pekerjaan dari banyak kontraktor atau subkontraktor.
* * *
19 Kegagalan pemilik mengkoordinasi penyerahan/penggunaan lahan. *
20 Kelambatan penyediaan alat/bahan dan lain-lain yang disediakan oleh * * * * *
47
No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5
pemilik.
21 Kualifikasi teknis dan manajerial yang buruk dari personil-personil dalam organisasi kerja kontraktor.
* * *
22 Koordinasi dan tim kerja yang buruk antar bagian dalam organisasi kerja kontraktor.
*
23 Terjadinya kecelakaan kerja. * D Koordinasi Sumber Daya
24 Mobilisasi Sumber Daya (bahan, alat, tenaga kerja) yang lambat. * * *
25 Kurangnya keahlian dan keterampilan kerja para pekerja. *
26 Jumlah pekerja yang kurang memadai. * * * *
27 Tidak tersedianya bahan sesuai kebutuhan. * * * *
28 Tidak tersedianya alat/peralatan kerja yang memadai. * * * *
29 Kelalaian/keterlambatan oleh subkontraktor pekerjaan. *
30 Pendanaan kegiatan proyek yang tidak terencana dengan baik. *
31 Tidak terbayarnya kontraktor secara layak. * * *
32 Produktivitas tenaga kerja yang buruk. *
E Sistem Kontrol dan Evaluasi Pekerjaan
33 Pengajuan contoh bahan oleh kontraktor yang tidak terjadwal. *
34 Lamanya proses permintaan dan persetujuan contoh bahan oleh pemilik.
*
35 Proses pengujian dan evaluasi bahan yang tidak relevan. *
36 Proses persetujuan ijin kerja yang bertele-tele. *
37 Kegagalan kontraktor melaksanakan pekerjaan. * * * *
48
No Identifikasi Risiko P1 P2 P3 P4 P5
38 Banyaknya hasil pekerjaan yang harus diperbaiki atau diulang. * * * *
39 Proses dan tata cara evaluasi kemajuan pekerjaan yang lama dan lewat jadwal yang disepakati.
*
F Lain-lain
40 Kondisi dan lingkungan sekitar proyek yang tidak sesuai dugaan. * * *
41 Transportasi ke lokasi proyek yang sulit. * *
42 Terjadinya hal-hal yang tidak terduga (bencana alam, kebakaran, dan lain-lain)
* *
43 Adanya pemogokan buruh. * 44 Adanya huru hara atau kerusuhan. *
45 Terjadinya kerusakan akibat perbuatan pihak ketiga. *
46 Perubahan situasi atau kebijakan politik pemerintah. *
Sumber : P1 : Praboyo (1999), P2 : Lewis dan Artherley (1996) ,
P3 : Assaf (1995) , P4 : Park (1979) , P5 : Abedi dan Haseeb (2011).
2.6 Pengertian Hotel
Pengertian hotel menurut beberapa ahli diantaranya :
1) Hotel didefinisikan sebagai tempat tinggal untuk para pengunjung/pelancong
dengan membayar sejumlah uang, dengan dua pelayanan dasar yaitu
akomodasi dan makan minum (Lawson, 1997).
2) Menurut pemerintah, hotel adalah suatu jenis akomodasi yang menggunakan
sebagian atau seluruh bangunan dengan menyediakan jasa penginapan,
makanan minuman serta jasa penunjang lainnya bagi umum yang dikelola
secara komersial.
49
3) Menurut AHMA (The America Hotel and Motel Asossciation), hotel dapat
didefinisikan sebagai tempat tinggal atau bangunan yang memiliki usaha
utama dalam menyediakan penginapan untuk publik atau masyarakat secara
umum dan memiliki jasa pelayanan makanan minuman dan lebih dari itu,
jasa pelayanan kamar, pencucian dan penggunaan atau menikmati furnitur
yang ada pada bangunan tersebut (hanya pada kamar yang disewakan dan
keseluruhan bangunan selain kamar orang lain).
Sehingga dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hotel
merupakan suatu bangunan komersil yang digunakan sebagai tempat penginapan
untuk tamu domestik maupun manca negara dengan fasilitas penunjang berupa
makan, minum dan akomodasi.
2.7 Pelaksanaan Konstruksi Proyek Hilton Garden Inn Tuban Bali
Proyek Hilton Garden Inn Tuban Bali dimiliki oleh PT. Duta Anggada
Realty,Tbk. Proyek ini mulai dikerjakan pada tahun 2013. Luas lahan 2 hektar.
Dengan jumlah 292 kamar. Kontraktor utama pada proyek ini adalah NRC,
kontraktor MEP dari SJN, kontraktor landscape SGP, kontraktor interior LYP,
konsultan pengawas RST.
Proyek pelaksanaan konstruksi Hilton Garden Inn ini mengalami
keterlambatan dari rencana selesai pertengahan 2015 menjadi awal 2016.
Keterlambatan terjadi karena spesifikasi pekerjaan yang salah, tidak terbayarnya
kontraktor secara layak, koordinasi yang buruk antar pemilik, konsultan dan para
kontraktor. Pada akhir tahun 2017 Hilton Garden Inn Tuban Bali berubah nama
menjadi Hilton Garden Inn Ngurah Rai Airport.